DINAMIKA POPULASI PERGERAKAN VERTIKAL ...repository.ub.ac.id/4843/1/MAHARDIKA PUTRA...

58
DINAMIKA POPULASI PERGERAKAN VERTIKAL ZOOPLANKTON DENGAN SELANG WAKTU BERBEDA DI WADUK SUTAMI SKRIPSI PROGRAM MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN Oleh : MAHARDIKA PUTRA YANOTTAMA NIM. 135080101111041 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2017

Transcript of DINAMIKA POPULASI PERGERAKAN VERTIKAL ...repository.ub.ac.id/4843/1/MAHARDIKA PUTRA...

  • DINAMIKA POPULASI PERGERAKAN VERTIKAL ZOOPLANKTON DENGAN SELANG WAKTU BERBEDA DI WADUK SUTAMI

    SKRIPSI PROGRAM MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

    Oleh :

    MAHARDIKA PUTRA YANOTTAMA NIM. 135080101111041

    FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

    MALANG 2017

  • DINAMIKA POPULASI PERGERAKAN VERTIKAL ZOOPLANKTON DENGAN SELANG WAKTU BERBEDA DI WADUK SUTAMI

    SKRIPSI PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

    JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

    Sebagai Salah Satu Syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Perikanan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

    Universitas Brawijaya

    Oleh : MAHARDIKA PUTRA YANOTTAMA

    NIM. 135080101111041

    FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

    MALANG 2017

  • Judul : DINAMIKA POPULASI PERGERAKAN

    VERTIKAL ZOOPLANKTON DENGAN SELANG

    WAKTU BERBEDA DI WADUK SUTAMI

    Nama Mahasiswa : MAHARDIKA PUTRA YANOTTAMA

    NIM : 135080101111041

    Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan

    PENGUJI PEMBIMBING :

    Pembimbing 1 : Dr. Ir. Umi Zakiyah, M.Si

    Pembimbing 2 : Prof. Dr. Ir. Diana Arfiati, MS

    PENGUJI BUKAN PEMBIMBING :

    Dosen Penguji 1 : Dr. Yuni Kilawati, S.Pi, M.Si

    Tanggal Ujian : 12 September 2017

  • PERNYATAAN ORISINALITAS

    Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi yang saya tulis ini

    adalah benar-benar hasil karya saya sendiri, dan sepanjang pengetahuan saya

    juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh

    orang lain kecuali yang tertulis di dalam naskah ini dan disebutkan pada daftar

    pustaka.

    Apabila kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil

    penjiplakan (plagiasi), maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan

    tersebut, sesuai hukum yang berlaku di Indonesia.

    Malang, 12 September 2017

    Mahasiswa

    Mahardika Putra Yanottama

  • RIWAYAT HIDUP

    Mahardika Putra Yanottama adalah nama penulis

    skripsi ini. Penulis lahir dari orang tua Sumadi dan

    Indah Tri Woelandari sebagai anak pertama dari dua

    bersaudara. Penulis dilahirkan di Kabupaten

    Ponorogo pada tanggal 18 Desember 1994. Penulis

    bertempat tinggal di Jalan Ir. H. Juanda Kelurahan

    Tonatan, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur. Penulis

    menempuh pendidikan dimulai dari TK Aisyah

    Banyudono Kecamatan Ponorogo (lulus tahun 2001), SDN 1 Bangunsari (lulus

    tahun 2007), melanjutkan ke SMPN 1 Ponorogo (lulus tahun 2010) kemudian ke

    SMAN 1 Ponorogo (lulus tahun 2013) dan Universitas Brawijaya Malang

    (discontinued), hingga akhirnya bisa menempuh masa kuliah di Fakultas

    Perikanan dan Ilmu Kelautan Program Studi Budidaya Perairan.

    Dengan ketekunan, motivasi tinggi untuk terus belajar dan berusaha, penulis

    telah berhasil menyelesaikan pengerjaan skripsi ini. Semoga dengan penulisan

    skripsi ini mampu memberikan kontribusi positif bagi dunia pendidikan.

    Akhir kata penulis mengucapkan rasa syukur yang sebesar-besarnya atas

    terselesaikannya skirpsi yang berjudul “Dinamika Pergerakan Vertikal

    Zooplankton Dengan Selang Waktu Berbeda Di Waduk Sutami”.

  • UCAPAN TERIMAKASIH

    Penulis menyampaikan ucapan terimakasih sebesar-besarnya atas

    terselesaikannya perkuliahan dan skripsi kepada :

    1. Allah SWT yang telah memberikan kelancaran sehingga penulis bisa

    menyelesaikan perkuliahan dan skripsi dengan baik.

    2. Kedua orang tua saya yaitu Bapak Sumadi dan Ibu Indah Tri Woelandari,

    serta adik saya Mahardhiza Putra Dwittama, nenek saya Ibu Marijani dan

    semua Keluarga dari bapak dan ibu saya.

    3. Ibu Dr. Ir. Umi Zakiyah, M.Si sebagai dosen pembimbing 1 dan Ibu Prof. Dr, Ir.

    Diana Arfiati, MS sebagai dosen pembimbing 2 yang telah memberikan

    bimbingan, saran dan nasehat sehingga penelitian serta skripsi saya dapat

    terselesaikan dengan baik.

    4. Bapak Ir. Putut Widjanarko, MP sebagai dosen penguji 1 dan Ibu Dr. Yuni

    Kilawati, S.Pi, M.Si sebagai dosen penguji 2 yang telah memberikan kritik dan

    saran sehingga skripsi saya dapat menjadi lebih baik.

    5. Bapak Ir. Sutami selaku mantan Menteri Pekerjaan Umum yang namanya

    diabadikan untuk menamai waduk yaitu Waduk Sutami sebagai bentuk

    penghargaan atas kinerja beliau.

    6. Mas Imam selaku pemilik kapal di Waduk Sutami yang telah membantu

    pengambilan sampel di lapang.

    7. Mas Jefri Anjaini, mbak Mita Galih Setiawan, mbak Fia yang telah banyak

    membantu proses penelitian dan skripsi saya.

    8. Teman-teman FAM MSP’13, teman–teman Pejuang Skripsweet, Fikri Nur

    Cahya, Anesta Ebri Dewanty, Monika Eka Afrianti, Gresya Cicin Carola, Anin

    Karisma, Farid Andi Hakim, Briliyan Hafityan R, Robby Yahya, Elsa Novan,

  • vi

    Didik Purnama Hadi, Zulvy Salma Hanifah, Lussy Susanti, Shofi Ulfatun Nisa,

    Ambarwati dan teman–teman Kos Putih.

    9. Keluarga Besar Purna Paskibraka Indonesia Kabupaten Ponorogo, Keluarga

    Besar Paguyuban Duta Wisata Kakang Senduk Kabupaten Ponorogo,

    Keluarga Besar Ganesha Jujitsu Academy, Keluarga Besar Reyog Brawijaya,

    Keluarga Besar Unit Aktifitas Karawitan dan Tari (Unitantri) Universitas

    Brawijaya, Keluarga Besar Gebyar Festival Tari XXII antar Universitas se-

    Jawa dan Fakultas se-Universitas Brawijaya Tahun 2014.

    Malang, 12 September 2017

    Penulis

  • RINGKASAN

    MAHARDIKA PUTRA YANOTTAMA. Dinamika Populasi Pergerakan Vertikal Zooplankton dengan Selang Waktu Berbeda di Waduk Sutami (Dr. Ir. Umi Zakiyah, M.Si dan Prof. Dr. Ir. Diana Arfiati, MS).

    Zooplankton merupakan konsumen pertama yang memanfaatkan fitoplankton. Oleh sebab itu, diperlukan adanya penelitian lebih lanjut mengenai distribusi vertikal populasi zooplankton di Waduk Sutami. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui distribusi vertikal zooplankton di Waduk Sutami, Kabupaten Malang, Jawa Timur yang dilakukan pada tanggal 18 Maret–10 April 2017 dengan metode survei. Pengamatan dilakukan pada 5 stasiun yaitu outlet (Stasiun 1), daerah

    karamba tidak aktif (Stasiun 2), bagian tengah waduk (Stasiun 3), daerah karamba aktif (Stasiun 4) dan inlet (Stasiun 5). Pengambilan sampel dilakukan saat pagi (07.00 WIB) dan siang (13.00 WIB) di permukaan, kedalaman 1 m dan 2 m. Sampel zooplankton di permukaan diambil dengan menyaring air sebanyak ±30 L dengan plankton net mesh size 25 µm. Sampel di kedalaman 1 m dan 2 m juga diambil sebanyak ±30 L menggunakan Kmerrer water sampler serta disaring dengan plankton net yang sama. Zooplankton yang ditemukan adalah 7 genus dari filum Arthropoda yaitu Daphnia, Oncaea, Calanus, Tropocyclops, Ceriodaphnia, Simocephalus dan Nauplius, dan 2 genus dari filum Rotifera yaitu Keratela dan Branchionus. Semua genus dapat ditemukan pada hari ke-1, ke-2 dan ke-3 di setiap stasiun, tapi ada beberapa genus yang cenderung bergerak ke kedalaman 1 m yaitu Ceriodaphnia dan Oncaea, sedangkan yang cenderung bergerak ke kedalaman 2 m adalah Branchionus, Keratela, Calanus, Nauplius, Tropocyclops dan Simocephalus. Pada stasiun 1 saat pagi dan siang zooplankton telah melakukan distribusi vertikal menuju kedalaman, tapi saat siang masih ditemukan zooplankton di permukaan diduga karena zooplankton melakukan pergerakan untuk mencari makanan yaitu fitoplankton. Pada stasiun 2 saat pagi dan siang zooplankton telah melakukan distribusi vertikal menuju kedalaman, tapi saat pagi di permukaan masih ditemukan zooplankton diduga karena belum melakukan pergerakan vertikal. Pada stasiun 3 saat pagi dan siang zooplankton telah melakukan distribusi vertikal menuju kedalaman. Pada stasiun 4 saat pagi dan siang zooplankton telah melakukan distribusi vertikal menuju kedalaman, tapi saat pagi dan siang di permukaan masih ditemukan zooplankton diduga karena melakukan pergerakan vertikal mengikuti pergerakan fitoplankton sebagai makanan utamanya. Pada stasiun 5 saat pagi dan siang zooplankton telah melakukan distribusi vertikal menuju kedalaman. Kelimpahan rata-rata zooplankton saat pagi dan siang di setiap kedalaman mengalami fluktuasi, diduga karena stasiun 5 merupakan inlet dan dipengaruhi oleh aktivitas kapal penyedot lumpur. Hasil pengukuran kualitas air masih berada pada kisaran optimum yaitu pH 7,2-8,4, suhu 27,2-31,0oC, DO >5,0 mg/L, dan kecerahan

  • KATA PENGANTAR

    Skripsi dengan judul “Dinamika Populasi Pergerakan Vertikal Zooplankton

    Dengan Selang Waktu Berbeda Di Waduk Sutami” ini disajikan untuk menjelaskan

    mengenai pergerakan vertikal zooplankton yang ada di Waduk Sutami. Parameter

    penunjang yang digunakan yaitu parameter kualitas air yang meliputi pH, Suhu,

    Oksigen terlarut, dan Kecerahan. Pada tulisan ini, disajikan pokok-pokok bahasan

    yang meliputi pendahuluan, tinjauan pustaka, metode penelitian, hasil dan

    pembahasan, serta penutup.

