Dinamika Persebaya Masa Kepemimpinan Poernomo Kasidi …
Transcript of Dinamika Persebaya Masa Kepemimpinan Poernomo Kasidi …
Dinamika Persebaya Masa Kepemimpinan Poernomo Kasidi (1987-1994)
Angga Eka Putra, Muhammad Wasith Albar
Program Studi Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok, Jawa Barat, 16424, Indonesia
E-mail: [email protected]
Abstrak
Persebaya merupakan salah satu klub sepak bola di Indonesia yang sarat dengan sejarah. Pada kurun waktu 1979-1986 Persebaya mengalami penurunan prestasi, bahkan hampir terdegradasi dari kompetisi Perserikatan. Munculnya Poernomo Kasidi sebagai Ketua Umum yang baru mampu membangkitkan kembali prestasi Persebaya yang sempat turun. Strategi utama dari Poernomo adalah pembenahan manajemen intern Persebaya. Hasilnya, pembentukan manajemen yang baik akan membawa prestasi yang baik pula, termasuk dalam bidang olahraga. Selama tujuh tahun kepengurusan Poernomo (1987-1994), Persebaya kembali bisa berprestasi yang ditunjang oleh manajemen yang baik.
Dinamika Persebaya Masa Kepemimpinan Poernomo Kasidi (1987-1994)
Abstract
Persebaya is one of Indonesian historical football club. During 1979 – 1986, Persebaya experienced a decline in achievement. Furthermore, it was almost eliminated from Perserikatan competition. The emergence of Poernomo Kasidi as the new chairman triggered the achievements of Persebaya that had been degraded. The main strategy of Poernomo was an internal management reform of Persebaya. The result of this research shows that a good management formation would affect on gaining achievements, including in sport. During the seven years of Poernomo’s leadership (1987 – 1994), Persebaya gained its achievements which is supported by a cooperative management.
Keyword:
Football; Management; Persebaya; Poernomo Kasidi.
Pendahuluan
Sepak bola merupakan salah
olahraga yang populer di dunia. Olahraga
sepak bola tidak terbatas pada kalangan
tertentu karena sejak awal
perkembangannya tidak ditujukan secara
khusus untuk masyarakat kelas tertentu.
Melihat asal usul sepak bola di Indonesia
maka tidak terlepas dari kaitan historis
dengan masa penjajahan Belanda. Budaya
yang diperlihatkan bangsa Belanda
merupakan contoh budaya masyarakat
Eropa bagi masyarakat pribumi, kemudian
akan mengantarkan orang-orang pribumi
suatu kelak menyerupai dan berasimilasi
Dinamika persebaya masa ..., Angga Eka Putra, FIB UI, 2014
dengan Eropa.1 Termasuk di dalamnya
olahraga, khususnya sepak bola.
Persebaran sepak bola di Indonesia
dapat didasarkan melalui dua faktor, yaitu
faktor formal dan informal. Jalur formal
erat kaitannya dengan sekolah-sekolah
milik Belanda yang diperkenalkan melalui
kurikulum pendidikan, termasuk olahraga
seperti atletik, sepak bola, bola basket, dan
bulutangkis. Bahkan pada peringatan
kenaikan tahta Sri Ratu Wilhelmina di
HBS dirayakan dengan pertandingan,
pertunjukan, pameran keterampilan dan
kebiasaan yang dipelajari oleh orang
Eropa, termasuk sepak bola, setanden, dan
kasti.2 Sementara dari jalur informal,
persebaran sepak bola dilakukan melalui
visualisasi langsung masyarakat pribumi
terhadap para pegawai Belanda yang
memainkan sepak bola sebagai sarana
rekreasi dan menjaga kebugaran.3
Semakin maraknya permainan
sepak bola, memunculkan fenomena
berdirinya bond-bond sepak bola yang
ditandai berdirinya Rood-Wit pada tahun
1893 dan Victoria tahun 1895. Sejak saat
itu banyak bond Belanda yang berdiri dan
membentuk bond induk di setiap daerah di
empat kota besar, Batavia, Surakarta, 1 Denny Lombards. Nusa Jawa: Silang Budaya Batas-Batas Pembaratan. 2000. hlm. 220 2 R.N. Bayu Aji. Tionghoa Surabaya Dalam Sepak Bola. 2010. hlm. 7-8 3 Srie Agustina Palupi. Politik dan Sepak Bola di Jawa Tahun 1920-1942. 2004. hlm. 24
Bandung, dan Surabaya. Pada akhirnya
bond-bond Belanda bermuara pada
lahirnya NIVB (Nederlandsche Indische
Voetbal Bond) pada tahun 1919 sebagai
induk sepak bola Belanda di Hindia
Belanda.4
Dari kalangan pribumi, bond sepak
bola induk daerah dimulai dengan
munculnya bond-bond seperti VVB, SIVB,
VIJ, BIVB, MVB, MIVB, dan PSM. SIVB
sebagai cikal bakal Persebaya memiliki
banyak peranan penting bagi
perkembangan sepak bola nasional sejak
awal perkembangannya. Terdapat empat
faktor yang menjadikan Persebaya sebagai
salah satu klub besar yang sarat akan
sejarah dalam sepak bola Indonesia.
