Dispepsia ec Gastritis
-
Upload
alitharachma -
Category
Documents
-
view
149 -
download
2
description
Transcript of Dispepsia ec Gastritis
Dispepsia Organik
Alitha Rachma Oktavia*
NIM 102010278
Mahasiswi Fakultas Kedokteran Ukrida
*Alamat korespondensi
Alitha Rachma Oktavia
Fakultas kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510
No. Telp (021) 5694-2061, e-mail :[email protected]
Pendahuluan
Dispepsia berasal dari bahasa Yunani (Dys) berarti sulit dan Pepse berarti pencernaan.
Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinisyang terdiri dari rasa tidak enak/sakit
di perut bagian atas yang menetap atau mengalamikekambuhan. Keluhan refluks
gastroesofagus klasik berupa rasa panas di dada (heartburn) dan regurgitasi asam lambung,
kini tidak lagi termasuk dispepsia. Pengertian dispepsia terbagi dua, yaitu :
1. Dispepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai
penyebabnya.Sindroma dispepsi organik terdapat kelainan yang nyata terhadap organ
tubuh misalnyatukak (luka) lambung, usus dua belas jari, radang pankreas, radang
empedu, dan lain-lain.
2. Dispepsia nonorganik atau dispepsia fungsional, atau dispesia nonulkus (DNU), bila tidak
jelas penyebabnya. Dispepsi fungsional tanpa disertai kelainan atau gangguan struktur
organberdasarkan pemeriksaan klinis, laboratorium, radiologi, dan endoskopi (teropong
saluranpencernaan).
Dispepsia atau sakit maag adalah sekumpulan gejala (sindrom) yang terdiri dari nyeri
atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah, kembung, rasa penuh atau cepat
kenyang, dan sering bersendawa. Biasanya berhubungan dengan pola makan yang tidak
teratur, makanan yang pedas, asam, minuman bersoda, kopi, obat-obatan tertentu, ataupun
kondisi emosional tertentu misalnya stress.
Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak
enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan keluhan refluks
gastroesofagus klasik berupa rasa panas di dada (heartburn) dan regurgitasi asam lambung
kini tidak lagi termasuk dispepsia.
Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis (sindrom) yang terdiri dari rasa
tidak enak/sakit diperut bagian atas yang dapat pula disertai dengan keluhan lain, perasaan
panas di dada daerah jantung (heartburn), regurgitasi, kembung, perut terasa penuh, cepat
kenyang, sendawa, anoreksia, mual, muntah, dan beberapa keluhan lainnya
Anamnesis
Menanyakan identitas pasien ? (nama, alamat, TTL, status sosial, pekerjaan, agama)
Menanyakan keluhan utama yang dirasakan pasien ?
Menanyakan riwayat penyakit sekarang ?
Menanyakan riwayat terdahulu ?
Menanyakan riwayat kesehatan keluarga ?
Menanyakan riwayat minum obat ? (termasuk minuman yang mengandung alkohol dan
jamu yang dijual bebas di masyarakat).
Menanyakan apakah ada tanda dan gejala “alarm” (peringatan) ? (mual muntah, anemia,
hematemesis melena, penurunan BB, disfagia).1
Pemeriksaan Fisik
Tujuan pemeriksaan fisik umum adalah untuk mengidentifikasi keadaan umum pasien
saat pemeriksaan dengan penekanan pada tanda-tanda vital, keadaan sakit, gizi dan aktivitasnya
baik dalam keadaan berbaring atau berjalan.
Setelah anamnesis selesai dilakukan, maka pemeriksaan fisik biasanya dimulai dengan
pemeriksaan objektif yaitu tekanan darah, denyut nadi, pernapasan, suhu dan tingkat kesadaran,
serta pemeriksaan tanda-tanda vital dengan inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
Pemeriksaan fisik abdomen merupakan bagian dari pemeriksaan fisis umum secara
keseluruhan. Secara umum tujuan pemeriksaan abdomen yaitu untuk mencari atau
mengidentifikasi kelainan di sistem gastrointestinal atau sistem ginjal dan saluran kemih atau
genitalia maupun perineum namun jarang.
Inspeksi, pada pemeriksaan ini yaitu melihat perut bagian depan dan belakang sehingga
didapatkan keadaan abdomen seperti simetris atau tidak,bentuk atau kontur,ukuran,kondisi
dinding perut (kulit, vena, umbilikus, striae alba) dan pergerakan dinding perut. Selain itu juga
perhatikan kelainan-kelainan yang terlihat pada perut seperti jaringan parut karena
pembedahan,asimetri perut yang menujukkan adanya massa tumor, stria, vena yang berdilatasi,
kaput medusa, atau obstruksi vena kava inferior, peristalsi usus, distensi dan hernia.
