Dody Firmanda 2006 - 036. Pelaksanaan Audit Medis Jawa Barat

download Dody Firmanda 2006 - 036. Pelaksanaan Audit Medis Jawa Barat

of 56

Transcript of Dody Firmanda 2006 - 036. Pelaksanaan Audit Medis Jawa Barat

  • 8/14/2019 Dody Firmanda 2006 - 036. Pelaksanaan Audit Medis Jawa Barat

    1/56

    1

    Pelaksanaan Audit Medik di RSUP Fatmawati

    Dr. Dody Firmanda, Sp.A, MAKetua Komite Medik

    RSUP Fatmawati, Jakarta.

    Pendahuluan

    Sesuai dengan Undang Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang PraktikKedokteran, dalam melaksanakan praktik kedokteran baik secara peroranganmaupun berkelompok di institusi sarana penyelenggara pelayanan kesehatan

    (pemerintah dan swasta), dalam memberikan pelayanan medis harus sesuaidengan standar profesi dan standar prosedur operasional1 dan wajib

    melakukan kendali mutu dan biaya melalui audit medis.2 Sedangkan standar

    prosedur operasional itu sendiri dibuat oleh profesi di tempatnya

    melaksanakan praktik kedokteran dengan mengacu kepada Standar PelayananMedis dari organisasi/perhimpunan profesi masing masing.

    Isu isu yang berkembang saat ini adalah semakin meningkatnya tuntutanmasyarakat akan mutu pelayanan, keamanan/keselamatan pasien dan isu akses

    pemerataan pelayanan kesehatan terutama terhadap masyarakat yangkurang/tidak mampu, disamping semakin pesatnya perkembangan kemajuan

    ilmu pengetahuan tehnik medis dan terbukanya era persaingan global disegala bidang termasuk jasa pelayanan kesehatan yang telah memasuki tahapmodus ke empat yakni tenaga profesi maka secara tidak langsung profesi

    medis harus mempersiapkan dan membenah diri untuk meningkatkanprofesionalismenya tidak hanya dari segi tehik medis semata akan tetapi juga

    bidang manajemen keprofesian agar lebih cepat tanggap (responsiveness),bersifat tanggung jawab dan gugat (responsibility) serta visioner dalam

    ruang lingkup keprofesiannya (duty of care) baik secara individu maupunorganisasi.

    Salah satu tujuan dari subsistem pembiayaan kesehatan dalam Sistem

    Kesehatan Nasional (SKN) 2004 adalah tersedianya pembiayaan kesehatan

    Disampaikan pada Pertemuan Komite Medik Rumah Sakit diselenggarakan oleh Dinas

    Kesehatan Propinsi Jawa Barat di Hotel Permata Bidakara, Bandung 30 Mei 2006.1 Undang Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal 51a.2 Undang Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal 49 ayat 1 dan 2.

  • 8/14/2019 Dody Firmanda 2006 - 036. Pelaksanaan Audit Medis Jawa Barat

    2/56

    2

    dengan jumlah yang mencukupi, teralokasi secara adil dan termanfaatkansecara berhasil dan berdaya guna3; serta bidang yang jarang/belum disentuh

    oleh profesi medis adalah kaitan dalam hal mutu profesi dan biaya, meskipundalam Undang Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteranpada pasal 49 ayat 1 menyebutkan bahwa dalam melaksanakan praktik

    kedokteran wajib menyelenggarakan kendali mutu dan kendali biaya.4

    Sebagaimana telah diketahui komponen terbesar dari pembiayaan kesehatan

    di Rumah Sakit adalah obat dan penggunaan pemeriksaan alat penunjangdiagnostik maupun terapeutik, maka sudah sewajarnya bila pengadaan dan

    pelayanan obat di rumah sakit didasarkan pada formularium yang ditetapkanoleh Komite/Panitia/Tim Farmasi dan Terapi Rumah Sakit. 3,5,6

    Pada saat seorang dokter lulus dari institusi pendidikan akan mendapat ijasah

    dan sertifikat kompetensi sebagai tanda lulus dan pengakuan kemampuankompetensinya sebagai individu dokter dan berhak untuk mendapatkan SuratTanda Registrasi (STR) untuk waktu 5 tahun sesuai dengan Undang Undang

    Sistem Pendidikan Nasional7 dan Undang Undang Praktik Kedokteran8.Pertanyaan akan timbul, apakah dokter tersebut dapat melaksanakan dan

    mempertahankan serta bahkan meningkatkan kompetensi profesinya selama

    waktu tersebut? Apakah dokter tersebut dapat memberikan pelayanankesehatan sesuai dengan yang diharapkan berdasarkan Standar Profesi danStandar Pelayanan Medik dalam rangka memenuhi salah satu dari falsafahtujuan dasar Undang Undang Praktik Kedokteran yakni melaksanakan praktik

    kedokteran yang memberikan perlindungan dan keselamatan pasien?9 Apakah

    dokter tersebut telah dapat memberikan pelayanan sesuai dengan FormatClinical Pathways dan kajian varians dari Sistem Pembiayaan berdasarkan

    metode DRGs Casemix untuk melaksanakan praktik kedokteran secara

    kendali mutu dan biaya?10,11,12

    3 Keputusan Menteri Kesehatan RI No: 131/Menkes/SK/II/2004 tentang Sistem KesehatanNasional Bab V Subsistem Pembiayaan Kesehatan.4 Undang Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran5 WHO. Drugs and Therapeutics Committee: a practical guide WHO/EDM/PAR/2004.1.

    Geneva 2003.6 Green T, Beith A, Chalker J. Drugs and Therapeutics Commmittee: a vehicles for improving

    rational drug use. WHO/EDM Anniversary Issue 2003:32;10-1.7 Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 Pasal 61.8 Undang Undang Praktik Kedokteran No. 29 Tahun 2004 Pasal 7 dan Pasal 8.9 Undang Undang Praktik Kedokteran No. 29 Tahun 2004 Pasal 2 dan Pasal 3 ayat 1.10 Undang Undang Praktik Kedokteran No. 29 Tahun 2004 Pasal 49 ayat 1.

  • 8/14/2019 Dody Firmanda 2006 - 036. Pelaksanaan Audit Medis Jawa Barat

    3/56

    3

    Disini letak akan pentingnya dimensi tempat, waktu dan individu profesi dalam

    meninjau kinerja (performance) keprofesiannya. Kinerja atau performancetersebut tercermin dalam satu buku seperti log book individu atau di negaraluar dikenal sebagai PYA (Penultimate Year Assessment) Form.13

    Audit medis merupakan salah satu suatu kegiatan sistematik dari beberapa

    komponen yang saling berkaitan dan tidak terpisahkan di dalam satu sistemlingkaran Clinical Governance dalam rangka upaya meningkatkan mutupelayanan profesi medis di institusi pelayanan kesehatan (dalam hal ini rumah

    sakit). Maka kegiatan audit medik tersebut sangat erat dengan mutu, clinical

    governancedan patient safety.14

    Sebagai pedoman dan acuan awal dalam melakukan audit medis dapatdigunakan instrumen yang telah diterbitkan oleh pemerintah (Departemen

    Kesehatan).15

    Sistem Penataan Klinis (Clinical Governance) Komite Medik dan SMF di RS

    Fatmawati

    Untuk suatu rumah sakit yang akan mulai berbenah diri, sebaiknya terlebihdahulu membuat Sistem Rumah Sakit (Corporate Governance) yang terdiri

    dari sistem manajemen rumah sakit, sistem profesi medis (Komite Medis danSMF Clinical Governance), sistem keperawatan, dengan berbagai subsistemuntuk pelayanan, pendidikan/pelatihan serta penelitian rumah sakit dengan

    berbagai peraturan di tingkat rumah sakit (Hospital Bylaws) dan tingkat

    11 Firmanda D. Integrated Clinical Pathways: Peran profesi medis dalam rangka menyusunSistem DRGs Casemix di rumah sakit. Disampakan pada kunjungan lapangan ke RSUP Adam

    Malik Medan 22 Desember 2005, RSUP Hasan Sadikin Bandung 23 Desember 2005 dan

    Evaluasi Penyusunan Clinical Pathways dalam rangka penyempurnaan Pedoman DRGs CasemixDepkes RI, Hotel Grand Cempaka 29 Desember 2006.12 Firmanda D, Pratiwi A, Nuraini IS, Srie Enggar KD. Clinical Pathways Kesehatan Anakdalam rangka implementasi Sistem DRGs Casemix di RS Fatmawati, Jakarta 2006 (dalam

    percetakan).13 Royal College of Paediatrics and Child Health. Guide to Penultimate Year Assessment

    Form. London, 2004.14 Fimanda D. Audit Medis di Rumah Sakit. Disampaikan dalam Sosialisasi Pedoman Audit

    Medik di Rumah Sakit, diselenggarakan oleh DepKes RI, Cisarua 7 September 2005.15 Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 496/Menkes/SK/IV/2005 tentang Pedoman AuditMedis di Rumah Sakit.

