Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai ... · sampaikan kepada seluruh dosen Program...
Transcript of Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai ... · sampaikan kepada seluruh dosen Program...
MAKNA PESAN PADA VIDEO IKLAN POLITIK
Versi “Pesan Ramadhan Jokowi-JK Untuk Keluarga Indonesia”
TESIS
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Mencapai Derajat Magister Program Studi Seni Rupa
Oleh :
Gravinda Putra Perdana
S011302006
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2015
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
MAKNA PESAIY PAI}A YIDEO IKLAN POLITIKYersi '6Pes&n Rem*dhan Jokowi-IK Untuk Kelu*rga Indoncsia,
TESIS
Oleh:
Gravind* Putr* Perdana
s0u302006
Komisi
Pembimbing
Pembimbing I Dr. Nooryan Bahari, M.Sn.
NrP. 19650220 199003 I 001
Tanda Tangan Tanggal
3 Feb 2015
Feb 2015
Nama
Pembimbing II Drs
NIP
Ahmad Adib, M.Hum., Ph.D.
t962W98199203 1 001
Telah dinyatakan memenuhi syarat
pada taaggalO3 Februari 2015
' ',Kgqua Proglam Studi Magister Seni Rupa
:., 'B,4ggfam P*seasmiana UNS
Dr. NanangRizali, MSD.
19509709 198003 1 003
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Jabatan
Ketua
MAKNA PESAI\I PADA YIDEO IKLAI\I POLITIKVersi 66Pe**p R*m*dh*n Jolc€wiJK Untuk Kelu*rg* Indonesi*tt
TESIS
Olch:
Gravinda Putra Perdana
sol139t006
TIM PENGUJI
Na*ra
Prof. Dr. NanangRizali, MSD.
NIP, 1950S709 198003 1 0+3
Tanda Tengan Tanggal
Sekretaris : Dr. Titis Srimuda Pitanq S.T., M.Tro)
MP. 19680609199402 1 001 fcb 2015
Anggota
Penguii Dr. Noorya*rB*#L M.Sn-
MP. 19650220 1,99A06 t 00t\
Feb 2015
Drs. Airmad Adib, M.Hum., Ph.D.
NrP 19620708 199203 1 001 Feb 2015
Telah dipertahankan di depan Penguji.
Telah dinyatakan memenuhi syarat
pada tanggal ....... Februari 2015.
Ketua
Program Studi Magister Seni Rupat
t/tfuwn fProf. Dr. Nanang Rizali, MSD.
NIP. 1950S709 198003 1 0S3
lH
{fu-%o/Rexru$of.
.IrAhmad Yunus, MS
19610717 198601 I 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PERI\TYATAAI\ KEASLIAN DAI{ PERSYARATAI\ PI}BLIKASI
Saya menyatakan dengan sebenamya bahwa :
1. Tesis yeng berjudul : MAKNA PESAN PADA VIDEO IKTAN
POLITIK Versi o'Pesan Ramadhan Jokowi-JK Untuk Keluarga
Indonesia'' id adalah kary* penelitian saya se,ndiri dan beb*s plagia!
serta tidak adakarya ilmiah yang pemah diajukan oleh orang lain untuk
memperoleh gelar akademik serta tidak terdapat k*rya at*u pendapat
yang pernah ditulis atau di terbitkan orang lain kecuali secara tertulis
digunakan se,bagai ac;uerl dal*nr nask*r fu* darr disebu&an dal*m sumber
acuan serta daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terdapat terbukti
terdap*t pl*gi*t dalam karya ilmiah ini, maka sya bersedia mcncrima
sanksi sesuai ketentuan perundang-undangan (Permendiknas no17, tahun
?(}10'}
2. Publikasi sebagian atau keseluruhan isi Tesis pada jurnal atau forum
ikniah 'lain hanrs seijin dan menyertakan tim pemlrimbing sebagai
author dan PPs-UNS sebagai institusinya. Apabila dalam waktu
sekmang-km*ngnya satu se{rcster (enam bula* sej*k pengesalrsn Te.si+
saya tidak melakukan publikasi dari sebagian atau keseluruhan Tesis ini,
maka Prodi Seni Rup* UNS berhak mempublikasikamya pada jurn+l
ilmiah yang diterbitkan oleh prodi Seni Rupa. Apabila saya melakukan
dari kertnan publikmi ffi1, maka s&ya basedia
mendapatkan sanksi akademik yang berlaku.
Surakarta, 17 Februari 2015
tv
- ^,5rv-
Gravinda Putra Perdana
ssl1302006
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
ABSTRAK
Perdana, Gravinda P. S011302006. 2015: MAKNA PESAN
PADA VIDEO IKLAN POLITIK Versi “Pesan Ramadhan Jokowi-JK
Untuk Keluarga Indonesia”. Tesis Program Studi Magister Seni Rupa
Universitas Sebelas Maret Surakarta. Pembimbing I Dr. Nooryan Bahari,
M.Sn. dan Pembimbing II Drs. Ahmad Adib, M.Hum, Ph.D.
Tujuan pokok video iklan politik adalah mempersuasi khalayak
untuk memperhatikan pesan yang sampaikan. Pesan dalam iklan
memiliki dua tingkatan makna yang berbeda yaitu makna yang
dikemukakan secara denotasi di permukaan dan makna yang
dikemukakan secara konotasi dibalik tampilan iklan. Video iklan politik
versi “Pesan Ramadhan Jokowi-JK Untuk Keluarga Indonesia”
senantiasa melibatkan tanda dan kode. Tanda pada setiap bagian iklan
secara mendasar berarti sesuatu yang memproduksi makna.
Teknik analisis data dilakukan berdasarkan teori yang
dikemukakan oleh Roland Barthes yaitu “The Second Order
Signification”. Mengkaji iklan dalam perspektif semiotika, kajian dapat
dilakukan melalui sistem tanda dalam video iklan. Video iklan
menggunakan sistem tanda yang terdiri atas teks verbal maupun visual
pendekatan semiotika digunakan sebagai sebuah metodologi untuk
mengupas dan mengurai unsur pemaknaan tanda yang terkandung dalam
iklan dan menafsirkannya.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa ada sebuah usaha
penciptaan citra Jokowi-JK, penonton dapat menyaksikan bagaimana
Jokowi mencoba mendekatkan diri pada rakyat. Dalam pesannya Jokowi
berpesan bahwa keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam
sebuah kehidupan. Masyarakat juga akan melihat kehidupan Jokowi
sebagai kepala keluarga, suami, bapak, manusia biasa dan kemesraan
hubungan mereka sekeluarga yang disuguhkan dalam suasana ramadhan.
Kata kunci: iklan, video, politik, verbal, nonverbal, semiotika, pesan,
makna.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
ABSTRACT
Perdana Gravinda P. S011302006. 2015: THE MEANING OF
POLITICAL ADVERTISING MESSAGE ON VIDEO Version "Ramadhan
Message Jokowi-JK For Indonesian Family". Thesis : Advisor Dr.
Nooryan Bahari, M.Sn. and Co-Advisor Drs. Ahmad Adib, M. Hum.,
Ph.D. The Graduate Program in Fine Art, Sebelas Maret University,
Surakarta.
The main purpose of political advertising video is to persuade
the audience to convey the message. Messages in advertising has two
different levels of meaning is the meaning set forth in denotation on the
surface and the meaning set forth in the connotation behind the display
advertising. Political advertising video version of "Message of
Ramadhan Jokowi-JK For Indonesian Family" always involves signs and
codes. Sign on every part ad basically means something that produce
meaning.
The data analysis technique based on the theory proposed by
Roland Barthes called "The Second Order signification". Assessing ads
in semiotic perspective, the study can be done through a system of signs
in the video ad. Video ads using the sign system consisting of verbal and
visual text semiotics approach is used as a methodology to peel and
break down the elements of meaning contained in the advertisement signs
and interpret them.
The results of this study indicate that there is an image of
business creation Jokowi-JK, the audience can see how Jokowi trying to
get closer to the people. In his message Jokowi advised that the family
has a very important role in a life. Communities will also see Jokowi life
as head of the family, husband, father, ordinary people and affection of
their family relationships are presented in an atmosphere of Ramadan.
Keywords: advertising, video, politics, verbal, nonverbal, semiotics,
message, meaning.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, Puji syukur kepada Allah SWT yang telah
memberikan segala kemudahan dan kelancaran dalam penyusunan Tesis
ini. Penghargaan dan terimakasih penulis kepada Dr. Nooryan Bahari,
M.Sn., Selaku pembimbing akademik yang selalu memberikan
kemudahan dan dorongan untuk menyelesaikan tanggung jawab
akademis di Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, Rasa terimakasih
juga penulis sampaikan kepada juga kepada Drs. Ahmad Adib, M.Hum.
Ph.D, yang telah memberikan koreksi serta saran-saran untuk penelitian
ini.
Penghargaan dan rasa terimakasih penulis sampaikan kepada
Prof. Dr. Ir Ahmad Yunus, MS. selaku Direktur Pascasarjana UNS yang
telah memberi kesempatan kepada penulis untuk mengenyam, dan
meneruskan jenjang pendidikan pada program pascasarjana Universitas
Sebelas Maret. Penghargaan dan terimakasih juga penulis sampaikan
kepada Prof. Dr. Nanang Rizali, MSD., selaku Ketua Program Studi Seni
Rupa Pascasarjana UNS Rasa terimakasih yang dalam juga penulis
sampaikan kepada seluruh dosen Program Studi Seni Rupa Pascasarjana
UNS Indonesia Surakarta yang telah memberikan ilmu, wawasan, dan
referensi yang bermanfaat.
Kepada teman-teman Program Studi Seni Rupa Pascasarjana
UNS dari berbagai daerah dan latarbelakang, terimakasih telah dan selalu
bersedia menjadi teman yang saling mendukung, berbagi ilmu, berbagi
wawasan, pengalaman, serta berimajinasi bersama. Rasa terimakasih tidak
lupa diberikan kepada sahabat, para praktisi dan pengajar audio visual
Program Studi Televisi dan Film ISI Surakarta yang telah bersedia
berdiskusi, berbagi perasaan dan pemikiran kritisnya.
Kebahagiaan dan rasa syukur mendalam yang tak terbatas, penulis
sampaikan kepada keluarga; Mama dan Papa yang telah memberikan
segalanya sebagai bekal untuk menyelesaikan tanggung jawab yang menjadi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
awal untuk menjalani jenjang berikutnya. kepada istri tercinta terimakasih
telah setia menemani di kala senang dan duka.
Akhir kata, retaknya sebuah keramik Dinasti Ming bukan
menjadi cacat suatu peradaban, melainkan membuka celah pengetahuan
tersembunyi dan bermanfaat bagi generasi berikutnya. kekurangan Tesis
ini bukan untuk dibiarkan tetapi di harapkan menggugah kritik usulan
dan saran yang semakin membuka pengetahuan bagi penulis dan
pembaca sekalian. Terima Kasih.
Surakarta, Februari 2015
Gravinda Putra Perdana
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PERSETUJUAN ii
HALAMAN PENGESAHAN iii
PERNYATAAN iv
ABSTRAK v
ABSTRACT vi
KATA PENGANTAR vii
DAFTAR ISI ix
DAFTAR GAMBAR xi
DAFTAR TABEL xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Pembatasan Masalah 8
C. Perumusan Masalah 9
D. Tujuan Penelitian 9
E. Manfaat penelitian 9
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 11
1. Semiotika 11
a. Ferdinand de Saussure 15
b. Charles Sander Pierce 19
c. Roland Barthes 23
1) Sistem Pemaknaan Tingkat Pertama
(Denotatif) 24
2) Sistem Pemaknaan Tingkat Pertama
(Denotatif) 26
2. Semiotika Film 34
a. Film 37
b. Genre Film 40
c. Struktur Film 45
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
d. Unsur-unsur pembentuk Film 46
1). Unsur Naratif 46
2). Unsur Sinematik 46
3. Semiotika Komunikasi Visual 55
4. Unsur Semiotika Komunikasi Visual 58
a. Tanda 58
b. Kode 59
c. Makna 59
5. Iklan 63
a. Elemen-Elemen Iklan Televisi 66
b. Iklan Politik 67
6. Komunikasi 69
a. Pesan 70
b. Verbal 71
c. Nonverbal 71
B. Penelitian yang Relevan 74
C. Kerangka Berpikir 81
BAB III METODE PENELITIAN
A. Paradigma Penelitian 82
B. Teknik Pengumpulan Data 82
C. Teknik Keabsahan Data 90
D. Teknik Analisis Data 90
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian 92
1. Profil Joko Widodo 92
2. Jokowi Dalam Video Iklan Politik 93
3. Identifikasi Tanda 94
a. Tanda Verbal 96
b. Tanda Visual 97
B. Pembahasan Analisis Semiotika Roland Barthes 98
1. Adegan satu (scene 1) 98
2. Adegan dua (scene 2) 104
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
3. Adegan tiga (scene 3) 108
4. Adegan empat (scene 4) 113
5. Adegan lima (scene 5) 118
6. Adegan enam (scene 6) 130
7. Adegan tujuh (scene 7) 136
8. Adegan delapan (scene 8) 143
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 154
B. Saran 156
DAFTAR PUSTAKA 157
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Peta tanda Saussure 16
Gambar 2. Tipologi Pierce 20
Gambar 3. Peta Tanda Roland Barthes 24
Gambar 4. Konsep Konotasi dan Denotasi 27
Gambar 5. Teknik Pengambilan Jarak Gambar 49
Gambar 6. Skema Kerangka Berpikir 81
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Tipologi Pierce 20
Tabel 2. Sudut pandang (angle) Pengambilan Gambar 51
Tabel 3. Ukuran Gambar (type of shot) 51
Tabel 4. Fokus Pengambilan Gambar (focussing) 52
Tabel 5. Pergerakan Kamera (camera moving) 52
Tabel 6. Pencahayaan (lighting) Pengambilan Gambar 53
Tabel 7. Tipe Lensa (focal lenght) Pengambilan Gambar 53
Tabel 8. Pewarnaan (color temp) Pengambilan Gambar 53
Tabel 9. Penelitian Terdahulu (Rizky Rachdian S, 2012) 74
Tabel 10. Penelitian Terdahulu (Elara Karla N, 2014) 75
Tabel 11. Penelitian Terdahulu (Fajar Aji, 2014) 76
Tabel 12. Penelitian Terdahulu (Nidya Fitri, 2011) 77
Tabel 13. Penelitian Terdahulu (I Wayan Mulyawan, 2008) 78
Tabel 14. Penelitian Terdahulu (Deddi Duto Hartanto, 1999) 79
Tabel 15. Penelitian Terdahulu (Muslikh Madiyant, 2003) 80
Tabel 16. Tema Video Iklan Politik “ Jokowi For President ” 83
Tabel 17. Video Iklan Politik “ Jokowi Adalah Kita ” 84
Tabel 18. Unit Identifikasi Unsur Naratif 96
Tabel 19. Unit Identifikasi Unsur Visual 97
Tabel 20. Unit Analisis Scene 1, Shot 1 : Unsur Sinematik
(sinematografi) 98
Tabel 21. Unit Analisis Scene 1, Shot 2 : Unsur Sinematik
(sinematografi) 99
Tabel 22. Unit Analisis Scene 1, Shot 3 : Unsur Sinematik
(sinematografi) 99
Tabel 23. Unit Analisis Scene 1, Shot 4 : Unsur Sinematik
(sinematografi) 100
Tabel 24. Unit Analisis Semiotika Roland Barthes
Scene 1 (Pantai) 100
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
Tabel 25. Unit Analisis Scene 2, Shot 1 : Unsur Sinematik
(sinematografi) 104
Tabel 26. Unit Analisis Semiotika Roland Barthes
Scene 2 (Pasar tradisional) 104
Tabel 27. Unit Analisis Scene 3, Shot 1 : Unsur Sinematik
(sinematografi) 108
Tabel 28. Unit Analisis Scene 3, Shot 2 : Unsur Sinematik
(sinematografi) 109
Tabel 29. Unit Analisis Scene 3, Shot 3 : Unsur Sinematik
(sinematografi) 109
Tabel 30. Unit Analisis Semiotika Roland Barthes
Scene 3 (Masjid) 110
Tabel 31. Unit Analisis Scene 4, Shot 1 Unsur Sinematik
(sinematografi) 113
Tabel 32. Unit Analisis Scene 4, Shot 2 : Unsur Sinematik
(sinematografi) 113
Tabel 33. Unit Analisis Scene 4, Shot 3 : Unsur Sinematik
(sinematografi) 114
Tabel 34. Unit Analisis Scene 4, Shot 4 : Unsur Sinematik
(sinematografi) 114
Tabel 35. Unit Analisis Semiotika Roland Barthes
Scene 3 (Sahur bersama keluarga) 115
Tabel 36. Unit Analisis Scene 5, Shot 1 : Unsur Sinematik
(sinematografi) 118
Tabel 37. Unit Analisis Scene 5, Shot 2 : Unsur Sinematik
(sinematografi) 118
Tabel 38 Unit Analisis Scene 5, Shot 3 : Unsur Sinematik
(sinematografi) 119
Tabel 39. Unit Analisis Scene 5, Shot 4 : Unsur Sinematik
(sinematografi) 119
Tabel 40. Unit Analisis Scene 5, Shot 5 : Unsur Sinematik
(sinematografi) 120
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
Tabel 41. Unit Analisis Scene 5, Shot 6 : Unsur Sinematik
(sinematografi) 120
Tabel 42. Unit Analisis Scene 5, Shot 7 : Unsur Sinematik
(sinematografi) 121
Tabel 43. Unit Analisis Scene 5, Shot 8 : Unsur Sinematik
(sinematografi) 121
Tabel 44. Unit Analisis Scene 5, Shot 9 : Unsur Sinematik
(sinematografi) 122
Tabel 45. Unit Analisis Scene 5, Shot 10 : Unsur Sinematik
(sinematografi) 122
Tabel 46. Unit Analisis Scene 5, Shot 11 : Unsur Sinematik
(sinematografi) 123
Tabel 47. Unit Analisis Semiotika Roland Barthes Scene 5
(Rutinitas pagi di sebuah pedesaan) 123
Tabel 48. Unit Analisis Scene 6, Shot 1 : Unsur Sinematik
(sinematografi) 130
Tabel 49. Unit Analisis Scene 6, Shot 2 : Unsur Sinematik
(sinematografi) 130
Tabel 50. Unit Analisis Scene 6, Shot 3 : Unsur Sinematik
(sinematografi) 131
Tabel 51. Unit Analisis Scene 6, Shot 4 : Unsur Sinematik
(sinematografi) 131
Tabel 52. Unit Analisis Scene 6, Shot 5 : Unsur Sinematik
(sinematografi) 132
Tabel 53. Unit Analisis Semiotika Roland Barthes
Scene 6 (Kota) 132
Tabel 54. Unit Analisis Scene 7, Shot 1 : Unsur Sinematik
(sinematografi) 136
Tabel 55. Unit Analisis Scene 7, Shot 2 : Unsur Sinematik
(sinematografi) 136
Tabel 56. Unit Analisis Scene 7, Shot 3 : Unsur Sinematik
(sinematografi) 137
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
Tabel 57. Unit Analisis Scene 7, Shot 4 : Unsur Sinematik
(sinematografi) 137
Tabel 58. Unit Analisis Scene 7, Shot 5 : Unsur Sinematik
(sinematografi) 138
Tabel 59. Unit Analisis Scene 7, Shot 6 : Unsur Sinematik
(sinematografi) 138
Tabel 60. Unit Analisis Scene 7, Shot 7 : Unsur Sinematik
(sinematografi) 139
Tabel 61. Unit Analisis Semiotika Roland Barthes
Scene 7 (Aktifitas sore hari) 139
Tabel 62. Unit Analisis Scene 8, Shot 1: Unsur Sinematik
(sinematografi) 143
Tabel 63. Unit Analisis Scene 8, Shot 2 : Unsur Sinematik
(sinematografi) 143
Tabel 64. Unit Analisis Scene 8, Shot 3 : Unsur Sinematik
(sinematografi) 144
Tabel 65. Unit Analisis Scene 8, Shot 4 : Unsur Sinematik
(sinematografi) 144
Tabel 66. Unit Analisis Scene 8, Shot 5 : Unsur Sinematik
(sinematografi) 145
Tabel 67. Unit Analisis Scene 8, Shot 6 : Unsur Sinematik
(sinematografi) 145
Tabel 68. Unit Analisis Scene 8, Shot 7 : Unsur Sinematik
(sinematografi) 146
Tabel 69. Unit Analisis Scene 8, Shot 8 : Unsur Sinematik
(sinematografi) 146
Tabel 70. Unit Analisis Scene 8, Shot 9 : Unsur Sinematik
(sinematografi) 147
Tabel 71. Unit Analisis Scene 8, Shot 10 : Unsur Sinematik
(sinematografi) 147
Tabel 61. Unit Analisis Semiotika Roland Barthes
Scene 8 (Berbuka bersama keluarga) 148
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bangsa Indonesia kini memiliki Joko Widodo (Jokowi) sebagai
presiden baru. Tepat tanggal 20 Oktober 2014 Joko Widodo dan Jusuf
Kalla dilantik sebagai presiden dan wakil presiden periode 2014-2019.
Meskipun masih menyisakan problem politik yang terkait dengan
penyelenggaraan pemilihan umum tahun 2014. Namun secara faktual,
rangkaian pelaksanaan pemilihan presiden tahun 2014 telah
menghasilkan pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla yang
didukung oleh kabinet kerja sebagai pemegang tampuk kekuasaan
sampai dengan tahun 2019.
Figur Joko Widodo dinilai menjadi daya tarik tersendiri dalam
realitas politik Indonesia dewasa ini, Jokowi bertingkah laku dengan
sederhana sebagaimana yang ada di pikiran rakyat kebanyakan. Dalam
sejarah akhir-akhir ini, jarang ditemui tokoh sederhana semacam itu.
kemudian dengan kemunculan Jokowi mengenakan pakaian rakyat keba-
nyakan, bukan memakai safari seperti kebiasaan pejabat ketika
menyambangi rakyatnya (detiknews, 2014). Gaya kepemimpinannya
yang melawan mainstream menjadi daya magnet luar biasa yang
kemudian melambungkan nama Jokowi yang memperkenalkan cara
blusukan sebagai konsep pemimpin yang dekat dengan rakyat. Semua
adegan dalam kehidupannya telah menjadi konsumsi khalayak, bahkan
ketika dirinya sedang tidak bertugas sebagai pejabat negara sekalipun.
Isu-isu semacam ini yang pada akhirnya diangkat menjadi tema iklan-
iklan video politik Jokowi pada masa kampanye pilpres 2014 yang lalu.
Masa kampanye pilpres 2014 telah membawa fenomena baru
dalam media massa Indonesia. Sebelum masa kampanye, media massa
umumnya menayangkan iklan produk dan jasa, saat masa kampanye
berlangsung media massa khususnya televisi diramaikan dengan berbagai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
video iklan politik. Video Iklan-iklan politik dengan biaya milyaran
rupiah ini dikemas dalam berbagai format (www.iklancapres.org/iklan).
Pada umumnya iklan para para calon presiden cenderung lebih bersifat
“malu-malu dan tidak langsung”. Publik disajikan iklan berupa film
berdurasi beberapa puluh detik yang menampilkan cuplikan “kehidupan
keseharian” sang kandidat, dan secara konsisten menayangkan sisi positif
para calon presiden (Loisa, 2009;62-72).
Tujuan pokok seorang kandidat dengan adanya video iklan
politik adalah mempersuasi khalayak untuk memperhatikan pesan yang
mereka sampaikan tentang identitas pribadi kandidat. Khalayak dituntut
untuk bisa memahami persuasi tersebut, membedakan dengan identitas
kandidat yang lain, dan memutuskan bahwa mereka memang memiliki
identitas pribadi yang layak dipercaya masyarakat. Para kandidat tersebut
memperkenalkan identitas pribadinya dengan menggunakan slogan untuk
membuat pembedaan karakteristik serta melalui pemberian pesan dan
tampilan iklan yang menarik perhatian masyarakat. Para kandidat
mengikat masyarakat pada janji-janji yang disertakan dengan membujuk
partisipasi masyarakat dalam penciptaan makna iklan dan menjamin
bahwa masyarakat mempertimbangkan kredibilitas sang kandidat.
Berdasar uraian diatas mengiklankan produk politik juga
menuntut keterampilan seperti layaknya mengiklankan produk komersial.
Kreativitas adalah faktor penting dalam trend iklan sekarang ini. Tentu
bukan hal mudah untuk memunculkan ide kreatif dalam sebuah iklan,
dibutuhkan olah pikir yang serba ekstra untuk mendapatkan saripati ide
yang bisa dituangkan ke dalam iklan sehingga menghasilkan iklan yang
tidak hanya kreatif tetapi juga bermanfaat secara kualitatif untuk
kepentingan para kandidat. Sangat penting untuk mengemas pesan-pesan
yang akan ditampilkan menjadi sederhana dan mudah diingat, bahkan
bisa terlontar begitu saja dalam percakapan sehari-hari. Kesederhanaan
pesan inilah yang menjadi kunci dalam iklan politik. Pengelolaan pesan
yang baik akan menentukan berbagai makna yang terkandung di
dalamnya, terlebih tema isi pesannya menyangkut isu-isu yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
menyangkut suasana kebersamaan dalam kelompok ras, agama, dan suku
bangsa.
Masa kampanye pemilihan Presiden dan Wakil Presiden tahun
ini bertepatan dengan bulan ramadhan 1435 hijriah, bagi para kandidat
kehadiran bulan suci ramadhan menjadi momentum politik yang penting
dan sayang jika dilewatkan untuk berkompetisi dalam upaya
menyakinkan sebagai poros paling religius melalui bentuk iklan politik.
Bentuk video iklan dengan pendekatan seperti ini memang sudah lumrah
dilakukan oleh para kandidat, tidak mengherankan bila pendekatan
kampanye seperti ini menuai banyak opini-opini negatif dari masyarakat,
salah satu opini negatif tersebut datang dari artikel berjudul “politikus
memolitisasi ramadhan” yang menuliskan, bahwa ramadhan seperti
panggung fashion show yang menampilkan model-model para politikus
dengan jargon-jargon politik yang diimbuhi kata-kata berbau ramadhan
(Solopos, 2013). Suara senada datang dari Baharuddin, bulan yang
dimanfaatkan untuk kampanye politik dimana ucapan selamat berpuasa
dibungkus dengan nuansa kepentingan politik yang sangat pragmatis
(kompasiana.com, 2013).
Model pendekatan garap video iklan politik yang lebih halus
ditunjukkan dari kubu Jokowi-JK dalam video iklan politiknya versi
“pesan Ramadhan Jokowi-JK untuk keluarga Indonesia”. Dalam
jangka pendek model iklan dengan pendekatan seperti ini memang tidak
dapat langsung mempengaruhi khalayak, tidak pula menjamin bisa
menghilangkan atau mengurangi komentar-komentar bernada miring
yang datang dari masyarakat, namun setidaknya video iklan politik versi
“pesan Ramadhan Jokowi-JK untuk keluarga Indonesia” yang
menyisipkan ucapan “selamat menunaikan ibadah puasa” didalam isi
iklannya. Hadir dengan format yang berbeda dan konsep yang lebih
tertata. Mengapa dikatakan demikian, alasannya adalah satu, format
tayangan video iklan ini tergolong panjang untuk ukuran sebuah iklan
televisi yaitu berdurasi satu menit tiga puluh detik. Ke-dua, tampilan
gambarnya tergolong sangat prima dan berkesan filmis. Ke-tiga, ada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
sebuah alur cerita dan bentuk dramatisasi layaknya sebuah konsep dalam
film fiksi, dan yang terakhir ada peran yang memainkan karakter
protagonis layaknya sebuah film cerita, karakter tersebut tentunya
Jokowi. Model-model video iklan semacam ini tentunya diharapkan
dapat menanamkan citra atau image yang baik ke dalam benak
masyarakat.
Melihat dari aspek visual yang dihasilkan video iklan politik
televisi ini mengingatkan khalayak pada iklan-iklan komersial milik
perusahaan-perusahaan rokok yang memang sejak dulu iklan-iklannya
dibuat sangat menarik. Melalui tata pengambilan gambar yang bagus,
objek-objek gambar yang indah serta warna yang prima, objek gambar
yang diambil menggambarkan keindahan alam Indonesia dengan alur
cerita yang dibuat sesuai dengan pesan yang ingin disampaikan. Begitu
pula dengan model iklannya, dipilih karakter yang sesuai dengan target
audiensnya. Iklan tersebut dianggap bagus karena dikemas dengan gaya
yang membumi. Unsur-unsur ini sesuai dengan karakter pasarnya, yaitu:
laki-laki, usia muda, orang-orang sederhana, menghargai kebersamaan,
tingkat sosial yang tinggi, berjiwa petualang (djarumbeasiswaplus.org).
Kesan yang sama muncul ketika khalayak menyaksikan video
iklan politik versi “pesan Ramadhan Jokowi-JK untuk keluarga
Indonesia”, secara visual video iklan ini tidak kalah prima dengan video
iklan-iklan komersial perusahaan rokok tersebut. Video Iklan politik
versi “pesan Ramadhan Jokowi-JK untuk keluarga Indonesia” ini
mengangkat realitas sosial dalam masyarakat sebagai ide utamanya,
disuguhkan dalam suasana ramadhan dengan Jokowi sebagai tokoh
sentralnya. Dalam video iklan politik versi “pesan Ramadhan Jokowi-JK
untuk keluarga Indonesia”, ada sebuah usaha penciptaan citra bahwa
Jokowi-JK digambarkan sebagai representasi masyarakat Indonesia
sesungguhnya dengan slogannya “Jokowi-JK adalah kita”. dibubuhi
narasi yang terdengar seperti bait puisi, “saya adalah kamu. kami adalah
kita, dan kita adalah bangsa Indonesia.” Selain itu, Jokowi dalam iklan
ini berusaha memposisikan dirinya sebagai pelayan dan pengabdi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
masyarakat yang baik. Sebagaimana Jokowi berpesan: “Hikmah
Ramadan adalah mensyukuri kehidupan yang telah dianugrahkan kepada
kita. Keluarga adalah tempat pertama untuk mempelajari semua itu, agar
kita menjadi manusia, keluarga, dan bangsa yang lebih baik”.
Mengedepankan unsur kreatif dan mengoptimalkan aspek visualnya,
secara sepintas memang tampilan video ini tidak dikenali sebagai iklan,
namun lebih dikenali seperti cuplikan film bedurasi pendek atau dikenal
sebagai trailer.
Tampilan video iklan senantiasa melibatkan tanda dan kode.
Setiap bagian iklan pun menjadi “tanda” atau (signs), yang secara men-
dasar berarti video iklan adalah sesuatu yang memproduksi makna.
Tanda berfungsi mengartikan atau merepresentasikan (menggambarkan)
serangkaian konsep, gagasan atau perasaan sedemikian rupa yang
memungkinkan seorang penonton untuk men-decode atau meng-
interpretasikan maknanya. Jika tanda adalah material atau tindakan yang
menunjuk sesuatu, kode adalah sistem di mana tanda-tanda
diorganisasikan dan menentukan bagaimana tanda lain. Bahari
(2008;110) “....dalam film, antara gambar dan kata-kata, pada dasarnya
berasal dari sistem tanda yang berbeda, tetapi bekerjasama. Dalam iklan
kode-kode yang secara jelas dapat dibaca adalah bahasa berupa narasi
atau unsur tekstual, audio, dan audio visual.
Pada konteks “pembacaan” video iklan, mempertalikan video
iklan dan semiotika nampaknya dapat menjadi satu bahan penelitian yang
menarik. Iklan televisi sebagai sebuah teks adalah satu sistem tanda
terorganisir yang merefleksikan sikap, keyakinan dan nilai-nilai tertentu.
Hal ini didasari oleh pemikiran Guy Cook (1994) dalam bukunya
berjudul The Discourse of Advertising, London and New York,
Routledge, yang mendefinisikan teks sebagai semua bentuk bahasa,
bukan hanya yang tercetak di lembar kertas, tetapi juga semua jenis
ekspresi komunikasi, ucapan, musik, gambar, efek suara, citra, dan
sebagainya. Bentuk video iklan telah menjadi satu bagian kebudayaan
populer yang memproduksi dan merepresentasikan nilai, keyakinan, dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
bahkan ideologi. Menariknya, video iklan-iklan politik televisi kemudian
tidak luput dari perannya sebagai arena komodifikasi, dimana pesan
video iklan bukan lagi sekadar mengenalkan seorang kandidat dan
mempersuasi masyarakat, melainkan juga menjadi semacam alat untuk
menanamkan makna simbolik.
Guna memahami pesan yang ada pada sebuah video iklan.
Diperlukan sebuah pendekatan semiotika yang meliputi analisis tanda,
simbol, dan makna yang memungkinkan untuk menggali lebih dalam
makna pesan yang terkandung dalam video iklan politik versi “pesan
Ramadhan Jokowi-JK untuk keluarga Indonesia”. Setiap pesan dalam
iklan memiliki dua tingkatan makna, yaitu makna yang dikemukakan
secara ekplisit di permukaan dan makna yang dikemukakan secara
implisit di balik tampilan iklan (Noviani dalam Kusrianti, 2004;1).
Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji
tanda. Semiotika, atau dalam istilah Roland Barthes adalah semiologi,
pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity)
memaknai hal-hal (things) (Sobur, 2009). Guna mengkaji iklan dalam
perspektif semiotika, kajian dapat dilakukan melalui sistem tanda dalam
video iklan. Video iklan menggunakan sistem tanda yang terdiri atas teks
verbal maupun nonverbal (visual). Iklan juga menggunakan tiruan
indeks, terutama dalam iklan radio, televisi, dan film (Sobur, 2003;116).
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 1989;1260) bahwa
bahasa verbal adalah unsur-unsur lingual yang diucapkan secara lisan
melalui artikulasi setiap manusia, baik berupa bunyi maupun tulisan yang
dapat dimengerti oleh setiap lawan tutur. Selain itu, tanda nonverbal
merupakan visualisasi berupa gambar, lambang, dan logo. Pada bab-bab
selanjutnya istilah tanda “nonverbal” di ganti dengan istilah “visual”.
Iklan kampanye menarik untuk dicermati dan dikaji secara
mendalam dengan pendekatan semiotika karena sebagaimana layaknya
pariwara, kampanye memerlukan strategi dan metode beriklan yang tepat
untuk memasarkan diri. Penggunaan bahasa oleh para kandidat bukan
hanya persoalan linguistik, tetapi ekspresi ideologi untuk membentuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
pendapat umum dengan membenarkan pendapat satu pihak dan
menyalahkan pihak lain (Jufri, 2005;1). Dengan ini, pendekatan
semiotika digunakan sebagai sebuah metodologi untuk mengupas dan
mengurai unsur pemaknaan tanda yang terkandung dalam iklan dan
menafsirkannya.
Video iklan memiliki konsep yang beragam, salah satunya
adalah video iklan yang memiliki jalan cerita layaknya drama. Video
iklan tersebut merupakan karya seni multidimensional, karena di
dalamnya terdapat dua unsur sekaligus yaitu film dan musik. Dyer
(2009;75) menyebutkan unsur visual adalah sesuatu yang dapat dilihat
oleh mata sedangkan narasi dalam video merupakan unsur verbal. Kedua
hal tersebut merupakan tanda yang dapat dikaji menggunakan semiotika.
Penelitian ini bertujuan untuk mencari makna pesan yang
terkandung dalam video iklan dengan menganalisa unsur naratif dan
unsur sinematik melalui cuplikan narasi dan video yang telah dipilah
menjadi potongan-potongan kalimat serta gambar. Video iklan politik
versi “pesan Ramadhan Jokowi-JK untuk keluarga Indonesia”
menghasilkan satu rangkaian kalimat narasi, beberapa adegan pada setiap
gambar dan narasi akan mewakili durasi video satu detiknya, dengan
penggunaan unsur naratif dan unsur sinematik sebagai aspek utama
pembentukan makna pesan pada video iklan politik versi “pesan
Ramadhan Jokowi-JK untuk keluarga Indonesia” menjadi fokus dalam
penelitian ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
B. Pembatasan Masalah
Pertama, untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi
dalam penelitian ini, Dibuat beberapa batasan masalah agar penelitian
memiliki arah dan fokus yang jelas. Penelitian ini diarahkan pada
pembacaan pesan yang terdapat pada tanda verbal dan visual melalui
analisa unsur naratif dan unsur sinematik yang terdapat pada iklan politik
versi “Pesan Ramadhan Jokowi-JK untuk keluarga Indonesia”.
Kedua, pemaknaan pesan yang terkandung dalam tanda verbal
dan visual menggunakan analisa denotasi-konotasi Roland Barthes
dengan menggunakan cuplikan potongan gambar / shot.
Ketiga, tahap intrepretasi makna pesan yang terkandung dalam
tanda verbal dan visual pada video iklan politik versi “Pesan Ramadhan
Jokowi-JK untuk keluarga Indonesia”.
Pendekatan yang digunakan memakai pendekatan Semiotika.