Setelah inspeksi, pemeriksaan dilanjutkan dengan palpasi, yaitu pemeriksaan dengan
meraba, mempergunakan telapak tangan dan memanfaatkan alat peraba yang terdapat pada
telapak dan jari tangan. Dengan palpasi kita dapat menentukan bentuk, besar, tepi, permukaan
serta konsistensi organ. Permukaan organ dinyatakan apakah rata atau berbenjol-benjol;
konsistensi lunak, keras, kenyal, kistik atau berfluktuasi; sedangkan tepi organ dinyatakan
dengan tumpul atau tajam. Sebisa mungkin seluruh bagian perut terpalpasi,kemudia cari apakah
ada pembesaran massa tumor,apakah hati,limpa,dan kandung empedu membesar atau teraba.
Periksa apakah ginjal,ballotement positif atau negatif. Palpasi dilakukan dalam 2 tahap yaitu
palpasi permukaan(superficial) dan palpasi dalam (deep palpaltion). Palpasi dapat dilakukan
dengan 1 tangan atau 2 tangan(bimanual) terutama pada pasien gemuk. Perinci nyeri tekan
abdomen antara lain berat ringannya,lokasi nyeri yang maksimal apakah ada tahanan
(peritonitis), apakah ada nyeri rebound bila tak ada tahanan.
Setelah palpasi, biasanya dilanjutkan dengan tindakan perkusi. Tujuan perkusi adalah
untuk mengetahui perbedaan suara ketuk, sehingga dapat ditentukan batas-batas suatu organ
maupun massa yang abnormal di bagian tubuh tertentu. Perkusi abdomen dilakukan dengan cara
tidak langsung sama seperti pada perkusi di rongga toraks tetapi dengan penenkanan yang lebih
ringan dan ketokan yang lebih perlahan. Pemeriksaan ini digunakan untuk mendeteksi kandung
empedu/vesika urinaria dimana suaranya redup, pekak, menentukan ukuran hati dan limpa secara
kasar, menentukan penyebab distensi abdomen : penuh gas (timpani), masa tumor (redup-pekak)
dan asites. Perkusi abdomen sangat membantu dalam menentukan apakah rongga abdomen berisi
lebih banyak cairan atau udara. Dalam keadaan normal suara perkusi abdomen yaitu
timpani,kecuali di daerah hati suara perkusinya adalah pekak. Hilangnya sama sekali daerah
pekak hati dan bertambahnya bunyi timpani di seluruh abdomen harus dipikirkan akan
kemungkinan adanyaudara bebas di rongga perut misal pada perforasi usus.
Selanjutnya adalah auskultasi, dimana auskultasi adalah pemeriksaan dengan
menggunakan stetoskop untuk mendengar suara pernapasan, bunyi dan bising jantung, peristaltik
usus, dan aliran darah dalam pembuluh darah.
Pemeriksaan ini untuk memeriksa :
Suara/bunyi usus : frekuensi dan pitch meningkat pada obstruksi ,menghilang
pada ileus paralitik
Succussion splash- untuk mendeteksi obstruksi pada tingkat lambung
Bruit arterial
Venous hum pada kaput medusa
Dalam keadaan normal bising usus terdengar lebih kurang 3x permenit. Jika terdapat
obstruksi usus,suara peristaltik usus ini akan meningkat,lebih lagi pada saat timbul rasa sakit
yang bersifat kolik. Peningkatan suara usus ini disebut borborigmi.
Untuk kasus dispepsia pemeriksaan fisik yang dilakukan untuk mengidentifikasi kelainan
intra abdomen atau intra lumen yang padat (misalnya tumor), organomegali, atau nyeri tekan
yang sesuai dengan adanya rangsang peritoneal/peritonitis.1
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan untuk penanganan dispepsia terbagi beberapa bagian, yaitu:
a. Pemeriksaan laboratorium biasanya meliputi hitung jenis sel darah yang lengkap dan
pemeriksaan darah dalam tinja, dan urine. Dari hasil pemeriksaan darah bila ditemukan
lekositosis berarti ada tanda-tanda infeksi. Pada pemeriksaan tinja, jika tampak cair
berlendir atau banyak mengandung lemak berarti kemungkinan menderita malabsorpsi.
Seseorang yang diduga menderita dispepsia tukak, sebaiknya diperiksa asam lambung.
