dosen.stikesdhb.ac.iddosen.stikesdhb.ac.id/fitra-herdian/wp-content/uploads/... · Web viewPerawat...
Transcript of dosen.stikesdhb.ac.iddosen.stikesdhb.ac.id/fitra-herdian/wp-content/uploads/... · Web viewPerawat...
BAB VI
ASPEK HUKUM DAN REGULASI DALAM KEPERAWATAN
A. Pengertian Hukum
Menurut Deden Dermawan dan Sujono Riyadi(2010) hukum
didefinisikan sebagai Ugeran(norma )yang mengatur hubungan
kemasyarakatan.Menurut KBBI hukum adalah Undang-Undang peraturan
atau adat yang secara resmi dianggap mengikat,yang dikukuhkan oleh
penguasa,pemerintah atau otoritas.Hukum adalah keseluruhan kumpulan
peraturan-peraturan atau kaidah-kaidah dalam suatu kehidupan bersama; atau
keseluruhan peraturan tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan
bersama, yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi.
Hukum adalah keseluruhan peraturan yang mengatur dan menguasai
manusia dalam kehidupan bersama. Berkembang di dalam masyarakat dalam
kehendak, merupakan sistem peraturan, sistem asas-asas, mengandung pesan
kultural karena tumbuh dan berkembang bersama masyarakat.
B. Prinsip-Prinsip Hukum
Prinsip atau asas hukum, sebagai sarana yang membuat hukum itu
hidup, tumbuh dan berkembang serta menunjukan kalau hukum itu bukan
sekedar kosmos kaedah. Kekosongan atau kumpulan dari peraturan belaka,
sebab asas hukum itu mengandung nilai-nilai dan tuntutan etis. Asas hukum
tidak akan habis kekuatannya dengan melahirkan suatu peraturan hukum,
melainkan tetap saja ada dan akan melahirkan suatu peraturan selanjutnya.
Dari uraian di atas, menunjukan betapa pentingnya asas hukum agar
termuat dalam suatu peraturan perundang-undangan. Asas hukum adalah jiwa
(soul) dan jantung dari peraturan hukum sehingga hukum itu menjadi kuat
landasan sosiologis dan filsufisnya. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981
tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana memiliki landasan asas
atau prinsip yang berfungsi sebagai patokan dalam penerapan penegakan
hukum.
66
Negara hukum Indonesia menurut UUD 1945 mengandung prinsip-
prinsip sebagai berikut:
a. Norma hukumnya bersumber pada Pancasila sebagai dasar dan adanya
hierarki jenjang norma hukum.
b. Sistem konstitusional, yaitu UUD 1945 dan peraturan perundang-
undangan di bawahnya membentuk kesatuan sistem hukum.
c. Kedaulatan rakyat atau prinsip demokrasi. Hal ini tampak pada
Pembukaan UUD 1945: “kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan” dan pasal 1A ayat 2
UUD 1945: “kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan
menurut undang-undang dasar.”
d. Prinsip persamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan (pasal
27A ayat (1) UUD 1945).
1) Adanya organ pembentuk undang-undang (DPR dan Presiden).
2) Sistem pemerintahannya adalah presidensiil.
3) Kekuasaan kehakiman yang bebas dari kekuasaan lain (eksekutif).
4) Hukukm bertujuan melindungi untuk melindungi segenap bangsa
dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi,
dan keadilan sosial.
5) Adanya jaminan akan hak asasi manusia dan kewajiban dasar
manusia (pasal 28A—28J UUD 1945).
C. Sumber Dan Macam-Macam Hukum
1. Pancasila
Kedudukan Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara adalah:
a. Sebagai dasar negara sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD
1945 alinea keempat.
b. Sebagai jiwa dan pandangan hidup bangasa Indonesia.
c. Meliputi suasana kebatinan dari UUD Negara Indonesia.
67
d. Mewujudkan cita-cita hukum,yang menguasaia hukum dasar
negara,baik yang tertulis(UUD) maupun hukum dasar yang tidak
tertulis(aturan-aturan dasar yang tumbuh dan terpelihara dalam politik
penyelenggaraan negara,meskipun tidak tertulis),aturan –aturan
semacam ini disebut Konvensi.
Dalam sistem /tata urutan hukum di Indonesia,Pancasila sebgai sumber dari segala
sumber hukum.
2. Undang-Undang Dasar 1945
a. Menciptakan pokok-pokok pikiran(Pancasila) dalam pasal-pasalnya
b. Memuat aturan-aturan pokok,sedang aturan yang menyelenggarakan
aturan pokok diserahkan kepada undang-undang yang lebih mudah
carnya membuat,merubah dan mencabut.
c. Dalam sistem hukum,UUD 1945 sebagai sumber hukum dengan
demikian peraturan prundang-perundang yang lebih rendah tidak
boleh bertentangan dengan UUD 1945.
d. UUD 1945 berisi norma,aturan atau ketentuan yang harus
dilaksanakan dan ditaati oleh pemerintah,setiap Lembaga
Negara,lembaga masyarakat dan setiap warga negara dan penduduk
Indonesia.
e. Dalam kerangka tata susunan atau tata tingkat norma hukum yang
berlaku merupakan hukum yang menempati kedudukan tinggi.
f. UUD 1945 juga mempunyai fungsi sebagai alat kontrol apakah norma
hukum yang lebih rendah sesuai atau tidak sesuai dengan ketentuan
UUD 1945.
