Materi Pembinaan - · Web viewKomponen kognitif adalah pengetahuan kita tentang bahasa secara...
Transcript of Materi Pembinaan - · Web viewKomponen kognitif adalah pengetahuan kita tentang bahasa secara...
1. PENGERTIAN, LATAR BELAKANG, DAN TUJUAN PEMBINAAN DAN
PENGEMBANGAN BAHASA
Anda mungkin sering mendengar bahkan juga menggunakan istilah pembinaan dan
istilah pengembangan dalam kehidupan berbahasa sehari-hari. Kata pembinaan tentu saja
berhubungan erat dengan kegiatan membina, sedangkan kata pengembangan sangat berhubungan
dengan kegiatan mengembangkan bahasa. Oleh sebab itu, ada dua hal yang harus dibedakan,
yaitu usaha pembinaan bahasa dan usaha pengembangan bahasa.
Usaha pembinaan bahasa berkenaan dengan pelaksanaan kegiatan penyebaran bahasa
Indonesia ke khalayak sasaran dengan berbagai cara seperti usaha penyuluhan, penataran, dan
pendemonstrasian. Jika dipandang dari segi khalayak sebagai sasaran pembinaan tersebut,
khalayak tersebut dapat terdiri atas berbagai golongan, baik golongan penutur asli, maupun
golongan bukan penutur asli, orang yang masih bersekolah, ataupun orang yang sudah tidak
bersekolah lagi, khalayak guru pada semua jenis dan semua jenjang pendidikan, khalayak orang
yang berada di komunikasi media massa, seperti majalah, surat kabar, radio, dan televisi, serta
khalayak di bidang industri, perniagaan, penerbit, perpustakaan, dan pada lingkungan sastrawan.
Dengan sasaran yang ditentukan di atas, kegiatan pembinaan itu mempunyai target
tertentu. Target kegiatan pembinaan bahasa adalah sebagai berikut.
A. Penumbuhan Sikap
Sikap bahasa adalah salah satu sikap dari berbagai sikap yang mungkin ada. Sikap adalah
kesiapan beraksi. Sikap adalah kesiapan mental dan saraf yang terbentuk melalui pengalaman
yang memberikan arah atau pengaruh yang dinamis kepada reaksi seseorang terhadap semua
objek dan keadaan yang menyangkut sikap itu (Halim,1976:68). Sikap itu memiliki tiga
komponen, yaitu komponen kognitif, afektif, dan perilaku. Komponen kognitif adalah
pengetahuan kita tentang bahasa secara keseluruhan sampai dengan penggolongan serta
hubungan-hubungan bahasa tersebut sebagai bahasa Indonesia, bahasa asing, atau bahasa daerah.
Komponen afektif menyangkut perasaan atau emosi yang mewarnai atau menjiwai pengetahuan
dan gagasan yang terdapat di dalam komponen kognitif. Komponen afektif menyangkut nilai
rasa, baik atau tidak baik, suka atau tidak suka. Apabila seseorang memiliki nilai rasa baik atau
1
suka terhadap sesuatu atau keadaan, orang tersebut dikatakan memiliki sikap positif. Sebaliknya,
apabila orang itu memperlihatkan ketidaksukaannya, orang tersebut dikatakan memiliki sikap
negatif. Target yang hendak dicapai dalam kegiatan “pembinaan” bahasa yang amat penting
adalah menumbuhkan sikap yang positif terhadap bahasa Indonesia. Sikap positif tersebut tidak
dapat diukur dengan angka-angka, tetapi dapat dilihat dalam komponen perilaku. Komponen
perilaku berhubungan erat dengan kecenderungan berbuat atau beraksi dengan cara tertentu.
Dalam hubungan ini ada nilai moral yang muncul di dalam masalah ini. Dalam mengukur
keberadaan sikap positif ada beberapa pertanyaan yang dapat dipakai, yaitu seberapa jauh kita
telah mencintai bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan sebagai bahasa persatuan?
Seberapa jauh kita merasa memiliki bahasa kita itu sebagai kekayaan yang tiada ternilai
harganya? Seberapa jauh kita merasa bertanggung jawab untuk mempertahankan keberadaan
bahasa kita di di bumi Ibu Pertiwai? Jika Anda telah dapat menumbuhkan rasa cinta, rasa
memiliki, rasa berkewajiban untuk mempertahankan, dan rasa bangga terhadap bahasa
Indonesia, berarti Anda sudah berhasil melakukan pembinaan bahasa Indonesia terhadap
khalayak yang Anda hadapi.
B. Meningkatkan Kegairahan
Kegiatan pembinaan juga mempunyai target dalam meningkatkan kegairahan berbahasa
Indonesia. Target ini dapat diukur dengan pertanyaan, seberapa banyak seseorang itu secara
konsisten bergairah memakai bahasa Indonesia? Jika seseorang telah bergairah memakai bahasa
Indonesia dalam berkomunikaasi dengan orang lain, orang itu harus meningkatkan lagi
kegairahannya itu dalam mempergunakan bahasa Indonesia.
Contoh
Dalam suatu rapat resmi seorang pejabat menyampaikan pidatonya sebagai sambutan
resmi sebagai berikut.
Saudara-saudara,
Seperti hal yang saya sampaikan tadi bahwa untuk mendrop beberpa spare part
yang kita pesan dari luar negeri di airport sore ini, saya menganjurkan dan meminta agar tenaga-
tenaga yang telah di-upgradinglah yang harus berangkat ke sana. Jika policy ini disalahgunakan,
saya akan melakukan feedback terhadap tindakan itu. Perlu juga saudara ketahui bahwa apa yang
saya katakan terakhir itu bersifat off the record.
2
Kutipan pidato di atas, memperlihatkan bahwa pejabat yang berbicara itu tidak bergairah
memakai bahasa Indonesia. Pejabat tersebut harus dibina pemakaian bahasanya sehingga dia
tidak menggunakan kata-kata asing yang sudah ada padanannya dalam bahasa Indonesia. Jika
Anda berhasil meyakinkan pejabat itu bahwa semua kata asing tersebut sudah ada padanannya
dalam bahasa Indonesia, berarti Anda telah berhasil melakukan pembinaan bahasa dengan baik.
Dengan jelas sekali Anda melihat beberapa kata asing dipakai dalam teks. Kata-kata yang
dimaksudkan adalah mendrop, spare part, air port, upgrading, policy, feedback, off the record.
Bukankah kata-kata tersebut sudah ada padanannya dalam bahasa Indonesia? Kata mendrop
sama dengan menurunkan, mengantarkan; kata spare part berpadanan dengan kata suku cadang;
kata air port berpadanan dengan kata bandar udara; kata upgrading berpadanan dengan kata
penataran; kata policy berpadanan dengan kata kebijaksanaan; kata feedback berpadanan dengan
kata umpan balik; dan kata off the record berpadanan dengan kata cegah siar. Kegairahan
berbahasa merupakan target kegiatan pembinaan bahasa.
C. Meningkatkan Keikutsertaan
Kegiatan pembinaan harus pula terlihat dalam kegiatan meningkatkan keikutsertaan
khalayak sasaran di dalam menjaga mutu bahasa Indonesia. Apa yang disebut dengan “mutu”
bahasa itu harus dihubungkan dengan bermacam-macam persoalan, seperti persoalan hubungan
kata tabu, persoalan kependengaran yang tidak menyinggung perasaan, dan ketidaklaziman yang
agak mencolok. Kalau Anda telah menyangsikan suatu bentuk bahasa, baik kata dan farse,
maupun kalimat berarti Anda telah ikut serta menjaga mutu bahasa. Jika Anda bertanya,
“Apakah bentuk frase mengejar ketinggalan sudah benar dalam bahasa Indonesia,” maka Anda
sudah mebina bahasa, Anda sudah melibatkan diri dalam kegiatan pembinaan bahasa. Dengan
demikian, target mudah diukur, seberapa jauh orang bertanya tentang kebenaran kata, farse, dan
kalimat. Jadi, jika orang telah meragukan tentang bentuk-bentuk bahasa dan ingin tahu bentuk
yang benar dari suatu untaian kata, frase, atau kalimat berarti sudah terbina bahasanya dengan
baik.
Meningkatkan mutu bahasa dalam hal ini berhubungan erat dengan menjaga mutu bahasa
para pendukung bahasa. Mutu bahasa yang dimaksudkan itu berhubungan erat dengan
penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Persoalan baik dan benar adalah persoalan
3
kepantasan penempatan suatu unsur bahasa dan persoalan ketepatan kaidah yang diterapkan pada
kata, frase, dan kalimat.
Kegiatan yang sejajar dengan kegiatan pembinaan adalah kegiatan atau usaha
pengembangan bahasa. Yang dimaksud dengan pengembangan bahasa adalah keseluruhan usaha
dan kegiatan yang dengan secara sadar ditujukan kepada penyesuaian struktur dan fungsi bahasa
dengan kebutuhan kemasyarakatan dan pembangunan kita, baik yang nyata maupun yang
mungkin ada (potensial) dalam hubungannya dengan perkembangan keilmuan dan teknologi
dunia sekarang ini serta dengan kemungkinan–kemungkina bagi masa depan. Dengan demikian,
pengembangan bahasa bersifat dinamis. Uraian di atas menunjukkan bahwa usaha
pengembangan bahasa diarahkan kepada usaha peningkatan kelengkapan bahasa. Jadi, sasaran
yang dimaksudkan dalam usaha pengembangan bukanlah manusia pendukung bahasa, tetapi
bahasa itu sendiri. Kelengkapan bahasa tersebut sangat diperlukan. Di dalam berbagai disiplin
ilmu seperti politik, ekonomi, pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi, dan organisasi
kemasyarakatan memerlukan suatu komunikasi dengan “mengujarkan” dan “menuliskan”
tentang apa saja yang mungkin dipikirkan dalam konstelasi yang baru. Dengan demikian,
jelaslah bahwa kegiatan pengembangan mempunyai sasaran bahasa itu sendiri, yang target
pencapaiannya adalah meningkatkan kelengkapan bahasa agar segala konsep, ide dapat
dikatakan dengan bahasa Indonesia. Kata take-off, misalnya, sudah mempunyai padanan dalam
bahasa Indonesia, yaitu lepas landas. Dengan usaha pengembangan bahasa itu kita akhirnya
mempunyai kata-kata untuk menyatakan suatu konsep yang yang hampir semuanya dapat
dikatakan dengan bahasa Indonesia.
Mengapa usaha pengembangan bahasa harus dilakukan? Hal apa yang melatarbelakangi
adanya pengembangan usaha pengembangan bahasa itu?
Dalam kehidupan berbangsa, seperti bangsa Indonesia, amat diperlukan suatu alat
komunikasi yang canggih untuk mempersatukan bangsa yang besar itu. Bangsa yang besar
dengan daerah yang terbentang dari Sabang sampai Merauke itu adalah daerah yang multilingual
yang masyarakatnya bersifat multilingualisme, yaitu mempunyai kesanggupan untuk memakai
dua bahasa atau lebih. Di daerah yang luas ini terdapat beratus-ratus bahasa sebagai bahasa
daerah. Keberagaman bahasa ini, pandangan dari segi politik, merupakan suatu kendala dalam
usaha mempersatukan bangsa. Di Indonesia terdapat sekitar 500 buah bahasa daerah yang
4
dipakai dan dipelihara oleh pendukungnya dan dilindungi serta dipelihara oleh negara. Bahasa–
bahasa itu pun merupakan bagian dari kebudayaan Indonesia.
Tidak dapat pula dimungkiri bahwa di Indonesia sekarang ini hidup pula bahasa asing
sebagai bahasa ketiga. Salah satu bahasa asing itu adalah bahasa Inggris yang dipakai sebagai
alat komunikasi pada tingkat internasional. Jelaslah, bahwa kehadiran bahasa asing dan bahasa
daerah, merupakan persoalan yang amat rumit untuk dipecahkan.
Dalam penggunaannya di masyarakat Indonesia, ketiga bahasa itu, yakni bahasa
Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing tidak dapat melepaskan diri dari saling
mempengaruhi. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan terjadinya kontak
budaya dan bahasa. Kenyataan bahwa begitu kuatnya bahasa daerah sebagai bahasa ibu bagi
sebagian besar rakyat Indonesia merupakan hal yang sangat besar pengaruhnya dalam kehidupan
berbangsa. Hal ini sangat besar pula pengaruhnya pada keberadaan bahasa Indonesia.