  • 8/14/2019 Dody Firmanda 2006 - 036. Pelaksanaan Audit Medis Jawa Barat

    4/56

    4

    profesi medis (Medical Staff Bylaws) dengan mengacu kepada KeputusanMenteri Kesehatan RI Nomor 631/Menkes/SK/IV/2005 tentang Peraturan

    Internal Staf Medis (Medical Staff Bylaws) di rumah sakit.16

    Fungsi dan wewenang Komite Medik adalah menegakkan etika profesi medis

    dan mutu pelayanan medis berbasis bukti. Adapun tugas dan fungsi dariKelompok Staf Medis (KSM)/Staf Medis Fungsional (SMF) adalah

    melaksanakan kegiatan pelayanan medis, pendidikan, penelitian danpengembangan keilmuannya yang berpedoman pada ketetapan Komite Medis

    atas etika profesi Medis dan mutu keprofesian medis. Jadi profesi Medisdalam melaksanakaan profesinya berdasarkan falsafah meliputi etika, mutu

    dan evidence-based medicine. Konsep dan filosofi Komite Medis RS adalahperpaduan antara ketiga komponen yang terdiri dari Etika Profesi, Mutu

    Profesi dan Evidence-based Medicine (EBM) sebagaimana terlihat dalamGambar 1.17

    Gambar 1. Konsep dan Filosofi Komite Medik RS Famawati: Etika, Mutu dan

    Evidence-based Medicine(EBM)

    Untuk itu berdasarkan keputusan Sidang Pleno Komite Medik RS Fatmwatitelah membuat suatu skema pendekatan strategi Komite Medik dalammerangkum seluruh kegiatan dengan menggabungkan konsep Clinical

    16 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 631/Menkes/SK/IV/2005 tentang Peraturan

    Internal Staf Medis (Medical Staff Bylaws) di rumah sakit, Jakarta 25 April 2005.

    17 Firmanda D. Sistem Komite Medik RS Fatmawati, 20 Februari 2003.

  • 8/14/2019 Dody Firmanda 2006 - 036. Pelaksanaan Audit Medis Jawa Barat

    5/56

    5

    Governance (termasuk Audit Medis) dengan Sistem Pembiayaan Casemixsebagaimana dapat dilihat dalam Gambar 2 berikut.

    Gambar 2. Skema pendekatan Komite Medik RS Fatmawati dalam Clinical

    Governancedan Sistem DRGs Casemix.18

    18 Firmanda D. Pedoman Penyusunan Clinical Pathways dalam rangka implementasi Sistem

    DRGs Casemix di rumah sakit. Disampaikan dalam Sidang Pleno Komite Medik RS Fatmawati,Jakarta 7 Oktober 2005.

    HealthImpact

    Intervention

    HII

    HealthResources

    Groups

    (HRG)

  • 8/14/2019 Dody Firmanda 2006 - 036. Pelaksanaan Audit Medis Jawa Barat

    6/56

    6

    Definisi Audit Medik

    De finisi Audit Me dis adalah proses analisis kritis yang dilaksanakan

    secara sistematis terhadap pelayanan medis (meliputi diagnosis, terapi, hasildan penggunaan sumberdaya/peralatan)yang diberikan dan efeknya terhadapkualitas kehidupan pasien.19

    Tujuan Audit MedikTujuan utama audit medik adalah untuk evaluasi diri (self assessment) kinerjaindividu profesi dan kelompok profesi (SMF) dalam rangka mempertahankandan meningkatkan mutu profesi serta pelayanan medik yang diberikan sesuai

    dengan standar yang telah disepakati bersama.

    Mekanisme Audit Medik

    Komite Medik RS Fatmawati membagi 2 tingkat audit medis yakni 1st party

    audit(untuk tingkat SMF dan manajemen instalasi) dan 2nd party audit(untuktingkat Komite Medik melalui Tim Etik dan Mutu Komite Medik). dengan 3

    cara mekanisme pendekatan proses audit medis yaitu:

    1. Pendekatan bottom up : dilakukan audit medis di lingkunganterbatas peer reviewtingkat profesi.

    2. Pendekatan top down: dilakukan audit medis atas permintaan

    dari Komite Medik ke SMF profesi.3. Pendekatan kombinasi keduanya

    Sedangkan mengenai mekanisme dan Format 1st dan 2nd Party Audittersebutsebagaimana dapat dilihat sebagaimana berikut.

    19 Firmanda D. Pedoman Audit Medis RS Fatmawati, Sidang Pleno Komite Medik RSFatmawati 2003.

  • 8/14/2019 Dody Firmanda 2006 - 036. Pelaksanaan Audit Medis Jawa Barat

    7/56

    7

  • 8/14/2019 Dody Firmanda 2006 - 036. Pelaksanaan Audit Medis Jawa Barat

    8/56

    8

    Setiap kegiatan audit medis (baik 1st Party Medical audit, 1st PartyManagerial Audit maupun 2nd Party Audit) dicatat sesuai dengan format

    Formulir berikut.

  • 8/14/2019 Dody Firmanda 2006 - 036. Pelaksanaan Audit Medis Jawa Barat

    9/56

  • 8/14/2019 Dody Firmanda 2006 - 036. Pelaksanaan Audit Medis Jawa Barat

    10/56

    10

  • 8/14/2019 Dody Firmanda 2006 - 036. Pelaksanaan Audit Medis Jawa Barat

    11/56

    11

    Format Etika Profesi Medis

    1. Kasus: pidana/perdata/profesi/pengaduan*.2. Tanggal/Nomor Berkas: ..3. Nama: 4. SMF : ..

    5. Nomor KTA IDI/KTA Ikatan/Perhimpunan Spesialis: 6. Materi:

    Materi

    EtikaKedokteran

    (Ethics)

    HukumKedokteran/Kesehatan

    (Laws)

    Kebijakan(Policy)

    Studiempirik

    (Empiricalstudies)

    ConsentDisclosureCapacityVoluntarinessSubstitutedecisionmakingAdvance careplanningTruth TellingConfidentiality

    ..dstKesimpulan:

    Responsiveness: .dstResponsibility :...dstDuty of care:dst

    Keputusan:.dstSaran/Anjuran: .dst

    Jakarta, ...Ketua Sidang Etika Profesi Medis:

    (..)