Pertama, berpijak pada teori Ferdinand de Saussure (sign-signifier-
signifield. Tanda adalah sesuatu selalu memiliki penanda (signifier) dan
petanda (signified) (Piliang, 2003;43–44). Bentuk fisik gambar dan
Bunyi-bunyi pada video iklan politik versi “Pesan Ramadhan Jokowi-JK
untuk keluarga Indonesia” disebut Signifier, dan konsep-konsep dari
bunyi-bunyian dan gambar pada video iklan politik versi “Pesan
Ramadhan Jokowi-JK untuk keluarga Indonesia”. disebut Signified.
Bergulir menuju aksi selanjutnya yang memuat pembacaan
makna dengan melakukan tafsir denotatif pada tiap tanda yang disajikan
dan kemudian melakukan interpretasi makna pada tataran konotatif.
Untuk mempermudah segala macam tanda yang tampak dan disajikan
baik itu verbal maupun visual, dilakukan pembagian scene (potongan
adegan) agar dapat memahami pola, fokus, “nyawa”, dan kejelasan,
yang dapat membantu khalayak memahami cerita (Seger, 1987:4).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
C. Perumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan latar belakang masalah tersebut di atas,
maka perumusan masalah pokok dalam penelitian ini dapat dirumuskan
sebagai berikut.
1. Apakah pesan yang terdapat pada tanda verbal dan visual pada video
iklan politik versi “Pesan Ramadhan Jokowi-JK untuk keluarga
Indonesia” ?
2. Bagaimana tanda verbal dan visual direpresentasikan secara denotasi
dan konotasi pada video iklan politik versi “Pesan Ramadhan Jokowi-
JK untuk keluarga Indonesia” ?
3. Bagaimana makna yang hendak disampaikan pada video iklan politik
versi “Pesan Ramadhan Jokowi-JK untuk keluarga Indonesia” ?
D. Tujuan Penelitian
1. Mendeskripsikan pesan yang terdapat pada tanda verbal dan visual
pada video iklan politik versi “Pesan Ramadhan Jokowi-JK untuk
keluarga Indonesia”.
2. Mendeskripsikan lebih mendalam tanda verbal dan visual yang
direpresentasikan secara denotasi dan konotasi pada video iklan
politik versi “Pesan Ramadhan Jokowi-JK untuk keluarga Indonesia”.
3. Mendeskripsikan makna yang hendak disampaikan pada video iklan
politik versi “Pesan Ramadhan Jokowi-JK untuk keluarga Indonesia”.
E. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan akan dapat diperoleh
manfaat sebagai berikut.
1. Secara teoritis, penelitian ini ditujukan untuk memperkaya khasanah
penelitian tentang tanda verbal dan tanda visual pada video iklan
politik di televisi melalui analisis semiotika, terutama di bidang
perfilman dan desain komunikasi visual.
2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan
gambaran tentang makna pesan yang terkandung dalam video iklan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
politik versi “Pesan Ramadhan Jokowi-JK untuk keluarga Indonesia”.
Kepada semua pihak yang ingin mengetahui atau terkait dengan iklan,
baik pengiklan maupun pemirsa iklan. Selain itu hasil penelitian ju-
ga dapat dipakai sebagai referensi bagi para peneliti yang ingin
melanjutkan penelitian tentang semiotika.
3. Secara akademis, penelitian ini ditujukan sebagai salah satu syarat
untuk memperolah derajat Derajat Magister Program Studi Seni Rupa,
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
Terdapat kecenderungan yang penting dalam kajian-kajian seni
rupa dan ilmu-ilmu seni di akhir abad ke-20 di Indonesia, yaitu
berpalingnya sejumlah ahli teori kepada semiotika sebagai teori dasar
untuk mengupas dunia kesenirupaan. Seni rupa dan desain yang
sementara dikelompokkan dalam format budaya, kemudian mengalami
pergeseran, yaitu seni rupa dipandang sebagai suatu bahasa yang secara
lebih spesifik dikenal sebagai bahasa rupa. Karya seni dapat dipandang
sebagat sebuah “prosa” atau “puisi” yang sarat akan pesan dan tanda
konotatif maupun denotatif. Cara memandang karya seni rupa sebagai
bahasa, kemudian membuka berkembangnya teori-teori semiotika
sebagai alat “pembedah” karya-karya tersebut.
Meskipun kehadirannya belum semantap dalam wilayah kajian
linguistik ataupun sastra, namun kajian-kajian semiotika telah menjadi
kecenderungan di berbagai perguruan tinggi khususnya seni di Indonesia
sebagai sebuah metodologi baru dalam memaparkan nilai-nilai estetik.
Gagasan pemikir semiotika sendiri mengalami proses pengembangan
seperti pada Pierce, Levi Strauss, Roland Barthes, Umberto Eco hingga
Vihma.
1. Semiotika
Secara etimologis, semiotika berasal dari bahasa yunani:
semeion yang berarti tanda. Kata semiotik telah digunakan pertama
kalinya oleh ahli filsafat Jerman Lambert pada abad XVIII (Zoest,
1992;2). Secara terminologis, Van Zoest (dalam Sobur, 2009;95)
mengartikan semiotik sebagai ilmu tanda (sign) dan segala yang
berhubungan dengannya: cara berfungsinya, hubungannya dengan kata
lain, pengirimannya dan penerimaannya oleh mereka yang
menggunakannya. Sedangkan menurut Tinarbuko (2009;12) semiotika
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
adalah ilmu yang mempelajari tanda (sign), berfungsinya tanda dan
memproduksi makna.
Semiotika telah digunakan sebagai salah satu pendekatan dalam
menelaah sesuatu yang berhubungan dengan tanda, misalnya karya sastra
dan teks video iklan dalam media televisi. Tanda terdapat dimana-mana.
Kata adalah tanda, demikian juga gerak isyarat, lampu lalu lintas,
bendera dan sebagainya. Struktur karya sastra, struktur film, bangunan
dan nyanyian burung dapat dianggap sebagai tanda. Semiotika menurut
Berger (dalam Tinarbuko, 2009;11) memiliki dua tokoh yakni Ferdinand
de Saussure (1857-1913) dan Charles Sander Pierce (1839-1914). Kedua
tokoh tersebut mengembangkan ilmu semiotika secara terpisah dan tidak
mengenal satu sama lain. Saussure di Eropa dan Pierce di Amerika.
Saussure menyebut ilmu yang dikembangkannya semiologi. Hidayat
(dalam Tinarbuko, 2009;12) mengemukakan bahwa di mana ada tanda,
disana ada sistem.
Pada tahun 1956, Roland Barthes yang membaca karya
Saussure: Cours de linguistique générale melihat adanya kemungkinan
menerapkan semiotika ke bidang-bidang lain. Barthes mempunyai
pandangan yang bertolak belakang dengan Saussure mengenai
kedudukan linguistik sebagai bagian dari semiotika. Menurutnya,
semiotika merupakan bagian dari linguistik karena tanda-tanda dalam
bidang lain tersebut dapat dipandang sebagai bahasa, yang
mengungkapkan gagasan (artinya, bermakna), merupakan unsur yang
terbentuk dari penanda - petanda, dan terdapat di dalam sebuah struktur.
Berdasar uraian di atas, tanda menyampaikan suatu informasi
sehingga bersifat komunikatif, tanda mampu menggantikan sesuatu yang
lain yang dapat dipikirkan atau dibayangkan. Untuk menganalisis teks
dan kode visual, metode semiotik bersifat kualitatif-interpretatif,
Kusumarini (2006) Metode semiotika secara prinsip bersifat kualitatif-
interpretatif dan dapat diperluas sehingga bersifat kualitatif-empiris.
Metode kualitatif-interpretatif lebih berfokus kepada teks dan kode yang
nampak secara visual sedang metode kualitatif-empiris membahas pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
subyek pengguna teks. Video iklan sebagai sebuah teks adalah sistem
tanda terorganisir menurut kode-kode yang merefleksikan nilai-nilai
tertentu, sikap dan juga keyakinan tertentu.
Noviani (dalam Kusrianti, 2004;1) Setiap pesan dalam iklan
memiliki dua tingkatan makna yang dinyatakan secara eksplisit di
permukaan dan makna yang dikemukakan secara implisit di balik
permukaan iklan. Dengan demikian, semiotika menjadi metode yang
sesuai untuk mengetahui kontruksi makna yang terjadi dalam video iklan
dengan menekankan peran sistem tanda dengan konstruksi realitas, maka
melalui semiotika ideologi-ideologi di balik iklan bisa dibongkar.
Semiotika adalah suatu bentuk strukturalisme, karena ia berpandangan
bahwa manusia tidak bisa mengetahui dunia melalui istilah-istilahnya
sendiri, melainkan hanya melalui struktur-struktur konseptual dan
linguistik dalam kebudayaan.
Semiotika adalah usaha untuk menganalisis signifikasi tanda-
tanda. Salah satu refleksi signifikasi tanda adalah iklan. Signifikasi tanda
digunakan untuk menyampaikan pesan kepada pembaca atau penonton.
Menurut Pierce, sebuah tanda itu mengacu pada suatu acuan, dan
representasi adalah fungsi utamanya. Hal ini sesuai dengan definisi dari
tanda itu sendiri, yaitu sebagai sesuatu yang memiliki bentuk fisik, dan
harus merujuk pada sesuatu yang lain dari tanda tersebut. Dalam
pengertian semiotik, termasuk tanda adalah kata-kata, citra, suara, bahasa
tubuh atau gesture dan juga obyek. (Noviani, 2002;77).
Karya audio visual (film, video iklan, video musik, animasi)
merupakan bidang kajian yang amat relevan bagi analisis struktural atau
semiotik. Seperti dikemukakan oleh Van Zoest (1992) film dibangun
dengan tanda. Tanda-tanda itu termasuk berbagai sistem tanda yang
bekerja sama dengan baik untuk mencapai efek yang diharapkan.
Rangkaian gambar dalam film menciptakan imaji dan sistem penandaan.
Karena itu menurut Van Zoest, bersamaan dengan tanda-tanda pada film
terutama digunakan tanda-tanda ikonis, yakni tanda-tanda yang
menggambarkan sesuatu. Memang, ciri gambar-gambar film dan karya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
audio visual adalah persamaannya dengan realitas yang ditunjukan.
Gambar yang dinamis dalam film ikonis bagi realitas sosial (Noviani
2002;128).
Menurut Tinarbuko (2010) dalam bukunya Semiotika
Komunikasi Visual, unsur semiotika dalam desain komunikasi visual
adalah tanda, kode, dan makna. Tanda menurut Saussure merupakan
kesatuan dari penanda dan petanda. Walaupun penanda dan petanda
tampak sebagai entitas yang terpisah namun keduanya hanya ada sebagai
komponen dari tanda. Tandalah yang merupakan fakta dasar dari bahasa.
Artinya kedua hal dari tanda itu tidak dapat dipisahkan, jika pemisahan
berlaku maka hanyalah akan menghancurkan “kata” tersebut. Selanjutnya
tanda kebahasaan menurut Saussure bersifat arbitrair, atau semena-
mena. Artinya tidak ada hubungan alami dari petanda dan penanda.
Sebagai contoh tentang ini bahwa orang tidak dapat mengerti mengapa
istilah blusukkan dipahami sebagai bahasa Indonesia sedangkan kata
blusukkan adalah sebuah kata dalam bahasa Jawa. Tanda kebahasaan
tersebut tidak dapat dipikirkan sebabnya, tetapi semua orang dapat
mengerti bahwa “blusukkan” adalah istilah untuk keluar masuk pada
tempat yang jarang dilewati atau didatangi orang tanpa harus
memperdebatkannya.
Menurut Roland Barthes, semiotika adalah suatu ilmu atau
metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah seperangkat
yang dipakai dalam rangka upaya berusaha mencapai jalan di dunia ini,
di tengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia. Ia pun
membedakan dua pengertian (signification) dari semiotika yaitu denotasi
dan konotasi. Denotasi adalah level deskriptif dan harfiah makna yang
disepakati seluruh anggota budaya. Pada level konotasi, makna
dihasilkan oleh hubungan antara signifier dan budaya secara luas yang
mencakup kepercayaan-kepercayaan, tingkah laku, kerangka kerja dan
ideologi dari sebuah formasi sosial. Semiotika, atau dalam istilah
Barthes, semiologi, pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana
kemanusiaan (humanity) memakai hal-hal (things), memaknai (to signify)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
dalam hal ini tidak dapat dicampur adukkan dengan mengkomunikasikan
(to communicate). Memaknai berarti bahwa objek-objek itu hendak
berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda.
(Sobur, 2003;15).
Sedangkan menurut Pierce, tanda adalah sesuatu yang mewakili
sesuatu. Jika sesuatu misalnya A adalah baju kotak-kotak, maka ia dapat
mewakili B, yaitu misalnya pendukung Jokowi (pengalaman). Tanda
semacam itu dapat disebut sebagai indeks, yakni antara A dan B ada
keterkaitan (contiguity). Sebuah foto atau gambar adalah tanda yang
disebut ikon. Tanda juga bisa merupakan lambang, jika hubungan antara
tanda itu dengan yang diwakilinya didasarkan pada perjanjian
(convention), misalnya lampu merah yang mewakili larangan (gagasan)
berdasarkan perjanjian yang ada dalam masyarakat. Ketika semua bentuk
komunikasi adalah tanda, maka dunia ini penuh dengan tanda. Ketika
berkomunikasi, pada saat itu juga menciptakan tanda sekaligus makna.
Dalam perspektif semiologi atau semiotika, pada akhirnya komunikasi
akan menjadi suatu ilmu untuk mengungkapkan pemaknaan dari tanda
yang diciptakan oleh proses komunikasi itu sendiri.
a. Ferdinand de Saussure
Sebagai seorang ahli linguistik, Saussure tertarik pada bahasa.
Dia lebih memperhatikan cara tanda-tanda terkait dengan tanda lain dan
bukannya cara tanda terkait dengan objeknya seperti yang dikemukakan
Pierce. Saussure hanya benar-benar menaruh perhatian pada simbol
karena kata-kata merupakan simbol. Saussure sangat tertarik pada relasi
penanda dengan petanda dan satu tanda dengan tanda-tanda yang lain.
Istilah “petanda” dari Saussure mirip dengan interpretant dari Pierce, tapi
Saussure tak pernah menggunakan kata “efek‟ untuk mengaitkan
penanda dengan petanda. Ada lima pandangan dari Saussure yang
kemudian menjadi peletak dasar dari strukturalisme Levi Strauss,
diantaranya:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
1). Signified dan Signifier
Bagi Saussure tanda merupakan objek fisik dengan sebuah
makna atau untuk menggunakan istilahnya sebuah tanda terdiri atas
penanda (signifier) dan petanda (signified). Penanda (Signifier) adalah
citra tanda seperti yang dipersepsikan. Signifier adalah bunyi bermakna
atau coretan yang bermakna yakni apa yang dikatakan dan apa yang
ditulis atau dibaca. Sedangkan signified adalah gambaran mental yakni
pikiran atau konsep mental dari bahasa (Sobur, 2009;125). Menurut
Saussure, bahasa itu merupakan suatu sistem tanda. Suara-suara baik
suara manusia, binatang, atau bunyi-bunyian hanya bisa dikatakan
sebagai bahasa atau berfungsi sebagai bahasa apabila suara atau bunyi
tersebut mengekspresikan, menyatakan atau menyampaikan ide-ide,
pengertian-pengertian tertentu. Meskipun antara penanda dan petanda
tampak sebagai entitas yang terpisah namun keduanya hanya ada sebagai
komponen tanda. Saussure menggambarkan tanda yang terdiri dari
signifier dan signified itu sebagai berikut.
Gambar 1. Peta Tanda Saussure
Sumber: Sobur, Analisis Teks Media. (2009;125)
Hubungan antara keberadaan fisik tanda konsep mental
dinamakan signification. Dengan kata lain, Fiske (dalam Sobur,
2009;125) menyatakan bahwa signification adalah upaya dalam memberi
makna terhadap dunia. Hubungan diantara signifier dan signified bersifat
arbitrer (manasuka) dan hanya berdasarkan konvensi, kesepakatan, dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
peraturan dari kultur pemakai bahasa tersebut. Bagi Saussure, sifat
arbitrer tanda merupakan inti bahasa manusia. Artinya tidak ada relasi
pasti antara penanda dan petanda. Relasinya ditentukan berdasarkan
konvensi aturan atau kesepakatan diantara penggunanya.
2). Form and Content
Saussure membandingkan form and content dengan permainan
catur. Dalam permainan catur, papan dan biji catur tidak terlalu penting.
Yang penting adalah fungsinya yang dibatasi dan aturan-aturan
permainannya. Jadi bahasa berisi sistem nilai, bukan koleksi unsur yang
ditentukan oleh materi, tetapi ditentukan oleh perbedaannya (Sobur,
2009;48). Contoh lainnya adalah kata “padi” dalam bahasa Indonesia
umpamanya tidak sama persis dengan kata “rice” dalam bahasa inggris
karena kata Indonesia tersebut terpisah dari kata atau dibedakan dengan
kata rice. Artinya kata “padi” tidak masuk dalam differensiasi sistem arti
dalam bahasa inggris.
3). Langue and Parole
Saussure membedakan tiga istilah dalam bahasa Prancis:
langage, langue (sistem bahasa), dan parole (kegiatan ujaran). Langage
mengacu kepada bahasa pada umumnya yang terdiri dari langue dan
parole. Sobur (2009;49) mengungkapkan langage adalah kemampuan
berbahasa yang ada pada setiap manusia yang sifatnya pembawaan,
namun pembawaan ini mesti dikembangkan dengan lingkungan dan
stimulus yang menunjang.
Pengertian umum langue adalah abstraksi dan artikulasi bahasa
pada tingkat sosial budaya, sedangkan parole adalah ekspresi bahasa
pada tingkat individu (Sobur, 2009;50). Dalam konsep Saussure, langue
dimaksudkan bahasa sejauh merupakan milik bersama dari suatu
golongan bahasa tertentu. Kleden dan Probonegoro (dalam Sobur,
2009;50) mengungkapkan langue sebagai cabang linguistik yang
menaruh perhatian pada tanda-tanda bahasa atau pada kode bahasa. Kode
bahasa ini terdiri atas fonem dan morfem. Jika langue mempunyai objek
studi sistem atau tanda atau kode maka parole adalah living speech yaitu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
bahasa yang hidup atau bahasa sebagaimana terlihat dalam
penggunaannya (Sobur, 2009;51). Parole lebih memperhatikan faktor
pribadi pengguna bahasa.
4). Synchronic and Diachronic
Kedua istilah ini berasal dari kata Yunani “khronos” yang
berarti waktu dan dua awalan “syn” dan “dia”, masing-masing berarti
“bersama” atau “melalui”, yang dimaksud dengan studi sinkronis sebuah
bahasa menurut Lyons (dalam Sobur, 2009:53) adalah deskripsi tentang
keadaan tertentu bahasa tersebut pada suatu masa. Sinkronis mempelajari
bahasa tanpa mempersoalkan urutan waktu. Sedangkan yang dimaksud
dengan diakronis menurut Barthes (dalam Sobur, 2009;53) adalah
menelusuri waktu. Jadi studi diakronis atas bahasa tertentu adalah
deskripsi tentang perkembangan sejarah melalui waktu. Misalnya studi
diakronis bahasa Inggris mungkin mengalami perkembangan dimasa
catatan-catatan kita yang paling awal sampai sekarang ini.
5). Syntagmatic dan Associative
Satu lagi struktur bahasa yang dibahas dalam konsepsi dasar
Saussure tentang sistem pembedaan diantara tanda-tanda adalah
mengenai syntagmatic dan associative atau antara sintagmatik dan
associative. Hubungan-hubungan ini terdapat pada kata-kata sebagai
rangkaian bunyi-bunyi maupun kata-kata sebagai konsep. Cobley dan
Jansz (dalam Sobur 2009;55) memberi contoh sederhana. Jika kita
mengambil sekumpulan tanda “seekor kucing berbaring diatas karpet”.
Maka satu elemen tertentu, kata “kucing” misalnya, menjadi bermakna
sebab ia memang bisa dibedakan dengan “seekor”, “berbaring” atau
“karpet”. Sekarang kita lihat bagaimana kemudian kata “kucing”
dikombinasikan dengan elemen-elemen lainnya. Kini digabungkan
dengan “seekor”, “berbaring”, “di”, “atas”, “karpet”. Kata “kucing”
menghasilkan rangkaian yang membentuk sebuah sintagma (kumpulan
tanda yang berurut secara logis). Melalui cara ini, “kucing” bisa memiliki
hubungan paradigmatik (hubungan yang saling menggantikan) dengan
“singa” dan “anjing”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
b. Charles Sander Pierce
Filsuf Amerika ini terkenal dengan pemikiran pragmatisnya
yang menyatakan bahwa tidak ada objek atau konsep yang memiliki
secara inheren keabsahannya. Kebermaknaannya hanya ada apabila objek
atau konsep tersebut diterapkan dalam praktik. Peirce dikenal dengan
konsep triadik dan trikotominya. Prinsip dasar dari tanda triadik tersebut
bersifat representatif. Berdasarkan prinsip ini, tanda menjadi wakil yang
menjelaskan sesuatu.
Peirce called the perceivable part of the sign a representamen
(literally “something that does the representing”) and the
concept that it encodes the object (literally”something cast
outside for observation”). He termed the meaning that someone
gets from the sign the interpretant (Danesi dan Perron,
Analizyng Culture. 1999;73)
Rumusan ini mengimplikasikan bahwa makna sebuah tanda
dapat berlaku secara pribadi, sosial atau bergantung pada konteks khusus
tertentu. Representamen berfungsi sebagai tanda (Saussure
menamakannya signifier). Perlu dicatat bahwa secara teoritis, Peirce
menggunakan istilah representamen dengan merujuk pada triadik secara
keseluruhan. Namun secara terminologis, ia kadang-kadang
menggunakan istilah sign alih-alih representamen. Object adalah sesuatu
yang di-wakili oleh representamen yang berkaitan dengan acuan. Object
dapat berupa representasi mental (ada dalam pikiran), dapat juga berupa
sesuatu yang nyata di luar tanda.
Interpretant merupakan makna dari tanda. Pada beberapa
kesempatan, ia menggunakan istilah significance, signification, atau
interpretation. Tanda sendiri tidak dapat mengungkapkan sesuatu. Tanda
hanya menunjukkan. Tugas penafsir memberi makna berdasarkan
pengalamannya (Nöth, Hanbook of Semiotics. 1995;42,43). Tipologi
dasar dari Peirce dapat dilihat pada gambar berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
Gambar 2. Tipologi Pierce
Sumber : Danesi dan Perron, Analizyng Culture. (1999;74-75)
Ketiga unsur tersebut diperinci menjadi tiga trikotomi seperti terlihat
pada tabel berikut.
Tabel 1. Tipologi Pierce
Sumber : Danesi dan Perron, Analizyng Culture. (1999;74-75)
Mode Of Representation. Hal tersebut berkenaan dengan tingkat
keberlakuan tanda yang berkaitan dengan upaya manusia memahami
dunianya.
1. Dikatakan firstness karena ikon adalah bentuk
representamen yang paling lekat dengan objek yang
diwakilinya sehingga tanda dikenali pada tahap awal. Selain
contoh yang telah tertera pada tabel, urutan sekuen yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
normal dalam narasi juga merupakan ikon dari sekuen suatu
peristiwa, contoh: kalimat Julius Caesar: veni, vidi, vici. Ada
ikon yang terbentuk dalam konteks kultural. Oleh karena itu,
manifestasinya dalam setiap budaya dapat berbeda.
2. Dikatakan secondness karena index merupakan sebab akibat
atau ada kontiguitas antara tanda sekunder yang
memperingatkan adanya tanda lain yang utama. Tingkat
keberlakuan tanda dan pemahaman berhadapan dengan
kenyataan, ada pertemuan dengan dunia luar. Pada tingkat
ini, tanda masih ditandai secara individual.
3. Dikatakan thirdness karena representamen yang tidak dapat
terlepas dari konteks sejarah/sosial suatu masyarakat adalah
simbol yang terbentuk berdasarkan kesepakatan; antara
simbol dan interpretant tidak ada kaitan apa pun. Tingkat
keberlakuan tanda dan pemahaman penafsir bersifat sebagai
aturan, hukum, atau yang sudah berlaku umum.
4. Dari sudut pandang interpretant, sebuah teks adalah rheme
apabila teks tersebut tidak lengkap, teks didominasi dengan
fungsi ekspresif, atau struktur teks memungkinkan berbagai
interpretasi. Contoh: teks sastra, puisi.
5. Teks deskriptif, baik fiksi maupun nonfiksi memiliki ciri
dicisign karena bersifat informatif.
6. Teks ilmiah dan hukum sarat dengan argument.
Sudut pandang pragmatik teks dapat memiliki berbagai
interpretant, bergantung pada pengaruhnya terhadap penafsir. Hoed
(Bahasa dan Sastra dalam Tinjauan Semiotik dan Hermeneutik. 2004;55)
mengemukakan bahwa, berbeda dengan Saussure, Peirce melihat tanda
tidak sebagai suatu struktur, tetapi sebagai suatu proses pemaknaan tanda
yang disebutnya semiosis. Semiosis merupakan proses tiga tahap dan
dapat terus berlanjut. Artinya, interpretant pada gilirannya dapat menjadi
representamen, dan seterusnya. Peirce menyatakan bahwa proses
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
semiosis tidak terbatas, bergantung pada pengalaman. Berikut ini uraian
proses semiosis.
a. Pencerapan representamen (R) yang dilihat oleh manusia (ini
yang disebut dengan “tanda”).
b. Perujukan representamen pada objek (O) yang merupakan
konsep yang dikenal oleh pemakai tanda.
c. Penafsiran makna interpretant (I) oleh pemakai tanda, setelah
representamen dikaitkan dengan objek.
• Contoh semiosis pada gambar :
O : Diponegoro
R : (Gambar) seorang laki-laki I/O : Komandan pasukan
R : Pejuang melawan Belanda I/O : Pahlawan
R : Orang yang membela kebenaran I/O : Pemberani, dst
• Contoh semiosis pada bahasa :
O : Makanan pokok di Maluku
R : (Kata) Sagu I : Makanan tradisional
• Contoh semiosis pada emoticon :
O : Wajah tersenyum
R : ☺ I : Gembira
Sumber : Irzanti Susanto “Metode Semiotika”
( perkuliahan Prof. Dr.B.H.Hoed “Teori dan Metode Penelitian” )
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
c. Roland Barthes
Salah seorang pengikut Saussure, Roland Barthes membuat
sebuah model sistematis dalam menganalisis makna dari tanda-tanda.
Semiotika atau dalam istilah Barthes, semiologi pada dasarnya hendak
mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal
(things). Memaknai (to signify) dalam hal ini tidak dapat
dicampuradukkan dengan mengkomunikasikan (to communicate).
Bertolak dari prinsip-prinsip Saussure, Barthes menggunakan
konsep sintagmatik dan paradigmatik untuk menjelaskan gejala budaya,
seperti sistem busana, menu makan, arsitektur, lukisan, film, iklan, dan
karya sastra. Ia memandang semua itu sebagai suatu bahasa yang
memiliki sistem relasi dan oposisi. Beberapa kreasi Barthes yang
merupakan warisannya untuk dunia intelektual adalah (1) konsep
konotasi yang merupakan kunci semiotik dalam menganalisis budaya,
dan (2) konsep mitos yang merupakan hasil penerapan konotasi dalam
berbagai bidang dalam kehidupan sehari-hari.
Barthes (dalam Sobur, 2009;15) mengungkapkan memaknai
berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi, dalam hal
mana objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi
sistem terstruktur dari tanda.
Menurut Barthes (dalam Sobur, 2009:63) bahasa adalah sebuah
sistem tanda yang mencerminkan asumsi-asumsi dari suatu masyarakat
tertentu dalam waktu tertentu. Salah satu area penting yang dirambah
Barthes dalam studinya tentang tanda adalah peran pembaca (the reader).
Konotasi walaupun merupakan sifat asli tanda, membutuhkan keaktifan
pembaca agar dapat berfungsi. Barthes secara panjang lebar mengulas
apa yang disebut sebagai sistem pemaknaan tataran kedua yang dibangun
di atas sistem lain yang telah ada. Sistem pemaknaan kedua ini oleh
Barthes disebut dengan konotatif, sedangkan pemaknaan tataran pertama
ia sebut denotatif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
Fokus perhatian Barthes lebih tertuju kepada gagasan tentang
signifikasi dua tahap (two order of signification) seperti terlihat pada
gambar berikut.
Gambar 3. Peta Tanda Roland Barthes
Sumber: Sobur, Semiotika Komunikasi, 2009
Dari peta Barthes di atas terlihat bahwa tanda denotatif (3)
terdiri atas penanda (1) dan petanda (2). Akan tetapi pada saat yang
bersamaan, tanda denotatif adalah juga penanda konotatif (4). Hanya jika
kita mengenal tanda “singa” barulah konotasi seperti harga diri,
kegarangan dan keberanian menjadi mungkin.
1). Sistem Pemaknaan Tingkat Pertama (Denotatif)
Signifikasi tahap pertama merupakan hubungan antara signifier
dan signified di dalam sebuah tanda terhadap realitas eksternal. Barthes
menyebutnya sebagai denotasi yaitu makna paling nyata dari tanda. Jadi
dalam konsep Barthes, tanda konotatif tidak sekedar memiliki makna
tambahan namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
melandasi keberadaannya. Dalam hal ini, denotasi justru diasosiasikan
dengan ketertutupan makna (Sobur, 2009;70).
Menurut Lyons (dalam Sobur, 2009;263) denotasi adalah
hubungan yang digunakan dalam tingkat pertama pada yang secara
bebas memegang peranan penting didalam ujaran. Kridalaksana (dalam
Sobur, 2009;263) mendefinisikan denotasi sebagai makna kata atau
kelompok kata yang didasarkan atas penunjukkan yang lugas pada
sesuatu di luar bahasa atau yang didasarkan atas konvensi tertentu dan
sifatnya objektif.
Denotasi dimengerti sebagai makna harfiah, makna yang
sesungguhnya bahkan kadang juga dirancurkan dengan referensi atau
acuan. Proses signifikasi yang secara tradisional disebut denotasi ini
biasanya mengacu pada penggunaan bahasa dengan arti yang sesuai
dengan apa yang terucap. Makna denotasi bersifat langsung yaitu makna
khusus yang terdapat pada sebuah tanda pada dasarnya meliputi hal-hal
yang ditunjuk oleh kata-kata yang disebut sebagai makna referensial,
makna yang biasa ditemukan dalam kamus. Keraf (dalam Sobur,
2009;265) mengungkapkan bahwa makna denotasi (denotative meaning)
disebut juga dengan beberapa istilah seperti makna denotasional, makna
kognitif, makna konseptual atau ideasional, makna referensial atau
makna proposisional. Disebut makna denotasional, referensial,
konseptual atau ideasional karena makna itu menunjuk pada (denote)
kepada suatu referen, konsep, atau ide tertentu dari sebuah referen.
Disebut makna kognitif karena makna itu bertalian dengan kesadaran
atau pengetahuan, dan makna ini disebut juga makna proposisional
karena ia bertalian dengan informasi-informasi atau pernyataan-
pernyataan yang bersifat faktual.
Ketika mengucapkan sebuah kata yang mendenotasikan suatu
hal tertentu, maka itu berarti kata tersebut menunjukkan, mengemukakan
dan menunjuk pada hal itu sendiri. Misalnya kata “ayam”
mendenotasikan atau merupakan sejenis unggas tertentu yang memiliki
ukuran tertentu, berbulu, berkotek dan menghasilkan telur.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
2). Sistem Pemaknaan Tingkat Kedua (Konotatif)
Konotasi adalah istilah yang digunakan Barthes untuk
menunjukkan signifikasi tahap kedua. Hal ini menggambarkan interaksi
yang terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan atau emosi dari
pembaca serta nilai-nilai dari kebudayaannya. Konotasi mempunyai
makna yang subjektif atau paling tidak intersubjektif. Dengan kata lain,
Fiske (dalam Sobur, 2009;128) mengatakan bahwa denotasi adalah apa
yang digambarkan tanda terhadap sebuah objek sedangkan konotasi
adalah bagaimana menggambarkannya.
Konotasi menempatkan denotasi sebagai penanda terhadap
petanda atau Signified baru sehingga melahirkan makna konotasi (second
order signification). Penanda dalam pemaknaan konotasi terbentuk
melalui tanda denotasi yang digabungkan dengan petanda baru atau
tambahan sehingga tanda denotasi akan sangat menentukan signifikasi
selanjutnya. Dalam kerangka Barthes, konotasi identik dengan operasi
ideologi yang disebutnya sebagai mitos dan berfungsi untuk
mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan
yang berlaku dalam suatu periode tertentu. Konotasi mengacu pada
makna yang menempel pada suatu kata karena sejarah pemakainnya. Jika
denotasi sebuah kata adalah objketif kata tersebut, maka konotasi sebuah
kata adalah makna subjektif atau emosionalnya.
Barthes merumuskan tanda sebagai sistem yang terdiri dari
expression (E) yang berkaitan relation (R) dengan content (C). Ia
berpendapat bahwa E-R-C adalah sistem tanda dasar dan umum. Teori
tanda tersebut dikembangkannya dan ia menghasilkan teori denotasi dan
konotasi. Menurutnya, content dapat dikembangkan. Akibatnya, tanda
pertama (E1 R1 C1) dapat menjadi E2 sehingga terbentuk tanda kedua:
E2 (=E1 R1 C1) R2 C2. Tanda pertama disebutnya sebagai denotasi;
yang kedua disebutnya semiotik konotatif. Barthes menggambarkan
hubungan kedua makna tersebut sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
Gambar 4. Konsep Konotasi dan Denotasi
Denotasi merupakan makna yang objektif dan tetap; sedangkan
konotasi sebagai makna yang subjektif dan bervariasi. Meskipun
berbeda, kedua makna tersebut ditentukan oleh konteks. Makna yang
pertama, makna denotatif, berkaitan dengan sosok acuan, misalnya kata
merah bermakna “warna seperti warna darah” (secara lebih objektif,
makna dapat digambarkan menurut tata sinar). Konteks dalam hal ini
untuk memecahkan masalah polisemi; sedangkan pada makna konotatif,
konteks mendukung munculnya makna yang subjektif. Konotasi
membuka kemungkinan interpretasi yang luas. Dalam bahasa, konotasi
dimunculkan melalui: majas (metafora, metonimi, hiperbola, eufemisme,
ironi, dsb), presuposisi, implikatur. Secara umum (bukan bahasa),
konotasi berkaitan dengan pengalaman pribadi atau masyarakat
penuturnya yang bereaksi dan memberi makna konotasi emotif misalnya
halus, kasar/tidak sopan, peyoratif, akrab, kanak-kanak, menyenangkan,
menakutkan, bahaya, tenang, dsb. Jenis ini tidak terbatas. Pada contoh di
atas: MERAH bermakna konotatif emotif. Konotasi ini bertujuan
membongkar makna yang terselubung. Salah satu karya besarnya yang
merupakan hasil dari penerapan metode analisis struktural, konsep
sintagmatik, dan paradigmatik adalah sistem berbusana. Ia mengana-
logikan dikotomi dari Saussure: langue - parole dengan tata busana
(unsur-unsur mode dan aturannya) aktualisasi individual. Tata busana
menentukan mode pada masa tertentu. Di negara yang memiliki empat
musim, ada tata busana untuk setiap musim. Sistem ini disebutnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
sebagai denotasi, misalnya, warna gelap (hitam, abu-abu, biru, hijau tua)
dan model tertutup untuk musim dingin, warna cerah dan untuk musim
semi; model terbuka untuk musim panas. Di samping hal tersebut,
majalah mode, pada umumnya, menambahkan keterangan tentang waktu,
tempat pakaian dengan model tertentu bisa dikenakan, tentang gaya pero-
rangan, tentang efek sosial yang ditimbulkan. Ini semua termasuk ke
dalam sistem konotasi mode.
Arthur Asa Berger (dalam Sobur, 2009;263) mengemukakan
bahwa konotasi melibatkan simbol-simbol, historis dan hal-hal yang
berhubungan dengan emosional. Makna konotatif bersifat subjektif
dalam pengertian bahwa ada pergeseran dari makna umum (denotatif)
karena sudah ada penambahan rasa dan nilai tertentu. Kalau makna
denotatif hampir bisa dimengerti banyak orang, maka makna konotatif
hanya bisa dicerna oleh mereka yang jumlahnya lebih kecil.
Keraf (dalam Sobur, 2009;266) mengungkapkan bahwa konotasi
atau makna konotatif disebut juga makna konotasional, makna emotif
atau makna evaluatif. Makna konotatif adalah suatu jenis makna dimana
stimulus dan respons mengandung nilai-nilai emosional. Makna konotatif
sebagian terjadi karena pembicara ingin menimbulkan perasaan setuju
tidak setuju, senang-tidak senang dan sebagainya pada pihak pendengar.
