documents.tips_180728724-143773206-hipospadia-pdf-56213e46dd80d

download documents.tips_180728724-143773206-hipospadia-pdf-56213e46dd80d

If you can't read please download the document

description

hipospadia file

Transcript of documents.tips_180728724-143773206-hipospadia-pdf-56213e46dd80d

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipospadia terjadi 1:300 kelahiran bayi lak i-laki hidup di Amerika Serikat. Kelainan ini terbatas pada uretra anterior. Pem berian estrogen dan progestin selama kehamilan diduga meningkatkan insidensinya. Jika ada anak yang hipospadia maka kemungkinan ditemukan 20% anggota keluarga y ang lainnya juga menderita hipospadia. Meskipun ada riwayat familial namun tidak ditemukan ciri genetik yang spesifik. Pada abad pertama, ahli bedah dari Yunani Heliodorus dan Antilius, pertama-tama yang melakukan penanggulangan untuk hipos padia. Dilakukan amputasi dari bagian penis distal dari meatus. Selanjutnya cara ini diikuti oleh Galen dan Paulus dari Agentia pada tahun 200 dan tahun 400. Du play memulai era modern pada bidang ini pada tahun 1874 dengan memperkenalkan se cara detail rekonstruksi uretra. Sekarang, lebih dari 200 teknik telah dibuat da n sebagian besar merupakan multi-stage reconstruction; yang terdiri dari first e mergency stage untuk mengoreksi stenotic meatus jika diperlukan dan second stage untuk menghilangkan chordee dan recurvatum, kemudian pada third stage yaitu ure htroplasty. Beberapa masalah yang berhubungan dengan teknik multi-stage yaitu; m embutuhkan operasi yang multiple; sering terjadi meatus tidak mencapai ujung gla nds penis; sering terjadi striktur atau fistel uretra; dan dari segi estetika di anggap kurang baik. Hinderer memperkenalkan teknik one-stage repair untuk mengur angi komplikasi dari teknik multi-stage repair. Cara ini dianggap sebagai rekons truksi uretra yang ideal dari segi anatomi dan fungsionalnya, dari segi estetik dianggap lebih baik, komplikasi minimal, dan mengurangi social cost. Ditambahkan angka kejadian di dunia, Indonesia, kalau ada di wilayah 1.2 Rumusan Masalah 1. Apa definisi dari Hipospadia? 2. Asuhan Keperawatan dari hipospadia ? 1.3 Tujua n Umum Mengetahui secara jelas hipospadia sehingga mampu menerapkan konsep-konse p penyakit pada hipospadia. 1.4 Tujuan Khusus 1. Memahami definisi dari hipospad ia. 2. Dapat menerapkan Asuhan Keperawatan Untuk pasien Hipospadia. 1BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan congenital dimana meatus uretra externa terletak di permukaan ventral penis dan lebih ke proksimal dari tempatnya yang n ormal (ujung glans penis). (Arif Mansjoer, 2001). Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan berupa lubang uretra yang terletak di ba gian bawah dekat pangkal penis. (Brunner dan Suddarth. 2002). 