Disampaikan pada Seminar Peranan MPR dalam Sistem...

20
. 1996. Lembaga Tertinggi dan Lembaga-Lembaga Tmggi Negara Menurut UUD 1945. Surabaya: Bina ilmu . 2004. "Eksistensi, Kedudukan dan Fungsi MPR sebagai Lembaga Negara". Makalah. Disampaikan pada Seminar Peranan MPR dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945. Kerjasama MPR Rl dengan Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya R. Agung Laksono. 2009. "Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonersia Pasca Perubahan Undang-Undang Dasar Negara republic Indonesia Tahun 1945". JumalMajelis Volume 1 Nomor 1 Tahun 2009. Ramlan Surbakti. 2002. "Menuju Demokrasi Konstitusional: Reformasi Hubungan dan Distribusi Kekuasaan", dalam Maruto MD dan Anwari WMK (eds.). Reformasi Politik dan Kekuatan Masyarakat, Kendala dan Peluang Menuju Demokrasi. Jakarta: LP3ES Saldi Isra. 2004. Tenataan Lembaga Perwakilan Rakyat, Sistem Trikameral di Tengah Supremasi Dewan Perwakilan Rakyat". Jumal Konstitusi Volume 1 Nomor 1 Tahun 2004. Sri Soemantri. 2008. "Lembaga Negara dan State Auxiliary Bodies dalam Sistem Ketatanegaraan Menurut UUD 1945". Majalah Hukum Nasional Nomor 1 Tahun 2008 Terry Hutchinson. 2002. Researching and Writing in Law. Sydney: Lawbook. Co. Pyrmont-NSW-Sydney Titik Triwuian Tutik. 2006. "Kedudukan dan Fungsi Komisi Yudisial sebagai Lembaga Negara dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia". Jurnal Hukum Yuridika Volume 21 Nomor 4 Tahun 2006 2010. Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandmeen UUD 1945. Jakarta: Prenada Media Group YustisiaEdisi84September-Desember2012 Harmonisasi Fungsi DPD dan DPR pada... 47

Transcript of Disampaikan pada Seminar Peranan MPR dalam Sistem...

. 1996. Lembaga Tertinggi dan Lembaga-Lembaga Tmggi Negara Menurut UUD 1945.Surabaya: Bina ilmu

.2004. "Eksistensi, Kedudukan dan Fungsi MPR sebagai Lembaga Negara". Makalah.Disampaikan pada Seminar Peranan MPR dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia PascaAmandemen UUD 1945. Kerjasama MPR Rl dengan Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya

R. Agung Laksono. 2009. "Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonersia Pasca Perubahan Undang-UndangDasar Negara republic Indonesia Tahun 1945". JumalMajelis Volume 1Nomor 1Tahun 2009.

Ramlan Surbakti. 2002. "Menuju Demokrasi Konstitusional: Reformasi Hubungan dan Distribusi Kekuasaan",dalam Maruto MD dan Anwari WMK (eds.). Reformasi Politik dan Kekuatan Masyarakat, Kendaladan Peluang Menuju Demokrasi. Jakarta: LP3ES

Saldi Isra. 2004. Tenataan Lembaga Perwakilan Rakyat, Sistem Trikameral di Tengah Supremasi DewanPerwakilan Rakyat". Jumal Konstitusi Volume 1 Nomor 1 Tahun 2004.

Sri Soemantri. 2008. "Lembaga Negara dan State Auxiliary Bodies dalam Sistem Ketatanegaraan MenurutUUD1945". Majalah HukumNasional Nomor 1 Tahun 2008

Terry Hutchinson. 2002. Researching and Writing in Law. Sydney: Lawbook. Co. Pyrmont-NSW-SydneyTitik Triwuian Tutik. 2006. "Kedudukan dan Fungsi Komisi Yudisial sebagai Lembaga Negara dalam Sistem

Ketatanegaraan RepublikIndonesia". Jurnal Hukum Yuridika Volume 21 Nomor 4 Tahun 2006

2010. Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandmeen UUD 1945. Jakarta:Prenada Media Group

YustisiaEdisi84September-Desember2012 Harmonisasi Fungsi DPD dan DPR pada... 47

EKSISTENSIMASYARAKAT HUKUM ADAT DAN LEMBAGA-LEMBAGAADAT DIACEH

DALAM PENYELENGGARAAN KEISTIMEWAAN DAN OTONOMIKHUSUS DIACEH

Kumiawan

Fakultas Hukum Universitas Syiah KualaEmail: [email protected]

Abstract

This study aims to explain the existence of indigenous people and traditional institutions in Aceh in theadministration theAceh'sspecial autonomy. In addition, itexplains the duties, functions and authority oftraditional institutions inAceh nowadays. This studyis normative legal research. This studyexamineslibrary materials thatacquired through literature study. The technical/approach used is the statuteapproach, byusingdeductive analysis. The results ofthestudyindicate that theexistenceindigenouspeopleand traditional institutions inAceh have shown theirroleinlocal community lifeinAceh. Thisis caused bythecommunity inAceh has fulfilled therequirements of indigenouspeople as stated bythe applicable law.The existence of traditional institutions inAcehessentiallyhas thefunction androleas a vehicleforpublicparticipation intheadministration oftheGovernment ofAcehprovinciallevelandtheRegency/municipalitylevel in the area of security, peace, harmony, andpublic order. In addition, those traditional institutionsalso have some numberof authorities as mandated byArticle 4 Qanun Aceh No. 10 of 2008 concerningtraditional Institution.

Keywords: Indigenous People, Traditional Institution, Aceh's SpecialAutonomy

Abstrak

Penelitian inibertujuan menjelaskan eksistensi(kedudukan) masyarakathukum adatdanlembaga-lembagaadat diAceh dalampenyelenggaraan Keistimewaan dan Otonomi KhususAceh. Selain itu, menjelaskantugas, fungsi, dan wewenanglembaga-lembaga adatyang ada diAceh saat ini. Penelitian inimerupakanpenelitian hukum normatif (legal research). Kajian inimenelaah bahanpustakayang diperoleh melalulstudipustaka. pendekatan yang digunakan ialah pendekatan peraturan perundang-undangan (statuteapproach), dengan menggunakan penalaran deduktif. Hasil kajian menunjukkan bahwa keberadaan(eksistensi) masyarakathukum adat dankelembagaanadat diAceh telahmenunjukkan kiprahnya dalamtata kehidupan masyarakat di Aceh. Hal tersebut disebabkan oleh karenamasyarakat hukum diAcehtelah memenuhi syarat-syarat masyarakat hukumadat sebagaimana yang disebutkan dalam peraturanperundang-undanganyang beriaku. Keberadaan lembaga-lembaga adatdiAcehhakikatnya memilikifungsidan peran sebagai wahana partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan Pemerintahan Aceh danPemerintahan Kabupaten/Kota dibldang keamanan, ketenteraman, kerukunan, danketertiban masyarakat.Selain itu, lembaga-lembaga adat tersebut juga memiliki sejumlah kewenangan sebagaimana yangdiamanatkan Pasal 4 QanunAceh Nomor 10 Tahun 2008 tentang Lembaga Adat.

Kata kunci: Masyarakat Hukum Adat, Lembaga Adat, Otonomi Khusus Aceh.

A. Pendahuluan

Sistem Pemerintahan Negara KesatuanRepublik Indonesia menurut Undang-Undang DasarNegara Republik Indonesia Tahun 1945 mengakuidan menghormati satuan-satuan pemerintahandaerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa.Perjalanan ketatanegaraan Republik Indonesia telahmenempatkan Aceh sebagai satuan pemerintahanyang bersifat istimewa dan khusus, terkait dengankarakter khas sejarah perjuangan masyarakatAcehyang memiliki ketahanan dan daya juang yang tinggi(Hardi, 1992:152). Ketahanan dan daya juang yangtinggi tersebut bersumber dari pandangan hidup

yang berlandaskan Syari'at Islam yang melahirkanbudaya Islam yang kuat dan budaya Islam yangkuat tersebut termanifestasikan dalam kehidupanadat, sosial dan politik masyarakat Aceh (KaoySyah, Lukman Hakiem, 2000:7).

Beberapa kali amandemen UUD 1945 yangdilakukanpada tahun 1999 sampai tahun 2002 telahmenimbulkan berbagai perubahan pada batangtubuh UUD1945 termasuk pada Pasal 18 mengenaiPemerintahan Daerah yang menjadi cikal bakalpembentukan lembaga-lembaga adat di daerah.Pasal 18 B UUD 1945 hasil amandemen

menyebutkan sebagai berikut.

48 YustisiaEdisi84 September-Desember2012 Eksistensi Masyarakat HukumAdatdan Lem-

Ayat (1),Negara mengakuidan menghormatisatuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifatkhususatau bersifat istimewa yang diatur denganundang-undang. Ayat (2), Negara mengakui danmenghormati kesatuan-kesatuan masyarakathukum adat beserta hak-hak tradisionalnyasepanjang masih hidup dan sesuai denganperkembangan masya-rakat dan prinsip NegaraKesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalamundang-undang.

Wujudmanisfestasi pengakuan dan jaminanterhadap kesatuan-kesatuan masyarakat hukumadat sebagaimana yang diamanatkan olehKonstitusi, maka kemudian ditetapkan Undang-Undang Nomor44 Tahun 1999 tentang Keistime-waan Aceh yang mana pada Pasal 3 ayat (1)menyebutkan bahwa: "Keistimewaan merupakanpengakuan dari bangsa Indonesia yang diberikankepada Daerah karena perjuangan dan nilai-nilaihakiki masyarakat yang tetap dipelihara secaraturun temurun sebagai landasan spiritual, moral,dan kemanusiaan". Keistimewaan yang dimaksuddalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 inisebagaimana yang dijelaskan dalam Pasal 1angka8 yaitukewenangan khusus untuk menyelenggara-kan kehidupan beragama, adat, pendidikan, danperan ulama dalam penetapan kebijakan daerah".

Adapun menyangkut bentuk penyelenggaraankeistimewaan yang diberikan kepada Acehberdasarkan Undang-Undang Nomor 44 athun 1999tentang Keistimewaan Aceh menyangkut empat halsebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 3ayat (2):"Penyelenggaraan Keistimewaan meliputi:a. Penyelenggaraan kehidupan beragama; b.Penyelenggaraan kehidupan adat; c. Penyelenggaraan pendidikan; dan d. Peran ulama dalam penetapan kebijakan Daerah. Terkait dengan keistimewaanyang berkaitan dengan penyelenggaraan kehidupanadat sebagaimana yang disebutkan dalam huruf btersebut merupakan dasar hukum Pemerintah Acehuntuk menjabarkan lebih lanjut kedalam bentukberbagai Qanun atau Peraturan Daerah (Perda) diAceh.

Melalui Undang-Undang Nomor44 Tahun 1999tentang Keistimewaan Aceh tersebut, PemerintahAceh diberi wewenang oleh Pemerintah Pusat untukmenetapkan berbagai kebijakan dalam upayapemberdayaan, pelestarian, dan pengembanganadat serta lembaga adat di wilayahnya yang dijiwaidan sesuai dengan syari'at Islam sebagaimanayang diamanatkan Pasal 6. Selain itu juga Undang-undang tersebut memberi wewenang kepadaPemerintah Aceh untuk membentuk lembaga adatdan mengakui lembaga-lembaga adat yang sudahada sesuai dengan kedudukannya masing-masingdi Propinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan,

Yustisia Edisi84 September- Desember2012

Pemukiman, dan Kelurahan/Desa atau Gampong(desa) sebagaimana yang diamanatkan Pasal 7yang dituangkan dalam bentuk Qanun atauPeraturan Daerah. Atas dasar itu Pemerintah Acehmengeluarkan Qanun Aceh Nomor 9 Tahun 2008tentang Pembinaan Kehidupan Adat dan AdatIstiadat dan Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2008tentang Lembaga Adat. Selain itu dalam rangkamemperkuat sekaligus menindak lanjuti Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 tersebut PemermtahAcehtelahmengeluarkanPeraturan Daerah (Perda)Nomor 7 Tahun 2000 tentang PenyelenggaraanKehidupan Adat.

