DISFONIA

16
HOARSENESS Suatu keadaan dimana terdapat kesulitan dalam memproduksi suara ketika mencoba berbicara, atau perubahan suara pada nada dan kualitasnya. Suara tersebut mungkin terdengar lemah, berat, kasar atau parau. Produksi suara sendiri merupakan suatu hasil dari koordinasi diantara sistem pernapasan, fonasi dan artikulasi, dimana masing-masing dipengaruhi oleh teknik bersuara dan status emosianal setiap individu. Pengertian Hoarseness sendiri menggambarkan kelainan memproduksi suara ketika mencoba berbicara, atau ada perubahan nada atau kualitas suara. Suaranya terdengar lemah, terengah – engah, kasar dan serak. Hoarseness biasanya disebabkan oleh adanya masalah pada bagian pita suara. Kebanyakan kasus hoarseness berhubungan dengan peradangan laring (laryngitis). Disfonia merupakan istilah umum untuk setiap gangguan suara yang disebabkan kelainan pada organ- organ fonasi, terutama laring baik yang bersifat organik maupun fungsional. Disfonia buka merupakan suatu penyakit, tetapi merupakan gejala penyakit atau kelainan pada laring. Keluhan gangguan tidak jarang kita temukan dalam klinik. Gangguan suara atau disfonia ini dapat berupa parau yaitu suara terdengar kasar (roughness) dengan nada yang lebih rendah dari biasanya, suara lemah (hipofonia), hilang suara (afonia), suara tegang dan susah keluar (spastik), suara terdiri dari beberapa nada (diplofonia), nyeri 1

Transcript of DISFONIA

Page 1: DISFONIA

HOARSENESS

Suatu keadaan dimana terdapat kesulitan dalam memproduksi suara ketika

mencoba berbicara, atau perubahan suara pada nada dan kualitasnya. Suara

tersebut mungkin terdengar lemah, berat, kasar atau parau. Produksi suara sendiri

merupakan suatu hasil dari koordinasi diantara sistem pernapasan, fonasi dan

artikulasi, dimana masing-masing dipengaruhi oleh teknik bersuara dan status

emosianal setiap individu.

Pengertian Hoarseness sendiri menggambarkan kelainan memproduksi suara ketika mencoba berbicara, atau ada perubahan nada atau kualitas suara. Suaranya terdengar lemah, terengah – engah, kasar dan serak. Hoarseness biasanya disebabkan oleh adanya masalah pada bagian pita suara. Kebanyakan kasus hoarseness berhubungan dengan peradangan laring (laryngitis).

Disfonia merupakan istilah umum untuk setiap gangguan suara yang disebabkan kelainan pada organ-organ fonasi, terutama laring baik yang bersifat organik maupun fungsional. Disfonia buka merupakan suatu penyakit, tetapi merupakan gejala penyakit atau kelainan pada laring. Keluhan gangguan tidak jarang kita temukan dalam klinik. Gangguan suara atau disfonia ini dapat berupa parau yaitu suara terdengar kasar (roughness) dengan nada yang lebih rendah dari biasanya, suara lemah (hipofonia), hilang suara (afonia), suara tegang dan susah keluar (spastik), suara terdiri dari beberapa nada (diplofonia), nyeri saat bersuara (odinofonia), nyeri saat bersuara (odinofonia) atau ketidakmampuan mencapai nada atau intensitas tertentu.

Setiap keadaan yang menimbulan gangguan dalam getaran, gangguan dalam ketegangan serta gangguan dalam pendekatan (aduksi) kedua pita suara kiri dan kanan akan menimbulkan disfonia.

A. Anatomi

Laring merupakan bagian terbawah dari saluran napas bagian atas.

