Dis to CIA
-
Upload
ahmadzamzami -
Category
Documents
-
view
1.866 -
download
6
Transcript of Dis to CIA
ASUHAN KEPERAWATAN
MASALAH KEKUATAN SAAT MELAHIRKAN,
MASALAH DENGAN FETUS, DAN
MASALAH DENGAN PELVIS
Diajukan untuk memenuhi tugas MK : Kep. Maternitas II
dosen Pengampu : Umi Aniroh, Skep, Ns
Oleh :
Mathilda Olivia P.
Nur Hariani
Rita Ika S.
Welling Khairullah
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
NGUDI WALUYO UNGARAN
2007
BAB I
PENDAHULUAN
A LATAR BELAKANG
Persalinan yang normal (eutocia) ialah persalinan dengan presentasi belakang
kepala yang berlangsung spontan di dalam 24 jam, tanpa menimbulkan kerusakan
yang berlebih pada ibu dan anak
Kelancaran persalinan tergantung 3 faktor P utama: Kekuatan ibu (power),
keadaan jalan lahir (passage), dan keadaan janin (passanger). Dengan adanya
keseimbangan / kesesuaian antara faktor-faktor "P" tersebut, persalinan normal
diharapkan dapat berlangsung. Bila ada gangguan pada satu atau lebih faktor P ini,
dapat terjadi kelambatan atau gangguan pada jalannya persalinan. Kelambatan atau
kesulitan persalinan ini disebut distosia. Distosia berpengaruh buruk bagi ibu maupun
janin.
Istilah distocia atau persalinan yang sulit kita pergunakan kalau tidak ada
kemajuan dari persalinan.
Sebab-sebab distocia dapat dibagi dalam tiga golongan:
1. Distocia karena kekuatan yang mendorong anak keluar kurang kuat
2. Distocia karena kelainan letak atau kelainan anak
3. Distocia karena kelainan jalan lahir
B TUJUAN
1. Tujuan umum:
Dapat memberikan asuhan keperawatan pada ibu dengan distocia (kelainan
kekuatan, kelainan letak, kelainan jalan lahir).
2. Tujuan khusus
a. Dapat menjelaskan definisi tentang distocia
b. Dapat menyebutkan macam-macam distocia
c. Dapat menentukan diagnosa keperawatan
d. Dapat memberikan asuhan keperawatan ibu dengan
distocia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DISTOSIA
A. DEFINISI
Distosia adalah kesulitan dalam jalannya persalinan . Distosia karena kelainan
tenaga (his) adalah his yang tidak normal, baik kekuatan maupun maupun sifatnya,
sehingga menghambat kelancaran persalinan. His normal yaitu :
1. Tonus otot rahim di luar his tidak seberapa tinggi lalu meningkat pada waktu his.
Pada kala pembukaan serviks ada dua fase yang digambarkan pada servikogram
menurut Friedman yaitu :
Fase laten
Fase aktif
2. Kontraksi otot rahim dimulai pada salah satu tanduk rahim, sebelah kanan atau
sebelah kiri, lalu menjalar ke seluruh otot rahim.
3. Fundus uteri berkontraksi lebih dulu (fundal dominan) lebih lama dari bagian-
bagian lain. Bagian tengah berkontraksi lebih lambat, singkat an tidak sekuat
fundus uteri. Bagian bawah (segmen bawah rahim) dan serviks tetap pasif atau
hanya berkontraksi sangat lemah.
4. Sifat-sifat his: lamanya, kuatnya, teraturnya, seringnya atau relaksasinya serta
sakitnya. (Hanifah Winkjosastro, 2005:587)
B. ETIOLOGI
Kelainan his terutama ditemukan pada prigmigrafida tua. Pada multipara lebih
banyak ditemukan kelainan yang bersifat inersia uteri. Faktor herrediter mungkin
memegang peranan pula dalam kelainan his. Sampai seberapa jauh factor
emosi(ketakutan dan lain-lain) mempengaruhi kelainan his. Belum ada persesuaian
paham antara para ahli. Satu sebab yang penting dalam kelainan his, khususnya
inersia uteri, ialah apabila bagian bawah janin tidak berhubungan rapat dengan
segmen bawah uterus seperti misalnya paqda kelainan letak janin atau pada
disproporsi sevalopelvik. Peregangan rahim yang berlebihan pada kehamilan ganda
maupun hidramnion juga dapat nerupakan penyebab dari inersia uteri yang murni.
Akhirnya gangguan dalam pembentukan uterus pada masa embrional, misalnya uterus
bikornis unikollis, dapat pula mengakibatkan kelainan his. Akan tetapi pada sebagian
besar kasus, kurang lebih separuhnya penyebab inersia uteri ini tidak diketahui.
Perubahan-perubahan akibat his
1. Pada uterus dan servik : uterus terasa keras/ padat karena kontraksi. Tekanan
hidrostatis ketuban dan tekanan intra uterin naik serta menyebabkan servik
menjadi pendatar dan terbuka (dilatasi)
2. Pada ibu : rasa nyeri karena iskemi rahimdan kontraksi rahim. Juga ada kenaikan
nadi dan tekanan darah
3. Pada janin : denyut jantung janin melambat dan kurang jelas didengar karena
adanya iskemik fisiologis. Jika benar-benar terjadi hipoksia yang agak lama,
misalnya pada kontraksi titanie, maka terjadi gawat janin atfiksia dengan denyut
jantung janin diatas 160/menit, tidak teratur.
Pembagian –pembagian dan sifat-sifatnya :
1. His pendahuluan
His tidak kuat atau tidak teratur
Menyebabkan show
2. His pembukaan (kala I)
His pembukaan ervik sampai terjadi lengkap 10 cm
Mulai kuat, teratur dan sakit
3. His pengeluaran (kala II)
Sangat kuat, teratur, simetris, terkoordinasi, sangat lama
His untuk mengeluarkan janin, koordinasi bersama antara : his kontraksi
otot perut, kontraksi diafragma dan ligamen
4. His pelepasan uri (kala III)
Kontraksi sedang untuk pelepasan dan melahirkan plasenta
5. His pengiring (kala IV)
Kontraksi lemah, masih sedikit nyeri, pengecilan rahim dalam beberapa
jam atau hari. (Bagian Obstetri dan Ginekologi, 2002)
C. JENIS-JENIS KELAINAN HIS
1. Inersia Uteri
His bersifat biasa, dalam arti bahwa fun dus berkontraksi lebih kuat dari
bagian-bagian lainnya, kelainan terletak dalam hal bahwa kontraksi uterus lebih
aman, singkat dan jarang dari biasa. Keadaan umum penderita baik, rasa nyeri
tidak kuat. Selama ketuban masih utuh tidak membahayakan vagi ibu dan janin,
kecuali jika persalinan berlangsung lama.
Inersia uteri hipotonik . Adalah kelainan his dengan kekuatan yang lemah /
tidak adekuat untuk melakukan pembukaan serviks atau mendorong anak keluar.