Uaraian yang singkat di atas sudah dapat memperlihatkan kepada kita latar belakang
pengembangan bahasa Indonesia. Oleh sebab itu, masalah pengembangan bahasa Indonesia
adalah masalah nasional yang jalinannya sangat kompleks yang harus ditangani sedemikan rupa,
sehingga pengembangan tersebut dapat memanfaatkan kemultilingualan itu menjadi sesuatu
yang menguntungkan perkembangan bahasa itu sendiri. Peningkatan pengembangan bahasa
harus dilakukan sedemikian rupa sehingga bahasa kita itu cukup memenuhi syarat sebagai
bahasa kebudayaan, keilmuan, dan teknologi atas dasar standardisasi atau pembakuan bahasa.
Standardisasi bahasa dilakukan dengan mempertimbangkan data kebahasaan di Indonesia
melalui evaluasi dan seleksi. Hasil akhir dari kegiatan pengembangan bahasa tersebut merupakan
bahasa baku. Jadi, tujuan akhir pengembangan bahasa adalah standardisasi bahasa, yaitu
terciptanya suatu bahasa baku. Untuk pekerjaan pengembangan bahasa itu diperlukan suatu
kebijaksanaan bahasa sebagai suatu garis haluan yang meletakkan ciri-ciri pembakuan bahasa
itu. Pembakuan bahasa tersebut mencakup berbagai unsur dan aspek, seperti aspek ejaan, aspek
struktur, dan aspek diksi.
2. KEDUDUKAN DAN FUNGSI BAHASA INDONESIA
1. Kedudukan Bahasa Indonesia
5
Bahasa Indonesia memiliki dua kedudukan, yaitu (1) sebagai bahasa nasional dan (2)
sebagai bahasa negara. Sebagai bahasa nasional bahasa Indonesia berfungsi (1) sebagai lambang
kebanggaan nasional, (2) sebagai lambang identitas nasional, (3) sebagai alat pemersatu
berbagai-bagai masyarakat yang berbeda-beda latar belakang budaya dan bahasanya, dan (4)
sebagai alat perhubungan antarbudaya dan antardaerah.
Dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi (1) sebagai
bahasa resmi negara, (2) sebagai bahasa pengantar resmi di lembaga-lembaga pendidikan, (3)
sebagai bahasa resmi di dalam perhubungan tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan dan pemerintahan, dan (4) sebagai bahasa resmi di dalam
pembangunan kebudayaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan serta teknologi modern (Halim,
1976:145).
Sesuai dengan berbagai fungsi di atas, tidak mengherankan bila bahasa Indonesia
memiliki berbagai ragam. Berdasarkan tempat atau daerahnya, bahasa Indonesia terdiri atas
berbagai dialek, antara lain dialek Jakarta, dialek Jawa, dialek Menado, dialek Bali, dan lain-lain;
berdasarkan penuturnya terdapat ragam bahasa golongan cendekiawan dan ragam bahasa
golongan bukan cendekiawan; berdasarkan sarananya terdapat ragam bahasa lisan dan ragam
bahasa tulis; berdasarkan bidang penggunaannya terdapat ragam bahasa ilmu, ragam bahasa
sastra, ragam bahasa surat kabar, ragam bahasa undang-undang, dan lain-lain; berdasarkan
suasana penggunaannya bahasa Indonesia dapat digolongkan menjadi dua ragam bahasa, yaitu
ragam bahasa resmi dan ragam bahasa santai.
Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional
Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dengan fungsi-fungsinya
dipaparkan sebagai berikut.
A. Lambangan Kebanggaan Nasional
Anda tentu mengetahui makna kebanggaan. Untuk itu, mari kita buka dan perhatikan
Kamus Besar Bahasa Indonesia. Dari kamus itu, kita memperoleh penjelasan makna kebanggaan
sebagai “kebesaran hati, perasaan bangga, kepuasan diri”; sedangkan kebanggaan nasional
adalah “sikap kejiwaan yang terwujud, tampak pada sikap menghargai warisan, hasil karya, dan
6
semua hal lain yang menjadi milik bangsa sendiri”. Dengan memperhatikan makna yang
termaktub dalam KBBI, Anda dapat mengembangkan lebih jauh pengertian “lambang
kebanggaan nasional” .
Coba jawab sendiri pertanyaan yang berikut!
1) Sudahkah Anda merasa memiliki kebesaran hati ketika berbicara dalam bahasa Indonesia
di tengah khalayak yang begitu terampil berbahasa Inggris, misalnya?
2) Bagaimana komentar Anda atas masuknya berbagai kata baru yang marak pada masa
reformasi seperti opsi, kolusi, dan klarifikasi?
Sebagai lambang kebanggaan nasional bahasa Indonesia tentulah akan mencerminkan
nilai-nilai sosial budaya yang dapat mendasari rasa kebanggaan kita. Rasa kebanggaan tidak
mudah dibina di dalam masyarakat yang sudah tercemar oleh pengaruh budaya asing. Namun,
ada rasa kebanggaan tersendiri karena dapat melestarikan bahasa Indonesia. Dengan rasa
kebanggaan ini pula, bahasa Indonesia akan tetap dipakai dalam semangat kebangsaan.
B. Lambangan Identitas Nasional
Fungsi kedua dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional adalah bahwa bahasa
Indonesia menjadi lambang identitas nasional. Sebagai lambang identitas nasional, mungkin
Anda ingat akan lambang identitas nasional kita lainnya, yakni bendera merah putih. Dalam
setiap upacara kenegaraan, baik di pusat maupun di daerah, bendera merah putih selalu menjadi
bagian yang amat penting. Pemimpin upacara tentulah akan mengajak peserta upacara untuk
menghomati lambang identitas nasional itu. Anda tentu ingat apa yang dicapkan atau diserukan
oleh pemimpin upacara itu kepada kita sebagai peserta upacara? Tentu Anda dapat
membayangkan bagaimana kalau bendera pusaka Sang Dwiwarna dibakar di negeri orang? Kita
amat tersinggung. Rasa kebangsaan kita akan tertantang untuk berbuat sesuatu.
Bagaimana halnya dengan bahasa Indonesia yang mempunyai fungsi sebagai lambang
jatidiri kebangsaan atau lambang identitas nasional kita dilecehkan orang? Agak sulit rasnya
untuk mengukur seberapa jauh ketersinggungan kita jika dibandingkan dengan ketersinggungan
kita karena pelecehann terhadap bendera merah putih. Yang jelas reaksi kita merasa tersingung.
Ketersinggungan itu menunjukkan bahwa kita memiliki sikap positif terhadap bahasa nasional
itu. Kita akan merasa tidak senang apabila melihat pengutamaan pemakaian bahasa Inggris di
atas bahasa Indonesia seperti tampak dalam dunia niaga. Kalau rasa tidak senang itu berkembang
7
menjadi keprihatinan, kadar sikap positif terhadap bahasa nasional kita itu makin bertambah,
berkembang lebih jauh menjadi tindakan dalam bentuk keterlibatan langsung dalam upaya nyata
penertiban pemakaian bahasa asing, kadar sikap positif makin bertambah lagi. Begitulah
seterusnya.
Sikap positif yang dijabarkan tersebut pada dasarnya merupakan perwujudan dari sikap
menjunjung bahasa nasional itu. Kita menjunjung bahasa nasional kita karena kita menyadari
akan fungsi bahasa nasional sebagai lambang jatidiri bangsa. Sebagai lambang jatidiri bangsa,
tentulah bahasa Indonesia memiliki jatidirinya sendiri pula sehingga serasi dengan lambang
jatidiri bangsa kita yang lainnya. Bahasa Indonesia akan memiliki identitasnya sendiri kalau kita
sebagai pemakai membina dan mengembangkan bahasa Indonesia sedemikian rupa sehingga
bahasa Indonesia itu bersih dari unsur-unsur bahasa lain. Namun, kalau unsur asing itu
diperlukan, tentulah kita dapat menerimanya sepanjang bermanfaat bagi pengembangan bahasa
Indonesia itu sendiri.
C. Alat Penyatuan
Fungsi ketiga dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional adalah menjadi alat yang
memungkinkan terwujudnya penyatuan berbagai suku bangsa yang memiliki latar belakang
sosial budaya dan bahasa yang berbeda-beda dalam satu kesatuan kebangsaan yang bulat. Dalam
kata-kata Sumpah Pemuda 1928 bahasa Indonesia berfungsi sebagai bahasa persatuan. Dengan
bahasa Indonesia, orang Jawa dapat berkomunikasi dengan orang Batak, misalnya. Demikan juga
dengan orang Bali dapat berkomunikasi dengan orang dari daerah lainnya, dan seterusnya.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa bahasa Indonesia menjadi alat yang memungkinkan
berbagai suku bangsa mencapai keserasian hidup sebagai bangsa yang bersatu tanpa perlu
menanggalkan identitas kesukuan dan kesetiaan kepada nilai-nilai sosial budaya serta latar
belakang bahasa daerah yang bersangkutan.
D. Alat Penghubung
Fungsi keempat dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahwa bahasa Indonesia
itu berfungsi sebagai alat perhubungan antarbudaya dan antardaerah . Anda dapat
membayangkan bagaimana seandainya berbagai suku bangsa yang ada di Nusantara ini yang
bertebaran di pelbagai daerah tidak mempunyai bahasa Indonesia yang menjembatani
8
keberagaman bahasa ibu. Di sini dapatlah kita katakan bahwa bahasa Indonesia itu menjadi
jembatan budaya di antara suku-suku bangsa dengan latar belakang sosial budaya dan latar
belakang kebahasaan yang berbeda-beda.
Sebagai jembatan budaya, bahasa Indonesia dapat meperkenalkan kita berbagai kreasi
budaya dari berbagai suku bangsa. Dengan bahasa Indonesia, seni pertunjukan wayang yang
biasanya menggunakan bahasa daerah, bahasa Jawa, Sunda atau Bali misalnya, dapat dinikmati
oleh kelompok suku bangsa di luar suku-suku bangsa itu. Jadi, fungsi penghubung antarbudaya
yang diemban pada gilirannya akan memperkaya bahasa Indonesia itu dengan kekayaan budaya
yang terkandung dalam bahasa daerah. Makin berperan fungsi itu, maka kayalah bahasa
Indonesia itu dan sekaligus makin berkembanglah bahasa Indonesia . Dalam hubungannya
dengan kreasi budaya asing, bahasa Indonesia juga dapat berperan memperkenalkan kita dengan
nilai budaya asing. Dalam konteks ini bahasa Indonesia makin diperkaya lagi. Chairil Anwar
yang kita kenal sebagai penyair utama kita telah mencoba menjadi penerjemah pikiran konsep
Barat dengan kerja keras menyadur beberapa sajak dari sastra Belanda dan Inggris. Hasilnya
adalah bahasa Indonesia menjadi lebih berkembang lagi, bahasa Indonesia yang modern.
Demikian pula halnya dengan beberapa upaya yang telah dilakukan oleh para pengarang yang
mengindonesiakan karya asing.
Dari pembicaraan tentang fungsi bahasa Indonesia dalam kedudukannya sebagai bahasa
nasional dapat diringkas bahwa bahasa Indonesia itu mempunyai fungsi sebagai:
1.lambang kebanggaan nasional
2. lambang identitas nasional
3. alat pemersatu berbagai suku bangsa, dan
4. alat perhubungan anatarbudaya dan antar daerah.
Berfungsinya bahasa Indonesia sebagai lambang dan sebagai alat tersebut amat
bergantung kepada sikap positif kita terhadap bahasa Indonesia itu.
Kedudukan Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Negara
Sebagaimana telah disampaikan sebelumnya bahwa dalam kedudukannya sebagai bahasa
negara, bahasa Indonesia mempunyai empat fungsi, yaitu: 1) bahasa resmi kenegaraan, 2)
bahasa pengantar di dalam dunia pendidikan, 3) bahasa perhubungan tingkat nasional, dan 4)
bahasa pengembang kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi.
9
Keempat fungsi bahasa Indonesia dalam kedudukannya sebagai bahasa negara dipaparkan
sebagai berikut.
A. Bahasa Resmi Kenegaraan
Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi kenegaraan memiliki kedudukan yang amat
istimewa. Kedudukan ini memberikan peluang kepada bahasa Indonesia untuk berkembang lebih
cepat dibandingkan dengan bahasa lainnya dalam lingkungannya. Sebagai bahasa resmi
kenegaraan bahasa Indonesia dipakai dalam segala upacara, peristiwa, dan kegiatan kenegaraan,
baik lisan maupun tulis. Fungsi ini seperti dikatakan tadi, memberikan peluang bagi
berkembangnya bahasa Indonesia.