Pada karsinoma saluran pencernaan perlu diperiksa petanda tumor, misalnya dugaan
karsinoma kolon perlu diperiksa CEA, dugaan karsinoma pankreas perlu diperiksa CA
19-9.
b. Barium enema untuk memeriksa kerongkongan, lambung atau usus halus dapat dilakukan
pada orang yang mengalami kesulitan menelan atau muntah, penurunan berat badan atau
mengalami nyeri yang membaik atau memburuk bila penderita makan.
c. Endoskopi bisa digunakan untuk memeriksa kerongkongan, lambung atau usus kecil dan
untuk mendapatkan contoh jaringan untuk biopsi dari lapisan lambung. Contoh tersebut
kemudian diperiksa dibawah mikroskop untuk mengetahui apakah lambung terinfeksi
oleh Helicobacter pylori. Endoskopi merupakan pemeriksaan baku emas, selain sebagai
diagnostik sekaligus terapeutik. Pemeriksaan yang dapat dilakukan dengan endoskopi
adalah:
a. CLO (rapid urea test).
b. Patologi anatomi (PA).
c. Kultur mikroorgsanisme (MO) jaringan.
d. PCR (polymerase chain reaction), hanya dalam rangka penelitian.
d. Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan radiologi, yaitu OMD (oesophagus maag
duodenum) dengan kontras ganda, serologi Helicobacter pylori, dan urea breath test .
Pemeriksaan radiologis dilakukan terhadap saluran makan bagian atas dan sebaiknya
dengan kontras ganda. Pada refluks gastroesofageal akan tampak peristaltik di
esofagusnyang menurun terutama di bagian distal, tampak anti-peristaltik di antrum yang
meninggi serta sering menutupnya pilorus, sehingga sedikit barium yang masuk ke
intestin. Pada tukak baik di lambung, maupun di duodenum akan terlihat gambar yang
disebut niche, yaitu suatu kawah dari tukak yang terisi kontras media. Bentuk niche dari
tukak yang jinak umumnya reguler, semisirkuler, dengan dasar licin. Kanker di lambung
secara radiologis, akan tampak massa yang ireguler tidak terlihat peristaltik di daerah
kanker, bentuk dari lambung berubah. Pankreatitis akuta perlu dibuat foto polos
abdomen, yang akan terlihat tanda seperti terpotongnya usus besar (colon cut off sign),
atau tampak dilatasi dari intestin terutama di jejunum yang disebut sentinal loops.
Kadang dilakukan pemeriksaan lain, seperti pengukuran kontraksi kerongkongan atau
respon kerongkongan terhadap asam.2
Differential Diagnosis
1. Dispepsia Fungsional
a. Definisi :
Konsensus Roma III (2007) mendefinisikan kriteria diagnostik untuk dispepsia
fungsional sebagai berikut : Setidaknya selama 3 bulan, mulainya paling tidak sudah 6
bulan, dengan satu atau lebih keluhan ini : nyeri epigastrik, cepat kenyang, rasa penuh,
dan rasa terbakar di epigastriumserta tidak ditemukan kelainan structural-biokimiawi,
termasuk setelah dilakukan pemeriksaan Esofagogastroduodenoskopi (EGD).
Keluhan klinis utama untuk dispepsia fungsional menurut Rome III, adalah nyeri
epigastrik, cepat kenyang, rasa penuh dan rasa terbakar di epigastrium. Lokasi
epigastrium adalah area antara umbilikus dan ujung inferior sternum, di linea
midklavikular. Yang dimaksud dengan nyeri adalah rasa tidak nyaman, dengan atau tanpa
rasa terbakar, walau sebagian pasien tidak menginterpretasikan sebagai ‘nyeri’. Rasa
penuh adalah rasa tidak nyaman seakan-akan makanan dilambung menetap lebih lama.
Cepat kenyang adalah rasa lambung langsung penuh walaupun baru makan sedikit. Rasa
terbakar di epigastrium adalah rasa panas yang tidak menyenangkan di epigastrium.
b. Klasifikasi :
Di masa lalu, dispepsia fungsional dibedakan menjadi 4 subgrup yaitu tipe ulkus,
tipe dismotalitas, tipe refluks, dan tipe non spesifik. Namun dispepsia tipe refluks
ternyata dapat berlanjut menjadi penyakit organik, yaitu GERD, sehingga dispepsia
tipe refluks tidak lagi dimasukkan kedalam dispepsia fungsional.
