DISFONIA
-
Upload
alrahman-joneri -
Category
Documents
-
view
1.368 -
download
25
Transcript of DISFONIA
HOARSENESS
Suatu keadaan dimana terdapat kesulitan dalam memproduksi suara ketika
mencoba berbicara, atau perubahan suara pada nada dan kualitasnya. Suara
tersebut mungkin terdengar lemah, berat, kasar atau parau. Produksi suara sendiri
merupakan suatu hasil dari koordinasi diantara sistem pernapasan, fonasi dan
artikulasi, dimana masing-masing dipengaruhi oleh teknik bersuara dan status
emosianal setiap individu.
Pengertian Hoarseness sendiri menggambarkan kelainan memproduksi suara ketika mencoba berbicara, atau ada perubahan nada atau kualitas suara. Suaranya terdengar lemah, terengah – engah, kasar dan serak. Hoarseness biasanya disebabkan oleh adanya masalah pada bagian pita suara. Kebanyakan kasus hoarseness berhubungan dengan peradangan laring (laryngitis).
Disfonia merupakan istilah umum untuk setiap gangguan suara yang disebabkan kelainan pada organ-organ fonasi, terutama laring baik yang bersifat organik maupun fungsional. Disfonia buka merupakan suatu penyakit, tetapi merupakan gejala penyakit atau kelainan pada laring. Keluhan gangguan tidak jarang kita temukan dalam klinik. Gangguan suara atau disfonia ini dapat berupa parau yaitu suara terdengar kasar (roughness) dengan nada yang lebih rendah dari biasanya, suara lemah (hipofonia), hilang suara (afonia), suara tegang dan susah keluar (spastik), suara terdiri dari beberapa nada (diplofonia), nyeri saat bersuara (odinofonia), nyeri saat bersuara (odinofonia) atau ketidakmampuan mencapai nada atau intensitas tertentu.
Setiap keadaan yang menimbulan gangguan dalam getaran, gangguan dalam ketegangan serta gangguan dalam pendekatan (aduksi) kedua pita suara kiri dan kanan akan menimbulkan disfonia.
A. Anatomi
Laring merupakan bagian terbawah dari saluran napas bagian atas.
Bentuknya menyerupai limas segitiga terpancung, dengan bagian atas lebih besar
daripada bagian bawah. Batas atas laring adalah aditus laring, batas bawah adalah
kaudal kartilago krikoid. Bangunan kerangka laring tersusun dari satu tulang,
1
yaitu tulang hioid, dan beberapa buah tulang rawan. Tulang hioid berbentuk
seperti huruf U, permukaan atas dihubungkan dengan lidah, mandibula, dan
tengkorak oleh otot dan tendo. Sewaktu menelan, kontraksi otot-otot ini menarik
laring keatas, sedangkan jika diam, maka otot ini bekerja membuka mulut dan
membantu menggerakan lidah.
Tulang rawan yang menyusun laring adalah kartilago epiglotis, kartilago
krikoid, kartilago aritaenoid, kartilago kornikulata, dan kartilago tyroid. Kartilago
krikoid dihubungkan dengan kartilago tiroid dengan ligamentum krikotiroid.
Bentuk kartilago krikoid berupa lingkaran membentuk sendi dengan kartilago
tiroid membentuk artikulasi krikotiroid. Terdapat 2 buah (sepasang) kartilago
aritenoid yang terletak dekat permukaan belakang laring, dan membentuk sendi
dengan kartilado krikoid, disebut artikulasi krikoaritenoid. Sepasang kartilago
kornikulata (kiri dan kanan) melekat pada kartilago aritenoid di daerah apeks,
sedangkan sepasang kartilago kuneiformis terdapat di dalam lipatan ariepiglotik,
dan kartilago triticea terletak di dalam ligamentum hiotiroid lateral.
Gerakan laring dilaksanakan oleh kelompok otot ekstrinsik dan intrinsik.
Otot-otot ekstrinsik terutama bekerja pada laring secara keseluruhan, sedangkan
otot-otot intrinsik menyebabkan gerak bagian-bagian laring sendiri. Otot-otot
ekstrinsik laring ada yang terletak di atas tulang hioid (suprahioid) dan ada yang
terletak di bawah tulang hioid (infrahioid). Otot-otot ekstrinsik yang suprahioid
adalah m.digastrikus, m.geniohioid, m.stilohioid, m.milohioid. Otot-otot yang
infrahioid adalah m. sternohioid, m.omohioid, m.tirohioid. Otot-otot ekstrinsik
laring yang suprahioid berfungsi menarik laring ke bawah, sedangkan yang
infrahioid berfungsi menarik laring keatas.
