Dislocasi Panggul

download Dislocasi Panggul

of 89

description

bedah RSAL Mintohardjo

Transcript of Dislocasi Panggul

BAB II

ANATOMI SENDI PANGGULSendi panggul, atau biasanya disebut juga sendi acetabulofemoral adalah sendi sinovial antara caput femoris dan acetabulum dari tulang pelvis. Sendi ini dapat dibayangkan seperti bola dan soket, dalam hal ini caput femoris sebagai bola dan acetabulum sebagai soketnya. Sendi ini didesain sedemikian rupa untuk stabilitas dan penahan berat tubuh dalam mobilitas sehari-hari.1,4 Gambar 1. Anatomi Sendi Panggul (Diunduh dari: http://www.revolutionhealth.com/articles/hip-anatomy/aa6969)

Pergerakan sendi ini meliputi gerakan flexi, extensi, abduksi, adduksi, rotasi medial (endorotasi), rotasi lateral (exorotasi), dan circumduksi (gerakan memutar, merupakan kombinasi gerakan flexi, extensi, abduksi, dan adduksi).1

Gambar 2. Pergerakan Sendi Panggul(Diunduh dari: http://www.brianmac.co.uk/musrom.htm)

Permukaan articular dari sendi panggul adalah:

Facies lunata dari acetabulum tulang pelvis, dan

Caput femoris yang berbentuk seperti bola.

2.1. Acetabulum

Acetabulum merupakan tempat di mana tulang ilium, ischium, dan pubis bersatu ketika masa kanak-kanak. Ilium terletak di bagian superior, ischium terletak di bagian posteroinferior, dan pubis terletak di anteroinferior.1,4Dinding acetabulum terdiri dari bagian articular dan non-articular:

Bagian non-articular memiliki permukaan yang kasar dan membentuk cekungan dangkal di bagian tengah dan inferior yang disebut fossa acetabuli. Bagian ini mengandung jaringan ikat longgar.

Bagian articular memiliki permukaan yang luas dan mengelilingi tepi anterior, superior, posterior fossa acetabuli. Permukaan articular yang halus dan berbentuk seperti bulan sabit, disebut facies lunata, merupakan bagian yang meluas di bagian superior, dimana sebagian besar berat tubuh ditransmisikan ke femur melalui pelvis. Facies lunata dilapisi oleh cartilago hyalin.

(Gambar dapat dilihat di halaman berikutnya)

Gambar 3. Acetabulum

(Diambil dari: Cleland J, Koppenhaver S. Netters orthopaedic clinical examination. Edisi ke-2. Philadelphia: Elsevier; 2005. Hal 245)

2.2. Femur ProximalFemur merupakan tulang paha dan merupakan tulang terpanjang dalam tubuh. Bagian proximal dari femur meliputi caput femoris, collum femoris, dan dua buah tonjolan (trochanter major dan trochanter minor) pada bagian atas corpus femoris.1,4

Caput femoris berbentuk seperti bola dan bersambungan dengan acetabulum dari tulang pelvis. Pada permukaan bagian medial caput femoris terdapat cekungan non-articular (fovea capitis femoris) yang merupakan tempat perlekatan ligamen. Seluruh permukaan caput femoris dilapisi oleh cartilago hyalin, kecuali pada bagian fovea. 1,4

Collum femoris berbentuk silinder dan merupakan bagian yang menghubungkan caput femoris dengan corpus femoris. Bagian ini menjorok ke arah superomedial dari corpus femoris dengan sudut sekitar 1250.1

Gambar 4. Femur dari sisi anterior dan medial

(Diambil dari: Drake RL, Vogl W, Mitchell A. Grays Anatomy for Student. Edisi ke-1. Philadelphia: Elsevier; 2005. Hal 487)

Pada bagian teratas corpus femoris terdapat trochanter major dan trochanter minor yang merupakan tempat perlekatan otot yang menggerakan sendi panggul. Trochanter major meluas ke arah superior dari corpus femoris, lateral dari daerah dimana corpus femoris bersatu dengan collum femoris. Bagian ini berjalan ke arah posterior hingga permukaan medialnya membentuk cekungan dalam yang disebut fossa trochanterica. Fossa ini merupakan tempat perlekatan M.obturatorius externus. Trochanter major memiliki cekungan yang memanjang di bagian anterolateral untuk tempat perlekatan M.gluteus minimus dan cekungan yang sama di bagian yang lebih posterior pada permukaan lateralnya untuk tempat perlekatan M.gluteus medius. Pada sisi medial dari aspek superior dari trochanter major, di atas fossa trochanterica, terdapat cekungan kecil untuk tempat perlekatan M. obturatorius internus, dan tepat di atas dan di samping cekungan ini terdapat cekungan tempat perlekatan M.piriformis.1Trochanter minor memiliki ukuran yang lebih kecil daripada trochanter major dan berbentuk kerucut dengan ujung tumpul. Bagian ini menjorok ke arah posteriomedial dari corpus femoris, inferior dari persambungan dengan collum femoris. Bagian ini merupakan tempat perlekatan kombinasi tendon M. psoas major dan M. iliacus. 1Di antara kedua trochanter dan bagian yang memisahkan collum femoris dengan corpus femoris terdapat linea intertrochanterica dan crista intertrochanterica.1

Gambar 5. Femur dari sisi posterior dan lateral

(Diambil dari: Drake RL, Vogl W, Mitchell A. Grays Anatomy for Student. Edisi ke-1. Philadelphia: Elsevier; 2005. Hal 487)

2.3. Ligamen

Sendi panggul diperkuat oleh 5 ligamen, yaitu 4 ligamen extracapsular dan 1 ligamen intracapsular. Yang termasuk ligamen extracapsular adalah ligamen iliofemoral, ligamen pubofemoral, ligamen ischiofemoral, dan zona orbicularis. Sedangkan ligamen intracapsular di sendi panggul adalah ligamentum teres. 41. Ligamen iliofemoralTerletak di anterior sendi panggul dan berbentuk segitiga. Apexnya melekat di ilium, di antara spina iliaca anterior inferior dan tepi acetabulum. Dasarnya melekat di sepanjang linea intertrochanterica dari femur. Bagian yang melekat di atas dan di bawah linea intertrochanterica lebih tebal dibandingkan bagian yang melekat di bagian tengah linea. Hal ini menyebabkan ligamen ini tampak seperti huruf Y. 42. Ligamen ischiofemoralLigamen ini memperkuat aspek posterior membran fibrous. Ligamen ini melekat secara medial di ischium, posteroinferior dari acetabulum, dan lateral dari tuberculum ischiadicum, lebih dalam dari ligamen iliofemoral. 4

Gambar 6. Ligamen iliofemoral dan ischiofemoral

(Diambil dari: Martini FH, Timmons MJ, Tallitsch RB. Human Anatomy. Edisi ke-7. Illinois: Pearson; 2009. Hal 229)3. Ligamen pubofemoral

Ligamen ini terletak di bagian anteroinferior sendi panggul. Ligamen ini juga berbentuk segitiga. Dasarnya melekat secara medial di eminentia iliopubica, adjacent membrane, dan membrana obturatoria. 4 (Gambar dapat dilihat di halaman berikutnya)

Gambar 7. Ligamen pubofemoral

(Diambil dari: Martini FH, Timmons MJ, Tallitsch RB. Human Anatomy. Edisi ke-7. Illinois: Pearson; 2009. Hal 229)

4. Zona orbicularisLigamen ini disebut juga ring ligament, annular ligament, atau zonular band. Ligamen ini berbentuk seperti kalung yang mengelilingi collum femoris.3 Ligamen ini ditutupi oleh ligamen lain yang mengelilinginya.1 Fungsi ligamen ini belum sepenuhnya dipahami, namun diperkirakan ligamen ini bekerja secara biomekanik sebagai pengunci sendi panggul sehingga sendi panggul menjadi stabil. 3 (Gambar dapat dilihat di halaman berikutnya)

Gambar 8. Zona orbicularis

(Diunduh dari: http://en.wikipedia.org/wiki/File:Gray343.png)

5. Ligamentum teresLigamen ini melekat di acetabular notch dan fovea capitis femoris. Ligamen ini hanya meregang ketika terjadi dislokai panggul, sehingga tidak terjadi perpindahan sendi lebih lanjut. Ligamen ini tidak hanya berfungsi sebagai ligamen, namun juga sebagai saluran tempat lewatnya arteri kecil pada caput femoris.2 (Gambar dapat dilihat di halaman berikutnya)

Gambar 9. Ligamentum teres

(Diunduh dari: http://en.wikipedia.org/wiki/File:Gray342.png)

2.4. Persyarafan

Syaraf yang mempersyarafi extremitas bawah berasal dari abdomen dan pelvis, merupakan cabang terminal dari plexus lumbosacral di dinding posterior rongga abdomen dan dinding posterolateral pelvis.

