Dna Finger Printing (Forensik) 1

38
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Dinamika politik, ekonomi, sosial dan budaya yang berkembang di masyarakat bukan saja menimbulkan interaksi positif antar anggota masyarakat, tetapi sering kali juga berdampak negatif. Berbagai kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia, seperti tindak kekerasan, pelecehan seksual, hingga pembunuhan kini makin sering diberitakan. Di sisi lain, kasus pemungkiran alur keluarga juga cukup banyak menarik perhatian masyarakat. Beragam kasus tersebut menimbulkan debat yang sengit di forum peradilan, dan setiap pihak yang terlibat umumnya saling bertahan, yang bisa berbuntut pada munculnya tindakan anarkis lain. Oleh sebab itu, pembuktian kebenaran kasus harus ditangani secara ilmiah agar menimbulkan kepuasan di setiap pihak terkait. Pada tahun 1823M, para ahli mulai mengenalkan teknik identifikasi sidik jari sebagai metode yang efektif. Kala itu mulai diketahui bahwa sidik jari manusia mempunyai pola yang spesifik. Namun sejak keberhasilan Francis Crick dan James Watson mendefinisikan DNA (deoxyribo nucleic acid) tahun 1953 serta penemuan bentuk DNA oleh Maurice Wilkins dan Rosalind Franklin (2) , maka penggunaan tes DNA untuk pengungkapan kasus kejahatan atau perselisihan semakin populer di dunia. Tes DNA atau disebut juga dengan DNA fingerprinting adalah suatu teknik biologi molekuler yang dipakai untuk kepentingan pengujian forensik terhadap materi uji berdasarkan profil DNA. Penggunaan DNA untuk pembuktian kasus kriminal pertama kali dilakukan pada tahun 1987, dalam sebuah kasus pemerkosaan di Inggris. (6) Di Indonesia, istilah DNA fingerprint mulai mencuat sebagai cara identifikasi forensik setelah terjadi rentetan peristiwa peledakan bom di tanah air, seperti kasus bom Bali, bom JW Marriot, peledakan bom di depan Kedubes Australia dan lain-lain (3) . Metode ini menjadi lebih sering didengar saat pihak berwajib berusaha mengidentifikasi korban bencana Tsunami Aceh maupun korban bencana besar belakangan ini,

Transcript of Dna Finger Printing (Forensik) 1

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    I.1. LATAR BELAKANG

    Dinamika politik, ekonomi, sosial dan budaya yang berkembang di masyarakat bukan

    saja menimbulkan interaksi positif antar anggota masyarakat, tetapi sering kali juga berdampak

    negatif. Berbagai kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia, seperti tindak kekerasan, pelecehan

    seksual, hingga pembunuhan kini makin sering diberitakan. Di sisi lain, kasus pemungkiran alur

    keluarga juga cukup banyak menarik perhatian masyarakat. Beragam kasus tersebut

    menimbulkan debat yang sengit di forum peradilan, dan setiap pihak yang terlibat umumnya

    saling bertahan, yang bisa berbuntut pada munculnya tindakan anarkis lain. Oleh sebab itu,

    pembuktian kebenaran kasus harus ditangani secara ilmiah agar menimbulkan kepuasan di setiap

    pihak terkait.

    Pada tahun 1823M, para ahli mulai mengenalkan teknik identifikasi sidik jari sebagai

    metode yang efektif. Kala itu mulai diketahui bahwa sidik jari manusia mempunyai pola yang

    spesifik. Namun sejak keberhasilan Francis Crick dan James Watson mendefinisikan DNA

    (deoxyribo nucleic acid) tahun 1953 serta penemuan bentuk DNA oleh Maurice Wilkins dan

    Rosalind Franklin (2), maka penggunaan tes DNA untuk pengungkapan kasus kejahatan atau

    perselisihan semakin populer di dunia.

    Tes DNA atau disebut juga dengan DNA fingerprinting adalah suatu teknik biologi

    molekuler yang dipakai untuk kepentingan pengujian forensik terhadap materi uji berdasarkan

    profil DNA. Penggunaan DNA untuk pembuktian kasus kriminal pertama kali dilakukan pada

    tahun 1987, dalam sebuah kasus pemerkosaan di Inggris.(6) Di Indonesia, istilah DNA fingerprint

    mulai mencuat sebagai cara identifikasi forensik setelah terjadi rentetan peristiwa peledakan bom

    di tanah air, seperti kasus bom Bali, bom JW Marriot, peledakan bom di depan Kedubes

    Australia dan lain-lain(3). Metode ini menjadi lebih sering didengar saat pihak berwajib berusaha

    mengidentifikasi korban bencana Tsunami Aceh maupun korban bencana besar belakangan ini,

  • 2

    seperti di Wasior (Papua Barat), Mentawai (Sumatera Barat), dan korban erupsi gunung Merapi

    (Jawa Tengah-Yogyakarta).

    Penggunaan DNA fingerprint ini umumnya ditempuh setelah melihat kondisi korban

    yang sudah tidak berbentuk. Dalam kondisi tubuh korban masih utuh, identifikasi biasa

    dilakukan melalui dua dari sembilan metode identifikasi. Kesembilan metode itu ialah

    pemeriksaan secara visual, lewat dokumen atau surat, dari perhiasan, pakaian, data pemeriksaan

    medis, serologi, pemeriksaan gigi dan odontologi, sidik jari, dan pemeriksaan berdasarkan

    prinsip eksklusi (4).

    Atas dasar itu, pada referat ini kami mengambil judul Identifikasi Forensik dengan

    Pemanfaatan tes DNA .

    I.2. RUMUSAN MASALAH.

    Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dalam penulisan referat dengan

    topik Penerapan teknik tes DNA pada identifikasi forensik ini dapat dirumuskan permasalahan

    sebagai berikut:

    1. Bagaimana karakterisitik DNA sehingga dapat menjadi penciri suatu individu dan

    lingkup kekerabatannya?

    2. Bagaimana sampel DNA diperoleh dan dipersiapkan untuk analisis?

    3. Bagaimana ragam teknik analisis DNA? Apa kelebihan dan kekurangan masing-

    masing?

    4. Bagaimana menginterpretasikan data dan menetapkan hasil identifikasi forensik?

    I.3. TUJUAN PEMBAHASAN

    1. Untuk memahami karakterisitik DNA sebagai penciri individu berdasarkan informasi

    genetik.

    2. Untuk mengetahui sumber perolehan DNA dan mengetahui tahap-tahap isolasi DNA.

    3. Untuk memahami ragam teknik analisis DNA beserta kelebihan dan kekurangan

    masing-masing metode.

    4. Untuk memahami teknik interpretasi data dan menetapkan hasil identifikasi forensik.

  • 3

    5. Untuk memenuhi persyaratan ujian pada kepaniteraan klinik ilmu kedokteran forensik

    dan medikolegal.

    I.4. MANFAAT PEMBAHASAN

    1. Bagi Mahasiswa/wi

    Sebagai bekal dalam menjalani profesi sebagai dokter muda, ataupun saat setelah

    berprofesi dokter.

    2. Bagi Institusi Pendidikan

    - Sebagai materi tinjauan pustaka yang diharapkan dapat melengkapi database

    tinjauan ilmiah yang sudah ada.

    - Sebagai bentuk kontribusi pemikiran kepada masyarakat, terutama terkait kasus-

    kasus bidang Kedokteran Forensik dan Medikolegal yang berkembang di

    masyarakat.

    3. Bagi Institusi Penegak Keadilan

    Sebagai tambahan informasi tentang pentingnya penerapan tes DNA sebagai salah

    satu alat Identifikasi Forensik pada berbagai kasus.

  • 4

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    II.1. PENGERTIAN DNA

    II.1.1. STRUKTUR DAN KARAKTERISTIK DNA

    DNA (deoxyribo nucleic acid) adalah asam nukleat yang mengandung materi genetik

    yang berguna perkembangan dan fungsi biologis seluruh organisme hidup. Fungsi utama dari

    molekul DNA adalah sebagai tempat penyimpanan informasi jangka panjang. DNA seringkali

    dianalogkan dengan blue print, karena DNA mengandung instruksi yang diperlukan dalam

    pembentukan komponen sel seperti protein dan molekul RNA. Segmen DNA yang membawa

    informasi genetik disebut gen.(6)

    DNA berwujud dua rantai polimer panjang (double helix) yang terdiri dari komponen

    gula pentosa (deoksiribosa) dan gugus fosfat yang distabilisasi oleh ikatan hidrogen antar

    molekul basa yang terdapat pada kedua untai. Keempat basa DNA adalah Adenin (A), sitosin

    (C), guanin (G), dan timin (T), yang kemudian diklasifikasikan menjadi dua tipe, yaitu Purin

    (pasangan adenin dan guanin yang memiliki struktur cincin ganda) dan Pirimidin (pasangan

    sitosin dan timin yang mempunyai struktur cincin tungal).(7)

    Selain itu, DNA mempunyai unit esensial berupa kodon, yang merupakan triplet urutan

    basa dan masing-masing triplet mengkodekan sebuah asam amino tertentu. Kode genetik hanya

    menentukan struktur protein primer. Protein ini dapat merupakan komponen struktural

    makromolekul atau enzim yang mengendalikan sintesis non protein.(7)

    Pada organisme eukariotik, sebagian besar DNA berada pada inti sel (kromosom), yaitu

    yang disebut core DNA (c-DNA); dan sebagian kecil DNA berada dalam mitokondria (organel

    mitokondria), yaitu yang disebut mitokondria DNA (mt-DNA). c-DNA merupakan materi

    genetik yang membawa sifat individu dan diturunkan dari ayah dan ibu menurut hukum Mendel.

    Berdasarkan pola pewarisan ini, maka pemeriksaan c-DNA dapat digunakan untuk mencari

    hubungan anak-ibu maupun anak-bapak. (7)

  • 5

    Gambar 1. Struktur Kimia DNA URL: http://schools-wikipedia.org/wp/g/Genetics.htm

    Sedangkan mt-DNA merupakan materi genetik yang membawa kode genetik dari

    berbagai enzim dan protein yang berkaitan dengan proses pembentukan dan penuaan. Berbeda

    dengan c-DNA, mt-DNA berbentuk lingkaran ganda yang hanya diturunkan dari ibu kepada

    anak, sehingga pemeriksaan mt-DNA hanya dapat digunakan untuk mencari hubungan anak-ibu.