Otot-otot intrinsik laring adalah m.krikoaritenoid lateral, m.tiroepiglotika,
m.vokalis, m.tiroaritenoid, m.ariepiglotika, dan m.krikotiroid. otot-otot ini terletak
pada bagian lateral laring. Otot-otot intrinsik laring yang terletak di posterior,
adalah m.aritenoid transversum, m.aritenoid oblik, m.krikoaritenoidposterior.
2
Rongga laring,
Batas atas rongga laring (cavum laringeus) adalah aditus laringeus, batas
bawahnya adalah bidang yang melalui pinggir bawah kartilago krikoid. Batas
depannya adalah permukaan belakang epiglotis, tuberkulum epiglotik,
ligamentum tiroepiglotik, sudut antara kedua belah lamina kartilago tiroid dan
arkus kartilago krikoid. Batas lateralnya adalah membrana kuadrangularis,
kartilago aritenoid, konus elastikus, dan arkuskartilago krikoid, sedangkan batas
belakangnya adalah M.Aritenoidtransversus dan lamina kartilago krikoid. Dengan
adanya lipatan mukosa pada ligamentum vokale dan ligamentum ventrikulare,
maka terbentuklah plikavokalis (pita suara asli) dan plika ventrikularis (pita suara
palsu).
Bidang antara plika vokalis kiri dan kanan, disebut rima glotidis, sedangkan
antara plika ventrikularis, disebut rima vestibuli. Plika vokalis dan plika
ventrikularis membagi rongga laring dalam 3 bagian, yaitu vestibulum laring,
glotik dan subglotik. Vestibulum laring adalah rongga laring yang terdapat di atas
plika ventrikularis. Daerah ini disebut daerah supraglotik. Antara plika vokalis
dan plika ventrikularis, pada tiap sisinya disebut ventrikulus laring morgagni.
Rima glottis terdiri dari 2 bagian, yaitu bagian intermembran dan bagian
3
interkartilago. Bagian intermembran adalah ruang antara kedua plika vokalis, dan
terletak di bagian anterior, sedangkan bagian interkartilago terletak antara kedua
puncak kartilago aritenoid, dan terletak dibagian posterior. Daerah subglotik
adalah rongga laring yang terletak dibawah pita suara (plika vokalis). Pada orang
dewasa dua pertiga bagian pita suara adalah membran sedangkan pada anak-anak
bagian membran ini hanya setengahnya. Membran pada pita suara terlibat dalam
pembentukan suara dan bagian kartilago terlibat dalam proses penapasan. Jadi
kelainan pada pita suara akan berefek pada proses bersuara dan atau pernapasan,
tergantung lokasi kelainannya.
Traktus vokalis supraglotis merupakan organ pelengkap yang sangat penting
karena suara yang dibentuk pada tingkat pita suara akan diteruskan melewati
traktus vokalis supraglotis. Di daerah ini suara dimodifikasi oleh beberapa
struktur oral faringeal (seperti lidah, bibir, palatum dan dinding faring), hidung
dan sinus. Organ tersebut berfungsi sebagai articulator dan resonator. Perubahan
pada posisi, bentuk, atau kekakuan pada dinding faring, lidah, palatum, bibir dan
laring akan merubah dari produksi kualitas suara.
Persarafan laring.
Laring dipersarafi oleh cabang-cabang nervus vagus, yaitu n. laringis
superior dan n.laringis inferior. Kedua saraf ini merupakan campuran saraf
motorik dan sensorik. Nervus laringis superior mempersarafi m. krikotiroid,
memberikan sensasi pada mukosa laring dibawah pita suara.