Plexus lumbaris dibentuk oleh ramus anterior syaraf spinal L1-L3 dan bagian dari L4. Sisa ramus anterior dari L4 dan L5 bersatu membentuk trunkus lumbosacral yang masuk ke rongga pelvis dan bergabung dengan ramus anterior S1-S3 dan bagian dari S4 untuk membentuk plexus sacralis.1

Syaraf utama yang berasal dari plexus lumbosacral antara lain nervus femoralis, nervus obturatorius, nervus ischiadicus (sciatic nerve), nervus gluteus superior, dan nervus gluteus inferior. 1

Gambar 10. Percabangan plexus lumbosacral(Diambil dari: Drake RL, Vogl W, Mitchell A. Grays Anatomy for Student. Edisi ke-1. Philadelphia: Elsevier; 2005. Hal 495)

Syaraf lain yang juga berasal dari plexus lumbosacral dan masuk ke extremitas bawah untuk mempersyarafi kulit dan otot antara lain nervus cutaneus lateralis, nervus obturatorius internus, nervus quadratus femoris, nervus cutaneus femoris, dan cabang dari nervus ilioinguinalis dan genitofemoralis. 1

Gambar 11. Persyarafan regio gluteal sisi anterior

(Diambil dari: Fischer, Urban. Sobotta Atlas of Human Anatomy. Edisi ke-14. Munich: Elsevier; 2006. Hal 348)

Gambar 12. Persyarafan regio gluteal sisi posterior

(Diambil dari: Fischer, Urban. Sobotta Atlas of Human Anatomy. Edisi ke-14. Munich: Elsevier; 2006. Hal 349)

Nervus femoralis

Nervus femoralis membawa kontribusi dari ramus anterior L2-L4 dan meninggalkan abdomen melalui celah antara ligamentum inguinale dan tepi superior pelvis untuk masuk ke trigonum femoralis di anteromedial paha. Di dalam trigonum femoralis, nervus femoralis berada di lateral dari arteri femoralis. Syaraf femoralis:

Mempersyarafi semua otot di kompartemen anterior paha.

Di abdomen, nervus ini bercabang untuk mempersyarafi otot iliacus dan pectineus.

Mempersyarafi kulit di seluruh aspek anterior paha, sisi anteromedial lutut, sisi medial dari tungkai bawah, dan sisi medial dari kaki. 1 Nervus obturatorius

Nervus obturatorius, sama seperti nervus femoralis, membawa kontribusi dari L2-L4. Nervus ini turun melalui dinding posterior abdomen, melewati rongga pelvis dan masuk ke paha melalui canalis obturatorius.1Syaraf ini mempersyarafi:

Seluruh otot di kompartemen medial paha, kecuali bagian dari M. adductor magnus yang berasal dari M. ischium yang dipersyarafi oleh nervus ischiadicus; dan M. pectineus yang dipersyarafi oleh nervus femoralis. M. obturatorius externus.

Kulit di sisi medial paha atas.

Nervus ischiadicus

Nervus ischiadicus adalah syaraf terbesar di dalam tubuh manusia dan membawa kontribusi dari L4-S3. Syaraf ini meninggalkan pelvis melalui foramen ischiadicum majus, inferior dari M. piriformis, lalu masuk ke regio gluteal dan kemudian masuk ke kompartemen posterior paha. Di kompartemen posterior paha, syaraf ini bercabang menjadi 2 cabang utama, yaitu nervus fibularis communis dan nervus tibialis. 1 Syaraf ini mempersyarafi:

Seluruh otot di kompartemen posterior paha.

Bagian dari adductor magnus yang berasal dari ischium.

Seluruh otot di tungkai bawah dan kaki.

Kulit di sisi lateral tungkai bawah; dan sisi lateral dan telapak kaki.

Nervus gluteus

Nervus gluteus adalah syaraf motorik utama di regio gluteal.

Nervus gluteus superior membawa kontribusi dari rami anterior L4-S1, meninggalkan pelvis melalui foramen ischiadicum majus, di atas M. piriformis, dan mempersyarafi:

M. gluteus medius dan minimus.

M. tensor fasciae latae.

Nervus gluteus inferior berasal dari kontribusi L5-S2, meninggalkan pelvis melalui foramen ischiadicum majus, inferior dari M. piriformis, dan masuk ke regio gluteal dan mempersyarafi M. gluteus maximus. 1 Nervus ilio-inguinalis dan genitofemoralis

Cabang terminal syaraf sensorik dari nervus ilio-inguinalis (L1) dan nervus genitofemoralis (L1, L2) masuk ke paha atas dari plexus lumbaris.1

Nervus ilio-inguinalis berasal dari bagian superior plexus lumbaris, turun dari dinding abdomen melewati canalis inguinalis dan meninggalkan abdomen melalui superficial inguinal ring. Cabang terminal dari syaraf ini mempersyarafi kulit di sisi medial paha atas dan bagian yang berdekatan dengan perineum.

Nervus genitofemoralis melewati M. psoas major di dinding posterior abdomen secara anteroinferior dan turun melalui permukaan anterior dari psoas major. Syaraf ini mempersyarafi kulit di bagian anterior tengah paha atas. 1 Nervus cutaneus lateralis

Syaraf ini berasal dari L2-L3 dan meninggalkan abdomen melalui celah di antara ligamentum inguinale dan tulang pelvis. Syaraf ini mempersyarafi kulit di sisi lateral paha. 1 Nervus quadratus femoris dan obturator internus

Nervus quadratus femoris (L4-S1) dan obturator internus (L5-S2) adalah syaraf motorik yang berukuran kecil yang berasal dari plexus sacralis. Kedua syaraf ini melewati foramen ischiadicum majus, inferior dari M. piriformis dan masuk ke regio gluteal. 1Nervus obturator internus mempersyarafi M. gemellus superior di regio gluteal dan kemudian berputar mengelilingi ischial spine dan masuk ke perineum melalui foramen ischiadicum minus untuk menembus permukaan perineal dari m.obturatorius internus.

Nervus quadratus femoris mempersyarafi m. gemellus inferior dan quadratus femoris. 1 Nervus cutaneus posterior

Syaraf ini dibentuk dari kontribusi S1-S3 dan meninggalkan rongga pelvis melalui foramen ischiadicum majus, inferior dari M.piriformis. Syaraf ini secara vertikal berjalan melewati regio gluteal dalam ke M. gluteus maximus dan masuk ke paha bagian posterior dan mempersyarafi:

Pita longitudinal kulit di aspek posterior paha dan berlanjut ke tungkai bawah bagian atas.

