Dr Amiril Mukminin SpBS - Trauma Cervikal 2

23
selalu dianggap ada cedera cervical sampai terbukti secara klinis dan radiologis tidak ada. Penderita sadar. Nyeri pada leher atau punggung, seringkali menjalar karena terdapat iritasi pada saraf. Adanya gangguan sensoris. Kelemahan atau paralise tipe flaksid sesuai dengan tingkahnya. G.2. Pemeriksaan Level Cedera Medulla Spinalis. 1.Pemeriksaan motorik. C5 mengangkat siku sampai setinggi bahu ( deltoid ). C6 fleksi lengan bawah ( biceps ), ekstensi pergelangan tangan ( ekstensor karpi radialis dan brevis ). C7 ekstensi lengan bawah ( triceps ). C8 fleksi pergelangan tangan dan jari ( flexor digitorum profundus ). 2.Pemeriksaan sensorik. Sesuai dermatome : C5 area pada deltoid. C6 ibu jari. C7 jari tangan tengah. C8 kelingking. G.3. Pemeriksaan Radiologi. Cervical Photo series dilakukan atas indikasi pasien dengan keluhan nyeri lokal, deformitas, krepitasi, edema, gangguan neurologis yang berhubungan dengan vertebra

description

z

Transcript of Dr Amiril Mukminin SpBS - Trauma Cervikal 2

Page 1: Dr Amiril Mukminin SpBS - Trauma Cervikal 2

selalu dianggap ada cedera cervical sampai terbukti secara klinis dan radiologis

tidak ada.

Penderita sadar.

Nyeri pada leher atau punggung, seringkali menjalar karena terdapat iritasi pada

saraf.

Adanya gangguan sensoris.

Kelemahan atau paralise tipe flaksid sesuai dengan tingkahnya.

G.2.Pemeriksaan Level Cedera Medulla Spinalis.

1. Pemeriksaan motorik.

C5 mengangkat siku sampai setinggi bahu ( deltoid ).

C6 fleksi lengan bawah ( biceps ), ekstensi pergelangan tangan ( ekstensor

karpi radialis dan brevis ).

C7 ekstensi lengan bawah ( triceps ).

C8 fleksi pergelangan tangan dan jari ( flexor digitorum profundus ).

2. Pemeriksaan sensorik.

Sesuai dermatome : C5 area pada deltoid.

C6 ibu jari.

C7 jari tangan tengah.

C8 kelingking.

G.3. Pemeriksaan Radiologi.

Cervical Photo series dilakukan atas indikasi pasien dengan keluhan nyeri

lokal, deformitas, krepitasi, edema, gangguan neurologis yang berhubungan dengan

vertebra cervical, penurunan tingkat kesadaran, kemungkinan menderita keracunan,

atau pasien dengan multipel trauma yang potensial terjadi cervical spine injury.

Complete cervical spine series terdiri dari AP, lateral view, open mouth dan oblique.

Swimmer dan fleksi ekstensi dilakukan bila diperlukan.

Gambaran radiologi merupakan standar tertinggi dalam penentuan diagnosis

yang tepat dari cedera tulang belakang. Yang pertama dan paling penting dalam

mengambil foto radiologi pada pasien yang dicurigai mengalami cedera servikal

adalah foto lateral. Foto AP juga harus dilakukan termasuk foto “open mouth” untuk

memperlihatkan C1 dan C2 ( untuk fraktur lateral mass dan odontoid ).

Page 2: Dr Amiril Mukminin SpBS - Trauma Cervikal 2

Pada foto lateral, dasar tengkorak, seluruh ke 7 vertebra servikal dan vertebra

T1 harus tampak dalam foto rontgen. Untuk menghindarkan terlewatnya fraktur dan

fraktur dislokasi pada vertebra servikal bawah, maka bahu penderita ditarik ke bawah

sewaktu melakukan foto servikal lateral. Bila ke 7 vertebra servikal tidak tampak

dengan pemeriksaan foto lateral, maka perlu dilakukan swimmer’s view untuk

melihat vertebra servikal bewah dan torakal atas.

Pemeriksaan foto rontgen buka mulut ( open mouth odontoid view ) harus

meliputi seluruh prosesus odontoid dan artikulasi antara C1 dan C2 kiri dan kanan.