Bentuknya menyerupai limas segitiga terpancung, dengan bagian atas lebih besar

daripada bagian bawah. Batas atas laring adalah aditus laring, batas bawah adalah

kaudal kartilago krikoid. Bangunan kerangka laring tersusun dari satu tulang,

1

Page 2: DISFONIA

yaitu tulang hioid, dan beberapa buah tulang rawan. Tulang hioid berbentuk

seperti huruf U, permukaan atas dihubungkan dengan lidah, mandibula, dan

tengkorak oleh otot dan tendo. Sewaktu menelan, kontraksi otot-otot ini menarik

laring keatas, sedangkan jika diam, maka otot ini bekerja membuka mulut dan

membantu menggerakan lidah.

Tulang rawan yang menyusun laring adalah kartilago epiglotis, kartilago

krikoid, kartilago aritaenoid, kartilago kornikulata, dan kartilago tyroid. Kartilago

krikoid dihubungkan dengan kartilago tiroid dengan ligamentum krikotiroid.

Bentuk kartilago krikoid berupa lingkaran membentuk sendi dengan kartilago

tiroid membentuk artikulasi krikotiroid. Terdapat 2 buah (sepasang) kartilago

aritenoid yang terletak dekat permukaan belakang laring, dan membentuk sendi

dengan kartilado krikoid, disebut artikulasi krikoaritenoid. Sepasang kartilago

kornikulata (kiri dan kanan) melekat pada kartilago aritenoid di daerah apeks,

sedangkan sepasang kartilago kuneiformis terdapat di dalam lipatan ariepiglotik,

dan kartilago triticea terletak di dalam ligamentum hiotiroid lateral.

Gerakan laring dilaksanakan oleh kelompok otot ekstrinsik dan intrinsik.

Otot-otot ekstrinsik terutama bekerja pada laring secara keseluruhan, sedangkan

otot-otot intrinsik menyebabkan gerak bagian-bagian laring sendiri. Otot-otot

ekstrinsik laring ada yang terletak di atas tulang hioid (suprahioid) dan ada yang

terletak di bawah tulang hioid (infrahioid). Otot-otot ekstrinsik yang suprahioid

adalah m.digastrikus, m.geniohioid, m.stilohioid, m.milohioid. Otot-otot yang

infrahioid adalah m. sternohioid, m.omohioid, m.tirohioid. Otot-otot ekstrinsik

laring yang suprahioid berfungsi menarik laring ke bawah, sedangkan yang

infrahioid berfungsi menarik laring keatas.

Otot-otot intrinsik laring adalah m.krikoaritenoid lateral, m.tiroepiglotika,

m.vokalis, m.tiroaritenoid, m.ariepiglotika, dan m.krikotiroid. otot-otot ini terletak

pada bagian lateral laring. Otot-otot intrinsik laring yang terletak di posterior,

adalah m.aritenoid transversum, m.aritenoid oblik, m.krikoaritenoidposterior.

2

Page 3: DISFONIA

Rongga laring,

Batas atas rongga laring (cavum laringeus) adalah aditus laringeus, batas

bawahnya adalah bidang yang melalui pinggir bawah kartilago krikoid. Batas

depannya adalah permukaan belakang epiglotis, tuberkulum epiglotik,

ligamentum tiroepiglotik, sudut antara kedua belah lamina kartilago tiroid dan

arkus kartilago krikoid. Batas lateralnya adalah membrana kuadrangularis,

kartilago aritenoid, konus elastikus, dan arkuskartilago krikoid, sedangkan batas

belakangnya adalah M.Aritenoidtransversus dan lamina kartilago krikoid. Dengan

adanya lipatan mukosa pada ligamentum vokale dan ligamentum ventrikulare,

maka terbentuklah plikavokalis (pita suara asli) dan plika ventrikularis (pita suara

palsu).