Kulit di lipatan gluteal, lalu bagian medial paha dan bagian yang berdekatan dengan perineum. 1

Gambar 13. Inervasi persyarafan di regio gluteal

(Diambil dari: Fischer, Urban. Sobotta Atlas of Human Anatomy. Edisi ke-14. Munich: Elsevier; 2006. Hal 347)

2.5. Pembuluh Darah

2.5.1. Arteri

Arteri femoralis

Arteri utama yang memperdarahi ektremitas bawah adalah arteri femoralis, yang merupakan lanjutan dari arteri iliaca externa di abdomen. Arteri iliaca externa menjadi arteri femoralis ketika pembuluh darah ini melewati ligamentum inguinale lalu kemudian masuk ke trigonum femoralis di aspek anterior paha. Cabang arteri ini memperdarahi sebagian besar dari paha, tungkai bawah, dan kaki. 1 Arteri gluteus superior dan inferior; dan arteri obturatorius

Pembuluh darah lain yang memperdarahi extremitas bawah adalah arteri gluteus superior dan inferior; dan arteri obturatorius.

Arteri gluteus superior dan inferior berasal dari rongga pelvis sebagai cabang dari arteri iliaca interna dan memperdarahi regio gluteal.

Arteri obturatorius juga berasal dari arteri iliaca interna di rongga pelvis dan melewati canalis obturatorius dan masuk ke dalamnya. Arteri ini memperdarahi kompartemen medial paha.1 (Gambar dapat dilihat di halaman berikutnya).

Gambar 14. Arteri di extremitas bawah

(Diambil dari: Drake RL, Vogl W, Mitchell A. Grays Anatomy for Student. Edisi ke-1. Philadelphia: Elsevier; 2005. Hal 498)

Gambar 15 . Arteri pada sendi panggul(Diambil dari: Hansen T, Lambert D. Netters Clinical Anatomy. Edisi ke-1. USA: Elsevier; 2008)

Cabang dari arteri femoralis, gluteus superior dan inferior, dan obturatorius bersama dengan cabang dari arteri pudenda interna berhubungan untuk membentuk jaringan anastomosis di paha bagian atas dan regio gluteal. Adanya anastomosis ini menyediakan sirkulasi kolateral ketika salah satu dari pembuluh darah ini terganggu. 1

Gambar 16. Anastomosis arteri gluteus dan arteri lainnya

(Diambil dari: Drake RL, Vogl W, Mitchell A. Grays Anatomy for Student. Edisi ke-1. Philadelphia: Elsevier; 2005. Hal 512)

2.5.2. Vena

Vena yang mengalir di extremitas bawah membentuk kelompok superfisial dan dalam (deep).

Vena dalam secara umum mengikuti arteri (femoralis, gluteus superior-inferior, dan obturatorius). Vena dalam utama yang mengalir di ektremitas bawah adalah vena femoralis. Vena ini kemudian membentuk vena iliaca externa ketika vena ini melewati ligamentum inguinale untuk masuk ke abdomen.

Vena superfisial berada di dalam jaringan ikat subkutan dan saling berhubungan untuk kemudian mengalir ke dalam vena dalam. Vena superfisial membentuk 2 saluran utama, yaitu vena saphena magna dan saphena parva.1(Gambar dapat dilihat di halaman berikutnya)

Gambar 17. Vena di extremitas bawah

(Diambil dari: Drake RL, Vogl W, Mitchell A. Grays Anatomy for Student. Edisi ke-1. Philadelphia: Elsevier; 2005. Hal 499)

2.6. Otot

Otot-otot yang berada di sendi panggul dibagi menjadi 4 kelompok berdasarkan letaknya di sendi panggul, meliputi otot regio gluteal (abduktor dan exorotasi) dan kelompok adductor.12.6.1. Otot Regio Gluteal (abduktor dan exorotasi)

Otot di regio gluteal dibagi menjadi dua kelompok:

Kelompok otot kecil dalam (deep), yang pada umumnya merupakan otot exorotasi dari femur di sendi panggul, meliputi:

M. Piriformis M. Obturator internus M. Gemellus superior M. Gemellus inferior M. Quadratus femoris

(Gambar dapat dilihat di halaman berikutnya)

Gambar 18. Otot regio gluteal

(Diambil dari: Drake RL, Vogl W, Mitchell A. Grays Anatomy for Student. Edisi ke-1. Philadelphia: Elsevier; 2005. Hal 499)

Kelompok otot besar superfisial, yang pada umumnya merupakan abduktor dan ekstensor panggul, meliputi:

M. Gluteus minimus M. Gluteus medius M. Gluteus maximus Tensor fasciae latae(Gambar dapat dilihat di halaman berikutnya)

Gambar 19. Otot di regio gluteal

(Diambil dari: Drake RL, Vogl W, Mitchell A. Grays Anatomy for Student. Edisi ke-1. Philadelphia: Elsevier; 2005. Hal 499)

2.6.2. Kelompok otot adductor

Otot yang termasuk dalam kelompok ini adalah:

M. adductor brevis

M. adductor longus

M. adductor magnus

M. pectineus

M. gracilis

Gambar 20. Kelompok otot exorotasi(Diunduh dari: http://en.wikipedia.org/wiki/File:Anterior_Hip_Muscles_2.PNG)

BAB III

DISLOCASI PANGGUL TRAUMATICA (ACQUIRED)

3.3.1. Epidemiologi

Dengan meningkatnya angka kecelakaan lalu lintas, dislocasi panggul traumatik makin sering ditemukan. Dislocasi panggul ini dapat terjadi pada semua kelompok usia. Dislocasi panggul posterior merupakan dislocasi yang paling sering terjadi. Dislocasi panggul posterior terjadi sebanyak 90% dari kasus, sedangkan dislocasi panggul anterior terjadi sebanyak 10% dari seluruh kasus dislocasi panggul traumatik.12

3.3.2. Klasifikasi

Berdasarkan arah dislocasi, dislocasi panggul dibagi menjadi 3, yaitu dislocasi posterior, dislocasi anterior, dan dislocasi pusat (central).28 3.3.2.1. DISLOCASI POSTERIORMekanisme Cedera

Empat dari lima dislocasi panggul traumatik adalah dislocasi posterior. Biasanya dislocasi ini terjadi dalam kecelakaan lalu lintas bila seseorang yang duduk di dalam mobil terlempar ke depan sehingga lutut terbentur pada dashboard. Femur terdorong ke atas dan caput femoris keluar dari acetabulum, seringkali terjadi fracture pada acetabulum (fracture-dislocasi).12,22(Gambar ilustrasi dapat dilihat di halaman berikutnya)

Gambar 27. Mekanisme cedera pada dislocasi panggul posterior

(Diunduh dari: http://www.ota.org/res_slide/L01_Hip_Disloc_Fem_Hd_Fxs.ppt)

Gambaran Klinis dan Pemeriksaan FisikCaput femoris dapat berada di posisi yang tinggi (iliac) atau rendah (ischiatic), tergantung dari posisi flexi paha ketika terjadi dislocasi.12 Dislocasi tipe iliac:

Panggul flexi, adduksi, endorotasi.

Extremitas yang terkena tampak memendek.

Trochanter major dan bokong di daerah yang mengalami dislocasi terlihat menonjol.

Lutut extremitas yang mengalami dislocasi tampak menumpang di paha sebelahnya.

Dislocasi tipe ischiatic:

Panggul flexi.

Panggul sangat beradduksi sehingga lutut di extremitas yang mengalami dislocasi tampak menindih di paha sebelahnya.

Extremitas bawah tampak dalam posisi endorotasi yang ekstrim.

Trochanter major dan bokong di daerah yang mengalami dislocasi terlihat menonjol.

Jika salah satu tulang panjang mengalami fracture (biasanya femur), dislocasi panggul seringkali tidak terdiagnosis. Pedoman yang baik adalah dengan pemeriksaan pelvis dengan pemeriksaan radiologis. Tungkai bawah juga harus diperiksa untuk mencari apakah terjadi cedera syaraf ischiadicus.

Cedera neurovaskular pada dislocasi panggul posterior dapat memberikan gambaran sebagai berikut:19 Nyeri di panggul, bokong, dan tungkai bawah bagian posterior.

Hilangnya sensasi di tungkai bawah dan kaki.

