Diskusi Kasus Farmasi-Asma.ririN

29
Presentasi Kasus ILMU FARMASI Oleh: Setyorini G0006155 . KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI

Transcript of Diskusi Kasus Farmasi-Asma.ririN

Page 1: Diskusi Kasus Farmasi-Asma.ririN

Presentasi Kasus

ILMU FARMASI

Oleh:

Setyorini

G0006155

.

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI

S U R A K A R T A

2008

Page 2: Diskusi Kasus Farmasi-Asma.ririN

ASMA

ILUSTRASI KASUS

I. IDENTITAS PENDERITA

Nama : Nn. M

Umur : 20 tahun

Jenis Kelamin : Wanita

Agama : Islam

Pekerjaan : Mahasiswi

Alamat : Nguter Sukoharjo

No. RM : 87 38 90

A. Keluhan Utama : Sesak nafas

B. Riwayat Penyakit Sekarang :

Penderita mengeluhkan sesak nafas yang memberat sejak 2 jam

sebelum masuk rumah sakit. Sehari sebelumnya, pasien sudah merasa sesak

nafas, tetapi dapat ditahan dan minum obat sesak nafas yang dibeli sendiri di

toko obat. Penderita datang ke RS karena sesak nafas tidak dapat ditahan lagi

oleh penderita. Penderita mulai mengeluhkan merasa sesak nafas sejak 3 hari

terakhir karena tugas-tugasnya yang banyak. Penderita mengeluhkan sesak

memberat terutama malam hariterlebih saat udara dingin. Pada saat sesak

penderita mengeluhkan suara ngik-ngik saat bernafas.

C. Riwayat Penyakit Dahulu :

a. Riwayat penyakit serupa : (+), sejak berumur 10 tahun

b. Riwayat alergi : (+), alergi udara dingin

c. Riwayat Keluarga : (+), nenek dan ibunya

d. Riwayat batuk lama : disangkal

2

Page 3: Diskusi Kasus Farmasi-Asma.ririN

II. PEMERIKSAAN FISIK

A. Keadaan Umum Sakit sedang, compos mentis, sesak nafas

B Tanda Vital Tensi : 120/ 80 mmHg

Nadi : 100 x/ menit, irama reguler, isi dan tegangan cukup

Frekuensi Respirasi : 30 x/menit

Suhu : 36,8 0C

C. Kepala Bentuk mesocephal, rambut warna hitam, uban

(-), mudah rontok (-), luka (-)

E. Mata Mata cekung (-/-), konjunctiva pucat (-/-), SI(-/-),

perdarahan subkonjugtiva (-/-), pupil isokor dengan

diameter (3 mm/3 mm), reflek cahaya (+/+), edema

palpebra (-/-), strabismus (-/-)

F. Telinga Membran timpani intak, sekret (-), darah (-), nyeri tekan

mastoid (-), nyeri tekan tragus (-), Berdenging(-)

G. Hidung Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-), fungsi

penghidu baik

H. Mulut Sianosis (-), gusi berdarah (-), bibir kering (-), pucat (-),

lidah tifoid (-),stomatitis (-), luka pada sudut bibir (-)

I. Leher JVP R+2cm (tidak meningkat), trakea di tengah, simetris,

pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran limfonodi

cervical (-), leher kaku (-), distensi vena-vena leher (-)

J. Thorax Bentuk normochest, simetris, pengembangan dada kanan =

kiri, retraksi intercostal (-),pernafasan torakoabdominal,

sela iga melebar (-), pembesaran KGB axilla (-/-), atropi m

pectoralis (-)

Jantung :

Inspeksi Iktus kordis tidak tampak

Palpasi Iktus kordis tidak kuat angkat

Perkusi Batas jantung kanan atas : SIC II linea sternalis dextra

3

Page 4: Diskusi Kasus Farmasi-Asma.ririN

Batas jantung kanan bawah : SIC IV linea parasternalis

dekstra

Batas jantung kiri atas : SIC II linea parasternalis sinistra

Batas jantung kiri bawah : SIC V 1 cm medial linea

medioklavicularis sinistra

Pinggang jantung : SIC II-III parasternalis sinistra

→ konfigurasi jantung kesan tidak melebar

Auskultasi HR : 100 kali/menit reguler. Bunyi jantung I-II, bising (-),

gallop (-).