Bidang antara plika vokalis kiri dan kanan, disebut rima glotidis, sedangkan

antara plika ventrikularis, disebut rima vestibuli. Plika vokalis dan plika

ventrikularis membagi rongga laring dalam 3 bagian, yaitu vestibulum laring,

glotik dan subglotik. Vestibulum laring adalah rongga laring yang terdapat di atas

plika ventrikularis. Daerah ini disebut daerah supraglotik. Antara plika vokalis

dan plika ventrikularis, pada tiap sisinya disebut ventrikulus laring morgagni.

Rima glottis terdiri dari 2 bagian, yaitu bagian intermembran dan bagian

3

Page 4: DISFONIA

interkartilago. Bagian intermembran adalah ruang antara kedua plika vokalis, dan

terletak di bagian anterior, sedangkan bagian interkartilago terletak antara kedua

puncak kartilago aritenoid, dan terletak dibagian posterior. Daerah subglotik

adalah rongga laring yang terletak dibawah pita suara (plika vokalis). Pada orang

dewasa dua pertiga bagian pita suara adalah membran sedangkan pada anak-anak

bagian membran ini hanya setengahnya. Membran pada pita suara terlibat dalam

pembentukan suara dan bagian kartilago terlibat dalam proses penapasan. Jadi

kelainan pada pita suara akan berefek pada proses bersuara dan atau pernapasan,

tergantung lokasi kelainannya.

Traktus vokalis supraglotis merupakan organ pelengkap yang sangat penting

karena suara yang dibentuk pada tingkat pita suara akan diteruskan melewati

traktus vokalis supraglotis. Di daerah ini suara dimodifikasi oleh beberapa

struktur oral faringeal (seperti lidah, bibir, palatum dan dinding faring), hidung

dan sinus. Organ tersebut berfungsi sebagai articulator dan resonator. Perubahan

pada posisi, bentuk, atau kekakuan pada dinding faring, lidah, palatum, bibir dan

laring akan merubah dari produksi kualitas suara.

Persarafan laring.

Laring dipersarafi oleh cabang-cabang nervus vagus, yaitu n. laringis

superior dan n.laringis inferior. Kedua saraf ini merupakan campuran saraf

motorik dan sensorik. Nervus laringis superior mempersarafi m. krikotiroid,

memberikan sensasi pada mukosa laring dibawah pita suara.

Pendarahan

Pendarahan untuk laring terdiri dari 2 cabang, yaitu a.laringis superior dan

a.laringis inferior. Arteri laringis superior merupakan cabang dari a.tiroid

superior. Arteri laringis superior berjalan agak mendatar melewati bagianbelakang

membrana tirohioid bersama-sama dengan cabang internus dari n.laringis superior

4

Page 5: DISFONIA

kemudian menembus membrana ini untuk berjalan kebawah di submukosa dari

dinding lateral dan lantai dari sinus pirifomis, untuk mempendarahi mukosa dan

otot-otot laring. Arteri laringis inferior merupakan cabang dari a.tiroid inferior dan

bersama-sama dengan n.laringis inferior berjalan ke belakang sendi krikotiroid,

masuk laring melalui daerah pinggir bawah dari m.konstriktor faring inferior. Di

dalam laring arteri itu bercabang-cabang, mempendarahi mukosa dan otot serta

beranastomosis dengan a.laringitis superior.

Pada daerah setinggi membran krikotiroid a.tiroid superior juga memberikan

cabang yang berjalan mendatari sepanjang membran itu sampai mendekati tiroid.

Kadang-kadang arteri ini mengirimkan cabang yang kecil melalui membran

krikotiroid untuk mengadakan anastomosis dengan a.laringis superior. Vena

laringis superior dan vena laringis inferior letaknya sejajar dengan a.laringis

superior dan inferior dan kemudian bergabung dengan vena tiroid superior dan

inferior.

Pembuluh limfa

Pembuluh limfa untuk laring banyak, kecuali daerah lipatan vokal. Disini mukosanya tipis dan melekat erat dengan ligmentum vokale. Di daerah lipatan vokal pembuluh limpa dibagi dalam golongan superior dan inferior.

