Tips Jitu Mengendalikan Lalat Buah (Tephritidae) ~ Gerbang Pertanian
diptera: tephritidae
Transcript of diptera: tephritidae
TESIS
KERAGAMAN DAN DINAMIKA POPULASI LALAT
BUAH (DIPTERA: TEPHRITIDAE) YANG MENYERANG
TANAMAN BUAH-BUAHAN DI BALI
NI KADEK NITA KARLINA ASTRIYANI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014
i
TESIS
KERAGAMAN DAN DINAMIKA POPULASI LALAT
BUAH (DIPTERA: TEPHRITIDAE) YANG MENYERANG
TANAMAN BUAH-BUAHAN DI BALI
NI KADEK NITA KARLINA ASTRIYANI
NIM 1290861001
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI BIOTEKNOLOGI PERTANIAN
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014
ii
KERAGAMAN DAN DINAMIKA POPULASI LALAT
BUAH (DIPTERA: TEPHRITIDAE) YANG MENYERANG
TANAMAN BUAH-BUAHAN DI BALI
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister
Pada Program Magister, Program Studi Bioteknologi Pertanian,
Program Pascasarjana Universitas Udayana
NI KADEK NITA KARLINA ASTRIYANI
NIM 1290861001
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI BIOTEKNOLOGI PERTANIAN
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014
iii
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI
PADA TANGGAL : 16 Juni 2014
Pembimbing I, Pembimbing II,
Prof. Dr. Ir. I Wayan Supartha, MS. I Putu Sudiarta, SP.,MSi.,Ph.D.
NIP. 19570330 198601 1 001 NIP. 19791107 200501 1 002
Mengetahui
Ketua Direktur
Program Studi Bioteknologi Pertanian Program Pascasarjana
Program Pascasarjana Universitas Udayana
Universitas Udayana
Prof. Dr. Ir. I Gede Rai Maya Temaja, MP. Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp. S (K)
NIP. 19621009 198803 1 002 NIP. 19590215 198510 2 001
iv
PENETAPAN PANITIA PENGUJI
Tesis ini Telah Diuji
Pada Tanggal 16 Juni 2014
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor
Universitas Udayana, No. 1849/UN14.4/HK/2014, Tanggal 20 Juni 2014
Ketua : Prof. Dr. Ir. I Wayan Supartha, M.S.
Anggota :
1. I Putu Sudiarta , S.P.,M.Si.,Ph.D
2. Prof. Ir. I Wayan Susila, M.S
3. Prof. Dr. Ir. I Nyoman Wijaya, M.S
4. Dr. G.N. Alit Susanta Wirya, S.P., M.Agr
v
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Saya yang bertandatangan di bawah ini :
Nama : Ni Kadek Nita Karlina Astriyani
NIM : 1290861001
Program Studi : Bioteknologi Pertanian
Judul Tesis : Keragaman dan Dinamika Populasi Lalat Buah (Diptera:
Tephritidae) yang Menyerang Tanaman Buah-Buahan di
Bali.
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah tesis ini bebas plagiat. Apabila
dikemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia
menerima sanksi peraturan Mendiknas RI No.17 Tahun 2010 dan Peraturan
Perundang-Undangan yang berlaku.
Denpasar, 20 Juni 2014
Yang membuat pernyataan
(Ni Kadek Nita Karlina Astriyani)
vi
UCAPAN TERIMA KASIH
Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur ke
hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena hanya atas asung wara nugraha-
Nya, tesis ini dapat diselesaikan.
Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. Ir. I Wayan Supartha, MS. selaku
Pembimbing I yang dengan penuh perhatian dan kesabaran memberikan
dorongan, semangat, bimbingan, saran dan pengarahan kepada penulis selama
penyusunan tesis ini;, I Putu Sudiarta,S.P.,M.Si.,Ph.D selaku Pembimbing II yang
dengan penuh perhatian dan kesabaran telah memberikan bimbingan dan saran
kepada penulis sekaligus sebagai pembimbing akademik yang dengan sabar
menjadi pembimbing akademik penulis selama menjadi mahasiswa pada Program
Pascasarjana Universitas Udayana.
Ucapan yang sama juga ditujukan kepada Rektor Universitas Udayana
Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD., KEMD, Ibu Direktur Pascasarjana
Universitas Udayana Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp. S(K) dan Prof. Dr. Ir. I
Gede Rai Maya Temaja, M.P selaku Ketua Program Studi Bioteknologi Pertanian
Program Pascasarjana Universitas Udayana atas kesempatan yang diberikan
kepada penulis untuk menjadi mahasiswa Program Magister pada Program
Pascasarjana Universitas Udayana serta seluruh staf dosen dan staf administrasi
yang telah banyak membantu penulis selama menempuh pendidikan. Pada
kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada Bapak dan Ibu pegawai Balai Karantina Denpasar Kelas 1 atas informasi,
vii
kerjasama dan kesempatan untuk belajar dan kemudahan dalam penggunaan
Laboratorium Entomologi selama penulis melakukan penelitian. Ucapan terima
kasih penulis sampaikan pula kepada para penguji tesis Prof. Ir. I Wayan Susila,
M.S, Prof. Dr. Ir. I Nyoman Wijaya, M.S dan Dr. G.N. Alit Susanta Wirya, S.P.,
M.Agr yang telah dengan sabar memberikan masukan, saran dan koreksi sehingga
tesis ini dapat terwujud menjadi lebih baik.
Ucapan terima kasih yang tulus penulis sampaikan kepada orangtua
penulis yaitu Ir. I Nengah Widiada, dan Ni Luh Ami, kakak penulis Ni Putu
Widyami Yanthi, SE, Adik-adik I Nyoman Bagus Kamayana dan Ni Ketut Santhi
Sannidhi, begitu juga terimakasih kepada Kadek Cahyadi Putra, S.Pd yang selalu
memberikan semangat kepada penulis, serta seluruh keluarga yang tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu atas dukungan, semangat dan doa selama penulis
menyelesaikan pendidikan terutama penyusunan tesis ini. Akhirnya ucapan terima
kasih penulis sampaikan juga kepada teman-teman Agroekoteknologi ’08 (Mika,
Ayu, Ayu Rahma, dan Gek Surya), Biotek ’12 (Ocha, Dewa, Rian, Adi Candra,
Bli Dika, Wira dan Agus), Biotek’ 13 (Putri,Ogink, Kayan dan Rahde) serta
semua teman-teman yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas doa,
kerjasama dan loyalitasnya selama ini.
Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa selalu melimpahkan rahmat-Nya
kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini.
Semoga tesis ini dapat memberikan sumbangan bagi pengembangan ilmu
pengetahuan dan bermanfaat bagi semua.
Denpasar, Juni 2014
Penulis
viii
ABSTRAK
Keragaman dan Dinamika Populasi Lalat Buah (Diptera: Tephritidae) yang
Menyerang Tanaman Buah-Buahan di Bali
Lalat buah (Diptera: Tephritidae) merupakan hama yang memiliki arti
penting bagi pertanian. Terdapat sekitar 4000 spesies lalat buah di dunia dan 35%
di antaranya merupakan hama penting pada buah-buahan termasuk di dalamnya
buah-buahan komersial yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Informasi tentang
keberadaan jenis-jenis lalat buah yang ada di suatu daerah perlu diketahui dan
dilaporkan sebagai langkah antisipasi dan pengendalian pada tanaman buah yang
dibudidayakan terutama di Bali. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
keragaman, indeks keragaman dan indeks kesamaan, spesies lalat buah yang
dominan di pasar dan di sentra buah-buahan, hubungan kelimpahan populasi
dengan persentase serangan serta keragaman dan tingkat parasitisasi parasitoid
yang berasosiasi dengan masing-masing spesies lalat buah di lapangan.
Penelitian dilakukan di Lapangan dan di Laboratorium. Penelitian di
Laboratorium dilaksanakan di Laboratorium Pengendalian Hama dan Penyakit
Terpadu Tanaman Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian
Universitas Udayana Bali dengan ketinggian 30 meter diatas permukaan laut pada
bulan Januari sampai Maret 2014. Penelitian dilakukan dengan pemasangan
perangkap (trapping) dan pengambilan sampel buah yang terserang lalat buah di
Pasar Klungkung, Pasar Gianyar, Pasar Kreneng, Pasar Badung, Pasar Anyar, dan
Sentra mangga, Sentra jeruk, Sentra cabai besar, Sentra cabai kecil, serta Sentra
semangka.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada 6 spesies yang ditemukan di
lokasi pasar dan sentra buah buahan di Bali yaitu Bactrocera papayae Drew &
Hancock, Bactrocera carambolae Drew & Hancock, Bactrocera umbrosa
Fabricius, Bactrocera cucurbitae Coquillete, Bactrocera caudata Fabricius dan
Bactrocera albistrigata de Maijere (Diptera:Tephritidae). Keragaman spesies
tersebut tergolong rendah yaitu > 1.5. Spesies yang dominan diantara keenam
spesies lalat buah tersebut adalah B. carambolae dan B. papayae. Indeks
kesamaan antara lokasi penelitian mencapai nilai 80%-100%. Kelimpahan
populasi lalat buah mempunyai hubungan positif dengan persentase serangan lalat
buah. Terdapat dua spesies parasitoid yang ditemukan berasosiasi dengan lalat
buah di lapangan yaitu Fopius sp. dari famili Braconidae. Diantara dua spesies
tersebut memiliki tingkat parasitasi yang rendah, tapi Fopius sp. pada tanaman
belimbing memiliki tingkat parasitasi yang lebih tinggi yaitu sebesar 56%,
sedangkan tingkat parasitasi dari parasitoid Fopius sp. pada tanaman cabai merah
hanya sebesar 33%.
Keragaman, kesamaan, dominansi lalat buah dan juga keragaman
parasitoid serta tingkat parasitasinya berbeda-beda tiap lokasi dan tiap sampel
buah-buahan. Disarankan untuk mengeahui mengenai jenis-jenis lalat buah yang
ada dan menyerang buah-buahan di Bali yang dilakukan dalam rentang waktu
yang lebih lama dan dalam berbagai fase tanaman inang serta jenis-jenis
parasitoid yang efektif dalam pengendalian lalat buah di lapang.
Kata Kunci: Lalat buah, keragaman, kesamaan, dominansi
ix
ABSTRACT
Diversity and Population Dynamics of Fruit Flies (Diptera: Tephritidae)
Invading Fruit Plants in Bali
Fruit flies (Diptera: Tephritidae) are pests that have significant role for the
existence of agriculture. There are about 4000 species of fruit flies in the world
and 35% of them are important pests on fruits including commercial fruits that
have high economic value. Information about the existence of the types of fruit
flies in an area need to be identified and reported as a anticipation and control to
fruit crops which are mainly cultivated in Bali. The purpose of this study was to
determine the diversity, diversity index and similarity index, the dominant species
of fruit fly that exist in the market and at the fruits’ sort center, relation of the
population abundance and diversity and levels of parasitoids parasitization’s
attack rate associated with each species of fruit flies in the field.
The study was conducted at the Field and in the Laboratory . Laboratory
research was conducted at the Laboratory Integrated Pest and Disease Control
Management, Faculty of Agriculture, Udayana University, Bali with height 30
meters above sea level in January to March 2014 . Study was conducted by
trapping and sampling the fruit flies attacking fruit at Klungkung market, Gianyar
market, Kreneng market, Badung market, Anyar market and Center of fruit
mango, orange, long chili, rawit chili and watermelon.
The results showed that there were 6 species found in the market and
fruits’ center in Bali, namely Bactrocera papayae Drew & Hancock, Bactrocera
carambolae Drew & Hancock,Bactrocera umbrosa Fabricius, Bactrocera
cucurbitae Coquillete, Bactrocera caudata Fabricius and Bactrocera
albistrigatade Maijere (Diptera: Tephritidae). The species diversity was low >
1.5. The dominant species among the six species of the fruit fly were
B.carambolae and B.papayae . Index of similarity between the study site reached
a value of 80 % -100 % . The abundance of fruit flies population had a positive
relationship with the level of fruit flies’ attack. There were two species of
parasitoids were found in fruit flies in the field, namely Diasmimorpha
longicaudacus and Fopius vandenboschi of the famili Braconidae. Between the
two species, the level of parasitism was still low, however Fopius sp. in Averrhoa
carambola L had higher parasitism rate that is equal to 56 %, while the rate of
parasitism of the parasitoid Fopius sp. in Capsicum annuum L. was only by 20 %
. Diversity, similarity, dominance and diversity parasitoids of fruit flies and
parasitization levels. it differed from each sample location and fruits. It was
advised to know the types of existing fruit flies attacking fruit in Bali which were
are done in longer time and in various phases of the plant host and the types of
parasitoids which were effective to control fruit flies in the field .
Keywords : Fruit flies , diversity , similarity , dominance
x
RINGKASAN
Lalat buah merupakan hama yang menjadi perhatian dunia di dalam kegiatan
ekspor import buah-buahan yang dilakukan oleh suatu Negara. Perhatian itu diberikan
karena kegiatan ekspor import komoditas buah segar yang dilakukan oleh masing-
masing Negara membawa resiko terhadap masuknya lalat buat dari satu Negara ke
Negara lain. Indonesia pernah mengalami masalah adanya komoditas buah-buahan
yang menunjukkan gejala serangan lalat buah (Suputa et al., 2006). Permasalahan
klasik tersebut sering dihadapi Indonesia karena menyangkut standar mutu (kualitas)
produk. Kerusakan yang diakibatkan lalat buah menyebabkan munculnya gejala
tusukan lalat buah berupa titik hitam pada buah serta gugurnya buah sebelum
mencapai kematangan yang diinginkan, sehingga produksi baik kualitas maupun
kuantitas menurun. Berbagai upaya pengendalian lalat buah telah dilakukan, baik
secara tradisional maupun dengan menggunakan insektisida kimia. Disamping itu,
petani mengendalikan lalat buah dengan atraktan, yaitu senyawa yang dapat
menarik lalat buah jantan.
Informasi tentang keberadaan jenis-jenis lalat buah yang ada di suatu
daerah perlu diketahui dan dilaporkan sebagai langkah antisipasi dan
pengendalian pada tanaman buah yang dibudidayakan terutama di Bali. Informasi
tersebut penting karena spesies lalat buah tertentu mempunyai preferensi terhadap
jenis inang tertentu. Oleh karena itu perlu penelitian mengenai keragaman dan
dinamika populasi lalat buah di area produksi dan membuat daftar spesies,
pemetaan dan deteksi lalat buah.
Penelitian dilakukan di Lapangan dan di Laboratorium. Penelitian di
Laboratorium dilaksanakan di Laboratorium Pengendalian Hama dan Penyakit
Terpadu Tanaman Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian
Universitas Udayana Bali dengan ketinggian 30 meter diatas permukaan laut pada
bulan Januari sampai Maret 2014. Penelitian dilakukan dengan pemasangan
perangkap (trapping) dan pengambilan sampel buah yang terserang lalat buah di
Pasar Klungkung, Pasar Gianyar, Pasar Kreneng, Pasar Badung, Pasar Anyar, dan
Sentra mangga, Sentra jeruk, Sentra cabai besar, Sentra cabai kecil, serta Sentra
semangka.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada 6 spesies yang ditemukan di
lokasi pasar dan sentra buah buahan di Bali yaitu Bactrocera papayae Drew &
Hancock, Bactrocera carambolae Drew & Hancock, Bactrocera umbrosa
Fabricius, Bactrocera cucurbitae Coquillete, Bactrocera caudata Fabricius dan
Bactrocera albistrigata de Maijere (Diptera:Tephritidae). Keragaman spesies
tersebut tergolong rendah yaitu > 1.5. Spesies yang dominan diantara keenam
spesies lalat buah tersebut adalah B. carambolae dan B. papayae. Indeks
kesamaan antara lokasi penelitian mencapai nilai 80%-100%. Kelimpahan
populasi lalat buah mempunyai hubungan positif dengan persentase serangan lalat
buah. Terdapat dua spesies parasitoid yang ditemukan berasosiasi dengan lalat
buah di lapangan yaitu Fopius sp. dari famili Braconidae. Diantara dua spesies
tersebut memiliki tingkat parasitasi yang rendah, tapi Fopius sp. pada tanaman
belimbing memiliki tingkat parasitasi yang lebih tinggi yaitu sebesar 56%,
sedangkan tingkat parasitasi dari parasitoid Fopius sp. pada tanaman cabai merah
hanya sebesar 33%.
xi
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM..................................................................................................i
PRASYARAT GELAR...........................................................................................ii
LEMBAR PENGESAHAN..............................................................................…..iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI.......................................................................iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT........................................................v
UCAPAN TERIMA KASIH...................................................................................vi
ABSTRAK............................................................................................................viii
ABSTRACT............................................................................................................ix
RINGKASAN..........................................................................................................x
DAFTAR ISI...................................................................................................……xi
DAFTAR TABEL ………………………………………..…………………......xiii
DAFTAR GAMBAR............................................................................................xiv
DAFTAR LAMPIRAN ……………………….……………………..………......xv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang…………………………………………….............………1
1.2 Rumusan Masalah …………………………………….………………..…5
1.3 Tujuan Penelitian ………………………………………………......……..5
1.4 Manfaat Penelitian …………………………………………………..……6
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Lalat Buah ………………………………………………………...………7
2.1.1 Klasifikasi ……………………………………………………….….7
2.1.2 Morfologi Lalat Buah…...……………………………………….…10
2.1.3 Bioekologi Lalat Buah.………………………………………….…15
2.1.4 Gejala Serangan Lalat Buah .………….…………………………...16
2.1.5 Peran Tanaman Inang dalam Menentukan Besarnya Populasi Lalat
Buah ……………………………………………….…………………….18
2.1.6 Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Lalat Buah ……….…19
2.1.7 Peran Parasitoid dalam Fluktuasi Populasi Lalat Buah ……………23
2.1.8 Persebaran Lalat Buah ………………………………………....…28
2.2 Pengaruh Tanaman Inang terhadap Perilaku Serangga …………………29
BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir ……………………………………………………….33
3.2 Konsep …………………………………………………………………...38
3.3 Hipotesis …………………………………………………………………41
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Tempat dan Waktu Penelitian ………………………………………….…43
xii
4.2 Alat dan Bahan …………………………………………………………...44
4.2.1 Alat …………………………………………………………………44
4.2.2 Bahan …………………………………………………………….…44
4.3 Pelaksanaan Penelitian ……………………………………………………44
4.3.1 Keragaman dan Dominansi Spesies Lalat Buah ………………….…45
4.3.1.1 Keragaman dan Indeks Keragaman Lalat Buah di Pasar ….…45
4.3.1.2 Keragaman dan Indeks Keragaman Lalat Buah di Sentra ……49
4.3.1.3 Dominansi Spesies Lalat Buah ……………………………….49
4.3.2 Indeks Kesamaan Lalat Buah di Pasar dan di Sentra Buah …………50
4.3.3 Kelimpahan dan Persentase Serangan Lalat Buah …………………..50
4.3.4 Keragaman dan Tingkat Parasitasi Parasitoid …………………….…51
BAB V HASIL PENELITIAN
5.1 Keragaman dan Dominansi Spesies Lalat Buah ………………………….53
5.1.1 Keragaman Spesies Lalat Buah di Pasar Buah-buahan ……………...53
5.1.2 Keragaman Spesies Lalat Buah di Sentra Buah-buahan ………….…57
5.1.3 Dominansi Spesies Lalat Buah ………………………………………60
5.2 Indeks Kesamaan Lalat Buah di Pasar dan di Sentra Buah ………………62
5.3 Hubungan Kelimpahan Populasi dengan Persentase Serangan Lalat Buah62
5.4 Keragaman dan Tingkat Parasitasi Parasitoid yang Berasosiasi dengan Lalat
Buah ………………………………………………………………………63
BAB VI PEMBAHASAN…………………………………………………….…66
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan ……………………………………………………………...…73
7.2 Saran …………………………………………………………………..…74
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………..…75
LAMPIRAN …………………………………………………………………….79
xiii
DAFTAR TABEL
No Teks Halaman
5.1 Indeks Keragaman Jenis Lalat Buah di 5 Lokasi Pasar ……………........54
5.2 Buah-Buahan yang dipasarkan di Lokasi Pasar ………………….....…..56
5. 3 Indeks Keragaman Jenis Lalat Buah di Sentra Buah dengan Perangkap...57
5.4 Matriks Hubungan antara Spesies Lalat Buah dengan Tanaman Inang…59
5.5 Spesies Lalat Buah yang Menyerang Buah-Buahan ………………....….61
5.6 Indeks Kesamaan Spesies Lalat Buah di Lokasi Pasar dan Sentra Buah...62
5.7 Tingkat Parasitasi Parasitoid Terhadap Lalat Buah ……………………..64
xiv
DAFTAR GAMBAR
No Teks Halaman
2.1a Morfologi Lalat Buah (Famili Tephritidae) ................................... 7
2.1b Morfologi Bagian-bagian Tubuh Lalat Buah …............................. 8
2.2 Taksonomi Spesies Lalat Buah ......................................................... 9
2.3 Morfologi Genus Bactrocera sp. .................................................. 10
2.4 Morfologi Genus Dacus sp. .......................................................... 10
2.5 Morfologi Genus Anastrepha sp. .................................................. 11
2.6 Morfologi Genus Ceratitis sp......................................................... 12
2.7 Morfologi Genus Rhagoletis sp. ................................................... 13
2.8 Gejala Serangan Lalat Buah ......................................................... 17
2.9 Gejala Membusuknya Buah Akibat Serangan Lalat Buah ............ 18
3.1 Kerangka Berpikir Penelitian ........................................................... 38
3.2 Kerangka Konsep Penelitian ........................................................... 41
4.1 Stoples Rearing ................................................................................. 48
5.1 Spesies Lalat Buah di Lokasi Pasar ………………….….............. 55
5.2 Indeks Dominansi Lalat Buah di Lokasi Penelitian …..…............. 60
5.3 Hubungan Kelimpahan dengan Persentase Seranga..….................. 63
5.4 Spesies Parasitoid Fopius sp. ………………………..…..........…. 65
xv
DAFTAR LAMPIRAN
No. Teks Halaman
1. Spesifikasi Spesies Lalat Buah dengan Atraktan………………….……79
2. Morfologi Spesies Lalat Buah ………………………………………..…84
3. Karakter Morfologi dari Bagian-Bagian Tubuh Lalat Buah ……………90
4. Jumlah Hasil Perangkap di Lokasi Penelitian …………………………..96
5. Indeks Keragaman Lalat Buah di Lokasi Penelitian ……………..….....101
6. Kelimpahan Lalat Buah di Lokasi Penelitian ………………..…............104
7. Tanaman-Tanaman yang ada di Sekitar Sentra Buah-Buahan ……......105
8. Gejala Serangan Lalat Buah ……………………………….……….......106
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan salah satu negara penghasil buah tropis yang
memiliki keragaman dan keunggulan cita rasa yang cukup baik. Cita rasa dan
beragamnya jenis buah-buahan di Indonesia menyebabkan buah-buahan lokal
dapat bersaing dengan buah-buahan impor. Selain itu, buah-buahan lokal
memiliki harga yang lebih terjangkau bila dibandingkan dengan buah-buahan
impor. Tingginya kebutuhan terhadap buah-buahan lokal membuat pengembangan
tanaman buah-buahan di Indonesia mengalami peningkatan. Namun, dalam
pengembangannya eksport buah-buahan lokal mengalami kendala penyediaan
benih bermutu, budidaya sampai penanganan panen. Salah satu kendala dalam
budidaya tanaman buah-buahan adalah adanya serangan hama lalat buah.
