DM & KAD

27
1 BAB 1 PENDAHULUAN Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit tidak menular yang akan meningkat jumlahnya di masa mendatang. Diabetes Melitus sudah merupakan salah satu ancaman utama bagi kesehatan pada abad 21. WHO memperkirakan bahwa pada tahun 2000 jumlah pengidap DM diatas umur 20 tahun berjumlah 150 juta orang dan dalam waktu kurun waktu 25 tahun, jumlah itu akan meningkat menjadi 300 juta orang. Indonesia diperkirakan WHO akan menempati peringkat nomor 5 sedunia dengan jumlah pengidap DM sebanyak 12,4 % pada tahun 2025. Peningkatan insidensi DM terutama di Indonesia, memerlukan perhatian dari seluruh aspek tidak terkecuali dokter umum. Dalam terapi DM terdapat banyak kendala, salah satunya adalah komplikasi akut DM. Komplikasi akut DM yang serius dan membutuhkan pengelolaan gawat darurat meliputi Hipoglikemik, Ketoasidosis Diabetik (KAD) dan Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik. KAD adalah keadaan dekompensasi kekacauan metabolik yang ditandai oleh trias hipoglikemia, asidosis dan ketosis terutama disebabkan oleh defisiensi insulin absolut maupun relatif. Data komunitas di AS menunjukkan bahwa insidensi KAD sebesar 8 per 1000 pasien DM per tahun untuk semua kelompok umur. Data komunitas di Indonesia belum ada tetapi insidensi KAD di Indonesia lebih rendah dari di Negara barat. Seiring peningkatan insidensi DM di Indonesia setiap tahun maka dokter umum perlu mempersiapkan segala aspek terutama untuk mencegah

description

errm

Transcript of DM & KAD

Page 1: DM & KAD

1

BAB 1

PENDAHULUAN

Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit tidak menular yang akan meningkat

jumlahnya di masa mendatang. Diabetes Melitus sudah merupakan salah satu ancaman utama

bagi kesehatan pada abad 21. WHO memperkirakan bahwa pada tahun 2000 jumlah pengidap

DM diatas umur 20 tahun berjumlah 150 juta orang dan dalam waktu kurun waktu 25 tahun,

jumlah itu akan meningkat menjadi 300 juta orang. Indonesia diperkirakan WHO akan

menempati peringkat nomor 5 sedunia dengan jumlah pengidap DM sebanyak 12,4 % pada

tahun 2025.

Peningkatan insidensi DM terutama di Indonesia, memerlukan perhatian dari seluruh

aspek tidak terkecuali dokter umum. Dalam terapi DM terdapat banyak kendala, salah

satunya adalah komplikasi akut DM. Komplikasi akut DM yang serius dan membutuhkan

pengelolaan gawat darurat meliputi Hipoglikemik, Ketoasidosis Diabetik (KAD) dan Koma

Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik.

KAD adalah keadaan dekompensasi kekacauan metabolik yang ditandai oleh trias

hipoglikemia, asidosis dan ketosis terutama disebabkan oleh defisiensi insulin absolut

maupun relatif. Data komunitas di AS menunjukkan bahwa insidensi KAD sebesar 8 per

1000 pasien DM per tahun untuk semua kelompok umur. Data komunitas di Indonesia belum

ada tetapi insidensi KAD di Indonesia lebih rendah dari di Negara barat. Seiring peningkatan

insidensi DM di Indonesia setiap tahun maka dokter umum perlu mempersiapkan segala

aspek terutama untuk mencegah maupun mengatasi komplikasi akut DM yaitu Hipoglikemik,

KAD dan Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik.