Hilangnya kemampuan dorsoflexi (cabang peroneal) atau plantarflexi (cabang tibial).

Hilangnya deep tendon reflex di pergelangan kaki.

Hematoma lokal.

Klasifikasi

Epstein dan Thompson (1951) menganjurkan suatu klasifikasi yang dapat membantu perencaan tata laksana. Klasifikasi ini dibuat sebelum ditemukannya CT-scan.14Berikut ini adalah klasifikasi dislocasi panggul posterior menurut Epstein dan Thompson:

Tipe I: Dislocasi sederhana, dengan atau tanpa fragmen di dinding posterior acetabulum. Tipe II: Dislocasi dengan fragmen besar di dinding

posterior acetabulum. Tipe III: Dislocasi dengan kominusi dinding posterior acetabulum. Tipe IV: Dislocasi dengan fracture dasar (lantai) acetabulum. Tipe V : Dislocasi dengan fracture caput femoris, yang diklasifikasikan menurut Pipkin (1957). (Gambar klasifikasi menurut Pipkin dapat dilihat di halaman berikutnya)

Gambar 29. Klasifikasi Fracture Caput Femoris Menurut PipkinA) Tipe I: Garis fracture berada di bawah fovea, B) Fragmen fracture meliputi fovea, C) Sama seperti tipe I dan II, namun disertai dengan fracture collum femoris, D) Fracture caput femoris dan acetabulum dalam bentuk apapun.

(Diambil dari: DeLee JC: Fractures and dislocations of the hip. Dalam: Rockwood CA Jr, Green DP, Bucholz RW, et al, eds: Rockwood and Greens fractures in adults. Edisi ke-4. Philadelphia: Lippincott-Raven;1996) Pemeriksaan Radiologi

Pada foto anteroposterior (AP), caput femoris terlihat keluar dari acetabulum dan berada di atas acetabulum. Segmen atap acetabulum atau caput femoris dapat ditemukan patah dan bergeser. Foto oblik dapat digunakan untuk mengetahui ukuran fragmen. CT scan adalah cara terbaik untuk melihat fracture acetabulum atau setiap fragmen tulang.17

Gambar 30. Gambaran radiologi dislocasi panggul posterior

(Diunduh dari: http://radiopaedia.org/cases/posterior-hip-dislocation?fullscreen=true)

Tata Laksana

Dislocasi harus direduksi secepat mungkin di bawah anestesi umum. Reduksi harus dilakukan dalam waktu 12 jam sejak terjadinya dislocasi.41 Pada sebagian besar kasus dilakukan reduksi tertutup, namun jika reduksi tertutup gagal sebanyak 2 kali maka harus dilakukan reduksi terbuka untuk mencegah kerusakan caput femoris lebih lanjut.13 Sebelum melakukan reduksi, sebaiknya dilakukan pemeriksaan neurovaskular.

Indikasi reduksi tertutup:

Dislocasi dengan atau tanpa defisit neurologis jika tidak ada fracture. Dislocasi yang disertai fracture jika tidak terdapat defisit neurologis.

Kontraindikasi reduksi tertutup:

Dislocasi panggul terbuka.

Berikut ini adalah beberapa teknik yang dapat digunakan untuk mereduksi dislocasi panggul posterior sederhana (tipe I Epstein).16,35 Manuver Allis

Manuver Stimson

Manuver ini menggunakan berat tungkai bawah dan gravitasi untuk mengurangi dislocasi.

Maneuver Bigelow

Teknik Whistler

Panggul yang mengalami dislocasi direlokasikan menggunakan lengan operator untuk mengangkat dan memanuver tungkai yang mengalami dislocasi ketika bahu operator diangkat. Tangan operator bertumpu pada paha kontralateral. Seorang asisten atau tangan lain operator melakukan kontratraksi pada tibia atau fibula.

Gambar 31. Teknik Whistler

(Diunduh dari: http://www.accessemergencymedicine.com)

Traksi longitudinal

Pasien dibaringkan dalam posisi supine, kemudian seorang asisten melakukan traksi lateral, sementara operator melakukan traksi longitudinal. (Gambar dapat dilihat di halaman berikutnya)

Gambar 32. Traksi longitudinal

(Diunduh dari: http://www.accessemergencymedicine.com)

Leg-crossing maneuver

Kadang-kadang dislocasi dapat direduksi dengan cara membujuk pasien untuk perlahan-lahan menyilangkan tungkai yang mengalami dislocasi ke arah tungkai sebelahnya (adduksi) dan kemudian lakukan traksi lembut ketika asisten memandu caput femoris kembali ke posisi semula dengan melakukan tekanan di sebelah anterior.

Teknik fulcrum

Pasien dibaringkan dalam posisi supine, lalu lutut operator diletakkan di bawah lutut pasien di sisi yang mengalami dislocasi. Lutut operator digunakan sebagai titik tumpu untuk mengungkit caput femoris agar kembali masuk ke acetabulum.

Gambar 33. Teknik fulcrum

(Diunduh dari: http://www.accessemergencymedicine.com) Manuver East Baltimore LiftPasien dibaringkan dalam posisi supine. Operator berdiri di sisi panggul yang mengalami dislocasi. Extremitas bawah pasien diflexikan hingga panggul dan lutut membentuk sudut 900. Kemudian operator menempatkan lengannya yang lebih dekat dengan kepala pasien di bawah lutut pasien, menopang tungkai pasien dengan cara menumpukan tangannya di bahu seorang asisten yang berdiri di seberangnya, sedangkan tangan lain operator memegang pergelangan kaki pasien.

Kemudian asisten meletakkan tangannya di bahu operator dengan cara melewati bagian bawah lutut pasien (serupa dengan yang dilakukan oleh operator). Operator dan asisten kemudian berdiri dengan posisi lutut sedikit flexi dan secara bersama-sama berdiri tegak tanpa merubah posisi bahu untuk memberikan traksi. Operator merotasikan tungkai bawah pasien di bagian pergelangan kaki, sedangkan asisten yang kedua menstabilkan pelvis.34

Gambar 34. Manuver East Baltimore Lift

(Diambil dari: Schafer SJ, Anglen JO: The East Baltimore Lift: a simple and effective method for reduction of posterior hip dislocations, J Orthop Trauma. 1999. 13:56)

Pemeriksaan X-Ray sangat diperlukan untuk memastikan reduksi dan untuk menyingkirkan fracture. Bila terdapat sedikit kecurigaan saja bahwa fragmen tulang telah terperangkap di dalam sendi, maka diperlukan pemeriksaan CT-scan.16

Reduksi biasanya stabil, panggul yang telah mengalami cedera harus diistirahatkan. Cara yang paling sederhana untuk mengistirahatkan panggul adalah dengan memasang traksi dan mempertahankannya selama 3 minggu. Gerakan dan latihan dimulai segera setelah nyeri mereda. Pada akhir minggu ketiga pasien diperbolehkan berjalan dengan kruk penopang.24Jika pemeriksaan X-Ray atau CT-scan pasca reduksi memperlihatkan adanya fragmen intra-articular, fragmen itu harus dibuang dan sendi dibilas melalui posterior approach. Hal ini biasanya ditunda hingga keadaan pasien stabil. 17

Fracture-dislocasi tipe II Epstein sering diterapi dengan reduksi terbuka segera dan fiksasi anatomis pada fragmen yang terlepas. Namun, jika keadaan umum pasien meragukan atau tidak tersedia ahli bedah yang terampil di bidang ini, panggul direduksi tertutup seperti diuraikan di atas. Jika sendi tidak stabil atau fragmen besar tetap tidak tereduksi, maka reduksi terbuka dan fiksasi internal tetap diperlukan. Pada kasus tipe II, traksi dipertahankan selama 6 minggu.26

Fracture-dislocasi tipe III diterapi secara tertutup, tetapi mungkin terdapat fragmen yang bertahan dan fragmen-fragmen ini harus dibuang dengan operasi terbuka. Traksi dipertahankan selama 6 minggu. 26

Fracture-dislocasi tipe IV dan V pada awalnya diterapi dengan reduksi tertutup. Fragmen caput femoris dapat secara otomatis berada pada tempatnya, dan ini dapat dipastikan dengan CT-scan pasca reduksi. Jika fragmen tetap tidak tereduksi, terapi operasi diindikasikan: fragmen yang kecil dibuang, namun fragmen yang besar harus diganti; sendi dibuka, caput femoris didislocasikan dan fragmen diikat pada posisinya dengan countersunk screw. Pasca operasi, traksi dipertahankan selama 4 minggu dan pembebanan penuh ditunda selama 12 minggu. 26Dislocasi Panggul yang Tidak TereduksiKadang-kadang dislocasi panggul posterior tanpa fracture acetabulum atau caput femoris tidak dapat direduksi dengan metode reduksi tertutup.