    Penulis sangat menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan dalam laporan

    skripsi ini. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun untuk

    menyempurnakan tulisan ini. Penulis juga berharap semoga tulisan ini bermanfaat

    dan dapat memberikan informasi bagi semua pihak yang membutuhkan.

    Malang, 12 September 2017

    Penulis

  • ix

    DAFTAR ISI

    Halaman

    HALAMAN SAMPUL ............................................................................................... i HALAMAN JUDUL ................................................................................................. ii HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................. iii PERNYATAAN ORISINALITAS ........................................................................... iv UCAPAN TERIMAKASIH....................................................................................... v RINGKASAN.... .................................................................................................... vii KATA PENGANTAR ........................................................................................... viii DAFTAR ISI……. ................................................................................................... ix DAFTAR TABEL ................................................................................................... xi DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. xii DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xiii

    1. PENDAHULUAN ........................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 3 1.3 Tujuan ..................................................................................................... 4 1.4 Kegunaan ................................................................................................ 4

    1.5 Waktu dan Tempat................................................................................... 4 2. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 5 2.1 Waduk ...................................................................................................... 5 2.2 Zooplankton ............................................................................................. 6

    2.3 Fitoplankton.............................................................................................. 7 2.4 Distribusi Vertikal Zooplankton ................................................................ 7 2.4 Parameter Kualitas Air ............................................................................. .8

    2.4.1 Suhu ................................................................................................. .8 2.4.2 pH ..................................................................................................... .9 2.4.3 Oksigen Terlarut ............................................................................... 10 2.4.4 Kecerahan ........................................................................................ 11

    3. METODE PENELITIAN ................................................................................. 12

    3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................... 12 3.2 Alat dan Bahan Penelitian ....................................................................... 12

    3.2.1 Alat ................................................................................................... 12 3.2.2 Bahan ............................................................................................... 13

    3.3 Metode Penelitian .................................................................................... 13 3.4 Data Penelitian ......................................................................................... 14 3.5 Prosedur Penelitian ................................................................................. 14

    3.5.1 Pengambilan Data Zooplankton ...................................................... 14 a. Pengambilan Sampel Zoolankton ............................................... 14 b. Identifikasi Zooplankton ............................................................... 15 c. Perhitungan Kelimpahan Zooplankton ........................................ 16 d. Indeks Dominasi .......................................................................... 16 e. Indeks Keanekaragaman ............................................................. 17 f. Kelimpahan Relatif ........................................................................ 17

    3.5.2 Parameter Kualitas Air ..................................................................... 17

  • x

    a. Suhu ............................................................................................. 17 b. pH ................................................................................................. 17 c. Oksigen Terlarut .......................................................................... 18 d. Kecerahan .................................................................................... 18

    4. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................ 19

    4.1 Gambaran Lokasi Penelitian ................................................................... 19 4.2 Hasil Pengamatan Zooplankton .............................................................. 22 4.3 Pergerakan Vertikal Zooplankton ............................................................ 24

    4.3.1 Stasiun 1 ......................................................................................... 24 4.3.2 Stasiun 2 ......................................................................................... 26 4.3.3 Stasiun 3 ......................................................................................... 28 4.3.4 Stasiun 4 ......................................................................................... 29 4.3.3 Stasiun 5 ......................................................................................... 31

    4.4 Parameter Kualitas Air ............................................................................. 33 4.4.1 Suhu ................................................................................................. 33 4.4.2 pH ..................................................................................................... 34 4.4.3 Oksigen Terlarut ............................................................................... 35 4.4.4 Kecerahan ........................................................................................ 36

    5. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 37 5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 37 5.2 Saran ....................................................................................................... 37

    DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 38

    LAMPIRAN ........................................................................................................... 43

  • DAFTAR TABEL

    Tabel Halaman

    1. Alat yang Digunakan untuk Penelitian dan Fungsinya ................................... 12

    2. Bahan yang Digunakan untuk Penelitian dan Fungsinya ............................. 13

    3. Hasil Pengukuran Suhu .................................................................................. 34

    4. Hasil Pengukuran pH ...................................................................................... 34

    5. Hasil Pengukuran Oksigen Terlarut ................................................................ 35

    6. Hasil Pengukuran Kecerahan ......................................................................... 36

  • DAFTAR GAMBAR

    Gambar Halaman

    1. Pola Pemikiran Penelitian ................................................................................. 3

    2. Lokasi Stasiun 1 .............................................................................................. 20

    3. Lokasi Stasiun 2 .............................................................................................. 20

    4. Lokasi Stasiun 3 .............................................................................................. 21

    5. Lokasi Stasiun 4 .............................................................................................. 21

    6. Lokasi Stasiun 5 .............................................................................................. 22

    7. Grafik Pergerakan Vertikal Zooplankton di Stasiun 1 .................................... 25

    9. Grafik Pergerakan Vertikal Zooplankton di Stasiun 2 ................................... 27

    10. Grafik Pergerakan Vertikal Zooplankton di Stasiun 3 ................................ 29

    11. Grafik Pergerakan vertikal zooplankton di Stasiun 4 ................................... 30

    12. Grafik Pergerakan vertikal zooplankton di Stasiun 5 .................................. 32

  • DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran Halaman

    1. Lokasi Penelitian ............................................................................................. 43

    2. Hasil Identifikasi Zooplankton ......................................................................... 45

    3. Hasil Perhitungan Zooplankton....................................................................... 47

    4. Hasil Perhitungan Fitoplankton ....................................................................... 61

  • 1. PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Perairan merupakan suatu ekosistem yang komplek untuk habitat berbagai

    jenis makhluk hidup, baik makhluk hidup yang memiliki ukuran besar seperti ikan

    maupun berbagai macam makhluk hidup mikroskopis. Ekosistem perairan dibagi

    menjadi perairan darat (inland water), perairan lepas pantai (off-shore water) dan

    perairan laut (sea water). Pada perairan darat umumnya dapat ditemukan 2 tipe

    perairan, yang pertama adalah perairan mengalir (lotik) contohnya adalah sungai,

    kali, kanal dan sebagainya. Kedua adalah perairan tergenang (lentik) seperti waduk,

    danau dan sebagainya (Sihombing, 2011). Menurut Afriyanti (2011), waduk

    merupakan jenis danau yang dibuat oleh manusia dengan tujuan untuk menampung

    air hujan. Waduk digunakan sebagai tempat berkumpulnya aliran sungai atau tempat

    penampungan air di suatu wilayah. Waduk juga memiliki manfaat bagi kehidupan

    manusia, antara lain untuk pembangkit listrik, irigasi atau pengairan sawah,

    budidaya ikan air tawar, tempat rekreasi, pengendali banjir dan kegiatan olahraga.

    Salah satu waduk yang memiliki potensi besar di Jawa Timur adalah Waduk

    Sutami. Waduk Sutami terletak di Desa Karangkates, Kecamatan Sumber Pucung,

    Kabupaten Malang. Waduk terbesar di propinsi Jawa Timur ini selain didesain

    mampu mengendalikan banjir juga dirancang sebagai sumber debit air bagi irigasi

    daerah hilir dengan debit mencapai 24 m/detik pada musim kemarau. Artinya waduk

    ini bisa menjamin ketersediaan pasokan air untuk irigasi 34.000 Ha sawah di wilayah

    hilir sepanjang tahun. Selain itu, Waduk Sutami juga merupakan pembangkit listrik

    dengan daya 3x35.000 kwh atau setara dengan 488 Juta kwh/tahun, serta area

    publik yang bisa dijadikan sebagai tempat pariwisata dan perikanan air tawar

  • 2

    (Juantari et al., 2013). Menurut Suroso et al. (2007), Bendungan Sutami merupakan

    salah satu bentuk pengembangan wilayah sungai dengan tujuan untuk

    memanfaatkan sumberdaya air. Bendungan Sutami merupakan bendungan

    serbaguna (multi purpose) yaitu sebagai pembangkit listrik tenaga air, untuk wisata

    dan sebagai pengendali banjir untuk Sungai Brantas bagian hilir. Bendungan Sutami

    selesai dibangun pada tahun 1972 dengan usia rencana 100 tahun. Waduk Sutami

    memiliki luas daerah tangkapan sebesar 2.050 km2 dengan kapasitas tampungan

    waduk sebesar 343.000.000 m3 dan tampungan sedimen rencana sebesar

    90.000.000 m3. Banyaknya aktivitas manusia yang ada di Waduk Sutami ini

    menyebabkan kualitas perairan di Waduk Sutami berubah dan akan berpengaruh

    terhadap organisme perairan yang ada di Waduk Sutami.

    Organisme yang ada di perairan ada berbagai macam, salah satunya adalah

    plankton yang merupakan mikroorganisme yang melayang dalam air tawar atau air

    laut. Plankton bergerak secara pasif tergantung pada angin dan arus (Herawati,

    2002). Plankton dapat dibedakan menjadi fitoplankton atau tumbuhan mikroskopis

    dan zooplankton atau hewan mikroskopik. Zooplankton merupakan konsumen

    pertama yang memanfaatkan fitoplankton sebagai produsen primer. Peranan

    zooplankton sebagai mata rantai antara produsen primer dengan karnivora kecil dan

    besar bisa mempengaruhi kompleksitas rantai makanan dalam ekosistem perairan

    (Handayani dan Patria, 2005). Fitoplankton sebagai produsen primer dimangsa oleh

    zooplankton, pada gilirannya zooplankton yang akan dimakan oleh ikan-ikan kecil

    (Bouman et al., 2003). Hal ini menunjukkan bahwa hubungan ketergantungan antara

    fitoplankton dan zooplankton adalah sangat erat (Hutabarat dan Evans, 2000).

    Zooplankton bergerak secara vertikal atau biasa yang disebut dengan Diel

    Vertikal Migration (DVM). Diel Vertikal Migration merupakan fenomena tingkah laku

  • 3

    1

    22 3

    4

    yang biasa terjadi pada zooplankton baik zooplankton di air tawar maupun di laut.

    Zooplankton bermigrasi supaya menjauhi predator guna mengurangi risiko

    berkurangnya populasi atau kematian (Liu et al., 2003). Zooplankton sebagai mata

    rantai antara produsen primer dengan karnivora besar dan kecil dapat

    mempengaruhi kompleksitas rantai makanan dalam ekosistem perairan waduk

    (Handayani dan Partria, 2005). Oleh sebab itu, distribusi vertikal populasi

    zooplankton di Waduk Sutami perlu diteliti karena zooplankton merupakan

    konsumen pertama yang memanfaatkan produsen primer yang berasal dari

    fitoplankton. Pergerakan vertikal juga dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu cahaya,

    suhu dan ketersediaan bahan makanan untuk menunjang sintasannya. Faktor utama

    yang mempengaruhi pergerakan vertikal zooplankton adalah cahaya karena

    menyebabkan respon negatif bagi zooplankton, sehingga akan bergerak ke atas bila

    intensitas cahaya rendah di dalam perairan (Leech et al., 2005). Bagan dari

    penjelasan di atas sebagai berikut :

    Gambar 1. Pola Pemikiran Penelitian

    1.2 Rumusan Masalah

    Rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut :

    1. Faktor apa saja yang mempengaruhi pergerakan vertikal zooplankton?

    Aktifitas manusia

    Kondisi kualitas air

    waduk Sutami

    a. Pola distribusi vertikal b. Kelimpahan c. Keragaman zooplankton

    Fitoplankton

  • 4

    2. Apa hubungan pergerakan vertikal zooplankton dengan kualitas perairan

    Waduk Sutami?