Di sini kekuatan his lemah dan frekuensinya jarang. Sering dijumpai pada
penderita dengan keadaan umum kurang baik seperti anemia, uterus yang terlalu
teregang misalnya akibat hidramnion atau kehamilan kembar atau makrosomia,
grandemultipara atau primipara, serta pada penderita dengan keadaan emosi
kurang baik..Dapat terjadi pada kala pembukaan serviks, fase latin atau fase aktif,
maupun pada kala pengeluaran.
Inersia uteri hipertonik . Adalah kelainan his dengan kekuatan cukup besar
(kadang sampai melebihi normal) namun tidak ada koordinasi kontraksi dari
bagian atas, tengah dan bawah uterus, sehingga tidak efisien untuk membuka
serviks dan mendorong bayi keluar. Disebut juga sebagai incoordinate uterine
action. Contoh misalnya "tetania uteri" karena obat uterotonika yang berlebihan.
Pasien merasa kesakitan karena his yang kuat dan berlangsung hampir terus-
menerus. Pada janin dapat terjadi hipoksia janin karena gangguan sirkulasi
uteroplasenter. Faktor yang dapat menyebabkan kelainan ini antara lain adalah
rangsangan pada uterus, misalnya pemberian oksitosin yang berlebihan, ketuban
pecah lama dengan disertai infeksi, dan sebagainya.
2. His Terlampau Kuat (Tetania Uteri)
Pada golongan ini bukan merupakan penyebab distosia, tetapi his yang terlalu
kuat dapat menyebabkan pesalinan selesai dalam waktu singkat.
Partus yang sudah selesai kurang dari tiga jam disebut partus presipitatus.
Sifat his normal, tonus otot diluar his juga biasa, kelainannya terletak pada
kekuatan his.
Bahaya partus presipitatus pada ibu : terjadi perlukaan luas pada jalan
lahir, serviks uteri, vagina dan perineum
Bahaya partus presipitatus pada bayi : terjadi perdarahan pada tengkorak
karena mengalami tekanan yang kuat dalam waktu yamg singkat.
Batas antara bagian atas dan segmen bawah atau lingkaran retraksi menjadi
sangat jelas dan meninggi sehingga disebut lingkaran patologis atau lingkaran
Bandi. Ligamenta rotunda menjadi tegang sehingga menjadi lebih jelas terba,
penderita merasa nyeri terus menerus dan gelisah. Bila tidak diberi pertolongan
regangan bawah uterus melampaui kekuatan jarinagn sehingga terjadi ruptur uteri.
3. Incoordinate Uterine Action
Pada incoordinate uterine action sifat his berubah. Tonus otot uterus
meningkat, juga diluar his dan kontraksinya tidak berlangsung seperti biasa
karena tidak ada sinkronisasi antara kontraksi bagian-bagiannya. Tidak ada
koordinasi antar bagian atas, tengah dan bawah menyebabkan his tidak efesien
dalam mengadakan pembukaan.
Disamping itu tonus otot uterus yang menarik mnyebabkan rasa nyeri yang
lebih keras dan lebih lama bagi ibu dan dapat pula menyebabkan hipoksia pada
bayi.
Kadang-kadang pada persalinan lama dengan ketuban yang sudah lama pecah,
kelainan ini menyebabkan spasmus sirkuler setempat sehingga terjadi
penyempitan kavum uteri pada tempat itu.
D. PENANGANAN
Dalam menghadapi persalinan yang lama oleh sebab apapun, keadaan wanita
yang bersangkutan harus diawasi dengan seksama ;
1. Tekanan darah (TD) diukur setiap empat jam, atau apabila ada gejala
preeklamsi pemeriksaan harus dilakukan dengan lebih sering.
2. DJJ dicatat setiap !/2 jam dalam kala I dan lebih sering dalam kala II
3. Kaji adanya kemungkinan dehidrasi dan asidosis
4. Indikasikan tindakan pembedahan dengan nercosis apabila diperlukan.
5. Pemberian makanan dalam bentuk cairan
6. Pemberian infus larutan glukosa 5% dan larutan nacl isotonic melalui IV
secara bergantian
7. - Pemberian pretidin 50 mg dapat diulang untuk mengurangi nyeri
- Pada kala I dapat diberikan 10 mg, morfin
8. Pemeriksaan dalam dapat dilakukan dengan meminimalkan resiko infeksi
9. Perhatikan keadaan ketuban sudah pecah atau belum
Inersia Uteri
Periksa keadaan serviks, presentasi dari posisi janin, turunnya bagia terbawah
janin dan keadaan panggul. Kemudianmenentukan sikap dan tindakan yang akan
dikejakan. Misalnya pada letak kepala :
1. Berikan oksitosin drips 5-10 saruan dalam 500 cc dekstrosa 5% dimulai
dengan 12 tetes per menit. tujuannya supaya serviks dapat membuka.
2. Pemberian oksitosin tidak usah terus-menerus, sebab apabila setelah beberapa
lam pemberian oksigen tidak memperkuat his maka sebaiknya pemberian his
dihentikan dan ibu dianjurkan untuk istirahat. pada malam hari pemberian
obat penenang, misalnya valium 10 mg dan keesokan harinya dapat diulang
lagi dengan pemberian oksitosin.
3. Bila inersia disertai dengan disproporsi sefalopelvis maka sebaiknya
dilakukan sc
4. Bila semula his kuat tetapi kemudian terjadi inersia sekunder, ibu lemah, dan
partus telah berlangsung lebih dari 24 jam pada prigmagravida dan lebih dari
18 jam pada multigravida, pemberian oksitosin drips tidak perlu dilakukan.
sebaiknya partus segera diselesaikan sesuai dengan hasil pemeriksaan dan
indikasi obstetric lainnya (ekstrasi vakum atau forsep atau SC)
Uteri His Terlalu Kuat (Tetania)
1. Berikan obat seperti morfin, luminal, dan sebagainya jika diindikasikan janin
tidak akan lahir dalam waktu dekat (4-6 jam)
2. Bila ada tanda-tanda obstruksi, persalinan harus segera diselesaikan dengan
SC
3. Pada partus presipitatus tidak banyak yang dapat dilakukan karena janin lahir
dengan tiba-tiba
4. Pada wanita yang berisiko mengalami partus presipitatus berulang, sebaiknya
wanita dirawat sebelum persalinan. Sehimgga pengawasan dapat dilakukan
dengan baik.pada waktu persalinan, keadaan diawasi dengan cermat dan
episiotomidilakukan pada waktu yang tepat untuk menghindari terjadinya
rupture perinea.
Incoordinate Uterine Action
1. Untuk mengurangi rasa sakit, berikan obat-obatan anti sakit dan penenang
(sedative analgesik) seperti morfin, petidin dan valium.