Selanjutnya, berdasarkan Undang-UndangNomor 11Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh,telahmenempatkanGubemurdalam kedudukannyasebagai wakil pemerintah, memiliki tugas danwewenang mengkoordinasikan 5 hal yang salahsatunya adalah dalam pembinaan dalampenyelenggaraan kekhususan dan keistimewaanAceh sebagaimana yang diamanatkan Pasal 43ayat (1). Selanjutnya dalam Pasal 96 (1)menyebutkan bahwa: "Lembaga Wali Nanggroemerupakan kepemimpinan adat sebagai pemersatumasyarakat yang independen, berwibawa, danberwenang membina dan mengawasi penyelenggaraan kehidupan lembaga-lembaga adat, adatistiadat, dan pemberian gelar/derajat dan upacara-upacara adat lainnya".

Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006tentang Pemerintahan Aceh terdapat bab yangsecara khusus mengatur tetang Lembaga Adatyang mana disebutkan dalam Pasal 98 khususnyaayat (3) dan Pasal 99 Undang-Undang Nomor 11Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh dan jugahal yang sama diatur dalam Pasal 2 ayat (2) QanunAceh Nomor 10 Tahun 2008 tentang Lembaga Adat.Adapun Lembaga-lembaga adat di Acehsebagaimana yang diatur baik dalam Pasal 98 ayat(3) maupun Pasal 2 ayat (2) Qanun Aceh Nomor 10Tahun 2008 tersebut adalah sebagai berikut: 1.Majelis Adat Aceh (MAA), 2. Imeum Mukim, 3.Imeum Chik, 4. TuhaLapan, 5. Keuchlk, 6. ImeumMeunasah, 7. Tuha Peut, 8. Kejruen Blang, 9.Panglima Laot, 10. Pawang Glee, 11. PeutuaSeuneubok, 12. Hariya Peukan, dan 13.Syahbanda. Berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat(2) Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 208 tentangLembaga Adat, secara struktural menempatkanMajelis Adat Aceh (MAA) sebagai lembaga adatyang membawahi lembaga-lembaga adat lainseperti: Imuem mukim; Imuem chik; Keuchik; Tuhapeuet; Tuha lapan; Imuem meunasah; Keujreunblang; Panglima laot; Pawang glee; Peutuaseuneubok; Hariapeukan; Syahbanda. Pembinaankehidupan adat dan adat istiadat diAceh dilakukan

Eksistensi Masyarakat Hukum Adat dan Lem-... 49

sesuai dengan perkembangan keistimewaan dankekhususan Aceh yang berlandaskan pada nilai-nilai syari'at Islam dan dilaksanakan oleh WaliNanggroe sebagaimana yang diamanatkan dalamPasal 99 ayat (1).

Berdasarkan latar belakang sebagaimana yangdi kemukakan di atas, maka yang menjadipermasalahan, pertama, bagaimanakah kedudukan(eksistensi) masyarakat hukum adat dan lembaga-lembaga adat di Aceh dalam penyelenggaraankeistimewaan dan otonomi khusus di Aceh?, dankedua, apakah Peranan (tugas, fungsi danwewenang) lembaga-lembaga adat diAceh dalampenyelenggaraan keistimewaan dan otonomikhusus diAceh?

B. Metode Penelitian

Penelitian iniadalah penelitian hukum normatif(legal research), yaitu penelitian untuk mengkajinorma, kaedah dan asas hukum (Rony HanitijoSoemitro, 1983: 10). Studi/kajian ini menelaahbahan pustaka yang diperoleh melalui studi pustakadengan mengumpulkan dan mempelajari literatur-literatur, berbagai peraturan perundang-undangan,jurnal hukum, ensiklopedia, serta mengutipbeberapa pendapat para sarjana yang relevan.Pendekatan yang digunakan ialah pendekatanperaturan perundang-undangan (statuteapproache),yaitu pendekatan dengan menjadikan legislasi danregulasi tertentu sebagai dasar kajian dalammengupas setiap permasalahan yang diangkat (Peter Mahmud Marzuki, 2007: 37). Cara/teknikanalisis data menggunakan penalaran/metodeberpikir deduktif.

C. Hasil Penelitian dan Pembahasan

1. Sejarah Perkembangan Adat Istiadat danHukum Adat di Aceh

Aceh merupakan salah satu provinsi diIndonesia yang sangat menjunjung tinggi adatistiadat dalam masyarakatnya. Hal ini teiiihatdengan masih berfungsinya institusi-institusiadat di tingkat gampdng (desa) atau mukim(kecamatan), meskipun Undang UndangNomor 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahdaerah ketika itu berusaha menghilangkanfungsi mukim, keberadaan Imum Mukim diAceh.

Dalam masyarakat Aceh yang sangatsenang menyebut dirinya dengan UreuengAceh (orang Aceh) terdapat institusi-institusiadat di tingkat gampdng (desa) dan mukim(kecamatan). Institusi tersebut juga merupakanbagian daripada lembaga pemerintahan yangkemudian dikenal dengan lembaga daerah.

Jadi, setiap kejadian dalam kehidupanbermasyarakat, Ureueng Aceh (orangAceh)selalu menyelesaikanmasalah tersebut secaraadat yangberlaku dalammasyarakatnyabaiksecara personal maupun secara kelembagaan(Mahdi Syahbandir, 1995:3).

Perkembangan kehidupan adat danhukum adat Aceh tidak pernah lepas darisejarah masuk dan berkembangnya Islam diAceh, sehingga dikenal dalam hadih maja(Falsafah hidup) rakyat Aceh dengan istilah"AdatBersendi Syara', Syara' Bersendi Adafadalah falsafah yang menjadi simbolpelaksanaan kehidupan bermasyarakatdiAceh(Djuned T, 1977:38). Ketika hukumadat kuat,maka hukum agama juga kuat. Begitu jugasebaliknya. Agama bersumber dari Al-Qurandan hadits, sedangkan adat bersumber dariSultan dengan musyawarah yang digaliberdasarkan sumber keagamaan. Sehinggabanyak adat Aceh yang tidak lepas daripengaruh syara'.

Adat istiadat yang tumbuh, hidup danberkembang di masyarakat hakikatnyamerupakan refleksi daripada nilai-nilai agamaIslam sesuai dengan hadih maja (falsafahhidup) rakyat Aceh aHukom Ngon Adat LageZatNgon S/fet/Tbermakna bahwa antara adatdengan hukum adalah seperti zat dengan sifat,menjadi satu dan tidak boleh dipisahkan(Sanusi M. Syarif, 2005: 63). Atas dasar itu,pemegang kekuasaan adat dan politik (SultanImam MalikulAdil) pemerintahan di masa laludengan pemegang kekuasaan hukum (QadllMalikulAdil) haruslah bekerjasama.

Berpegang pada prinsip di atas, makakerajaan Aceh di masa itu juga membuatkategori adat itu pada tiga hal, yaitu (AliHasymy, 1989:84).a. Adatulllah, yaitu hukum dari Allahb. Adat Mahkamah, yaitu adat yang disusun

oleh majelis kerajaaan. Contoh adat iniseperti adat blang, adat laot, adat gle,adat peukan, adat kuala, adatseuneubok, dan sebagainya.

c. Adat tunaih, adat ini berlaku di masing-masing daerah. Biasanya disusun secaramusyawarah oleh Panglima Sagoe,Uleebalang, dan utusan masyarakat untukmenunjang hukum dan adat raja (adatmahkamah).

Selain tiga jenis adat di atas, adabeberapa ketentuan hukum dan adat yang tidakdapat diberikan keputusan oleh majelis ulamadan uleebalang, masyarakat boleh meminta

50 Yustisia Edisi84 September- Desember2012 Eksistensi Masyarakat Hukum Adat dan Lem-

ketetapan hukum dan adat pada PengadilanTinggi Syaikhul Islam dan Majelis Tinggi yangdiketuai oleh Sri Baginda sendiri danditempatkan di Balai Baiturrahman (AliHasymy, 1989:84).

Maksud hukum dalamhadih majatersebutyaitu hukum Islam, karena Undang UndangDasarKerajaan Aceh ketika ituyang bemamaQanun Adat Meukuta Alam menegaskanbahwa hukum yang berlaku dalam KerajaanAceh Darussalam adalah Hukum Islam dengansumber hukumnya Al-Qur'an, Al-Hadits, Al-Ijma', dan Al-Qiyas (Ali Muhammad Rusydi,2003: 186). Nyatalah bahwa Hadih Maja

. (falsafah hidup) tersebut adalah falsafahkehidupan rakyat Aceh dan Kerajaan AcehDarussalam dan telahmenjadiketentuan pastisebagai Jalan Hidup (way of life) dari rakyatAceh.

Meskipun para ahli sejarah masihberselisih pendapat tentang masuknya IslamdiAceh, namun menurut Seminar Intemasionaltentang Islam diAsiaTenggara yang dilaksakandi Jakarta pada tanggal 15-18 November 1982semua ahlimengatakan bahwa Islam pertamamasuk ke wilayah nusantara adalah melaluiSamudra Pasai Aceh dan Aceh mulai di kenal

sejak agama Islam menjadi bagian darikepercayaan dan keyakinan masyarakatAceh(Taqwaddin, 2009:42). Masuknya agama Islam ke Kerajaan Aceh Darussalam di bawahpimpinan Sultan AliMughayat Syah pada tahun1511 - 1530 M juga sangat mempengaruhiproses terbentuknya hukum adat (AliMuhammad Rusydi, 2003: 147). Masuknyaagama Islam ke wilayah Aceh telah memberipengaruh besar dalam membentuk perilakubudaya masyarakatAceh dalam membangunkesejahteraannya (Ali Muhammad, Rusydi,2003:147).

Penyebaran agama Islam pada masa ituberkembang luas dan cepat karena agama Islam sangat cocok dengan karakteristikmasyarakat Aceh. Maka atas hasil mufakatpembesar-pembesar kerajaan, terbentuklahsuatu sistem hukum adat yang mulaidiberlakukan di Kerajaan Aceh Darussalamyang dalam pelaksanaannya berjalan tertibkarena adanya kerjasama yang solid antarapemerintah, lembaga adat dan masyarakat (AliMuhammad Rusydi, 2003:147).

Ketika Sultan Iskandar Muda memimpinKerajaan Aceh dalam rentang tahun 1607-1636,Aceh mengalami kemajuan yang sangat pesatdalam berbagai aspek kehidupan. Salahsatunya termasuk aspek penataan hukum

Yustisia Edisi 84 September- Desember2012

adat (Moehammad Hoesin, 1970:54). Hukumadat Aceh sangat dikenal di hampir sebagianbesar penjurudunia khusunya diwilayaheropadaratan seperti Belanda maupun diluareropadartan seperti Inggris, Pertugis, termasuk diwilayah timurtengah sepertiTurki,arab,Gujaratdan India termasuk juga di kawasan AsiaTenggara seperti Jepang, Vietnam, Thailand,Kamboja Malaysia, Filipina dan lainya (HusniBahriTob,2003:43).

Ada beberapa faktor yang menyebabkanadat Aceh yang kemudian dikenal denganhukum adat di masa kejayaan Kerajaan Sultan Iskandar Muda dikenal serta dikagumi olehhampir di sebagian besar negara-negara didunia, yaitu (Rusdi Sufi, 2002:58).a. Hubungan diplomatis yang sangat erat

dengan pemerintah Turki. Hasil hubunganbilateral ini Sultan sering berbagipengalaman tentang kondisi kemajuan diAceh, termasuk adat-istiadatnya;

b. Luasnya daerah yang berhasil ditaklukkanoleh Kerajaan Aceh. Daerah yang berhasilditaklukkan sebagian besar adalah daerah-daerah Melayu. Misi Sultan adalahmenyebarluaskan agama Islam dan jugamemperkenalkan adat-istiadat Aceh.Secara tidak langsung, daerah yangberhasil ditaklukkan harus mengikutiaturan Kerajaan Aceh.