Pendarahan
Pendarahan untuk laring terdiri dari 2 cabang, yaitu a.laringis superior dan
a.laringis inferior. Arteri laringis superior merupakan cabang dari a.tiroid
superior. Arteri laringis superior berjalan agak mendatar melewati bagianbelakang
membrana tirohioid bersama-sama dengan cabang internus dari n.laringis superior
4
kemudian menembus membrana ini untuk berjalan kebawah di submukosa dari
dinding lateral dan lantai dari sinus pirifomis, untuk mempendarahi mukosa dan
otot-otot laring. Arteri laringis inferior merupakan cabang dari a.tiroid inferior dan
bersama-sama dengan n.laringis inferior berjalan ke belakang sendi krikotiroid,
masuk laring melalui daerah pinggir bawah dari m.konstriktor faring inferior. Di
dalam laring arteri itu bercabang-cabang, mempendarahi mukosa dan otot serta
beranastomosis dengan a.laringitis superior.
Pada daerah setinggi membran krikotiroid a.tiroid superior juga memberikan
cabang yang berjalan mendatari sepanjang membran itu sampai mendekati tiroid.
Kadang-kadang arteri ini mengirimkan cabang yang kecil melalui membran
krikotiroid untuk mengadakan anastomosis dengan a.laringis superior. Vena
laringis superior dan vena laringis inferior letaknya sejajar dengan a.laringis
superior dan inferior dan kemudian bergabung dengan vena tiroid superior dan
inferior.
Pembuluh limfa
Pembuluh limfa untuk laring banyak, kecuali daerah lipatan vokal. Disini mukosanya tipis dan melekat erat dengan ligmentum vokale. Di daerah lipatan vokal pembuluh limpa dibagi dalam golongan superior dan inferior.
B. Fisiologi
Laring berfungsi untuk proteksi, batuk, respirasi, sirkulasi, menelan, emosi
serta fonasi
Fungsi laring untuk proteksi ialah untuk mencegah makanan dan benda
asing masuk ke dalam trakea, dengan jalan menutup aditus laring dan rima glottis
secara bersamaan. Terjadinya penutupan aditus laring ialah karena pengangkatan
laring keatas akibat kontraksi otot-otot ekstrinsik laring. Dalam hal ini kartilago
aritenoid bergerak kedepan akibat kontraksi m.tiroaritenoid dan m.aritenoid.
Selanjutnya, m.ariepiglotika berfungsi sebagai sfingter. Penutupan rima glottis
5
terjadi karena adduksi plika vokalis. Kartilago aritenoid kiri dan kanan mendekan
karena adduksi otot-otot ekstrinsik. Selain itu dengan reflek batuk, benda asing
yang telah masuk ke dalam trakea dapat dibatukkan keluar. Demikian juga dengan
bantuan batuk, sekret yang berasal dari paru dapat dikeluarkan.
Fungsi respirasi dari laring ialah dengan mengatur besar kecilnya rima
glottis. Bila m.krikoaritenoid posterior berkontraksi akan menyebabkan prosesus
vokalis kartilago aritenoid bergerak ke lateral, sehingga rima glottis terbuka.
Dengan terjadinya perubahan tekanan udara didalam traktus trakebronkial
akan dapat mempengaruhi sirkulasi darah dari alveolus, sehingga mempengaruhi
sirkulasi darah tubuh. Dengan demikian laring berfungsi juga sebagai alat
pengatur sirkulasi darah.
Fungsi laring dalam membantu proses menelan ialah dengan 3 mekanisme,
yaitu gerakan laring bagian bawah keatas, menutup aditus laringis dan mendorong
bolus makanan turun ke hipofaring dan tidak mungkin masuk ke dalam laring.
Laring juga bertugas untuk mengungkapkan ekspresi emosi, seperti
berteriak, mengeluh, menangis dan lain lain.
Fungsi laring yang lain adalah untuk fonasi, dengan membuat suara serta
menentukan tinggi rendahnya nada. Tinggi rendahnya nada diatur oleh
ketegangan plika vokalis. Bila plika vokalis dalam aduksi, maka m.krikotiroid
akan merotasikan kartilago tiroid kebawah dan kedepan, menjauhi kartilago
aritenoid. Pada saat yang bersamaan m.krikoaritenoid posterior akan menahan
atau menarik kartilago aritenoid ke belakang. Plika vokalis kini dalam keadaan
yang efektif untuk berkontraksi. Sebaliknya kontarksi m.krikoaritenoid akan
mendorong kartilago eritenoid ke depan, sehingga plika vokalis akan mengendor.