Pulmo :

Inspeksi Normochest, simetris, sela iga melebar (-),iga mendatar

(-). Pengembangan dada kanan = kiri, sela iga melebar,

retraksi intercostal (-)

Palpasi Simetris. Pergerakan dada ka = ki, penanjakan dada ka = ki,

fremitus raba kanan = kiri

Perkusi sonor / sonor

Auskultasi Suara dasar vesikuler intensitas normal, suara tambahan

wheezing (+/+) di seluruh lapangan paru, RBK(-/-),

RBH (-/-)

K. Punggung kifosis (-), lordosis (-), skoliosis (-), nyeri ketok

kostovertebra (-),

L. Abdomen :

Inspeksi Dinding perut lebih besar dari dinding thorak, distended (-),

venektasi (-), sikatrik (-), stria (-), caput medusae (-)

Auscultasi Peristaltik (+) normal

Perkusi timpani

Palpasi Supel,nyeri tekan (-)

M Genitourinaria Ulkus (-), sekret (-), tanda-tanda radang (-)

N. Ekstremitas Akral dingin Odem

_ _

_ _

_ _

_ _

4

Page 5: Diskusi Kasus Farmasi-Asma.ririN

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG

A. Pemeriksaan Laboratorium Darah

Hb = 12,5 g/dl

AE = 4.000.000

AL = 8.000

Hct = 34,5%

AT = 245.000

GDS = 96

Ureum = 35 mg/dl

Kreatinin= 0,7%

Na = 142 mmol/L

K = 5,0 mmol/L

Cl = 115 mmol/L

B. Radiologi

Rontgen thorak tidak ditemukan kelainan, dalam batas normal

IV. PLANNING

Pemeriksaan spirometri

Analisa Gas Darah

V. ASSESMENT

Serangan akut dalam asma persisten ringan

VI. TUJUAN PENATALAKSANAAN

1. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma

2. Mencegah exaserbasi akut

3. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin

5

Page 6: Diskusi Kasus Farmasi-Asma.ririN

VII. TERAPI

1. Saat Serangan

- Pemberian O2 2L/menit dengan kanul nasal

- Pemberian nebulizer Berotec : Atrovent = 16 : 16

Pemberian dengan jarak ± 20 menit dalam 1 jam

2. Obat Rawat jalan

- berotec MDI 2 x puff II (jika sesak)

- Metil Prednisolon 1 x 4 mg

VIII.PROGNOSIS

Ad vitam = baik

Ad sanam = baik

Ad fungsionam = baik

Resep

R/ Berotec MDI No.I

S prn 2 dd puff II

R/ Metil prednisolon tab mg 4 No.VII

S 1 dd tab 1

Pro: Nn.M ( 20 th)

6

Page 7: Diskusi Kasus Farmasi-Asma.ririN

ASMA

Definisi Asma

Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran nafas yang melibatkan banyak

sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan

nafas yang menimbulkan gejala episodic berulang berupa mengi, sesak nafas, dada

terasa berat, dan batuk-batuk terutama malam dan atau dini hari. Episodic tersebut

berhubungan dengan obstruksi jalan nafas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat

reversible dengan atau tanpa pengobatan (Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan

Asma di Indonesia, 2004).

INFLAMASI

Hiperesponsif jalan napas

Pencetus

Obstruksi jalan napas

gejala

Faktor risiko lingkungan (Penyebab)

Gambar 1. Mekanisme dasar kelainan asma (Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan

Asma di Indonesia, 2004).

Patogenesis Asma

Asma merupakan inflamasi kronik saluran nafas. Faktor lingkungan dan faktor

lain berperan sebagai penyebab atau pencetus inflamasi saluran nafas pada penderita

asma (Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Asma di Indonesia, 2004).