Para ahli membagi suber hukum menjadi 2 bagian:
a) Sumber hukum materiil
Sumber hukum materiil adalah faktor yg turut serta menentukan
isi hukum. Dapat ditinjau dari berbagai sudut misalnya sudut
ekonomi, sejarah, sosiologi, filsafat, agama, dan sebagainya.
Dalam kata lain sumber hukum materil adalah faktor-faktor
68
masyarakat yang mempengaruhi pembentukan hukum (pengaruh
terhadap pembuat UU, pengaruh terhadap keputusan hakim, dsb).
Atau faktor yang ikut mempengaruhi materi (isi) dari aturan-
aturan hukum, atau tempat darimana materi hukum tiu diambil.
Sumber hukum materil ini merupakan faktor yang membantu
pembentukan hukum.Faktor tersebut adalah:
1) Faktor tersebut adalah faktor idiil dan faktor kemasyarakatan.
Faktor idiil adalah patokan-patokan yang tetap mengenai
keadilan yang harus ditaati oleh para pembentuk UU ataupun
para pembentuk hukum yang lain dalam melaksanakan
tugasnya.
2) Faktor kemasyarakatan
Faktor kemasyarakatan adalah hal-hal yang benar-benar
hidup dalam masyarakat dan tunduk pada aturan-aturan yang
berlaku sebagai petunjuk hidup masyarakat yang
bersangkutan. Contohnya struktur ekonomi, kebiasaan, adat
istiadat, dan sebagainya.
Dalam berbagai kepustakan hukum ditemukan bahwa sumber hukum materil
itu terdiri dari tiga jenis yaitu (van Apeldoorn) :
a. Sumber hukum historis (rechtsbron in historischezin) yaitu tempat kita
dapat menemukan hukumnya dalam sejarah atau dari segi historis.
Sumber hukum ini dibagi menjadi :
1) Sumber hukum yg merupakan tempat dapat ditemukan atau dikenal
hukum secara historis : dokumen-dokumen kuno, lontar, dan lain-
lain.
2) Sumber hukum yg merupakan tempat pembentuk UU mengambil
hukumnya.
b. Sumber hukum sosiologis (rechtsbron in sociologischezin) yaitu Sumber
hukum dalam arti sosiologis yaitu merupakan faktor-faktor yang
69
menentukan isi hukum positif, seperti misalnya keadaan agama,
pandangan agama, kebudayaan dan sebagainya.
c. Sumber hukum filosofis (rechtsbron in filosofischezin) sumber hukum ini
dibagi lebih lanjut menjadi dua :
1) Sumber isi hukum; disini dinyatakan isi hukum asalnya darimana.
Ada tiga pandangan yang mencoba menjawab pertanyaan ini yaitu :
a) pandangan theocratis, menurut pandangan ini hukum berasal
dari Tuhan
b) pandangan hukum kodrat; menurut pandangan ini isi hukum
berasal dari akal manusia
c) pandangan mazhab hostoris; menurut pandangan isi hukum
berasal dari kesadaran hukum.
2) Sumber kekuatan mengikat dari hukum yaitu mengapa hukum
mempuyai kekuatan mengikat, mengapa kita tunduk pada hukum.
b) Sumber Hukum Formal
1) Undang-undang
Undang-undang yaitu suatu peraturan negara yang
mempunyai kekuatan hukum yang mengikat diadakan dan
dipelihara oleh penguasa negara
Menurut Buys, Undang-Undang itu mempunyai 2 arti :
a) Dalam arti formil, yaitu setiap keputusan pemerintah
yang merupakan UU karena cara pembuatannya
(misalnya, dibuat oleh pemerintah bersama-sama dengan
parlemen)
b) Dalam arti material, yaitu setiap keputusan pemerintah
yang menurut isinya mengikat setiap penduduk.
Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan adalah
sebagai berikut (Pasal 7 UU No. 10/2004) :
a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
70
b) Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang;
c) Peraturan Pemerintah;
d) Peraturan Presiden;
e) Peraturan Daerah (propinsi, kabupaten, desa)
3. Kebiasaan (custom)
Kebiasaan adalah perbuatan manusia yang tetap dilakukan
berulang-ulang dalam hal yang sama. Apabila suatu kebiasaan tertentu
diterima oleh masyarakat dan kebiasaan itu selalu berulang-ulang
dilakukan sedemikan rupa, sehingga tindakan yang berlawanan dengan
kebiasaan itu dirasakan sebagai pelanggaran perasaan hukum, maka
dengan demikian timbullah suatu kebiasaan hukum, yang oleh pergaulan
hidup dipandang sebagai hukum.