    Dalam forensik yang dimaksud dengan pemeriksaan DNA umumnya merujuk pada pemeriksaan

    c-DNA yang penggunannya lebih luas.(7)

    II.1.2. KROMOSOM

    Setiap sel dalam tubuh seseorang memiliki rangkaian DNA identik. Rangkaian DNA

    setiap sel disebut kromosom. Setiap kromosom dibagi menjadi lokus-lokus yang menandai posisi

    gen dalam kromosom. Setiap sel dalam tubuh manusia memiliki 23 pasang kromosom yang

    terdiri atas 22 pasang kromosom autosomal dan satu pasang kromosom seks (XX pada wanita,

    dan XY pada laki-laki). Rangkaian DNA pada setiap orang didapatkan dari kontribusi sel ovum

    ibunya dan sel sperma ayahnya.

  • 6

    Kromosom Y menempati posisi yang unik dalam hal kriminologi dan genealogi.

    Kromosom Y merupakan salah satu kromosom terkecil dari 23 pasang kromosom manusia,

    namun memiliki sejumlah gen aktif dan memiliki nilai penting dalam DNA-typing.(8)

    Kromosom Y mengandung SRY (Sex Determining Region Y) yang berperan menentukan

    kelelakian seseorang dengan peranannya mengatur terbentuknya hormon testosterone.

    Kromosom Y bersifat unik karena setiap kromosom Y pada seorang pria akan diturunkannya

    secara langsung hanya kepada anak laki-lakinya dan kemudian diteruskan oleh anak laki-lakinya

    kepada cucunya hingga keturunan laki-laki selanjutnya.

    Peran penting kromosom Y dalam DNA typing antara lain untuk kriminologi dan analisis

    forensik, analisis orang hilang, kasus warisan yang melibatkan keterkaitan genetik antara

    anggota keluarga laki-laki, kasus imigrasi untuk menentukan kekerabatan genetik, dan

    kepentingan antropologi.(8)

    II.2. TES DNA

    II.2.1. PENGERTIAN TES DNA

    Tes DNA adalah salah satu teknik biologi molekuler penanda genetik yang dipakai untuk

    pengujian terhadap materi profil DNA, yaitu sehimpunan data yang menggambarkan susunan

    DNA yang dianggap khas untuk individu yang menjadi sampelnya. Hanya sebagian kecil berkas

    DNA yang dipakai untuk pengujian, seperti bagian DNA yang berisi pengulangan urutan basa

    (variable number tandam repeats / VNRT).

    Tes DNA ini sangat dipercaya dan sudah diakui keabsahannya dapat mengidentifikasi

    seseorang dengan keakuratan mencapai 100 %, sehingga banyak dimanfaatkan dalam analisis,

    pihak kepolisian maupun pengadilan khusunya untuk membantu mengungkap suatu perkara.

    Adanya kesalahan bahwa kemiripan pola DNA bisa terjadi secara random (kebetulan) sangat

    kecil kemungkinannya, yaitu dengan peluang satu diantara satu juta. Jikapun terdapat kesalahan

    itu disebabkan oleh faktor human error terutama pada kesalahan interpretasi fragmen-fragmen

    DNA oleh operator (manusia). (7,20,21)

    DNA yang biasa digunakan dalam tes adalah c-DNA dan mt-DNA. Sampel DNA yang

    paling akurat digunakan dalam tes adalah c-DNA, karena inti sel tidak bisa berubah. Sementara

  • 7

    mt-DNA dapat berubah karena berasal dari garis keturunan ibu yang dapat berubah seiring

    dengan perkawinan keturunannya. Namun, keunikan dari pola pewarisan mt-DNA tersebut

    sekaligus menjadi kelebihannya, sehingga mt-DNA dapat dijadikan sebagai marker (penanda)

    untuk tes DNA dalam upaya mengidentifikasi hubungan kekerabatan secara maternal.(9)

    II.2.2. TUJUAN TES DNA

    Tes DNA pada umumnya digunakan untuk 2 tujuan yaitu (1) tujuan pribadi seperti

    penentuan perwalian anak atau penentuan orang tua dari anak (Tes Paternitas); dan (2) tujuan

    hukum, yang meliputi masalah forensik, seperti identifikasi korban yang telah hancur maupun

    untuk pembuktian kasus kejahatan semisal kasus pemerkosaan atau pembunuhan. (9)

    Tes paternitas adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui apakah seorang pria

    adalah ayah biologis dari seorang anak. Metode tes paternitas terbagi atas metode analisis DNA

    dan metode konvensional. Tes paternitas dengan menggunakan analisis DNA merupakan analisis

    informasi genetik yang sangat spesifik dalam membedakan ciri setiap individu, sehingga dapat

    memastikan (hampir 100%) bahwa sesorang adalah ayah biologis si anak atau bukan. Sedangkan

    metode konvensional dengan analisis fenotip dibagi menjadi tiga, yaitu

    1. Sistem sel darah merah terdiri dari: sistem ABO, Rhesus (Rh), MNS, Kell (K), Duffy

    (Fy), Kidd (Jk), Lutheran.

    2. Sistem biokimia meliputi pemeriksaan plasma protein dan enzim sel darah merah terdiri

    dari: haptoglobin (Hp), phosphoglucomrantaie (PGM), Esterase D (EsD), Erythrocyte

    Acid Phosphatase (EAP), Glyoxalase (GLO), Adenosine Deaminase (ADA), Adenylate

    Kinase (AK), Group specific Component (GC), Gm dan KM.

    3. Human Leucocyte Antigen (HLA) yang mengidentifikasi antigen pada leukosit.

    II.2.3. SAMPEL DAN PENYIAPAN SAMPEL UNTUK TES DNA

    Hampir semua sampel biologis tubuh seperti darah dan bercak darah, seminal, cairan

    vaginal, dan bercak kering, rambut (baik rambut lengkap dengan akarnya atau hanya batang

    rambut), epitel bibir (misal pada puntung rokok), sel buccal, tulang, gigi, saliva dengan nukleus

    (pada amplop, perangko, cangkir), urine, feces, kerokan kuku, jaringan otot, ketombe, sidik jari,

  • 8

    atau pada peralatan pribadi dapat digunakan untuk sampel tes DNA, tetapi yang sering

    digunakan adalah darah, rambut, usapan mulut pada pipi bagian dalam (buccal swab), dan kuku.

    Untuk kasus-kasus forensik, sampel sperma, daging, tulang, kulit, air liur atau sampel biologis

    lain yang ditemukan di tempat kejadian perkara (TKP) dapat dijadikan sampel tes DNA.(12,13,14)

    Tahap pengambilan dan penyimpanan bahan atau sampel merupakan tahapan yang vital,

    dan harus dilakukan dengan prinsip-prinsip di bawah ini: (14)

    1. Hindari tempat yang terkontaminasi DNA dengan tidak menyentuh objek secara

    langsung dengan tangan, tidak bersin atau batuk di dekat barang bukti.

    2. Menggunakan sarung tangan bersih untuk pengumpulan barang bukti. Sarung tangan

    harus diganti untuk setiap penanganan barang bukti yang berbeda

    3. Setiap barang bukti harus disimpan terpisah.

    4. Bercak darah, bercak sperma, dan bercak lainnya harus dikeringkan dahulu sebelum

    disimpan.

    5. Sampel harus disimpan pada amplop atau kertas setelah dikeringkan. Jangan

    menggunakan bahan plastik karena plastik dapat mempercepat degradasi molekul

    DNA. Setiap amplop harus ditandai nomor kasus, nomor bukti, waktu pengumpulan.

    6. Bercak pada permukaan meja atau lantai dapat diambil dengan swab kapas steril dan

    alkohol. Keringkan kapas tersebut sebelum dibawa.

    7. Di laboratorium, sampel DNA disimpan dalam kulkas bersuhu 4oC atau dalam freezer

    bersuhu -20oC. Sampel yang akan digunakan dalam waktu yang lama, dapat disimpan

    dalam suhu -70oC.

    Secara umum DNA dapat rusak akibat pengaruh lingkungan seperti paparan sinar

    matahari, terkena panas, bahan kimia, air dan akibat kerja enzim DNAase yang terdapat dalam

    jaringan sendiri. Untuk itu terhadap berbagai bahan sampel tersebut harus diberi perlakuan

    sebagai berikut:(11,12)

    1. Jaringan, organ dan tulang. (17)

    Bila masih segar, ambil tiap bagian dengan pinset lalu masukkan masing-masing bagian

    ke dalam wadah tersendiri. Beri label yang jelas dan tanggal pengambilan sampel, simpan

    di pendingin lalu kirim ke laboratorium. Namun bila sampel tidak lagi segar (busuk),

  • 9

    ambil sampel, bungkus dengan kerta alumunium, dan bekukan pada suhu -20oC. Beri

    label yang jelas dan tanggal pengambilan sampel, lalu kirim ke laboratorium.

    2. Darah dan bercak darah (seperti darah pada pakaian, karpet, tempat tidur, perban).(11,17)

    - Darah

    o Darah cair dari seseorang.

    Ambil dengan menggunakan semprit.

    Masukkan ke dalam tabung yang diberikan pengawet EDTA 1 ml

    darah.

    Beri label yang jelas dan tanggal pengambilan sampel, simpan dalam

    termos es, lemari es atau kirim ke laboratorium.

    o Darah cair di TKP.

    Ambil dengan menggunakan semprit, pipet atau kain.

    Masukkan ke dalam tabung yang berisikan pengawet EDTA. Bila

    membeku, ambil dengan menggunakan spaltel.

    Beri label yang jelas dan tanggal pengambilan sampel, simpan di termos

    es, lemari es, atau kirim ke laboratorium.

    o Darah cair dalam air/salju/es.

    Sesegera mungkin, ambil secukupnya, masukkan ke dalam botol.

