DM Dokga Fix

60
ABSTRAK Diabetes Melitus Tipe II Tidak Terkontrol Pada Lansia Yang Memiliki Faktor Resiko Tinggi dengan Pola Makan Yang Tidak Teratur Pelayanan Kedokteran Keluarga Deputri Anandhyta 1 , Nunuk Nugrohowati 2 , 1Dokter Muda Fakultas Kedokteran UPN “Veteran” Jakarta 2 Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas UPN “Veteran” Jakarta Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. WHO (World Health Organization) memprediksikan adanya peningkatan jumlah penyandang diabetes, penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Prevalensi DM pada perempuan cenderung lebih tinggi dari pada laki-laki. Seorang wanita berusia 56 tahun , datang dengan keluhan sering buang air kecil terus menerus di malam hari. Pasien menderita penyakit DM sejak 2 tahun lalu, namun jarang kontrol dan meminum obat jika merasa tubuhnya lemas dan pusing. Pasien mengatakan bahwa ayah dan dua kakaknya mengalami DM. Tujuannya dapat memberikan solusi dalam mengatasi permasalahan penyakit diabetes dalam keluarga inti dengan cara meningkatkan pengetahuan, sikap dan prilaku pasien tentang cara menangani penyakit diabetes mellitus tipe 2. Masalah dalam keluarga ini 1

description

kedokteran keluarga tentang DM

Transcript of DM Dokga Fix

ABSTRAKDiabetes Melitus Tipe II Tidak Terkontrol Pada Lansia Yang Memiliki Faktor Resiko Tinggi dengan Pola Makan Yang Tidak Teratur Pelayanan Kedokteran KeluargaDeputri Anandhyta1, Nunuk Nugrohowati 2,1Dokter Muda Fakultas Kedokteran UPN Veteran Jakarta2Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas UPN Veteran Jakarta

Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. WHO (World Health Organization) memprediksikan adanya peningkatan jumlah penyandang diabetes, penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Prevalensi DM pada perempuan cenderung lebih tinggi dari pada laki-laki. Seorang wanita berusia 56 tahun , datang dengan keluhan sering buang air kecil terus menerus di malam hari. Pasien menderita penyakit DM sejak 2 tahun lalu, namun jarang kontrol dan meminum obat jika merasa tubuhnya lemas dan pusing. Pasien mengatakan bahwa ayah dan dua kakaknya mengalami DM. Tujuannya dapat memberikan solusi dalam mengatasi permasalahan penyakit diabetes dalam keluarga inti dengan cara meningkatkan pengetahuan, sikap dan prilaku pasien tentang cara menangani penyakit diabetes mellitus tipe 2. Masalah dalam keluarga ini adalah kurangnya pengetahuan pasien dan keluarga akan penyakit DM dan beban pikiran akan salah satu anak nya yang belum memiliki pekerjaan serta kurang dekat dengan pasien. Masalah pasien yang lain adalah pola makan yang tidak teratur, jarang berolahraga dan jarang meminum obat. Intervensi yang diberikan adalah menjelaskan pada pasien dan keluarga mengenai penyakit DM, pentingnya melakukan diet yang tepat bagi penyandang diabetes dan memberikan food planning. Hasil studi menunjukan pasien mengikuti anjuran untuk mengontrol kadar gula, rutin minum obat dan memiliki pola makan yang lebih teratur. Seluruh anggota keluarga mulai memperhatikan kesehatan pasien

Kata kunci: Diabetes Mellitus, Pola makan yang tidak teratur

ABSTRACTDiabetes Mellitus Type II Uncontrolled By Elderly Who Have High Risk Factors with Eating DisordersFamily Medical Report Deputri Anandhyta1, Nunuk Nugrohowati 2,1. Co-assistance of Medical Faculty UPN Veteran Jakarta2. Department of Community-Public Health of Medical Faculty UPN Veteran Jakarta

Diabetes mellitus (DM) is a group of metabolic diseases with characteristic hyperglycemia that occurs due to abnormal insulin secretion, insulin action, or both. WHO (World Health Organization) predicts an increase in the number of people with diabetes, people with diabetes in Indonesia from 8.4 million in 2000 to about 21.3 million in 2030. The prevalence of diabetes in women tends to be higher than in men. A 56-year-old woman, came with complaints of frequent urination continuously at night. Patients suffering from diabetes since 2 years ago, but rarely control and take medicine if he felt his body weak and dizzy. The patient said that his father and two brothers experienced DM. The goal is to provide solutions to overcome the problems of diabetes in the immediate family by increasing the knowledge, attitude and behavior of the patient on how to deal with diabetes mellitus type 2. The problem in this family is the lack of knowledge of the patient and family will be DM and the load will be one of the child's mind Her who do not have jobs and less close to the patient. Another problem that the patient is not eating regularly, rarely exercise and rarely take medicine. Given intervention is explained to the patient and family about the disease diabetes, the importance of proper diet for people with diabetes and provide food planning. The study results showed the patient to follow the advice to control sugar levels, take medication regularly and have a more regular diet. All members of the family began to notice the patient's health.

Keywords: Diabetes Mellitus, irregular eating patterns

BAB IPENDAHULUAN

I.1 Latar BelakangMenurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya (PERKENI, 2011). Ada 2 tipe diabetes melitus yaitu diabetes tipe I/diabetes juvenile yaitu diabetes yang umumnya didapat sejak masa kanak-kanak dan diabetes tipe II yaitu diabetes yang didapat setelah dewasa. Gejala diabetes antara lain: rasa haus yang berlebihan (polidipsi), sering kencing (poliuri) terutama malam hari, sering merasa lapar (poliphagi), berat badan yang turun dengan cepat, keluhan lemah, kesemutan pada tangan dan kaki, gatal-gatal, penglihatan jadi kabur, impotensi, luka sulit sembuh, keputihan, penyakit kulit akibat jamur di bawah lipatan kulit, dan pada ibu-ibu sering melahirkan bayi besar dengan berat badan >4 kg (RISKERDAS. 2013). Berbagai penelitian epidemiologi menunjukan adanya kecenderungan peningkatan angka insiden dan prevalensi DM tipe 2 di berbagai penjuru dunia. WHO memprediksikan adanya peningkatan jumlah penyandang diabetes yang cukup membesar tahun-tahun mendatang. WHO memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030 (PERKENI, 2011). Prevalensi diabetes yang terdiagnosis dokter, tertinggi terdapatkan di DI Yogyakarta (2,6%), DKI Jakarta (2,5%), Sulawesi Utara (2,4%) dan Kalimantan Timur (2,3%). prevalensi diabetes melitus meningkat sesuai dengan bertambahnya umur, namun mulai umur 65 tahun cenderung menurun. Prevalensi DM pada perempuan cenderung lebih tinggi dari pada laki-laki (Riskerdas. 2013). Data- data di atas menunjukan bahwa jumlah penyandang diabetes mellitus di Indonesia sangat besar. Diabetes mellitus merupakan penyakit menahun yang akan diderita seumur hidup oleh pasien. Dalam pengelolaan selain dokter, peran keluarga dan pasien menjadi sangat penting. Edukasi kepada pasien bertujuan dengan memberikan pemahaman mengenai perjalanan penyakit, pencegahan, penyulit dan penatalaksanaan DM akan sangat membantu jika meningkatkan keikutsertaan keluarga dalam usaha memperbaiki hasil pengelolaan. I.2 Tujuan1.2.1 Tujuan UmumDapat memberikan solusi dalam mengatasi permasalahan penyakit diabetes dalam keluarga inti dengan cara meningkatkan pengetahuan, sikap dan prilaku pasien tentang cara menangani penyakit diabetes mellitus tipe 2. 1.2.2 Tujuan Khusus1. Menegakkan diagnosis diabetes tipe 2 dengan diabetes belum terkontrol berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik2. Mengidentifikasi fungsi-fungsi keluarga pasien meliputi fungsi biologis, fungsi sosial, fungsi psikososial, fungsi ekonomi dan faktor perilaku kesehatan, serta faktor lingkungan sekitar tempat tinggal. 3. Diketahuinya faktor internal dan eksternal yang mungkin menyebabkan tidak terkendalinya terapi diabetes mellitus tipe 2 pada Ny.S4. Diketahuinya alternatif pemecahan masalah untuk mengatasi masalah kesehatan yang dialami Ny.S5. Melibatkan partisipasi keluarga untuk atasi masalah kesehatan Ny.S1.3 ManfaatManfaat bagi dokter mudaSemakin meningkatnya pemahaman dokter muda tentang pasien yang ditangani serta pengetahuan mengenai hasil dari intervensi yang dilakuakanManfaat bagi pasien1. Pasien dan keluarga lebih mengetahui dan memahami mengenai penyakit diabetes mellitus2. Pasien dan kelaurga mendapatkan solusi mengenai permasalahan dari penyakitnya3. Memberikan gambaran pada masyarakat tentang peran dokter keluarga dalam upaya preventif sebauah penyakit