Lalat buah merupakan hama yang menjadi perhatian dunia di dalam kegiatan
ekspor import buah-buahan yang dilakukan oleh suatu negara. Perhatian itu diberikan
karena kegiatan ekspor import komoditas buah segar yang dilakukan oleh masing-
masing negara membawa resiko terhadap masuknya lalat buat dari satu negara ke
negara lain. Indonesia pernah mengalami masalah adanya komoditas buah-buahan
yang menunjukkan gejala serangan lalat buah (Suputa et al., 2006). Permasalahan
klasik tersebut sering dihadapi Indonesia karena menyangkut standar mutu (kualitas)
produk. Standar yang ditetapkan adalah suatu produk tidak mengandung residu
berbahaya melebihi ambang batas, tidak mengandung hama penyakit (OPT), dan
suatu negara harus menyediakan daftar spesies (pest list) atau deskripsi yang cukup
tentang OPT suatu komoditas apabila ingin memperluas pasar perdagangan
2
komoditas pertanian tersebut (BKP, 2007a). Globalisasi perdagangan buah segar
membuat semua negara harus memperhatikan kesehatan tanaman dari serangan hama
khususnya lalat buah.
Lalat buah (Diptera: Tephritidae) merupakan hama yang memiliki arti
penting bagi pertanian. Terdapat sekitar 4000 spesies lalat buah di dunia dan 35%
di antaranya merupakan hama penting pada buah-buahan termasuk di dalamnya
buah-buahan komersial yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Sekitar 75 %
tanaman buah-buahan di Indonesia telah terserang lalat buah (Sutrisno, 1999
dalam Sahabudin, 2004). Di samping menyerang buah-buahan, sekitar 40 % larva
lalat buah juga hidup dan berkembang pada tanaman sayur-sayuran, famili
asteraceae (Compositae) (Kuswadi, 2001).
Di Indonesia, lalat buah sebagai hama telah diketahui sejak tahun 1920,
dan telah dilaporkan menyerang mangga di Pulau Jawa. Pada tahun 1938, lalat
buah juga dilaporkan menyerang cabai, jambu, belimbing dan sawo. Survei lalat
buah di Indonesia yang dilakukan oleh Hardy pada tahun 1985 menemukan 66
spesies. Survei berikutnya yang dilakukan oleh Balai Karantina Pusat dari tahun
1992 - 1994 menemukan sekitar 47 spesies, dan 20 spesies di antaranya
merupakan kompleks Bactrocera dorsalis (Drew & Hancock 1994; Hamzah,
2004). Sementara laporan AQIS (2008) menyebutkan bahwa terdapat 63 spesies
lalat buah di Indonesia namun tidak termasuk Ceratitis capitata Wied.yang
dikenal dengan sebutan Mediterranean Fruit Fly atau Medfly sebagai hama
penting tanaman jeruk di wilayah sekitarlaut Tengah (White & Harris, 1992).
Orr (2002) melaporkan bahwa ada sekitar 90 spesies lalat buah di Indonesia
bagian barat termasuk lalat buah jenis lokal (indegenous). Delapan spesies di
3
antaranya merupakan hama penting yaitu Bactrocera albistrigata (de Maijere), B.
dorsalis Hendel, B. carambolae Drew and Hancock, B. papayae Drew and
Hancock, B. umbrosa (Fabricius), B. (Zeugodacus) caudata (Fabricius) dengan
sinonim Bactrocera (Z) tau (Walker), Bactrocera (Z) cucurbitace (Coquillete) dan
Dacus (Callantra) longicornis (Wiedemann).
Kerusakan yang diakibatkan lalat buah menyebabkan munculnya gejala
tusukan lalat buah berupa titik hitam pada buah serta gugurnya buah sebelum
mencapai kematangan yang diinginkan, sehingga produksi baik kualitas maupun
kuantitas menurun. Kehilangan hasil yang diakibatkan oleh serangan hama lalat
buah bervariiasi antara 30-100% bergantung pada kondisi lingkungan dan
kerentanan jenis buah yang diserangnya (Gupta & Verma, 1978; Dhilton et al.,
2005a, 2005b dan 2005c). Intensitas serangan lalat buah di Bali menunjukkan
variasi yang cukup besar, yaitu antara 6,4 - 70% (Sarwono, 2003). Sodiq (2004)
menyatakan bahwa intensitas serangan lalat buah pada mangga berkisar antara
14,8%-23%, namun tidak jarang kerusakan yang diakibatkan lalat buah khususnya
pada belimbing dan jambu biji dapat mencapai 100%.
Berbagai upaya pengendalian lalat buah telah dilakukan, baik secara
tradisional dengan membungkus buah dengan kantong plastik, kertas koran atau
daun kelapa maupun dengan menggunakan insektisida kimia. Disamping itu,
petani mengendalikan lalat buah dengan atraktan, yaitu senyawa yang dapat
menarik lalat buah jantan. Teknik ini efektif mengendalikan lalat buah jantan yang
masuk ke dalam perangkap beratraktan. Teknik berikutnya yaitu teknik jantan
mandul yang merupakan cara pengendalian dengan membuat lalat buah jantan
menjadi infertil, artinya lalat buah jantan masih dapat membuahi betina, namun
4
telur yang dihasilkan steril dan larva dalam keadaan rusak (Vijaysegaran &
Osman 1991 dalam Shiga, 1991).
Pengendalian lalat buah lainnya yaitu dengan menggunakan musuh alami
sebagai pengatur keseimbangan di alam. Musuh alami dapat berupa predator,
pathogen dan parasitoid. Parasitoid yang berasal famili Braconidae
(Hymenoptera), yaitu Fopius sp. dan Biosteres, sp (Siwi et.al., 2006). Parasitoid
Famili Braconidae dapat mencapai tingkat parasitisasi sebesar 57% dan
parasitisasi oleh parasitoid Famili Euphelmidae pada B.oleae dapat mencapai 80
sampai dengan 95% (Malau, 1968; Delrio, 1978; Delrio dan Gavalloro, 1977;
Delio dan Prota, 1976 dalam Flecher, 1987). Di Kamerun, diperoleh sejumlah
besar parasitoid (Fopius. sp. dan Biosteres, sp.) pada buah kopi dengan derajat
parasitisasi pada pupa lalat buah berkisar antara 10 sampai 56% dengan rata-rata
35% (Garry et al., 1986). Di Yogyakarta didapatkan 33,9% puparium B.
carambolae yang menginfestasi buah belimbing terparasit oleh B.vandenboschi
(Soesilohadi, 1995).
Informasi tentang keberadaan jenis-jenis lalat buah yang ada di suatu
daerah perlu diketahui dan dilaporkan sebagai langkah antisipasi dan
pengendalian pada tanaman buah yang dibudidayakan terutama di Bali. Informasi
tersebut penting karena spesies lalat buah tertentu mempunyai preferensi terhadap
jenis inang tertentu (Muryati et al., 2005). Oleh karena itu perlu penelitian
mengenai keragaman dan dinamika populasi lalat buah di area produksi dan
membuat daftar spesies, pemetaan dan deteksi lalat buah. Diketahuinya
keragaman dan dinamika populasi lalat buah di Bali mempunyai arti penting
dalam perencanaan dan pelaksanaan tindakan monitoring maupun pengendalian
5
yang akan dilakukan agar lebih efektif dan efisien. Disamping itu, informasi
tentang keberadaan jenis-jenis lalat buah, parasitoid dan tanaman inang yang ada
di suatu daerah perlu diketahui dan dilaporkan untuk mengantisipasi ledakan
hama tersebut di lapangan.
1.2 Rumusan Masalah
Terdapat lima masalah yang ingin dijawab dalam penelitian ini yang
dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah keragaman, dan dominansi spesies lalat buah yang berada
di pasar dan di sentra buah-buahan di Bali?
2. Bagaimanakah kesamaan spesies lalat buah yang berada di pasar dan di
sentra buah-buahan di Bali?
3. Bagaimanakah hubungan kelimpahan populasi dan persentase serangan
lalat buah yang menyerang tanaman buah-buahan di lapang?
4. Bagaimanakah keragaman dan tingkat parasitisasi parasitoid yang
berasosiasi dengan masing-masing spesies lalat buah di lapangan?
1.3 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Untuk mengetahui keragaman dan dominansi spesies lalat buah yang
berada di pasar dan di sentra buah-buahan di Bali.
2. Untuk mengetahui kesamaan spesies lalat buah yang berada di pasar dan
di sentra buah-buahan di Bali.
6
3. Untuk mengetahui hubungan kelimpahan populasi dan persentase
serangan lalat buah yang menyerang tanaman buah-buahan di lapang.
4. Untuk mengetahui keragaman dan tingkat parasitisasi parasitoid yang
berasosiasi dengan masing-masing spesies lalat buah di lapangan.
1.4 Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini diharapkan dapat diperoleh luaran seperti:
1. Secara akademis, hasil penelitian ini akan memperkaya pengetahuan
mengenai lalat buah dan parasitoid yang meliputi keragaman, kesamaan,
kelimpahan, dominansi lalat buah dan parasitoidnya pada tanaman buah-
buahan di Bali.
2. Secara praktis, hasil penelitian ini dapat membantu dalam upaya
pengendalian hama lalat buah pada tanaman buah-buahan yang
dibudidayakan.
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Lalat buah
2.1.1 Klasifikasi
Lalat buah diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Diptera
Famili : Tephritidae
Bentuk morfologi famili Tephritidae antara spesies satu dengan yang
lainnya hampir mirip. Maka dari itu perlu dilakukan identifikasi yang teliti dan
seksama dalam menentukan spesies dari famili Tephritidae. Secara umum
morfologi famili Tephtitidae dapat dilihat pada Gambar 2.1a
Gambar 2.1.a Morfologi Lalat Buah (Famili Tephritidae)
8
Gambar 2.1.b Morfologi Bagian-Bagian Tubuh Lalat Buah Famili
Tephritidae
9
Menurut White and Harris (1992), lalat buah memiliki 5 genus yaitu pada
Genus Ceratitis Mac Leay, Genus Anastrepha Schiner, Genus Bactrocera
Macquart, Genus Rhagoletis Loew dan Genus Dacus Fabricius (Gambar 2.1b).
Subgenus
Ceratitis Mac
Leay
Contoh sp: Subgenus
Notodacus
Perkins
Contoh sp: Subgenus
Callantra
Walker
Contoh sp: A. suspense
Loew
Subgenus
Afrodacus Bezzi
R. cerasi
Linnaeus
Contoh sp:
C. caroirii
Guerin-
Meneville
A. oblique
Macquart
Subgenus
Tetradacus
Miyake
R. conversa
Brethes
D.
solomonersis
Malloch
Subgenus
Pardalaspia
A. bistrigata
Bezzi
Subgenus
Hemigymnodacus
Hardy
R.completa
Cresson
D. smieroides
Walker
Contoh sp: A. ludens Loew Subgenus
Gymnodacus
Munro
R. pamonella
Walsh
Subgenus
Didacus
Collart
C. punctate
Wiedemann
A. antunesi
Lima
Subgenus Daculus
Speicer
Species Contoh sp:
Subgenus
Pterandus
A. disticta
Greene
Subgenus
Javadacus Hardy
R. tomatis
Foote
D. frontalis
Becker
Contoh sp: A. fraterculus
(Wiedemann)
Subgenus
Sinodacus Zia
R. fausta
Osten Sacken
Subgenus
Dacus
Fabricius
C.pedestris
Bezzi
Species
Complex
Subgenus
Diplodacus May
Contoh sp:
Subgenus
Ceratalaspia
A. grandis
Macquart
Subgenus
Zeugodacus
Hendel
D. bivitatus
Bigot
Contoh sp: A.ornata
Aldrich
Subgenus
Bactrocera
Macquart
C.cosyra
Walker
A. serpentine
Wiedemann
A. striata
Schiner
Gambar 2.2 Taksonomi Spesies Lalat Buah (Harris, 1992)
FAMILI TEPHRITIDAE
(lalat buah)
Genus
Anastrepha
Schiner
Genus
Bactrocera
Macquart
Genus
Rhagoletis
Loew
Genus
Dacus
Fabricus
Genus
Ceratitis
Mac Leay
10
2.1.2 Morfologi Lalat Buah
Seperti yang disebutkan oleh White and Harris (1992), famili Tephritidae
memiliki 5 genus yang morfologinya berbeda-beda. Morfologi kelima genus
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Genus Bactrocera :
Cell cup sempit dengan extension sangat panjang.
Pola sayap biasanya berupa costal band dan anal streak
Abdomen oval dengan tergum I – V tidak bergabung (not fused)
Gambar 2.3 Morfologi Genus Bactrocera sp.
2. Genus Dacus :
Cell cup sempit dengan extension sangat panjang.
Cell cup
Ceromata
11
Pola sayap biasanya berupa costal band dan anal streak
Abdomen oval dengan tergum I – V bergabung (fused)
Gambar 2.4 Morfologi Genus Dacus sp.
3. Genus Anastrepha :
Cell cup lebar dengan extension agak panjang
Biasanya terdapat crossband membentuk pola warna pada sayap
Vena M membentuk curva sebelum mencapai pinggir sayap
Cell cup
Cell cup
12
Gambar 2.5 Morfologi Genus Anastrepha sp.
4. Genus Ceratitis :
Cell cup lebar extension pendek, Vena M pada sayap hampir membentuk sudut
siku-siku
Biasanya terdapat spot dan bintik pada basal cell sayap
Gambar 2.6 Morfologi Genus Ceratitis sp.
Cell cup
13
5. Genus Rhagoletis :
Cell cup lebar dengan extension pendek,
Vena M pada sayap hampir membentuk sudut siku-siku
Tidak terdapat spot dan bintik-bintik pada basal cell dari sayap
Gambar 2.7 Morfologi Genus Rhagoletis sp.
Telur lalat buah secara umum berwarna putih atau putih kekuningan
berbentuk bulat panjang. Panjang telur antara 0.3 mm-0.8 mm dan lebar 0.2 mm
dengan micropyle protruding yang tipis di bagian akhir anterior (CABI, 2007).
Telur akan menetas menjadi larva dua hari setelah diletakkan di dalam buah
(Ditlin Hortikultura 2006).
Larva berwarna putih keruh kekuningan, berbentuk bulat panjang dan
salah satu ujungnya runcing. Kepala berbentuk runcing, mempunyai alat pengait
Cell cup
14
dan bintik yang jelas. Larva instar ketiga berukuran sedang, dengan panjang 7.0
mm- 9.0 mm dan lebar 1.5-1.8 mm (White & Harris, 1994).
Puparium lalat buah berbentuk oval berwarna kuning kecoklatan dengan
panjang ± 5 mm (Ditlin Hortikultura, 2006). Imago lalat buah umumnya memiliki
ciri-ciri penting di kepala, toraks, sayap, dan abdomen. Kepala terdiri atas antena,
mata, dan spot. Pada toraks terdapat dua bagian penting yakni skutum dan
skutelum. Sayap mempunyai bentuk dan pola pembuluh yakni costa, radius,
median, cubitus, anal, r-m dan dm-cu (pembuluh sayap melintang). Pada genus
Bactrocera ruas-ruas abdomen terpisah dan genus Dacus ruas-ruas abdomen
menyatu. Pada abdomen, Bactrocera, tergum I dan II menyatu, tergum III-V
terpisah.
Pada Dacus, antara toraks dan abdomen mempunyai pinggang ramping
(petiole) sehingga menyerupai tawon (Siwi et al., 2006). Lalat buah komplek B.
dorsalis memiliki membran sayap yang cerah, kecuali pada costal band (tidak
mencapai R4+5); cell basal costa dan costa tidak berwarna dan tidak ada
microtrichia. Skutum umumnya berwarna hitam dengan pita kuning di sisi lateral
dan tidak memiliki pita kuning di bagian tengah skutum. Skutelum berwarna
kuning kecuali pada bagian basal dengan pita hitam yang tipis. Abdomen dengan
garis medial pada tergum III-V dan berwarna hitam di sisi lateral (CABI, 2007).
Abdomen umumnya mempunyai pita melintang dan pita membujur berwarna
hitam atau berbentuk huruf T yang kadang-kadang tidak jelas (Lawson et al.,
2003). Ujung abdomen lalat betina lebih runcing dan mempunyai alat peletak telur
(ovipositor) yang cukup kuat untuk menembus kulit buah. Pada jantan, abdomen
15
lebih bulat dan pada tergum III di kedua sisi lateral abdomen terdapat pecten
(Drew, 1989).
2.1.3 Bioekologi Lalat Buah
Lalat buah mengalami perkembangan sempurna atau dikenal dengan
perkembangan holometabola. Perkembangan holometabola memiliki 4 fase
metamorfosis yaitu: telur, larva, pupa, dan imago (Vijaysegaran & Drew, 2006).
Telur lalat buah diletakkan berkelompok 2-15 butir. Lalat buah betina dapat
meletakkan telur 1- 40 butir/hari. Seekor lalat betina dapat meletakkan telur 100-
500 butir (Sodiq 1992 dalam Siwi, 2005). Menurut Vijaysegaran dan Drew
(2006), satu ekor betina B. dorsalis dapat menghasilkan telur 1200 - 1500 butir.
Telur-telur diletakkan pada buah di tempat yang terlindung dan tidak terkena sinar
matahari langsung serta pada buah-buah yang agak lunak dan permukaannya agak
kasar (Ditlin Hortikultura, 2006).
Larva terdiri atas 3 instar. Larva hidup dan berkembang di dalam daging
buah selama 6-9 hari. Pada instar ke tiga menjelang pupa, larva akan keluar dari
dalam buah melalui lubang kecil. Setelah berada di permukaan kulit buah, larva
akan melentingkan tubuh, menjatuhkan diri dan masuk ke dalam tanah. Di dalam
tanah larva menjadi pupa (Djatmiadi & Djatnika, 2001).
Pupa pada awalnya berwarna putih, kemudian berubah menjadi
kekuningan dan akhirnya menjadi coklat kemerahan. Masa pupa berkisar antara 4
- 10 hari (Ditlin Hortikultura, 2006). Pupa berada di dalam tanah atau pasir pada
kedalaman 2-3cm di bawah permukaan tanah atau pasir. Setelah 6 -13 hari, pupa
menjadi imago (Djatmiadi & Djatnika, 2001).
16
Siklus hidup lalat buah dari telur sampai imago di daerah tropis
berlangsung lebih kurang 27 hari dapat dilihat pada Gambar 2.7. Lama hidup
imago betina berkisar antara 23-27 hari dan imago jantan antara 13-15 hari. Imago
betina setelah kopulasi akan meletakkan telur setelah 3-8 hari. Nisbah kelamin
jantan berbanding dengan betina yakni 1:1 (Sodiq 1992 dalam Siwi, 2005). Lalat
buah dewasa hidup bebas di alam dan bergerak secara aktif. Lalat betina sering
dijumpai di sekitar tanaman buah-buahan dan sayuran pada pagi dan sore hari,
sedangkan lalat buah jantan bergerak aktif dan memburu lalat buah betina untuk
melakukan kopulasi (Siwi, 2005).
2.1.4 Gejala Serangan Lalat Buah
Lalat buah betina menyerang buah dengan memasukkan telur melalui
ovipositornya ke dalam buah (Agarwal, 1984). Pemasukan ovipositor ke dalam
buah menyebabkan adanya gejala tusukan pada buah belimbing pada Gambar 2.8
wsterlihat spot berwarna gelap cokelat kehitaman.
Telur kemudian menetas menjadi larva yang hidup, makan dan
berkembang di dalam buah sehingga buah menjadi busuk berisi larva atau dikenal
dengan belatung (Kalshoven, 1981). Sesudah telur menetas, larva membuat
lubang di dalam buah sehingga mempermudah masuknya bakteri dan cendawan
(Siwi et al., 2006). Lalat buah hidup secara simbiosis mutualisme dengan bakteri,
sehingga ketika lalat buah meletakkan telur pada buah, bakteri akan terbawa
dengan diikuti cendawan yang akhirnya menyebabkan busuk. Sesudah telur
menetas, larva mengorek daging buah sambil mengeluarkan enzim perusak atau
pencerna yang berfungsi melunakkan daging buah sehingga mudah diisap dan
17
dicerna. Enzim tersebut diketahui yang mempercepat pembusukan, selain bakteri
pembusuk yang mempercepat aktivitas pembusukan buah. Bakteri tersebut hidup
pada dinding ovari, tembolok, dan ileum lalat (Hill 1983; Ria, 1994). Buah yang
terserang lalat buah dan busuk, akhirnya jatuh ke tanah.
Gambar 2.8 Gejala Serangan Lalat Buah
Serangan lalat buah pada buah yang terserang terdapat luka tusukan dalam
ukuran kecil, seperti tertusuk jarum. Hal tersebut akan mengakibatkan terdapatnya
spot hitam pada buah. Buah yang terserang menjadi busuk lunak dan menghitam
seperti pada Gambar 2.9. Luka akibat tusukan menimbulkan infeksi sekunder
berupa busuk buah, baik yang disebabkan oleh cendawan maupun bakteri. Buah
yang terkena tusukan lalat buah ini akan rontok. Jika buah dibelah akan terlihat
biji-biji berwarna hitam dan terdapat belatung yang merupakan larva lalat buah.
Gejala Tusukan
Ovipositor Lalat
Buah
18
Gambar 2.9 Gejala Membusuknya Buah Akibat Serangan Lalat Buah.