Pemeriksaan foto servikal AP membantu mengidentifikasi adanya dislokasi faset

unilateral dimana hanya tampak sedikit atau tidak terlihat adanya dislokasi pada foto

lateral. CT Scan axial dengan interval 3 mm juga harus dilakukan bila dicurigai

adanya daerah yang mencurigakan pada foto polos atau pada daerah vertebra servikal

bawah yang tidak tampak secara adekuat pada foto polos. CT Scan axial pada C1 dan

C2 juga lebih sensitif dibandingkan dengan foto polos untuk mendeteksi adanya

fraktur pada vertebra tersebut. Bila foto dengan kualitas yang baik serta

diintrepetasikan secara tepat, maka cedera vertebra servikal yang tidak stabil dapat

dideteksi dengan sensitivitas lebih dari 97%. Foto rontgen vertebra servikal lengkap

harus dinilai oleh seorang dokter yang mempunyai pengalaman dalam menilai secara

cermat foto ini sebelum dinyatakan normal dan cervical collar dilepas.

Bila didapatkan hasil normal pada foto skrining, maka perlu dilakukan foto

rontgen fleksi ekstensi vertebra servikal pada penderita yang tidak mengalami

gangguan kesadaran atau yang mengeluh adanya nyeri leher, untuk mendeteksi

instability yang tak jelas atau untuk menentukan stabilitas suatu fraktur, seperti

fraktur lamina atau fraktur kompresi. Penderita mungkin mengalami hanya cedera

ligament saja tanpa disertai dengan fraktur, walaupun pada penelitian terakhir

menduga bila foto polos vertebra servikal 3 posisi dengan tambahan pemeriksaan CT

Scan adalah normal ( tak terdapat pembengkakan jaringan lunak di bagian depan

leher, tak terdapat angulasi yang abnormal ), maka tidak terdapat adanya instabilitas.

Pada beberapa penderita dengan cedera jaringan lunak yang jelas, adanya spasme

otot paraspinal akan membatasi derajat fleksi dan ekstensi leher. Pada kasus seperti

ini, penderita ditangani dengan penggunaan kolar servikal semirigid selama 2-3

Page 3: Dr Amiril Mukminin SpBS - Trauma Cervikal 2

minggu sebelum pemeriksaan lain dilakukan untuk mendapat gamabaran foto fleksi-

ekstensi. Leher penderita tidak boleh digerakkan paksa untuk mengurangi nyeri.

Semua gerakan haruslah volunter. Foto ini harus dilakukan di bawah pengawasan

dokter yang berpengalaman.

Pada kurang lebih 10% penderita fraktur vertebra servikalis akan ditemukan

fraktur lain pada vertebra ( yang mungkin tidak berdekatan ) pada kolumna

vertebralis. Maka perlu pemeriksaan skrining radiologik lengkap vertebra pada

penderita dengan fraktur vertebra servikalis. Skrining semacam ini disarankan pada

semua penderita koma karena trauma.

Jika terdapat defisit neurologis, penggunaan MRI paling tepat untuk

mendeteksi adanya lesi kompresi jaringan lunak seperti spinal epidural hematom atau

HNP traumatika yang tidak dapat diperiksa dengan foto polos. Tetapi kadang-kadang

MRI tidak mungkin untuk dilakukan karena penderita tidak stabil. Bila MRI tidak

dapat dilakukan, maka dapat dilakukan pemeriksaan CT mielografi untuk

menyingkirkan adanya kompresi pada medulla spinalis yang disebabkan oleh HNP

traumatik atau epidural hematom. Pemeriksaan ini dilakukan atas permintaan seorang

ahli bedah konsultan spine.

Page 4: Dr Amiril Mukminin SpBS - Trauma Cervikal 2

Gambar 18.Foto Cervical Lateral.

Deskripsi : - Alignment : identifikasi dan menilai ke 4 kurva lordotik.

a. Korpus vertebra anterior.

b. Kanalis spinalis anterior.

c. Kanalis spinalis posterior.

d. Ujung ( tip ) dari prosesus spinosus.

- Bone, harus dinilai :

a. Kontur korpus vertebra dan tinggi axial.

b. Massa tulang lateral :

1. Pedikel.

2. Sendi faset.

3. Lamina.

4. Prosesus transversus.

c.Prosesus spinosus.

- Cartilage, harus dinilai :

a.Diskus untervertebralis.

b.Sendi faset posterolateral.

- Soft tissue, harus dinilai :

a.Ruang prevertebra.

b.Prevertebral fat stripe.

c.Ruang diantara prosesus spinosus.

Petunjuk penilaian untuk mendeteksi keabnormalan.