    1.3 Tujuan

    Tujuan dari penelitian ini sebagai berikut :

    1. Mengetahui faktor yang mempengaruhi pergerakan vertikal zooplankton di

    Waduk Sutami.

    2. Mengetahui hubungan pergerakan vertikal zooplankton dengan kualitas

    perairan Waduk Sutami.

    1.4 Kegunaan

    Kegunaan dari penelitian ini yaitu diharapkan dapat memberikan informasi

    tentang pergerakan vertikal populasi zooplankton yang ada di Waduk Sutami

    sebagai dasar pengelolaan Waduk Sutami di Desa Karangkates, Kecamatan

    Sumberpucung, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Selain itu, penelitian ini juga

    berguna untuk dijadikan sebagai sumber informasi keilmuan mengenai struktur

    komposisi zooplankton yang ada di Waduk Sutami sehingga dapat digunakan untuk

    pengelolaan sumberdaya perairan dengan tujuan konservasi, serta dapat menjadi

    dasar untuk penulisan dan penelitian lebih lanjut.

    1.5 Waktu dan Tempat

    Penelitian ini dilakukan pada tanggal 18 Maret-10 April 2017 di Waduk Sutami,

    Desa Karangkates, Kecamatan Sumberpucung, Kabupaten Malang, Jawa Timur.

    Pengamatan zooplankton dilakukan di Laboratorium Hidrobiologi, gedung C lantai 1,

    Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya, Malang.

  • 2. TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Waduk

    Waduk adalah salah satu perairan air tawar yang dibuat secara buatan.

    Waduk dibuat dengan cara membendung sungai tertentu untuk tujuan sebagai

    penyuplai air bagi kebutuhan irigasi pertanian, pembangkit listrik, kegiatan pertanian,

    kegiatan perikanan budidaya maupun perikanan tangkap dan kegiatan pariwisata.

    Adanya waduk banyak memberikan manfaat sendiri bagi masyarakat di sekitar

    waduk (Apridayanti, 2008). Menurut Keputusan Kementerian Lingkungan Hidup

    Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2003, waduk merupakan wadah air yang

    terbentuk akibat dibangunnya bendungan dan membentuk pelebaran alur atau

    badan atau palung sungai. Waduk mempunyai kapasitas tertentu dan sangat rawan

    mengalami perubahan kualitas karena akibat dari aktivitas alami maupun aktivitas

    antropogenik.

    Waduk merupakan perairan berhenti atau menggenang yang terbentuk karena

    dibuat oleh manusia dengan cara membendung sungai tertentu di suatu wilayah.

    Tujuan dibuatnya waduk pada umumnya adalah untuk mencegah terjadinya banjir,

    sebagai irigasi, sebagai pembangkit listrik tenaga air dan untuk keperluan industri.

    Waduk yang dibuat dengan berbagai tujuan disebut dengan waduk serbaguna

    (Subarijanti, 1990). Menurut Kordi dan Tancung (2007), waduk merupakan daerah

    yang digenangi air sepanjang tahun dan dibentuk atas rekayasa manusia. Waduk

    dibentuk yaitu dengan cara melakukan pembendungan pada aliran sungai,

    sehingga air sungai menjadi tertahan dan menggenangi bagian daerah aliran

    sungai (DAS).

  • 6

    2.2 Zooplankton

    Zooplankton merupakan plankton yang bersifat hewani dan hidup mengapung,

    mengambang atau melayang di perairan. Kemampuan renangnya sangat terbatas

    sehingga keberadaannya sangat ditentukan oleh arus. Zooplankton bersifat

    heterotrofik yaitu tidak dapat memproduksi sendiri bahan organik dan anorganik,

    sehingga kelangsungan hidup zooplankton sangat tergantung pada bahan organik

    dari fitoplankton sebagai makanannya. Ukuran zooplankton umumnya berkisar 0,2-2

    mm (Nontji, 2006). Menurut Subarjanti (1990), kepadatan atau kelimpahan

    zooplankton dalam perairan biasanya mengikuti kepadatan atau kelimpahan

    fitoplankton. Keberadaan zooplankton sangat tergantung pada kualitas air dan

    adanya predator. Zooplankton banyak terdapat pada perairan yang kaya bahan

    organik. Penyebaran atau distribusi zooplankton sangat dipengaruhi oleh beberapa

    faktor seperti pH, suhu, salinitas, cahaya dan oksigen. Sebagian zooplankton

    menggantungkan sumber nutrisinya pada materi organik baik berupa fitoplankton

    maupun detritus. Zooplankton memakan fitoplankton dengan cara menyaringnya di

    apendiks tertentu yang mengelilingi mulut (maxillae) atau dengan mengakap

    fitoplankton dengan menggunakan apendiksnya (Barus, 2002).

    Menurut Barus (2002), kelompok zooplankton yang banyak terdapat di

    ekosistem perairan tawar adalah dari jenis Crustacea (Copepoda dan Cladosera)

    dan Rotifera. Pada umumnya rotifera memiliki ukuran tubuh yang terkecil, hal ini

    ditandai dengan adanya Cylatoris yang disebut corona pada bagian anterior tubuh.

    Cladosera mempunyai ukuran yang lebih besar dibandingkan rotifera dan dapat

    mencapai ukuran maksimal 1-2 mm. Copepoda yang hidup bebas berukuran kecil,

    gerakan renangya sangat lemah, menggunakan kaki-kaki torakal, memiliki ciri khas

  • 7

    gerakan kaki yang tersentak-sentak dan ked ua antenanya yang paling besar

    berguna untuk menghambat laju tenggelamnya (Nybakken, 1992).

    2.3 Fitoplankton

    Keberadaan plankton pada suatu perairan sangat dipengaruhi oleh kualitas air.

    Plankton memiliki manfaat yang penting bagi perairan. Pada rantai makanan di

    perairan fitoplankton memiliki fungsi sebagai produsen primer yang selanjutnya

    digunakan sebagai makanan oleh zooplankton. Fitoplankton dan zooplankton

    merupakan makanan alami bagi hewan akuatik (Makmur et al., 2011).

    Fitoplankton adalah jasad nabati yang terdiri dari sel dengan berbagai bentuk

    bervariasi antara lain oval, bulat dan ada pula yang mirip benang. Fitoplankton

    menggunakan sinar matahari sebagai sumber energi untuk melakukan proses

    fotosintesis (Bachtiar, 2008). Selain sinar matahari fitoplankton juga memanfaatkan

    unsur hara dan karbondioksida untuk memproduksi makanan (Sawetri dan Farid,

    2012).

    2.4 Distribusi Vertikal Zooplankton

    Menurut Effendi (2003), plankton merupakan jasad renik yang melayang dan

    selalu mengikuti gerakan air. Plankton yang mengandung klorofil dan mampu

    melakukan fotosintesis disebut fitoplankton, sedangkan yang yang tidak mempunyai

    klorofil namun mempunyai alat gerak disebut zooplankton. Cahaya sangat

    mempengaruhi tingkah laku organisme akuatik. Alga planktonik menunjukkan respon

    yang berbeda terhadap perubahan intensitas cahaya. Perubahan intensitas cahaya

    menyebabkan fitoplankton melakukan pergerakan vertikal pada kolom air,

    sedangkan zooplankton melakukan migrasi vertikal harian. Zooplankton tergolong

    hewan perenang aktif yang dapat melakukan migrasi secara vertikal pada beberapa

  • 8

    lapisan perairan, akan tetapi kekuatan berenang mereka sangat lemah jika

    dibandingkan dengan kuatnya gerakan arus (Susanto, 2000).

    Distribusi merupakan penyebaran individu pada suatu area. Penyebaran

    merupakan cara untuk memperoleh keanekaragaman yang seimbang karena

    penyebaran membantu dalam pertumbuhan dan kepadatan populasi (Susanti,

    2010). Kebanyakan zooplankton sangat responsif terhadap perubahan intensitas

    cahaya. Zooplankton bermigrasi ke permukaan pada petang hari kemudian ke

    bawah pada dini hari atau fajar. Adanya pergerakan ke bawah kemungkinan karena

    tenggelam secara pasif atau aktif berenang menghindari sinar-sinar. Selama ada

    stratifikasi zooplankton akan berenang lebih kuat menerobos thermocline ke

    epilimnion untuk memangsa atau menghindari predator. Rangsangan utama yang

    menyebabkan gerakan vertikal zooplankton adalah cahaya. Adanya cahaya

    menyebabkan respon negatif bagi zooplankton, sehingga akan bergerak ke atas

    apabila intensitas cahaya rendah di permukaan (Subarjanti, 2005).

    2.5 Parameter Kualitas Air

    2.5.1 Suhu

    Suhu air merupakan salah satu faktor penting yang harus diukur dalam

    penelitian tentang ekosistem. Suhu memiliki peranan penting untuk kehidupan

    semua organisme yang ada di perairan khusus untuk kebutuhan metabolisme. Suhu

    perairan mempunyai kisaran optimum antara 24-32oC. Pada kisaran suhu tersebut

    organisme seperti plankton dapat tumbuh dan berkembangbiak dengan optimal

    (Adani, 2013). Menurut Hutabarat dan Evans (2012), suhu di suatu badan air

    dipengaruhi oleh lintang, musim, waktu dalam hari, penutupan awan, sirkulasi udara

    dan kedalaman badan air. Perubahan suhu sangat berpengaruh terhadap proses

  • 9

    fisika, kimia dan biologi badan air yang berperan mengendalikan kondisi ekosistem

    perairan. Organisme-organisme akuatik mempunyai kisaran suhu tertentu (batas

    atas dan batas bawah) yang disukai untuk pertumbuhannya.

    Menurut Susanti (2010), pengukuran suhu air merupakan hal penting yang

    harus dilakukan pada saat peneletian tentang ekosistem perairan. Hal ini

    disebabkan karena kelarutan berbagai jenis gas di dalam air dan semua aktivitas

    fisiologis biologis di dalam perairan sangat dipengaruhi oleh suhu. Kenaikan suhu

    akan menyebabkan terjadinya penin gkatan konsumsi oksigen, akan tetapi juga

    dapat menyebabkan turunnya kelarutan oksigen dalam air. Oleh sebab itu, pada

    kondisi tersebut organisme akuatik seringkali tidak mampu memenuhi kadar oksigen

    terlarut untuk metabolisme dan respirasi (Effendi, 2003).

    2.5.2 pH

    Derajat keasaman merupakan salah satu indikator kondisi perairan yang ideal

    bagi pertumbuhan dan perkembangan organisme perairan. Perairan yang bersifat

    asam akan kurang produktif dan bahkan dapat menyebabkan kematian organisme

    (Kurniawan, 2013). Menurut Boyd (1998), derajat keasaman atau pH merupakan

    logaritme negatif dari konsentrasi ion Hidrogen (H+). Kisaran pH menunjukkan

    keadaan asam dan basa pada perairan. Perairan dengan pH sebesar 7 dianggap

    netral atau tidak dalam keadaan asam maupun basa, pH >7 dianggap dalam

    keadaan basa dan pH

  • 10

    keasaman tinggi akan menjadi tidak produktif dan bahkan bisa membunuh ikan atau

    organisme lain yang ada di perairan. Pada pH yang rendah akan mengurangi kadar

    oksigen terlarut dan mengakibatkan konsumsi oksigen menurun. Turunnya konsumsi

    oksigen berakibat pada turunnya selara makan dan naiknya aktivitas pernafasan.

    Hal demikian akan terjadi pula pada suasana perairan yang basa (Kordi, 2010).