Pada dislocasi posterior, caput femoris keluar ke arah posteroinferior dari kapsul dan dapat menembus otot-otot exorotasi. Jaringan lunak yang mengelilingi collum femoris dapat mencegah relokasi dari caput femoris. 18,33

Sebagai contoh, labrum acetabulum dapat terlepas dari tempat melekatnya, dengan atau tanpa fragmen tulang, ketika reduksi, labrum mungkin tertarik masuk ke dalam sendi di depan caput femoris sehingga mencegah kembalinya posisi caput secara konsentris ke dalam acetabulum.18,33 (Gambar dapat dilihat di halaman berikutnya)

Gambar 35. Robekan labrum acetabulum(Diunduh dari: http://www.mendmyhip.com/hip-strain-tendinitis-tear-injuries/acetabular-hip-labral-tear.php)

Tata laksana untuk dislocasi yang tidak tereduksi ini adalah dengan reduksi operatif (terbuka).

Posterior approach sendi panggul (Kocher-Langenbeck)12Pasien dibaringkan dalam posis lateral.

1. Mulai dengan insisi kulit pada daerah trochanter major dan perluas ke arah proximal sepanjang 6 cm dari spina iliaca posterior (Gambar 35A). Insisi dapat diperluas ke arah distal sepanjang permukaan lateral paha sepanjang 10 cm atau seperlunya. 2. Pisahkan fasciae latae sejajar dengan insisi kulit dan pisahkan gluteus maximus secara tumpul sejajar dengan arah seratnya (Gambar 35B). Lindungi cabang dari nervus gluteus inferior ke arah anterosuperior dari gluteus maximus.3. Kenali dan lindungi nervus ischiadicus yang berada di atas quadratus femoris (Gambar 35C).4. Pisahkan tendon M. Piriformis, gemellus, dan obturatorius internus sejajar dengan insersinya pada trochanter major dan kemudian otot-otot exorotasi tersebut ditarik ke arah medial untuk melindungi nervus ischiadicus. M. qudratus femoris tetap dibiarkan intak untuk melindungi cabang arteri circumflexa femoris medialis (Gambar 35D). Tempat melekatnya tendon M. gluteus maximus pada femur dapat diinsisi untuk memperluas daerah paparan.

Gambar 36. Posterior Approach Sendi Panggul(Diambil dari: Canale ST, Beaty JH. Campbells Operative Orthopaedics. Edisi ke-11. Philadelphia: Elsevier; 2009. Hal 80)5. Identifikasi kapsul yang mengelilingi collum femoris dan jika perlu perbesar robekan ke arah proximal dan distal untuk membebaskan collum dan caput femoris.6. Reduksi: Traksi paha sepanjang aksis longitudinalnya. Panggul diflexikan 900 dan diadduksi. Dislocasikan caput femoris ke arah posterior dengan mengendorotasikan paha.

7. Buat traksi longitudinal pada femur dengan kuat.8. Cari gambaran cartilago labrum di dalam acetabulum.9. Tarik labrum keluar dari acetabulum dengan kait tumpul.10. Potong bagian yang tidak melekat dari labrum.11. Eratkan caput femoris dengan membuat traksi longitudinal pada femur yang diflexikan dan diadduksi.

Setelah reduksi terbuka, dilakukan pemasangan skin traction di tungkai bawah. Panggul dalam posisi extensi dan extremitas sedikit abduksi.24

Traksi dipertahankan selama 3 minggu. Beberapa hari setelah reduksi, gerakan aktif dan pasif sendi panggul dapat dimulai. Pada akhir minggu ketiga, pasien diperbolehkan jalan menggunakan kruk penopang. Pasien diperbolehkan menopang berat badan pada akhir minggu ke 12-14 dan diperbolehkan kembali beraktivitas seperti biasa 6-10 bulan setelah operasi. Ikuti perkembangan pasien selama 2 tahun (setiap 3 bulan), setiap pemeriksaan rekam perkembangan range of motion dari sendi panggul dan lakukan pemeriksaan X-ray untuk mengetahui ada tidaknya necrosis avascular dari caput femoris.24ComplicasiDINI16,29Cedera nervus ischiadicus. Syaraf ini kadang-kadang mengalami cedera, namun biasanya membaik lagi. Jika setelah mereduksi dislocasi, lesi nervus ischiadicus dan fracture acetabulum yang tidak tereduksi terdiagnosis, maka nervus harus dieksplorasi dan fragmennya dikoreksi ke tempat asalnya (disekrupkan pada posisinya). Penyembuhan sering membutuhkan waktu beberapa bulan, dan sementara itu tungkai harus dihindarkan dari cedera dan pergelangan kaki harus dibebat untuk menghindari kaki terkulai (foot drop).

Cedera pembuluh darah. Kadang-kadang arteri gluteus superior robek dan mungkin terdapat banyak perdarahan. Jika keadaan ini dicurigai, maka harus dilakukan arteriogram. Pembuluh darah yang robek mungkin perlu diligasi.

Fracture corpus femoris. Bila ini terjadi bersamaan dengan dislocasi panggul, dislocasi biasanya terlewatkan. Maka harus digunakan pedoman bahwa pada setiap fracture corpus femoris, bokong dan trochanter per palpasi, dan panggul harus dilakukan pemeriksaan X-ray. Sekalipun tindakan pencegahan ini tidak dilakukan, suatu dislocasi harus dicurigai bila fragmen proximal pada fracture melintang pada batang terlihat beradduksi. Reduksi dislocasi ini jauh lebih sulit, tetapi manipulasi tertutup yang perlahan harus tetap dicoba. Jika cara ini gagal, maka reduksi terbuka harus dicoba, dan pada saat yang sama, femur dapat difiksasi dengan intramedullary nail.

LAMBAT16,29

Necrosis avascular. Persediaan darah pada caput femoris sangat terganggu sekurang-kurangnya pada 10% dislocasi panggul traumatik. Jika reduksi ditunda lebih dari beberapa jam, angkanya meningkat menjadi 40%. Necrosis avascular terlihat pada pemeriksaan X-Ray sebagai peningkatan kepadatan caput femoris, tetapi perubahan ini tidak ditemukan sekurang-kurangnya selama 6 minggu, dan kadang-kadang jauh lebih lama (sampai 2 tahun), tergantung pada kecepatan perbaikan tulang. Jika caput femoris menunjukkan tanda-tanda fragmentasi, mungkin diperlukan operasi. Jika terdapat segmen nekrotik yang kecil, osteotomi penjajaran tulang (realigment) merupakan metode terpilih. Sebaliknya, pada pasien yang lebih muda, pilihannya adalah antara penggantian caput femoris dengan prostesis bipolar atau artrodesis panggul. Pada pasien berusia di atas 50 tahun, penggantian panggul keseluruhan adalah pilihan yang lebih baik.

Myositis ossificans. Complicasi ini jarang terjadi, mungkin berhubungan dengan beratnya cedera. Karena sulit diramalkan, complicasi ini sulit dicegah. Gerakan tidak boleh dipaksa dan pada cedera yang berat, masa istirahat dan pembebanan mungkin perlu diperpanjang.