Klasifikasi dispepsia fungsional yang lebih banyak digunakan saat ini adalah :
Dispepsia tipe ulkus, keluhan nyeri epigastrium dominan
Dispepsia tipe dismotilitas, keluhan kembung dan mual lebih dominan
Dispepsia tipe non spesifik
Klasifikasi lain dari dispepsia fungsional adalah pembagian menurut Rome III,
yaitu diklasifikasikan dalam 2 subgrup yaitu :
Dispepsia yang dicetuskan oleh makan, disebut Postprandial Distress
Syndrome (PDS), dimana simptom utama adalam rasa penuh dan cepat
kenyang
Dispepsia yang tidak berhubungan dengan makan, disebut Epigastric Pain
Syndrome (EPS), dimana simptom utama adalah nyeri epigastrium dan rasa
terbakar di epigastrium
c. Patofisiologi :
Dispepsia fungsional hingga kini belum jelas, namun beberapa teori pernah
diajukan, antara lain :
Meningkatkan sensitifitas mukosa lambung terhadap asam
Ambang rangsang persepsi lebih rendah
Adanya disfungsi saraf autonom yaitu neuropati vagal sehingga ada rasa
cepat kenyang
Adanya stress psikologik
Sedangkan pengaruh aktivitas mioelektrik lambung, pengaruh hormonal,
pengaruh infeksi Helicobacter pylori, hubungan dengan dismotilitas
gastrointestinal, pengaruh diet dan factor lingkungan terhadap dispepsia
fungsional masih belum jelas.3
2. Dispepsia Organik
Dispepsia organik adalah Dispepsia yang telah diketahui adanya kelainan organik sebagai
penyebabnya. Dispepsia organik jarang ditemukan pada usia muda, tetapi banyak ditemukan
pada usia lebih dari 40 tahun.12 Dispepsia organik dapat digolongkan menjadi :
Gastritis
Definisi gastritis adalah proses inflamasi pada mukosa dan submukosa lambung.
Infeksi kuman Helicobacter pylori dan OAINS merupakan kausa gastritis yang sangat
penting. Perjalanan alamiah gastritis kronik akibat infeksi kuman Helicobacter pylori
secara garis besar dibagi menjadi gastritis kronik non atropi predominasi antrum dan
gastritis kronik atropi multifokal. Ciri khas gastritis kronik non atropi predominasi
antrum adalah inflamasi moderat sampai berat mukosa antrum, sedangkan inflamasi
di korpus ringan atau tidak sama sekali. Antrum tidak mengalami atropi atau
metaplasia. Pasien-pasien seperti ini biasanya asimptomatis, tetapi mempunyai resiko
menjadi tukak duodenum. Gastritis kronik atrofi multifokal mempunyai ciri-ciri
khusus sebagai berikut : terjadi inflamasi pada hampir seluruh mukosa, seringkali
sangat berat berupa atropi atau metaplasia setempat-setempat pada daerah antrum dan
korpus. Gastritis kronik atropi multifokal merupakan faktor resiko terpenting
displasia epitel mukosa dan karsinoma gaster. Infeksi Helicobacter pylori juga sering
dihubungkan dengan limfoma MALT. Gastritis kronik atrofi predominasi korpus atau
sering disebut gastritis kronik autoimun setelah beberapa dekade kemudian akan
dikuti anemia pernisiosa dan defisiensi besi.
Kebanyakan gastritis tanpa gejala. Mereka yang mempunyai keluhan biasanya
berupa keluhan yang tidak khas. Keluhan yang sering dihubung-hubungkan dengan
gastritis adalah nyeri panas dan pedih di ulu hati disertai mual kadang-kadang sampai
muntah. Keluhan-keluhan tersebut sebenarnya tidak berkorelasi baik dengan gastritis.
Keluhan-keluhan tersebut juga tidak dapat digunakan sebagai alat evaluasi
keberasilan pengobatan. Pemeriksaan fisik juga tidak dapat memberikan informasi
yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis. Diagnosis ditegakkan berdasarkan
pemeriksaan endoskopi dan histopatologi. Sebaiknya biopsi dilakukan dengan
sistematis sesuai dengan update Sydney System yang mengharuskan mencantumkan
topografi. Gambaran endoskopi yang dapat dijumpai adalah eritema, eksudatif, flat-
erosion, raised erosion, perdarahan, edematous rugae. Perubahan-perubahan
histopatologi selain menggambarkan perubahan morfologi sering juga dapat
menggambarkan proses yang mendasari, misalnya autoimun atau respon adaptif
mukosa lambung. Perubahan – perubahan yang terjadi berupa degradasi epitel,
hyperplasia foveolar, infiltrasi neutrofil, inflamsai sel mononuklear, folikel limpoid,
atropi, intestinal metaplasia, hyperplasia sel endokrin, kerusakan sel parietal.
Pemeriksaan histopatologi sebaiknya juga menyertakan pemeriksaan kuman
Helicobacter pylori.
Ulkus Peptik
Ulkus peptik adalah defek berukuran diatas 5mm, kedalaman mencapai lapisan
submukosa. Ulkus peptik berbatas tegas, dapat menembus muskularis mukosa sampai
lapisan serosa sehingga dapat terjadi perforasi. Ulkus peptik terdiri dari ulkus
lambung dan ulkus duodenum. Ulkus duodenum ditemukan pada 6-15% populasi
barat. Angka kematian dan komplikasi usus duodeni menurun sejak ditemukannya
eradikasi Hp. Ulkus gaster muncul pada usia lebih tua, umumnya pada dekade ke-6.