BAB IILANDASAN TEORI

II.1 Diabetes MelitusII.1.1 DefinisiMenurutAmerican Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya (PERKENI, 2011).II.1.2 EpidemiologiBerbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka insidensi dan prevalensi DM tipe2 di berbagai penjuru dunia.WHO (World Health Organization) memprediksi adanya peningkatan jumlah penyandang diabetes yang cukup besar pada tahun-tahun mendatang. WHO memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030 (PERKENI, 2011). Prevalensi diabetes yang terdiagnosis dokter, tertinggi terdapatkan di DI Yogyakarta (2,6%), DKI Jakarta (2,5%), Sulawesi Utara (2,4%) dan Kalimantan Timur (2,3%). Prevalensi diabetes melitus meningkat sesuai dengan bertambahnya umur, namun mulai umur 65 tahun cenderung menurun. Prevalensi DM pada perempuan cenderung lebih tinggi dari pada laki-laki (RISKERDAS, 2013). II.1.3 EtiologiKlasifikasi DM secara etiologi dapat dilihat dari table 2.1Tabel 2.1 Klasifikasi DM

a. Diabetes Melitus Tipe IDM tipe I merupakan penyakit yang disebabkan oleh proses autoimun yang menyebabkan kerusakan pada sel-sel beta pankreas. Keadaan ini akan mengakibatkan pankreas tidak dapat menghasilkan insulin yang dibutuhkan tubuh untuk meregulasi kadar gula darah (Brunner & Suddarth, 2001). b. Diabetes Tipe II DM tipe II dapat terjadi karena ketidakmampuan tubuh dalam merespon kerja insulin secara efektif (WHO, 2008). Dua masalah utama yang terkait dengan hal ini yaitu, resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Untuk mengatasi resistensi dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada pasien DM, keadaan ini terjadi karena sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa dalam darah akan dipertahankan pada tingkat normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat (Brunner & Suddarth, 2001). c. Diabetes Gestasional DM Tipe ini terjadi ketika ibu hamil gagal mempertahankan euglikemia. Faktor resiko DM gestasional adalah riwayat keluarga, obesitas dan glikosuria. DM tipe ini dijumpai pada 2 5 % populasi ibu hamil. Biasanya gula darah akan kembali normal setelah melahirkan, namun resiko ibu untuk mendapatkan DM tipe II di kemudian hari cukup besar (Brunner & Suddarth, 2001).d. Diabetes Melitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya DM tipe ini sering juga disebut dengan istilah diabetes sekunder, di mana keadaan ini timbul sebagai akibat adanya penyakit lain yang mengganggu produksi insulin dan mempengaruhi kerja insulin. Penyebab diabetes semacam ini antara lain : radang pada pankreas, gangguan kelenjar adrenal atau hipofisis, penggunaan hormon kortikosteroid, pemakaian beberapa obat antihipertensi atau antikolesterol, malnutrisi, dan infeksi (Brunner & Suddarth, 2001).II.1.4 DiagnosisDiagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadarglukosa darah. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasaradanya glukosuria. Guna penentuan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaanglukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (wholeblood), vena, ataupun angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler denganglucometer (Suyono S. 2005).Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti di bawahini: Keluhanklasik DMberupa:poliuria,polidipsia,polifagia,danpenurunan berat badan yangtidak dapat dijelaskan sebabnya Keluhanlaindapatberupa: lemah badan, kesemutan,gatal,mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara: Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM Pemeriksaanglukosaplasmapuasa 126 mg/dL denganadanya keluhan klasik. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Apabila hasil pe-meriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, bergantungpada hasil yang diperoleh, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT). TGT:Diagnosis TGTditegakkanbilasetelahpemeriksaan TTGO didapatkan glukosa plasma 2 jam setelah bebanantara 140 199mg/dL (7,8-11,0 mmol/L). GDPT: Diagnosis GDPT ditegakkanbila setelahpemeriksaan glukosa plasma puasa didapatkan antara 100 125 mg/dL(5,6 6,9 mmol/L) dan pemeriksaan TTGO gula darah 2 jam< 140 mg/dL (PERKENI, 2011).Tabel 2.2 Kriteria diagnosis DM

Tabel 2.3 Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai pato-kan penyaring dan diagnosis DM (mg/dL)

II.1.5 Penatalaksanaan Pilar penatalaksanaan DM Edukasi, Terapi gizi medis, Latihan jasmani, Intervensi farmakologis (PERKENI, 2011).EdukasiDiabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien,keluarga dan masyarakat. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi. Pengetahuan tentang pemantauan glukosa darah mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia serta cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien. Pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan khususTerapi NutrisiPrinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Pada penyandang diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis, dan jumlah makanan,terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atauinsulinKomposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari: Karbohidrat, karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi. Lemak, asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori. Tidak diperkenankan melebihi 30% total asupan energi. Protein, dibutuhkan sebesar 10 20% total asupan energi. Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan pro-tein menjadi 0,8 g/KgBB perhari atau 10% dari kebutuhanenergi dan 65% hendaknya bernilai biologiktinggiKebutuhan kaloriAdabeberapacarauntukmenentukanjumlahkaloriyang dibutuhkan penyandang diabetes. Di antaranya adalah dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30 kalori/kgBB ideal, ditambah atau dikurangi bergantung pada beberapa faktor seperti: jenis kelamin, umur, aktivitas, beratbadan, dll. Perhitungan berat badan Ideal (BBI) dengan rumus Brocca yang dimodifkasi adalah sbb: Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x1 kg. Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah 150 cm, rumus dimodifkasi menjadi :Berat badan ideal (BBI) = (TB dalam cm - 100) x1 kg.BB Normal:BBideal10% Kurus: BBI + 10 %Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh(IMT).Indeks massa tubuh dapat dihitung dengan rumus:IMT = BB(kg)/ TB(m2). (Almatsir, S. 2002)Klasifkasi IMT BBKurang30Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain : Jenis KelaminKebutuhan kalori pada wanita lebih kecil daripada pria. Kebutuhan kalori wanita sebesar 25 kal/kg BB dan untuk pria sebesar 30 kal/ kg BB. UmurUntuk pasien usia di atas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5% untuk dekade antara 40 dan 59 tahun, dikurangi 10% untuk dekade antara 60 dan 69 tahun dan dikurangi 20%, di atas usia 70 tahun. Aktivitas Fisik atau PekerjaanKebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas aktivitas fisik. Penambahan sejumlah 10% dari kebutuhan basal diberikan pada kedaaan istirahat, 20% pada pasien denganaktivitas ringan, 30% dengan aktivitas sedang, dan 50%dengan aktivitas sangat berat. Berat BadanBila kegemukan dikurangi sekitar 20-30% tergantung kepada tingkat kegemukan. Bila kurus ditambah sekitar 20-30% sesuai dengan kebu-tuhan untuk meningkatkan BB.Untuk tujuan penurunan berat badan jumlah kalori yang diberikan paling sedikit 1000-1200 kkal perhari untuk wanita dan 1200-1600 kkal perhari untuk pria. Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut di atas dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%),siang (30%), dan sore (25%), serta 2-3 porsi makanan ringan (10-15%) di antaranya. Untuk meningkatkan kepatuhan pasien, sejauh mungkin perubahan dilakukan sesuai dengan kebiasaan. Untuk penyandang diabetes yang mengidap penyakit lain, pola pengaturan makan disesuaikan dengan penyakit penyertanyaLatihan jasmaniKegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kakike pasar, menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan. Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang di-anjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik sepertijalankaki,bersepedasantai,jogging,danberenang.Terapi farmakologisTerapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan jasmani (gaya hidup sehat).Terapi farmakologis terdiridari obat oral dan bentuksuntikan.1. Obat hipoglikemik oralBerdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5 golongan:A.Pemicusekresiinsulin(insulinsecretagogue):sulfonilurea dan glinidB. Peningkat sensitivitas terhadap insulin: metformin dan tiazolidindionC. Penghambat glukoneogenesis (metformin)D. Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidasealfa.E. DPP-IV inhibitor2. Suntikan1. Insulin2. Agonis GLP-1/incretin mimeticInsulin diperlukan pada keadaan: Penurunan berat badan yang cepat Hiperglikemia berat yang disertai ketosis Ketoasidosis diabetik Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik Hiperglikemia dengan asidosis laktat Gagal dengan kombinasi OHO dosisoptimal Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke) Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasion-alyang tidak terkendali dengan perencanaan makan Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHOJenis dan lama kerja insulin. Berdasarkan lama kerja, insulin terbagi menjadi empatjenis,yakni: Insulin kerja cepat (rapid acting insulin) Insulin kerja pendek (short acting insulin) Insulin kerja menengah (intermediate actinginsulin) Insulin kerja panjang (long acting insulin) Insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah (premixed insulin).3. Agonis GLP-1Pengobatan dengan dasar peningkatan GLP-1 merupakan pendekatan baru untuk pengobatan DM. Agonis GLP-1 dapatbekerja sebagaiperangsang penglepasan insulin yang tidak menimbulkan hipoglikemia ataupun peningkatan berat badan yang biasanya terjadi pada pengobatan dengan insulin ataupun sulfonilurea. Agonis GLP-1 bahkan mungkin menurunkan berat badan. Efek agonis GLP-1 yang lain adalah menghambat penglepasan glukagon yang diketahui berperan pada proses glukoneogenesis.Tabel 2.4 Terapi Oral Diabetes