Dislocasi yang tak tereduksi. Setelah beberapa minggu, dislocasi yang tak diterapi jarang dapat direduksi dengan manipulasi tertutup dan diperlukan reduksi terbuka. Insidensi kekakuan atau necrosis avascular sangat meningkat dan di kemudian hari pasien dapat memerlukan pembedahan rekonstruktif.33

Osteoarthritis. Osteoarthritis sekunder sering terjadi dan diakibatkan oleh (1) kerusakan cartilago pada saat dislocasi, (2) adanya fragmen yang bertahan dalam sendi, atau (3) necrosis ischemic pada caput femoris.

3.3.2.2 DISLOCASI ANTERIORDislocasi anterior jarang terjadi jika dibandingkan dengan dislocasi posterior. Dislocasi ini terjadi sebanyak 10-12 % dari keseluruhan kejadian dislocasi panggul traumatik. Penyebab yang lazim adalah kecelakaan lalu lintas atau kecelakaan penerbangan. Caput femoris didorong dengan paksa ke arah anteroinferior dan berpindah ke foramen obturatorium atau pubis.16,20Mekanisme Cedera

Dislocasi ini dapat terjadi dalam kecelakaan lalu lintas ketika lutut terbentur dashboard ketika paha dalam posisi abduksi. Dislocasi pada satu atau bahkan kedua panggul dapat terjadi jika seseorang tertimpa benda berat pada punggungnya saat posisi kaki merentang, lutut lurus, dan punggung ke depan.16

Caput femoris didorong dengan paksa ke arah anteroinferior dan berpindah ke foramen obturatorium atau pubis. Dislocasi obturator dapat terjadi akibat 3 dorongan yang berbeda:39

Dislocasi pubis jarang terjadi jika dibandingkan dengan dislocasi obturator dan sangat sulit untuk direduksi. Mekanisme dislocasi ini adalah hiperextensi dan exorotasi yang berlebihan sehingga memaksa caput femoris keluar dari sendi melalui robekan kapsul sendi di bagian anterior.

Gambaran Klinis dan Pemeriksaan FisikKaki berada dalam posisi exorotasi, abduksi, dan sedikit flexi. Kaki tidak memendek karena perlekatan rektus femoris mencegah caput femoris bergeser ke atas. Bila dilihat dari samping, tonjolan anterior pada caput yang mengalami dislocasi tampak jelas. Kadang-kadang kaki berabduksi hampir membentuk sudut siku-siku. Caput yang menonjol mudah diraba. Gerakan panggul tidak dapat dilakukan.16,20,23

Gambar 37. Posisi sendi pada dislocasi panggul anterior

(Diunduh dari: http://boneandspine.com/muculoskeletal-radiology/anterior-dislocation-of-hip-treated-by-closed-reduction/)

Cedera neurovaskular dapat terjadi.19 Berikut ini adalah tanda2 terjadinya cedera neurovaskular pada dislocasi panggul anterior:

Paresis di extremitas bawah

Rasa nyeri tumpul di extremitas bawah

Refleks patella melemah atau hilang

Extremitas bawah tampak pucat dan dingin

Parestesia di extremitas bawahPemeriksaan Radiologi

Pada foto anteroposterior, dislocasi biasanya jelas, tetapi kadang-kadang caput hampir berada di depan posisi normalnya sehingga jika meragukan dapat dilakukan foto lateral.17

Gambar 38. Gambaran radiologi dislocasi panggul anterior

(Diunduh dari: http://mskcases.com/index.php? module=article&view=137)

Tata laksana

Dislocasi harus direduksi secepat mungkin di bawah anestesi umum. Reduksi harus dilakukan dalam waktu 12 jam sejak terjadinya dislocasi. Sebelum melakukan reduksi, sebaiknya dilakukan pemeriksaan neurovaskular.26Manuver yang digunakan hampir sama dengan yang digunakan untuk mereduksi dislocasi posterior, kecuali bahwa ketika paha yang berflexi ditarik ke atas, paha harus diadduksi. Tata laksana berikutnya mirip dengan tata laksana pada dislocasi posterior. 16, 26,41

Gambar 39. Manuver Reduksi Tertutup Dislocasi Panggul Anterior

(Diunduh dari: http://ps.cnis.ca/wiki/index.php/77._Hip)

Setelah reduksi, panggul diistirahatkan dengan pemasangan skin traction selama tiga minggu. Beberapa hari setelah reduksi, gerakan aktif dan pasif sendi panggul dapat dimulai. Pada akhir minggu ketiga, pasien diperbolehkan jalan menggunakan kruk penopang tanpa bertumpu pada sisi yang mengalami dislocasi. Selama periode ini dapat dilakukan latihan aktif terkontrol untuk mengembalikan fungsi sendi dan perkembangan tonus dan kekuatan otot. Kerja ringan dapat dilanjutkan pada minggu ke 14-16 dan aktivitas penuh dapat dilakukan 6-10 bulan setelah cedera.26Ikuti perkembangan pasien selama minimal 2 tahun, setiap pemeriksaan rekam perkembangan range of motion dari sendi panggul dan lakukan pemeriksaan X-ray setiap 4-6 bulan untuk mengetahui ada tidaknya necrosis avascular dari caput femoris. 26Dislocasi Panggul yang Tidak Tereduksi

Pada kasus yang jarang, manuver reduksi tertutup dapat gagal dalam mereduksi dislocasi panggul anterior. Jika hal ini terjadi, maka reduksi tertutup tidak boleh dipaksakan dan hal ini merupakan indikasi untuk dilakukannya reduksi terbuka.

Kegagalan reduksi tertutup ini dapat disebabkan oleh 1)Penetrasi caput femoris ke dalam otot iliopsoas dan 2) ekstrusi caput femoris ke dalam lubang (buttonhole) di kapsul anterior.

Anterolateral approach sendi panggul (Smith-Petersen)131. Buat insisi kulit sepanjang 1/3 anterior crista iliaca dan sepanjang tepi anterior M. tensor fasciae latae, kemudian insisi dibelokkan ke arah posterior melewati insersio otot tersebut di region subtrochanterica (biasanya 8-10 cm di bawah dasar trochanter major).

2. Insisi fasia sepanjang tepi anterior M. tensor fasciae latae. Kenali dan lindungi nervus cutaneous femoris lateralis, yang biasanya berada di bagian medial M. tensor fasciae latae dan lateral dari M. sartorius.

3. Insisi perlekatan otot di aspek lateral ilium sepanjang crista iliaca. Pisahkan perlekatan otot di antara spina iliaca anterior superior dan acetabulum labrum, lalu tampak M. tensor fasciae latae, M. gluteus minimus, dan bagian anterior M.gluteus medius.4. Insisi fasia kemudian dilanjutkan ke arah insersio M. tensor fasciae latae ke ikatan iliotibial dan paparkan bagian lateral M. rectus femoris dan bagian anterior M. vastus lateralis.

5. Mulai insisi kapsular di aspek inferior kapsul, lateral dari acetabulum labrum; dari titik ini, perluas ke arah proximal, paralel dengan acetabulum labrum dan belokkan ke arah lateral.6. Lakukan traksi longitudinal pada tungkai bawah. Ketika traksi dipertahankan, tungkai di-endorotasi-kan dan berikan tekanan pada caput femoris secara langsung untuk menimbulkan efek reduksi.