Page 2: DM & KAD

2

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diabetes Mellitus

Diabetes Melitus adalah penyakit kelainan metabolik yang dikarakteristikkan dengan

hiperglikemia kronis serta kelainan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein diakibatkan

oleh kelainan sekresi insulin, kerja insulin maupun keduanya.1,2 Hiperglikemia kronis pada

diabetes melitus akan disertai dengan kerusakan, gangguan fungsi beberapa organ tubuh

khususnya mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah. Walaupun pada diabetes melitus

ditemukan gangguan metabolisme semua sumber makanan tubuh kita, kelainan metabolisme

yang paling utama ialah kelainan metabolisme karbohidrat. Oleh karena itu diagnosis

diabetes melitus selalu berdasarkan tingginya kadar glukosa dalam plasma darah. DM adalah

kelainan endokrin yang ditandai dengan tingginya kadar glukosa darah. Secara etiologi DM

dapat dibagi menjadi DM tipe 1, DM tipe 2, DM dalam kehamilan, dan diabetes tipe lain.2,4,5

1. DM tipe 1 atau yang dulu dikenal dengan nama Insulin Dependent Diabetes Mellitus

(IDDM), terjadi karena kerusakan sel β pankreas (reaksi autoimun). Sel β pankreas

merupakan satu-satunya sel tubuh yang menghasilkan insulin yang berfungsi untuk

mengatur kadar glukosa dalam tubuh. Bila kerusakan sel β pankreas telah mencapai

80-90% maka gejala DM mulai muncul. Perusakan sel ini lebih cepat terjadi pada

anak-anak daripada dewasa. Sebagian besar penderita DM tipe 1 sebagian besar oleh

karena proses autoimun dan sebagian kecil non autoimun. DM tipe 1 yang tidak

diketahui penyebabnya juga disebut sebagai type 1 idiopathic, pada mereka ini

ditemukan insulinopenia tanpa adanya petanda imun dan mudah sekali mengalami

ketoasidosis. DM tipe 1 sebagian besar (75% kasus) terjadi sebelum usia 30 tahun dan

DM Tipe ini diperkirakan terjadi sekitar 5-10 % dari seluruh kasus DM yang ada.3,4,5

2. DM tipe 2 merupakan 90% dari kasus DM yang dulu dikenal sebagai non insulin

dependent Diabetes Mellitus (NIDDM). Bentuk DM ini bervariasi mulai yang

dominan resistensi insulin, defisiensi insulin relatif sampai defek sekresi insulin.3,4

Pada diabetes ini terjadi penurunan kemampuan insulin bekerja di jaringan perifer

(insulin resistance) dan disfungsi sel β. Akibatnya, pankreas tidak mampu

memproduksi insulin yang cukup untuk mengkompensasi insulin resistance. Kedua

hal ini menyebabkan terjadinya defisiensi insulin relatif. Kegemukan sering

berhubungan dengan kondisi ini. DM tipe 2 umumnya terjadi pada usia > 40 tahun.

Pada DM tipe 2 terjadi gangguan pengikatan glukosa oleh reseptornya tetapi produksi

Page 3: DM & KAD

3

insulin masih dalam batas normal sehingga penderita tidak tergantung pada pemberian

insulin.3 Walaupun demikian pada kelompok diabetes melitus tipe-2 sering ditemukan

komplikasi mikrovaskuler dan makrovaskuler.4

3. DM dalam kehamilan (Gestational Diabetes Mellitus - GDM) adalah kehamilan yang

disertai dengan peningkatan insulin resistance (ibu hamil gagal mempertahankan

euglycemia).3 Pada umumnya mulai ditemukan pada kehamilan trimester kedua atau

ketiga.4 Faktor risiko GDM yakni riwayat keluarga DM, kegemukan dan glikosuria.

GDM meningkatkan morbiditas neonatus, misalnya hipoglikemia, ikterus, polisitemia

dan makrosomia. Hal ini terjadi karena bayi dari ibu GDM mensekresi insulin lebih

besar sehingga merangsang pertumbuhan bayi dan makrosomia Kasus GDM kira-kira

3-5% dari ibu hamil dan para ibu tersebut meningkat risikonya untuk menjadi DM di

kehamilan berikutnya.3

4. Subkelas DM lainnya yakni individu mengalami hiperglikemia akibat kelainan

spesifik (kelainan genetik fungsi sel beta), endokrinopati (penyakit Cushing’s,

akromegali), penggunaan obat yang mengganggu fungsi sel beta (dilantin),

penggunaan obat yang mengganggu kerja insulin (b-adrenergik) dan infeksi atau

sindroma genetik (Down’s, Klinefelter’s).