Konotasi sebagai makna kedua dari tanda dapat juga
ditampilkan melalui teknik-teknik visual. Dalam video maupun gambar
terkandung level produksi yang berbeda (Framing, layout, technical
treatment, choice). Untuk memunculkan sebuah makna konotasi, Barthes
(2010;6) menyusun tahap-tahap konotasi. Agar dipahami dengan jelas,
tiga tahap pertama (trick effect, pose dan object) harus dibedakan dengan
tiga tahap terakhir (photogenia, aesthetisicm, dan sintax). Tahap-tahap ini
sudah sering didengar dan tidak dijelaskan dengan detail, tetapi hanya
diposisikan secara struktural.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
a). Trick effect (efek tiruan)
Trick effect memanfaatkan kredibilitas yang dimiliki oleh foto.
Trick effect merupakan syarat konotasi yang melihat melalui teknik-
teknik visual yang terdapat dalam shot. Seperti dapat dilihat merupakan
kekuatan luar biasa denotasi untuk mengelupas pesan yang seolah-olah
hanya bersifat denotatif belaka, tetapi sarat dengan dengan muatan
konotatif.
Metode ini memanipulasi kontek komunikasi, salah satunya
dengan menambah atau meniadakan beberapa hal atau mengubah latar
warna. Trick effects bisa mengubah hal penting dalam suatu scene atau
mungkin hanya berperan minor seperti mengganti pencahayaan atau
kontras warna.
b). Pose (sikap)
Ketika berbicara tentang pose, otomatis langsung teringat
kepada objek tubuh. Pose merupakan komunikasi nonverbal yang dilihat
melalui bahasa tubuhnya. Metodenya misalnya dilakukan dengan cara
menampilkan gambar setengah tubuh, tatapan mata ke atas, kedua
tangan menyatu. Gerakan-gerakan diatas jika ditampilkan akan terlihat
sosok seseorang yang seolah-olah sedang berdoa.
c). Object (objek)
Pengaturan sikap atau posisi objek mesti sungguh-sungguh
diperhatikan karena makna akan diserap dari objek yang diambil.
Daya tarik akan semakin besar apabila objek yang digunakan bisa
merujuk pada jejaring ide tertentu (rak buku merujuk pada
intelektualitas) atau kalau mau lebih rumit lagi, simbol-simbol
berkesan dalam masyarakat (pintu kamar gas yang menjadi tempat
eksekusi mati seorang tahanan merujuk pada pintu gerbang
pemakaman dalam mitologi kuno). Objek-objek ini bisa menjadi
elemen luar biasa bagi proses pertandaan.
Contoh lainnya adalah “komposisi” objek-objek yang terdiri
dari jendela yang terbuka kearah kebun anggur dan atap terbuat dari
genteng; di depan jendela tersebut terdapat kaca mata tua, album foto,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
dan pot bunga yang diletakkan di atas meja. Komposisi ini merujuk
pada lokasi sekitar kira-kira sebelah selatan Loire ( yang khas dengan
kebun anggur dan atap genteng), di rumah seorang kalangan borjuis
(bunga-bunga diatas meja) dan berusia lanjut (kacamata tua) yang sedang
mengenang tahun-tahun hidupnya (album foto).
Konotasi “menyeruak” keluar dari semua unit pertandaan,
namun seolah scene dalam gambar tersebut direkam secara langsung
dan spontan atau tanpa proses pertandaan.
d). Photogenia (fotogenia)
Teori tentang photogenia merupakan aspek-aspek teknis
dalam produksi foto dan video seperti pada pencahayaan dan pencetakan
hasil (Barthes, 2010;10). Dalam photogenia, pesan konotatif adalah
gambar itu sendiri yang “diperhalus” dengan teknik-teknik pencahyaan
dan pengurangan bias cahaya. Melalui “permainan” pencahayaan sebuah
adegan bisa ditampilkan secara lebih dramatis atau romantis.
e). Aesthetisicm (estetis)
Aestheticism erat kaitannya dengan “seni”. Aestheticism
berhubungan dengan keindahan. Dalam suatu adegan (scene) bisa
ditemukan gambaran yang sudah diatur sedemikian rupa hingga
tampak seperti lukisan. Ide-ide yang terkandung dalam aestheticism
mirip dengan seni lukis. Aestheticism melihat pada makna keseluruhan
makna gambar layaknya lukisan. Jika gambar biasa hanya menampilkan
sosok, benda, dan menawarkan fakta saja tetapi aestheticism melihat
secara keseluruhan. Gambar pedesaan di sore hari ketika matahari
terbenam misalnya bisa diartikan sebagai ketenangan atau kedamaian.
f). Sintax (sintaksis)
Sintax adalah gabungan yang membentuk makna. Jika
kelima syarat di atas hanya melihat adegan per-adegan maka sintax
melibatkan beberapa scene untuk melihat makna konotasi yang
terkandung di dalamnya. Makna konotasi identik dengan operasi ideologi
yang disebutnya sebagai mitos dan berfungsi untuk mengungkapkan dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam
suatu periode tertentu.
Kata “mitos” berasal dari bahasa Yunani myhtos yang berarti
“kata”, “ujaran”, “kisah tentang dewa-dewa”. Sebuah mitos adalah narasi
yang karakter-karakter utamanya adalah para dewa, para pahlawan dan
makhluk mistis, plotnya berputar disekitar asal muasal benda-benda atau
di sekitar makna benda-benda, dan settingnya adalah dunia metafisika
yang dilawankan dengan dunia nyata. Pada tahap awal kebudayaan
manusia, mitos berfungsi sebagai teori asli mengenal dunia. Seluruh
kebudayaan telah menciptakan kisah-kisah untuk menjelaskan asal-
usul mereka (Danesi, 2010;207). Menurut Urban (dalam Sobur,
2009;222), mitos adalah cara utama yang unik untuk memahami realitas.
Menurut Molinowski (dalam Sobur, 2009;222) mitos adalah
pernyataan purba tentang realitas yang lebih relevan.
Mitos dari Barthes mempunyai makna yang berbeda dengan
konsep mitos dalam arti umum. Sebaliknya dari konsep mitos tradisional,
mitos dari Barthes memaparkan fakta. Mitos adalah murni sistem
ideografis. Hoed (ibid.59) menguraikan perjalanan konotasi menjadi
mitos dari Barthes. Bagi Barthes, mitos adalah bahasa: le mythe est une
parole. Konsep parole yang diperluas oleh Barthes dapat berbentuk
verbal (lisan dan tulis) atau nonverbal: n’importe quelle matière peut être
dotée arbitrairement de signification” materi apa pun dapat dimaknai
secara arbitrer. Seperti kita ketahui, parole adalah realisasi dari langue.
Oleh karena itu, mitos pun dapat sangat bervariasi dan lahir di dalam
lingkup kebudayaan massa. Mitos merupakan perkembangan dari
konotasi. Konotasi yang menetap pada suatu komunitas berakhir
menjadi mitos. Pemaknaan tersebut terbentuk oleh kekuatan mayoritas
yang memberi konotasi tertentu kepada suatu hal secara tetap sehingga
lama kelamaan menjadi mitos: makna yang membudaya. Barthes
membuktikannya dengan melakukan pembongkaran (dé montage
sémiologique). Ciri-ciri mitos (Barthes, 1957;122-130) :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
a). Deformatif. Barthes menerapkan unsur-unsur Saussure
menjadi form (signifier), concept (signified). Ia menambahkan
signification yang merupakan hasil dari hubungan kedua unsur
tadi. Signification inilah yang menjadi mitos yang mendistorsi
makna sehingga tidak lagi mengacu pada realita yang sebenarnya:
The relation which unites the concept of the myth to its meaning is
essentially a relation of deformation (Tallack, 1995;36). Pada mitos,
form dan concept harus dinyatakan. Mitos tidak disembunyikan; mitos
berfungsi mendistorsi, bukan untuk menghilangkan. Dengan demikian,
form dikembangkan melalui konteks linear (pada bahasa) atau
multidimensi (pada gambar). Distorsi hanya mungkin terjadi apabila
makna mitos sudah terkandung di dalam form.
b). Intensional. Mitos merupakan salah satu jenis wacana
yang dinyatakan secara intensional. Mitos berakar dari konsep historis.
Pembacalah yang arus menemukan mitos tersebut. Contoh: Ketika ia
berjalan-jalan di Spanyol, ia melihat kesamaan arsitektur rumah-rumah di
sana dan ia mengenali arsitektur itu sebagai produk etnik: gaya basque.
Secara pribadi, ia tidak merasa terdorong untuk menyebutnya dengan
sebuah istilah. Namun, ketika ia berjalan-jalan di Paris dan ia melihat
sebuah rumah yang, berbeda dengan sekitarnya, berbentuk villa kecil,
rapi, bergenting merah, berdinding setengah kayu berwarna cokelat tua,
beratap asimetris, secara spontan, ia menyebutnya sebagai villa bergaya
basque.
c). Motivasi. Bahasa bersifat arbitrer, tetapi, kearbitreran itu
mempunyai batas, misalnya melalui afiksasi, terbentuklah kata-kata
turunan : baca-membaca-dibaca-terbaca-pembacaan. Sebaliknya, makna
mitos tidak arbitrer, selalu ada motivasi dan analogi. Penafsir dapat
menyeleksi motivasi dari beberapa kemungkinan motivasi. Mitos
bermain atas analogi antara makna dan bentuk. Analogi ini bukan
sesuatu yang alami, tetapi bersifat historis. Berikut ini beberapa contoh
mitosnya. Hal minuman anggur di Prancis: denotasi dari anggur adalah
minuman beralkohol yang bisa memabukkan. Barthes mengamatinya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
lebih dalam. Orang sangat menikmati anggur yang diminumnya bukan
sekadar untuk bermabuk-mabukan. Hal tersebut ditunjukkan pula oleh
adanya pelabelan tahun bagi minuman tersebut. Anggur dengan merek
tertentu dengan usiayang semakin tua semakin mahal harganya. Dalam
menu makan, anggur mengambil bagian sintagmatik, yaitu anggur putih
menyertai makanan dengan ikan, anggur merah dengan daging, dsb.
Dengan demikian, konotasi anggur, yaitu kenikmatan, tertanam di
dalam praktik kehidupan sehari-hari, memegang peranan dalam menu
dan pada akhirnya menjadi mitos. Pada bukunya yang berjudul
Mythologies, Barthes mengupas 28 teks dari berbagai bidang dalam
konteks kehidupan sehari-hari: pertunjukan, novel, buku petunjuk,
iklan, keadaan, makanan, boneka, foto, mobil, bahan baku plastik, film,
dan otak manusia (Einstein).
Setelah melalui beberapa proses pencerapan guna membahas
secara keseluruhan video iklan politik versi “Pesan Ramadhan Jokowi-JK
untuk keluarga Indonesia” ini, bahwa teori Barthes lebih sesuai karena
dapat menyatukan makna unsur-unsurnya. walaupun teori Peirce juga
dapat diterapkan pada tanda yang berupa gambar. Analisis video iklan
diawali dengan pemahaman tanda verbal yang berupa kalimat-kalimat
yang menyertai gambar (visual)
Bagi Saussure, Peirce dan Barthes, tanda dapat dimaknai secara
terbuka, tetapi dibatasi oleh konteks, baik teks itu sendiri maupun
konteks sosial budaya, serta pengetahuan/pengalaman pembaca. Tanda
tidak memiliki makna yang stabil. Teori Saussure, Peirce dan Barthes
memperlihatkan persamaan dan perbedaan dalam hal perincian
pemaknaan. Saussure memaknai tanda terdiri dari signifier dan signified,
Barthes dengan jelas membelah makna menjadi denotasi dan konotasi.
Tidak demikian halnya dengan Peirce. Ia mengatasnamakan keduanya
sebagai konsep interpretant. Baginya, yang penting adalah proses
semiosis. Oleh karena itu, dalam analisis, objek amatan memegang
peranan dalam menentukan alat yang lebih sesuai: objek berstruktur dan
ada perubahan makna signifier dan signified, denotasi ke konotasi atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
merupakan ikon, indeks, simbol. Konsep ketiga tokoh bertemu pada titik
interpretasi. signified saussure adalah Interpretant dari Peirce, sedangkan
Interpretant sama dengan konsep konotasi dari Barthes. Ketiga teori
dapat bergabung dalam suatu analisis dan saling melengkapi, terutama
dalam analisis yang terdiri atas gambar/nonverbal (ikon dan simbol) dan
unsur verbal. Persamaan lain, yaitu makna bersifat dinamis, berubah
sesuai waktu, tempat, dan penafsir.
2. Semiotika Film
Kekuatan dan kemampuan film menjangkau banyak segmen
sosial, lantas membuat para ahli bahwa film memiliki potensi untuk
memperngaruhi khalayaknya. Gramer Turner (dalam Sobur, 2009;127)
menolak perspektif yang melihat film sebagai refleksi masyarakat.
Makna film sebagai representasi dari realitas masyarakat, bagi Turner
berbeda dengan film sekedar sebagai refleksi dari realitas. Sebagai
refleksi dari realitas, film sekedar memindahkan realitas ke layar tanpa
mengubah realitas itu. Sementara, sebagai representasi dari realitas, film
membentuk dan menghadirkan kembali realitas berdasarkan kode-kode,
konvensi-konvensi dan ideologi kebudayaannya.
Seperti dikemukakan oleh Van Zoest (dalam Sobur 2009;128)
film dibangun dengan tanda-tanda semata. Tanda-tanda itu termasuk
berbagai sistem tanda yang bekerja sama dengan baik untuk mencapai
efek yang diharapkan. Berbeda dengan fotografi statis, rangkaian gambar
dalam film menciptakan imaji dan sistem penandaan. Karena itu menurut
Van Zoest (dalam Sobur, 2009;128) bersamaan dengan tanda-tanda
arsitektur, terutama indeksikal, pada film terutama digunakan tanda-tanda
ikonis yang menggambarkan sesuatu. Yang paling penting dalam film
adalah gambar dan suara, kata yang diucapkan ditambah dengan suara-
suara lain yang serentak mengiringi gambar-gambar dan musik film.
Sistem semiotika yang lebih penting lagi dalam film adalah
digunakannya tanda-tanda ikonis yakni tanda yang menggambarkan
sesuatu (Sobur, 2009;128). Musik yang semakin keras dengan cara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
tertentu mirip ancaman yang mendekati kita. Ada banyak jalan dalam
memaknai teks-teks yang terdapat dalam film, misalnya, memaknai unsur
gramatikalnya, unsur penokohannya, teknik visualisasinya. Namun, jika
hanya memaknai teks foto hanya berangkat dari satu frame/shot saja tak
akan ada bedanya saat memaknai teks yang terdapat dalam fotografi.
Menurut Sardar & Loon (1997) Film dan televisi memiliki
bahasanya sendiri dengan sintaksis dan tata bahasa yang berbeda. Film
pada dasarnya bisa melibatkan bentuk-bentuk simbol visual dan
linguistik untuk mengkodekan pesan yang sedang disampaikan. Film
umumnya dibangun dengan banyak tanda. Tanda-tanda itu termasuk
berbagai sistem tanda yang bekerja sama dengan baik dalam upaya
mencapai efek yang diharapkan. Yang paling penting dalam adalah
gambar dan suara: kata yang diucapkan (ditambah dengan suara-suara
lain yang serentak mengiringi gambar-gambar) dan musik film (Sobur,
2009;128).
Figur utama dalam pemikiran semiotika sinematografi hingga
sekarang adalah Christian Metz dari Ecole des Hautes Etudes et Sciences
Sociales (EHESS) Paris. Christian Metz menjabarkan paradigmanya
dengan menyebutkan bahwa penanda dan petanda memiliki relasi
“motivasi” dan “beralasan”. Dalam arti, penanda dalam film selalu
memiliki hubungan “motivasi” dengan petanda, dan petanda dalam film
selalu memiliki “alasan” yang berkaitan dengan penanda (Metz,
1974;108-109). Petanda dalam film tidak pernah semena. Penanda
sinematografis selalu kurang lebih beralasan dan tidak pernah semena.
Semiotika film bukan merupakan teori film yang baru sama
sekali, sebelum Metz, teori film dipelopori secara serius oleh Ricciotto
Canudo (1907), kemudian disusul para teoritikus seperti Louis Delluc,
Jean Epstein, Germain Dulac, Eisenstein, Kulechov, dan Pudovkin.
Namun hanya Metz yang mengembangkan teori ini dengan membawa
semiologi klasik, teori psikoanalisis freudian-lacanian menjadi generasi
kedua semiologi sinema di tahun 1970-an (Masak, 2002;281).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
Metz memandang film sebagai bahasa atau setidaknya medium
menyerupai bahasa yang memungkinkan manusia untuk menggali
partikel-partikel di dalamnya. Metz juga menjelaskan bahwa sebuah shot
bukan lebih dekat dengan kata, melainkan dengan kalimat yang di
dalamnya memiliki banyak partikel lain yang setara dengan kata-kata
(Masak, 2002;282) semiotika Metz membaca tanda-tanda dalam film
bukan sebagai teks yang utuh, melainkan melakukan pembacaan tanda-
tanda pada partikel filmis yang disajikan. Selain Metz, Tynianov
menyebutkan bahwa sinema memiliki andil menunjukkan sebuah dunia
yang kasat mata dalam bentuk tanda-tanda semantik melalui montase dan
pencahayaan, sedangkan Eikhenbaum melihat sinema merupakan sebuah
sistem tertentu seperti yang ada pada bahasa kiasan, sinema memiliki
hubungan dengan frase dan kalimat (Stam dkk, 1992;29).
Berbeda dengan “tanda” dalam bahasa yang arbitrer, penanda
dalam sinematografis memiliki hubungan “motivasi” atau “beralasan”
dengan petanda yang tampak jelas melalui hubungan penanda dengan
alam yang dirujuk (Masak, 2002;283) atau yang dapat disebutkan bahwa
“motivasi” dalam hal ini adalah segala macam partikel yang tampak dan
disajikan baik itu audio maupun visual, yang dalam rangkaiannya
berfungsi untuk menggulirkan aksi-aksi lain menuju sequence-sequence
yang muncul karena keterkaitan kronologis dengan sequence-sequence
“motivasi” tersebut.
Hubungan penanda dan petanda tersebut selaras dengan
pernyataan Metz yang ditulis oleh Leo Braudy dan Marshall Cohen
(1999;71) menurutnya konsep diegesis pada film sama pentingnya
dengan ide pada seni. Di dalam film, diegesis mengacu pada denotasi
dimana narasi itu sendiri tidak hanya cerita, melainkan juga dimensi
ruang dan waktu, karakter, lanskap, kejadian/peristiwa, dan elemen
lain dalam penceritaan. Seperti yang sudah disebutkan oleh Souriau
bahwa “narration” merujuk pada proses menceritakan, bukan sebatas
cerita (Bunia, 2010;681). Tataran denotatif film fiksi merupakan basis
material-material sinematik yang tidak perlu diinterpretasi seperti pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
tataran konotatif, didukung dengan sudut pandang Metz (dalam Robert
Stam dkk, 2005;39) denotatif berada pada ranah universal yang elemen-
elemen di dalamnya memiliki level yang sama dengan realitas. Christian
Metz juga menuliskan bahwa film dipahami melalui representasi gambar
yang dapat diuraikan, dan analogi dalam teks film ada banyak aspek yang
bisa dijadikan sebagai unit analisis. Seperti pada tataran visual, kita dapat
memaknai teks-teks yang berupa ekspresi dan aksi langsung (acting)
para aktornya, setting dimana adegan dibuat, lighting dan angle
pengambilannya dimana adegan dibuat, lighting dan angle pengambilan-
nya, serta artefak lain yang muncul dalam penggambaran ceritanya. Baik
semiotika Saussure, Pierce maupun Barthes dapat digunakan dalam
pemaknaan teks-teks film.
a. Film
Film merupakan media komunikasi sosial yang terbentuk dari
penggabungan dua indra, penglihatan dan pendengaran, yang mempunyai
inti atau tema sebuah cerita yang banyak mengungapkan realita sosial
yang terjadi di sekitar lingkungan tempat dimana film itu sendiri tumbuh.
Film adalah gambar hidup, juga sering disebut movie.
Pengertian secara harfiah film (sinema) adalah Cinemathographie yang
berasal dari Cinema + tho : phytos (cahaya) + graphie : graph (tulisan)
gambar : (citra), jadi pengertiannya adalah melukis gerak dengan cahaya.
Sinematografi adalah perlakuan terhadap kamera dan filmnya serta
hubungan kamera dengan objek yang diambil (Pratista, 2008;2).
Bluestone (dalam Eneste, 1991:18) menyatakan, film
merupakan gabungan dari berbagai ragam kesenian, yaitu musik, seni
rupa, drama, sastra ditambah dengan unsur fotografi. Eneste (1991;60)
menyatakan bahwa film merupakan hasil kerja kolektif atau gotong
royong. Baik dan tidaknya sebuah film akan sangat bergantung pada
keharmonisan kerja unit-unit yang ada di dalamnya (produser, penulis
skenario, sutradara, juru kamera, penata artistik, perekam suara, para
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
pemain, dan lain-lain). Oleh karena itu, film merupakan medium audio
visual, suarapun ikut mengambil peranan di dalamnya.
Seiring perkembangan zaman, semakin berkembang pulalah
pengertian mengenai film. Perkembangan teknologi media telah
mengubah pengertian film dari istilah yang mengacu pada bahan ke
istilah yang mengacu pada bentuk karya seni audio-visual. Pada intinya,
film kini diartikan sebagai suatu genre (cabang) seni yang menggunakan
audio (suara) dan visual (gambar) sebagai medianya. Dalam sebuah film,
pesan-pesan komunikasi terwujud lewat rangkuman cerita berdasarkan
jenis film tersebut. Sehingga seorang sutradara mampu mengemasnya
sesuai dengan tendensi (fungsi) masing-masing film tersebut, seperti
fungsi hiburan, fungsi informatif, fungsi edukasi, maupun fungsi
persuasif pada penontonnya. Sehubungan dengan hal itu, terdapatlah
berbagai jenis film yang dibedakan menurut sifatnya yang terdiri dari
film cerita (story film), film berita (newsreel), film dokumenter
(documentary film), dan film kartun (Cartoon film) (Ardianto & Komala,
2004;138).
Menilik pada perkembangan perfilman Indonesia sendiri, film
dibuat pertama kalinya pada tahun 1926, yang merupakan film bisu yang
berjudul “Loetoeng Kasaroeng”, dan dibuat oleh sutradara Belanda G.
Kruger dan L. Heuveldorp. Saat film ini dibuat dan dirilis, negara
Indonesia belum ada dan masih merupakan Hindia Belanda, wilayah
jajahan Kerajaan Belanda. Film ini didukung oleh aktor lokal dari
Perusahaan Film Jawa NV di Bandung dan muncul pertama kalinya pada
tanggal 31 Desember 1926, di teater Elite and Majestic, Bandung.
Sedangkan film asli buatan Indonesia mulai diproduksi sebelum awal
kemerdekaan. Pada awalnya, pelopor perfilman di Indonesia yakni orang
Tionghoa. Sebagai kaum Timur Asing, film yang dihasilkan oleh orang
Tionghoa tidak memiliki keterlibatan sosial, politik terhadap
perkembangan kehidupan di Indonesia, melainkan semata-mata atas
dasar komersialisasi. Konten yang dimuat dalam film pada era tersebut,
yakni seputar dunia perdagangan (Imanjaya, 2011;12).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
Setelah Indonesia merdeka, dunia perfilman mengalami
perubahan yang dipelopori oleh Usmar Ismail. Konten yang terdapat di
dalamnya tidak lagi sekedar komersialisasi, melainkan lebih mengarah
pada ekspresi para pelaku dalam film tersebut, serta tujuan dari
pembuatan film yakni penyampaian sesuatu (pesan) kepada khalayak.
Dari hal ini, dapat kita tarik kesimpulan bahwa sejak era kemerdekaan
film sudah digunakan sebagai media penyampai pesan kepada khalayak
umum (Said,1989).
Pada era 1970-an, perdebatan seputar film nasional mengambil
bentuk dan energi baru di bawah orde baru. Film berada di bawah kendali
negara yang terus menerus meningkat karena potensinya untuk
mempengaruhi massa. Seluruh sektor film dilekati dengan karakter
birokrasi. Pada tahun 1980-an, dunia perfilman Indonesia mulai
kehilangan tempat di mata masyarakat karena keberadaan film-film
Hollywood dan Hongkong. Pada dekade berikutnya, sekitar tahun 90-an
perfilman Indonesia mengalami pemerosotan yang membuat hampir
semua film Indonesia berkutat dalam tema-tema yang dikhususkan bagi
orang dewasa. Film Indonesia sudah tidak lagi menjadi tuan rumah di
negara sendiri. Film-film Hollywood dan Hongkong telah merebut posisi
tersebut (Imanjaya, 2011;16).
Memasuki abad ke-20, perfilman nasional telah bangun dari
tidurnya, kondisi ini ditandai dengan munculnya rasa optimistis insan
muda film dalam berkarya (Prisgunanto, 2004;229). Para pembuat film
tidak lagi memperhatikan berbagai ketentuan negara sehingga para
sutradara muda pun mencoba-coba metode mereka sendiri dalam
menghasilkan serta menyebarkan film-film mereka. Generasi baru
pembuat film ini merupakan perpaduan dari segolongan kaum muda yang
memang menjalani pendidikan di bidang film dan mereka yang tergolong
kaum penggila film, yang dalam bahasa asing disebut dengan movie buff
(Sasono, 2007;77).
Para generasi baru pembuat film berupaya memanfaatkan
teknologi yang tersedia secara optimal, guna mengatasi keterbatasan film
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
sebagai alat ekspresi. Seakan- akan hal tersebut sangat mendesak mereka
berupaya untuk mendefinisikan kembali apa itu “film” sambil mencoba
meraih kembali perhatian khalayak (yang memiliki daya beli tinggi).
Pada dasarnya mereka memaknai ulang apa itu film, atau lebih tepat,
memaknai ulang fungsi film yang sebelumnya digunakan untuk melayani
kepentingan negara menjadi sebuah hasil ekspresi (Sasono, 2007;81).
Dunia perfilman Indonesia tampak bergairah pasca tayangnya film Ada
Apa dengan Cinta, disusul dengan film bergenre anak-anak dengan tema
petualangan, yakni Kisah Petualangan Sherina pada tahun 2000 silam.
Film merupakan salah satu media atau saluran dari komunikasi
massa dalam penyampaian pesan, baik itu pesan verbal atau nonverbal.
Hal ini dikarenakan film dibuat dengan tujuan tertentu, kemudian
hasilnya diproyeksikan ke layar lebar atau ditayangkan melalui televisi
dan dapat ditonton oleh sejumlah khalayak (Ardianto & Komala, 2004;
128- 130).
Bagaimanapun sejak kemunculannya, film sebagai media yang
kini mampu masuk ke setiap daerah, memiliki andil untuk membentuk
budaya dan cara pandang masyarakat, seperti yang disebutkan oleh
Kracauer dalam Keith (2006;397) bahwa budaya dalam masyarakat, kini
seringkali dibentuk oleh film yang mencerminkan nilai-nilai dan
ideologi.
b. Genre Film
Menurut Vincent Lo Brutto (2002;111) dalam bukunya The
Filmmaker’s Guide to Prodution Deisgn, film dapat diklasifikasikan
menjadi sembilan genre, diantaranya The Western , The Gangster Film,
The Prison Film, Film Noir, Film Neo-Noir, Horror, Science Fiction, The
War Film dan Musical.
1). The Western
Jenis film western ini biasanya diproduksi oleh orang-orang dari
barat, Amerika misalnya. Western ini menggunakan setting geografis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
western seperti Colorado, Texas, Montana dan Oklahoma yang secara
tertulis terkait dengan sejarah pada masa itu.
Lingkungan western secara fisik terdiri atas lanskap, medan
yang sama dengan daerah barat, arsitektur dari kota-kota western dan
bentuk transportasi seperti gerobak, kuda dan kereta uap. Aspek lain dari
lingkungan fisik western adalah pakaian dan properti yang digunakan
penduduk seperti pistol, pasukan penembak, ikat pinggang kulit dan bar
dimana terdapat laki-laki yang sedang minum berjudi satu dengan yang
lainnya. Contoh film ini adalah Bad Day at Black Rock, High Noon, The
Wild Bunch, dan lain sebagainya.
2). The Gangster Film
Film gangster adalah drama kejahatan perkotaan. Mereka fokus
pada daerah rendah dari kotanya, di gang-gang dan jalan-jalan terpencil
di mana kejahatan bersarang. Genre ini menggambarkan masyarakat
penjahat bawah tanah. Drama berlangsung di pinggiran kota, klub
swasta, bar, rumah-rumah yang bereputasi buruk, dan pabrik yang
berubah menjadi bisnis kejahatan. Tantangan dalam desain produksi
diantaranya untuk mengungkapkan kepada publik apa yang ada dalam
sebagian kehidupan besar yang terbatas, subkultur dari gangster yang
menjalani kehidupan yang terpisah dari pria pekerja yang jujur. Penjahat
ini tinggal dan bekerja di antara dan di sekitar kita. Lokasi dalam film
gangster menimbulkan kecemasan. Mereka berada dipinggiran, di mana
penjahat dapat beroperasi keluar pada jalan utama, gang-gang belakang
yang tidak ditempuh oleh warga negara yang jujur dan sebagian besar
tidak diinginkan oleh penegak hukum. Area kerja dari adegan film
gangster ini adalah sebuah subkultur kekerasan. Penjara adalah realitas
yang tak terelakkan dalam kehidupan gangster, tempat untuk bertahan
hidup, mendapatkan pendidikan dalam cara hidup.
3). The Prison Film
Film penjara adalah genre sendiri, tidak seperti yang lain.
Penjara blok berwarna, seragam dan membatasi semesta kepada diri
mereka sendiri yang terputus dari dunia luar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
Perbedaan utama antara film penjara asli dan film penjara yang
baru seperti film The Shawshank Redemption dan The Green Mile adalah
film penjara paling tua yang difoto hitam dan putih untuk realisme
berpasir dan penemuan terbaru mengambil shot berwarna untuk
menciptakan suasana hati dan rasa kemanusiaan. Sebagian besar film
hitam dan putih penjara mengambil shot di set studio.
4). Film Noir
Film Noir merupakan film dari periode sesudah perang dunia
film klasik. Noir difoto dalam warna hitam dan putih. Adegan
berlangsung hampir secara eksklusif di malam hari. Nuansa yang turun di
kantor gangster dan lampu yang mati. Gaya visual berhubungan dengan
ekspresionisme jerman. Interior diisi dengan bentuk lampu yang berjajar,
trapesium, segitiga dan celah vertikal. Bayangan, jalanan kosong, hujan,
dermaga-dermaga merupakan area yang sering digunakan dalam scene
film ini. Contoh film genre ini adalah The Big Combo, Boomerang!, dan
lain sebagainya.
5). Neo Noir
Neo noir adalah film noir yang berwarna. Film ini dibuat dengan
setting waktu yang memperlihatkan tahun 40-an atau 50-an dan setelah
tahun tersebut. Contoh film ini diantaranya Against All Ods, at Close
Range, Basic Instinct.
6). Horror
Film horor klasik yang diproduksi Universal Film Studio
menampilkan Frankenstein, Dracula, The Wolf Man dan Mummy yang
diperankan dalam lingkungan yang dipengaruhi oleh tanah rusak abad
kedua puluh yang dilanda perang eropa dan menampilkan kehancuran
struktur gothic, istana, rawa, dan laboratorium ilmuwan, rumah yang
dihantui dan arsitektur ekspresionis yang dipengaruhi masyarakat
Jerman. Sebuah lingkungan yang "normal" merupakan tempat yang
sempurna untuk narasi horor kontemporer.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
7). Musical
Semua film yang memiliki beberapa jumlah musik didalamnya
atau menggunakan musik dan lirik sebagai alat narasi diklasifikasikan
sebagai genre film musikal (Brutto, 2002;122). Konsep dari karakter
dipecah menjadi lagu dan tarian membuat desainer bebas dari realitas dan
menginspirasi ekspresionistis, sudut pandang artistik yang
menyenangkan dan menghibur. Latar belakang dan setting tersirat,
impresionis dan cat dengan sikat, kali luas, mewah dan yang
menakjubkan. Desain dari musikal menciptakan sebuah lingkungan yang
secara visual mengekspresikan dan mendukung cerita sekaligus berfungsi
sebagai tempat untuk mengelaborasikan pertunjukkan. Imajinatif,
dekoratif dan penuh dengan kegembiraan.
Gaya yang memiliki musik menjadi bagian dari cerita terjadi di
semua musikal. Perancang yang telah bekerja di tahap panggung musikal
telah memiliki pemahaman yang baik tentang musik. Musikal realistis
mirip dalam pendekatan untuk film non musikal tetapi sering kali mereka
secara visual bergaya untuk mendukung narasi dan konsep musiknya.
Contoh dari genre ini adalah Coyote Ugly, Moulin Rouge, High School
Musical dan lain-lain.
8). Science Fiction
Dunia futuristik, eksplorasi planet, tata surya lain dan kendaraan
ruang angkasa adalah beberapa konvensi yang diharapkan dalam genre
ini. Ilmu pengetahuan memenuhi fantasi seperti manusia menemukan
makhluk luar angkasa, semut raksasa yang menghuni suatu planet
tertentu. Film-film fiksi ilmu pengetahuan teknologi tinggi atau rendah
menentang realitas: bayangkan masa depan, dan desainer bebas
berimajinasi, efek visual dan make up artis untuk dibawa ke sebuah
planet kera, galaksi yang sangat jauh, atau pada kedalaman lautan.
Contoh genre ini adalah pada film The Matrix, Jurrasic Park, Star Wars
dan lain sebagainya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
9). The War Film
Area perang, hutan, pantai-pantai, udara, laut, mobil tank,
helikopter, pesawat dan senjata adalah setting dari film perang. Juga
pangkalan militer, barak, parit, puing-puing, reruntuhan dan perusakan
harta benda dan kehidupan manusia gambaran perang pada layar. Konflik
dapat berubah dari perang sipil menuju perang dunia I dan II kemudian
Korea atau Vietnam, tetapi kenyataan suram film antiperang atau
patriotik dari Jhon Wayne Brigade mengandalkan riset historial dan
pembuatan kembali waktu dan tempat di mana kebebasan yang menang
dan kalah serta pertumpahan darah. Film perang adalah genre yang
memerlukan bantuan militer untuk senjata dan peralatan.
Perbedaan utama dalam desain produksi dari film perang anti
perang dan patriotik adalah penciptaan dari medan pertempuran. Film
anti perang cenderung menekankan perang membawa kehancuran besar
ke kota-kota dan lanskap. Medan perang yang berserakan dengan puing-
puing dan kerugian besar kehidupan. Film perang patriotik cenderung
membuat medan pertempuran yang lebih umum, kurang spesifik.
Beberapa detail dan historis akurat tetapi tidak menekankan kerugian,
penderitaan dan hasrat perang. Contoh dari film ini adalah Sound of Iwo
Jima dan Pearl Harbour.
Sedangkan menurut Elvinaro (2009;148) film dapat
dikelompokkan menjadi.
1). Film Cerita (Story Film)
Film cerita adalah jenis film yang mengandung suatu cerita yang
lazim dipertunjukkan di gedung-gedung bioskop dengan bintang film
tenar dan film ini didistribusikan sebagai barang dagangan (Elvinaro,
2009;148). Cerita yang diangkat menjadi topik film bisa berupa cerita
fiksi atau berdasarkan kisah nyata yang dimodifikasi sehingga ada unsur
menarik baik dari jalan ceritanya maupun dari segi gambarnya.
2). Film Berita (Newsreel)
Film berita atau newsreel adalah film mengenai fakta, peristiwa
yang benar-benar terjadi (Elvinaro, 2009;148). Karena sifatnya berita
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
maka film yang disajikan kepada publik harus mengandung nilai berita
(news value).
3). Film Dokumenter (Documentary Film)
Film documenter didefiniskan oleh Robert Flaherty (dalam
Elvinaro, 2009;148) sebagai “karya ciptaan mengenai kenyataan”,
creative treatment of actuality. Berbeda dengan film berita yang
merupakan rekaman kenyataan, maka film documenter merupakan hasil
interpretasi pribadi (pembuatnya) mengenai kenyataan tersebut. Film
documenter menyajikan realita melalui berbagai cara dan dibuat untuk
berbagai macam tujuan seperti penyebaran informasi, pendidikan,
propaganda bagi orang atau kelompok tertentu.
4). Film Kartun (Cartoon Film)
Film kartun diproduksi untuk konsumsi dengan target pasar
anak-anak. Sekalipun tujuan utamanya adalah menghibur, film kartun
bisa juga mengandung unsur pendidikan.
c. Struktur Film
Secara fisik, sebuah film dapat dipecah menjadi unsur-unsur
yakni shot, adegan dan sekuen. Pemahaman tentang shot, adegan dan
sekuen nantinya akan berguna untuk membagi urutan-urutan
(segmentasi) plot sebuah film secara sistematis (Pratista, 2008;29).
1). Shot
Shot memiliki arti proses perekaman gambar sejak kamera
diaktifkan (on) hingga kamera dimatikan atau juga sering diistilahkan
satu kali take (pengambilan gambar) (Pratista, 2008;29). Satu adegan bisa
berjumlah belasan hingga puluhan shot. Satu shot dapat berdurasi kurang
dari satu detik, beberapa menit bahkan jam.
