DM & KAD
-
Upload
merryolivia -
Category
Documents
-
view
273 -
download
1
description
Transcript of DM & KAD
1
BAB 1
PENDAHULUAN
Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit tidak menular yang akan meningkat
jumlahnya di masa mendatang. Diabetes Melitus sudah merupakan salah satu ancaman utama
bagi kesehatan pada abad 21. WHO memperkirakan bahwa pada tahun 2000 jumlah pengidap
DM diatas umur 20 tahun berjumlah 150 juta orang dan dalam waktu kurun waktu 25 tahun,
jumlah itu akan meningkat menjadi 300 juta orang. Indonesia diperkirakan WHO akan
menempati peringkat nomor 5 sedunia dengan jumlah pengidap DM sebanyak 12,4 % pada
tahun 2025.
Peningkatan insidensi DM terutama di Indonesia, memerlukan perhatian dari seluruh
aspek tidak terkecuali dokter umum. Dalam terapi DM terdapat banyak kendala, salah
satunya adalah komplikasi akut DM. Komplikasi akut DM yang serius dan membutuhkan
pengelolaan gawat darurat meliputi Hipoglikemik, Ketoasidosis Diabetik (KAD) dan Koma
Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik.
KAD adalah keadaan dekompensasi kekacauan metabolik yang ditandai oleh trias
hipoglikemia, asidosis dan ketosis terutama disebabkan oleh defisiensi insulin absolut
maupun relatif. Data komunitas di AS menunjukkan bahwa insidensi KAD sebesar 8 per
1000 pasien DM per tahun untuk semua kelompok umur. Data komunitas di Indonesia belum
ada tetapi insidensi KAD di Indonesia lebih rendah dari di Negara barat. Seiring peningkatan
insidensi DM di Indonesia setiap tahun maka dokter umum perlu mempersiapkan segala
aspek terutama untuk mencegah maupun mengatasi komplikasi akut DM yaitu Hipoglikemik,
KAD dan Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik.
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Diabetes Mellitus
Diabetes Melitus adalah penyakit kelainan metabolik yang dikarakteristikkan dengan
hiperglikemia kronis serta kelainan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein diakibatkan
oleh kelainan sekresi insulin, kerja insulin maupun keduanya.1,2 Hiperglikemia kronis pada
diabetes melitus akan disertai dengan kerusakan, gangguan fungsi beberapa organ tubuh
khususnya mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah. Walaupun pada diabetes melitus
ditemukan gangguan metabolisme semua sumber makanan tubuh kita, kelainan metabolisme
yang paling utama ialah kelainan metabolisme karbohidrat. Oleh karena itu diagnosis
diabetes melitus selalu berdasarkan tingginya kadar glukosa dalam plasma darah. DM adalah
kelainan endokrin yang ditandai dengan tingginya kadar glukosa darah. Secara etiologi DM
dapat dibagi menjadi DM tipe 1, DM tipe 2, DM dalam kehamilan, dan diabetes tipe lain.2,4,5
1. DM tipe 1 atau yang dulu dikenal dengan nama Insulin Dependent Diabetes Mellitus
(IDDM), terjadi karena kerusakan sel β pankreas (reaksi autoimun). Sel β pankreas
merupakan satu-satunya sel tubuh yang menghasilkan insulin yang berfungsi untuk
mengatur kadar glukosa dalam tubuh. Bila kerusakan sel β pankreas telah mencapai
80-90% maka gejala DM mulai muncul. Perusakan sel ini lebih cepat terjadi pada
anak-anak daripada dewasa. Sebagian besar penderita DM tipe 1 sebagian besar oleh
karena proses autoimun dan sebagian kecil non autoimun. DM tipe 1 yang tidak
diketahui penyebabnya juga disebut sebagai type 1 idiopathic, pada mereka ini
ditemukan insulinopenia tanpa adanya petanda imun dan mudah sekali mengalami
ketoasidosis. DM tipe 1 sebagian besar (75% kasus) terjadi sebelum usia 30 tahun dan
DM Tipe ini diperkirakan terjadi sekitar 5-10 % dari seluruh kasus DM yang ada.3,4,5
2. DM tipe 2 merupakan 90% dari kasus DM yang dulu dikenal sebagai non insulin
dependent Diabetes Mellitus (NIDDM). Bentuk DM ini bervariasi mulai yang
dominan resistensi insulin, defisiensi insulin relatif sampai defek sekresi insulin.3,4
Pada diabetes ini terjadi penurunan kemampuan insulin bekerja di jaringan perifer
(insulin resistance) dan disfungsi sel β. Akibatnya, pankreas tidak mampu
memproduksi insulin yang cukup untuk mengkompensasi insulin resistance. Kedua
hal ini menyebabkan terjadinya defisiensi insulin relatif. Kegemukan sering
berhubungan dengan kondisi ini. DM tipe 2 umumnya terjadi pada usia > 40 tahun.