Kontraksi serta mengendornya plika vokalis akan menentukan tinggi rendahnya
nada.
C. Penyebab Disfonia
Walaupun disfonia hanya merupakan gejala, tetapi bila prosesnya
berlangsung lama atau (kronik) keadaan ini dapat merupakan tanda awal dari
penyakit yang serius di daerah tenggorok. Penyebab disfonia dapat bermacam-
macam yang prinsipnya menimpa laring dan sekitarnya. Penyebab etiologi ini
dapat berupa radang, tumor (neoplasma), paralisis oto-otot laring, kelaian laring
6
seperti sikatrik akibat operasi, fiksasi pada sendi akibat krikaaritenoid dan lain-
lain.
D. Faktor Resiko
Faktor resiko terjadinya suara parau :
Bernafas pada lingkungan yang tidak bersih
Pubertas berkaitan dengan pelebaran laring
Merokok, ( juga merupakan faktor resiko utama terjadinya karsinoma
Laring ).
Menghisap ganja
Penyalahgunaan obat-obatan
Refluks gastroesofagus
Pekerjaan yang menggunakan suara sebagai modal utama misal : guru,
aktor, penyanyi
Penggunaan steroid dalam jangka waktu lama
Minum alkohol, kopi berlebihan
Berteriak pada acara olahraga atau tempat ramai seperti bandara dan bar
Berbicara saat makan
Kebiasaan sering batuk untuk membersihkan tenggorokan
Kebiasaan berbisik
Stres, gelisah, depresi dapat menyebabkan tremor pita suara
E. Etiologi Hoarseness
1. Peradangan laring
a. Laringitis akut
Radang akut laring pada umumnya merupakan kelajutan dari
rinofaringitis. Pada anak laringitis ini dapat menimbulkan sumbatan jalan
nafas, sedangkan pada orang dewasa tidak secepat pada anak. Sebagai
penyebab radang ini ialah bakteri, yang menyebabkan radang lokal atau
virus yang menyebabkan peradangan sistemik.
Pada larinigtis akut terdapat gejala radang umum, seperti demam,
dedar (malaise), serta gejala lokal, seperti suara parau sampai tidak bersuara
7
sama sekali (afoni), nyeri ketika menalan atau berbicara serta gejala
sumbatan laring. Selain itu terdapat batuk kering dan lama kelamaan disertai
dengan dahak kental. Pada pemeriksaan tampak mukosa laring hiperemis,
membengkak terutama di atas dan dibawah pita suara. Biasanya terdapat
juga tanda radang akut di dinding atau sinus paranasal di paru.
Terapi dengan istirahat bicara atau bersuara selam 2-3 hari,
menghindari iritasi pada faring dan laring dan penggunaan antibiotik.
b. Laringitis kronik
Sering merupakan radang kronis laring disebabkan oleh sinusitis
kronik, deviasi septum yang berat, polip hidung atau bronkitis kronik,
deviasi septum yang berat, polip hidung atau bronkitis kronik. Mungkin
juga disebabkan oleh penyalahgunaan suara seperti erterika atau berbicara
keras.
Pada peradangan ini seluruh mukosa laring hiperemis dan menebal,
kadang-kadang pemeriksaan patologi terdapat metaplasi skuamosa.
Gejalanya ialah suara parau, rasa tersangkut di tenggorok, sehingga pasien
sering mendeham tanpa mengeluarkan sekret, karena mukosa yang menebal.
Terapi yanng paling penting adalah mengobati peradangan di hidung,
faring serta bronkus yang mungkin menjadi penyabab laringitis kronik itu.
Pasien juga diminta untuk tidak banyak bicara.
8
2. Lesi jinak laring
a. Nodul pita suara
Kelainan ini biasanya disebabkan oleh penyalahgunaan suara dalam
waktu yang lama, seperti pada seorang guru, penyanyi dan sebagainya.