  • 8/14/2019 Dody Firmanda 2006 - 036. Pelaksanaan Audit Medis Jawa Barat

    12/56

    12

    Dalam memilih dan memilah penentuan judul/topik untuk dilakukan auditmedis secara top down yakni 2nd Party Medical Audit baik secara

    retrospective maupun cross sectional dan prospective, Setiap rumah sakitmembuat dan mengirimkan secara berkala sesuai dengan jenis formulirnyamasing masing (RL 1 sampai RL 6) sesuai dengan dengan Buku Petunjuk

    Pengisian, Pengolahan dan Penyajian Data Rumah Sakit20 sebagaimana berikut:

    1. Data Kegiatan Rumah Sakit (Formulir RL 1) setiap triwulan2. Data Keadaan Morbiditas Pasien (Formulir RL 2) setiap triwulan:

    a. Morbiditas Rawat Inap (Formulir RL 2a)b. Morbiditas Rawat Jalan (Formulir RL 2b)

    c. Morbiditas Rawat Inap Surveilans Terpadu RS (Formulir RL 2a1)d. Morbiditas Rawat Inap Surveilans Terpadu RS (Formulir RL 2b1)

    e. Status Imunisasi (Formulir RL 2c)f. Individual Morbiditas Pasien Rawat Inap (Formulir RL 2.1, RL 2.2

    dan RL 2.3)

    3. Data Dasar Rumah Sakit (RL 3) setiap akhir tahun4. Data Keadaan Ketenagaan Rumah Sakit (Formulir RL 4) setiap

    semester (6 bulan)

    5. Data Peralatan Medik Rumah Sakit dan Data Kegiatan Kesehatan

    Lingkungan Rumah Sakit (Formulir RL 5) setiap akhir tahun6. Data Infeksi Nosokomial Rumah Sakit (Formulir RL 6) setiap bulan.

    Catatan sebagai bahan masukan: Laporan RL 1 s/d 6 tersebut di atasdikirim oleh rumah sakit ke Depkes RI dan Dinas Kesehatan Tk I/II,

    sebaiknya bila ada perubahan struktur di tempat tersebut alangkah baiknyadisampaikan juga ke pihak rumah sakit agar setiap pelaporan dapat sampaikepada yang dituju tepat waktu dan tepat sasaran serta pihak rumah sakit

    diberikan feedback analisis secara berkala untuk meningkatkan lagi mutu

    validitas dan akurasi data yang dikirim oleh rumah sakit.

    Seluruh data tersebut yang sampai ke Komite Medik akan dimanfaatkansebagai bahan masukan pengambilan keputusan dan monitoring serta evaluasi

    kinerja Rumah Sakit, kinerja SMF dan individu profesi.

    20 Departemen Kesehatan RI. Buku Petunjuk Pengisian, Pengolahan dan Penyajian Data RumahSakit. Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Depkes RI, Jakarta 2005.

  • 8/14/2019 Dody Firmanda 2006 - 036. Pelaksanaan Audit Medis Jawa Barat

    13/56

    13

    Ketua Komite Medik dapat memanfaatkan data kodefikasi ICD 10berdasarkan sebab kematian terbanyak sebagaimana Gambar 3 berikut dan

    menggunakan data tersebut untuk melakukan analisis, dan deteksi sesuaimekanisme pada Gambar 4 berikut dengan menggunakan jalur 1, 3 dan 4.

    Gambar 3. Data 10 Besar Sebab Kematian Pasien Rawat Inap untuk bulanJanuari dan Februari 2006.

  • 8/14/2019 Dody Firmanda 2006 - 036. Pelaksanaan Audit Medis Jawa Barat

    14/56

    14

    Gambar 4. Alur proses mekanisme data dan umpan balik (feed back)21

    Sebagai contoh ilustrasi di atas dengan menggunakan Data 10 Besar Penyakit

    (Gambar 5):

    1. Kodefikasi ICD 10 untuk demam berdarah dengue (A 91) bulan Januari

    2006 dan Februari 2006 untuk jumlah lama hari rawat dan jumlahpasien termasuk kategori dubiousdan menimbulkan curiousity ( LihatGambar 5 tanda a), maka Ketua Komite Medik akan membuat disposisike Bagian Rekam Medik untuk klarifikasi validitas data tersebut (Alur

    1 dan 2 Gambar 4).

    21 Komite Medik RS Fatmawati. Sistem Komite Medik dan Sistem SMF di RS Fatmawati,

    Jakarta 2003.

    1

    2

    3 4 5

    6

    7

  • 8/14/2019 Dody Firmanda 2006 - 036. Pelaksanaan Audit Medis Jawa Barat

    15/56

    15

    2. Gambar 5 tanda b data Januari 2006 bayi lahir dengan sectio caesaria( P 03.4 ICD 10) menempati urutan ke tiga dan menimbulkan

    curiousity. Ketua Komite Medik membuat disposisi kepada Ketua SMFKebidanan dan Kandungan untuk melakukan audit medis tingkatpertama (1st Party Medical Audit) bersama Koordinator Pelayanan

    Medik dan Koordinator Etik dan Mutu dari SMF Kebidanan danKandungan terhadap 48 tindakan sectio caesaria tersebut. (Alur 3Gambar 4).

    3. Pada saat yang bersamaan dengan 2 di atas, Ketua Komite Medikmembuat disposisi kepada Bagian Rekam Medik untuk klarifikasi data

    48 kasus tersebut dengan Laporan Operasi Bulan Januari 2006sebagaimana dapat dilihat dalam Gambar 6 dimana ada 59 kasus Kode

    Operasi ICPM 5-741 dan 4 kasus Kode Operasi ICPM 5-749. (Alur 2Gambar 4).

    4. Berdasarkan 2 dan 3 di atas, Ketua Komite Medik menugaskan Tim Etikdan Mutu Profesi Komite Medik untuk melakukan audit medis tingkatke dua (2nd Party Medical Audit) sesuai dengan Pedoman Audit Medis

    di Rumah Sakit dalam Sistem Komite Medik. (Alur 4 Gambar 4).

    Sebagai catatan Unit Coding Panitia Casemix dan Bagian Rekam MedikRS Fatmawati mulai menggunakan kodefikasi prosedur tindakan ICD 9

    CM terhitung bulan Maret 2006, sebelumnya masih menggunakankodefikasi operasi ICPM.

    Berdasarkan ilustrasi di atas, Komite Medik mengikuti perkembangan

    monitoring dan tindak lanjut dengan hasil sebagaimana dalam Gambar 7berikut yang menunjukkan adanya perbaikan (improvement) dari kinerja

    (performance) SMF Kebidanan dan Kandungan dalam hal indikasi tindakanoperasi sectio caesaria kode ICD 9 CM 74.4 dan 74.99 pada bulan Maret2006.

    Secara rutin setiap bulan SMF Kebidanan dan Kandungan memberikan laporan

    tertulis kepada Ketua Komite Medik mengenai kinerja dari seluruh kegiatanyang dilakukan sebagaimana contoh dapat dilihat dalam Gambar 8.

  • 8/14/2019 Dody Firmanda 2006 - 036. Pelaksanaan Audit Medis Jawa Barat

    16/56

    16

    Gambar 5. Data 10 Besar Jenis Penyakit Rawat Inap dengan ICD 10, JumlahPasien dan Jumlah Hari Rawat untuk bulan Januari dan Februari 2006.

    a

    b

  • 8/14/2019 Dody Firmanda 2006 - 036. Pelaksanaan Audit Medis Jawa Barat

    17/56

    17

    Gambar 6. Kode Operasi ICPM di SMF Kebidanan dan Kandungan Januari dan

    Februari 2006.

  • 8/14/2019 Dody Firmanda 2006 - 036. Pelaksanaan Audit Medis Jawa Barat

    18/56

    18

    Gambar 7. Kode Tindakan ICD 9 CM di SMF Kebidanan dan Kandungan bulanMaret 2006.

  • 8/14/2019 Dody Firmanda 2006 - 036. Pelaksanaan Audit Medis Jawa Barat

    19/56

    19

    Gambar 8. Laporan Kegiatan SMF Kebidanan dan Kandungan Maret 2006.

    Sebaliknya Tim Tim Komite Medik dan 20 SMF dapat memberikan masukan

    kepada Ketua Komite Medik untuk dapat diselenggarakan audit medisberdasarkan data dari Mortalitas dan Morbiditas dari masing masing SMF

    dan telah melakukan audit medis tingkat pertama (1st Party Medical Audit) pendekatan atau cara bottom up approach.