Tabel 2.5 Terapi Insulin

Bagan 1. Tahapan Terapi Diabetes

II.1.6 Penyulit Diabetes MelitusA. Penyulit akut1. Ketoasidosisdiabetik(KAD)Merupakan komplikasi akut diabetes yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah yang tinggi (300-600 mg/dL), disertai dengan adanya tanda dan gejala asidosis dan plasma keton(+) kuat. Osmolaritas plasma meningkat (300-320 mOs/mL) dan terjadi peningkatan anion gap2. StatusHiperglikemiHiperosmolar(SHH)Pada keadaan ini terjadi peningkatan glukosa darah sangat tinggi (600-1200 mg/dL), tanpa tanda dan gejala asidosis, osmolaritas plasma sangat meningkat (330-380 mOs/mL), plasma keton (+/-), anion gap normal atau sedikit meningkat. 3. HipoglikemiaHipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah < 60 mg/dL. Bila terdapat penurunan kesadaran pada penyandang diabetes harus selalu dipikirkan kemungkinan terjadinya hipoglikemia. Gejala hipoglikemia terdiri dari gejala adrenergik (berdebar-debar, banyakkeringat, gemetar, dan rasalapar) dangejala neuro-glikopenik (pusing, gelisah, kesadaran menurun sam-pai koma) (PERKENI, 2011)B. Penyulit menahun1.Makroangiopati Pembuluh darah jantung Pembuluh darah tepi: penyakit arteri perifer sering terjadi pada penyandang diabetes. Terkadang ulkusiskemik kakimerupakan kelainanyang pertama muncul Pembuluh darah otak 2. Mikroangiopati: Retinopati diabetikKendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan mengurangi risiko dan memberatnya retinopati. Nefropati diabetikPembatasan asupan protein dalam diet (0,8 g/kgBB)juga akan mengurangi risiko terjadinya nefropati3 NeuropatiKomplikasi yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer, berupa hilangnya sensasi distal. Berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan amputasi. Gejala yang sering dirasakan kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri, dan lebih terasasakit di malam hari (Suyono S. 2005).

II.2 Dokter KeluargaII.2.1 Definisi Dokter KeluargaPelayanan dokter keluarga adalah pelayanan kedokteran yang menyeluruh yang memusatkan pelayanan kepada keluarga sebagai suatu unit, dimana tanggung jawab dokter terhadap pelayanan kesehatan tidak dibatasi oleh golongan umur atau jenis kelamin pasien juga tidak boleh organ tubuh atau jenis penyakit tertentu. Dokter keluarga adalah dokter yang dapat memberikan pelayanan kesehatan yang berorientasi komunitas dengan titik berat kepada keluarga, ia tidak hanya memandang penderita sebagai individu yang sakit tetapi sebagai bagian dari unit keluarga dan tidak hanya menanti secara pasif tetapi bila perlu aktif mengunjungi penderita atau keluarganya. llmu kedokteran keluarga adalah ilmu yang mencakup seluruh spektrum ilmu kedokteran tingkat yang orientasinya adalah untuk memberikan pelayanan kesehatan tingkat pertama yang berkesinambungan dan menyeluruh kepada satu kesatuan individu, keluarga dan masyarakat dengan memperhatikan faktor-faktor lingkungan, ekonomi dan sosial budaya (Wahyuni Arlinda. 2003)II.2.2 Macam-macam bentuk keluarga Menurut (Goldenberg 1980) bentuk keluarga terbagi atas 9 macam, terdiri atas:1. Keluarga Inti (nuclear family)Terdiri dari suami, isteri dan anak kandung2. Keluaraga Campuran (extended family)Disamping suami, isteri dan anak kandung, juga terdiri dari sanak saudara lainnya, baik menurut garis vertikal dan ataupun garis horizontal yang dapat berasal dari pihak suami atau pihak isteri.3. Keluarga Campuran (blended family)Terdiri dari suami, isteri, anak kandung dan anak tiri.4. Menurut Hukum Umum (common law family)Terdiri dari pria dan wanita yang tidak terikat dalam perkawinan yang sah serta anak-anak mereka yang tinggal bersama.5. Keluaraga Orang Tua Tunggal (single parent family)Terdiri dari pria atau wanita, mungkin karena telah bercerai, berpisah, ditinggal mati atau mugkin tidak pernah menikah, serta anak-anak mereka tinggal bersama.6. Keluarga Hidup Bersama (commune family)Terdiri dari pria, wanita dan anak-anak yang tinggal bersama, berbagi hak dan tanggung jawab serta memiliki kekayaan bersama.7. Keluarga Tinggal Bersama (cohabitation family)Terdiri dari pria dan wanita yang hidup bersama tanpa ada ikatan perkawinan yang sah.8. Keluarga Serial (serial family)Terdiri dari pria dan wanita yang telah menikah dan mungkin telah punya anak, tetapi kemudian bercerai dan masing-masing meinikah lagi serta memiliki anak-anak dengan pasangan masing-masing, tetapi semuanya menganggap sebagai satu keluarga.9. Keluarga Gabungan ( composite family )Terdiri dari suami dengan beberapa isteri (poligaimi) dan anak-anaknya atau isteri dengan beberapa suami (poliandri) dan anak-anaknya yang hidup bersama. II.2.3 Fungsi keluargaMenurut Friedman(1998), terdapat lima fungsi keluarga, yaitu :1. Fungsi afektif (The Affective Function) adalah fungsi keluarga yang utama untuk mengajarkan segala sesuatu untuk mempersiapkan anggota keluarga berhubungan dengan orang lain. Fungsi ini dibutuhkan untuk perkembangan individu dan psikososial anggota keluarga.2. Fungsi sosialisasi yaitu proses perkembangan dan perubahan yang dilalui individu yang menghasilkan interaksi sosial dan belajar berperan dalam lingkungan sosialnya. Sosialisasi dimulai sejak lahir. Fungsi ini berguna untuk membina sosialisasi pada anak, membentuk norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan anak dan dan meneruskan nilai-nilai budaya keluarga.3. Fungsi reproduksi (The Reproduction Function) adalah fungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan keluarga.4. Fungsi ekonomi (The Economic Function) yaitu keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan tempat untuk mengembangkan kemampuan individu meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.5. Fungsi perawatan atau pemeliharaan kesehatan (The Health Care Function) adalah untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki produktivitas yang tinggi. Fungsi ini dikembangkan menjadi tugas keluarga di bidang kesehatan.II.2.4 Diagnostik HolistikDiagnosis Holistik adalah salah satu standar dalam praktik pelayanan kedokteran keluarga yang melihat individu sebagai bagian dari komunitasnya (keluarga, tempat kerja, budaya, negara) dan memahami bahwa pasien merupakan seorang makhluk yang utuh yang terdiri dari fisik, psikis dan jiwa (body, mind and spirit). 1. Aspek Personal: alasan kedatangan, harapan, kekhawatiran dan persepsi pasien2. Aspek Klinis: Masalah medis, diagnosis kerja berdasarkan gejala dan tanda3. Aspek risiko internal : seperti pengaruh genetik, gaya hidup, kepribadian, usia, gender 4. Aspek risiko eksternal dan psikososial: berasal dari lingkungan (keluarga, tempat kerja, tetangga, budaya) 5. Derajat Fungsional: Kualitas Hidup Pasien. Penilaian dengan skor 1 5, berdasarkan disabiltas dari pasien

II.3 LansiaLanjut usia (lansia) adalah tahap akhir siklus kehidupan dan merupakan tahap perkembangan normal yang akan dialami oleh setiap individu yang mencapai usia lanjut dan merupakan kenyataan yang tidak dapat dihindari. Batasan usia lanjut didasarkan atas Undang-Undang no.13 tahun 1998 adalah 60 tahun. Sedangkan menurut WHO lanjut usia meliputi (Ekawati Sutikno, 2011): Usia pertengahan (middle age), kelompok usia 45 59 tahun Usia lanjut (elderly), kelompok usia 60 70 tahun Usia lanjut tua (old), kelompok usia antara 75 90 tahun Usia sangat tua (very old), kelompok usia diatas 90 tahun Ekawati Sutikno.BAB IIIPEMBAHASAN