Dalam bahasa Indonesialah ditulis dokumen dan keputusan serta surat menyurat yang
dikeluarkan oleh penyelenggara negara dan badan-badan kenegaraan lainnya seperti DPR, MPR.
Dalam bahasa Indonesia pula ditulis dan disampaikan pidato resmi pemimpin negara dan pejabat
pemerintah lainnya. Fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa negara seperti yang dikemukakan
di atas berlaku dalam semua tataran pemerintahan dari pusat hingga daerah.
Upaya pembinaan dan pengembangan bahasa sebagai rekayasa yang dilakukan oleh
pemilik bahasa negara itu mutlak diperlukan. Ada kaitan erat antara upaya pembinaan dan
pengembangan bahasa dengan laju perkembangan bahasa itu. Oleh karena itu, pembinaan dan
pengembangan bahasa adalah upaya yang terus menerus dilakukan agar fungsi yang diemban
oleh bahasa Indonesia itu dapat terlaksana dengan baik. Dengan demikian, kita akan memiliki
sebuah bahasa negara yang dapat diandalkan.
Kalau bahasa resmi kenegaraan sudah dapat diandalkan, persoalan yang perlu dihadapi
adalah pemakai bahasa negara. Oleh karena itu, diperlukan pembinaan sikap positif dari
penyelenggara negara, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Dengan demikian, dewasa
ini penguasaan bahasa Indonesia tampaknya telah dijadikan salah satu faktor yang menentukan
di dalam pengembangan ketenagaan, seperti penerimaan pegawai baru, kenaikan pangkat, baik
sipil maupun militer, dan pemberian tugas-tugas khusus, baik di dalam maupun luar negeri.
Dalam kaitan itu, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa sering mendapat permintaan
penyuluhan kebahasaan di berbagai instansi. Selain itu praktek pemberian penyuluhan pun
menjadi agenda utama dalam setiap tahun anggaran.
10
Dapat dikatakan bahwa perwujudan fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi
kenegaraan memerlukan kerja sama yang baik antarinstansi pemerintah. Penggunaan bahasa
Indonesia yang baik dan benar memerlukan perhatian semua pihak yang peduli akan bahasa
negara itu.
B. Bahasa Pengantar di dalam Dunia Pendidikan
Fungsi lainnya yang berkaitan dengan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara adalah
bahwa bahasa Indonesia dipakai sebagai bahasa pengantar dalam lingkunagn lembaga
pendidikan mulai taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi. Fungsi menempatkan bahasa
Indonesia sebagai bahasa yang terus menerus dipakai dalam setiap kesempatan belajar mengajar.
Dalam fungsinya sebagai bahasa pengantar di dalam dunia pendidikan, bahasa Indonesia hidup
dan berkembang seiring dengan perkembangan pendidikan yang dialami oleh manusia Indonesia.
Dengan demikian, bahasa Indonesia akan makin luas pemakaiannya, memasuki berbagai
lingkungan suku bangsa. Dalam fungsinya itu pula, bahasa Indonesia mendapat masukan dari
berbagai bahasa yang ada.
Pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia dalam fungsinya sebagai bahasa
pengantar di dalam dunia pendidikan boleh dikatakan amat kompleks. Anda mungkin dapat
membayangkan bahwa yang terlibat dalam dunia pendidikan itu bukan hanya peserta didik,
melainkan guru, perencana dan pengelola pendidikan, penulis buku, serta penerbit. Dengan
demikian, upaya pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia dalam fungsinya sebagai
bahasa pengantar di dalam dunia pendidikan menuntut pemikiran dan perencanaan yang matang.
Dapat dikatakan bahwa fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar di dalam dunia
pendidikan turut menentukan keberhasilan fungsi bahasa yang lainnya. Di dunia pendidikanlah
pengajaran bahasa Indonesia berlangsung. Hal ini berarti bahwa dalam fungsinya sebagai bahasa
pengantar di dalam dunia pendidikanlah pengembangan bahasa dan pembinaan bahasa terpadu.
Persoalan pengajaran bahasa menjadi bagian penting dalam dunia pendidikan. Selain itu,
pendidik yang bergerak dalam dunia pendidikan juga akan menentukan, baik kualitas pemakaian
maupun kualitas sikap pemakai bahasa.
Hal lain yang bersinggungan dengan dunia pendidikan adalah penulis buku dan penerbit.
Penulis buku menyiapkan bahan ajar untuk guru. Penerbit menerima bahan ajar untuk dijadikan
buku yang layak dipakai. Kinerja penulis dan penerbit turut menentukan keberhasilan pengajaran
11
bahasa bersama guru. Sementara itu, baik penulis, penerbit, maupun guru hakikinya merupakan
hasil pendidikan sebagai proses yang panjang. Dalam proses yang panjang itu bahasa Indonesia
berfungsi sebagai bahasa pengantar.
C. Bahasa Perhubungan Tingkat Nasional untuk Perencanaan dan Pelaksanaan
Pembangunan Nasional dan Kepentingan Pemerintahan
Fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dalam dunia pendidikan bertaut
dengan fungsinya sebagai alat perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan
perencanaan dan pelaksanaan program-program pemerintah dan penyelengaraan pemerintahan.
Fungsi ini bukan saja menyangkut kegiatan komunikasi timbal balik antara pemerintah dan
masyarakat luas, melainkan juga menyangkut kegiatan komunikasi antarderah dan antarsuku.
Dengan demikian, bahasa Indonesia dalam fungsinya sebagai alat perhubungan pada tingkat
nasional akan mengatasi kesenjangan komunikasi antardaerah dan antarsuku sehingga pada
gilrannya bahasa Indonesia akan makin meluas pemakaiannya.
Bahasa Indonesia sebagai bahasa untuk menyelenggarakan pemerintahan membawa
akibat yang mengharuskan penyelenggara pemerintahan menggunakan bahasa Indonesia yang
sesuai dengan kaidah bahasa yang dibakukan. Hal ini berarti penyelenggara pemerintahan
haruslah memiliki kesadaran untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Untuk
itu, diperlukan upaya pembinaan sikap kebahasaan terhadap penyelenggara pemerintahan.
Selama penyelenggara negara atau pemerintah belum memiliki sikap positif terhadap bahasa
Indonesia selama itu pula bahasa Indonesia belum berfungsi dengan baik. Selama bahasa
Indonesia belum berfungsi dengan baik selama itu pula kedudukan bahasa Indonesia sebagai
bahasa negara terancam kegoyahan. Untuk mengatasi semua itu, diperlukan kebijaksanaan yang
mengharuskan semua pejabat negara dari yang tertinggi hingga yang terendah mengikuti tes/uji
kemahiran berbahasa Indonesia (UKBI).
D. Bahasa Pengembang Kebudayaan, Ilmu Pengetahuan, dan Teknologi
Fungsi lainnya yang bertaut dengan kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara
adalah sebagai alat pengembangan kebudayaan nasional, ilmu pengetahuan, dan teknologi.
Dalam fungsi ini bahasa Indonesia merupakan satu-satunya alat yang memungkinkan kita
membina dan mengembangkan kebudayaan nasional sedemikian rupa sehingga memiliki ciri-ciri
12
dan jatidirinya sendiri yang membedakannya dari kebudayaan daerah. Bahasa Indonesia menjadi
pilar utama kebudayaan nasional yang paling nyata. Dengan bahasa Indonesia, kita menyatakan
nilai-nilai sosial budaya nasional kita.
Penyebarluasan ilmu pengetahuan dan teknologi modern tidak dapat dilepaskan dari
bahasa Indonesia. Dengan demikian, sebagaimana diungkapkan di atas, bahasa Indonesia
mempunyai fungsi sebagai alat untuk menyebarluaskan ilmu pengetahuan dan teknologi modern.
Fungsi yang disebut terakhir ini menghadapkan kita pada keharusan memodernkan bahasa
Indonesia, apalagi kalau dihubungkan dengan pengembangan teknologi modern yang yang pada
umumnya berasal dari negara asing. Bahasa Indonesia harus memiliki konsep-konsep baru yang
datang dari Barat, sehingga upaya pemodernan bahasa Indonesia tidak dapat ditunda-tunda.
Teknologi modern yang berasal dari Barat itu tentulah mempertimbangkan kemanfaatannya bagi
bangsa Indonesia.
3. KEGIATAN KEBIJAKSANAAN PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN
BAHASA INDONESIA
Ada beberapa kegiatan yang perlu diketahui dalam pembinaan dan pengembangan bahasa
Indonesia. Kegiatan-kegiatan tersebut adalah sebagai berikut.
1) Pemantapan Kedudukan Dan Fungsi Bahasa Indonesia
Kegiatan pemantapan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia telah dikumandangkan
pada berbagai kesempatan dan telah dilaksanakan dengan baik. Pemantapan kedudukan dan
fungsi bahasa Indonesia itu disertai pula dengan pembenahan aksara bahasa Indonesia yang
dalam kegiatan-kegiatan tertentu harus dubina dengan menularkannya kepada orang-orang atau
kelompok-kelompok masyarakat yang belum tahu membaca dan metulis yang disebut dengan
buta aksara.
2) Kegiatan Pembakuan bahasa Indonesia
13
Kegiatan pembakuan bahasa merupakan kegiatan pengembangan bahasa, yaitu
meningkatkan kelengkapan dan mutu bahasa. Kegiatan pembakuan telah dilakukan dengan
berbagai sarana, seperti penerbitan dan penyebaran Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Di
dalam tata bahasa tersebut termuat berbagai kaidah kebahasaan yang harus diketahui dan
dipelajari oleh masyarakat. Selain itu, diterbitkan pula beberapa buku yang yang berfungsi
sebagai pendukung pembakuan bahasa, seperti Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan, Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Kamus Besar Bahasa Indonesia, dan
berbagai kamus ilmu dasar, seperti Kamus Kimia, Kamus Matematika, Kamus Biologi, Kamus
Sastra, dan Kamus Teknik.
3) Kegiatan Penumbuhan Sikap Positif terhadap Bahasa
Kegiatan penyuluhan bahasa Indonesia telah dilakukan secara berkala. Kegiatan tersebut
tidak lain dari usaha untuk menumbuhkan sikap yang positif terhadap bahasa Indonesia. Pusat
pembinaan dan Pengembangan Bahasa yang ditunjuk sebagai badan pemerintah yang mengelola
bahasa, sejak tahun 1980 telah digiatkan suatu bentuk kegiatan, yaitu Bulan Bahasa, yang sejak
tahun 1989 berubah menjadi Bulan Bahasa dan Sastra. Dalam kegiatan itu, semua kegiatan
penyuluhan diterapkan.
Kegiatan Bulan bahasa dan Sastra merupakan rangkaian acara kebahasaan dan
kesastraan, berlangsung selama satu bulan, bertujuan meningkatkan pemasyarakatan bahasa dan
apresiasi sastra di Indonesia, yaitu menumbuhkan sikap yang positif terhadap bahasa dan sastra
Indonesia. Oleh sebab itu, sasaran kegiatan Bulan Bahasa dan Sastra adalah para peminat bahasa
dan sastra, para guru,mahasiswa, siswa, dan masyarakat umum. Kegiatan yang dilaksanakan
dalam Bulan Bahasa dan Sastra meliputi kegiatan kebahasaan dan kegiatan kesastraan. Kegiatan
kebahasaan meliputi (1) Pertemuan Kebahasaan, (2) Lomba Kebahasaan, (3) Penyuluhan, (4)
Pintu Terbuka, (5) Cerdas Cermat Kebahasaan. Kegiatan Kesastraan meliputi (1) Diskusi Sastra
di kalangan siswa, (2) Cepat Tepat Sastra Tingkat SMA, (3) Pertemuan Sastrawan dengan Siswa,
(4) Festival Pementasan Sastra, (5) Pameran Sastra, (6) Apresiasi Sastra melalui Radio dan
Televisi.
Kegiatan Bulan Bahasa dan Sastra juga diselenggarakan di daerah, di kota-kota provinsi
yang melibatkan berbagai unsur, seperti Kantor Wilayah Pendidikan dan Kebudayaan, Dinas
14
Pendidikan dan Kebudayaan, Kantor Dewan Kesenian Daerah serta Kantor Pemerintah Daerah.