    Hindari kontaminasi, beri label yang jelas dan tanggal pengambilan

    sampel, simpan atau kirim ke lab.

    - Bercak darah basah.

    o Ditemukan pada pakaian

    Pakaian dengan noda ditempatkan pada permukaan bersih dan keringkan.

    Setelah kering, masukkan kantong kertas atau amplop.

    Beri label yang jelas dan tanggal pengambilan sampel, kirim ke

    laboratorium.

    o Ditemukan pada benda.

    Bila benda kecil biarkan kering, tetapi pada benda besar, hisap bercak

    tersebut dengan kain katun dan keringkan.

    Masukkan amplop, beri label yang jelas dan tanggal pengambilan sampel,

    dan kirim ke laboratorium.

  • 10

    o Ditemukan pada karpet atau benda yang dapat dipotong.

    Potong bagian yang ada nodanya.

    Tiap potongan diberi label yang jelas, sertakan potongan yang tidak ada

    nodanya sebagai kontrol.

    Kirim ke laboratorium.

    o Percikan darah kering

    Gunakan celotape, tempelkan pada percikan noda.

    Masukkan celotape tersebut kedalam kantong plastik.

    Beri label yang jelas dan tanggal pengambilan sampel, kirim ke

    laboratorium.

    3. Sperma dan bercak sperma.(17)

    - Sperma cair.

    a. Hisap dengan semprit, masukkan ke dalam tabung.

    b. Atau dengan kapas, keringkan.

    c. Beri label yang jelas dan tanggal pengambilan sampel, lalu kirim ke

    laboratorium.

    - Bercak sperma pada benda yang dipindah (misalnya pada celana).

    a. Bila masih basah, keringkan.

    b. Bila kering, potong pada bagian yang ada nodanya, dan masukkan ke dalam

    amplop.

    c. Beri label yang jelas dan tanggal pengambilan sampel, lalu kirim ke

    laboratorium.

    - Bercak sperma pada benda besar yang bisa dipotong (misalnya pada karpet).

    o Potong pada bagian yang bernoda.

    o Masukkan ke dalam amplop.

    o Beri label yang jelas dan tanggal pengambilan sampel, lalu kirim ke

    laboratorium.

    - Bercak pada benda yang tidak dapat dipindah dan tidak menyerap (misal: lantai).

    o Kerok bercaknya, lalu masukkan kertas.

    o Lipat kertas hingga membungkus kerokan, masukkan ke dalam amplop.

  • 11

    o Beri label yang jelas dan tanggal pengambilan sampel, lalu kirim ke

    laboratorium.

    4. Urine, saliva dan cairan tubuh yang lain. (17)

    - Sampel cair

    a. Urine atau saliva dimasukkan ke dalam tempat steril.

    b. Simpan di pendingin, beri label yang jelas dan tanggal pengambilan

    sampel, lalu kirim ke laboratorium.

    - Bercak urine, saliva

    a. Dugaan noda, dikerok atau potong lalu kumpulkan.

    b. Masukkan amplop, beri label yang jelas dan tanggal pengambilan sampel,

    lalu kirim ke laboratorium.

    5. Rambut dan gigi. (17)

    - Rambut.

    a. Cabut beberapa helai rambut (10-15 helai) dengan akarnya. Hati-hati bila

    tercampur dengan darah

    b. Tempatkan pada wadah, beri label yang jelas dan tanggal pengambilan

    sampel. Kirim ke laboratorium.

    - Pulpa Gigi

    a. Cabut gigi yang masih utuh. Sampel gigi sebaiknya tidak dirusak oleh

    endodontia.

    b. Masukkan ke dalam kantong plastik, beri label yang jelas dan tanggal

    pengambilan sampel.

    II.2.4. TEKNIK TES DNA

    Beberapa kelebihan tes DNA dibandingkan dengan pemeriksaan konvensional lainnya

    adalah sebagai berikut:(10,11)

    1. Ketepatan yang lebih tinggi.

    Sebagai contoh dalam pemeriksaan suatu bercak darah sebelum ditemukannya

    pemeriksaan DNA dilakukan pemeriksaan golongan darah. Hasil pemeriksaan golongan

    darah yang tidak cocok akan menyebabkan orang yang dicurigai tersingkir sebagai

    sumber darah tersebut, namun jika cocok maka merupakan suatu kemungkinan saja.

  • 12

    Sedangkan hasil pemeriksaan DNA terhadap bercak darah tersebut akan nyaris sempurna

    dalam menentukan siapa sumber bercak darah tersebut.

    2. Kestabilan yang tinggi.

    Pada kasus-kasus dimana bukti sebagai sampel sudah membusuk, maka hanya tes DNA

    yang masih dapat dilakukan, karena DNA bersifat tahan pembusukan dibandingkan

    protein.

    3. Pilihan sampel yang luas.

    Penyebaran DNA hampir pada seluruh bagian tubuh membuat sampel untuk tes DNA

    dapat diambil dari berbagai bagian tubuh kecuali sel darah merah.

    4. Dapat mengungkap kasus sulit

    Hanya tes DNA yang dapat dilakukan untuk pemecahan kasus-kasus sulit yang tidak

    dapat dipecahkan oleh metode konvensional antara lain seperti: penentuan keayahan,

    kasus incest, kasus paternitas dengan bayi dalam kandungan, kasus paternitas dengan

    bayi yang sudah meninggal dan kasus paternity tanpa kehadiran sang ayah.

    5. Dapat mengungkap kasus perkosaan dengan banyak pelaku, pemeriksaan DNA dapat

    memastikan berapa orang pelaku dan siapa saja pelakunya.

    6. Sensitifitas yang amat tinggi

    Sensitifitas tes DNA dapat mencapai 99,9 %. Tes DNA juga dapat dilakukan pada sampel

    dengan jumlah kecil dengan metode PCR.

    Adapun jenis-jenis teknik analisa DNA adalah sebagai berikut:(15)

    1. Restriction Fragment Length Polymorphism (RFLP)

    Teknik pertama yang digunakan analisa DNA dalam bidang forensik adalah

    RFLP. Polimorfisme yang dinamakan Restriction Fragment Leght Polymorphism (RFLP)

    adalah suatu polimorfisme DNA yang terjadi akibat variasi panjang fragmen DNA

    setelah dipotong dengan enzim retriksi tertentu menjadi fragmen Variable Number Of

    Tandem Repeat (VNTR). Teknik ini dilakukan dengan memanfaatkan suatu enzim

    restriksi yang mampu mengenal urutan basa tertentu dan memotong DNA (biasanya 4-6

    urutan basa). Urutan basa tersebut disebut sebagai recognition sequence.(15,18)

  • 13

    Enzim restriksi ini dihasilkan oleh bakteri dan dinamakan menurut spesies bakteri

    yang menghasilkannya. Enzim yang berbeda memiliki recognition sequence yang

    berbeda, sehingga panjang segmen tersebut bervariasi pada tiap orang, hal ini disebabkan

    karena titik potong enzim yang berbeda dan panjang segmen antara titik potong juga

    berbeda.(11,16)

    Analisa yang dihasilkan adalah variasi pada panjang fragmen DNA yang telah

    ditentukan. Setelah selesai, pola RFLP tampak seperti kode batang (bar code). Saat

    membandingkan hasil analisa dua sampel, pola batang pada autoradiograf dibandingkan

    untuk menentukan apakah kedua sampel tersebut berasal dari sumber yang sama. (11,16)

    Proses pada teknik RFLP diawali dengan proses pemotongan dengan

    menggunakan enzim restriksi tertentu menjadi segmen-segmen yang berbeda. Kemudian

    dengan menggunakan gel yang dialiri arus listrik, potongan DNA diurutkan berdasarkan

    panjangnya. Proses ini dinamakan electrophoresis, dan prinsip pada proses in adalah

    potongan DNA yang lebih pendek bergerak lebih cepat daripada yang lebih panjang.

    Gambar 2. Analisis DNA dengan RFLP URL: http://www.scq.ubc.ca/dna-fingerprinting-in-the-

    standardization-of-herbs-and-nutraceuticals/

    Untuk mendeteksi adanya segmen yang bersifat polimorfik maka dilakukan suatu

    prosedur yang disebut sebagai Southern Blooting. Dalam prosedur ini pada gel

  • 14

    ditambahkan suatu zat kimia yang berfungsi untuk memisahkan rantai ganda menjadi

    rantai tunggal, kemudian membran nilon diletakkan diatas gel dan bahan penyerap diatas

    membran nilon. Cairan akan bergerak ke dalam bahan penyerap bersama potongan DNA

    rantai tunggal. (11,16)

    Kemudian dengan menggunakan fragmen pendek DNA (DNA probe) yang

    mengandung petanda radioaktif maka akan dideteksi DNA yang berasal dari lokasi pada

    genome yang memiliki ciri yang jelas dan sangat polimorfik. Pada proses ini DNA probe

    akan berikatan dengan potongan DNA rantai tunggal dan membentuk DNA rantai ganda

    pada bahan nilon. DNA probe yang tidak berikatan akan dicuci. Membran nilon yang

    berisi potongan DNA yang telah ditandai dengan DNA probe selanjutnya ditransfer pada

    selembar film X-ray. Pada proses ini akan tampak hasil berupa kode batang yang disebut

    autorad. Pola inilah yang dibandingkan untuk mengetahui apakah kedua sampel bersal

    dari sumber yang sama. Pada teknik RFLP tidak hanya digunakan satu DNA probe,

    diamana DNA probe yang berbeda menandai lokus yang berbeda. (11,16)

    Keunggulan RFLP adalah sifatnya yang kodominan, cukup berlimpah dalam arti

    lokus-lokus yang dipergunakan untuk RFLP dapat menunjukkan ratusan variasi untuk

    tiap lokus, mampu memeriksa lebih dari satu lokus, serta frekuensi polimorfismenya

    tinggi karena hipervariabilitas pada tiap lokus.