1. Alignment, penilaian untuk :

a. Kehilangan alignment pada daerah korpus vertebra aspek posterior

( perluasan anterior dari kanalis vertebralis ) dislokasi.

b. Penyempitan kanalis vertebralis kompresi medulla spinalis.

2. Bone, penilaian untuk :

a. Deformitas tulang fraktur kompresi.

b. Fraktur korpus vertebra atau prosesus.

3. Soft tissue, penilaian untuk :

Page 5: Dr Amiril Mukminin SpBS - Trauma Cervikal 2

a. Perluasan daerah jaringan lunak prevertebra ( > 5mm pada C3 )

perdarahan yang bersamaan dengan cedera medulla spinalis.

b. Peningkatan jarak diantara prosesus spinosus pada satu level robeknya

ligamentum interspinosum dan biasanya terdapat fraktur kanalis spinalis di

bagian anterior.

Bila ke 7 vertebra servikal tidak tampak dengan pemeriksaan foto lateral, maka

perlu dilakukan swimmer’s view untuk melihat vertebra servikal bawah dan torakal

atas.

Gambar 19. Photo Cervical Lateral, Swimmer’s View.

Foto AP termasuk foto “open mouth” dilakukan untuk memperlihatkan C1 dan

C2 ( untuk fraktur lateral mass dan odontoid ).

Page 6: Dr Amiril Mukminin SpBS - Trauma Cervikal 2

Gambar 20. Photo Cervical AP.

Gambar 21. Photo Cervical, Open Mouth.

Page 7: Dr Amiril Mukminin SpBS - Trauma Cervikal 2

Gambar 21. Photo Cervical, Open Mouth.

CT Scan.

Page 8: Dr Amiril Mukminin SpBS - Trauma Cervikal 2

Gambar 22. CT Scan Cervical, potongan axial.

Gambar 22. CT Scan Cervical, potongan transversal.

Page 9: Dr Amiril Mukminin SpBS - Trauma Cervikal 2

MRI.

Gambar 23. MRI Cervical.

H. Penatalaksanaan.

1. Imobilisasi.

Pada fase pra RS biasanya dilakukan tindakan imobilisasi sebelum transfer

penderita ke UGD. Setiap penderita yang dicurigai mengalami cedera tulang belakang

harus dilakukan imobilisasi di bagian atas dan bawah bagian yang dicurigai menderita

cedera, sampai fraktur dapat disingkirkan dengan pemeriksaan rontgen. Harap diingat,

proteksi vertebra harus dipertahankan sampai cedera vertebra dapat disingkirkan.

Imobilisasi yang tepat dilakukan pada penderita dengan posisi netral, seperti berbaring

terlentang tanpa rotasi atau membengkokkan tulang belakang. Apabila ditemukan

deformitas yang jelas, jangan lakukan reduksi. Anak-anak mungkin menderita

tortikolis dan pada orang tua menderita penyakit tulang belakang degeneratif berat

Page 10: Dr Amiril Mukminin SpBS - Trauma Cervikal 2

yang menyebabkan mereka mengalami kifosis nontraumatik atau angulasi pada tulang

belakangnya. Penderita seperti ini harus di imobilisasi dalam spine board dengan

posisi yang nyaman. Perlu digunakan bantalan yang tepat untuk mencegah

terbentuknya dekubitus. Usaha untuk meluruskan tulang belakang dalam rangka

imobilisasi pada spine board tidak direkomendasikan bila menyebabkan nyeri.

Imobilisasi leher dengan kolar servikal semirigid tidak menjamin stabilisasi

tulang leher yang lengkap. Imobilisasi dengan menggunakan spine board dengan

memakai tambahan alat penyangga kepala, jauh lebih efektif dalam mengurangi

gerakan leher. Penggunaan long spine board direkomendasikan. Penderita cedera

tulang servikal membutuhkan imobilisasi seluruh tubuh penderita dengan kolar

servikal semirigid, imobilisasi kepala, backboard, plester dan tali pengikat sebelum

dan sewaktu transfer ke fasilitas yang definitif. Ekstensi dan fleksi leher harus

dihindarkan. Hal yang sangat penting adalah airway pada penderita cedera medulla

spinalis, karena itu intubasi harus segera dilakukan bila terdapat bukti gangguan

respirasi. Sewaktu melakukan intubasi, leher dipertahankan dalam posisi netral.

