DokterSehat

13
DokterSehat.com – GANGGUAN saluran kencing bisa saja dialami semua orang. Terlebih pada laki-laki paruh baya adalah gangguan seperti sering bolak-balik ke kamar kecil, merasa kencing tidak tuntas, dan harus menunggu ketika akan berkemih. Menurut dr Fajar Rudy Qimindra dari Rumah Sakit Pertamina Balikpapan, kemungkinan besar gangguan tersebut berkaitan dengan kelenjar prostat, yang merupakan salah satu organ kelamin pria yang terletak di bawah kandung kemih dan membungkus saluran kemih yang terakhir. ”Bila mengalami pembesaran, organ ini akan membuntu saluran tersebut dan menghambat aliran urine dari kandung kemih,” katanya. Kelenjar prostat berbentuk sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa sekira 20 gram. Kelenjar ini merupakan salah satu kelenjar kelamin yang penting untuk memproduksi senyawaan pada pembentukan cairan semen. Salah satu gangguan prostat yang sering terjadi ialah Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) atau pertumbuhan berlebihan dari sel-sel prostat yang tidak ganas. Pembesaran prostat ini merupakan proses alamiah yang terjadi pada laki-laki sesuai pertambahan usia akibat bertambahnya sel kelenjar prostat. Berdasarkan penelitian, jika berumur lebih dari 50 tahun, kemungkinan akan mengalami pembesaran prostat adalah 50 persen. Ketika berusia 80-85 tahun, kemungkinan akan meningkat menjadi 90 persen. Penyebab membesarnya prostat ini sampai sekarang belum diketahui pasti, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa proses ini erat kaitannya dengan kadar hormonal dan proses penuaan (aging process). Yang dimaksud akibat gangguan hormonal, yaitu dengan bertambah tuanya seorang pria, maka kadar hormon seks pria (androgen) seperti testosteron berkurang, sedangkan hormon seks wanita berupa estrogen yang dalam keadaan normal didapati dalam jumlah sangat sedikit pada pria menjadi meningkat. Dikatakannya, gejala BPH dapat digolongkan menjadi dua, yaitu gejala obstruktif (pembuntuan) dan gejala iritatif (iritasi). Gejala obstruktif meliputi hesitancy (menunggu untuk memulai

description

d

Transcript of DokterSehat

Page 1: DokterSehat

DokterSehat.com – GANGGUAN saluran kencing bisa saja dialami semua orang. Terlebih pada laki-laki paruh baya adalah gangguan seperti sering bolak-balik ke kamar kecil, merasa kencing tidak tuntas, dan harus menunggu ketika akan berkemih.

Menurut dr Fajar Rudy Qimindra dari Rumah Sakit Pertamina Balikpapan, kemungkinan besar gangguan tersebut berkaitan dengan kelenjar prostat, yang merupakan salah satu organ kelamin pria yang terletak di bawah kandung kemih dan membungkus saluran kemih yang terakhir.

”Bila mengalami pembesaran, organ ini akan membuntu saluran tersebut dan menghambat aliran urine dari kandung kemih,” katanya.

Kelenjar prostat berbentuk sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa sekira 20 gram. Kelenjar ini merupakan salah satu kelenjar kelamin yang penting untuk memproduksi senyawaan pada pembentukan cairan semen.

Salah satu gangguan prostat yang sering terjadi ialah Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) atau pertumbuhan berlebihan dari sel-sel prostat yang tidak ganas. Pembesaran prostat ini merupakan proses alamiah yang terjadi pada laki-laki sesuai pertambahan usia akibat bertambahnya sel kelenjar prostat. Berdasarkan penelitian, jika berumur lebih dari 50 tahun, kemungkinan akan mengalami pembesaran prostat adalah 50 persen. Ketika berusia 80-85 tahun, kemungkinan akan meningkat menjadi 90 persen.

Penyebab membesarnya prostat ini sampai sekarang belum diketahui pasti, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa proses ini erat kaitannya dengan kadar hormonal dan proses penuaan (aging process). Yang dimaksud akibat gangguan hormonal, yaitu dengan bertambah tuanya seorang pria, maka kadar hormon seks pria (androgen) seperti testosteron berkurang, sedangkan hormon seks wanita berupa estrogen yang dalam keadaan normal didapati dalam jumlah sangat sedikit pada pria menjadi meningkat.