    Selain itu, penanda ini mudah dipetakan dalam peta genetik, serta tidak mudah

    berubah hasilnya bila diulang (stabil). Karena bukan berbasis PCR, penanda ini tidak

    spesifik spesies sehingga bisa digunakan untuk perbandingan peta genetik spesies yang

    berbeda-beda. Dengan demikian jika dua sampel berasal dari sumber yang berbeda,

    RFLP mampu membedakannya menggunakan jumlah lokus yang lebih sedikit. RFLP

    dapat menentukan apabila sebuah sampel berasal dari lebih satu sumber dan dapat

    membedakan sumbernya dengan baik. (11,16,18)

    Namun kelemahannya, penanda ini memerlukan DNA dalam jumlah besar,

    memakan waktu lama ( 3 hari), serta melibatkan penggunaan pelabelan isotop radioaktif

    pada teknik yang pertama kali digunakan. Kelemahan yang terakhir ini dapat diatasi

    setelah ditemukan teknik tanpa radioaktif.( (11,16,18)

  • 15

    2. Polymerase Chain Reaction (PCR)

    Metode Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah suatu metode untuk

    memperbanyak DNA template tertentu dengan enzim polymerase DNA. Reaksi teknik ini

    didesain seperti meniru penggandaan atau replikasi DNA yang terjadi dalam makhluk

    hidup, hanya pada segmen tertentu dengan bantuan enzim DNA polymerase sebanyak 20

    hingga 40 siklus (umumnya 30 siklus), dengan tingkat akurasi yang tinggi. Proses ini

    berlangsung secara in-vitro dalam tabung reaksi sebesar 200 l. Walaupun dengan sampel

    DNA yang sedikit atau sudah mulai terdegradasi, PCR mampu menggandakan atau

    mengkopi DNA template hingga miliaran kali jumlah semula sehingga dapat diperoleh

    informasi.(11,15,16,19)

    Gambar 3. Siklus copy DNA template pada PCR. URL: http://users.ugent.be/~avierstr/principles/pcr.html

    Sampel DNA yang disiapkan untuk metode PCR dapat dianalisa menggunakan

    beberapa cara. Secara umum variasi per lokus sampel DNA yang disiapkan melalui PCR

    lebih rendah daripada variasi pada RFLP. Dengan demikian hasil dapat diperoleh dari

    sampel yang kurang secara kualitas maupun kuantitas namun kekuatan diskriminasinya

    lebih rendah dengan jumlah lokus yang sama. Kekuatan metode Analisa PCR adalah

    kemampuan untuk menganalisa beberapa lokus secara bersamaan dengan proses yang

    otomatis.(11,15,16)

    PCR dilakukan dengan menggunakan mesin Thermal Cycler yang dapat

    menaikkan dan menurunkan suhu dalam waktu secara cepat sesuai kebutuhan siklus

  • 16

    PCR. Pada awalnya orang menggunakan tiga penangas air (water bath), berpindah dari

    satu suhu ke suhu lainnya menggunakan tangan. Tapi sekarang mesin Thermal Cycler

    sudah terotomatisasi dan dapat diprogram sesuai kebutuhan. (19)

    Selain DNA template yang akan digandakan dan enzim DNA polymerase,

    komponen lain yang dibutuhkan adalah: (19)

    a. DNA Primer.

    DNA primer adalah sepasang DNA rantai tunggal atau oligonukleotida

    pendek yang memiliki sekuen yang komplemen dengan DNA template, dibuat

    secara sintetis, dan dirancang agar menempel mengapit pada daerah tertentu yang

    diinginkan, serta mampu menunjukkan urutan DNA yang akan diperbanyak,

    menginisiasi sekaligus membatasi reaksi pemanjangan rantai atau polimerisasi

    DNA.

    b. dNTP (deoxynucleoside triphosphate).

    dNTP atau building blocks merupakan komponen penyusun DNA yang

    baru. dNTP terdiri atas 4 macam sesuai dengan basa penyusun DNA, yaitu dATP,

    dCTP, dGTP dan dTTP.

    c. Buffer.

    Buffer yang biasanya digunakan terdiri atas bahan-bahan kimia untuk

    mengkondisikan reaksi agar berjalan optimum dan menstabilkan enzim DNA

    polymerase.

    d. Ion Logam.

    i. Ion logam bivalen, umumnya Mg++, fungsinya sebagai kofaktor bagi

    enzim DNA polymerase. Tanpa ion ini enzim DNA polymerase tidak

    dapat bekerja.

    ii. Ion logam monovalen, kalsium (K+)

    e. Master-Mix

    Master-mix terdiri dari

    32 l air.

    5 l PCR-Buffer (dengan Mg2+).

    5l dNTP-Mix.

    2 l D1S80 Primer-Mix.

  • 17

    1 l Taq Polymerase 45 l (per orang).

    Proses yang terjadi pada teknik ini serupa dengan cara DNA memperbanyak

    jumlahnya dalam sel. Ada tiga tahap yang dilakukan di laboratorium. Pertama, proses

    yang dinamakan Denaturation, yaitu dengan memanaskan segmen atau urutan DNA

    rantai ganda pada suhu 96o, sehingga DNA rantai ganda akan memisah menjadi rantai

    tunggal. Tahap kedua yaitu proses Annealing atau Hybridization, pada proses ini setiap

    rantai tunggal tersebut dipersiapkan dengan cara mengikatkannya dengan DNA primer.

    Tahap ini dilakukan dengan menurunkan suhu hingga ke kisaran 4060oC selama 20-40

    detik. Tahap Ketiga, disebut Extension atau Elongasi. Pada tahap ini, DNA polymerase

    ditambahkan dan dilakukan peningkatan suhu ke kisaran suhu kerja optimum enzim

    DNA polymerase, yaitu suhu 70-72 oC. Kemudian, DNA polymerase akan memasangkan

    dNTP yang sesuai dengan pasangannya, dilanjutkan dengan proses replikasi. Enzim akan

    memperpanjang rantai baru ini hingga ke ujung, dan lamanya waktu ekstensi bergantung

    pada panjang daerah yang akan diamplifikasi.

    Selain ketiga proses tersebut biasanya PCR didahului dan diakhiri oleh tahapan

    berikut, yaitu tahap Pra-denaturasi. Tahapan ini dilakukan selama 1-9 menit di awal

    reaksi untuk memastikan kesempurnaan denaturasi dan mengaktifasi DNA Polymerase.

    Tahap terakhir yang dilakukan setelah siklus PCR terakhir disebut tahap Final Elongasi.

    Biasanya dilakukan pada suhu optimum enzim (70-72oC) selama 5-15 menit untuk

    memastikan bahwa setiap rantai tunggal yang tersisa sudah diperpanjang secara

    sempurna.

  • 18

    Gambar 4. Proses PCR yang terjadi di Laboratorium. URL:

    http://users.ugent.be/~avierstr/principles/pcr.html

    Keunggulan PCR dibandingkan RFLP adalah: (15)

    a. Simpel dan mudah dilaksanakan di laboraturium.

    b. Hasil diperoleh dalam waktu singkat (dalam beberapa hari)

    c. Oleh karena kapasitas produksi segmen DNA yang tidak terbatas maka metode

    yang berdasarkan PCR memungkinkan untuk menganalisa DNA dalam jumlah

    sangat sedikit.

    Kekurangan metode PCR adalah: (15,22)

    a. Mudah terkontaminasi

    Kontaminasi merupakan masalah yang besar pada PCR karena sistem ini

    memperbanyak DNA yang ada dengan tingkat akurasi yang tinggi. Sebuah

  • 19

    molekul DNA dapat menjadi jutaan bahkan milyaran DNA dalam waktu tiga

    jam, jika ada sebuah molekul DNA bakteri atau kontaminan lain tercampur maka

    molekul tersebut juga akan diperbanyak dalam laju yang sama sehingga akan

    terjadi salah kesimpulan.

    b. Kebanyakan lokus dalam PCR memiliki alel lebih sedikit dibandingkan VNTR

    pada metode RFLP.

    c. Tidak seperti VNTR yang menggunakan area yang tidak berfungsi, beberapa

    lokus dari PCR adalah gen yang fungsional, ini berarti telah terjadi seleksi alam

    yang menyebabkan perbedaan yang lebih besar dari subgroup populasi.

    3. Short Tandem Repeats (STRs)

    Metode STRs (Short Tandem Repeats) adalah salah satu metode analisis yang

    berdasar pada metode Polymerase Chain Reaction (PCR). STRs (Short Tandem Repeat)

    adalah suatu istilah genetik yang digunakan untuk menggambarkan urutan DNA pendek

    (2 5 pasangan basa) yang diulang. Genome setiap manusia mengandung ratusan STRs.

    Metode ini paling banyak dikembangkan karena metode ini cepat, otomatis dan memiliki

    kekuatan diskriminasi yang tinggi. Dengan metode STRs dapat memeriksa sampel DNA

    yang rusak atau dibawah standar karena ukuran fragmen DNA yang diperbanyak oleh

    PCR hanya berkisar antara 200 500 pasangan basa.

    Selain itu pada metode ini dapat dilakukan pemeriksaan pada setiap lokus yang

    memiliki tingkat polimorfisme sedang dengan memeriksa banyak lokus dalam waktu

    bersamaan. Teknik yang digunakan adalah multiplexing yaitu dengan memeriksa banyak

    lokus dan berbeda pada satu tabung. Dengan cara ini dapat menghemat waktu dan

    menghemat sampel. Analisis pada teknik ini didasarkan pada perbedaan urutan basa

    STRs dan perbedaan panjang atau pengulangan basa STRs.(11,15)

    Namun metode STRs memiliki kelemahan yaitu mensyaratkan penggunaan tiga

    belas lokus sedangkan DNA inti hanya memliki dua salinan molekul dalam setiap sel.

    Hal ini menyulitkan untuk menganalisis ketigabelas lokus tersebut, terutama pada

    laboratorium dengan prasarana sederhana. (23)

    4. Y-Short Tandem Repeats (Y-STRs)

    Y-STRs adalah STRs yang ditemukan pada kromosom Y. Y-STRs dapat

    diperiksa menggunakan jumlah sampel kecil dan rusak dengan metode dan alat yang

  • 20

    sama dengan pemeriksaan STRs pada kromosom autosomal. Karena kromosom Y hanya

    terdapat pada pria maka Y- STRs dapat berguna untuk menyaring informasi genetik yang

    spesifik dari pria yang yang menjadi sampel.