Perlu perhatian khusus dalam melakukan imobilisasi bagi penderita yang gelisah

dan agitasi. Keadaan ini disebabkan karena nyeri, bingung yang berhubungan dengan

hipoksia atau hipotensi, alkohol atau obat-obatan, atau kelainan kepribadian. Dapat

diberikan sedativa bila diperlukan, bahkan obat pelumpuh otot, dengan catatan perlu

proteksi dan kontrol airway serta ventilasi. Penggunaan sedativa atau pelumpuh otot

memerlukan pertimbangan klinis yang tepat, dianjurkan untuk menggunakan obat

dengan masa kerja pendek serta reversibel.

Sewaktu penderita datang di UGD, yang pertama dilakukan adalah secepatnya

melepas long spine board setelah dilakukan pemeriksaan, untuk mengurangi terjadinya

ulkus dekubitus. Melepaskan long spine board biasanya dilakukan sebagai bagian dari

survey sekunder yaitu sewaktu dilakukan tindakan logroll pada penderita untuk

memeriksa bagian belakang tubuh. Jangan sampai ditunda.

Gerakan yang aman, atau melakukan logroll pada penderita cedera tulang

belakang yang tidak stabil atau akan menjadi tidak stabil, memerlukan perencanaan

dan bantuan dari 4 atau lebih penolong tergantung ukuran tubuh penderita.

Kesegarisan ( alignment ) anatomi netral dari seluruh kolumna vertebralis harus

Page 11: Dr Amiril Mukminin SpBS - Trauma Cervikal 2

dipertahankan sewaktu memutar atau mengangkat penderita. Satu orang bertugas

mempertahankan imobilisasi inline kepala dan leher. Posisi orang kedua dan ketiga

adalah pada sisi yang sama dengan torso penderita, mencegah secara manual

terjadinya rotasi, fleksi, ekstensi, bengkok ke lateral pada daerah dada dan perut

sewaktu transfer penderita. Orang keempat bertanggung jawab untuk menggerakkan

kaki dan melepas spine board serta memeriksa bagian belakang penderita.

2. Cairan Intravena.

Pada penderita dengan kecurigaan mengalami cedera medulla spinalis,

pemberian cairan intravena adalah sebagai tindakan resusitasi pada penderita cedera.

Bila tidak ditemukan atau dicurigai adanya perdarahan aktif tetapi terdapat hipotensi

yang menetap walaupun telah diberikan cairan 2 liter atau lebih, maka hal ini

meningkatkan kecurigaan terhadap syok neurogenik.

Penderita yang mengalami syok hipovolemik biasanya takikardi sedangkan yang

mengalami syok neurogenik akan mengalami bradikardi. Bila tekanan darah tidak

membaik setelah pemberian cairan, indikasi penggunaan vasopressor dapat

dipertimbangkan. Direkomendasikan penggunaan phenylephrine hydrochloride,

dopamin atau norepinephrine. Pemberian cairan yang berlebihan dapat menyebabkan

oedem paru. Penggunaan monitor invasif akan membantu, bila volume cairannya tidak

jelas diketahui. Kateter urin dipasang untuk monitor hasil urin dan mencegah

terjadinya distensi kandung kencing.

3. Obat-obatan.

Di Amerika Utara, pada penderita yang terbukti mengalami cedera medulla

spinalis yang bukan akibat luka tembus, diberikan metilprednisolon pada waktu 8 jam

pertama setelah terjadi. Ini merupakan terapi yang saat ini diterima. Metilprednisolon

diberikan dengan dosis 30 mg/kg dalam 15 menit pertama, diikuti dengan 5,4

mg/kg/jam. Untuk penderita dimana obat diberikan dalam 3 jam pertama setelah

cedera, infus intravena harus dilanjutkan selama 24 jam, sedangkan bila pengobatan

dimulai antara 3-8 jam, maka harus dilanjutkan sampai dengan 48 jam, kecuali

terdapat komplikasi. Studi-studi menunjukkan tidak ada kegunaan steroid bila

diberikan setelah 8 jam pasca cedera.

4. Transfer.

Page 12: Dr Amiril Mukminin SpBS - Trauma Cervikal 2

Penderita fraktur yang tidak stabil atau tercatat mengalami defisit neurologis

harus ditransfer ke fasilitas perawatan definitif. Prosedur yang aman untuk mentransfer

penderita setelah melakukan konsultasi dengan ahli terkait melalui telpon. Hindari

keterlambatan yang tidak perlu. Harus dilakukan stabilisasi keadaan penderita dan

dilakukan fiksasi menggunakan bidai, backboard dan atau kolar servikal semirigid.