2.1.1 Diagnosis diabetes mellitus

Diagnosis DM umumnya dikaitkan dengan adanya gejala khas berupa poliuria,

polidispia, polifagi, lemas dan berat badan menurun. Gejala lain yang mungkin dikemukakan

pasien adalah kesemutan, gatal, mata kabur, dan impotensia pada pria, serta pruritus vulvae

pada pasien wanita. Jika keluhan dan gejala khas, ditemukan pemeriksaan glukosa darah

sewaktu >200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Umumnya hasil

pemeriksaan satu kali saja glukosa darah sewaktu abnormal belum cukup kuat untuk

diagnosis klinis DM .

2.2.1.1 Kriteria Diabetes Melitus

1. Gejala klasik dengan kadar glukosa sewaktu ≥ 200 mg/dl (11,1 mmol).

2. Glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dl (7,0 mmol/L), pada keadaan puasasedikitnya 8 jam,

atau

3. Dua jam setelah pemberian, glukosa darah ≥ 200 mg/dl (11,1 mmol) pada saat

TTGO.

Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis

tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan diagnosis DM,

Page 4: DM & KAD

4

pemeriksaanglukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik

dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (wholeblood), vena, ataupun

angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Sedangkan untuk

tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan

glukosa darah kapiler dengan glukometer. Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria

normal atau DM, bergantungpada hasil yang diperoleh, maka dapat digolongkan ke dalam

kelompok toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT).

1. TGT: Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa

plasma 2 jam setelah beban antara 140 – 199 mg/dL (7,8-11,0 mmol/L).

2. GDPT:Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa

didapatkan antara 100 – 125 mg/dL (5,6 – 6,9 mmol/L) dan pemeriksaan TTGO gula darah 2

jam < 140 mg/dL.

2.1.2 Komplikasi Diabetes Mellitus

Menurut PERKENI komplikasi DM dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu :

a. Komplikasi akut

1. Hipoglikemia,

Hipoglikemia adalah kumpulan gejala klinis yang disebabkan konsentrasi glukosa darah

yang rendah.Batas konsentrasi glukosa darah untuk mendiagnosis hipoglikemia tidak sama

setiap orang. Gejala umum hipoglikemia adala lapar, gemetar, mengeluarkan keringat,

berdebar-debar, pusing,pandangan menjadi gelap, gelisah serta bisa koma. Apabilatidak

segera ditolong akan terjadi kerusakan otak dan akhirnyakematian. Kadar gula darah yang

terlalu rendah menyebabkansel-sel otak tidak mendapat pasokan energi sehingga

tidakberfungsi bahkan dapat mengalami kerusakan. Hipoglikemialebih sering terjadi pada

penderita DM tipe 1 yang dapatdialami 1-2 kali per minggu, survei yang dilakukan di

Inggrisdiperkirakan 2-4% kematian pada penderita DM tipe 1disebabkan oleh serangan

hipoglikemia.

2. Hiperglikemia,

Hiperglikemia adalah apabila kadar gula darah meningkat secara tiba tiba. Gejala

hiperglikemia adalahpoliuria, polidipsia, polifagia, kelelahan yang parah, danpandangan

kabur. Hiperglikemia yang berlangsung lama dapatberkembang menjadi keadaan

metabolisme yang berbahaya,antara lain ketoasidosis diabetic(KAD), Koma Hiperosmoler

NonKetotik (KHNK) dan kemolakto asidosis. Ketoasidosis diabetikdiartikan tubuh sangat

kekurangan insulin dan sifatnya mendadak. Akibatnya metabolisme tubuh pun

Page 5: DM & KAD

5

berubah.Kebutuhan tubuh terpenuhi setelah sel lemak pecah dan membentuk senyawa keton,

keton akan terbawa dalam urin dandapat dicium baunya saat bernafas. Akibat akhir adalah

darah menjadi asam, jaringan tubuh rusak, tak sadarkan diri dan mengalami koma.