    Gambar 5. Sebuah STR profil manusia parsial. URL: http://www.thefullwiki.org/Short_tandem_repeat

    Pemeriksaan Y-STRs dapat digunakan untuk memeriksa sampel tanpa sperma

    yang bercampur antara sampel laki-laki dan perempuan, seperti sampel darah atau air liur

    yang diambil dari korban kasus perkosaan. Pemeriksaan ini juga dapat mendeteksi profil

    pria ketika hanya profil wanita yang tampak jelas saat menggunakan STRs. Karena

    kromosom Y tidak mempunyai homolog pada genom manusia, maka disebut hemizygous.

    Kromosom Y tidak mempunyai partner yang sama seperti pada kromosom autosomal.

    Walaupun ia berpasangan selama pembelahan sel, rekombinasi genetik yang terjadi

    hanya sedikit atau tidak ada sama sekali, hal ini diwariskan kepada keturunannya. Y-

    STRs sangat berguna untuk menyelesaikan kasus disputed paternity pada anak laki-laki,

    karena kromosom Y diturunkan oleh ayah kepada anak laki-laki.(11,15)

    5. Mitochondrial DNA (mt-DNA)

    Aplikasi penggunaan mt-DNA dalam identifikasi forensik dimulai pada tahun

    1990. Mitokondria adalah partikel intraselular yang terdapat di luar nukleus dalam

    sitoplasma sel. Mitokondria mengandung DNA kecil berupa molekul berbentuk sirkular

    yang terdiri dari 16569 pasangan basa yang dapat diidentifikasi. Setiap sel mengandung

    100 1000 mitokondria.

    Ciri khas dari mt-DNA adalah pola penurunannya. Tidak seperti DNA inti yang

    tersusun dari kombinasi separuh DNA orang tua, mt-DNA hanya mengandung DNA ibu.

  • 21

    Mitokondria diturunkan melalui sel telur tidak melalui sperma walaupun sperma secara

    struktural juga mengandung mitokondria dalam jumlah kecil, hal ini disebabkan karena

    bagian mitokondria sperma tidak masuk ke dalam sel telur sehingga hanya mitokondria

    ibu yang secara normal diturunkan pada anaknya.(11,15)

    mt-DNA bersifat seperti kromosom Y yang tidak mempunyai homolog pada

    genom manusia, maka disebut hemizygous hal ini menyebabkan mt-DNA dan

    Kromosom Y diturunkan secara spesifik. Jika dari pemeriksaan mt-DNA dapat

    mengetahui garis ibu, maka dari pemeriksaan Kromosom Y dapat mengetahui garis ayah

    pada anak laki-laki. Perbedaan yang terlihat bahwa mt-DNA adalah marker sitoplasmik

    yang diturunkan ibu kepada semua anaknya sedangkan Kromosom Y adalah marker

    nuklear yang hanya diturunkan seorang ayah pada anak laki-lakinya.(11)

    6. CODIS (Combined DNA Index System)

    CODIS merupakan analisis DNA yang baru dikembangkan FBI. FBI memilih 13

    STR yang digunakan sebagai deretan lokus utama standar dan meningkatkan

    pengembangan kemampuan laboraturium untuk melakukan pemeriksaan pada lokus

    tersebut. Laboratorium di seluruh dunia menggunakan lokus yang sama. Pengumpulan 13

    lokus utama meningkatkan kemampuan diskriminasi. Kemungkinan ditemukan

    kecocokan antara dua orang yang tidak berhubungan berdasarkan random di Caucasian

    Amerika adalah satu diantara 575 trilyun. Angka kemungkinan ini lebih kecil

    dibandingkan UK system. FBI secara aktif dilibatkan dalam pengumpulan data frekuensi

    populasi pada grup dan subgrup populasi yang berbeda. Populasi ini kemudian dibagi

    lagi, misalnya data dari Jepang, Cina, Korea dan Vietnam. Pada dunia bagian barat

    terdapat data untuk Bahamian, Jamaica dan Trinidadian. (15,16,22,24)

    FBI menyediakan software sebagai fasilitas pada penggunaan CODIS, termasuk

    pelatihan penggunaan sistem serta menyediakan dukungan bagi laboraturium untuk

    melakukan analisis DNA. CODIS menggunakan dua indeks atau putunjuk untuk

    melakukan pemeriksaan pada kasus kriminal dengan analisis dna. Convicted Offender

    Index mengandung profil narapidana yang melakukan tindakan criminal. The Forensik

    Index mengandung profil DNA dari fakta yang didapatkan pada kasus criminal misalnya

    darah atau semen. Kedua indeks ini didapatkan dengan komputer.(15)

  • 22

    II.3. ANALISIS HASIL TES DNA

    Analisis DNA untuk tes paternitas meliputi beberapa tahap yaitu tahap pengambilan

    spesimen, tahap proses laboraturium, tahap perhitungan statistik dan pengambilan kesimpulan.

    Untuk metode tes DNA di Indonesia, masih memanfaatkan metode elektroforesis DNA.

    Intrepretasi hasilnya adalah dengan cara menganalisa pola DNA menggunakan marka STR (short

    tandem repeats). STR adalah lokus DNA yang tersusun atas pengulangan 2-6 basa. Dalam

    genom manusia dapat ditemukan pengulangan basa yang bervariasi jumlah dan jenisnya. Dengan

    menganalisa STR ini, maka DNA tersebut dapat diprofilkan dan dibandingkan dengan sampel

    DNA terduga lainnya.

    Ketika sampel DNA yang telah dimurnikan dimasukkan ke dalam mesin PCR) sebagai

    tahapan amplifikasi, maka hasil akhirnya berupa copy urutan DNA lengkap dari DNA sampel.

    Selanjutnya copy urutan DNA ini akan dikarakterisasi dengan elektroforesis untuk melihat pola

    pitanya. Karena urutan DNA setiap orang berbeda, maka jumlah dan lokasi pita DNA (pola

    elektroforesis) setiap individu akan berbeda juga. Pola pita inilah yang disebut DNA sidik jari

    (DNA finger print) yang akan dianalisa pola STR nya. Tahap terakhir adalah DNA berada dalam

    tahapan typing, proses ini dimaksudkan untuk memperoleh tipe DNA. Mesin PCR akan

    membaca data-data DNA dan menampilkannya dalam bentuk angka-angka dan gambar-gambar

    identifikasi DNA. Penetapan hasil tes DNA ini dilakukan mencocokkan tipe DNA korban

    dengan tipe DNA pihak tercurigai atau dengan tipe DNA yang telah tersedia dalam database.

    Jika dari pembacaan, diperoleh tingkat homolog melebihi ambang yang ditetapkan (misal 90%),

    maka dapat dipastikan korban adalah kerabat pihak tercurigai.

    Pada kasus paternitas maupun maternitas, hasil analisis laboratorium (profil DNA) akan

    terlihat berupa pita-pita DNA yang terdapat pada gel poliakrilamid. Pita DNA anak kemudian

    dibandingkan dengan pita DNA ayah dan ibunya. Dapat dilihat bahwa masing-masing orang

    memiliki dua pita sebagai representasi dua alel yang menggambarkan DNA pada satu pasang

    kromosom. Salah satu pita pada kolom DNA anak sama tinggi dengan salah satu pita ibu yang

    menunjukkan alel tersebut berasal dari ibu, artinya pita anak yang kedua berasal dari pihak ayah

    terlihat bahwa salah satu pita ayah sama tinggi dengan pita kedua anak. Kemudian dilakukan

    perhitungan statistik sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa pria tersebut kemungkinan besar

  • 23

    adalah ayah dengan kemungkinan sekian persen dibandingkan dengan orang lain dalam ras yang

    sama.

    II.4. CONTOH PRAKTIS PENERAPAN TEKNIK ISOLASI DAN UJI DNA

    Penguasaan teori tentang isolasi dan analisis DNA tentunya belum cukup untuk

    menjadikan seseorang mampu memahami teknik analisis forensik berdasarkan pendekatan

    analisis DNA. Untuk itu penjelasan tentang protokol atau prosedur isolasi dan analisis DNA ini

    sangat diperlukan. Berikut uraian teknis isolasi dan analisis DNA tersebut.

    Sedikitnya ada 4 titik kritis yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan analisis forensik

    berdasarkan uji DNA. Ke empat tahap penting tersebut adalah (1) penanganan dan penyiapan

    sampel, (2) isolasi DNA dan penggandaannya, (3) analisis DNA, dan (4) interpretasi dan

    penetapan hasil.

    II.4.1. PENYIAPAN SAMPEL DAN ISOLASI DNA

    Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, sampel untuk analisis DNA dapat diperoleh

    dari berbagai jaringan, seperti bagian daging (otot), tulang, gigi, darah, sperma, saliva, rambut

    dan sebagainya. Setiap jenis sampel yang berbeda mempunyai teknik penyiapan sampel yang

    berbeda dan teknik isolasi DNA yang berbeda pula. Jumlah sampel yang umumnya terbatas,

    tidak menjadi kendala, karena jumlah DNA akan digandakan sebelum proses analisis dan

    kuantifikasinya. Dengan kondisi ini, maka prosedur isolasi DNA dianggap selesai mketika DNA

    telah terekstrak dan dimurnikan serta siap untuk proses penggandaan (melalui PCR).

    1. TULANG DAN GIGI. (17,27)

    a. Tulang

    Isolasi DNA untuk tulang dilakukan melalui beberapa tahapan:

    - Pertama, hancurkan tulang sampai berupa bubukan halus dan mesin bor dengan

    kecepatan tertentu sehingga diperoleh bubukan tulang berukuran 100 m. Dekalsifikasi 1

    gr bubuk tulang dengan 10 ml EDTA 0,5 M (pH 7,5), selanjutnya divorteks, diinkubasi

    pada suhu 56 oC dalam alat ultrasonik selama 2 jam. Proses tersebut dipantau dengan

    menambahkan larutan amonium oksalat pH 3.0 jenuh dan proses dihentikan setelah

    larutan jernih.