2. Apabila persalinan sudah berlangsung lama dan berlarut-larut, selesaikanlah
partus menggunakan hasil pemeriksaan dan hasil evaluasi, dengan ekstraksi
vakum, forssep dan SC. (Hanifah Winkjosastro, 2005)
Pemilihan jenis analgesia yang cermat dan waktu pemberiannya
sangat penting untuk menghindari gangguan upaya ekspulsif voluntar. Analgsia
intratekal atau anastesi umum jangan dinerikan sampai semua kondisi untuk
pelahiran dengan forsep pintu bawah panggul yang aman telah terpenuhi. Pada
analgeri epidural kontinu, efek paratitik mungkin perlu dibiarkan menghilang
sendiri sehingga wanita yang bersangkutan dapat menghasilkan tekanan intra-
abdomen yang cukup kuat untuk menggerakkan kepala janin keposisi yang sesuai
untuk pelahiran dengan forsep pintu bawah panggul. (Gary Cuningham, 2002)
Gambar : aktifitas uterus normal pada kehamilan, persalinan (his) dan nifas
E. PENGKAJIAN
1. Data demografi
2. Riwayat kesehatan (dahulu dan sekarang)
3. Riwayat partus
4. Pemeriksaan TTV
Tekanan darah (TD) diukur setiap empat jam, atau apabila ada gejala preeklamsi
pemeriksaan harus dilakukan dengan lebih sering.
5. Kaji tingkat nyeri saat kontraksi (his)mulai.
6. Kaji sifat his: frekuensi, kekuatan, lamanya his
7. DJJ dicatat setiap !/2 jam dalam kala I dan lebih sering
dalam kala II
8. Kaji adanya kemungkinan dehidrasi dan asidosis
9. Indikasikan tindakan pembedahan dengan nercosis apabila
diperlukan.
10. Pemberian makanan dalam bentuk cairan
F. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan dengan peningkatan otot uterus
2. Resiko Infeksi berhubungan dngan partus
presipitatus
3. Risiko tinggi injuri pada janin berhubungan dengan
partus persipitatus
4. Ansietas berhubungan dengan kurang informasi
tentang prosedur penatalaksanaan
5. Reiko berduka berhubungan dengan kematian janin
NO Diagnosa Keperawatan Tujuan dan KH Itervensi Rasional
1. Nyeri berhubungan dengan
peningkatan otot uterus
Setelah dilakukan perawatan,
nyeri menghilang
1.
24 x/menit, nadi: 60-100
x/menit, suhu: 36,5o-37o C
pada janin DDJ: 100-140
x/menit
2.
penurunan rasa nyeri
3.
menunjukkan nyeri
1.
2.
jam
3.
tenang
4.
5.
dan respon emosional terhadap
kajian
Berkura
ngnya stimulasi nyeri
Mengan
tisipasi adanya gejala preeklamsi
pemeriksaan harus dilakukan dengan
lebih sering.
Diguna
kan untuk mengetahui keadaan nyeri
dan untuk mencegah terjadinya nyeri
Memba
ntu menurunkan persepsi klien tentang
ketidaknyamanan dan meningkatkan
rasa kontrol
Ansieta
s sebagai respon terhadap situasi
darurat dapat memperberat derajat
ketidaknyamanan karena syndrome
ketegangan, takut nyeri
2. Resiko Infeksi berhubungan
dngan partus presipitatus
Infeksi dapat dicegah setelah
dilakukan tindakan perawatan
Criteria hasil:
1.
normal (36,5-370c )
2.
1.
2. Lakukan perawatan luka
dengan hati-hati agar luka tetap bersih
3. Tetap pada fasilitas
kontrol infeksi, sterilisasi, dan
infeksi
infeksi (kemerahan,
panas, nyeri, bengkak,
dan fungsi laesa)
prosedur/kebijakan aseptic
4. Identifikasi gangguan
pada tehnik aseptik dan atasi dengan
segera pada waktu terjadi
untuk mencegah infeksi
personal akan menyebabkan daerah
yang steril menjadi tidak steril
sehingga dapat meningkatkan resiko
tinggi infeksi
3. Risiko tinggi injuri pada janin
berhubungan dengan partus
persipitatus
Tujuan:
Meminimalkan kejadian
cedera cerebral
KH:
1.
yang teridentifikasi
2.
x/menit
1.
kecepatan turunnya janin
2.
maulage kepala, ukuran panggul.
Beri tahu dokter bila frekuensi 2
menit kurang
3.
4.
meningkatkan resiko trauma kepela
janin karena tulang tengkorak tidak
mempunyai cukup waktu untuk
menyelaraskan dengan dimensi jalan
lahir.
kurang tidak memungkinkan
oksigenasi adekuat dari ruang
intravilos
tentang status bayi/ klien dan
kebutuhan pascapartum
4 Ansietas berhubungan dengan
kurang informasi tentang
prosedur penatalaksanaan
Tujuan:
Ansietas hilang
KH:
1.
2.
tentang perasaan ansietas
3.
pada tingkat yang diatasi
4.
ansietas
1.
dan ketersediaan system pendukung
2.
mengungkapkan mengekspresikan
perasaannya
3.
pernafasan dan relaksasi
4.
partal kontineu
besar tingkat ansietas
masalah negative dan memberikan
kesempatan untuk mengatasi perasaan.
dan persepsi terhadap nyeri
ansietas/kehilangan kontrol jika
dibiarkan
5. Reiko berduka berhubungan
dengan kematian janin
Tujuan:
Klien tidak terlalu larut akan
reaksi berduka.
KH:
1.
perasaannya
2.
kedpannya
1.
dengan orang tua dan orang
terdekat. Anjurkan mengungkapkan
perasaan melalui mendengar dan
sikap tidak terburu-buru.
2.
jika masalah bayi baru lahir bersifat
sementara atau dapat diperbaiki
melalui pembdahan
3.
dan hubungi dukungan yang tepat
bila mereka menginginkan.
dan kekhawatiran. membatu orangtua
untuk focus pada realita, situasi, dan
memeriksa respon emosi mereka
tergantung pada berat/ permanensi dari
masalah bayi.
keyakinan, sebagai sumber kekuatan
selama resolusi krisis.
KELAINAN LETAK ATAU SUNGSANG
A Definisi
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan
kepala di fundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri (Hanifa W,
2002).
Persalinan pada bayi dengan prosentasi bokong (sungsang) dimana bayi letaknya
sesuai dengan suhu badan ibu, kepala pada fundus uteri sedangkan bokong
merupakan bagian terbawah (didaerah pintu atas panggul / simfisis) (Sarwono, 2002).
I. BENTUK-BENTUK LETAK SUNGSANG
Berdasarkan komposisi dari bokong dan kaki
1. Letak bokong murni
Teraba bokong
Kedua kaki menjungkir ke atas sampai kepala bayi
Kedua kaki bertindak sebagai opalk
2. Letak bokong kaki sempurna
Teraba bokong
Kedua kaki berada disamping bokong
3. Letak bokong tak sempurna
Teraba bokong
Disamping bokong teraba satu kaki
4. Letak kaki
Bila bagian terendah terabah salah satu dan kedua
kaki atau lutut
Dapat di bedakan letak kaki, bila kaki terendah:
letak lutut.
(Manuaba, 1998)
5. Letak bokong
Letak bokong dengan kedua tungkai terangkat keatas.
6. Letak sungsang sempurna (complete breech).
Letak bokong dimana kedua kaki ada di samping bokong janin posisi
duduk (letak bokong kaki sempurna / lipat kejang).
7. Letak sungsang tidak sempurna (incomplete breech)
Letak sungsang dimana selain bokong bagian yang
terendah juga kaki atau lutut terdiri dari:
Kedua kaki: letak kaki sempurna.