    Bila ada hal yang menyangkut medical errorsjenis aktif, Ketua Komite Medikakan menugaskan Tim Etik dan Mutu Profesi untuk melakukan audit.

    Sedangkan jika medical errors jenis aktif tersebut menyangkut hal etik

    kedokteran, maka Ketua Komite Medik akan menugaskan Tim Etik dan Mutu

    Profesi serta Tim Kredensial untuk mempersiapkan Sidang Etik KomiteMedik.

  • 8/14/2019 Dody Firmanda 2006 - 036. Pelaksanaan Audit Medis Jawa Barat

    20/56

    20

    Apabila medical errors tersebut jenis laten, maka Ketua Komite medik akan

    mengimplementasikan risiko manajemen klinis sesuai Pedoman ManajemenRisiko Klinis dan Keselamatan Pasien Komite Medik (Clinical RisksManagement and Patient Safety) Komite Medik RS Fatmawati.

    Tim Pengendali Infeksi Nosokomial memberikan masukan kepada Ketua

    Komite Medik berdasarkan hasil surveilans infeksi nosokomial di setiapinstalasi rawat inap, kamar operasi dan ruang rawat intensif. Ketua Komite

    Medik akan memilah dan melakukan analisis hasil tersebut untuk disajikan diSidang Pleno Komite Medik sesuai mekanisme pengambilan keputusan dalam

    Sistem Komite Medik. Hasil keputusan Sidang Pleno Komite Medik tersebutbersifat mengikat dan diserahkan kembali kepada Tim Pengendali Infeksi

    Nosokomial untuk implementasi sesuai dengan Pedoman Health ImpactInterventionsKomite Medik RS Fatmawati. Pada saat yang bersamaan KetuaKomite Medik menugaskan Tim Farmasi dan Terapi Komite Medik untuk

    mengkaji data hasil surveilans tersebut untuk merevisi Standar FormulariumRumah Sakit tentang kebijakan penggunanan antibiotik sesuai hasil polakuman dan sensitifitas serta resistensinya. (Gambar 9a sampai 9h).

    Gambar 9a. Hasil Surveilans: Persentase kuman di RS Fatmawati untuk tahun

    2005.

  • 8/14/2019 Dody Firmanda 2006 - 036. Pelaksanaan Audit Medis Jawa Barat

    21/56

    21

    Gambar 9b. Hasil Surveilans: Persentase kuman Gram positif di RSFatmawati untuk tahun 2005.

    Gambar 9c. Hasil Surveilans: Resistensi dan Sensitifitas kuman Gram positif

    di RS Fatmawati untuk Bulan Januari sampai Juni 2005.

  • 8/14/2019 Dody Firmanda 2006 - 036. Pelaksanaan Audit Medis Jawa Barat

    22/56

    22

    Gambar 9d. Hasil Surveilans: Resistensi dan Sensitifitas kuman Gram positif

    di RS Fatmawati untuk Bulan Juli sampai Desember 2005.

    Gambar 9e. Hasil Surveilans: Persentase kuman Gram negatif di RSFatmawati untuk tahun 2005.

  • 8/14/2019 Dody Firmanda 2006 - 036. Pelaksanaan Audit Medis Jawa Barat

    23/56

    23

    Gambar 9f. Hasil Surveilans: Resistensi dan Sensitifitas kuman Gram negatif

    di RS Fatmawati untuk Bulan Januari sampai Juni 2005.

    Gambar 9g. Hasil Surveilans: Resistensi dan Sensitifitas kuman Gram negatifdi RS Fatmawati untuk Bulan Juli sampai Desember 2005.

  • 8/14/2019 Dody Firmanda 2006 - 036. Pelaksanaan Audit Medis Jawa Barat

    24/56

    24

    Gambar 9h. Hasil Surveilans: Persentase kuman di RS Fatmawati untuk bulan

    Januari sampai Maret 2006.

    Hubungan Audit Medik dengan Mutu Kompetensi Profesi

    Persoalan akan timbul bila yang bersangkutan akan dinilai untuk re-sertifikasikompetensi seorang profesi medis, karena belum seluruh profesi di tanah air

    mempunyai standar profesi dan standar pelayanan medisnya masing masing.Beberapa organisasi profesi yang telah mempunyai standar profesinya, belum

    secara eksplisit dalam standar kompetensinya menyatakan secara kuantitatifbatasan minimal kompetensi profesi. Persoalan kembali muncul bila akan

    mengukur secara kuantatif, karena kompetensi yang diukur tersebut -sebenarnya secara tidak langsung (indirect) adalah kinerja (performance)individu. Sedangkan kinerja (performance) tersebut banyak dipengaruhi oleh

    berbagai faktor yang melibatkan antara lain motivasi dan barrierssebagaimana bila secara ringkas formula kinerja (performance) tersebut

    adalah sebagai berikut22:

    22 Gray JAM. Evidence-based Healthcare: how to make health policy and managementdecisions. Churchill Livingstone, Edinburgh, 1999.

  • 8/14/2019 Dody Firmanda 2006 - 036. Pelaksanaan Audit Medis Jawa Barat

    25/56

    25

    Oleh karena motivasi sangat bersifat individu dan sulit untuk diukur, maka

    kinerja (performance) akan berhubungan langsung dengan kompetensi danberhubungan terbalik dengan barriers. Di dalam barriers itu sendiri dapat

    terdiri dari fasilitas (terutama peralatan medis), penunjang medis, obatobatan dan sebagainya yang merupakan komponen struktur yang sangat

    menunjang proses implementasi kompetensi seseorang profesi untukmemberikan hasil (oucome/output)23 pelayanan kepada pasien dan secara

    langsung memberikan dampak (impact) kepada status derajat kesehatanmasyarakat secara keseluruhan dan indikator mutu sistem kesehatan24 di

    suatu daerah/negara.

    Maka sudah seyogyanya komponen barriers tersebut diminimalkan agar

    profesi tersebut dapat memberikan pelayanan seoptimal mungkin dan bahkanmaksimal (clinical risk management) dengan kompetensi yang maksimum agarhasilnya baik (quality) serta pasien mendapat perlindungan dan keselamatan(patients safety) selama dirawat dengan biaya yang terjangkau (affordable)

    dan pasti (pre-fixed payment DRGs Casemix).

    Oleh karena itu sudah saatnya secara sinergis dengan profesi, pengadaan

    fasilitas (terutama peralatan medis) disediakan dan disesuaikan dengankompetensi tenaga profesi tersebut yang mana keberadaan profesi medis dan

    pelayanannya sangat berhubungan erat dan identik dengan klasifikasi stratarumah sakit di tanah air.25

    Peralatan medis sebagai sebagai salah satu komponen fasilitas pelayanan

    kesehatan harus dikelola secara profesional sesuai dengan kaidahperkembangan keilmuan Health Technology Assesment dalam mekanismepengambilan keputusan yang baik dan akuntabel sesuai dengan penerapan

    23 Donabedian A. The quality of care: how can it be assessed ? JAMA 1988; 260:1743-8.24 WHO Health Report 2000. Improving Health Systems Development.25 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor: 131/Menkes/SK/II/2004 tentang SistemKesehatan Nasional.

    Performance = Motivation x Competencies

    Barriers

  • 8/14/2019 Dody Firmanda 2006 - 036. Pelaksanaan Audit Medis Jawa Barat

    26/56

    26

    cost-effectiveness analysis 26dalam rangka menuju kendali biaya (value formoneys).

    Masalah kewenangan profesi dalam penatalaksanaan pasien di rumah sakitsering menjadi perdebatan, Ketua Komite Medik harus menentukan batasan

    kewenangan antar profesi terutama untuk kasus yang merupakan gray areasebagaimana kasus contoh berikut di rumah sakit kami untuk kasus strokeanatara profesi spesialis Bedah Saraf dan spesialis Neurologi. Audit Medisdilakukan secara retrospektif 3 bulan dan prospektif 3 bulan dengan variable

    kriteria dan indikator yang telah ditetapkan oleh Ketua Komite Medik melaluiim Etik dan Mutu komite Medik serta kedua SMF terkait.