B. Fisiologi

Laring berfungsi untuk proteksi, batuk, respirasi, sirkulasi, menelan, emosi

serta fonasi

Fungsi laring untuk proteksi ialah untuk mencegah makanan dan benda

asing masuk ke dalam trakea, dengan jalan menutup aditus laring dan rima glottis

secara bersamaan. Terjadinya penutupan aditus laring ialah karena pengangkatan

laring keatas akibat kontraksi otot-otot ekstrinsik laring. Dalam hal ini kartilago

aritenoid bergerak kedepan akibat kontraksi m.tiroaritenoid dan m.aritenoid.

Selanjutnya, m.ariepiglotika berfungsi sebagai sfingter. Penutupan rima glottis

5

Page 6: DISFONIA

terjadi karena adduksi plika vokalis. Kartilago aritenoid kiri dan kanan mendekan

karena adduksi otot-otot ekstrinsik. Selain itu dengan reflek batuk, benda asing

yang telah masuk ke dalam trakea dapat dibatukkan keluar. Demikian juga dengan

bantuan batuk, sekret yang berasal dari paru dapat dikeluarkan.

Fungsi respirasi dari laring ialah dengan mengatur besar kecilnya rima

glottis. Bila m.krikoaritenoid posterior berkontraksi akan menyebabkan prosesus

vokalis kartilago aritenoid bergerak ke lateral, sehingga rima glottis terbuka.

Dengan terjadinya perubahan tekanan udara didalam traktus trakebronkial

akan dapat mempengaruhi sirkulasi darah dari alveolus, sehingga mempengaruhi

sirkulasi darah tubuh. Dengan demikian laring berfungsi juga sebagai alat

pengatur sirkulasi darah.

Fungsi laring dalam membantu proses menelan ialah dengan 3 mekanisme,

yaitu gerakan laring bagian bawah keatas, menutup aditus laringis dan mendorong

bolus makanan turun ke hipofaring dan tidak mungkin masuk ke dalam laring.

Laring juga bertugas untuk mengungkapkan ekspresi emosi, seperti

berteriak, mengeluh, menangis dan lain lain.

Fungsi laring yang lain adalah untuk fonasi, dengan membuat suara serta

menentukan tinggi rendahnya nada. Tinggi rendahnya nada diatur oleh

ketegangan plika vokalis. Bila plika vokalis dalam aduksi, maka m.krikotiroid

akan merotasikan kartilago tiroid kebawah dan kedepan, menjauhi kartilago

aritenoid. Pada saat yang bersamaan m.krikoaritenoid posterior akan menahan

atau menarik kartilago aritenoid ke belakang. Plika vokalis kini dalam keadaan

yang efektif untuk berkontraksi. Sebaliknya kontarksi m.krikoaritenoid akan

mendorong kartilago eritenoid ke depan, sehingga plika vokalis akan mengendor.

Kontraksi serta mengendornya plika vokalis akan menentukan tinggi rendahnya

nada.

C. Penyebab Disfonia

Walaupun disfonia hanya merupakan gejala, tetapi bila prosesnya

berlangsung lama atau (kronik) keadaan ini dapat merupakan tanda awal dari

penyakit yang serius di daerah tenggorok. Penyebab disfonia dapat bermacam-

macam yang prinsipnya menimpa laring dan sekitarnya. Penyebab etiologi ini

dapat berupa radang, tumor (neoplasma), paralisis oto-otot laring, kelaian laring

6

Page 7: DISFONIA

seperti sikatrik akibat operasi, fiksasi pada sendi akibat krikaaritenoid dan lain-

lain.

D. Faktor Resiko

Faktor resiko terjadinya suara parau :

Bernafas pada lingkungan yang tidak bersih

Pubertas berkaitan dengan pelebaran laring

Merokok, ( juga merupakan faktor resiko utama terjadinya karsinoma

Laring ).