2Gambar. Sebelum dan sesudah rekontruksi saluran uretra 2.2 Etiologi Penyebab pasti hipospadia tidak diketahui secara pasti. Beberapa etiologi dari h ipospadia telah dikemukakan, termasuk faktor genetik, endokrin, dan faktor lingk ungan. Sekitar 28% penderita ditemukan adanya hubungan familial. Beberapa factor yang oleh para ahli dianggap paling berpengaruh antara lain : 1. Gangguan dan k etidakseimbangan hormone Hormone yang dimaksud di sini adalah hormone androgen y ang mengatur organogenesis kelamin (pria). Pembesaran tuberkel genitalia dan per kembangan lanjut dari phallus dan uretra tergantung dari kadar testosteron selam a proses embriogenesis. Jika testis gagal memproduksi sejumlah testosteron . Ata u biasa juga karena reseptor hormone androgennya sendiri di dalam tubuh yang kur ang atau tidak ada. Sehingga walaupun hormone androgen sendiri telah terbentuk c ukup akan tetapi apabila reseptornya tidak ada tetap saja tidak akan memberikan suatu efek yang semestinya. Atau enzim yang berperan dalam sintesis hormone andr ogen androgen converting enzyme (5 alpha-reductase) tidak mencukupi pun akan ber dampak sama. 2. Genetika Terjadi karena gagalnya sintesis androgen. Hal ini bias anya terjadi karena mutasi pada gen yang mengode sintesis androgen tersebut sehi ngga ekspresi dari gen tersebut tidak terjadi. 33. Lingkungan Biasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah polutan da n zat yang bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi Hipospadia serin g disertai kelainan penyerta yang biasanya terjadi bersamaan pada penderita hipo spadia. Kelainan yang sering menyertai hipospadia adalah : 1. 2. 3. 4. 2.3 Undes census testikulorum (tidak turunnya testis ke skrotum) Hidrokel Mikophalus / mik ropenis Interseksualitas Klasifikasi Hipospadia dibagi menjadi beberapa tipe menurut letak orifisium uretra eksternum yaitu : 1. Tipe sederhana adalah tipe grandular, disini meatus terletak pada pa ngkal glands penis. Pada kelainan ini secara klinis umumnya bersifat asimtomatik . 2. Tipe penil, meatus terletak antara glands penis dan skortum. 3. Tipe penoskrotal dan tipe perineal, kelainan cukup besar, umumnya pertumbuhan penis akan terganggu. 2.4 Manifestasi Klinis 1. Pancaran air kencing pada saat BAK tidak lurus, biasanya kebawah, menyebar, mengalir melalui batang penis, sehingga anak akan jongkok pada saat BAK. 2. Pada Hipospadia grandular/ koronal anak dapat BAK dengan berdiri dengan mengangkat penis keatas. 3. Pada Hipospadia peniscrotal/ perineal anak berkemih dengan jongkok. 4. Penis akan melengkung kebawah pada saat ereksi. 42.5 Pemeriksaan Penunjang 1. Rontgen 2. USG sistem kemih kelamin. 3. BNO-IVP Kar ena biasanya pada hipospadia juga disertai dengan kelainan kongenital ginjal. 2.6 Penatalaksanaan Penatalaksanaan hipospadia adalah dengan jalan pembedahan. Tujuan prosedur pembe dahan pada hipospadia adalah: 1. 2. 3. Membuat penis yang lurus dengan memperbai ki chordee Membentuk uretra dan meatusnya yang bermuara pada ujung penis (Uretro plasti) Untuk mengembalikan aspek normal dari genitalia eksterna (kosmetik) Pembedahan dilakukan berdasarkan keadaan malformasinya. Pada hipospadia glanular uretra distal ada yang tidak terbentuk, biasanya tanpa recurvatum, bentuk seper ti ini dapat direkonstruksi dengan flap lokal (misalnya, prosedur Santanelli, Fl ip flap, MAGPI [meatal advance and glanuloplasty], termasuk preputium plasty). O perasi sebaiknya dilaksanakan pada saat usia anak yaitu enam bulan sampai usia p rasekolah. Hal ini dimaksudkan bahwa pada usia ini anak diharapkan belum sadar b ahwa ia begitu spesial, dan berbeda dengan teman-temannya yang lain yaitu dimana a nak yang lain biasanya miksi (buang air seni) dengan berdiri