Oleh karenanya, menurut Ali Hasjmysebenamya ada tiga cara nilaf-nilai Islam dalammembangun kebudayaan masyarakat baik didunia maupun di Aceh, yaitu (Badruzzaman,2007:26):1) meng-lslamkan kebudayaan yang telah

ada;

2) menghapus sama sekali budaya yangtelah ada, yaitu budaya yang bertentangandengan aqidah dan ibadah;

3) membangun kebudayaan yang barusepenuhnya.

Kepiawaian Sultan Iskandar Muda jugatergambar jelas ketika berhasil mempersatu-kan beberapa suku yang masih menganutadatbudaya masing-masing menjadi adat nasional(hukum adat yang dikendalikan oleh kerajaan)(Van't Veer, Paul, 1977: 35). Sebelum SultanIskandar Muda memimpin, di Aceh tersebarempat suku besar, yaitu (Masri Singarimbunetal, 1985:91):

1) Suku Lhee Reutoh (Tiga ratus), yangberasal dari orang-orang mante dan Kara/Batak;

Eksistensi Masyarakat Hukum Adat dan Lem-... 51

2) Suku Imuem Peut (Imam Empat), yangberasal dari orang-orang Hindu;

3) Suku Tok Batee, kaum asing yang berasaldari Arab, Parsi, Turki, dan Hindi yangsudah lama menetap diAceh;

4) Suku Ja Sandang, yaitu kaum Hindu,tukang tuak yang pertama sekali datangke Lampanaih.

Keempat suku inisaling mengklaim bahwabudaya mereka adalah yang terbaik di antarasuku-suku lain. Sultan-sultan sebelumnyasangat sulitmempersatukan keanekaragamanadat masing-masing suku, sehingga karenanyamasa tersebut dalam sejarah juga seringdisebut adat plakpleung yaitu adat yangberanekaragam (Van't Veer, Paul, 1977:47).Kejadian inihampir sama seperti negara Indonesia yang terdiridari ratusan suku. Kemudianatas beberapa nasehat dari mufti kerajaan danahli-ahli agama, maka Sultan telah dapatmenyatukan suku-suku yang berbeda tersebutdalam satu wadah pemerintahan (Van't Veer,Paul, 1977: 47). Sehingga munculah hadihmaja (falsafah hidup) yang masih dikenalsampai sekarang, yaitu: adat bak PoteuMeureuhom, hukom bak Syiah Kuala, kanunbak Putroe Phang, reusam bak Laksamana,hukom ngon adatlage zat ngon sifeut.Adapunpenjelasannya dari istilahdi atas, yaitu (HakimNyakPha,2001:52).a) Sultan Imam MalikuiAdllsebagai kepala

pemerintahan adalah pemegang kekuasaan politik dan adat negeri, atau pemegangkekuasaan eksekutif.

b) Qadli MalikuiAdil (ulama) sebagai ketuamahkamah agung adalah pemegangkekuasaan hukum (yudikatif).

c) Rakyat adalah pemegang kekuasaanpembuatan undang-undang (legislatif)yang dalam hadih maja inidilambangkansebagai Putroe Phang, yaitu PuteriPahang (permaisuri Sultan Iskandar Muda)yang mempelopori pembentukan MajelisMahkamah Musyawarah Rakyat.

d) Pada waktu negara dalam keadaan baha-ya/perang, pemegang segala kekuasaandalam negara adalah Panglima TertinggiAngkatan Perang, yang dalam istilahhadih maja ini disebut sebagaiLaksamana, yaitu Wazirul Harb.

Selain itu, berdasarkan Hadih Maja (falsafah hidup) yaitu "Adatbak Poteu Meureuhom,Hukom bak Syiah Kuala, Qanun bak PutroePhang, Reusam bak Laksamana"maka dapatdisimpulkan bahwa Hadih Maja (Falsafah

2.

hidup) tersebut mengandung maknasimbolisatau perlambang mengenai isi danpelaksanaan adatAceh, yaitu (Badruzzaman,2007:39).(1) Dilihat dari sudut politik pemerintahan,

hadih maja menunjuk kepada perlam-bangan pembagian kekuasaan: eksekutif,legislatif, yudikatif serta perlambangkearifan dan kebijaksanaan peiaksanaadat.

(2) Dilihat dari nama-nama yangtercantumdalamhadihmajamaka makna simbolis-nya adalah:(a) Potoe/Weti/Biy/Tommerupakanbmbang

kekuasaan eksekutif dan kebesarantanahAceh;

(b) Syiah Kuala merupakan periambang-an Ulama sebagai pemegang kekuasaan yudikatif;

(c) Putroe Phang merupakan perlam-bangan cendekiawan pemegangkekuasaan legislatif;

(d) Laksamana/Bentara merupakanperlambangan dan kearifan dalammengatur keragaman adat kebiasaanyang terdapat dalam masyarakat.

(3) Dilihat dari produk adatmaka hadih majatersebut menunjukkan ada empat macamadat Aceh yaitu:(a) Adat Mahkota (Adat Meukuta Alam),

yaitu produk adat yang berlakuumum untuk seluruh masyarakatAceh (kerajaan) yang telah melaluiproses inventarisasi Adat Reusam,penentuan peraturan pelaksanaannya{Qanun)]

(b) Adat Tunnah, yaitu produk adat yangtelah ditentukan hukum Islam yamgmenjiwainya;

(c) Adat Mahkamah, yaitu produk adatyang telah diatur ketentuan pelaksanaannya (Qanun)',

(d) Adat Reusam, yaitu produk adatyang berupa berbagai keragamanadat yang terdapat dan berlaku didaerah setempat di seluruh Aceh.

Eksistensi Masyarakat Hukum Adat danLembaga-Lembaga Adat di Aceha. Eksistensi Masyarakat Hukum Adat di

Aceh

Isu masyarakat hukum adat poputersecara intemasional berawal dari gerakanprotes masyarakat asli (native peoples)diAmerika Utara, yang meminta keadiianpembangunan akibatkehadiransejumlah

52 Yustisia Edisi84 September-Desember2012 Eksistensi Masyarakat Hukum Adat dan Lem-...

perusahaan transnasional di bidangpertambanganyangberoperasidiwilayahmereka. Gerakan protes tersebutmendapatresponposttif Organisasi BuruhInternasional (International LabourOrganisation) pada tahun 1950-an dalamupaya melindungi tenaga kerja. Melaluilembagaini (ILO), istilah masyarakatadatdipopulerkan dengansebutan indigenouspeoples sebagai isu global di lembaga-lembaga PBB. Pada tahun 1989, ILOmemperbaharui Konvensi tentangPeriindungan dan IntegrasiPendudukAslidan Masyarakat Suku tersebut menjadiKonvensi Nomor 169 (Azmi Sirad-judin, 2004.).Sekarang, istilah indigenouspeople semakin resmi penggunaannyadengan lahimya Deklarasi PBB tentangHak-hak Masyarakat Adat (UnitedNationDeclaration on the Rights of IndigenousPeople) pada tahun 2007 (Yance Arizona,2008).

DiIndonesia, istilah indigenous peoples diterjemahkan dengan "masyarakatadat", yang pada tahun 1993, disepakatisebagai suatu istilah pengganti sebutanyang beragam. Selanjutnya, sebagaimanaditetapkan dalam Kongres MasyarakatAdat Nusantara (KMAN) pertama yangdiselenggarakan pada bulan Maret 1999,disepakati bahwa masyarakat adat adalahkelompok masyarakat yang memiliki asalusul leluhur (secara turun-temurun) diwilayah geografis tertentu, serta memilikisistem nilai, ideologi, ekonomi, politik,budaya, sosial dan wilayah sendiri(Keputusan Kongres Masyarakat AdatNusantara No. 01/KMAN/1999). Semen-tara dalam redaksinya yang lain, Prof. T.Djuned, mengemukakan beberapakarakteristik masyarakat adat, yaitu (T.Djuned, 2003:49):1) menjalankan sistem pemerintahan

sendiri;

2) menguasai dan mengelola sumberdaya alam dalam wilayahnya ter-utama untuk kemanfaatan warganya;

3) bertindak ke dalam mengatur danmengurus warga serta lingkungan-nya. Ke luar bertindak atas namapersekutuan sebagai badan hukum;

4) hak ikut serta dalam setiap transaksiyang menyangkut lingkungannya;

5) hak membentuk adat;

6) hak menyelenggarakan sejenisperadilan.

Yustisia Edisi 84 September- Desember2012

Di Indonesia, masyarakat adat telahada beratus-ratus tahun yang lalu, jauhsebelum lahimya negara ini. Mereka telahmemiliki sistem kebudayaan yangkompleks dalam tatanan kemasyara-katannya. Indonesia seharusnya merasaberuntung dengan adanya masyarakat-masyarakat adat yang jumlahnya lebihdari seribu komunitas. Keberadaan mere

ka merupakan suatu kekayaan bangsa,karena ada lebih dari seribu ragam ilmupengetahuan yang telah mereka kem-bangkan. Ada lebih seribu bahasa yangtelah dimanfaatkan dan dapat membantupengembangan khasanah Bahasa Indonesia dan masih banyak lagihal-hallain yangmereka sumbangkan (Sandra Moniaga,2002:73).

Didalam kehidupan sosial masyarakat Aceh terdapat beberapa kelompoketnik/adat dengan identitas dankeberadaan sesuai sejarah keturunan,wilayah,dialek bahasa, sosial budaya, danhukum-hukum tradisionai. Setiapkelompok ini merupakan kelompokotonom dan independen dalam mengaturkomunitas-nya sebagaimana halnyadalam pengelo-laan sumber daya alam.Unit terkecil dari kelompok masyarakatadat inidisebut gampdng (kampong setaradengan desa). Setiap gampdng dikepalaioleh seorang Keuchik atau Geuchik(kepala desa). Setiap gampdng adasebuah meunasah yang dipimpin olehseorang Imum Meunasah. Beberapagampdng akan tergabung dalam unit yanglebih besar yang disebut Mukim. SetiapMukim dikepalai oleh seorang ImuemMukim. Pada zaman dahulu mukim

dipimpin oleh seorang Ulee Balang, yaituPanglima Kesultanan. Dalam tingkatgampdng dan mukim ini terdapat institusiadat yang berperan dalam kehidupansosial budaya, ekonomi, dan politik dimasyarakat. Disamping itu, juga terdapathukum adat yang otonom di setiap unitwilayah.

Sejak dikeluarkannya UndangUndang Nomor 5 Tahun 1979, strukturpemerintahan mukim mulai tersingkir,namun peran mukim di desa-desa seluruhAceh tetap masih berjalan. Hal ini terlihatdengan masih terdapatnya Imum Mukimdi desa tersebut yang berperan dalammemecahkan berbagai persoalan digampdng-gampdng.

Eksistensi Masyarakat Hukum Adat dan Lem-... 53

Persoalan mukim pada akhirnyadiakui juga oleh pemerintah dengandimuatnya dalam Undang UndangPemerintahan Aceh Nomor 11 Tahun

2006. Dijelaskan bahwa mukim sudahtermasuk ke dalam struktur pemerintahanAceh. Imum Mukim sebagai kepalapemerintahan tingkat mukim berperansebagai jembatan antara pemerintahandengan adat yang berlaku dalammasyarakat setempat. Dalam kontekspenataan ruang, mukim harus dijadikansebagai unit terkecil pada perencanaanpenataan ruang/wilayah.

Berdasarkan fakta sejarah, sangatlahberalasan apabila kemudian SnouckHugronje berpendapat bahwa pembagiankewilayahan dalam bentuk mukim telahmapan di Aceh dan dengan cara yangseragam, baik di kawasan Aceh Rayeukmaupun dikenegerian-kenegerian diluamya(MasriSingarimbun.et.al, 1985:90-91).Olehkarenanya, Zainuddin H.M menyatakanbahwa mukim merupa-kan AtjehcheOrganisasi atau sebuah organisasi khasAceh (Zainuddin, 1961:317).