    2.5.3 Oksigen Terlarut

    Oksigen terlarut merupakan salah satu parameter yang sangat penting untuk

    perairan. Oksigen terlarut dapat mendukung kehidupan organisme yang ada di

    perairan. Konsentrasi oksigen terlarut yang optimum untuk mendukung kehidupan

    organisme tidak boleh kurang dari 2 mg/L (Siagani, 2012). Sumber oksigen terlarut

    di perairan berasal dari difusi yang terdapat dari atmosfer sekitar 35%. Aktifitas

    fotosintesis oleh tumbuhan air dan fitoplankton juga merupakan sumber oksigen

    terlarut di perairan. Fluktuasi harian oksigen dapat mempengaruhi parameter kimia

    yang lain, terutama pada kondisi tanpa oksigen dapat mengakibatkan perubahan

    sifat unsur kimia di perairan (Effendi, 2003).

    Menurut Lesmana (2005), masuknya oksigen di suatu perairan melalui difusi

    atau persinggungan air dengan udara. Sumber oksigen di alam bersumber dari

    tanaman berwarna hijau, baik tanaman tingkat tinggi maupun tanaman tingkat

    rendah seperti lumut dan alga (ganggang). Tanaman hijau memproduksi oksigen

    melalui proses fotosintesis dengan bantuan sinar matahari. Pada umumnya,

    kelarutan oksigen di dalam air sangat terbatas dibandingkan kadar oksigen di udara

    yang mempunyai konsentrasi sebanyak 21% volume, sedangkan air hanya dapat

    menyerap oksigen sebanyak 1% volume. Plankton memiliki kadar optimum untuk

    kehidupannya yaitu >3 mg/L.

  • 11

    2.5.4 Kecerahan

    Menurut Kordi dan Tancung (2007), kecerahan merupakan kemampuan

    cahaya matahari menembus dasar perairan yang dipengaruhi oleh kekeruhan air.

    Penyebab kekeruhan air adalah adanya zat-zat yang tersuspensi, seperti lumpur,

    senyawa organik dan anorganik, serta plankton dan organisme-organisme

    mikroskopik lainnya. Kekeruhan menyebabkan sinar yang datang ke air akan lebih

    banyak diserap dan dihamburkan dibandingkan dengan ditransmisikan. Padahal

    sinar yang ditransmisikan sangat dibutuhkan oleh ikan dan plankton. Kecerahan

    dapat menyebabkan penurunan penetrasi cahaya yang masuk ke dalam perairan.

    Akibat dari penurunan penetrasi cahaya dapat mempengaruhi fotosintesis dan

    produktivitas organisme perairan. Kecerahan optimal bagi suatu perairan adalah

    berkisar 75–120 cm (Yuliana, 2006).

    Tingkat kecerahan yang rendah akan berpengaruh terhadap masuknya

    cahaya matahari ke dalam air, sehingga dapat mengganggu proses fotosintesis.

    Penetrasi cahaya akan berbeda pada setiap ekosistem air yang berbeda. Proses

    fotosintesis yang dilakukan oleh fitoplankton sangat bergantung pada sinar matahari.

    Ketika proses fotosintesis yang dilakukan oleh fitoplankton terganggu maka

    ketersediaan oksigen di dalam perairan juga mengalami kendala. Hal ini akan

    berdampak negatif terhadap kehidupan zooplankton (Susanti, 2010). Tingkat

    kecerahan di suatu perairan dapat diukur dengan menggunakan alat yang

    dinamakan secchi disk. Tingkat kecerahan yang berkisar 6 m digolongkan sebagai perairan yang kurang subur (oligotrofik)

    (Iskandar, 2003).

  • 3. MATERI DAN METODE PENELITIAN

    3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

    Penilitian dilakukan di Waduk Sutami, Desa Karangkates, Kecamatan

    Sumberpucung, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Waduk Sutami memiliki luas area

    sebesar 12.905 km2 dengan kapasitas tampung efektif sebanyak 253.000.000 m3

    (Juantari et al., 2013). Waduk ini mendapatkan pasokan air dari aliran Sungai

    Brantas. Waduk Sutami dipilih sebagai lokasi penelitian dikarenakan dapat mewakili

    salah satu ekosistem perairan tawar yang tergenang. Peta lokasi penelitian dapat

    dilihat pada Lampiran 1.

    3.2 Alat dan Bahan Penelitian

    3.2.1 Alat

    Alat yang digunakan untuk pengambilan dan pengamatan sampel zooplankton

    serta kualitas air sebagai berikut :

    Tabel 1. Alat yang Digunakan untuk Penelitian dan Fungsinya

    No. Nama Alat Fungsi

    1. Plankton net Untuk menjaring zooplankton yang ada di air

    2. Kmerrer water sampler

    Untuk mengambil sampel air berdasarkan kedalaman

    3. DO meter Untuk mengukur oksigen terlarut di perairan waduk

    4. pH meter Untuk mengukur pH di perairan waduk

    5. Botol sampel Sebagai wadah sampel zooplankton

    6. Tali Untuk mengikat secchi disk

    7. Pipet tetes Untuk meneteskan larutan lugol

    8. Mikroskop Untuk mengamati sampel zooplankton

    9. Cover glass Sebagai tempat meletakkan sampel zooplankton

    10. Object glass Untuk menutup cover glass

    11. Ember 10 L Untuk membantu mengambil sampel air

    12. Buku identifikasi Untuk membantu pengidentifikasian hasil zooplankton yang ditemukan

    13. Washing bottle Sebagai wadah aquades

    14. Thermometer Untuk mengukur suhu perairan

  • 13

    3.2.2 Bahan

    Bahan yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut :

    Tabel 2. Bahan yang Digunakan untuk Penelitian dan Fugsinya

    No. Nama Bahan Fungsi

    1. Larutan lugol Untuk mengawetkan sampel zooplankton

    2. Aquades Sebagai larutan sterilisasi

    3. Air waduk Sebagai sampel yang diukur dan diamati

    4. Tissue Untuk membersihkan alat setelah digunakan

    5. Kertas label Sebagai penanda sampel agar tidak tertukar

    3.3 Metode Penelitian

    Metode penelitian yang digunakan yaitu menggunakan pendekatan deskriptif

    exploratif. Pendekatan deskriptif ini bertujuan untuk menggambarkan secara

    sistematis data yang ada di lapangan dan data hasil di laboratorium. Pada umumnya,

    persamaan sifat dari penelitian deskriptif ini adalah menafsirkan data yang ada dari

    kecenderungan yang tampak.

    3.4 Data Penelitian

    Data primer merupakan data yang diperoleh dan dikumpulkan langsung oleh

    orang yang melakukan penelitian atau yang memerlukannya di lapangan (Hasan,

    2002). Data primer yang diambil dari penelitian ini meliputi pengambilan sample

    plankton diselang waktu yang berbeda dan pada kedalaman yang berbeda. Selain

    itu, juga dilakukan pengukuran kualitas air pada waduk dengan mengumpulkan data

    lapang yang berupa suhu, pH, oksigen terlarut, kecerahan dan zooplankton.

    1. Observasi Langsung

    Observasi langsung adalah teknik pengumpulan data dimana penyelidik atau

    peneliti mengadakan pengamatan secara langsung terhadap gejala-gejala subjek

    yang diteliti atau diselidiki (Surakhmad, 1998). Pada penelitian ini observasi

    langsung dilakukan untuk mendapatkan data lapang terkait pengambilam sample

  • 14

    zooplankton serta data kualitas air yang meliputi pH, suhu, oksigen terlarut dan

    kecerahan.

    Pengambilan sampel dilakukan pada selang waktu yang berbeda, yaitu pagi

    pada pukul 07.00 WIB dan siang pada pukul 13.00 WIB. Pengambilan sample

    dilakukan pada 3 kedalaman yaitu di permukaan (surface), pada kedalaman 1 m dan

    2 m. Penentuan kedalaman ini diambil berdasarkan survei lapangan dengan

    mengukur lapisan thermocline yang berada pada 80–90 cm di bawah permukaan.

    Sampel diambil pada 5 stasiun yang berbeda yaitu, pada outlet, tengah, inlet serta

    bagian pinggir kanan dan kiri waduk dimana disana merupakan daerah yang dekat

    dengan persawahan.

    2. Observasi Tidak Langsung

    Observasi tidak langsung adalah teknik pengumpulan data dimana peneliti

    mengadakan pengamatan gejala-gejala subjek yang diteliti dengan perantara

    sebuah alat. Pelaksanaan penelitian dapat berlangsung di dalam situasi yang

    sebenarnya maupun situasi buatan (Surakhmad, 1998). Pada penelitian ini,

    observasi tidak langsung dilakukan untuk mendapatkan data hasil identifikasi

    populasi zooplankton di Waduk Sutami.

    3.5 Prosedur Penelitian

    3.5.1 Pengambilan Data Zooplankton

    a. Pengambilan Sampel Zooplankton

    Cara pengambilan sampel zooplankton menurut Herawati dan Kusriani (2005)

    dilakukan dengan metode sebagai berikut :

    Memasang botol sampel pada plankton net nomor 25

  • 15

    Mengambil air sampel menggunakan Kmerrer water sampler secara berulang

    sampai 30 L dan mencatat jumlah air yang diambil sebagai (W)

    Menyaring sampel air dengan plankton net sehingga konsetrat plankton akan

    tertampung dalam botol sampel dan mencatat sebagai (V)

    Memberi lugol sebanyak 3-4 tetes pada sampel fitoplankton sebagai pengawet

    Menandai botol film yang berisi sampel fitoplankton dengan label

    b. Identifikasi Zooplankton

    Menurut Herwati dan Kusriani (2005), prosedur identifikasi zooplankton

    sebagai berikut :

    Menyiapkan dan mencuci object glass dan cover glass dan dengan aquades

    Mengeringkan dengan tissue dengan cara mengusap secara searah

    Mengambil dan menghomogenkan botol sampel yang berisi sampel

    zooplankton dan secara perlahan

    Mengambil sampel dari botol sampel dengan pipet tetes sebanyak 1 tetes

    Meneteskan sampel pada object glass, kemudian menutupnya dengan cover

    glass dengan sudut kemiringan 45o

    Mengamati di bawah mikroskop yang dimulai dengan perbesaran terkecil

    sampai terlihat gambar organisme pada bidang pandang

    Menulis ciri-ciri plankton serta jumlah zooplankton yang didapat dari masing-

    masing bidang pandang

    Mengidentifikasi dengan bantuan buku identifikasi yaitu The Plankton of South

    Vietnam oleh Shirota tahun 1966, The Marine and Freshwater Plankton oleh

    Davis tahun 1955 dan buku The Freshwater Algae oleh Presscott tahun 1979

  • 16

    c. Perhitungan Kelimpahan Zooplankton

    Menurut Arfiati (1995), cara menghitung kelimpahan zooplankton sebagai

    berikut :

    Membersihkan cover glass dan object glass menggunakan aquades dan tissue

    Menetesi object glass dengan air sampel sebanyak 1 tetes

    Menutup dengan cover glass dan mengamati di bawah mikroskop

    Mengamati jumlah zooplankton pada setiap bidang pandang. Jika (p) adalah

    jumlah bidang pandang, maka (n) adalah jumlah plankton dalam bidang

    pandang

    Menghitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

    Keterangan : N = Jumlah total plankton (ind/L) T = Luas cover glass (20 x 20 mm)

    V = Volume sampel dalam botol penampung (ml) L = Luas lapang pandang (0,787 mm2) p = Jumlah lapang pandang v = Volume sampel plankton di bawah cover glass (ml)