2.1.5 Peranan Tanaman Inang dalam Menentukan Besarnya Populasi Lalat
Buah
Ketersediaan buah dapat memoengaruhi fenologi dan kelimpahan lalat
buah (Israely et al., 1997). Kelimpahan populasi lalat buah jantan dipengaruhi
oleh tingkat kematangan buah sebagai contoh misalnya di Hanalei dan Kilauea
sebelah timur Kanei, Hawaii tahun 1988-1989 dengan puncak kelimpahan jambu
air terjadi bulan Mei dan September. Pada saat tersebut lalat buah oriental tidak
ditemukan di perkebunan komersial buah jambu sebelum terjadi pematangan buah
dan peningkatan lalat buah terjadi dengan meningkatnya kematangan buah (Stark
et al., 1991 dalam Vargas et al., 1993). Hasil penelitian Aluja et al., (1996) juga
menunjukkan bahwa 90% sampel buah manga dari perkebunan manga komersial
terinfeksi oleh A.obliqua. Stark and Vargas (1992), Strark et al., (1991) dan Tan
(1994) berpendapat fenologi tanaman inang merupakan penduga paling baik
dalam memprediksi dinamika populasi lalat buah, Bactrocera dorsalis kompleks.
Jambu batu (Psidium guajava) merupakan tanaman inang utama B. dorsalis di
Buah
membusuk
19
beberapa bagian dunia dan puncak populasi B.dorsalis bertepatan dengan musim
buah jambu.
2.1.6 Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Lalat Buah
Dinamika populasi lalat buah terjadi karena pengaruh kombinasi antara
faktor lingkungan yang bekerja pada populasi dan karakteristik intrinsik spesies
dan individu-individu (Celedonia et al., 1995 dalam Israely et al., 1997). Secara
umum lalat buah terbagi menjadi dua kelompok sifat populasi yaitu lalat buah
univoltine yang habitatnya di daerah temperate dan lalat buah multivoltine yang
habitatnya di daerah tropis dan subtropics (Harris, 1993). Besarnya populasi lalat
buah di lingkungan temperate diatur oleh suhu, sedangkan kelimpahan populasi
lalat buah di daerah tropis diatur oleh curah hujan (Celedonio et al., 1995 dalam
Israely et al., 1997). Sebagai contoh misalnya B.cucubitae Conquillet yang hidup
di daerah tropis, kelimpahan populasinya dipengaruhi kelembaban, sedangkan
Rhagoletis pomonella (Walsh) yang hidup di daerah temperate kelimpahan
populasinya dikendalikan oleh suhu (Bateman, 1972 dalam Israely et al., 1997).
Contoh lain misalnya di India populasi lalat buah melon meningkat bila turun
hujan cukup memadai dan menurun selama musim kemarau (Allwood, 1996).
Faktor-faktor lain yang mempengaruhi dinamika populasi adalah faktor
suhu, kelembaban, cahaya, curah hujan, tanaman inang, dan musuh alami. Faktor
iklim berpengaruh pada pemencaran, perkembangan, daya bertahan hidup,
perilaku, reproduksi, dinamika populasi, dan peledakan hama (McPheron &
Steck, 1996). Menurut Messenger (1976 dalam Siwi, 2005), iklim berpengaruh
20
terhadap perilaku seperti aktifitas kawin dan peletakan telur yang mempengaruhi
angka kelahiran, kematian, dan penyebaran serangga.
Curah hujan mempunyai pengaruh yang kuat terhadap kelimpahan buah
inang dan populasi B.dorsalis dewasa (Tan dan Serit, 1994).. Kemunculan imago
lalat buah dari pupa juga dipengaruhi oleh kelembaban tanah. Kelembaban tanah
yang optimal bagi kehidupan pupa lalat buah antara 80-90% (Sodiq, 1993). Pada
umumnya kepadatan populasi meningkat dengan curah hujan yang meningkat,
akan tetapi melalui suatu studi diketahui bahwa terjadi ledakan pada kepadatan
populasi B.dorsalis setelah badai topan. Hal tersebut menunjukkan bahwa iklim
berperan sebagai faktor mortalitas yang tidak tergantung kepadatan (Williamson
et al., 1985 ). Kepadatan populasi B.dorsalis cenderung tinggi selama musim
hujan, dan peningkatan populasinya tidak harus berkorelasi dengan fenologi
tanaman inang (Bagle & Prasad 1983). Walaupun demikian curah hujan tidak
selalu berkorelasi secara linier dengan kelimpahan populasi lalat buah.
Kelimpahan lalat buah dengan curah hujan memiliki hubungan yang saling
berkaitan, seperti lalat buah spesies Anastrepha oblique mempunyai hubungan
yang tidak linier (Aluja et al., 1996).
Kelembaban yang rendah dapat menurunkan keperidian lalat buah dan
meningkatkan mortalitas imago yang baru keluar dari pupa. Kelembaban udara
yang terlalu tinggi (95-100%) dapat mengurangi laju peletakan telur
(Bateman,1972). Semakin tinggi kelembaban udara maka lama perkembangan
akan semakin panjang. Kelembaban optimum perkembangan lalat buah berkisar
antara 70-80%. Lalat buah dapat hidup baik pada kelembaban antara 62-90%
(Landolt & Quilici 1996).
21
Intensitas cahaya dan lama penyinaran dapat mempengaruhi aktivitas lalat
betina dalam perilaku makan, peletakan telur, dan kopulasi. Lalat aktif pada
keadaan terang, yaitu pada siang hari dan kopulasi pada intensitas cahaya rendah.
Selain itu, lalat betina yang banyak mendapatkan sinar akan lebih cepat bertelur (
Siwi, 2005).
Suhu adalah faktor yang mempengaruhi laju perkembangan stadium muda
lalat buah dan akan menentukan fluktuasi populasinya (Flecher, 1987). Pada
daerah tropis yang tidak banyak mengalami fluktuasi suhu, fluktuasi populasi lalat
buah secara nyata tetap terjadi. Populasi lebih besar terjadi selama musim
kemarau daripada di musim hujan. Untuk lalat buah yang multivoltine, suhu di
bawah 210C dapat menurunkan laju pertumbuhan lalat buah selama stadium
muda. Produksi telur maksimum terjadi pada suhu 250C sampai dengan 30
0C
(Allwood, 1996).
Bateman (1968) dalam Pritchard (1970) menyatakan bahwa faktor cuaca
adalah determinan paling penting pada kelimpahan populasi Dacus tryoni. D.
tryoni betina lebih cepat perkembangan pematangan ovarynya pada suhu tinggi
daripada pada suhu rendah, sebagai contoh misalnya pada suhu 150C persentase
perkembangan per hari sebesar 2,94% sedangkan pada suhu 250C persentase
perkembangan mencapai 17,95%, kemudian menurun dengan meningkatnya suhu
yaitu menjadi 15,48% pada 300C. Menurut Bateman (1972), suhu berpengaruh
terhadap perkembangan, keperidian, lama hidup, dan mortalitas Bactrocera spp.
Lalat buah umumnya dapat hidup dan berkembang pada suhu 10-30ºC. Pada suhu
antara 25-30oC telur lalat buah dapat menetas dalam waktu yang singkat yaitu 30-
36 jam.
22
Lalat buah yang menyerang buah-buahan musiman, akan mempunyai
dinamika populasi yang erat hubungannya dengan keberadaan buah. Lalat buah
yang menyerang tanaman sayuran mempunyai dinamika populasi yang berbeda
karena keberadaan inang tanaman sayuran ada sepanjang tahun. Berdasarkan hasil
penelitian Muryati et al. (2005), B. carambolae dan B. papayae merupakan
spesies lalat buah yang paling banyak ditemukan. Hal ini disebabkan tanaman
inang kedua spesies tersebut tersedia sepanjang waktu. Inang tersebut antara lain
jambu biji, jambu air, belimbing, manggis, nangka, pisang, dan cabe..
Tingkat kematangan buah berpengaruh terhadap kehidupan lalat buah.
Buah yang lebih matang lebih disukai oleh lalat buah untuk meletakkan telur
daripada buah yang masih hijau. Tingkat kematangan buah sangat mempengaruhi
populasi lalat buah. Jenis pakan yang banyak mengandung asam amino, vitamin,
mineral, air, dan karbohidrat dapat memperpanjang umur serta meningkatkan
keperidian lalat buah. Peletakan telur dipengaruhi oleh bentuk, warna, dan tekstur
buah. Bagian buah yang ternaungi dan agak lunak merupakan tempat ideal untuk
peletakan telur (Siwi, 2005).
Musuh alami adalah salah satu faktor penyebab kematian lalat buah.
Musuh alami dapat berupa parasitoid, predator, dan patogen. Di lapang dijumpai
parasitoid famili Braconidae (Hymenoptera), yaitu Fopius spp. dan Biosteres spp.
Predator yang memangsa lalat buah antara lain semut, laba-laba, kumbang, dan
cocopet. Patogen yang menyerang lalat buah diduga cendawan Mucor sp. (Siwi et
al., 2006).
23
2.1.7 Peranan Parasitoid dalam Fluktuasi Populasi Lalat Buah
Telur, larva dan pupa lalat buah diserang oleh sejumlah parasit
Hymenoptera yang merupakan mayoritas musuh alami lalat. Famili Braconidae
merupakan parasitoid mayoritas dengan enam belas spesies. Terutama terdiri dari
opiines, tujuh spesies yang telah ditemukan dari Malaysia (van den Bosch &
Haramoto, 1951; Christenson & Foote, 1960; Clausen, 1972; Deulucci, 1976;
Wharton & Gilstrap, 1983; Ooi, 1984; Vijaysegaran, 1984; Rohani, 1986;
Serit et al, 1986;.. Udayagiri, 1987; Wharton, 1989; Palacio, 1991; Ramadhan et
al, 1995). Spesies yang diamati tingkat parasitasinya pada spesies Bactrocera
dorsalis pada buah belimbing di kebun dan di desa-desa di Malaysia adalah;
Fobius (Sinonim = Fopius) arisanus (Sonan), Diachasmimorpha longicaudatus
(Ashmead), Psytallia (Sinonim = Fopius) fletcheri (Silvestri), Psytallia (Sinonim
= Fopius) incisi (Silvestri), Fopius vandenboschi (Fullaway), Fopius skinneri
(Fullaway) (Ooi, 1984; Vijaysegaran, 1984; Rohani, 1986; Serit et al, 1986;. Serit
1987; Palacio et al, 1992, Ibrahim,dkk.,1994). Sementara, satu-satunya musuh
alami yang menyerang Bactrocera umbrosa adalah Pilinothrix sp. (Hymenoptera:
Cynipidae) (Yunus & Ho, 1980).
Larva B.dorsalis yang terparasit oleh parasitoid Famili Braconidae dapat
mencapai 57% dan parasitasi oleh parasitoid Famili Euphelmidae pada B.oleae
dapat mencapai 80 sampai dengan 95% (Malau, 1968; Delrio, 1978; Delrio dan
Gavalloro, 1977; Delio dan Prota, 1976 dalam Flecher, 1987). Di Kamerun,
diperoleh sejumlah besar parasitoid (Fopius sp. dan Fopius sp.) pada buah kopi
dengan derajat parasitasi pada pupa lalat buah berkisar antara 10 sampai 56%
dengan rata-rata 35% (Garry et al., 1986). Di Yogyakarta didapatkan 33,9%
24
puparium B. carambolae yang menginfestasi buah belimbing terparasit oleh
B.vandenboschi (Soesilohadi, 1995). Beberapa parasitoid seperti Strepsiptera
menyerang lalat buah dewasa, tetapi tidak berpengaruh pada populasi lalat buah.
Komposisi jenis dan efektivitas spesies parasitoid tertentu dari spesies
opiine bisa bervariasi tergantung pada wilayah dan jenis buah yang di serang,
ukuran dan kematangan mempengaruhi tingkat parasitisasi larva lalat buah
(Daratan et al, 1950;. Van den Bosch & Haramoto 1953, Hinckly, 1965;
Gonzalez, 1975; Wharton et al, 1981, Nishida et al, 1985; Harris & Lee,
1986; Wong & Ramadhan, 1995). Tingkat parasitisasi terbesar oleh
Diachasmimorpha longicaudatus telah ditemukan dari buah-buahan kecil seperti
buah kopi, kopi (Harris et al., 1986), loquat, Ertobtrya japonica (Lindl.), dan buah
persik Prunus persica L. (Wong et al. , 1984; Wong & Ramadhan, 1987)
dibandingkan dari buah jeruk besar (Wharton dkk, 1981;. Harris et al, 1986 dan
1988;. Harris & Bautista, 1996).
Opiine kompleks parasitoid Bactrocera dorsalis di belimbing bervariasi
setiap habitat dan dari tempat ke tempat. Dalam studi lapangan terpisah pada
komposisi parasitoid B. dorsalis di kebun belimbing yang berbeda di Serdang,
Selangor, Ooi (1984) mencatat Diachasmimorpha longicaudatus, Fopius
vandenboschi dan Fobius insici. Dari tiga spesies, B. vandenboschi adalah
parasitoid dominan, dibandingkan P. incisi dan D. longicaudatus. Parasitisme
oleh ketiga spesies tersebut berkisar 15,1-56,8% dengan rata-rata 28%
(Vijaysegaran, 1984).
Penurunan kelimpahan lalat buah di alam sering dikendalikan oleh empat
parasitoid dari subfamili opiinae yaitu: F. arisanus; B. vandenboschi; D.
25
longicaudatus; B. skinneri dalam buah belimbing di Penang, Malaysia Barat (Serit
et al, 1986; Serit, 1987.). Berdasarkan kelimpahan imago parasitoid yang muncul
dari pupa sampel buah-buahan, empat spesies parasitoid dikaitkan dengan B.
dorsalis di kebun belimbing dari Universitas Putra Malaysia (UPM) di Puchong,
Selangor. Parasitoid didominasi oleh B. persulcatus. Tingkat parasitisasi oleh
masing-masing spesies adalah B. persulcatus, 46.53%; F. arisanus, 32.82%; D.
longicaudatus, 15,69%; P. fletcheri, 4,95%. Bersama-sama, parasitoid ini
menyebabkan parasitasi keseluruhan rata-rata 36,96% (Palacio, 1991).
Fopius arisanus adalah satu-satunya parasitoid telur-larva dari spesies
Opiinae (Wharton & Gilstrap, 1983). Lalat buah pada fase telur-larva akan
dibunuh oleh F. arisanus dan F. arisanus tahap pupa dan parasitoid dewasa akan
muncul. Biosteres vandenboschi merupakan parasitoid larva instar pertama
Bactrocera dorsalis. Mulanya setelah terparasit larva dapat berkembang secara
normal tetapi akhirnya dibunuh pada tahap kepompong. Parasitoid B.
vandenboschi sebagai kontrol biologis lalat buah memiliki kemampuan untuk
memparasitasi dan dikenal sebagai pengendali tujuh spesies yang berbeda dari
hama tephritid (Wharton & Gilstrap, 1983) dan preferensi B. vandenboschi
pada lalat buah sangat cepat (instar pertama dam instar kedua) yang terjadi dekat
permukaan buah (van den Bosch & Haramoto, 1953;. Ramadhan dkk, 1995).
Diachasmimorpha longicaudatus Ashmead adalah endoparasitoid larva-
pupa soliter dari sejumlah spesies lalat buah tephritid ekonomis penting (Clausen
et al, 1965; Greany et al, 1976). Parasitasi pada instar larva kedua dan ketiga,
biasanya terjadi pada buah yang hampir membusuk. Penemuan inang oleh imago
26
betina dari D. longicaudatus melibatkan produk fermentasi yang dihasilkan dari
buah yang membusuk (Greany et al., 1977).
Psytallia fletcheri awalnya ditemukan pada Bactrocera cucurbitae di India
(Silvestri, 1916, Pruthi, 1937). Ini menjadi parasitoid yang paling penting dari di
Hawaii (Fullaway, 1920, Swezey, 1928). Keberadaannya di belimbing di
Bactrocera dorsalis di Malaysia pertama kali dilaporkan oleh Vijaysegaran
(1984)..
Vargas et al. (1993) menyatakan bahwa terdapat korelasi positif antara
Fopius arisanus, parasitoid dominan dengan jumlah individu lalat buah yang
mengindikasikan adanya hubungan tergantung kepadatan. Seperti misalnya laju
parasitasi B.arisanus pada Ceratitis capitata dan Bactrocera dorsalis bervariasi
pada habitat-habitat. Hal tersebut menunjukkan bahwa distribusi, kelimpahan dan
kopulasi dan reproduksi ada di bawah pengaruh kompleks faktor fisiologis dan
lingkungan (Nishida et al., 1985 dalam Harris dan Okamoto, 1991). Kualitas larva
lalat buah yang bervariasi dari minggu ke minggu mengakibatkan fluktuasi
populasi parasitoid yang nyata (Messing et al., 1993). Parasitoid yang
menginfestasi telurnya pada larva inang instar ketiga menghasilkan generasi
parasitoid yang berkualitas tinggi (Wong dan Ramadhan, 1992 dalam Messing et
al, 1993). Besarnya populasi parasitoid tergantung kepadatan besarnya populasi
lalat buah. Sebagai contoh misalnya penelitian yang dilakukan oleh Vargas et al.,
(1993) menyimpulkan bahwa kelimpahan B.arisanus secara jelas dideterminasi
oleh kepadatan populasi lalat buah baik di habitat tumbuhan liar maupun di
habitat tanaman budidaya.
27
Bautista dan Harris (1996) menyatakan, bahwa parasitoid akan tertarik
pada buah inang yang menjadi preferensinya tanpa menghiraukan ada atau
tidaknya telur atau larva lalat buah di dalamnya. Tanaman mempengaruhi
kecocokan serangga inang melalui bagian tanaman yang sesuai, secara langsung
akan mempengaruhi juga dinamika populasi parasitoid (Vet, 1999). Parasitoid
soliter mampu mendeteksi adanya larva lalat buah yang telah mengandung dan
tidak mengandung telur parasitoid spesies yang sama oleh karena adanya
perubahan “homocoel” jaringan inang. Wong dan Ramadhan (1987) menyatakan
bahwa parasitoid betina tidak dapat mendeteksi larva lalat buah yang mati.
Usia dan kondisi larva lalat buah sangat berpengaruh pada persentase
kemunculan imago dan seks rasio parasitoid. Larva lalat buah yang berukuran
besar pada umumnya menghasilkan persentase kemunculan parasitoid
(Diachasma longicaudata dan D.tyoni) yang lebih tinggi daripada parasitoid yang
dihasilkan larva lalat buah yang berukuran lebih kecil. Larva inang (lalat buah)
yang besar juga akan menghasilkan persentase individu betina parasitoid (D.
longicaudata dan D.tryoni) yang lebih tinggi daripada individu jantan kedua
parasitoid tersebut (Messing et al., 1993). Parasitoid secara fakultatif mengubah
seks rasio turunannya sebagai tanggapan atas perubahan lingkungan (Kirby and
Spence, 1816 dalam Godfray, 1994).
Peningkatan proporsi parasitoid jantan dipicu oleh stimuli lingkungan
yang “hidden additive genetik varience” di dalam populasi Ukuran inang, kualitas
pakan, kerapatan inang mungkin mempunyai pengaruh kuat pada rasio seks
parasitoid hymenoptera.
28
2.1.8 Persebaran Lalat Buah
Lalat buah sebagai hama telah diketahui sejak tahun 1920, dan telah
dilaporkan menyerang mangga di Pulau Jawa. Pada tahun 1938, lalat buah juga
dilaporkan menyerang cabai, jambu, belimbing dan sawo. Lalat buah di Indonesia
bagian barat dilaporkan sudah menyebar B. albistrigata, B. carambolae, B.
cucurbitae, B. papayae, B. tau, B. umbrosa, dan D. longicornis yang merupakan
hama penting (Orr 2002). Menurut Vijaysegaran dan Drew (2006), B. albistri
gata, B. carambolae, B. cucurbitae, B. occipitalis, B. papayae, B. philippinensis,
dan B. umbrosa, adalah spesies yang sudah menyebar luas di Asia Tenggara
dengan populasi sangat tinggi.
Menurut White dan Hancock (1997), daerah sebar lalat buah sudah hampir
terdapat di seluruh belahan dunia. Daerah sebarannya antara lain: Australia (P.
Chrismas), Vanuatu, Indonesia (Sumatera, Jawa, Sulawesi, Sumbawa, Lombok,
Maluku, Flores, Kalimantan), Malaysia, Singapore, Brunei, Taiwan, Hong Kong,
Thailand, Laos, Vietnam, India (P. Andaman), Sri Lanka, Myanmar, China, Pulau
Bagian Selatan Jepang, Indian Oceania, Afrika, Timur Tengah, Eropa, Guiana
Perancis, Surinam, Amerika Utara, California, Laut pasifik, dan Palau.
Pertamakali dilakukan penelitian pada tahun 1985 oleh Hardy dan petugas
karantina tumbuhan, ditemukan ± 66 spesies lalat buah (Dacus spp.) di Indonesia.
Periode 1992-1994, survei lalat buah dilakukan oleh Pusat Karantina Pertanian,
ditemukan ± 47 spesies dari 66 spesies yang pernah ditemukan. Dari spesies yang
telah ditemukan 20 diantaranya termasuk dalam grup Bactrocera dorsalis
complex (Drew, 1994).
29
2.2 Pengaruh Tanaman Inang Terhadap Perilaku Serangga
Serangga dalam menentukan pilihan terhadap tanaman inang sangat
dipengaruhi oleh banyak faktor terutama faktor nutrisi yang terkandung dalam
tanaman inang tersebut. Tanaman mengandung 13 nutrisi mineral elemen yang
sangat berfungsi untuk pertumbuhannya. Nutrisi tersebut dapat digolongkan ke
dalam dua kelompok besar, yaitu makronutrisi dan mikronutrisi. Makronutrisi
terdiri dari Nitrogen (N), Phosphor (p), Kalsium (Ca), Magnesium (Mg) dan
Sulfur (S), sedangkan yang termasuk dalam mikronutrisi adalah Besi (Fe),
Tembaga (Cu), Zeng (Zn), Boron (B), Molebdenum (Mo) dan Klorin (Cl)
(Motavalli et. al. 2005). Nutrisi yang terkandung pada tanaman selain dibutuhkan
dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman, juga sangat dibutuhkan oleh
serangga untuk perkembangan hidupnya.
Sifat atraktan tanaman inang terhadap serangga sangat dipengaruhi oleh
kandungan nutrisi tanaman inang yang sangat menentukan jumlah protein di
dalam tanaman inang.konsentrasi protein juga sangat ditentukan oleh tipe
tanaman, umur dan kandungan nutrisi tanah. Daun tanaman merupakan bagian
tanaman yang sangat disukai oleh serangga karena memiliki nutrisi makanan
paling baik dibandingkan dengan bagian tanaman lainnya, salah satu nutrisi
tanaman yang utama dibutuhkan oleh serangga adalah Nittrogen. Nitrogen dalam
bentuk protein dan asam amino sangat penting untuk pertumbuhan, perkembangan
dan reproduksi serangga. Tanaman yang banyak mengandung asam amino dapat
meningkatkan kemampuan reproduksinya. Nutrisi tanaman paling banyak terdapat
pada jaringan tanaman yang lebih muda dibandingkan dengan jaringan tanaman
yang sudah tua. Bunga, buah dan daun tanaman mengandung 1-5% atau lebih
30
Nitrogen, sedangkan pada batang pembuluh floem mengandung 0,5% Nitrogen
dan xylem hanya 0,1% Nitrogen (Cloyd, 2005).