III.1 Ilustrasi KasusSeorang wanita berusia 56 tahun, datang bersama anaknya ke puskesmas cimanggis dengan keluhan sering buang air kecil terus menerus di malam hari. Pasien dapat terbangun pada malam hari untuk buang air kecil lebih dari tiga kali sehingga membuat pasien terganggu dalam beristirahat. Dua hari sebelumnya pasien merasa tubuhnya gemetar setelah minum obat gula. Pasien meminum teh manis setelah itu dan keluhan membaik. Pasien menyadari bahwa dirinya menderita penyakit diabetes melitus, namun jarang kontrol, karena pasien merasa gula darahnya dapat di kendalikan jika pasien makan sedikit dan mengurangi nasi selain itu pasien meminum obat jika pasien makan yang banyak dan merasa tubuhnya lemas dan pusing. Pasien mengatakan bahwa pada tahun 2012 sempat memeriksakan kadar gula darahnya di tempat pemeriksaan gula darah gratis dengan hasil gula darah sewaktu 280 mg/dl namun pasien tidak menindak lanjuti hasil pemeriksaan itu ke dokter. Tahun 2014 bulan Oktober pasien baru memeriksakan dirinya ke Puskesmas Cimanggis dengan hasil gula darah 216 mg/dl. Saat itu pasien mengeluhkan rasa lemas dan pegal- pegal pada tubuh, sering buang air kecil pada malam hari, sering haus dan selalu merasa lapar. Pasien juga mengatakan bahwa ayah pasien menderita diabetes dan dua kakak pasien mengalami hal serupa. Selain itu pasien mengaku jarang melakukan olahraga, aktivitas sehari-hari terbatas di dalam rumah. Aktivitas pasien hanya melakukan kegiatan sehari-hari berupa memasak, membersihkan rumah, dan memcuci.Pada pemeriksaan fisik pasien, didapatkan keadaan umum baik, kesadaran compos mentis. Tanda vital yaitu tekanan darah pasien 130/80 mmHg, nadi 84 kali/menit, napas 16 kali/menit, suhu afebris. Status gizi pasien, tinggi badan 160 cm, berat badan 80 kg dengan hasil BMI = 31,25 (Obesitas)Status generalis, kepala : rambut warna hitam dengan rambut warna putih. Pemeriksaan mata, konjungtiva tidak anemis dan sklera tidak ikterik, lensa tidak keruh. Pemeriksaan THT dalam batas normal. Jantung dalam batas normal. Paru dalam batas normal. Ekstremitas tidak didapatkan edem, CRT (capillary refill time) > 2 detik. Hasil pemeriksaan laboratorium di Puskesmas cimanggis, didapatkan gula darah puasa 58 mg/dL. Pasien mengaku sebelum diperiksa pasien tidak makan dan meminum obat metformin. Tabel 3.1 Food Recall pasien dalam 24 jam Nama MakananBahan MakananJumlah Kalori (Kal)

Banyaknya

Bahan MakananURTgram

Pagi

RisolRisol3 ptg sdg120162

Siang

NasiBeras1/1/2 ctg150262

Ayam GorengAyamMinyak goreng1ptg2sdm5520150180

Tempe GorengKacang kedelai, minyak goreng2 ptg2 sdm10020150180

Sayur Bayambayam gelas50 75

Sore

Mie baksoTepung teriguDaging sapi3 sdm1ptg sdg3050110104

Malam

NasiBeras1/1/2 ctg150262

Telur mata sapiTelur ayamMinyak goreng1 btr2 sdm502075 180

Tempe GorengKacang kedelai, minyak goreng2 ptg2 sdm10020150180

Sayur Bayambayam gelas5075

Martabak Coklat KejuTepung terigu, Coklat, Keju, Telur2 ptg150299

Total Kalori2594

III.2 Penilaian Struktur dan Komposisi KeluargaKeluarga terdiri atas dua generasi dengan kepala keluarga berusia 60 tahun, dan ibu (pasien) berusia 56 tahun. Bentuk keluarga adalah keluarga inti (nuclear). Dari perkawinan ini mereka mempunyai tiga orang anak. Anak pertama Tn. A 35 tahun sudah menikah dan tidak tinggal serumah namun memiliki kedekatan yang cukup dekat dengan kedua orang tua. Anak kedua Tn. F 30 tahun tinggal serumah dengan pasien namun hubungannya tidak terlalu dekat dengan pasien. Anak ketiga Ny. S merupakan anak yang memiliki kedekatan yang sangat dekat dengan kedua orang tuanya dan berusaha untuk menjadi lebih dekat kepada kedua saudara laki-lakinya agar bisa menjadi perantara antara orang tua dan kedua anak laki-lakinya. Ny. S baru menikah dan sering berkunjung ke rumah orangtuanya setiap minggu. Namun saat ini Ny. S tinggal bersama orangtuanya karena baru selesai operasi hernia inguinalis. Keputusan kelurga biasanya dilakukan dengan musyawarah antara ayah dan ibu.

Ny. N56 th

Tn, A60 th

Tn. A35 th

Ny. S23 th

Tn. F30 th

Keterangan:

= Laki- Laki = Tinggal Serumah = Riwayat DM

= Perempuan = Meninggal = Pasien DM

Gambar 3.1. GenogramNy. N56 thTn. F30 th

Ny. S23 thTn. A35 th

Tn, A60 thHubungan tidak terlalu dekatHubungan dekat

Gambar 3.2. Familly Mapping III.3 Penilaian Terhadap KeluargaPenatalaksanaan penyakit pasien sangat diperlukan peran serta dan peran aktif seluruh anggota keluarga, seperti memperhatikan pola makan, kegiatan olahraga serta mengingatkan untuk meminum obat. Pasien memiliki anak kedua yang selalu dirumah akan tetapi anak tersebut kurang dekat dengan kedua orangtua. Anak kedua ini sebenarnya dapat dijadikan pelaku rawat namun anak tersebut kurang koperatif. Anak pertama pasien sudah tidak tinggal serumah namun dalam sebulan masih tetap mengunjungi pasien. Anak ketiga pasien yang baru menikah saat ini menjadi pelaku rawat pasien. Anak ketiga ini dekat dengan pasien dan dia selalu mengunjungi pasien setiap minggu. Anak ketiga pasien bersedia mengantarkan pasien berobat dan mengambilkan obat bila pasien tidak dapat mengambil obat serta bersedia mengingatkan pola makan pasien.Keluarga pasien merupakan keluarga inti dimana ayah sebagai kepala keluarga. Namun untuk kebutuhan sehari-hari didapatkan dari anak pertama dan anak ketiga, untuk kebutuhan sehari-hari pasien merasa cukup. Keluarga sendiri memiliki asuransi kesehatan BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) dan tidak ada dana khusus untuk kesehatan diluar BPJS untuk menunjang pengobatan pasien diluar asuransi.Keluarga ini memiliki kebiasaan yang baik dengan menyediakan makanan di rumah dengan memasak sendiri namun pasien sendiri tidak teratur dalam pola makan, pasien makan hanya jika merasa lapar. Keluarga cukup menaruh perhatian kepada kondisi kesehatan pasien dengan menggunakan gula pengganti khusus untuk diet diabetes, tetapi keluarga belum memberikan asupan kalori sesuai dengan anjuran diet pada pasien diabetes melitus. Pasien mandi 2 kali sehari dan pola tidur yang cukup, 6 jam dalam sehari. Kondisi rumah pasien merupakan rumah permanen, luas bangunan 80 m2 dengan jumlah penghuni 4 orang terdiri atas pasien, suami, anak kedua dan anak ketiga. Terdapat 3 buah kamar tidur, setiap ruangan memiliki jendela berukuran sedang, 1 buah dapur, 2 kamar mandi dan 1 ruang tamu yang berfungsi juga sebagai ruang keluarga. Sumber air di rumah menggunakan air tanah. Sampah biasa dikumpulkan dan di buang ke TPS terdekat, selain itu terdapat iuran rutin perbulan untuk pengangkutan sampah. Kebersihan rumah pasien cukup baik namun pada penyusunannya kurang tertata rapih. Kehidupan pasien dengan lingkungan sosial cukup baik. Pasien sering bersosialisasi dengan warga sekitar. Dalam lingkungan rumah selalu ada arisan RT dalam sebulan sekali. Pasien juga mengikuti pengajian di sekitar rumah setiap seminggu sekali.