7

Page 8: Diskusi Kasus Farmasi-Asma.ririN

Faktor Risiko Terjadinya Asma

Risiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor pejamu (host

faktor) dan faktor lingkungan. Faktor pejamu disini termasuk predisposisi genetik yang

mempengaruhi untuk berkembangnya asma, yaitu genetik asma, allergi (atopi),

hiperaktiviti bronkus, jenis kelamin dan ras. Termasuk dalam faktor lingkungan yaitu

allergen, sensitisasi lingkungan kerja, asap rokok, polusi udara, infeksi pernafasan, diet,

status sosioekonomi dan besarnya keluarga (Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan

Asma di Indonesia, 2004).

Diagnosis

Diagnosis asma didasari oleh gejala yang bersifat episodik, gejala berupa batuk,

sesak nafas, mengi, terasa berat di dada dan variabiliti yang berkaitan dengan cuaca.

Riwayat Penyakit/Gejala:

1. Bersifat Episodik, seringkali reversible dengan atau tanpa pengobatan

2. Gejala berupa batuk, sesak nafas, rasa berat di dada dan berdahak

3. Gejala timbul/ memburuk terutama malam atau dini hari

4. Diawali oleh factor pencetus yang bersifat individu

5. Respon terhadap pemberian bronkodilator

Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam riwayat penyakit

1. Riwayat keluarga/atopi

2. Riwayat alergi/atopi

3. Penyakit lain yang memberatkan

4. Perkembangan penyakit dan pengobatan

Gejala asma bervariasi sepanjang hari sehingga pada pemeriksaan jasmani dapat

normal. Pada pemeriksaan yang paling sering ditemukan adalah mengi pada auskultasi.

Pada keadaan serangan, kontraksi otot polos saluran nafas, edema dan hipersekresi

dapat menyumbat saluran nafas, sehingga menimbulkan tanda klinis berupa sesak nafas,

mengi, dan hiperinflasi.

Diagnosis Asma berdasarkan:

1. Anamnesis: riwayat perjalanan penyakit, factor-faktor yang berpengaruh pada

asma, riwayat keluarga, dan riwayat adanya alergi, serta gejala klinis.

8

Page 9: Diskusi Kasus Farmasi-Asma.ririN

2. Pemeriksaan fisik

3. Pemeriksaan Laboratorium: darah(terutama eosinofil, Ig E total, Ig E spesifik),

sputum(eosinofil, spiral Curshman, Kristal Charcot-Leyden).

Tes fungsi paru dengan spirometri atau peak flow meter untuk menentukan adanya

obstruksi jalan nafas.

Klasifikasi Derajat Asma

Klasifikasi derajat berat asma berdasarkan gambaran klinis (Sebelum pengobatan)

Derajat Asma Gejala Gejala malam Fungsi Paru

Intermitten

Mingguan

Gejala < 1x/mgg

Tanpa gejala diluar serangan

Serangan singkat

Fungsi paru asimtomatik dan

normal diluar serangan

≤ 2 kali sebulan VEPI atau

APE ≥ 80%

Persisten

Ringan

Mingguan

Gejala ≥1x/mggu tapi < 1x/hari

Serangan dpt mengganggu

aktivitas dan tidur

> 2 kali

seminggu

VEPI atau

APE ≥ 80 %

Normal

Persisten sedang

Harian

Gejala harian

Menggunakan obat etiap hari

Serangan mengganggu

aktivitas dan tidur

Serangan 2x/mggu, bs berhari-

hari

> sekali

seminggu

VEPI atau

APE ≤ 80%

normal

Persisten Berat

Kontinu

Gejala terus-menerus

Aktivitas fisik terbatas

Sering serangan

Sering VEPI atau

APE < 80%

Normal

9

Page 10: Diskusi Kasus Farmasi-Asma.ririN

Asma Kronis

Menurut Global Initiative For Asthma (GINA), berdasarkan berat ringannya,

asma dibagi menjadi asma intermiten, persisten ringan, persisten sedang dan persisten

berat. Dari sini bisa kita simpulkan bahwa yang termasuk asma kronis adalah asma yang

persisten, baik ringan, sedang ataupun berat, sehingga pada asma kronis ini sudah

dibutuhkan pemberian obat pengontrol.