Pertama, Surabaya merupakan salah satu
kota yang pesat perkembangan sepak
bolanya. Hal ini ditandai dengan berdirinya
bond sepak bola pribumi yang pertama,
yaitu dibentuknya bond Patjarkeling pada
tahun 1902 oleh Mohammad Zen.
Kemudian disusul oleh klub-klub lain
seperti REGO, Tjahaja Laoet, Maoeto, dan
lain-lain hingga terbentuknya SIVB pada
tanggal 18 Juni 1927. Kedua, Persebaya
merupakan salah satu pionir berdirinya
PSSI sebagai induk sepak bola Indonesia
pada tanggal 19 April 1930 bersama klub-
klub seperti VVB, VIJ, MVB, BIVB,
4 Freek Colombijn. “The Politics of Indonesian Football”, Archipel, No. 59 (2000), hlm. 18
Dinamika persebaya masa ..., Angga Eka Putra, FIB UI, 2014
MIVB dan PSM. Ketiga, banyaknya
sumber daya manusia yang dimiliki dan
berkutat dalam kompetisi internal
memunculkan pemain-pemain berbakat
yang berujung pada banyaknya pemain-
pemain Persebaya yang dipanggil ke dalam
Tim Nasional Indonesia. Keempat,
antusiasme yang tinggi dari para penonton
sepak bola di Surabaya membuat Surabaya
sebagai daerah yang merepresentasikan
sepak bola sebagai salah satu kebanggaan
daerah.
Selama kurun waktu 1987-1994
Surabaya dikatakan memasuki masa
kebangkitan dalam persepakbolaan mereka
di tanah air. Torehan prestasi dan stabilitas
tim tidak terlepas dari kepengurusan atau
manajemen yang baik dibalik keberhasilan
Persebaya. Kebangkitan Persebaya
melahirkan kebanggaan tersendiri bagi
masyarakat Surabaya khususnya. Selama
periode tersebut, memang Persebaya hanya
sanggup memperoleh hasil juara satu kali
Perserikatan dan Piala Utama, namun
konsistensi Persebaya sebagai klub papan
atas nasional yang selalu menempati
peringkat tiga besar merupakan indikator
kebangkitan dan keberhasilan manajemen
dalam membangun Persebaya. Oleh
karena itu, menarik melihat bagaimana
dinamika Persebaya dalam proses
kebangkitan selama kurun waktu 1987-
1994.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan
oleh penulis adalah metode sejarah, yaitu
metode heuristik, kritik, interpretasi, dan
historiografi serta melalui pendekatan
struktural-deskriptif dalam penulisan.
Pada tahap awal penulis melakukan usaha
pengumpulan data, penulis memperoleh
sumber dari arsip koran Kompas,
Perpustakaan Universitas Indonesia,
Perpustakaan Nasional Republik
Indonesia, koleksi buku yang dimiliki oleh
alumni Ilmu Sejarah UI, kunjungan ke
Wisma Persebaya, serta dokumen-
dokumen dari komunitas Bonek Kampus
Surabaya. Tahap kedua ialah tahap kritik.
Penulis berusaha mengkaji dan mengkritik
bahan penulisan yang telah didapat dari
berbagai sumber. Bahan tersebut dikritik
dengan membandingkan kesesuaian fakta
dilapangan baik dari tanggal, proses
kejadian peristiwa, dan pelaku sejarah
sehingga dapat dijaga keakuratan datanya
untuk kemudian penulis olah menjadi
penulisan ini. Keakuratan data dipastikan
dengan cara membandingkan sumber data
tersebut dengan sumber data yang lain.
Setelah melalui tahap kritik, sumber data
tersebut diinterpretasikan, yaitu ditafsirkan
oleh penulis untuk kemudian diolah dan
dipertanggungjawabkan terhadap fakta
yang mendukung pengkajian. Tahap
terakhir ialah historiografi, yaitu usaha
Dinamika persebaya masa ..., Angga Eka Putra, FIB UI, 2014
penulisan karya ilmiah yang berdasarkan
pada fakta yang telah ada.
Kelahiran dan Perkembangan Awal
Persebaya
Sepak bola modern pada awalnya
diperkenalkan di Inggris, tepatnya pada
tahun 1863 oleh para mahasiswa
Universitas Cambridge dengan tujuan
membedakan permainan sepak bola dan
rugby. Kemudian peraturan yang jelas dan
tegas serta pemisahan rugby dari sepak
bola ditegaskan dengan dibentuknya FA
(Federation of Association) pada tahun
1872 dan menjadi kompetisi sepak bola
tertua di dunia yang berlangsung hingga
sekarang. Kedekatan letak geografis antara
Belanda dan Inggris memungkinkan
adanya proses persebaran yang cukup
cepat, hal ini juga ditandai dengan
berdirinya KNVB (Koninklijke
Nederlandsche Voetbal Bond) pada tahun
1889 sebagai organisasi sepak bola ketiga
di Eropa setelah Inggris dan Perancis.