2). Adegan (Scene)
Adegan adalah satu segmen pendek dari keseluruhan cerita yang
memperlihatkan satu aksi berkesinambuangan yang diikat oleh ruang,
waktu, isi (cerita), tema, karakter, atau motif (Pratista, 2008;29). Satu
adegan umumnya terdiri dari beberapa shot yang saling berhubungan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
3). Sekuen (Sequence)
Sekuen adalah satu segmen besar yang memperlihatkan satu
rangkaian peristiwa yang utuh (Pratista, 2008;30). Satu sekuen umumnya
terdiri dari beberapa adegan yang saling berhubungan. Satu sekuen
biasanya dikelompokkan berdasarkan satu periode (waktu), lokasi, atau
satu aksi panjang.
d. Unsur-unsur pembentuk Film
1). Unsur Naratif
Pratista (2008;1) membagi film atas dua unsur pembentuk yakni
unsur naratif dan unsur sinematik. Unsur naratif adalah bahan yang akan
diolah, sedangkan unsur sinematik adalah cara mengolahnya. Unsur
naratif berhubungan dengan aspek cerita atau tema film. Unsur-unsur
seperti tokoh, konflik, lokasi, waktu serta lainnya. Seluruh elemen
tersebut membentuk unsur naratif secara keseluruhan.
2). Unsur Sinematik
Unsur sinematik merupakan aspek-aspek teknis dalam produksi
sebuah film (Pratista, 2008;2). Unsur sinematik terbagi menjadi empat
elemen pokok yakni:
a). Mise-en-scene
Elemen ini merupakan segala hal yang berada di depan kamera
dan memiliki empat elemen pokok, diantaranya:
1). Setting
Setting adalah seluruh latar bersama segala propertinya. Setting
yang digunakan dalam sebuah film biasanya dibuat senyata mungkin
dengan konteks ceritanya. Setting harus mampu meyakinkan
penontonnya jika film tersebut tampak sungguh-sungguh terjadi pada
lokasi dan waktu sesuai konteks cerita filmnya.
Pratista (2008;63) mengemukakan setting terdiri atas tiga jenis
setting. Pertama, Set studio yang terdiri atas indoor dan outdoor.
Pengambilan gambar di studio memudahkan kontrol produksinya
terutama dari aspek tata cahaya. Kedua shot on location yang merupakan
produksi film dengan menggunakan lokasi aktual yang sesungguhnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
(Pratista, 2008;64). Jenis setting ini biaya produksi yang dikeluarkan
lebih murah karena tidak perlu membangun set studio. Yang terakhir
adalah set virtual yang membutuhkan adanya teknologi komputerisasi.
Teknologi digital memungkinkan para sineas membangun latar apapun
sesuai dengan tuntutan cerita filmnya.
Fungsi utama setting adalah sebagai penunjuk ruang dan waktu
untuk memberikan informasi yang kuat dalam mendukung cerita film
(Pratista, 2008;73). Selain berfungsi sebagai latar cerita, setting juga
membangun mood sesuai dengan tuntutan cerita dan penunjuk status
sosial melalui dekorasi setting.
2). Tata cahaya (lighting)
Cahaya membentuk sebuah benda serta dimensi ruang. Tata
cahaya dalam film secara umum dapat dikelompokkan menjadi empat
unsur, yakni kualitas, arah, sumber serta warna cahaya. Keempat unsur
ini sangat mempengaruhi tata cahaya dalam membentuk suasana serta
mood sebuah film.
Kualitas cahaya merujuk pada besar kecilnya intensitas
pencahayaan (Pratista, 2008;76). Cahaya terang (hard light) cenderung
menghasilkan bentuk objek serta bayangan yang jelas. Sementara cahaya
lembut cenderung menyebarkan cahaya sehingga menghasilkan
bayangan tipis (soft light).
Arah cahaya merujuk pada posisi sumber cahaya terhadap objek
yang dituju (Pratista, 2008;76). Arah cahaya dapat dibagi menjadi lima
jenis yakni, arah depan (frontal lighting), arah samping (side lighting),
arah belakang (back lighting), arah bawah (under lighting), dan arah atas
(top lighting). Sedangkan untuk sumber cahaya merujuk pada karakter
sumber cahaya, yakni pencahayaan buatan dan pencahayaan natural
sepertia apa adanya lokasi setting. Selama produksi film, sineas
umumnya memakai dua sumber cahaya yakni sumber cahaya utama (key
light) dan sumber cahaya pengisi (fill light) (Pratista, 2008;78). Key light
merupakan sumber cahaya yang paling kuat menghasilkan bayangan.
Sementara fill light digunakan untuk melembutkan atau menghilangkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
bayangan. Pengaturan kombinasi sumber cahaya utama dan pengisi
mampu menghasilkan tata cahaya yang diinginkan.
3). Kostum
Kostum adalah segala hal yang dikenakan pemain bersama
seluruh asesorisnya. Dalam sebuah film, busana tidak hanya sekedar
sebagai penutup tubuh namun juga memiliki beberapa fungsi sesuai
dengan konteks naratifnya. Pertama, sebagai penunjuk ruang dan waktu.
Setiap periode dan wilayah pasti memiliki kostum yang khas. Kedua,
kostum juga dapat menentukan kelas atau status sosial para pelaku cerita.
Pelaku utama biasanya menggunakan busayan yang lebih detail daripada
karakter figuran. Kostum juga tergantung pada periode latar ceritanya.
Secara umum, kostum dapat pula menunjukkan profesi pelaku cerita
seperti dokterm tentara, pengacara, polisi dan lain sebagainya. Busana
dan asesoris juga mampu memberikan gambaran umum tentang karakter
atau kepribadian dari pelaku cerita. Penggunaan warna kostum sering
kali memiliki motif atau simbol tertentu. Kostum dapat menjadi image
pelaku cerita atau seorang bintang. Kostum yang menjadi image tampak
jelas dalam film-film superhero seperti batman, superman, spiderman,
masing-masing memiliki kostum serta atribut khas yang telah dikenal
luas.
4). Pemain dan Pergerakannya
Banyak hal yang memperngaruhi akting seorang pemain dalam
sebuah film seperti genre, gaya sinematik sineas, bentuk fisik, ras dan
lain-lain.
b). Sinematografi
Sinematografi adalah perlakuan terhadap kamera dan filmnya
serta hubungan kamera dengan objek yang diambil (Pratista, 2008;2).
Daniel Chandler (2000) menjelaskan bahwa televisi dan film
menggunakan konvensi umum tertentu yang sering disebut sebagai 'tata
bahasa' dari media audio visual. Daftar ini mencakup beberapa konvensi
yang paling penting untuk menyampaikan makna melalui teknik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
pengambilan gambar dan teknik editing serta beberapa dari kosakata
khusus produksi film. Teknik pengambilan jarak kamera mempengaruhi
kesan artistik dan suasana yang sesungguhnya sehingga film menjadi
lebih menarik.
Gambar 5. Teknik Pengambilan Jarak Gambar
1). Exstreme Long Shot (XLS)
Menunjukkan semua atau sebagian besar subjek yang cukup
besar (misalnya, orang-orang)
2). Establishing / Long Shot (LS)
menunjukkan gambar diambil pada jarak terjauh dari subjek.
Menekankan latar belakang dan kondisi dari subjek.
3). Medium Long Shot (MLS)
Seorang aktor berdiri, garis bingkai bawah memotong kaki dan
pergelangan kaki. Beberapa film dokumenter dengan tema-tema sosial
dalam shot ini, mereka menjaga situasi sosial, bukan individu sebagai
fokus perhatian.
4). Medium Shot (MS)
Pada shot ini, subjek atau aktor dan setting menempati area
kurang lebih sama dalam frame. Dalam kasus ini, aktor berdiri, frame
bawah melewati pinggang. Ada ruang untuk gerakan tangan untuk
dilihat. Garis bingkai yang lebih rendah melewati dada aktor. Shot ini
yang sering digunakan untuk menggambarkan dua aktor (two shot) atau
dengan three shot.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
5). Close-up (CU)
Sebuah gambar yang menunjukkan bagian yang cukup kecil dari
adegan, seperti wajah karakter dengan sangat rinci sehingga memenuhi
layar.
6). Medium Close Up (MCU)
Sebuah gambar yang memperlihatkan komposisi bahu sampai
kepala.
7). Big Close Up (BCU)
Dahi ke dagu, memfokuskan perhatian pada perasaan seseorang
atau reaksi, dan terkadang digunakan dalam wawancara untuk
menunjukkan orang dalam keadaan kegembiraan, kesedihan atau
sukacita. Dalam wawancara, penggunaan BCU mungkin menekankan
ketegangan diwawancarai dan menyarankan berbohong atau bersalah.
BCU jarang digunakan untuk tokoh publik yang penting; MCU disukai,
kamera memberikan rasa jarak. Perhatikan bahwa dalam budaya barat
ruang dalam jarak sekitar 24 inci (60 cm) umumnya dirasakan sebagai
ruang pribadi.
Berbeda dengan teknik pengambilan jarak, sudut pengambilan
gambar pun memberikan makna yang berbeda pada tiap penonton. Sudut
kamera adalah sudut pandang kamera terhadap obyek yang berada dalam
frame (Pratista, 2008;106). Secara umum, sudut kamera dapat dibagi
menjadi tiga sudut, yakni high angle, straight angle, dan low angle.
Sudut kamera high angle mampu membuat sebuah obyek seolah
tampak lebih kecil, lemah serta terintimidasi. High angle juga biasanya
digunakan untuk memperlihatkan panorama luas serta lanskap sebuah
kota atau pegunungan. Sementara low angle membuat sebuah obyek
seolah tampak lebih besar, dominan, percaya diri, serta kuat. Dengan
demikian gambar merupakan bagian yang terpenting untuk membentuk
suatu tayangan berdurasi. Ada banyak elemen dalam membuat suatu
gambar yang baik, teknik pengambilan suatu gambar akan sangat
menentukan hasil suatu gambar yang baik. Teknik pengambilan suatu
gambar dapat memiliki kode-kode yang mempunyai makna tersendiri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
Kode-kode tersebut menginformasikan hampir seluruh aspek tentang
keberadaan kita dan menyediakan konsep yang bermanfaat bagi analisis
media audio visual. Berbagai elemen terdapat dalam kode, terutama yang
berhubungan dengan bahasa gambar yang biasa dilihat secara lebih
detail. Lebih jelas dapat diperlihatkan melalui tabel berikut.
Tabel 2. Sudut pandang (angle) pengambilan gambar
Penanda (Signifier) Menandakan (Signified)
High angle (bird eye)
Eye-Level angle
Low angel (frog eye)
Dominasi, kekuasaan dan otoritas
Kesejajaran, kesamaan dan sederajat
Didominasi, dikuasi dan kurang
otoritas
Tabel 3. Ukuran gambar (type of shot)
Penanda (Signifier) Menandakan (Signified)
Ekstreme Long Shot
Full Shot
Big Close Up
Close Up
Medium Shot
Long Shot
Kesan luas dan keluarbiasaan
Hubungan Sosial
Emosi, dramatik, moment penting
Intim atau dekat
Hubungan personal dengan subjek
Konteks perbedaan dengan publik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
Tabel 4 Fokus pengambilan gambar (focusing)
Penanda (Signifier) Menandakan (Signified)
Selective focus
Soft Focus
Deep Focus
Meminta perhatian (tertuju pada satu
objek)
Romantis serta nostalgia
Semua unsur adalah penting (melihat
secara keseluruhan objek)
Tabel 5. Pergerakan kamera (camera moving)
Penanda
(Signifier) Definisi
Menandakan
(Signified)
Tilt down
Tilt up
Track in
Fade in
Fade out
Cut
Wipe
Kamera mengarah ke
bawah
Kamera mengarah ke
atas
Kamera bergerak ke
dalam
Gambar kelihatan
pada layar kosong
Gambar di layar
menjadi hilang
Pindah dari gambar
satu ke gambar lain
Gambar terhapus dari
layar
Kekuasaan dan
kewenangan
Kelemahan, pengecilan
Observasi dan fokus
Permulaan gambar
Penutupan
Kebersambungan,
menarik
“penentuan” dan
kesimpulan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
Tabel 6. Pencahayaan (lighting) pengambilan gambar
Penanda (Signifier) Menandakan (Signified)
High Key
Low Key
High Contrast
Low Contrast
Riang dan cerah objek)
Suram dan muram
Dramatikal dan teatrikal
Realistik serta terkesan seperti
dokumenter
Tabel 7. Tipe lensa (focal lenght) pengambilan gambar
Penanda (Signifier) Menandakan (Signified)
Wide Angle
Normal
Telephoto
Dramatis
Normalitas dan keseharian
Tidak personal, voyeuristik
Tabel 8 : Pewarnaan (color temperatur) Pengambilan Gambar
Penanda (Signifier) Menandakan (Signified)
Warm (kuning, orange, merah dan
abu-abu)
Cool (biru dan hijau)
Black and White (hitam dan putih)
Optimisme, harapan, hasrat dan agitasi
Pesimisme, tidak ada harapan
Realisme, aktualisme dan faktual
Sumber: Selby, Keith dan Coedery, Ron.
How to Study Television ,(1995).
Secara visual warna memiliki kekuatan yang mampu
mempengaruhi citra orang yang melihatnya. Masing-masing warna dapat
memberikan respon secara psikologis. Molly E. Holzschlag, seorang
pakar tentang warna, dalam tulisannya Creating Colour Scheme (dalam
Kusrianto, 2007;47) membuat daftar mengenai kemampuan masing-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
masing warna ketika memberikan respon secara psikologis; 1) Merah
bermakna kekuatan, bertenaga, kehangatan, nafsu, cinta, agresifitas dan
bahaya. 2) Biru bermakna kepercayaan, konservatif, keamanan,
teknologi, kebersihan dan perintah. Universitas Sumatera Utara 3) Hijau
bermakna alami, kesehatan, pandangan yang enak, kecemburuan dan
pembaruan. 4) Kuning bermakna optimis, harapan, filosofi,
ketidakjujuran / kecurangan, pengecut dan penghianatan. 5) Ungu
bermakna spiritual, misteri, keagungan, perubahan bentuk, galak dan
arogan. 6) Orange bermakna energi, keseimbangan dan kehangatan. 7)
Coklat bermakna bumi, dapat dipercaya, nyaman dan bertahan. 8) Abu-
abu bermakna intelek, futuristik, modis, kesenduan dan merusak. 9) Putih
bermakna kemurnian/ suci, bersih, kecermatan, innocent (tanpa dosa),
steril dan kematian. 10) Hitam bermakna kekuatan, seksualitas,
kemewahan, kematian, misteri, ketakutan, ketidakbahagiaan dan
keanggunan
c). Editing
Secara sederhana editing adalah transisi gambar (shot) ke
gambar (shot) lainnya. Definisi editing pada tahap produksi adalah proses
pemilihan serta penyambungan gambar-gambar yan telah diambil.
Sementara definisi editing setelah filmnya jadi adalah teknik-teknik yang
digunakan untuk menghubungkan tiap shotnya (Pratista, 2008;123).
Sineas dapat memilih bentuk transisi sesuai tuntutan naratif dan estetik
yang ia inginkan. Transisi shot dalam film umumnya dilakukan dalam
empat bentuk. Pertama dilakukan dengan bentuk cut. Cut merupakan
transisi shot ke shot secara langsung. Kedua adalah wipe. Wipe
merupakan tranmsisi shot dimana frame sebuah shot bergeser ke arah
kiri, kanan, atas, bawah atau lainnnya hingga berganti menjadi sebuah
shot baru (Pratista, 2008;125). Teknik ini biasanya digunakan untuk
perpindahan shot yang terputus waktu .Bentuk transisi selanjutnya
biasanya dilakukan dengan bentuk tidak berselisih jauh (selang beberapa
menit). Dissolves merupakan transisi shot dimana gambar pada shot
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
sebelumnya selama sesaat bertumpuk dengan shot setelahnya. Dissolves
umumnya digunakan untuk perpindahan shot yang terputus waktu secara
signifikan. Bentuk transisi yang terakhir adalah fade. Fade merupakan
transisi shot secara bertahap dimana gambar secara perlahan
intensitasnya bertambah gelap hingga seluruh frame berwarna hitam dan
ketika gambar muncul kembali, shot telah berganti. Seperti halnya
dissolves, fade digunakan untuk perpindahan shot yang terputus waktu
secara signifikan seperti hari, bulan bahkan tahun.
d). Suara
Suara adalah segala hal dalam film yang mampu kita tangkap
melalui indera pendengaran. Suara dalam film secara umum dapat
dikelompokkan menjadi tiga jenis (Pratista, 2008;149) yakni dialog,
musik dan efek suara. Dialog adalah bahasa komunikasi verbal yang
digunakan semua karakter di dalam maupun di luar cerita. Sementara
musik adalah seluruh iringan musik serta lagu dan efek suara adalah
semua suara yang dihasilkan oleh semua obyek yang ada di dalam
maupun di luar cerita.
Ada beberapa aspek dasar yang membentuk kualitas suara yakni
loudness, pitch dan timbre. Loudness menunjukkan kuat-lemahnya suara.
Sineas dapat mengontrol volume suara sesuai dengan kebutuhan serta
tuntutan cerita. Pitch ditentukan oleh frekuensi suara. Semakin rendah
frekuensi mampu menghasilkan getaran yang semakin kuat seperti saat
sebuah tank mendekat, atau suara lengkingan biola yang memiliki
frekuensi sangat tinggi. Timbre dapat pula disebut sebagai warna suara.
Dalam volume serta frekuensi yang sama setiap sumber suara memiliki
warna suara yang berbeda. Dalam seni musik, timbre digunakan untuk
menentukan perbedaan kualitas suara antara tiap jenis instrumen musik.
3. Semiotika Komunikasi Visual
Semiotika visual (visual semiotics) pada dasarnya merupakan
salah sebuah bidang studi semiotika yang secara khusus menaruh minat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
pada penyelidikan terhadap segala jenis makna yang disampaikan
melalui sarana indera lihatan (visual senses). Dalam semiotika
komunikasi visual khususnya pada karya film dan iklan, teks memang
tidak hanya berupa gambar visual, namun juga terbangun atas hadirnya
teks yang berupa bahasa verbal maupun nonverbal yang terangkai dalam
kata-kata/ lisan maupun tulis. Terlebih film dan iklan televisi yang
merupakan karya audio visual yang kaya akan tanda. Sebagai bahasa,
pesan-pesan visual yang disampaikan dalam komunikasi visual adalah
ungkapan ide, dan pesan dari komunikator kepada komunikan yang
dituju melalui simbol berwujud gambar, warna, tulisan, dan lainnya.
Apabila konsisten mengikuti pengertian ini, maka semiotika visual tidak
lagi terbatas pada pengkajian seni rupa (seni lukis, patung, dst),
melainkan juga segala macam tanda visual yang kerap kali atau biasanya
dianggap bukan karya seni. Adapun isu-isu pokok di dalam seniotika
visual, berdasarkan atas pembedaan tiga cabang penyelidikan semiotika
menurut Charles Morris (dalam Budiman 2004:13) dapat diklasifikasikan
setidak-tidaknya ke dalam tiga dimensi, yakni dimensi sintaktik,
semantik dan pragmatik.
a). Dimensi Sintaktik
Persoalan di dalam dimensi sintaktik berkisar pada homologi di
antara bahasa dan gambar/ lukisan Noth (dalam Budiman, 2004;14).
Sebagian pakar semiotika berpendapat bahwa struktur sebuah
representasi visual dapat dipilah ke dalam satuan satuan pembentuknya
yang sedikit-banyak analog dengan sistem kebahasaan, kendati hal ini
tidak sekaligus menunjukkan adanya artikulasi ganda doublé articulation)
yaitu satuan terkecil yang bermakna dan satuan terkecil yang
membedakan makna.
b). Dimensi Semantik dan Pragmatik
Masalah-masalah yang menyangkut dimensi semantik juga
merupakan salah satu isu sentral dalam pendekatan semiotika visual. Hal-
hal yang menjadi pokok perdebatan, antara lain adalah pertanyaan
apakah tanda-tanda visual dicirikan oleh ikonisitas atau justru
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
indeksikalitas dan simbolisitas? Para pakar semiotika mengajukan klaim
bahwa relasi tanda visual dan objeknya bukan bersifat ikonik semata-
mata, melainkan juga simbolik atau bersifat konvensional. Hal ini
dipahami seperti pernyataan Pierce bahwa tanda-tanda yang sempurna
adalah justru tanda-tanda yang mengandung keseimbangan sifat ikonik,
indeksikal, dan simbolik sekaligus.
Pada dasarnya studi desain komunikasi visual mencakup
pencarian pesan dan makna dalam materinya, karena sesungguhnya
semiotika komunikasi visual, seperti halnya studi komunikasi, adalah
proses komunikasi, dan intinya adalah makna. Dengan kata lain,
mempelajari semiotika komunikasi visual adalah mempelajari makna,
darimana asalnya, seperti apa, seberapa besar tujuannya, bagaimanakah
ia memasuki materi media, dan bagaimana ia berkaitan dengan pemikiran
kita sendiri (Sobur 2004;110). Maka dari itu, metode penelitian semiotika
visual semestinya mampu mengungkapkan makna yang terkandung
dalam cabang keilmuan yang memiliki materi pesan komunikasi.
Dari sudut pandang Piliang, penjelajahan semiotika sebagai
metode kajian ke dalam pelbagai cabang keilmuan ini memungkinkan
karena ada kecenderungan untuk memandang pelbagai wacana sosial
sebagai fenomena bahasa. Dengan kata lain, bahasa dijadikan model
dalam pelbagai wacana sosial. Berdasarkan pandangan semiotika, bila
seluruh praktik sosial dapat dianggap sebagai fenomena bahasa, maka
semuanya dapat juga dipandang sebagai tanda. (Tinarbuko, 2008;11)
Desain komunikasi visual sangat akrab dengan kehidupan
manusia. Ia merupakan representasi sosial budaya masyarakat dan salah
satu manifestasi kebudayaan yang berwujud produk dari nilai-nilai yang
berlaku pada waktu tertentu. Ia merupakan kebudayaan yang benar-benar
dihayati, bukan kebudayaan dalam arti sekumpulan sisa bentuk, warna,
dan gerak masa lalu yang kini dikagumi sebagai benda asing terlepas dari
diri manusia yang mengamatinya.
Menurut Widagdo (1993;31) desain komunikasi visual dalam
pengertian modern adalah desain yang dihasilkan dari rasionalitas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
Dilandasi pengetahuan, bersifat rasional, dan pragmatis. Jagad desain
komunikasi visual senantiasa dinamis, penuh gerak, dan perubahan. Hal
itu Karena peradaban dan ilmu pengetahuan modern memungkinkan
lahirnya industrialisasi. Sebagai produk kebudayaan yang terkait dengan
sistem sosial dan ekonomi, desain komunikasi visual juga berhadapan
pada konsekuensi sebagai produk missal dan konsumsi massa. Terkait
dengan itu, Sutanto (2005;15-16) menyatakan desain komunikasi visual
senantiasa berhubungan dengan penampilan rupa yang dapat dicerap
orang banyak dengan pikiran maupun perasaannya. Rupa yang
mengandung pikiran atau makna, karakter serta suasana yang mampu
diciptakan (diraba dan dirasakan) oleh khalayak umum atau terbatas.
Dari sudut pandang Sanyoto (2006;8) desain komunikasi visual memiliki
pengertian secara menyeluruh, yaitu rancangan sarana komunikasi yang
bersifat kasat mata.
4. Unsur Semiotika Komunikasi Visual
Menurut Sumbo Tinarbuko dalam bukunya “Semiotika
Komunikasi Visual”, unsur semiotika dalam desain komunikasi visual
adalah tanda, kode, dan makna.
a. Tanda
Tanda menurut Saussure merupakan kesatuan dari penanda dan
petanda. Walaupun penanda dan petanda tampak sebagai entitas yang
terpisah namun keduanya hanya ada sebagai komponen dari tanda. Little
John (1996;24) mengatakan bahwa tanda adalah basis dari seluruh
komunikasi. Manusia dengan perantara tanda bisa melakukan
komunikasi dengan sesamanya. Tandalah yang merupakan fakta dasar
dari bahasa. Artinya kedua hal dari tanda itu tidak dapat dipisahkan, jika
pemisahan berlaku maka hanyalah akan menghancurkan „kata‟ tersebut.
komunikasi akan menjadi suatu ilmu untuk mengungkapkan pemaknaan
dari tanda yang diciptakan oleh proses komunikasi itu sendiri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
b. Kode
Pada proses praktik bahasa, sebuah pesan yang dikirim kepada
penerima pesan diatur melalui seperangkat konvensi atau kode, yang
didefinisikan Umberto Eco dalam A Theory of Semiotic sebagai “….
Aturan yang menjadikan tanda sebagai tampilan yang konkret dalam
sistem komunikasi”. Fungsi teks-teks yan menunjukkan pada sesuatu
(mengacu pada sesuatu) dilaksanakan berkat sejumlah kaidah, janji, dan
kaidah-kaidah alami yang merupakan dasar dan alasan mengapa tanda-
tanda itu menunjukkan pada isinya. Tanda -tanda ini menurut Jakobson
merupakan sistem yang dinamakan kode.
Kode pertama yang berlaku pada teks-teks ialah kode bahasa
yang digunakan untuk mengutarakan teks yang bersangkutan. Kode
bahasa itu dicantumkan dalam kamus dan tata bahasa. Selain itu, teks-
teks tersusun menurut kode-kode lain yang disebut kode sekunder,
karena bahannya ialah sebuah sistem lambang primer, yaitu bahasa
sedangkan struktur cerita, prinsip-prinsip drama, bentuk argumentasi,
sistem metrik, itu semua merupakan kode-kode sekunder yang digunakan
dalam teks-teks untuk mengalihkan arti.
c. Makna
Saussure menyebut bahwa makna tidak dapat ditemukan pada
unsur itu sendiri, melainkan pada keterkaitan dengan unsur lain. Makna
menurut Shimp (1997;108) adalah tanggapan internal yang dimiliki atau
diacu seseorang terhadap rangsangan dari luar. Makna hadir akibat
adanya suatu rangsang dari luar diri manusia dan pesan dalam
komunikasi merupakan suatu rangsang dari luar. Pesan-pesan tersebut
terdiri dari seperangkat tanda-tanda yang kemudian ditanggapi di dalam
diri manusia dan menghasilkan suatu pemaknaan. Semua makna budaya
diciptakan dengan menggunakan simbol-simbol. Simbol mengacu
pendapat Spradley (dalam Tinarbuko 2008;85) adalah objek atau
peristiwa apapun yang menunjuk pada sesuatu. Semua symbol
melibatkan tiga unsur: pertama, simbol itu sendiri. Kedua, satu rujukan
atau lebih. Ketiga, hubungan antar simbol dengan rujukan. Semuanya itu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
merupakan dasar bagi keseluruhan makna simbolik. Sementara itu,
simbol sendiri meliputi apapun yang kita rasakan atau alami.
Upaya mendayagunakan lambang-lambang visual berangkat dari
premis bahwa bahasa visual memiliki karakteristik yang bersifat khas
bahkan sangat istimewa untuk menimbulkan efek tertentu pada
pengamatnya. Hal demikian ada kalanya sulit dicapai bila diungkapkan
dengan bahasa verbal. Dalam hal bentuk atau visualisainya, desain
komunikasi visual berhadapan dengan sejumlah teknik, alat bahan dan
keterampilan. Ungkapan yang baik, akan lebih bernilai apabila didukung
dengan teknik yang memadai dan ditunjang kepiawaian dalam
mewujudkannya. Untuk mengembangkan pendekatan semiotik atas
budaya modern dibutuhkan teori konotasi. Dalam teori konotasi terdapat
konsep tentang mitos, metafora, dan retorika. Tetapi sistem konotasi
menggunakan denotasi untuk berbicara tentang sesuatu hal lain
(Tinarbuko, 2008;88).
Makna denotatif meliputi hal-hal yang ditunjuk oleh kata-kata,
atau hubungan eksplisit antara tanda dengan referensi atau realitas dalam
penandaan tahap denotatif. Misalnya ada gambar manusia, binatang,
pohon, rumah dengan warna merah, kuning, biru, dan putih. Pada tahap
denotatif hanya informasi data yang disampaikan (Piliang dalam
Tinarbuko, 2008;53). Sedangkan makna konotatif meliputi aspek warna
yang berkaitan dengan perasaan dan emosi serta nilai-nilai kebudayaan
dan sudut pandang suatu kelompok masyarakat, contoh: gambar wajah
tersenyum dapat diartikan suatu kebahagiaan ataupun ekspresi
penghinaan, untuk memahami makna konotatif, maka unsur-unsur yang
lain harus dipahami pula (Tinarbuko, 2008;63)
Visual dapat lebih permanen dari pada bahasa suara yang
bergerak dalam waktu serta lebih mudah dipisahkan dari keadaan
komplesitasnya. Ketiga, bahasa visual mempunyai kesempatan amat kuat
nilai simbolisnya. Banyak orang enggan mengubah namanya kedalam
ejaan baru karena tulisan lebih dianggap sebagai simbol visual
pribadinya, bukan sebagai sistem visualisasi bunyi. Dan kini ada sebuah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
sistem yang dapat mewakili keinginan banyak orang untuk
memvisualisasikan dirinya yaitu dengan menggabungkan unsur visual
dan suara (visualisasi bunyi) yang kita kenal saat ini dengan video
berdurasi (iklan televisi).
Selain kata-kata, unsur rupa sangat berperan dalam kegiatan
berkomunikasi saat ini. Komunikasi visual yang dalam bentuk
kehadirannya seringkali perlu ditunjang dengan suara, pada hakikatnya
adalah suatu bahasa. Tugas utamanya membawa pesan dari seseorang,
lembaga maupun dari kelompok masyarakat tertentu kepada kelompok-
kelompok yang lain. Sebagai bahasa, efektivitas penyampaian pesan
tersebut menjadi pemikiran utama seorang yang ingin menyampaikan
suatu pesan melalui bentuk visualisasi. Komunikasi visual sebagai suatu
sistem pemenuhan kebutuhan manusia di bidang informasi visual melalui
lambang-lambang kasat mata mengalami perkembangan yang sangat
pesat. Hampir di segala sektor kegiatan, lambang-lambang atau simbol-
simbol visual hadir dalam bentuk gambar, sistem tanda, display produk
bahkan dalam membuat iklan yang berdurasi (iklan televisi).
Gambar merupakan salah satu wujud lambang atau bahasa
visual yang didalamnya terkandung struktur rupa seperti: garis, warna,
gerak gambar dan komposisi. Keberadaanya di kelompokkan dalam
kategori bahasa komunikasi verbal dan non verbal. Komunikasi visual
adalah komunikasi menggunakan bahasa visual, di mana unsur dasar
bahasa visual (yang menjadi kekuatan utama dalam penyampaian pesan)
adalah segala sesuatu yang dapat dilihat dan dipakai untuk
menyampaikan arti, makna atau pesan. Metodologi dalam desain
komunikasi merupakan sebuah proses kreatif (Kusrianto, 2007;10). Jadi
komunikasi visual merupakan ilmu yang mempelajari pemaknaan tanda
pada unsur-unsur yang terdapat dalam komunikasi visual.
Teori proses makna dikemukakan oleh Wendell Johnson (dalam
Sobur, 2004;258) yang menawarkan sejumlah implikasi bagi komunikasi
antar manusia, antara lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
1). Makna ada dalam diri manusia. Makna tidak terletak pada kata-kata
melainkan pada manusia. penggunaakan kata-kata tidak secara
sempurna, dan lengkap menggambarkan makna yang dimaksudkan.
Demikian pula, makna yang didapat pendengar dari pesan-pesan
akan sangat berbeda dengan makna yang ingin dikomunikasikan.
Komunikasi adalah proses yang digunakan untuk mereproduksi, di
benak pendengar, apa yang ada dalam benak seseorang Reproduksi
ini hanyalah sebuah proses parsial dan selalu saja bisa salah.
2). Makna berubah. Kata-kata relatif statis. Banyak dari kata-kata yang
digunakan 200 atau 300 tahun yang lalu. Tetapi makna dari kata-
kata ini terus berubah, dan ini khususnya terjadi pada dimensi
emosional dari makna. Bandingkanlah, misalnya, makna dari kata-
kata berikut bertahun-tahun yang lalu dan sekarang, hubungan di
luar nikah, obat, agama, hiburan, dan perkawinan (di Amerika
Serikat, kata-kata ini diterima secara berbeda pada saat-saat ini dan
dimasa-masa yang lalu).
3). Makna membutuhkan acuan. Walaupun tidak semua komunikasi
mengacu pada dunia nyata, komunikasi hanya masuk akal bilamana
ia mempunyai kaitan dengan dunia atau lingkungan eksternal.
Obsesi seorang paranoid yang selalu merasa diawasi dan teraniaya
merupakan contoh makna yang tidak mempunyai acuan yang
memadai.
4). Penyingkatan yang berlebihan akan mengubah makna. Berkaitan
erat dengan gagasan bahwa makna membutuhkan acuan adalah
masalah komunikasi yang timbul akibat penyingkatan berlebihan
tanpa mengaitkannya dengan acuan yang konkret dan dapat
diamati. Bila berbicara tentang cinta, persahabatan, kebahagiaan,
kebaikan, kejahatan, dan konsep-konsep lain yang serupa tanpa
mengaitkannya dengan sesuatu yang spesifik, tidak akan bisa
berbagi makna dengan lawan bicara. Mengatakan kepada seorang
anak untuk “manis” dapat mempunyai banyak makna.
Penyingkatan perlu dikaitkan dengan objek, kejadian, dan perilaku
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
dalam dunia nyata: “berlaku manislah dan bermain sendirilah
sementara ayah memasak”. Bila telah membuat hubungan seperti
ini, akan bisa membagi apa yang dimaksudkan dan tidak
membiarkan keseluruhan tindak komunikasi berubah.
5). Makna tidak terbatas jumlahnya. Pada suatu saat tertentu, jumlah
kata dalam suatu bahasa terbatas. Karena itu kebanyakan kata
mempunyai banyak makna. Ini bisa menimbulkan masalah bila
sebuah kata diartikan berbeda oleh dua orang yang sedang
berkomunikasi. Bila ada keraguan, sebaiknya bertanya dan bukan
membuat asumsi. Ketidaksepakatan akan hilang bila makna yang
diberikan masing-masing pihak diketahui.
6). Makna dikomunikasikan hanya sebagian. Makna yang diperoleh
dari suatu kejadian (event) bersifat multiaspek dan sangat
kompleks, tetapi hanya sebagian saja dari makna-makna ini yang
benar-benar dapat dijelaskan. Banyak dari makna tersebut yang
tetap tinggal dalam benak seseorang. Karenanya, pemahaman yang
sebenarnya pertukaran makna secara sempurna barangkali
merupakan tujuan ideal yang ingin dicapai tetapi tidak pernah
tercapai.
Kaitan teori proses makna ini dengan fokus penelitian adalah
membantu memberikan pemahaman dalam proses pengungkapan makna
pesan tanda verbal dan tanda visual pada video iklan politik versi “Pesan
Ramadhan Jokowi-JK untuk keluarga Indonesia” sehingga makna
pesan dalam tanyangan video iklan politik tersebut dapat dimaknai secara
benar dan tentunya dapat diterima dengan benar pula oleh audiens
(pemirsa).
5. Iklan
Secara normatif, periklanan merupakan salah satu bentuk khusus
komunikasi untuk memenuhi fungsi pemasaran. Iklan adalah bentuk
penyajian pesan yang dilakukan oleh komunikator secara nonpersonal
melalui media untuk ditujukan pada komunikan dengan cara membayar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
(Widyatama, 2005;13). Iklan memberikan informasi dan membujuk
khalayak ramai agar membeli produk-produk yang ditawarkan. Iklan
harus dapat mempengaruhi pemilihan dan keputusan pembeli (Jefkins,
1997;15).
Berkaitan dengan bisnis industrial, iklan menjadi komponen
sangat penting, seperti yang diungkapkan dalam bukunya Kotler
Marketing Insight from A to Z, oleh seorang tokoh yang percaya akan
pentingnya iklan yaitu Steuart Henderson Britt dalam Kotler (2003;3-4),
mengungkapkan, “Berbisnis tanpa memasang iklan sama dengan
mengedipkan mata kepada cewek cantik di dalam gelap gulita. Hanya
kamu seorang yang tahu apa yang kamu lakukan, tanpa orang lain
menyadarinya”. Stephen Leacock menuturkan tentang kekuatan iklan
bahwa, “Bidang periklanan dapat didefinisikan sebagai ilmu untuk
memenjarakan kecerdasan manusia cukup lama untuk mendapat uang
darinya”.
Menurut Suyanto (2003;3) periklanan merupakan penggunaan
media bayaran oleh seorang penjual untuk mengomunikasikan informasi
persuasif tentang produk (ide, barang, jasa) ataupun organisasi sebagai
alat promosi yang kuat. Dari segi isi, menurut Kotler (2003;1) iklan-iklan
hebat tidak hanya kreatif, tapi mampu menjual. Kreativitas semata tidak
cukup. Periklanan harus dapat lebih berperan daripada hanya sekedar
karya seni. Namun bagaimanapun juga seni akan membantu.