Chapman (1971) mengemukakan bahwa makanan sangat berperan
terhadap perkembangbiakan serangga terutama terhadap keperidian serangga
betina. Tobing (1996) menyatakan bahwa menurunnya kondisi nutrisi tanaman
dengan bertambahnya umur berkaitan dengan perubahan-perubahan dalam
komposisi asam-asam amino pada tanaman. Hal tersebut di atas menunjukkan
bahwa kandungan nutrisi sangat menentukan preferensi serangga terhadap
tanaman inang, baik untuk makanan maupun meletakkan telur.
Menurut Doutt (1959) terdapat empat tahapan yang harus dilewati agar
parasitoid berhasil memarasit inangnya yaitu: 1) penemuan habitat inang, 2)
penemuan inang, 3) penerimaan inang dan 4) kesesuaian inang. Penemuan inang
terutama oleh parasitoid dipandu oleh rangsangan kimia yang berasal dari
senyawa-senyawa volatile. Rangsangan tersebut daoat berupa bau yang berasal
dari makanan atau tanaman yang terluka atau yang rusak, organisme yang
berasosiasi dengan inang atau inang itu sendiri. Tanaman merupakan syarat utama
karena tanaman mempunyai peran yang dominan dalam mendukung suatu habitat
yang khas, akibatnya ssuatu parasitoid kadang-kadang tertarik pada tanaman
tertentu meskipun di tempat tersebut tidak terdapat inang. Parasitoid kadang-
kadang juga memarasit inang yang terdapat pada jenis tanaman tertentu dan tidak
pada jenis tanaman yang lain (Vinson, 1981).
Penemuan inang oleh parasitoid dipandu oleh rangsangan fisik dan kimia.
Rangsangan fisik yang berperan terutama suara dan gerakan. Rangsangan kimia
dapat dibagi menjadi 2 kelompok. Pertama, rangsangan kimia yang dapat diterima
31
dari jarak jauh misalnya bau inang. Rangsangan yang diterima memungkinkan
parasitoid untuk melokalisasi areal pencarian inang. Kedua, rangsangan kimia
yang dapat dideteksi hanya dari jarak dekat yaitu setelah terjadi kontak fisik.
Rangsangan ini biasanya berasal dari senyawa-senyawa padat atau cair misalnya
kotoran inang, sekresi dari kelenjar labium inang, produk inang lain dan bekas
parasitoid lain. Adanya rangsangan ini memungkinkan terjadinya kontak antara
parasitoid dengan inangnya yang dicirikan oleh perilaku pengujian oleh parasitoid
berupa pergerakan memutar dengan cepat dan perubahan kecepatan pergerakan.
Faktor lain yang ikut menentukan penemuan inang adalah pengalaman dan
perilaku orientasi parasitoid.
Penerimaan inang atau pengenalan inang adalah proses diterima atau
ditolak inang untuk peletakan telur setelah terjadi kontak (Arthur, 1981). Proses
tersebut dibagi dalam empat fase yaitu : 1) kontak dan pemeriksaan, 2) penusukan
dengan ovipositor, 3) pemasukan ovipositor dan 4) peletakan telur. Keempat fase
tersebut harus lengkap dan berurutan sehingga bila terjadi hambatan pada salah
satu fase, proses dimulai kembali dari awal. Penerimaan inang juga dipandu
terutama oleh rangsangan fisik dan kimia selain itu, pengalaman parsitoid
sebelumnya termasuk tempat perkembangan parsitoid juga berpengaruh pada
proses penerimaan inang. Rangsangan fisik yang berperan adalah kondisi fisik
inangnya seperti ukuran, bentuk, tekstur atau bentuk permukaan, warna dan
kandungan air. Rangsangan lainnya adalah pergerakan inang misalnya kegiatan
makan inang dan perkembangan embrio dalam telur. Rangsangan kimia dapat
berasal dari senyawa-senyawa yang terdapat di luar dan di dalam tubuh inang
yang dapat dideteksi dengan antenna, tarsi atau ovipositor. Senyawa-senyawa
32
tersebut dapat disekresikan melalui kutikula, diekskresikan bersama-sama kotoran
atau terdapat pada jaringan-jaringan tertentu dalam tubuh inang (Arthur, 1981).
Kesesuaian inang yang menentukan perkembangan parasitoid sampai
menjadi imago tergantung pada beberapa faktor yaitu 1) kemampuan parasitoid
dalam menghindari atau melawan system pertahanan inang, 2) kompetisi dengan
parasitoid lain, 3) adanya toksin yang mengganggu atau merusak telur atau larva
parasitoid, dan 4) kesesuaian makanan parasitoid. Menurut Clark et al., (1976)
dan Berryman (1981), faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan parasitoid
adalah faktor luar (ekstrinsik) dan faktor dalam (intrinsik). Faktor luar terdiri dari
(a) faktor makanan seperti jumlah makanan, kecocokan makanan, kandungan gizi,
kadar air yang sesuuai dan tanaman inang yang sesuai untuk pertumbuhan dan
perkembangannya, (b) Faktor iklim seperti suhu, kelembaban, cahaya dan aerasi
yang baik untuk pembiakan masal, (c) Faktor biologis, termasuk di dalamnya
adalah musuh alami lainnya seperti parasite dan predatr, (d) Faktor manusia, yang
dimaksud disini adalah sejauh mana tindakan pengendalian serangga hama yang
telah dilakukan dengan manipulasi tanaman inang, pergiliran tanaman ataupun
pengendalian dengan pestisida. Faktor dalam adalah (a) ketahanan genetik,
dimana serangga mampu menciptakan ketahanan secara alami sehingga serangga
mampu menyesuaikan diri dengan perubahan fisiologis inang atau makanannya
sehingga seranga mampu mempertahankan hidupnya (b) Nisbah Kelamin yaitu
perbandingan jumlah serangga betina dan jantan yang menentukan banyak
tidaknya jumlah keturunan yang dihasilkan, (c) Kemampuan beradaptasi yaitu
sejauh mana serangga mampu beradaptasi dengan perubahan-perubahan iklim
pada lingkungan sekitarnya.
33
BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir
Permasalahan klasik yang dialami oleh Indonesia dalam perdagangan
komoditas hortikultura di luar negeri adalah standar mutu pertanian. Standar mutu
yang dimaksud adalah suatu produk hortikultura tidak boleh mengandung residu
zat berbahaya melebihi ambang batas, tidak mengandung organisme pengganggu
tumbuhan (OPT) tertentu dan Negara pengeksport harus mempunyai dan
menyediakan daftar spesies dengan deskripsinya yang cukup tentang OPT yang
berasosiasi dengan komoditas tersebut. Persyaratan itu diperlukan apabila Negara
pengeksport hendak memperluas pasar perdagangan pertanian (BKP, 2007a).
Salah satu organisme pengganggu tumbuhan yang banyak disoroti berkaitan
dengan perdagangan produk pertanian tersebut adalah lalat buah.
Lalat buah adalah serangga hama yang berasal dari famili Tephritidae yang
mempunyai 5 genus dan 4000 spesies telah teridentifikasi di dunia. Semakin deras
masuknya buah-buahan dari luar terutama dari daerah-daerah endemis
mempunyai resiko masuknya spesies lalat buah ke suatu daerah sangat tinggi.
Seperti hasil penelitian lalat buah pertama kali yang pernah dilakukan oleh Hardy
pada tahun 1985 di Indonesia yang menemukan 66 spesies. Pada tahun 1992
sampai dengan 1994, Pusat Karantina Pertanian secara nasional melakukan survei
ulang mengenai lalat buah dan menemukan sekitar 47 spesies, 20 spesies di
antaranya merupakan kompleks Bactrocera dorsalis (Drew & Hancock 1994;
Hamzah 2004). Sementara laporan AQIS (2008) menyebutkan bahwa terdapat 63
34
spesies lalat buahdi Indonesia namun tidak termasuk Ceratitis capitata Wied.
yang dikenal dengan sebutan Mediterranean Fruit Fly atau Medfly sebagai hama
penting tanaman jeruk di wilayah sekitar laut Tengah (White & Harris 1992).
Secara umum, lalat buah mempunyai 2 kelompok sifat populasi yaitu lalat
buah univoltine dan multivoltine. Lalat buah univoltine memiliki habitat di
daerah temperate dan lalat buah multivoltine habitatnya di daerah tropis dan
subtropis (Harris, 1993). Suhu merupakan faktor kunci yang mempengaruhi
kehidupan lalat buah yang hidup di daerah temperate. Sementara curah hujan
lebih dominan mempengaruhi kehidupan lalat buah di daerah tropis dan subtropis
(Celedonio et al., 1995 dalam Israely et al., 1997). Lalat buah multivotine, yang
hidup di daerah tropis seperti di Indonesia dan khususnya di Bali, mempunyai
generasi lebih dari sekali dalam 1 tahun. Kejadian tersebut, menyebabkan lalat
buah yang hidup di daerah tropis sangat terkait dengan persebaran, kelimpahan,
ketersediaan dan jenis tanaman inang yang ada.
Menurut Ginting (2007), spesies yang banyak ditemukan adalah B.
carambolae dan B. papayae merupakan spesies lalat buah yang populasinya
paling melimpah di suatu daerah. Kejadian tersebut disebabkan karena kedua
spesies tersebut bersifat polifag yang dapat memanfaatkan berbagai jenis tanaman
buah-buahan sebagai inang yang ketersediaan berlimpah sepanjang waktu.
Menurut White & Hancock (1997) serta CABI (2007), tanaman inang B.
carambolae adalah belimbing, belimbing waluh, jambu air,jambu biji, tomat,
cabe, nangka, cempedak, sukun, jeruk lemon, sawo, manggis, mangga, aren,
ketapang dan lain lain. Tanaman inang B. papayae antara lain pisang, pepaya,
jambu biji, jambu bol, jeruk manis, sawo, belimbing, sirsak, manggis, rambutan,
35
nangka, mangga, duku, rambai, kolang-kaling, cabe, terong, markisa dan lain lain.
Suatu area yang luas akan mendukung pertambahan populasi spesies karena
tersedianya sumber makanan dan habitat yang sesuai (Arthur & Wilson, 1967).
Disamping itu menurut AQIS (2008), kedua spesies tersebut merupakan hama
penting karena menyebar luas dalam populasi yang sangat tinggi.
Selain itu, pembatas utama yang mempengaruhi keberadaan suatu spesies
lalat buah yaitu suhu, habitat yang tidak mendukung (ketersediaan inang), dan
daerah jelajah yang tidak mendukung (McPheron & Steck,1996). Perbedaan pola
atau sifat antara satu komunitas dengan komunitas lain dapat merupakan
penyebab terjadinya perbedaan proporsi spesies-spesies tersebut. Sebagian spesies
mungkin sangat jarang ditemukan dan mempunyai kelimpahan yang kecil atau
dapat disebut sebagai spesies non dominan. Jenis spesies yang jarang tersebut
dapat merupakan spesies yang menetap dan mencari makan disuatu habitat atau
mungkin hanya merupakan penjelajah eksidental (tidak tetap) dari habitat yang
berdekatan atau bahkan jenis migran (Ricklefs, 1978; Odum, 1983).
Keragaman jenis dan kelimpahan tanaman inang sangat mempengaruhi
kehidupan dan kelimpahan populasi lalat buah di alam. Semakin beragam dan
berlimpahnya tanaman inang memberikan pengaruh positif terhadap dinamika
populasi lalat buah. Disamping ketersediaan tanaman inang, kualitas tanaman
inang juga sangat menentukan. Kualitas dan kuantitas sangat berpengaruh
terhadap kelimpahan lalat buah tersebut. Oleh karena itu, dinamika populasi pada
saat menjelang musim panen mempunyai kecendrungan yang meningkat
dibandingkan pada musim prapanen.
36
Menurut Siwi (2005), tingkat kematangan buah juga berpengaruh terhadap
kehidupan lalat buah. Buah yang lebih matang lebih disukai oleh lalat buah untuk
meletakkan telur daripada buah yang masih hijau. Hal tersebut karena berkaitan
dengan kandungan asam amino, vitamin, mineral, air, dan karbohidrat yang dapat
memperpanjang umur serta meningkatkan keperidian lalat buah. Oleh karena itu,
pada buah-buahan yang matang kelimpahan lalat buah meningkat. Kelimpahan
lalat buah yang dominan menimbulkan persentase serangan yang dominan pula
pada tanaman tertentu. Kerusakan yang diakibatkan lalat buah menyebabkan
gugurnya buah sebelum mencapai kematangan yang diinginkan, sehingga
produksi baik kualitas maupun kuantitas menurun. Kehilangan hasil yang
diakibatkan oleh serangan hama lalat buah bervariiasi antara 30-100% bergantung
pada kondisi lingkungan dan kerentanan jenis buah yang diserangnya (Gupta &
Verma 1978, Dhilton et al., 2005a, 2005b dan 2005c). Kehilangan hasil diikuti
dengan intensitas serangan lalat buah di Bali yang menunjukkan variasi yang
cukup besar, yaitu antara 6,4 - 70% (Sarwono, 2003). Sodiq (2004) menyatakan
bahwa intensitas serangan lalat buah pada mangga berkisar antara 14,8%-23%,
namun tidak jarang kerusakan yang diakibatkan lalat buah khususnya pada
belimbing dan jambu biji dapat mencapai 100%.
Besarnya kerusakan yang diakibatkan oleh lalat buah diperlukan suatu
pengendalian yang efektif yang efisien salah satunya dengan pengendalian hayati.
Pengendalian hayati merupakan penggunaan agens hayati untuk dapat mengatur
populasi lalat buah di lapangan. Agens hayati atau musuh alami alami tersebut
terdiri dari 3 (tiga) kelompok yaitu predator, pathogen dan juga parasitoid.
Predator yang memangsa lalat buah di lapangan antara lain semut, laba- laba,
37
kumbang, dan cocopet. Patogen yang menyerang lalat buah diduga cendawan
Mucor sp. (Siwi et al.., 2006) dan parasitoid yang menyerang lalat buah adalah
berasal dari famili Braconidae (Hymenoptera).
Diantara 3 musuh alami tersebut, parasitoid merupakan komponen pengatur
alami yang bertautan dengan kepadatan populasi lalat buah di lapangan. Fluktuasi
kelimpahan populasi parasitoid sangat dipengaruhi oleh struktur populasi di
lapangan. Jenis-jenis musuh alami yang telah dilaporkan berasosiasi dengan lalat
buah adalah parasitoid famili Braconidae (Hymenoptera), yaitu Fopius spp. dan
Biosteres spp. Komposisi jenis dan efektivitas spesies parasitoid tertentu dari
spesies opiine bervariasi tergantung pada wilayah dan jenis buah menyerang.
Jenis buah, ukuran dan kematangan mempengaruhi tingkat parasitisasi larva lalat
buah. Tingkat parasitisasi terbesar oleh Diachasmimorpha longicaudatus telah
ditemukan dari buah-buahan kecil seperti buah kopi, kopi Arabia L., loquat,
Ertobtrya japonica (Lindl.), dan buah persik Prunus persica L. dibandingkan dari
buah jeruk besar (Wharton dkk, 1981;. Harris et al., 1986 dan 1988;.Harris &
Bautista, 1996).
Informasi tentang keberadaan jenis-jenis lalat buah yang ada di suatu daerah
perlu diketahui dan dilaporkan sebagai langkah antisipasi untuk melakukan survei
dan pengendalian pada tanaman buah yang dibudidayakan. Hal ini penting karena
spesies lalat buah tertentu mempunyaipreferensi terhadap jenis inang tertentu
(Muryati et al., 2005). Oleh karena itu perlu penelitian mengenai keragaman dan
dinamika populasi lalat buah di area produksi atau area tertentu dan membuat
daftar spesies, pemetaan daerah sebar dan deteksi lalat buah di Bali.
38
Diketahuinya keragaman dan dinamika populasi lalat buah di Bali mempunyai
arti penting dalam perencanaan dan pelaksanaan tindakan monitoring maupun
pengendalian yang akan dilakukan agar lebih efektif dan efisien terutama di Bali.
Oleh karena itu, dilakukan berbagai penelitian berkaitan dengan keragaman dan
dinamika populasi lalat buah dan juga mengenai keragaman dan tingkat
parasitisasi parasitoid untuk mendapatkan agens hayati yang efektif
mengendalikan lalat buah di lapangan. Informasi tentang keberadaan jenis-jenis
lalat buah, parasitoid dan tanaman inang yang ada di suatu daerah diperlukan
untuk mengantisipasi ledakan hama tersebut di lapangan. Kerangka berpikir
penelitian tersaji dalam Gambar 3.1.
Gambar 3.1 Kerangka Berpikir Penelitian
3.2 Konsep
Konsep penelitian adalah untuk mengetahui keragaman, indeks keragaman
dan indeks dominansi lalat buah, untuk mengetahui indeks kesamaan spesies lalat
buah, untuk mengetahui hubungan kelimpahan populasi dengan persentase
39
serangan lalat buah yang menyerang tanaman buah-buahan di lapang serta untuk
mengetahui keragaman dan tingkat parasitisasi parasitoid yang berasosiasi dengan
masing-masing spesies lalat buah di lapangan (Gambar 3.2).
Pengamatan tentang keragaman spesies lalat buah yang didapatkan di pasar,
ditujukan untuk melihat spesies-spesies lalat buah yang ada di Bali ataupun
spesies-spesies yang masuk ke Bali. Oleh karena itu hasil penelitian yang
dilakukan di pasar diharapkan dapat memetakan spesies-spesies yang ada di Bali,
dan juga karena Pasar menjadi tempat keluar masuknya lalat buah dari luar atau
dalam Bali. Penelitian dilakukan dengan pemasangan perangkap di setiap Pasar
dan pengambilan sampel buah yang terserang. Sampel buah di pelihara, diamati
dan diidentifikasi serta sampel lalat buah yang terperangkap juga diidentifikasi di
laboratorium. Penghitungan hasil keragaman lalat buah menggunakan rumus
Shannon-Wiener.
Penelitian mengenai keragaman juga dilakukan di lapangan yaitu di sentra
tanaman buah tertentu, untuk melihat dan membandingkan keragaman dan
kesamaan spesies lalat buah di lapangan dan yang ditemukan di pasar. Selain itu
juga dilakukan untuk membandingkan spesies-spesies lalat buah yang ada dan
menyerang di Bali. Pelaksanaan penelitian adalah dengan pemasangan perangkap
dilakukan di lapangan yang terdapat Sentra-Sentra tanaman buah budidaya yang
ada. Selain pemasangan perangkap, juga dilakukan pengambilan sampel buah
yang terserang untuk melihat lalat buah apa yang menyerang buah-buahan yang
terdapat di Bali. Kemudian, sampel buah dan sampel lalat buah yang terperangkap
di identifikasi di laboratorium.
40
Penelitian mengenai dominansi spesies lalat buah juga dilakukan di lapangan
dan di laboratorium. Pelaksanaan penelitian yaitu dengan pemasangan perangkap
di lokasi Pasar dan di sentra buah-buahan di Bali serta pengambilan sampel buah
di lapangan, kemudian dipelihara sampai munculnya imago dari lalat buah. Lalat
buah yang muncul kemudian di identifikasi dan diteliti spesies lalat buah yang
dominan menyerang buah-buahan di Bali.
Untuk mengetahui indeks kesamaan dilakukan dengan pemasanagan
perangkap pada setiap lokasi penelitian di pasar dan sentra buah-buahan. Untuk
mengetahui hubungan kelimpahan dengan intensitas serangan lalat buah di
lapangan dilakukan dengan cara pengambilan sampel buah di lapangan kemudian
dipelihara di laboratorium dan setelah muncul imago lalat buah kemudian
identifikasi. Persentase serangan lalat buah dilakukan di lapangan dengan melihat
tanaman buah yang diserang lalat buah dengan menghitung jumlah buah yang
diserang serta dihitung dengan rumus persentase serangan menggunakan rumus
Kilmaskossu dan Nerokouw (1993).
Penelitian terakhir yaitu dilakukan di laboratorium dengan melihat
keragaman parasitoid dan tingkat parasitisasi dengan metode survey dan rearing di
laboratorium. Penelitian terakhir mengenai keragaman dan tingkat parasitisasi
parasitoid dilakukan dengan pemeliharaan sampel buah yang didapatkan dan
mengamati jenis parasitoid yang muncul. Tingkat parasitisasi dihitung dengan
menggunakan rumus tingkat parasitisasi Buchori et al., 2010.
Peubah yang diamati dari penelitian keragaman adalah spesies atau jenis
lalat buah, dan juga jenis parasitoid yang muncul dari sampel buah yang di
rearing. Peubah yang diamati dalam penelitian kesamaan lalat buah adalah
41
kesamaan spesies lalat buah di pasar dengan di lapangan, peubah mengenai
dominansi adalah spesies lalat buah yang dominan, peubah kelimpahan dan
persentase serangan adalah jumlah populasi pada saat tertentu pada masing-
masing tempat dengan persentase serangan yang ditimbulkan, serta penelitian
keragaman dan tingkat parasitisasi parasitoid peubahnya adalah spesies parasitoid
yang muncul, jumlah parasitoid serta tingkat parasitisasi dari parasitoid.
Gambar 3.2 Kerangka Konsep Penelitian
3.3 Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah:
1. Keragaman lalat buah di pasar dan di sentra buah-buahan di Bali tergolong
rendah dan didominansi oleh spesies B. carambolae dan B. papayae.
42
2. Kesamaan spesies lalat buah di pasar dan di sentra buah-buahan sangat
tinggi.
3. Hubungan kelimpahan populasi dan persentase serangan lalat buah
mempunyai korelasi positif.
4. Keragaman dan tingkat parasitasi parasitoid tergolong rendah.
43
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Lapangan dan di Laboratorium. Penelitian di
Laboratorium dilaksanakan di Laboratorium Pengendalian Hama dan Penyakit
Terpadu Tanaman Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian
Universitas Udayana Bali dengan ketinggian 30 meter diatas permukaan laut.