Asma kronis adalah suatu asma yang karakteristik ditandai oleh adanya

hiperreaktif bronkus yang persisten, yang terjadi setelah paparan dengan allergen yang

berulang , sehingga menyebabkan inflamasi kronis saluran nafas , dan keadaan

hiperreaktif bronkus yang persisten ini diakibatkan oleh bermacam mediator inflamasi

yang dihasilkan oleh bermacam sel inflamasi, terutama sel eosinofil, limfosit dan basofil

Penatalaksanaan Asma

Tujuan terapi asma adalah:

1. Menyembuhkan dan mengendalikan gejala asma

Derajat Asma Obat Pengontrol(Harian) Obat Pelega

Asma

Intermitten

Tidak perlu Bronkodilator aksi singkat,

yaitu agonis beta 2 bila

perlu

Intensitas pengobatan

tergantung berat

exsaserbasi

Inhalasi agonis beta 2 atau

kromolin dipakai sebelum

aktivitas atau pajanan

alergen

Asma Persisten

Ringan

Inhalasi kortikosteroid200 – 500

µg/ kromolin/ nedokromil atau

teofilin lepas lambat

Bila perlu ditingkatkan sampai

800µg/ ditambahkan

bronkodilator aksi lama terutama

Inhalasi agonis beta 2 aksi

singkat bila perlu dan tidak

melebihi 3 – 4 kali sehari

10

Page 11: Diskusi Kasus Farmasi-Asma.ririN

untuk mengontrol asma malam.

Dapat diberikan agonis beta 2

aksi lama inhalasi atau oral atau

teofilinlepas lambat.

Asma Persisten

sedang

Inhalasi kortikosteroid800–

2000µg

Bronkodilator aksi lamaterutama

untuk mengontrol asma malam

berupa agonis beta 2 aksi lama

inhalasi atau oral atau

teofilinlepas lambat.

Inhalasi agonis beta 2 aksi

singkat bila perlu dan tidak

melebihi 3 – 4 kali sehari

Asma Persisten

Berat

Inhalasi kortikosteroid800–

2000µg atau lebih

Bronkodilator aksi lamaterutama

untuk mengontrol asma malam

berupa agonis beta 2 aksi lama

inhalasi atau oral atau

teofilinlepas lambat.