Satu kaki : letak kaki tidak sempurna.
Kebua lutut: letak lutut sempurna.
Satu lutut: letak lutut tidak sempurna
(Rustam Mohtar, 1998)
II. POSISI KEPALA YANG NORMAL DAN ABNORMAL
B ETIOLOGI
Penyebab letak sungsang dapat berasal dari :
1. Sudut ibu
a. Keadaan rahim
Rahim arkuatus
Seputum pada rahim
Uterus dupleks
b. Keadaan plasenta
Plasenta previa
c. Keadaan jalan lahir
Kesempitan panggul
Deformitas tulamg panggul
Tedapat tumor menghalangi jalan lahir dan perputaran
koposisi kepala.
2. Sudut janin
Pada janin terdapat berbagai keadaan yang menyebabkan letak sungsang.
Tali pusat pendek /
lilitan tali pusat
Hedrocefalus /
anensefalus
Kehamilan kembar
Hidroamnion /
oligohidroamnion
Prematuritus
(Manuaba, 1998)
a. Fiksasi kepala
pada PAP tidak baik / tidak ada, misalnya : pada panggul sempit,
hedrocefalus, plasenta previa, onensefali, tumor-tumor pelvis.
b. Janin mudah
bergerak seperti pada hidroamnion, multipara, premature.
c. Gemeli
(kehamilan ganda)
d. Kelainan uterus
seperti uterus arkuatus, bikornis, mioma uteri.
e. Janin sudah lama
mati.
f. Sebab yang tidak
diketahui.
(Rustam Moctar,1998)
Salah satu sebab terjadinya posisi oksiput posterior persistens tersebut
ialah usaha penyesuaian kepala terhadap bentuk dan ukuran panggul
(Hanifa wiknjosastro, 1991)
C MANIFESTASI KLINIS
Kelelahan
Peningkatan RR, peningkatan nadi.
Dispnea
Nyeri.
Cemas.
Akral dingin dan pucat.
D JENIS PIMPINAN PERSALINAN SUNGSANG
1. Persalinan pervginam
Berdasarkan tenaga yang di pakai dalam melahirkan janin pervaginam.
Persalinan pevaginam dibagi menjadi 3:
a. Persalinan spontan.
Jika dilahirkan dengan kekuatan dan tenaga ibu sendiri lasim disebut sebagai
cara BRACHT.
b. Manual Aid
Dilahirkan sebagian dengan tenaga dan kekuatan ibu dan sebagian lagi dengan
tenaga penolong.
Untuk melahirkan
bokong sampai pusar dilahirkan dengan kekuatan ibu sendiri.
Untuk melahirkan
bahu dan lengan memakai tenaga penolong.
a. Cara klasik
b. Mueller.
c. Loevset.
d. Bickenbeck.
Untuk melahirkan
kepala, dipakai cara:
a. Mauriceau.
b. Najouks.
c. Wigard martin- winokel.
d. Progue terbalik.
e. curam piper.
c. Ektraksi sungsang.
Janin seluruhnya da lahirkan dengan tenaga penolong.
Mekanisme persalinan pada presentasi bokong
2. Persalinan per Abdominal (SC)
Caesar adalah jalan akhir yang baru diambil ketika proses kelahiran normal
tidak mungkin dilakukan. Hal ini karena risiko kematian dan cacat/kecelakaan
pada pertolongan persalinan bayi letak sungsang lewat vagina (spontan) jauh lebih
tinggi ( 4 kali lebih besar) dari persalinan spontan bayi letak kepala
(www.MediaSehat.com)
E PENATALAKSANAAN
1. Mekanisme persalinan sungsang pervaginam
a. Persalinan spontan.
Metode Brackt.
Fase I / Lambat:
Mulai lahirnya bokong sampai pusar.
Fase II / Cepat:
Mulai lahirnya pusar sampai lahirnya mulut
Fase III / Cepat:
mulai lahirnya mulut sampai seluruh lahir.
Teknik: Bokong dan pangkal paha janin yang telah lahir dipegang dengan
2 tangan. Ibujari sejajar sumbu paha sedangkan jari-jari lain memegang
panggul kemudian dilakukan hiperlordosis tubuh janin kearah perut ibu
sehingga lambat laun badan atas bahu, lengan dan kepala janin dapat
dilahirkan.
b. Manual AID
Untuk mengeluarkan bahu dan lengan dengan cara :
1. Cara kelasik.
Dasar: Lengan kiri janin dilahirkan dengan tangan kiri penolong
lengan kanan janin dilahirkan dengan tangan kanan penolong kedua
lengan dilahirkan sebagai lorgan belakang.
Teknik: bokong dan pangkal paha yang telah lahir dipegang dengan
kedua tangan, badan ditarik sampai ujung bawah sekapula depan kelihatan
dibawah simpisis kedua kaki dipegang dengan tangan yang bertentangan
dengan lengan yang akan dilahirkan. Tubuh janin ditarik keatas sehingga
perut janin kearah perut ibu. Tangan penolong satu dimasukkan kedalam
janin lahir dengan menelusuri punggung janin sampai kossa kubiti. Dua
jari ditempatkan sejajar dengan humerus dan lengan belakang dikelurkan
dengan bimbingan jari-jari tersebut.
Untuk melahirkan lengan depan dada dan punggung janin dipegang
dengan kedua tangan, tubuh janin diputar untuk mengubah lengan depan
supaya beberapa di belakan diputar sedemikian rupah sehingga punggung
melewati simpisis dan lengan yang sudah dibelakang dilahirkan dengan
cara yang sama.
2. Cara mueller.
Kedua tangan penolong pada bokong dan pangkal paha tubuh janin
ditarik kebawah sampai bahu depan berada dibawah simpisis, lengan
depan dilahirkan dengan mengait dengan lengan bawahnya.
Setelah bahu depan dan lengan depan lahir, badan janin ditarik keatas
sampai bahu belakang lahir, lengan belakang dilahirkan dengan mengait
lengan bawah dengan kedua jari penolong.
3. Cara loevset.
Konsep teknik loevset. Untuk melahirkan bahu berdasarkan:
Perbedaan panjang jalan lahir depan dan
belakang.
Bahu depan yang beradah di bawah
simpisis bila diputar menjadi bahu belakang kedudukanya menjadi
lebih rendah sehingga otomatis terjadi persalinan.
Bahu belakang setengah putaran 900
menjadi bahu depan, kedudukannya menjadi lebih rendah sehinggah
secarah otomatis terjadi persalinan.
Pada waktu melakukan perputaran
disertai tarikan sehingga dengan putaran tersebut kedua bahu depat
dilahirkan.
Persalinan kepala dapat dilakukan
dengan teknik mauriceau.
Untuk mengeluarkan kepala dengan cara
a. Pertolongan persalinan kepala
menurut mauriceau (viet smellie)
Badan anak
ditunggingkan pada tangan kiri.
Tali pusat dilonggarkan
Jari tengah masukkan
kedalam mulut bayi, dua lainnya diletakkan pada tulang pipi serta
menekan kearah badan bayi sehingga fleksi kepala dapat dipertahankan.