Menurut Tinarbuko (2009;Awalan 3), sebagai salah satu
perwujudan kebudayaan massa, iklan tidak hanya bertujuan menawarkan
dan mempengaruhi calon konsumen untuk membeli barang atau jasa.
Iklan juga turut mendedahkan nilai tertentu yang secara terpendam
terdapat di dalamnya. Lebih lanjut Tinarbuko dalam buku “Semiotika
Komunikasi Visual” menjelaskan, iklan hanyalah sekedar “alat pembius”
bagi produsen untuk berburu konsumen. Apakah perburuan itu tepat pada
sasaran bidik, dan apakah sasarannya dapat terbius, barangkali kedua
aspek itulah yang selalu menjadi bahan pertimbangan para produsen
dalam mengolah sebuah iklan. Disisi lain, iklan dalam kajian budaya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
populer, sebagaimana yang disampaikan dalam buku Popular Culture
oleh Srinati (2003;266) Argumen yang disampaikan disini adalah bahwa
dahulu iklan biasanya menyampaikan kepada kita betapa bernilai dan
bermanfaatnya sebuah produk. Namun demikian, kini iklan lebih sedikit
menyampaikan soal produk secara langsung, dan lebih banyak berkutat
dengan menyampaikan atau memparodikan iklan itu sendiri dengan
mengutip iklan-iklan yang lain, dengan mengambil rujukan-rujukan dari
budaya populer maupun dengan secara sadar memperjelas statusnya
sebagai iklan.
Keberadaan tanda di dalam iklan digunakan secara aktif dan
dinamis, sehingga orang tidak lagi membeli produk untuk pemenuhan
kebutuhan (need), melainkan membeli makna-makna simbolik (symbolic
meaning), yang menempatkan konsumer di dalam struktur komunikasi
yang dikonstruksi secara sosial oleh sistem produksi/konsumsi (produser,
marketing, iklan) (Piliang, 2003;287). Dalam implikasinya, iklan
membantu menciptakan sebuah dunia dimana individu menjadi tidak
berdaya secara emosional. Keseluruhan konteks sosial dan signifikasi
sosial iklan mengalami perubahan secara radikal. Kebutuhan akan iklan
menjadi semakin nyata dalam masyarakat konsumen, dimana iklan
menjadi istimewa bagi sirkulasi pesan dan petunjuk sosial tentang
individu dan obyek yang saling mempengaruhi. Salah satu cara yang
digunakan iklan untuk menjual ideologi konsumerisme adalah melalui
fokusnya pada bidang konsumsi dan pada bidang produksi. Iklan
kemudian menciptakan makna-makna, citra-citra dan fantasi atas produk
atau komoditi dan menggunakan pendekatan-pendekatan psikologis
untuk menciptakan kebutuhan-kebutuhan artifisial (Noviani, 2002;16).
Iklan harus dapat menggugah atau menggelitik serta mudah
diingat. Konsep dari iklan harus selalu berkaitan dengan produknya.
Konsep yang dibuat harus dapat disesuaikan dengan berbagai macam
pertimbangan, seperti segmen dan target sasaran yang akan diraih.
Meskipun pada dasarnya tidak dilarang jika iklan yang dibuat tidak
sesuai dengan produk, namun akan muncul suatu kebingungan pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
masyarakat, ambil contoh saja iklan rokok yang kadang melenceng jauh
dari produknya (Madjadikara, 2003;66).
a. Elemen-Elemen Iklan Televisi (Video Iklan)
Beragam elemen biasanya terpadu untuk menciptakan dampak
visual dari iklan televisi (video iklan). Namun elemen seperti audio
visual tidak bisa berdiri sendiri, elemen audio visual harus didampingi
elemen-elemen lain agar dapat menciptakan iklan televisi yang
spektakuler dan efektif. Berikut ini adalah elemen-elemen yang harus ada
dalam iklan televisi (Wells, 1992) :
1) Video, yakni yang menyangkut segala visualisasi yang muncul pada
iklan televisi
2) Audio, merupakan keseluruhan unsur audio yang ditampilkan pada
iklan televisi yang biasanya berupa musik, suara, efek suara, ataupun
yang berupa voice over dari talent yang tampil di iklan ataupun
narator yang tidak kelihatan.
3) Talent, merupakan pemeran ataupun tokoh-tokok yang muncul pada
sebuah iklan di televisi.
4) Promps, merupakan produk yang diiklankan pada iklan televisi.
5) Setting, merupakan lokasi pembuatan iklan televisi
6) Lighting, merupakan efek pencahayaan yang ditampilkan di video
iklan yang digunakan sebagai pelengkap iklan atau mempertegas
suatu adegan yang muncul dalam iklan televisi.
7) Graphics, merupakan keseluruhan efek grafis yang ada pada sebuah
iklan televisi yang dapat berupa tulisan (seperti ilustrasi, desain
ataupun ilustrasi foto.
8) Pacing, merupakan kecepatan dari setiap frame ataupun adegan yang
ditampilkan dalam sebuah iklan ditelevisi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
b. Iklan Politik
Salah satu karakter modernisasi kampanye adalah digunakannya
televisi sebagai medium utama kampanye. Menurut Holtz-Bacha dan
Kaid (2006), televisi digunakan oleh partai politik dan kandidat
setidaknya ada dua cara. Pertama, lewat “cara-cara gratis” melalui
peliputan reguler media terhadap kegiatan partai atau kandidat politik.
Dalam peliputan bebas itu, berlaku prinsip-prinsip seleksi jurnalistik dan
kriteria produksi yang biasa digunakan oleh jurnalis dan pengelola
televisi (Darial, 2009;93). Parpol maupun kandidat dalam posisi ini tidak
dapat mempengaruhi apa yang akan ditampilkan dalam televisi.
Kedua, membayar ke media tersebut karena memasang ”iklan
politik” (political Advertising). Dalam iklan politik, kandidat atau parpol
yang memutuskan bagaimana mereka ditampilkan dihadapan pemilih.
Karena itu, dua bentuk penggunaan media televisi itu (free and paid
media) kerap diistilahkan dengan controlled media dan uncontrolled
media. (Darial, 2009;93). Untuk itulah politisi atau parpol dapat
mengkontrol isi pesan media, namun disisi lain tidak dapat mengontrol
bagaimana media mengemas berita-berita mengenai mereka di televisi.
Iklan dapat diartikan (Kasali, 1992;9) sebagai pesan yang
menawarkan suatu produk yang ditujukan kepada masyarakat lewat suatu
media. dapat dipastikan iklan politik diibaratkan seperti menjual produk,
yaitu politik. Meski demikian iklan politik lewat televisi harus rasional,
tidak jauh dari kenyataan, tidak membangkitkan naluri-naluri bawah
sadar pemirsa, dan tidak menawarkan solusi-solusi instan, seperti
lazimnya iklan produk. ( Mulyana, 1999;85).
Pesan yang terdapat dalam iklan terbentuk dari perpaduan antara
pesan verbal dan nonverbal. Pesan verbal, merupakan kata-kata yang
tersusun dari huruf vokal dan konsonan yang membentuk makna tertentu.
Sedangkan semua pesan yang bukan pesan verbal adalah pesan
nonverbal. Sepanjang bentuk non verbal tersebut mengandung arti, maka
dapat disebut pesan komunikasi (widyatama, 2007;17).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
Sementara itu iklan politik berfungsi menyampaikan pesan
verbal dan visual yang bermuatan politik disusun secara persuasif dan
komunikatif kepada khalayak. Dalam iklan, pesan verbal dan visual agak
riskan untuk dipisahkan. Bila memposisikan sebagai audience, iklan
harus punya pesan verbal dan non verbal yang kredibel. Janjinya masuk
akal, visinya jelas, gambarnya menyentuh dan membuat nyaman calon
pemilih (Tinarbuko, 2009;81)
Iklan politik adalah proses dimana kandidat, partai politik,
individu, dan grup-grup mempromosikan diri dan pandangan mereka
melalui suatu saluran komunikasi massa. Iklan politik biasanya
merupakan suatu bentuk media berbayar dimana promotor atau sponsor
dari kandidat dll tersebut membeli jam tayang untuk mendistribusikan
pesan iklan (Kaid, 2008).
Citra diri merupakan impresi yang menyeluruh dari apa yang
dipikirkan dan diketahui seseorang/sekelompok orang tentang suatu
objek (Kasali, 1992;158). Lebih jelas Kaid dan Holtz-Bacha (dalam
Danial, 2009;93-94) mendefinisikan iklan politik televisi sebagai moving
imege programming that is designed to promote the interest of a given
party or individual. Untuk menekankan soal kontrol politik tadi, mereka
memperluas definisi itu dengan menyodorkan definisi: Any programming
format under the control of the party or candidate end for wich time is
given or purchased. Dengan perkembangan baru di bidang teknologi
komunikasi, mereka kemudian membuat definisi iklan politik yang lebih
luas, yaitu: any controlled message communicated throught any channel
designed to promote the political interest of individuals, parties, groups,
government, or other organization. Definisi terakhir ini tidak saja
menitikberatkan pada aspek kontrol dan promosional dari iklan politik
saja, tetapi juga membuka peluang memasukkan perbedaan iklan politik
dari sisi format dan saluran penyampaian pesan politik.
Iklan kampanye politik di televisi dapat menggunakan berbagai
teknik. Brian McNair (1999;97) menyebutkan delapan kategori,
meskipun tidak saling maniadakan. Teknik tersebut antara lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
1) Iklan primitif : biasanya artifisial, kaku, dan tampak dibuat-buat.
2) Talking heads : dirancang untuk menyoroti isu dan menyampaikan
citra bahwa kandidat mampu menangani isi tersebut dan
melakukannya nanti.
3) Iklan negatif : menyerang kebijakan kandidat atau partai lawan.
4). Iklan konsep : yang dirancang untuk menggambarkan ide-ide besar
dan penting mengenai kandidat.
5). Cinema verite : teknik yang menggunakan situasi informal dan
alami, misalnya dengan menayangkan kandidat yang sedang
berbicara akrab dan spontan dengan rakyat kecil, atau satu sisi
kehidupan pribadi atau keluarganya, atau dunia pekerjaannya.
6). Iklan kesaksian : biasa disebut testimonial, baik dari orang biasa
maupun dari tokoh terkemuka yang dikagumi, baik tokoh politik,
ilmuwan, olahragawan, ataupun artis.
7. Reporter Netral : rangkaian laporan mengenai kandidat atau
lawannya dan memberikan kesempatan kepada pemirsa untuk
memberikan penilaian. Tayangan itu tentu saja tidak netral, Namun
mengandung kesan demikian karena disampaikan naratif.
Perbedaan peran yang dimainkan iklan politik televisi di banyak
negara, menurut Kaid dan Holtz-Bacha (2006), ditentukan oleh sejumlah
variabel sistemik, antara lain sistem politik negara bersangkutan, sistem
sistem pemilunya, dan juga sistem pertelevisiannya. Oleh karena itu
perlunya studi menegenai sistem politik dan pertelevisian, apalagi sistem
pertelevisian nasional dan lokal yang memiliki perbedaan khalayak
penerima pesan.
6. Komunikasi
Komunikasi adalah proses memaknai. Pemaknaan dilakukan
seseorang terhadap informasi, sikap, dan perilaku orang lain yang
berbentuk pengetahuan, pembicaraan, gerak-gerik atau sikap, perilaku
dan perasaan-perasaan sehingga seseorang membuat reaksi terhadap
informasi, sikap, dan perilaku yang pernah dia alami berdasarkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
pengalaman yang dia alami. Komunikasi ini menjadi dasar aktivitas
manusia. Dengan berkomunikasi manusia dapat saling berhubungan satu
sama lain baik dalam kehidupan sehari-hari, dirumah tangga, tempat
pekerjaan dann dimanapun manusia berada. Dalam penelitian ini yang
ditekankan bukanlah komunikasi sebagai proses melainkan komunikasi
sebagai pembangkit makna (the generation of meaning). Tatkala kedua
orang sedang berkomunikasi, syarat yang harus dipenuhi adalah kedua
pihak memahami apa maksud pesan yang diterima oleh masing-masing
pihak, lebih kurang secara akurat.
Menurut Lasswell (dalam Mulyana, 2007;69) cara yang terbaik
untuk menggambarkan komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaan
berikut, “who? says what? in which channel? to whom? with what
effect?”. Model komunikasi Lasswell yang berupa ungkapan verbal tadi
sering diterapkan dalam komunikasi massa. Model tersebut
mengisyaratkan lebih dari satu saluran dapat membawa pesan. Unsur
sumber (source) merangsang pertanyaan untuk pengendali/ pengirim
pesan, sedangkan unsur pesan (says what) merupakan bahan untuk
analisis isi. Saluran komunikasi (in which channel) dikaji dengan analisis
media. Unsur penerima (to whom) dikaitkan dnegan analisis khalayak.
Unsur pengaruh (with what effect) jelas berhubungan dengan studi
mengenai akibat yang ditimbulkan pesan komunikasi massa pada
khalayak pemirsa, pembaca atau pendengar (Nimmo, 2005;148). Dalam
penelitian ini difokuskan untuk meneliti pesan sebuah iklan, dengan
fokus amatan bahasa pesan dalam iklan.
a. Pesan
Pesan (massage) merupakan suatu kumpulan simbol yang terdiri
dari lambang verbal maupun nonverbal. Tanda itu pada umumnya
berbentuk bahasa, tetapi dalam hal-hal tertentu, Lambang-lambang
tersebut dapat diwakilkan dengan cara non bahasa seperti gerak anggota
tubuh, gambar, warna, dan lain sebagainya. Dalam komunikasi, bahasa
disebut sebagai lambang verbal, sedangkan lambang-lambang lainnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
selain bahasa dinamakan lambang non verbal. Melalui unsur verbal dan
visual (nonverbal), diperoleh dua tingkatan makna, yakni makna
denotatif yang didapat pada semiosis tingkat pertama dan makna
konotatif yang didapat dari semiosis tingkat berikutnya. Pendekatan
semiotik terletak pada tingkat kedua atau pada tingkat signified, makna
pesan dapat dipahami secara utuh (Barthes, 1998;172-173). Pesan di
dalam video iklan politik versi “pesan Ramadhan Jokowi-JK untuk
keluarga Indonesia” disampaikan melalui lambang verbal maupun tanda
non verbal.
b. Verbal
Simbol atau pesan verbal adalah semua jenis simbol yang
menggunakan satu kata atau lebih. Bahasa dapat juga dianggap sebagai
sistem kode verbal (Mulyana, 2005). Lambang verbal atau biasa disebut
dengan komunikasi dengan bahasa (linguist) merupakan cara komunikasi
yang mendasar pada setiap manusia. Ketika seseorang berbicara secara
lisan, maka ia menggunakan bahasa sebagai lambang verbal atau pada
saat seseorang sedang menggunakan tulisan, ia juga
menggunakan bahasa sebagai lambang verbal. Lambang verbal adalah
cara komunikasi yang secara sederhana bisa diucapkan (dilafalkan) atau
ditulis. Dalam tayangan video iklan politik versi “pesan Ramadhan
Jokowi-JK untuk keluarga Indonesia” lambang verbal terdapat dalam
narasi (voice over)
c. Nonverbal
Komunikasi nonverbal dilangsungkan melalui kode-kode
presentasional seperti gestur, gerak mata, atau sifat suara. Menurut Fiske
(2011;94), Komunikasi nonverbal memiliki dua fungsi diantaranya yang
pertama untuk menyampaikan informasi indeksikal. Ini merupakan
informasi tentang pembicara dan situasinya sehingga pendengar
mengetahui identitas, emosi, sikap posisi sosial dan seterusnya dari
pembicara. Fungsi kedua, manajemen interaksi. Kode-kode digunakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
untuk mengelola relasi yang dibentuk encoder dengan pihak lain. Secara
sederhana pesan nonverbal adalah semua isyarat yang bukan kata-kata.
Menurut Larry A.Samovar dan Richard E. Porter (dalam Mulyana,
2007;343), komunikasi nonverbal mencakup semua rangsangan (kecuali
rangsangan verbal) dalam suatu setting komunikasi yang dihasilkan
individu dan pengguna lingkungan oleh individu yang mempunyai nilai
pesan potensial bagi pengirim atau penerima. Pesan-pesan nonverbal
sangat berpengaruh dalam komunikasi. Sebagaimana kata-kata,
kebanyakan isyarat nonverbal juga tidak universal, melainkan terikat
oleh budaya, jadi dipelajari bukan bawaan.
Tubuh manusia merupakan transmitter utama kode-kode
presentasional. Argyle (dalam Fiske, 2011;95) menyusun daftar 10 kode
yang menunjukkan makna-makna yang dibawanya.
1) Kontak tubuh. Orang yang kita sentuh dan tempat dan waktu
menyentuhnya bisa menyampaikan pesan-pesan penting
tentang relasi. Hal yang menarik, kode dan jarak (kedekatan)
adalah salah satu yang beragam pada berbagai kebudayaan.
Orang inggris saling menyentuh satu sama lain lebih sering
dibandingkan dengan kebanyakan orang dari kebudayaan lain.
2) Proximity. Seberapa dekat kita mendekati seseorang dapat
memberikan pesan tentang relasi kita. Jarak dalam lingkaran 3
kaki adalah intim, lebih dari itu sampai 8 kaki personal; lebih
dari 8 kaki semi publik dan seterusnya. Jarak yang sebenarnya
akan berbeda dari satu budaya ke budaya lain.
3) Orientasi. Bagaimana posisi kita terhadap orang lain adalah
cara lain untuk mengirimkan pesan tentang relasi. Menghadap
langsung pada wajah seseorang dapat menunjukkan baik
keakraban maupun agresi, posisi 900 pada orang lain
menunjukkan sikap kooperatif dan seterusnya.
4) Penampilan. Penampilan digunakan untuk mengirimkan pesan
tentang kepribadian dan status sosial.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
5) Anggukan kepala. Satu anggukan berarti mengizinkan orang
lain untuk berbicara, anggukan cepat mungkin menunjukkan
keinginan untuk berbicara.
6) Ekspresi wajah. Ini bisa dibagi ke dalam sub-sub kode posisi
alis, bentuk mata, bentuk mulut, bentuk hidung. Hal yang
menarik ekspresi wajah menunjukkan kurang bervariasi secara
lintas kultural dibandingkan dengan kode-kode presentasional
lainnya.
7) Gesture atau kinesik. Lengan dan tangan adalah transmitter
utama gesture, meski gesture kaki dan kepala juga penting.
8) Postur. Cara kita duduk, berdiri atau berselonjor bisa
mengkomunikasikan secara terbatas, tetapi menarik tentang
pemaknaan. Hal yang menarik, dan mungkin mengejutkan
postur kurang terkontrol dengan baik dibandingkan dengan
ekspresi wajah. Kecemasan yang tak terlihat dengan baik lewat
wajah mungkin memberi jalan untuk ditunjukkan dengan
postur.
9) Gerak mata/kontak mata. Kapan, seberapa sering dan berapa
lama kita bertatap dengan orang lain merupakan cara yang
amat penting menyampaikan pesan tentang relasi khususnya
seberapa dominan atau bersahabat kita menginginkan relasi
yang terbangun itu.
10) Aspek nonverbal percakapan. Hal ini terbagi ke dalam dua
kategori:
a. Kode-kode prosodic yang mempengaruhi pemaknaan kata-kata
yang digunakan. Nada suara dan penekanan menjadi kode
utama disini.
b. Kode-kode paralinguistik yang mengkomunikasikan informasi
tentang pembicara. Irama, volume, aksen, salah ucap dan
kecepatan bicara menunjukkan kondisi emosi, kepribadian,
kelas, status sosial, cara memandang pendengar dan seterusnya
dari pembicara.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
B. Penelitian yang Relevan
Data di dalam penelitian ini, akan dilengkapi dengan berbagai
macam penelitian terdahulu yang dianggap mampu digunakan sebagai
bentuk laporan berkaitan dengan originalitas ide penelitian. Kelengkapan
data diharapkan didapatkan melalui buku-buku, tesis, makalah ilmiah
pada berbagai jurnal, dan literatur lain sebagainya.
Tabel 9. Penelitian Terdahulu (Rizky Rachdian S, 2012)
Uraian Peneliti
Rizky Rachdian S
Literature
Tesis (2012) Manajemen Komunikasi
Pemasaran, Program Pascasarjana Universitas
Indonesia.
Sumber / Universitas Universita Indonesia
Judul Penelitian Indonesia, Nasionalisme, dan Iklan (Analisis
resepsi tiga iklan televisi dengan tema ke-
Indonesian).
Metode Penelitian Kualitatif
Hasil Penelitian
Menghasilkan posisi pemaknaan terhadap
fenomena iklan dengan tema ke-Indonesiaan,
terutama iklan Djarum Super edisi “Great
Adventure”, iklan Kopi Kapal Api edisi
“Secangkir Semangat Indonesia”, dan iklan
Nutrisari edisi “Heritage”,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
Perbedaan
-Perbedaannya terletak pada obyek kajian dan
teori.
Obyek : TVC (tv comercial)
Teori : Teori resepsi (manajemen
komunikasi)
-Sedangkan pada penelitian berjudul: Makna
pesan pada video iklan politik versi “Pesan
Ramadhan Jokowi-JK untuk keluarga
Indonesia”. objek kajiannya adalah iklan video
politik dengan menggunakan teori semiotika
untuk mengungkap makna melalui unsur
naratif dan senematik.
Tabel 10. Penelitian Terdahulu (Elara Karla N, 2014)
Uraian Peneliti
Elara Karla N
Literature Tesis (2014) Program Pascasarjana Pengkajian
Seni
Sumber / Universitas Institut Seni Indonesia Surakarta
Judul Penelitian Mitos tembang “ Tembang durma kuntilanak
dalam film horor kuntilanak”
Metode Penelitian Kualitatif
Hasil Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif
yang berpijak pada paradigma semiotika film
Christian Metz, untuk menganalisis tanda dan
mendapatkan makna audio visual yang
merepresentasikan tembang “Durma
Kuntilanak pada film Kuntilanak”. Selain itu,
penelitian ini bertujuan untuk memahami
proses penciptaan dan pengolahan gagasan
yang menjadikan
tradisi sebagai realitas film.
Perbedaan
-Perbedaannya terletak pada obyek kajian dan
teori.
Obyek : fim horor
Teori : semiotika film Metz
Tujuan : mengungkap mitos dibalik tembang
“Durma Kuntilanak” pada film “Kuntilanak”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
-Sedangkan pada penelitian berjudul: Makna
pesan pada video iklan politik versi “Pesan
Ramadhan Jokowi-JK untuk keluarga
Indonesia”.
Obyek : Video Iklan Politik
Teori : semiotika Saussure & R. Barthes
Tujuan : mengungkap makna pesan dalam
tanda verbal dan visual.
Tabel 11. Penelitian Terdahulu (Fajar Aji, 2014)
Uraian Peneliti
Fajar Aji
Literature Tesis (2014) Program Pascasarjana Pengkajian
Seni
Sumber / Universitas Institut Seni Indonesia Surakarta
Judul Penelitian Struktur dramatik film “Nagabonar
Jadi2”
Metode Penelitian Kualitatif
Hasil Penelitian
Penelitian ini Menjelaskan keberadaan film
Nagabonar Jadi 2 di Indonesia pada tahun
2007 dan Menguraikan struktur dramatik film
Nagabonar Jadi 2.
Perbedaan
Sama dengan penelitian milik Karla (2014),
penelitian ini juga masih mengunakan film
fiksi sebagai objek kajiannya, yang mem-
bedakan teori dan tujuannya.
Tujuan : struktur dramatik film dan kedudukan
estetika dalam film tersebut.
Sedangkan pada penelitian berjudul: Makna
pesan pada video iklan politik versi “Pesan
Ramadhan Jokowi-JK untuk keluarga
Indonesia”.
Obyek Teori dan Tujuan : fokus pada makna
pesan yang terdapat dalam tanda verbal dan
visual.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
Tabel 12. Penelitian Terdahulu (Nidya Fitri, 2011)
Uraian
Peneliti
NIDYA FITRI
BP. 07217001
Literature Tesis (2011). Program Pascasarjana Studi
Lingustik.
Sumber / Universitas Universitas Andalas Padang
Judul Penelitian Eksplorasi dan Signifikasi tanda dalam iklan
rokok “A mild”
Metode Penelitian Kualitatif
Hasil Penelitian
Iklan rokok “A Mild” ini ditemukan beberapa
makna, yaitu; pertama, makna kedustaan
berasal dari tanda dusta. Kedua, makna
kepalsuan berasal dari tanda palsu yang
mengalami pereduksian realitas penanda,
petanda, dan tidak memiliki makna sebenarnya
namun palsu. Ketiga, makna ekstrim berasal
dari tanda ekstrim yang menimbulkan efek
melampui batas dalam pikiran pembaca atau
penonton, kemudian berubah menjadi mitos
dan makna ideologi. Keempat, hiperrealitas
merupakan makna yang kehilangan kontak
dengan tanda yang direpresentasikannya.
Selain itu, ditemukan dua penanda kunci
dalam iklan rokok “A Mild”, yaitu (tulisan
“Bukan Basa-Basi” dan “Go Ahead”) dan
delapan belas petanda yang berbeda
diwujudkan melalui bahasa verbal dan bahasa
nonverbal.
Perbedaan
Kajian penelitian Fitri berada pada ranah
linguistik, Fokus penelitian ini hanya mengkaji
pada teks bahasa dengan obyek penelitiannya
berupa iklan cetak (print ad). yang terbatas
pada penanda dan petanda saja.
Sedangkan pada penelitian berjudul: Makna
pesan pada video iklan politik versi “Pesan
Ramadhan Jokowi-JK untuk keluarga
Indonesia”. Obyek penelitiannya menggunakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
iklan video, penelitian ini lebih jauh
pembahasanya tidak hanya terbatas pada
mengungkapkan bentuk penanda dan petanda.
namun sampai tahap pemaknaan tanda
(signifikasi). dengan mengidentifikasi tanda
verbal,visual yang terdapa pada isi video iklan
Tabel 13. Penelitian Terdahulu (I Wayan Mulyawan, 2008)
Uraian Peneliti
I Wayan Mulyawan
Literature
Jurnal Linguistika. Vol. 15, No. 28, Maret
2008. Akreditasi Nomor: 007/BAN PT/Ak-
V/S2/VIII/2006
Sumber / Universitas Universitas Udayana
Judul Penelitian Makna dan pesan iklan media
cetak. Kajian Hipersemiotika
Metode Penelitian Kualitatif
Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini bahwa makna dan pesan
sebuah iklan menunjukkan niat terselubung
dari iklan tersebut, yaitu dengan munculnya
berbagai bentuk persuasif agar produk tersebut
mau dibeli oleh konsumen. Kebanyakan
makna dan pesan tersebut disampaikan melalui
unsur nonverbal, sebab unsur nonverbal lebih
mampu bersifat persuasif dan lebih mudah
diingat oleh konsumen daripada unsur verbal
(terutama dalam hal mengingat/menghafal
tulisan/teks). Dalam hal ini unsur verbal hanya
bersifat sebagai pendukung dan penegas dari
apa yang terlihat pada unsur nonverbal.
Perbedaan
Temuan penelitian Mulyawan mengarah pada
unsur nonverbal sangat berpengaruh pada
kesuksesan iklan dalam menyampaikan pesan.
Sedangkan pada penelitian berjudul: Makna
pesan pada video iklan politik versi “Pesan
Ramadhan Jokowi-JK untuk keluarga
Indonesia”, menunjukkan bahwa unsur verbal
dan non verbal merupakan satu kesatuan tanda
yang satu sama lain saling menguatkan,
memperjelas, menegaskan dalam penyampaian
pesan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
Tabel 14. Penelitian Terdahulu (Deddi Duto Hartanto, 1999)
Uraian Peneliti
Deddi Duto Hartanto
Literature Jurnal Nirmana Vol. 1, No. 2, Juli 1999 : 79 -
94
Sumber / Universitas Universitas Kristen Petra
Judul Penelitian Peranan Keyword (kata kunci) dalam iklan
Metode Penelitian Kualitatif
Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini mengungkap bahwa keyword dalam iklan membantu konsumen
mengingat produk atau merek yang dipasarkan
Tampilan iklan menggunakan keyword sebagai
salah satu pesan yang disampaikan mempunyai
tujuan agar iklan tersebut mulai diperhatikan
(attention), diingat (awareness), dipahami
(comprehention), tertarik (interest), keyakinan
(desire), dan akhirnya diharapkan ada tindakan
(action).
Perbedaan
Penelitian Hartanto lebih fokus pada mengalisa
keyword dalam iklan, sebagaimana di ketahui
bahwa keyword adalah unsur verbal dalam
sebuah iklan. dari sekian banyak iklan yang di
analisa, iklan seperti; permen Kino versi
“Permen Kino gantinya permen kopi”, iklan
honda versi “Bagaimanapun Honda lebih
unggul”, iklan sanaflu versi "Belum tahu
dia…", merupakan sebagian iklan yang berhasil
dengan keyword-nya pada masa itu.
Jika hartanto dalam penelitiannya fokus pada
unsur verbal yang berupa kata kunci (keyword)
dalam iklan video / TVC (television
commercial) penelitian berjudul: Makna pesan
pada video iklan politik versi “Pesan
Ramadhan Jokowi-JK untuk keluarga
Indonesia”. berfokus pada unsur-unsur verbal
dan visual dalam menyampaikan pesan iklan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
Tabel 15. Penelitian Terdahulu (Muslikh Madiyant, 2003)
Uraian Peneliti
Muslikh Madiyant
Literature Jurnal Humaniora Vol 15 No. 2 Juni 2003
Halaman 163 - 171
Sumber / Universitas Universitas Gadjah Mada
Judul Penelitian Sinemasastra: Mencari bahasa didalam teks
visual
Metode Penelitian Kualitatif
Hasil Penelitian
Secara ringkas Madiyant dalam penelitian ini
mengatakan bahwa teks-teks normatif tersebut
menciptakan dinamika di ranah sinematografi
sebagai kelaziman soal jika diingat teks
merupakan bagian tak terpisahkan darinya.
Semiolinguistik sinema dalam kasus ini tidak
menjadi substitusi teks-teks normatif tersebut.
Semiolinguistik adalah hal lain, yakni
menempatkan dirinya di ruang lain, yakni di
luar ranah sinematografi karena ruang di-
siplinnya memang berbeda. Di sisi lain, relasi
antara pendekatan linguistik dengan studi
bahasa sinematografi terbilang amat terlambat
jika ditilik dari perkembangan linguistik yang
sudah merangsek ke seluruh bidang. Satu hal
lain yang harus dicatat, semua pendekatan
sinema yang berbasis linguistik secara de facto
bukanlah semiolinguistik.
Perbedaan
Penelitian Madiyant lebih pada kajian
lingustik. lazim jika pada penelitiannya
menyebutkan bahwa Semiolinguistik berada di
ruang lain, yakni di luar ranah sinematografi
karena ruang disiplinnya memang berbeda
kesamaan yang di temukan yaitu penelitian ini
mencoba membongkar teks-teks normatif
film.sedangkan penelitian berjudul: Makna
pesan pada video iklan politik versi “Pesan
Ramadhan Jokowi-JK untuk keluarga
Indonesia”. konsisten pada pengungkapan
makna yang tersimpan pada tanda verbal dan
visual dengan pen-dekatan semiotika dengan
melibatkan unsur-unsur pembentukan film
yaitu unsur naratif dan unsur sinematografis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
C. Kerangka Berpikir
Penelitian ini merupakan sebuah upaya pengamatan dan
pembacaan karya seni audio visual (video iklan). Pendekatan penelitian
kualitatif dalam penelitian ini menggunakan pendekatan analisis semiotika
(semiotic analysis) Rolands Barthes untuk membantu mengkaji dan
menjawab permasalahan tentang pembacaan tanda verbal dan visual yang
terkandung dalam iklan politik, seperti yang sudah dipaparkan pada
perumusan masalah.
Gambar 6. Skema Kerangka Berpikir
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Paradigma Penelitian
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode
kualitatif, penelitian kualitatif dimaksudkan sebagai jenis penelitian yang
temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk
hitungan lainnya (Strauss dan Corbin, 2007;4), meskipun dijelaskan juga
bahwa model penelitian kuantitatif dapat digabungkan dengan penelitian
kualitatif. Dalam melakukan sebuah penelitian, data sangat diperlukan
untuk memperkuat deskripsi subjek yang diteliti, dan teknik-teknik
pengumpulan data untuk mendukung penelitian yang dilakukan.
Senn dalam Nyoman Kutha Ratna (2010;41) mendefinisikan
metode merupakan cara-cara untuk mengetahui sesuatu, sedangkan
metodologi adalah analisis untuk memahami berbagai aturan, prosedur
dalam metode tersebut. Dalam analisisnya Rohidi (2011;48) sebagaimana
juga dalam penelitian kualitatif pada umumnya penelitian seni memang
berfokus pada cipta seni tetapi penguraiannya menggunakan kata-kata
tentang kandungan intraestetik dan ekstraestetik.
Penelitian kualitatif ini menggunakan metode analisis semiotik
dengan pendekatan teori semiotika Roland Barthes. Tanda merupakan
sesuatu yang bersifat fisik, bisa dipersepsi indra kita dan bergantung pada
pengenalan oleh penggunanya sehingga bisa disebut tanda (Fiske,
2011;61) untuk menjelaskan masalah yang dikaji dibutuhkan metode
untuk mengumpulkan data, yang kemudian dianalisis secara
komprehensif, dan berikut adalah langkah-langkah yang akan ditempuh.
B. Teknik Pengumpulan Data
Menurut Lofland (dalam Moleong, 2007;157) sumber data
utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata, dan tindakan,
selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.
Proses penelitian dengan metode kualitatif tersebut tentu
membutuhkan teknik pengumpulan data untuk mendukung penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
yang dilakukan. Rohidi (2011;180) dalam bukunya Metodologi
Penelitian Seni.
Dalam memperoleh data seni dan pendidikan seni ada tiga aspek
yang mendasar dari pengalaman-pengalaman manusia yang
harus diperhatikan, yaitu: (1) karya seni yang dicipta atau
diapresiasi, (2) apa yang diketahui oleh orang atau mereka yang
terlibat dalam kegiatan seni, dan (3) apa yang dilakukan mereka
dalam peristiwa dan lingkungan pada satu masa dan tempat
tertentu.
1. Sumber data
Tabel 16. Tema Video Iklan Politik “ Jokowi For President ”
No Video Iklan Politik “ Jokowi For President ”
1.
2.
Judul : “Coblos No 4, Jangan Golput !”
Judul : “Indonesia Hebat !” versi: Mandat Megawati, JKW for
President.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
3.
Judul : “Indonesia Hebat !” versi: Coblos No 4 PDI Perjuangan.
Tabel 17. Tema Video Iklan Politik “ Jokowi Adalah Kita ”
No Video Iklan Politik “ Jokowi Adalah Kita ”
1.
2.
Judul : “Jokowi adalah kita” versi : Jokowi dan Si Kabayan.
Judul : “Jokowi adalah kita” versi : Wujudkan mimpi bersama.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
3.
4.
5.
6.
Judul : “Jokowi adalah kita” versi: Permintaan rakyat.
Judul : “Jokowi adalah kita” versi: Suara rakyat Indonesia.
Judul : “Jokowi adalah kita” versi: Siapkah kita dipimpin menjadi
bersih?.
Judul : “Jokowi adalah kita” versi: Testimoni Alwi Shihab dan Anis
Baswedan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
7.
Judul : “Jokowi adalah kita” versi: Pesan Ramadhan Jokowi-JK untuk
keluarga Indonesia .
8.
9.
10.
Judul : “Jokowi adalah kita” versi Testimoni artis Ibukota.
Judul : “Jokowi adalah kita” versi Slank dan artis Ibukota.
Judul : “Jokowi adalah kita” versi: Ibunda Jokowi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
11
12.
13
14
Judul : “Jokowi adalah kita” versi: Nonton World Cup.
Judul : “Jokowi adalah kita” versi: Panduan Mencoblos.
Judul : “Jokowi adalah kita” versi: Pemimpin yang lahir dari Rakyat.
Judul : “Jokowi adalah kita” versi: Parodi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
2. Data Primer
Genre TVC (Televisi commercial)
Durasi 01.30
Audio
a. narasi (voice over)
b. efek suara (ambience)
c. suara latar (back sound)
Presentasi
visual 2 D
Warna Berwarna (monocromatic)
Format tayang Full HD layar lebar 9:16
Bahasa Indonesia (non subtitle)
Segment Domestik
Tujuan Iklan kampanye
3. Data Sekunder
Sumber pustaka yang digunakan pada penelitian ini berupa buku,
tesis, jurnal, artikel, serta sumber elektronik berupa berbagai informasi
dari internet, antara lain buku-buku yang memuat teori semiotika, dan
buku-buku yang memberikan penjelasan mengenai makna, tanda, pesan
dan paradigma film, periklanan dan media. Tidak hanya itu, sumber
pustaka juga berupa penelitian dan/atau karya tulis ilmiah yang pernah
ada terkait dengan kajian film, dan semiotika, selain jurnal-jurnal ilmiah.
Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini ada
tiga, yaitu: pengamatan dan transkripsi, studi pustaka, serta wawancara.
Penggunaan ketiga teknik pengumpulan data tersebut untuk mendukung
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
dan saling melengkapi, guna menjawab rumusan masalah dalam
penelitian ini.
a). Pengamatan dan Transkripsi
Proses pengumpulan data menggunakan teknik ini dilakukan
dengan mengamati video iklan politik versi “Pesan Ramadhan Jokowi-JK
untuk keluarga Indonesia”, kemudian pembacaan tanda dan tafsir makna
difokuskan pada scene yang memuat shot-shot. Adapun cara-cara yang
dilakukan adalah sebagai berikut:
1) Mencermati video iklan politik versi “Pesan Ramadhan Jokowi-
JK untuk keluarga Indonesia” dan mengklasifikasikan shot-shot
dari pemecahan scene yang memuat peristiwa. Kemudian
menonton adegan yang sudah dipilih secara berulang-ulang, untuk
membaca tanda-tanda melalui setiap partikel gambar dan suara.
2) Menuliskan transkrip tanda-tanda, dan melakukan tafsir makna
pesan yang diciptakan dan disajikan kepada khayalak.
b). Studi Pustaka
Studi pustaka dilakukan dari buku-buku film, jurnal ilmiah,
penelitian film dan budaya sebagai referensi, untuk mendapatkan data
tentang segala macam informasi mengenai semiotika, film, desain
komunikasi visual baik jurnal internasional maupun jurnal nasional.
hingga data atau informasi lain seputar penelitian ini.
c). Wawancara
Pentingnya wawancara dalam penelitian kualitatif sangat
dibutuhkan, untuk mendapatkan data yang bersifat empiris. Jenis
wawancara yang digunakan untuk memperoleh data adalah menggunakan
dua metode, yaitu personal interviews dengan cara memberikan
pertanyaan-pertanyaan secara langsung face-to-face (Kothari, 2004;97),
berikutnya adalah email interview yang hampir sama dengan telephone
interviews, metode wawancara ini dilakukan melalui surat elektronik
langsung tertuju ke alamat e-mail interview.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
C. Teknik Keabsahan Data
Validitas merupakan keabsahan data dimana setiap keadaan
harus memenuhi (Moleong, 2007;320):
1. Mendemonstrasikan nilai yang benar
2. Menyediakan dasar agar hal itu dapat diterangkan
3. Memperbolehkan keputusan luar yang dapat dibuat tentang
konsistensi dari prosedurnya dan kenetralan dari temuan dan keputusan
keputusannya Teknik pemeriksaan keabsahan data yang akan digunakan
pada penelitian ini adalah :
1). Triangulasi
Kegiatan triangulasi akan dilakukan melalui triangulasi sumber
yang berarti membandingkan dan memeriksa kembali derajat
kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang
berbeda dalam penelitian kualitatif (Patton dalam Moleong, 2007;330).
Peneliti akan membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil
wawancara dan membandingkan apa yang dikatakan di depan umum
dengan apa yang dikatakan secara pribadi. penelitian-penelitian yang
menjadi pembanding adalah penelitian yang berhubungan dengan iklan
dan kajian semiotika sehingga mendapatkan informasi dari pakar
periklanan dan budayawan serta aktifis film.
2). Pemeriksaan sejawat melalui diskusi
Teknik ini dilakukan dengan cara mengekspos hasil sementara
atau hasil akhir yang diperoleh dalam bentuk diskusi dengan rekan-rekan
sejawat (Moleong, 2007;332).
D. Teknik Analisis Data
Inti analisis data kualitatif terletak pada tiga proses yang
berkaitan, yaitu: mendeskripsikan fenomena, mengklasifikasikannya, dan
melihat bagaimana konsep-konsep yang muncul itu satu dengan yang
lainnya berkaitan (Moleong, 2007;289).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
1) Reduksi Data
Penyeleksian data difokuskan pada korpus data dalam proses
penciptaan realitas film yang memuat tradisi dan penyajiannya.
Pemfokusan dan abstraksi kemudian mengarah pada konsep video iklan
politik versi “Pesan Ramadhan Jokowi-JK untuk keluarga Indonesia”.
Reduksi data kemudian dilakukan dengan cara menyesuaikan data yang
diperoleh dari wawancara dan transkripsi dengan konteks video iklan
politik versi “Pesan Ramadhan Jokowi-JK untuk keluarga Indonesia”,
dan merelevansinya dengan beberapa literatur atau sumber tertulis
lainnya.
2) Sajian Data
Sebagai komponen analisis kedua, sajian data merupakan suatu
rakitan organisasi informasi, deskripsi dalam bentuk narasi lengkap yang
kemudian dapat ditarik kesimpulan. Sajian data penelitian kemudian
diolah bersama gambar dan suara untuk menjadikan video iklan politik
versi “Pesan Ramadhan Jokowi-JK untuk keluarga Indonesia” utuh
sebagai media untuk menyajikan sebuah makna pesan. Data-data tersebut
kemudian disusun dan disajikan menggunakan kalimat serta bahasa
secara logis dan sistematis. Selain dalam bentuk narasi kalimat, disajikan
juga berbagai jenis gambar, skema, dan atau tabel; antara lain skema
penelitian, data teknis video iklan politik versi “Pesan Ramadhan
Jokowi-JK untuk keluarga Indonesia”, gambar rangkaian cerita.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Profil Joko Widodo
Suhu pencapresan Jokowi sudah tak terbendung lagi dan mulai
memanas. Semua lembaga survei menjagokan Jokowi. Elektabilitas
Jokowi semakin melejit tak terbendung. Dukungan dari seluruh pelosok
daerah terus mengalir. Megawati Soekarno Putri pun sudah merasakan
getaran ini. Ketenaran Jokowi bukan tanpa sebab. Pencitraan Jokowi
bukan hanya karena pemberitaan media yang setiap saat menyorotinya.
Tapi memang prestasi Jokowi yang kian hari kian menjulang. Saat masih
menjadi Walikota Solo sampai menjadi Gubernur DKI, banyak prestasi
keberhasilan yang ditorehkan oleh Jokowi. Tak salah rakyat tertarik
mempunyai presiden seorang Jokowi.
Ir. H. Joko Widodo atau yang akrab disapa Jokowi lahir di
Surakarta, Jawa Tengah, 21 Juni 1961, umur 53 tahun adalah Presiden
Indonesia ke-7 yang menjabat sejak 20 Oktober 2014. Ia terpilih bersama
Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla dalam pemilu presiden 2014.
Jokowi pernah menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta sejak 15 Oktober
2012 hingga 16 Oktober 2014 didampingi Basuki Tjahaja Purnama
sebagai wakil gubernur dan Walikota Surakarta (Solo) sejak 28 Juli 2005
sampai 1 Oktober 2012 didampingi F.X. Hadi Rudyatmo sebagai wakil
walikota. Dua tahun sementara menjalani periode keduanya di Solo,
Jokowi ditunjuk oleh partainya, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
(PDIP) untuk memasuki pemilihan Gubernur DKI Jakarta bersama
dengan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Walaupun rumahnya pernah digusur sebanyak tiga kali saat
masa kecil, ia mampu diterima di Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah
Mada dan setelah lulus berhasil menjadi pengusaha mebel. Setelah itu,
karier politiknya dimulai dengan menjadi Walikota Surakarta pada tahun
2005. Namanya mulai dikenal setelah dianggap berhasil mengubah wajah
kota Surakarta menjadi kota pariwisata, budaya, dan batik. Pada tanggal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
20 September 2012, Jokowi berhasil memenangkan pilkada Jakarta 2012,
dan kemenangannya dianggap mencerminkan dukungan populer untuk
seorang pemimpin yang "baru" dan "bersih", meskipun umurnya sudah
lebih dari lima puluh tahun.
Semenjak terpilih sebagai gubernur, popularitasnya terus
melambung tinggi dan ia terus menjadi sorotan media. Akibatnya,
muncul wacana untuk menjadikannya calon presiden untuk pemilihan
umum presiden Indonesia 2014. Ditambah lagi, hasil survei
menunjukkan bahwa nama Jokowi terus diunggulkan. Pada awalnya,
Ketua Umum PDI-P, Megawati Soekarnoputri menyatakan bahwa ia
tidak akan mengumumkan calon presiden PDI-P sampai setelah
pemilihan umum legislatif 9 April 2014. Namun, pada tanggal 14 Maret
2014, Jokowi telah menerima mandat dari Megawati untuk maju sebagai
calon presiden dari PDI-P, tiga minggu sebelum pemilihan umum
legislatif dan dua hari sebelum kampanye.
2. Jokowi Dalam Video Iklan Politik
Jokowi sendiri memang memiliki kisah hidup yang menarik.
Sejak menjadi Walikota Surakarta pada 2005 lalu, pria 53 tahun itu terus
menunjukkan prestasi sebagai pemimpin. Meski tidak banyak bicara,
secara perlahan Jokowi mampu membuktikan dirinya memang pantas
untuk mendapatkan kepercayaan dari rakyat.
Kehidupan Jokowi inilah yang menjadi tema utama dalam video
iklan politik versi “Pesan Ramadhan Jokowi-JK untuk keluarga
Indonesia”. Para penonton bisa menyaksikan bagaimana Jokowi
mencoba mendekatkan diri pada rakyat dalam video iklan politik versi
“Pesan Ramadhan Jokowi-JK untuk keluarga Indonesia” ini, akan terlihat
bagaimana keluarganya memiliki peran yang sangat penting di belakang
kesuksesan Jokowi, seperti Iriana dalam mengurus Jokowi usai
melaksanakan tugas dan kemesraan hubungan mereka sekeluarga. Kita
akan melihat kehidupan Jokowi sebagai kepala keluarga, suami, bapak
dan manusia biasa. sebuah kehidupan keluarga yang sangat sempurna.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
Iklan Jokowi adalah kita sudah sering muncul di televisi. Pada
saat ini menyaksikan iklan Jokowi lebih mengedepankan proses alam
pikir bawah sadar dari pemirsa. Pemirsa tidak secara langsung di
tonjolkan figur Jokowinya tapi lebih pada sebuah kebersamaan yang
tersamar sehingga nampak antara Jokowi dan kita adalah sama. tentunya
ini akan menjadikan kita menjadi sepaham dengan Jokowi secara tidak
sadar. coba bandingkan dengan iklan yang lebih menonjolkon sosok atau
figur pasti akan terjadi antara kita dan calon presiden atau antara saya
dan bukan saya atau antara kita dan bukan kita. Nampaknya konsultan
Jokowi mengenai iklan menjadi presiden sudah menggunakan teknologi
alam bawah sadar atau yang sekarang kita sebut dengan NLP neuro
lingusitic programming. dalam terminologi iklan jokowi ini istilah
NLPnya adalah pacing dimana masyarakat dibuat sehati dengan Jokowi.
kalau sudah terjadi proses sehati maka selanjutnya pasti iklannya
“leading” artinya program program disampaikan dan akan mendapatkan
persetujuan dari masyarakat luas.
3. Identifikasi Tanda
Identifikasi dan klasifikasi tanda pada penelitian ini dilakukan
dengan mengadaptasi jenis-jenis tanda berdasarkan tahap-tahap analisis
data yang dikembangkan oleh Ferdinand de Saussure dalam menganalisis
video iklan politik versi “Pesan Ramadhan Jokowi-JK untuk keluarga
Indonesia”. Analisis Ferdinand de Saussure banyak digunakan sebagai
alat analisis karena lebih aplikatif dan secara lebih mendalam karena
pada akhirnya akan masuk sampai pada tahap pemaknaan.
Analisis yang diterapkan pada adegan-adegan pada video iklan
politik versi “Pesan Ramadhan Jokowi-JK untuk keluarga Indonesia”.
yang memuat unsur naratif dan unsur sinematik yang memuat tanda
verbal dan visual yang menurut Saussure tanda merupakan objek fisik
dengan sebuah makna atau untuk menggunakan istilahnya sebuah tanda
terdiri atas penanda (signifier) dan petanda (signified). Penanda
(Signifier) adalah citra tanda seperti yang dipersepsikan. Signifier adalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
bunyi bermakna atau coretan yang bermakna yakni apa yang dikatakan
dan apa yang ditulis atau dibaca. Sedangkan signified adalah gambaran
mental yakni pikiran atau konsep mental dari bahasa (Sobur, 2009:125).
Hubungan antara keberadaan fisik tanda konsep mental
dinamakan signification. Dengan kata lain, Fiske (dalam Sobur,
2009:125) menyatakan bahwa signification adalah upaya dalam memberi
makna terhadap dunia. Hubungan diantara signifier dan signified bersifat
arbitrer (manasuka) dan hanya berdasarkan konvensi, kesepakatan, dan
peraturan dari kultur pemakai bahasa tersebut. Bagi Saussure, sifat
arbitrer tanda merupakan inti bahasa manusia. Artinya tidak ada relasi
pasti antara penanda dan petanda. Relasinya ditentukan berdasarkan
konvensi aturan atau kesepakatan diantara penggunanya.
Rangkaian pemahaman akan berkembang terus seiring dengan
rangkaian semiosis yang tidak kunjung berakhir. Selanjutnya terjadi
tingkatan rangkaian semiosis. Interpretan pada rangkaian semiosis
lapisan pertama, akan menjadi dasar untuk mengacu pada objek baru dan
dari sini terjadi rangkaian semiosis lapisan kedua. Jadi, apa yang
berstatus sebagai tanda pada lapisan pertama berfungsi sebagai penanda
pada lapisan kedua, dan demikian seterusnya.
Terkait dengan itu, Barthes mengemukakan teorinya tentang
makna konotatif. Ia berpendapat bahwa konotasi dipakai untuk
menjelaskan salah satu dari tiga cara kerja tanda dalam tatanan
pertandaan kedua. Konotasi menggambarkan interaksi yang berlangsung
tatkala tanda bertemu dengan perasaan atau emosi penggunanya dan
nilai-nilai kulturalnya. Ini terjadi tatkala makna bergerak menuju
subjektif atau setidaknya intersubjektif. Semuanya itu berlangsung ketika
interpretant dipengaruhi sama banyaknya oleh penafsir dan objek atau
tanda.
Bagi Barthes, faktor penting dalam konotasi adalah penanda
dalam tatanan pertama. penanda tatanan pertama merupakan tanda
konotasi. Jika teori itu dikaitkan dengan bekerjanya sebuah iklan politik,
maka setiap pesan merupakan pertemuan antara signifier (lapisan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
ungkapan) dan signified (lapisan makna). Lewat unsur verbal dan visual
(nonverbal), diperoleh dua tingkatan makna, yakni makna denotatif yang
didapat pada semiosis tingkat pertama dan makna konotatif yang didapat
dari semiosis tingkat berikutnya. Pendekatan semiotik terletak pada
tingkat kedua atau pada tingkat signified, makna pesan dapat dipahami
secara utuh (Barthes, 1998;172-173).
Mengingat bahwa iklan politik mempunyai tanda berbentuk
bahasa verbal dan visual, serta merujuk bahwa teks iklan politik dan
penyajian visualnya juga mengandung ikon terutama berfungsi dalam
sistem-sistem nonkebahasaan untuk mendukung peran kebahasaannya,
maka pendekatan semiotik terhadap iklan politik layak diterapkan.
a. Tanda Verbal
Tabel 18. Unit Identifikasi Unsur Naratif.
Sekuen/ shot Unsur Naratif
1/67
1/67
Ramadhan mengajarkan kita untuk menjalani
kehidupan penuh syukur. dan keluarga merupakan
tempat untuk belajar menghadapi kehidupan itu.
Belajar untuk mencintai alam semesta ini Belajar
menghargai sesama, Belajar untuk berbudaya,
Belajar untuk melawan diri kita sendiri, kita akan
selalu belajar untuk menjadi lebih baik, hingga
kebaikan yang kita lakukan membawa hikmah dan
manfaat. Demi menjadi manusia yang lebih baik,
keluarga yang lebih baik.
Saya adalah kamu, Kamu adalah kita,
dan kita adalah bangsa Indonesia
“Selamat menunaikan ibadah puasa”
- Jokowi-Jk adalah kita -
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
b. Tanda Visual
Tabel 19. Unit Identifikasi Unsur visual.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
B. PEMBAHASAN ANALISIS SEMIOTIKA ROLAND BARTHES
Sistem Penandaan Tingkat Pertama (Denotasi)
Tanda denotatif terdiri atas penanda dan petanda. Lyons (dalam
Sobur, 2009:263) mengemukakan bahwa denotasi adalah hubungan yang
digunakan di dalam tingkat pertama pada sebuah kata yang secara bebas
memegang peranan penting dalam ujaran. Makna denotatif pada dasarnya
meliputi hal-hal yang ditunjuk kata-kata. Melalui hal-hal diatas,
penelitian ini akan mengungkapkan makna denotasi yang terkandung
dalam video iklan politik versi “Pesan Ramadhan Jokowi-JK untuk
keluarga Indonesia”.
Sistem Penandaan Tingkat Kedua (Konotasi)
Dalam kerangka Barthes, konotasi identik dengan operasi
ideologi yang disebutnya sebagai mitos dan berfungsi untuk
mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan
yang berlaku dalam suatu periode tertentu. Berger (dalam Sobur,
2009:263) mengemukakan bahwa konotasi melibatkan simbol-simbol,
historis dan hal-hal yang berhubungan dengan emosional. Penelitian ini
menggunakan tahap konotasi Barthes untuk menganalisis yaitu trick
effect, pose, object, photogenia, aestheticism dan sintax.
1. Adegan satu (scene 1) : Pantai
Tabel 20. Unit Analisis Unsur Sinematik (Sinematografi)
Scene 1, Shot 1
Unsur Sinematik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
99
Ukuran
gambar
Sudut
pandang
lensa Pencaha-
yaan
warna Pergerakan
kamera
fokus
Ekstreme
Long
shot
Eye-
Level
angle
wide Low key Cool
(biru)
still Soft
Tabel 21. Unit Analisis Unsur Sinematik (Sinematografi)
Scene 1, Shot 2
Unsur Sinematik
Ukuran
gambar
Sudut
pandang
lensa Pencaha-
yaan
warna Pergerakan
kamera
fokus
Big
close
Up
low
angle
Normal
lens
Low
contrast
Cool
(biru)
subyektif
shot
Soft
fokus
Tabel 22. Unit Analisis Unsur Sinematik (Sinematografi)
Scene 1, Shot 3
Unsur Sinematik
Ukuran
gambar
Sudut
pandang
lensa Pencaha-
yaan
warna Pergerakan
kamera
fokus
Long
shot
high
angle
wide Low key Cool
(biru)
Track in
Soft
fokus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
100
Tabel 23. Unit Analisis Unsur Sinematik (Sinematografi)
Scene 1, Shot 4
Unsur Sinematik
Ukuran
gambar
Sudut
pandang
lensa Pencaha-
yaan
warna Pergerakan
kamera
fokus
Full
shot
high
angle
normal Low key Cool
(biru)
handheld
Soft
fokus
Tabel 24. Unit Analisis Semiotika Roland Barthes
Scene 1 (Pantai)
Scene Shot visual
verbal
narasi Suara
latar
1.
1.
2.
3.
4
Ramadhan
mengajarkan kita
untuk menjalani
kehidupan penuh
syukur.
Suara
ombak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
101
Sistem Penandaan Tingkat Pertama (Denotasi)
Pada scene pantai, shot pertama menampilkan suasana pagi di
suatu pantai, lalu muncul seseorang nelayan berjalan menuju tepi pantai
dengan membawa jala, sesampainya di tepi pantai nelayan tersebut
menebarkan jalanya berulang kali. Pada shot 3, terdengar suara voice
over Jokowi; “Ramadhan mengajarkan kita untuk menjalani kehidupan
penuh syukur”,
Makna denotasi dari adegan tersebut adalah sebuah adegan
dimana seorang nelayan sedang berada dipantai untuk mencari ikan.
Pesan denotasi di atas disebut pesan tanpa kode yaitu pesan yang sampai
pada penonton tanpa harus melakukan penafsiran.
Sistem Penandaan Tingkat Kedua (Konotasi)
Analisis pada tataran kedua, pesan yang di-interpretasikan tidak
sesederhana seperti pada tataran pertama. Pada analisis tataran kedua ini
ada makna konotasi yang tercipta. Peneliti menggunakan enam prosedur
konotasi Barthes untuk menganalisis, yaitu trick effect, pose, object,
photogenia, aestheticism, dan sintax. Enam langkah tersebut dapat
dipandang sebagai pertimbangan utama ketika orang membaca bahasa
gambar tersebut. Menurut Barthes (2010:7) dalam Image, Music, Text
dengan menggunakan minimal tiga pendekatan sudah bisa memunculkan
konotasi.
1. Trick Effect
Trick effect merupakan syarat konotasi yang melihat melalui
teknik-teknik visual yang terdapat dalam shot. Pada shot awal, scene ini
menampilkan gambar secara Ekstreme long shot untuk menampilkan
suasana pantai dimana pemeran nelayan berada dan apa yang sedang dia
kerjakan. Selanjutnya shot kedua memperlihatkan nelayan berjalan
menuju tepian pantai dengan komposisi medium shot (MS). Motivasi
pengambilan gambar secara full shot (FS) supaya dapat menampilkan
nelayan terlihat utuh seluruh badan saat menebarkan jala yang di
bawanya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
102
2. Pose
Pose merupakan komunikasi nonverbal yang dilihat melalui
bahasa tubuh. Pada awal shot, gambar nelayan diambil dari belakang.
Gambar ini memberikan kesan dramatis dimana sosok nelayan
ditampilkan sebagai sosok yang misterius dan kuat karena dalam adegan
tersebut diperlihatkan lengan dan jala yang dibawanya. Pada shot
selanjutnya, nelayan memperlihatkan pose seperti menebar jaring di
tepian pantai. Tangannya mengayun jala dengan sekuat tenaga supaya
seluruh jalanya menyebar. Hal ini memberi makna bahwa dalam
memulai hari seseorang harus optimis, kegigihan dalam usaha, dan tetap
semangat dalam memulai hari.
3. Object
Object mencakup apa seseorang atau benda tersebut, bagaimana
letak benda, besar kecilnya benda. Seorang nelayan adalah sebuah object
dari adegan ini yang sangat terlihat jelas. Nelayan tersebut dapat
melambangkan seorang pekerja yang gigih. Seorang yang berangkat
kerja sebelum matahari terbit. Disaat kebanyakan orang masih terlelap
tidur, para nelayan sudah memulai harinya.
4. Photogenia
Dalam photogenia, sebuah scene dapat ditampilkan secara lebih
dramatis atau romantis.Dalam adegan ini, teknik pencahayaan yang
digunakan adalah dengan mengurangi tingkat keterangan cahaya
(brightness) dari scene. Adegan ini menggunakan cahaya yang tidak
terlalu terang dan hanya bermain dengan warna biru. Semua terlihat
natural dengan apa adanya keadaan disana. Adegan pantai dengan
pencahayaan yang redup membuat suasana dalam scene terlihat alami
dan menggambarkan sebuah suasana pagi hari.
5. Aestheticism
Aestheticism erat kaitannya dengan seni. Aestheticism
berhubungan dengan keindahan. Aestheticism melihat pada makna
keseluruhan makna gambar layaknya lukisan. Jika gambar biasa hanya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
103
menampilkan sosok, benda, dan menawarkan fakta saja tetapi
aestheticism melihat secara keseluruhan.
Potongan-potongan gambar pada scene ini jika disatukan ingin
menggambarkan bahwa nelayan memiliki semangat dan kemauan yang
keras dalam hidup mereka. Mereka memiliki andil untuk
mengembangkan sebuah kehidupan. Mereka adalah simbol kekuatan dan
semangat dari sebuah kehidupan.
6. Sintax
Pada beberapa shot diatas terlihat selaras saling melengkapi
untuk menyampaikan pesan kepada penonton. gambaran pantai dan
adegan nelayan menuju pantai kemudian dilanjutkan dengan shot
nelayan ber-pose sedang menebar jala memberikan makna bahwa kedua
shot tersebut masih dalam situasi yang sama. tergambar sebuah ekspresi
kegigihan seseorang ketika sedang melakukan pekerjaan.
Nelayan adalah figur manusia yang pantang menyerah. Mereka
jujur dalam hal mencari nafkah. Scene ini secara lengkap menampilkan
adegan nelayan menebar jala di waktu pagi, nelayan melemparkan
jalanya di kali pertama namun tidak berhasil menangkap ikan, kemudian
dia melemparkan jalanya kembali dilokasi yang berbeda, maka akan ada
kemungkinan bahwa dirinya akan mendapatkan hasil tangkapan berupa
ikan. Kemungkinan itu akan bertambah besar jika nelayan tersebut
melemparkan jalanya berulang kali dan di lokasi yang berbeda-beda.
Ditengah adegan nelayan menjala ikan dalam narasinya Jokowi berpesan;
“Ramadhan mengajarkan kita untuk menjalani kehidupan penuh syukur.
Pesan Jokowi ini dapat diartikan sebagai pengambaran adegan ini,
dimana dalam menjalani hidup di perlukan keiklasan dan rasa syukur.
Dalam adegan ini terlihat kejanggalan yaitu pada adegan nelayan menjala
ikan di tepi pantai. lazimnya menjala ikan dilakukan di air dalam bukan
di air dangkal seperti di tepi pantai, karena di air yang dangkal dan arus
ombak yang deras tentu tidak akan mendapatkan tangkapan ikan yang
memuaskan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
104
Dari keenam syarat konotasi diatas, dapat disimpulkan bahwa
makna konotasi yang muncul adalah nelayan ditampilkan sebagai sosok
yang gigih, pekerja keras dan seorang yang kuat. Makna lain yang ingin
disampaikan bahwa untuk meraih kesuksesan dalam kehidupan,
umumnya perlu usaha berkali-kali, dibutuhkan pikiran dan tenaga yang
tak sedikit, serta kerja keras dan ketekunan, juga semangat yang pantang
menyerah, dan tetap bersyukur apapun hasilnya.
2. Adegan dua (scene 2) : Pasar tradisional
Tabel 25 Unit Analisis Unsur Sinematik (Sinematografi)
Scene 2, Shot 1
Unsur Sinematik
Ukuran
gambar
Sudut
pandang
lensa Pencaha-
yaan
warna Pergerakan
kamera
fokus
long
shot
Eye-
Level
angle
normal Low key warm
(kuning
, biru)
Cut to
Deep
fokus
Tabel 26. Unit Analisis Semiotika Roland Barthes
Scene 2 (Pasar tradisional)
Scene Shot visual
verbal
narasi Suara
latar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
105
2.
1.
Ramadhan
mengajarkan kita
untuk menjalani
kehidupan penuh
syukur.
Transisi
suara
ombak ke
suara
azan
subuh
Sistem Penandaan Tingkat Pertama (Denotasi)
Suasana pasar tradisional di bulan ramadhan di waktu subuh.
lalu lalang pembeli dan penjual yang menjajakan dagangannya. sumber
penerangannya berasal dari lampu minyak yang terletak di sudut-sudut
pasar.
Makna denotasi dari adegan diatas adalah menggambarkan
suasana pasar pada pagi hari saat bulan ramadhan, aktifitas pasar dimulai
lebih awal dari hari-hari biasanya.
Sistem Penandaan Tingkat Kedua (Konotasi)
Analisis pada tataran kedua, makna konotasi dimunculkan
melalui enam prosedur konotasi Barthes yaitu trick effect, pose, object,
photogenia, aestheticism, dan sintax. Enam langkah tersebut dapat
dipandang sebagai pertimbangan utama ketika orang membaca bahasa
gambar tersebut.
1. Trick Effect
Trick effect merupakan syarat konotasi yang melihat melalui
teknik-teknik visual yang terdapat dalam shot. Pengambaran pasar ini
hanya sekilas dan berlangsung sangat singkat, Scene pasar hanya terdiri
satu shot dengan ukuran Long shot (LS). Sehingga suasana pasar yang
sebenarnya tidak terekam dengan jelas. penempatan scene pasar ini
hanya bersifat insert / tambahan. dimana shot pasar hanya berfungsi
sebagai continuity / lanjutan scene pantai.
2. Pose
Pose merupakan komunikasi nonverbal yang dilihat melalui
bahasa tubuh. dalam scene ini tidak terdapat pose. karena jarak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
106
pengambilan gambarnya direkam dari kejauhan. gesture yang diterekam
hanya menampilkan orang lalu-lalang di sebuah pasar, yang menandakan
bahwa pasar tradisonal ramai pengunjung.
3. Object
Object mencakup apa seseorang atau benda tersebut, bagaimana
letak benda, besar kecilnya benda. dalam scene ini banyak sekali object
yang terekam namun keseluruhan object tidak mewakili sesuatu,
keseluruhan object yang ada dalam scene ini adalah kesatuan yang
mendiskripsikan sebuah pasar tradisional.
4. Photogenia
Dalam photogenia kita menemukan kasus dimana suatu scene
diberi dengan berbagai teknik pencahayaan dan warna. Dengan
menggunakan metode photogenia, sebuah scene bisa ditampilkan dengan
lebih dramatis sehingga lebih “mengena” pada penonton. penggunaan
props lampu-lampu minyak dapat menguatkan kesan pasar tradisioanal.
warna yang di tampilkan juga memberikan citra bahwa sumber
cahayanya berasal dari nyala lampu-lampu minyak.
Dalam scene ini, warna dominan yang ditunjukkan dalam setting
pasar adalah warna kekuningan. Secara indeksikal, warna kuning ini
ditunjukkan oleh lampu–lampu berbahan bakar minyak. Interpretant yang
terbentuk adalah mengacu pada sebuah situasi yang hangat, penuh
keakraban dan membumi. Interpretasi ini merujuk pada situasi hiruk
pikuk pasar tradisional di waktu pagi hari bahkan dapat dikatakan waktu
malam.
5. Aestheticism
Dalam suatu scene bisa ditemukan gambaran yang sudah diatur
begitu rupa hingga tampak seperti lukisan. Ide-ide yang terkandung
dalam aestheticism mirip dengan seni lukis. Aestheticism melihat pada
makna keseluruhan makna gambar layaknya lukisan. Makna yang
muncul dari keseluruhan gambar pada adegan ini adalah pasar tradisional
adalah ciri khas / aset Indonesia, banyak di temukan keunikan disana.
Bentuk bangunan yang unik, interaksi masyarakatnya, hingga barang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
107
yang di perjual-belikan, semua memiliki daya tarik masing-masing bagi
wisatawan. selain itu pasar tradisional di indonesia memiliki fungsi selain
aktifitas ekonomi, Di Indonesia pasar tradisional dapat menjadi tempat
bersosialisasi membangun keakraban antar masyarakat.
6. Sintax
Pengertian secara umum pasar tradisional merupakan tempat
bertemunya penjual dan pembeli serta ditandai dengan adanya transaksi
penjual pembeli secara langsung dan biasanya ada proses tawar-
menawar, pasar tradisional kebanyakan menjual kebutuhan sehari-hari
seperti bahan-bahan makanan berupa ikan, buah, sayur-sayuran, telur,
daging, kain, pakaian, jasa dan lain-lain.
Dari keenam syarat konotasi diatas, dapat disimpulkan bahwa
makna konotasi yang muncul pada scene ini adalah menyampaikan
informasi suasana pasar tradisional pada waktu sahur pada bulan
ramadhan. namun visualisasinya dirasa kurang tepat, karena sebagaimana
diketahui waktu sahur pada umumnya suasananya masih sangat gelap.
shot ini terasa sangat janggal salah satu indikasi kejanggalannya terdapat
pada bagian awan yang terlihat sangat terang. Penggunaan props lampu-
lampu minyak tidak membantu banyak dalam menciptakan suasana sahur
pada bulan ramadhan karena pada kenyataannya suasananya terlalu
terang.
Terlepas dari segi teknis, sebenarnya scene ini ingin
mengambarkan figur jokowi yang akrab dengan pasar tradisional. Jokowi
diketahui memiliki prestasi dalam hal merenovasi pasar tradisional,
prestasinya di hitung saat menjabat walikota Solo hingga merelokasi
Pasar Tanah Abang ketika menjadi Gubernur Jakarta. Dalam pemilihan
presiden 2014 pasangan calon presiden dan wakil presiden Joko Widodo
dan Jusuf Kalla juga menjanjikan pembangunan 5.000 pasar tradisional
di seluruh Indonesia jika terpilih dalam Pemilu 2014.
“Kami akan membangun sebanyak 5.000 pasar tradisional di
seluruh Indonesia dan memodernisasi pasar tradisional yang telah ada,”
demikian tertulis dalam visi, misi, dan program aksi yang bertajuk Jalan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
108
Perubahan untuk Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan
Q2W=Umum (KPU), pasangan capres dan cawapres itu berambisi
mencapai ekonomi yang berdikari.
Pasangan capres dan cawapres besutan Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan (PDIP) itu juga ingin meningkatkan produktivitas
rakyat dan daya saing di pasar internasional agar bisa maju dan bangkit
bersama bangsa Asia lain.
3. Adegan tiga (scene 3) : Masjid
Tabel 27. Unit Analisis Unsur Sinematik (Sinematografi)
Scene 3, Shot 1
Unsur Sinematik
Ukuran
gambar
Sudut
pandang
lensa Pencaha-
yaan
warna Pergerakan
kamera
fokus
long
shot
(framing)
Eye-
Level
angle
Tele
photo
Low key warm
(kuni
g,abu-
abu)
still
selektif
fokus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
109
Tabel 28. Unit Analisis Unsur Sinematik (Sinematografi)
Scene 3, Shot 2
Unsur Sinematik
Ukuran
gambar
Sudut
pandang
lensa Pencaha-
yaan
warna Pergerakan
kamera
fokus
long
shot
Eye-
Level
angle
normal Low key warm
(kuni
g,abu-
abu)
Steady shot
deep
fokus
Tabel 29. Unit Analisis Unsur Sinematik (Sinematografi)
Scene 3, Shot 3
Unsur Sinematik
Ukuran
gambar
Sudut
pandang
lensa Pencaha-
yaan
warna Pergerakan
kamera
fokus
medium
shot
Eye-
Level
angle
Tele
photo
Low key warm
(kuni
g,abu-
abu)
handheld
selektif
fokus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
110
Tabel 30. Unit Analisis Semiotika Roland Barthes
Scene 3 (Masjid)
Scene Shot visual
verbal
narasi Suara
latar
3.
1.
2.
3.
Ramadhan
mengajarkan
kita untuk
menjalani
kehidupan penuh
syukur.
Sayub-
sayub
suara
musik
suara
azan
subuh
Sistem Penandaan Tingkat Pertama (Denotasi)
Adegan di masjid diawali dengan establish shot gambar masjid
yang diambil secara long shot (LS) dengan memanfaatkan lubang pada
tembok sebagai framing. Kemudian dilanjutkan dengan shot sekumpulan
anak-anak dan remaja berkumpul di halaman masjid.
Makna denotasi yang muncul adalah bagi anak-anak dan
kalangan remaja, bulan Ramadhan adalah momen yang sangat mereka
tunggu Sebab, tidak seperti bulan-bulan biasanya, di bulan Ramadhan,
waktu malam hingga subuh mereka gunakan dengan berbagai rutinitas di
Masjid.
Sistem Penandaan Tingkat Kedua (Konotasi)
Analisis pada tataran kedua, makna konotasi dimunculkan
melalui enam prosedur konotasi Barthes yaitu trick effect, pose, object,
photogenia, aestheticism, dan sintax. Enam langkah tersebut dapat
dipandang sebagai pertimbangan utama ketika orang membaca bahasa
gambar tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
111
1. Trick Effect
Trick effects bisa mengubah hal penting dalam suatu scene atau
mungkin hanya berperan minor. Misalnya Shot ketika gambar diambil
dengan point of view pada shot establish masjid. Shot ini sebenarnya
tidak terlalu penting untuk ditampilkan karena hanya bersifat penegasan
dari apa yang sedang dinarasikan Jokowi “Ramadhan mengajarkan kita
untuk menjalani kehidupan penuh syukur”. ketika Jokowi menyebut
ramadhan tentu tidak selalu identik dengan menampilkan gambar masjid.
Gambar masjid yang ditampilkan lebih kepada menjelaskan bahwa saat
itu adalah bulan puasa, pada gambar masjid awan terlihat sangat terang
berwarna kuning. Shot selanjutnya menunjukkan sekumpulan remaja,
suasana yang terekam menunjukkan masih sangat gelap, lampu-lampu
jalanan masih terlihat menyala dan awan masih terlihat pekat berwarna
hitam. Scene ini terbalik dengan gambar masjid yang berada pada shot 1
diawal scene. pengambilan gambar yang tidak berurutan seperti ini
dalam istilah sinematografi sebut jumping shot.
2. Pose
Pose berhubungan dengan komunikasi nonverbal yang
diperlihatkan oleh sekumpulan remaja yang nampak bergembira
menyambut bulan ramadhan. karena hanya di bulan ramadhan mereka
memiliki waktu bermain yang panjang untuk melakukan kegiatan yang
bermanfaat saat tengah malam, seperti mengaji atau membangunkan
sahur keliling kampung/ kompleks perumahan.