(Gambar dapat dilihat di halaman berikutnya)

Gambar 40. Smith-Petersen Approach

(Diunduh dari: http://www.netterimages.com/image/57794.htm)

Setelah reduksi, panggul diistirahatkan dengan pemasangan skin traction selama tiga minggu. Beberapa hari setelah reduksi, gerakan aktif dan pasif sendi panggul dapat dimulai. Pada akhir minggu ketiga, pasien diperbolehkan jalan menggunakan kruk penopang tanpa bertumpu pada sisi yang mengalami dislocasi. Selama periode ini dapat dilakukan latihan aktif terkontrol untuk mengembalikan fungsi sendi dan perkembangan tonus dan kekuatan otot. Kerja ringan dapat dilanjutkan pada minggu ke 14-16 dan aktivitas penuh dapat dilakukan 6-10 bulan setelah cedera.31,47Ikuti perkembangan pasien selama minimal 2 tahun, setiap pemeriksaan rekam perkembangan range of motion dari sendi panggul dan lakukan pemeriksaan X-ray setiap 4-6 bulan untuk mengetahui ada tidaknya necrosis avascular dari caput femoris.ComplicasiNecrosis avascular adalah complicasi yang dapat terjadi pada dislocasi panggul anterior dan terjadi pada 10% kasus. Persediaan darah pada caput femoris sangat terganggu sekurang-kurangnya pada 10% dislocasi panggul traumatik. Jika reduksi ditunda lebih dari beberapa jam, angkanya meningkat menjadi 40%. Necrosis avascular terlihat pada pemeriksaan X-Ray sebagai peningkatan kepadatan caput femoris, tetapi perubahan ini tidak ditemukan sekurang-kurangnya selama 6 minggu, dan kadang-kadang jauh lebih lama (sampai 2 tahun), tergantung pada kecepatan perbaikan tulang. Dalam minggu-minggu awal, radiosintigrafi dapat memperlihatkan tanda-tanda iskemia tulang. Jika caput femoris menunjukkan tanda-tanda fragmentasi, mungkin diperlukan operasi. Jika terdapat segmen nekrotik yang kecil, osteotomi penjajaran tulang (realigment) merupakan metode terpilih. Sebaliknya, pada pasien yang lebih muda, pilihannya adalah antara penggantian caput femoris dengan prostesis bipolar atau artrodesis panggul. Pada pasien berusia di atas 50 tahun, penggantian panggul keseluruhan adalah pilihan yang lebih baik.293.3.2.3. Dislocasi Central

Mekanisme Cedera

Dislocasi ini dapat terjadi jika seseorang jatuh dari ketinggian, terjatuh satu sisi, atau pukulan pada trochanter major. Pukulan ini dapat mendorong caput femoris ke lantai acetabulum dan menyebabkan fracture pelvis.16,31Gambaran Klinis dan Pemeriksaan FisikTerdapat luka lecet atau memar pada paha, namun kaki terletak pada posisi normal. Trochanter dan daerah panggul terasa nyeri. Gerakan minimal masih dapat dilakukan. Pasien harus diperiksa dengan cermat untuk mencari ada tidaknya cedera pelvis dan abdomen.16,31Pemeriksaan Radiologi

Pada foto anteroposterior, caput femoris tampak bergeser ke medial dan lantai acetabulum mengalami fracture.17 (Gambar dapat dilihat di halaman berikutnya)

Gambar 41. Gambaran radiologi dislocasi panggul central (kanan)

(Diunduh dari: http://onradiology.blogspot.com/2011/01/central-dislocation-of-hip-joint.html)

Klasifikasi

Klasifikasi fracture acetabulum dideskripsikan oleh Letournel dan Judet. Mereka membagi fracture acetabulum menjadi 2 kelompok dasar: fracture sederhana dan fracture kompleks. Fracture sederhana adalah fracture terisolasi pada satu columna atau dinding bersamaan dengan fracture melintang; fracture tipe ini meliputi fracture dinding posterior, columna posterior, dinding anterior, atau columna anterior dan fracture melintang. Fracture kompleks memiliki geometri fracture lebih kompleks dan meliputi fracture berbentuk T (T-shaped), kombinasi fracture dinding dan columna posterior, kombinasi fracture melintang dan dinding posterior, fracture columna anterior dengan fracture posterior hemitransverse, dan fracture kedua columna.47

Gambar 42. Klasifikasi Letournel dan Judet

A) Fracture dinding posterior, B) Fracture columna posterior, C) Fracture dinding anterior, D) Fracture columna anterior, E) Fracture melintang, F) Fracture columna dan dinding posterior, G) Fracture melintang dan fracture dinding posterior, H) Fracture berbentuk T, I) Fracture columna anterior dengan fracture posterior hemitransverse, J) Fracture komplit kedua columna.Tata Laksana

Pada kasus dislocasi panggul central tetap harus diusahakan untuk melakukan reduksi dan memulihkan bentuk lazim panggul. Meskipun osteoartritis sekunder tidak dapat dielakkan, paling tidak anatomi yang normal akan memudahkan pembedahan rekonstruktif. 13,31,48Dislocasi central yang disertai dengan fracture kominusi pada lantai acetabulum kadang-kadang dapat direduksi dengan manipulasi di bawah anestesi umum. Ahli bedah menarik paha dengan kuat dan kemudian mencoba mengungkit keluar caput dengan mengadduksi paha, menggunakan bantalan keras sebagai titik tumpu. Jika cara ini berhasil, traksi longitudinal dipertahankan selama 4-6 minggu dengan pemeriksaan X-ray untuk memastikan bahwa caput femoris tetap berada di bawah bagian acetabulum yang menahan beban.31Jika manipulasi gagal, kombinasi traksi longitudinal dan lateral dapat mereduksi dislocasi selama 2-3 minggu. Pada semua metode ini, gerakan perlu dimulai secepat mungkin. Bila traksi dilepas, pasien diperbolehkan bangun dengan kruk penopang. Penahanan beban diperbolehkan setelah 8 minggu. Hasilnya terhadap fungsi lebih baik daripada yang ditunjukkan pada penampilan X-ray, tetapi semua gerakan kecuali flexi dan extensi tetap sangat terbatas, dan pada akhirnya terjadi artritis degeneratif, kecuali jika pergeseran hanya terjadi sedikit.31Indikasi Operasi13,48,49 Fracture acetabulum dengan pergeseran > 2 mm di dalam kubah acetabulum.

Fracture dinding posterior dengan > 50% keterlibatan permukaan artikulasi sendi pada dinding posterior.

Ketidakstabilan klinis pada flexi 900.

Fragmen yang terjebak di dalam acetabulum setelah reduksi tertutup.

Beberapa penulis menganjurkan operasi dilakukan 2-3 hari setelah cedera untuk menunggu kondisi pasien agar stabil. Idealnya reduksi terbuka dan fiksasi internal fracture acetabulum seharusnya dilakukan dalam 5-7 hari setelah cedera. Reduksi anatomis akan menjadi lebih sulit setelah melewati waktu tersebut karena pembentukan hematoma, kontraktur jaringan lunak, dan pembentukan callus awal.49

Gambar 43. Alat-alat yang digunakan dalam operasi fracture acetabulum

(Diambil dari: Canale ST, Beaty JH. Campbells Operative Orthopaedics. Edisi ke-11. Philadelphia: Elsevier; 2009. Hal 3324)

Fracture Dinding Posterior

Pada fracture ini digunakan posterior approach (Kocher-Langenbeck). Untuk mencegah osteonecrosis dinding posterior, fragmen dinding posterior tidak boleh dilepaskan dari kapsul posterior selama paparan.