Proses penjajahan bangsa Belanda di
Hindia Belanda turut membawa sepak bola
sebagai salah satu aspek asimilasi budaya
yang terjadi antara kedua pihak.
Sudah dijelaskan sebelumnya
bahwa perkembangan sepak bola di Hindia
Belanda tidak terlepas dari faktor formal
dan informal, faktor formal melalui
kebijakan Politik Etis di dalam sekolah-
sekolah yang memasukkan sepak bola
sebagai salah satu kurikulum sekolah.
Sementara faktor informal melalui
visualisasi langsung para pegawai Belanda
yang biasa memainkan sepak bola sebagai
sarana rekreasi. Proses asimilasi dan
persilangan budaya melalui olahraga lebih
mudah diterima oleh masyarakat karena
sifatnya yang lebih terbuka jika
dibandingkan dengan proses persilangan
budaya dalam bidang sosial lainnya. Pada
umumnya, pesatnya perkembangan sepak
bola di Hindia Belanda terutama dialami di
kota-kota besar, salah satunya adalah
Surabaya. Pasca kemunculan Rood-Wit di
Batavia muncul Victoria yang didirikan
oleh Edgar bersaudara pada tahun 1895.
Kemudian pendirian bond sepak bola
Belanda disusul dengan berdirinya Sparta
pada tahun 1896 yang didirikan oleh P.
Swens dan A. Mesrope. Kemunculan
kedua bond sepak bola tersebut
menghilhami munculnya bond-bond lain di
Surabaya, seperti SIOD (Scoren Is Ons
Doel), Rapiditas, ECA, THOR (Tot Heil
Onzer Ribben), HBS (Houd Braef Standt),
dan Exelcior.5 Banyaknya pengusaha
Belanda yang mendirikan bond-bond sepak
bola semakin menambah geliat
pertandingan antar bond yang digelar sejak
Februari 1897. Sejak saat itu bond-bond
sepak bola Belanda di Surabaya
5 Bayu Aji. Op.Cit., 2010. hlm. 57
Dinamika persebaya masa ..., Angga Eka Putra, FIB UI, 2014
membentuk induk sepak bola daerah
Surabaya yang dikenal SVB
(Soerabaiasche Voetbal Bond). SVB
kemudian mengatur pertandingan di
Surabaya yang diikuti oleh klub-klub
seperti Sparta, Victoria, THOR, Exelcior,
Ajax, Zeemact, RKS, Mena Moeria, HBS,
Annasher, dan Tionghoa Surabaya.6
Sementara dari kalangan pribumi
ide untuk mendirikan bond-bond pribumi
muncul ketika bangsawan pribumi melihat
potensi pemuda-pemuda Surabaya dalam
memainkan sepak bola. Setelah
terbentuknya bond Patjarkeling pada tahun
1902, kehadiran bond-bond pribumi
Surabaya diramaikan dengan berdirinya
SELO, Maroeto, Olivio, Tjahaja Laoet,
REGO, Radio, dan PS Hizboel Wathan.7
Sarana sepak bola menjadi permasalahan
utama bond pribumi, banyak dari bond
pribumi yang belum memiliki lapangan
sehingga mereka memakai lapangan Pasar
Turi sebagai lapangan bersama secara
bergiliran. Hasil interaksi yang terjalin dari
pemakaian lapangan bersama menyatukan
visi dan misi bond pribumi untuk
mendirikan induk sepak bola di Surabaya
guna menandingi SVB. Kemudian
dibentuklah komite Surabaya yang 6 THOR, HBS, dan Annasher masih bertahan sampai sekarang dan tergabung ke dalam anggota internal Persebaya pada saat ini. Soepangat. Persebaya. Tp. Tt. hlm. 1 7 “Surabaya Didirikan oleh Klub, Bukan Perorangan”, Radar Surabaya. 18 Juni 2011. hlm. 22
bertugas untuk menyiapkan bond sepak
bola Surabaya dengan dipimpin oleh R.M.
Bintarti dan Dr. R. Soerjatin bersama
dengan tokoh lain seperti Paijo, M.
Pamoedji, R. Sanoesi, Sidik, Askaboel,
Radjiman Nasutian pada tanggal 18 Juni
1927 sepakat mempersatukan bond sepak
bola pribumi ke dalam satu wadah, yaitu
SIVB (Soerabaiasche Indonesische
Voetbal Bond) dengan Paijo yang ditunjuk
sebagai ketua umum dan M. Pamoedji
sebagai bendaharanya.8 Kemudian bersama
bond-bond daerah lain, SIVB menjadi
salah satu bond yang mendirikan PSSI
pada 19 April 1930.