Penelitian di lapangan dilaksanakan dengan metode survey tetap yang
dilakukan pemasangan perangkap (trapping) di Pasar Klungkung, Pasar Gianyar,
Pasar Kreneng, Pasar Badung dan Pasar Anyar Ubung. Pemilihan pasar sebagai
tempat pemasangan perangkap karena di pasar sebagai tempat masuknya buah-
buahan yang yang berasal dari luar Bali dan sekitar Bali. Pasar Klungkung adalah
tempat kedua buah-buahan yang dipasarkan yang berasal dari luar seperti NTT,
NTB dan tempat masuknya buah-buahan lokal (Bali). Pasar Gianyar adalah
tempat kedua buah-buahan yang dipasarkan yang berasal dari luar dan tempat
masuknya buah-buahan lokal (Bali). Pasar Kreneng adalah tempat kedua buah-
buahan yang dipasarkan yang berasal dari luar dan tempat masuknya buah-buahan
lokal (Bali). Pasar Badung adalah tempat kedua buah-buahan yang dipasarkan
yang berasal dari luar dan tempat masuknya buah-buahan lokal (Bali). Pemilihan
Pasar Anyar karena pasar tersebut adalah tempat pertama masuknya buah-buahan
yang akan dipasarkan ke Bali. Metode survey berikutnya yaitu di sentra tanaman
buah dengan pemasangan perangkap (trapping) di lapangan yaitu di Sentra
mangga yang dilakukan di Desa Kubutambahan (Buleleng), Sentra Jeruk di Desa
44
Abuan (Bangli), Sentra Cabai besar di Desa Baturiti (Tabanan), Sentra Cabai kecil
di Desa Keramas (Gianyar) dan Sentra Semangka di Desa Sampalan Klod
(Klungkung). Penelitian di laboratorium dan di lapangan tersebut berlangsung
selama 3 bulan dari bulan Januari sampai Maret 2014, dengan rata-rata suhu 200C
dan kelembaban 80% .
4.2 Alat dan Bahan
4.2.1 Alat
Alat-alat yang digunakan adalah mikroskop, digital microskop, cawan
petri, pinset, kuas, botol parfum kecil ukuran ± 10 cc, gunting, kain, perangkap,
kamera dan stoples plastik. Tempat plastik yang digunakan memiliki tinggi 15
cm diameter 20 cm dan diberi ventilasi udara berupa kain kasa yang dipasang
pada tutup atas gelas yang telah dilubangi.
4.2.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah atraktan,
insektisida, kapas, tanah dan pasir sebagai media perkembangan larva pupa,
sampel buah-buahan yang terserang lalat buah, serta silica gel yang digunakan
untuk mengawetkan spesimen.
4.3 Pelaksanaan Penelitian
Metode yang digunakan mengacu pada metode standar ISPM dan ACIAR
(BKP 2007b; Hamzah 2004) dengan mengambil sampel (pest host sampling) dan
pemasangan perangkap (trapping) yang dilakukan di laboratorium dan lapangan.
45
4.3.1 Keragaman dan Dominansi Spesies Lalat Buah
4.3.1.1 Keragaman dan indeks keragaman lalat buah di pasar
Penelitian keragaman lalat buah di pasar didahului dengan survei dan
identifikasi serta wawancara pada setiap pasar yang menjadi tempat penelitian,
disamping itu wawancara dengan Dinas Pertanian terkait mengenai jenis buah-
buahan di pasar tersebut. Pasar-pasar yang menjadi tempat penelitian adalah di
Pasar Klungkung, Pasar Gianyar, Pasar Kreneng, Pasar Badung dan Pasar Anyar.
Selain kegiatan pemasangan perangkap juga dilakukan pengambilan sampel buah
yang memperlihatkan gejala terserang lalat buah.
Pemasangan perangkap
Perangkap dibuat dari wadah plastik berbentuk botol air mineral
berdiameter 5 cm dan tinggi 15 cm Pada bagian samping dibuat lubang
berdiameter 3 cm untuk lubang masuk lalat buah. Pada bagian atas botol plastik
diberi alat pengait dari besi untuk mengikatkan perangkap pada tali plastik atau
kawat dan menggantungkannya pada cabang pohon. Pada bagian dalam dipasang
alat pengait tempat menggantungkan bulatan kapas. Pada bagian atas kapas diberi
atraktan dan di bagian bawah kapas diberi insektisida. Atraktan yang digunakan
adalah Methyl eugenol (ME), Cue lure (CUE), Dorsal Lure, dan Trimed Lure.
Atraktan diteteskan sebanyak 2 cc dan insektisida sebanyak 2 cc dengan jarum
suntik. Pada dasar botol juga diletakkan kapas agar lalat buah yang mati tidak
mengalami penguapan sehingga specimen tidak rusak. Perangkap diberi label
identitas yang berisi jenis atraktan, nomor perangkap, lokasi penelitian, tanggal
pemasangan perangkap, dan tanda peringatan (awas beracun). Pemberian zat
46
pemikat diulang selama 3x setelah pengambilan hasil perangkap untuk
pemasangan selanjutnya.
Setiap lokasi penelitian perangkap lalat buah dipasang secara sistematik
pada 4 titik pemasangan perangkap perangkap dengan jarak minimal 1 m. Metode
yang digunakan adalah dengan metode nisbi. Pada setiap pasar dipasang 4 jenis
atraktan yang jaraknya 1 m antar atraktan. Dengan asumsi bahwa masing-masing
jenis atraktan mempunyai pengaruh pada spesies lalat buah yang berbeda. Selain
itu, karena setiap jenis atraktan memiliki spesifikasi yang berbeda dan spesifik
dalam menarik spesies lalat buah. Pada setiap lokasi pengambilan sampel, di
setiap titiknya dipasang 1 perangkap Methyl eugenol, 1 perangkap Cue lure, 1
perangkap dorsal lure, dan 1 perangkap Trimed lure. Perangkap digantungkan
pada cabang pohon yang ternaungi pada ketinggian sekitar 2 m dari permukaan
tanah. Setiap lokasi di ulang sebanyak 3 x. Kegiatan tersebut juga dilakukan pada
tempat lainnya. Pemasangan perangkap satu tempat dengan tempat lainnya
minimal berjarak 1 km. Pemasangan trap dilakukan selama satu bulan dengan
interval pengamatan selama 1 minggu sekali.
Pengumpulan Hasil Perangkap
Pengambilan sampel dilakukan 3 kali dengan interval waktu satu
minggu.Lalat buah yang terperangkap diambil dari dalam perangkap kemudian
dibungkus dengan kertas. Pada sisi kertas diberi identitas nomor sampel, lokasi,
jenis atraktan, tanggal pemasangan, tanggal pengambilan, nama kolektor, dan
ketinggian tempat. Sampel kemudian dibawa ke laboratorium untuk diidentifikasi.
47
Penanganan Sampel Hasil Perangkap
Penanganan sampel dilakukan di Laboratorium Hama dan Penyakit
Tanaman, Fakultas Pertanian Universitas Udayana. Penanganan sampel
merupakan hal yang vital. Pembusukan karena mikroba dapat merusak warna
sampel dan mempengaruhi ketepatan identifikasi sehingga perlu diawetkan
dengan cara dikeringkan dan disimpan dengan tambahan silica gel..
Pengambilan Sampel Buah
Pengambilan sampel buah-buahan diambil secara purposive random
sampling. Buah-buah yang dipakai sebagai sampel rearing adalah buah-buah yang
memperlihatkan gejala serangan lalat buah pada tanaman seperti jeruk, jambu air,
jambu biji, sawo, rambutan, mentimun, semangka, mangga, cabai besar, cabai
kecil dan belimbing yang dikumpulkan dari setiap pasar. Sampel buah yang
menunjukkan gejala ditempatkan dalam kantong plastik yang berbeda tiap
komoditas, dan selanjutnya dibawa ke Laboratorium Hama dan Penyakit
Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana.
Sampel buah yang menunjukkan gejala serangan dimasukkan ke stoples
plastik yang ukurannya disesuaikan dengan ukuran sampel buah, yang bagian
atasnya dibuat ventilasi yang ditutup dengan kain kasa tipis serta di bawahnya
diisi tanah dan pasir dengan perbandingan 1:1 setinggi 3 cm dari dasar tempat
yang digunakan sebagai rearing. Di dalam stoples, dimasukkan kembali stoples
kecil tempat diletakkannya buah, model rearing ini digunakan untuk buah-buah
kecil yang memiliki kandungan air yang banyak. Untuk buah-buah yang besar dan
tidak memiliki kandungan air yang cukup banyak, cukup menggunakan stoples
besar sebagai tempat rearing. Sampel buah yang terdapat gejala serangan
48
dibiarkan sampai keluar imago yang diletakkan pada kondisi gelap dengan
kelembaban yang rendah. Stoples plastik kemudian diberi label menurut jenis
buah, waktu dan tempat pengambilan buah. Stoples plastik ditempatkan pada
tempat yang sejuk dan teduh.Pemeriksaan dilakukan setiap hari untuk melihat
kemunculan imago lalat buah dan juga parasitoid kemudian dikoleksi dan
spesimen disiapkan untuk diidentifikasi dengan menggunakan kunci determinasi
dan Gambar lalat buah AQIS (2008).
Keterangan:
Ventilasi Stoples besar dari kain
kasa
Stoples besar
Sampel buah yang terserang
lalat buah
Saringan dari kain kasa, agar air
buah bisa jatuh ke bawah stoples
kecil
Stoples kecil.
Media hidup larva instar akhir
menjadi pupa yaitu tanah dan
pasir 1:1 setebal 3 cm.
Gambar 4.1 Stoples Rearing
Lalat buah diidentifikasi dengan menggunakan kunci dikotom manual
(Drew 1989; Siwi et al., 2006; Suputa et al., 2006; AQIS 2008). Karakter
morfologi bagian tubuh lalat buah yang penting dalam penelusuran kunci
identifikasi di antaranya adalah: bentuk spot pada muka, warna mesonotum, ada
tidaknya pita kuning di kedua sisi lateral dan tengah toraks, warna, pola dan
jumlah rambut pada skutelum, pola pada pembuluh sayap (costa band), bentuk
dan pola abdomen, serta warna dan spot pada tungkai (Drew et al., 1982; Lawson
et al., 2003).
49
4.3.1.2 Keragaman dan Indeks Keragaman Lalat Buah di Sentra Buah-
Buahan
Penelitian keragaman dan indeks keragaman lalat buah di sentra dilakukan
dengan metode yang sama dengan di pasar yaitu dengan pemasangan perangkap
di sentra-Sentra penanaman tanaman buah-buahan dan sekaligus pengambilan
sampel buah-buahan yang memperlihatkan gejala serangan lalat buah. Rumus
untuk menghitung indeks keragaman adalah:
Indeks keragaman Shannon-Wiener :
H’ = - (ni/N) log (ni/N)
Keterangan :
H’ = Indeks keragaman Shannon-Wiener
ni = Jumlah individu jenis ke-i
N = Jumlah total individu
Jika nilai indeks:
< 1,5 : Keragaman Rendah
1,5 – 3,5 : Keragaman Sedang
>3,5 : Keragaman Tinggi
4.3.1.3 Dominansi Lalat Buah
Dominansi lalat buah, dilakukan dengan pemasangan perangkap di
masing-masing lokasi Pasar dan Sentra buah-buahan disamping itu dengan
pengumpulan sampel buah yang terserang di lapangan. Dominansi lalat buah
dihitung berdasarkan sampel buah yang telah didapatkan di lapangan. Buah-
buahan yang menunjukkan gejala terserang lalat buah di pelihara, dan dihitung
jumlah lalat buah yang muncul tiap harinya. Penghitungan dominansi lalat buah
diamati setiap hari, sampai tidak ada imago lalat buah yang muncul. Pengumpulan
50
sampel lalat buah kemudian di identifikasi. Penghitungan dominansi lalat buah
dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
s
D = ∑ [ ni/N ]2
i=1
dengan :
D = Indeks dominansi simpson
ni = Jumlah individu genus ke-i
N = Jumlah total individu seluruh genera
(= ln S, dimana S = Jumlah jenis)
4.3.2 Indeks Kesamaan Lalat Buah di Pasar dan di Sentra Buah-buahan.
Indeks kesamaan adalah membandingkan kesamaan spesies lalat buah
yang didapatkan di pasar dan juga di sentra buah-buahan.
Indeks kesamaan Sorensen (Southwood, 1970) dengan rumus sebagai berikut:
IS= 2xc X 100%
a + b
Keterangan:
IS = Indeks Sorensen
a = Jumlah jenis di lokasi a
b = Jumlah jenis di lokasi b
c = Jumlah jenis yang sama yang terdapat di lokasi a dan b
4.3.3 Kelimpahan dan Persentase Serangan Lalat Buah
Kelimpahan lalat buah dihitung berdasarkan sampel buah yang telah
didapatkan di lapangan. Buah-buahan yang menunjukkan gejala terserang lalat
buah di pelihara, dan dihitung jumlah lalat buah yang muncul tiap harinya.
Penghitungan kelimpahan lalat buah dilakukan setiap hari, sampai tidak ada
51
imago lalat buah yang muncul. Lalat buah yang muncul kemudian di identifikasi.
Kelimpahan populasi masing-masing spesies ditentukan berdasarkan persentase
populasi spesies-spesies tersebut pada jenis buah yang diserang. Penghitungan
kelimpahan lalat buah dihitung dengan menggunakan rumus:
Kelimpahan(K):
Penghitungan persentase serangan yang diakibatkan oleh lalat buah,
dilakukan penghitungan persentase jumlah buah yang terserang tiap pohon per
tiap komoditas tersebut di bagi dengan jumlah total buah per tanaman. Untuk
tanaman buah-buahan yang memiliki morfologi tanaman yang cukup tinggi maka,
penghitungan persentase serangan dengan cara mengambil 100 sampel buah
secara acak pada saat panen, dan menghitung jumlah buah yang terserang atau
yang memperlihatkan gejala terserang lalat buah. Rumus untuk menghitung
persentase serangan adalah sebagai berikut:
I= Jumlah buah yang terserang lalat buah x 100%
Jumlah buah keseluruhan
Keterangan:
I : Persentase serangan per tanaman
4.3.4 Keragaman dan Tingkat Parasitisasi Parasitoid
Sampel 20 buah yang menunjukkan gejala terserang lalat buah di pelihara.
Munculnya lalat buah, akan diikuti oleh munculnya parasitoid. Penghitungan dan
pengamatan munculnya parasitoid diamati setiap hari, sampai tidak ada imago
lalat buah dan imago parasitoid yang muncul. Sampel parasitoid kemudian di
identifikasi. Keragaman parasitoid yang menyerang lalat buah, dapat diidentifikasi
Jumlah spesies a di lokasi x X 100%
Jumlah populasi semua spesies yang ditemukan di lokasi x
52
dan dihitung jumlahnya serta penghitungan tingkat parasitisasi tiap sampel buah
yang didapatkan di lapangan. Penghitungan tingkat parasitisasi parasitoid yang
berasosiasi dengan lalat buah menggunakan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
P = tingkat parasitisasi (%)
Parasitoid A = Jumlah imago salah satu parasitoid yang muncul
Imago lalat buah = Jumlah total imago lalat buah yang muncul dari pupa
yang tidak terparasitisasi (dimodifikasi dari Buchori et al., 2010).
P : ∑ Imago Parasitoid A
X 100% ∑ Imago lalat buah + ∑ Imago Parasitoid
53
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1 Keragaman dan Dominansi Spesies Lalat Buah
5.1.1 Keragaman Spesies Lalat Buah di Lokasi Pasar Buah-buahan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ditemukan enam spesies lalat buah di
lokasi pasar buah-buahan di Bali. Keenam spesies lalat buah tersebut adalah
Bactrocera papayae Drew & Hancock, Bactrocera carambolae Drew & Hancock,
Bactrocera umbrosa Fabricius, Bactrocera cucurbitae Coquillete, Bactrocera
caudata Fabricius dan Bactrocera albistrigata de Maijere (Diptera:Tephritidae)
(Gambar 5.1). Diantara keenam spesies tersebut ada dua spesies dominan yang
ditemukan yaitu B. carambolae dan B. papayae. Ada perbedaan indeks
keragaman spesies lalat buah diantara beberapa lokasi Pasar buah-buahan di Bali,
0,59% di Pasar Klungkung, 0,56% di Pasar Gianyar, 0,44% di Pasar Kreneng,
0,38% di Pasar Badung dan 0,52% di Pasar Anyar. Walaupun demikian,
keragaman spesies tersebut tergolong rendah di semua lokasi pasar buah-buahan
di Bali. Indeks keragaman tertinggi ditemukan di Pasar Klungkung (0,59%) dan
terendah di Pasar Badung (0,38) (Tabel 5.1).
54
Tabel 5.1
Indeks Keragaman Jenis Lalat Buah di 5 Lokasi Pasar
No Lokasi
Pemasaran Buah Spesies
Jumlah Spesies
(ekor)
Indeks Keragaman
Jenis
1 Pasar Klungkung B. papaya 181*
0,59 (Rendah)
B. carambolae 361*
B. umbrosa 146
B. cucurbitae 53
B. caudata 11
B. albistrigata 22
Total 774
2 Pasar Gianyar B. papaya 165*
0,56 (Rendah)
B. carambolae 370*
B. umbrosa 118
B. cucurbitae 45
B. caudata 0
B. albistrigata 35
Total 733
3 Pasar Kreneng B. papaya 362*
0,44 (Rendah)
B. carambolae 418*
B. umbrosa 5
B. cucurbitae 38
B. caudata 0
B. albistrigata 37
Total 860
4 Pasar Badung B. papayae 259*
0,38 (Rendah)
B. carambolae 382*
B. umbrosa 5
B. cucurbitae 35
B. caudata 0
B. albistrigata 5
Total 686
5 Pasar Anyar B. papayae 75*
0,52 (Rendah)
B. carambolae 106*
B. umbrosa 4
B. cucurbitae 38
B. caudata 0
B. albistrigata 5
Total 228
Keterangan: * : spesies dominan
55
A B C
D E F
Gambar 5.1. Spesies Lalat Buah yang Terdapat di Pasar: B. papayae (A), B.
carambolae (B), B. umbrosa (C), B. cucurbitae (D), B. caudata, dan (E) B.
albistrigata (F).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa buah-buahan yang berasal dari luar
negeri begitu pula pada buah-buahan lokal tidak terdapat serangan lalat buah atau
tidak muncul imago lalat buah. Karena perlakuan khusus pada saat
pengirimannya, buah-buahan lokal seperti sawo, mangga dan jeruk kintamani dan
buah-buahan import seperti apel (Fuji), Apel merah, jeruk sunkist dan pir.Adapun
buah-buahan yang dipasarkan di semua pasar tersaji pada Tabel 5.2.
56
Tabel 5.2
Buah-Buahan yang dipasarkan di Lokasi Pasar
No Lokasi Pasar Asal dan Jenis Buah-buahan
Lokal Bali Lokal Luar Bali Luar Negeri
1 Pasar Klungkung Jeruk, Rambutan, Mangga,
Sawo, Pisang, Semangka,
Melon, Nanas, Bengkuang,
Nangka, Mentimun,
Semangka, Cabai besar,
Cabai kecil, Buah Naga,
Manggis, Salak, Sirsak,
kedongdong, Pepaya
Mangga, Apel
manalagi,
Semangka, Melon,
Pisang, Nanas,
Lengkeng, Salak,
Pepaya
Apel fuji, Apel
merah, Jeruk
sunkist, Jeruk
shantang, Pir,
Sandong, Anggur
merah,
2 Pasar Gianyar Jeruk, Rambutan, Mangga,
Sawo, Pisang, Semangka,
Melon, Nanas, Bengkuang,
Nangka, Mentimun,
Semangka, Cabai besar,
Cabai kecil, Buah
Naga,Manggis, Salak,
Pepaya
Mangga, Apel
manalagi,
Semangka, Melon,
Pisang, Nanas,
Lengkeng, Salak,
Pepaya
Apel fuji, Apel
merah, Jeruk
sunkist, Jeruk
shantang, Pir,
Sandong, Anggur
merah,
3 Pasar Kreneng Jeruk, Rambutan, Mangga,
Sawo, Pisang, Semangka,
Melon, Nanas, Bengkuang,
Mentimun, Semangka,
Cabai besar, Cabai kecil,
Buah Naga, Manggis,
Salak, Sirsak, Pepaya
Mangga, Apel
manalagi,
Semangka, Melon,
Pisang, Nanas,
Lengkeng, Salak,
Pepaya
Apel fuji, Apel
merah, Jeruk
sunkist, Jeruk
shantang, Pir,
Sandong, Anggur
merah,
4 Pasar Badung Jeruk, Rambutan, Mangga,
Sawo, Pisang, Semangka,
Melon, Nanas, Bengkuang,
Mentimun, Semangka,
Cabai besar, Cabai kecil,
Buah Naga, Manggis,
Salak, Sirsak, Pepaya
Mangga, Apel
manalagi,
Semangka, Melon,
Pisang, Nanas,
Belimbing,
Lengkeng, Salak,
Pepaya
Apel fuji, Apel
merah, Jeruk
sunkist, Jeruk
shantang, Pir,
Sandong, Anggur
merah,jambu biji
Bangkok
5 Pasar Anyar Semangka, Melon, Nanas,
Bengkuang
Semangka, Melon,
Pisang, Nanas,
Bengkuang,
Pepaya
-
57
5.1.2 Keragaman Spesies Lalat Buah di Sentra Buah
Hasil penelitian menunjukkan bahwa spesies lalat buah yang ditemukan di
sentra buah-buahan sama dengan spesies yang ditemukan di lokasi pasar buah-
buahan yaitu B. papayae, B. carambolae, B. umbrosa, B. cucurbitae, B. caudata
dan B. albistrigata. Demikian juga keragamannya tergolong rendah di semua
lokasi sentra buah-buahan. Nilai indeks keragaman di sentra mangga yaitu 0,64%,
Sentra jeruk 0,45%, Sentra cabai besar 0,53%, Sentra cabai kecil 0,47% dan
Sentra semangka 0,58%. Diantara 5 sentra tanaman tersebut, Sentra mangga
memiliki nilai indeks keragaman paling tinggi sedangkan Sentra jeruk memiliki
nilai indeks keragaman paling rendah (Tabel 5.3).