III.4 Identifikasi Masalah Keluarga1. Fungsi BiologisPasien memiliki diabetes melitus tipe II yang tidak terkontrol. Terdapat riwayat keluarga yang memiliki penyakit diabetes mellitus yang di dapatkan dari ayah pasien. 2. Fungsi PsikologiAnak kedua pasien tamatan SMK dan sekarang tidak memiliki pekerjaan tetap. Hanya bekerja jika ada temannya atau lingkungan sekitar yang meminta. Anak kedua ini lebih sering menghabiskan waktunya di dalam kamar mendengarkan musik dan malamnya sesekali keluar. Anak kedua pasien yang laki-laki ini tidak begitu memahami apa yang sedang ibunya alami. Pasien dekat dengan anak ketiga namun anak ketiga baru saja menikah dan akan tinggal bersama suami. Anak ketiga pasien selalu mengunjungi pasien setiap minggu. Pasien lebih memilih ditemani berobat dengan anak ketiganya dibandingkan anak keduanya.3. Fungsi SosialHubungan pasien dengan suami, anak pertama dan ketiga cukup baik. Keluarga masih sering bertemu dan berkumpul. Pasien dan suami adalah lulusan SMA dan pasien sempat bekerja kantoran namun berhenti semenjak menikah dan mempunyai anak pertama. Anak pertama pasien lulusan D2, anak kedua D1 dan anak ketiga lulusan D3. 3. Fungsi EkonomiDalam memenuhi kebutuhan ekonomi sehari-hari pasien merasa cukup. Kebutuhan ini di dapat dari uang yang diberikan oleh anak pertama dan ketiga. Nominal pemberiannya pasien tidak memberitahukan, pasien hanya menyebutkan cukup untuk kebutuhan sehari-hari dan pembayaran bulanan. Pasien tidak memiliki tabungan kesehatan jika sewaktu-waktu terjadi keadaan darurat seperti di rawat di rumah sakit. Pasien hanya mengandalkan BPJS untuk masalah keuangan kesehatan.4. Perilaku kesehatan keluargaPasien belum mengetahui diet yang benar untuk penderita DM sehingga pola makan pasien masih belum baik. Pasien masih memakan makanan dengan kandungan gula dan karbohidrat yang tidak diatur. Pasien jarang melakukan olahraga karena merasa mudah lelah. Penyakitnya jarang kontrol karena selama ini pasien merasa sehat. Dalam keluarga prilaku gaya hidup yang buruk adalah merokok. Suami dan anak keduanya merokok, namun keluarga menyangkal jika dalam keluarga ada yang meminum alkohol dan memakai narkoba. Kesehatan reproduksi keluarga dianggap baik karena pasien menikah usia 23 tahun dan anak pertama serta kedua menikah pada usia produktif. Saat ini pasien sudah tidak menstruasi dan tidak ada keluhan dalam masalah obstetri dan ginekologi. Pasien memiliki penampilan yang bersih namun dalam penataan barang-barang dirumah tidak terlalu rapih. Pelayanan kesehatan di sekitar lingkungan pasien terdapat praktek dokter umum dan posbindu yang jaraknya sekitar 100 meter dari rumah. III.5 Diagnosis HolistikAspek Personal: Alasan kedatangan pasien dengan sering berkemih saat malam hari dan pasien inggin mengontrol gula darahnya. Datang ke dokter karena kemauannya sendiri. Harapan pasien penyakit gulanya dapat terkontrol dan keluhannya berkurang. Kekhawatiran pasien terhadap komplikasi diabetes dan penyakitnya dapat menurun ke anggota keluarga yang lain.Aspek Klinis: Diabetes Melitus Tipe II dan ObesitasAspek Individual : Pasien memiliki genetik ayah dan kakak pertama dan kedua yang mengalami diabetes. Pasien tidak melakukan diet bagi penderita DM jarang melakukan olahraga dan jarang kontrol ke pusat kesehatan.Aspek Psikososial : Keluarga mendukung pasien dengan menganti gula khusus diabetes namun keluarga belum memberikan asupan kalori yang sesuai diet diabetes melitus. Anak kedua pasien yang belum bekerja dan tidak dekat dengan pasien.Aspek Fungsional: Derajat 1. Masih dapat bekerja dengan baik dan dapat merawat diri tanpa bantuan orang lain.III.6 Diagnosis KeluargaKeluarga ini adalah keluarga inti dengan tiga orang anak. Keadaan ekonomi dikatakan cukup dengan beban keluarga ditanggung oleh anak pertama dan ketiga. Pasien memiliki riwayat diabetes melitus dan kurang fahamnya akan pola makan untuk orang yang menderita diabetes melitus dan pola hidup sehat seperti berolahraga. Beban psikologis pasien adalah anak keduanya yang belum bekerja tetap dan kurang dekat dengan pasien. III.7 Tujuan Umum Penyelesaian Masalah Pasien dan KeluargaPasienPasien dapat menyelesaikan masalah mengenai penyakit diabetesnya dengan meningkatkan pengetahuan serta kesadaran diri dari sikap dan prilaku tentang penanganan penyakit diabetes melitus. Hal tersebut diharapkan dapat membantu pengobatannya.KeluargaTerwujudnya keadaan keluarga yang lebih sehat dan terhindar dari penyakit diabetes melitus, mengingat adanya faktor keturunan dari keluarga pasien yang memiliki diabetes mellitus. Dan membaiknya kualitas antara anak kedua laki-laki dengan orang tuanya. Sehingga tercipta suasana yang lebih harmonis dan membuat proses penyembuhan pasien menjadi lebih mudah.III.8 Indikator KeberhasilanGejala yang dialami oleh pasien dapat berkurang disertai pasien dapat memperbaiki kualitas hidupnya sepertit mengatur pola makan yang sehat dan rajin berolah raga. Kadar gula darah sewaktu dapat terkontrol dan pasien berobat secara teratur. Selain itu pasien dapat menurunkan berat badan nya sekitar 10-20 kg dari beratnya yang sekarang.Dukungan keluarga menjadi sangat penting dalam usaha memperbaiki hasil pengelolaan. Keluarga memberikan dukungan kepada pasien dengan mengatur pola makan, menyediakan makanan khusus diet diabetes mellitus, mengingatkan untuk membiasakn diri berolahrga serta mengawasi minum obat. Keluarga lain yang memiliki faktor resiko seperti anak-anak pasien juga menerapkan pola hidup yang sama. Hubungan yang semakin baik antara pasien dengan anak-anak kandungnya, akan berdampak pada peningkatan kualitas hidup baik bagi pasien dan keluarga tersebut.III.9 Tindak Lanjut Terhadap PasienTatalaksana FarmakologisTatalaksana farmakologis, sesuai dengan pengobatan diabetes melitus yang dilakukan di puskesmas secara teratur yaitu Metformin 5mg satu kali sehari dan glibenklamid 5mg satu kali sehari. Obat metformin dan glibenklamid termasuk dalam obat oral hipoglikemi. Mekanisme kerja metformin adalah penghambat glukoneogenesis sedangkan glibenklamid adalah pemicu sekresi insulin. Penggunaan obat ini secara bersamaan perlu diperhatikan efek akut obat seperti hipoglikemi. Tujuan pemberian obat adalah gula darah pasien dapat terkontrol normal < 200 mg/dl. Tatalaksana Non FarmakologisPasien juga diberikan edukasi tentang penyakit yang dialami, komplikasinya, terapi gizi, latihan jasmani serta intervensi terapi. Hal tersebut disampaikan dengan melakukan interaksi dan diskusi bersama, sehingga terjadi peningkatan pengetahuan dan kesadaran pasien akan kesehatannya terutama penyakit yang dialaminya.Pasien diberikan edukasi mengenai diabetes melitus. Diabetes umumnya terjadi karena pola gaya hidup. Pasien diharapkan dapat melakukan pemantauan gula darah sendiri dan mengetahui tanda serta gejala hipoglikemi. Selain itu pasien harus mengetahui komplikasi akut serta kronik lainnya agar dapat dicegah.Pasien diabetes melitus disarankan berolahraga minimal 3 kali seminggu, kurang lebih 30 menit. Olahraga yang disarankan adalah jalan kaki, bersepeda, berenang dan berjogging. Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin sehigga memperbaiki kendali gula darah. Kondisi psikososial pasien juga perlu ditangani. Masalahnya adalah kekhawatiran pasein terhadap anak keduanya yang tamatan SMK yang belum memiliki pekerjaan. Dukungan berupa sharing dengan pasien, diharapkan dapat sedikit meringankan beban pikiran nya akan anak-anaknya dan sedikit membantu memberikan saran ataupun masukan untuk mengatasi beban pikirannya. Terapi nutrisi merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes secara total. Prinsip pengaturan makanan pada penyandang diabetes hampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Oleh sebab itu pasien mendapatkan terapi nonfarmakologi dalam mengatur pola makan sesuai kebutuhan. BMI (Body Mass Index) Tinggi badan 160 cm, berat badan 80 kg dengan hasil BMI = 31,25 (Obesitas) Perhitungan kalori basal tubuh pasien dengan cara : Berat Badan Ideal: 0,9 x (160-100) = 54 kg Kebutuhan Basal: 54kg x 25kkal =1350 kkal Aktivitas: 20% x1 350 = 270 Usia: 5% x 1350 = 67,5 Total kebutuhan : 1350+270-67,5=1552 kkal Pasien bertubuh gemuk maka dengan perhitungan kalori basal kebutuhan pasien terlalu sedikit. Pasien menggunakan diet V sesuai table 3.1Tabel 3.1. Jenis diet diabetes mellitus menurut kandungan energi karbohidrat, protein dan lemak