Lebih dari 50% ditemukan pada laki-laki, dan lebih jarang didapatkan dibanding
ulkus duodenum. Rendahnya angka ulkus gaster kemungkinan karena sering muncul
tanpa keluhan, dan keluhan yang timbul adalah komplikasinya. Angka kejadian ulkus
peptik menurun sejak ditemukannya terapi eradikasi HP. Ulkus peptik banyak
ditemukan pada gender pria, golongan usia lanjut dan sekelompok sosial ekonomi
rendah. Ulkus duodenum jarang berhubungan dengan keganasan, sebaliknya ulkus
gaster dapat berhubungan dengan keganasan. Dimana ulkus peptik dipengaruhi oleh
faktor agresif dan defensif, yaitu :
a. Faktor agresif yang paling utama adalah H. Pylori dan OAINS. Selain itu,
pengaruh rokok, stres, malnutrisi, diet tinggi garam, defisiensi vitamin, genetik
juga turut berperan.
b. Faktor defisiensif terdiri dari preepitel, epitel dan subepitel. Preepitel ditentukan
oleh ketebalan mukus dan kadar bikarbonat. Epitel ditentukan oleh kecepatan
perbaikan mukosa yang rusak, dimana sel sehat bermigrasi ke ulkus. Subepitel
ditentukan oleh mikrosirkulasi dan PG endogen yang menekan ekstravasasi
leukosit yang merangsang reaksi inflamasi jaringan.3
Working Diagnosis
1. Dispepsia Organik
2. Anemia Defisiensi Besi
Dispepsia Organik
Etiologi
Beberapa perubahan dapat terjadi pada saluran cerna atas akibat proses penuaan,
terutama pada ketahanan mukosa lambung (Wibawa, 2006). Kadar asam lambung lansia
biasanya mengalami penuruna hingga 85%.
Dispepsia dapat disebabkan oleh kelainan organik, yaitu :
a. Gangguan penyakit dalam lumen saluran cerna: tukak gaster atau duodenum, gastritis,
tumor, infeksi bakteri Helicobacter pylori.
b. Obat-obatan: anti inflamasi non steroid (OAINS), aspirin, beberapa jenis antibiotik,
digitalis, teofilin dan sebagainya.
c. Penyakit pada hati, pankreas, maupun pada sistem bilier seperti hepatitis, pankreatitis,
kolesistitis kronik.
d. Penyakit sistemik seperti diabetes melitus, penyakit tiroid, penyakit jantung koroner.4
Epidemiologi
Keluhan dispepsia merupakan keadaan klinis yang sering dijumpai dalam praktek praktis
sehari-hari. Di Indonesia diperkirakan 30% kasus pada praktek umum dan 60% pada praktek
spesialis merupakan kasus dispepsia. Di Amerika, prevalensi dispepsia sekitar 25%, tidak termasuk
pasien dengan keluhan refluks. Insiden pastinya tidaklah terdokumentasidengan baik, tetapi
penelitian di Skandinavia menunjukkan dalam 3 bulan, dispepsia berkembang pada 0,8% pada
subyek tanpa keluhan dispepsia sebelumnya. Prevalensi keluhan saluran cerna menurut suatu
pengkajian sistematik atas berbagai penelitian berbasis populasi (systematic review of population-
based study) menyimpulkan angka bervariasi dari 11-41%. Jika keluhan terbakar di ulu hati
dikeluarkan maka angkanya berkisar 4-14%.
Dispepsia masih menimbulkan masalah kesehatan karena merupakan masalah kesehatan
yang kronik dan memerlukan pengobatan jangka panjang sehingga meningkatkan biaya
perobatannya. Walaupun gejalanya hanya singkat dan dapat diobati sendiri oleh pasien tanpa berobat
ke dokter.
Dispepsia terjadi pada hampir 25% (dengan rentang 13%-40%) populasi tiap tahun tetapi
tidak semua pasien yang terkena dispepsia akan mencari pengobatan medis.4
Patofisiologi
Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak jelas, zat-zat seperti
nikotin dan alkohol serta adanya kondisi kejiwaan stres, pemasukan makanan menjadi kurang
sehingga lambung akan kosong, kekosongan lambung dapat mengakibatkan erosi pada lambung
akibat gesekan antara dinding-dinding lambung, kondisi demikian dapat mengakibatkan
peningkatan produksi HCL yang akan merangsang terjadinya kondisi asam pada lambung,
sehingga rangsangan di medulla oblongata membawa impuls muntah sehingga intake tidak
adekuat baik makanan maupun cairan.4
Manifestasi Klinik
a. Nyeri perut (abdominal discomfort),
b. Rasa perih di ulu hati,
c. Mual, kadang-kadang sampai muntah,
d. Nafsu makan berkurang,
e. Rasa lekas kenyang,
f. Perut kembung,
g. Rasa panas di dada dan perut,
h. Regurgitasi (keluar cairan dari lambung secara tiba-tiba).4
Penatalaksanaan
Berdasarkan Konsensus Nasional Penanggulangan Helicobacter pylori 1996, ditetapkan
skema penatalaksanaan dispepsia yang dibedakan bagi sentra kesehatan dengan tenaga ahli
(gastroenterolog atau internis) yang disertai fasilitas endoskopi dengan penatalaksanaan
dispepsia di masyarakat.