Tabel 5.3
Indeks Keragaman Jenis Lalat Buah Di Sentra Buah Dengan Perangkap
No Lokasi Spesies Jumlah
Spesies (ekor)
Indeks
Keragaman Jenis
1 Sentra Mangga B. papayae* 539
0,64 (Rendah)
B. carambolae* 486
B. umbrosa 298
B. cucurbitae 196
B. caudata 0
B. albistrigata 106
Total 1625
2 Sentra Jeruk B. papayae* 164
0,45 (Rendah)
B. carambolae* 275
B. umbrosa 57
B. cucurbitae 13
B. caudata 0
B. albistrigata 0
Total 509
3 Sentra Cabai Besar B. papayae* 147
0,53 (Rendah) B. carambolae* 275
B. umbrosa 68
B. cucurbitae 13
58
B. caudata 0
B. albistrigata 25
Total 528
4 Sentra Cabai Kecil B. papayae* 135
0,47 (Rendah)
B. carambolae* 218
B. umbrosa 58
B. cucurbitae 12
B. caudata 0
B. albistrigata 22
Total 445
5 Sentra Semangka B. papaya 170
0,58 (Rendah)
B. carambolae 301
B. umbrosa 77
B. cucurbitae* 910
B. caudata 8
B. albistrigata* 385
Total 1851
Keterangan: * : spesies dominan
Hasil pengamatan pada buah-buahan yang terserang di lapangan
menunjukkan bahwa masing-masing spesies lalat buah mempunyai kisaran inang
yang berbeda-beda antar jenis lalat buah. B. carambolae dan B. papayae
mempunyai kisaran inang yang paling luas yaitu 8 dan 6 jenis buah-buahan
dibandingkan dengan spesies lainnya (Tabel 5.4).
59
Tabel 5.4
Matriks Hubungan Antara Spesies Lalat Buah dengan Tanaman Inang
dari Sampel Buah yang Terserang Lalat Buah
Ordo/Famili Jenis Buah
Spesies Lalat Buah
B.
papayae
B.
carambolae
B.
umbrosa
B.
cucurbitae
B.
caudata
B.
albistrigata
Sapindales
Anacardiaceae
Mangga
(Mangifera
indica L.)
+ + - - - -
Sapindales
Rutaceae
Jeruk
(Citrus reticulate
L.)
+ + - - - -
Solanales
Solanaceae
Cabai Besar
(Capsicum
annuum L.)
+ + 0 - - -
Solanales
Solanaceae
Cabai Kecil
(Capsicum
frutescens L.)
- + - - - -
Cucurbitales
Cucurbitaceae
Semangka
(Citrullus lanatus
(Thumb)
Matsum&Nakai.)
- - - + - -
Cucurbitales
Cucurbitaceae
Mentimun
(Cucumis sativus
L.)
- - - + 0 -
Oxalidales
Oxalidaceae
Belimbing
(Averrhia
carambola L.)
+ + - - - -
Sapindales
Meliaceae
Sawo
(Lansium
domesticum
Correa)
+ + - - - -
Sapindales
Sapindaceae
Rambutan
(Nephelium
lappaceum L.)
+ - - - - -
Rosales
Moraceae
Nangka
(Artocarpus
heterophyllus
Lam.)
- 0 + - - -
Myrtales
Myrtaceae
Jambu air
(Psidium
guajava L.
- + - - - +
Myrtales
Myrtaceae
Jambu biji
(Syzgium
aqueum (Burm
f.) Alston.)
+ + - - - 0
Keterangan: Tanda + : Terserang lalat buah
Tanda 0 : Tidak terserang lalat buah namun terdapat referensi
Tanda - : Tidak terserang lalat buah
60
5.1.3 Dominansi Spesies Lalat Buah
Spesies lalat buah dominan yang diamati melalui perangkap menggunakan
atraktan Metil Eugenol, Cue Lure, Dorsal Lure dan Trimed Lure adalah B.
carambolae dan B. papayae. Spesies lalat buah yang dominan tersebut ditemukan
di lokasi pasar dan menyerang buah-buahan di sentra buah di Bali. Dominansi
lalat buah tersebut hampir sama di semua lokasi pasar dan sentra buah-buahan di
Bali kecuali di Sentra semangka yang di dominansi oleh spesies B. cucurbitae
(Tabel 5.1, Tabel 5.3, Tabel 5.4 dan Gambar 5.2). Dominansi spesies lalat buah
tersebut terlihat sangat jelas pada Gambar 5.1 baik yang terjadi di pasar dan di
sentra buah-buahan.
Gambar 5.2 Indeks Dominansi Lalat Buah di Lokasi Penelitian
Dominansi spesies lalat buah tersebut juga ditemukan pada sampel buah
yang diambil langsung dari setiap lokasi Sentra buah-buahan. Spesies tersebut
adalah B. carambolae dan B. papayae (Tabel 5.5). Dominansi lalat buah tersebut
terjadi pada semua jenis buah-buahan yang ada di semua buah kecuali pada buah
Pasar Buah-buahan Sentra Buah-buahan
61
semangka dan mentimun yang di serang oleh spesies B.cucurbitae serta buah
nangka yang diserang oleh spesies B. umbrosa.
Tabel 5.5
Spesies Lalat Buah yang Menyerang Buah-Buahan
No Famili Jenis Buah Spesies Lalat
Buah
Jumlah
Populasi /Buah
1 Anacardiaceae Mangga
(Mangifera indica L.)
B. papaya 9
B. carambolae 20
2 Rutaceae Jeruk
(Citrus reticulate L.)
B. papaya 4
B. carambolae 9
3 Solanaceae
Cabai Besar
(Capsicum annuum L.)
B. papaya 1
2 B. carambolae
4. Solanaceae
Cabai Kecil
(Capsicum frutescens
L.)
B. carambolae 2
5 Cucurbitaceae Semangka
(Citrullus lanatus
(Thumb)
Matsum&Nakai.)
B. cucurbitae 12
6 Cucurbitaceae Mentimun
(Cucumis sativus L.)
B. cucurbitae 3
7 Oxalidaceae Belimbing
(Averrhoa carambola
L.)
B. carambolae
B. papaya
48
6
8 Meliaceae Sawo
(Lansium domesticum
Correa)
B. papaya
B. carambolae
2
1
9 Sapindaceae Rambutan
(Nephelium lappaceum
L.)
B. papaya 7
10 Moraceae Nangka
(Artocarpus
heterophyllus Lam.)
B. umbrosa 203
11 Myrtaceae Jambu air
(Psidium guajava L.)
B. albistrigata
B. carambolae
21
12
12 Myrtaceae Jambu biji
(Syzgium aqueum (Burm
f.) Alston.)
B. carambolae
B. papaya
19
24
62
5.2 Kesamaan Spesies Lalat Buah di Pasar dan di Sentra Buah
Spesies-spesies lalat buah yang ditemukan di lokasi pasar buah-buahan
hampir sama dengan spesies yang ditemukan di lokasi sentra buah-buahan di Bali
yang ditunjukkan dengan indeks kesamaannya yang mencapai nilai 80%-100%.
Variasi indeks kesamaan itu terjadi di Pasar Klungkung, Sentra Jeruk dan di
sentra Semangka (Tabel 5.6).
Tabel 5.6
Indeks Kesamaan Spesies Lalat Buah di Pasar dan di Sentra Buah
Tempat Pasar
Klungkung
Pasar
Gianyar
Pasar
Kreneng
Pasar
Badung
Pasar
Anyar
Sentra
Mangga
Sentra
Jeruk
Sentra
Cabai
Besar
Sentra
Cabai
Kecil
Sentra
Semangka
Pasar
Klungkung -
Pasar
Gianyar 91% -
Pasar
Kreneng 91% 100% -
Pasar
Badung 91% 100% 100% -
Pasar
Anyar 91% 100% 100% 100% -
Sentra
Mangga 91% 100% 100% 100% 100% -
Sentra
Jeruk 80% 89% 89% 89% 89% 89% -
Sentra
Cabai
Besar 91% 100% 100% 100% 100% 100% 89% -
Sentra
Cabai
Kecil 91% 100% 100% 100% 100% 100% 89% 100% -
Sentra
Semangka 100% 91% 91% 91% 91% 91% 89% 91% 91% -
5.3 Hubungan Kelimpahan Populasi dengan Persentase Serangan Lalat Buah
Pada Gambar 4.3, terlihat bahwa kelimpahan populasi lalat buah tertinggi
ditemukan pada buah mangga sebesar 29 ekor, disusul oleh jeruk 13 ekor,
semangka 12 ekor, cabai besar 3 ekor, dan cabai kecil 2 ekor. Sementara
persentase serangan tertinggi juga ditemukan pada buah mangga (26%), jeruk
63
(12%), semangka (11%), cabai besar (10%) dan cabai kecil (6%). Berdasarkan
hasil analisis korelasi antara kelimpahan populasi dan persentase serangan lalat
buah tersebut menunjukkan bahwa tingginya kelimpahan populasi mempunyai
hubungan positif dan sangat kuat (r = 0,96) terhadap tingginya persentase
serangan lalat buah.
Gambar 5.3 Hubungan Kelimpahan dengan Persentase Serangan
Lalat Buah
5.4 Keragaman dan Tingkat Parasitisasi Parasitoid yang Berasosiasi dengan
Lalat Buah
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ditemukan 2 spesies parasitoid yang
menyerang lalat buah di lapangan yaitu Fopius spp. Tingkat parasitasi kedua
parasitoid tersebut tergolong rendah, tetapi Fopius sp pada buah belimbing
memiliki tingkat parasitasi yang lebih tinggi yaitu sebesar 56%, sedangkan tingkat
parasitasi dari parasitoid Fopius sp. pada cabai besar hanya sebesar 33% (Tabel
5.7).
Persentase
Serangan
64
Tabel. 5.7
Tingkat Parasitasi Parasitoid Terhadap Lalat Buah
Tanaman Jumlah
Lalat Buah
Fopius sp.1
betina(ekor)
Fopius sp.1
jantan (ekor)
Fopius sp.2
jantan (ekor) Parasitasi
Mangga 29
Jeruk 13
Cabai Besar 3
1 33%
Cabai Kecil 2
Semangka 12
Mentimun 3
Belimbing 54 19 11
56%
Sawo 3
Nangka 203
Rambutan 7
Jambu air 33
Jambu biji 43
Kedua parasitoid tersebut bersifat endoparasit yang dapat dibedakan dari
posisi lubang tempat keluarnya parasitoid dewasa di dalam kokon. Fopius sp.
pada buah Belimbing memiliki ciri-ciri panjang tubuh 3,5-4,5 mm, abdomen
berwarna coklat dengan 2/3 perut bagian depan berwarna coklat kehitaman.
Panjang ovipositor yaitu 2,5-3,5 mm dan pada ujungnya terdapat setae berbeda
dengan parasitoid jantan berwarna hitam, kecuali bagian abdomen berwarna
coklat (Gambar 5.4 A,B) sedangkan Fopius sp. dengan ciri-ciri abdomen
berwarna kuning kehitaman, panjang tubuh 3,5-5,0 mm, ovipositor kecil dan
runcing ujungnya tidak bersetae dan panjang ovipositor 4,0-5,5 mm ditemukan
pada cabai besar (Gambar 5.4 C).
65
A B C
Gambar 5.4 Spesies Parasitoid Fopius sp. Betina (A), Fopius sp. Jantan (B)
dan Fopius sp. Jantan (C)
66
BAB VI
PEMBAHASAN
Ada enam spesies lalat buah yang ditemukan melalui perangkap di lokasi
Pasar buah-buahan di Bali. Keenam spesies lalat buah tersebut adalah Bactrocera
papayae Drew & Hancock, Bactrocera carambolae Drew & Hancock, Bactrocera
umbrosa Fabricius, Bactrocera cucurbitae Coquillete, Bactrocera caudata
Fabricius dan Bactrocera albistrigata de Maijere (Diptera:Tephritidae) Hasil
analisis terhadap indeks keragaman lalat buah tersebut di setiap lokasi pasar
menunjukkan nilai yang tergolong rendah yaitu < 1,5 (Tabel 5.1). Rendahnya
nilai indeks keragaman tersebut disebabkan oleh rendahnya jumlah spesies (jenis)
lalat buah dan individu per jenis yang ditemukan selama pengamatan di semua
lokasi (pasar buah-buahan) di Bali. Dibandingkan dengan jumlah spesies lalat
buah yang ditemukan sebelumnya di Indonesia yaitu 66 spesies oleh Hardy
(1985); 47 spesies Balai Karantina Indonesia Pusat (1994); 90 spesies oleh Orr
(2002) dan 63 spesies oleh AQIS (2008) maka jumlah spesies yang ditemukan di
semua lokasi penelitian tergolong sangat rendah. Rendahnya jumlah spesies dan
individu pada masing-masing spesies disebabkan oleh terbatasnya jenis jumlah
jenis dan volume buah-buahan yang dipasarkan selama pengamatan di Bali.
Selain itu pula rentang waktu pengamatan sangat singkat sehingga tidak semua
jenis lalat buah yang kemungkinan ada di Bali, dapat diamati melalui perangkap
di semua lokasi Pasar buah-buahan di Bali.
Walaupun demikian ada variasi nilai indeks keragaman di masing-masing
lokasi Pasar yaitu 0,59 adalah nilai indeks tertinggi yang ditemukan di Pasar
67
Klungkung dan 0,38 adalah nilai indeks terendah yang ditemukan di Pasar
Badung. Adanya variasi nilai indeks tersebut disebabkan oleh perbedaan jumlah
spesies lalat buah dan jumlah individu per spesies di setiap lokasi pasar buah-
buahan. Data pengamatan menunjukkan bahwa jumlah spesies dan individu per
spesies lalat buah yang ditemukan selama pengamatan di lokasi Pasar Klungkung
lebih tinggi di bandingkan dengan lokasi pasar buah-buahan di tempat lain (Tabel
5.1). Jumlah jenis yang menjadi inang lalat buah lebih banyak dan lebih beragam
di Pasar Klungkung daripada pasar lainnya. Demikian juga volume masing-
masing buah yang dijual relatif lebih tinggi daripada pasar lain. Selain itu,
masing-masing buah yang dipasarkan di Pasar Klungkung sisanya disimpan di
pasar sehingga dapat menjadi inang yang baik bagi perkembangan lalat buah yang
ada di lokasi tersebut. Berbeda dengan keragaman jenis buah-buahan yang
dipasarkan di Pasar Badung dan Pasar Kreneng jumlahnya lebih terbatas dan
pendistribusian buah-buahan lebih cepat ke tempat-tempat lainnya.
Sama seperti kejadian pada lokasi Pasar buah-buahan di Bali, indeks
keragaman lalat buah yang ditemukan di sentra buah-buahan di Bali juga
tergolong rendah yaitu >1,5 (Tabel 4.2). Indeks keragaman spesies tertinggi
ditemukan di Sentra mangga berbeda dengan Sentra jeruk yang memiliki indeks
keragaman paling rendah. Kejadian tersebut disebabkan oleh jumlah individu dan
jumlah individu spesies lalat buah lebih tinggi daripada sentra lainnya. Selain itu,
terdapat tanaman buah-buahan lainnya yang menjadi inang spesies-spesies yang
ditemukan pada Sentra mangga seperti yang tersaji pada Lampiran 7. Selain itu,
faktor lingkungan di sentra mangga lebih sesuai bagi kehidupan lalat buah karena
terhindar dari perlakuan insektisida. Petani mangga sangat jarang melakukan
68
penyemprotan insektisida pada tanamannya dibandingkan dengan petani lainnya
seperti petani jeruk, cabai, semangka, tomat dan lain sebagainya. Perlakuan
insektisida secara umum sangat berpengaruh buruk terhadap penuruan jumlah
individu pada masing-masing spesies lalat buah di sentra tersebut.
Menurut McPheron & Steck (1996), rendahnya keragaman lalat buah
diduga kuat karena ekosistem lalat buah terkendali secara fisik oleh tindakan
budidaya yang dilakukan petani, seperti penggunaan insektisida, pestisida,
atraktan, dan juga lem perekat LEILA. Aktifitas serta keberadaan manusia juga
mempengaruhi keragaman spesies dalam suatu ekosistem (Ricklefs & Schulter
1993). Menurut Oka (1995) semakin beragam spesies yang ditemukan di suatu
areal, maka semakin besar atau tinggi tingkat keragaman komunitasnya.
Keragaman cenderung tinggi bila ekosistem tanaman tersebut diatur secara alami
oleh manusia atau berlangsung secara alami, sedangkan keragaman akan
cenderung menjadi rendah apabila ekosistem atau lokasi tersebut terkendali secara
fisik oleh kegiatan budidaya yang dilakukan petani.
Nilai indeks keragaman tidak sesuai dengan jumlah individu yang ada di
tiap lokasi penelitian. Seperti misalnya di Pasar Badung yang memiliki jumlah
individu yang lebih besar jika dibandingkan dengan Pasar Anyar, namun memiliki
indeks keragaman yang paling rendah (Tabel 5.1). Menurut Magurran (1988),
perhitungan indeks keragaman Shannon tidak hanya jumlah individu yang
menentukan besarnya nilai indeks, tetapi kekayaan jenis (species richness) juga
sangat menentukan. Nilai indeks keragaman Shannon (H’) dipengaruhi oleh
kemerataan jenis dalam suatu komunitas. Nilai kemerataan jenis akan cenderung
rendah apabila komunitas tersebut didominasi oleh satu spesies.
69
Menurut Oka (1995), semakin beragam spesies yang ditemukan di suatu
areal, maka semakin besar atau tinggi tingkat keragaman komunitasnya. Pada saat
keragaman spesies tinggi, maka suatu spesies tidak dapat menjadi dominan begitu
pula sebaliknya pada saat keragaman rendah, maka suatu spesies dapat menjadi
dominan. Spesies lalat buah yang non dominan merupakan spesies yang sangat
jarang ditemukan dan mempunyai kelimpahan yang kecil. Jenis spesies yang
jarang tersebut dapat merupakan spesies yang menetap dan mencari makan di
suatu habitat atau mungkin hanya merupakan penjelajah eksidental (tidak tetap)
dari habitat yang berdekatan atau bahkan jenis migran (Ricklefs 1978; Odum
1983). Sedangkan spesies dominan adalah spesies dengan kelimpahan yang
sangat besar karena jenis ini memiliki jumlah individu, biomassa serta nilai
penting yang besar sehingga mendominasi komunitas (Ricklefs, 1978 & Odum,
1983).
Pada Tabel 5.4, B. carambolae dan B. papayae merupakan spesies lalat
buah yang populasinya paling melimpah hampir di semua lokasi pengambilan
sampel. Menurut Ginting (2007), spesies B. carambolae dan B. papayae
merupakan spesies lalat buah yang populasinya paling melimpah di suatu daerah.
Hal ini disebabkan kedua spesies tersebut bersifat polifag yang dapat
memanfaatkan berbagai jenis tanaman buah-buahan sebagai inang yang
ketersediaan berlimpah sepanjang waktu serta menyebar luas dalam populasi yang
sangat tinggi. Selain itu, kemampuan adaptasi kedua lalat buah tersebut lebih
tinggi daripada spesies lalat buah lainnya karena memiliki kisaran inang yang
paling banyak. Menurut White dan Hancock (1997) serta CABI (2007), tanaman
inang B. carambolae adalah belimbing, belimbing waluh, jambu air, jambu biji,
70
tomat, cabe, nangka, cempedak, sukun, jeruk lemon, sawo, manggis, mangga,
aren, ketapang dan lain lain. Tanaman inang B. papayae antara lain pisang,
pepaya, jambu biji, jeruk manis, sawo, belimbing, sirsak, manggis, rambutan,
nangka, mangga, duku, rambai, kolang-kaling, cabe, terong, markisa dan lain lain.
Sedangkan B. cucurbitae mendominasi pada sentra semangka. Kelimpahan
populasi lalat buah berbeda antara satu tempat dengan tempat lainnya karena
berkaitan dengan keberadaan inang (buah), jumlah inang dan adaptasinya dengan
lingkungannya, seperti B. caudata yang hanya ditemukan di Pasar Klungkung dan
di sentra Semangka, kelimpahan B. umbrosa yang tertinggi di sentra mangga serta
kelimpahan B. albistrigata tertinggi di sentra Semangka. Suatu area yang luas
akan mendukung pertambahan populasi spesies karena tersedianya sumber
makanan dan habitat yang sesuai (MacArthur dan Wilson, 1967).
Semua jenis spesies lalat buah yang ditemukan di pasar sama dengan
spesies yang ditemukan di lapang walaupun distribusinya berbeda. Kesamaan
jenis spesies yang ditemukan di pasar dan di masing-masing Sentra buah-buahan,
ditunjukkan oleh indeks kesamaan masing-masing spesies yang sangat tinggi
antara lokasi Pasar dengan Sentra buah-buahan yang ada di Bali, kecuali di Pasar
Klungkung, Sentra semangka dan Sentra jeruk (Tabel 5.6). Kejadian tersebut
disebabkan oleh perbedaan jumlah spesies yang ditemukan pada tiap lokasi.
Jumlah spesies yang ditemukan yaitu 6 jenis di Pasar Klungkung dan Sentra
Semangka, sedangkan hanya 4 jenis lalat buah yang ditemukan di Sentra jeruk
sehingga indeks kesamaan dengan lokasi lainnya hanya 80-91%. Rendahnya
indeks kesamaan terutama di sentra Jeruk, diduga karena ekosistem tanaman jeruk
71
tersebut di dominansi oleh tanaman jeruk dan jarang ditemukan jenis tanaman lain
yang menjadi inang alternative lalat buah.
Berdasarkan Gambar 5.3, kelimpahan populasi lalat buah mempunyai
korelasi kuat dengan persentase serangannya. Semakin tinggi kelimpahan maka
semakin tinggi pula persentase serangan, begitupula sebaliknya semakin rendah
kelimpahan lalat buah maka semakin rendah pula persentase serangannya di
lapangan. Kelimpahan lalat buah yang dominan menimbulkan persentase
serangan yang dominan pula pada tanaman tertentu. Persentase serangan
bergantung pada kondisi lingkungan dan kerentanan jenis buah yang diserangnya
(Gupta & Verma 1978, Dhilton et al., 2005a, 2005b dan 2005c).
Melimpahnya suatu populasi organisme, selain disebabkan oleh faktor
inang dan lingkungan juga dipengaruhi oleh musuh alaminya. Musuh alami
mempunyai peranan penting dalam pengaturan populasi lalat buah di lapang.
Walaupun demikian jenis musuh alami yang ditemukan pada penelitian ini sangat
rendah yaitu 2 spesies parasitoid . Jumlah tersebut tentu kurang efektif dalam
mengendalikan lalat buah di lapang.
Pada Tabel 5.7, keefektifan parasitoid dalam mengendalikan populasi
hama dapat diukur dari daya parasitisasinya. Tingkat parasitasi kedua parasitoid
yang ditemukan yaitu 33-56%. Tingkat parasitasi Fopius sp. pada Belimbing yaitu
56% dan tingkat parasitasi Fopius sp. pada Cabai besar adalah 33%. Berdasarkan
daya parasitisasi tersebut dapat dinilai kemampuan musuh alami dalam mengatur
populasi lalat buah di dalam mengatur keseimbangan populasi lalat buah di
lapangan. Parasitisasi Fopius sp. pada lalat buah B.carambolae pada buah
72
belimbing lebih besar dari parasitisasi Fopius sp. pada lalat buah B.papayaee dan
B.carambolae pada buah cabai besar.