Menurut kebutuhan kalori 1900 kkal pasien standar diet untuk pembagian makan sehari-hari pasien terdapat pada tabel 3.2Tabel 3.2. Jadwal standar diet 1900 kkalWaktuMenuURTBerat (g)

Pagi 07.00

NasiTelur DadarOreg TempeSop Oyong1/1/2 ctg1 btr2 ptng sdg1 mangkuk1505050100

Pukul 10.00Papaya1 ptng sdng100

Siang 12.00NasiPepes ikanTempe gorengTumis kacang panjangNanas2 ctg1 ptg sdng2 ptng sdng1 mangkuk2004050100

Pukul 16.00Pisang Ambon1 bh50

Malam 18.00NasiAyam BakarRolade TahuSup WortelPepaya2 ctng1 ptng sdng1 bh1 mangkuk1 ptng2004050100100

III.10 Alur Penatalaksanaan PasienBagan 3.1. Alur Penatalaksanaan PasienNy. P, berusia 56 tahunDatang ke puskesmas dengan polidipsi dan kontrol gula darahPF : KU : CMVS : TD : 130/80 mmHg, Nadi: 84 kali/mPernaafasan: 16 kali/ m Suhu: Afebris. Status gizi: TB:160 cm, BB80 kg BMI = 31,25 (Obesitas)

RPD : dari 2 tahun yang paseien sudah mengetahui memiliki riwayat DMRPK: Ayah, kakak pertama dan kedua menderita DMKebiasaan: pola makan tidak teratur, Minum obat tidak teratur dan jarang berolah ragaPemeriksaan LaboratoriumGDS 216 mg/dlDiabetes Melitus IIPenatalaksanaanFarmakologiMetformin 5mg 1x1Glibenklamid 5mg 1 x 1

Penatalaksanaan Non FarmakologiEdukasi tentang penyakit yang dialamiPasien disarankan berolahraga minimal 3 kali seminggu, Terapi nutrisi dalam mengatur pola makan sesuai kebutuhan. Edukasi kepada keluarga pasien untuk memantau keadaan pasien

III.11 Tindakan Terhadap KeluargaLangkah awal yang dilakukan yaitu memberi penjelasan mengenai pentingnya untuk adanya perbaikan kesehatan terutama dalam memperbaiki pola hidup sehat agar mengontrol faktor-fakor resiko penyebab diabetes melitus yang akan berpengaruh kepada kondisi pasien yang akan datang. Keluarga juga harus mendapat pengetahuan yang sejelas-jelasnya bahwa peran keluarga sangat besar dalam memperbaiki status gizi pasien karena penyakit yang diderita pasien bukan hanya disembuhkan atau dikontrol melalu pengobatan tetapi juga terhadap dari pola makan oleh sebab itu adanya tanggung jawab kepada keluarga agar bisa saling membantu secara materil maupun dukungan moril dalam memecahkan masalah yang dihadapi pasien dan dianggap sebagai masalah keluarga bersama dan harus dipecahkan secara bersama-sama. Selanjutnya diberikan pula motivasi terhadap keluarga untuk memperhatikan pasien terutama tentang pentingnya untuk menyeimbangkan asupan kalori dengan kebutuhan energi total dengan membatasi konsumsi makanan yang mengandung kandungan gula yang tinggi. Disamping itu, agar melakukan aktifitas fisik yang cukup untuk mencapai kebugaran jasmani dengan menyeimbangkan pengeluaran dan pemasukan energi/kalori. Keluarga juga perlu membantu pasien dalam mengontrol pengawasan minum obat serta memotivasi pasien dalam menjalani penggobatan.Dilakukan penilaian terhadap penguasaan masalah dan kemampuan beradaptasi, penilaian kemampuan mengatasi masalah secara keseluruhan dan kemampuan adaptasi dengan skala :5 :dapat diselesaikan sepenuhnya oleh pasien dan keluarganya4 :penyelesaian hampir seluruhnya oleh keluarga dengan sedikit petunjuk dari orang lain / dokter / pelayanan kesehatan3 :penyelesaian hanya sedikit atas partisipasi keluarga2 :partisipasi keluarga hanya berupa keinginan saja karena tidak mampu, penyelesaian oleh orang lain / dokter / pelayanan kesehatan1 :tidak ada partisipasi, tidak ada penyelesaian walaupun sarana ada99 :tidak dapat dinilai.

Tabel 3.3. Skoring Kemampuan Menyelesaikan Masalah No.MasalahKoping AwalKoping AkhirUpaya Penyelesaian

1.Fungsi Biologis: Pasien dengan DM tipe 2

Pasien memiliki riwayat DM dari ayah3

24

4Awal : pasien jarang mengontrol dan mengobati diabetesAkhir: pasien rutin meminum obat Diabetes melitius serta rutin untuk mengontrol ke puskesmas Awal: Pasien kurang memahami jika seseorang yang memiliki riwayat keluarga diabetes risiko terkena diabetes lebih tinggi.Akhir: Pasien dan keluarga melakukan pencegahan

2.Masalah Prilaku Pola makan yang masih belum teratur jumlah dan jadwal

Belum terbudaya kebiasaan olahraga pada keluarga

Lingkungan rumah yang kurang tertata rapih3

1

14

4

4Awal : pasien masih makan dengan pola yang tidak teratur Akhir : pasien mau mengikuti saran untuk mengurangi konsumsi gula dan melakukan diet yang tepatAwal: Pasien merasa kegiatan rumah tangga sebagai olahraga.Akhir: Pasien mulai mengikuti olahraga jalan kaki di lingkungan sekitar dan gerakan-geraka senam ringan di rumah.Awal : Pasien memiliki tataan rumah yang kurang rapih dan hanya pasien yang biasa membersihkan rumah.Akhir : Keluarga ikut membatu dalam pelaksanaan kebersihan rumah namun hasilnya masih kuarang rapih

3.Faktor Psikologis:Anggota keluarga yang kurang mendukung24Awal : anak kedua pasien kurang menanyakan kondisi pasien dan kurang memperhatikan pasien. Dan kekhawatiran pasien akan anak kedua yang lebih banyak Akhir : Anak kedua sudah lebih peduli dengan keadaan pasien. Pasien sekarang memiliki pemikiran yang lebih positif kepada anak kedua. Anak kedua sudah mau mengantar pasien ke puskesmas dan belajar menjadi pelaku rawat pasien.

4

Fungsi Ekonomi:Keluarga belum memiliki tabungan atau jaminan kesehatan dengan kondisi pendapatan yang hanya dari anak pertama dan ketiga24Awal : keluarga belum memiliki rencana anggaran untuk kesehatanAkhir : pasien mulai bisa mengatur pemasukan yang ada dengan kebutuhan keluarga dan memikirkan untuk membuat tabungan kesehatan.