Meskipun secara juridis lembagapemerintahan mukim baru diakui kembalikeberadaannya sejak tahun 2001 setelahdiberlakukannya Undang Undang tentangOtonomi Khusus Nanggroe AcehDarussalam, atau tepatnya pada tahun2003 setelah diundangkannya QanunNAD tentang Pemerintahan Mukim.Namun Secara de facto, keberadaanmukim masih cukup eksis dan diakui diseluruh Nanggroe Aceh, sekalipun antarawarga masyarakat Aceh terdapatberagam suku dan kultur yang berbeda(T. Djuned (etal), 2003:38).

Suatu masyarakat agar dapatdikatakan sebagai masyarakat hukumadat (rechtgemeinschaap), haruslahterpenuhi beberapa syarat sebagaimanasering dikemukakan oleh para ahli dankemudian ditegaskan pula dalamperaturan perundang-undangan. Syaratdimaksud menurut Penjelasan Pasal 67Undang Undang Nomor 41 Tahun 1999tentang Kehutanan, adalah:

1) masyarakatnya masih dalam bentukpaguyuban (rechsgemeenschap);

2) terdapat kelembagaan dalam bentukperangkat penguasa adatnya;

3) terdapat wilayah hukum adat yangjelas;

4) terdapatpranata hukum, khususnyaperadilan adatyang masih ditaati; dan

5) masih mengadakan pemungutanhasil hutan di wilayah hutansekitarnya untuk pemenuhankebutuhan hidup sehari-hari.

Menurut hemat penulis, semuapersyaratan di atas dapat ditemukandalam kehidupan sehari-haridi gampong-gampong (desa-desa) didalam kehidupanmasyarakat Aceh. Adapun analisis danpembuktiannya sebagaiberikut.Pertama, sebagian besarwarga gampongmasih memiliki ikatan geneologis dengansesamanya. Dengandemikian, kepedu-lian dan kebersamaan di gampong danjugadidalamsuatu kemukimanterutamayangbermukim bukandiperkotaan salingketerikatan bukan hanya dikarenakansolidaritas territorial, tetapi memangmerasa sekaum seketurunan (gemeen-schap). Wargagampong masihmemilikiperasaan bersalah atauberdosajika tidakmelayat ke rumah warga gampong k'rtayang tertimpa musibah. Begitu pula jikaada tetangga yang melakukan hajatan(meukereuja), para warga gampong sejakmalam hari hingga selesainya khan-dan tersebut terus membantu dengansegala upaya agar acara dimaksudsukses dengan tiada kekurangan sesuatuapapun. Bahkan, seringkali pula pihakyang melakukan hajatan melimpahkansepenuhnya penyelenggaraan khanduritersebut pada geusyiek, selaku kepalagampong. Hal tersebut menunjukkanbahwa kehidupan masyarakat mukim ataugampong di Aceh yang masihgemeenschap, bukan gesselschap.Kedua, di dalam kehidupan kemuki-mandi Aceh masih ditemukan adanyalembaga-lembaga adat beserta perangkatpenguasa adatnya (Taqwaddin, 2009:49). Sampai saat ini masih ditemukaneksisnya kelembagaan adat di Acehdengan susunan sebagai berikut.(1) Lembaga pemerintahanmukim yang

diketuai oleh imeum mukim.

(2) Lembaga keagamaan yang dipimpinoleh imeum meseujid.

(3) Lembaga musyawarah mukim yangdipimpin oleh tuha lapan.

(4) Lembaga pemerintahan gampongdipimpin oleh geusyiek.

54 Yustisia Edisi84 September- Desember2012 Eksistensi Masyarakat Hukum Adat dan Lem-

(5) Lembaga keagamaan di gampongdipimpin oleh imeum meunasah, dan

(6) Lembaga musyawarah gampongoleh tuha peut.

(7) Lembaga adat persawahan yangdipimpinoleh kejruen blang.

(8) Lembaga adat laot yang dipimpinoleh panglima laoet.

(9) Lembaga adat perkebunan yangdipimpin oleh peutua sineboek.

(10) Lembaga adat hutan yang dipimpinoleh panglima uteun atau pawangglee.

(11) Lembaga adat lalulintas laut yangdipimpin oleh syahbanda.

(12) Lembaga adat perdagangan yangdipimpin oleh hariapeukan.

Keberadaan lembaga adat di suatukemukiman bergantung pada letakgeografi kemukiman tersebut, sehingga,dapat terjadi, pada suatu kemukiman adalembaga adat yang tidak ada padakemukiman lainnya. Misalnya, lembagaadat /aofhanya ada pada kemukiman yangwilayahnya di pesisir laut. Begitu pulalembaga adat hutan hanya ada padakemukiman yang memiliki wilayah hutan.Namun ada pula kemukiman yangmemiliki lembaga adat hutan dan jugalembaga adat laut, jika di kemukimantersebut terdapat wilayah laut dan gunung.Ketiga, ada wilayah hukum adat yangjelas. Suatu kemukiman adalah suatujuridiksi territorial yang jelas dan tegasdalam masyarakat Aceh. Artinya, jelaswilayah dan batas-batasnya. Hanya saja,seringkali batas-batas tersebut tidaktersurat di dalam suatu naskah tertulis

tetapi hanya berupa batas-batas alamyang mengacu pada penuturan paranenek moyang (endatu) terdahulu. Batasini dapat berupa: sungai (krueng),tebing (tereubeng), alur (alue), lorong(juroeng), pematang (ateung), parit(lueng), dan Iain-Iain.

Keempat, masih adanya peradilan adat.Pada masa Kerajaan Aceh sampai awalkemerdekaan, dan juga akhir-akhir ini,kecuali Era Orde Baru, di gampong-gampong dan juga di kemukiman memilikisistem musyawarah penyelesaiansengketa. Padamasa Sultan IskandarMuda, "perkara-perkara kecil biasanyadiselesaikan oleh keuciek dengan tengkumeunasahyang dibantu oleh tuha

Yustisia Edisi84 September- Desember2012

peut. Tanpa vonis, maksudnya, tanpakalah menang persengketaan itudiselesaikan secara damai yang disebutdengan hukumpeujroh(hukum kebaikan).Dengan demikian, dari aspek historis,sejak dahulu kala gampong telah memilikikewenangan untuk menyelesaikanperkara-perkara kecil, penjurian kecil,perkelahian, perkara-perkara sipil yangkecil-kecil yang nilaiperkaranya tidak lebihdari 100 ringgit, dan Iain-Iain (Taqwaddin,2009: 38). Dengan berlakunya UndangUndang Nomor 11 Tahun 2006 tentangPemerintahan Aceh, telah mulai lagidilakukan penyelesaian perkara secaraadat di gampong-gampong dan bahkansampai pada tingkat kemukiman(Taqwaddin, 2008:42). Kini malah sistempenyelesaian sengketa secara adat telahmendapat pengaturannya yang cukuptepat di dalam satu bab tersendiri padaQanun Aceh Nomor 9 Tahun 2008 tentangPembinaan Adat.

Kelima, masyarakat hukum adatmengadakan pemungutan hasil hutan diwilayah hutan sekitamya untuk pemenuh-an kebutuhan hidup sehari-hari. Menurutpenulis, syarat inimasih terpenuhi di dalammasyarakat Aceh. Masih banyak wargagampong yang menggantungkan hidup-nya pada hutan dengan memungut hasilhutan sebagai mata pencahariannya. Meuglee, meu awe, meu rusa, meu uno, danIain-Iain adalah kegiatan pemungutan hasilhutan diAceh yang dilaksanakan dengansegala kearifan tradisional. Bahkanpemungutan hasil hutan berupa kayu punlazim dilakukan oleh warga gampong yangberdomisili di sekitar hutan. Hanya sajadengan dikeluarkan Instruksi GubernurNomor 5 Tahun 2007 tentang MoratoriumLogging, kegiatan inibanyak menimbulkanmasalah saat ini.

Terpenuhinya kelima syarat sebagaimana dimaksud oleh Undang UndangNomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan,yang kemudian juga dinyataan dalamQanun NAD Nomor4 Tahun 2003 tentangPemerintahan Mukim, maka jelaslahbahwa pemerintahan mukim di Acehmerupakan masyarakat hukum adatAceh(Taqwaddin, 2009:270). Sehubungan haltersebut, maka mukim sebagaipersekutuan masyarakat hukum adatmemiliki kewenangan dan hak asal usul,berupa (T. Djuned, 2003:31):

Eksistensi Masyarakat Hukum Adat dan Lem-... 55

(a) menjalankan sistem pemerintahansendiri;

(b) menguasai dan mengelola sumberdaya alam dalam wilayahnya terutama untuk kemanfaatan warganya;

(c) bertindak ke dalam mengatur danmengurus warga serta lingkungan-nya. Ke luar bertindak atas namapersekutuan sebagai badan hukum;

(d) hak ikut serta dalam setiap transaksiyang menyangkut lingkungannya;

(e) hak membentuk adat;(f) hak menyelenggarakan sejenis

peradilan.

b. Eksistensi Lembaga-lembaga Adat diAceh

Terkait kelembagaan adat, melaluiPasal 1 ayat (5) Peraturan Daerah (Perda)Nomor 7 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan KehidupanAdat, diulas seputarlembaga adat, yang menyebutkan bahwa:"Lembaga Adat adalah suatu organisasikemasyarakatan adat yang dibentuk olehsuatu masyarakat hukum adat tertentu,mempunyai wilayah tertentu dan hartakekayaan sendiri serta berhak danberwenang untuk mengaturdan mengurusserta menyelesaikan hal-hal yangberkaitan dengan adat Aceh". Selain itu,definisi lembaga adat juga diberikan dalamQanunAceh Nomor 10 Tahun 2008 tentangLembaga Adat, Bab I Ketentuan Umum,tepatnya Pasal 1 angka 9 yang hakekat-nya memberikan rumusan definisi yangsama sebagaimana dirumuskan Pasal 1ayat (5) Peraturan Daerah (Perda) Nomor7 Tahun 2000 tersebut diatas.

Selanjutnya, keberadaan lembaga-lembaga adat secara umum padahakikatnya dibangun oleh tiga elemen atauunsur utama baik yang bersifat suprastruktur maupun infra struktur yaitu(Muhammad Hakim Nyak Pha, 2001:48).1) Organisasi Desa

Desa ialah suatu kesatuan ke

masyarakatan berdasarkan ketung-galan wilayah yang organisasinyadidasarkan atas tradisi yang hidupdalam suasana rakyat dan mempunyai suatu badan tata urusan pusatyang berwibawa di seluruh lingkunganwilayahnya. la merupakan kesatuanbertunggal wilayah terbesar dalamsuasana rakyat dan merupakanorganisasi pemerintahan. Desa dapat

dibagi atas tiga jenis berikut ini.(Taqwaddin,2009:37):a) Desa bersentralisasi, yaituorga

nisasi desa yang sederhana,wilayahnya tidak terbagi-bagi,sehingga segala kepentinganrumah tangga seluruh wilayahnya diselenggarakan oleh suatubadan tata urusan pusat yangmerupakan satu-satunya badantata urusan yang berwibawa diseluruh wilayahnya. Contohnyadesa di Jawa, Madura dan Bali.

b) Desa berdesentralisasi, yaitudesa yang luas wilayahnya,terbagi atas wilayah lebih kecil,yang masing-masingdalam batasotonomi tertentu dalam mengurus kepentingan dalam rumahtangganya sendiri. Di sampingsuatu badan tataurusan pusatyang berwibawa di seluruhwilayah desa, ada jua badan-badan tata urusan setempatyangberwibawa dalam bagian masing-masing. Ini bertujuan untukmengurus dan mengatur rumahtangganya dan memilikikewiba-waannyaselakuamanatdaribadantata urusan pusatnya. Contoh diwilayahAngkola dan Mandaiiing.

c) Serikat Desa-desa, yaitu desayang letaknya berbatasan,mungkin mengadakan persetu-juan bersama untuk meng-gabungkan beberapa jeniskepentingan bersama sepertikepentingan pengairan, lalulintas, dan lainnya.