Pada DM tipe 2 terjadi gangguan pengikatan glukosa oleh reseptornya tetapi produksi
3
insulin masih dalam batas normal sehingga penderita tidak tergantung pada pemberian
insulin.3 Walaupun demikian pada kelompok diabetes melitus tipe-2 sering ditemukan
komplikasi mikrovaskuler dan makrovaskuler.4
3. DM dalam kehamilan (Gestational Diabetes Mellitus - GDM) adalah kehamilan yang
disertai dengan peningkatan insulin resistance (ibu hamil gagal mempertahankan
euglycemia).3 Pada umumnya mulai ditemukan pada kehamilan trimester kedua atau
ketiga.4 Faktor risiko GDM yakni riwayat keluarga DM, kegemukan dan glikosuria.
GDM meningkatkan morbiditas neonatus, misalnya hipoglikemia, ikterus, polisitemia
dan makrosomia. Hal ini terjadi karena bayi dari ibu GDM mensekresi insulin lebih
besar sehingga merangsang pertumbuhan bayi dan makrosomia Kasus GDM kira-kira
3-5% dari ibu hamil dan para ibu tersebut meningkat risikonya untuk menjadi DM di
kehamilan berikutnya.3
4. Subkelas DM lainnya yakni individu mengalami hiperglikemia akibat kelainan
spesifik (kelainan genetik fungsi sel beta), endokrinopati (penyakit Cushing’s,
akromegali), penggunaan obat yang mengganggu fungsi sel beta (dilantin),
penggunaan obat yang mengganggu kerja insulin (b-adrenergik) dan infeksi atau
sindroma genetik (Down’s, Klinefelter’s).
2.1.1 Diagnosis diabetes mellitus
Diagnosis DM umumnya dikaitkan dengan adanya gejala khas berupa poliuria,
polidispia, polifagi, lemas dan berat badan menurun. Gejala lain yang mungkin dikemukakan
pasien adalah kesemutan, gatal, mata kabur, dan impotensia pada pria, serta pruritus vulvae
pada pasien wanita. Jika keluhan dan gejala khas, ditemukan pemeriksaan glukosa darah
sewaktu >200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Umumnya hasil
pemeriksaan satu kali saja glukosa darah sewaktu abnormal belum cukup kuat untuk
diagnosis klinis DM .
2.2.1.1 Kriteria Diabetes Melitus
1. Gejala klasik dengan kadar glukosa sewaktu ≥ 200 mg/dl (11,1 mmol).
2. Glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dl (7,0 mmol/L), pada keadaan puasasedikitnya 8 jam,
atau
3. Dua jam setelah pemberian, glukosa darah ≥ 200 mg/dl (11,1 mmol) pada saat
TTGO.
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis
tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan diagnosis DM,
4
pemeriksaanglukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik
dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (wholeblood), vena, ataupun
angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Sedangkan untuk
tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan
glukosa darah kapiler dengan glukometer. Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria
normal atau DM, bergantungpada hasil yang diperoleh, maka dapat digolongkan ke dalam
kelompok toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT).
1. TGT: Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa
plasma 2 jam setelah beban antara 140 – 199 mg/dL (7,8-11,0 mmol/L).
2. GDPT:Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa
didapatkan antara 100 – 125 mg/dL (5,6 – 6,9 mmol/L) dan pemeriksaan TTGO gula darah 2
jam < 140 mg/dL.