    Disamping itu juga Komite Medik melalui Tim Etik dan Mutu Komite Medikmelakukan audit medis secara cross sectional terhadap seluruh kasusapensitis akut yang dilakukan apendektomi ditinjau dari saat mulai di Ruang

    Ememergensi dan Kamar Operasi oleh dokter anestesi dan bedah dengan hasilsebagai berikut:

    26 Firmanda D. Aplikasi sinergis antara Evidence-based Medicine, Evidence-based Healthcaredan Evidence-based Policy dalam satu sistem peningkatan mutu pelayanan kesehatan dan

    kedokteran (Clinical Governance) : suatu tantangan profesi di masa mendatang Cost

    effectiveness Analyses (CEA) Standar Pelayanan Medis. Disampaikan pada Persiapan JPKM,DirjenBinKesMas, Bogor Januari 2005.

  • 8/14/2019 Dody Firmanda 2006 - 036. Pelaksanaan Audit Medis Jawa Barat

    27/56

    27

    Gambar 10. Contoh Hasil Audit Medis Cross Sectional kasus apendektomi

  • 8/14/2019 Dody Firmanda 2006 - 036. Pelaksanaan Audit Medis Jawa Barat

    28/56

    28

    Audit Medis juga dapat menilai kinerja setiap SMF dan individu dalammemberikan pelayanan sebagaimana contoh berikut.

    Gambar 11. Contoh Kinerja Rawat Inap setiap individu dokter tahun 2005.

  • 8/14/2019 Dody Firmanda 2006 - 036. Pelaksanaan Audit Medis Jawa Barat

    29/56

    29

    Gambar 12. Contoh Kinerja Rawat Inap setiap individu dokter tahun 2005.

  • 8/14/2019 Dody Firmanda 2006 - 036. Pelaksanaan Audit Medis Jawa Barat

    30/56

    30

    Hubungan Audit Medik dalam Manajemen Risiko Klinis danKeselamatan/Keamanan Pasien (Clinical Risks Management and Patient

    Safety)

    Konsep dasar pemikiran mengenai Patient Safety di RS Fatmawati adalahdengan memadukan peraturan perundangan yang berlaku di tanah air, dalam

    hal ini memperhatikan Undang Undang Republik Indonesia Nomor: 20 Tahun2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) - karena rumah sakit

    pendidikan, Undang Undang Republik Indonesia Nomor: 29 Tahun 2004

    tentang Praktik Kedokteran, dan Keputusan Menteri Kesehatan Republik

    Indonesia Nomor: 131/Menkes/SK/II/2004 tentang Sistem Kesehatan

    Nasional, serta mengacu kepada berbagai referensi luar negeri sepertiTrilogy of World Federation for Medical Education Documents World

    Standards for Medical Education, British General Medical Council dan RoyalCollege of Physicians, American Institute of Medicine, Association ofAmerican Medical Colleges, WHO: World alliance for patient safety

    forward programme serta disesuaikan aplikasinya dengan situasi kondisi ditanah air melalui suatu upaya program sistem peningkatan mutu pelayanan danpendidikan di rumah sakit (Clinical Governance).

    Komite Medik RS Fatmawati telah melakukan analisis terhadap seluruh

    pengaduan kasus 5 tahun terakhir yang cenderung meningkat sebagaimanaberikut.

  • 8/14/2019 Dody Firmanda 2006 - 036. Pelaksanaan Audit Medis Jawa Barat

    31/56

    31

    Maka Komite Medik RS Fatmawati telah mengadakan Sidang Pleno sebanyak 5

    kali khusus mengenai Patient Safety, pada tanggal 11 Juli 2005 memutuskanuntuk mendesain khusus langkah langkah antisipasi sebagai berikut:

    Resiko Manajemen Klinis (Clinical Risks Management and Patient Safety)

    1. Konsep 3 unsur:a. Persepsi suatu kejadian

  • 8/14/2019 Dody Firmanda 2006 - 036. Pelaksanaan Audit Medis Jawa Barat

    32/56

    32

    b. Kemungkinan (probabilitas) terjadi (Likelihood Ratio)c. Konsekuensi (dampak atau akibat) kejadian (Impact)

    Matriks Nilai Derajat Resiko = LR x I

    2. Struktur: resiko bisa timbul pada setiap segi dan sudut perjalanan

    pasien selama dirawata. Sistem: Sistem Manajemen RS, Sistem Komite Medik, Sistem

    SMF, Sistem Pendidikan, Sistem Penelitian dllb. Legalitas: SP, SIP, SPTP

    c. Kebijakan: tingkat RS, Instalasi, Komite Medik & SMFd. Prosedur: SPO/SPM, Daftar Formularium RSF edisi 3 &

    adendum.

    3. Model Manajemen Resiko Klinis (Clinical Risk Management/CRM)a. Identifikasib. Analisis: Derajat Resiko, Tingkat Keparahan, Penyebab (RCA)

    c. Penanganan Resikod. Umpan balike. Pendidikan dan pelatihan

    f. Governance

    Maka Komite Medik RS Fatmawati membuat Pedoman dan Instrumen Penilaian

    Manajem,en Risiko Klinis dan Keamanan/Keselamatan Pasien (Clinical RisksManagement and Patient Safety) untuk rumah sakit secara umum dan untukseluruh 20 SMF sesuai dengan spesifikasi spesialisasinya masing masing

    sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 13 dan 14 berikut. Sedangkanmengenai tehnik cara penilaian besarnya dampak risiko tersebut dapat dilihat

    pada Gambar .

  • 8/14/2019 Dody Firmanda 2006 - 036. Pelaksanaan Audit Medis Jawa Barat

    33/56

    33

    Gambar 13. Contoh Buku Pedoman dan Instrumen Penilaian Manajem,enRisiko Klinis dan Keamanan/Keselamatan Pasien (Clinical Risks Managementand Patient Safety) Komite Medik RS Fatmawati Edisi 2005.

  • 8/14/2019 Dody Firmanda 2006 - 036. Pelaksanaan Audit Medis Jawa Barat

    34/56

    34

    Gambar 14. Tehnik dan cara penilaian dampak risiko klinis dari Manajemen

    Risiko Klinis dan Keamanan/Keselamatan Pasien (Clinical Risks Managementand Patient Safety)Komite Medik RS Fatmawati

    Pada saat ini sedang diolah mengenai Pedoman27 Clinical Risks Managementdan Patient Safety di Depkes RI dan sedang dilakukan uji coba di 4 propinsiyakni RSUD Serang (Banten), RSUD Sukabumi (Jawa Barat) , RSUD Malang

    27 Firmanda D. Instrumen Manajemen Risiko Klinis dan Keamanan Pasien. Disampaikan padaRapat Penyusunan Pedoman Manajemen Risiko Klinis, Depkes RI Agustus 2005.

  • 8/14/2019 Dody Firmanda 2006 - 036. Pelaksanaan Audit Medis Jawa Barat

    35/56

    35

    (Jawa Timur) dan RSUD Labuang Baji (Sulawesi Selatan) untuk 4 bidangpelayanan (kesehatan anak, kebidanan-kandungan, anestesi dan bedah).

    Contoh Kasus Manajemen Risiko Klinis dan Keamanan/Keselamatan Pasienyang telah dilakukan audit medis secara 1st dan 2nd Party Medical Audit serta

    pemberian sangsi dalam rangka pembinaan profesi (Gambar 15)

    Gambar 15. Contoh Kasus hasil audit medis dalam rangka Manajemen RisikoKlinis dan Keamanan/Keselamatan Pasien.