Contoh apabila seorang komisioner sekali menerima 10 % dari hsil
penjualan atau pembelian sebagai upah dan hal ini terjadi berulang dan
juga komisioner yg lainpun menerima upah yang sama yaitu 10 % maka
oleh karena itu timbul suatu kebiasaan yg lambat laun berkembang
menjadi hukum kebiasaan.
Namun demikian tdk semua kebiasaan itu pasti mengandung
hukum yg baik dan adil oleh sebab itu belum tentu kebiasaan atau adat
istiadat itu pasti menjadi sumber hukum formal.
Adat kebiasaan tertentu di daerah hukum adat tertentu yg justru
sekarang ini dilarang untuk diberlakukan karena dirasakan tidak adil dan
tidak berperikemanusiaan sehingga bertentangan denagan Pancasila yang
merupakan sumber dari segala sumber hukum, misalnya jika berbuat
susila/zinah, perlakunya ditelanjangi kekeliling kampung.
Untuk timbulnya hukum kebiasaan diperlukan beberapa syarat :
a) Adanya perbuatan tertentu yg dilakukan berulang2 di dalam
masyarakat tertentu (syarat materiil)danya keyakinan hukum dari
masyarakat yang bersangkutan (opinio necessitatis = bahwa perbuatan
71
tsb merupakan kewajiban hukum atau demikianlah seharusnya) =
syarat intelektual
b) Adanya akibat hukum apabila kebiasaan itu dilanggar.
c) Selanjutnya kebiasaan akan menjadi hukum kebiasaan karena
kebiasaan tersebut dirumuskan hakim dalam putusannya. Selanjutnya
berarti kebiasaan adalah sumber hukum.
Kebiasaan adalah bukan hukum apabila UU tidak menunjuknya
(pasal 15 AB = (Algemene Bepalingen van Wetgeving voor Indonesia =
ketentuan2 umum tentang peraturan per UU an untuk Indonesia
Disamping kebiasaan ada juga peraturan yang mengatur tata
pergaulan masyarakat yaitu adat istiadat. Adat istiadat adalah himpunan
kaidah sosial yang sudah sejak lama ada dan merupakan tradisi serta lebih
banyak berbau sakral, mengatur tata kehidupan masyarakat tertentu. Adat
istiadat hidup dan berkembang di masyarakat tertentu dan dapat menjadi
hukum adat jika mendapat dukungan sanksi hukum. Contoh Perjanjian
bagi hasil antara pemilik sawah dengan penggarapnya. Kebiasaan untuk
hal itu ditempat atau wilayah hukum adat tertentu tidak sama dengan yang
berlaku di masyarakat hukum adat yang lain. Kebiasaan dan adat istiadat
itu kekuatan berlakunya terbatas pada masyarakat tertentu.
4. Yurisprudensi (keputusan2 hakim)
Yurisprudensi adalah keputusan hakim yang terdahulu yag
dijadikan dasar pada keputusan hakim lain sehingga kemudian keputusan
ini menjelma menjadi keputusan hakim yang tetap terhadap
persoalan/peristiwa hukum tertentu.
Seorang hakim mengkuti keputusan hakim yang terdahulu itu
karena ia sependapat dgn isi keputusan tersebut dan lagi pula hanya
dipakai sebagai pedoman dalam mengambil sesuatu keputusan mengenai
suatu perkara yang sama.
72
a) Yurisprudensi tetap keputusan hakim yg terjadi karena rangkaian
keputusan yang serupa dan dijadikan dasar atau patokanuntuk
memutuskan suatu perkara (standart arresten).
b) Yurisprudensi tidak tetap, ialah keputusan hakim terdahulu yang
bukan standart arresten.
5. Traktat (treaty)
Traktat adalah perjanjian yang diadakan oleh 2 negara atau lebih
yang mengikat tidak saja kepada masing-masing negara itu melainkan
mengikat pula warga negara-negara dari negara-negara yang
berkepentingan.
Macam-macam Traktat :
a) Traktat bilateral, yaitu traktat yang diadakan hanya oleh 2 negara,
misalnya perjanjian internasional yang diadakan diadakan antara
pemerintah RI dengan pemerintah RRC tentang
“Dwikewarganegaraan”.
b) Traktat multilateral, yaitu perjanjian internasional yang diikuti oleh
beberapa negara, misalnya perjanjian tentang pertahanan negara
bersama negara-negara Eropa (NATO) yang diikuti oleh beberapa
negara Eropa.Perjanjian (overeenkomst) adalah suatu peristiwa
dimana dua orang atau lebih saling berjanji untuk melakukan atau
tidak melakukan perbuatan tertentu. Para pihak yang telah saling
sepakat mengenai hal-hal yang diperjanjikan, berkewajiban untuk
mentaati dan melaksanakannya (asas (pact sunt servanda).