2.1.2 Komplikasi Diabetes Mellitus
Menurut PERKENI komplikasi DM dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu :
a. Komplikasi akut
1. Hipoglikemia,
Hipoglikemia adalah kumpulan gejala klinis yang disebabkan konsentrasi glukosa darah
yang rendah.Batas konsentrasi glukosa darah untuk mendiagnosis hipoglikemia tidak sama
setiap orang. Gejala umum hipoglikemia adala lapar, gemetar, mengeluarkan keringat,
berdebar-debar, pusing,pandangan menjadi gelap, gelisah serta bisa koma. Apabilatidak
segera ditolong akan terjadi kerusakan otak dan akhirnyakematian. Kadar gula darah yang
terlalu rendah menyebabkansel-sel otak tidak mendapat pasokan energi sehingga
tidakberfungsi bahkan dapat mengalami kerusakan. Hipoglikemialebih sering terjadi pada
penderita DM tipe 1 yang dapatdialami 1-2 kali per minggu, survei yang dilakukan di
Inggrisdiperkirakan 2-4% kematian pada penderita DM tipe 1disebabkan oleh serangan
hipoglikemia.
2. Hiperglikemia,
Hiperglikemia adalah apabila kadar gula darah meningkat secara tiba tiba. Gejala
hiperglikemia adalahpoliuria, polidipsia, polifagia, kelelahan yang parah, danpandangan
kabur. Hiperglikemia yang berlangsung lama dapatberkembang menjadi keadaan
metabolisme yang berbahaya,antara lain ketoasidosis diabetic(KAD), Koma Hiperosmoler
NonKetotik (KHNK) dan kemolakto asidosis. Ketoasidosis diabetikdiartikan tubuh sangat
kekurangan insulin dan sifatnya mendadak. Akibatnya metabolisme tubuh pun
5
berubah.Kebutuhan tubuh terpenuhi setelah sel lemak pecah dan membentuk senyawa keton,
keton akan terbawa dalam urin dandapat dicium baunya saat bernafas. Akibat akhir adalah
darah menjadi asam, jaringan tubuh rusak, tak sadarkan diri dan mengalami koma.
Komplikasi KHNK adalah terjadi dehidrasi berat, hipertensi, dan syok. Komplikasi ini
diartikan suatu keadaan tubuh tanpa penimbunan lemak, sehingga penderita tidak
menunjukkan pernafasan yang cepat dan dalam,sedangkan kemolakto asidosis diartikan
sebagai suatu keadaan tubuh dengan asam laktat tidak berubah menjadi karbohidrat.
Akibatnya kadar asam laktat dalam darah meningkat (hiperlaktatemia) dan akhirnya
menimbulkan koma.
b. Komplikasi kronis
1. Komplikasi makrovaskuler,
Komplikasi makrovaskuler yangumum berkembang pada penderita DM adalah trombosit
otak(pembekuan darah pada sebagian otak), mengalami penyakitjantung koroner (PJK), gagal
jantung kongetif, dan stroke.Pencegahan komplikasi makrovaskuler sangat pentingdilakukan,
maka penderita harus dengan sadar mengatur gaya hidup termasuk mengupayakan berat
badan ideal, diet gizi seimbang, olahraga teratur, tidak merokok, dan mengurangistress.
2. Komplikasi mikrovaskuler,
Komplikasi mikrovaskuler terutama terjadi pada penderita DM tipe 1. Hiperglikemia
yang persisten dan pembentukan protein yang terglikasi (termasuk HbA1c) menyebabkan
dinding pembuluh darah semakin lemah dan menyebabkan penyumbatan pada pembuluh
darah kecil, seperti nefropati, diabetik retinopati (kebutaan), neuropati, dan amputasi .
2.1.3 Penatalaksanaan
1. Edukasi
2. Terapi gizi medis
3. Latihan jasmani
4. Intervensi farmakologis
Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama
beberapa waktu (24 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran,
dilakukan intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan
insulin. Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau langsung
kombinasi, sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya
ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun dengan cepat, dan adanya ketonuria,
insulin dapat segera diberikan
6
1. Edukasi
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidupdan perilaku telah
terbentuk dengan mapan. Pemberdayaanpenyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif
pasien,keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasiendalam menuju
perubahan perilaku sehat. Untuk mencapaikeberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan
edukasi yangkomprehensif dan upaya peningkatan motivasi. Pengetahuan tentang
pemantauan glukosa darah mandiri,tanda dan gejala hipoglikemia serta cara mengatasinya
harusdiberikan kepada pasien. Pemantauan kadar glukosa darahdapat dilakukan secara
mandiri, setelah mendapat pelatihankhusus.