Oleh karena itu, desa memilikifungsi dan konsekuensi yang pentingdalam hukum adat, yaitu :a) merupakan subyek hak purbaatas

tanah yang merupakan wilayahnya;

b) merupakan masyarakat danbadan hukum yang berwibawadalam perkembangan danpemeliharaan Hukum Adat.

2) Ketunggalan SilsalahDalam menyelidiki ketunggalan

silsilah maka perlu dipematikan, yaitu:a) dihitung satu orang leluhur yaitu

sang pemuka menjadi peletakdasar garis keturunan;

56 Yustisia Edisi84 September- Desember2012 Eksistensi Masyarakat HukumAdat dan Lem-...

b) dihitung dari seorang terkemukatanpa pembatasan berapagenerasijauhnya;

c) diperhitungkan suatu rantaiketurunan istimewa;

d) mungkin juga dihitung melaluigaris yang tidak berketentuan.

3) Paguyuban HidupPaguyuban hidup bermakna

suatu himpunan, kumpulan, maupunkelompok dari suatu komunitasmanusia yang dalam interaksi sosialsatu dengan lainnya selain memilikiikatan kebatinan yang kuat denganperasaan satu kaum juga memilikikatakter yang khas dan menonjolsehingga menjadi suatu identitaskolektifdan manunggal.

Lembaga-lembaga adat diAceh yanghidup dan berkembang secara kultur,historis, dan sosiologis penuh dengantantangan global dan distorsi sebagaikrisis social, budaya, ekonomi, danpolitik, pada umumnya dapat diklasifikasi-kan dalam dua kelompok, yaitu(T. Djuned,2003:38):

1) Kelompok lembaga adat tradisional,seperti kawasan Mukim, kawasanGampong, kawasan Laot, kawasanBlang (persawahan), kawasanpelabuhan (kesyahbandaran), dankawasan-kawasan kecil lainnya.Penanganan/pengelolaan kelompok-kelompok dimaksud dilakukan olehlembaga-lembaga fungsional(fungsionaris adat), seperti ImuemMukim, Keuchik, Imuem Meunasah,Imuem Chik, Tuha Peut, Tuha Lapan,Panglima Laot, Keujruen Blang,Peutua Seuneubok, Haria Peukan,Syahbanda dan fungsi-fungsi lainnyadalam bentuk yang lebih kecil.

2) Kelompok lembaga adat formal (semipemerintahan). Kelompok lembaga-lembaga inisesuai dengan sosiologiskehidupan masyarakat dalamkonteks sinkronisasi dengan kebijakan tugas-tugas pemerintahan, makaatas legalisasi pemerintah pusat/daerah dibentuklah lembaga-lembagaadat dengan Surat Keputusan Guber-nur Kepala daerah Istimewa Aceh.

Keberadaan masyarakat hukum adatdan lembaga adat dengan kepekaan dansensitifrtas kearifan lokal yang dimilikinya

Yustisia Edisi84 September- Desember2012

telah menempatkannya menjadi salahsatu altematif dalam mekanisme

penyelesaian berbagai persoalan yangterjadi di masyarakat (Taqwaddin, 2009:32). Lembaga adat yang berkembangdalamkehidupan masyarakatAceh sejakdahulu hingga sekarang mempunyaifungsi dan berperan dalam membina nilai-nilai budaya, norma-norma adat dan aturanuntuk mewujudkan keamanan, keharmoni-sasian, ketertiban, ketentraman, keru-kunan dan kesejahteraan bagimasyarakatAceh sebagai manifestasi untuk mewujudkantujuan-tujuan bersama sesuai dengankeinginan dan kepentingan masyarakatsetempat.

DiIndonesia dan diAceh khususnya,keberadaan hukum adat, masyarakathukum adat beserta dengan lembaga adattelah mendapat pengakuan danpenghormatan dari negara secara resmisebagaimana yang tertuang dalam hukumdasar Negara (grondwet)Republik Indonesia yaitu UUD Negara Republik IndonesiaTahun 1945, tepatnya dalam Pasal 18 Bhasil amandemen dinyatakan sebagaiberikut.

Ayat (1), Negara mengakui danmenghormati satuan-satuan pemerintahandaerah yang bersifat khusus atau bersifatistimewa yang diatur dengan undang-undang.

Ayat (2), Negara mengakui danmenghormati kesatuan-kesatuanmasyarakat hukum adat beserta hak-haktradisionalnya sepanjang masih hidup dansesuai dengan perkembangan masyarakatdan prinsip Negara Kesatuan RepublikIndonesia, yang diatur dalam undang-undang.

Selanjutnya dalam Pasal 28 I ayat(3) UUD 1945 ditegaskan bahwa "Identitasbudaya dan hak masyarakat tradisionaldihormati selaras dengan perkembanganjaman dan peradaban". Dengan demikianjelaslah bahwa Pasal 18 B ayat (1) dan(2), dan Pasal 28 I ayat (3) tersebutmerupakan dasar legitimasi pengakuanmasyarakat hukum adat yang ada didaerah, khususnya di Aceh untukmembentuk lembaga-lembaga daerahsebagai bentuk penjabaran lebih lanjutsemangat konstitusi.

Selain itu, pengaturan mengenaimasyarakat hukum adat dan lembaga adatdiperkuat dengan adanya penjabaran lebih

Eksistensi Masyarakat Hukum Adat dan Lem-... 57

lanjutke dalam beberapa Undang Undang,di antaranya dikeluarkannya UndangUndang Nomor 39 Tahun 1999 tentangHak Asasi Manusia, yang Pasal 6 ayat(1) dan (2) menyatakan sebagai berikut.(1) Dalam rangka penegakan hak asasi

manusia, perbedaan dan kebutuhandalam masyarakat hukum dapathams diperhatikan dan dilindungi olehhukum, masyarakat dan pemerintah.

(2) Identitas budaya masyarakat hukumadat, termasuk hak atas tanah ulayatdilindungi, selaras denganperkembangan zaman.Penjelasan Pasal 6 ayat (1) Undang

Undang Nomor 39 Tahun 1999 (TLN No.3886) menyebutkan bahwa: "Hak adatyang secara nyata masih berlaku dandijunjung tinggi di dalam lingkunganmasyarakat hukum adat harus dihormatidan dilindungidalam rangka perlindungandan penegakan HakAsasi Manusia dalammasyarakat bersangkutan denganmemperhatikan hukum dan peraturanperundang-undangan". Selanjutnya,dalam bagian Penjelasan Pasal 6 ayat (2)dinyatakan bahwa: "Dalam rangkapenegakan Hak Asasi Manusia, identitasbudaya nasional masyarakat hukum adatyang masih secara nyata dipegang teguholeh masyarakat hukum adat setempat,tetap dihormati dan dilindungi sepanjangtidak bertentangan dengan asas-asasnegara hukum yang berintikan keadilandan kesejahteraan masyarakat". Kehadir-an Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999tersebut melengkapi dalam mengukuhkankeberadaan masyarakat hukum adatbeserta kelembagaan adat yang ada diIndonesia, khususnya diAceh.

Dalam konteks khusus kedaerahan

Aceh, dasar hukum pengakuan danpenghormatan masyarakat hukum adatsekaligus pembentukan lembaga adatjuga diatur lebih lanjut dalam UndangUndang Nomor 44 Tahun 1999 tentangPenyelenggaraan Keistimewaan Acehsebagai manifestasi amanat Konstitusi,yang mana dalam Pasal 3 ayat (2) yangmenyebutkan bahwa: "PenyelenggaraanKeistimewaan meliputi penyelenggaraankehidupan beragama; penyelenggaraankehidupan adat; penyelenggaraanpendidikan; dan peran ulama dalampenetapan kebijakan daerah.

Keistimewaan berkait penyelenggaraan kehidupan adat sebagaimanatersebut diatas merupakan dasar hukumbagi Pemerintah Aceh untuk menjabarkanlebih lanjut berbagai hal dalampenyelenggaraan kehidupan adat kedalambentuk berbagai produk hukum daerahberupa Qanun atau Peraturan Daerah(Perda). Melaui Undang Undang Nomor44Tahun 1999 tentang Keistimewaan Acehtersebut, Pemerintah Aceh telah diberiwewenang oleh Pemerintah untukmelakukan dua hal sebagaimana yangdiamanatkan dalam Pasal 6 dan Pasal 7,Bagian Ketiga mengenaiPenyelenggaraanKehidupan Adat menyebutkan bahwasebagai berikut.

Pasal 6: Daerah dapat menetapkanberbagaikebijakandalam upaya pember-dayaan, pelestarian, dan pengembanganadatsertalembagaadatdiwilayahnya yangdijiwai dan sesuai degan syariatIslam.

Pasal 7: Daerah dapat membentuklembagaadatdan mengakuilembagaadatyang sudah ada sesuai dengankedudukannya masing-masing diProvinsi,Kabupaten/Kota, Kecamatan, Kemukiman, Desa atau Gampong.

Dalamrangka memperkuat sekaligusmenindak lanjuti Undang Undang Nomor44 Tahun 1999 tersebut, Pemerintah Acehtelah mengeluarkan Peraturan Daerah(Perda) Nomor 7 Tahun 2000 tentangPenyelenggaraan KehidupanAdat. Selainitu, sebagai bentuk tindak lanjut dankosistensi maka Pemerintah Acehmengeluarkan QanunAceh Nomor9Tahun2008 tentang Pembinaan Kehidupan Adatdan Adat Istiadat, dan Qanun Aceh Nomor10 Tahun 2008 tentang Lembaga Adat.

Keberadaan lembaga-lembaga adatdi Aceh pengaturannya terdapat dalamPasal 98 ayat (3) Undang Undang Nomor11Tahun 2006 tentang PemerintahanAcehmaupun Pasal 2 ayat (2) (PeraturanDaerah) Provinsi Nomor 10 Tahun 2008tentang Lembaga Adat yang menempatkan struktur kelembagaan adat diAceh kedalam beberapa jenis dan hierarki yangsama meliputi: a. Majelis Adat Aceh(MAA); b. imeum mukimatau nama lain;c. imeum chik atau nama lain; d. keuchikatau nama lain; e. tuha peut atau namalain;f. tuhalapan atau nama lain;g. imeummeunasah atau nama lain; h. keujreun

58 Yustisia Edisi 84 September- Desember2012 Eksistensi Masyarakat HukumAdat dan Lem-...

blang atau nama lain; /. panglima laotataunama lain;/ pawangglee atau nama lain;k. peutua seuneubok atau nama lain; /.haria peukan atau nama lain; dan m.syahbanda atau nama lain".

Berdasarkan ketentuan Pasal 98ayat (3) Undang Undang Nomor 11 Tahun2006 maupun berdasarkan Pasal 2 ayat(2) Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 208tentang LembagaAdat, secara strukturaltelah menempatkan Majelis Adat Aceh(MAA) sebagai lembaga adat yangmembawahi lembaga-lembaga adat lainseperti: Imuem mukim; Imuem chik;Keuchik; Tuha peuet; Tuha lapan; Imuemmeunasah;Keujreun blang; Panglima laot;Pawang glee; Peutua seuneubok; Hariapeukan; Syahbanda.

Dalam halpembinaan kehidupan adatdan adat istiadat diAceh dilakukan sesuai

perkembangan keistimewaan dankekhususan Aceh yang berlandaskannilai-nilai syari'at Islam dan dilaksanakanoleh Wali Nanggroe sebagaimana yangdiamanatkan dalam Pasal 99 ayat (1)Undang Undang Nomor 11 Tahun 2006tentang Pemerintahan Aceh.

Kelembagaan Wali Nanggroemerupakan kepemimpinan adat sebagaipemersatu masyarakat yang independen,berwibawa, dan berwenang membina danmengawasi penyeleng-garaan kehidupanlembaga-lembaga adat, adat istiadat, danpemberian gelar/derajat dan upacara-upacara adat lainnya.