Jika fracture meluas ke superior ke arah kubah (dome), osteotomi trochanterica dapat dilakukan untuk mempeluas daerah paparan.43 Siebenrock dkk. mendeskrispsikan trochanteric flip osteotomy, meninggalkan M. vastus lateralis terikat pada fragmen trochanterica. Fragmen tersebut digeser ke arah anterior untuk memperlihatkan permukaan supraacetabular dari ilium. Panggul digerakkan untuk membersihkan fragmen yang terperangkap sebelum dilakukan reduksi fragmen. Setelah reduksi fragmen, fiksasi sementara dapat menggunakan kawat (wire) Kirschner, sedangkan fiksasi tetap menggunakan lag screw dan contoured reconstructive plate yang diletakkan di ischium, di atas permukaan retroacetabular dan lateral ilium.50 Fracture Columna Posterior

Fracture columna posterior jarang terjadi dan jika terjadi pergeseran yang signifikan maka diperlukan reduksi operatif dan fiksasi internal. Pada operasi ini digunakan posterior approach (Kocher-Langenbeck).51 Deformitas rotasional yang menyertai pergeseran harus dikoreksi dengan pemasangan Schanz screw pada ischium untuk mengontrol rotasi ketika fracture direduksi dengan klem reduksi. Fiksasi khusus dapat dilakukan dengan pemasangan lag screw yang dikombinasi dengan contoured reconstructive plate di sepanjang columna posterior. 42 Fracture dinding dan columna anterior

Kedua fracture ini jarang terjadi dan biasanya menyertai dislocasi panggul anterior. Fracture ini memerlukan terapi operasi dan menggunakan ilioinguinal atau iliofemoral approach. Fracture columna anterior difiksasi menggunakan contoured reconstructive plate yang dipasang di sepanjang pinggir pelvis. 42 Fracture melintang

Reduksi untuk fracture tipe ini menggunakan posterior approach dengan posisi pasien berbaring terlentang. Biasanya digunakan Jungbluth clamp untuk mengurangi fracture dan rotasi dikontrol oleh Schanz screw yang terpasang di ischium. Fiksasi posterior menggunakan plate penopang di sepanjang columna posterior dengan fiksasi anterior, menggunakan lag screw 3,5 mm yang dipasang di columna anterior dengan posisi di atas acetabulum.42

Gambar 44. A) Fracture dinding posterior multifragmen dengan kominusi intraarticular, B) Fracture columna posterior dengan lag screw, C) Fracture melintang dengan lag screw, D) Fracture melintang dan fracture dinding posterior.(Diambil dari: Canale ST, Beaty JH. Campbells Operative Orthopaedics. Edisi ke-11. Philadelphia: Elsevier; 2009. Hal 3325)

Setelah dilakukan reduksi terbuka, dilakukan pemasangan skeletal traction. Pemasangan ini dilakukan dengan cara: 1. Masukkan threaded wire di bawah tibial tubercle.

2. Pasang bebat Thomas dengan Pearson attachment balanced dari rangka di atas kepala. 3. Panggul dan lutut sedikit diflexikan

4. Berikan beban seberat 20-25 lbs.

Gambar 45. Skeletal Traction

ComplicasiDINI13,16Seperti halnya pada fracture pelvis lain, dapat terjadi cedera viseral dan syok hebat.Cedera nervus ischiadicus dapat terjadi ketika terjadinya fracture atau pada saat operasi. Meskipun pada saat operasi, syaraf ini dilindungi, namun tidak ada kepastian mengenai prognosisnya.

Trombosis vena iliofemoral dapat terjadi dan bersifat serius dan beberapa klinik menggunakan profilaksis antikoagulan.

LAMBAT

Kekakuan sendi, dengan atau tanpa osteoartritis sering terjadi. Jika penggantian panggul keseluruhan dipertimbangkan, perlu dipastikan bahwa fracture acetabulum telah menyatu, jika tidak maka mangkuk dapat terlepas Pada pasien muda, lebih baik dilakukan artrodesis.35

Necrosis avascular pada caput femoris dapat terjadi meskipun caput femoris tidak benar-benar mengalami dislocasi.

Formasi tulang heterotropik. Osifikasi periarticular biasa terjadi pada cedera jaringan lunak yang berat. Antisipasi dapat dilakukan dengan pemberian profilaksis indometasin.453.3.3. PrognosisSetelah dislocasi panggul, fungsi panggul yang baik masih dapat kembali asalkan tidak terjadi necrosis avascular atau artritis traumatik dari caput femoris. Reduksi awal telah terbukti sebagai cara terbaik untuk mencegah necrosis avascular dengan cara mempersingkat waktu terganggunya sirkulasi caput femoris. Dalam tinjauan Stewart dan Milford dalam 128 kasus fracture-dislocasi, mereka tidak mendapatkan hasil yang baik pada kasus dislocasi yang direduksi lebih dari 24 jam. Mereka melaporkan necrosis avascular pada 15,5% kasus yang diterapi dengan reduksi tertutup dan pada 40% kasus yang diterapi dengan reduksi terbuka.36 Dalam laporannya mengenai 262 kasus dislocasi dan fracture-dislocasi, Brav menemukan kejadian necrosis avascular sebesar 17,6% pada panggul yang direduksi dalam waktu 12 jam setelah cedera dan 56,9% pada panggul yang direduksi setelah 12 jam. Hougard dan thomsen melaporkan necrosis avascular sebesar 4% pada panggul yang direduksi dalam waktu 6 jam dan 58% pada panggul yang tetap mengalami dislocasi selama lebih dari 6 jam.30Penundaan weight bearing memberikan dampak yang kecil dalam perkembangan necrosis avascular. Brav, dalam laporan mengenai 523 pasien, menemukan insiden necrosis avascular sebesar 25,7% pada kelompok pasien yang memulai menopang berat tubuh sebelum 12 minggu dan 26,6% pada kelompok pasien memulai menopang berat tubuh setelah 12 minggu.53

Gambar 28. Posisi sendi pada dislokasi pinggul posterior

(Diunduh dari:

HYPERLINK "http://www.fammed.washington.edu/network/sfm/" http://www.fammed.washington.edu/network/sfm/ Orthorama/Ortho4discuss.htm)

Pasien dibaringkan di lantai dalam posisi supine.

Seorang asisten menekan spina iliaca anterior superior.

Angkat tungkai yang mengalami dislokasi dan fleksikan sendi pinggul dan lutut.

Rotasikan tungkai ke posisi netral.

Buat traksi yang mantap pada tungkai bawah ke arah atas, angkat caput femoris ke dalam acetabulum.

Setelah traksi ke atas selesai, letakkan paha ke bawah dalam posisi ekstensi.

Pasien ditempatkan di atas meja dalam posisi telungkup.

Tungkai yang mengalami dislokasi digantungkan ke bawah dan lutut difleksikan.

Seorang asisten memegang tungkai yang sehat secara horizontal.

Operator memberi tekanan ke bawah secara mantap pada lutut yang fleksi.

Posisi ini tetap dipertahankan hingga otot-otot relaksasi dan caput femoris turun ke acetabulum.

Kadang-kadang dengan sedikit mengayunkan paha dapat mempercepat reduksi.

Pasien berbaring dalam posisi supine.

Seorang asisten menekan spina iliaca anterior superior.

Operator memegang tungkai yang mengalami dislokasi pada pergelangan kaki menggunakan satu tangan.

Lengan bawah operator diletakkan di bawah lutut, lalu lakukan traksi longitudinal sejajar deformitas.

Paha dalam posisi adduksi dan endorotasi , lalu difleksikan 900. Tindakan ini merelaksasikan ligamen iliofemoral.

Setelah traksi dipertahankan, caput femoris diungkit ke dalam acetabulum dengan abduksi, rotasi eksternal, dan ekstensi pinggul.

Setelah reduksi, hindari gerakan fleksi, endorotasi, dan adduksi, traksi dipertahankan hingga pasien bebas dari rasa sakit (2 minggu).

Ekstremitas bawah abduksi, eksorotasi, dan fleksi.

Dorongan mengenai sisi belakang paha

Caput femoris keluar dari acetabulum.

Ekstremitas bawah dalam posisi abduksi, eksorotasi, dan fleksi.

Dorongan terjadi pada paha bagian dalam, memaksa ekstremitas bawah untuk berabduksi dan eksorotasi. Dalam mekanisme ini, ekstremitas bawah juga dipaksa untuk berekstensi.

Caput femoris keluar dari sendi.

Extremitas dalam posisi abduksi, eksorotasi, dan fleksi.

Dorongan mengenai bagian posterior paha.

Caput femoris keluar dari sendi.

83