Dikatakannya, gejala BPH dapat digolongkan menjadi dua, yaitu gejala obstruktif (pembuntuan) dan gejala iritatif (iritasi). Gejala obstruktif meliputi hesitancy (menunggu untuk memulai kencing), pancaran kencing lemah, pancaran kencing terputus-putus, tidak puas saat selesai berkemih, rasa ingin kencing lagi sesudah kencing dan keluarnya sisa kencing atau tetesan urine pada akhir berkemih .

Yang termasuk gejala iritatif (iritasi) adalah frekuensi kencing yang tidak normal (terlalu sering), terbangun di tengah malam karena sering kencing, sulit menahan kencing, dan rasa sakit waktu kencing. Terkadang bisa juga terjadi hematuria (kencing berdarah).

Pada umumnya, penderita menunjukkan gejala-gejala yang merupakan gabungan dari gejala akibat penyumbatan dan iritasi, walaupun sering hanya satu atau dua gejala yang menonjol.

Untuk pengobatannya, tidak semua pasien BPH perlu menjalani tindakan medis. Kadang-kadang mereka yang mengeluh ringan dapat sembuh sendiri tanpa mendapatkan terapi apa pun. Tetapi di antara mereka akhirnya ada yang membutuhkan terapi obat-obatan atau tindakan medis lainnya karena keluhannya semakin parah.

Ada beberapa pilihan terapi pasien BPH, di antaranya observasi bagi penderita yang tanpa keluhan sampai keluhan ringan, obat-obatan yang berfungsi mengurangi hambatan di leher

Page 2: DokterSehat

kandung kemih sehingga bisa memperlancar saat berkemih, ada obat yang bekerja secara hormonal dan berfungsi mengurangi volume prostat. Selain kedua jenis obat tersebut, ada juga terapi dengan fitotherapy/jamu-jamuan yang mekanismenya belum jelas.

Bagi penderita BPH yang sudah menimbulkan penyulit tertentu, seperti batu saluran kemih, kencing berdarah, infeksi saluran kemih atau setelah mendapatkan terapi obat-obatan tidak menunjukkan perbaikan hendaknya dilakukan operasi.

Sumber : fajarqimi.com

Read more: http://doktersehat.com/gangguan-kencing-akibat-penyakit-saluran-prostat-bph/#ixzz3bA1HYcpt

Berikut ini beberapa tips untuk mengurangi risiko masalah prostat, antara lain:

1. Mengurangi makanan kaya lemak hewan

2. Meningkatkan makanan kaya lycopene (dalam tomat), selenium (dalam makanan

laut), vitamin E, isoflavonoid (dalam produk kedelai)

3. Makan sedikitnya 5 porsi buah dan sayuran sehari

4. Berolahraga secara rutin

5. Pertahankan berat badan ideal

Hiperplasia Nodular Prostat

Seperti yang telah dijelaskan pada kajian anatomis dari prostat bahwa prostat orang dewasa dibagi menjadi 4 zona dengan kecenderungan beberapa zona mengalami pertumbuhan abnormal. Sebagian besar lesi hiperplasia terjadi di ona sentral dan transisional dalam prostat sedangkan sebagian besar karsinoma (sekitar 70%–80%) muncul di zona perifer.

Hiperlplasia nodular merupakan bentuk proliferasi atau pertambahan jumlah sel (hiperplasia) elemen epitel kelenjar dan stroma prostat. Lesi ini merupakan jenis kelainan yang sering ditemukan dan cukup banyak ditemukan pada laki-laki berusia 40 tahun serta akan meningkat frekuensinya seiring dengan pertambahan usia, mencapai 90% pada usia 70—80 tahun.

Hipertrofi prostat jinak atau BPH (Benign Prostatic Hypertrophy) merupakan sinonim hiperplasia nodular prostat yang kurang tepat dan berlebihan karena pada lesi mendasar yang terjadi pada lesi ini adalah proses hiperplasia (pertambahan jumlah sel) bukan hipertrofi (bertambah besar ukuran sel).