Pengobatan dispepsia mengenal beberapa golongan obat, yaitu:
1. Antasid 20-150 ml/hari
Golongan obat ini mudah didapat dan murah. Antasid akan menetralisir
sekresi asam lambung. Antasid biasanya mengandung Na bikarbonat, Al(OH)3,
Mg(OH)2, dan Mg triksilat. Pemberian antasid jangan terus-menerus, sifatnya
hanya simtomatis, unutk mengurangi rasa nyeri. Mg triksilat dapat dipakai dalam
waktu lebih lama, juga berkhasiat sebagai adsorben sehingga bersifat nontoksik,
namun dalam dosis besar akan menyebabkan diare karena terbentuk senyawa
MgCl2.
2. Antikolinergik
Perlu diperhatikan, karena kerja obat ini tidak spesifik. Obat yang agak
selektif yaitu pirenzepin bekerja sebagai anti reseptor muskarinik yang dapat
menekan seksresi asama lambung sekitar 28-43%. Pirenzepin juga memiliki efek
sitoprotektif.
3. Antagonis reseptor H2
Golongan obat ini banyak digunakan untuk mengobati dispepsia organik
atau esensial seperti tukak peptik. Obat yang termasuk golongan antagonis
respetor H2 antara lain simetidin, roksatidin, ranitidin, dan famotidin.
4. Penghambat pompa asam (proton pump inhibitor = PPI)
Golongan obat ini mengatur sekresi asam lambung pada stadium akhir dari
proses sekresi asam lambung. Obat-obat yang termasuk golongan PPI adalah
omeperazol, lansoprazol, dan pantoprazol.
5. Sitoprotektif
Prostoglandin sintetik seperti misoprostol (PGE1) dan enprostil (PGE2).
Selain bersifat sitoprotektif, juga menekan sekresi asam lambung oleh sel parietal.
Sukralfat berfungsi meningkatkan sekresi prostoglandin endogen, yang
selanjutnya memperbaiki mikrosirkulasi, meningkatkan produksi mukus dan
meningkatkan sekresi bikarbonat mukosa, serta membentuk lapisan protektif (site
protective), yang bersenyawa dengan protein sekitar lesi mukosa saluran cerna
bagian atas (SCBA).
6. Golongan prokinetik
Obat yang termasuk golongan ini, yaitu sisaprid, domperidon, dan
metoklopramid. Golongan ini cukup efektif untuk mengobati dispepsia
fungsional dan refluks esofagitis dengan mencegah refluks dan memperbaiki
bersihan asam lambung (acid clearance)
7. Kadang kala juga dibutuhkan psikoterapi dan psikofarmaka (obat anti- depresi
dan cemas) pada pasien dengan dispepsia fungsional, karena tidak jarang keluhan
yang muncul berhubungan dengan faktor kejiwaan seperti cemas dan depresi.5
Pencegahan
Pola makan yang normal, dan teratur, pilih makanan yang seimbang dengan kebutuhan
dan jadwal makan yang teratur, sebaiknya tidak mengkonsumsi makanan yang berkadar asam
tinggi, cabai, alkohol dan, pantang rokok, bila harus makan obat karena sesuatu penyakit,
misalnya sakit kepala, gunakan obat secara wajar dan tidak mengganggu fungsi lambung.5
Anemia Defisiensi Besi
Anemia defisiensi fe adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi untuk
eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store) yang pada akhirnya mengakibatkan
pembentukan hemoglobin berkurang. Ditandai dengan anemia hipokromik mikrositer dan hasil
laboratorium yang menunjukkan cadangan besi kosong. Menurut WHO dikatakan anemia bila :Pada
orang dewasa Hb < 12,5 g/dl.
Kebutuhan Fe dalam makanan sekitar 20 mg sehari, dari jumlah ini hanya kira-kira 2 mg
yang diserap. Jumlah total Fe dalam tubuh berkisar 2-4 gram. Kira-kira 50 mg/Kgbb pada pria
dan 35 mg/Kgbb pada wanita.3
Epidemiologi
Anemia ini merupakan kelainan hematologi yang paling sering terjadi pada bayi dan
anak. Sekitar 30% penduduk dunia menderita anemia defisiensi besi dan >50% kasus mengenai
bayi, anak sekolah, ibu hamil dan menyusui. Prevalens ADB pada anak balita di Indonesia
sekitar 30-40% dan pada anak sekolah 25-35%.3
Etiologi
Perdarahan kronik misalnya riwayat perdarahan saluran cerna sebelumnya.