Komplikasi KHNK adalah terjadi dehidrasi berat, hipertensi, dan syok. Komplikasi ini

diartikan suatu keadaan tubuh tanpa penimbunan lemak, sehingga penderita tidak

menunjukkan pernafasan yang cepat dan dalam,sedangkan kemolakto asidosis diartikan

sebagai suatu keadaan tubuh dengan asam laktat tidak berubah menjadi karbohidrat.

Akibatnya kadar asam laktat dalam darah meningkat (hiperlaktatemia) dan akhirnya

menimbulkan koma.

b. Komplikasi kronis

1. Komplikasi makrovaskuler,

Komplikasi makrovaskuler yangumum berkembang pada penderita DM adalah trombosit

otak(pembekuan darah pada sebagian otak), mengalami penyakitjantung koroner (PJK), gagal

jantung kongetif, dan stroke.Pencegahan komplikasi makrovaskuler sangat pentingdilakukan,

maka penderita harus dengan sadar mengatur gaya hidup termasuk mengupayakan berat

badan ideal, diet gizi seimbang, olahraga teratur, tidak merokok, dan mengurangistress.

2. Komplikasi mikrovaskuler,

Komplikasi mikrovaskuler terutama terjadi pada penderita DM tipe 1. Hiperglikemia

yang persisten dan pembentukan protein yang terglikasi (termasuk HbA1c) menyebabkan

dinding pembuluh darah semakin lemah dan menyebabkan penyumbatan pada pembuluh

darah kecil, seperti nefropati, diabetik retinopati (kebutaan), neuropati, dan amputasi .

2.1.3 Penatalaksanaan

1. Edukasi

2. Terapi gizi medis

3. Latihan jasmani

4. Intervensi farmakologis

Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama

beberapa waktu (24 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran,

dilakukan intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan

insulin. Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau langsung

kombinasi, sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya

ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun dengan cepat, dan adanya ketonuria,

insulin dapat segera diberikan

Page 6: DM & KAD

6

1. Edukasi

Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidupdan perilaku telah

terbentuk dengan mapan. Pemberdayaanpenyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif

pasien,keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasiendalam menuju

perubahan perilaku sehat. Untuk mencapaikeberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan

edukasi yangkomprehensif dan upaya peningkatan motivasi. Pengetahuan tentang

pemantauan glukosa darah mandiri,tanda dan gejala hipoglikemia serta cara mengatasinya

harusdiberikan kepada pasien. Pemantauan kadar glukosa darahdapat dilakukan secara

mandiri, setelah mendapat pelatihankhusus.

2. Terapi Nutrisi Medis

Terapi Nutrisi Medis (TNM) merupakan bagian dari penatalaksanaandiabetes secara

total. Kunci keberhasilan TNM adalah keterlibatan secara menyeluruh dari anggota

tim(dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain serta pasien dan keluarganya). Setiap

penyandang diabetes sebaiknya mendapat TNM sesuaidengan kebutuhannya guna mencapai

sasaran terapi. Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampirsama dengan

anjuran makan untuk masyarakat umumyaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan

kebutuhankalori dan zat gizi masingmasingindividu. Pada penyandangdiabetes perlu

ditekankan pentingnya keteraturan makandalam hal jadwal makan, jenis, dan jumlah

makanan,ter utama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosadarah atau insulin.

3. Latihan jasmani

Kegiatan jasmani sehariharidan latihan jasmani secara teratur (3-4kali seminggu

selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM tipe 2.

Kegiatan sehari-hariseperti berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga,berkebun harus tetap

dilakukan. Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat

badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa

darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti

jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan

dengan umur dan status kesegaran jasmani. Untuk mereka yang relatif sehat, intensitas

latihan jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat komplikasi DM dapat

dikurangi. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalas-malasan. Terapi

farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan jasmani (gaya hidup

sehat).

4. Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan.

Obat hipoglikemik oralBerdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5 golongan:

Page 7: DM & KAD

7

A. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonylurea dan glinid

B. Peningkat sensitivitas terhadap insulin: metformin dan tiazolidindion

C. Penghambat glukoneogenesis (metformin)

D. Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidasealfa.