Gejalanya terdapat suara parau yang kadang-kadang disertai batuk. Pada
pemeriksaan terdapat nodul di pita suara sebesar kacang hijau atau lebih
kecil, berwarna keputihan. Prediksi nodul terletak di sepertiga anterior pita
suara dan sepertiga medial. Untuk penaggulangan awal ialah istrahat bicara
dan terapi suara. Tindakan bedah mikro laring dilakukan bila ada kecurigaan
keganasan atau lesi fibrotik.
b. Polip pita suara
Polip pita suara biasanya bertangkai. Lesi bisa terletak sepertiga
anterior, sepertiga tengah bahakan seluruh pita suara. Lesi biasanya
unilateral. Gejalanya sama seperti nodul yaitu suara parau. Penatalaksanaan
standar ialah bedah mikro laring.
c. Kista pita Suara
Kista pita suara umumnya terrmasuk kista resistensi kelenjar liur
minor laring, terbentuk akibat tersumbatnya kelenjar tersebut, faktor iritasi
kronik, refluks gastroesofageal dan infeksi diduga berperan sebagai faktor
predisposisi. Kista terletak di dalam lamina propria superfisialis, menempel
pada membran basal epitel atau ligamentum vokalis. Ukurannya biasanya
tidak besar sehingga jarang menyebabkan sumbatan jalan nafas atas. Gejala
9
utamanya adalah parau. Pengobatannya dengan tindakan bedah mikro
laring.
3. Kelumpuhan pita suara
Kelumpuhan pita suara adalah terganggunya pergerakan pita suara
karena disfungsi saraf otot-otot laring hal ini merupakan gejala suatu penyakit
dan bukan merupakan suatu diagnosis. Gejala kelumpuhan pita suara yang di
dapat adalah suara parau, stridor atau bahkan kesulitan menelan tergantung
pada penyebabnya. Pemeriksaan laringoskopi diperlukan untuk menetukan pita
suara sisi mana yang lumpuh serat gerakan aduksi dan abduksinya selain itu
pemeriksaan Laryngeal Electromyography untuk mengukur alur listrik pada
otot laring. Pengobatan pada umumnya terapi suara dan bedah pita suara.
4. Kelainan Kongenitala. Laringomalasia
Merupakan penyebab tersering suara parau saat bernafas pada bayi baru lahir.
b. Laringeal webs
Merupakan suatu selaput jaringan pada laring yang sebagian menutup jalan
udara. 75 % selaput ini terletak diantara pita suara, tetapi selaput ini juga
dapat terletak diatas atau dibawah pita suara.
c. Cri du chat syndrome dan Down sindrome
Merupakan suatu kelainan genetik pada bayi saat lahir yang bermanifestasi
klinis berupa suara parau atau stridor saat bernafas.
10
5. Trauma
a. Endotracheal intubasi pada pembedahan atau resusitasi bisa menyebabkan
suara parau.
b. Fraktur pada laring
Trauma langsung pada laring dapat menyebakan fraktur kartilago laring
yang menyebabkan lokal hematoma atau mengenai saraf.
c. Benda asing
Benda asing yang termakan oleh anak-anak bisa masuk ke laring dan
menyebabkan suara parau dan kesulitan bernafas.
F. Pemeriksaan
Pemeriksaan klinisPemeriksaan klinis meliputi meliputi pemeriksaan umum (status generalis),
pemeriksaan THT termasuk pemeriksaan laring tak langsung untuk melihat laring
melalui kaca laring, maupun pemeriksaan laring langsung dengan laringoskop
atau dengan mikroskop, mikro laringoskopi dan bedah mikro laring. Visualisasi
laring mungkin diperlukan untuk menentukan kondisi dari pita suara apakah ada
lesi atau gerakan yang abnormal yang mendasari kelainan suara. Secara umum,
pemeriksaan laring harus dilakukan jika suara parau menetap selama lebih dari 2
minggu.
Pemeriksaan penunjang
Untuk mendiagnosis suara parau diperlukan evaluasi lanjut (pemeriksaan
penunjang) yang mendetail karena sebagian besar penderita dengan suara parau
tidak mencari pertolongan medis karena keluhan ini biasanya berlangsung singkat.
Beberapa pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis suara parau :
1. Pemeriksaan laboratorium darah ( rutin, hitung eosinofik dan IgE ) untuk
mengetahui adanya infeksi dan alergi yang mendasari).
2. Pemeriksaan rontgen, CT scan, MRI untuk mengetahui adanya
sinusitis, deformitas struktur fonasi.
3. Laringostomi untuk melihat pita suara apakah ada nodul, kista,
polip, dan kanker tenggorokan.
11
4. Pemeriksaan mikrobiologik dengan kultur usap tenggorok.
5. Evaluasi
12