Kortikosteroid oral jangka

panjang

2. Mencegah kekambuhan

3. Mengupayakan fungsi paru senormal mungkin serta mempertahankannya

4. Mengupayakan aktivitas harian pada tingkat normal termasuk melakukan

exercise

5. Menghindari efek samping obat asma

6. Mencegah obstruksi jalan nafas yang irreversibel

11

Page 12: Diskusi Kasus Farmasi-Asma.ririN

Klasifikasi Berat Serangan Asma Akut

Gejala dan

Tanda

Berat Serangan Akut Keadaan

Mengancam

JiwaRingan Sedang Berat

Sesak nafas Berjalan Berbicara Beristirahat

Posisi Dapat tidur

terlentang

Duduk Duduk

membungkuk

Cara berbicara Satu kalimat Beberapa

kalimat

Kata demi kata

Kesadaran Mungin gelisah Gelisah Gelisah Mengantuk,

gelisah,

kesadaran

menurun

Frekuensi Nafas

< 20x/mnit 20-30x/menit >30x/mnit

Nadi <100 100-120 >120 Bradikardia

Otot bantu nafas dan retraksi suprasternal

- + + Kelelahan otot

thorako

abdominal

Mengi Akhir ekspirasi

paksa

Akhir ekspirasi Ispirasi dan

ekspirasi

Silent chest

APE >80% 60-80% <60%

PaO2 >80 mmHg 80-60 mmHg <60 mmHg

paCO2 <45 mmHg <45 mmHg >45 mmHg

SaO2 >95% 91-95% <90%

Tujuan Penatalaksanaan pada eksaserbasi akut

1. Menghilangkan obstruksi secepat mungkin

2. Menghilangkan hipoksemi

3. Mengembalikan faal paru ke normal secepat mungkin

4. Mencegah kekambuhan

12

Page 13: Diskusi Kasus Farmasi-Asma.ririN

OBAT CONTROLLER

Controller adalah obat yang diminum harian dan jangka panjang dengan tujuan

untuk mencapai dan menjaga asma persisten yang terkontrol. Terdiri dari obat

antiinflamasi dan bronkodilator long acting. Kortikosteroid inhalasi merupakan

controller yang paling efektif. Obat controller juga sering disebut sebagai obat

profilaksis, preventif atau maintenance. Obat controller termasuk Kortikosteroid

inhalasi

1.. Kortikosteroid

Rute pemberian bisa secara inhalasi ataupun sistemik (oral atau parenteral).

Mekanisme aksi antiinflamasi dari kortikosteroid belum diketahui secara pasti. Studi

tentang kortikosteroid inhalasi menunjukkan kegunaannya dalam memperbaiki fungsi

paru, mengurangi hiperrespon saluran nafas, mengurangi gejala, mengurangi

frekuensi dan beratnya eksaserbasi dan memperbaiki kualitas hidup. Dosis tinggi dan

jangka panjang kortikosteroid inhalasi bermanfaat untuk pengobatan asma persisten

berat karena dapat menurunkan pemakaian koetikosteroid oral jangka panjang dan

mengurangi efek samping sistemik.

Untuk kortikosteroid sistemik, pemberian oral lebih aman dibanding parenteral.

Jika kortikosteroid oral akan diberikan secara jangka panjang, harus diperhatikan

mengenai efek samping sistemiknya. Prednison, prednisolon dan metilprednisolon

adalah kortikosteroid oral pilihan karena mempunyai efek mineralokortikoid minimal,

waktu paruh yang relatif pendek dan efek yang ringan terhadap otot bergaris.

Pendapat lain menyatakan kortikosteroid sistemik dipakai pada penderita dengan

penyakit akut, pasien yang tidak tertangani dengan baik memakai bronkodilator dan

pada pasien yang gejalanya menjadi lebih jelek walaupun telah diberi pengobatan

maintenance yang baik.

Efek samping lokal kortikosteroid inhalasi adalah kandidiasis orofaring, disfonia dan

kadang batuk. Efek samping sistemik tergantung dari potensi, bioavailabilitas,

absorpsi di usus, metabolisme di hepar dan waktu paruhnya. Beberapa studi

menyatakan bahwa dosis diatas 1 mg perhari beclometason dipropionat atau

budesonid atau dosis ekuivalen kortikosteroid lain, berhubungan dengan efek

13

Page 14: Diskusi Kasus Farmasi-Asma.ririN

sistemik termasuk penebalan kulit dan mudah luka, supresi adrenal dan penurunan

metabolisme tulang. Efek sistemik pemakaian jangka panjang kortikosteroid oral

adalah osteoporosis, hipertensi arterial, diabetes melitus, supresi HPA aksis, katarak,

obesitas, penipisan kulit dan kelemahan otot.

2. Sodium Kromoglikat dan Sodium Nedokromil Sodium kromoglikat adalah antiinflamasi non steroid, dan mekanisme kerja

yang pasti belum diketahui. Obat ini terutama menghambat pelepasan mediator

yang dimediasi oleh IgE dari sel mast dan mempunyai efek supresi selektif terhadap

sel inflamasi yang lain (makrofag, eosinofil, monosit). Obat ini diberikan untuk

pencegahan karena dapat menghambat reaksi asma segera dan reaksi asma lambat

akibat rangsangan alergen, latihan, udara dingin dan sulfur dioksida. Pemberian

jangka panjang menyebabkan penurunan nyata dari jumlah eosinofil pada cairan

BAL dan penurunan hiperrespon bronkus nonspesifik. Bisa digunakan jangka

panjang setelah asma timbul, dan akan menurunkan gejala dan frekuensi

eksaserbasi.