E. DPPIV inhibitor

Suntikan

1. Insulin

Insulin diperlukan pada keadaan: Penurunan berat badan yang cepat, Hiperglikemia

berat yang disertai ketosis, Ketoasidosis diabetik , Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik ,

Hiperglikemia dengan asidosis laktat ,Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal ,Stres

berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke), Kehamilan dengan DM/diabetes melitus

gestasional yang tidak terkendali dengan perencanaan makan,Gangguan fungsi ginjal atau

hati yang berat, Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO. Jenis dan lama kerja insulin

berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yakni:

Insulin kerja cepat (rapid acting insulin)

Insulin kerja pendek (short acting insulin)

Insulin kerja menengah (intermediate actinginsulin)

Insulin kerja panjang (long acting insulin)

Insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah(premixed insulin).

Efek samping utama terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemia.

Page 8: DM & KAD

8

Gambar 2.1 Bagan Diagnosis DM

Page 9: DM & KAD

9

2.2 Ketoasidosis Diabetikum

Ketoasidosis Diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi kekacauan metabolik

yang ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis terutama disebabkan oleh

defisiensi insulin absolut atau relatif.

2.2.1 Patofisiologi

Diabetes Melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan

karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin

maupun kedua-duanya. Berikut adalah mekanisme insulin pada DM tipe 1 dan 2:

Gambar 2.2 Mekanisme Insulin pada DM tipe 1 dan 2

Diabetes Melitus dapat menyebabkan beberapa komplikasi meliputi komplikasi akut

dan kronik. Komplikasi akut meliputi hipoglikemik iatrogenik, Ketoasidosis Diabetik dan

Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketosis.

Ketoasidosis Diabetik adalah suatu keadaan defisiensi absolut atau relatif dan

peningkatan hormon kontra regulator yaitu glukagon, katekolamin, kortisol dan hormon

pertumbuhan, hal tersebut menyebabkan produksi glukosa hati meningkat dan penggunaan

glukosa oleh sel tubuh menurun dengan hasil akhir hiperglikemia. Adapun gejala dan tanda

klinis KAD dapat dikelompokkan menjadi 2 bagian yaitu akibat hiperglikemia dan akibat

ketosis.2

Page 10: DM & KAD

10

Gambar 2.3 Mekanisme Ketoasidosis Diabetic 1

Gambar 2.4 Mekanisme Ketoasidosis Diabetik 2

Walaupun sel tubuh tidak menggunakan glukosa, sistem homeostasis tubuh terus

teraktivasi untuk memproduksi glukosa dalam jumlah banyak sehingga terjadi

hiperglikemia. Kombinasi defisiensi insulin dan peningkatan aktivasi hormon kontra

regulator terutama epinephrine, mengaktivasi hormon lipase sensitive pada jaringan lemak.

Akibatnya lipolisis meningkat sehingga terjadi peningkatan produksi keton dan asam lemak

bebas secara berlebihan. Akumulasi produksi benda keton oleh sel hati dapat menyebabkan

asidosis metabolik. Benda keton utama adalah asam asetoasetat dan 3 beta hidroksi butirat,

Page 11: DM & KAD

11

dalam keadaan normal konsentrasi 3 beta hidroksi butirat meliputi 75-85% dan aseton darah

merupakan benda yang tidak begitu penting. Meskipun sudah tersedia bahan bakar tersebut,

sel-sel tubuh masih tetap lapar dan terus memproduksi glukosa.

Gambar 2.5 Mekanisme Pembentukan Benda Keton 1

Gambar 2.6 Mekanisme Pembentukan Benda Keton 2

Page 12: DM & KAD

12

Insulin adalah hormon yang menginduksi transport glukosa ke dalam sel, memberi

sinyal untuk proses perubahan glukosa menjadi glikogen, menghambat lipolisis pada sel

lemak (menekan pembentukan asam lemak bebas), menghambat glukoneogenesis pada sel

hati serta mendorong proses oksidasi melalui siklus Krebs dalam mitokondria sel. Melalui

proses oksidasi tersebut akan dihasilkan ATP yang merupakan sumber energi utama.