3. Object
Object pertama yang menarik perhatian adalah bangunan
masjid. Masjid dalam iklan ini adalah masjib besar keraton Jogjakarta
yang berada di kampung Kauman. Object kedua adalah sejumlah remaja
yang berkumpul di sebuah halaman. Pada shot satu ditampilkan
kerumunan anak remaja, shot berikutnya close up ekspresi wajah remaja,
shot ini bermakna keintiman atau dekat dapat pula diartikan sebagai
moment penting, moment penting yang dimaksud adalah moment dimana
para remaja tersebut tersenyum bahagia. Detil ekspresi ini dalam istilah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
112
sinematografi bisa disebut motivasi. Pada sebuah pengambilan gambar.
shot-shot yang diambil memiliki hubungan motivasi yang berarti setiap
shot memiliki tujuan dalam menyampaikan informasi. sebagai contoh
kasus: shot pertama mengambar gambaran umum yang diwakili oleh
gambar masjid, shot selanjutnya lebih menerangkan detil-detil gambar
yang terjadi di sekitar masjid.
4. Photogenia
Dengan menggunakan metode photogenia, sebuah scene bisa
ditampilkan dengan lebih dramatis atau romantis. Scene ditampilkan
secara dramatis melalui adegan yang yang menampilkan framing masjid.
teknik framing ini memberi kesan gambar yang terekam memiliki
bingkai di bagian tepinya. efek bingkai ini dihasilkan saat pengambilan
gambar, teknik pengambilan gambarnya dengan cara meletakkan kamera
di belakang sebuah object yang memiliki lubang, misalnya jendela, pintu
dll. Object ini biasa di sebut foreground / latar depan. Komposisi gambar
framing tersebut memberikan kesan lebih detail tentang apa yang
terdapat pada objek.
5. Aestheticism
Aestheticism melihat pada keseluruhan makna shot, maka dari
itu untuk menentukan makna shot sesuai syarat aestheticism harus diteliti
dari segala aspek. Cahaya yang ditampilkan pada shot pertama
memberikan interpretasi bahwa scene ini terjadi pada pagi. Gambar lain
menggambarkan lebih pagi, hal ini dapat dilihat dari warna awan yang
masih gelap dan lampu kota yang masih menyala. secara keseluruhan
susunan shot pada scene ini tidak beraturan. sehingga mengurangi nilai
estetis pada gambar.
6. Sintax
Dari keenam syarat konotasi diatas, dapat disimpulkan bahwa
makna konotasi yang muncul adalah bulan ramadhan adalah momen
yang sangat mereka tunggu. Sebab, tidak seperti bulan-bulan biasanya, di
bulan ramadhan, waktu malam terasa panjang untuk digunakan dengan
berbagai rutinitas di masjid dan rumah. Apalagi banyak orang tua yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
113
memberi kelonggaran pada anaknya untuk melakukan kegiatan yang
bermanfaat saat tengah malam, sholat tarawih, tadarusan di masjid,
membangunkan sahur keliling kampung/kompleks perumahan, meru-
pakan kegiatan yang rutin dilakukan setiap tahunnya.
4. Adegan empat (scene 4) : sahur bersama keluarga
Tabel 31. Unit Analisis Unsur Sinematik (Sinematografi)
Scene 4, Shot 1
Unsur Sinematik
Ukuran
gambar
Sudut
pandang
lensa Pencaha-
yaan
warna Pergerakan
kamera
fokus
Big close
shot
high
angle
Tele
photo
Low key warm
(kuni
g,abu-
abu)
Cut to
selektif
fokus
Tabel 32. Unit Analisis Unsur Sinematik (Sinematografi)
Scene 4, Shot 2
Unsur Sinematik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
114
Ukuran
gambar
Sudut
pandang
lensa Pencaha-
yaan
warna Pergerakan
kamera
fokus
Close up high
angle
Tele
photo
Low key warm
(kuni
g,abu-
abu)
Cut to
selektif
fokus
Tabel 33. Unit Analisis Unsur Sinematik (Sinematografi)
Scene 4, Shot 3
Unsur Sinematik
Ukuran
gambar
Sudut
pandang
lensa Pencaha-
yaan
warna Pergerakan
kamera
fokus
medium
shot
(three
shot)
Level
angle
wide
photo
Low key warm
(kuni
g,abu-
abu)
Steady shot
deep
fokus
Tabel 34. Unit Analisis Unsur Sinematik (Sinematografi)
Scene 4, Shot 4
Unsur Sinematik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
115
Ukuran
gambar
Sudut
pandang
lensa Pencaha-
yaan
warna Pergerakan
kamera
fokus
Big close
up
high
angle
Tele
photo
Low key
warm
(kuni
g,abu-
abu)
Cut to
selektif
fokus
Tabel 35. Unit Analisis Semiotika Roland Barthes
Scene 4 (sahur bersama keluarga)
Scene Shot visual
verbal
narasi Suara
latar
4.
1.
2.
3
4.
dan keluarga
merupakan
tempat untuk
belajar
menghadapi
kehidupan itu
Suara
azan
subuh.
Sistem Penandaan Tingkat Pertama (Denotasi)
Scene ini memperlihatkan sebuah keharmonisan keluarga di saat
moment makan sahur. di gambarkan keluarga kecil bahagia yang terdiri
dari ayah ibu dan satu anak perempuan.
Makna denotasi yang muncul adalah “keluarga merupakan
tempat untuk belajar menghadapi kehidupan”, ditampilkan secara visual
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
116
orang tua yang mengajarkan anak untuk berpuasa, membiasakan mereka
bangun tengah malam untuk makan sahur bersama.
Sistem Penandaan Tingkat Kedua (Konotasi)
1. Trick Effect
Scene ini terdiri dari 4 shot. Shot pertama menampilkan wajah
tokoh ibu direkam dengan ukuran big close up dengan pengambilan
sudut kamera dari atas high angle, shot berikutnya adalah kejadian yang
sama dalam waktu yang berdekatan. yaitu adegan tokoh ayah yang
selesai berdoa ditandai dengan mengusapkan tangan ke wajah direkam
dengan ukuran big close up dan sudut pengambilan high angle. shot 3
berfungsi menginformasikan apa yang mereka sedang kerjakan, dari shot
3 ini pemirsa mulai mengetahui apa yang sebenarnya mereka kerjakan
adalah makan sahur. shot 4 lebih menjelaskan detil kegiatan apa yang di
kerjakan, dengan menampilkan adegan tokoh pemeran anak memasukkan
sesuap nasi kedalam mulutnya.
2. Pose
Kode-kode komunikasi nonverbal jarang mendapatkan perhatian
dari penonton. Hal ini dikarenakan mereka melihat gambar tersebut
secara keseluruhan, menyatu dengan segala unsur sinematografi yang ada
di dalamnya.
Gesture tangan yang ditunjukkan oleh tokoh ibu pada video
menandakan bahwa ia telah selesai berdoa. hal serupa terlihat pada shot
berikutnya. Pemeran ayah melakukan pose yang sama. kalimat
“menjalani kehidupan penuh syukur” pada narasi ditunjukkan pada
video melalui posisi tangan pemeran ibu dan ayah yang mengusapkan
tangan mereka di wajah dari tempat mereka duduk. Mereka duduk
disebuah ruang makan bersama putrinya. Scene ini menampilkan suasana
keluarga yang harmonis disaat moment sahur. Shot keharmonisan ini
tersaji pada shot 3 saat ketiga pemeran tersebut duduk bersama pada satu
ruangan. Pemeran ibu saat itu duduk didepan pemeran ayah, dan pemeran
anak duduk di samping ayah. Adegan selanjutnya ibu melayani anak
perempuannya dengan cara mengambilkan makanan kedalam piring sang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
117
anak. Sikap ini menimbulkan makna sebuah bentuk sentuhan kasih
sayang ibu kepada anak.
3. Object
Objects mencakup apa yang seseorang atau benda tersebut,
bagaimana letak benda, besar kecilnya benda. Contohnya penempatan
rak buku di satu scene diartikan sebagai makna intelektual sedangkan
mobil merah diartikan sebagai kemewahan.
Pada scene tersebut, penempatan meja makan tempat mereka
berada bisa diartikan sebagai makna kesederhanaan. Kehidupan keluarga
berada dalam sebuah kesederhanaan namun memiliki kemewahan dalam
kehidupan cinta mereka. Sederhana bukan hanya diukur dari materi,
namun dari keseharian mereka. Dari sikap mereka, dari cara mereka
berinteraksi dengan orang lain dan dari cara mereka mengekspresikan
cinta diantara mereka.
4. Photogenia
Pencahayaan yang digunakan dalam scene ini tidak terlalu
terlihat. Scene ini hanya menghapus efek terang yang seakan-akan
sumber penerangannya berasal dari cahaya lampu pijar yang berada di
belakang setting sehingga menimbulkan kesan lebih redup. Hal ini bisa
memberikan makna bahwa suasana pada saat itu adalah suasana makan
sahur.
5. Aethetisicm
Ide-ide yang terkandung dalam aestheticism mirip dengan seni
lukis. Aestheticism melihat pada makna keseluruhan makna gambar
layaknya lukisan. Penempatan ketiga tokoh keluarga pada setting tempat
mereka berada mendukung deskripsi adegan tentang kesederhanaan dan
kesahajaan hidup. Kesabaran yang tercermin dari raut wajah ibu dan ayah
mencerminkan bagaimana kesederhanaan mereka bersikap. Mereka
menerima apa yang terjadi dalam hidup mereka.
6. Sintax
Gabungan keempat shot diatas adalah bentuk penjelasan dari
narasi yang disampaikan Jokowi “dan keluarga merupakan tempat untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
118
belajar menghadapi kehidupan” sikap yang harus ditunjukkan oleh
sebuah keluarga. Mereka harus saling mendukung dan saling menemani
satu sama lain bagaimana pun kehidupan berawal dari keluarga. Dari
keenam syarat konotasi diatas, makna konotasi yang muncul adalah
dalam kehidupan rumah tangga, keharmonisan keluarga harus tetap
terjaga. Ayah dan ibu harus senantiasa menemani dan dan selalu
mengajarkan anaknya sebuah kesederhanaan hidup.
5. Adegan lima (scene 5) : Rutinitas pagi di pedesaan
Tabel 36. Unit Analisis Unsur Sinematik (Sinematografi)
Scene 5, Shot 1
Unsur Sinematik
Ukuran
gambar
Sudut
pandang
lensa Pencaha-
yaan
warna Pergerakan
kamera
fokus
Ekstreme
long
shot
high
angle
Wide
lens
Low
contrast
Unggu,
biru
Cut to
deep
fokus
Tabel 37. Unit Analisis Unsur Sinematik (Sinematografi)
Scene 5, Shot 2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
119
Unsur Sinematik
Ukuran
gambar
Sudut
pandang
lensa Pencaha-
yaan
warna Pergerakan
kamera
fokus
full
shot
Eye
Level
angle
Normal
lens
High
contrast
netral
Track in
Point
of
view
Tabel 38. Unit Analisis Unsur Sinematik (Sinematografi)
Scene 5, Shot 3
Unsur Sinematik
Ukuran
gambar
Sudut
pandang
lensa Pencaha-
yaan
warna Pergerakan
kamera
fokus
Ekstreme
Close up
Low
angle
Tele
photo
high
contrast
netral
handheld
selektif
fokus
Tabel 39. Unit Analisis Unsur Sinematik (Sinematografi)
Scene 5, Shot 4
Unsur Sinematik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
120
Ukuran
gambar
Sudut
pandang
lensa Pencaha-
yaan
warna Pergerakan
kamera
fokus
long
shot
Low
angle
Tele
photo
Low
key
unggu,
biru
Panning
selektif
fokus
Tabel 40. Unit Analisis Unsur Sinematik (Sinematografi)
Scene 5, Shot 5
Unsur Sinematik
Ukuran
gambar
Sudut
pandang
lensa Pencaha-
yaan
warna Pergerakan
kamera
fokus
Close up Eye
Level
angle
Tele
photo
High
key
netral
handheld
selektif
fokus
Tabel 41. Unit Analisis Unsur Sinematik (Sinematografi)
Scene 5, Shot 6
Unsur Sinematik
Ukuran
gambar
Sudut
pandang
lensa Pencaha-
yaan
warna Pergerakan
kamera
fokus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
121
Ekstreme
Close up
shot
high
angle
Tele
photo
high
contrast
netral
still
selektif
fokus
Tabel 42. Unit Analisis Unsur Sinematik (Sinematografi)
Scene 5 Shot 7
Unsur Sinematik
Ukuran
gambar
Sudut
pandang
lensa Pencaha-
yaan
warna Pergerakan
kamera
fokus
long
shot
high
angle
Tele
photo
high
contrast
warm
(kuni
g,abu-
abu)
still
selektif
fokus
Tabel 43. Unit Analisis Unsur Sinematik (Sinematografi)
Scene 5, Shot 8
Unsur Sinematik
Ukuran
gambar
Sudut
pandang
lensa Pencaha-
yaan
warna Pergerakan
kamera
fokus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
122
full
shot
Low
angle
Normal
lens
high
contrast
netral
still
deep
fokus
Tabel 44. Unit Analisis Unsur Sinematik (Sinematografi)
Scene 5, Shot 9
Unsur Sinematik
Ukuran
gambar
Sudut
pandang
lensa Pencaha-
yaan
warna Pergerakan
kamera
fokus
Big close
up
high
angle
Tele
photo
Low
contrast
netral
Handheld,
foreground
selektif
fokus
Tabel 45. Unit Analisis Unsur Sinematik (Sinematografi)
Scene 5, Shot 10
Unsur Sinematik
Ukuran
gambar
Sudut
pandang
lensa Pencaha-
yaan
warna Pergerakan
kamera
fokus
full
shot
Eye
level
angle
Tele
photo
Low
contrast
netral
handheld
deep
fokus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
123
Tabel 46. Unit Analisis Unsur Sinematik (Sinematografi)
Scene 5, Shot 11
Unsur Sinematik
Ukuran
gambar
Sudut
pandang
lensa Pencaha-
yaan
warna Pergerakan
kamera
fokus
Close up Low
angle
Tele
photo
High
key
netral Steady shot
selektif
fokus
Tabel 47 Unit Analisis Semiotika Roland Barthes
Scene 5 (Rutinitas pagi di pedesaan)
Scene Sh
ot
visual
verbal
narasi Suara
latar
5.
1.
2.
3
4.
Belajar untuk
mencintai
alam semesta
ini
Latar
musik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
124
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
Belajar
menghargai
sesama,
Belajar untuk
berbudaya
Suara
mesin
tenun
Tradisi-
oanal
Sistem Penandaan Tingkat Pertama (Denotasi)
Scene 5 diawali dengan gambar shot lanskap pedesaan yang
direkam secara long shot untuk memperlihatkan gambar sungai dan
persawahan yang menjadi ciri geografis suatu pedesaan. shot berikutnya
menampilkan ciri-ciri yang lebih spesifik mengenai pedesaan yaitu. Shot
hewan ternak kerbau dan bebek yang menandai sebuah cirin khas hewan
ternak yang umumnya dipelihara di pedesaan, selanjutnya menampilkan
shot petani membawa hasil panen se-ikat padi dengan ekspresi wajah
penuh harap. Rutinitas lain yang ditampilkan dalam scene 5 adalah.
gambar ibu-ibu di pedesaan melakukan aktifitas menenun benang,
dilanjutkan shot 8-9 menampilkan ibu-ibu dipedesaan mengantarkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
125
anak-anak mereka ke sekolah mengenakan pakain adat daerah, shot 10-
11 merupakan shot penutup pada scene ini menampilkan adegan seorang
istri mencium tangan suami yang hendak berangkat kerja. di sepanjang
shot 8-11 terdapat sebuah narasi Jokowi ; “Belajar menghargai sesama ,
Belajar untuk berbudaya”
Makna denotasi yang muncul adalah Jokowi dalam iklannya
ingin menunjukkan suasana alam pedesaan lengkap dengan aktifitas
masyarakatnya, memunculkan ikon-ikon seperti kerbau, bebek dan petani
dalam scene ini mempertegas kesan pedesaan di Indonesia. Jokowi dalam
scene ini pula mengajak masyarakat untuk mencintai alam Indonesia,
menghargai sesama dan menghagai melestraikan kebudayaan. pesan ini
tertuang dalam narasi yang di ucapkan sepanjang scene 5.” Belajar untuk
mencintai alam semesta ini, Belajar menghargai sesama, Belajar untuk
berbudaya”
Sistem Penandaan Tingkat Kedua (Konotasi)
Analisis pada tataran kedua, pesan yang di-interpretasikan tidak
sesederhana seperti pada tataran pertama. Pada analisis tataran kedua ini
ada makna konotasi yang tercipta.
1. Trick Effect
Trick effect merupakan syarat konotasi yang melihat melalui
teknik-teknik visual yang terdapat dalamn shot. Scene ini secara
keseluruhan menampilkan suatu suasana pedesaan pada umumnya. Ditata
dengan menggunakan teknik editing cut to. istilah cut to berarti
mengubah gambar dalam film secara cepat dari adegan masa kini ke
adegan lainnya tanpa adanya transisi. Pewarnaan dalam scene ini di
biarkan natural tanpa adanya tambahan efek warna lain seperti pada
scene-scene sebelumnya. Jarak pengambilan gambar juga lebih variatif,
di beberapa shot di temukan perekaman gambar memaksimalkan depth of
field dengan memanfaatkan foreground yang ada.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
126
2. Pose
Seperti yang dijelaskan pada poin sebelumnya bahwa pesan
dalam adegan ini dan adegan lainnya lebih banyak disampaikan melalui
bentuk komunikasi non verbal. Pose yang menarik dianalisis adalah pada
adegan terakhir yaitu adegan cium tangan (shot 10). Dalam akhir
narasinya Jokowi mengatakan “Belajar untuk berbudaya” saat narasi itu
di ucapkan gambar yang muncul dalam scene ini adalah adegan anak
mengenakan pakaian adat dan adegan cium tangan. Berangkat dari shot
cium tangan tampaknya Jokowi ingin berbicara soal tradisi, meskipun
suku-suku di Indonesia memiliki perbedaan adat istiadat dan budaya tapi
ada satu tradisi yang hampir semua suku menerapkannya dalam
kehidupan sehari-hari yaitu tradisi mencium tangan orang yang lebih tua.
Di negeri barat juga ada tradisi cium tangan tapi cium tangan seorang
laki-laki kepada seorang wanita sebagai bentuk penghormatan kepada
kaum hawa.
Tradisi mencium tangan orang yang lebih tua memang sudah
mengakar dalam keseharian masyarakat Indonesia. Sebuah bentuk
penghormatan dan gambaran budi pekerti luhur yang diwariskan secara
turun temurun dari generasi ke generasi. Tradisi dan Budaya Indonesia
harus selalu kita lestarikan karena itu adalah identitas sebagai orang
Indonesia. Jangan biarkan arus globalisasi dan penetrasi budaya asing
membuat nilai-nilai kesantunan dan kesopanan luntur. Siapa lagi yang
bisa menjaga dan melestarikan tradisi dan budaya Indonesia selain orang
Indonesia sendiri.
3. Object
Hewan ternak seperti kerbau dan bebek merupakan object pada
scene ini, selain object manuasia. Object selanjutnya adalah padi, sepeda,
mesin tenun, pakaian adat, dan sepeda motor. Hewan ternak dapat
melambangkan suasana pedesaan yang sebenarnya. Hewan-hewan ini
memiliki kekhususan, kekhususannya terletak pada, Kerbau dan bebek
hanya dapat ditemukan di daerah pedesaan. yang mana daerah tersebut
masih memiliki lahan yang luas seperti sawah ladang dan sungai.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
127
Kebanyakan profesi orang pedesaan adalah bertani, bercocok tanam,
berwirausaha dan buruh pabrik.
4. Photogenia
Pada adegan ini, efek pencahayaan terjadi seperti pada pagi hari.
Cahaya yang masuk hanya dari satu arah dan memberikan kesan hangat.
Hal ini bisa memberikan makna sebuah kehidupan bermasyarakat akan
senantiasa seperti cahaya matahari pada pagi hari penuh dengan harapan
seperti pada gambar-gambar yang memuat ekspresi mereka. Selain itu
adegan pada scene ini, gambar banyak diambil secara long shot seakan
ingin menegaskan situasi lokasi.
5. Aestheticism
Sebuah kebahagiaan dan harapan dari masyarakat pedesaan
dalam menyambut hari yang baru menjadi salah satu gambar yang
sangat indah jika dilihat . Ekspresi-ekspresi yang di tampilkan senyum
ceria, canda dan tawa, gambar itulah yang ingin ditampilkan dalam
adegan ini. kebahagiaan diwajah orang-orang menggambarkan betapa
mereka memiliki ketenangan batin tersendiri ketika mereka sedang
melakukan aktifitasnya. Aestheticism ini dapat di capai dengan bantuan
tata artistik yang baik, penggunaan setting lokasi yang tepat sehingga
gambaran asli sebuah pedesaan dapat dicapai melalui teknik
sinematografi.
Tahap Aestheticism tidak hanya dilihat dari setting lokasi namun
penggunaan props. penokohan, dan wardrobe yang digunakan. semuanya
memiliki hubungan yang saling mendukung. ketika narasi disampaikan,
visual menjelaskan maksud dari narasi, begitu sebaliknya. visual me-
nguatkan maksud narasi. sehingga informasi yang disampaikan mudah
diterima.
6. Sintax
Masyarakat pedesaan yang menjadi mayoritas populasi di
Indonesia terlalu besar untuk diabaikan politik. Pada masa Orde Baru,
reformasi, hingga Pemilu 2014, partai politik dan calon presiden
berlomba menarik simpati orang desa agar memilih mereka.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
128
Michael Lipton dalam Why Poor People Stay Poor (1985)
melihat fenomena masyarakat pedesaan yang jumlahnya lebih besar
dibandingkan dengan masyarakat perkotaan, juga lebih miskin, tidak
jelas, dan tidak teratur. Secara nasional, mereka berusaha untuk
bergabung dengan politik dan kekuasaan, tetapi kolaborasi itu tidak
dimaksudkan oleh orang desa untuk kekuasaan dan pendapatan bagi
kemajuan sektor pedesaan. Dengan kata lain, para politisi yang notabene
banyak berasal dari kalangan perkotaan sebenarnya tidak banyak
melakukan kontribusi bagi pembangunan di pedesaan. Namun, sekali
lagi, suara orang desa amatlah besar untuk diabaikan. Maka, politisi
menciptakan panggung teater untuk meraih suara itu.
Dengan berbagai macam persoalan yang melingkupinya, seperti
kemiskinan, buruknya infrastruktur, kompleksitas permasalahan
pertanian, maupun rendahnya kualitas pendidikan dan kesehatan, semua
bisa menjadi ”komoditas yang bisa dijual” oleh politisi untuk
mendapatkan suara orang desa. Karena itu, tidak heran bila sejumlah
politisi dan parpol telah menggelar ”panggung teater” di mana alam
pedesaan dan orang-orangnya terlibat dalam tutur dan gambar.
Di era komunikasi, media adalah sarana efektif bagi politisi
untuk membuat manajemen kesan dalam rangka menunjukkan panggung
depan mereka. Ini bisa dilihat dari gambar yang tersaji di iklan politik
yang menyajikan eksotisme desa yang berbalut wajah-wajah tidak
berdaya karena tersingkir dari pembangunan.
Dengan nilai resmi di masyarakat bahwa politisi ideal adalah
mereka yang dekat dan peduli dengan rakyat, politisi menciptakan
panggung depannya untuk menunjukkan kepedulian bahwa mereka siap
mengentaskan segala problem itu. Panggung yang diciptakan adalah
suksesnya pembangunan dengan wajah para petani desa yang riang serta
anak-anak yang menikmati pendidikan murah. Maka, panggung yang
diciptakan adalah bagaimana kepuasan orang-orang desa agar bisa
dilanjutkan dan ditingkatkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
129
Orang-orang desa memang sudah terbukti dari sejak dahulu,
selalu meyimpan lumbung bagi kebutuhan orang-orang kota. Mulai dari
hasil pertanian; padi, jagung, palawija sebagai 9 bahan pokok, serta hasil
sayur-sayuran untuk dijual ke kota, juga tenaga kerja murah. lum-
bungnya oleh orang-orang kota, tidak lain adalah lumbung suara nya.
Maka dinamika hukum ekonomi antara permintaan dan penawaran
kemudian sering muncul dan terpaksa dilakukan oleh orang-orang yang
berkepentingan langsung. Ada yang merasa punya lumbung suara
banyak, sehingga berani menjualnya sebagai bandar, di lain pihak ada
pula yang merasa punya modal, sehingga jika perlu harus membelinya.
Ada yang lebih halus, sopan dan praktis, dengan tukar guling, misalnya
dengan mengaspal 1-2 km jalan masuk desa, pasang listrik penerangan
desa, dengan membuat MCK, pengobatan gratis, membagi sembako, atau
menukar dengan memperbaiki atau membuat bangunan tempat ibadah,
dsb. Semua itu disesuaikan dengan kebutuhan dan kepentingannya.
Itulah iklan politik dan dinamika politik menjelang pemilu yang
sering terjadi di pedesaan, apapun partainya semua bersimpati untuk
memajukan masyarakat di pedesaan yang sementara menjadi panggung
dari sebuah dramaturgi politik lima tahun sekali ini.
Dari keenam syarat konotasi diatas, dapat disimpulkan bahwa
makna konotasi yang muncul adalah Jokowi mengajak rakyat indonesia
untuk selalu menjaga alam, menghargai sesama dan tetap berbudaya.
Pesan kampanyenya ini disampaikan dalam suasana ramadhan sehingga
sebenarnya apa yang di sampaikan di narasi adalah bentuk orasi Jokowi
dalam berkampanye. Hal ini diartikan Jokowi mengajak semua lapisan
masyarakat khususnya rakyat di pedesaan agar mendukung dirinya dalam
pemilihan presiden 2014, agar suasana harmonis yang di gambarkan
dalam iklan ini dapat terus dipelihara dan dilestarikan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
130
6. Adegan enam (scene 6) : Kota
Tabel 48. Unit Analisis Unsur Sinematik (Sinematografi)
Scene 6, Shot 1
Unsur Sinematik
Ukuran
gambar
Sudut
pandang
lensa Pencaha-
yaan
warna Pergerakan
kamera
fokus
Ekstreme
Close up
Frog
eye
angle
Tele
photo
High
contrast
netral
handheld
selektif
fokus
Tabel 49. Unit Analisis Unsur Sinematik (Sinematografi)
Scene 6, Shot 2
Unsur Sinematik
Ukuran
gambar
Sudut
pandang
lensa Pencaha-
yaan
warna Pergerakan
kamera
fokus
Close up Eye
level
angle
Tele
photo
High key netral
still
selektif
fokus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
131
Tabel 50. Unit Analisis Unsur Sinematik (Sinematografi)
Scene 6, Shot 3
Unsur Sinematik
Ukuran
gambar
Sudut
pandang
lensa Pencaha-
yaan
warna Pergerakan
kamera
fokus
Ekstreme
Close up
high
angle
Tele
photo
Low
contrast
netral
handheld
selektif
fokus
Tabel 51. Unit Analisis Unsur Sinematik (Sinematografi)
Scene 6, Shot 4
Unsur Sinematik
Ukuran
gambar
Sudut
pandang
lensa Pencaha-
yaan
warna Pergerakan
kamera
fokus
Full
shot
Low
angl
wide
lens
high key netral panning Deep
fokus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
132
Tabel 52. Unit Analisis Unsur Sinematik (Sinematografi)
Scene 6, Shot 5
Unsur Sinematik
Ukuran
gambar
Sudut
pandang
lensa Pencaha-
yaan
warna Pergerakan
kamera
fokus
Big close
Up
low
angle
Tele
photo
High
key
biru
still
selektif
fokus
Tabel 53. Unit Analisis Semiotika Roland Barthes
Scene 6 (Kota)
Scene Shot visual
verbal
narasi Suara
latar
6.
1.
2.
3.
4
5.
Belajar untuk
melawan diri
kita sendiri
Riuh
pasar
Latar
musik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
133
Sistem Penandaan Tingkat Pertama (Denotasi)
Scene ini memvisualkan keramaian kota yang terdapat banyak
pedagang berjualan di pinggir jalan, salah satunya nampak pada adegan
pedagang balon udara yang sedang menunggu pembeli, di sisi yang lain
ada pula penjual yang menjual berbagai macam kembang gula beraneka
warna. Pada waktu yang sama muncul dua pemeran ibu dan anak
berjalan berdua menyusuri padatnya jalanan kota, pandangan sang anak
langsung tertuju pada deretan kembang gula beraneka warna. namun
ibunya tidak mengabulkan keinginan sang anak, raut muka anak kecil
terlihat kecewa. Sepanjang visual ditanyangkan terdapat narasi Jokowi
“Belajar untuk melawan diri kita sendiri”.
Makna denotasi yang muncul dalam adegan ini sebenarnya
Jokowi ingin menyampaikan pemahamannya mengenai pengertian puasa
secara umum, puasa adalah menahan untuk tidak makan, minum mulai
terbitnya fajar sampai terbenam matahari. hanya saja di kemas dan di
visualkan dengan contoh kasus yang lebih sederhana.
Sistem Penandaan Tingkat Kedua (Konotasi)
Analisis pada tataran kedua, pesan yang diinterpretasikan tidak
sesederhana seperti pada tataran pertama. Pada analisis tataran kedua ini
ada makna konotasi yang tercipta. Peneliti menggunakan enam prosedur
konotasi Barthes untuk menganalisis, yaitu trick effect, pose, object,
photogenia, aestheticism, dan sintax. Enam langkah tersebut dapat
dipandang sebagai pertimbangna utama ketika orang membaca bahasa
gambar tersebut.
1. Trick Effect
Shot pada scene ini kebanyakan diambil dengan lensa tele photo.
dapat dilihat pada bagian latar belakang pada objek utama nampak blur.
lensa jenis ini memang mempunyai keistimewaan tersendiri, selain dapat
membuat latar belakang kabur, lensa jenis ini dapat menghasilkan
gambar yang seakan-akan seperti memiliki efek dimensi. beberapa teknik
focusing juga diperagakan dalam scene ini. salah satunya dikenal dengan
istilah split focus. teknik ini dilakukan pada dua objek dengan posisi yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
134
berbeda. tekniknya adalah dengan mengubah titik fokus dari objek satu
ke objek lainnya.
2. Pose
Kode-kode komunikasi nonverbal jarang mendapatkan perhatian
dari penonton. Hal ini dikarenakan mereka melihat gambar tersebut
secara keseluruhan, menyatu dengan segala unsur sinematografi yang ada
di dalamnya.
Gesture yang ditunjukkan anak kecil memperlihatkan adanya
kekecewaan yang begitu mendalam karna keinginanya tidak dikabulkan
ibunya. namun dilain sisi ada sebuah pembelajaran yang berarti jika
mendengarakan cuplikan narasi yang di sampaikan Jokowi. pemirsa di
ingatkan bahwa kita harus dapat mengendalikan hawa nafsu kita.
3. Object
Penempatan balon dan kembang gula menjadi salah satu
petunjuk bahwa adegan tersebut terjadi pada pusat keramain.
Pengambilan sedikit gambar balon dan permen-permen dengan latar
belakang tokoh anak dan ibu memberi makna sebab akibat. sang anak
tertarik dengan kembang gula tersebut namun ibunya tidak mengabulkan
permintaan sang anak. sedangkan kembang gula-kemabang gula tersebut
berada disana untuk diperjual belikan.
4. Photogenia
Pencahayaan yang diberikan cenderung lebih terang. banyaknya
orang yang berlalu lalang pada scene ini menambah kesan padat dan
ramai. Namun sisi emosi terasa lebih tersampaikan pada penonton.
Walaupun ekspresi kekecewaan tercermin pada wajah anak kecil,
pencahayaan dalam scene tidak lantas diredupkan. banyak di temukan di
beberapa film, untuk menggambarkan suasana hati yang buruk atau rasa
kecewa dalam sebuah film biasanya diikuti dengan pencahayaan yang
redup.
5. Aestheticism
Pada point aethetisicm ini, komposisi warna menjadi hal yang
menarik untuk diamati, selain terlihat warna warni, unsur warna yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
135
beraneka ragam menimbulkan rasa yang berbeda dengan scene-scene
sebelumnya.
6. Sintax
Puasa adalah tindakan sukarela dengan berpantang dari
makanan, minuman, atau keduanya, perbuatan buruk dan dari segala hal
yang membatalkan puasa untuk periode waktu tertentu. Puasa mutlak
biasanya didefinisikan sebagai berpantang dari semua makanan dan
cairan untuk periode tertentu, biasanya selama satu hari (24 jam), atau
beberapa hari. Puasa lain mungkin hanya membatasi sebagian,
membatasi makanan tertentu atau zat. Praktik puasa dapat menghalangi
aktivitas seksual dan lainnya serta makanan. Puasa, sering dilakukan
dalam rangka menunaikan ibadah, juga dilakukan di luar kewajiban
ibadah untuk meningkatkan kualitas hidup spiritual seseorang yang
melakukannya. Hal semacam ini sering ditemukan dalam diri pertapa.
Dalam Islam, puasa (disebut juga Shaum) yang bersifat wajib
dilakukan pada bulan Ramadan selama satu bulan penuh dan ditutup
dengan Hari Raya Lebaran, menahan diri dari makan dan minum dan dari
segala perbuatan yang boleh membatalkan puasa seperti perbuatan-
perbuatan yang tidak baik termasuk dalam perkataan, tidak bertengkar,
menjaga pola pikir, hawa nafsu, dan juga untuk melatih kesabaran, mulai
dari terbit fajar hingga terbenam matahari dengan niat. Sesuai perintah
dalam kitab suci umat islam Al Quran puasa juga menolong menanam
sikap yang baik. Dan kesemuanya itu diharapkan berlanjut ke bulan-
bulan berikutnya, dan tidak hanya pada bulan puasa.
Dari keenam syarat konotasi di atas dapat disimpulkan makna
konotasi dari adegan ini adalah Jokowi ingin menyampaikan
pemahamannya tentang pengertian puasa secara umum, puasa adalah
menahan untuk tidak makan, minum mulai terbitnya fajar sampai
terbenam matahari. Penyampaian pesan tersebut di ilustrasikan secara
ringan dalam bentuk adegan diatas. agar pesan “Belajar untuk melawan
diri kita sendiri” dapat di cerna pemirsa tanpa melalui proses berfikir
yang panjang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
136
7. Adegan tujuh (scene 7) : Aktifitas sore hari
Tabel 54. Unit Analisis Unsur Sinematik (Sinematografi)
Scene 7 Shot 1
Unsur Sinematik
Ukuran
gambar
Sudut
pandang
lensa Pencaha-
yaan
warna Pergerakan
kamera
fokus
Full shot Eye
level
angle
Tele
photo
Low
contrast
biru
handheld
deep
fokus
Tabel 55. Unit Analisis Unsur Sinematik (Sinematografi)
Scene 7, Shot 2
Unsur Sinematik
Ukuran
gambar
Sudut
pandang
lensa Pencaha-
yaan
warna Pergerakan
kamera
fokus
long
shot
Low
angle
Normal
lens
Low
contrast
biru
Steady shot
deep
fokus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
137
Tabel 56. Unit Analisis Unsur Sinematik (Sinematografi)
Scene 7, Shot 3
Unsur Sinematik
Ukuran
gambar
Sudut
pandang
lensa Pencaha-
yaan
warna Pergerakan
kamera
fokus
long
shot
low
angle
Wide
lens
high
contrast
netral
Steady shot
depp
fokus
Tabel 57. Unit Analisis Unsur Sinematik (Sinematografi)
Scene 7, Shot 4
Unsur Sinematik
Ukuran
gambar
Sudut
pandang
lensa Pencaha-
yaan
warna Pergerakan
kamera
fokus
full
shot
Low
angle
Tele
photo
Low
contrast
netral
Steady shot
depp
fokus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
138
Tabel 58. Unit Analisis Unsur Sinematik (Sinematografi)
Scene 7, Shot 5
Unsur Sinematik
Ukuran
gambar
Sudut
pandang
lensa Pencaha-
yaan
warna Pergerakan
kamera
fokus
Ekstreme
Cloce up
high
angle
Normal
lens
Low
contrast
netral
Steady
shot
selektif
fokus
Tabel 59. Unit Analisis Unsur Sinematik (Sinematografi)
Scene 7, Shot 6
Unsur Sinematik
Ukuran
gambar
Sudut
pandang
lensa Pencaha-
yaan
warna Pergerakan
kamera
fokus
medium
shot
Eye
level
angle
Tele
photo
Low
contrast
netral
Steady shot
selektif
fokus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
139
Tabel 60. Unit Analisis Unsur Sinematik (Sinematografi)
Scene 7, Shot 7
Unsur Sinematik
Ukuran
gambar
Sudut
pandang
lensa Pencaha-
yaan
warna Pergerakan
kamera
fokus
medium
shot
Low
angle
Tele
photo
Low
contrast
biru
Steady shot
selektif
fokus
Tabel 61. Unit Analisis Semiotika Roland Barthes
Scene 7 (Aktifitas sore hari)
Scene Shot visual
verbal
narasi Suara
latar
7.