Rendahnya tingkat parasitasi tersebut salah satunya diduga karena
pengaruh buruk perlakuan insektisida dan cara bertanam yang tidak sesuai dengan
kaidah lingkungan sehingga berdampak buruk dengan keberadaan dan tingkat
parasitasi parasitoid di lapang. Menurut Clark et al., (1976) dan Berryman (1981),
faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan parasitoid adalah faktor luar
(ekstrinsik) dan faktor dalam (intrinsik). Faktor luar terdiri dari (a) faktor makanan
seperti jumlah makanan, kecocokan makanan, kandungan gizi, kadar air yang
sesuuai dan tanaman inang yang sesuai untuk pertumbuhan dan
perkembangannya, (b) Faktor iklim seperti suhu, kelembaban, cahaya dan aerasi
yang baik untuk pembiakan masal, (c) Faktor biologis, termasuk di dalamnya
adalah musuh alami lainnya seperti parasite dan predatr, (d) Faktor manusia, yang
dimaksud disini adalah sejauh mana tindakan pengendalian serangga hama yang
telah dilakukan dengan manipulasi tanaman inang, pergiliran tanaman ataupun
pengendalian dengan pestisida. Faktor dalam adalah (a) ketahanan genetik,
dimana serangga mampu menciptakan ketahanan secara alami sehingga serangga
mampu menyesuaikan diri dengan perubahan fisiologis inang atau makanannya
sehingga seranga mampu mempertahankan hidupnya (b) Nisbah Kelamin yaitu
perbandingan jumlah serangga betina dan jantan yang menentukan banyak
tidaknya jumlah keturunan yang dihasilkan, (c) Kemampuan beradaptasi yaitu
sejauh mana serangga mampu beradaptasi dengan perubahan-perubahan iklim
pada lingkungan sekitarnya.
73
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
1. Keragaman spesies lalat buah di pasar dan di sentra buah-buahan di Bali
sangat rendah dan di dominansi oleh spesies Bactrocera carambolae dan
Bactrocera papayae. Ditemukan 6 spesies lalat buah yang ada di lokasi
pasar dan sentra buah buahan di Bali yaitu Bactrocera papayae Drew &
Hancock, Bactrocera carambolae Drew & Hancock, Bactrocera umbrosa
Fabricius, Bactrocera cucurbitae Coquillete, Bactrocera caudata
Fabricius dan Bactrocera albistrigata de Maijere (Diptera:Tephritidae).
2. Kesamaan spesies lalat buah di pasar dan di sentra buah-buahan sangat
tinggi. Indeks kesamaannya mencapai nilai 80%-100%.
3. Kelimpahan populasi lalat buah mempunyai hubungan yang positif dengan
persentase serangan lalat buah.
4. Keragaman dan tingkat parasitisasi parasitoid tergolong rendah. Ada dua
spesies parasitoid yang ditemukan berasosiasi dengan lalat buah di
lapangan yaitu spesies Fopius sp. pada cabai besar dan Fopius sp. pada
belimbing dari famili Braconidae. Dua spesies tersebut memiliki tingkat
parasitasi yang rendah, tapi Fopius sp. pada belimbing memiliki tingkat
parasitasi yang lebih tinggi yaitu sebesar 56%, sedangkan tingkat
parasitasi dari parasitoid Fopius sp. di cabai merah hanya sebesar 20%.
74
7.2 Saran
Adapun saran dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Perlu penelitian lebih lanjut mengenai jenis-jenis lalat buah yang ada dan
menyerang buah-buahan di Bali yang dilakukan dalam rentang waktu yang
lebih lama dan dalam berbagai fase tanaman inang.
2. Perlu penelitian lebih lanjut mengenai jenis-jenis parasitoid yang efektif
dalam pengendalian lalat buah di lapang.
75
DAFTAR PUSTAKA
[AQIS] Australian Quarantine and Inspection Service. 2008. Friut Flies
Indonesia: Their Identification, Pest Status and Pest Management.Conducted
by the international center for the management of pest fruit fliesGriffith
University, Brisbane, Australia, and ministry of Agriculture,Republic of
Indonesia.
[BALITJERUK] Indonesian Research Institute for Citrus and Subtropical Fruits
2008. Lalat buah (Bactrocera spp.)
hhttp://www.citrusindo.org/index.php?option=content&task=view &id=78. [5
Oktober 2013].
[BKP] Badan Karantina Pertanian. 2007a. Kompilasi Peraturan Menteri
Pertanian. Jakarta: Badan Karantina Pertanian Departemen Pertanian.[BKP]
Badan Karantina Pertanian. 2007b. Pedoman surveilensi organisme
pengganggu tumbuhan (OPT) atau OPT karantina (OPTK). Jakarta:
BadanKarantina Pertanian.
[CABI] Center in Agricultural and Biological Institute. 2007. Crop Protection
Compendium (CD-ROM) Wallingford: CAB International 2 CD-ROM dengan
penuntun di dalammya.[Ditlin Hortikultura] Direktorat Perlindungan
Hortikultura 2006. Panduan lalat
Artayasa, I.P. 1999. Potensi Parasitoid dalam Pengendalian Lalalt Buah
Bactrocera Carambolae di Kebun Buah-buahan Subang, Jabar. Tesis. SITH
ITB. www.sithitb.co.id
Artayasa, I.P., 2004. Potensi Parasitoid dalam Pengendalian Lalat Buah
Bactrocera carambolae di Kebun Percobaan Buah-buahan Subang, Jawa Barat.
Badan Karantina Pertanian. 1994. Undang-undang Republik IndonesiaNo 16
Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan. Jakarta : Badan
Karantina Pertanian.buah. http://ditlin hortikultura.go.id/buku-peta/bagian-
3.htm. [21 Feb 2006].
Baker, R.T.& JM, Cowley. 1991. A New Zealand view of quarantine security with
special reference to fruit flies. First International Symposium on Fruit Flies in
the Tropics, Kuala Lumpur, Malaysia: Malaysian Agricultural Research and
Development Institute, 396-408.
Bateman 1972. Ecology of fruit flies. Ann Rev Entomol 17:493-519.
Berryman, A.A. 1981. Population System. New York: A General Press.
Chua, TH., S.G. Khoo, and S.S Lee. 1995. Efeect of Fruit Abundance on
Infestation Rates of Carambola by Bactrocera carambolae Drew and
Hancock (Diptera: Tephritidae). In Chua, T.H dan S.G. Khoo (Eds.). Problem
and Management of Tropical Fruit Flies. Proceedings of the Second
Symposium on Tropical Fruit Flies, 8-9 May 1995, Kuala Lumbpur. Pp.20.
76
Clark, L.R., P.W., Geler, R.D., Hughes, R.F., Norris. 1976. The Ecology of Insect
Population in Theory and Practice. London: Chapman and Hall.
Dhillon, M.K., R.Singh., J.S.Naresh, & H.C.Sharma. 2005. The Melon Fruit Fly,
Bactrocera cucurbitae: A Review of Its Biology and Management. J. Insect
Sci. 5: 1-16
Djatmiadi & Djatnika 2001.Petunjuk Teknis Surveilans Lalat Buah. Pusat Teknik
dan Metode Karantina Hewan dan Tumbuhan. Jakarta: Badan Karantina
Pertanian.
Drew R.A.I. 1989. The Tropical Fruit Flies (Diptera: Tephritidae: Dacini) of The
Australasian and Oceani an Regions. In Memoirs of The QueenslandMuseum.
Drew RAI, D.L., Hancock. 1994. The Bactrocera dorsalis complex of fruit flies
(Diptera: Tepritidae: Dacinae) in Asia. Bul of Entomol Res Supp (2):68.
Drew, R.A.I, G.H.S., Hooper, M.A., Bateman. 1982. Economic Fruit Flies of the
South Pacific Region. 2nd edition. Queensland Department of Primary
Industries: Brisbane, Queensland.
Fletcher, B.S. 1987. Ecology life history strategies of tephritid fruit flies. In Fruit
Flies; their Biology, Natural Enemies and Control. World Crop Pests.
Amsterdam, Holland: Elsevier, 3(B):195-208.
Ginting, R. 2007. Keanekaragaman Lalat Buah (Diptera: Tephritidae) Di
Jakarta, Depok, Dan Bogor Sebagai Bahan Kajian Penyusunan Analisis
Risiko Hama. Tesis. Bogor: Institute Pertanian Bogor.
Gupta, J.N. & A.N. Verma. 1978. Screening of different cucurbit crops for the
attack of the melon fruit fly, Dacus cucurbitae Coq. (Diptera: Tephritidae).
Haryana J. Hort. Sci. 7: 78-82.
Hamzah, A. 2004.Petunjuk Tteknis Surveilan Lalat Buah. Pusat teknik dan
metoda karantina hewan dan tumbuhan. Jakarta: Badan Karantina Pertanian.
Harris, E.J., R.I. Vargas, and J.E. Gilmore. 1993. Seasonality in occurrence and
distribution of the Mediterranean fruit fly (Diptera: Tephritidae) in
upland and lowland areas on Kauai, Hawaii. Environ. Entomol. 22: 404-
410.
Joomaye, A.& N.S., Price. 2008. Pest risk analysis and quarantine of fruit flies in
the indian ocean region. Indian ocean regional fruit fly programme. Ministry
of Agriculture, Food Technology and Natural Resources.
http://www.gov.mu/portal/ sites/ncb/moa/farc/ amas99/s32.htm [12 Oktober
2013].
Kruess, A., & T., Tscharntke. 1994. Habitat fragmentation, species loss, and
biologicalcontrol. Science 264:1581-1584.
Kuswadi, A.N., 2001. Pengendalian Terpadu Hama Lalat Buah di sentra
Produksi Mangga Kabupaten Takalar dengan Teknik Serangga Mandul
77
(TSM).Makalah disampaikan pada Apresiasi Penerapan Teknologi
Pengendalian Lalat Buah. Cisarua, 22 mei 2013.
Landolt PJ, & S., Quilici. 1996. Overview of research on the behavior of fruit
flies. In Fruit Fly Pest: A World Assessment of Their Biology and
Management Florida: St. Lucie Press.
MacArthur, R.H., E.O., Wilson. 1967. The Theory of Island Biogeography. New
Jersey: Princeton University Press.
Magurran, A.E. 1988. Ecological Diversity and Its Measurement. New Jersey:
Princeton University Press.
McPheron, B.A.& G.J., Steck. 1996. Overview of research on the behavior of fruit
flies. In Fruit Fly Pests: A World Assessment of Their Biology and
Management. Florida: St Lucie Press.
Muralimohan, K., Ramkumar, Y.B., Srinivasa, 2008. Natural parasitization and
biological control: case of the coconut caterpillar. Curr Sci 95: 1478-1482.
Muryati, A. Hasyim dan Riska. 2005. Preferensi Spesies Lalat Buah terhadap
Atraktan Metil Eugenol dan Cue-Lure dan Populasinya di Sumatera Barat
dan Riau. Deptan:Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika.
Odum, E.P. 1983. Basic Ecology. Japan: Saunders College Published.
Octriana, L. 2010. Identifikasi dan Analisis Tingkat Parasitasi Jenis Parasitoid
terhadap Hama Lalat Buah Bactrocera tau pada Tanaman Markisa. Balai
Penelitian Tanaman Buah Tropika.
Oka,I.N.1995.Pengendalian Hama Terpadu dan Implementasinya di Indonesia.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 255hal.
Orr, A. 2002. The importance of fruit fly taxonomy in Indonesia. Makalah
seminar Puslitbangtan.
Papulang, A. & N.Agus. 2006. Kajian Musuh Alami Lalalt Buah Bactrocera
dorsalis HENDEL. Lembaga Penelitian UNHAS Makassar. www.lp.uh.org.
Pujiastuti, Y. 2007. Keanekaragaman Spesies Parasitoid Lalat Buah Bactrocera
Spp. (Diptera:Tephritidae) di Dataran Tinggi Sumatera Selatan: Potensi dan
Peluang Sebagai Agens Hayati. Program Pasca Sarjana Universitas Sriwijaya
Ricklefs, R.E., D., Schulter. 1993. Species Diversity In Ecological Communities.
London: The University of Chicago Press.
Ricklefs, R.E. 1978. Ecology. New York: Chiron Press Inc.
Sarwono. 2003. PHT Lalat buah pada mangga. Pros.Lokakarya masalah kritis
pengendalian layu pisang,nematode sista kuning pada kentang dan lalat buah.
Puslitbang Hortikultura. Buletin Teknologi dan Informasi Pertanian. Litbang
Pertanian, BPTP –Jatim.p.142-149.
78
Siwi, S.S., P.,Hidayat, Suputa. 2006. Taksonomi dan Bioekologi Lalat Buah
Penting di Indonesia. BB-Biogen.
Siwi, S.S. 2005. Eko-biologi Hama Lalat Buah. Bogor: BB-Biogen.
Siwi, S.S., P.,Hidayat, Suputa. 2006. Taksonomi dan Bioekologi Lalat Buah
Penting di Indonesia (Diptera : Tephritidae).Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian
Sodiq, M. 2004. Kehidupan lalat buah pada tanaman sayuran dan buah-buahan.
Pros. Lokakarya masalah kritis pengendalian layu pisang, nematode
sistakuning pada kentang dan lalat buah. PuslitbangHortikultura.Jakarta, 18p.
Sukarmin. 2011. Teknik Identifikasi Lalat Buah Di Kebun Percobaan Aripan Dan
Sumani, Solok, Sumatera Barat. Deptan: Teknisi Litkayasa Penyelia pada
Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika
Suputa, Cahyanti, Kustaryati A, Railan M, Issusilaningtyas, Taufiq A. 2006.
Pedoman Identifikasi Lalat Buah (Diptera: Tephritidae). Yogyakarta: UGM.
Sutrisno, S. 1991. Current Fruitfly Problems in Indonesia. In Kawasaki, O., K.
Iwahashi, and K.Y. Kaneshiko (Eds.). Proceeding of International Symposium
on The Biology and Control of Fruit Flies. Okinawa-Japan 2-4 September.
p.72-78.
Vijaysegaran, S., R.A.I., Drew. 2006. Fruit fly spesies of Indonesia: Host range
and distribution. ICMPFF: Griffith University.
Vijaysegaran, S. 1999. Host plant records for fruit flies (Diptera: Tephritidae) in
Southeast Asia. Raffles Bul Zoology, Supp (7):1-92.
Wharton, R.H. 1989. Control classical biological control of fruit-infesting
Tephritidae. In Fruit Flies; Their Biology, Natural Enemies and
Control.World Crop Pests. Amsterdam, Netherlands: Elsevier, 303-313.
White, I.M., E.M., Harris. 1992. Fruit Flies of Economic Significance: Their
Identification and Bionomics. Wallingford, UK: CAB International.
White, I.M., E.M., Harris. 1994. Fruit flies of economic significance: Their
Identification and Bionomics. CAB International, Wallingford, Oxon Ox
108DE UK. ACIAR.
White, I.M, D.L., Hancock. 1997. Indo-Australasian Dacini Fruit Fly. CAB
Internasional 1 CD-ROM dengan penuntun di dalammya.
Wilby, A., M.B., Thomas. 2002. Natural enemy diversity and natural pest
control:patterns of pest emergence with agricultural intensification. Ecology
Letters 5:353-360.
79
LAMPIRAN
Lampiran. 1. Spesifikasi Spesies Lalat Buah dengan Atraktan
Spesies Atraktan Spesies Atraktan
Genus Bactrocera B. vulta (Hardy) CUE
B. enigmatica (Hardy) CUE B. caudata (Fabricius) CUE
B. abdonigella (Drew) CUE B. persignata (Hering) CUE
B. limbifera (Bezzi) CUE B. sembaliensis Drew &
Hancock
CUE
B. abnormis (Hardy) CUE B. ritsemai Weyenbergh CUE
B. makilingenis Drew &
Hancock
CUE B. recurrens (Hering) CUE
B. aemula Drew CUE B. cucurbitae (Coquillett) CUE
B. megaspilus (Hardy) CUE B. curvifera (Walker) ME
B. affinidorsalis Drew &
Hancock
CUE B. rufula (Hardy) CUE
B. melastomatos
Drew & Hancock
CUE B. elegantula (Hardy) CUE
B. albistrigata (de
Meijere)
CUE B. bimaculata Drew &
Hancock
CUE
B. merapiensis Drew &
Hancock
CUE B. nigrotibialis (Perkins) CUE
B. neocognata Drew &
Hancock
CUE B. bryoniae (Tryon) CUE
B. occipitalis (Bezzi) ME B. calumniata (Hardy) CUE
B. papayae Drew &
Hancock
ME B. carambolae Drew &
Hancock
ME
B. paramusae Drew CUE B. fuscitibia Drew &
Hancock
CUE
B. cibodasae Drew &
Hancock
CUE B. contigua Drew ME
B. emittens (Walker) CUE B. pseudocucurbitae
White
CUE
B. sulawesiae Drew &
Hancock
ME B. trifasciata (Hardy) CUE
B. sumbawaensis Drew
& Hancock
CUE B. frauenfeldi (Schiner)
CUE
B. epicharis (Hardy) CUE B. umbrosa (Fabricus) ME
B. synnephes (Hendel) CUE B. fulvicauda (Perkins) ME
B. exornata (Hering) CUE B. usitata Drew
&Hancock
CUE
80
B. tau (Walker) CUE Genus Dacus
B. flavipennis (Hardy) CUE B. impunctata (de
Meijere)
ME
B. thistletoni Drew CUE B. lata (Perkins) CUE
B. floresiae Drew &
Hancock
ME B. latifrons (Hendel) CUE
B. hochii (Zia) CUE Dacus leongi Drew &
Hancock
CUE
B. verbascifoliae Drew &
Hancock
CUE D. longicornis
Wiedemann
CUE
B. heinrichi (Hering) CUE D. nanggalae Drew &
Hancock
CUE
Keterangan: Sumber: AQIS (2008), ME = Methil eugenol, CUE = Cue lure
84
Lampiran 2.
Morfologi Spesies Lalat Buah
Bactrocera Papayae
A
B
C
D
E
F
Keterangan: Spesies secara utuh (a), Kepala: spot hitam besar berbentuk oval pada muka (b),
Toraks: pita kuning di sisi lateral lebar dan paralel (c), Abdomen: abdomen berwarna
coklat oranye dengan pola “T” yang tipis dan jelas (d), Sayap: pita hitam tipis pada
costa sampai bagian apeks (e), Tungkai: semua tibia hitam kemerahan kecuali bagian
apical tibia tengah (f)
85
Bactrocera carambolae
A
B
C
D
E
F
Keterangan: Spesies secara utuh (a), Kepala: spot hitam berbentuk oval (b), Toraks: pita
kuning yang agak lebar di sisi lateral (c), Abdomen: abdomen dengan pola “T”yang jelas
dan terdapat pola hitam berbentuk segiempat pada tergum IV (d), Sayap: sayap bagian
apeks berbentuk sperti pancing (a), Tungkai: tibia berwarna hitam dan kadang-kadang
pada femur depan terdapat spot hitam (f)
86
Bactrocera umbrosa
a
B
C
D
E
F Keterangan: Spesies secara utuh (a), Kepala: spot hitam berbentuk bulat lonjong kecil (b),
Toraks: terdapat pita kuning pada kedua sisi lateral (c), Abdomen: abdomen terga III-V
berwarna coklat kemerahan dengan warna hitam di sisi lateral pada tergum ke III (d),
Sayap: terdapat tiga pita melintang pada sayap (e), Tungkai: femur dan tibia berwarna
kuning-coklat (f)
87
Bactrocera cucurbitae
A
B
C
D
E
F
Keterangan: Spesies secara utuh (a), Kepala: spot hitam berbentuk oval berukuran besar (b),
Toraks: terdapat pita kuning pada sisi lateral dan di tengah skutum (c), Abdomen: pada
umumnya berwarna cokelat kemerahan dengan pola “T” yang jelas (d), Sayap: terdapat
pita hitam-coklat membulat pada ujung apeks, pita coklat melintang pada r - m (sangat
tipis), dan pita hitam-coklat melintang pada dm-cu (e), Tungkai: femur dan tibia
berwarna kuning-coklat (f)
88
Bactrocera caudata
A
B
C
D
E
F
Keterangan: Spesies secara utuh (f), Kepala: muka dengan garis hitam melintang di bawah
antena (b), Toraks: terdapat pita kuning di sisi lateral dan di tengah skutum (c),
Abdomen: abdomen dengan pola “T” yang tipis di bagian longitudinal dan tebal
melintang di tergum III (d), Sayap: pita hitam kemerahan meruncing pada costa dan
melebar membentuk spot pada bagian apeks (e), Tungkai: hanya 1/3 bagian apical femur
hitam dan tibia berwarna hitam (f)
89
Bactrocera albistrigata
Keterangan: Spesies secara utuh (a), Kepala: spot hitam berbentuk bulat pada muka (b),
Toraks: postpronotal berwarna kuning, terdapat pita kuning di sisi lateral, dan dasar
skutelum berwarna coklat kehitaman (c), Abdomen: terdapat pola hitam yang lebar di
sisi lateral abdomen (d), Sayap: pita hitam mencapai r-m dan dm-cu (e), Tungkai: femur
dan tibia berwarna kuning-coklat (f)
90
Lampiran 3.