Resistensi insulin juga berperan dalam memperberat keadaan defisiensi insulin

relatif. Meningkatnya hormon kontra regulator insulin, menyebabkan peningkatan asam

lemak bebas, hiperglikemik, gangguan keseimbangan elektrolit dan asam basa dapat

mengganggu sensitivitas insulin.2,3,6

Pada KAD terjadi defisiensi insulin absolut atau relatif terhadap hormon kontra

regulasi yang berlebihan (glukagon, epinephrin, kortisol dan hormon pertumbuhan).

Defisiensi insulin dapat disebabkan oleh resistensi insulin atau suplai insulin endogen atau

eksogen yang berkurang. Defisiensi aktivitas insulin tersebut menyebabkan 3 proses

patofisiologi yang nyata pada 3 organ yaitu sel lemak, hati dan otot. Perubahan yang terjadi

terutama melibatkan metabolisme lemak dan karbohidrat.

Diantara hormon kontra regulator, glukagon yang paling berperan dalam patogenesis

KAD. Glukagon menghambat proses glikolisis dan menghambat pembentukan malonyl

CoA yang merupakan suatu penghambat Carnitine Acyl Transferase (CPT 1 dan 2) yang

bekerja pada transfer asam lemak bebas ke dalam mitokondria. Dengan demikian

peningkatan glukagon akan merangsang oksidasi asam lemak dan ketogenesis. Pada pasien

DM tipe I, konsentrasi glukagon darah tidak teregulasi dengan baik. Bila konsentrasi insulin

rendah maka konsentrasi glukagon darah sangat meningkat serta mengakibatkan reaksi

kebalikan respon insulin terhadap sel-sel lemak dan hati.

Konsentrasi epinephrine dan kortisol darah meningkat pada KAD. Hormon

pertumbuhan pada awal terapi KAD konsentrasinya kadang-kadang meningkat dan lebih

meningkat lagi pada pemberian insulin. Keadaan stress sendiri meningkatkan hormon

kontra regulasi yang pada akhirnya akan menstimulasi penmbentukan benda-benda keton,

glukoneogenesis serta potensial sebagai pencetus KAD. Sekali proses KAD terjadi maka

akan terjadi stress yang berkepanjangan.

2.2.2 Gejala Klinis

Sesuai dengan patofisiologinya maka pada pasien KAD dijumpai pernafasan cepat

dan dalam (Kussmaul), berbagai derajat dehidrasi (turgor kulit berkurang, lidah dan bibir

kering), kadang-kadang disertai hipovolemia sampai syok. Bau keton dalam nafas tidak

terlalu mudah tercium.

Page 13: DM & KAD

13

Gambaran klinis KAD berupa keluhan poliuri, polidipsi seringkali mendahului KAD

serta didapatkan riwayat berhenti menyuntik insulin, demam atau infeksi. Dapat pula

dijumpai nyeri perut yang menonjol dan hal itu berhubungan dengan gastroparesis dilatasi

lambung.

Derajat kesadaran pasien dapat dijumpai mulai dari compos mentis, delirium atau

depresi sampai dengan koma.

2.2.3 Diagnosis

Langkah pertama yang harus diambil pada pasien dengan KAD terdiri dari

anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cepat dan teliti dengan terutama memperhatikan

patensi jalan nafas, status mental, status ginjal, kardiovaskular dan status hidrasi.

Pemeriksaan laboraturium yang paling penting dan mudah untuk segera adalah

glucose sticks dan urine strips untuk melihat secara kualitatif jumlah glukosa, keton, nitrat

dan leukosit dalam urin. Pemeriksaan laboraturium lengkap untuk dapat menilai

karakteristik dan tingkat keparahan KAD meliputi konsentrasi HCO3, anoin gap, pH darah

dan konsentrasi AcAc dan laktat serta 3HB.2,3

2.2.4 Klasifikasi KAD

Tabel klasifikasi Ketoasidosis Diabetik adalah sebagai berikut:

No Variabel Derajat KADRingan Sedang Berat

1. Kadar Glukosa Plasma (mg/ dL)

> 250 > 250 > 250

2. Kadar pH arteri 7,25-7,30 7,00-7,24 < 7,003. Kadar Bikarbonat

Serum (mEq/ L)15-18 10 - 14 < 10

4. Keton pada urine atau serum

+ + +

5. Osmolaritas Serum Efektif (mOsm/ kg)

Bervariasi Bervariasi Bervariasi

6. Anion Gap > 10 > 12 > 127. Kesadaran Sadar Sadar, Drowsy Stupor, Koma

2.2.5 Terapi

Prinsip pengelolaan KAD adalah sebagai berikut:

1. Penggantian cairan dan garam yang hilang

2. Penekanan lipolisis lemak dan glukoneogenesis sel hati dengan pemberian insulin

3. Mengatasi stress sebagai pencetus KAD

4. Pengembalian keadaan fisiologi normal, pemantauan dan penyesuaian obat.

Dehidrasi diatasi dengan pemberian larutan garam fisiologis. Berdasarkan perkiraan

hilangnya KAD mencapai 200 ml per kg berat badan maka pada jam pertama diberikan 1-2

Page 14: DM & KAD

14

liter dan jam kedua diberikan 1 liter. Bila konsentrasi glukosa < 200 mg% maka perlu

diberikan larutan glukosa (dekstrosa 5% atau 10%).

Terapi insulin dimulai setelah diagnosis KAD dan rehidrasi yang memadai.

Pemberian insulin akan menurunkan konsentrasi hormon glukagon sehingga dapat menekan

produksi benda keton di hati, pelepasan asam lemak, pelepasan asam amino dari jaringan

otot dan meningkatkan utilisasi glukosa oleh jaringan. Tujuan pemberian insulin bukan

hanya untuk mencapai glukosa normal tetapi untuk mengatasi keadaan ketonemia. Oleh

karena bila konsentrasi glukosa < 200 mg%, insulin diteruskan dan untuk mencegah

hipoglikemia diberikan cairan glukosa.

Awal KAD akan menyebabkan hiperkalemia, hal ini dikoreksi dengan bikarbonat.

Sedangkan pada saat terapi KAD akan menyebabkan hipokalemia karena ion K bergerak

keluar sel dan selanjutnya dikeluarkan melalui urin, untuk mengatasinya dapat diberikan

kalium.2

2.2.6 Komplikasi

Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi selama pengobatan KAD adalah edema

paru, hipertrigliseridemia, infark miokardium akut dan komplikasi iatrogenic berupa

hipoglikemia, hiperkloremia, edema otak dan hipokalsemia.

2.2.7 Pencegahan

Pencegahan KAD dapat dilakukan dengan mengatasi factor pencetus. Faktor

pencetus bisa diatasi dengan baik apabila pasien dengan DM memahami kondisinya

sehingga edukasi sangat diperlukan terhadap pasien DM. Edukasi untuk KAD meliputi

informasi mengenai insulin kerja cepat, target konsentrasi gula darah, mengatasi demam dan

infeksi dan tidak mengentikan pemberian insulin serta apabila terdapat gejala KAD segera

mencari pertolongan tenaga kesehatan.

Page 15: DM & KAD

15

BAB 3

KESIMPULAN

Diabetes melitus merupakan penyakit metabolik yang dapat menimbulkan berbagai

komplikasi yang sangat memengaruhi kualitas hidup penyandangnya sehingga perlu

mendapatkan perhatian serius dari semua pihak. Sampai saat ini memang belum ditemukan

cara atau pengobatan yang dapat menyembuhkannya diabetes secara menyeluruh. Namun

harus diingat bahwa diabetes dapat dikendalikan, dengan cara : diet, olahraga dan dengan

menggunakan obat antidiabetik. Pada setiap penanganan penyandang DM, harus selalu

ditetapkan target yang akan dicapai sebelum memulai pengobatan. Hal ini bertujuan untuk

mengetahui keberhasilan program pengobatan dan penyesuaian regimen terapi sesuai

kebutuhan.