Tangan kanan memegang
leher bayi, menarik curam kebawah sampai sub oksiput sebagai
hipomoklion, kepala bayi diputar keatas sehingga berturut-turut lahir dagu,
mulut, hidung, mata, dahi, kepala bayi seluruhnya.
b. Persalinan kepala dengan
ekstraksi forsep
Kegagalan dalam persalinan kepala dengan teknik maureceau viet smellie
dapat diteruskan dengan ekstra forssep :
Seluruh badan bayi
dibungkus dengan handuk steril diangkat keatas sehingga kepala bayi
mudah dilihat untuk aplikasi forssep.
Daun forssep kiri
dipasang terlebih dahulu, diikuti daun forssep kanan dilakukan penguncian
forssep.
Badan bayi
ditunggingkan pada gagang forssep.
Dilakukan tarikan curam
kebawah sehingga sub oksiput berada dibawah simpisis, dilakukan tarikan
keatas sehingga berturut-turut lahir dagu, mulut dan hidung.
Mata dan dahi, diikuti
setelah kepala bayi.
Bayi diletakkan diatas
perut ibu, untuk memotong tali pusat.
Lendir dibersihkan
dijalan nafas.
Selanjutnya dilakukan
perawatan sebagaimana mestinya.
c. Cara Nojouk
Kedua tangan penolong mencekram leher bayi dari arah depan dan belakang.
Kedua tangan menarik bahu curam kebawah, dan asisten membantu
mendorong apabila bayi kearah bawah, dari tekanan suprasimpisis.
d. Cara proque (terbalik)
Dilakukan pada ubun-ubun kecil terletak disebelah belakang, satu tangan
memegang bahu janin dari belakang, punggung janin pada telapak tangan,
tangan lain memegang kaki lalu menarik janin ke arah atas bersamaan dengan
tarikan pada bahu janin, sehingga perut janin mendekati perut ibu.
c. Ekstraksi bokong total.
Ekstraksi bokong total bila persalinan letak sungsang seluruhnya dilakukan
dengan kekuatan dari penolong sendiri. Bentuk pertolongan ekstraksi bokong total
menjadi ekstraksi bokong dan eksatraksi kaki (satu kaki, dua kaki).
1. Ekstraksi bokong.
Ekstraksi bokong dilakukan sebagai berikut :
Jari telunjuk tangan
kanan dimasukkan agar dapat mencapai kelipatan paha depan.
Dengan mengait pada
spina ischiadica anterior superior dilakukan tarikan curam kebawah
sehingga trouchunter depan dapat dilahirkan.
Setelah trouchunter depan
dilahirkan, dilakukan tarikan keatas sehingga trouchunter belakang
mencapai perineum.
Setelah trouchunter
belakang mencapai perineum telunjuk tangan kiri dimasukkan ke pelipatan
paha, dan mencapai spina ischiadica anterior superior belakang.
Dengan kedua telunjuk di
lakukan persalinan seperti metode klasik kombinasi dengan tindakan
loevset.
Persalinan kepala di
lakukan menurut mauriceau V.smellie.
Setelah bayi lahir di
lakukan sebagai mana mestinya.
2. Ekstraksi kaki.
Ekstraksi kaki lebih mudah di bandingkan dengan ekstraksi bokong, oleh
karena itu bila di perkirakan akan melakukan ekstraksi bokong di ubah
menjadi letak kaki menurun kaki berdasarkan provilaksis pinard dengan cara
yaitu menekan paha anak terhadap perutnya, dengan sendirinya kaki akan
terjauh dan dapat di keluarkan. Kaki yang keluar dapat merambah pembukaan.
Bila akan di lakukan tindakan setelahnya, akan mudah menarik kaki.
d. Persalinan plasenta.
Persalinan plasenta tergantung dari apakah persalinan sungsang memakai
narkob/tidak:
1. Pada kasus
tampa narkoba dapat di lakukan:
Menunggu tanda plasenta
lepas
Melakukan tes plasenta
lepas dengan metode kustner, klien, strusmann manuaba.
Setelah plasenta lahir di
berikan utero tonika: ergomerin, oksitosin.
2. Pada kasus persalinan dengan narkoba:
Di lakukan plasenta
manual.
Untuk mengatasi
perdarahan di berikan uterotonika.
2. Persalinan letak sungsang dengan SC (sectio cesarea)
Memperhatikan komplikasi pertolongan persalinan letak sungsang melalui jalan
vagina, maka sebagian besar pertolongan persalinan letak sungsang di lakukan
dengan SC.
F PROGNOSIS
Angka kematian bayi pada persalinan letak sungsang lebih tinggi dengan letak
kepala. Sebab kematian perinatal yang terpenting ialah prematuritas dan penanganan
persalinan persalinan yang kurangsempurna dengan akibat hipoksia atau pendarahan
di dalam tengkorak, hipoksia terjadi akibat terjepitnya tali pusat antara kepala dan
panggul pada waktu kepala memasuki rongga panggul serta akibat kontraksi uterus
yang dapat mengakibatkan lepasnya plasenta sebelum kepala lahir, bahaya afiksia
janin juga terjadi akibat tali pusat yang membumbug hal ini sering di jumpai pada
persentasi bokong kaki sempurna atau bokong kaki tidak sempurna tetapi, jarang di
jumpai pada persentasi bokong.
Perlakuan pada kepala janin terjadi karna kepala harus melewati paggul dalam waktu
yang lebih singkat dari pada persalinan presentasi kepala sehingga tidak ada waktu
bagi kepala untuk menyesuaikan deengan bentuk panggul.
Bila di dapatkan dispropraksi kepala pelvic, meskipun ringan persalinan dalam letak
sungsang sangat berbahaya, adanya kesempitan panggul juga harus diduga waktu
pemeriksaan antenatal khususnya pada seseorang primigrafida dengan letak
sungsang.
G PENGKAJIAN
1. Palpasi.
Kepala teraba difundus bagian bawah bokong, dan punggung di kiri atau kanan.
2. Auskultasi.
DJJ paling jelas terdengar pada tempat yang lebih tinggi dari pusat.
3. Pemeriksaan dalam.
Dapat di raba os sacrum, tuber ischii, dan anus, kadang-kadang kaki (pada letak
kaki), dibedakan antara:
Lubang kecil
Tulang (-)
Isap
Mekoneum (+)
Menghisap.
Rahang
Lidah
Tumit
Sudut 900
Rata jari-jari
Jari panjang
Tidak rata
Partella
Patella
Poplitea (-)
4. Pemeriksaan foto roentgen:
Bayangan kepala di fundus.
KELAINAN PANGGUL
(CEPALO PELVIC DISPORPOTION)
A DEFINISI
Suatu keadaan dimana ada ketidaksesuaian antara bentuk kepala janin dengan
panggul/pelvis ibu.
Jenis-jenis panggul dan cIri-cirinya:
1. Panggul genekoid dengan pintu atas panggul yang bundar atau dengan diameter
transversa yang lebih panjang sedikit dari pada diameter antero posterior dan
dengan pintu bawah panggul yang cukup luas.
2. Panggul anthropoid dengan diameter antero posterior yang lebih panjsng dari
pada diameter transversa dan dengan arkus pubis menyempit sedikit.