sedangkan ia sendir i harus melakukannya dengan jongkok aga urin tidak mbleber ke mana-mana. Anak yang menderita hipospadia hendaknya jangan dulu dikhitan, hal ini berkaitan dengan t indakan operasi rekonstruksi yang akan mengambil kulit preputium penis untuk men utup lubang dari sulcus uretra yang tidak menyatu pada penderita hipospadia. Tah apan operasi rekonstruksi antara lain : Tujuan terapi hipospadia adalah agar pas ien dapat berkemih dengan normal, bentuk penis normal, dan dapat melakukan fungs i seksual dengan normal (Sudjatmiko, 2011). Intervensi bedah merupakan satu-satu nya terapi pilihan pada kasus hipospadia (Djakovic, 2008). Direkomendasikan untu k bentuk hipospadia sedang dan berat, dan untuk bentuk distal dengan patologi ya ng bernubungan (kurvatura penis, stenosis meatal). Pada hipospadia distal sederh ana, koreksi kosmetik hanya dilakukan setelah diskusi menyeluruh mengenai aspek psikologis dan pemastian adanya indikasi gangguan fungsional. Usia yang paling b aik untuk melakukan operasi adalah pada usia 6-24 bulan (Djakovic, 2008). Tes la boratorium pre operatif yang diperlukan pada kasus hipospadia antara lain adalah USG saluran urinarius (Arap dan Mitre, 2000). 5Secara umum, langkah operasi yang dilakukan untuk manajemen pasien hipospadia, a ntara lain: 1. Menegakkan penis (orthoplasty). Pada kebanyakan kasus, orthoplast y dilakukan dengan teknik Nesbit atau menggunakan teknik grafting dari tunika al bugenia (Baskin, 2000). Gambar 1. Orthoplasti dengan aplikasi tunika albugenia 2. Rekonstruksi bagian ya ng hilang dari uretra (urethroplasty). Teknik yang dapat digunakan antara lain a dalah aplikasi flaps, insisi dari urethral plate, dan transplantasi dari mukosa oral (Baskin, 2000). Gambar 2. Subcutaneous dartos flap pada urethroplasti 3. Memperlebar meatus (Mea toplasty) 4. Merekonstruksi glans penis (Granuloplasty) 5. Restorasi aspek norma l genitalia eksterna (Djakovic, 2008). Terdapat lebih dari 250 metode yang dapat digunakan pada rekonstruksi hipospadia, sehingga masih perlu dicari mana metode yang paling efektif untuk kasus ini. Teknik yang paling populer adalah teknik d ari Tiersch-Duplay, Dennis Brown, Cecil Culp, dan lain-lain (Hadidi, 2006). 6Pada semua teknik operasi tersebut, pada tahap pertama dilakukan eksisi dari cho rdee. Penutupan luka operasi dilakukan dengan menggunakan preputium bagian dorsa l dan kulit penis. Tahap pertama ini dilakukan pada usia 1,5-2 tahun bila ukuran penis sesuai dengan usianya. Setelah eksisi chordee, penis akan menjadi lurus, tetapi meatus masih pada tempatnya yang abnormal (Hadidi, 2006). Pada tahap kedu a dilakukan ureoplasti yang dikerjakan 6 bulan setelah tahap pertama. Pada tahap kedua ini, dibuat insisi pararel pada setiap sisi uretra sampai ke glans, lalu dibuat pipa dari kulit di bagian tengah ini untuk membentuk uretra. Setelah uret ra terbentuk, luka operasi ditutup dengan flap dari kulit prepusium di bagian la teral yang ditarik ke ventral dan dipertemukan pada garis median (Hadidi, 2006). Berikut ini macam-macam teknik yang dapat digunakan : 1. Teknik Y-V modified unt uk hipospadia tipe granular atau distal Gambar 3. Teknik Y-V modified Mathieu (Hadidi, 2006) 7b. Teknik Lateral Based (LB) Flap Gambar 4. Teknik Lateral