6. Pendapat sarjana hukum (doktrin)
Pendapat sarjanan hukum (doktrin) adalah pendapat seseorang atau
beberapa orang sarjana hukum yang terkenal dalam ilmu pengetahuan
hukum. Doktrin ini dapat menjadi dasar pertimbangan hakim dalam
menjatuhkan putusannya.
73
D. Fungsi Hukum Dalam Praktek Keperawatan
1. Membantu dalam mempertahankan standar praktek keperawatan dengan
meletakkan posisi perawat memiliki akutabilitas di bawah hukum
2. Memberikan kerangka untuk menentukan tindakan keperawatan mana
yang sesuai dengan hukum
3. Membedakan tanggungjawab perawat dengan profesi lain
4. Membantu menentukan batasan kewenagan tindakan keperawatan
mandiri
5. Membantu dalam mempertahankan standar praktek keperawatan
E. Perawat Sebagai Saksi Ahli
1. Pengertian Saksi Ahli
Saksi ahli adalah seseorang yang dapat menyimpulkan berdasarkan
pengalaman keahliannya tentang fakta atau data suatau kejadian, baik yang
ditemukan sendiri maupun oleh orang lain, serta mampu menyampaikan
pendapatnya tersebut (Franklin C.A, 1988).Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa sebagai saksi ahli harus dapat menarik kesimpulan, serta
menyatakan pendapat sesuai dengan keahliannya. Berdasarkan pasal 184
KUHAP ayat (1), keterangan ahli yang diberikan oleh saksi ahli di
pengadilan adalah merupakan salah satu alat bukti yang syah. (Rahman
Ardan, 2007).
2. Syarat Perawat Sebagai Saksi Ahli
Pengacara melihat beberapa faktor ketika mereka mempertahankan
perawat baik konsultan hukum atau saksi ahli, dengan syarat : (Paterson,
2007)
a. Seorang perawat harus memiliki minimal sarjana ilmu di keperawatan
untuk menarik minat firma hukum atau lembaga kesehatan.
b. Perawat yang memiliki pengalaman klinis saat ini di bidang minat
atau perhatian.
c. Sertifikasi Specialty adalah faktor lain yang akan dipertimbangkan
ketika mempertahankan perawat konsultan hukum atau saksi ahli.
74
d. Reputasi perawat di daerahnya, keahlian merupakan faktor penting
juga.
e. Seorang perawat yang memiliki masalah hukum sebelumnya tidak
dapat dijadikan sebagai saksi ahli.
f. Seorang perawat harus dapat menerjemahkan isu-isu kompleks
tentang kesehatan dengan istilah sederhana yang dimengerti oleh
pengacara lain, juri, dan hakim.
3. Perbedaan Perawat sebagai Konsultan Hukum dengan Saksi ahli
Ada beberapa perbedaan penting antara perawat konsultan hukum dan
saksi ahli :
a. Perawat konsultan hukum biasanya disewa untuk meninjau kasus-
kasus dan menentukan apakah kasus ini berjasa. Dalam membuat
penentuan ini, mereka biasanya mengatur catatan medis yang
bersangkutan dan menyiapkan kronologis atau waktu yang terkait
dengan kasus tertentu. Mereka mungkin juga bertanggung jawab
untuk meneliti sastra dan standar pelayanan yang penting berkaitan
dengan isu-isu dalam kasus tersebut. Beberapa konsultan hukum
perawat membantu pengacara karena mereka merumuskan pertanyaan
yang akan ditanyakan pada deposisi atau di pengadilan. Konsultan
Hukum perawat juga dapat disewa oleh organisasi perawatan
kesehatan untuk melayani sebagai manajer risiko atau ahli
pengurangan risiko. Salah satu perbedaan yang sangat penting adalah
bahwa perawat konsultan hukum tidak biasanya menawarkan
kesaksian ahli di deposisi atau di pengadilan. Akibatnya, beberapa
perawat praktek maju mungkin merasa sulit untuk disewa oleh sebuah
firma hukum karena biro hukum mungkin tidak ingin menduplikasi
meninjau grafik dan persiapan kasus ketika mereka akan harus
memiliki saksi ahli juga meninjau kasus untuk bersaksi. Jika Anda
dipertahankan sebagai perawat konsultan hukum Anda mungkin
mengharapkan imbalan kurang daripada jika anda melayani sebagai
saksi ahli karena tanggung jawab kurang terlibat.