3. Panggul android dengan pintu atas panggul yang berbentuk seperti segitiga
berhubungan dengan penyempitan kedepan. Dengan spina iskiadika menonjol
kedepan dengan arkus pubis menyempit.
4. Pangggul platiloid dengan diameter anteroposterior yang jelas lebih pendek dari
pada diameter transversa pada pintu ata panggul dan dengan arkus pibis yang
luas.
Pangggul yang sempit
Panggul yang sempit apabila ukurannya 1-2 cm kurang dari ukuran yang normal.
Kesempitan panggul bias pada:
1. INLET (Pintu Atas Panggul)
Inlet dianggap sempit bila C.V kurang dari 10 cm atau diameter transversa kurang
dari 12 cm. Karena biasanya diukur adalah conjugata diagonalis (CD) maka inlet
dianggap sempit bila C.D kurang dari 11,5 cm. Batas normal konjugata vena
±11,2 cm, diameter transversal 12,5 – 13 cm. Diameter oblikus sepanjang ±13 cm
2. Mid Pelvis(ruang tengah panggul)
Kesempitan mid pelvis hanya dapat dipastikan dengan Pelvimetri. Dengan
pelvimetri klinik hanya dapat difirkan kemungkinan kesempatan midpelvis. Jika
spina menonjol partus akan tertahan disebut “MIDPELVIC ARREST” side walss
konvergen ada kesempatan OUTLET.
3. OUT LET (Dasar Panggul)
Kalau diameter transversa dan diameter Sagitalis posterior kurang dari 15 cm.
Kesempitan outlet. Meskipun bisa tidak menghalangi lahirnya janin, namun dapat
menyebabkan perineal ruptur yang hebat. Karena arkus pubis sempit kepala janin
terpaksa melalui ruangan belakang.
( Mochtar,1998)
4. KOMBINASI dan INLET atau OUT LET
B ETIOLOGI
1. Kelainan karena gangguan pertumbuhan
a. Panggul sempit seluruh : semua ukuran pertumbuhan
b. Panggul Picak : ukuran muka belakang sempit, ukuran melintang biasa
c. Panggul sempit picak : semua ukuran kecil, tapi berlebih ukuran muka
belakang
d. Panggul corong : pintu atas panggul biasa, pintu bawah panggil sempit
e. Panggul belah : simfisis terbuka
2. Kelainan karena kelainan tulang panggul atau sendi-sendinya:
a. Panggul rachitis :panggul picak, panggul sempit, seluruh panggul sempit
picak dan lain-lain.
b. Panggul osteomolachi : panggul sempit melintang
c. Radang articulation sacroiliaca : panggul sempit miring
3. Kelainan panggul disebabkan kelainan tulang belakang:
a. Kypose didaerah tulang pinggang menyebabkan panggul corong
b. Scoliose didaerah tulang pungggung menyebabkan panggul sempit miring
4. Kelainan panggul disebabkan kelainan anggota bawah:
a. Coxitis, loxatio, cossa atrofia : salah satu anggota menyebabkan pangggul
sempit miring. Tulsng psnggul terdiri dari: ( 1. os.kokoksa, os.illium,
os.iskium ; 2. os.sakum & os.kogsigis coxitis huxaho costa. Atrofi akan
menyebabkan perubahan bentuk koksa dan juga akan mempengaruhi bentuk
panggul).
b. Disamping itu mungkin pula ada exostase atau fraktur dari tulang panggul
yang menjadi sebab kelainan panggul.
5. Ras
6. Sosial ekonomi
7. Gizi dan lingkungan
C MANIFESTASI KLINIS
a. Kelainan bentuk pelvis yaitu pelvis sempit
b. Leopold IV, kepala tidak masuk PAP
c. Ketuban pecah dini
d. Persalinan tidak maju
e. Maolage kepala janin terlambat
D KOMPLIKASI
1. Saat persalinan atau pada ibu
Persalinan akan berlangsung lama
Sering dijumpai ketuban pecah dini
Karena kepala tidak mau turun dan ketuban sudah pecah sering tali
pusat menumbung
Sering terjadi inersia uteri sekunder
Partus yang menyebabkan peregangan SBR dan bila berlarut-larut
dapat menyebabkan ruptyra uteri
Dapat terjadi simfisiolisis, infeksi intrapartal
Partus lama mengakibatkan penekanan yang lama pada jaringan lunak
menyebabkan edema dan hematoma jalan lahir yang kelak dapat menjadi
nekrotik dan terjadilah fistula.
2. Pada anak
Infeksi intrapartal
Moulage janin intrapartal berlangsung lama
Kematian janin intrapartal
Prolaps fumikuli
Pendarahan intracranial
Kaput suksedeneum dan sepalo hematoma yang besar
Robekan pada tentorium serebri dan pendarahan otak karena moulage
yang hebat dan lama
Fraktur pada tulang kepala oleh tekanan yang hebat dari HIS dan oleh
alat-alat yang dipakai ( Mochtar, 1998)
Ukuran rata-rata panggul wanita normal Pintu atas panggul (pelvic inlet) :
Diameter transversa (DT) + 13.5 cm. Conjugata vera (CV) + 12.0 cm. Jumlah rata-rata
kedua diameter minimal 22.0 cm. Pintu tengah panggul (mid pelvis) : Distansia
interspinarum (DI) + 10.5 cm. Diameter anterior posterior (AP) + 11.0 cm. Jumlah rata-
rata kedua diameter minimal 20.0 cm. Pintu bawah panggul (pelvic outlet) : Diameter
anterior posterior (AP) + 7.5 cm. Distansia intertuberosum + 10.5 cm. Jumlah rata-rata
kedua diameter minimal 16.0 cm. Bila jumlah rata-rata ukuran pintu-pintu panggul
tersebut kurang, maka panggul tersebut kurang sesuai untuk proses persalinan
pervaginam spontan.
Kemacetan persalinan. Paling sering terjadi pada pintu atas
panggul (H-I) atau pintu tengah panggul (sampai H-III). Kelainan
bentuk atau ukuran panggul dapat diketahui dari anamnesis dan
pemeriksaan yang baik.
E PENATALAKSANAAN
Tindakan yang dilakukan untuk menangani persalinan pada disproporsi sevalo pelvic
yakni dengan :
1. Seksio sesarea
Dapat dilakukan dngan 2 cara :
a. Elektif atau primer yakni sebelum persalinan mulai atau pada awal
persalinan. Elektif direncanakan terlebih dahulu dan dilakukan pada
kehamilan cukup bulan. Karena kesempitan panggul yany cukup berat atau
karena terdapat disproporsi sefalopelvik yang nyata.
b. Sekunder yakni sesudah persalinan berlangsung selama beberapa
waktu biasanya dilakukan karena persalinan percobaan dianggap gagal,
karena timbul indikasi untuk menyelesaikan persalinan selekas.