Semua kegiatan yang dilakukan pada Bulan Bahasa dan Sastra merupakan kegiatan pembinaan
bahasa.
4) Kegiatan Kongres Bahasa
Kongres bahasa Indonesia sebagai wahana pembinaan dan pengembangan bahasa telah
dilakukan dari Kongres Bahasa Indonesia I sampai dengan Kongres Bahasa Indonesia VII.
Kongres Bahasa Indonesia I diselenggarakan di Solo pada tanggal 25-27 Juni 1938 dengan
tujuan untuk mencari pedoman bagi para pemakai bahasa, mengatur bahasa, dan mengusahakan
agar bahasa Indonesia dapat tersebar lebih luas karena anggapan segelintir orang menganggap
bahwa bahasa Indonesia belum teratur. Kongres tersebut menghasilkan menghasilkan tentang
kedudukan bahasa, pengembangan bahasa,dan pembinaan bahasa. Pencetus gagasan
penyelenggaraan ini adalah wartawan harian Soeara Oemoem, Surabaya.
Kongres Bahasa Indonesia II diselenggarakan di Medan pada tanggal 28 Oktober -2
November 1954 dengan tujuan yang sama dengan Kongres Bahasa Indonesia I. Dalam kongres
itu dibicarakan tata bahasa dan ejaan, bahasa Indonesia perudang-undangan, bahasa Indonesia
dalam kuliah, bahasa Indonsia dalam film, dan bahasa Indonesia dalam pers. Kongres tersebut
menghasilkan keputusan tentang kedudukan bahasa, pengembangan bahasa, dan pembinaan
bahasa Indonesia. Kongres bahasa Indonesia II diprakarsai oleh jawatan Kebudayaan,
Kementrian Pendidikan Pengajaran dan kebudayaan.
Kongres Bahasa Indonesia III diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 28 Oktober-3
November 1978. Tujuan kongres itu adalah memantapkan kedudukan dan fungsi bahasa
Indonesia, baik sebagai bahasa nasional, maupun sebagai bahasa negara. Hasil yang dicapai
adalah simpulan dan tindak lanjut pembinaan dan pengembangan bahasa dalam (1) bidang
kebudayaan, agama,sosial, politik, dan ketahanan nasional, (2) bidang pendidikan, (3)
komunikasi, (3) bidang kesenian, (5) bidang linguistik, (6) ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kongres Bahasa Indonesia IV diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 21—26 November
1983. Kongres itu bertujuan memantapkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia sebagai
sarana komunikasi pemerintahan, sarana pengembangan kebudayaan, sarana pendidikan dan
pengajaran, serta sarana pengembangan ilmu dan teknologi modern. Keputusan yang dicapai
15
adalah berbagai konsep pembinaan dan pengembangan bahasa dan sastra Indonesia dalam
hubungannya dengan pelaksanaan pembangunan nasional.
Kongres Bahasa Indonesia V diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 28 Oktober-3
November 1988. Pada kongres ini dilincurkan dua buah buku, yaitu Kamus Besar Bhasa
Indonesia dan Tata Bahasa Baku. Kongres Bahasa Indonesia V diselenggarakan bertepatan
dengan peringatan 60 tahun Sumpah Pemuda. Kongres itu bertujuan memantapkan bahasa
Indonesia sehubungan dengan perannya untuk memperlancar usaha pencerdasan bangsa, sebagai
jembatan tercapainya kesejahteraan sosial yang adil dan merata. Kongres ini menghasilkan
putusan berupa putusan umum dan tindak lanjut, yang meliputi bidang kebahasaan, bidang
kesastraan, bidang pengajaran, dan bidang pengajaran sastra.
Kongres Bahasa Indonesia VI diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 28 Oktober -2
November 1993. Pada kongres itu terdapat peserta dari negara lain sebagai pemakalah yang
mengemukakan bagaimana bahasa Indonesia dipelajari di luar negeri. Negara luar negeri yang
ikut serta adalah Amerika Serikat, Australia, Belanda, Brunai Darussalam, Hongkong, India,
Italia, Jepang, Jerman, Korea Selatan, Malaysia, Republik Rakyat Cina, Rusia, dan Singapura.
Tujuan kongres adalah memantapkan pengembangan bahasa dan sastra, pembinaan bahasa dan
sastra, pengajaran bahasa dan sastra, serta perkembangan bahasa dan sastra di luar negeri.
Kongres itu mengambil dua bagian keputusan, yaitu bagian umum dan bagian khusus.
Kongres bahasa Indonesia VII diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 26—31 Oktober
1998. Kongres itu diikuti oleh pemakalah luar negeri yang membicarakan pelaksanaan
pengajaran bahasa Indonesia di luar negeri yang membicarakan pelaksanaan pengajaran bahasa
Indonesia di negaranya masing-masing.
5. Kegiatan Peningkatan Mutu Sumber Daya Para Pakar
Kegiatan ini dilakukan dengan berbagai jalur. Pertama, para pelaksana pembinaan dan
pengembangan bahasa dan sastra disekolahkan pada jalur pendidikan yang lebih tinggi dari
sebelumnya. Dari kegiatan tersebut telah dihasilkan beberapa doktor dan magister yang
mengkhususkan diri pada bidangnya masing-masing. Kegiatan ini terus dilaksanakan. Kedua,
para tenaga teknis Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa mengikuti penataran bahasa dan
sastra dalam beberapa tahap. Ketiga, para pengajar bahasa dan nonbahasa ditatar dengan
beberapa pola penataran tentang bahasa Indonesia, sehingga diharapkan para pengajar SD,
16
SLTP, dan SLTA dapat menjadi tenaga pelaksana kegiatan bahasa yang andal. Keempat, para
pejabat dan aparat yang mempunyai wewenang dalam berbagai kegiatan, termasuk kegiatan
kebahasaan, diberi pengetahuan dan pengertian tentang pentingnya pembinaan dan
pengembangan bahasa. Kelima, para pemimpin redaksi mendapat penataran pula agar dapat
memakai bahasa Indonesia. Keenam, berbagai jalur lain yang memungkinkan bahasa dapat
terbina dan berkembang pada beberapa tokoh masyarakat juga ditangani dengan baik.
6. Kegiatan Penyuluhan Bahasa di Luar Bulan Bahasa dan Sastra
Kegiatan penyuluhan bahasa dianggap usaha pelengkap penyebaran hasil kodifikasi
bahasa melalui bentuk lisan. Di samping itu, penyuluhan bahasa juga merupakan penerangan
tentang kebahasaan yang belum terungkap dalam hasil kodifikasi itu. Penyebaran Kamus Besar
Bahasa Indonesia, misalnya kadang-kadang harus diikuti oleh kegitan penyuluhan bahasa karena
pada saat kamus tersebut disebarkan, kata-kata baru telah bermunculan. Dengan kegiatan
penyuluhan bahasa seperti itu kekurangan yang ada dalam kamus tersebut dapat dijelaskan atau
diatasi.
Jika dilihat jenis kelompok sasaran pembinaan dan pengembangan bahasa, penyuluhan
bahasa dapat ditujukan kepada tiga khalayak. Ketiga khalayak itu menurut Moeliono (1981:148)
adalah khalayak umum, kelompok khusus, dan orang seorang.
a) Penyuluhan Khalayak Umum
Penyuluhan bahasa yang ditujukan kepada khalayak umum biasanya dilakukan dengan
bantuan media massa, seperti surat kabar, majalah, radio, dan televisi. Penyuluhan bahasa
melalui surat kabar dan majalah biasanya dilakukan dengan suatu rubrik khusus yang memuat
masalah bahasa. Tentu saja, pemuatan permasalahan bahasa yang ada di dalam rubrik itu
haruslah mempersoalkan tema yang sesuai dengan misi majalah atau surat kabar yang
bersangkutan. Biasanya pemunculan penyuluhan bahasa Indonesia di surat kabar dan majalah
dilakukan secara berakala. Surat kabar Republika, misalnya, akan memuat rubrik kebahasaan
pada hari Sabtu secara terus menerus.
Kegiatan penyuluhan untuk khalayak umum melalui radio dan televisi biasanya dilakukan suatu
acara khusus. Kegiatan tersebut pada saat ini telah dilakukan di Radio Republik Indonesia (RRI)
17
secara berkala. Penyuluhan tersebut diikuti oleh radio-radio swasta di seluruh tanah air.
Penyuluhan melalui radio dan televisi ini merupakan suatu penyuluhan yang disampaikan secara
lisan. Oleh sebab itu, dalam kegiatan penyuluhan ini tidak dilakukan serupa dengan proses
belajar di sekolah. Kegiatan ini lebih banyak bersifat menggugah masyarakat untuk bersikap
positif terhadap bahasa Indonesia. Dengan penggugahan itu pemakaian bahasa Indonesia di
kalangan masyarakat dapat meningkat.
b) Penyuluhan Kelompok Khusus
Kegiatan penyuluhan kelompok khusus dapat dilakukan pada para karyawan suatu
instansi, baik instansi pemerintah maupun instansi pemerintah. Corak penyuluhan kelompok
khusus tidak sama dengan penyuluhan khalayak umum. Karena sasaran penyuluhan adalah orang
yang mempunyai kepentingan yang sama, materi yang disuluhkan dapat ditentukan bersama.
Pada instansi tertentu para karyawan memerlukan kejelasan tentang ejaan. Pada instansi lain para
karyawannya memerlukan kejelasan mengenai bahasa surat. Dengan demikian terlihat bahwa
penyuluhan kelompok khusus itu bergantung pada keperluannya.
c) Penyuluhan Orang Seorang
Penyuluhan bahasa melalui orang seorang merupakan penyuluhan yang lebih khusus.
Penyuluhan tersebut dapat terlihat pada saat seseorang datang kepada petugas menanyakan
persoalan kebahasaan yang belum diketahuinya. Penyuluhan seperti itu berlaku pula bagi
seseorang yang menayakan persoalan bahasa yang belum diketahuinya melalui telepon kepada
petugas kebahaasaan. Para petugas harus menjawab pertanyaan yang diajukan orang itu dengan
jawaban dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar. Di samping itu, ada pula anggota
masyarakat yang bertanya dengan media surat. Para petugas menjawab pertanyaan tersebut
dengan surat pula dengan menggunakan surat. Dengan demikian, persoalan bahasa yang
dijelaskan di dalamnya dapat sampai pada pengirim surat itu. Kemudian, secara tidak langsung
petugas telah pula menyuluhkan format surat kepada orang tersebut.
7. Kegiatan Penelitian Bahasa dan Sastra
Penelitian bahasa dan sastra merupakan kegiatan yang mendukung pekerjaan
mengembangkan bahasa. Setiap tahun terdapat lebih dari 20 buah hasil penelitian bahasa dan
18
sastra yang terdapat di berbagai lembaga pemerintah dan swasta. Kegiatan penelitian
dilaksanakan sebagai upaya untuk (1) mengembangkan bahasa dan sastra Indonesia yang
memenuhi tuntutan kehidupan masyarakat Indonesia modern dalam berbagai aspek, seperti
aspek politik, ekonomi, ilmu pengetahuan, teknologi, dan kebudayaan; (2) melestarikan bahasa
dan sastra daerah sebagai warisan budaya bangsa serta memanfaatkannya sebagai sumber dalam
pengembangan bahasa dan sastra Indonesia.
4. BAHASA INDONESIA YANG BAIK DAN BENAR
1. Bahasa Indonesia yang Baik
Bahasa Indonesia yang baik adalah bahasa Indonesia yang digunakan sesuai dengan
norma kemasyarakatan yang berlaku. Misalnya, dalam situasi santai dan akrab, seperti di warung
kopi, di pasar, di tempat arisan, dan di lapangan sepak bola hendaklah digunakan bahasa
Indonesia yang santai dan akrab yang tidak terlalu terikat oleh patokan. Dalam situasi resmi,
seperti dalam kuliah, dalam seminar, dalam sidang DPR, dan dalam pidato kenegaraan
hendaklah digunakan bahasa Indonesia yang resmi, yang selalu memperhatikan norma bahasa.
2. Bahasa Indonesia yang Benar
Bahasa Indonesia yang benar adalah bahasa Indonesia yang digunakan sesuai dengan
kaidah atau aturan bahasa Indonesia yang berlaku. Kaidah bahasa Indonesia itu meliputi kaidah
ejaan, kaidah pembentukan kata, kaidah penyusunan kalimat, kaidah penyusunan paragraf, dan
kaidah penataan penalaran. Jika ejaan digunakan dengan cermat, kaidah pembentukan kata
diperhatikan dengan saksama, dan penataan penalaran ditaati dengan konsisten, pemakaian
bahasa Indonesia dikatakan benar. Sebaliknya, jika kaidah-kaidah bahasa itu kurang ditaati,
pemakaian bahasa tersebut dianggap tidak benar.
3. Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar
Bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah bahasa Indonesia yang digunakan sesuai
dengan norma kemasyarakatan yang berlaku dan sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang
berlaku.
19
Pemakaian lafal daerah, seperti lafal bahasa Jawa, Sunda, Bali, dan Batak dalam
berbahasa Indonesia pada situasi resmi sebaiknya dikurangi. Kata memuaskan yang diucapkan
memuasken bukanlah lafal bahasa Indonesia.
Pemakaian lafal asing sama saja salahnya dengan pemakaian lafal daerah. Ada orang
yang sudah biasa mengucapkan kata logis dan sosiologi menjadi lohis dan sosiolohi. Ada lagi
pemakai bahasa yang mengucapkan kata sukses menjadi sakses. Kesemuanya itu merupakana
pengucapan yang perlu dibenahi jika kita berbicara dengan bahasa Indonesia dalam situasi
resmi.
4. Pokok-Pokok Bahasa Yang Benar
Kaidah yang mengatur pemakaian bahasa itu meliputi kaidah: ejaan, pembentukan kata,
pemilihan kata, penyusunan kalimat, dan pembentukan paragraf.
5. YANG PATUT MENJADI ANUTAN DALAM
BERBAHASA INDONESIA YANG BAIK DAN BENAR
Bahasa Indonesia sudah ditetapkan sebagai bahasa negara, seperti tercantum dalam pasal
36, Undang-unndang Dasar 1945. Oleh karena itu, semua warga negara Indonesia wajib
menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar juga merupakan hasrat seluruh rakyat
Indonesia. Hasrat itu tertuang dalam ketetapan MPR No. II/MPR/1988 tentahg Garis-garis Besar
Haluan negara Sektor kebudayaan butir f, yang menyatakan bahwa pembinaan dan
pengembangan bahasa Indonesia perlu terus ditingkatkan, serta penggunannya secara baik dan
benar, dan penuh kebanggan perlu dimasyarakatkan sehingga bahasa Indonsia menjadi wahana
komunikasi yang mampu memperkokoh persatuan dan kesatuan serta mendukung pembangunan
bangsa.
Semua warga negara Indonesia wajib membina dirinya masing-masing dalam pemakaian
bahasa Indonesia agar bahasa Indonesia tumbuh dan berkembang sesuai dengan kaidah yang
berlaku. Kita tidak sepatutnya mengatakan, “Ah, masa bodoh soal kaidah bahasa. Itu urusan ahli
bahasa, atau “Ah, salah tentang ejaan tidak apa-apalah. Yang penting bagi kita, bahasa dapat
20
dimenerti dan komunikatif.” Pemakai bahasa Indonesia tidak dibenarkan, misalnya,
menggunakan lafal bahasa daerah atau lafal bahasa asing dalam berbahasa Indonesia. Demikian
pula, kurang terpijilah orang yang menggunakan bahasa Indonesia yang kosa katanya bercampur
dengan kata bahasa asing hanya karena ingin tampak “gagah” atau karena ingin memperlihatkan
tingkat keintelektualannya.
Pertanyaan yang timbul sekarang adalah siapakah yang ditugasi membina pemakaian
bahasa dan siapa pula yang harus menjadi anutan dalam berbahasa Indonesia yang baik dan
benar? Jawabnya, secara resmi yang ditugasi membina dan mengembangkan bahasa Indonesia
adalah pemerintah, dalam hal ini Depatemen Pendidikan dan kebudayaan, yang mendelegasikan
wewenangnya kepada Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Akan tetapi tidak semata-
mata Pusat Bahasa yang memikul beban tersebut. Semua warga negara Indonesia mempunyai
kewajiban melaksanakan pembinaan bahasa. Usaha pembinaan bahasa yang dilancarkan dengan
gigih oleh Pusat Bahasa akan gagal jika tidak diikuti oleh kesadaran kita untuk membina diri kita
masing-masing dalam berbahasa. Kerja keras Pusat bahasa dalam membina masyarakat untuk
berbahasa dengan benar, baik dilakukannya melalui televisi, radio, maupun surat kabar, tidak ada
artinya jika kaidah-kaidah kebahasaan tidak diindahkan oleh seluruh lapisan masyarakat. Lebih
tragis lagi, usaha Pusat Bahasa akan sia-sia jika mereka yang patut menjadi anutan dalam
berbahasa tidak berusaha menerapkan kaidah-kaidah bahasa Indonesia ketika berkomunikasi
dengan masyarakat. Itulah sebabnya, salah satu putusan Kongres V Bahasa Indonesia tahun 1988
menyatakan bahwa dalam konteks budaya yang memberi penekanan pada prinsip anutan,
kongres mengimbau agar para pejabat lebih berhati-hati dalam memakai bahasa Indonesia yang
baik dan benar. Putusan kongres itu beralasan sebab dalam masyarakat kita terdapat nilai budaya
yang banyak berorientasi vertikal ke arah tokoh, pembesar, yang berpangkat tinggi, atasan senior
(Koentjaraningrat, 1974:69). Pengaruh pemakaian bahasa para anutan itu sangat besar bagi
masyarakat yang diajaknya berkomunikasi. Lalu, siapakah yang patut menjadi anutan dalam
berbahasa Indonesia yang baik dan benar? Jawabnya, yang patut menjadi anutan dalam
berbahasa Indonesia yang baik dan benar, antara lain, sebagai berikut.
1. Presiden dan Wakil Presiden
Di negara mana pun di dunia ini seorang kepala negara, baik presiden, perdana menteri,
sultan, maupun raja, memiliki wibawa yang tinggi dan mempunyai pengaruh yang sangat kuat di
21
mata masyarakatnya. Setiap putusan dan petunjuknya selelu diperhatikan rakyatnya. Setiap
wejangan dan arahannya selalu dijadikan landasan berpijak oleh aparat bawahannya, yang pada
gilirannya dijadikan pedoman oleh seluruh warga negaranya. Demikian jua, pemakaian bahasa
presiden atau wakil presiden akan berpengaruh bagi pemakai yang lain.
Kata dan ungkapan yang diucapkan presiden dan wakil presiden akan dijadikan pola dan
ditiru oleh para pejabat yang lain dan oleh masyarakat luas. Tidaklah mengherankan jika setelah
presiden atau wail presiden menggunakan suatu ungkapan tertentu ketika mencanangkan sesuatu,
misalnya, dan ungkapan itu sangat berkesan di hati pendengarnya, akan muncullah di dalam
masyarakat beberapa ungkapan lain dengan menggunakan pola yang sama seperti yang
diucapkan presiden atau wakil presiden.
2. Menko dan Menteri
Para menko dan menteri memiliki kekuasaan yang besar dalam mengemudikan negara
dan bangsa ini. Mereka, sebagai pembantu presiden mempunyai wewenang untuk menyusun
kebijakan dalam bidangnya masing-masing. Ketika menyampaikan kebijakannya itulah, seperti
ketika memimpin rapat kerja departemen, ketika melangsungkan dengar pedapat di DPR, atau
ketika memberikan keterangan melalui TVRI, para menko dan menteri sepatutnya menggunakan
bahasa yang baik dan benar. Ucapan mereka akan berpengaruh bagi aparat bawahannya dan
tidak mustahil dalam waktu singkat ucapan itu akan tersebar luas ke seluruh pelosok tanah air.
3. Pemimpin Lembaga Tertinggi dan Tinggi Negara
Ketua dewan Perwakilan Rakyat/Majelis Permusyawaratan Rakyat, Ketua Dewan
Pertimbangan Agung, Gubernur Bank Indonesia, dan Jaksa Agung merupakan pejabat yang
ucapan-ucapan mereka akan terasa membekas di hati pendengarnya. Demikian juga, pemimpin
instansi nondepartemen, seperti Ketua LIPI, Kepala BP-7, Ketua LAN, dan Ketua BKKBN,
adalah pejabat yang kata-katanya menjadi menjadi perhatian seluruh masyarakat. Para pendengar
akan terkesan dengan contoh dan ilustrasi yang dikemukakan oleh para ketua lembaga
tertinggi/tinggi negara dan pemimpin instansi nondepartemen tersebut, selanjutnya, pemakaian
bahasa mereka turut mewarnai pemakaian bahasa para pejabat yang lain, baik di pusat maupun di
daerah.
22
4. Pemimpin ABRI
Instruksi yang disampaikan oleh pemimpin ABRI, baik secara lisan maupun secara
tertulis, hendaklah jelas dan lugas aga instruksi tersebut tidak menimbulkan salah paham bagi
penerima instruksi. Kesalahpahaman akan menghasilkan salah arah dan salah langkah bagi
kesatuan-kesatuan yang lebih kecil. Agar terasa jelas dan lugas, hendaklah instruksi itu disusun
dalam kalimat yang efektif dengan penataan penalaran yang baik.
5. Guru dan Dosen
Prof. Dr. J.S. Badudu dalam suatu acara “Siaran Pembinaan Bahasa Indonesia di TVRI”
mengatakan bahwa tulisan atau karangan siswa dan mahasiswa di sekolah-sekolah, baik di
tingkat dasar, tingkat menengah, maupun tingkat perguruan tinggi rata-rata buruk. Mereka
banyak membuat kesalahan dalam pemakaian ejaan, pemilihan kata, atau dalam penyusunan
kalimat. Disarankan oleh guru besar Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran agar guru dan dosen
bahasa Indonesia mau mengoreksi tulisan anak-anak dan memberikan bentuk yang betul. Dalam
hubungan itu, yang diinginkan oleh Badudu agar guru dan dosen bahasa Indonesia menguasai
lebih dahulu kaidah-kaidah bahasa yang berlaku. Bahkan, agar para siswa dan mahasisiwa
terbiasa berbahasa yang benar. Guru dan dosen bidang studi lain pun diharapkan dapat
membantu tugas guru bahasa Indonesia. Dengan begitu. Para siswa dan mahasiswa tidak akan
dipusingkan oleh anjuran yang berbeda, yaitu guru bahasa Indonesia menganjurkan “begini”,
sedangkan guru bidang studi lain menganjurkan “begitu” dalam pemakaian bahasa.
6. Wartawan dan Penerbit
Para wartawan TVRI/RRI serta wartawan berbagai surat kabar dan majalah redaksi
penerbit sangat besar peranannya dalam pembinaan bahasa Indonesia. Berita pada TVRI, RRI,
surat kabar, dan majalah, serta tulisan dalam buku-buku yang merupakan produk wartawan dan
redaksi penerbit sangat mewarnai pemakaian bahasa dalam masyarakat. Oleh karena itu, suatu
hal yang sangat masuk akal jika para wartawan dan redaksi penerbit perlu meningkatkan
kemahirannya dalam memperagakan bahasa yang baik dan benar dalam tulisan-tulisan mereka.
Berkenaan dengan pemakaian bahasa Indonesia khususnya di radio siaran, Menteri
Penerangan, dalam suatu kesempatan mengatakan bahwa masih banyak radio siaran yang
mengabaikan ajakan untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, bahkan tidak
23
jarang pula yang ikut-ikutan menggunakan “bahasa rusak”. Untuk itu, diharapkan agar bahasa
Indonesia yang digunakan di radio siaran dapat dijadikan anutan dalam penggunaan bahasa baku.
Di samping iu, fasilitas ini harus bersifat mendidik memenuhi selera yang baik dan bermanfaat
bagi masyarakat pendengar.
Pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam setiap acara resmi atau formal di
TVRI, RRI, surat kabar, majalah, dan buku merupakan guru yang paling berpengaruh dan akan
mempunyai dampak yang positif dalam pemakaian bahasa masyarakat. Sebaliknya, jika bahasa
dalam media massa elektonika dan media massa cetak, atau bahasa dalam buku kacau, pengaruh
yang ditimbulkannya akan segera meraja lela ke semua pemakai bahasa, terutama berpengaruh
kepada mereka yang awam bahasa. Dalam kaitan ini, penulis berpendapat bahwa usaha guru dan
dosen bahasa Indonesia di sekolah-sekolah dalam membina anak didik untuk berbahasa yang
benar akan hilang tanpa bekas jika bahasa yang digunakan para penyiar televisi dan radio, surat
kabar, dan buku kurang menunjang karena anjuran guru di dalam kelas berbeda dengan
pemakaian bahasa dalam media massa dan dalam buku, di luar kelas.