1.
2.
3.
4
kita akan
selalu belajar
untuk menjadi
lebih baik,
hingga
kebaikan yang
kita lakukan
membawa
hikmah dan
manfaat.
Latar
musik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
140
5.
6.
7.
Sistem Penandaan Tingkat Pertama (Denotasi)
Scene ini menunjukan beberapa aktifitas yang biasa dilakukan
pada sore hari pada bulan ramadhan, mencari kayu bakar di sebuah
ladang yang luas, anak-anak bermain layang-layang di sebuah atap
rumah, atau sekedar bermain bola di sudut gang perkampungan dan yang
terakhir menampilkan sekumpulan orang mendatangi masjid
Makna denotasi yang muncul adalah pada bulan ramadhan
berkembang kebiasaan melakukan aktifitas disaat menunggu waktu
berbuka salah satunya adalah bermain, berolah raga dan mengikuti
kegiatan keagamaan di sebuah masjid.
Sistem Penandaan Tingkat Kedua (Konotasi)
1. Trick Effect
Trick effect merupakan syarat konotasi yang melihat melalui
teknik-teknik visual yang terdapat dalam shot. Pada shot pertama,
gambar diambil dengan jarak kamera full shot, merekam adegan
menendang di sebuah ladang yang lebih mirip seperti gurun pasir. shot 2
merekam adegan dua orang berjalan meninggalkan setting lokasi dengan
jarak kamera long shot.
Shot berlanjut dengan cara cut, yakni transisi shot ke shot
lainnya secara langsung. Shot kali ini merekam kegiatan seorang anak
bermain layang-layang di sebuah atap rumah diambil dengan jarak long
shot dan medium shot untuk memperlihatkan detil adegan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
141
Pengambilan gambar dari angle berbeda juga memberikan makna
berbeda. Contohnya pada shot lima, angle pengambilan gambar sengaja
memanfaatkan pantulan refleksi dari sebuah kubangan air. yang
menunjukkan sekumpulan orang bermain bola. Shot berlanjut dengan
transisi cut. Shot selanjutnya ini langsung menangkap detil adegan. detil
adegan yang dimaksud adalah ekspresi seseorang setelah mencetak gol.
2. Pose
Terdapat Pose penting pada shot ketika adegan ini berlangsung,
yakni ketika adegan seseorang berhasil mencetak sebuah gol, dikatakan
penting karena adegan ini memiliki sebuah makna yang sama dengan
narasi Jokowi “hingga kebaikan yang kita lakukan membawa hikmah dan
manfaat” ikon dari ekspresi gol menjadi sebuah simbol pencapaian
tertinggi dalam kehidupan politiknya. bagian dari tujuan pencapresannya
yang diharapkan memiliki manfaat bagi orang banyak. Informasi inilah
yang menjadi dasar dari adegan mencetak gol.
Pose selanjutnya adalah adegan teatrikal yang diletakkan pada
awal scene. Secara sekilas adegan tersebut tampak seperti shot yang
tanpa tujuan namun sebenarnya adegan tersebut melambangkan
bagaimana Jokowi akan bersikap bila dia berhasil menjadi presiden,
adegan menendang pada shot 1 menjadi simbol bahwa dirinya ingin
mendobrak politik di indonesia yang sangat kompleks.
3. Object
Object yang ingin ditampilkan menonjol pada scene ini adalah
seikat kayu bakar, layang-layang, bola, dan masjid. object tersebut
memberikan gambaran makna mengenai apa yang dilakukan. sebagai
contoh seikat kayu bakar memberikan gambaran bahwa orang yang
membawa kayu bakar bertempat tinggal di pedesaan, menggantungkan
hidupnya dari kekayaan alam. object layang-layang menggambarkan
sebuah permainan yang biasanya di lakukan di sore hari dimana cuaca di
luar tidak lagi panas. Object lain yang luput dari pemahaman penonton
adalah pakaian yang dikenakan oleh para pemeran dalam scene ini.
mereka kebanyakan mengenakan kaos. Keadaan pakaian yang dikenakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
142
bisa saja memberikan informasi bahwa apa yang mereka kerjakan adalah
di luar waktu kerja.
4. Photogenia
Teknik photogenia menurut Barthes dalam bukunya Imaji, Teks,
Musik berhubungan dengan teknis fotografis seperti lighting, exposure,
dan printing. Ketika dihubungkan dengan shot dalam suatu film, hal
tersebut berhubungan dengan teknik pencahayaan dan juga latar belakang
dalam suatu shot. Dengan setting luar ruangan, maka pencahayaan yang
dilakukan adalah dengan memanfaatkan cahaya matahari. dibeberapa
shot menambahkan unsur biru yang begitu pekat ini dimaksudkan
sebagai petanda bahwa hari sudah memasuki waktu petang.
5. Aestheticism
Keindahan gambar yang dimunculkan dalam scene ini terletak
pada keindahan pemandangan ladang yang lebih menyerupai padang
pasir, dengan tamahan efek pewarnaan biru mengesankan bahwa
suasananya sanagt tenang, nyaman untuk melakukan segala macam
aktifitas di luar ruangan sambil menunggu waktu berbuka.
Pada bulan ramadhan di Indonesia, berkembang kebiasaan
melakukan aktifitas sembari menunggu waktu berbuka, di Bandung
kebiasaan ini dikenal dengan nama Ngabuburit, di Indramayu dikenal
dengan nama Luru Sore (Cari Sore), di (Cilegon) dikenal dengan istilah
(Nyenyore) (Menunggu Sore). Biasanya saat itu juga dimanfaatkan untuk
berolah raga, bermain layangan, atau sekedar jalan-jalan sambil menungu
berbuka.
6. Sintax
Terdapat banyak pesan dalam setiap adegan dalam scene ini,
selain kesan yang muncul “persahabatan dan keramahan”, adegan dalam
scene ini juga menampilkan bagaimana kegiatan seperti bermain bola,
layang-layang dapat dilakukan semua orang dari berbagai latar belakang
ras, agama, dan budaya. Permainan-permainan dalam adegan diatas
menanamkan arti “Unity in diversity”, hal ini selaras pesan Jokowi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
143
dalam narasinya “kita akan selalu belajar untuk menjadi lebih baik,
hingga kebaikan yang kita lakukan membawa hikmah dan manfaat”.
8. Adegan delapan (scene 8) : Berbuka bersama keluarga
Tabel 62 Unit Analisis Unsur Sinematik (Sinematografi)
Scene 8, Shot 1
Unsur Sinematik
Ukuran
gambar
Sudut
pandang
lensa Pencaha-
yaan
warna Pergerakan
kamera
fokus
Full
shot
Eye
level
angle
Wide
lens
Low key warm
(kuni
g,abu-
abu)
Steady shot
deep
fokus
Tabel 63. Unit Analisis Unsur Sinematik (Sinematografi)
Scene 8, Shot 2
Unsur Sinematik
Ukuran
gambar
Sudut
pandang
lensa Pencaha-
yaan
warna Pergerakan
kamera
fokus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
144
medium
shot
Low
angle
Tele
photo
Low
contrast
warm
(kuni
g,abu-
abu)
Steady shot
selektif
fokus
Tabel 64. Unit Analisis Unsur Sinematik (Sinematografi)
Scene 8 , Shot 3
Unsur Sinematik
Ukuran
gambar
Sudut
pandang
lensa Pencaha-
yaan
warna Pergerakan
kamera
fokus
Ekstreme
Close up
high
angle
Tele
photo
Low
contrast
netral Steady shot
selektif
fokus
Tabel 65. Unit Analisis Unsur Sinematik (Sinematografi)
Scene 8, Shot 4
Unsur Sinematik
Ukuran
gambar
Sudut
pandang
lensa Pencaha-
yaan
warna Pergerakan
kamera
fokus
Full shot
shot
Eye
Level
angle
Wide
lens
Low
contrast
netral Steady shot
Deep
fokus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
145
Tabel 66. Unit Analisis Unsur Sinematik (Sinematografi)
Scene 8, Shot 5
Unsur Sinematik
Ukuran
gambar
Sudut
pandang
lensa Pencaha-
yaan
warna Pergerakan
kamera
fokus
Medium
shot
lowangle
Tele
photo
Low
contrast
netral
handheld
selektif
fokus
Tabel 67. Unit Analisis Unsur Sinematik (Sinematografi)
Scene 8, Shot 6
Unsur Sinematik
Ukuran
gambar
Sudut
pandang
lensa Pencaha-
yaan
warna Pergerakan
kamera
fokus
Close up high
angle
Tele
photo
Low key Unggu
biru
handheld
selektif
fokus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
146
Tabel 68. Unit Analisis Unsur Sinematik (Sinematografi)
Scene 8, Shot 7
Unsur Sinematik
Ukuran
gambar
Sudut
pandang
lensa Pencaha-
yaan
warna Pergerakan
kamera
fokus
Ekstreme
Close up
shot
high
angle
Tele
photo
Low
contrast
Unggu
biru
handheld
selektif
fokus
Tabel 69. Unit Analisis Unsur Sinematik (Sinematografi)
Scene 8, Shot 8
Unsur Sinematik
Ukuran
gambar
Sudut
pandang
lensa Pencaha-
yaan
warna Pergerakan
kamera
fokus
Two shot
framing
Eye
Level
angle
Tele
photo
Low key Unggu
biru
Steady shot
selektif
fokus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
147
Tabel 70. Unit Analisis Unsur Sinematik (Sinematografi)
Scene 8, Shot 9
Unsur Sinematik
Ukuran
gambar
Sudut
pandang
lensa Pencaha-
yaan
warna Pergerakan
kamera
fokus
Close up high
angle
Normal
lens
Low key Unggu
biru
handheld
Deep
fokus
Tabel 71. Unit Analisis Unsur Sinematik (Sinematografi)
Scene 8, Shot 10
Unsur Sinematik
Ukuran
gambar
Sudut
pandang
lensa Pencaha-
yaan
warna Pergerakan
kamera
fokus
two
shot
Low
angle
Tele
photo
Low key unggu
Biru
still
selektif
fokus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
148
Tabel 72. Unit Analisis Semiotika Roland Barthes
Scene 8 (Berbuka bersama keluarga)
Scene Shot visual
verbal
narasi Suara
latar
8.
1.
2.
3.
4
Demi menjadi
manusia yang
lebih baik,
keluarga yang
lebih baik.
Saya adalah
kamu, Kamu
adalah kita,
dan kita adalah
bangsa
Indonesia
“Selamat
menunaikan
ibadah puasa”
Latar
musik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
149
Sistem Penandaan Tingkat Pertama (Denotasi)
Menceritakan keluarga kecil yang sedang berbuka puasa.
tempat yang berbeda terlihat suasana keakraban antara keluarga Jokowi
dan Jusuf Kalla pada sebuah rumah. Jokowi di temani istrinya Iriana
Joko Widodo dan Jusuf Kalla ditemani ibu Mufidah Kalla. Suasana
kekeluargaan dan canda tawa antara ke dua keluarga tersebut terekam
dengan baik pada scene ini.
Makna denotasi dari adegan tersebut adalah sebuah adegan
dimana kedua keluarga capres dan cawapres bertemu berbuka puasa
bersama dalam suasana kekeluargaan. Pesan denotasi di atas disebut
pesan tanpa kode yaitu pesan yang sampai pada penonton tanpa harus
melakukan penafsiran.
Sistem Penandaan Tingkat Kedua (Konotasi)
Analisis pada tataran kedua, makna konotasi dimunculkan
melalui enam prosedur konotasi Barthes yaitu trick effect, pose, object,
photogenia, aestheticism, dan sintax. Enam langkah tersebut dapat
dipandang sebagai pertimbangan utama ketika orang membaca bahasa
gambar tersebut. Menurut Barthes (2010:7) dalam Image, Music, Text
dengan menggunakan minimal tiga pendekatan sudah bisa memunculkan
konotasi.
1. Trick Effect
Trick effect merupakan syarat konotasi yang melihat melalui
teknik-teknik visual yang terdapat dalam shot. Pada shot pertama,
menampilkan sebuah keluarga kecil yang sedang menikmati hidangan
berbuka. shot ini adalah sebuah kelanjutan dari scene sebelumnya dimana
dalam scene sebelumnya menampilkan keluarga yang sama saat
bersantap sahur.
Shot berlanjut dengan transisi cut. Shot kedua ini langsung
memperlihatkan suasana keluarga Jokowi di temani istri Iriana disebuah
ruang keluarga, hadir juga sosok Jusuf Kalla dan ibu Mufidah Kalla.
mereka nampak dalam suasana santai. scene ini juga menghadirkan figur
Sujiatmi Notomihardjo, beliau adalah ibu kandung Jokowi. teknik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
150
pengambilan gambar pada scene ini banyak menggunakan Point of view
(POV) ini bertujuan memberitahukan kepada pemirsa apa yang sedang
dikerjakan oleh tokoh dalam video ini.
2. .Pose
Nuansa baru terasa saat Jokowi tampil dalam video-video iklan
politiknya tak terkecuali pada video iklan politik versi “Pesan Ramadhan
Jokowi-JK Untuk Keluarga Indonesia”, Jokowi menunjukkan kesahajaan
dalam dirinya saat bersikap, pose yang di tunjukkan dalam video adalah
pribadi yang polos, lugu, namun tetap bersahaja dalam bekerja. Pribadi
yang humoris, anak yang berbakti pada orang tuanya, dan seorang sosok
kepala keluarga yang bertanggung jawab. Selain representasi pejabat
yang bersahaja. Jokowi memperkenalkan etos kerja, kerja, dan kerja.
3. Object
Object mencakup apa seseorang atau benda tersebut, bagaimana
letak benda, besar kecilnya benda. Ada beberapa object dalam adegan ini
yang akan dianalisis, diantaranya yang paling menonjol adalah sepatu
Jokowi yang terdapat pada shot 9.
Apa sebenarnya arti sepasang sepatu Jokowi hingga membuat
media Malaysia, The Star, terkesan. Dalam opini berjudul Setting the
Right Example, wartawan The Star, Wong Chun Wai, menuliskan
kesederhanaan pemimpin Indonesia ini. Hal ini adalah sesuatu yang
langka. Kesederhanaan para pemimpin amat dibutuhkan di tengah situasi
ekonomi yang kian sulit. "And we certainly will not appreciate the
pompous display of extravagance, especially in tough economic times
when the people struggle to pay the bills. We also need to cut down on
unnecessary practices each time the political elite are in attendance,"
tulis Wai.
Saat ini, kata Wai, banyak politikus yang tak lagi berhubungan
dengan masyarakat setelah mereka terpilih. "The trouble with most
politicians is that they lose the connection with the people after a while.
They forget the people who put them in their positions in the first place,"
tulis Wai.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
151
Wai juga menuliskan bahwa pemimpin yang tak merakyat akan
semakin ditinggalkan. "The world has changed. The old ways don’t work
anymore because every word and action is being scrutinised in real time,
and flashed to the world instantly. (Dunia sudah berubah, cara yang lama
tak lagi berlaku sebab setiap kata dan tindakan akan disorot dan tersebar
ke seluruh dunia dengan cepat)," tulis Wai.ill only be remembered for
putting their country in the news, for all the wrong reasons," tulis Wai.
(tempo.com 01 Des 2014, 06:48 wib)
Orang membeli sepatu tujuan pokoknya pastilah untuk alas kaki.
Dan begitu pula fungsi awal sepatu pada awal sejarahnya. Tapi sejarah
sepatu terus berkembang. Bukan sekedar alas kaki. Setiap tempat
membutuhkan jenis sepatu yang berbeda. bukan hanya tujuan pemakaian,
masih banyak variasi dari sepasang sepatu. Apa warnanya, hitam elegan,
merah atau kuning? Sepatu buatan mana, dalam negeri atau impor?
Impor beli di Indonesia atau langsung ke Paris? Berapa harga sepatunya?
Sepasang sepatu yang kita gunakan menggambarkan pilihan-
pilihan kita. Pilihan berdasarkan selera, kemampuan, relasi, profesi dan
bahkan nilai-nilai kehidupan.
Banyak pemberitaan yang menceritakan sepasang sepatu
Jokowi. Ternyata harga sepatu yang sering dipakai Jokowi lebih murah
daripada sepasang sepatu yang dipakai para pejabat kebanyakan. Sepatu
kulit ini yang sering digunakan, penelitian ini menduga sepasang sepatu
Jokowi sering digunakan memang karena alasannya paling nyaman untuk
dipakai blusukan, selain memang kubu Jokowi sadar bahwa sepatu ini
menjadi simbol kesederhanaan Jokowi sehingga secara khusus di
masukkan ke dalam sebuah iklan.
Hidup sederhana memang tidak bisa diajarkan dengan ceramah.
Hidup sederhana hanya bisa ditunjukkan. Percuma saja mengajak untuk
hidup sederhana bila yang memberi ceramah bergaya hidup mewah.
Dengan diperagakan, tanpa ceramah pun, orang jadi sungkan dan pada
akhirnya menjadikannya teladan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
152
Gaya hidup sederhana adalah sebuah solusi atas persoalan
mendasar bangsa ini, lomba pamer kekayaan, yang membuat marak
korupsi di negeri ini. Bagi penelitian ini Jokowi adalah sebuah jawaban
atas kerinduan rakyat terhadap sosok yang mempunyai gaya hidup
sederhana.
Object ke dua adalah pakaian, Pakaian Joko Widodo ingin apa
yang dilakukannya dimaknai publik. Aksi "blusukannya", kebijakan-
kebijakannya, termasuk gaya berpakaian yang dia kenakan sehari-hari.
Kemeja kotak-kotak lengan panjang dengan dua kantong di dada, celana
panjang hitam, dan sepatu kasual adalah busananya setiap kali
melakukan blusukan. "Kostum blusukan", begitu media menyebutnya,
memiliki makna sederhana. Jokowi tidak ingin ada pembeda dengan
rakyat.
4. Photogenia
Dalam photogenia, sebuah scene bisa ditampilkan secara lebih
dramatis atau romantis. Dominasi pencahayaan dalam scene ini yang
ditampilkan menandakan bahwa cahaya matahari datang dari satu arah.
Interpretasi yang muncul adalah cahaya ini adalah cahaya matahari sore
dan bukan cahaya pagi karena cahaya tersebut terlalu terang untuk
cahaya matahari sore. Warna yang di tampilkan juga mencampur unsur
jingga pada beberapa shot yang di rekam di luar ruangan. Sehingga dapat
menarik kesimpulan informasi yang ingin diberitahukan bahwa adegan
tersebut dilakukan pada sore hari dan memberitahukan kegiatan berbuka
pada waktu petang.
5. Aestheticism
Aestheticism melihat pada keseluruhan makna shot, maka dari
itu untuk menentukan makna shot sesuai syarat aestheticism harus diteliti
dari segala aspek. video iklan politik versi “Pesan Ramadhan Jokowi-JK
Untuk Keluarga Indonesia” merupakan video iklan yang sebagian
ceritanya mengadopsi kehidupan Jokowi. Gambar yang ingin
ditunjukkan dalam adegan ini adalah gambaran tentang betapa keluarga
mempunyai peran penting dalam kehidupan, Sehingga shot-shot yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
153
ditampilkan lebih menampilkan kegiatan-kegiatan yang berhubungan
dengan aktifitas keluarga, seperti makan sahur bersama, berbelanja di
pasar dengan anak, mengantar sekolah, dan bercengkrama di waktu
senja. semua terssaji dengan bantuan tata cahaya, tata artistik untuk
mewujudkan kesan yang di inginkan.
6. Sintax
Dari keenam syarat konotasi di atas dapat disimpulkan makna
konotasi dari adegan ini adalah buka bersama selalu mengandung arti
kebahagiaan. Salah satu kebahagiaan yang dirasakan adalah saat berbuka
puasa dapat bersama keluarga tercintanya. Semua anggota keluarga
berkumpul mengelilingi hidangan berbuka bersama, dan ketika azan
maghrib berkumandang, suasana keceriaan dan kebahagiaan pun akan
terkuak. Begitu pun dengan berbuka bersama dengan kawan-kawan
sepermainan, kawan sekolah, kawan kantor, ataupun kawan komunitas
lainnya di sebuah tempat yang juga istimewa. Suasana berbuka selalu
mencerminkan kebahagiaan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
154
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Penggunaan iklan politik disadari kini semakin marak, banyak
partai berlomba-lomba mendulang perolehan suara dengan meng-
konstruksi wacana publik. Berbagai visi dan misi setiap kandidat sangat
beragam, tergantung pada ideologi yang menjadi landasan pergerakan
sseorang kandidat. Iklan politik dianggap berperan signifikan dalam
menentukan arah politik para pemilih. Hal demikian tentu patut untuk
menjadi kajian secara mendalam, salah satunya melalui analisis
semiotika iklan politik yang kini memperoleh perhatian cukup besar dari
masyarakat karena wujud dan cara pendekatannya amat beragam.
Berdasarkan pada analisis penelitian ini menggunakan pendekatan teori
semiotika Roland Barthes, disimpulkan bahwa makna pesan pada video
iklan politik versi “Pesan Ramadhan Jokowi-JK Untuk Keluarga
Indonesia” berdasarkan analisis semiotika Roland Barthes, didasarkan
two order signification. Tahap berikutnya menemukan makna yang
dikemukakan secara ekplisit di permukaan dan makna yang dikemukakan
secara implisit di balik tampilan iklan yang terdapat pada beberapa
adegan (scene) baik secara tanda verbal maupun visual, lalu di analisis
menggunakan tahap konotasi Barthes untuk menganalisis yaitu trick
effect, pose, object, photogenia, aestheticism dan sintax.
Pertama, hasil analisis dengan pendekatan semiotika terhadap
tanda verbal dan tanda visual video iklan politik versi “Pesan Ramadhan
Jokowi-JK Untuk Keluarga Indonesia”, adalah tanda-tanda yang ter-
dapat pada keseluruhan video iklan politik ini merupakan sejumlah
tanda-tanda yang mengandung unsur bahasa verbal dan visual di-
dalamnya yang dimana konsep tersebut mempresentasikan makna-makna
tersendiri. Video iklan politik versi “Pesan Ramadhan Jokowi-JK Untuk
Keluarga Indonesia”, telah mampu menyampaikan pesan melalui bahasa
visual yang dapat dimengerti secara umum sehingga mudah untuk
dipahami oleh masyarakat. Hal ini diwakili melalui tanda-tanda di-
sampaikan melalui teknik-teknik visual. Dalam video maupun gambar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
155
terkandung level produksi yang berbeda (Framing, layout, technical
treatment, choice). Untuk memunculkan sebuah makna konotasi
mewakili beberapa ekspresi wajah.
Kedua, melalui konsep tanda verbal dan visual yang ditampilkan
oleh video iklan politik versi “Pesan Ramadhan Jokowi-JK Untuk
Keluarga Indonesia” dapat disimpulkan bahwa makna konotasi yang
muncul adalah Talking about Family; keluarga memiliki peranan yang
penting bagi kehidupan, keluarga adalah tempat untuk belajar, “dan
keluarga merupakan tempat untuk belajar menghadapi kehidupan itu”.
Keluarga adalah awal bermula untuk meraih kesuksesan dalam hidup,
perlu usaha berkali-kali, dibutuhkan pikiran dan tenaga yang tidak
sedikit, serta kerja keras dan ketekunan, juga semangat yang pantang
menyerah, adalah sebagian pesan moral yang disampaikan dalam video
iklan politik versi “Pesan Ramadhan Jokowi-JK Untuk Keluarga
Indonesia”
Ketiga, Pada video iklan politik versi “Pesan Ramadhan
Jokowi-JK Untuk Keluarga Indonesia” pemirsa juga akan disuguhi potret
kehidupan keluarga yang sangat sempurna serta kemesraan hubungan
keluarga, kedudukan Jokowi sebagai kepala keluarga, suami, bapak dan
manusia biasa. Makna lain yang ditemukan dalam video iklan politik
versi “Pesan Ramadhan Jokowi-JK Untuk Keluarga Indonesia” ada
sebuah usaha penciptaan citra yang tersamar dalam slogan “Jokowi-JK
adalah kita” Jokowi menempatkan dirinya sebagai representasi
masyarakat Indonesia, sehingga dalam slogannya tersebut nampak antara
jokowi dan kita adalah sama.
Kompetisi Politik saat ini sudah menjadi sebuah bentuk
kompetisi yang bersifat integratif, tidak saja memerlukan keahlian dan di
bidang politik namun juga hal lain yang bersinggungan dengan politik.
Terlebih dengan kondisi masyarakat yang mudah mencari informasi
pembanding (second opinion) maka kemampuan tim sukses mengelola
dan memanfaatkan momen untuk menancapkan kesan di benak calon
pemilih menjadi sangat penting dan strategis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
156
B. Saran
Penelitian Makna Pesan Pada Video Iklan Politik Versi “Pesan
Ramadhan Jokowi-JK Untuk Keluarga Indonesia” baru menjelaskan tiga
bagian secara umum. Analisis video iklan politik versi “Pesan Ramadhan
Jokowi-JK Untuk Keluarga Indonesia” masih banyak kajian-kajian dari
ilmu lain yang dapat digabungkan untuk mengungkap permainan tanda
yang dihadirkan, baik secara teoritis maupun dalam objek kajiannya.
Tujuan pokok seorang kandidat dengan adanya video iklan politik adalah
mempersuasi khalayak untuk memperhatikan pesan yang mereka
sampaikan tentang identitas pribadi kandidat kepada penonton atau
pemirsa. Selain itu, iklan video juga memiliki dampak negatif, seperti
munculnya perubahan pola pikir (mitos) dan membentuk suatu prilaku
dan tindakan (ideologi). Oleh sebab itu, ada beberapa saran untuk
mengurangi dampak negatifnya.
Pertama, penonton atau pemirsa agar berhati-hati dan cermat
dalam menyaksikan setiap iklan yang ditayangkan di media massa.
Tanda-tanda yang dimunculkan seakan-akan berbanding terbalik dengan
realitas sebenarnya, namun ide kreatif pengiklan dan proses simulasi
membuatnya menyamarkan keadaan berbanding terbalik tersebut
Kedua, Film merupakan media yang tidak mudah habis untuk
terus dikaji, dan disesuaikan dengan disiplin ilmu lain tidak hanya
melalui kacamata semiotika. Diharapkan melalui penelitian ini, akan
muncul lebih banyak lagi penelitian film dengan materi yang lebih kritis
menggunakan sudut pandang dan paradigma yang lebih tajam, seiring
dengan perkembang film yang kini semakin beragam.
Ketiga Dalam mencitrakan diri melalui video iklan politik para
Kandidat perlu memperhatikan simbol-simbol yang ingin disampaikan,
agar proses konstruksi pesan dapat tersampaikan dengan baik. Tujuan
utamanya adalah untuk mencitrakan bahwa mereka adalah sosok pe-
mimpin bangsa yang ideal, yang terbaik untuk rakyat, dan oleh ka-
renanya layak untuk dipilih pada pemilu Presiden 2014. Simbolisasi ini
berada pada pemaknaan denotatif dan konotatif, sehingga pencitraan ini
dapat dilihat sebagai strategi persuasi iklan, dan bukan sebagai
propaganda pesan politik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
157
DAFTAR PUSTAKA
Ardianto & Erdinaya, Lukiati Komala. 2007. Komunikasi massa: suatu
pengantar. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
Bahari, Nooryan. 2008 . Kritik Seni Wacana, Apresiasi dan kreasi.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Barthes, Roland. 1957. Mythologies. Paris: Seuil.
Barthes, Roland. 2010. Imaji, Musik, Teks. Yogyakarta: Jalasutra.
Barthes, Roland. 2011. Mitologi. Terj. Inyak Ridwan. Bantul: Kreasi
Wacana.
Berger, Arthur. 2010. Pengantar Semiotika: Tanda-tanda Dalam
Kebudayaan Kontemporer. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Bungin, Burhan. 2008. Sosiologi Komunikasi. Jakarta: Kencana Renada
Media Group.
Budiman, Kris. 1999. Kosa Semiotika. Yogyakarta: LkiS.
Brutto, Vincent. 2002. The Filmmaker’s Guide to Production Design.
New York: Allworth Press.
Classe, Oliver (Ed.). 2000. Encyclopedia of Literary Translation into
English. (Vol.2). London: Fitzroy Dearborn Publishers.
Danesi, Marcel. 2010. Pesan, Tanda dan Makna. Yogyakarta: Jalasutra
Danesi, Marcel. 2010. Pengantar Memahami Semiotika Media.
Yogyakarta: Jalasutra.
Danesi & Perron. 1999. Analyzing Cultures: An Introduction and
Handbook (Advances in Semiotics). Bloomington dan
Indianapolis: Indiana University Press.
Darwanto, S. 2007. Televisi Sebagai Media Pendidikan. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Dyer, G. 2009. Advertising as Communication. London: Metheun & Co.
Ltd.
Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Kamus Besar BahasaIndonesia.
Jakarta : Balai Pustaka.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
158
Eco, Umberto. 2009. Teori Semiotika:Signifikasi Komunikasi, Teori
kode, Serta Teori Produksi-Tanda. Terjemahan oleh Inyiak
Ridwan Muzir. Yogyakarta: Kreasi Wacana.
Fiske, John. 2010. Cultural And Communication Studies: Sebuah
Pengantar Paling Komprehensif. Terj. Yosal Iriantara dan Idi
Subandy Ibrahim. Yogyakarta: Jalasutra.
Hoed, B.H. 2004. Bahasa dan Sastra dalam Tinjauan Semiotik dan
Hermeneutik. di dalam Semiotika Budaya. Ed. T. Christomy dan
Untung Yuwono. Depok: Pusat Pe-nelitian Kemasyarakatan dan
Budaya, Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat,
Universitas Indonesia.
Hoed, B.H. 2008. Semiotik dan Dinamika Sosial Budaya. Depok:
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Unversitas Indonesia
Jefkins, Frank. 1997. Periklanan. Jakarta: Erlangga.
John, Little. 2009. Teori Komunikasi. Terjemahan oleh Moh. Yusuf
Hamdan. Jakarta : Salemba Humanika.
John, Little., Stephen W. 1996. Theories of Human Communication.
Fifth Edition. Belmont, California: Wasdsworth
Publishing Company.
Kaid, L. L. & Bacha, C. H. 2006. The SAGE Handbook of Political
Advertising. California: SAGE Publications.
Kasali, Rhenald. 1992. Manajemen Periklanan. Jakarta : Sinar Grafika.
Kusrianti, Anik. 2004. Wacana Iklan Pigeon Two Way Cake Kajian
Kohesi Tekstual dan Kontekstual. Analisis Wacana. Bandung:
Pakar Raya.
Kothari, C.R. 2004. Research Metodology, Methods And Technique.
New Delhi: New Age International Publisher.
Kotler, Philip. 1991. Marketing. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Kotler, Philip. 2003. Marketing Insight A to Z, 80 Concepts Manager
Need to Know. John Willey & Sons inc.
Madjadikara, Agus S. 2005. Bagaimana Biro Iklan Memproduksi Iklan.
Gramedia: PT Gramedia Pustaka Utama.
Masak, Tanete Pong. 2002. Semiotik dalam Sinematografi: Teori Film
Christian Metz. dalam E.K.M Masinambow & Rahayu S.
Hidayat, Semiotik Kumpulan Makalah Seminar. Depok : Pusat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
159
Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya Lembaga Penelitian
Universitas Indonesia.
Metz, Christian. 1974. Film Language a Semiotics of The Cinema.
Transl. Michael Taylor. Chicago: The University of Chicago
Press.
Miles, Matthew B. & A. Michael Huberman. 1994. An Expanded
Sourcebook Qualitative Data Analysis. California: SAGE
Publication Inc.
Mulyana, Dedy. 2007. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Cetakan ke11.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Noviani, Ratna. 2002. Jalan Tengah Memahami Iklan. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Nöth, Winfried. 1995. Handbook of Semiotics. Bloomington dan
Indianapolis: Indiana University Press.
Rakhmat, Jalaludin. 2005. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Ratna, Nyoman Kutha. 2010. Metodologi Penelitian Kajian Budaya dan
Ilmu Sosial Humaniora Pada Umumnya. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Rohidi, Tjetjep Rohendi. 2012. Metodologi Penelitian Seni. Semarang:
Cipta Prima Nusantara.
Saussure, Ferdinand de. 1916. Course in General Linguistics . Ed
Charles Bally dan Albert Sechehaye. Trans Wade Baskin. New
York: Philosophical Library.
Seger, Linda. 1987. Making a Good Script Great. Hollywood: Samuel
French.
Selby, Keith dan Coedery, Ron. 1995. How to Study Television.
London : Mc Millisan.
Shimp, Terence A. 1997. Advertising, promotion, and supplemental
aspect of IMC. Orlando : Dreyden press.
Sobur, Alex. 2001. Etika Pers Profesionalisme dengan Nurani.
Bandung: Humaniora Utama Pers.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
160
Sobur, Alex. 2003. Semiotika Komunikasi. Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya.
Sobur, Alex. 2009. Analisis Teks Media:Suatu pengantar untuk Analisis
Wacana, Analisis Semiotika, dan Analisis Framing. Cetakan ke-
5. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Suyanto, M. 2003. Multimedia: untuk meningkatkan keunggulan
bersaing. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Tinarbuko, Sumbo. 2009. Iklan Politik Dalam Realitas Media.
Yogjakarta: Jala Sutra.
Tinarbuko, Sumbo. 2009. Semiotika Komunikasi Visual. Cetakan ke-3.
Yogyakarta: Jalasutra.
Picken, Jonathan D. 2007 Literature, Metaphor, and the Foreign
Language Learner. Hampshire: Palgrave Macmillan.
Piliang, Yasraf Amir. 1998. Sebuah Dunia yang Dilipat, Realitas
Kebudayaan Menjelang Milenium Ketiga dan Matinya
Modernisme. Bandung : Penerbit Mizan.
Pratista, Himawan. 2008. Memahami Film. Cetakan ke-2. Yogyakarta:
Homerian Pustaka.
Van Zoest, Aart. 1996. Semiotika. Jakarta: Yayasan Sumber Agung.
Wibowo, Indiwan. 2011. Semiotika Komunikasi-Aplikasi Praktis bagi
Penelitian dan Skripsi Komunikasi. Jakarta : Mitra Wacana
Media.
Wibowo, Wahyu. 2003. Sihir Iklan Format Komunilkasi Mondial
dalam Kehidupan Urban Kosmopolit. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Widyatama, Rendra. 2007. Pengantar Periklanan, Yogyakarta Pustaka
Book Publisher.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
161
Sumber Tesis dan Jurnal
Aji, Fajar, 2014. Struktur dramatik film Nagabonar Jadi2. Tesis Program
Pascasarjana Pengkajian Seni.
Fitri, Nidya. 2011. Eksplorasi dan Signifikasi tanda dalam iklan rokok A
Mild. Tesis Program Pascasarjana Studi Lingustik.
Hartanto D Duto, 1999. Peranan Keyword (kata kunci) dalam iklan,
Jurnal Nirmana Vol. 1, No. 2, Juli 1999 : hal 79 – 94.
Jufri. 2005. Penggunaan Kosa Kata dalam Wacana Berita tentang SBY
Sekitar Pemilu 2004”. Jurnal Wacana Kritis, Vol. 10,
Januari 2005, hal. 1-11.
Karla N, Elara. 2014. Mitos tembang durma Kuntilanak dalam film horor
Kuntilanak. Tesis Program Pascasarjana Pengkajian Seni.
Loisa, Riris. 2009. Alat-alat Propaganda di Dalam Iklan Para Calon
Presiden, Jurnal Komunikasi Universitas Tarumanagara, Tahun
I/01/2009 hal 62-72.
Madiyant, Muslikh. 2003. Sinemasastra: Mencari bahasa didalam teks
visual. Jurnal Humaniora Vol 15 No. 2 Juni 2003 Halaman 163 –
171.
Mulyawan, I Wayan, 2008. Makna dan Pesan iklan media cetak; Kajian
Hipersemiotika, Jurnal Linguistika. Vol. 15, No. 28, Maret 2008.
Rachdian S, Rizky. 2012. Indonesia, Nasionalisme, dan Iklan (Analisis
resepsi tiga iklan televisi dengan tema ke-Indonesian). Tesis
Universita Indonesia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
162
Sumber Internet
Milkhan. 8 Juli 2013. Politikus memolitisasi ramadhan. solopos.com
diakses, 28 Nopember 2014.
Baharudin. 24 Juli 2013. Ramadhan bukan bulan politik.
Kompasiana.com. diakses, 28 Nopember 2014.
Rais, Taufig. Melihat Lebih Dekat Keindahan Alam Indonesia di Iklan
Djarum Super. djarumbeasiswaplus.org. diakses, 28
Nopember 2014.
Damarjati , Danu. 14 Maret2014. Daya Tarik Joko Widodo. detikNews.
diakses, 28 Nopember 2014.
www.iklancapres.org/iklan. Belanja iklan Jokowi-JK. diakses, 28
Nopember 2014.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user