Penyebab hiperplasia nodular masih belum diketahui secara pasti, namun beberapa bukti mengarah pada adanya peran androgen dan estrogen secara sinergistik. Untuk terjadi hiperplasia nodular, diperlukan testis dengan sejumlah testosteron yang utuh, karena lesi ini tidak akan terjadi pada laki-laki yang dikastrasi atau dikebiri sebelum awitan pubertas karena tidak tersedianya androgen. Seperti yang telah dipaparkan pada kajian fisiologi dari prostat, hormon yang berpengaruh sebagai pemicu utama terjadinya pertumbuhan hiperplasia nodular

Page 3: DokterSehat

yakni dihidrotestosteron (DHT), suatu androgen turunan testosteron yang dikonversi oleh 5alfa-reduktase, selain itu 3alfa-androstanediol yang merupakan metabolit DHT juga berperan dalam patogenesis hiperplasia nodular. Karena adanya peran tersebut, salah satu usaha terapi hiperplasia nodular yakni penggunaan inhibitor 5alfa-reduktase (Finasteride, Dutasteride).

Suatu anomali terjadi bahwa manifestasi klinis hiperplasia nodular justru semakin bermakna pada laki-laki lansia padahal kadar testosteron pada usia tersebut relatif telah stabil atau mulai menurun. Selain itu, pemberian testosteron tidak akan memperparah atau menyebabkan eksaserbasi hiperplasia nodular. Hal tersebut mendorong untuk mempertimbangkan faktor lain di luar aktivitas androgenik dalam patogenesis penyakit ini. Dalam penelitan, peningkatan akdar estrogen terkait-usia kemungkinan berperan dalam pembentukan hiperplasia nodular melalui peningkatan ekspresi reseptor DHT di sel parenkim prostat sehingga efek DHT semakin kuat.

Gambaran Patologi Hiperplasia Nodular Prostat

Letak paling sering yakni di kelenjar peruretra bagian dalam prostat terutama di atas verumontanum. Pembesaran prostat dapat mencapai >300 g pada kasus yang parah. Nodus yang menojol pada permukaan potongan memiliki batas tegas dan bisa saja terdapat di seluruh prostat namun biasanya akan paling menonjol di regio dalam prostat (zona sentral dan transisional). Nodus bisa berkarakteristik solid maupun rongga kistik (karena dilatasi elemen kelenjar secara histologis). Uretra akan tertekan oleh nodus hiperplastik seringkali hingga menjadi celah sempit. Pada sebagian kasus, hiperplasia kelenjar dan stroma yang ada tepat di bawah epitel uretra pars prostatika proksimal dapat menonjol ke dalam lumen vesica urinaria sebagai massa pedunkulasi/bertangkai sehingga terbentuk “katup bola” atau ball valve sehingga mengobstruksi uretra.

Mikroskopis: terlihat nodus hiperplastik terdiri atas proliferasi elemen kelenjar dan stroma fibromuskular dengan proporsi bervariasi. Kelenjar hiperplastik dilapisi oleh sel epitel collumnare tinggi dengan membrana basal utuh dan terdiri atas sel basal gepeng. Pada sebagian proliferasi, terbentuk pola tonjolan papilar. Lumen kelenjar dapat berisi bahan sekretorik berprotein yang disebut corpora amylacea. Kelenjar dikelilingi oleh elemen stroma yang berproliferasi meskipun terkadang bisa sangat sedikit. Stroma selalu terdapat di antara

Page 4: DokterSehat

kelenjar hiperplastik dan berbeda dengan yang terjadi pada karsinoma. Pada tahap lanjut, bisa terjadi infarksi dan disertai foki metaplasia skuamosa pada kelenjar di sekitarnya.