Based (LB) Flap (Hadidi, 2006) Jika tidak ditemukan ure tra distal pada hipospadia tipe glanular (atau hipospadia tipe glanular distal), maka manjemen yang bisa dilakukan adalah dengan menggunakan flap lokal dengan b asis meatus (meatotomi) , misalnya teknik Santanelli procedure, Flip Flap, MAGPI (Meatal Advancement and Glanuloplasty) (Hadidi, 2006). Cara yang akan ditunjukk an berikut ini adalah meatotomi. Prosedur meatotomi diperlukan jika ukuran meatu s uretra eksternal lebih rendah daripada normalnya sesuai dengan usia pasien (Ha didi, 2006). Gambar 5. Garis insisi pada hipospadia tipe distal 8Gambar 6. Spatulated flap dibalik dan dijahitkan ke glans penis Gambar 7. Uretra direkonstruksi dan dijahit di antara flap glanular 9Gambar 8. Preputium-plasty, rekonstruksi lapisan dalam Gambar 9. Preputium-plasty, rekonstruksi bagian luar 10Gambar 10. Letak preputium normal setelah rekonstruksi Jika hipospadia bentuk pe nil dan penoskrotal, maka manajemen yang bisa dilakukan adalah dengan reseksi ch ordee dan rekonstruksi bagian yang hilang dari uretra, misalnya teknik Duckett, Standoli, Scuderi, modified Koyanagi. Bisa dilakukan dengan jalan satu tahap ata u dua tahap. Untuk hasil yang lebih baik, biasanya dilakukan operasi dua tahap ( Mieusset, 2005). Tahap pertama adalah setelah insisi dari hipospadia telah dilak ukan dan flap telah diangkat, maka seluruh jaringan yang dapat mengakibatkan ben gkok diangkat dari sekitar meatus dan dibawah glans. Setelah itu dilakukan tes e reksi artificial. Bila korde tetap ada,maka diperlukan reseksi lanjutan (Hadidi, 2006). Tahap kedua adalah rekonstruksi uretra atau urethroplasty. Pada tahap ke dua bisa digunakan suatu teknik MAGPI seperti pada hipospadia tipe glanular dist al. Tahap ini dilakukan jika penis sudah terlihat lurus menggunakan tes ereksi a rtifisial. Pertama dilakukan insisi sirkumsisi secara paralel tiap sisi uretra s ampai glans, kenudian dibuatlah uretra di bagian tengah. Jika uretra sudah terbe ntuk akan ditutup menggunakan bagian lateral flap kulit preputium ke ventral ber temu di median (Hadidi, 2006). 11Gambar 11. Tes ereksi artifisial (injeksi salin secara intrakarvenosa dengan men gontrol aliran balik) Gambar 12. Flap preputium vertikal dielevasikan ke dorsal penis, dibuang secara vertikal sepanjang aksis vaskular (teknik Skuderi). Flap ini berpindah dengan pe dikel subkutan. Gambar 13. Insisi buttonhole sepanjang garis median pedikel 12Gambar 14. Flap dipindah ke ventral melalui insisi buttonhole tanpa menarik atau memutar pedikel Gambar 15. Bagian bawah lipatan flap dijahit di sekeliling orifisium uretra 13Gambar 16. Flap dimasuki kateter urin Gambar 17. Glans penis dipisahkan untuk menutup neo-meatus, garis vertical glans penis dibuang, dua buah bagian triangular tebal dari glans penis dikatupkan unt uk menutup bagian distal neo-uretra 14Gambar 18. Potong kelebihan sisa preputium Gambar 19. Hasil akhir 2. (Uretroplasty). Tahap kedua ini dilaksanakan apabila t idak terbentuk fossa naficularis pada glans penis. Uretroplasty yaitu membuat fa ssa naficularis baru pada glans penis yang nantinya akan dihubungkan dengan cana lis uretra yang telah terbentuk sebelumnya melalui tahap pertama. Tidak kalah pe ntingnya pada penanganan penderita hipospadia adalah penanganan pascabedah diman a canalis uretra belum maksimal dapat digunakan untuk lewat urin karena biasanya dokter akan memasang sonde untuk memfiksasi canalis uretra yang dibentuknya. Ur in untuk sementara dikeluaskan melalui sonde yang dimasukkan pada vesica urinari a (kandung kemih) melalui lubang lain yang dibuat olleh dokter bedah sekitar dae rah di bawah umbilicus (pusar) untuk mencapai kandung kemih. 