75
b. Saksi ahli ,perawat terlibat dalam kegiatan yang mirip dengan perawat
konsultan hukum. Sebagai contoh, mereka mungkin akan diminta
untuk mengatur catatan medis, menyiapkan garis waktu, penelitian
literatur terkait, dan menyelidiki standar asuhan keperawatan. Namun,
juga diharapkan bahwa mereka akan bersedia untuk bersaksi di
deposisi dan sidang harus perlu timbul. Seperti perawat konsultan
hukum, saksi ahli juga bisa disewa oleh organisasi perawatan
kesehatan di posisi pengurangan risiko. Ahli saksi biasanya cukup
dibayar sedikit lebih untuk layanan mereka.
4. Tata Cara Pemanggilan Saksi Ahli
Tata cara pemanggilan saksi ahli diatur dalam pasal 227 KUHAP, secara
garis besarnya adalah :
a. Semua jenis pemberitahuan atau panggilan oleh pihak yang
berwenang disampaikan selambat-lambatnya tiga hari sebelum tanggal
hadir yang ditentukan.
b. Petugas yang melaksanakan panggilan harus bertemu sendiri dan
berbicara langsung dengan orang yang dipanggil.
c. Bila orang yang dipanggil tidak terdapat disalah satu tempat
tinggalnya atau tempat kediamannya yang terakhir, surat panggilan
disampaikan melalui Kepala Desa atau pejabat, dan jika di luar negeri
melalui perwakilan Republik Indonesia di tempat dimana orang yang
dipanggil tinggal.
5. Persiapan Perawat Sebagai Saksi Ahli
Perawat konsultan hukum dan peran saksi ahli membutuhkan fleksibilitas.
Dalam sejumlah kasus, saksi atau ahli konsultan perlu :
a. Menyiapkan bahan dan meninjau dokumen produktif dalam waktu
yang relatif singkat
b. Saksi ahli perawat juga harus siap untuk tampil di deposisi atau dalam
sidang ketika diperintahkan.
76
6. Kewajiban dan Hak Perawat sebagai Saksi Ahli
Didasarkan KUHAP, saksi ahli memiliki kewajiban dan hak sebagai
berikut:
a. Kewajiban sebagai saksi alih:
1) Didasarkan pasal 159 ayat (2) KUHA Pidana saksi ahli wajib
menghadap ke persidangan setelah dipanggil dengan patut.
2) Didasarkan pasal 160 KUHA Pidana, saksi ahli wajib ber-
sumpahmenurut agamanya untuk memberi keterangan yang
sebenarnya.
b. Hak sebagai saksi ahli:
1) Didasarkan pasal 229 KUHAP, saksi ahli yang telah hadir berhak
mendapatpenggantian biaya menurut Undang-undang yang
berlaku.
Walaupun seorang perawat dapat menggunakan hak ingkar untuk tidak
memberikan keterangan karena adanya kewajiban menyimpan rahasia
jabatan,berdasarkan pasal 179 ayat (1) KUHA Pidana, setiap orang yang
diminta - minta pendapatnya sebagai keperawatan atau tenaga kesehatan
lainya, kita harus wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.
Sekalipun perawat memiliki hak ingkar untuk dapat menolak memberikan
keterangan yang berhubungan dengan pasiennya, karena kewajiban
menjaga rahasia jabatan, tetapi harus disadari tanggung jawabnya untuk
mengutamakan kepentingan masyarakat dan negara. Perawat dapat
membuka kerahasiaan pasien bila :
a) Ada perintah dari hakim, sesuai pasal 180 ayat (1) KUHA Pidana.
b) Ada permintaan tertulis dari penyidik, sesuai pasal 133 KUHA Pidana.
c) Untuk melaksanakan perintah atasan, sesuai pasal 51 KUHA Pidana,
contoh Perawat Militer.
d) Untuk melaksanakan ketentuan Undang Undang, sesuai pasal 50 KUHA
Pidana.
77
e) Kasus yang dihadapi menyangkut kepentingan umum yang
membahayakan ketertiban umum, dimana pendapat dan keterangan yang
diberikan perawat dapat memberi nilai bagi proses keadilan. Apabila
perawat menolak memenuhi kewajiban untuk dipanggil sebagai saksi ahli
dibidang Keperawatan, maka berdasarkan pasal 224 KUHA Pidana,
diancam pidana penjara.
7. Perencanaan dalam Pembuatan Usaha Perawat sebagai Saksi Ahli
a. Proses Perencanaan Usaha
1) Mengidentifikasi Peluang Usaha
Pada saat ini banyak sekali kelalaian yang dilakukan oleh perawat
dalam melakukan tindakan keperawatan dan perawat juga banyak
berurusan dengan masalah hukum. Masalah seperti ini yang dapat
mendasari untuk membuka peluang usaha entrepreneurship.
2) Menentukan Jenis Usaha yang akan dijalankan
Sebagai seorang perawat entrepreneurship dapat membantudalam
menyelesaikan masalah masalah kelalaian perawat dalam
melakukan tindakan keperawatan perawat dapat membuka
peluang usaha sebagai saksi ahli.