Di Indonesia paling banyak disebabkan oleh infestasi cacing tambang
(ankilostomiasis). Gejala yang timbul biasanya ada kemerahan dan gatal (ground itch)
pada kulit tempat larva menembus. Migrasi larva yang banyak melalui paru-paru dapat
menimbulkan gangguan seperti di atas yang dinamakan Loeffler’s Syndrome. Pada fase
akut cacing tambang dewasa dapat menimbulkan nyeri kolik ulu hati, anoreksia, diare
dan penurunan berat badan. Infeksi yang kronis dapat menimbulkan anemia defisiensi
besi dan hiponatremia, sehingga menyebabkan pucat, sesak nafas dan lemas.
Diet yang tidak mencukupi
Pada wanita karena perdarahan menstruasi dan kehamilan
Kebutuhan yang meningkat pada kehamilan, laktasi
Absorpsi yang menurun
Hemoglobinuria
Penyimpanan besi yang berkurang seperti pada hemosiderosis paru.3
Patofisiologi
Zat besi diperlukan untuk hemopoesis (pembentukan darah) dan juga diperlukan oleh berbagai
enzim sebagai faktor penggiat. Zat besi yang terdapat dalam enzim juga diperlukan untuk mengangkut
elektro (sitokrom), untuk mengaktifkan oksigen (oksidase dan oksigenase). Defisiensi zat besi tidak
menunjukkan gejala yang khas (asymptomatik) sehingga anemia pada balita sukar untuk dideteksi.
Tanda-tanda dari anemia gizi dimulai dengan menipisnya simpanan zat besi (feritin) dan bertambahnya
absorbsi zat besi yang digambarkan dengan meningkatnya kapasitas pengikatan besi.
Pada tahap yang lebih lanjut berupa habisnya simpanan zat besi, berkurangnya kejenuhan
transferin, berkurangnya jumlah protoporpirin yang diubah menjadi heme, dan akan diikuti dengan
menurunnya kadar feritin serum. Akhirnya terjadi anemia dengan cirinya yang khas yaitu rendahnya
kadar Rb. Bila sebagian dari feritin jaringan meninggalkan sel akan mengakibatkan konsentrasi feritin
serum rendah. Kadar feritin serum dapat menggambarkan keadaan simpanan zat besi dalam jaringan.
Dengan demikian kadar feritin serum yang rendah akan menunjukkan orang tersebut dalam keadaan
anemia gizi bila kadar feritin serumnya <12 ng/ml. Hal yang perlu diperhatikan adalah bila kadar feritin
serum normal tidak selalu menunjukkan status besi dalam keadaan normal. Karena status besi yang
berkurang lebih dahulu baru diikuti dengan kadar feritin.
Diagnosis anemia zat gizi ditentukan dengan tes skrining dengan cara mengukur kadar Hb,
hematokrit (Ht), volume sel darah merah (MCV), konsentrasi Hb dalam sel darah merah (MCH) dengan
batasan terendah 95% acuan.6
Manifestasi Klinik
Gejala anemia defisiensi pada umumnya adalah :
cepat lelah
jantung berdebar-debar
takikardi
sakit kepala
mata berkunang-kunang
letih
lesu
Manifestasi yang paling menonjol pada anemia defisiensi besi adalah :
Pucat
Glossitis (lidah tampak pucat, licin, mengkilap, atrofi papil lidah)
Stomatitis dan keilitis angular
Koilonikia (kuku menjadi cekung ke dalam seperti sendok), ditemukan pada 18% anemia defisiensi
besi
Perdarahan dan eksudat pada retina bisa terlihat pada anemia berat (Hb 5 gram% atau kurang)
Gejala Plummer-Vinson yaitu sukar menelan (disfagia) merupakan gejala yang khas pada anemia
defisiensi besi menahun.6
Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan ADB adalah mengetahui faktor penyebab dan mengatasinya
serta memberikan terapi penggantian dengan preparat besi. Sekitar 80-85% penyebab ADB
dapat diketahui sehingga penanganannya dapat dilakukan dengan tepat. Pemberian preparat
Fe dapat secara peroral atau parenteral. Pemberian peroral lebih aman, murah dan sama
efektifnya dengan pemberian parenteral, pemberian secara parentertral dilakukan pada
pendertita yang tidak dapat memakan obat peroral atau kebutuhan besinya tidak dapat
terpenuhi secara peroral karena ada gangguan pencernaan.