152.7 PATOFISIOLOGI Fusi dari garis tengah dari lipatan uretra tidak lengkap terja di sehingga meatus uretra terbuka pada sisi ventral dari penis. Ada berbagai der ajat kelainan letak meatus ini, dari yang ringan yaitu sedikit pergeseran pada g lans, kemudian disepanjang batang penis, hingga akhirnya di perineum. Prepusium tidak ada pada sisi ventral dan menyerupai topi yang menutup sisi dorsal dari gl ans. Pita jaringan fibrosa yang dikenal sebagai chordee, pada sisi ventral menye babkan kurvatura (lengkungan) ventral dari penis. 2.8 WOC Kelainan Genetik Malformasi Congenital Fusi dari garis tengah lipatan uretra abnormal Hipospadia Tipe Posterior Tipe Penil Tipe Sederhana Meatus Terbuka lebar Meatus antara glands Penis & Skrotum Meatus di Pangkal Glands Penis 16Pembedahan Pre Operasi Post Operasi MK : Nyeri Orang Tua cemas MK : Kurang Pengetahuan Pemasangan Kateter MK : Integritas jaringan kulit MK : ansietas MK : Resiko Infeksi 172.9 ASUHAN KEPERAWATAN Kasus !! An. X (2,5 tahun) laki-laki MRS sejak 1 hari yan g lalu dengan keluhan pada saat kencing merembes. Anak menangis saat Ns. Ani men dekati An. X untuk dilakukan pemeriksaan TTV (suhu 37,5oC, nadi 80x/menit, RR 30 x/menit). Dari pemeriksaan fisik didapatkan adanya kemerahan pada aerah skrotum. Menurut orang tua anak tidak pernah bilang kalau mau pipis, karena anak belum b isa bicara secara jelas. BB anak saat ini 10 kg. 3.1 Pengkajian 1. Identitas a. Identitas Anak Nama Tanggal lahir Jenis Kelamin Tanggal MRS Alamat Diagnosa Medi s b. Identitas Orang Tua Nama Ayah / Ibu Pekerjaan Ayah / Ibu Agama Ayah / Ibu S uku Alamat : Tn M / Ny S : Pedagang / Buruh pabrik : Islam : Jawa : Surabaya : A n X : 07 September 2007 : Laki-laki : 25 Maret 2010 : Surabaya : Hipospadia Peno scrotal 182. Riwayat Sakit dan Kesehatan Keluhan Utama Riwayat penyakit saat ini : Kencing merembes : Ibu pasien baru menyadari kalau kencing anaknya merembes, kemudian beliau membaw a anaknya ke puskesmas Kenjeran, oleh pihak puskesmas dirujuk ke RSDS 2. Riwayat Kesehatan Sebelumnya Riwayat Kesehatan yang lalu a. Penyakit yang pernah dideri ta - Demam -Mimisan b. Operasi c. Alergi - Kejang : : - Batuk/pilek - Lain-lain :............................ : - Ya :- makanan - Debu - Tidak t Tahun : ................ -Udara - Lainnya, Sebutkan......... a. Imunisasi : Polio 5X (Umur : lahir, 2bln,4bln,6bln,18bln) - ObaBCG (Umur 1bln) DPT 4X (Umur : 2bln,4bln,6bln,18bln) Campak (Umur : 9bln) 3. Riwayat Kesehatan Ke luarga Penyakit yang pernah diderita keluarga Lingkungan rumah dan komunitas Per ilaku yang mempengaruhi kesehatan : Hipertensi : Rumah terletak di dekat pabrik kayu. : Ayah seorang perokok aktif, Ibu sering mengkonsumsi jamu. Persepsi kelua rga terhadap penyakit anak : Orang tua tidak mengerti sama sekali tentang penyak it anak mereka. 