Sodium nedokromil memiliki kemampuan antiinflamasi 4-10 kali lebih besar

dibanding sodium kromoglikat. Walau belum jelas betul, nedokromil menghambat

aktivasi dan pelepasan mediator dari beberapa sel inflamasi. Juga sebagai

pencegahan begitu asma timbul.

3. Teofilin Lepas Lambat Obat ini merupakan golongan metilxantin utama yang dipakai pada

penatalaksanaan asma. Mekanisme kerja teofilin sebagai bronkodilator masih belum

diketahui, tetapi mungkin karena teofilin menyebabkan hambatan terhadap

phospodiesterase (PDE) isoenzim PDE IV, yang berakibat peningkatan cyclic AMP

yang akan menyebabkan bronkodilatasi.

Teofilin adalah bronkodilator yang mempunyai efek ekstrapulmonar,

termasuk efek antiinflamasi. Teofilin secara bermakna menghambat reaksi asma

segera dan lambat segera setelah paparan dengan alergen. Beberapa studi

mendapatkan teofilin berpengaruh baik terhadap inflamasi kronis pada asma.

Banyak studi klinis memperlihatkan bahwa terapi jangka panjang dengan

teofilin lepas lambat efektif dalam mengontrol gejala asma dan memperbaiki fungsi

paru. Karena mempunyai masa kerja yang panjang, obat ini berguna untuk

14

Page 15: Diskusi Kasus Farmasi-Asma.ririN

mengontrol gejala nokturnal yang menetap walaupun telah diberikan obat

antiinflamasi.

Efek sampingnya adalah intoksikasi teofilin, yang dapat melibatkan banyak

sistem organ yang berlainan. Gejala gastrointestinal, mual dan muntah adalah gejala

awal yang paling sering. Pada anak dan orang dewasa bisa terjadi kejang bahkan

kematian. Efek kardiopulmoner adalah takikardi, aritmia dan terkadang stimulasi

pusat pernafasan.

Dosis golongan methyl xantine adalah 5 mg/Kg BB dalam 10-15 menit untuk

loading dose dan 20 mg/Kg BB/24 jam untuk dosis pemeliharaan dengan dosis

maksimum 1500 mg/24 jam. Adapun therapeutic dose adalah 10-20 mg/dl.

4. Beta2-Agonis Long Acting

Termasuk didalamnya adalah formoterol dan salmeterol yang mempunyai

durasi kerja panjang lebih dari 12 jam. Cara kerja obat beta2-agonis adalah melalui

aktivasi reseptor beta2-adrenergik yang menyebabkan aktivasi dari adenilsiklase

yang meningkatkan konsentrasi siklik AMP . Beta2-agonis long acting inhalasi

menyebabkan relaksasi otot polos saluran nafas, meningkatkan klirens mukosiliar,

menurunkan permeabilitas vaskuler dan dapat mengatur pelepasan mediator dari sel

mast dan basofil. Juga menghambat reaksi asma segera dan lambat setelah terjadi

induksi oleh alergen, dan menghambat peningkatan respon saluran nafas akibat

induksi histamin. Walaupun posisi beta2-agonis inhalasi long acting masih belum

ditetapkan pasti dalam penatalaksanaan asma, studi klinis mendapatkan bahwa

pengobatan kronis dengan obat ini dapat memperbaiki skor gejala, menurunkan

kejadian asma nokturnal, memperbaiki fungsi paru dan mengurangi pemakaian

beta2-agonis inhalasi short acting. Efek sampingnya adalah stimulasi

kardiovaskuler, tremor otot skeletal dan hipokalemi.

Mekanisme aksi dari long acting beta2-agonis oral, sama dengan obat

inhalasi. Obat ini dapat menolong untuk mengontrol gejala nokturnal asma. Dapat

dipakai sebagai tambahan terhadap obat kortikosteroid inhalasi, sodium kromolin

atau nedokromil kalau dengan dosis standar obat-obat ini tidak mampu mengontrol

gejala nokturnal. Efek samping bisa berupa stimulasi kardiovaskuler, kelemahan

dan tremor otot skeletal.