Pemberian preparat besi peroral
Garam ferrous diabsorpsi sekitar 3 kali lebih baik dibandingkan garam feri, preparat
yang tersedia berupa ferous glukonat, fumarat dan suksinat, yang sering dipakai adalah
ferrous sulfat karena harganya yang lebih murah, ferrous glukonat, ferrous fumarat dan
ferrous suksiant diabsorpsi sama baiknya tetapi lebih mahal. Untuk bayi preparat besi berupa
tetes (drop).
Untuk dapat mendapatkan respons pengobatan dosis besi yang dipakai 4-6 mg besi
elemental/kgBB/hari. Dosis yang diajurkan untuk remaja dan orang dewasa adalah 60 mg
elemen zat besi perhari pada kasus anemia ringan, dan 120 mg/hari (2 Х 60 mg) pada anemia
sedang sampai berat. Dosis yang dianjurkan untuk bayi dan anak-anak adalah 3
mg/kgBB/hari.
Efek samping pemberian zat besi peroral dapat menimbulkan keluhan gastrointestinal
berupa rasa tidak enak di ulu hati, mual, muntah dan diare.Sebagai tambahan zat besi yang
dimakan bersama dengan makanan akan ditolelir lebih baik dari pada ditelan pada saat peut
kosong, meskipun jumlah zat besi yang diserap berkurang.2
Pemberian preparat besi parenteral
Pemberian besi secara intra muscular menimbulkan rasa sakit dan harganya
mahal. Dapat menyebabkan limfadenopati regional dan reaksi alergi. Oleh karena itu, besi
parenteral diberikan hanya bila dianggap perlu, misalnya : pada kehamilan tua, malabsorpsi
berat, radang pada lambung. Kemampuan untuk menaikan kadar Hb tidak lebih baik
dibandingkan peroral. Preparat yang sering dipakai adalah dekstran besi. Larutan ini
mengandung 50 mg besi/ml.
Dosis dapat dihitung berdasarkan:
Dosis besi (mg) = BB (kg) Х kadar Hb yang diinginkan (g/dl ) Х 2,5
Transfusi darah
Transfusi darah jarang diperlukan. Transfusi darah hanya diberikan pada keadaan
anemia yang sangat berat atau yang disertai infeksi yang dapat mempengaruhi respons terapi.
Koreksi anemia berat dengan transfusi tidak perlu secepatnya, lebih akan membahayakan
kerana dapat menyebabkan hipovolemia dan dilatasi jantung. Pemberian PRC dilakukan
secara perlahan dalam jumlah yang cukup untuk menaikan kadar Hb sampai tingkat aman
sampai menunggu respons terapi besi. Secara umum, untuk penderita anemia berat dengan
kadar Hb <4 g/dl hanya diberi PRC dengan dosis 2-3 ml/kgBB persatu kali pemberian
disertai pemberian diuretic seperti furesemid. Jika terdapat gagal jantung yang nyata dapat
dipertimbangkan pemberian transfusi tukar mengguanakan PRC yang segar.5
Pencegahan
Untuk mempertahankan keseimbangan Fe yang positif selama masa anak diperlukan 0,8-
1,5 mg Fe yang harus diabsorbsi setiap hari dari makanan. Banyaknya Fe yang diabsorpsi dari
makanan kurang dari 10%, sehingga diperlukan 8-15 mg Fe perhari untuk nutrisi yang optimal.
Fe yang berasal dari susu ibu diabsorpsi secara lebih efisien daripada yang berasal dari
susu sapi sehingga bayi yang mendapat ASI lebih sedikit membutuhkan Fe dari makanan lain.
Sedikitnya macam makanan yang kaya Fe yang dicerna selama tahun pertama kehidupan
menyebabkan sulitnya memenuhi jumlah yang diharapkan, oleh karena itu diet bayi harus
mengandung makanan yang diperkaya dengan Fe sejak usia 6 bulan.5
Kesimpulan
Wanita 55 tahun mengeluh neyri ulu hati 3 hari sebelum masuk rumah sakit, dan hilang
timbul sejak 1 tahun yang lalu. Disertai dengan anemia dan mengkonsumsi obat nyeri setiap hari,
disebabkan oleh dispepsia organik dan anemia defisiensi besi.
Daftar Pustaka
1. Welsby PD. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis. Jakarta : EGC, 2009.h.83-8.
2. Kowalak JP, Welsh W, Editor. Buku pegangan uji diagnostic. Ed. 3.jakarta : EGC,
2009.h.651-745.
3. Sudoyono A W, Setiyohadi B, Alwi I dkk. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid I. Edisi
V. Jakarta : Interna Publishing; 2009.h.591-97.
4. Corwin E J. buku saku patofisiologi. Edisi ke 3. Jakarta : EGC; 2009.h.614-15.
5. Gunawan SG, Nafriaidi RS, Elysabeth. Farmakologi dan terapi. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI; 2011 h.633-4.
6. Isselbacher,dkk. Harrison prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Vol 4. Jakarta :
EGC;2000.H.1577-82