  • 8/14/2019 Dody Firmanda 2006 - 036. Pelaksanaan Audit Medis Jawa Barat

    36/56

    36

    Hubungan Audit Medik dengan Sistem Pembiayaan (Sistem Casemix)Rumah Sakit melalui Clinical Pathways.28

    Sebagaimana telah diuraikan pada Gambar 2 di atas mengenai strategipendekatan Komite Medik RS Fatmawati dalam implementasi Clinical

    Governance (termasuk audit medis) dan Sistem (Pembiayaan) Casemix melaluisalah satu komponen dari tiga komponen Sistem Casemix (Clinical Pathways,

    Kodefikasi ICD 10 dan 9 CM dan Costing), Sedangkan untuk pilot projectSistem Casemix di RS Fatmawati, Panitia Casemix telah menyusun jadwal

    rencana kerja dengan jadwal ujicoba di 5 SMF sebagaimana dalam Tabel 1dan 2 berikut:

    Tabel 1. Jadwal Rencana Kerja Pilot ProjectSistem casemix RS Fatmawati

    28 Firmanda D. Kodefikasi ICD 10 dan ICD 9 CM: sebagai indicator mutu rekam medik dalamrangka meningkatkan mutu pelayanan di rumah sakit. Disampaikan pada Sosialisasi Pola

    Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit. Diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Bina

    Pelayanan Medik Depkes RI di Hotel Panghegar Bandung 1-3 Juni 2006.

  • 8/14/2019 Dody Firmanda 2006 - 036. Pelaksanaan Audit Medis Jawa Barat

    37/56

    37

    Tabel 2. Rencana Kerja Ujicoba Clinical Pathways di 5 SMF RS Fatmawati

    Clinical Pathways Komite Medik RS Fatmawati

    Komite Medik RS Fatmawati telah membuat fomat umum Clinical Pathwaysdan melakukan revisi sebanyak 3 kali sehingga terbentuk format yang dapat

    diterima oleh seluruh 20 SMF melalui Sidang Pleno Komite Medik. Contohformat tersebut sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 16 sampai 21 di

    bawah berikut.

    Definisi Integrated Clinical Pathways (ICP)

    Integrated Clinical Pathways (ICP) adalah suatu konsep perencanaanpelayanan terpadu yang merangkum setiap langkah yang diberikan kepadapasien berdasarkan standar pelayanan medis dan asuhan keperawatan yang

  • 8/14/2019 Dody Firmanda 2006 - 036. Pelaksanaan Audit Medis Jawa Barat

    38/56

    38

    berbasis bukti dengan hasil yang terukur dan dalam jangka waktu tertentuselama di rumah sakit.29,30,31

    Implementasi ICP sangat erat berhubungan dan berkaitan dengan ClinicalGovernance dalam rangka menjaga dan meningkatkan mutu pelayanan dengan

    biaya yang dapat diestimasikan dan terjangkau.32,33,34,35,36,37,38,39

    Hubungan Clinical Pathways dengan Mutu Profesi (Quality)

    Integrated Clinical Pathways (ICP) merupakan salah satu komponen dari

    Sistem DRG-Casemix yang terdiri dari kodefikasi penyakit dan prosedurtindakan (ICD 10 dan ICD 9-CM) dan perhitungan biaya (baik secara top down

    costing atau activity based costing maupun kombinasi keduanya).7,8,9

    ICP dapat digunakan sebagai alat (entry point) untuk melakukan audit medis

    dan manajemen baik untuk tingkat pertama maupun kedua (1st Party and 2nd

    29 Firmanda D. Pedoman Penyusunan Clinical Pathways dalam rangka implementasi Sistem

    DRGs Casemix di rumah sakit. Disampaikan dalam Sidang Pleno Komite Medik RS Fatmawati,

    Jakarta 7 Oktober 2005.30 Firmanda D. Integrated Clinical Pathways: Peran profesi medis dalam rangka menyusunSistem DRGs Casemix di rumah sakit. Disampakan pada kunjungan lapangan ke RSUP Adam

    Malik Medan 22 Desember 2005, RSUP Hasan Sadikin Bandung 23 Desember 2005 dan

    Evaluasi Penyusunan Clinical Pathways dalam rangka penyempurnaan Pedoman DRGs CasemixDepkes RI, Hotel Grand Cempaka Jakarta 29 Desember 2005.31 Firmanda D, Pratiwi Andayani, Nuraini Irma Susanti, Srie Enggar KD dkk. Clinical PathwaysKesehatan Anak dalam rangka implementasi Sistem DRGs Casemix di RS Fatmawati, Jakarta

    2006 (dalam pencetakan).32 Campbell H et al. Integrated clinical pathways. BMJ 1998:316;133-4.33 Johnson S. Pathways of care. Blackwell Science, Oxford 1997.

    34 Edwards J. Clinical Care Pathways: a model for effective delivery of health care? J ofIntegrated Care 1998:2; 59-6235 Hale C. Case Management and Managed Care. Nursing Standard 1995: 9(19); 33-536 Kitchener D et al. Integrated Care Pathways; Effective Tools for Continuous Evaluation of

    Clinical Practice. J Evaluation in Clinical Practice 1996:2(1); 65-937 Petryshen PR, Petryshen PM. The case management model: an approach to the delivery of

    patient care. J Advance Nursing 1992:17;1188-9438 Wall M. Managed Care: Development of an Integrated Care Pathway in Neurosciences. NT

    Research 1997: 2(4); 290-139 Wilson J, Integrated Care Management: The Pathway to Success? Oxford ButterworthHeimeman 1997

  • 8/14/2019 Dody Firmanda 2006 - 036. Pelaksanaan Audit Medis Jawa Barat

    39/56

    39

    Party Audits) dalam rangka menjaga dan meningkatkan mutupelayanan.40,41,42,43

    ICP dapat digunakan juga sebagai salah satu alat mekanisme evaluasi penilaianrisiko untuk mendeteksi kesalahan aktif (active errors) dan laten (latent /

    system errors) maupun nyaris terjadi (near miss) dalam Manajemen RisikoKlinis (Clinical Risk Management) dalam rangka menjaga dan meningkatkan

    keamanan dan keselamatan pasien (patient safety).44, 45

    Dalam membuat Integrated Clinical Pathways penanganan kasus pasien rawatinap di rumah sakit harus bersifat:

    a. Seluruh kegiatan pelayanan yang diberikan harus secara

    terpadu/integrasi dan berorientasi fokus terhadap pasien (PatientFocused Care)serta berkesinambungan (continuing of care)

    b. Melibatkan seluruh profesi (dokter, perawat/bidan, penata,

    laboratoris dan farmasis)c. Dalam batasan waktu yang telah ditentukan sesuai dengan keadaan

    perjalanan penyakit pasien dan dicatat dalam bentuk periode harian

    (untuk kasus rawat inap) atau jam (untuk kasus gawat darurat di unit

    emergensi).d. Pencatatan ICP seluruh kegiatan pelayanan yang diberikan kepadapasien secara terpadu dan berkesinambungan tersebut dalam bentuk

    dokumen yang merupakan bagian dari Rekam Medis.e. Setiap penyimpangan langkah dalam penerapan ICP dicatat sebagai

    varians dan dilakukan kajian analisis dalam bentuk audit.

    40 Firmanda D. Pedoman Audit Medis. Komite Medis RS Fatmawati Jakarta 2003.41 Firmanda D. Pedoman Audit Medis di Rumah Sakit. Disampaikan di RSUD Dr. Soetomo,

    Surabaya 2003.42 Firmanda D. Pedoman Audit Medis di Rumah Sakit. Disampaikan dalam rangka Penyusunan

    dan Penyempurnaan Pedoman Audit Medis di Rumah Sakit. Depkes RI, Jakarta 2004.43 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 496/Menkes/SK/IV/2005 tentang Pedoman

    Audit Medis di Rumah Sakit.44 Firmanda D. Pedoman dan Instrumen Manajemen Risiko Klinis dan Keamnan Pasien ( Clinical

    Risks Management and Patients Safety). Pleno Komite Medik RS Fatmawati 21 Juni 2005.45 Firmanda D. Instrumen Manajemen Risiko Klinis dan Keamanan Pasien (Clinical Risks

    Management and Patients Safety). Disampaikan dalam rangka penyusunan dan penyempurnaan

    Instrumen Manajemen Risiko Klinis dan Keamanan Pasien (Clinical Risks Management andPatients Safety) dan uji coba di 4 propinsi di Depkes RI Jakarta 2005.