4. Riwayat Nutrisi Nafsu makan : - Baik Pola makan : - 2X/hr - T idak - 3X/hr - Mual - >3X/hr 19 Hepatitis - Muntah 3X (Umur : lahir, 1bln,4bln)Minum : Jenis : susu botol : - Ya : nasi tim, buah Jumlah : kira-kira 700 cc/hr - Tidak Pantangan makan Menu makanan 5. Riwayat pertumbuhan BB saat ini : 10 Kg, TB : 95 cm, LK : 47 cm, LD : 49 cm, LLA : cm BB lahir : 2700 gram Panjang lahir : 48 cm 6. Riwayat Pertumbuhan Pengk ajian Perkembangan (DDST ) :Riwayat perkembangan psikososial : Perkembangan oton ominya terganggu, pasien belum memiliki kemampuan untuk mengontrol tubuhnya, dir i dan lingkungan. Riwayat perkembangan psikoseksual : pasien berada dalam fase a nal, pasien sering memainkan penisnya. BB sebelum sakit : 10 kg ROS (Review of System) Keadaan Umum : - Baik Kesadaran Tanda Vital - TD : - Nadi : 80X/mnt - Suhu badan : 37,5 C RR : 30X/mnt - Sedang : composmentis - Lemah a. Pernafasan B1 (Breath) Bentuk Dada Pola nafas Jenis Suara Nafas Sesak Nafas : - Normal : Irama : - Dispnoe - Tidak, Jenis : -Teratur - Kusmaul - Tidak teratu r - Ceyne Stokes - Wheezing Batuk - Ya - Lain-lain :... - Ronkhi - Tidak 20 : - Vesikuler - Stridor : - Ya - TidakRetraksi otot bantu nafas : - Ada - Supraklavikular - ICS - Suprasternal Alat bantu pernapasan : - Ya : - Nasal - Master - Respirator - TidakLain-lain : . Masalah : Pola nafas b. Kardiovaskuler B2 (Blood) Irama Jantung jal : - Reguler - Ireguler : - Ya - Tidak - Galop - lain-lain : S 1/S2 tunggal : - Ya - Tidak : - Normal : - Hangat - Murmur : - 3 dt - Panas- Dingin kering - Dingin basah Masalah : gg Perfusi jaringan perifer c. Persyarafan B3 ( Brain ) Penginderaan G CS Eye : 4 Verbal : 5 - triseps - budzinky Mototik : 6 - biceps - kernig Total : 15 Reflek fisiologis : - patella 4 jam/hari lain-lain : lain-lain : Gangguan tidur : Penglihatan (mata ) Pupil Sclera / Konjingtiva Pendengaran / Telinga Gangguan Pe ndengaran : - Ya - Tidak Jelaskan : : - Isokor : - Anemis - Anisokor - Ikterus Lain-lain - Lain-lain 21 Reflek patologis : - babinsky Istirahat /tidur : 1Penciuman (Hidung) Bentuk : - Normal Gangguan Penciuman : - Ya- Tidak - Tidak- Jelaskan -JelaskanMasalah : tidak ada masalah keperawatan d. Perkemihan B4 (Bladder) Kebersihan : Urine - Bersih - Kotor Warna : kuning jernih Bau : khas urine : Jumlah : 400 cc/hr Alat bantu : kateter Kandung kencing : Membesar - Ya - Oliguri - Ya - Tidak dak -Retensi Nyeri tekan Gangguan : - Anuria - Nokturia - Inkontinensia Lain-lain : Hipospadia penoscrotal Pre operasi : urin merembes dari skrotum Masa lah : Pola eliminasi urin Risiko Infeksi e. Pencernaan B5 (Bowel) Nafsu makan Po rsi makan Minim : - Baik : - Habis : 700 cc/hr - Menurun - Tidak Frekuensi : 2X/ hari - Ket : porsi makan anak sedikit Jenis : susu botol Mulut dan Tenggorokan Mulut : - Bersih menelan 22 Mukosa : - Lembab - Kering Tenggorokan - Kotor - Berbau - Stomatitis - Kesulitan - Ti: - Sakit menelan/ nyeri tekan- Pembesaran tonsil Abdomen Perut Lokasi Peristaltik : - Tegang : : 3 X/mnt : Ya - Tidak - Tidak - Kembung - Lain-lain - Asites - Nyeri/tekan Pembesaran hepar Pembesaran lien : - Ya Buang air besar : 2 hari sekali Konsistensi : Lain-lain : Bau : Teratur : - Ya - Tidak Masalah : Ketidakseimbangan nutrisi f. Muskuloskeletal/ Integumen B6 (Bone) Kema