Dalam rangka memperkuat kedudukan dan daya berlakunya kelembagaanadat di Aceh, maka melalui UndangUndang Nomor 11 Tahun 2006 tentangPemerintahan Aceh, pemerintah telahmenempatkan gubernur dalam kedudukannya sebagai wakil pemerintah, yangmemiliki tugas dan wewenang meng-koordinasikan lima hal, yang salah satu-nya adalah dalam pembinaan dalampenyelenggaraan kekhususan dan keistimewaan Aceh khususnya di bidang Adatistiadat sebagaimana yang diamanatkanPasal 43 ayat (1).

Dengan demikian, jelaslah bahwakeberadaan (ekesistensi) kelembagaanadat selain telah mendapatkan pengakuandan penghormatan secara yuridis formal,balk dalam skala nasional maupun lokal,juga telah menunjukkan eksistensinyamelalui berbagai kiprah dalam melaksana-

Yustisia Edisi84 September- Desember2012

kan berbagai langkah penataan, pembinaan tata kehidupan masyarakat, termasukdalam menyelesaikan permasalahansosial yang timbul di masyarakat.

3. Tugas, Fungsi dan Wewenang Lembaga-Lembaga Adat di Aceh dalam RangkaPenyelenggaraan Keistimewaan danOtonomi Khusus di Aceh

AmanatPasal 98 ayat (4)Undang-UndangNomor 11 Tahun 2006 pada hakikatnyamenghendaki pengaturan lebih lanjutseputartugas, wewenang, hak dan kewajibanlembagaadat, pemberdayaan adat, dan pembinaankehidupan adat istiadat ke dalam suatu bentukQanun (Peraturan Daerah) Provinsi Aceh.Dalam rangka menindaklanjuti hal tersebut,maka dikeluarkanlah dua Qanun yaitu, QanunAceh Nomor 9 Tahun 2008 tentang PembinaanKehidupan Adat dan Adat Istiadat dan QanunAceh Nomor 10 Tahun 2008 tentang LembagaAdat.

Keberadaan kelembagaan adat di Acehmemilikiperan sangat strategis dan signifikandalam melakukan penataan, penanaman, sertapengawasan terhadap tata prilaku masyarakatmelalui para fungsionaris adat yang terkait(Kumiawan, 2010:59). Lembaga-lembaga adattersebut hakikatnya memilikifungsi dan peransebagai wahana partisipasi masyarakat dalampenyelenggaraan Pemerintahan Aceh danPemerintahan Kabupaten/Kota di bidangkeamanan, ketenteraman, kerukunan, danketertiban masyarakat baik sebagaimana yangdiamanatkan dalam Pasal 98 ayat (1) UndangUndang Nomor 11 Tahun 2006 maupun dalamPasal 2 ayat (1) Qanun Aceh Nomor 10 Tahun2008 tersebut.

Lembaga-lembaga adat yang ada diAcehmemilikisejumlah kewenangan sebagaimanayang diamanatkan Pasal 4 Qanun (PeraturanDaerah Provinsi) Aceh Nomor 10 Tahun 2008tentang Lembaga Adat yaitu:a. menjaga keamanan, ketenteraman,

kerukunan dan ketertiban masyarakat;b. membantu pemerintah dalam pelaksanaan

pembangunan;c. mengembangkan dan mendorong

partisipasi masyarakat;d. menjaga eksistensi nilai-nilai adat dan

adat istiadat yang tidak bertentangandengan syariat Islam;

e. menerapkan ketentuan adat;f. menyelesaikan masalah sosial kemasya-

rakatan;

Eksistensi Masyarakat Hukum Adat dan Lem-... 59

g. mendamaikan sengketa yang timbuldalam masyarakat;

h. menegakkan hukum adat.

Adapun tugas, fungsi dan wewenanglembaga-lembaga adat di Aceh, baiksebagaimana dimaksud Pasal 98 ayat (3)Undang Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentangPemerintahan Aceh maupun dalam Pasal 2ayat (2) Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2008tentang LembagaAdat, adalah sebagai berikut.

a. MajelisAdat Aceh (MAA)Majelis Adat Aceh yang selanjutnya

disebut MAA merupakan sebuah majelispenyelenggara kehidupan adat di Acehyang struktur kelembagaannya sampaitingkat gampong (desa) (Pasal 1 angka10 Qanun Nomor 10 Tahun 2008 tentanglembaga Adat). MAAbertugasmembantuWali Nanggroe dalam membina,mengkoordinir lembaga-lembaga adatsebagaimana yang diamanatkan Pasal 7ayat (1) Qanun Nomor 10 Tahun 2008tentang Lembaga Adat. MAA memilikistruktur berjenjang untuk membina,mengkoordinir lembaga-lembaga adatyang ada di seluruh wilayah Aceh.Pengaturan jenjang struktural kelembagaan MAA diatur dalam Pasal 2 QanunNomor 3 Tahun 2004 tentang Pemben-tukan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja(SOTK) MAA, Pembentukan danKedudukan MAA), yang terdiri atas:1) MAA Propinsi dibentuk oleh gubemur

berkedudukan di ibukota propinsi.2) MAA Kabupaten/Kota dibentuk oleh

bupati/walikota berkedudukan diibukota kabupaten/kota.

3) MAA Perwakilan dibentuk oleh MAAPropinsi berkedudukan di tempatmasyarakat Perwakilan berada.

4) MAA yang dibentuk oleh camat,karena di ibukota kecamatan dalam

Propinsi Nanggroe Aceh Darussalamdapat dibentuk MAA oleh camat.

5) Majelis Adat Mukim dan Gampongdibentuk oleh bupati/walikotaberkedudukan di mukim dan

gampong masing-masing.Selain itu, dalam menjalankan

fungsinya, MAA sebagai lembaga adatyang membawahi lembaga-lembaga adatlainnya di Aceh mempunyai wewenang(Lihat Pasal 3 Qanun Aceh Nomor 3Tahun 2004 tentang Pembentukan,

Susunan Organisasi dan Tata KerjaMajelisAdat Aceh,):1) mengkaji dan menyusun rencana

penyelenggaraan kehidupan adat;2) membentuk dan mengukuhkan

lembaga adat;3) menyampaikan saran dan pendapat

kepada Pemerintahan dalam kaitanpenyelenggaraan kehidupan adatdiminta maupun tidak diminta.

Dalam upaya memberdayakankembali sendi-sendi hukum adat dalamurusanpemerintahan, maka lembagaadatkhususnya MAA mempunyai fungsisebagaimana telah diamanatkan dalamPasal 5 Qanun Nomor 3 Tahun 2004:

1) meningkatkan pemeliharaan, pembinaan dan menyebarluaskan adatistiadat dan hukum adat dalam

masyarakat sebagai bagian yangtidak terpisahkan dari adat di Indonesia;

2) meningkatkan kemampuan tokohadat yang profesional sesuai dengankeadaan dan kebutuhan masyarakatdi daerah;

3) meningkatkan penyebarluasan adatAceh ke dalam masyarakat melaluikeureja udep dan keureja mate,penampilan kreativitas, dan mediamassa;

4) menyelenggarakan pembinaan danpengembangan fungsi PeradilanAdatGampong dan peradilan Adat Mukim;

5) mengawasi penyelenggaraan adatistiadat dan hukum adat supaya tetapsesuai dengan Syariat Islam;

6) peningkatan kerja sama denganberbagai pihak, perorangan maupunbadan-badan yang ada kaitannyadengan masalah adatAceh khususnya, baik di dalam maupun di luarnegeri, sejauh tidak bertentangandengan agama, adat istiadat danperundang-undangan yang berlaku;

7) menyusun risalah-risalah untukmenjadi pedoman tentang adat;

8) ikut serta dalam setiap penyelenggaraan Pekan Kebudayaan AcehProvinsi dan Kabupaten/Kota;

(9) mengusahakan perwujudan maksuddan makna falsafah hidup dalammasyarakat sesuai dengan "AdatBak Poteumeureuhom, Hukom Bak

60 Yustisia Edisi 84 September- Desember2012 Eksistensi Masyarakat Hukum Adat dan Lem-...

Syiah Kuala, Qanun Bak PutroPhang, Reusam Bak Laksama".

b. Imeum Mukim atau Nama Lain

Imeum Mukim adalah kesatuan

masyarakat hukum di bawah kecamatanyang terdiri atas gabungan beberapagampong yang mempunyai batas wilayahtertentu yang dipimpin oleh Imeum mukimatau nama lain dan berkedudukan

langsung di bawah camat (Pasal 1 angka13 Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2008

tentang Lembaga Adat). Imeum Mukimatau nama lain memiliki tugas: 1)melakukan pembinaan masyarakat; 2)melaksanakan kegiatan adat istiadat; 3)menyelesaikan sengketa; 4) membantupeningkatan pelaksanaan syariat Islam;5) membantu penyelenggaraan pemerintahan; dan f) membantu pelaksanaanpembangunan (Pasal 8 Qanun AcehNomor 10 Tahun 2008).

c. Imeum Chik atau Nama Lain

Berdasarkan rumusan Pasal 1

angka 16, Qanun Aceh Nomor 10Tahun 2008 tentang Lembaga Adat,Imeum Chik atau nama lain adalah

imeum masjid pada tingkat mukim yangmemimpin kegiatan-kegiatan masyarakatdi mukim yang berkaitan bidang agamaIslam dan pelaksanaan syari'at Islam.Adapun tugas Imeum Chik atau namalain sesuai amanat Pasal 11 Qanun Aceh

Nomor 10 Tahun 2008 ialah a) mengkoor-dinasikan pelaksanaan keagamaan danpeningkatan peribadatan serta pelaksanaan Syari'at Islam dalam kehidupanmasyarakat; b) mengurus, menyeleng-garakan dan memimpin seluruh kegiatanyang berkenaan dengan pemeliharaan danpemakmuran masjid; dan c) menjaga danmemelihara nilai-nilai adat, agar tidakbertentangan dengan Syari'at Islam.

d. Keuchik atau Nama Lain

Keuchik atau nama lain adalah

kepala persekutuan masyarakat adatgampong yang bertugas menyelengga-rakan pemerintahan gampong, melestari-kan adat istiadat dan hukum adat, sertamenjaga keamanan, kerukunan, ketentra-man dan ketertiban masyarakat (Pasal 1angka 17 Qanun Aceh Nomor 10 Tahun2008). Adapun tugas Keuchikatau namalain adalah: a) membina kehidupanberagama dan pelaksanaan Syari'at Islamdalam masyarakat; b) menjaga danmemelihara adat dan adat istiadat yang

Yustisia Edisi84 September- Desember2012

hidup dan berkembang dalam masyarakat;c) memimpin penyelenggaraan pemerintahan gampong; d) menggerakkan danmendorong partisipasi masyarakat dalammembangun gampong; e) membina danmemajukan perekonomian masyarakat; f)memelihara kelestarian fungsi lingkunganhidup; g) memelihara keamanan, keten-traman dan ketertiban serta mencegahmunculnya perbuatan maksiat dalammasyarakat; h) mengajukan rancanganqanun gampong kepada Tuha PeutGampong atau nama lainuntuk mendapat-kan persetujuan; i)mengajukan rancangananggaran pendapatan belanja gampongkepada tuha peutgampong atau nama lainuntuk mendapatkan perse-tujuan; j)memimpin dan menyelesaikan masalahsosial kemasyarakatan; dan k) menjadipendamai terhadap perselisihan antarpenduduk dalam gampong (Pasal 15 ayat(1) Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2008).

e. Tuha Peutatau Nama Lain

Istilah Tuha Peut terdapat padadua level pemerintahan di Aceh, yaituTuha Peut Gampong (level desa) danTuha Peut Mukim (level kecamatan).Berdasarkan rumusan Pasal 1 angka 18dan 19 Qanun Aceh Nomor 10 Tahun

2008 tentang Lembaga Adat, TuhaPeutatau nama lain adalah unsur pemerintahangampong yang berfungsi sebagai badanpermusyawaratan gampong". SementarauTuha PeutMukim atau nama lain adalah

alat kelengkapan mukim yang berfungsimemberi pertimbangan kepada imeummukim". TuhaPeut Gampong atau namalain memilikitugas yang tak kalah penting-nya dengan para fungsionaris adat lainnya,yaitu a) membahas dan menyetujui anggaran pendapatan dan belanja gampongatau nama lain;b) membahas dan menyetujui qanun gampong atau nama lain; c)mengawasi pelaksanaan pemerintahangampong atau nama lain; d) menampungdan menyalurkan aspirasi masyarakatdalam penyelenggaraan pemerintahan danpembangunan gampong atau nama lain;e) merumuskan kebijakan gampong ataunama lain bersama Keuchik atau namalain; f) memberi nasehat dan pendapatkepada Keuchik atau nama lain baikdiminta maupun tidak diminta; dan g)menyelesaikan sengketa yang timbuldalam masyarakat bersama pemangkuadat (Pasal 18 Qanun Aceh Nomor 10Tahun 2008).