Rata rata14/7= 228/6= 4

Kesan dari kemampuan penyelesaian masalah awal dalam keluarga adalah 2 yaitu keluarga cukup mampu menyelesaikan hampir seluruhnya oleh kelurga dengan sedikit petunjuk dari orang lain/ dokter/ pelayanan kesehatan. Pada akhir studi dilakukan penilaian kembali kemampuan keluarga menyelesaikan masalahnya. Nilai akhir koping keluarga yang didapat adalah 4 dimana keluarga mampu menyelesaikan masalahnya dengan arahan dari petugas pelayan kesehatan.III.12 Hasil Pembinaan1. Pasien mengikuti anjuran untuk mengontrol kadar gula dengan rutin datang ke puskesmas dan rutin minum obat yang diberikan.2. Seluruh anggota keluarga mulai memperhatikan kesehatan pasien mulai dari menanyakan kondisi pasien, memperhatikan jadwal minum obat yang sudah disepakati bersama-sama untuk jam minum obat kepada pasien agar tidak lupa minum obat dan tidak hanya meminum obat saat pasien makan banyak.3. Keluarga pasien terutama anak-anak pasien juga mulai melakukan pencegahan agar terhindar dari penyakit diabetes dengan menggurangi konsumsi gula dan makanan manis. 4. Pasien sudah melakukan perilaku hidup sehat dengan rutin melakukan jalan pagi selama 30 menit tiap harinya. Dan sudah memiliki pola makan yang lebih teratur serta lebih rajin untuk minum obat.5. Anak laki-laki pasien sudah mulai peduli dan mengantar pasien jika sedang kontrol ke puskesmas. Anak laki-laki pasien sudah mampu belajar menjadi pelaku rawat pasien.6. Keluarga pasien mulai memikirkan manajemen keuangan yang terarah dari pendapatan keluarga sehingga ada biaya untuk kesehatan keluarga. Untuk menopang jaminan kesehatan tambahan pasien dan keluarga.7. Pasien bersedia untuk lebih menjaga kebersihan lingkungan rumah dan menata kondisi rumah agar terlihat lebih nyaman untuk ditinggal. Keluarga juga turut membantu dalam membersihkan rumah.III.13 PembahasanDalam penanganan kasus ini dilakukan pendekatan kedokteran keluarga untuk memberikan pelayanan kesehatan yang holistik, komprehensif, berkesinambungan, terpadu dan paripurna, dengan memandang pasien sebagai bagian dari dirinya sendiri, keluarga dan lingkungannya. Interpretasi kasus adalah seorang wanita berusia 56 tahun, datang dengan keluhan sering buang air kecil terus menerus di malam hari. Dua hari sebelumnya pasien merasa tubuhnya gemetar setelah minum obat gula. Pasien menyadari bahwa dirinya menderita penyakit diabetes melitus, namun jarang kontrol, karena pasien merasa gula darahnya dapat di kendalikan jika pasien makan sedikit dan mengurangi nasi selain itu pasien meminum obat jika pasien makan yang banyak dan merasa tubuhnya lemas dan pusing. Pasien juga mengatakan bahwa ayah pasien menderita diabetes dan dua kakak pasien mengalami hal serupa. Selain itu pasien mengaku jarang melakukan olahraga, aktivitas sehari-hari terbatas di dalam rumah. Artinya bahwa penyakit diabetes militus dan yang dialami pasien adalah dari faktor keturunan selain dan faktor pola makan serta aktivitas pasien yang sedikit. Menurut PERKENI menyebutkan bahwa faktor resiko diabetes dibagi menjadi dua yaitu faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi seperti ras, riwayat keluarga, usia dan riwayat pernah melahirkan bayi berat > 4000 gram sedangkan faktor resiko yang dapat dimodifikasi adalah berat badan lebih, kurangnya aktivitas fisik, diet makanan. Pada pemeriksaan fisik pasien, didapatkan keadaan umum baik, kesadaran compos mentis, tanda vital dalam batas normal. Status gizi pasien, tinggi badan 160 cm, berat badan 80 kg dengan hasil BMI = 31,25 (Obesitas). Status generalis, kepala hingga ekstremitas didapatkan dalam batas normal. Hasil pemeriksaan lab di Puskesmas cimanggis, didapatkan gula darah puasa 58 mg/dL. Pasien mengaku sebelum diperiksa pasien tidak makan dan meminum obat metformin. Namun 3 bulan lalu pasien memeriksakan dirinya ke Puskesmas Cimanggis dengan hasil gula darah 216 mg/dl dan saat itu pasien mengeluhkan rasa lemas dan pegal- pegal pada tubuh, sering buang air kecil pada malam hari, sering haus dan selalu merasa lapar. Menurut PERKENI jika keluhan klasik ditemukan dan pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Penatalaksanaan yang diberikan kepada Ny.S saat berkunjung di puskesmas Cimanggis sesuai dengan keluhan yang dialami dan hasil pemeriksaan laboratorium diberikan terapi medikamentosa yaitu Metformin 500mg satu kali sehari dan glibenklamid 5mg satu kali sehari. Glibenklamida adalah hipoglikemik oral derivate sulfonil urea yang bekerja aktif menurunkan kadar gula darah. Glibenklamide bekerja dengan merangsang sekresi insulin dari pancreas. Oleh karena itu glibenklamida hanya bermanfaat pada penderita diabetes dewasa yang pankreasnya masih mampu memproduksi insulin dosis yang diberikan 5mg satu kali sehari. (Farmakologi Dasar, 2007)Metformin adalah zat antihiperglikemik oral golongan biguanid untuk penderita diabetes militus tanpa ketergantungan terhadap insulin. Mekanisme kerja metformin yang tepat tidak jelas, walaupun demikian metformin dapat memperbaiki sensitivitas hepatik dan periferal terhadap insulin tanpa menstimulasi sekresi insulin serta menurunkan absorpsi glukosa dari saluran lambung-usus. Metformin hanya mengurangi kadar glukosa darah dalam keadaan hiperglikemia serta tidak menyebabkan hipoglikemia bila diberikan sebagai obat tunggal. Metformin tidak menyebabkan pertambahan berat badan bahkan cendrung dapat menyebabkan kehilangan berat badan. Dosis yang diberikan 500 mg untuk pemeliharaan sehari diberikan 2 kali.Dari hasil kunjungan didapatkan perbaikan dari keadaan keluarga. Seluruh anggota keluarga mulai memperhatikan kesehatan pasien mulai dari menanyakan kondisi pasien dan memperhatikan jadwal minum obat. Anak laki-laki pasien sudah mulai peduli dan mengantar pasien jika sedang kontrol ke puskesmas. Anak kedua sudah mulai membantu menjadi pelaku rawat pasien. Pasien sudah melakukan perilaku hidup sehat dengan rutin melakukan jalan pagi selama 30 menit tiap harinya. Dan sudah memiliki pola makan yang lebih teratur serta lebih rajin untuk minum obat. Pasien mengikuti anjuran untuk mengontrol kadar gula dengan rutin datang ke puskesmas dan rutin minum obat yang diberikan. Dan pada akhirnya keluarga pasien mulai memikirkan manajemen keuangan yang terarah dari pendapatan yang ada sehingga ada biaya cadangan untuk kesehatan keluarga.

BAB IVPENUTUPIV.1. Kesimpulan1. Telah ditegakkan diagnosis diabetes tipe 2 belum terkontrol berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik2. Telah teridentifikasi fungsi-fungsi keluarga pasien meliputi: Fungsi Biologis: Pasien dengan DM tipe 2 Pasien memiliki riwayat DM dari ayahMasalah Prilaku Pola makan yang masi belum teratur Belum terbudaya kebiasaan olahraga pada keluarga Lingkungan rumah yang kurang tertata rapihFaktor Psikologis: Anggota keluarga yang kurang mendukung Fungsi Ekonomi: Keluarga belum memiliki tabungan atau jaminan kesehatan dengan kondisi pendapatan yang hanya dari anak pertama dan ketiga3. Telah teridentifikasi faktor internal dan eksternal yang mungkin menyebabkan tidak terkendalinya terapi diabetes pada Ny.S4. Penatalaksanaan masalah kesehatan pada pasien harus dilakukan secara farmakologi maupun non farmakologi. 5. Partisipasi keluarga sebagai mitra dokter dalam penatalaksanaan masalah kesehatan pasien sangat diharapkan. IV.2. SaranIV.2.1 Saran untuk Keluarga1. Keluarga harus mendukung dan memberikan motivasi kepada pasien dalam menjalani pengobatan dan mengawasi pasien agar diet sesuai kebutuhan diabetes melitus2. Keluarga membantu pasien secara teratur memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan agar terpeliharanya kesehatan keluarga3. Menabung untuk anggaran kesehatan agar dapat memelihara kesehatan keluargaIV.2.2 Saran untuk pasien1. Pasien wajib minum obat secara teratur dan tidak terputus agar kadar gula dapat terkontrol dengan baik, serta teratur memeriksakan kadar gula.2. Pasien mulai berusaha untuk berolahraga setidaknya 30 menit sehariIV.2.3 Saran bagi kesinambungan pelayanan adalah:Untuk pembina berikutnya :1. Komunikasi:Dalam hal ini komunikasi berperan penting dalam membina hubungan baik terhadap keluarga pasien sehingga pasien dan keluarga dapat lebih terbuka terhadap permasalahannya. Sehingga mendapatkan permasalahan suatu keluarga yang lebih akurat untuk mencapai tujuan pembinaan dan kelaurga yang dibina terbantu.1. Mental psikologikal :Pembinaan terhadap suatu keluarga perlu pendekatan yang sangat membutuhkan kesabaran dan ketelatenan dalam menjalankan pembinaan. Lingkungan yang kondusif perlu diciptakan guna mencapai hasil pembinaan.1. Manajemen klinis :Untuk menyelesaikan masalah yang ada dalam keluarga perlu adanya kerjasama antara provider kesehatan dan seluruh anggota keluarga. Merupakan kunci dalam menyelesaikan masalah. Seorang provider kesehatan tidak berguna tanpa dukungan seluruh anggota keluarga.1. Evaluasi masalahDiperlukan pembinaan selanjutnya guna menindak lanjuti tujuan yang belum terlaksana dan dapat dipertahankan oleh pasien berdasarkan dasar binaan yang telah diterapkan dalam keluarga.