mpuan pergerakan sendi : - Bebas Kekuatan otot Warna kulit : Turgor Oedem : - Ik terus - Sianotik - Kemerahan - Pucat - hiperpigmentasi : - Baik : - Ada - Sedang -Tidak Ada - Jelek Lokasi : -Terbatas Lain-lain : Adanya kemerahan pada skrotum Masalah : Kerusakan Integritas kulit I ntoleransi aktivitas g. Endokrin Tyroid Hiperglikemia Hipoglikemia Membesar - Ya - Ya - Ya - Tidak - Tidak - Tidak 23 Warna :Luka Gangren Lain-lain : - Ya - Tidak Masalah : tidak ada masalah keperawatan h. Personal Hygiene Mandi : 2x/hari Sikat gigi : 2x/hari Memotong kuku : bila pa njang Keramas : 1x/hari Ganti pakaian : 2x/hari Masalah : Tidak ada masalah keperawatan i. Data penunjang (lab, foto, Rontgen) H emoglobin: 13,5 gr/dL Lekosit: 10.250 mg/dl Erytrosit: 5.380.000 mg/dL j. Terapi /Tindakan Pre op uretroplast Hematokrit: 40,1 % Trombosit: 266.000 mg/dl k. Analisa Data DATA DS : - ibu mengeluhkan anaknya pada saat kencing merembes D O : - Adanya kemerahan pada skrotum - Suhu : 37,5 C Nadi : 80 x/mnt ETIOLOGI Hipo spadia penoscrotal Kencing menetes pada skrotum Kandungan urine ( zat sisa nitro gen, toksin dll) mengenai skrotum terusmenerus Skrotum kemerahan 24 MASALAH Kerusakan Integritas kulitRR: 30 x/mnt Post op : adanya lesi bekas pembedahan DS : - Orang tua pasien menyatakan bahwa anak mereka tidak pernah bilang jika ma u BAK Anak menderita hipospadia penoscrotal Orang tua tidak memiliki pengetahuan yang adekuat tentang penyakit Ansietas orang tua - Orang tua pasienmenyatakan bahwa mereka tidak mengerti tentang Anak mendapatka n penyakit yg diderita oleh anak mereka lingkungan yang baru di RS DO : Anak men angis saat - Anak menangis saat didekati oleh didekati oleh perawat perawat Ansi etas - Orang tua pasien terlihat cemas dan gelisah dengan keadaan anak mereka DS : DO : - Adanya kemerahan pada skrotum - Suhu : 37,5 C - Nadi : 80 x/menit Hipos padia penoscrotal Kencing merembes Anus sering basah Port de entry kuman Risiko infreksi 3.2 Diagnosa Keperawatan 1. Kerusakan Integritas kulit b.d Hipospadia penoscrota l 2. Ansietas b/d kondisi penyakit, lingkungan asing, perpisahan dengan sistem p endukung, ketidaknyamanan 3. Risiko Infeksi b.d pemasanga kateter. 3.3 Intervens i Keperawatan 251. Kerusakan Integritas kulit b.d Hipospadia penoscrotal Tujuan Kriteria hasil : Integritas kulit klien kembali normal : 1. Skrotum tidak kemerahan kembali 2. Keadaan umum pasien baik Intervensi Rasion al 1. Pertahankan kecukupan masukan 1. Masukan cairan yang cukup dapat cairan untuk hidrasi yang adekuat (kira kira 2500 ml/hari kecuali bila kontraindikasi);. 2. Cuci area yang kemerahan dengan 2. Sabun ringan (pH yang sesuai) dapat lembut me nggunakan sabun ringan (pH yang sesuai), bilaslah seluruh area dengan bersih sab un untuk dan mencegah rasa perih dan merangsang keteraturan berkemih. ketidaknyamanan, menjaga kebersihan kulit. menghilangkan keringkan. 3. Tingkatkan masukan protein dan 3. Nutrisi yang adekuat dapat karbohidrat untu k mempertahankan mempercepat proses penyembhan luka. keseimbangan nitrogen posit if; timbang individu setiap hari dan tentukan kadar albumin serum setiap minggu untuk memantau status. 