Karena bahasa dalam setiap acara televisi, radio, dan bahasa surat kabar, majalah, serta buku
merupakan guru yang paling berpengaruh dan jangkauannya paling luas, hendaknya semua pihak
yang menangani media massa elektronika/cetak tersebut menuangkan pikirannya dengan tertib
dan cermat. Untuk itu, langkah-langkah yang berikut agaknya patut dipertimbangkan.
1) Pihak redaksi mengadakan kursus bahasa Indonesia seacara intensif dan terus menerus
bagi karyawannya, dari pegawai yang satu ke pegawai yang lain, seperti pemimpin
redaksi, wartawan, pengetik, penyunting, pemeriksa, penegeset (tukang set).
2) Pegawai baru yang akan bekerja di media massa elektronika/cetak hendaknya betul-betul
memiliki kemahiran berbahasa yang memadai (dibuktikan dari hasil tes bahasa).
3) Pihak TVRI dan RRI hendaknya selalu mengingatkan setiap orang/pejabat yang akan
tampil di TVRI atau RRI untuk berbahasa dengan cermat dan tertib.
4) Setiap penerbit buku selayaknya mempunyai tenaga penyunting bahasa yang betul-betul
menguasai aturan bahasa.
7. Sekretaris dan Pengonsep Pidato
Bahwa peranan sekretaris dan para pengonsep pidato sangat besar dalam pembinaan
bahasa Indonesia masyarakattidak dapat dimungkiri. Para sekretaris yang tugas sehari-harinya
24
menulis ide dan gagasan pemimpin instansinya wajib menguasai kaidah-kaidah bahasa. Surat-
surat yang ditulisnya seharusnya terhindar dari kesalahan penerapan ejaan, penyusunan kalimat,
dan penataan penalaran agar surat yang dihasilkannya membawa pengaruh bahasa yang baik bagi
pembacanya. Demikian juga, pengaruh pengonsep pidato. Tulisannya yang kemudian diucapkan
oleh pemimpin instansinya akan didengarkan oleh ratusan atau ribuan karyawan. Lebih-lebih lagi
jika pidato yang ditulis oleh sekretaris itu disampaikan oleh kepala negara. Pidato itu akan
disimak oleh berjuta-juta orang di seluruh wilayah negara. Susunan kalimat yang baik dengan
disertai nalar yang jernih dalam pidato juga akan melahirkan pengalaman berbahasa yang baik
bagi berjuta-juta pendengarnya.
8. Pemuka Agama
Sudah kita ketahui bahwa para pemuka agama berfungsi sebagai penyebar kebajikan
yang dibawa ajaran agamanya masing-masing. Mubalig akan berceramah di majelis taklim di
masjid; pendeta akan berkotbah dan memimpin kebaktian di gereja, di tempat yang kudus,
Demikian juga, pemimpin agama yang lain akan berkhotbah di tempat ibadat bagi agamanya.
Fatwa mereka akan menyentuh lubuk hati yang paling dalam bagi umatnya. Petuah dan
nasihatnya selalu direnungkan oleh jemaatnya. Kemudian, para jemaat akan berusaha sedapat-
dapatnya melaksanakan fatwa dan nasihat pemimpin agamanya. Dalam kaitan inilah, pemakaian
bahasa yang tertib dan cermat oleh para pemuka agama akan menjadi teladan bagi umatnya.
Jika seorang pemuka agama, misalnya dalam suatu khotbahnya menggunakan ungkapan
Tuhan Yang Kekasih, ungkapan tersebut akan digunakan pula oleh, sekurang-kurangnya, umat
yang mendengarkan khotbah tersebut. Padahal, ungkapan itu tidak tepat karena kata Tuhan
termasuk nomina atau kata benda yang diterangkan oleh yang kekasih yang juga nomina.
Seharusnya kata Tuhan diterangkan oleh verba (kata kerja) atau kata sifat, seperti Tuhan Yang
Maha Mengasihi atau Tuhan Yang Maha Pengasih, atau TuhanYang Mahakasih.
Selain pejabat dan tokoh yang sudah disebutkan, sebenarnya masih banyak atau
pemimpin instansi, baik di kalangan pemerintaan, kalangan swasta, maupun di kalangan
organisasi massa seperti gubernur, bupati, rektor, direktur utama, dan ketua umum suatu
organisasi massa yang harus menjadi anutan bawahannya dalam berbahasa yang benar. Pada
dasarnya, semua pemimpin yang membawahkan berjuta-juta rakyat, seperti pemimpin negara,
maupun pemimpin yang membawahkan beberapa orang saja, seperti pemimpin kantor kelurahan.
25
7. BENTUK BAKU DAN TIDAK BAKU
1. Manakah pelafalan ABRI yang benar [abri] atau [a-be-er-i]?
Singkatan dan akronim dalam bahasa Indonesia dilafalkan dengan cara yang berbeda.
Singkatan selain dilafalkan huruf demi huruf, juga dilafalkan sesuai dengan bentuk lengkapnya,
seangkan akronim lazimnya dilafalkan sebagaimana kata biasa. Sejalan dengan itu, SMAN,
misalnya seperti halnya BRI, BNI, dan DPR tergolong singkatanyang dilafalkan huruf demi
huruf . Oleh karena itu singkatan tersebut dilafalkan dengan [es-em-a- en]. [be-er-i], [be-en-i],
dan [de-pe-er].
Berbeda dengan singkatan itu ABRI dapat dilafalkan dengan dua cara berdasarkan dua
pertimbangan yang berbeda. Jika dipandang sebagai singkatan, ABRI dilafalkan huruf demi
huruf menjadi [a-be-er-i]. Akan tetapi, jika dipandang sebagai akronim, ABRI dilafalkan dengan
[abri].
26
Dua sudaut pandang itu timbul karena di satu pihak ABRI dapat dipandang sebagai
singkatan dan di pihak lain dapat dipandang sebagai akronim. ABRI dapat dipandang sebagai
sangkatan karena terbentuk dari gabungan huruf awal suatu kata, seperti halnya BRI,BNI,dan
DPR. Di pihak lain, ABRI dapat dipandang sebagai akronim karena dapat dilafalkan sebagai kata
biasa, seperti halnya SIM, Akmil, dan tilang. Dengan demikian, perbedaan sudut pandang itu pun
pada akhirnya dapat menyebabkan perbedaan dalam pelafalannya.
Walaupun dapat dilafalkan dengan dua cara , pelafalan yang lazim untuk ABRI ialah
[abri]. Sangat jarang pemakai bahasa yang melafalkan dengan [a-be-er-i]. Kenyataan ini
menunjukkan bahwa ABRI lebih cenderung dipandang sebagai akronim.
2. Bagaimanakh melafalkan singkatan dan akronim asing?
Singkatan akronim asing pelafalannya diperlakukan agak berbeda dengan singkatan dan
akronim bahasa Indonesia. Sebagai singkatan, huruf dari bahasa mana pun dilafalkan menurut
namanya dalam abjad bahasa kita. Oleh karena itu, singkatan asing pun dilafalkan seperti halnya
bahasa kita.
Misalnya:
Singkatan Lafal baku Lafal Tidak baku
FAO [ef-a-o] [ef-ey-ow]
IGGI [i-ge-ge-i] [ay-ji-ji-ay]
BBC [be-be-ce] [bi-bi-si], [be-be-se]
AC [a-ce] [ei-si], [a-se]
WC [we-ce] [dabiyu-si], [we-se]
TV [te-ve] [ti-vi]
TVRI [te-ve-er-i] [ti-vi-er-i]
Ketika bahasa Indonesia masih menggunakan ejaan lama, pelafalan [be-be-se], [a-se],
dan [we-se] untuk singkatan asing BBC,AC, dan WC dapat dibenarkan sebab pelafalan itu sesuai
dengan nama huruf c dalam ejaan lama, yaitu se. Akan tetapi, sejak EYD diresmikan dan nama
huruf c mengalami perubahan dalam abjad kita, pelafalan BBC, AC, dan WC pun berubah sesuai
dengan nama huruf yang berlaku sekarang. Dengan demikian, pelafalan BBC, AC, dan WC
27
dengan [be-be-se, [a-se], dan [we-se] sekarang dipandang tidak baku. Pelafalannya yang baku
ialah [be-be-ce], [a-ce], dan [we-ce] karena disesuaikan dengan nama huruf c, yaitu [ce].
Dalam hubungan itu, singkatan asing tidak dilafalkan sesuai dengan lafal asingnya karena
hal itu dapat menyulitkan para pemakai bahasa kita. Jika singkatan dari bahasa Inggris harus
dilafalkan menurut nama huruf dalam bahasa Inggris, misalnya , bagaimana kalau kita
dihadapkan pada singkatan dari bahasa asing yang lain, seperti Prancis, Rusia, Jerman, dan
Jepang? Berapa banyak masyarakat kita yang mengenal nama huruf di dalam bahasa-bahasa itu?
Bagaimana pula melafalkan huruf dalam bahasa-bahasa itu, tentu tidak banyak yang tahu.
Dengan pertimbangan bahwa orang Indonesia yang paham bahasa Indonesia dengan
abjadnya lebih banyak daripada jumlah orang yang mengenal bahasa asing dengan abjadnya,
sebaiknya singkatan dari bahasa mana pun, demi kejelasan informasi yang akan disampaikan
kepada masyarakat luas, dilafalkan menurut nama huruf yang terdapat dalam abjad bahasa
Indonesia. Jadi, singkatan asing yang terdapat dalam bahasa Indonesia tetap dilafalkan sesuai
dengan lafal bahasa Indonesia.
Berbeda dengan singkatan, akronim lazimnya dipandang seperti halnya kata biasa. Dalam
hal ini, akronim asing pun dipandang identik dengan kata asing. Kalau kata asing dilafalkan
mengikuti lafal aslinya, akronim asing pun dilafalkan sesuai dengan lafal akronim itu dalam
bahasa aslinya. Dengan demkian, akronim asing yang digunakan dalam bahasa Indonesia,
terutama yang pemakaiannya sudah bersifat internasional, dilafalkan sesuai dengan lafal bahasa
aslinya.
Misalnya:
Akronim Lafal baku lafal Tidak Baku
Unesco [yunesko] [unesko]
Unicef [yunisyef] [unicef]
3. Bagaimana melafalkan huruf c pada kata pasca dan civitas academica?
28
Kata pasca dan civitas academica berasal dari bahasa yang berbeda. Kata pasca berasal
dari bahasa Sanskerta, sedangkan civitas academica dari bahasa Latin. Oleh karena asalnya
berbeda, cara melafalkannya pun tidak sama.
Huruf c pada kata pasca, sesuai dengan bahasa aslnya, dilafalkan dengan [c], dan bukan
[k]. Sejalan dengan itu, kata pasca pun dalam bahasa kita dilafalkan dengan [pasca], bukan
[paska], misalnya pada pascapanen [pascapanen] dan pascasarjana [pascasarjana]. Di dalam
kamus pun tidak ada keterangan yang memberi petunjuk bahwa pasca harus dilafalkan [paska].
Oleh karena itu, pascapanen dan pascasarjana tidak dilafalkan dengan [paskapanen] dan
[paskasarjana], tetapi dilafalkan dengan [pascapanen] dan [pascasarjana]. Bandingkan pelafalan
pasca dengan panca, yang juga merupakan unsur serapan dari bahasa yang sama, yaitu bahasa
Sanskerta. Dalam hal ini panca pun dilafalkan dengan [panca], bukan [panka], misalnya pada
kata Pancasila dan pancakrida.
Huruf c dari bahasa latin, seperti halnya dari bahasa Inggris, tidak dilafalkan dengan [c],
tetapi di satu pihak huruf itu dapat dilafalkan dengan [s], dan di pihak lain huruf itu dapat
dilafalkan dengan [k]. Huruf c asing, sesuai dengan penyerapannya, dilafalkan dengan [s] jika
huruf itu diikuti oleh huruf e, i, dan y.
Misalnya:
cent -------- sen
central -------- sentral
circulation -------- sirkulasi
cylinder ------- silinder
Huruf c asing dilafalkan dengan [k] jika huruf itu diikuti oleh huruf a, u, o, dan konsonan.