  • 8/14/2019 Dody Firmanda 2006 - 036. Pelaksanaan Audit Medis Jawa Barat

    40/56

    40

    f. Varians tersebut dapat karena kondisi perjalanan penyakit, penyakitpenyerta atau komplikasi maupun kesalahan medis (medical errors).

    g. Varians tersebut dipergunakan sebagai salah satu parameter dalamrangka mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan.

    Integrated Clinical Pathways tersebut dapat merupakan suatu StandarProsedur Operasional yang merangkum:

    a. Profesi medis: Standar Pelayanan Medis dari setiap Kelompok StafMedis/Staf Medis Fungsional (SMF) klinis dan penunjang.

    b. Profesi keperawatan: Asuhan Keperawatanc. Profesi farmasi: Unit Dose Daily dan Stop Ordering

    d. Alur Pelayanan Pasien Rawat Inap dan Operasi dari Sistem KelompokStaf Medis/Staf Medis Fungsional (SMF), Instalasi dan Sistem

    Manajemen Rumah Sakit.

    Langkah selanjutnya adalah mengkaji dan mendesain Format Umum Clinical

    Pathways sebagai template untuk setiap profesi untuk membuat clinical

    pathways masing masing sesaui dengan bidang keahliannya dan melibatkan

    multidisiplin profesi medis, keperawatan dan farmasis/apoteker seabgai

    contoh dapat dilihat pada Gambar 43 berikut.

  • 8/14/2019 Dody Firmanda 2006 - 036. Pelaksanaan Audit Medis Jawa Barat

    41/56

    41

    Gambar 16. Format Umum Clinical Pathways yang telah disepakati bersama

    dalam Sidang Pleno Komite Medik untuk seluruh 20 SMF di RS Fatmawati.

  • 8/14/2019 Dody Firmanda 2006 - 036. Pelaksanaan Audit Medis Jawa Barat

    42/56

    42

    Dalam kolom obat obatan harus sesuai dengan yang dari Standar

    Formularium Rumah Sakit yang telah disusun oleh Komite (Tim) Farmasi danTerapi Rumah Sakit. Penyimpangan (deviasi) obat obatan (jenis, dosis dancara pemberian) dapat diperkenankan bila memang diperlukan setelah mengisi

    Formulir Lampiran 1 Formularium Rumah Sakit Edisi III 2003 dan harusdicatat dalam kolom varians serta dapat dipertanggungjawabkan melalui

    audit medis tingkat pertama (1st party medical audit) sebagaimana dalamForm 1 Audit Medis

    Gambar 17. Contoh Format Clinical Pathways SMF Kesehatan Anak untukDemam Berdarah Dengue.

  • 8/14/2019 Dody Firmanda 2006 - 036. Pelaksanaan Audit Medis Jawa Barat

    43/56

    43

    Gambar 18. Contoh Format Clinical PathwaysSMF Penyakit Dalam untuk Gagal

    Ginjal Kronik.

  • 8/14/2019 Dody Firmanda 2006 - 036. Pelaksanaan Audit Medis Jawa Barat

    44/56

    44

    Gambar 19. Contoh Format Clinical Pathways SMF Bedah Orthopedik untukFraktur Tibia.

  • 8/14/2019 Dody Firmanda 2006 - 036. Pelaksanaan Audit Medis Jawa Barat

    45/56

    45

    Gambar 20. Contoh Format Clinical Pathways SMF Bedah untuk TumorRektum.

  • 8/14/2019 Dody Firmanda 2006 - 036. Pelaksanaan Audit Medis Jawa Barat

    46/56

    46

    Gambar 21. Contoh Format Clinical PathwaysSMF Kebidanan dan Kandungan.

  • 8/14/2019 Dody Firmanda 2006 - 036. Pelaksanaan Audit Medis Jawa Barat

    47/56

    47

    Untuk memprioritaskan judul/topik Clinical Pathways yang dibuat di seluruhSMF dapat dimanfaatkan informasi dari data dalam Gambar 3 di atas,

    disamping itu juga dapat dihitung rencana lama hari rawat rerata (meansSD; means SE dan 95% CI) dan varians lama rawat setiap kasusberdasarkan kodefikasi ICD 10 dari Laporan Bulanan 10 penyakit terbesar

    SMF sebagaimana contoh Gambar 22 sampai 25 berikut.

    Gambar 22. Kodefikasi ICD 10 untuk 10 Penyakit di SMF Bedah Ortopedikuntuk bulan Januari dan Februari 2006.

  • 8/14/2019 Dody Firmanda 2006 - 036. Pelaksanaan Audit Medis Jawa Barat

    48/56

    48

    Gambar 23. Kodefikasi ICD 10 untuk 10 Penyakit di SMF Bedah untuk bulan

    Januari dan Februari 2006.

  • 8/14/2019 Dody Firmanda 2006 - 036. Pelaksanaan Audit Medis Jawa Barat

    49/56

    49

    Gambar 24. Kodefikasi ICD 10 untuk 10 Penyakit di SMF Bedah Saraf untukbulan Januari dan Februari 2006.

  • 8/14/2019 Dody Firmanda 2006 - 036. Pelaksanaan Audit Medis Jawa Barat

    50/56

    50

    Gambar 25. Kodefikasi ICD 10 untuk 10 Penyakit di SMF Bedah (Plastik)untuk bulan Januari dan Februari 2006.

  • 8/14/2019 Dody Firmanda 2006 - 036. Pelaksanaan Audit Medis Jawa Barat

    51/56

    51

    Untuk mempermudah setiap SMF dalam pembuatan Clinical Pathways SMF

    untuk kodefikasi diagnosis ICD 10 dan tindakan prosedur ICD 9 CM dapatmerujuk kepada data 10 penyakit terbesar di setiap SMF dan laporan bulanantindakan operasi yang paling sering, sehingga SMF tersebut lebih mudah dan

    waktu relatif singkat menyusun kodefikasi diagnosis dan prosedur tindakandalam Clinical Pathways masing masing sebagaimana contoh dalam Gambar 26

    dan 27 berikut.

    Gambar 26. Contoh Kodefikasi Tindakan ICD 9 CM untuk SMF Mata bulanMaret 2006.

  • 8/14/2019 Dody Firmanda 2006 - 036. Pelaksanaan Audit Medis Jawa Barat

    52/56

    52

    Gambar 27. Contoh Kodefikasi Tindakan ICD 9 CM untuk SMF Mata bulan

    Maret 2006.

  • 8/14/2019 Dody Firmanda 2006 - 036. Pelaksanaan Audit Medis Jawa Barat

    53/56

    53

    Kesimpulan

    1. Fungsi, Tugas, Wewenang & Tanggung Jawab/Gugat setiap jenjangpelayanan terutama barisan depan dan lokasi beresiko.

    2. Alur pasien dan pelayanan harus jelas, mudah dimengerti dan tidak

    tumpang tindih.3. Prinsip dasar profesionalismeditingkatkan:

    a. Responsiveness

    b. Responsible

    c. Duty of care4. Faktor Keberhasilan Audit Medis - 4 Kunci Keberhasilan:

    1. Kepemimpinan (Leadership):a. Melibatkan seluruh staf medis Dipimpin oleh Ketua SMF dan

    didampingi oleh Koordinator Etik dan Mutu sebagaiSekretaris I (berfungsi sebagai notulen agenda rapat) danKoordinator Pelayanan Medis sebagai penanggung jawab SPM.

    b. Audit Medis dilaksanakan secara terbuka, tidakkonfrontatif, tidak menyalahkan individu, rasa kebersamaandan bersifat rahasia intern profesi.