2. Terapi Nutrisi Medis
Terapi Nutrisi Medis (TNM) merupakan bagian dari penatalaksanaandiabetes secara
total. Kunci keberhasilan TNM adalah keterlibatan secara menyeluruh dari anggota
tim(dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain serta pasien dan keluarganya). Setiap
penyandang diabetes sebaiknya mendapat TNM sesuaidengan kebutuhannya guna mencapai
sasaran terapi. Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampirsama dengan
anjuran makan untuk masyarakat umumyaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan
kebutuhankalori dan zat gizi masingmasingindividu. Pada penyandangdiabetes perlu
ditekankan pentingnya keteraturan makandalam hal jadwal makan, jenis, dan jumlah
makanan,ter utama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosadarah atau insulin.
3. Latihan jasmani
Kegiatan jasmani sehariharidan latihan jasmani secara teratur (3-4kali seminggu
selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM tipe 2.
Kegiatan sehari-hariseperti berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga,berkebun harus tetap
dilakukan. Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat
badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa
darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti
jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan
dengan umur dan status kesegaran jasmani. Untuk mereka yang relatif sehat, intensitas
latihan jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat komplikasi DM dapat
dikurangi. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalas-malasan. Terapi
farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan jasmani (gaya hidup
sehat).
4. Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan.
Obat hipoglikemik oralBerdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5 golongan:
7
A. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonylurea dan glinid
B. Peningkat sensitivitas terhadap insulin: metformin dan tiazolidindion
C. Penghambat glukoneogenesis (metformin)
D. Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidasealfa.
E. DPPIV inhibitor
Suntikan
1. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan: Penurunan berat badan yang cepat, Hiperglikemia
berat yang disertai ketosis, Ketoasidosis diabetik , Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik ,
Hiperglikemia dengan asidosis laktat ,Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal ,Stres
berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke), Kehamilan dengan DM/diabetes melitus
gestasional yang tidak terkendali dengan perencanaan makan,Gangguan fungsi ginjal atau
hati yang berat, Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO. Jenis dan lama kerja insulin
berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yakni:
Insulin kerja cepat (rapid acting insulin)
Insulin kerja pendek (short acting insulin)
Insulin kerja menengah (intermediate actinginsulin)
Insulin kerja panjang (long acting insulin)
Insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah(premixed insulin).
Efek samping utama terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemia.
8
Gambar 2.1 Bagan Diagnosis DM
9
2.2 Ketoasidosis Diabetikum
Ketoasidosis Diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi kekacauan metabolik
yang ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis terutama disebabkan oleh
defisiensi insulin absolut atau relatif.
2.2.1 Patofisiologi
Diabetes Melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin
maupun kedua-duanya. Berikut adalah mekanisme insulin pada DM tipe 1 dan 2:
Gambar 2.2 Mekanisme Insulin pada DM tipe 1 dan 2
Diabetes Melitus dapat menyebabkan beberapa komplikasi meliputi komplikasi akut
dan kronik. Komplikasi akut meliputi hipoglikemik iatrogenik, Ketoasidosis Diabetik dan
Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketosis.
Ketoasidosis Diabetik adalah suatu keadaan defisiensi absolut atau relatif dan
peningkatan hormon kontra regulator yaitu glukagon, katekolamin, kortisol dan hormon
pertumbuhan, hal tersebut menyebabkan produksi glukosa hati meningkat dan penggunaan
glukosa oleh sel tubuh menurun dengan hasil akhir hiperglikemia. Adapun gejala dan tanda
klinis KAD dapat dikelompokkan menjadi 2 bagian yaitu akibat hiperglikemia dan akibat
ketosis.2
10
Gambar 2.3 Mekanisme Ketoasidosis Diabetic 1
Gambar 2.4 Mekanisme Ketoasidosis Diabetik 2
Walaupun sel tubuh tidak menggunakan glukosa, sistem homeostasis tubuh terus
teraktivasi untuk memproduksi glukosa dalam jumlah banyak sehingga terjadi
hiperglikemia. Kombinasi defisiensi insulin dan peningkatan aktivasi hormon kontra
regulator terutama epinephrine, mengaktivasi hormon lipase sensitive pada jaringan lemak.