Manifestasi Klinis Hiperplasia Nodular Prostat

Hanya sekitar 10% laki-laki pengidap lesi ini akan merasakan gejala. Karena lokasi hiperplasia sering di bagian dalam prostat, manifestasi klinis tersering yakni gejala obstruksi saluran kemih bawah. Gejala ini mencakup kesulitan memulai airan urin (hesitancy) dan interupsi intermiten aliran urin sewaktu berkemih. Pada beberapa pasien dapat terjadi obstruksi total aliran urin sehingga meregangkan vesica urinaria lalu timbul nyeri, kadang hingga terjadi dilatasi pelvis renalis (hidronefrosis). Selain itu, obstruksi yang terjadi akan menyebabkan iritasi otot-otot detrussor vesica urinaria sehingga timbul gejala pengosongan atau voiding mencakup frequency, urgency, dan nokturia. Residu urin yang bertambah di vesica urinaria seiring terjadinya obstruksi menyebabkan peningkatan risiko infeksi saluran kemih.

Proses Miksi (Rangsangan Berkemih).

Distensi kandung kemih, oleh air kemih akan merangsang stres reseptor yang terdapat pada

dinding kandung kemih dengan jumlah ± 250 cc sudah cukup untuk merangsang berkemih

(proses miksi). Akibatnya akan terjadi reflek kontraksi dinding kandung kemih, dan pada saat

yang sama terjadi relaksasi spinser internus, diikuti oleh relaksasi spinter eksternus, dan

akhirnya terjadi pengosongan kandung kemih.

Rangsangan yang menyebabkan kontraksi kandung kemih dan relaksasi spinter interus

dihantarkan melalui serabut – serabut para simpatis. Kontraksi sfinger eksternus secara

volunter bertujuan untuk mencegah atau menghentikan miksi. kontrol volunter ini hanya

dapat terjadi bila saraf – saraf yang menangani kandung kemih uretra medula spinalis dan

otak masih utuh.

Page 5: DokterSehat

Bila terjadi kerusakan pada saraf – saraf tersebut maka akan terjadi inkontinensia urin

(kencing keluar terus – menerus tanpa disadari) dan retensi urine (kencing tertahan).

Persarafan dan peredaran darah vesika urinaria, diatur oleh torako lumbar dan kranial dari

sistem persarafan otonom. Torako lumbar berfungsi untuk relaksasi lapisan otot dan

kontraksi spinter interna.

Peritonium melapis kandung kemih sampai kira – kira perbatasan ureter masuk kandung

kemih. Peritoneum dapat digerakkan membentuk lapisan dan menjadi lurus apabila kandung

kemih terisi penuh. Pembuluh darah Arteri vesikalis superior berpangkal dari umbilikalis

bagian distal, vena membentuk anyaman dibawah kandung kemih. Pembuluh limfe berjalan

menuju duktus limfatilis sepanjang arteri umbilikalis.

Penegakan diagnosis pada penderita ini didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik termasuk colok dubur dan pemeriksaan penunjang lainnya.

Pada anamnesis didapatkan bahwa usia penderita adalah 72 tahun yang berarti usia ini merupakan usia dimana sekitar 90% pria dapat mengalami pembesaran prostat jinak dan menampakkan gejala-gejala prostatismus. Gejala BPH sendiri terbagi atas gejala obstruktif dan gejala iritatif. Pada penderita ini didapatkan kedua gejala tersebut.

Gejala obstruktif pada penderita ini adalah pancaran kencing yang lemah, penderita harus menunggu lama waktu kencing (hesitancy), waktu kencing penderita harus mengedan (straining), kencing yang terputus-putus (intermittency), dan merasa tidak puas setelah berkemih. Gejala-gejala obstruksi ini disebabkan oleh menyempitnya uretra pars prostatika karena proses hiperplasia dari jaringan kelenjar periuretra yang terdiri dari stroma murni, jadi disini terjadi hiperplasia stroma. Hiperplasia juga terjadi di zona transisional yang terdiri dari kelenjar-kelenjar yang berbentuk nodul-nodul sehingga menyebabkan pembesaran nodul-nodul kelenjar ini. Keadaan ini akan membuat penekanan pada uretra yang dikelilingi oleh “smooth muscle” sehingga akan timbul gejala-gejala obstruksi dari aliran air seni yang melewati uretra. Gejala obstruksi yang mula-mula terjadi adalah penurunan kekuatan dari berkemih oleh karena penekanan uretra dan apabila telah menetap dapat menimbulkan perasaan tidak puas waktu berkemih karena kompensasi otot-otot detrusor akibat peningkatan tekanan yang disebabkan oleh hambatan di uretra dan apabila otot detrusor buli-buli tidak dapat mengatasi peningkatan tekanan yang ada maka akan timbul gejala-gejala sukar kencing pada bagian akhir miksi dan terasa pengosongan buli-buli tidak sempurna karena jumlah residu urin yang banyak dalam buli-buli. Bila keadaan ini terus berlangsung maka dapat menimbulkan retensi urin karena otot detrusor mengalami kelelahan.