    W = Volume air yang disaring (L) n = Jumlah plankton dalam lapang pandang

    d. Indeks Dominasi

    Cara untuk mengetahui ada tidaknya dominasi di suatu ekosistem perairan

    dengan menggunakan rumus Odum (1993) sebagai berikut :

    Keterangan :

    C = Indeks dominasi jenis

    Pi = ni/N

    ni = Jumlah individu ke-i

    N = Jumlah total individu setiap jenis

  • 17

    e. Indeks Keanekaragaman

    Menurut Barus (1996), cara perhitungan keanekaragaman dilakukan dengan

    menggunakan indeks keragaman Shannon-Wiener (H’) sebagai berikut :

    Keterangan : H’ = Indeks keanekaragaman Pi = ni/N

    f. Kelimpahan Relatif

    Menurut Arfiati (1995), cara menghitung kelimpahan relatif zooplankton

    dengan rumus sebagai berikut :

    Keterangan : KR = Kelimpahan relatif ni = Jumlah individu pada genus tersebut N = Jumlah total individu

    3.5.2 Parameter Kualitas Air

    a. Suhu

    Cara pengukuran suhu menurut SNI (2006) yaitu menggunakan thermometer

    Hg dengan cara sebagai berikut :

    Memasukkan thermometer Hg ke dalam perairan selama 2-5 menit sampai

    skala thermometer stabil

    Membaca skala thermometer searah pandangan mata

    Mencatat nilai skala thermometer

    b. pH

    Menurut SNI (2006), pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH

    meter dengan cara sebagai berikut :

  • 18

    Menyiapkan pH meter dan mengkalibrasi menggunakan aquades

    Menekan tombol “HOLD” pada pH meter

    Memasukkan pH meter ke dalam perairan selama 2 menit

    Mencatat nilai hasil pH yang didapatkan

    c. Oksigen Terlarut

    Cara pengukuran oksigen terlarut menurut SNI (2006) dilakukan dengan cara

    sebagai berikut :

    Menyambungkan probe dengan DO meter

    Memasukkan probe ke dalam perairan yang akan diukur

    Menekan tombol ON dan menunggu sampai muncul angka pada layar DO

    meter

    Menekan tombol CALL sebanyak 2 kali, kemudian menekan RANGE

    Alat akan mengukur kadar DO, kemudian dicatat hasil yang didapatkan

    Menekan tombol OFF untuk mematikan DO meter

    d. Kecerahan

    Menurut Subarjanti (2005), pengukuran kecerahan kolam perairan dapat

    dilakukan menggunakan alat bantu yaitu secchi disk dengan cara sebagai berikut :

    Memasukkan secchi disk ke dalam perairan secara perlahan sampai tidak

    tampak pertama kali kemudian memberi tanda sebagai d1

    Memasukkan secchi disk lebih dalam lagi dan mengangkat secara perlahan

    sampai tampak untuk pertama kali dan memberi tanda d2, kemudian

    menghitung dengan rumus (d2+d1)/2

  • 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 Gambaran Lokasi Penelitian

    Penelitian ini dilaksanakan di Waduk Sutami, Desa Karangkates, Kecamatan

    Sumberpucung, Kabupaten Malang, Propinsi Jawa Timur. Waduk Sutami

    merupakan waduk nasional kedua yang dibangun oleh Departemen Pekerjaan

    Umum setelah Waduk Jati Luhur, Purwakarta, Jawa Barat. Waduk Sutami memiliki

    luas permukaan sebesar 15 km2 dengan kedalaman maksimal 31 m. Waduk yang

    diresmikan oleh Presiden Soeharto ini memiliki kapasitas pengumpulan air waduk

    yaitu 2050 km2. Waduk Sutami bisa menampung air sebesar 343.000.000 m3

    (Juantari et al., 2013).

    Waduk Sutami bisa menjamin ketersediaan pasokan air untuk irigasi 34.000

    Ha sawah di wilayah hilir sepanjang tahun. Selain itu, Waduk Sutami juga

    merupakan pembangkit listrik dengan daya 3x35.000 kwh atau setara dengan 488

    Juta kwh/tahun, serta area publik yang bisa dijadikan sebagai tempat pariwisata dan

    perikanan air tawar (Juantari et al., 2013). Menurut Suroso et al. (2007), Waduk

    Sutami merupakan salah satu bentuk pengembangan wilayah sungai dengan tujuan

    untuk memanfaatkan sumberdaya air. Waduk Sutami merupakan waduk serbaguna

    (multipurpose) yaitu sebagai pembangkit listrik tenaga air, pengendali banjir untuk

    Sungai Brantas bagian hilir, sarana rekreasi dan budidaya di keramba jaring apung.

    Pengambilan sampel zooplankton pada penelitian dilakukan pada 5 stasiun

    yang berada di Waduk Sutami, deskripsi dari masing–masing stasiun sebagai

    berikut :

  • 20

    a. Stasiun 1

    Gambar 2. Lokasi stasiun 1

    Stasiun 1 merupakan daerah outlet dari Waduk Sutami. Stasiun 1 sangat

    dekat dengan dermaga, sehingga banyak dipengaruhi oleh aktivitas manusia seperti

    memancing dan aktivitas kapal wisata yang diduga mempengaruhi arus.

    b. Stasiun 2

    Gambar 3. Lokasi stasiun 2

    Stasiun 2 merupakan daerah yang dekat dengan persawahan, sehingga

    daerah tersebut bisa dikatakan masih alami karena masih jarang terdapat kegiatan

    manusia.

  • 21

    c. Stasiun 3

    Gambar 4. Lokasi stasiun 3

    Stasiun 3 adalah bagian tengah yang merupakan daerah terdalam dari Waduk

    Sutami, hal ini dikarenakan Waduk Sutami memiliki bentuk cekung.

    d. Stasiun 4

    Gambar 5. Lokasi stasiun 4

    Stasiun 4 merupakan daerah yang banyak terdapat keramba jaring apung.

    Keramba jaring apung yang ada di stasiun 4 sudah mulai rusak, sehingga pada

    kawasan ini banyak ditemukan sampah.

  • 22

    e. Stasiun 5

    Gambar 6. Lokasi stasiun 5

    Stasiun 5 adalah daerah inlet dari Waduk Sutami. Stasiun 5 adalah tempat

    masuknya aliran air dari Sungai Metro ke dalam waduk, sehingga menimbulkan

    adanya arus. Air pada stasiun 5 juga berwarna coklat karena masih bercampur

    dengan lumpur.

    4.2 Hasil Pengamatan Zooplankton

    Zooplankton yang diperoleh pada saat penelitian yaitu sebanyak 7 genus dari

    filum Arthropoda dan 2 genus dari filum Rotifera. Pada waduk terdapat komoditas

    antara lain ikan nila, ikan mujair dan ikan mas yang dibudidayakan oleh masyarakat

    sekitar menggunakan keramba jaring apung, sehingga keberadaan zooplankton

    dapat dimanfaatkan sebagai pakan alami untuk ikan. Gambar dan klasifikasi dari

    genus yang ditemukan dapat dilihat pada Lampiran 2, sedangkan daftar genus yang

    ditemukan saat penelitian dapat dilihat sebagai berikut :

    1. Arthropoda

    - Daphnia

  • 23

    - Oncaea

    - Calanus

    - Tropocyclops

    - Ceriodaphnia

    - Simocephalus

    - Nauplius

    Genus yang ditemukan dari filum Arthropoda antara lain Daphnia, Oncaea,

    Calanus, Tropocyclops, Ceriodaphnia, Simocephalus dan Nauplius. Genus

    Ceriodaphnia dan Oncaea cenderung melakukan distribusi vertikal ke kedalaman 1

    m. Keberadaan Ceriodaphnia dan Oncaea yang cenderung pada kedalaman 1 m

    diduga dipengaruhi intensitas cahaya dan mengikuti pergerakan fitoplankton dari

    genus Pleurotaenium dan Monoraphidium. Menurut Setiawati (2017), genus

    Ceriodaphnia cenderung berada pada kedalaman 0-2 m. Genus yang cenderung

    bergerak ke kedalaman 2 m antara lain Calanus, Nauplius, Tropocyclops dan

    Simocephalus. Keempat genus tersebut melakukan pergerakan ke kedalaman 2 m

    diduga karena untuk menghindari cahaya matahari, menghindari predator dan

    mengikuti pergerakan dari salah satu jenis fitoplankton yaitu dari genus Phormidium

    dan Monoraphidium. Nauplius cenderung melakukan pergerakan vertikal sampai ke

    kedalaman 4-6 m (Setiawati, 2017). Distribusi vertikal zooplankton di perairan tawar

    bergerak dari beberapa cm sampai dengan lebih dari 100 (Lampert dan Sommer,

    1997). Menurut Hutabarat et al. (2014), hubungan yang terjadi antara zooplankton

    dan fitoplankton diduga berupa hubungan predator-prey atau pemangsa-mangsa.

    Hal ini berkaitan dengan fungsi fitoplankton pada ekosistem perairan sebagai

    produsen primer dan zooplankton yang merupakan konsumen utama fitoplankton.

  • 24

    2. Rotifera

    - Keratela

    - Branchionus

    Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa genus Keratela dan Branchionus

    cenderung bergerak ke kedalaman 2 m. Pergerakan genus dari filum Rotifera

    cenderung ke kedalaman 2 m diduga karena dipengaruhi oleh intensitas cahaya

    matahari dan untuk mengikuti pergerakan fitoplankton dari genus Phormidium dan

    Monoraphidium. Menurut Humaira et al. (2016), kelas Rotifera merupakan kelompok

    zooplankton yang umum ditemukan di perairan tawar. Menurut Setiawati (2017),

    genus Keratella cenderung melakukan pergerakan vertikal ke kedalaman 0-2 m.

    Kelimpahan plankton pada suatu perairan sangat dipengaruhi oleh adanya migrasi.

    Migrasi dapat terjadi akibat dari kepadatan populasi dan dapat pula disebabkan oleh

    kondisi fisik lingkungan, misalnya perubahan suhu dan arus (Susanti, 2010).

    Pada hasil penelitian ditemukan genus Branchionus dari filum Rotifera. Selain

    di laut, Branchionus juga hidup di air tawar maupun payau dan bersifat planktonik

    (Djarijah, 1995). Beberapa genus dari Rotifera tersebar di seluruh dunia. Rotifera

    juga biasa terdapat di perairan yang dipupuk dengan pupuk organik (Sachlan, 1972).

    Menurut Suminto (2005), Branchionus merupakan organisme yang memiliki sifat

    hidup kosmopolitan yaitu dapat ditemukan hampir di semua jenis perairan.

    4.3 Pergerakan Vertikal Zooplankton

    4.3.1 Stasiun 1

    a. Pagi

    Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan selama 3 hari berturut-turut di

    stasiun 1 saat pagi didapatkan pada bagian permukaan tidak ditemukan genus

  • 25

    zooplankton, sedangkan kelimpahan rata-rata fitoplankton yang ditemukan sejumlah

    118268 sel/L. Pada kedalaman 1 m ditemukan kelimpahan rata-rata zooplankton

    sebanyak 3440 ind/L, sedangkan untuk fitoplankton yang ditemukan sebanyak

    165893 sel/L. Pada kedalaman 2 m kelimpahan rata-rata zooplankton yang

    ditemukan sebanyak 4366 ind/L, sedangkan fitoplankton yang ditemukan sebanyak

    39687 sel/L.

    b. Siang

    Berdasarkan hasil penelitian selama 3 hari berturut-turut di stasiun 1 saat

    siang pada bagian permukaan ditemukan kelimpahan rata-rata zooplankton

    sebanyak 1998 ind/L, sedangkan fitoplankton yang ditemukan sebanyak 106494

    sel/L. Pada kedalaman 1 m kelimpahan rata-rata zooplankton yang ditemukan

    sebanyak 22093 ind/L, sedangkan fitoplankton ditemukan sebanyak 98424 sel/L.