Misalnya:
corelation ---------- korelasi
calculation ---------- kalkulasi
cubic ---------- kubik
construction ---------- konstruksi
classification ---------- kalsifikasi
Sejalan dengan keterangan itu, huruf c pada civitas pun dilafalkan dengan [s] karena
terletak di muka i, tetapi pada academica, huruf c dilafalkan dengan [k] karena terletak di muka
29
a. Dengan demikian, civitas academica dilafalkan dengan [sivitas akademika], bukan [sivitas
academica].
4. Bagaimanakah melafalkan angka tahun 1989 yang benar dan melafalkan angka 0?
Sampai saat ini pelafalan angka tahun dan angka memang masih cukup bervariasi. Tahun
1989, misalnya, ada yang melafalkannya dengan [satu-sembilan-delapan sembilan] atau angka
demi angka, tetapi ada pula yang melafalkannya dengan [sembilan belas delapan- sembilan]. Di
samping itu, tidak sedikit juga yang melafalkannya dengan [seribu sembilan ratus delapan puluh
sembilan]. Dari berbagai variasi itu, pelafalan yang dipandang resmi adalah pelafalan yang
terakhir, yaitu [seribu sembilan ratus delapan puluh sembilan]. Pelafalan itu pulalah yang
sebaiknya digunakan, sedangkan dua pelafalan yang lain dipadang tidak baku,
Angka 0 berarti ‘kosong’atau ‘tidak ada apa-apanya’. Dalam bahasa kita pelafalan angka
itu, yang sebaiknya digunakan adalah [nol], bukan [kosong]. Misalnya, nomor telepon 306039
dilafalkan dengan [tiga-nol-enam-nol-tiga-sembilan], bukan [tiga-kosong-enam-kosong-tiga-
sembilan].
Pelafalan angka 0 dengan [kosong] kemungkinan dipengaruhi oleh bahasa Inggris zero ,
yang dalam bahasa kita memang sering diterjemahkan dengan kosong
5. Manakah pelafalan yang benar [energi], [enerkhi], atau [enerji]?
Kata energi dalam bahasa Indonesia diserap dari kata asing energy (Inggris). Sesusi
dengan nama huruf di dalam abjad bahasa Indonesia, huruf g tetap dilafalkan dengan [g], bukan
[kh] atau [j]. Oleh karena itu pelafalan yang baku untuk kata energi adalah [energi], bukan
[enerkhi] atau [enerji].
Pelafalan g dengan [kh] diduga merupakan pengaruh dari lafal bahasa Belanda,
sedangkan dengan [j] diduga pengaruh lafal bahasa Inggris. Dalam berbahasa Indonesia yang
baik, pelafalan yang terpengaruh bahasa asing itu patut dihindari karena lafal bahasa Indonesia
yang baik adalah lafal yang tidak menampakkan pengaruh dari bahasa lain, baik bahasa daerah
maupun bahasa asing.
Beberapa contoh pelafalan kata yang serupa dapat dilihat di bawah ini.
30
Kata Lafal Baku Lafal Tidak Baku
biologi [biologi] [biolokhi], [bioloji]
teknologi [teknologi] [teknolokhi], [teknoloji]
filologi [filologi] [filolokhi], [filoloji]
sosiologi [sosiologi] [sosiolokhi], [sosioloji]
fonologi [fonologi] [fonolokhi], [fonoloji]
Seperti tampak pada contoh di atas, lafal yang baku adalah lafal yang sebaiknya
digunakan, sedangkan yang tidak baku sebaiknya kita hindari.
6. Pusat Pendidikan dan Latihan atau Pusat Pendidikan dan Pelatihan?
Jika pendidikan itu diartikan ‘proses mendidik’ dan didikan diartikan’ hasil mendidik’,
dengan taat asas ‘ proses melatih’ akan menjadi pelatihan, dan latihan akan diartikan ‘hasil
melatih, ‘yang dilatihkan’. Sejalan dengan itu, yang benar adalah Pusat Pendidikan dan
Pelatihan, bukan Pusat pendidikan dan Latihan.
7. Bebas parkir atau parkir gratis?
Kata free parking berarti ’dibebaskan dari pembayaran parkir, parkir gratis atau parkir
cuma-cuma. Kata no parking berarti ‘dilarang parkir’atau ‘bebas parkir’ atau ‘bebas dari parkir’.
Kawasan bebas becak berarti ‘tempat yang bebas dari becak’, bebas banjir ‘bebas dari banjir’,
bebas pajak ‘ bebas dari pajak.
Tidak tepat jika free parking dipadankan dengan bebas parkir. Yang benar untuk kata
free parking adalah ‘parkir gratis’, ‘parkir tanpa bayar’.
8. Sudah benarkah penulisan (1) mengolahragakan masyarakat, (2) ulang tahun Korpri
ke-14, (3) Digahayu HUT RI ke XXX?
(1) Untuk mengimbau masyarakat agar gemar berolahraga dipakai orang ungkapan
mengolahragakan masyarakat.Ungkapan itu kurang tepat. Imbuhan me-....-kan pada bentuk
mengolahragakan masyarakat, menurut kaidah bahasa Indonesia berarti ‘membuat ... jadi ....’ ,
31
yakni’ membuat masyarakat menjadi olah raga’. Untuk mengungkapkan arti ‘membuat
masyarakat berolah raga’ hendaklah digunakan imbuhan memper- ... –kan. Jadi bentuk yang
benar adalah memperolahragakan masyarakat, bukan mengolahragakan masyarakat.
(2) Bentuk Ulang Tahun Korpri ke-14 dianggap kurang cermat karena dapat ditafsirkan
bahwa di negara kita sekurang-kurangnya ada 14 macam Korpri. Yang berulang tahun pada saat
itu adalah Kopri ke -14. Dalam penyusunan kata yang cermat, sebaiknya ke -14 itu didekatkan
pada ulang tahun karena memang yang dirayakan itu adalah ulang tahun ke -14 Korpri. Jadi,
penulisan yang benar adalah Ulang Tahun Ke 14 Korpri.
(3) Setiap menjelang peringatan hari kemerdekaan republik Indonesia banyak dijimpai
tulisan yang mengungkapkan ucapan “selamat Ulang Tahun Republik Indonesia”. Ungkapan itu
dalam pemakaiannya sangat bervariasi. Dari berbagai variasi itu ada beberapa di antaranya yang
penulisannya kurang tepat. Hal itu dapat diperlihatkan pada contoh di bawah ini.
(1) DIRGAHAYU HUT RI Ke-64
(2) DIRGAHAYU RI KE-64
Penulisan dan penyusunan contoh (1) itu dilakukan secara tidak cermat sehingga dapat
menimbulkan salah tafsir. Penggunaan kata dirgahayu pada kalimat di atas jelas tidak tepat
karena dirgayu ditempatkan di depan kata hari ulang tahun (HUT). Kata dirgahayu merupakan
kata serapan dari bahasa Sansekerta yang berarti’ ‘panjang umur’ atau ‘(mudah-mudahan)
berumur panjang’.
Kalau kalimat di atas dialihkan, maka kalimat itu menjadi:
MUDAH-MUDAHAN PANJANG UMUR HUT RI KE-64
MUDAH-MUDAHAN PANJANG UMUR RI KE- 64
Yang didoakan panjang umurnya bukan negara republik Indonesia, melainkan hari ulang
tahunnya. Hari ulang tahun itu hanya berumur sehari. Yang diserukan agar panjang umurnya
bukan negara Republik Indonesia, melainkan hari ulang tahun yang ke-30. Jelas, penggunaan
kata dirgahayu seperti di atas tidak tepat. Kalimat yang dapat digunakan sebagai berikut.
DIRGAHAYU RI BER- HUT KE- 64
Jadi, yang didoakan agar panjang umurnya itu ialah negara Republik Indonesia yang
berhari ulang tahun ke 64.
32
Ketidak tepatan contoh (2), yaitu dirgahayu RI ke-64, terletakpada penempatan kata
bilangan tingkat. Dalam hal ini kata bilangan tingkat yang diletakkan sesudah RI (RI Ke-30)
dapat menimbulkan kesan bahwa RI seolah-olah berjumlah 64 atau mungkin lebih. Kesan itu
dapat menimbulkan pengertian bahwa yang sedang berulang tahun adalah RI yang ke-64 bukan
Ri yang ke-10, ke15, atau yang lain. Padahal kita mengetahui bahwa di dunia ini hanya ada sari
RI, yaitu Republik Indonesia yang sedang berulang tahun ke 64. Untuk mrnghindari
kemungkinan terjadinya salah tafsir semacam itu, susunan RI ke-64 harus kita ubah. Pengubahan
itu dilakukan dengan memindahkan kata bilangan tingkat ke-64 ke posisi sebelum RI dan
menggantikan kata dirgahayu dengan sehingga susunannya menjadi HUT ke-64 RI.
Atas dasar uraian di atas, dapat digunakan kalimat-kalimat sebagai berikut.
DIRGAHAYU RI
HUT KE-64 RI
DIRGAHAYU KEMERDEKAAN KITA
9. Menyolok atau Mencolok?
Kata menyolok dan mencolok sama-sama sering digunakan oleh pemakai bahasa
Indonesia. Meskipun demkian, di antara keduanya hanya satu bnebtukanyang sesuai dengan
kaidah pembentukan kata bahasa Indonesia.
Untuk mengetahui bentukan kata yang benar, kita perlu mengetahui dasar dari bentukan
itu. Untuk itu, kita dapat memeriksanya di dalam kamus. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
ternyata hanya ada kata dasar colok
7. Kalimat Tidak Logis atau Tidak Bernalar
33
Penalaran adalah suatu proses berpikir untuk menghubung-hubungkan fakta yang ada
sehingga sampai pada suatu simpulan. Dengan perkataan lain, penalaran ialah proses mengambil
simpulan dari bahan bukti atau petunjuk ataupun yang dianggap bahan bukti atau petunjuk.
Kalimat yang diucapkan atau dituliskan haruslah kalimat yang benar. Artinya, kalimat
tersebut harus dilandasi suatu pemikiran yang jernih, harus ditunjang oleh bahan bukti atau data
yang benar. Sebaliknya, jika kalimat ditulis berawal dari pemikiran yang kusut atau alasan yang
sesat, kalimat yang lahir adalah kalimat yang salah nalar, yakni kalimat yang disebabkan oleh
ketidaktepatan orang mengikuti tata cara pikirannya. Berikut ini beberapa contoh kalimat yang
salah nalar.
1. Dengan memanjatkan puji syukur kepada Tuhan, maka selesailah penyusunan skripsi
ini tepat pada waktunya.
Kalimat di atas merupakan kalimat yang salah nalar. Tidak mungkin penyusunan skripsi
akan selesai hanya dengan memanjatkan puji syukur kepada Tuhan. Makalah harus dikerjakan
dengan tekun, teliti, dan sabar. Penyusun skripsi harus berani mengatasi segala rintangan dan
hambatan yang dihadapinya dalam penyusunan itu. Jika hal-hal itu dapat dilalui, mudah-
mudahan penyusunan skripsi itu selesai.
Tentu kita percaya betul bahwa Tuhan selalu melimpahkan karunia-Nya kepada hamba-
Nya, termasuk kepada penyusun skripsi. Dengan karunia Tuhan yang diterimanya, penyusun
skripsi dapat bekerja dengan tekun dan sabar, dapat mengatasi segala hambatan yang
dihadapinya. Untuk itulah, ia memanjatkan puji syukur kepada Tuhan atas keberhasilannya.
Berdasarkan uraian di atas, kita dapat menggunakan kalimat berikut agar penalaran kita tidak
sesat. Kalimat di atas dibetulkan sebagai berikut.
3a. Penyusun memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
kekuatan kepada penyusun sehingga skripsi dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
3b. Penyusun memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kekuatan yang
diberikan-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya.
2. Waktu dan tenpat kami persilakan
34
Hampir dalam setiap upacara yang diselenggarakan oleh berbagai instansi atau
organisasi, pembawa acara mengucapkan kalimat, misalnya Acara berukutnya adalah sambutan
Gubernur Bali, waktu dan tempat kami persilakan.