Akibatnya lipolisis meningkat sehingga terjadi peningkatan produksi keton dan asam lemak
bebas secara berlebihan. Akumulasi produksi benda keton oleh sel hati dapat menyebabkan
asidosis metabolik. Benda keton utama adalah asam asetoasetat dan 3 beta hidroksi butirat,
11
dalam keadaan normal konsentrasi 3 beta hidroksi butirat meliputi 75-85% dan aseton darah
merupakan benda yang tidak begitu penting. Meskipun sudah tersedia bahan bakar tersebut,
sel-sel tubuh masih tetap lapar dan terus memproduksi glukosa.
Gambar 2.5 Mekanisme Pembentukan Benda Keton 1
Gambar 2.6 Mekanisme Pembentukan Benda Keton 2
12
Insulin adalah hormon yang menginduksi transport glukosa ke dalam sel, memberi
sinyal untuk proses perubahan glukosa menjadi glikogen, menghambat lipolisis pada sel
lemak (menekan pembentukan asam lemak bebas), menghambat glukoneogenesis pada sel
hati serta mendorong proses oksidasi melalui siklus Krebs dalam mitokondria sel. Melalui
proses oksidasi tersebut akan dihasilkan ATP yang merupakan sumber energi utama.
Resistensi insulin juga berperan dalam memperberat keadaan defisiensi insulin
relatif. Meningkatnya hormon kontra regulator insulin, menyebabkan peningkatan asam
lemak bebas, hiperglikemik, gangguan keseimbangan elektrolit dan asam basa dapat
mengganggu sensitivitas insulin.2,3,6
Pada KAD terjadi defisiensi insulin absolut atau relatif terhadap hormon kontra
regulasi yang berlebihan (glukagon, epinephrin, kortisol dan hormon pertumbuhan).
Defisiensi insulin dapat disebabkan oleh resistensi insulin atau suplai insulin endogen atau
eksogen yang berkurang. Defisiensi aktivitas insulin tersebut menyebabkan 3 proses
patofisiologi yang nyata pada 3 organ yaitu sel lemak, hati dan otot. Perubahan yang terjadi
terutama melibatkan metabolisme lemak dan karbohidrat.
Diantara hormon kontra regulator, glukagon yang paling berperan dalam patogenesis
KAD. Glukagon menghambat proses glikolisis dan menghambat pembentukan malonyl
CoA yang merupakan suatu penghambat Carnitine Acyl Transferase (CPT 1 dan 2) yang
bekerja pada transfer asam lemak bebas ke dalam mitokondria. Dengan demikian
peningkatan glukagon akan merangsang oksidasi asam lemak dan ketogenesis. Pada pasien
DM tipe I, konsentrasi glukagon darah tidak teregulasi dengan baik. Bila konsentrasi insulin
rendah maka konsentrasi glukagon darah sangat meningkat serta mengakibatkan reaksi
kebalikan respon insulin terhadap sel-sel lemak dan hati.
Konsentrasi epinephrine dan kortisol darah meningkat pada KAD. Hormon
pertumbuhan pada awal terapi KAD konsentrasinya kadang-kadang meningkat dan lebih
meningkat lagi pada pemberian insulin. Keadaan stress sendiri meningkatkan hormon
kontra regulasi yang pada akhirnya akan menstimulasi penmbentukan benda-benda keton,
glukoneogenesis serta potensial sebagai pencetus KAD. Sekali proses KAD terjadi maka
akan terjadi stress yang berkepanjangan.
2.2.2 Gejala Klinis
Sesuai dengan patofisiologinya maka pada pasien KAD dijumpai pernafasan cepat
dan dalam (Kussmaul), berbagai derajat dehidrasi (turgor kulit berkurang, lidah dan bibir
kering), kadang-kadang disertai hipovolemia sampai syok. Bau keton dalam nafas tidak
terlalu mudah tercium.
13
Gambaran klinis KAD berupa keluhan poliuri, polidipsi seringkali mendahului KAD
serta didapatkan riwayat berhenti menyuntik insulin, demam atau infeksi. Dapat pula
dijumpai nyeri perut yang menonjol dan hal itu berhubungan dengan gastroparesis dilatasi
lambung.
Derajat kesadaran pasien dapat dijumpai mulai dari compos mentis, delirium atau
depresi sampai dengan koma.
2.2.3 Diagnosis
Langkah pertama yang harus diambil pada pasien dengan KAD terdiri dari
anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cepat dan teliti dengan terutama memperhatikan
patensi jalan nafas, status mental, status ginjal, kardiovaskular dan status hidrasi.