  • 24

    - Kedua, DNA diisolasi dari tulang yang didekalsifikasi menggunakan 4 metode, yaitu

    metode Maxim (Silika/guanidium tiosianat), peranti DNAZol, piranti Ready AMP, dan

    ekstraksi menggunakan garam dapur NaCl.

    - DNA yang dihasilkan diukur menggunakan piranti DNA DipStick.

    - Dan ketiga, dilakukan visualisasi DNA pada gel agarosa konvensional menggunakan

    metode pengecatan perak dan perancangan primer menggunakan perangkat lunak

    pangkalan data (database) the Human Genebank dengan sekuen: 5-

    CTGATGGTTGGCCTCAAGCCTGTG-3 (Indrasex1) dan 5-TAAAGAGA-

    TTCATTAACTTGACTG-3 (Indrasex2) yang dapat menghasilkan produk PCR X-

    spesifik dan Y-spesifik menggunakan gel agarosa biasa.

    - DNA siap digunakan.

    b. Gigi

    Isolasi DNA untuk gigi dapat dilakukan melalui beberapa tahapan.

    - Pertama, gigi dibuat menjadi bubukan halus dengan cara dibor dengan mesin yang telah

    dimodifikasi sehingga kecepatannya dapat diatur (dirangkai serial dengan alat dimmer

    untuk lampu). Hilangnya bubukan tulang dpat diperkecil dengan menampung bubukan

    tersebut dalam tabung polypropylene 50 cc (nunc).

    - Hasil bubukan tulang berukuran 100 micron sebanyak 1 gram yang tertampung dalam

    tabung steril nunc tersebut didekalsifikasi dengan 10 cc 0,5 M EDTA (pH 7,5).

    - Setelah divortex, diinkubasi pada suhu 56C dalam alat ultrasonik selama 2 jam.

    Bubukan tulang akan langsung menyebar saat ditambah larutan EDTA. Proses

    dekalsifikasi dimonitor dengan penambahan larutan ammonium oxalate pH 3,0 jenuh.

    - Jika larutan tetap jernih, proses dekalsifikasi dihentikan.

    - Jumlah DNA yang dihasilkan ditentukan dengan menggunakan "DNA DipStik Kit"

    - DNA siap digunakan.

    2. JARINGAN (TISSUE)

    Sejumlah kecil contoh jaringan (=1.0-mm persegi) dimasukkan ke dalam tabung

    Eppendorf yang berisi 500 larutan 5% chelex (berat/ vol dlm H20) dan dihancurkan

    dengan ujung pipet. Sampel ini kemudian diputar (divortex) selama 1 menit, dan

    diinkubasikan pada suhu 56C selama 15 menit. Vortex kembali selama 1 menit, dan

  • 25

    panaskan pada suhu 95C selama 10 menit. Sekali lagi dilakukan pemusingan (vortex) selama

    1 menit, dan disentrifus pada kecepatan 12,000g selama 3 menit. Supernatan yang

    diperoleh (sekitar15 l) siap digunakan untuk PCR.

    3. DARAH DAN BERCAK DARAH (PADA PAKAIAN, KARPET, TEMPAT TIDUR,

    PERBAN).(11,17)

    Darah yang diambil adalah darah vena. Darah diambil minimal 2 ml dengan

    menggunakan antikoagulan EDTA. EDTA akan menjaga agar DNA tidak terjadi degradasi

    karena DNAse akan dinonaktifkan. Bila tidak secara langsung dilakukan ekstraksi, darah

    dapat disimpan dalam suhU -20oC (freezer).

    Tahap isolasi DNA:

    - Tahapan isolasi DNA darah bertujuan untuk mengisolasi jaringan sel darah putih,

    sehingga darah yang masih memiliki komponen-komponen lengkap perlu dipisahkan satu

    dengan lainnya sehingga yang tersisa hanya sel darah putih. Karena itu ke dalam tabung

    yang berisi darah diberikan larutan pelisis sel darah merah yang merupakan larutan

    hipotonis. Karena larutan tersebut hipotonis, maka akan terjadi hemolisis. Larutan pelisis

    sel darah merah terdiri atas EDTA (ethylenediamine tetraacetic acid) yang akan

    membentuk kompleks (chelate) dengan ion logam, seperti Mg2+ yang merupakan

    kofaktor DNAse. Selanjutnya tabung dibolak-balik denan gerakan memutar yang

    membentuk angka 8 agar larutan dapat menyatu dengan sempurna selama 10 menit.

    Darah yang telah bercampur dengan pelisis sel darah merah tersebut lalu disentrifugasi

    selama 10 menit dengan kecepatan 2500 rpm. Selanjutnya supernatan yang terbentuk

    dibuang. Untuk melisiskan membran sel dan membran nukleus sel darah putih yang

    terisolasi tadi, diberikan larutan pelisis sel darah putih yang terdiri atas EDTA dan SDS

    (Sodium Dodecyl Sulfate) yang berfungsi untuk merusak lipid pada membran sel

    sehingga leukosit hancur. (28)

    - Tahap selanjutnya yaitu purifikasi. Purifikasi bertujuan untuk membersihkan sel darah

    putih dari zat-zat lainnya; Ke dalam larutan tadi kemudian diberikan RNAse dan

    diinkubasi selama 15 menit pada suhu 37C. Hal tersebut bertujuan untuk

    mengoptimalkan kerja enzim yang sangat dipengaruhi oleh temperatur.

  • 26

    - Tahap berikutnya yaitu presipitasi; Tahap presipitasi dilakukan dengan cara meneteskan

    larutan presipitasi protein dan kemudian divortex yang bertujuan untuk

    menghomogenkan larutan. Larutan presipitasi protein terdiri atas amonium asetat yang

    jika berikatan dengan protein mengakibatkan terbentuknya senyawa baru yang memiliki

    kelarutan yang lebih rendah, sehingga menyebabkan protein mengendap. Larutan tersebut

    kemudian disentrifugasi kembali selama 15 menit dengan kecepatan 3000 rpm.

    Supernatan yang berisi DNA kemudian dituangkan ke dalam tabung berisi isopropanol

    dingin dan tabung dibolak-balik kembali dengan gerakan angka 8. Pemberian isopropanol

    bertujuan untuk visualisasi DNA. Selanjutnya tabung disentrifugasi kembali selama 5

    menit dengan kecepatan 3000 rpm. Hasil dari sentrifugasi adalah terdapatnya pelet DNA

    pada dasar tabung yang kemudian ditambahkan etanol 70% dan dibolak-balik kembali.

    Pemberian etanol bertujuan untuk membersihkan DNA dari pengotor-pengotornya.

    Setelah tercampur, tabung kemudian disentrifugasi kembali selama 5 menit dengan

    kecepatan 3000 rpm. Hasil akhirnya adalah DNA yang berada pada tepi dasar tabung.

    - Langkah akhirnya adalah dengan pemberian Tris-EDTA yang bertujuan untuk

    melarutkan kembali DNA untuk dipreservasi. (28)

    4. SPERMA DAN BERCAK SPERMA.(17)

    Salah satu cara pengambilan langsung sperma adalah dengan secara fisik

    memisahkan sel-sel sperma pelaku dari sel-sel epitel korban. Sel-sel sperma dapat

    dikumpulkan dalam partikel-partikel magnetik atau butiran-butiran yang dapat dilapisi

    dengan antibodi khusus untuk protein sperma. Butiran-butiran tersebut kemudian

    dibersihkan untuk menyingkirkan sel-sel epitel korban. Akhirnya, sperma yang telah

    dimurnikan tersebut dimasukan ke dalam reaksi PCR untuk menghasilkan profil DNA

    pelaku. Cara ini sangat tergantung dari keutuhan sel sperma, yang sulit didapatkan pada

    kasus dengan bukti kekerasan seksual yang sudah lama. (29)

    Cara lain untuk mengambil sel sperma adalah dengan menggunakan prosedur

    laser-capture microdissection. Prosedur ini biasanya digunakan untuk memisahkan sel-

    sel tumor dari jaringan sekitarnya pada slide mikroskop. Pada waktu sel-sel sperma

    sedang diperiksa secara mikroskopis, sebuah laser kecil diaktifkan dan sebuah plastik

    film tipis yang diletakan diatas slide mencair pada titik-titik spesifik yang ditembakan

  • 27

    oleh sinar laser untuk menangkap sel yang diinginkan. Kemudian film ini dimasukan

    kedalam tabung agar DNA dari sel-sel sperma yang telah diambil dapat diekstraksi dan

    diperjelas dengan Polymerase Chain Reaction (PCR). (29)

    Prosedur penarikan sel-sel sperma (30)

    a. Memasukkan sampel ke dalam tabung ekstraksi dan menambahkan 500 l Buffer

    Stain Ekstraksi dan 5 l Proteinase K (20 ug/ul). Campur hingga homogen dan

    inkubasi selama 2 jam pada suhu 37oC

    b. Sentrifus selama 5 menit pada kecepatan 16000 rpm

    c. Membagi sampel menjadi 3 fraksi : F1, F2, F3. F3 adalah Cairan yang tumpah

    ditempatkan pada tabung ekstraksi baru, untuk selanjutnya diproses sesuai

    kebijaksanaan analis, F1 : Pisahkan cairan supernatan pada tabung mikrosentrifus, F2

    : Pelet sel sperma dibiarkan pada tabung ekstraksi awal.

    d. Fraksi F2 :

    1. Menambahkan 500 l Buffer Stain Ekstraksi dan 5 l Proteinase K (20 ug/ul).

    Campur hingga homogen dan inkubasi selama 30 menit pada suhu 37oC.

    2. Sentrifus selama 5 menit pada kecepatan 16000 rpm.

    3. Pisahkan dan singkirkan supernatan.

    4. Memurnikan pellet sel sperma dengan 1ml TNE, sentrifus pada kecepatan

    maksimum selama 10 menit. Pisahan dan buang buffer TNE. Setelah dimurnikan,

    1 l pellet dapat dianmbil untuk KPIC.

    e. Campur hingga homogen dan inkubasi selama 2 jam pada suhu 37oC

    f. Meletakkan sampel F3 pada tabung ekstraksi dan sentrifus selama 5 menit pada

    kecepatan 16000 rpm

    g. Ektraksi organic : menambahkan 500 l phenol / kloroform / isoamyl alcohol pada

    cairan. Kocok selama 1 menit hingga diperoleh emulsi keruh. Sentrifus selama 2

    menit pada kecepatan maksimum

    h. Menempatkan cairan jernih dari ekstraksi organic ke dalam tabung Microcon 100.