    Pada kedalaman 2 m kelimpahan rata-rata zooplankton yang ditemukan sebanyak

    23151 ind/L, sedangkan fitoplankton yang ditemukan sebanyak 63896 sel/L. Grafik

    dari pergerakan vertikal zooplankton di stasiun 1 dapat dilihat pada Gambar 7.

    Gambar 7. Grafik pergerakan vertikal zooplankton di stasiun 1

  • 26

    Pada stasiun 1 diketahui bahwa zooplankton saat pagi sudah melakukan

    pergerakan menuju ke kedalaman 1 m dan 2 m. Berdasarkan grafik 6 diketahui

    bahwa semakin bertambahnya kedalaman, maka semakin banyak pula kelimpahan

    rata-rata zooplankton. Akan tetapi, pada siang hari zooplankton juga ditemukan di

    permukaan yang diduga karena zooplankton melakukan pergerakan untuk mencari

    makanannya yaitu fitoplankton. Hal ini didukung dengan data kelimpahan rata-rata

    fitoplankton di permukaan saat siang yang lebih banyak dibandingkan pada

    kedalaman 1 m dan 2 m. Hubungan zooplankton dan fitoplankton adalah pemakan

    dan mangsa. Fitoplankton berperan sebagai produsen primer yang dimangsa oleh

    zooplankton dan pada gilirannya zooplankton akan dimangsa oleh ikan (Bouman et

    al., 2003). Menurut Hutabarat (2000), hubungan ketergantungan antara zooplankton

    dan fitoplankton sangat erat, dimana fitoplankton merupakan makanan bagi

    zooplankton.

    4.3.2 Stasiun 2

    a. Pagi

    Berdasarkan hasil penelitian selama 3 hari berturut-turut di stasiun 2 saat pagi

    pada bagian permukaan ditemukan kelimpahan rata-rata genus zooplankton

    sebanyak 26 ind/L, sedangkan fitoplankton yang ditemukan sebanyak 112447 sel/L.

    Pada kedalaman 1 m kelimpahan rata-rata zooplankton yang ditemukan sebanyak

    11906 ind/L, sedangkan fitoplankton yang ditemukan sebanyak 35189 sel/L. Pada

    kedalaman 2 m kelimpahan rata-rata zooplankton yang ditemukan sebanyak 16007

    ind/L, sedangkan fitoplankton yang ditemukan sebanyak 114564 sel/L.

    b. Siang

    Berdasarkan hasil penelitian selama 3 hari berturut-turut di stasiun 2 saat

    siang pada bagian permukaan tidak ditemukan genus zooplankton, sedangkan

  • 27

    fitoplankton yang ditemukan sebanyak 103187 sel/L. Pada kedalaman 1 m

    kelimpahan rata-rata zooplankton yang ditemukan sebanyak 7276 ind/L, sedangkan

    fitoplankton yang ditemukan sebanyak 87180 sel/L. Pada kedalaman 2 m

    kelimpahan rata-rata zooplankton yang ditemukan sebanyak 12965 ind/L,

    sedangkan fitoplankton yang ditemukan sebanyak 83476 sel/L. Grafik dari

    pergerakan vertikal zooplankton di stasiun 2 dapat dilihat pada Gambar 8.

    Gambar 8. Grafik pergerakan vertikal zooplankton di stasiun 2

    Pada stasiun 2 diketahui saat pagi hari di permukaan ditemukan zooplankton

    namun dengan kelimpahan rata-rata yang rendah, hal ini diduga karena masih

    adanya zooplankton yang belum melakukan pergerakan vertikal. Hal ini terbukti

    ketika siang di permukaan tidak ditemukan adanya zooplankton. Zooplankton yang

    ada di kedalaman 1 m dan 2 m saat pagi lebih banyak daripada zooplankton yang

    ada pada kedalaman 1 m dan 2 m di siang, hal ini diduga karena zooplankton yang

    berada di stasiun 2 melakukan pergerakan menuju kedalaman yang lebih dalam

    untuk menghindari cahaya matahari. Zooplankton memiliki sifat fototaksis negatif,

  • 28

    sehingga zooplankton akan menghindari intensitas cahaya yang tinggi (Basmi,

    1999). Menurut Goldman dan Horne (1994), zooplankton menghindari cahaya

    matahari untuk menghindari predator.

    4.3.3 Stasiun 3

    a. Pagi

    Berdasarkan hasil penelitian selama 3 hari berturut-turut di stasiun 3 saat pagi

    pada bagian permukaan tidak ditemukan zooplankton, sedangkan fitoplankton yang

    ditemukan sebanyak 105833 sel/L. Pada kedalaman 1 m kelimpahan rata-rata

    zooplankton yang ditemukan sebanyak 15346 ind/L, sedangkan fitoplankton yang

    ditemukan sebanyak 144726 sel/L. Pada kedalaman 2 m kelimpahan rata-rata

    zooplankton yang ditemukan sebanyak 39820 ind/L, sedangkan fitoplankton yang

    ditemukan sebanyak 132026 sel/L.

    b. Siang

    Berdasarkan hasil penelitian selama 3 hari berturut-turut di stasiun 3 saat

    siang pada bagian permukaan tidak ditemukan genus zooplankton, sedangkan

    fitoplankton yang ditemukan sebanyak 86651 sel/L. Pada kedalaman 1 m

    kelimpahan rata-rata zooplankton yang ditemukan sebanyak 11245 ind/L,

    sedangkan fitoplankton ditemukan sebanyak 104.774 sel/l. Pada kedalaman 2 m

    kelimpahan rata-rata zooplankton yang ditemukan sebanyak 13758 ind/L,

    sedangkan fitoplankton yang ditemukan sebanyak 104774 sel/L. Grafik dari

    pergerakan vertikal zooplankton di stasiun 3 dapat dilihat pada Gambar 9.

  • 29

    Gambar 9. Grafik pergerakan vertikal zooplankton di stasiun 3

    Pada stasiun 3 kelimpahan rata-rata zooplankton yang ditemukan pada

    kedalaman 1 m dan 2 m saat siang lebih rendah dibandingkan dengan yang

    ditemukan saat pagi, hal ini diduga karena zooplankton melakukan pergerakan

    vertikal menuju ke kedalaman untuk menghindari cahaya matahari. Stasiun 3

    merupakan daerah tengah waduk dimana daerah ini menerima cahaya matahari

    secara maksimal, sehingga diduga zooplankton melakukan pergerakan ke

    kedalaman yang lebih dari 1 m dan 2 m untuk menghindari cahaya matahari.

    Menurut Nontji (2006), zooplankton umumnya bersifat fototaksis negatif, sehingga

    zooplankton akan menghindari cahaya matahari dengan cara menuju ke kedalaman

    pada saat siang.

    4.3.4 Stasiun 4

    a. Pagi

    Berdasarkan hasil penelitian selama 3 hari berturut-turut di stasiun 4 saat pagi

    pada bagian permukaan ditemukan kelimpahan rata-rata zooplankton sebanyak 13

  • 30

    ind/L, sedangkan fitoplankton yang ditemukan sejumlah 72892 sel/L. Pada

    kedalaman 1 m kelimpahan rata-rata zooplankton yang ditemukan sebanyak 10980

    ind/L, sedangkan fitoplankton yang ditemukan sebanyak 155971 sel/L. Pada

    kedalaman 2 m kelimpahan rata-rata zooplankton yang ditemukan sebanyak 12171

    ind/L, sedangkan fitoplankton yang ditemukan sebanyak 132026 sel/L.

    b. Siang

    Berdasarkan hasil penelitian selama 3 hari berturut-turut di stasiun 4 saat

    siang pada bagian permukaan ditemukan kelimpahan rata-rata zooplankton

    sebanyak 53 ind/L, sedangkan fitoplankton yang ditemukan sebanyak 88635 sel/L.

    Pada kedalaman 1 m kelimpahan rata-rata zooplankton yang ditemukan sebanyak

    9525 ind/L, sedangkan fitoplankton yang ditemukan sebanyak 168274 sel/L. Pada

    kedalaman 2 m kelimpahan rata-rata zooplankton yang ditemukan sebanyak 25532

    ind/L, sedangkan fitoplankton yang ditemukan sebanyak 81227 sel/L. Grafik dari

    pergerakan vertikal zooplankton di stasiun 4 dapat dilihat pada Gambar 10.

    Gambar 10. Grafik pergerakan vertikal zooplankton di stasiun 4

  • 31

    Pada stasiun 4 didapatkan hasil yaitu di permukaan saat pagi dan siang masih

    ditemukan zooplankton, namun kelimpahan rata-rata zooplankton pada pagi lebih

    sedikit daripada siang. Hal ini diduga karena jumlah fitoplankton yang juga

    meningkat pada saat siang, dimana diketahui zooplankton akan mengikuti

    pergerakan fitoplankton sebagai makanan utamannya. Pada kedalaman 1 m

    ditemukan kelimpahan rata-rata zooplankton saat pagi lebih besar dibandingkan

    saat siang, tetapi pada kedalaman 2 m kelimpahan rata-rata zooplankton saat pagi

    lebih rendah dibandingkan saat siang. Kelimpahan rata-rata fitoplankton saat siang

    pada kedalaman 1 m lebih banyak dibandingkan kedalaman 2 m. Berdasarkan data

    yang didapatakan, pergerakan vertikal zooplankton di stasiun 4 ini diduga bukan

    hanya dipengaruhi oleh jumlah kelimpahan fitoplankton saja, tetapi juga disebabkan

    karena zooplankton menghindari cahaya matahari dan menghindari predator.

    Stasiun 4 ini merupakan daerah keramba yang masih aktif, sehingga ikan–ikan

    budidaya yang ada di keramba juga akan mempengaruhi pergerakan zooplankton

    karena ikan adalah predator yang memangsa zooplankton untuk makanan alaminya.

    Menurut Romimohtarto dan Sri (1999), zooplankton saat siang akan bermigrasi ke

    perairan yang lebih dalam. Hal ini dilakukan untuk menghindari pemangsa yang

    memburu atas dasar penglihatan di lapisan atas perairan saat siang.

    4.3.5 Stasiun 5

    a. Pagi

    Berdasarkan hasil penelitian selama 3 hari berturut-turut di stasiun 5 saat pagi

    pada bagian permukaan ditemukan kelimpahan rata-rata genus zooplankton

    sebanyak 3135 ind/L, sedangkan fitoplankton yang ditemukan sebanyak 92074

    sel/L. Pada kedalaman 1 m kelimpahan rata-rata zooplankton yang ditemukan

    sebanyak 56224 ind/L, sedangkan fitoplankton ditemukan sebanyak 90090 sel/L.

  • 32

    Pada kedalaman 2 m kelimpahan rata-rata zooplankton yang ditemukan sebanyak

    65616 ind/L, sedangkan fitoplankton yang ditemukan sebanyak 210343 sel/L.

    b. Siang

    Berdasarkan hasil penelitian selama 3 hari berturut-turut di stasiun 5 saat

    siang pada bagian permukaan ditemukan kelimpahan rata-rata zooplankton

    sebanyak 395 ind/L, sedangkan fitoplankton yang ditemukan sebanyak 68262 sel/L.