Menghisap ganja

Penyalahgunaan obat-obatan

Refluks gastroesofagus

Pekerjaan yang menggunakan suara sebagai modal utama misal : guru,

aktor, penyanyi

Penggunaan steroid dalam jangka waktu lama

Minum alkohol, kopi berlebihan

Berteriak pada acara olahraga atau tempat ramai seperti bandara dan bar

Berbicara saat makan

Kebiasaan sering batuk untuk membersihkan tenggorokan

Kebiasaan berbisik

Stres, gelisah, depresi dapat menyebabkan tremor pita suara

E. Etiologi Hoarseness

1. Peradangan laring

a. Laringitis akut

Radang akut laring pada umumnya merupakan kelajutan dari

rinofaringitis. Pada anak laringitis ini dapat menimbulkan sumbatan jalan

nafas, sedangkan pada orang dewasa tidak secepat pada anak. Sebagai

penyebab radang ini ialah bakteri, yang menyebabkan radang lokal atau

virus yang menyebabkan peradangan sistemik.

Pada larinigtis akut terdapat gejala radang umum, seperti demam,

dedar (malaise), serta gejala lokal, seperti suara parau sampai tidak bersuara

7

Page 8: DISFONIA

sama sekali (afoni), nyeri ketika menalan atau berbicara serta gejala

sumbatan laring. Selain itu terdapat batuk kering dan lama kelamaan disertai

dengan dahak kental. Pada pemeriksaan tampak mukosa laring hiperemis,

membengkak terutama di atas dan dibawah pita suara. Biasanya terdapat

juga tanda radang akut di dinding atau sinus paranasal di paru.

Terapi dengan istirahat bicara atau bersuara selam 2-3 hari,

menghindari iritasi pada faring dan laring dan penggunaan antibiotik.

b. Laringitis kronik

Sering merupakan radang kronis laring disebabkan oleh sinusitis

kronik, deviasi septum yang berat, polip hidung atau bronkitis kronik,

deviasi septum yang berat, polip hidung atau bronkitis kronik. Mungkin

juga disebabkan oleh penyalahgunaan suara seperti erterika atau berbicara

keras.

Pada peradangan ini seluruh mukosa laring hiperemis dan menebal,

kadang-kadang pemeriksaan patologi terdapat metaplasi skuamosa.

Gejalanya ialah suara parau, rasa tersangkut di tenggorok, sehingga pasien

sering mendeham tanpa mengeluarkan sekret, karena mukosa yang menebal.

Terapi yanng paling penting adalah mengobati peradangan di hidung,

faring serta bronkus yang mungkin menjadi penyabab laringitis kronik itu.

Pasien juga diminta untuk tidak banyak bicara.

8

Page 9: DISFONIA

2. Lesi jinak laring

a. Nodul pita suara

Kelainan ini biasanya disebabkan oleh penyalahgunaan suara dalam

waktu yang lama, seperti pada seorang guru, penyanyi dan sebagainya.

Gejalanya terdapat suara parau yang kadang-kadang disertai batuk. Pada

pemeriksaan terdapat nodul di pita suara sebesar kacang hijau atau lebih

kecil, berwarna keputihan. Prediksi nodul terletak di sepertiga anterior pita

suara dan sepertiga medial. Untuk penaggulangan awal ialah istrahat bicara

dan terapi suara. Tindakan bedah mikro laring dilakukan bila ada kecurigaan

keganasan atau lesi fibrotik.

b. Polip pita suara

Polip pita suara biasanya bertangkai. Lesi bisa terletak sepertiga

anterior, sepertiga tengah bahakan seluruh pita suara. Lesi biasanya

unilateral. Gejalanya sama seperti nodul yaitu suara parau. Penatalaksanaan

standar ialah bedah mikro laring.

c. Kista pita Suara

Kista pita suara umumnya terrmasuk kista resistensi kelenjar liur

minor laring, terbentuk akibat tersumbatnya kelenjar tersebut, faktor iritasi

kronik, refluks gastroesofageal dan infeksi diduga berperan sebagai faktor

predisposisi. Kista terletak di dalam lamina propria superfisialis, menempel

pada membran basal epitel atau ligamentum vokalis. Ukurannya biasanya

tidak besar sehingga jarang menyebabkan sumbatan jalan nafas atas. Gejala

9

Page 10: DISFONIA

utamanya adalah parau. Pengobatannya dengan tindakan bedah mikro

laring.