Gejala iritatif yang terjadi pada penderita ini adalah rasa nyeri saat kencing (dysuria) dan frekuensi kencing yang bertambah (frequency), terutama pada malam hari (nocturia). Gejala-gejala ini dapat timbul karena beberapa alasan. Yang pertama adalah karena pengosongan buli-buli yang tidak sempurna setiap kali berkemih sehingga interval antar berkemih semakin

Page 6: DokterSehat

pendek yang artinya akan semakin sering berkemih. Yang kedua adalah dengan adanya pembesaran dari prostat (enlargement) akan menyebabkan buli-buli merangsang respon kencing supaya lebih sering lagi, terutama bila prostat berkembang kedalam buli-buli. Nokturi dapat terjadi karena inhibisi kortikal yang normal pada malam hari berkurang dan juga karena tonus uretra dan sfingter menurun selama tidur. Nyeri pada waktu kencing dan urgensi timbul karena tekanan pada otot detrusor yang meningkat sehingga terjadi inkoordinasi antara kontraksi otot detrusor dengan relaksasi sfingter dan terjadinya stasis urin yang mengakibatkan timbulnya infeksi dan terbentuknya batu di traktus urinarius.

Apabila keadaan diatas terus berlangsung maka dapat timbul komplikasi yaitu akan terjadi dilatasi traktus urinarius bagian atas karena residu urin yang semakin banyak, sehingga mengakibatkan hidronefrosis dan bila terjadi infeksi keatas (ascending infection), maka dapat terjadi pyelonefritis dan yang paling fatal dapat terjadi gagal ginjal dengan timbulnya gejala-gejala uremia. Pada penderita ini tidak ditemukan komplikasi-komplikasi tersebut karena penderita langsung datang berobat ke dokter dan oleh dokter dilakukan penanganan konservatif dengan pemasangan kateter urin sehingga retensi urin dapat teratasi.

Berdasarkan gejala-gejala yang didapatkan dari anamnesis maka menurut skoring dari Madsen-Iversen BPH dibagi 3 tingkatan, yaitu BPH bergejala ringan (skor < 10), bergejala sedang (skor 11-20) dan BPH bergejala berat (skor >20). Pada pasien ini setelah dilakukan skoring ternyata termasuk pada BPH yang bergejala berat dengan jumlah skor 24. Penentuan skor ini nantinya akan menentukan jenis tindakan yang akan dilakukan.

Pada anamnesis juga penderita mengaku tidak terjadi penurunan berat badan yang biasanya dialami oleh pasien-pasien yang menderita keganasan berupa kanker. Selain itu penderita juga mengaku pernah di terapi dengan obat anti tuberculosis selama 6 bulan dan tidak putus obat.

Pemeriksaan fisik pada penderita ini yang terutama adalah dengan colok dubur. Pada rectal toucher ditemukan TSA cekat, ampula kosong, prostat membesar dengan konsistensi kenyal,dan tidak ada nodul. Pada sarung tangan tidak ditemukan feses, darah, maupun lendir. Tidak terabanya nodul dan konsistensi yang kenyal muncul karena perubahan histopatologi pada BPH hanya terjadi pada jaringan periuretral dan zona transisional yang terbungkus dengan zona perifer, yang membedakannya dengan suatu keganasan prostat yang akan teraba keras dan berbenjol-benjol (nodul) karena letak kelainan biasanya pada zona perifer. Pemeriksaan fisik lainnya yang bertujuan untuk mengetahui apakah telah terjadi komplikasi ke ginjal adalah pemeriksaan pada regio costovertebra, dimana pada penderita ini tidak ditemukan adanya nyeri ketok ataupun bulging yang biasanya terjadi pada suatu kelainan ginjal seperti hidronefrosis. Pemeriksaan pada regio suprapubik dimaksudkan untuk mengetahui apakah terdapat batu buli-buli atau sistitis yang ditandai dengan terabanya masa dan nyeri tekan pada suprapubik. Retensio urin juga dapat diketahui dengan terabanya masa pada suprapubik. Pada penderita ini pemeriksaan pada regio suprapubik menunjukkan tidak ada kelainan dan retensio urin tidak terjadi karena pada pasien telah dilakukan pemasangan kateter cystostomi sebelum datang ke RSUP.