IV.3 PenutupDalam studi kasus ini diabetes mellitus adalah penyakit kronik dan tidak dapat sembuh namun dapat terkontrol. Berbagai macam faktor yang mempegaruhi diabetes hingga akhirnya pasien jatuh kedalam komplikasinya. Peran dokter keluarga sangatlah penting sebagai sarana menyeimbangan terapi farmakologis dan non farmakologis dalam menurunkan morbiditas.

DAFTAR PUSTAKA

Almatsir, S. 2002. Prinsip dasar ilmu gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka.American Diabetes Association, Standards of Medical Care in Diabetes2006.diakses dari http://guidelines.govBrunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGCEkawati Sutikno. Hubungan antara Fungsi Keluarga dan Kualitas Hidup Lansia. Jurnal Kedokteran Indonesia, VOL. 2/NO. 1/JANUARI/2011 diakses dari http://www.jki-ina.com/index.php/jki/article/viewFile/13/12Nafrialdi ; Setawati, A., 2007. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: DepartemenFarmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran UIPERKENI, 2011, Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. Jakarta: PERKENIRiskerdas. 2013. Riset Kesehatan dasar. Dapat diakses dari http://www.litbang.depkes.go.id/sites/download/rkd2013/Laporan_Riskesdas2013.PDFSingh A et al. Preventing Foot Ulcers in Patients With Diabetes. JAMA 293:217-228, 2005. diakses dari http://www.diabetes.org/Suyono S. 2005. Masalah Diabetes di Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 edisi 3.Jakarta : Balai Penerbit FKUIWahyuni Arlinda. 2003. Pelayanan Dokter Keluarga. Sumatra Utara: Fakultas Kedokteran dapat di akses http://repository.usu.ac.id/

Lampiran Dokumentasi Kunjungan Pasien

Lampiran Bahan Makanan Penukar dan Panduan Diet Diabetes MellitusKebutuhan kalori 1900 kkal pasien standar diet Karbohidrat: 299 g (62,5 % energi total) Protein: 60 g (12,5 % energi total) Lemak 48 g (22,5 % energi total)WaktuMenuPenukar (P)

Pagi 07.00

Nasi (Sumber Karbohidrat)Telur Ayam (Protein Hewani Lemak Sedang)Tempe (Protein Nabati)Sayuran AMinyak1 P1 P2 PSehendaknya2 P

Pukul 10.00Buah1 P

Siang 12.00Nasi (Sumber Karbohidrat)Ikan (Protein Hewani Rendah Lemak)Tempe (Protein Nabati)Sayuran BBuahMinyak2 P1 P1 P1 P1 P2 P

Pukul 16.00Buah1 P

Malam 18.00Nasi (Sumber Karbohidrat)Ayam tanpa kulit (Protein Hewani Rendah Lemak)Tahu (Protein Nabati)Sayuran BMinyak2 P1 P1 P1 P2 P

Bahan Makanan Sumber Karbohidrat 1 Satuan Penukar = 175 kalori 4 gr protein 40 gr karbohidrat Bahan MakananURTBerat (gr)

Nasi3/4 gls100

Bihun gls50

Bubur beras2 gls400

Biskuit4 bh bsr40

Kentang2 bj sdg210

Krakes5 bh bsr50

Makaroni gls50

Mi Kering1 gls50

Mi Basah2 gls200

Nasi tim1 gls200

Roti putih3 ptg sdg70

Singkong1 ptg120

Talas1 ptg125

Tepung Sagu8 sdm50

Tepung Hunkwe10 sdm50

Tepung Terigu5 sdm50

Tepung Maizena10 sdm50

Tepung Beras8 sdm50

Ubi1 bj sdg135

Bahan Sumber Protein HewaniRendah Lemak1 satuan penukar mengandung : 50 kkal, 7 g protein, 2 gr lemakBahan MakananURTBerat (gr)

Ayam tanpa Kulut1 ptg sdg40

Babat1 ptg sdg40

Daging Kerbau1 ptg sdg35

Dendeng Sapi1 ptg sdg35

Ikan1 ptg sdg40

Ikan Asin1 ptg kcl15

Teri Kering1 sdm15

Udang Segar5 ekor sdg35

Lemak Sedang1 satuan penukar mengandung: 75 kkal, 7 gr protein, 5 gr lemakBahan MakananURTBerat (gr)

Bakso10 bj sdg170

Daging Kambing1 ptg sdg40

Daging Sapi1 ptg sdg35

Hati Ayam1 bh sdg30

Hati Sapi1 bh sdg35

Otak1 ptg bsr60

Telur Ayam1 btr55

Telur Bebek1 btr55

Usus Sapi2 gls50

Bahan Sumber Protein Nabati1 satuan penukar mengandung: 75 kkal, 5 gr protein, 3 gr lemak, 7 gr karbohidratBahan MakananURTBerat (gr)

Kacang Hijau2 sdm20

Kacang Kedelai2 sdm25

Kacang Merah 2 sdm20

Kacang Tanah2 sdm15

Kacang Tolo2 sdm20

Keju kacang tanah1 sdm15

Oncom2 ptg kcl40

Susu Kedelai bubuk2 sdm25

Tahu1 bj bsr110

Tempe1 ptg sdg50

Bahan Sumber SayuranSayuran ABebas dimakan. Kandungan energi dapat diabaikanGambas(Oyong)LobakLabu Air

Jamur Kuping SegarSelada Air

KetimunTomat

Sayuran B1 Satuan Penukur, 1 gls (100 g) mengandung: 25 kkal, 1 gr protein, 5 g karbohidratBayamDaun WuluhKapri Muda

BitGenjerKangkung

BuncisJagung MudaKucai

BrokoliJantung PisangKacang Panjang

CaisimKolLabu Siam

Daun PakisKembang KolLabu Waluh

PareRebungSawi

TaugeTerongWortel

Bahan Buah dan Gula1 satuan penukar mengandung: 50 kkal, 12 gr karbohidratBahan MakananURTBerat (gr)

Anggur20 bh sdg165

Apel1 bh85

Belimbing1 bh bsr140

Belewah1 ptg sdg 70

Duku9 bh80

Durian2 bj bsr35

Jambu Air2 bh bsr110

Jambu Biji1 bh bsr100

Jambu Bol1 bh kcl90

Jeruk Manis2 bh110

Kedondong2 bh sdg120

Kolang Kaling5 bh sdg25

Kurma3 bh15

Leci10 bh75

Madu1 sdm15

Mangga 3/4 bh bsr90

Melon1 ptg bsr190

Nangka3 bj sdg45

Nenas bh sdg95

Pepaya1 ptg bsr110

Pisang1 bh50

Rambutan8 bh75

Salak2 bh sdg65

Sawo1 bh sdg55

Semangka1 ptg bsr180

Sirsak gls60

Bahan Minyak1 Satuan Penukar = 45 kalori 5 gr lemakBahan MakananURTBerat (gr)

Minyak Goreng1 sdm5

Minyak ikan1 sdm5

Margarin1 sdm5

Kelapa1 ptg kcl30

Kelapa parut5 sdm30

Lemak sapi 1 ptg kcl5

Keterangan : Bh = buah Gr = gram Bj = biji Kcl = kecil Btg = batang Ptg = potong Btr = butir Sdg = sedang Bsr = besar Sdm = sendok makan Gls = gelas (240 ml) Sdt = sendok teh

Ada beberapa jenis makanan yang dianjurkan dan jenis makanan yang tidakdianjurkan atau dibatasi bagi penderita diabetes mellitus yaitu:a. Jenis bahan makanan yang dianjurkan untuk penderita diabetes mellitus adalah:1) Sumber karbohidrat kompleks seperti nasi, roti, mie, kentang, singkong, ubi dan sagu.2) Sumber protein rendah lemak seperti ikan, ayam tanpa kulitnya, susu skim, tempe, tahu dan kacang-kacangan.3) Sumber lemak dalam jumlah terbatas yaitu bentuk makanan yang mudah dicerna. Makanan terutama mudah diolah dengan cara dipanggang, dikukus, disetup, direbus dan dibakar.b. Jenis bahan makanan yang tidak dianjurkan atau dibatasi untuk penderita diabetes mellitus adalah:1) Mengandung banyak gula sederhana, seperti gula pasir, gula jawa, sirup, jelly, buah-buahan yang diawetkan, susu kental manis, soft drink, es krim, kue-kue manis, dodol, dan cake.2) Mengandung banyak lemak seperti makanan siap saji (fast-food) dan goreng-gorengan.3) Mengandung banyak natrium seperti ikan asin, telur asin dan makanan yang diawetkan

1