3) Faktor Pendukung
a) Banyaknya kelalaian yang dilakukan seorang perawat dalam
memberikan tindakan keperawatan kepada pasien
b) Adanya kelegalan dalam usaha perawat sebagai saksi ahli
4) Faktor Penghambat
Terbatasnya sumber modal yang ada
5) Faktor Lingkungan
a) Internal contohnya kurangnya pengetahuan, ketrampilan dan
pengala man dalam berwirausaha.
b) External contohnya banyaknya pesaing dalam penyediaan
jasa yang sama
78
6) Implementasi
Tahap ini merupakan tahap yang paling inti dalam proses
berbisnis dan tentu saja merupakan tahap yang paling sulit.
Semua orang bisa punya ide, namun tidak semua orang berani
take action.
a) Sasaran : Perawat yang berurusan dengan masalah hukum
yang melakukan kelalaian ( malpraktek ) dalam tindakan
keperawatan.
b) Biaya : Biaya diambil dari keputusan dua belah pihak antara
partner dan kita sebagai perawat sebagai saksi ahli.
7) Evaluasi
Dari evaluasi ini, kita bisa mengetahui implementasi yang kita
lakukan berhasil atau tidak. Sama dalam dunia bisnis, evaluasi
akan memberikan gambaran kepada kita konsep yang sudah kita
jalankan berhasil atau tidak. Jika berhasil, maka kita bisa lakukan
peningkatan, namun jika tidak, perubahan rencana dan strategi
bisa dilakukan.
F. ASPEK HUKUM DAN REGULASI DALAM KEPERAWATAN
1. Dasar hukum dalam praktik keperawatan
a. Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan
b. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
:1239/MENKES/SK/XI/2001 tentang Registrasi dan Praktek Perawat
(sebagai revisi dari SK No. 647/MENKES/SK/IV/2000)
c. BAB I Ketentuan Umum Pasal 1 :
d. BAB III perizinan, Pasal 8, ayat 1, 2, & 3 :
e. Pasal 9, ayat 1
f. Pasal 10
g. Pasal 12
h. Pasal 13
i. Pasal 15
79
j. Pasal 21
k. Pasal 31
2. Proses Perizinan SIP, SIK, SIPP dan STR
A. Proses Perizinan SIP, SIK dan SIPP
Perizinan praktek perawat tidak lepas dari adanya
profesionalisasi keperawatan dan legislasi. Perawat yang
professional bertanggung jawab berwenang memberikan pelayanan
keperawatan kepada masyarakat baik secara mandiri ataupun
berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain. Seorang perawat
tidaklah mudah menjalankan tugasnya tanpa memperoleh beberapa
registrasi, sertifikasi dan surat izin praktik. Setiap perawat yang akan
menjalankan pekerjaan keperawatan wajib memiliki :
a) Surat Izin Perawat (SIP) yaitu Bukti tertulis pemberian
kewenangan untuk menjalankan pekerjaan keperawatan
diseluruh wilayahIndonesia.
b) Surat Izin Kerja (SIK) yaitu bukti tertulis yang diberikan kepada
perawat untuk melakukan praktik keperawatan di sarana
pelayanan kesehatan.
c) Surat Izin Praktik Perawat (SIPP) yaitu bukti tertulis yang
diberikan kepada perawat untuk menjalankan praktik perawat
perorangan/kelompok.
1) Registrasi untuk mendapatkan SIP (Surat Izin Perawat)
Perawat wajib mendaftarkan diri pada Dinas Kesehatan
Provinsi untuk mendapatkan SIP sebagai persyaratan pekerjaan
keperawatan dan memperoleh nomor registrasi. Pejabat yang
berwenang menerbitkan SIP adalah Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi. Registrasi terbagi Dua yaitu registrasi awal dan registrasi
ulang. Registrasi awal dilakukan oleh setiap perawat setelah yang
bersangkutan lulus dari pendidikan keperawatan sedangkan registrasi
80
ulang diberikan kepada perawat yang sudah bekerja dan dilakukan
setiap 5 tahun.
Kelengkapan Registrasi Sebagai dimana yang dimaksud meliputi :
a) Surat permohonan
b) Foto kopi ijazah pendidikan keperawatan
c) Surat Keterangan sehat dari dokter
d) Pas foto 4x6 sebanyak 2 lembar
e) Biodata
f) Sertifikat Kompetensi
g) Sertifikat Registrasi
2) Pembuatan SIK (Surat Izin Kerja)
Setelah mendapatkan SIP, perawat baru dapat membuat SIK.
Sasaran Izin Kerja Perawat adalah semua perawat. SIK hanya
berlaku pada satu tempat sarana pelayanan kesehatan. Pejabat yang
menerbitkan SIK adalah Kantor Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten.