Komplikasi diabetes mellitus akut yaitu hiperglikemia dan

hipoglikemia.Hiperglikemia terbagi menjadi ketoasidosos metabolik (KAD) dan

hiperglikemia hiperosmolar (HHS). Komplikasi akut ini harus diketahui dengan dini agar

didapatkan penanganan yang cepat karena dapat mengancam jiwa. Dengan referat ini semoga

dapat membedakan sign dan symptom dari hipoglikemia dan hiperglikemia sehingga dapat

mengetahui diagnosis dan penatalaksanaan dengan tepat dan cepat.

Page 16: DM & KAD

16

DAFTAR PUSTAKA

1. Hyperglycemic crises in patients with diabetes mellitus.American Diabetes

Association. Diabetes Care vol27 supplement1 2004, S94-S102.

2. Gaglia JL, Wyckoff J, Abrahamson MJ . Acute hyperglycemic crisis in elderly. Med

Cli NAm 88: 1063-1084, 2004.

3. Kitabchi AE, Fisher JN, Murphy MB , Rumbak MJ : Diabetic ketoacidosis and the

hyperglycemic hyperosmolar nonketotic state. In Joslin’s Diabetes Mellitus. 13th ed.

Kahn CR, Weir GC, Eds. Philadelphia, Lea & Febiger, 1994, p. 738–770

4. Marshall SM, Walker M, Alberti KGMM: Diabetic ketoacidosis and hyperglycaemic

non -ketotic coma. In International Textbook of Diabetes Mellitus. 2nd ed. Alberti

KGMM,Zimmet P, DeFronzo RA, Eds. New York, John Wiley, 1997, p. 1215–1229.

5. Ennis ED, Stahl EJ, Kreisberg RA : Diabetic ketoacidosis. In Diabetes

Mellitus :Theory andpractice. 5th ed.Porte D Jr, Sherwin RS, Ed. Amsterdam,

Elsevier,1997, 827-844.

6. Rosenbloom AL : Intracerebral crises during treatment of diabetic ketoacidosis.

Diabetes Care 13: 22-23, 1990.

7. Rachmawati, A.M., Bahrun, U., Rusli, B., Hardjoeno. Tes DiabetesMelitus. Dalam

Hardjono dkk. Interpretasi Hasil Diagnostik TesLaboratorium Diagnostik. Cetakan 3.

Lembaga Pendidikan UniversitasHasanudin. Makasar. 2007. p. 167-82.

Page 17: DM & KAD

17

MAKALAH

DIABETES MELLITUS DAN KETOASIDOSIS METABOLIK

Oleh :

Merry Cristiani Olivia, S.Ked

NIM: FAA 110 009

Pembimbing :

dr. Sutopo, Sp. RM

dr. Tagor Sibarani

Dibawakan dalam rangka tugas kepaniteraan klinik pada bagian

Rehabilitasi Medik dan Emergency Medicine

KEPANITERAAN KLINIK REHABILITASI MEDIK DAN EMERGENCY

MEDICINE

FK UNPAR/RSUD dr. DORIS SYLVANUS

PALANGKARAYA

JULI 2015

Page 18: DM & KAD

18

DAFTAR ISI

Daftar isi............................................................................................................... i

Daftar gambar..................................................................................................... ii

BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................. 1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 2

2.1 Diabetes Mellitus ................................................................................. 2

2.2 Ketoasidosis Metabolik ........................................................................ 9

BAB 3 KESIMPULAN ................................................................................ 15

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 16

Page 19: DM & KAD

19

Daftar Gambar

Gambar 2.1 Bagan diagnosis DM ......................................................................... 8

Gambar 2. 2 Mekanisme Insulin pada DM tipe 1 dan 2......................................... 9

Gambar 2.3 Mekanisme Ketoasidosis Diabetic 1.................................................. 10

Gambar 2.4 Mekanisme Ketoasidosis Diabetic 2.................................................. 10

Gambar 2.5 Mekanisme Pembentukan Benda Keton 1......................................... 11

Gambar 2.6 Mekanisme Pembentukan Benda Keton 2 ......................................... 11