    Sentrifus, lalu keringkan.

    i. Menambahkaan 50 100 l TE lagi untuk membersihkan komponen residu ektraksi

    dari DNA. Sentrifus hingga kering.

  • 28

    j. Menambahkan TE secukupnya, saring, lalu campur hingga homogen

    k. Inkubasi sampel minimal selama 1 jam pada suhu 56oC

    5. SALIVA. (17,25)

    Pengambilan sampel dari mukosa rongga mulut.

    a. Berkumurlah dengan kuat menggunakan 8 ml air selama 2 menit dan tuangkan air

    kumuran ke dalam tabung plastik (tabung Falcon). Tujuannya adalah untuk mendapatkan

    kandungan air kumur yang mengandung sel-sel dari mukosa rongga mulut, enzim dan

    apapun yang ada di dalam mulut.

    b. Pindahkan 2 ml cairan kumur tersebut ke dalam tabung Eppi dengan pipet dan sentrifus

    selama 2 menit pada kecepatan 3200 rpm. Selama sentrifugasi, sel-sel berpindah kearah

    luar karena beratnya. Setelah proses ini selesai, dapat dilihat titik kecil berwarna putih di

    dasar tabung Eppi, disebut pellet. Inilah sel-sel mukosa.

    c. Buanglah cairannya (supernatan).

    d. Ulangi langkah (a) hingga (c) paling sedikit sebanyak 2 kali, untuk memastikan terdapat

    cukup sel untuk melakukan pemeriksaan ini.

    Isolasi DNA

    a. Tambahkan 500 / buffer lysis pada pellet dengan tips biru. Salah satu bahan dari buffer

    lysis adalah deterjen yang melarutkan sel.

    b. Jentikkan tabung Eppi dengan jari sampai pellet menghilang (larut).

    c. Tambahkan 100 l precipitation buffer, kocoklah tabung Eppi dan letakkan di dalam es

    selama 5 menit. Precipitation buffer mengandung garam (potassium asetat) yang akan

    mengendapkan protein.

    d. Tabung Eppi disentrifugasi selama 15 menit pada kecepatan maksimum untuk

    mengendapkan protein.

    e. Pindahkan seitar 400 / supernatant ke dalam tabung Eppi baru yang telah berlabel.

    Tambahkan 360 l isopropanol. Jika yang dipindahkan berjumlah lebih dari 400 l

    supernatan, maka jumlah isopropanol harus ditambah juga. Kemudian letakkan kembali

    tabung Eppi ke dalam es selama beberapa menit. Jangan sampai menyedot pellet dengan

    pipet.

  • 29

    f. Kocoklah tabung dengan baik dan sentrifus kembali pada kecepatan maksimum selama

    15 menit, sehingga DNA mengendap di dasar tabung Eppi.

    g. Dengan hati-hati, buanglah supernatant dan tambahkan 500 l 70% etanol dingin dan

    sentrifus kembali pada kecepatan maksimum selama 5 menit. Etanol 70% akan

    melarutkan residu potassium asetat. Setelah supernatant dibuang, kemungkinan dapat

    terlihat pellet kecil pada dasar tabung. Keringkan Eppi pada 600C pada balok pemanas

    (biarkan terbuka) dan tambahkan 30 l air.

    h. Agar DNA larut dengan baik dalam air, tabung Eppi diletakkan kembali pada balok

    pemanas (tabung tertutup).

    6. RAMBUT. (26)

    Umumnya dipergunakan dua metode, yaitu isolasi DNA dari rambut dan Protokol dr.

    Glowatzki (Dr. Glowatzkis protocol)

    a. Isolasi DNA sampel rambut.

    1. Potong 10 15 helai akar rambut sepanjang 0,5 cm kedalam 1,5 ml tabung eppendorf

    2. Tambahkan 50 l 200mM NaOH solusi.

    3. Panaskan tabung menggunakan bak air bersuhu 94 0C selama 10 menit.

    4. Lalu dinginkan dalam suhu ruangan dan tambahkan 50 l solusi yang terdiri dari 200

    mM HCL dan 200 mM Tris-HCL pH 8,5.

    5. DNA siap untuk digunakan

    b. Isolasi DNA dengan Dr. Glowatzkis protocol

    1. Potong 5-10 akar rambut sekitar 0,5 cm ke dalam tabung eppendorf.

    2. Gunakan 50 l larutan di bawah ini sebagai buffer lisis :

    a. 10 mM Tris pH 8,3,

    b. 50 mM KCl,

    c. 0,5% Tween.

    3. Tambahkan juga 10 l larutan 20 g/ml Proteinase K dalam 10 mM Tris-HCl (pH

    7,5)

    4. Sentrifus selama 30 detik.

    5. Ultrasentrifus pada 13000 rpm selama 1 detik

  • 30

    6. Inkubasi selama satu malam dalam air hangat bersuhu 560 600 C.

    7. Inkubasi kembali selama 10 menit pada suhu 940 C (bertujuan untuk mendenaturasi

    proteinase K).

    8. Dinginkan dalam suhu ruangan.

    9. Ultrasentrifus pada kecepatan 13000 rpm selama 1 detik

    10. DNA siap untuk dilakukan PCR

    Setelah supernatan yang berisi DNA dari sampel diperoleh, maka proses analisis DNA

    sebenarnya sudah dapat dilakukan. Namun dalam kasus jumlah DNA tersebut tidak mencukup

    untuk analisis DNA (seperti elektroforesis), maka kuantitas DNA tersebut perlu digandakan,

    antara lain melalui metode Polymerase Chain Reaction (PCR).

    PCR adalah suatu metode untuk memperbanyak DNA template tertentu dengan enzim

    polymerase DNA. Reaksi teknik ini didesain seperti meniru penggandaan atau replikasi DNA

    yang terjadi dalam makhluk hidup, hanya pada segmen tertentu dengan bantuan enzim DNA

    polymerase sebanyak 20 hingga 40 siklus (umumnya 30 siklus), dengan tingkat akurasi yang

    tinggi. Proses ini berlangsung secara in-vitro dalam tabung reaksi sebesar 200 l. Walaupun

    dengan sampel DNA yang sedikit atau sudah mulai terdegradasi, PCR mampu menggandakan

    atau mengkopi DNA template hingga miliaran kali jumlah semula sehingga dapat diperoleh

    informasi.(11,15,16,19)

    PCR dilakukan dengan menggunakan mesin Thermal Cycler yang dapat menaikkan dan

    menurunkan suhu dalam waktu secara cepat sesuai kebutuhan siklus PCR. Pada awalnya orang

    menggunakan tiga penangas air (water bath), berpindah dari satu suhu ke suhu lainnya

    menggunakan tangan. Tapi sekarang mesin Thermal Cycler sudah terotomatisasi dan dapat

    diprogram sesuai kebutuhan. (19)

    II.4.2. ANALISIS DNA

    Metode yang paling umum digunakan dalam analisis DNA adalah metode pemisahan

    fraksi protein berdasarkan berta molekulnya, yakni dengan metode Elektroforesis, khususnya

    Elektroforesis dengan gel Agarose. Teknik ini dilakukan berdasarkan fakta bahwa DNA

    merupakan senyawa bermuatan negatif pada pH netral, yang disebabkan oleh rangka fosfatnya.

  • 31

    Berdasarkan sifat ini, maka jika arus listrik diberikan pada larutan yang mengandung DNA,

    molekul DNA akan terdorong menuju bagian bidang yang bermuatan posistif.

    Untuk membuat lembar elektroforesis dari gel agarose, maka langkah yang dilakukan adalah :

    a. Timbang 2 g agarose (untuk 100 ml air) dituangkan ke dalam gelas Beaker. Tambahkan

    0,5 X TBE buffer ke dalam gelas dan dipanaskan pada 2500C. Agar tidak hangus, larutan

    diagitasi menggunakan magnetic stirrer pada kecepatan 500 rpm. Agarosa larut dalam air

    mendidih. Agarose adalah serbuk yang dibuat dari rumput laut. Penambahan larutan

    buffer dimaksudkan untuk menjaga nilai pH agar tetap konstan selama pemanasan

    b. Larutan harus didinginkan, larutan dituang pada nampan pencetak yang telah dilengkapi

    dengan sisir sample. Setelah dingin gel akan mengeras (Gambar 6).

    Gambar 6. Pencetakan gel agarose untuk elektroforesis (31)

    c. Setelah mengeras (kira-kira 30 menit kemudian), cabutlah sisir dengan hati-hati.

    Pencabutan sisir pada ujung lembar gel akan membentuk lubang sebagai tempat untuk

    spotting sampel.

    Selanjutnya, untuk menganalisis DNA (sampel), langkah-langkah berikut perlu dilakukan:

    a. Masukkan lembar gel ke dalam tempat elektroforesis secara horisontal dan pastikan

    lembar gel terendam dalam larutan buffer (TBE 0.5X).

    b. Sampel yang mengandung DNA (10 l) yang dicampur dengan loading buffer (5 l)

    dipipet dan dimasukkan ke dalam lubang sampel. Loading buffer mengandung Gliserin

    (untuk mencegah DNA berfusi dengan cairan), dua pigmen biru (Bromphenol-blue dan

  • 32

    Xylencyanol untuk visualisasi. Tanpa pigmen ini tidak akan terlihat di mana posisi sumur

    tempat DNA dimasukkan, karena larutan DNA tidak berwarna. Pigmen-pigmen ini tidak

    mewarnai DNA), dan SYBR-Gold (suatu pigmen yang berikatan dengan DNA, dan

    berpendar di bawah cahaya UV). Lubang sampel pertama biasanya diisi dengan marker

    DNA. Catat posisi setiap sampel terhadap posisi marker. Lihat Gambar 7

    Gambar 7. Teknik penempatan sampel dengan pipet (31)

    c. Hubungkan seluruh unit dengan sumber listrik dan nyalakan alat pada voltase sebesar 100

    Volt selama 30-45 menit. Fragmen DNA akan bermigrasi menuju elektrode positif

    (biasanya berwarna merah). Perhatikan batas akhir pewarna (Gambar 8)

    Gambar 8. Rangkaian alat elektroforesis siap proses (31)

  • 33

    d. Setelah proses elektroforesis selesai, gel dikeluarkan dari buffer dan diletakkan di bawah

    Dark-Reader dengan sinar UV. Pita-pita DNA akan terlihat.