Masa pendudukan Jepang, segala
hal yang berbau kebarat-baratan dilarang
keberadaannya. Hal ini menjadikan SVB
dalam masa kevakuman dan menjadi latar
belakang berdirinya Persebaya dengan
meleburnya SVB dan SIVB menjadi
Persibaja pada tahun 1943 dan disepakati
tanggal 18 Juni 1927 sebagai hari lahir
klub. Kemudian pada tahun 1960 nama
klub disesuaikan dengan Bahasa Indonesia
yang telah disempurnakan menjadi
Persebaya hingga sekarang serta mewarisi
Stadion Gelora 10 November sebagai
kandang bagi Persebaya.
8 Viky Nurisman A, Corry Liana. Avatara: Nasionalisme dalam Sepak Bola Surabaya. Vol. 1, No. 2. hlm. 10-20
Dinamika persebaya masa ..., Angga Eka Putra, FIB UI, 2014
Kondisi Sosial dan Animo Masyarakat
Surabaya Terhadap Sepak Bola
Dalam kehidupan sosial masyarakat
Surabaya, lingkungan kehidupan di kota
industri yang besar dan sibuk membentuk
watak penduduknya. Bahasa jawa logat
Surabaya mempunyai nada yang khas,
cepat, dan datar. Terkadang, kata-kata
kasar yang telah diucapkan terus terang
memberi petunjuk bahwa lingkungan
kesibukan yang telah membentuknya.
Selain itu berdasarkan kondisi geografis
kota Surabaya yang berada di pesisir
sungai Brantas dianggap sebagai pengaruh
alami kondisi sosial masyarakat Surabaya
yang dikenal keras sebagai ekologi budaya
Arek. Karakter yang keras khas pesisir
merupakan salah satu ciri budaya Arek
serta pembentukan karakter nekat juga
dianggap sebagai kebiasaan yang merebak
di kalangan arek Suroboyo. Barangkali
perilaku itu merupakan “warisan tempo
doeloe” yang hingga kini dilestarikan
dengan semboyan nek gak nekat dudu arek
Suroboyo.9 Namun, ditengah kesibukan
kota individualisme tidak berkembang
karena adanya solidaritas yang diikat oleh
lembaga gotong royong yang disebut
sinoman dan arisan.10 Kondisi kota yang
sibuk menjadikan masyarakat Surabaya
9 M. Basofi Soedirman. Bonek: Berani Karena Bersama. 1997. hlm. 47 10 Pusat Sejarah dan Tradisi ABRI. Pertempuran Surabaya. 1998. hlm. 4-5
memerlukan hiburan massif yang
berlangsung dalam waktu relatif cepat, dan
menonton pertandingan Persebaya menjadi
salah satu hiburan massal bagi masyarakat
Surabaya.
Keterikatakan kondisi sosial
masyarakat kota yang membutuhkan
hiburan massal tetapi juga tetap mencirikan
budaya khas Surabaya yang erat
solidaritasnya tercermin dalam antusiasme
masyarakat Surabaya. Fanatisme
kedaerahan sebagai salah satu ciri khas
kompetisi Perserikatan juga menjadi alasan
tingginya antusiasme penonton. Pada tahun
1980-an, media Jawa Pos melakukan
survey terhadap para penonton yang datang
ke stadion untuk menyaksikan
pertandingan Persebaya. Hasilnya
sebanyak 73% masyarakat datang untuk
menyaksikan pertandingan Persebaya
karena sama-sama warga Surabaya dan
Jawa Timur. Sisanya sebanyak 20% ingin
mengetahui teknik bermain sepak bola
yang benar, dan 7% lainnya beralasan
mendukung Persebaya karena ramai-ramai
diajak kawan. Dapat disimpulkan bahwa
Persebaya menjadi wadah bagi masyarakat
Surabaya sebagai hiburan dan penyalur
kondisi sosial masyarakat. Bahkan kata-
kata keras khas Surabaya sering terdengar
di stadion ketika dilontarkan kata-kata
jancuk yang memang agak kasar bagi
Dinamika persebaya masa ..., Angga Eka Putra, FIB UI, 2014
masyarakat Jawa, tetapi biasa bagi
masyarakat Surabaya.
Tingginya antusiasme masyarakat
didasarkan pada jumlah penonton yang
hadir di Stadion. Ketika Persebaya
bertanding biasanya Stadion Gelora 10
November akan penuh yang berkapasitas
bagi 35.000 orang. Bahkan sebelum
memasuki tahun 1980-an, pertandingan
antara Persebaya vs Ajax Amsterdam pada
tanggal 11 Juni 1975 pernah tercatat
dihadiri hampir dua kali lipat kapasitas
stadion dengan jumlah 60.000 penonton.11
Berdasarkan fakta yang ada, tingginya
antusiasme masyarakat Surabaya
merupakan suatu bentuk solidaritas
kedaerahan yang didasarkan pada
kehidupan kondisi sosial yang memang
jauh dari sifat individualisme dan juga
Persebaya merupakan wadah untuk
merepresentasikan budaya khas Surabaya
serta Persebaya seolah menjadi
kebanggaan masyarakat Surabaya.