Kelengkapan permohonan SIK Perawat sebagai berikut :
a) Surat permohonan dengan melampirkan :
b) Fotocopi yang masih berlaku
c) Surat rekomendasi dari Organisasi Profesi (PPNI
Kabupaten/Kota)
d) Surat keterangan sehat dari dokter
e) Surat keterangan dari Pimpinan Sarana Pelayanan Kesehatan
yang menyatakan tanggal mulai bekerja.
f) Pas foto ukuran 4x6 sebanyak dua lembar
3) Penerbitan SIPP
Pembuatan SIPP dengan mengajukan permohonan kepada
Kantor Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten setempat. SIPP diterbitkan
kepada perawat yang minimal memiliki pendidkan dasar DIII
81
keperawatan atau memiliki pendidikan keperawatan dengan
kompetensi lebih tinggi. Permohonan diajukan dengan melampirkan
a) Foto kopi Ijazah pendidikan keperawatan terakhir
b) Surat Pengalaman kerja minimal 3 tahun dari pimpinan sarana
kesehatan tempat bekerja, khusus untuk Ahli Madya
Keperawatan
c) Foto kopi SIP yang masih berlaku
d) Rekomendasi dari organisasi profesi PPNI Kabupaten/Kota
e) Surat keterangan sehat dari dokter
f) Pas foto ukuran 4x6 sebanyak dua lembar
SIK dan SIPP berlaku sepanjang SIP belum habis masa berlakunya
dan selanjutnya dapat diperbarui kembali.
B. Prosedur Perizinan STR
Surat Tanda Registrasi yang disingkat STR adalah bukti
tertulis yang diberikan oleh pemerintah kepada tenaga kesehatan ang
telah memiliki sertifikat kompetensi. dengan STR, maka perawat
dapat melakukan aktivitas pelayanan kesehatanuntuk mendapatkan
STR, perawat harus memiliki ijazah dan sertifikat kompetensi. Dan
Ijazah serta sertifikat kompetensi tersebut diberikan kepada peserta
didik setelah dinyatakan lulus ujian program pendidikan dan uji
kompetensi. Ijazah dikeluarkan oleh perguruan tinggi bidang
kesehatan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan
Sertifikat kompetensi dikeluarkan oleh MTKI.
Sertifikat kompetensi berlaku selama 5 (lima) tahun dan
dapat diperpanjang setiap 5 (lima) tahun.Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1796/Menkes/Per/Viii/2011
Tentang Registrasi Tenaga Kesehatan, merupakan pengganti dari
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
161/Menkes/Per/I/2010 Tentang Registrasi Tenaga Kesehatan.
Permenkes tersebut menegaskan bahwa setiap tenaga kesehatan
82
wajib memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) sebelum tenaga
kesehatan tersebut melaksanakan tugas keprofesiannya.
Alur pengurusan STR sesuai dengan kebijakan MTKI
terbaru adalah sebagai berikut :
a. Pengajuan berkas persyaratan STR ke PPNI Provinsi
b. PPNI Provinsi menyerahkan berkas persyaratan STR ke MTKP
c. MTKP menginput data dan menverfikasi
d. MTKP mengirim berupa softcopy data dan pas foto saja ke
MTKI.
e. MTKI melakukan verifikasi data ulang (yang berupa
softocopy) , setelah data diverikasi softcopy data siap dicetak,
ditempel foto, dan disahkan lalu dibuat legalisirnya.
f. STR dan dikirim ke MTKP dan STR diambil di MTKP.
C. Syarat-syarat pengajuan STR :
a. Fotocopy ijazah yang dilegalisir cap basah : sekolah perawat
kesehatan/ DIII Keperawatan/ DIV keperawatan/ S1
keperawatan + profesi ners / S2 Keperawatan + ners spesialis
b. Pas Foto 4x6 dengan background merah
c. Untuk Pengajuan STR mulai dari Juni 2013 terkena PNBP
sesuai PP.21 . Setiap orang yang mengurus membayar Rp.
100.000 dan ditransfer ke rekening Pustanserdik.
d. Khusus untuk pengajuan STR Luar Negeri terbagi menjadi dua:
1) Apabila yang bersangkutan sedang bekerja di Luar negeri,
maka pengurusan STR sbb: Fotocopy ijazah yang dilegalisir
cap basah : sekolah perawat kesehatan/ DIII Keperawatan/
DIV keperawatan/ S1 keperawatan + profesi ners / S2
Keperawatan + ners spesialis.
2) Pas Foto 4x6 dengan background merah
3) Fotocopy passport
83
4) Surat yang menyatakan bahwa Bapak sedang bekerja di
Luar negeri dr instansi setempat
5) Surat rekomendasi dari Pusrengun BPPSDM Kesehatan
Kemenkes RI (mohon kirim berkas terlebih dahulu ke
Pusrengun) dengan alamat: Jalan. Hang Jebat III Blok F3
Kebayoran Baru Jakarta Selatan.