4. Konsulkan spesialis dengan atau dokter perawat 4. Memb antu dalam pemecahan masalah untuk dan pemilihan obat yang tepat untuk kebutuhan pasien. pengobatan luka. 2. Ketakutan b/d kondisi penyakit, lingkungan asing, perpisahan dengan sistem pe ndukung, ketidaknyamanan. Tujuan : Anak menunjukkan ketenangan yang adekuat Krit eria Hasil : 26a. Anak menunjukkan kecemasan yang minimum atau tidak sama sekali b. Anak dapat berbaring dengan tenang Intervensi 1. Orientasikan anak pada lingkungan yang asi ng. 2. Berikan penjelasan kepada orang tua mengenai penyakita anak, tindakan pen gobatan 1.Orientasi Rasional lingkunagn RS dapat menurunkan rasa tidak aman pada anak 2. informasi adekuat yang didapatkan oleh o rang tua akan pemahaman pada orang tua akan panyakit anaka sehingga orang tua da pat memberikan ketenangan kepada anak dan turut serta dalam tindakan. 3. Berikan penjelasan yang dapat diterima oleha anak mengenai tindakan yang akan dilakukan 4. Minta salah satu orang tua untuk tinggal bersama untuk menemani an ak selama tinggal di RS 5. Tempatkan anak pada ruangan yang tenang dengan distra ksi yang minimun 3. Penjelasan dapat menurunkan ansietas pada anak sehingga anak lebih koperatif dalam tindakan 4. Untuk memberikan rasa aman pada anak 5. Meningkatkan relaksasi sehingga mendorong anak untuk tidur tenang dengan rasa nyaman. 3. Risiko infeksi b.d tempat masuknya organisme sekunder akibat : adanya saluran invasif. Tujuan : Anak menunjukkan penyembuhan luka tanpa adanya tanda-tanda in feksi Kriteria Hasil : a. Skotum tidak kemerahan b. Suhu tubuh normal (rectal ku rand dari 37 C) c. Anak tidak menunjukkan tanda infeksi 27Intervensi Rasional 1. Lakukan perawatan luka pada skrotum 1. Perawatan luka dengan prinsip steril d engan steril meminimalkan resiko infeksi karena masuknya kuman 2. Informasikan k epada keluarga untuk 2. Peran serta keluarga dalam kebersihan menjaga kebersihan Anus dan menjaga agar skrotum anak tetep dalam kondisi kering, segera ganti pop ok apabila sudah basah 3. Pantau adanya tanda-tanda infeksi 3. Untk mengetahui a danya perubahan pada luka untuk identifikasi awal dari infeksi sekunder 4. Perta hankan asupan kalori dan protein 4. diet yang bergizi akan mempercepat dalam die t proses penyembuhan akan menjadi deteksi dini infeksi (pus,demam dll) 28BAB III PENUTUP 2.9 KesimpulanHipospadia merupakan kelainan kongenital yang disebabkan oleh faktor lingkungan, genetika dan ketidakseimbangan hormon.Dalam penatalaksanaannya hipospadia perlu dilakukan pembedahan dengan tujuan : 1 . Membuat penis yang lurus dengan memperbaiki chordee 2. Membentuk uretra dan me atusnya yang bermuara pada ujung penis (Uretroplasti) 3. Untuk mengembalikan asp ek normal dari genitalia eksterna (kosmetik) 3.2 Saran Untuk mencegah terjadinya hipospadia pada neonatus dari segi faktor li ngkungan pada saat ibu hamil, sebaiknya ibu menghindari atau meminimalisasi papa ran polutan dan zat yang bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi. 29DAFTAR PUSTAKA Brunner dan Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8, v olume 2. Jakarta : EGC. Manjoer,Arief. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. FKUI:Med ia Aekulatius Wilkinson, Judith M. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Dengan Interverensi NIC dan Kriteria Hasil NOC, Ed. 7. Penerbit Buku Kedokeran. Jakarta : EGC. 30