Era Poernomo Kasidi: Momentum
Kebangkitan Persebaya
Sejak terakhir kali menjadi juara
kompetisi Perserikatan PSSI pada tahun
1978 Persebaya mengalami kemunduran
yang cukup drastis. Manajemen dianggap
sebagai dalang kemunduran Persebaya
11 Bonek Kampus ITS. Kumpulan Artikel: History of Persebaya. 2008. hlm. 22
karena dianggap kurang perhatian dengan
Persebaya. Setelah Djoko Soetopo
memimpin Persebaya sejak juara tahun
1978 sampai 1982, Persebaya telah
mengalami 3 kali pergantian ketua umum
hingga Poernomo Kasidi. Dari Kolonel
Maryakub dan Letkol. Soegardjito yang
memimpin Persebaya sejak 1982 sampai
1986 keadaan intern Persebaya tidak
banyak berubah. Banyak pengurus yang
hanya mementingkan diri sendiri dan klub
binaannya daripada kepentingan Persebaya
sebagai tujuan bersama. Keretakan di
tubuh Persebaya mencapai puncak ketika
Letkol L. Soegardjito menyatakan
mengundurkan diri sebagai ketua umum
tahun 1985.12 Bahkan keadaan diperparah
dengan terpuruknya Persebaya yang
hampir mengalami degradasi dari Divisi
Utama Perserikatan karena hanya mampu
menempati peringkat 9 dari 12 peserta.
Pada saat itu Persebaya memiliki potensi
dilirik sponsor, tetapi karena manajemen
Persebaya yang kurang kondusif sponsor
menjadi menarik minat mereka.
Munculnya Poernomo Kasidi
sebagai ketua umum Persebaya merupakan
bentuk kepeduliannya sebagai Walikota
Surabaya ketika itu. Keberhasilannya
membenahi Surabaya membuat harapan
masyarakat akan Persebaya yang lebih baik
12 PWI Jatim. Persebaya Green Force III: Kami Haus Gol Kamu. 1991. hlm. 48
Dinamika persebaya masa ..., Angga Eka Putra, FIB UI, 2014
menaruh harap di pundak Poernomo
Kasidi. Langkah pertama Poernomo
menyikapi kekosongan posisi ketua umum
Persebaya yaitu menugaskan Tubagus
Muchtar sebagai ketua sementara pada
tahun 1986, hasilnya Persebaya mampu
melakukan gebrakan dengan menjadi
runner-up Perserikatan pada tahun
tersebut. Kejelian Poernomo mengangkat
Persebaya membuat para anggota
Persebaya mengadakan Musyawarah
Anggota Luar Biasa pada bulan April 1987
yang secara aklamasi memilikih
Walikotamadya Surabaya, Poernomo
Kasidi, sebagai Ketua Umum dengan
pendamping Kol. E.E. Mangindaan
Danrem 084 sebagai Ketua Harian.13
Pemilihan Poernomo juga diharapkan
berbagai kemudahan yang didapat
Persebaya melalui kewenangannya sebagai
walikota. Poernomo kembali terpilih
menjadi ketua umum Persebaya pada
pemilihan kedua tanggal 25 Agustus 1991
dengan pendamping Imam Oetomo sebagai
ketua harian.