6) Apabila yang bersangkutan akan bekerja di luar negeri dan
tidak butuh segera STR mohon diajukan ke MTKP
setempat. Jika STR dibutuhkan mendesak maka
diperbolehkan mengajukan ke MTKI dengan persyaratan
dan prosedur sesuai dengan nomer 1 di atas.
D. Kebijakan Memperoleh SIP atau STR, SIK dan SIPP
1. KEPUTUSAN MENKESRI NOMOR
1239/Menkes/SK/XI/2001 TENTANG REGISTRASI DAN
PRAKTIK PERAWAT MENTERI KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA.
2. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/148/I/2010
TENTANG PENYELENGGARAAN PRAKTIK PERAWAT
3. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG
HK.02.02/ PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI
KESEHATAN NOMOR MENKES/148/I/2010 TENTANG
IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK PERAWAT
4. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 1796/MENKES/PER/VIII/2011
TENTANG REGISTRASI TENAGA KESEHATAN
84
E. Politik dalam pembuatan kebijakan dalam bidang kesehatan
dan keperawatan
Politik kesehatan adalah kebijakan negara di bidang
kesehatan. Yakni kebijakan publik yang didasari oleh hak yang
paling fundamental yaitu sehat merupakan hak warga negara.
Sehingga dalam pengambilan keputusan politik khususnya kesehatan
berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat sebaliknya politik juga
dipengaruhi oleh kesehatan dimana jika derajat kesehatan
masyarakat meningkat maka akan berpengaruh pada kesejahteraan
masyarakat.Masalah kesehatan bukan lagi hanya berkaitan erat
dengan tehnis medis, tetapi sudah lebih jauh memasuki area-area
yang bersifat social, ekonomi dan politik karena masalah kesehatan
merupakan masalah politik maka untuk memecahkannya diperlukan
komitmen politik.
Beberapa contoh pengaruh politik terhadap kesehatan
antara lain anggaran kesehatan, UU Tembakau; Cukei rokok terus
dinaikkan karena konsumsi rokok di Indonesia semakin meningkat
dan Program Pembatasan Waktu Iklan Rokok. Kebijakan pemerintah
dalam bentuk peraturan pemerintah dalam bidang kesehatan meliputi
undang-undang, peraturan presiden, keputusan menteri, peraturan
daerah, baik tingkat provinsi maupun kabupaten kota, dan peraturan
lainnya.
1. Pembangunan Kesehatan meliputi:
a. Kedudukan
Pembangunan Kesehatan merupakan salah satu bagian dan
modal utama dari Pembangunan Nasional.
b. Landasan Kebijakan Pembangunan Kesehatan sebagai
berikut:
1. UU Nomor : 23 tahun 1992 tentang kesehatan
2. UU Nomor : 25 tahun 2000 tentang PROPENAS
85
3. Kep. Man. Kesh. Nomor :131/MENKES/SK/II/2004,
tentang : Sistem Kesehatan Nasional
4. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor :
574/MENKES/SK/IV/2000, tentang :
Kebijakan Kesehatan Indonesia Sehat 2010
5. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor :
1202/MENKES/SK/VIII/2003, tentang : Indikator
Indonesia Sehat 2010.
c. Kebijakan Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia
Sehat 2010
1. Paradigma Pembangunan Sehat merupakan Dasar
Pandang Baru dan Mmodel Pembangunan Kesehatan
yang dalam jangka panjang :
a) Mendorong masyarakat untuk bersikap lebih
mandiri dalam menjaga kesehatan mereka sendiri.
b) Mengutamakan upaya pelayanan yang bersifat
promotif dan preventif yang didukung oleh upaya
kuratif dan rehabilitatif.
86
DAFTAR PUSTAKA
Rahajo J.Setiajadji. 2002. Aspek Hukum Pelayanan Kesehatan Edisi 1. Jakarta:EGC
Dermawan,Deden dan Sujono Riyadi.2010.Keperawatan Profesional Edisi 1.Yogjakarta:Gosyen Publishing.
Kusnanto.2004.Pengantar Profesi dan Praktek Keperawatan Profesional.Jakarta:EGC.
Purnama.2013.Prinsip Hukum.Terdapat:http://purnama bgp.blogspot.com/2013/05/prinsip-negara-hukum-indonesia.html(diakses tanggal 17 September 2014)
Damang.2010.PrinsipHukum.Terdapat:http://www.negarahukum.com/hukum/prinsip-prinsip-hukum.html(diakses tanggal 17 September 2014).
Pino.2012.Hukum dan Regulasi dalam Keperawatan.Terdapat: http://pinocc.blogspot.com/2012/12/makalah-keprof-askep-hukum-dan-regulasi.html(diakses tanggal 17 September 2014).
Infokom Uniriyo.2011.Perawat Sebagai Saksi.Terdapat: http://infokomaccess.blogspot.com/2011/07/kata-pengantar-puji-syukur-penyusun.html(diakses tanggal 17 September 2014)
87