Pemeriksaan fisik lainnya di daerah thorax pada saat auskultasi di temukan adanya ronkhi di ICS II ke bawah pada paru kiri, namun secara klinis tidak ditemukan adanya tanda-tanda TB paru.

Page 7: DokterSehat

Pemeriksaan laboratorium pada penderita ini menunjukkan bahwa tidak ditemukan adanya anemia, infeksi ataupun gagal ginjal sebab Hb, leukosit, serta ureum-kreatinin masih dalam batas normal. Pemeriksaan penunjang berupa penanda tumor PSA didapatkan hasil 8,78 ng/dl, hal ini kurang menunjukkan adanya keganasan, dan hasil yang meningkat juga dapat disebabkan karena tindakan-tindakan manipulasi yang dilakukan seperti kateter cystostomi. Pemeriksaan penunjang lainnya seperti uroflometri, IVP, uretrosistoskopi tidak dilakukan pada penderita ini karena dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium dan penanda tumor PSA sudah cukup untuk mendiagnosis suatu BPH dan menyingkirkan kemungkinan komplikasi pada penderita ini. Pemeriksaan X-foto thorax didapatkan hasil KP lama bilateral dengan penebalan pleura hemithorax kiri dan terkesan masih ada tanda aktif, selain itu EKG dilakukan sebagai persiapan untuk operasi karena pada penderita ini akan dilakukan pembedahan dengan anestesi umum.

Penanganan pada penderita ini adalah dengan pemasangan keteter yang telah dilakukan dan dilakukan penanganan dengan pembedahan yaitu TURP (Transurethtral Resection of The Prostat). TURP menjadi pilihan untuk penderita ini karena sampai sekarang TURP masih merupakan standar emas untuk penanganan BPH dengan gejala-gejala sedang sampai berat, karena dibandingkan dengan prosedur bedah terbuka maka TURP lebih sedikit menimbulkan trauma dan komplikasi seperti striktura uretra serta memerlukan masa pemulihan yang lebih singkat. Secara umum TURP juga dapat memperbaiki gejala BPH hingga 90% dan meningkatkan laju pancaran urin hingga 100%. Penanganan dengan medikamentosa tidak dianjurkan pada penderita ini karena sampai saat ini efektifitas dari terapi dengan obat-obatan saja tidak memberi hasil yang memuaskan dibanding dengan pembedahan, disamping perlu dipikirkan pula efek samping dari penggunaan obat dalam jangka waktu yang lama. Sedangkan untuk KP lamanya diberikan terapi obat anti tuberculosis untuk 2 minggu.

Prognosa pada penderita ini adalah baik dimana tidak ditemukan komplikasi-komplikasi sebelum pembedahan seperti trabekulasi, sakulasi, divertikel, batu buli-buli, infeksi, hidroureter, hidronefrosis ataupun gagal ginjal. Begitu juga komplikasi setelah pembedahan seperti perdarahan banyak, infeksi, hiponatremi (TUR Syndrom) ataupun retensi oleh karena bekuan darah tidak terjadi pada pasien ini.

PENUTUP

Kesimpulan

Diagnosis BPH pada penderita ini didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang lainnya.

Dari anamnesis terdapat gejala obstruksi, yaitu pancaran kencing yang lemah,

hesitensi, harus mengedan waktu kencing, kencing yang terputus-putus dan merasa tidak puas

setelah berkemih. Sedangkan gejala iritatif, yaitu frekuensi kencing yang bertambah terutama

pada malam hari (nocturia) dan disuria.