Poernomo Kasidi memimpin
Persebaya dalam gelaran Liga Perserikatan
sebanyak empat kali selama tujuh tahun
kepengurusannya. Sistem Liga
Perserikatan mengalami perubahan sejak
kompetisi 1989/1990 akibat sepak bola
gajah. PSSI juga menilai dengan
13 Ibid., hlm. 49
diadakannya kompetisi Perserikatan
setahun sekali pembinaan terhadap pemain
dan regenerasi pemain dinilai kurang
karena waktu yang terlalu mepet.14
Akibatnya para pemain muda yang masuk
ke tim senior klub-klub Perserikatan lebih
banyak hanya menjadi pemain cadangan
bagi pemain-pemain yang memang sudah
berpengalaman. Dari 4 kali mengikuti Liga
Perserikatan di bawah kepemimpinan
Poernomo, Persebaya berhasil meraih 1
kali juara, 1 kali runner up dan 2 kali
peringkat ketiga, serta 1 kali juara Piala
Utama. Juara Perserikatan diraih pada
tahun 1987/1988 dengan dimanajeri oleh
H. Agil Ali, trio pelatih Nino Sutrisno,
Kusmanhadi, dan M. Misbach, serta
pemain-pemain kenamaan seperti Putu
Yasa, Muharrom Rusdiana, Maura Hally,
Budi Johannis, Mustaqim, dan Syamsul
Arifin. Kompetisi selanjutnya tahun
1989/1990 Persebaya hanya menjadi
runner up dengan kondisi yang tidak jauh
berbeda dengan musim sebelumnya. Tahun
1990 Persebaya menjadi pelopor
penggunaan pemain muda dengan
mayoritas pemain berusia 23 tahun,
hasilnya Persebaya menjadi juara Piala
Utama 1990 mengalahkan klub raksasa
Galatama, Pelita Jaya. Tetapi hanya
berhasil menjadi peringkat ketiga di akhir
14 “Dari Sidang Paripurna PSSI: Kompetisi Perserikatan Diperbaiki”, Kompas. 28 Maret 1988. hlm. 10
Dinamika persebaya masa ..., Angga Eka Putra, FIB UI, 2014
kompetisi Perserikatan. Peremajaan
pemain dimanajeri oleh Dahlan Iskan, duet
pelatih utama Rusdi Bahalwan dan
Subodro, dan memunculkan bintang masa
depan seperti Yusuf Ekodono, Putut
Wijanarko, Ibnu Grahan, Totok Andjik,
dan lain-lain. Pada kompetisi terakhir
Perserikatan pada 1993/1994 Persebaya
juga hanya menempati urutan ketiga
karena faktor non-teknis terkait
diskorsingnya manajer Agil Ali oleh PSSI.
Faktor Pendorong dan Penghambat
Bangkitnya Persebaya
Persebaya masa kepemimpinan
Poernomo Kasidi mampu menemukan
kembali nama besarnya dalam sepak bola
nasional karena didukung oleh beberapa
faktor. Diantara beberapa faktor
pendukung bangkitnya Persebaya ialah
terjalinnya hubungan dengan pers,
munculnya Bonek sebagai organisasi
suporter, serta dukungan pemerintah
daerah Surabaya. Pertama, Persebaya
memanfaatkan keberadaan pers yang
memang berfungsi sebagai media
informasi untuk melambungkan namanya.
Persebaya yang sedang bangkit saat itu
dianggap sebagai topik hangat yang patut
diperbincangkan lebih dalam.
Terjalinnya hubungan Persebaya
dengan pers tidak lain merupakan sebuah
program yang memang sudah diatur di
dalam AD/ART Persebaya yang
menyebutkan bahwa salah satu kewajiban
dan usaha Persebaya adalah menjalin
hubungan kemasyarakatan melalui media
komunikasi.15 Hubungan yang terjalin
antara Persebaya dan pers tidak hanya
menguntungkan salah satu pihak, tetapi
menjadi keuntungan bagi kedua pihak.
Jawa Pos misalnya, media cetak yang
dikepalai oleh Dahlan Iskan memang
menjadikan Persebaya sebagai komoditi
utama pemberitaan koran tersebut.
Hasilnya oplah Jawa Pos naik drastis setiap
kompetisi antarklub sepak bola Indonesia
hingga 50 ribu eksemplar setiap harinya.
Sementara dari media elektronik, Radio
Gelora Surabaya (RGS) menjadi media
utama sebagai penyiar Persebaya karena
televisi pada saat itu masih belum
berkembang dan masih didominasi oleh
program TVRI. Baik Jawa Pos dan RGS
sama-sama menjalin hubungan dengan
Persebaya tanpa ikatan kontrak. Namun,
peran keduanya dikatakan cukup vital
dengan memfasilitasi suporter Persebaya
yang ingin menonton pertandingan
Persebaya di Senayan, suporter inilah yang
kemudian kita kenal dengan nama Bonek.
Jawa Pos mengkoordinir keberangkatan
warga Surabaya tahun 1987, baik penonton
yang naik kereta api maupun bus
15 Anggaran Dasar Persebaya. Bab II Umum Pasal 4 Ayat 3 tentang Kewajiban dan Usaha. 1992. hlm. 2
Dinamika persebaya masa ..., Angga Eka Putra, FIB UI, 2014
Surabaya-Jakarta dengan tarif Rp 25.000,-
per orang pergi pulang.16 Begitu pula
dengan RGS yang bahkan menyiarkan
langsung pertandingan Persebaya melalui
siaran radio jika tidak disiarkan dalam
televisi. Adanya pers ini juga menjadikan
Persebaya mendapatkan pengawalan dan
bantuan dari masyarakat Surabaya jika
menemui kendala dalam perjalanan
mereka.
Kedua, masa kepemimpinan
Poernomo Kasidi dihebohkan dengan
kemunculan Bonek sebagai suporter
Persebaya dan organisasi suporter pertama
di Indonesia. Istilah Bonek merupakan
akronim dari Bandha Nekat yang
dicetuskan oleh Dahlan Iskan. Kemunculan
Bonek merubah sifat tradisional suporter
sepak bola di Indonesia yang beralur
datang, duduk di dalam stadion, kemudian
mulai bersorak ketika tim yang
didukungnya melakukan serangan ke pihak
lawan. Bonek mengubah kebiasaan
suporter sepak bola di Indonesia dengan
memakai atribut sebagai identitas diri.