Pemeriksaan laboraturium yang paling penting dan mudah untuk segera adalah
glucose sticks dan urine strips untuk melihat secara kualitatif jumlah glukosa, keton, nitrat
dan leukosit dalam urin. Pemeriksaan laboraturium lengkap untuk dapat menilai
karakteristik dan tingkat keparahan KAD meliputi konsentrasi HCO3, anoin gap, pH darah
dan konsentrasi AcAc dan laktat serta 3HB.2,3
2.2.4 Klasifikasi KAD
Tabel klasifikasi Ketoasidosis Diabetik adalah sebagai berikut:
No Variabel Derajat KADRingan Sedang Berat
1. Kadar Glukosa Plasma (mg/ dL)
> 250 > 250 > 250
2. Kadar pH arteri 7,25-7,30 7,00-7,24 < 7,003. Kadar Bikarbonat
Serum (mEq/ L)15-18 10 - 14 < 10
4. Keton pada urine atau serum
+ + +
5. Osmolaritas Serum Efektif (mOsm/ kg)
Bervariasi Bervariasi Bervariasi
6. Anion Gap > 10 > 12 > 127. Kesadaran Sadar Sadar, Drowsy Stupor, Koma
2.2.5 Terapi
Prinsip pengelolaan KAD adalah sebagai berikut:
1. Penggantian cairan dan garam yang hilang
2. Penekanan lipolisis lemak dan glukoneogenesis sel hati dengan pemberian insulin
3. Mengatasi stress sebagai pencetus KAD
4. Pengembalian keadaan fisiologi normal, pemantauan dan penyesuaian obat.
Dehidrasi diatasi dengan pemberian larutan garam fisiologis. Berdasarkan perkiraan
hilangnya KAD mencapai 200 ml per kg berat badan maka pada jam pertama diberikan 1-2
14
liter dan jam kedua diberikan 1 liter. Bila konsentrasi glukosa < 200 mg% maka perlu
diberikan larutan glukosa (dekstrosa 5% atau 10%).
Terapi insulin dimulai setelah diagnosis KAD dan rehidrasi yang memadai.
Pemberian insulin akan menurunkan konsentrasi hormon glukagon sehingga dapat menekan
produksi benda keton di hati, pelepasan asam lemak, pelepasan asam amino dari jaringan
otot dan meningkatkan utilisasi glukosa oleh jaringan. Tujuan pemberian insulin bukan
hanya untuk mencapai glukosa normal tetapi untuk mengatasi keadaan ketonemia. Oleh
karena bila konsentrasi glukosa < 200 mg%, insulin diteruskan dan untuk mencegah
hipoglikemia diberikan cairan glukosa.
Awal KAD akan menyebabkan hiperkalemia, hal ini dikoreksi dengan bikarbonat.
Sedangkan pada saat terapi KAD akan menyebabkan hipokalemia karena ion K bergerak
keluar sel dan selanjutnya dikeluarkan melalui urin, untuk mengatasinya dapat diberikan
kalium.2
2.2.6 Komplikasi
Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi selama pengobatan KAD adalah edema
paru, hipertrigliseridemia, infark miokardium akut dan komplikasi iatrogenic berupa
hipoglikemia, hiperkloremia, edema otak dan hipokalsemia.
2.2.7 Pencegahan
Pencegahan KAD dapat dilakukan dengan mengatasi factor pencetus. Faktor
pencetus bisa diatasi dengan baik apabila pasien dengan DM memahami kondisinya
sehingga edukasi sangat diperlukan terhadap pasien DM. Edukasi untuk KAD meliputi
informasi mengenai insulin kerja cepat, target konsentrasi gula darah, mengatasi demam dan
infeksi dan tidak mengentikan pemberian insulin serta apabila terdapat gejala KAD segera
mencari pertolongan tenaga kesehatan.