Eksistensi Masyarakat Hukum Adat dan Lem-... 61

f. TuhaLapanatau Nama LainTuha Lapan atau nama lain adalah

lembaga adat pada tingkat mukim dangampong yang berfungsi membantuimeum mukim dan keuchik atau nama

lain (Pasal 1 angka 20 Qanun AcehNomor 10 Tahun 2008 tentangLembaga Adat). Ketentuan Tuha Lapanatau nama laindiaturdalam Pasal 21 ayat(1) Qanun Nomor 10 Tahun 2008, yangmenyebutkan bahwa "Pada tingkatGampong atau nama lain dan MukimdapatdibentukTuha Lapan atau nama lainsesuai kebutuhan dan perkembanganmasyarakat". Tuha Lapanatau nama laindipilih melalui musyawarah Gampong ataunama lain atau musyawarah mukim (ayat2). Tuha Lapan atau nama lainberanggotakan unsur Tuha Peut ataunama lain dan beberapa orang mewakiHbidang keahlian sesuai dengan kebutuhanGampong atau nama lain atau Mukim(ayat (3). Adapun pengangkatan danpemberhentian Tuha Lapanatau nama lamserta tugas dan fungsinya ditetapkandalam musyawarah gampongatau namalain atau mukim (ayat 4).

g. ImeumMeunasah atau Nama LainImeum Meunasah atau nama lain

adalah orang yang memimpin kegiatan-kegiatan masyarakat di gampong yangberkenaan dengan bidang agama Islam,pelaksanaan, dan penegakan syari'at Islam (Pasal 1 angka 21 Qanun AcehNomor 10 Tahun 2008 tentangLembaga Adat). Imeum Meunasah ataunama lain mempunyai tugas: a)memimpin, mengkoordinasikan kegiatanperibadatan, pendidikan serta pelaksanaan Syari'at Islam dalam kehidupanmasyarakat; b) mengurus, menyeleng-garakan dan memimpin seluruh kegiatanyang berkenaan dengan pemetiharaan danpemakmuran meunasah atau nama lain;c) memberi nasehatdan pendapatkepadaKeuchik atau nama lain baik diminta

maupun tidak diminta; d) menyelesaikansengketa yang timbul dalam masyarakatbersama pemangku adat; dan e). menjagadan memelihara nilai-nilaiadat, agar tidakbertentangan dengan Syari'at Islam (Pasal23 Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2008).

h. Keujruen Blang atau Nama LainKeujruen Blang atau nama lain

adalah orang yang memimpin danmengatur kegiatan di bidang usaha

persawahan (Pasal 1 angka 22 QanunAceh Nomor 10 Tahun 2008 tentangLembaga Adat). Keujruen Blang ataunama lain mempunyai tugas : a)menentukan dan mengkoordinasikan tatacara turun ke sawah; b) mengaturpembagian air ke sawah petani; c)membantu pemerintah dalam bidangpertanian; d)mengkoordinasikan khanduriatau upacara lainnya yang berkaitandengan adat dalam usaha pertaniansawah; e) memberi teguran atau sanksikepada petani yang melanggar aturan-aturan adatmeugoe (bersawah) atau tidakmelaksanakan kewajiban lain dalamsistem pelaksanaan pertanian sawahsecara adat; dan f) menyelesaikansengketa antar petani yang berkaitandengan pelaksanaan usaha pertaniansawah (Pasal 25 Qanun Aceh Nomor 10Tahun 2008).

/. Panglima Laotatau Nama LainPanglima Laotatau nama lain adalah

orang yang memimpindan mengatur adatistiadat di bidang pesisir dan kelautan(Pasal 1 angka 23 Qanun Aceh Nomor10 Tahun 2008 tentang LembagaAdat).

Dalam Pasal 27 ayat (1) QanunAcehNomor 10Tahun 2008 disebutkan bahwalembaga Adat Panglima Laot atau namalain terdiri atas tiga macam, yaitu:1) Panglima Laot Lhokatau nama lain;2) Panglima Laot kabupaten/kota atau

nama lain; dan

3) Panglima LaotAceh atau nama lain.

PanglimaLaotLhokatau nama lain,dipilih oleh pawang-pawangboatlhokataunama lain masing-masing melalui musyawarah (Pasal 27 ayat 2). SelanjutnyaPanglima LaotKab/Kota atau nama laindipilih dalam musyawarah Panglima LaotLhok atau nama lain (Pasal 27 ayat 3).Kemudian Panglima LaotAceh atau namalain dipilih dalam musyawarah panglimalaot kab/kota atau nama lain setiap 6(enam) tahun sekali (Pasal 27 ayat 4).Panglima La'ot atau nama lain dalammelaksanakan tugas dan fungsinyaberwenang (Pasal 28 ayat 1, QanunAcehNomor 10 Tahun 2008):(1) menentukan tata tertib penangkapan

ikan atau meupayang termasukmenentukan bagi hasil dan hari-haripantang melaut;

62 Yustisia Edisi84 September- Desember2012 Eksistensi Masyarakat HukumAdat dan Lem-...

(2) menyelesaikan sengketa adat danperselisihan yang terjadi di kalangannelayan;

(3) menyelesaikan sengketa adat yangterjadiantar Panglima LaotLhokataunama lain; dan

(4) mengkoordinasikan pelaksanaanhukum adatlaot, peningkatan sumberdaya dan advokasi kebijakan bidangkelautan dan perikanan untukpeningkatan kesejahteraan nelayan.

Selain itu,sebagai salah satu perangkatdan fungsionaris adat diAcehPanglimaLaotatau nama lainmemiliki tugas (Pasal28 ayat (2)Qanun Nomor10Tahun2008):(1) melaksanakan, memelihara dan

mengawasi pelaksanaan adat istiadatdan hukum adat laot;

(2) membantu Pemerintah dalam bidangperikanan dan kelautan;

(3) menyelesaikan sengketa danperselisihan yang terjadi diantaranelayan sesuai dengan ketentuanhukum adat laot;

(4) menjaga dan melestarikan fungsilingkungan kawasan pesisirdan laut;

(5) memperjuangkan peningkatan tarafhidup masyarakat nelayan; dan

(6) mencegah terjadinya penangkapanikan secara illegal.

Panglima Laot Kabupaten/Kotasebagaimana disebutkan Pasal 28 ayat(3) memiliki tugas: (1) melaksanakantugas-tugas sebagaimana dimaksud padaayat (2) yang bersifat lintas lhok atau namalain; dan (2) menyelesaikan sengketaantar Panglima Laot lhokatau nama lain.

Panglima Laot sebagai salah satuprangkat dan fungsionaris adat di Aceh,memiliki fungsi (Pasal 28 ayat (5) QanunNomor 10 Tahun 2008).:(1) Panglima Laot lhok atau nama lain

dan Panglima Laot kab/kota ataunama lain sebagai ketua adat bagimasyarakat nelayan;

(2) Panglima Laot lhok atau nama laindan Panglima Laot kab/kota ataunama lain, sebagai penghubung antara pemerintah dan masyarakatnelayan; dan

(3) mitra Pemerintah dalam menyuk-seskan program pembangunanperikanan dan kelautan.

Yustisia Edisi84 September- Desember2012

j. Pawang G/eedan/atau Pawang UteenatauNama Lain

Pawang G/eedan/atau Pawang Uteunatau nama lain adalah orang yangmemimpin dan mengatur adat-istiadatyang berkenaan dengan pengelolaan danpelestarian lingkungan hutan (Pasal 1angka 27 Qanun Aceh Nomor 10 Tahun2008 tentang Lembaga Adat). Lembagaadat Pawang Glee atau nama lain dipiliholeh masyarakat kawasan hutan. Adapuntata cara pemilihan dan persyaratanPawang Glee atau nama lain ditetapkanmelalui musyawarah masyarakatkawasan hutan setiap 6 (enam) tahunsekali sebagaimana disebut dalam Pasal30 ayat (1) dan ayat (2). Pawang Gleeatau nama lain memiliki tugas : a)memimpin dan mengatur adat-istiadatyang berkenaan dengan pengelolaan danpelestarian lingkungan hutan; b)membantu pemerintah dalam pengelolaanhutan; c) menegakkan hukum adattentang hutan; d) mengkoordinirpelaksanaan upacara adat yang berkaitandengan hutan; dan e) menyelesaikansengketa antara warga masyarakatdalampemanfaatan hutan tugas (Pasal 31 QanunAceh Nomor 10 Tahun 2008).

k. Peutua Seuneubok atau Nama Lain

Peutua Seuneubok atau nama lain

adalah orang yang memimpin danmengatur keten tuan adat tentangpembukaan dan penggunaan lahan untukperladangan/perkebunan (Pasal 1 angka24 Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2008

tentang Lembaga Adat). PeutuaSeuneubok atau nama lain dipilih olehmasyarakat kawasan Seuneubok ataunama lain. Adapun tata cara pemilihandan persyaratan Peutua Seuneubok ataunama lainditetapkan melalui musyawarahmasyarakat kawasan Seuneubok ataunama lain sebagaimana diamanatkanPasal 32 ayat (1) dan ayat (2) Qanun ini.Petua Seuneubokatau nama lain memiliki

tugas (Pasal 33 Qanun Aceh Nomor 10Tahun 2008): a) mengatur dan membagitanah lahan garapan dalam kawasanSeuneubokatau nama lain; b) membantutugas pemerintah bidang perkebunan dankehutanan; c) mengurus dan mengawasipelaksanaan upacara adat dalam wilayahSeuneubok atau nama lain; d)menyelesaikan sengketa yang terjadidalam wilayahSeuneubokatau nama lain;

Eksistensi Masyarakat HukumAdat dan Lem-... 63

dan e) melaksanakan dan menjagahukum adat dalam wilayah Seuneubokatau nama lain.