    Pada kedalaman 1 m kelimpahan rata-rata zooplankton yang ditemukan sebanyak

    74612 ind/L, sedangkan fitoplankton yang ditemukan sebanyak 113902 sel/L. Pada

    kedalaman 2 m kelimpahan rata-rata zooplankton yang ditemukan sebanyak 61251

    ind/L, sedangkan fitoplankton yang ditemukan sebanyak 147372 sel/L. Grafik dari

    pergerakan vertikal zooplankton di stasiun 5 dapat dilihat pada Gambar 11.

    Gambar 11. Grafik pergerakan vertikal zooplankton di stasiun 5

    Pada stasiun 5 terjadi fluktuasi pergerakan zooplankton dimana di permukaan

    saat pagi ditemukan zooplankton dengan kelimpahan rata-rata lebih tinggi daripada

    saat siang, kemudian pada kedalaman 1 m terjadi kenaikan kelimpahan rata-rata

    zooplankton saat siang. Pada kedalaman 2 m saat pagi kelimpahan rata-rata

  • 33

    zooplankton lebih tinggi daripada saat siang, namun hal ini juga terjadi pada

    kelimpahan rata-rata fitoplankton dimana di permukaan saat pagi lebih tinggi dan

    menurun saat siang, pada kedalaman 1 m kelimpahan rata-ratanya naik saat siang

    dan pada kedalaman 2 m kelimpahan rata-ratanya menurun saat siang. Hal ini

    membuktikan bahwa pergerakan zooplankton dipengaruhi oleh fitoplankton sebagai

    makanannya. Penyebab fluktuasi pergerakan zooplankton yang ada di stasiun 5

    disebabkan karena daerah ini merupakan inlet dari Waduk Sutami yang

    mendapatkan masukan air dari Sungai Metro. Selain itu, di stasiun 5 ini juga didapati

    adanya kapal penyedot lumpur yang digunakan untuk mengurangi pendangkalan di

    Waduk Sutami. Aktivitas kapal penyedot lumpur ini diduga menimbulkan arus yang

    menyebabkan fluktuasi pergerakan vertikal zooplankton. Fluktuasi kelimpahan

    fitoplankton dan zooplankton dipengaruhi oleh faktor pemangsaan zooplankton

    terhadap fitoplankton (Herawati, 2002). Menurut Goldman dan Horne (1994), selain

    dipengaruhi oleh keberadaan fitoplankton, pergerakan vertikal zooplankton juga

    dipengaruhi oleh arus, suhu dan predator.

    4.4 Parameter Kualitas Air

    Parameter kualitas air yang dihitung pada penelitian ini antara lain pH, suhu,

    oksigen terlarut dan kecerahan. Pengukuran parameter kualitas air dilakukan pada

    setiap stasiun pengambilan sampel saat pagi dan siang selama 3 hari berturut-turut

    di Waduk Sutami. Hasil pengukuran parameter kualitas air dapat dilihat sebagai

    berikut :

    4.4.1 Suhu

    Hasil pengukuran suhu yang dilakukan di Waduk Sutami dapat dilihat pada

    Tabel 4 sebagai berikut :

  • 34

    Tabel 4. Hasil Pengukuran Suhu

    Kedala-man

    Hari 1 (oC) Hari 2 (oC) Hari 3 (oC) Literatur

    pagi siang Pagi siang pagi siang

    Permu-kaan

    27,3-28,2

    27,2-29,0

    27,7-30,2

    28,3-30,1

    28,1-29,5

    28,6-29,3

    Deviasi 3 25,0-31,0oC (PP. RI No 82 Tahun 2001)

    1 m 27,0-29,0

    27,0-29,7

    30,0-31,0

    28,2-30,1

    28,0-29,0

    28,6-29,3

    2 m 27,0-29,0

    28,2-30,0

    30,0-31,0

    27,1-30,2

    28,0-29,0

    28,3-30,0

    Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82 Tahun 2001 tentang

    Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, kisaran suhu optimum

    diperairan untuk waduk adalah deviasi 3, dimana deviasi 3 kisaran suhunya 25,0-

    31,0oC memiliki kisaran suhu Berdasarkan pengukuran didapatkan hasil nilai suhu

    berkisar antara 27,0-30,2oC. Menurut Kurniawan (2013), suhu dapat mempengaruhi

    sebaran organisme di suatu ekosistem atau habitat, perubahan suhu air dapat

    mempengaruhi laju kehidupan dan pertumbuhan organisme perairan. Kisaran suhu

    yang optimum untuk pertumbuhan plankton dan kehidupan ikan di daerah tropis

    adalah 25,0–31,0oC (Hidayat, 2001). Jadi, nilai suhu pada Waduk Sutami termasuk

    dalam kisaran optimum untuk pertumbuhan zooplankton.

    4.4.2 pH

    Hasil pengukuran pH yang dilakukan di Waduk Sutami dapat dilihat pada

    Tabel 3 sebagai berikut :

    Tabel 3. Hasil Pengukuran pH

    Kedala-man

    Hari 1 Hari 2 Hari 3 Literatur

    pagi siang pagi siang pagi siang

    Permu-kaan

    7,6 – 8,5

    7,1– 8,2

    7,4 – 7,8

    7,3– 7,8

    7,3 – 7,8

    7,3– 8,0

    6-9 (PP. RI No 82 Tahun 2001)

    1 m 7,5 – 7,9

    7,2-8,1 7,6 – 7,8

    7,5-7,8 7,3 – 7,7

    7,2-8,3

    2 m 7,7 – 8,3

    7,6– 8,4

    7,4 – 8,2

    7,4-7,7 7,2 – 7,7

    7,2-7,8

  • 35

    Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82 Tahun 2001 tentang

    Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air untuk pH optimum

    diperairan adalah 6 – 9. Hasil dari pengukuran menunjukkan bahwa nilai pH

    termasuk dalam kisaran optimum untuk pertumbuhan plankton yaitu berkisar antara

    7,3–8,4. Menurut Santoso (2012), organisme akuatik dapat hidup di dalam suatu

    perairan yang mempunyai nilai pH yang netral. pH yang optimum bagi kehidupan

    organisme akuatik adalah berkisar antara 7–8,5. Nilai pH untuk Waduk Sutami

    termasuk optimum karena pH tidak terlalu basa dan tidak terlalu asam. Hal ini sesuai

    dengan pendapat Mony (2004) bahwa perairan yang baik untuk plankton adalah

    perairan yang memiliki pH normal yaitu 7. Perairan dengan pH 4-5 termasuk

    perairan oligotrofik, pH 5–7 termasuk perairan mesotrofik dan pH 7–9 termasuk

    perairan eutrofik.

    4.4.3 Oksigen Terlarut

    Hasil pengukuran oksigen terlarut yang dilakukan di Waduk Sutami dapat

    dilihat pada Tabel 5 sebagai berikut :

    Tabel 5. Hasil Pengukuran Oksigen Terlarut

    Kedalaman Hari 1 (mg/L) Hari 2 (mg/L) Hari 3 (mg/L) Literatur pagi siang pagi siang Pagi siang

    Permukaan 9,1-9,8 9,4-10,0

    7,4-9,9 9,6-10,2

    8,3-10,0

    8,6-9,7 >6 mg/L (PP. No 82 Tahun 2001)

    1 m 8,5-9,8 9,0-9,5 7,4-9,8 9,3-9,9 8,3-9,7 8,4-9,6

    2 m 9,2-9,9 9,4-9,7 7,4-9,8 8,3-10,0

    8,3-9,6 8,7-9,7

    Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82 Tahun 2001 tentang

    Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air batas minimum oksigen

    terlarut di perairan adalah 6 mg/L. Berdasarkan pengukuran didapatkan hasil

    oksigen terlarut berkisar 7,4–10,0 mg/L. Pada umumnya kandungan oksigen >5,0

    mg/L relatif masih baik untuk kehidupan organisme perairan, bahkan apabila dalam

  • 36

    perairan tidak terdapat senyawa-senyawa yang bersifat toksik, kandungan oksigen

    sebesar 2,0 mg/L sudah cukup untuk mendukung kehidupan organisme perairan

    (Marabessy et al., 2005). Oksigen adalah salah satu gas yang terlarut dalam

    perairan. Kadar oksigen yang terlarut dalam suatu perairan alami sangat bervariasi,

    tergantung pada salinitas, suhu, tekanan atmosfer dan tubulensi air. Semakin besar

    suhu dan ketinggian, serta semakin kecil tekanan atmosfer, kadar oksigen terlarut

    akan semakin kecil. Peningkatkan jumlah suhu sebesar 1oC bisa meningkatkan

    konsumsi oksigen sekitar 10% (Effendi, 2003). Jadi, diketahui nilai oksigen terlarut di

    Waduk Sutami masih optimum untuk pertumbahan organisme perairan.

    4.4.4 Kecerahan

    Hasil pengukuran kecerahan yang dilakukan di Waduk Sutami dapat dilihat

    pada Tabel 6 sebagai berikut :

    Tabel 6. Hasil Pengukuran Kecerahan

    Hari 1 (cm) Hari 2 (cm) Hari 3 (cm) Literatur

    pagi siang pagi siang pagi siang

    54,5-79,5 54,5-79,5 59,5-82,0 59,5-89,5 59,5-90,5 46,0-91,0 6 m, mesotrofik mempunyai

    tingkat kecerahan 3-6 m dan eutrofik mempunyai tingkat kecerahan

  • 5. KESIMPULAN DAN SARAN

    5.1 Kesimpulan

    Terdapat pergerakan vertikal dari populasi zooplankton yang berada di Waduk

    Sutami yaitu dari genus Daphnia, Oncaea, Calanus, Tropocyclops, Ceriodaphnia,

    Simocephalus, Nauplius, Keratela dan Branchionus. Semua genus zooplankton

    dapat ditemukan setiap hari di setiap stasiun, namun ada beberapa genus

    zooplankton yang memiliki kecenderungan bergerak menuju ke kedalaman 1 m dan

    2 m. Genus zooplankton yang cenderung bergerak menuju ke kedalaman 1 m

    adalah Ceriodaphnia dan Oncaea, sedangkan zooplankton yang cenderung

    bergerak menuju ke kedalaman 2 m adalah Branchionus, Keratela, Calanus,

    Nauplius, Tropocyclops dan Simocephalus. Faktor yang mempengaruhi pergerakan

    vertikal zooplankton adalah keberadaan makanannya yaitu fitoplankton. Selain itu,

    faktor intensitas matahari, suhu, oksigen terlarut dan pH juga dapat menyebabkan

    terjadinya pergerakan vertikal zooplankton.

    5.2 Saran

    Saran yang dapat diberikan dari penelitian ini yaitu sebaiknya dilakukan

    penelitian yang lebih lanjut tentang pergerakan vertikal zooplankton yang ada di

    Waduk Sutami, agar bisa dijadikan sebagai sumber untuk pemanfaatan sumberdaya

    perairan di Waduk Sutami untuk tujuan konservasi seperti pengendalian kualitas air

    waduk dan budidaya pada keramba jaring apung.

  • DAFTAR PUSTAKA

    Adani, N. G., M.R. Muskanonfola dan I.B. Hendrarto. 2013. Kesuburan Perairan Ditinjau dari Kandungan Klorofil-a Fitoplankton : Studi Kasus di Sungai Wedung, Demak. Diponegoro Journal of Maquares. 2 (4): 38-45.