15

Page 16: Diskusi Kasus Farmasi-Asma.ririN

OBAT RELIEVER

Obat reliever bekerja cepat untuk menghilangkan bronkokonstriksi dan gejala akut lain

yang menyertai. Yang termasuk dalam golongan ini adalah inhalasi beta2-agonis short

acting, kortikosteroid sistemik, antikolinergik inhalasi, teofilin short acting dan beta2-

agonis oral short acting.

1. Beta2-Agonis Inhalasi Short Acting

Seperti beta2-agonis yang lain, obat ini menyebabkan relaksasi otot polos

saluran nafas, meningkatkan klirens mukosilier, mengurangi permeabilitas vaskuler

dan mengatur pelepasan mediator dari sel mast dan basofil. Merupakan obat pilihan

untuk asma eksaserbasi akut dan pencegahan exercise induced asthma. Juga dipakai

untuk mengontrol bronkokonstriksi episodik. Pemakaian obat ini untuk pengobatan

asma jangka panjang tidak dapat mengontrol gejala asma secara memadai, juga

terhadap variabilitas peak flow atau hiperrespon saluran nafas. Hal ini juga dapat

menyebabkan perburukan asma dan meningkatkan kebutuhan obat antiinflamasi.

2. Kortikosteroid Sistemik

Walaupun onset dari obat ini adalah 4-6 jam, obat ini penting untuk

mengobati eksaserbasi akut yang berat karena dapat mencegah memburuknya

eksaserbasi asma, menurunkan angka masuk UGD atau rumah sakit, mencegah

relaps setelah kunjungan ke UGD dan menurunkan morbiditas.Terapi oral lebih

dipilih, dan biasanya dilanjutkan 3-10 hari mengikuti pengobatan lain dari

eksaserbasi. Diberikan 30 mg prednisolon tiap hari untuk 5-10 hari tergantung

derajad eksaserbasi. Bila asma membaik, obat bisa dihentikan atau ditappering.

3. Antikolinergik

Obat antikolinergik inhalasi (ipratropium bromida, oxitropium bromida) adalah

bronkodilator yang memblokade jalur eferen vagal postganglion. Obat ini

menyebabkan bronkodilatasi dengan cara mengurangi tonus vagal intrinsik saluran

16

Page 17: Diskusi Kasus Farmasi-Asma.ririN

nafas. Juga memblokade refleks bronkokonstriksi yang disebabkan iritan inhalasi.

Obat ini mengurangi reaksi alergi fase dini dan lambat juga reaksi setelah exercise.

Dibanding beta2-agonis, kemampuan bronkodilatornya lebih lemah, juga

mempunyai onset kerja yang lambat (30-60 menit untuk mencapai efek maksimum).

Efek sampingnya adalah menyebabkan mulut kering dan rasa tidak enak.

4. Teofilin Short Acting

Aminofilin atau teofilin short acting tidak efektif untuk mengontrol gejala

asma persisten karena fluktuasi yang besar didalam konsentrasi teofilin serum. Obat

ini dapat diberikan pada pencegahan exercise induced asthma dan menghilangkan

gejalanya. Perannya dalam eksaserbasi masih kontroversi. Pada pemberian beta2-

agonis yang efektif, obat ini tidak memberi keuntungan dalam bronkodilatasi, tapi

berguna untuk meningkatkan respiratory drive atau memperbaiki fungsi otot

respirasi dan memperpanjang respon otot polos terhadap beta2-agonis short acting.

5. Beta2-Agonis Oral Short Acting

Merupakan bronkodilator yang merelaksasi otot polos saluran nafas. Dapat dipakai

pada pasien yang tidak dapat menggunakan obat inhalasi.

17

Page 18: Diskusi Kasus Farmasi-Asma.ririN

DAFTAR PUSTAKA

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2004. Pedoman diagnosis dan

Penatalaksanaan Asma di Indonesia. Balai Penerbit FKUI : Jakarta

Syarfudin K. 2001. Kortikosteroid pada Asma Kronis. Karya Ilmiah PDPI cabang

Malang.

18