/. Haria Peukan atau Nama Lain

Haria Peukan atau nama lain adalahorang yang mengatur ketentuan adattentang tata pasar, ketertiban, keamanan,dan kebersihan pasar, sertamelaksanakan tugas-tugas perbantuan(Pasal 1 angka 25 Qanun Aceh Nomor10 Tahun 2008 tentang LembagaAdat).Haria Peukan atau nama lain dapatdibentuk untuk pasar-pasar tradisional(Pasal 34 ayat (1)). Pembentukan HariaPeukan atau nama lain tersebutdilakukanuntuk pasar-pasar tradisional yang belumada petugas Pemerintah (ayat 2). Adapunmenyangkut pembentukan danpengangkatan HariaPeukan atau namalain dilakukan oleh Camat setelah

berkonsultasi dengan tokoh-tokohpedagang dan Keuchik atau nama lainsetempat (ayat 4). Haria Peukan ataunama lain bertugas: a) membantupemerintah dalam mengatur tata pasar,ketertiban, keamanan, dan melaksanakantugas-tugas perbantuan; b) menegakkanadat dan hukum adat dalam pelaksanaanberbagai aktifitas peukan; c). menjagakebersihan peukan atau nama lain; dand). menyelesaikan sengketa yang terjadidi peukan atau nama lain (Pasal 36,Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2008).

m. Syahbanda atau Nama LainSyahbanda atau nama lain adalah

orang yang memimpin dan mengaturketentuan adat tentang tambatan kapal/perahu, lalu lintas keluar dan masukkapal/perahu di laut, danau dan sungaiyang tidak dikelola oleh Pemerintah (Pasal1 angka 26, Qanun Aceh Nomor 10Tahun 2008 tentang Lembaga Adat).Ketentuan lembaga adat Syahbanda ataunama lain diatur dalam Pasal 38, Pasl 39dan Pasal 40 Qanun Nomor 10 Tahun

2008. Lembaga adat Syahbanda ataunama lain dapat dibentuk untuk pelabuhanrakyat. Pembentukan Syahbanda ataunama lain dilakukan untuk pelabuhan-pelabuhan rakyat yang belum ada petugasPemerintah. Dalam hal Syahbanda ataunama lain telah dibentuk, maka petugasPemerintah yang ditunjuk hams beker-jasama dengan Syahbanda atau namalain. Pembentukan dan pengangkatanSyahbanda atau nama lain dilakukan oleh

Bupati/Walikota atas usulPanglima Laotatau nama lain dan tokoh-tokohmasyarakat setempat setiap 6 (enam)tahun sekali. Syahbanda atau nama lainmemiliki tugas (Pasal 40, Qanun AcehNomor 10 Tahun 2008): a) mengelolapemanfaatan pelabuhan rakyat; b)menjagaketertiban, keamanan diwilayahpelabuhan rakyat; c) menyelesaikansengketayangterjadi diwilayah pelabuhanrakyat; dan d) mengatur hak dankewajiban yang berkaitan denganpemanfaatan pelabuhan.

D. SimpulanBerdasarkan hasil kajian tersebutdi atas dapat

disimpulkan bahwa sebagai berikut.1. Keberadaan (eksistensi) masyarakat hukum

adat dan kelembagaan adat yang ada diAcehtelah menunjukkan kiprahnya dalam tatakehidupan masyarakat diAceh. Hal tersebutdisebabkan oleh karena masyarakat hukum diAceh telah memenuhi syarat-syaratmasyarakat hukum adat (rechtgemeinschaap)sebagaimana sering dikemukakan oleh paraahli maupun dalam peraturan perundang-undangan, khususnya pada bagian PenjelasanPasal 67 Undang-Undang Nomor 41 Tahun1999 tentang Kehutanan.

2. Keberadaan lembaga-lembaga adat di Acehsebagaimana disebut dalam Pasal 98 ayat (3)Undang Undang Nomor 11Tahun 2006 tentangPemerintahan Aceh dan Pasal 2 ayat (2)(Peraturan Daerah) Provinsi Nomor 10 Tahun2008 tentang Lembaga Adat, hakikatnyamemiliki fungsi dan peran sebagai wahanapartisipasi masyarakatdalam penyelenggaraanPemerintahan Aceh dan pemerintahanKabupaten/Kota di bidang keamanan,ketenteraman, kerukunan, dan ketertibanmasyarakat. Selain itu, lembaga-lembaga adattersebut juga memiliki sejumlah kewenangansebagaimana yang diamanatkan Pasal 4Qanun (Peraturan Daerah Provinsi)Aceh Nomor10 Tahun 2008 tentang Lembaga Adat yaitu:a. menjaga keamanan, ketenteraman,kerukunan dan ketertiban masyarakat; b.membantu pemerintah dalam pelaksanaanpembangunan; c. mengembangkan danmendorong partisipasi masyarakat; d. menjagaeksistensi nilai-nilai adat dan adat istiadat yangtidak bertentangan dengan syariat Islam; e.menerapkan ketentuan adat; f).menyelesaikanmasalah sosial kemasyarakatan; g.mendamaikan sengketa yang ttmbul dalammasyarakat; h). menegakkan hukum adat.

64 Yustisia Edisi84 September- Desember2012 Eksistensi Masyarakat HukumAdat dan Lem-...

Dafftar Pustaka

Anonim. 2012. Undang UndangDasarNegaraRepublik Indonesia Tahun 1945

. 1999. Undang UndangNomor39 Tahun 1999tentangHakAsasiManusia

. 2000. Undang UndangNomor41 Tahun 1999tentangKehutanan

.2000. Undang Undang Nomor44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan KeistimewaanAceh

.2002. Undang Undang Nomor32 Tahun 2004 tentang PemerintahDaerah

.2006. Undang-undang Nomor 11Tahun 2006 tentangPemerintahanAceh

.2000.Peraturan Daerah Nomor2 Tahun 1990tentang Pembinaan danPengembanganAdatIstiadat,Keblasaan-kebiasaan Masyarakatbeserta LembagaAdat di ProvinsiDaerah IstimewaAceh

.2001.Peraturan Daerah Nomor7 Tahun 2000tentang Penyelenggaraan KehidupanAdat

.2005. Qanun Aceh Nomor3 Tahun 2004 tentangPembentukan, Susunan Organisasidan TataKerja (SOTK) MajelisAdatAceh (MAA). QanunAceh Nomor3 Tahun 2009 tentangTata CaraPemilihandan Pemberhentian Imum Mukim

.2008. QanunAceh Nomor9 Tahun 2008 tentang Pembinanaan KehidupanAdatdan Adat Istiadat

.2009. Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2008 tentang Lembaga Adat

. 1999. Keputusan Kongres MasyarakatAdat NusantaraNo. 01/KMAN/1999

Azmi Siradjudin, 2004, April. Pengakuan Masyarakat Adat dalam Instrumen Hukum Nasional. http-JJwww.vmp.or.id

Ali Hasymy. 1989. "Kebudayaan Aceh Pada HakikatnyaKebudayaan Islam".Makaiah. Disampaikan padaSeminar Sejarah dan Kebudayaan Aceh Selatan diTapaktuan, 15-16 Mai 1989.

Ali Muhammad Rusydi. 2003. Revitalisasi Syari'at Islam diAceh: Problem, Solusi, dan Implementasi.Jakarta: Logos Wacana llmu

Bambang Sunggono. 1998. MetodoPenelitian Hukum. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Badruzzaman. 2007. Membangun Keistimewaan Aceh dari Sisi Adat Budaya (MAA: Historis danSosiologisnya. Banda Aceh: MajelisAdat Aceh (MAA)

Hakim Nyak Pha dan Rusdi Sufi (ed). 2000. Adat dan BudayaAceh. Balai Kajian Sejarah dan NilaiTradisional. Banda Aceh: FakuKas Hukum Universitas Syiah Kuala

. 2001. "Pelaksanaan Syari'at Islam dan HukumAdat diAceh" Makaiah. Disampaikanpada Lokakarya sehari Pelaksanaan Syari'at Islam di Daerah Istimewa Aceh, 29 Januari 2001.

. 2008. Pedoman Umum AdatAceh. Edisi 1. Banda Aceh: Fakultas Hukum Univer

sitas Syiah Kuala

Hardi. 1992. Daerah IstimewaAceh: LatarBelakangPolitik dan Masa Depannya. Jakarta: t.p.

Husni BahriTob. 2003. "Penyelenggaraan Pemerintahan Mukim Berdasarkan Qanun Nomor 4 Tahun 2003"Makaiah. Disampaikan pada Pelatihan Imeum Mukim di BandaAceh, 12 Agustus.

Kaoy Syah dan Lukman Hakiem. 2000. Aceh dalam Lintasan Sejarah. Jakarta: Pengurus Besar Al-Jami'iyatul Washliyah

Kumiawan. 2010. "Pengakuan dan Jaminan PertindunganKonstitusional Terhadap Keberadaan MasyarakatHukum Adat (Suatu Telaah terhadap Hak Masyarakat Hukum adat atas pengelolaan Tanah danSumber Daya Hutan di NanggroeAceh Darussalam)". JurnalMONDIAL FakultasHukumUniversitasSyiah Kuala. Darussalam - Banda Aceh. Vol.12. No.21. Edisi Januari - Juni 2010.

MasriSingarimbun.et.al. 1985. Aceh diMataKohnialis, Terjemahan dari 77)eAc/ie/meseSnouckHugronje.Jakarta: Yayasan Soko Guru

Yustisia Edisi84 September- Desember2012 Eksistensi Masyarakat Hukum Adat dan Lem-... 65

Mahdi Syahbandir. 1995. "Eksistensi dan Peranan Imuem Mukim dalam Pelaksanaan Pemerintahan Desadi Kabupaten Tingkat II AcehBesar" Tesis. Bandung: Program Pascasarjana UNPAD

Moehammad Hoesin. 1970. AdatAtleh. BandaAceh: Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi DaerahIstimewa Aceh

Peter Mahmud Marzuki. 2007. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Rony Hanitijo Soemitro. 1983. Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Jakarta: Ghalia Indonesia

Rusdi Sufi. 2002. Struktur Pemerintahan Desa/Gampong diAceh Dulu dan Sekarang. BandaAceh: LAKAProvinsi Nanggroe Aceh Darussalam

Soerjono Soekanto. 1983. Hukum AdatIndonesia. Jakarta: Raja Grafindo Indonesia

Sandra Moniaga. 2002. "Hak-hak Masyarakat Adat dan Masalah Kelestarian Lingkungan Hidup". JumalWacana HAM. Jakarta. No. 10/Tahun 11/12Juni 2002

Sanusi M. Syarif. 2005. Gampong dan Mukim di Aceh Menuju Rekonstruksi Pasca Tsunami. BogonPustaka Latin

T Djuned. 1977. Penyelesaian Sengketa Menurut Hukum AdatAceh. Jakarta: Departemen Pendidikandan Kebudayaan. Direktorat Jendral Kebudayaan. Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisionil BandaAceh

2003. "Kesiapan Sumberdaya Mukim dalam Mengemban Amanat UU No. 18 Tahun2001 (Otonomi Khusus NAD)" Makaiah. Disampaikan pada Diskusi Multipihak tentang LembagaMukim Dulu, Sekarang, dan MasaAkan Datang, diselenggarakan olehLSM PUGAR, Banda Aceh,3Mei

-.2003. "Pemerintahan Mukim Masa Kini" Laporan Penelitian. BandaAceh; Pusat StudiHukum Adat Universitas Syiah Kuala, Darussalam, Banda Aceh

Taqwaddin. 2009. "Kewenangan Mukim dalam Pengelolaan SumberdayaAlam"Jumal Itmu Hukum KANUN.Nomor 48. Edisi Desember 2009. Banda Aceh: Fakultas HukumUniversitas Syiah Kuala

. 2009. "Mukim sebagai Pengembang Hukum AdatAceh" Makaiah. Disampaikan padaacara Workshop Penguatan Institusi Lembaga Adat Melalui Pendokumentasian Hukum Adat,diselenggarakan oleh Jaringan Komunitas MasyarakatAdat(JKMA)AcehdanGenAsist di KecamatanLhoong Kabupaten Aceh Besar, 11 Februari

2009. "Gampong sebagai Basis Perdamaian" Makaiah. Disampaikan pada LokakaryaPerumusan Metoda Penerapan Nilai-nilai Kearifan Lokal untuk Mewujudkan Perdamaian BerkelanjutandiAceh, diselenggarakan oleh Kabupaten Aceh Besar, 11 Februari 2009.

. 2008. "Penyelesaian Perkara Secara Adat Aceh" Paper. Banda Aceh: Fakultas HukumUniversitas Syiah Kuala.

.2009. "Penguasaan HutanAdatoteh Masyarakat Hukum Adat (Mukim) di ProvinsiAceh" Disertasi.Medan: Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Van'tVeer Paul. 1977. Perang Belanda diAceh (terjemahanoIehAboebakar). BandaAceh: Dinas Pendidikandan Kebudayaan

Yance Arizona. 2008, Juni. Jaminan Hukum Masyarakat Adat. http://www.huma.or.id.

Zainuddin. 1961. TarichAtheh dan Nusantara. Medan: Pustaka Iskandar Muda.

66 Yustisia Edisi84 September-Desember2012 Eksistensi Masyarakat Hukum Adatdan Lem-...