    Afriyanti, R. 2011. Pemanfaatan Keberadaan Waduk Gunung Rowo dalam Metode

    Outdoor Study pada Pembelajaran IPS Geografi Materi Kenampakan-

    Kenampakan Buatan di Wilayah Indonesia Siswa Kelas V SD Negeri Sarirejo 04 Pati Tahun Ajaran 2011/2012. Skripsi. Universitas Negeri Semarang. Semarang.

    Apridayanti, E. 2008. Evaluasi Pengelolaan Lingkungan Perairan Waduk Lahor

    Kapubaten Malang, Jawa Timur. Tesis. Universitas Diponegoro. Semarang. Arfiati, D. 1995. Survey Pendugaan Kepadatan Fitoplankton sebagai Produktivitas

    Primer di Rawa Bureng, Desa Sukosari, Kecamatan Gondanglegi, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Fakultas Perikanan Universitas Brawijaya. Malang.

    Bachtiar, Y. 2008. Menghasilkan Pakan Alami untuk Ikan Hias. Argomedia. Jakarta.

    76 hlm. Barus, T.A. 1996. Metode Ekologis untuk Menilai Kualitas Suatu Perairan Lotik.

    Universitas Sumatera Utara. Medan. . 2002. Pengantar Limnologi. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi.

    Yogyakarta. 164 hlm. Basmi, J. 1999. Planktonologi : Bioekologi Plankton Algae. Institut Pertanian Bogor.

    Bogor. Bouman, H.A., T. Platt, S. Sathyendranath, W.K.W. Li, V. Stuart, C. Fuentes-Yaco, H.

    Maass, E.P.W. Horne, O. Ulloa, V. Lutz and M. Kyewalyanga. 2003. Temperature as Indicator of Optical Properties and Community Structure of Marine Phytoplankton : Implications for Remote Sensing. Mar Ecol Prog Ser. 258 : 19-30.

    Boyd, C.E. 1998. Water Quality for Pond Aquaculture. Auburn University. Alabama.

    p 37. Dahuri, R., J. Rais, S.P. Ginting dan M.J. Sitepu. 2001. Pengelolaan Wilayah Pesisir

    dan Lautan secara Terpadu. PT Pradnya Paramitha. Jakarta. 326 hlm. Djarijah, A.S. 1995. Pakan Alami. Kanisius. Yogyakarta. 87 hlm. Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber Daya dan

    Lingkungan Perairan Cetakan Kelima. Kanisius. Yogyakarta. 66 hlm.

  • 39

    Goldman, C.R dan Horne, A.J. 1994. Limnology 2th Edition. Mc Graw Hill. New York.

    473 hlm. Handayani, S dan M.P. Patria. 2005. Komunitas Zooplankton di Perairan Waduk

    Krenceng Cilegon, Banten. Makara Sains. 9 (2): 75-80.

    Hasan, M.I. 2002. Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya.

    Ghalia Indonesia. Bogor. 260 hlm. Herawati, E.Y dan Kusriani. 2005. Planktonologi. Fakultas Perikanan Universitas

    Brawijaya. Malang. Herawati, T. 2002. Struktur Komunitas dan Distribusi Horizontal Zooplankton di

    Perairan Teluk Lampung. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hidayat, Y. 2001. Tingkat Kesuburan Perairan berdasarkan Kandungan Unsur Hara

    N dan P serta Struktur Komunitas Fitoplankton di Situ Tonjong, Bojonggede, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

    Humaira, R., Izmiarti dan I.J. Zakaria. 2016. Komposisi dan Struktur Komunitas

    Zooplankton di Zona Litoral Danau Talang, Sumatera Barat. Prosiding Nasional Masy Biodiv Indon. 2 (1): 55-59.

    Hutabarat, P.U.B., S. Redjeki dan R. Hartati. 2014. Komposisi dan Kelimpahan

    Plankton di Perairan Kayome Kepulauan Togean Sulawesi Tengah. Journal of Marine Research. 4 (3): 447-455.

    Hutabarat, S. 2000. Produktivitas Perairan dan Plankton Lautan. Universitas

    Diponegoro. Semarang. Hutabarat, S dan S.M. Evans. 2000. Pengantar Oseanografi. Universitas Indonesia

    Press. Jakarta. 170 hlm. . 2012. Pengantar Oseanografi Cetakan III.

    Universitas Indonesia Press. Jakarta. 159 hlm. Iskandar. 2003. Struktur Komunitas Plankton di Perairan Bekas Galian Pasir (Studi

    Kasus di Rawa Bebek, Karawang). Jurnal Akuatika. 2 (1): 32-40. Juantari, G.Y., R.W. Sayekti dan D. Harisuseno. 2013. Status Trofik dan Daya

    Tampung Beban Pencemaran Waduk Sutami. Jurnal Teknik Pengairan. 4 (1):

    61-66. Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia. 2003. Keputusan Menteri

    Negara Lingkungan Hidup Nomor 28 Tahun 2003 tentang PedomanTeknis Pengkajian Pemanfaatan Air Limbah dari Industri Kelapa Sawit pada Tanah di Perkebunan Kelapa Sawit. Jakarta. 88 hlm.

  • 40

    Kordi, K.M.G. 2010. Budi Daya Ikan Nila di Kolam Terpal. Lily Publisher. Yogyakarta. 112 hlm.

    Kordi, K.M.G dan A.B. Tancung. 2007. Pengelolaan Kualitas Air. Rineka Cipta.

    Jakarta. 224 hlm. Kurniawan, A. 2013. Akuaponik : Sederhana Berhasil Ganda. Penerbit UBB Press.

    Pangkalpinang. 84 hlm. Lampert, W dan U. Sommer. 1997. Limnoecology : The Ecology of Lake and

    Streams. Oxford University Press. Leech, D.M., C.E Williamson, R.E. Moeller and B.R. Hargreaves. 2005. Effect of

    Ultraviolet Radiation on The Seasonal Vertical Distribution of Zooplankton : A Database Analysis. Arch Hydrobiol. 162 : 445-464.

    Lesmana, D.S. 2005. Kualitas Air untuk Ikan Hias Air Tawar. Penebar Swadaya.

    Jakarta. 96 hlm. Liu, S.H., S.Sun and B.P.Han. 2003. Diel Vertical Migration of Zooplankton Following

    Optimal Food Intake Under Predation. J. Plankton Res. 25 : 1069-1077. Makmur, Rachmansyah dan M. Fahrur. 2011. Hubungan antara Kualitas Air dan

    Plankton di Tambak Kabupaten Tanjung Jabung Barat Provinsi Jambi. Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur. hlm 961-968.

    Marasabessy, M.D., Edward dan T.K. Supy. 2005. Kadar Oksigen Terlarut di

    Ekosistem Terumbu Karang Kep. Mentawai, Nias dan Sibolga untuk Kepentingan Biota Laut dan Pariwisata. Prosiding Seminar Nasional Perikanan STIP. Jakarta.

    Mony, A. 2004. Analisis Kondisi Lingkungan Perairan Muara Sungai Cimandiri, Teluk

    Pelabuhan Ratu Sukabumi, Jawa Barat. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

    Nontji, A. 2006. Tiada Kehidupan di Bumi Tanpa Keberadaan Plankton. Lembaga

    Ilmu Pengetahuan Indonesia (Pusat Penelitian Oseanografi). Jakarta. 248 hlm.

    Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. PT Gramedia

    Pustaka Utama. Jakarta. 240 hlm. Odum, E.P. 1993. Dasar-Dasar Ekologi Edisi Ketiga : Alih Bahasa T. Samingan.

    UGM Press. Yogyakarta. 697 hlm. Pemerintah Republik Indonesia. 2001. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

    Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Jakarta.

  • 41

    Romimohtarto, K dan J. Sri. 1999. Ilmu Pengetahuan tentang Biologi Laut. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanografi-LIPI. Jakarta. 128 hlm.

    Sachlan, M. 1972. Planktonology. Direktorat Jendral Perikanan Departemen

    Pertanian. Jakarta. Santoso, A.D., J.P. Susanto dan W. Komarawidjaya. 2012. Kesetabilan Oksigen

    Terlarut di Waduk Cirata. Jurnal Teknologi Lingkungan. 1 (1): 139-145. Sawetri, S., dan A. Farid. 2012. Kajian Dampak Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir

    (PLTN) terhadap Organisme Plankton. Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir V.

    Setiawati, S. 2017. Komposisi dan Struktur Komunitas Zooplankton pada Kedalaman

    yang Berbeda di Danau Diatas Kabupaten Solok Sumatera Barat. Skripsi. Universitas Andalas. Padang.

    Siagian, M. 2012. Jenis dan Keanekaragaman Fitoplankton di Waduk PLTA Koto

    Panjang, Kampar, Riau. Jurnal Bumi Lestari. 12 (1): 99-105. Sihombing, E.N. 2011. Keanekaragaman dan Distribusi Ikan serta Hubungannya

    dengan Kualitas Air Danau Siais Kabupaten Tapanuli Selatan. Skripsi.

    Universitas Sumatera Utara. Medan. Sihombing, S., M. Siagian dan C. Sihotang. 2013. Penyebaran Vertikal Fitoplankton

    di Danau Pinang Luar Buluh, Desa Cina, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Universitas Riau. Pekanbaru.

    Standart Nasional Indonesia (SNI). 2006. Penentuan Kadar Air. SNI NO.01-2354.2-

    2006. Dewan Standarisasi Indonesia. Jakarta. Subarijanti, H.U. 1990. Limnologi. Universitas Brawijaya. Malang. . 2005. Pemupukan dan Kesuburan Perairan. Universitas Brawijaya.

    Malang. Suminto. 2005. Budidaya Pakan Alami Mikroalga dan Rotifer. Universitas

    Diponegoro. Semarang. 72 hlm. Surakhmad, W. 1998. Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar. Tarsito. Bandung. 338 hlm. Suroso, M.R. Anwar dan M.C. Rahmanto. 2007. Studi Pengaruh Sedimentasi Kali

    Brantas terhadap Kapasitas dan Usia Rencana Waduk Sutami Malang. Jurnal Rekayasa Sipil. 1 (1): 33-42.

    Susanti, M. 2010. Kelimpahan dan Distribusi Plankton di Perairan Waduk

    Kedungombo. Skripsi. Universitas Negeri Semarang. Semarang.

  • 42

    Susanto, A.D. 2007. Kandungan Zat Hara Fosfat pada Musim Barat dan Musim Timur di Teluk Hurun Lampung. Jurnal Teknologi Lingkungan. 8 (3): 207-210.

    Susanto, P. 2000. Pengantar Ekologi Hewan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi

    Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta. 273 hlm. Yuliana, Y. 2006. Produktivitas Primer Fitoplankton pada Berbagai Periode Cahaya

    di Perairan Teluk Kao, Kabupaten Halmahera Utara. J. Fish. Sci. 8 (2): 215-222.

    Bagian Depan.pdfa SAMPUL.pdf (p.1-2)b LEMBAR PENGESAHAN.pdf (p.3)c IDENTITAS TIM PENGUJI.pdf (p.4)d PERNYATAAN ORISINALITAS.pdf (p.5)e RIWAYAT HIDUP.pdf (p.6)f UCAPAN TERIMAKASIH.pdf (p.7-8)g RINGKASAN.pdf (p.9)h KATA PENGANTAR MPY.pdf (p.10)i DAFTAR ISI.pdf (p.11-12)j DAFTAR TABEL.pdf (p.13)k DAFTAR GAMBAR.pdf (p.14-15)l DAFTAR LAMPIRAN.pdf (p.16)

    BAB I.pdfBAB II.pdfBAB III.pdfBAB IV.pdfBAB V.pdfDaftar Pustaka.pdf