2. Persalinan percobaan
Persalinan ini merupakan suatu tes terhadap kekuatan HISA daya kekuatan
akomodasi termasuk moulage kepala janin. Kedua faktor ini tidak dapat diketahui
sebelum persalinan berlangsung selama beberapa waktu. Penanganan khusus
diperlukan:
a. Perlu diadakan pangawasan yang seksama terhadap leadsaa ibu dan
janin.
b. Kualitas dan turnnya kepala janin dalam rongga panggul harus selalu
diawasi.
c. Sebelum ketuban peca, kepala janin pada umumnya tidak masuk
kedalam rongga panggul dengan sempurna.
d. Msalah yang penting adalah menentukan berapa lama partus
percobaan boleh berlangsung.
3. Simfisiotomi
Tindakan untuk memisahkan tulang panggul kiri dan tulang panggul kanan pada
simfisis supaya dengan demikian rongga panggul menjadi lebih luas.
4. Kraniotomi
Pada persalinan yang dibiarkan berlanjut-lanjut dan dengan janin sudah
meninggal, sebaiknya persalinan diselesaikan dengan kraniotomi dan kranioklasi.
Hanya jika panggul demikian sempitnya sehingga janin tidak dapat dilahirkan
dengan kraniotomi, terpaksa dilakukan seksio sesarea.
F PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pelvimetri dibuat 2 buah foto :
a. Foto pintu atas panggul
Ibu pada posisi setengah duduk (thums), sehingga tabung rongen tegak lurus
diatas pintu panggul.
b. Foto lateral
Ibu dala posisi berdiri, tabung rongen diarahkan horizontal pada trokanter mayor
dari samping.
Dari kedua dapat dilihat :
a. Diameter transfersal
b. Distansia interspinasum
c. Jenis pelvis
d. Konjunggata diagonalis-konjunggata vera
e. Dalamnya pelvis
f. Diameter AP pintu bawah
g. Diameter sagitalis posterior (CALDWELL)
h. Bentuk sacrum spina ischiadika
G PENGKAJIAN
1. Data demografi
2. Riwayat kesehatan (dahulu dan sekarang)
3. Pemeriksaan TTV
4. Pemeriksaan Panggul
a. Pemeriksaaan panggul luar
Dengan menggunakan jangka panggul Martin, Osender Collin, Boudelogue
a) Distansia spinarum ( ± 24 cm – 26 cm)
jarak antara kedua spina iliaka anterior superior sinistra dan dextra.
b) Distansia distarum ( ± 28cm – 30 cm)
jarak yang terpanjang antara dua tempat yang simetris pada krista iliaka
sinistra dan dextra. Umumnya ukuran ini tidak penting tetapi bila ukuran
ini lebih kecil 2-3 cm dari anggota normal maka dapat dicurigai panggul
itu pathologik.
c) Distensia oblikua eksterna (ukuran miring
luar)
Jarak antara spina iliaka anterior superior sinistra kedua ukuran ini
bersilang jika panggul normal, maka kedua ukuran ini tidak jauh berbeda
akan tetapi jika panggul itu asimetrik (miring) maka kedua ukuran itu jelas
berbeda sekali.
d) Distansia intertrokanterika dan jarak
antara keduanya trokanter mayor
e) Konjugata eksterna (boulegue) ± 18 cm
jarak antara bagian atas simfisis ke prosesus spinossus lumbal 5
f) Distensi tuberum ( ± 10,5 cm jarak antara
tuberiskii kanan dan kiri. Untuk emngukurnya dipakai oseander, angka
yang ditunjukkan jangkar harus ditambah 1,5 cm karena adanya jaringan
sub kulitis antara tulang dan ujung jangkar yang menghalangi pengukuran
secara tepat. Bila jarak ini kurang dari normal dengan sendirinya orkus
pubis lebih kecil dari 90%.
b. Pemeriksaan panggul dalam (VT)
Yang dilakukan antara lain : promontarium linea innominata, spina ischiadika,
dinding samping kurva torasakrum dan arkus pubis.
Pada waktu melakukan pemeriksaan dapat diperkirakan untuk panggul bagian
dalam dengan memperhatikan apa yang harus diperiksa :
1. Apakah promontorium dapat diraba
dan berapa jaraknya
2. Apakah linea terminalis dapat diraba
seluruh atau sebagian
3. Bagaimana bentuk dinding samping
jalan lahir
Lurus sejajar
Divergen
Konvergen
Terdapat benjolan tambahan
4. Apakah spina ischiadika menonjol
dan berapa jaraknya
5. Bagaimana keadaan tulang belakang
Melengking atau merata
Terdapat benjolan
6. Bagiamana sudut arkus pubis
Tumpul
Runcing atau tajam
7. Menguur konjugata vera dengan
memasukkan jari tengah dan telunjuk meraba promontorium dan jarak
bawah simfisis sampai promontorium konjugata diagnosis dan konjugata
vera = konjugata 1,5 cm
H DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan dengan kontraksi otot, penekanan rongga
pelvis
2. Resiko tinggi terhadap cedera serebral berhubungan dengan
partus lama
3. Ansietas berhubungan dengan persalinan, prosedur tindakan
4. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan pengeluaran cairan berlebih
Asuhan Keperawatan Kelainan Panggul
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1. Gangguan keseimbangan cairan
kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan
pengeluaran cairan berlebih
Tujuan:
Perdarahan dapat dihentikan
setelah dilakukan tindakan
KH:
1. TD:
120/80 mmHg
2. Nadi:
60-80 x/menit
3. Suhu:
36,7o-37,5o C
4. RR:
16-24 x/menit
5. Mem
bran mukosa normal (basah)
6. Produ
ksi saliva meningkat
7. Kulit
normal
8. Kapil
er revil kurang dari 3 detik
1. Pantau TD, nadi
setiap 15 menit dan lebih sering
selama infuse oksitosit
2. Kaji tingkat ansietas
klien
a. Ansietas
ringan
b. Ansietas
sedang
c. Ansietas
berat
d. Panik
3. Ukur suhu setiap 4
jam sesuai indikasi. Kaji keringat,
kulit dan mulut
4. Catat masukan dan
haluaran, perhatikan konsentrasi
1. Peningk
atan TD dan nadi dapat
menandakan retensi cairan,
penurunan TD dan peningkatan
nadi merupakan tanda yang
lambat dari kehilangan volume
cairan
2. Ansieta
s dapat meningkatkan adrenalin
yang dapat melebarkan
pembuluh darah, sehingga dapat
dikhawatirkan terjadi
penurunan volume intravaskuler
3. Dehidra
si dapat berakibat pada
peningkatan suhu tubuh, kulit
kering, penurunan produksi
saliva
4. Tirah
baring mengakibatkan
penurunan aktivitas kortek
adrenal, peningkatan laju filtrasi
uterus
5. Lepaskan pakaian
yang berlebihan, perhatikan
lingkungan sejuk dan lab wajah
dengan waslap
6. Kaji jumlah tampilan
darah vagina, observasi terhadap
kehilangan darah berlebih
7. Posisikan klien pada
miring kiri bila tepat
8. Berikan dan pantau
infus cairan I
9. Dengan peralatan