Atribut-atribut yang digunakan diantaranya
memakai baju, selendang ataupun syal, dan
ikat kepala berwarna hijau dan bertuliskan
“Kami Haus Gol Kamu!”. Fenomena yang
tak pernah dilupakan yaitu gerakan
tret...tret...tret yaitu mobilisasi suporter
16 “Komentar Dari Surabaya: Saatnya Persebaya Juara”, Kompas. 8 Maret 1987. hlm. 14
Persebaya secara tertib dari Surabaya ke
Jakarta yang dikoordinir oleh Jawa Pos
pada tahun 1986/1987. Dukungan moril
yang diberikan Bonek membuat para
pemain Persebaya seakan mendapatkan
tambahan tenaga ketika sudah merasa lelah
sehingga senantiasa akan selalu
memberikan yang terbaik bagi masyarakat
Surabaya.
Ketiga, terdapat dua bentuk
dukungan yang diberikan pemerintah
daerah Surabaya terhadap Persebaya, yaitu
materil dan moril. Sejak menjadi walikota,
Poernomo mendapatkan masukan jika
ingin dikatakan sukses menjadi walikota
maka setidaknya harus melakukan tiga hal,
yaitu jangan ada banjir, jalan berlubang,
dan Persebaya harus juara.17 Untuk alasan
terakhir maka pemerintah daerah Surabaya
tidak sungkan membantu Persebaya.
Pemda Surabaya memberikan diskon 50
persen untuk sewa lapangan dan pajak
terhadap Stadion Gelora 10 November.18
Selain itu biaya pemeliharaan stadion dan
wisma pemain juga masuk ke dalam
APBD pemerintah daerah Surabaya.19
Sementara dukungan moril ditunjukkan
pemerintah daerah dengan kehadiran dan
17 Wawancara Dahlan Iskan melalui email tanggal 29 Oktober 2014 18 Duniabola. http://www.bola-indonesia.org/2012/04/cholid-pemkot-jadikan-persebaya-sapi_4.html diunduh pada 26 September 2014, Pkl. 09.33 WIB 19 Wawancara Dahlan Iskan melalui email tanggal 29 Oktober 2014
Dinamika persebaya masa ..., Angga Eka Putra, FIB UI, 2014
semangat yang diberikan untuk para
pemain, seperti yang dikatakan manajer
Persebaya H. Agil Ali, “Coba lihat, mulai
dari walikota Poernomo, sampai wagub
Trimarjono, pangdam Saiful Sulun telah
hadir di Jakarta, dan nanti gubernur
Wahono, ketua DPRD Blegoh Soemarto
juga bakal ke Jakarta. Ini kan dorongan
semangat yang luar biasa”.20 Dukungan
moril yang diberikan membuat Persebaya
menjadi sebuah sarana bagi aspek sosial
masyarakat Surabaya yang menyatukan
mereka dari segala lapisan mulai dari
kalangan bawah hingga para pejabat
daerah Surabaya demi Persebaya yang
semakin besar.
Usaha manajemen untuk
membangun Persebaya juga mendapatkan
beberapa hambatan, yaitu sepak bola gajah,
konflik intern, serta kerusuhan. Sepak bola
gajah merupakan permainan yang
memberikan kemenangan pada pihak
lawan secara sengaja. Persebaya pernah
membuat gempar sepak bola Indonesia
dengan memainkan sepak bola gajah
medio Februari 1988 yang memberikan
kemenangan 12-0 kepada Persipura di
Stadion Gelora 10 November. Pengurus
mengatakan bahwa memberikan
kemenangan kepada Persipura merupakan
sebuah taktik, “Pertama, kita melihat
bahwa daerah Indonesia Timur akan tanpa
20 Kompas. Loc. Cit.,8 Maret 1987. hlm. 14
wakil kalau Persipura tak diloloskan.
Kedua, PSIS adalah tim tangguh yang
tentunya akan lebih merepotkan”.21 Dalih
menyelamatkan Persipura memang sebagai
alibi membangun sepak bola di wilayah
timur Indonesia, namun aroma trauma
dengan PSIS tercium karena pada tahun
sebelumnya ambisi Persebaya meraih juara
dihanguskan oleh PSIS dengan
mengalahkan Persebaya di partai final
Perserikatan. Untuk itu, Persebaya lebih
memilih menyelamatkan Persipura
dibanding mengalahkan Persipura yang
menyebabkan PSIS akan lolos ke babak 6
besar di Senayan. Sepak bola gajah
Persebaya menuai pro dan kontra karena
dinilai merusak nilai-nilai fair play sebagai
dasar permainan sepak bola. PSSI bahkan
tidak bisa berbuat banyak karena tidak
memiliki payung hukum yang kuat untuk
pelanggaran permainan semacam ini.