    2. Organisasi (Organisation): Audit Medis di tingkat KSM dan Komite

    Medis (Tim Etik & Mutu/SubKomite Audit Medis)a. Audit Medis dilakukan di tingkat SMF:i. Bottom up: setiap 2 minggu/setiap diperlukan (SMF)

    ii. Top down : setiap 3 atau 6 bulan (Komite Medis)b. Acara Setiap Rapat Audit Medis:

    i. Koordinator Etik dan Mutu membacakan notulen RapatAudit Medis sebelumnya,

    ii. Koordinator Pelayanan Medis membacakan setiaplangkah yang diambil/diputuskan dalam SPM/SOP

    iii. Penetapan ruang lingkup (scope) dan Penjadwalan AuditMedis

    3. Pedoman (Guidelines): yang jelas bagi setiap langkah yang akan danharus dilakukan.

    4. Motivasi (Individual motivation): diperlukan kepemimpinan klinisyang baik, konsekuen dan konsisten.

  • 8/14/2019 Dody Firmanda 2006 - 036. Pelaksanaan Audit Medis Jawa Barat

    54/56

    54

    5. Pembiayaan di rumah sakit sudah saatnya menerapkan sistempembiayaan yang bersifat fixed prospective payment yakni

    berdasarkan DRGs-Casemix versi Indonesia (Indonesian DRGs-Casemix) sesuai amanah dari Undang Undang Praktik KedokteranNomor: 29 Tahun 2004 pasal 49 ayat 1 dan Keputusan Menteri

    Kesehatan RI Nomor: 131/Menkes/SK/II/2004 Bab V Subsistempembiayaan kesehatan.

    6. Integrated Clinical Pathways (ICP) sebagai kunci utama untuk masukke dalam sistem pembiayaan yang dinamakan DRG-Casemix.

    7. Integrated Clinical Pathways (ICP) adalah suatu konsep perencanaanpelayanan terpadu yang merangkum setiap langkah yang diberikan

    kepada pasien berdasarkan standar pelayanan medis dan asuhankeperawatan yang berbasis bukti dengan hasil yang terukur dan dalam

    jangka waktu tertentu selama di rumah sakit.8. Integrated Clinical Pathways (ICP) merupakan salah satu komponen

    dari Sistem DRG-Casemix yang terdiri dari kodefikasi penyakit dan

    prosedur tindakan (ICD 10 dan ICD 9-CM) dan perhitungan biaya (baiksecara top down costing atau activity based costing maupun kombinasikeduanya).

    9. Implementasi ICP sangat erat berhubungan dan berkaitan dengan

    Clinical Governance dalam rangka menjaga dan meningkatkan mutupelayanan dengan biaya yang dapat diestimasikan dan terjangkau.10.Variabel varians dalam ICP dapat digunakan sebagai alat ( entry point)

    untuk melakukan audit medis dan manajemen baik untuk tingkatpertama maupun kedua (1st Party and 2nd Party Audits) dalam rangka

    menjaga dan meningkatkan mutu pelayanan.11. Variabel tindakan dalam ICP dapat digunakan sebagai alat (entry point)

    untuk melakukan surveilans Tim Pengendalian Infeksi Nosokomial(Lihat Pedoman dan format surveilans Tim Pengendalian Infeksi

    Nosokomial Komite Medik RS Fatmawati) dan selanjutnya untukmenilai Health Impact Intervention (Lihat Pedoman Health ImpactInterventionKomite Medik RS Fatmawati).

    12.Variabel obat obatan dalam ICP dapat digunakan sebagai alat (entry

    point) untuk melakukan kegiatan evaluasi dan monitoring dari 5

    Langkah 12 Kegiatan Tim Farmasi dan Terapi Komite Medik RSFatmawati (Lihat Pedoman Mekanisme Kerja Tim Farmasi dan TerapiKomite Medik RS Fatmawati).

  • 8/14/2019 Dody Firmanda 2006 - 036. Pelaksanaan Audit Medis Jawa Barat

    55/56

    55

    13.ICP dapat digunakan juga sebagai salah satu alat mekanisme evaluasipenilaian risiko untuk mendeteksi kesalahan aktif (active errors) dan

    laten (latent / system errors) maupun nyaris terjadi (near miss)dalam Manajemen Risiko Klinis (Clinical Risk Management) dalam rangkamenjaga dan meningkatkan keamanan dan keselamatan pasien (patient

    safety) (Lihat Pedoman Manajemen Risiko Klinis (Clinical RiskManagement) dan Keamanan Pasien (Patient Safety) Komite Medik RS

    Fatmawati).14.Hasil dan revisi ICP dapat digunakan juga sebagai alat (entry point)

    untuk melakukan perbaikan dan revisi Standar Pelayanan Medis danasuhan Keperawatan yang bersifat dinamis dan berdasarkan

    pendekatan Evidence-based Medicine (EBM) dan Evidence-basedNurse.(EBN)

    15. Partisipasi aktif, komitmen dan konsistensi dari seluruh jajarandireksi, manajemen dan profesi harus dijaga dan dipertahankan demiterlaksana dan suksesnya program Casemix di rumah sakit.

    16. Bila Sistem Casemix Rumah Sakit telah berjalan, maka untukselanjutnya akan lebih mudah untuk masuk ke dalam sistem pembiayaanlebih lanjut yakni Health Resources Group (HRG) yang saat ini sedang

    dalam penggarapan Komite Medik Rumah Sakit Fatmawati.

  • 8/14/2019 Dody Firmanda 2006 - 036. Pelaksanaan Audit Medis Jawa Barat

    56/56

    CURRICULUM VITAENama Dr. Dody Firmanda, Sp.A, MA.

    Tgl Lahir Bandung, 20 Februari 1959Pendidikan 1. Fakulti Perubatan, Universiti Kebangsaan Malaysia, Kuala Lumpur 1979-

    1982

    2. FKUI Jakarta 1982-1986

    3. Spesialis Anak FKUI Jakarta 1989-1993

    4. Hospital Management and Quality Assurance, University of Leeds,

    United Kingdom 1997-1998

    5. IRCA Lead Auditor, Bristol, United Kingdom 19986. Health Systems Development, Karolinska Institute, Stockholm, Sweden

    1999-2000

    Pekerjaan 1. Ketua Komite Medik RSUP Fatmawati periode 2003-2006 dan 2006-2009

    2. Ketua SMF Kesehatan Anak RSUP Fatmawati periode 2003-2006 dan

    2006-2009

    3. Ketua Tim Farmasi dan Terapi RSUP Fatmawati periode 2003-2006 dan

    2006-2009

    4. Ketua Panitia Casemix RSUP Fatmawati 2005-sekarang

    5. Dosen Luar Biasa Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI 2001-sekarang

    6. Staf Pengajar S2 Kajian Administrasi Rumah Sakit FKM-UI untuk mataajaran Tata Kelola Korporat dan Klinis (Corporate and Clinical

    Governance)7. Direktur RSUD Dr. Soemarno S, K.Kapuas, Kalimantan Tengah 1994-1997

    8. Ketua Komite Medik RSUD Dr. Soemarno S, K. Kapuas, Kalimantan Tengah

    1993-1994

    9. Kepala Bagian Kesehatan Anak RSUD Dr. Soemarno S, K. Kapuas,

    Kalimantan Tengah 1993-1994

    10. Kepala Puskesmas Kecamatan Basarang dan Kepala Puskesmas Kecamatan

    Selat, Kalimantan Tengah 1987-1989

    Organisasi 1. Centre of Evidence-based Medicine (CEBM), University of Oxford,

    United Kingdom 1997-sekarang

    2. PB IDI 2003-sekarang3. Pengurus Nasional Kolegium Ilmu Kesehatan Anak Indonesia 2005-

    sekarang4. Pengurus Pusat IDAI 20022005

    5. Satgas Evaluasi Kolegium IDAI, Tahun 20022005

    6. Sekretaris IDAI Cabang Jakarta Raya, Tahun 19992002

    7. Sekretaris Jendral IDI Wilayah DKI Jakarta Raya, Tahun 20012004

    8 MKEK IDI Wil h DKI J k t R T h 2001 2004