Kalimat (1) Waktu dan tempat kami persilakan termasuk kalimat yang tidak logos karena
ide kalimat itu tidak dapat diterima akal sehat. Jalan pikiran pembawa acara itu kacau karena
sebenarnya yang harus dipersilakan adalah Gebernur Bali. Gubernur Bali yang harus
memberikan sambutan, tetapi yang dipersilakan waktu dan tempat. Betulkah waktu dan tempat
dapat memberikan sambutan? Dalam kalimat sebelumnya, jelas bahwa yang akan memberikan
sambutan adalah Gubernur Bali, bukan waktu dan bukan juga tempat. Akan tetapi, dalam kalimat
selanjutnya jalan pikiran pembawa cara tergelincir, yakni dengan mempersilakan waktu dan
tempat, seolah-olah yang diundang untuk datang ke mimbar pertemuan penting itu adalah waktu
dan tempat.
Beberapa pilihan agar kalimat pembawa acara itu bernalar adalah sebagai berikut.
1a. Acara selanjutnya adalah sambutan Gubernur Bali. Bapak Gubernur, kami persilakan.
1b. Acara selanjutnya ialah sambutan Gubernur Bali. Bapak Dewa Berata, kami persilakan.
3. Sekarang kita tiba pada acara berikut, yaitu sambutan dari bapak X. Waktu dan tempat
kami persilakan.
Seorang teman sejawat saya hadir dalam sebuah pertemuan karena beliau memang
diminta berbicara pada kesempatan itu. Setelah tiba saatnya, pembawa acara berkata, “Sekarang
kita tiba pada acara berikut, yaitu sambutan dari Bapak X. Waktu dan tempat kami persilakan”
Ketika itu, bapak X itu tetap duduk di kursinya, tidak juga memperlihatkan sikap akan
meninggalkan tempat duduknya. Pembawa acara mengulang kembali permintaannya, “Bapak X,
kami persilakan tampil ”. Barulah teman saya itu meninggalkan tempat duduknya, berjalan ke
arah podium, berdiri di sana, dan sejenak kemudian memulai pembicaraannya.
Kata bapak itu, “ Saya tadi tidak berdiri dan melakukan apa yang diminta oleh Saudara
pembawa acara karena tadi saya dengar bukan saya yang dipersilakan. Tetapi, yang dipersilakan
itu adalah waktu dan tempat. Hadirin tertawa, Gerrr,,,
35
Ini bukan sebuah lelucon, tetapi benar-benar terjadi. Nah, Anda melihat bahwa apa yang
dikatakan oleh pembawa acara itu juga diucapkan oleh sebagian besar orang yang ditugasi
menjadi pembawa acara dalam pertemuan-pertemuan. Mereka tidak lagi berpikir bahwa kalimat
itu salah, tidak logis. Di mana ada waktu dan tempat yang dapat dipersilakan.
3. Untuk mempersingkat waktu, kita lanjutkan pada acara keempat.
Kesalahan kalimat di atas adalah penggunaan kelompok kata mempersingkat waktu.
Apakah betul waktu dapat dipersingkat atau disingkat? Waktu tidak dapat dipersingkat, waktu
tidak dapat diringkas karena rentang waktu sehari semalam sudah pasti, yakni jumlahnya 24 jam;
satu jam sama dengan 60 menit; satu menit sama dengan 60 detik. Yang dapat kita lakukan
bukanlah mempersingkat waktu, melainkan menghemat waktu. Misalnya, pertemuan semula
direncanakan berlangsung 1 jam. Akan tetapi, karena cuaca mendung pertanda akan hujan,
acara-acara pertemuan pun dipercepat. Akibatnya, tentu saja waktunya dihemat sehingga tidak
sampai 1 jam, tetapi cukup 45 menit, misalnya. Jadi, perbaikan kalimat di atas sebagai berikut.
Untuk menghemat waktu, kita lanjutkan acara ini dengan acara keempat.
4. Saudara-saudara hadirin kami persilakan berdiri karena Bapak Gubernur berkenan
meninggalkan pertemuan ini karena tugas yang menanti beliau di tempat lain.
Contoh lain penggunaan kata yang tidak tepat dan salah kaprah pula. Dalam sebuah
perayaan hari raya tertentu. Bapak gubernur di wilayah itu diundang untuk memberikan
sambutan. Setelah selesai memberikan kata sambutannya, beliau mohon diri kepada panitia agar
dapat meninggalkan perayaan yang masih berlangsung itu. Gubernur itu meminta izin kepada
panitia untuk meninggalkan perayaan itu. Tetapi, apa yang kita dengar dari pembawa acara
melalui pengeras suara?
“Saudara-saudara hadirin kami persilakan berdiri karena Bapak Gubernur berkenan
meninggalkan pertemuan ini karena tugas yang menanti beliau di tempat lain.”
Penggunaan kata berkenan dalam kalimat pembawa acara itu benar-benar salah kaprah .
Bekenan artinya ‘setuju, mau, bersedia dengan hati yang tulus tidak berkeberatan’, dalam hal
yang baru saja dibicarakan itu, bapak gubernur yang bersangkutan tidak dimintai persetujuannya.
36
Beliau sendiri malah yang meminta izin atau pekenan panitia untuk meninggalkan tempat itu
karena tugas lain menanti beliau di tempat lain. Terlihat ada keinginan pada pembawa acara
untuk memperhalus bahasanya tetapi ia salah dalam memilih kata. Kata berkenan pada kalimat
di atas tidak tepat penggunaannya. Upaya memperhalus bahasa di sini tidak mengena. Kata akan
yang seharusnya dipakai, dan kata ini tidak mengungkapkan ketidaksopanan.
5. Kami mengucapkan terima kasih atas bantuan dan perhatiannya.
Sering juga kita melihat orang yang mengakhiri surat dengan kalamat sebagai berikut, “
Kami mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan dan perhatiannya”. Dikatakan
perhatiannya. Perhatian siapa? Kalau yang dimaksud itu ialah orang yang menerima surat, maka
bukan –nya yang seharusnya dipakai, melainkan Bapak, atau Ibu atau Saudara, atau Anda, dan
sebagainya. Jadi, katakanlah.
Kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Bapak.
Kami ucapkan terima kasih atas perhatian Ibu.
Atas perhatian Saudara, saya ucapkan terima kasih.
Orang yang disurati ialah Bapak, Ibu, Saudara atau Anda (orang ke dua) bukan –nya = ia
atau dia (orang ke tiga). Oleh karena itu, dalam konteks itu bukan –nya yang dipakai.
6. Kita harus memasyarakatkan olah raga dan mengolahragakan masyarakat.
Kalimat ini diragukan kebenarannya. Sepintas lalu tampaknya bentuk itu tapat dan sedap
didengar karena ada unsur rima yang harmonis, memasyarakatkan olah raga dan
mengolahragakan masyarakat. Untuk menguji benar atau tidaknya bentuk itu, kita dapat
membuat bentuk lain sebagai bandingan. Misalnya, merumahkan karyawan dan mengaryakan
rumah, mengandangkan mobil dan memobilkan kandang.
Unsur pembentuk memasyarakatkan adalah awalam me- dan akhiran –kan, secara
bertahap dilekatkan pada kata masyarakat; unsur mengolahragakan adalah awalam me- dan
akhiran –kan dilekatkan pada kata olah raga.
Jika imbauan itu menghendaki agar masyarakat berolahraga, bentuk yang benar
memperolahragakan masyarakat. Cara ini dipilih jika ingin membolakbalikkan dua kata atau
37
lebih demi mencapai maksud tertentu. Akan tetapi, itu bukanlah satu-satunya cara yang dapat
dipakai karena masih ada pengungkapan yang lain yang lebih baik. Jika memperolahragakan
masyarakat dianggap kurang sedap didengar, kita dapat membuat ungkapan lain, seperti
mengajak masyarakat agar senang berolah raga.
Selain kalimat di atas, beberapa kalimat yang salah kaprah disajikan di bawah ini.
7. Saya memenangkan dia dalam pertandingan itu.
Kata memenangkan dalam pemakaian bahasa dewasa ini perlu mendapat perhatian kita
karena yang menarik dari penggunaan kata ini ditinjau dari bentuk dan artinya. Mari kita bahas
bentuk itu dengan makna yang dikandung oleh imbuhan yang melekat pada kata itu, yaitu me-
kan.
Contoh:
Saya memenangkan dia dalam pertandingan itu.
Kalimat di atas mempunyai arti bahwa saya telah membuat dia, menjadikan dia, atau
menyebabkan dia menang dalam pertandingan itu, misalnya, dengan sengaja mengalah
karena tujuan tertentu yang ingin dicapai.
8. Ia lebih suka makan daging ayam daripada kambing.
Kalimat ini mengandung makna , ia senang makan daging ayam dan kambing pun suka
makin daging ayam’ sebab yang dibandingkan adalah subjek kalimat. Kalimat itu dapat
dilengkapkan menjadi Ia lebih senang makan daging ayanm daripada kambing makan daging
ayam. Kita yakin bahwa maksud penyusun kalimat bukanlah seperti itu, tetapi ia menyenangi
daging ayam dan kurang menyenangi daging kambing. Kalimat trsebut dibetulkan menjadi
kalimat di bawah ini.
4a. Ia lebih suka makan daging ayam daripada makan daging kambing.
9. Ia tidak paham dan mengerti keadaan politik dewasa ini.
38
Kesalahan kalimat ini terletak apada kekurangcermatan penyusun kalimat dalam
menggunakan rincian, yakni tidak paham dan mengerti. Tiidak mungkin seseorang yang tidak
paham politik dewasa ini sekaligus ia mengerti politik dewasa ini.
Memang kesalahannya hanyalah pada ketidaksejajaran kata tidak paham dan mengerti.
Akan tetapi, jika ingin berbicara tertib, cermat, dan bernalar, harus kita lebih berhati-hati dalam
mengungkapkan sesuatu. Kita pun tidak mungkin mengatakan, “Saya tidak senang dan rela pacar
diambil orang,” buka? Oleh karena itu, kalimat di atas dibetulkan menjadi kalimat di bawah ini.
5a. Ia tidak paham dan tidak mengerti keadaan politik dewasa ini.
10. Dalam kunjungan kerja tersebut, Kepala P&K jawa Barat menyempatkan waktu
untuk melihat pelaksanaan ebtanas.
Dalam kalimat di atas ada ungkapan menyempatkan waktu. Apa artinya? Waktu tidak
dapat disempatkan. Waktu itu benda mati, bagaimana waktu disempatkan? Maksudnya diberi
kesempatan? Yang mungkin digunakan ialah menyempatkan diri. Artinya mencari dan
mengadakan kesempatan; di sini maksudnya tentu waktu, untuk diri sendiri. Dapat juga
dikatakan menyediakan waktu. Jadi, kalimat di atas dapat diperbaiki sebagai berikut.
2a. Dalam kunjungan kerja tersebut, Kepala P&K Jawa Barat menyempatkan diri untuk...
2b. Dalam kunjungan kerja tersebut, Kepala P&K Jawa Barat menyediakan waktu untuk..
DAFTAR PUSTAKA
39
Arifin, E. Zainal. 1993. Seribu Satu Kesalahan Berbahasa. Jakarta: Akademika Pressindo.
Arikunto, Suharsini. 1993. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Bandung:Bina Aksara.
Badudu, J.S. 1979. Membina Bahasa Indonesia Baku. Bandung: Pustaka Prima.
Badudu, J.S. 1981. Membina Bahasa Indonesia Baku. Bandung : Pustaka Prima.
Badudu, J.S. 1988. Inilah Bahasa Indonesia yang Benar. Jakarta: PT Gramedia.
Hadi, Sutrisno. 1980. Metodologi Research. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada.
Keraf,Gorys.1980. Komposisi Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende-Flores: Nusa Indah.
Poerwadarminta, W.J.S. 1983. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Pusat Bahasa Depatemen Pendidikan Nasional. 2003. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan. Jakarta: Balai Pustaka.
Ramlan, M,dkk. 1990. Bahasa Indonesia Yang Benar dan Salah. Yogyakarta : Balai Pustaka.
Slamet, dan Sutono, Syahban. 1996. Surat Menyurat. Surakarta: Setiaji.
Sudaryanto.1996. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta wacana University Press.
Sujana. 1992. Metode Statistika. Bandung: Tarsito.
Suparni. 1994. Bahasa dan Sastra Indonesia. Bandung: Aditya.
Surakhmad, Winarno. 1982. Pengantar Penelitian Ilmiah. Bandung: Tarsito.
Suryawan,Ukun. 1998. Dasar – Dasar Bahasa Indonesia Baku. Bandung : Tarsito.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1988. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Wirjosoedarmo, Soekono. 1981. Tata Bahasa Indonesia. Surabaya: Sinar Wijaya.
40