Pemeriksaan fisik yang terutama adalah dengan colok dubur. Dari colok dubur

didapatkan prostat dengan konsistensi yang kenyal, permukaan licin, pool bawah yang

membesar, pool atas tidak terjangkau, tidak terdapat nodul dan tidak ada nyeri tekan. Dari

hasil ini sudah jelas suatu BPH.

Page 8: DokterSehat

Dari pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan adanya kelainan akibat komplikasi

dari BPH. Pemeriksaan penunjang berupa penanda tumor PSA didapatkan hasil 8,78 ng/dl

yang kurang menunjukkan adanya keganasan prostat.

Penanganan terpilih pada penderita ini adalah dengan pembedahan yaitu dengan

TURP. Keadaan penderita paska operasi adalah sangat baik dan tidak ditemukan adanya

komplikasi akibat dari pembedahan.

Saran

Anamnesis yang lengkap dan cermat perlu dilakukan disamping pemeriksaan fisik

dengan colok dubur yang teliti untuk dapat mendiagnosis suatu BPH. Pemeriksaan

laboratorium dan penunjang lainnya dapat dilakukan untuk memastikan suatu BPH apabila

dari anamnesis dan pemeriksaan fisik masih meragukan dan untuk mengetahui adanya

komplikasi akibat BPH.

Pada keadaan normal proses berkemih, otot-otot detrusor pada kandung kemih dapat

berkontraksi dengan maksimal/normal sehingga urin dapat keluar dengan lancar. Dan juga

setelah melakukan miksi tidak ada lagi urin yang menetes keluar dari uretra karena seluruh

urin yang berada di kandung kemih telah dikeluarkan.

Namun pada keadaan patologis yang dapat menimbulkan gejala klinis seperti urin yang

menetes pada akhir miksi ini, proses miksi tersebut mengalami gangguan.

Gangguan/kelainan yang dapat menimbulkan keadaan tersebut adalah kebanyakan karena

obstruksi saluran kemih seperti penyumbatan uretra akibat pembesaran prostat dan

penyempitan uretra (striktur uretra).

Gejala obstruksi terjadi karena detrusor gagal berkontraksi dengan cukup kuat atau gagal

berkontraksi cukup lama sehingga kontraksi terputus-putus. Diperlukan waktu yang lebih

lama untuk mengosongkan kandung kemih, jika kandung kemih tidak dapat

mempertahankan tekanan yang tinggi selama berkemih, aliran urine dapat berhenti dan

dribbling (urine menetes setelah berkemih) bisa terjadi.

Gejala dan tanda obstruksi jalan kemih antara lain :

penderita harus menunggu pada permulaan miksi,

miksi terputus,

menetes pada akhir miksi,

pancaran miksi menjadi lemah, dan

rasa belum puas sehabis miksi.

Pada pria, gejala tersebut paling sering disebabkan oleh pembesaraan prostat gejala yang

Page 9: DokterSehat

sama pada anak laki-laki, bisa menunjukkan adanya kelainan bawaan berupa penyempitan

uretra atau lubang uretra yang sangat kecil. lubang uretra yang kecil juga bisa ditemukan

pada wanita.

Apabila vesika menjadi dekompensasi, akan terjadi retensi urin sehingga pada akhir miksi

masih ditemukan sisa urin didalam kandung kemih, dan timbul rasa tidak tuntas pada akhir

miksi. Jika keadaan ini berlanjut pada suatu saat akan terjadi kemacatan total, sehingga

penderita tidak mampu lagi miksi. Karena produksi urin terus terjadi maka pada suatu saat

vesika tidak mampu lagi menampung urin sehingga tekanan intra vesika terus meningkat.

Apabila tekanan vesika menjadi lebih tinggi daripada tekanan spingter dan obstruksi, akan

terjadi inkontinensia paradoks.

Retensi kronik menyebabkan refluks vesiko ureter, hidroureter, hidronefrosis, dan gagal

ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi Pada waktu miksi penderita

harus selalu mengedan sehingga lama kelamaan menyebabkan hernia atau hemorroid.

Karena selalu terdapat sisa urin dapat terbentuk batu endapan didalam kandung kemih.

Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria. Batu tersebut dapat

pula menyebabkan sistisis dan bila terjadi refluks dapat terjadi pielonefritis.