3. Kelumpuhan pita suara

Kelumpuhan pita suara adalah terganggunya pergerakan pita suara

karena disfungsi saraf otot-otot laring hal ini merupakan gejala suatu penyakit

dan bukan merupakan suatu diagnosis. Gejala kelumpuhan pita suara yang di

dapat adalah suara parau, stridor atau bahkan kesulitan menelan tergantung

pada penyebabnya. Pemeriksaan laringoskopi diperlukan untuk menetukan pita

suara sisi mana yang lumpuh serat gerakan aduksi dan abduksinya selain itu

pemeriksaan Laryngeal Electromyography untuk mengukur alur listrik pada

otot laring. Pengobatan pada umumnya terapi suara dan bedah pita suara.

4. Kelainan Kongenitala. Laringomalasia

Merupakan penyebab tersering suara parau saat bernafas pada bayi baru lahir.

b. Laringeal webs

Merupakan suatu selaput jaringan pada laring yang sebagian menutup jalan

udara. 75 % selaput ini terletak diantara pita suara, tetapi selaput ini juga

dapat terletak diatas atau dibawah pita suara.

c. Cri du chat syndrome dan Down sindrome

Merupakan suatu kelainan genetik pada bayi saat lahir yang bermanifestasi

klinis berupa suara parau atau stridor saat bernafas.

10

Page 11: DISFONIA

5. Trauma

a. Endotracheal intubasi pada pembedahan atau resusitasi bisa menyebabkan

suara parau.

b. Fraktur pada laring

Trauma langsung pada laring dapat menyebakan fraktur kartilago laring

yang menyebabkan lokal hematoma atau mengenai saraf.

c. Benda asing

Benda asing yang termakan oleh anak-anak bisa masuk ke laring dan

menyebabkan suara parau dan kesulitan bernafas.

F. Pemeriksaan

Pemeriksaan klinisPemeriksaan klinis meliputi meliputi pemeriksaan umum (status generalis),

pemeriksaan THT termasuk pemeriksaan laring tak langsung untuk melihat laring

melalui kaca laring, maupun pemeriksaan laring langsung dengan laringoskop

atau dengan mikroskop, mikro laringoskopi dan bedah mikro laring. Visualisasi

laring mungkin diperlukan untuk menentukan kondisi dari pita suara apakah ada

lesi atau gerakan yang abnormal yang mendasari kelainan suara. Secara umum,

pemeriksaan laring harus dilakukan jika suara parau menetap selama lebih dari 2

minggu.

Pemeriksaan penunjang

Untuk mendiagnosis suara parau diperlukan evaluasi lanjut (pemeriksaan

penunjang) yang mendetail karena sebagian besar penderita dengan suara parau

tidak mencari pertolongan medis karena keluhan ini biasanya berlangsung singkat.

Beberapa pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis suara parau :

1. Pemeriksaan laboratorium darah ( rutin, hitung eosinofik dan IgE ) untuk

mengetahui adanya infeksi dan alergi yang mendasari).

2. Pemeriksaan rontgen, CT scan, MRI untuk mengetahui adanya

sinusitis, deformitas struktur fonasi.

3. Laringostomi untuk melihat pita suara apakah ada nodul, kista,

polip, dan kanker tenggorokan.

11

Page 12: DISFONIA

4. Pemeriksaan mikrobiologik dengan kultur usap tenggorok.

5. Evaluasi

12