15
BAB 3
KESIMPULAN
Diabetes melitus merupakan penyakit metabolik yang dapat menimbulkan berbagai
komplikasi yang sangat memengaruhi kualitas hidup penyandangnya sehingga perlu
mendapatkan perhatian serius dari semua pihak. Sampai saat ini memang belum ditemukan
cara atau pengobatan yang dapat menyembuhkannya diabetes secara menyeluruh. Namun
harus diingat bahwa diabetes dapat dikendalikan, dengan cara : diet, olahraga dan dengan
menggunakan obat antidiabetik. Pada setiap penanganan penyandang DM, harus selalu
ditetapkan target yang akan dicapai sebelum memulai pengobatan. Hal ini bertujuan untuk
mengetahui keberhasilan program pengobatan dan penyesuaian regimen terapi sesuai
kebutuhan.
Komplikasi diabetes mellitus akut yaitu hiperglikemia dan
hipoglikemia.Hiperglikemia terbagi menjadi ketoasidosos metabolik (KAD) dan
hiperglikemia hiperosmolar (HHS). Komplikasi akut ini harus diketahui dengan dini agar
didapatkan penanganan yang cepat karena dapat mengancam jiwa. Dengan referat ini semoga
dapat membedakan sign dan symptom dari hipoglikemia dan hiperglikemia sehingga dapat
mengetahui diagnosis dan penatalaksanaan dengan tepat dan cepat.
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Hyperglycemic crises in patients with diabetes mellitus.American Diabetes
Association. Diabetes Care vol27 supplement1 2004, S94-S102.
2. Gaglia JL, Wyckoff J, Abrahamson MJ . Acute hyperglycemic crisis in elderly. Med
Cli NAm 88: 1063-1084, 2004.
3. Kitabchi AE, Fisher JN, Murphy MB , Rumbak MJ : Diabetic ketoacidosis and the
hyperglycemic hyperosmolar nonketotic state. In Joslin’s Diabetes Mellitus. 13th ed.
Kahn CR, Weir GC, Eds. Philadelphia, Lea & Febiger, 1994, p. 738–770
4. Marshall SM, Walker M, Alberti KGMM: Diabetic ketoacidosis and hyperglycaemic
non -ketotic coma. In International Textbook of Diabetes Mellitus. 2nd ed. Alberti
KGMM,Zimmet P, DeFronzo RA, Eds. New York, John Wiley, 1997, p. 1215–1229.
5. Ennis ED, Stahl EJ, Kreisberg RA : Diabetic ketoacidosis. In Diabetes
Mellitus :Theory andpractice. 5th ed.Porte D Jr, Sherwin RS, Ed. Amsterdam,
Elsevier,1997, 827-844.
6. Rosenbloom AL : Intracerebral crises during treatment of diabetic ketoacidosis.
Diabetes Care 13: 22-23, 1990.
7. Rachmawati, A.M., Bahrun, U., Rusli, B., Hardjoeno. Tes DiabetesMelitus. Dalam
Hardjono dkk. Interpretasi Hasil Diagnostik TesLaboratorium Diagnostik. Cetakan 3.
Lembaga Pendidikan UniversitasHasanudin. Makasar. 2007. p. 167-82.
17
MAKALAH
DIABETES MELLITUS DAN KETOASIDOSIS METABOLIK
Oleh :
Merry Cristiani Olivia, S.Ked
NIM: FAA 110 009
Pembimbing :
dr. Sutopo, Sp. RM
dr. Tagor Sibarani
Dibawakan dalam rangka tugas kepaniteraan klinik pada bagian
Rehabilitasi Medik dan Emergency Medicine
KEPANITERAAN KLINIK REHABILITASI MEDIK DAN EMERGENCY
MEDICINE
FK UNPAR/RSUD dr. DORIS SYLVANUS
PALANGKARAYA
JULI 2015
18
DAFTAR ISI
Daftar isi............................................................................................................... i
Daftar gambar..................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................. 1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 2
2.1 Diabetes Mellitus ................................................................................. 2
2.2 Ketoasidosis Metabolik ........................................................................ 9
BAB 3 KESIMPULAN ................................................................................ 15
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 16
19
Daftar Gambar
Gambar 2.1 Bagan diagnosis DM ......................................................................... 8
Gambar 2. 2 Mekanisme Insulin pada DM tipe 1 dan 2......................................... 9
Gambar 2.3 Mekanisme Ketoasidosis Diabetic 1.................................................. 10
Gambar 2.4 Mekanisme Ketoasidosis Diabetic 2.................................................. 10
Gambar 2.5 Mekanisme Pembentukan Benda Keton 1......................................... 11
Gambar 2.6 Mekanisme Pembentukan Benda Keton 2 ......................................... 11