    Gambar 9. Contoh hasil pembacaan pita DNA (31)

    II.4.3. KUANTIFIKASI DAN INTERPRETASI

    Berdasarkan pengamatan pada pita DNA hasil elektroforesis, maka konsentrasi sampel

    DNA dapat dianalisis. Konsentrasi DNA diperoleh dengan membandingkan kekompakan pita

    dan intensitas kecerahannya yang diamati pada pola elektroforesis sampel DNA dibandingkan

    marker DNA (misal Hind III). Hasil pembandingan dituangkan dalam rasio (nisabah)-nya.

    Berdasarkan rasio pembandingan tersebut, maka konsentrasi DNA dapat dikuantifikasi

    mengikuti rumus berikut:

    (Ukuran marker x konsentrasi marker x l marker x rasio perbandingan)

    /(ukuran total marker x l sampel)

    Selain konsentrasinya, penetapan hasil analisis forensik juga perlu memperhatikan jenis

    fragmen DNA yang terbaca pada pola elektroforesisnya. Penetapan hasil tes DNA ini dilakukan

    mencocokkan tipe DNA korban dengan tipe DNA pihak tercurigai atau dengan tipe DNA yang

    telah tersedia dalam database. Jika dari pembacaan, diperoleh tingkat homolog melebihi ambang

    yang ditetapkan (misal 90%), maka dapat dipastikan korban adalah kerabat pihak tercurigai.

    Teknik penetapan hasil analisis forensik ini telah diuraikan pada akhir Bab II di atas.

  • 34

    BAB III

    PENUTUP

    III.1. KESIMPULAN.

    1. Teknik tes DNA terbukti dapat diterapkan untuk penyelesaian berbagai kasus

    perselisihan hukum dengan pendekatan ilmiah kedokteran. Beragam contoh kasus

    yang dapat diselesaikan antara lain mencakup kasus tindak kekerasan, pelecehan

    seksual, dan pembunuhan, kasus pemungkiran alur silsilah keluarga, hingga kasus

    identifikasi korban bencana alam.

    2. Untuk keperluan tes DNA, sumber isolasi DNA bisa diperoleh dari sampel

    biologis tubuh seperti darah dan bercak darah, seminal, cairan vaginal, dan bercak

    kering, rambut (baik rambut lengkap dengan akarnya atau hanya batang rambut),

    epitel bibir (misal pada puntung rokok), sel buccal, tulang, gigi, saliva dengan

    nukleus (pada amplop, perangko, cangkir), urine, feces, kerokan kuku, jaringan

    otot, hingga ketombe. Konservasi sampel perlu dilakukan sebelum sampel siap

    diekstrak DNAnya melalui berbagai teknik.

    3. Beragam tes DNA telah dikenal, namun yang paling banyak diterapkan dalam

    identifikasi forensik adalah metode PCR (Polymerase Chain Reaction), yang

    diikuti dengan pembacaan hasil melalui teknik Gel Electrophoresis maupun

    dengan DNA-squencer.

    4. Ada 4 titik kritis penerapan tes DNA ini, yaitu (a) proses penyiapan sampel dan

    isolasi DNA, (b) proses fragmentasi dan amplifikasi DNA, (c) proses pemisahan

    band jenis protein pada penggunaan elektroforesis atau pemisahan squen

    (urutan) basa DNA, dan (d) proses pembacaan hasil, pembandingan pola protein,

    dan penetapan keputusan.

    5. Metode penyiapan, isolasi dan penggandaan sampel DNA, serta rincian prosedur

    pelaksanaan analisis DNA telah diuraikan dan perlu dikuasai untuk pemahaman

    masalah forensik ke depan.

  • 35

    6. Untuk mampu memberikan keputusan yang tepat, setidaknya diperlukan data

    tentang pola protein DNA dari korban, dan pola protein DNA dari kerabat (pihak

    yang dicurigai sebagai kerabat korban), atau database pola protein DNA (bila

    tersedia)

    III.2. SARAN.

    Tinjauan tentang identifikasi forensik dan kasus medikolegal bisa menjadi lebih

    menarik bila disertai dengan contoh konkrit hasil-hasil analisis yang dilakukan atas

    kasus yang menarik perhatian masyarakat. Data seperti ini, biasanya disimpan oleh

    pihak rumah sakit atau Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) di lingkup Kepolisian

    RI. Kerjasama antara Universitas, Rumah Sakit dan Puslabfor mungkin perlu dirintis,

    untuk memberi akses kepada dokter muda maupun dokter dan peneliti mendapat

    informasi forensik yang diperlukan.

  • 36

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Anonim. Forensik. URL:http://id.wikipedia.org/wiki/Forensik.

    2. Asam deoksiribonukleat. URL: http://id.wikipedia.org/wiki/Asam_deoksiribonukleat

    3. Irawan, B. 2003. DNA fingerprinting pada Forensik,Biologi sebagai Bukti Kejahatan.

    Majalah Natural Ed. 7/Thn. V/April 2003. Bandar Lampung

    4. Arnita. 2007. Rambut pun bisa bicara. Majalah Simposia Vol 6 No.8. Maret 20017. Jakarta

    5. Sampurna, B. 2009. Kedokteran Forensik, Ilmu dan Profesi. Universitas Indonesia. Jakarta

    6. Anonim. DNA. URL:http://en.wikipedia.org/wiki/DNA

    7. Cantor Charles, Spengler Sylvia. Primer on Molecular Genetiks. URL:

    http://www.ornl.gov/hgmis/publicat/primer/toc.

    8. Kolbinsky L, Levine, Margolis-Nuno H. 2007. Analysis DNA Forensik. Chelsea House of

    Publishing Infobase, New York.

    9. M. Gunawan Abdillah. Tahapan Tes DNA. URL: http://www.klikp21.com

    10. Anonim. Pusdokkes Polri The Indonesian police centre for medical and Health Service.

    URL: http://www.pusdokkes.polri.go.id/naskah/dokpol/ladokpoli.html.

    11. Modul Bahan Ajar, Proyek Pengembangan Kewirausahaan Melalui Integratif Bahan Ajar

    Kriminalistik. Buku II. Jakarta: Universitas Indonesia, 2000.

    12. Anonim.. Forensic DNA Testing. URL: http://www.800dnaexam.com/forensic_DNA_

    testing.aspx

    13. Andraea Petrophylla. Tes DNA. URL: http://www.ripiu.com/article/read/klik4orofit-tes-dna.

    14. Anonim. Pengumpulan Sampel, Ekstraksi DNA, dan Kuantifikasi DNA. URL:

    http://www.freewebs.com/pengumpulansampeldna.htm

    15. Samuels Julie E., Asplen Christopher The Future of Forensik DNA Testing, Prediction of the

    Research and Development Working Group. URL: http://www.denverda.org/DNA/

    ForensikDNAArticles.htm

  • 37

    16. Norah Rudin & Keith Inman. Introduction to Forensik DNA Analysis. 2nd ed. London New

    York Washington DC: CRC Press LLC, 2002

    17. Putu Sudjana L Hoediyanto. Pengumpulan dan Cara Pengiriman Bahan Pemeriksaan Analisa

    DNA. Bagian/Instalasi Ilmu Kedokteran Forensik. FK UNAIR RSU dr. Soetomo.

    Surabaya.

    18. Anonim. Polimorfisme Panjang Berkas Restriksi URL: http://id.wikipedia.org/wiki/

    Polimorfisme Panjang_Berkas_Restriksi

    19. Anonim. Mengenal PCR (Polymerase Chain Reaction) URL:

    http://sciencebiotech.net/mengenal-pcr-polymerase-chain-reaction/

    20. Acceee Excellence the National Health Museum.DNA FInterprinting in Human Health And

    Society URL: http://www.accessexcellence.org/ AE/mspot.arp/index.htm

    21. Eijkman Institute for Molecular Biology. Identifikasi DNA. URL:

    http://www.eijkman.go.id/identifikasiDNA

    22. Curran Thomas. Forensik DNA Analisys : Technology and Aplication. Available at: http

    ://www. denverda. org/DNA/Forensik_ DNA_ Articles.htm. Accessed on: August 10,

    2009.

    23. Anonim. URL. http://www.chem-is-try.org/artikel.../di-balik-teknologi-tes-dna/

    24. Anonim. DNA Genetik Testing-Paternity and Forensik Use. URL:

    http://www.genetiks.edu.au

    25. Anonim. The Genetic Fingerprint (Sidik jari Genetik). URL: http://www.pdf-finder.com/The-

    Genetic-Fingerprint-(Sidikjari-Genetik).html

    26. Anonim. DNA Extraction from Hair. URL: http://www.protocol-online.org/biology-

    forums/posts/760.html

    27. Anonim. Isolasi DNA Dari Bahan Tulang Dan Gigi Pasca Mortem Untuk Penentuan Jenis

    Kelamin Dan Analisis Forensik. URL: http://eone87.wordpress.com/2010/04/04/isolasi-dna-

    dari-bahan-tulang-dan-gigi-pascamortem-untuk-penentuan-jenis-kelamin-dan-analisis-

    forensik/

    28. Anonim. Isolasi DNA. URL: http://izzahaliyyah.wordpress.com/page/2/

  • 38

    29. Anonim. Pengambilan Langsung Sel-Sel Sperma. URL:

    http://www.freewebs.com/pengumpulansampeldna/pengambilanselsperma.htm

    30. President DNA Initiative. DNA Analyst Training Laboratory Training Manual. URL:

    http://www.nfstc.org/pdi/lab_manual/

    31. All photos courtesy of Karen Braun. New Mexico state University.