Perlu diingat, trauma servikal letak tinggi akan menyebabkan gangguan fungsi

respirasi secara parsial atau total. Bila pernapasan tidak adekuat, maka perlu dilakukan

intubasi sebelum transfer penderita.

5. Terapi Non Operatif Pada Fraktur Servikal.

Cervical Orthoses dan Cranioskeletal Traction.

Cervical Level Diagnosis Orthosis

C0

Occipitocervical dislocation and

subluxation.

ORIF, Halo

C1

Posterior arch

Jefferson fractures

< 7 mm displacement

7 mm displacement

Ruptured mid-transverse ligament

Collar

Collar, CTO

Halo

Surgery

C2

Type I

Type II

Type III

Atlantoaxial Rotatory Deformities

Reducible

Unreducible

Hangman’s Fracture

Type I

Collar

Halo or surgery

Halo

Collar, CTO

Traction or surgery

Collar

Page 13: Dr Amiril Mukminin SpBS - Trauma Cervikal 2

Type II

Type III

Collar / halo

Surgery

C3 – C7

Flexion / Compression Fractures

Stable

Unstable

Burst Fractures

Neurologically intact / stable fracture

pattern

Neurologic defisit / unstable fracture

pattern

Facet Dislocations

Unilateral

Bilateral

Distraction-Extension Injuries ( Intact

Ligament / Disk )

Without spinal cord compression

With spinal cord compression

Ruptured ligament / disk/ fracture

Compression-Extension Injuries

Nondisplaced

Displaced

Collar / Halo

Surgery

Halo / CTO

Surgery

Tongs / Halo, then Surgery

Tongs / Halo, then Surgery

Halo / Surgery

Surgery

Surgery

Collar / CTO

Surgery

Tabel 1. Penatalaksanaan Non Operatif Pada Fraktur Servikal.

Macam-macam Collar.

Membatasi gerakan pada leher.

Fleksi, ekstensi dan lateral 5-15%,

rotasi 10-17%.

Digunakan untuk menyangga leher

selama nyeri leher akut, minor muscle

spasm dan spondilosis serta cervical

strain.

Page 14: Dr Amiril Mukminin SpBS - Trauma Cervikal 2

Gambar 24. Soft Cervical Collar

Gambar 25. Philadelphia Collar

Gambar 26. Miami J Collar

Memberikan

perlindungan pada

kepala dan leher

lebih baik daripada

soft collar.

Fleksi lateral 45°,

fleksi 40˚, ekstensi

34˚ dan rotasi 32˚.

Memiliki komposisi yang sama

dengan Philadelphia Collar.

Bagian depan terbuka untuk

trakheostomi.

Fleksi dan ekstensi 55-75%, rotasi

70% dan lateral 60%.

Page 15: Dr Amiril Mukminin SpBS - Trauma Cervikal 2

Gambar 27. Aspen Collar.

Gambar 28. PMT Cervmax Collar.

Gambar 29. Aspen CTO System.

Sama dengan Miami J Collar dan

Malibu Collar, bagian depan

terbuka untuk trakheostomi.

Fleksi dan ekstensi 55-60%, rotasi

60%, lateral 60%.

Memiliki desain V-back yang

unik untuk memberikan

perlindungan maksimal pada

oksipital. Bagian depan terbuka

untuk trakheostomi.

Indikasi untuk fraktur tidak stabil

minimal.

Page 16: Dr Amiril Mukminin SpBS - Trauma Cervikal 2

Gambar 30. Minerva CTO.

Gambar 31. Sternooccipitomandibular Orthosis ( SOMI ).

Indikasi : imobilisasi pada

instabilitas atlantoaksial

sekunder pada rheumatoid

arthritis dan neural arch

fracture dari C2.

Page 17: Dr Amiril Mukminin SpBS - Trauma Cervikal 2

Gambar 32. Halo and Pin Placement.

Indikasi : Ketidakstabilan upper cervical spine terutama C1-C2, stabilisasi tambahan

setelah surgical fixation, fraktur tidak stabil pada pertengahan dan bawah cervical

spine.

Gambar 33. Gardner-Wells Tongs.

6. Tindakan Operasi.

Page 18: Dr Amiril Mukminin SpBS - Trauma Cervikal 2

Terdapat dua indikasi yang jelas untuk tindakan operasi gawat darurat atas

fraktur dan dislokasi tulang belakang servikal, yaitu :