Karakter Morfologi dari Bagian-Bagian Tubuh Lalat Buah
No Spesies Morfologi
Muka Sayap Abdomen Toraks Tungkai
1 B. papaya Muka berwarna
kuning-coklat
dengan sepasang
spot hitam
berbentuk oval
Sayap dengan
costal band tipis
berwarna
hitamcoklat
tepat pada
R2+3 atau hanya
melewati cabang
ini
menjadi lebih
memudar dan
sisanya di sekitar
apeks menyempit
dan sedikit lebih
melebar atau
berbentuk pancing
ikan kecil di sekitar
apeks R4+5
Abdomen tergum
III-V
berwarna coklat-
oranye
dengan pola “T”
yang
jelas dengan garis
hitam tipis
melintang
pada anterior
margin
dari tergum III
yang
sedikit melebar di
sisi
lateral, medial
longitudinal
berwarna
hitam berukuran
Postpronotal
lobes
dan notopleuro
berwarna kuning,
skutum hitam,
sesudah pita
kuning
di sisi lateral
gelap,
di sekitar
mesonotal
suture dan
postpronotal
lobes
juga berwarna
coklat, pita
kuning
di sisi lateral lebar
berbentuk paralel
Femur umumnya
berwarna
kuningcoklat,
tibia depan
dan belakang
berwarna hitam
kecoklatan, bagian
pangkal tibia
tengah berwarna
hitam-coklat dan
bagian apical
berwarna
kuningcoklat
91
sedang melewati
ketiga
tergum,
anterolateral
corners berwarna
hitam
pada tergum IV
dan V,
ada sepasang spot
(ceromae)
coklatoranye
mengkilap pada
tergum V
berakhir tepat atau
di belakang intra
alar seta,
skutelum
berwarna kuning
2 B. carambolae Muka dengan
sepasang spot
hitam berukuran
sedang berbentuk
oval
Sayap dengan
costal band tipis
berwarna
hitamkemerahan
sedikit
melewati R2+3 dan
sedikit melebar di
bagian apeks dari
R2+3 yang juga
melewati apeks
dari
R4+5
Abdomen tergum
III-V
berwarna coklat-
oranye
dengan pola “T”
yang
jelas dengan garis
hitam tipis
melintang
pada anterior
margin
dari tergum III
dan
melebar menutupi
Postpronotal
lobes
dan notopleuro
berwarna kuning,
skutum hitam
pucat
dengan bagian
belakang pita
kuning sisi lateral
berwarna coklat
sekitar mesonotal
suture dan arah
dalam
postpronotal
Terdapat spot
hitam
berbentuk bulat
panjang pada
bagian preapical
dari permukaan
femur depan,
semua
tibia berwarna
hitam-coklat
kecuali tibia
tengah
lebih pucat di
bagian apical
92
sisi
bagian samping,
garis
medial
longitudinal
hitam berukuran
sedang melewati
ketiga
tergum,
anterolateral
corners pada
tergum IV
berwarna hitam-
merah
hingga hitam dan
berbentuk persegi
empat,
anterolateral
corners pada
tergum V
berwarna coklat-
merah,
sepasang spot
(ceromae) oval
berwarna coklat-
oranye
mengkilap pada
tergum
lobes, terdapat
dua
pita kuning yang
lebar berbentuk
paralel di kedua
sisi
lateral yang
berakhir tepat atau
di belakang
ia.seta,
skutelum
berwarna
kuning
93
V
3 B. albistrigata Muka dengan
sepasang spot
berwarna hitam
dengan bentuk
agak
oval
Sayap dengan
costal
band yang sangat
tipis hingga ke
apeks, garis hitam
berwarna coklat
kehitaman
melewati
r-m dan dm-cu
Abdomen tergum
III-V berwarna
coklat-oranye
dengan garis
medial
longitudinal yang
tidak terlalu lebar
pada ke tiga
tergum
dan marking
hitam
di sisi lateral,
bervariasi dari
anterolateral yang
tipis sampai lebar
Postpronotal lobes
dan notopleuro
berwarna kuning,
skutum berwarna
hitam, pita kuning
di kedua sisi
lateral,
skutelum
berwarna
kuning dengan
basal
band lebar
berwarna
hitam
4 B. umbrosa Muka dengan
sepasang spot
hitam berukuran
sedang dengan
bentuk bulat
Pola pada sayap
dengan warna
kemerahan yang
sangat spesifik dan
dengan costal band
tepat pada R4+5
dan melewati vena
pada apeks, garis
coklat melintang di
tengah sayap dan
melewati kedua
Abdomen tergum
III-V
bervariasi dari
coklatoranye
dengan garis
medial
longitudinal
berwarna hitam
melewati tergum
IV
dan V, ada
Skutum berwarna
hitam kecuali
bagian samping
ke
sisi lateral,
postpronotal
lobes dan
notopleuro
berwarna kuning,
ada pita kuning
yang lebar hampir
Tungkai dengan
semua ruas
berwarna coklat
kekuningan
94
vena melintang,
garis coklat tipis
melintang pada
bagian apeks
sepasang
spot ceromae
mengkilap pada
tergum
ke V
paralel di sisi
lateral
dan berhenti tepat
atau sedikit di
belakang intra
alar
seta, skutelum
berwarna kuning
5 B. cucurbitae Muka berwarna
kuning coklat
dengan sepasang
spot hitam
berbentuk oval
Sayap dengan
costal band yang
lebar berwarna
coklat muda di
antara R2+3 dan
R4+5 dan melebar
menjadi spot yang
besar di bagian
apeks, pita coklat
muda melintang
pada r-m dan dm-
cu
Abdomen tergum
III-V
berwarna coklat-
oranye
dengan pola “T”
yang
terdiri dari garis
hitam
yang tipis
melewati
anterior margin
dari
tergum III, garis
medial
longitudinal agak
lebar
melintang pada
ketiga
tergum,
Postpronotal
lobes
dan notopleuro
berwarna kuning,
skutum berwarna
coklat-merah
dengan atau tanpa
marking berwarna
hitam-merah,
terdapat pita
kuning
di sisi lateral dan
medial (tengah),
skutelum pada
umumnya
berwarna
kuning
95
anterolateral
corner pada
tergum IV
dan V berwarna
coklat
tua
6 B. caudata Muka berwarna
kuning �coklat
dengan garis
hitam melintang
di
bawah rongga
antena
Sayap dengan
costal band hitam
kemerahan tepat
pada R2+3 dan
melebar di sekitar
apeks dari R4+5
Abdomen tergum
III-V
berwarna coklat-
oranye
kecuali pada pola
“T”
dengan garis
hitam
yang melewati
anterior
margin dari
tergum III
dan garis medial
longitudinal agak
tipis
pada ketiga
tergum
Postpronotal
lobes
dan notopleuro
berwarna kuning,
skutum berwarna
hitam, terdapat
pita
kuning di sisi
lateral dan medial,
skutelum
berwarna
kuning
96
Lampiran 4.
Jumlah Hasil Perangkap di Lokasi Penelitian
Pasar Klungkung
Atraktan/Spesies ME CL DL TL ME CL DL TL ME CL DL TL ME CL DL TL Total Rata-rata
B. papaya 30 0 19 0 25 0 15 0 27 0 11 0 38 0 16 0 181 21.29
B. carambolae 61 0 33 0 59 0 21 0 66 0 35 0 56 0 30 0 361 42.47
B. umbrosa 19 0 27 0 15 0 15 0 15 0 20 0 11 0 24 0 146 17.18
B. cucurbitae 0 17 0 0 0 10 0 0 0 11 0 0 0 15 0 0 53 6.24
B. caudate 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6 0 0 0 5 0 0 11 1.29
B. albistrigata 0 5 0 0 0 0 0 0 0 9 0 0 0 7 1 0 22 2.59
Total 110 22 79 0 99 10 51 0 108 26 66 0 105 27 71 0 774 91.06
Rata-rata 31.4 6.29 23 0 28.3 2.86 15 0 30.9 7.43 18.9 0 30 7.71 20.29 0 221.14
Pasar Gianyar
Atraktan/Spesies ME CL DL TL ME CL DL TL ME CL DL TL ME CL DL TL Total Rata-rata
B. papaya 21 0 19 0 18 0 11 0 29 0 15 0 34 0 18 0 165 19.41
B. carambolae 52 0 33 0 58 0 32 0 60 0 36 0 62 0 37 0 370 43.53
B. umbrosa 12 0 27 0 7 0 7 0 17 0 14 0 19 0 15 0 118 13.88
B. cucurbitae 0 15 2 0 0 9 0 0 0 11 0 0 0 8 0 0 45 5.29
B. caudate 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.00
B. albistrigata 0 9 0 0 0 7 0 0 0 5 2 0 0 12 0 0 35 4.12
Total 85 24 81 0 83 16 50 0 106 16 67 0 115 20 70 0 733 86.24
Rata-rata 24.3 6.86 23 0 23.7 4.57 14 0 30.3 4.57 19.1 0 32.9 5.71 20 0 209.429
97
Pasar Kreneng
Atraktan/Spesies ME CL DL TL ME CL DL TL ME CL DL TL ME CL DL TL Total Rata-rata
B. papaya 78 0 35 0 55 0 32 0 55 0 27 0 60 0 20 0 362 42.59
B. carambolae 60 0 49 0 50 0 55 0 54 0 50 0 52 0 48 0 418 49.18
B. umbrosa 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5 0 0 0 0 0 5 0.59
B. cucurbitae 0 0 0 0 0 13 0 0 0 15 0 0 0 10 0 0 38 4.47
B. caudate 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.00
B. albistrigata 0 20 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 17 0 0 37 4.35
Total 138 20 84 0 105 13 87 0 109 15 82 0 112 27 68 0 860 101.18
Rata-rata 39.4 5.71 24 0 30 3.71 25 0 31.1 4.29 23.4 0 32 7.71 19.43 0 245.714
Pasar Anyar
Atraktan/Spesies ME CL DL TL ME CL DL TL ME CL DL TL ME CL DL TL Total Rata-rata
B. papaya 15 0 10 0 9 0 11 0 8 0 8 0 9 0 5 0 75 8.82
B. carambolae 18 0 8 0 10 0 16 0 15 0 10 0 11 0 18 0 106 12.47
B. umbrosa 0 0 0 0 2 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 4 0.47
B. cucurbitae 0 11 0 0 0 12 0 0 0 6 1 0 0 8 0 0 38 4.47
B. caudate 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.00
B. albistrigata 0 3 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 5 0.59
Total 33 14 18 0 21 12 27 0 25 8 19 0 20 8 23 0 228 26.82
Rata-rata 9.43 4 5.1 0 6 3.43 7.7 0 7.14 2.29 5.43 0 5.71 2.29 6.571 0 65.1429
98
Pasar Badung
Atraktan/Spesies ME CL DL TL ME CL DL TL ME CL DL TL ME CL DL TL Total Rata-rata
B. papaya 37 0 26 0 30 0 39 0 27 0 30 0 44 0 26 0 259 30.47
B. carambolae 72 0 49 0 41 0 23 0 48 0 51 0 41 0 57 0 382 44.94
B. umbrosa 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 4 0 0 0 5 0.59
B. cucurbitae 0 6 0 0 0 8 0 0 0 7 0 0 0 14 0 0 35 4.12
B. caudate 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.00
B. albistrigata 0 0 1 0 0 4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5 0.59
Total 109 6 76 0 71 12 62 0 75 7 82 0 89 14 83 0 686 80.71
Rata-rata 31.1 1.71 22 0 20.3 3.43 18 0 21.4 2 23.4 0 25.4 4 23.71 0 196
Tanaman mangga
Atraktan/Spesies ME CL DL TL ME CL DL TL ME CL DL TL ME CL DL TL Total Rata-rata
B. papaya 69 0 60 0 60 0 82 0 70 0 80 0 59 0 59 0 539 63.41
B. carambolae 65 0 65 0 63 0 68 0 69 0 56 0 60 0 40 0 486 57.18
B. umbrosa 38 0 40 0 31 0 43 0 30 0 41 0 35 0 40 0 298 35.06
B. cucurbitae 0 29 28 0 0 34 15 0 0 40 20 0 0 20 10 0 196 23.06
B. caudate 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.00
B. albistrigata 0 20 10 0 0 19 7 0 0 20 0 0 0 23 7 0 106 12.47
Total 172 49 203 0 154 53 215 0 169 60 197 0 154 43 156 0 1625 191.18
Rata-rata 49.1 14 58 0 44 15 61 0 48.3 17 56 0 44 12 45 0 464.29
99
Tanaman Jeruk
Atraktan/Spesies ME CL DL TL ME CL DL TL ME CL DL TL ME CL DL TL Total Rata-rata
B. papaya 30 0 19 0 20 0 20 0 22 0 17 0 15 0 21 0 164 19.29
B. carambolae 34 0 30 0 25 0 39 0 41 0 39 0 27 0 40 0 275 32.35
B. umbrosa 9 0 5 0 9 0 5 0 11 0 5 0 8 0 5 0 57 6.71
B. cucurbitae 0 3 0 0 0 2 0 0 0 5 0 0 0 3 0 0 13 1.53
B. caudate 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.00
B. albistrigata 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.00
Total 73 3 54 0 54 2 64 0 74 5 61 0 50 3 66 0 509 59.88
Rata-rata 20.9 0.86 15 0 15 0.6 18 0 21.1 1.4 17 0 14 0.9 19 0 145.43
Tanaman Cabai Besar
Atraktan/Spesies ME CL DL TL ME CL DL TL ME CL DL TL ME CL DL TL Total Rata-rata
B. papaya 16 0 14 0 23 0 19 0 22 0 17 0 15 0 21 0 147 17.29
B. carambolae 34 0 30 0 25 0 39 0 41 0 39 0 27 0 40 0 275 32.35
B. umbrosa 12 0 13 0 9 0 5 0 11 0 5 0 8 0 5 0 68 8.00
B. cucurbitae 0 3 0 0 0 2 0 0 0 5 0 0 0 3 0 0 13 1.53
B. caudate 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.00
B. albistrigata 0 4 0 0 0 8 0 0 0 7 0 0 0 6 0 0 25 2.94
Total 62 7 57 0 57 10 63 0 74 12 61 0 50 9 66 0 528 62.12
Rata-rata 17.7 2 16 0 16 2.9 18 0 21.1 3.4 17 0 14 2.6 19 0 150.86
100
Tanaman Cabai Kecil
Atraktan/Spesies ME CL DL TL ME CL DL TL ME CL DL TL ME CL DL TL Total Rata-rata
B. papaya 15 0 19 0 20 0 20 0 10 0 17 0 15 0 19 0 135 15.88
B. carambolae 29 0 20 0 29 0 38 0 33 0 15 0 26 0 28 0 218 25.65
B. umbrosa 11 0 9 0 9 0 5 0 6 0 5 0 8 0 5 0 58 6.82
B. cucurbitae 0 2 0 0 0 2 0 0 0 3 0 0 0 4 1 0 12 1.41
B. caudate 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.00
B. albistrigata 0 5 0 0 0 7 0 0 0 5 0 0 0 5 0 0 22 2.59
Total 55 7 48 0 58 9 63 0 49 8 37 0 49 9 53 0 445 52.35
Rata-rata 15.7 2 14 0 17 2.6 18 0 14 2.3 11 0 14 2.6 15 0 127.14
Tanaman Semangka
Atraktan/Spesies ME CL DL TL ME CL DL TL ME CL DL TL ME CL DL TL Total Rata-rata
B. papaya 25 0 14 0 30 0 10 0 30 0 13 0 30 0 18 0 170 20.00
B. carambolae 51 0 30 0 58 0 17 0 49 0 22 0 45 0 29 0 301 35.41
B. umbrosa 10 0 7 0 11 0 5 0 11 0 8 0 11 0 14 0 77 9.06
B. cucurbitae 0 155 100 0 0 146 85 0 0 102 89 0 0 130 103 0 910 107.06
B. caudate 0 1 2 0 0 1 0 0 0 3 0 0 0 1 0 0 8 0.94
B. albistrigata 86 4 1 0 99 2 1 0 89 6 1 0 90 5 1 0 385 45.29
Total 172 160 154 0 198 149 118 0 179 111 133 0 176 136 165 0 1851 217.76
Rata-rata 49.1 45.7 44 0 57 43 34 0 51.1 32 38 0 50 39 47 0 528.86
101
Lampiran 5.
Indeks Keragaman Lalat Buah di Lokasi Penelitian
Keragaman Lalat Buah di Pasar Klungkung
Spesies Jumlah Pi Log pi*log pi pi x ( log pi)2
B. papayae 181 0.23 -0.63 -0.15 0.09
B. carambolae 361 0.47 -0.33 -0.15 0.05
B. umbrosa 146 0.19 -0.72 -0.14 0.10
B. cucurbitae 53 0.07 -1.16 -0.08 0.09
B. caudata 11 0.01 -1.85 -0.03 0.05
B. albistrigata 22 0.03 -1.55 -0.04 0.07
N 774 1.00 -6.24 -0.59 0.45
S 6
Shannon Diversity (H') = 0,59
Keragaman Lalat Buah di Pasar Gianyar
Spesies Jumlah Pi Log pi*log pi pi x ( log pi)2
B. papayae 165 0.23 -0.65 -0.15 0.09
B. carambolae 370 0.50 -0.30 -0.15 0.04
B. umbrosa 118 0.16 -0.79 -0.13 0.10
B. cucurbitae 45 0.06 -1.21 -0.07 0.09
B. albistrigata 35 0.05 -1.32 -0.06 0.08
N 733 1.00 -4.27 -0.56 0.41
S 5
Shannon Diversity (H') = 0,56
Keragaman Lalat Buah di Pasar Kreneng
Spesies Jumlah Pi Log pi*log pi pi x ( log pi)2
B. papayae 362 0.42 -0.38 -0.16 0.06
B. carambolae 418 0.49 -0.31 -0.15 0.05
B. umbrosa 5 0.01 -2.24 -0.01 0.03
B. cucurbitae 38 0.04 -1.35 -0.06 0.08
B. albistrigata 37 0.04 -1.37 -0.06 0.08
N 860 1.00 -5.65 -0.44 0.30
S 5
Shannon Diversity (H') = 0,44
102
Keragaman Lalat Buah di Pasar Badung
Spesies Jumlah Pi Log pi*log pi pi x ( log pi)2
B. papayae 259 0.38 -0.42 -0.16 0.07
B. carambolae 382 0.56 -0.25 -0.14 0.04
B. umbrosa 5 0.01 -2.14 -0.02 0.03
B. cucurbitae 35 0.05 -1.29 -0.07 0.09
B. albistrigata 5 0.01 -4.11 -0.38 0.22
N 686
S 5
Shannon Diversity (H') = 0,38
Keragaman Lalat Buah di Pasar Anyar
Spesies Jumlah Pi Log pi*log pi pi x ( log pi)2
B. papayae 75 0.33 -0.48 -0.16 0.08
B.carambolae 106 0.46 -0.33 -0.15 0.05
B. umbrosa 4 0.80 -0.10 -0.08 0.01
B. cucurbitae 38 0.17 -0.78 -0.13 0.10
B. albistrigata 5 0.02 -1.69 -0.52 0.24
N 228
S 5
Shannon Diversity (H') = 0,52
Keragaman Lalat Buah di sentra Mangga
Spesies Jumlah Pi Log pi*log pi pi x ( log pi)2
B. papayae 539 0.33 -0.48 -0.16 0.08
B. carambolae 486 0.30 -0.52 -0.16 0.08
B. umbrosa 298 0.18 -0.74 -0.14 0.10
B. cucurbitae 196 0.12 -0.92 -0.11 0.10
B. albistrigata 106 0.07 -1.19 -0.08 0.09
n 1625 1.00 -3.84 -0.64 0.45
S 5
Shannon Diversity (H') = 0,64
Keragaman Lalat Buah di sentra Jeruk
Spesies Jumlah Pi Log pi*log pi pi x ( log pi)2
B. papayae 164 0.32 -0.49 -0.16 0.08
B. carambolae 275 0.54 -0.27 -0.14 0.04
B. umbrosa 57 0.11 -0.95 -0.11 0.10
B. cucurbitae 13 0.03 -1.59 -0.04 0.06
n 509 1.00 -3.30 -0.45 0.28
S 4
Shannon Diversity (H') = 0,45
103
Keragaman Lalat Buah di sentra Cabai Besar
Spesies Jumlah Pi Log pi*log pi pi x ( log pi)2
B. papayae 135 0.30 -0.52 -0.16 0.08
B. carambolae 218 0.49 -0.31 -0.15 0.05
B. umbrosa 58 0.13 -0.88 -0.12 0.10
B. cucurbitae 12 0.03 -1.57 -0.04 0.07
B. albistrigata 22 0.05 -1.31 -0.06 0.08
N 445 1.00 -4.59 -0.53 0.38
S 5
Shannon Diversity (H') = 0,53
Keragaman Lalat Buah di sentra Cabai Kecil
Spesies Jumlah Pi Log pi*log pi pi x ( log pi)2
B. papayae 135 0.30 -0.52 -0.16 0.08
B. carambolae 218 0.49 -0.31 -0.15 0.05
B. umbrosa 58 0.13 -0.88 -0.12 0.10
B. cucurbitae 12 0.03 -1.57 -0.04 0.07
B. albistrigata 22 0.05 -3.28 -0.47 0.30
N 445
S 5
Shannon Diversity (H') = 0,47
Keragaman Lalat Buah di sentra Semangka
Spesies Jumlah Pi Log pi*log pi pi x ( log pi)2
B. papayae 170 0.09 -1.04 -0.10 0.10
B. carambolae 301 0.16 -0.79 -0.13 0.10
B. umbrosa 77 0.04 -1.38 -0.06 0.08
B. cucurbitae 910 0.49 -0.31 -0.15 0.05
B. caudata 8 0.00 -2.36 -0.01 0.02
B. albistrigata 385 0.21 -0.68 -0.14 0.10
N 1851 1.00 -6.56 -0.58 0.45
S 6
Shannon Diversity (H') = 0,58
104
Lampiran 6.
Kelimpahan Lalat Buah di Lokasi Penelitian
Kelimpahan Lalat buah di pasar
Spesies Pasar
Klungkung
Pasar
Gianyar
Pasar
Kreneng
Pasar
Badung
Pasar
Anyar
B. papayae 0.31 0.29 0.73 0.61 0.49
B. carambolae 0.87 1.02 0.95 1.26 0.87
B. umbrosa 0.23 0.19 0.01 0.01 0.02
B. cucurbitae 0.07 0.07 0.05 0.05 0.20
B. caudata 0.01 0.00 0.00 0.00 0.00
B. albistrigata 0.03 0.05 0.04 0.01 0.02
Kelimpahan Lalat Buah di sentra Buah
Spesies Mangga Jeruk Cabai
Besar
Cabai
Kecil Semangka
B. papayae 0.50 0.48 0.39 0.44 0.10
B. carambolae 0.43 1.18 1.09 0.96 0.19
B. umbrosa 0.22 0.13 0.15 0.15 0.04
B. cucurbitae 0.14 0.03 0.03 0.03 0.97
B. caudata 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
B. albistrigata 0.07 0.00 0.05 0.05 0.26
105
Lampiran 7.
Tanaman-Tanaman yang Ada Di Sekitar Sentra Buah-Buahan di Bali
No Sentra Tanaman buah-buahan yang ada di sekitarnya
1 Mangga Nangka, Rambutan, Buah naga, Sawo
2 Jeruk Nangka, Jambu biji, Nanas
3 Cabai Besar Nangka, Tomat, Kentang,
4 Cabai Kecil Nangka, Jagung, Terung
5 Semangka Nangka, Jagung, Kedelai, Cabai kecil
106
Lampiran 8.
Gejala Serangan Lalat Buah
107