masase fundus bila uterus
menonjol
10. Perhatikan rasa haus
berikan cairan sesuai toleransi
glomerulus
5. Membat
asi diafores, memberikan
kenyamanan
6. Tampila
n darah meningkat sesuai
gerakan turun bagian presentasi
pada jalan lahir, perdarahan
berlebih dapat menandakan
lepasnya plasenta
7. Mening
katkan aliran balik vena
8. Memper
hatikan hidrasi dengan
menggantikan cairan
9. Merang
sang kontraksi uterus dapat
mengontrol perdarahan
10. Rasa
haus mungkin merupakan
homeostasis dari adanya kurang
cairan
2. Resiko tinggi terhadap cidera
pada janin berhubungan dengan
penekanan kepala ke pelvis
Tujuan:
Meminimalkan kejadian cedera
cerebral
KH:
2. DJJ
normal 100-140 x/menit
3. Menu
runkan faktor resiko yang
teridentifikasi
1. Kaji DJJ secara
manual/elektronik
2. Perhatikan uterus
selama istirahat dan vasekontraksi
melalui kateter tekanan intrauterus
bila tersedia
3. Identifikasi faktor-
faktor maternal seperti dehidrasi,
asidosis, sindrom vena cava
4. Perhatikan frekuensi
kontraksi uterus, maulage kepala,
ukuran panggul. Beri tahu dokter
bila frekuensi 2 menit kurang
1. Untuk
mendeteksi respon abnormal
2. Tekana
n istirahat > 30 mmHg atau
tekanan kontraksi > 50 mmHg
menurunkan oksigenasi dalam
ruang intravilos
3. Prosedu
r sederhana meningkatkan
sirkulasi darah dan oksigenasi
ke uterus dan plasenta, dapat
memperbaiki hipoksi jaringan
4. Kontrak
si yang terjadi setiap 2 menit
atau kurang tidak
memungkinkan oksigenasi
adekuat dari ruang intravilos
3. Nyeri berhubungan dengan
peningkatan kontraksi otot
Tujuan:
Nyeri hilang
KH:
1. TTV normal (ibu): RR: 18-24
x/menit, nadi: 60-100
x/menit, suhu: 36,5o-37o C
pada janin DDJ: 100-140
1. Lakukan tirah baring
pada klien, dengan menggunakan
posisi miring kiri
2. Tinjau ulang tekhnik
relaksasi
1. Posisi miring ke
kiri memperbaiki aliran
peredaran darah uterus dan
dapat menurunkan kapekaan
uterus
2. Membantu
menurunkan persepsi klien
x/menit
2. Klien menanyakan penurunan
rasa nyeri
3. Ekspresi wajah tidak
menunjukkan nyeri
3. Gunakan tinakan
kenyamanan keperawatan seperti
mengganti posisi/gosokan
punggung dan sentuhan terapeutik
4. Kaji membran
mukosa terhadap adanya ulserasi
atau reaksi mengunyah nifedipin
5. Pantau TTV ibu dan
janin
6. Berikan analgesik
sesuia indikasi
tentang ketidaknyamanan dan
meningkatkan rasa kontrol
3. Menghilangkan
ketegangan otot dan kelelahan
4. Nifedipin dapat
mengiritasi rongga mulut,
dimana pada kasus ini harus
ditelan seluruhnya
5. Menunjukkan
keefektifan intervensi analgesik
rinan menurunkan ketegangan
dan ketidak nyamanan otot
6. Analgesik ringan
menurunkan tegangan dan
ketidak nyamanan otot
4. Ansietas berhubungan dengan
proses persalinan
Tujuan:
Ansietas hilang
KH:
1. Mengungkapkan
kesadaran tentang perasaan
ansietas
2. Melaporkan
1. Kaji tingkat ansietas
klien melalui verbal dan non
verbal
2. Berikan dukungan
1. Mengidentifikasi
tingkat intervensi. Ansietas
berlebihan meningkatkan
persepsi nyeri dan dapat
mempunyai dampak negatif
terhadap hasil persalinan
2. Klien dapat
ansietas hilang pada tingkat
yang diatasi
3. Tampak rileks
dan menyatakan bahwa
kecemasan di kurangi ke
tingkat yang dapat diatasi
4. Mengidentifikasi
dan menggunakan
sumber/sistem pendukung
secara efektif
5. Menggali
ansietas
6. Mengidentifikasi
penyebab ansietas
profesional intra partal kontineu
3. Anjurkan
penggunaan tekhnik pernafasan
dan relaksasi
4. Pantau DDJ
variabilitas TD ibu
5. Evaluasi pola
kontraksi (kemajuan persalinan)
6. Berikan lingkungan
yang nyaman
memahami peningkatan
ansietas/kehilangan kontrol jika
dibiarkan
3. Membantu dalam
menurunkan ansietas dan
persepsi terhadap nyeri
4. Ansietas lama
dapat menyebabkan perubahan
fungsi endokrin dengan
kelebihan pelepasan epinefrin
dan non epinefrin,
meningkatkan tekanan darah
dan nadi
5. Peningkatan
kontraksi uterus dapat
meningkatkan masalah klien
tentang masalah pribadi dan hsil
persalinan
6. Menurunkan efek
stresor
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Istilah distocia atau persalinan yang sulit kita pergunakan kalau tidak ada kemajuan
dari persalinan.
Sebab-sebab distocia dapat dibagi dalam tiga golongan:
3. Distocia karena kekuatan yang mendorong anak keluar kurang kuat
4. Distocia karena kelainan letak atau kelainan anak
5. Distocia karena kelainan jalan lahir
Jenis-jenis kelainan his:
1. inersia uteri
2. his terlampau kuat
3. incoordinate uterine action
Bentuk-bentuk letak sungsang
Berdasarkan komposisi dari bokong dan kaki
a. Letak bokong murni
b. Letak bokong kaki sempurna
c. Letak bokong tak sempurna
d. Letak kaki
Letak bokong
Letak sungsang sempurna (complete breech).
Letak sungsang tidak sempurna (incomplete breech)
Jenis-jenis panggul
1. Panggul genekoid dengan pintu atas panggul yang bundar
2. Panggul anthropoid dengan diameter antero posterior yang lebih panjsng dari
pada diameter transversa.
3. Panggul android dengan pintu atas panggul yang berbentuk seperti segitiga
berhubungan dengan penyempitan kedepan.
4. Pangggul platiloid dengan diameter anteroposterior yang jelas lebih pendek
DAFTAR PUSTAKA
Bagian Obetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung.
2002. Obstetri Patologi. Bandung: Elstar Offset
Dongoes E. 2001. Rencana Keperawatan Maternal/Bayi Edisi 2. Jakarta: EGC
Mac Donal, Cunningham dkk. 1999. Obstetri Willams Edisi 18. Jakarta: EGC
Manuaba, Ida Bagus Gde. 2002. Ilmu Keperawatan. Penyakit Kandungan Dan Keluarga
Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri Fiologi Patologi. Jakarta: EGC
Rabe, Thomas. 2002. Buku Saku Ilmu Kebidanan. Jakarta: Hipokrates
Reeder J. Sharon, dkk. 1997. Maternity Nursing Edisi 18. New York: Lippicot
Philadelpia
Wikhjosastro, Hanifa. 2002. Ilmu Kebidanan Edisi 3. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo
www.info_sehat.com/2000
www.intisari_mediatama.com/2002
www.tabloid_nakita.com
Yunizaf [email protected] /Distosia/29/3/07