Usaha PSSI meredam sepak bola gajah
baru dilakukan oleh Agum Gumelar pada
tahun 1994 yang memberikan skorsing
kepada manajer Persebaya, Agil Ali,
selama 3 tahun karena permainan serupa
yang dilakukan dengan memberikan
kemenangan kepada Persema Malang.
Persebaya masa Poernomo Kasidi
juga pernah diterpa konflik internal yang
cukup menghambat laju kebangkitan
21 “Pengakuan E.E. Mangindaan”, Merdeka. 29 Maret 1988. hlm. 1
Dinamika persebaya masa ..., Angga Eka Putra, FIB UI, 2014
Persebaya. Dari intern manajer, kegagalan
Persebaya pada berbagai ajang turnamen
pada medio 1990, pelatih ketika itu
dianggap sebagai biang kegagalan karena
memiliki dua klub yang harus dilatih.
Rusdi Bahalwan dan Subodro dianggap
tidak melatih secara serius setelah diminta
menangani tim Galatama, Mitra
Surabaya.22 Hasilnya pelatih tidak dalam
fokus 100 persen dalam membangun
Persebaya. Setelah adanya pro-kontra,
kedua pelatih baru fokus menangani
Persebaya. Beberapa insiden konflik juga
melanda beberapa klub internal yang
bermuara pada Persebaya sebagai induk
sepak bola Surabaya. Seperti konflik yang
terjadi pada pertandingan PS Setia dan
Assyabaab tanggal 28 Oktober 1990.
Pertandingan ini diwarnai baku hantam
kedua kubu dan wasit turut menjadi korban
akibat pertandingan ini. Hasilnya,
pengurus cepat mengeluarkan hukuman
skorsing yang tertuang dalam surat
keputusan Persebaya No.
295/SK/FORM/1990, yang ditetapkan
tanggal 31 Desember 1990 dan
ditandatangani ketua umum Persebaya,
Poernomo Kasidi.23 Konflik internal juga
terjadi pada tahun 1993 antara Assyabaab
dan Suryanaga, karena aksi mogok main
secara tiba-tiba dari pihak Assyabaab. 22 PWI Jatim. Op. Cit., hlm. 27 23 “Persebaya Jatuhkan Skorsing pada Ofisial dan Pemain Klub PS Setia”, Kompas. 5 Januari 1991. hlm. 15
Mereka menilai wasit Imam Rachmad
sudah memimpin pertandingan mereka tiga
kali secara beruntun dan mencurigai
adanya kecurangan, tetapi wasit Imam
merupakan wasit pengganti pada 2
pertandingan karena wasit utama yang
berhalangan hadir. Persebaya juga
mengambil tindakan skorsing terhadap
kubu Assyabaab. Adanya konflik turut
menghambat laju Persebaya, karena klub
internal merupakan pabrik pemain dan
pengurusnya pun menjadi pengurus
Persebaya. Seperti Moh. Barmen yang
membina Assyabaab merupakan Dewan
Penasihat Persebaya, serta pemain seperti
Agus Winarno, Yani Faturachman
merupakan segelintir pemain yang
diskorsing tetapi juga sebagai pemain
Persebaya. Namun konflik yang ada masa
Poernomo cepat diatasi untuk membentuk
kembali manajemen yang padu bagi
Persebaya.
Kerusuhan merupakan sebab lain
hambatan bagi Persebaya era Poernomo
Kasidi, kerusuhan yang diakibatkan
suporter Persebaya ini terjadi di dalam
stadion ataupun di luar stadion. Salah satu
kerusuhan di dalam stadion yang cukup
mencekam yaitu terjadi pada tahun 1993
pada pertandingan Persebaya vs Persib
yang dimenangkan tim tamu dengan skor
3-0. Kecewa dengan permainan Persebaya,
para Bonek turun ke lapangan dan merusak
Dinamika persebaya masa ..., Angga Eka Putra, FIB UI, 2014
kelengkapan stadion. Papan reklame di
pinggir lapangan dicopot dan digotong
masuk lapangan, pagar besi pembatas
lapangan dirobohkan, jala di belakang
gawang dicopot dan dirusak. Pihak
penyelenggara menaksir kerugian yang
terjadi mencapai Rp 19,3 juta yang
menjadi tanggungan panitia pelaksana.
Sementara kerusuhan di luar stadion terjadi
pada perjalanan pulang para Bonek dari
Jakarta ke Surabaya setelah partai 6 besar
di Senayan. Kenekatan Bonek yang hanya
membawa sangu pas-pasan memberikan
efek penjarahan dan perusakan yang
dilakukan hampir disepanjang jalan. Pada
umumnya perusakan yang dilakukan
selama perjalanan karena para Bonek
merasa kelaparan dan tidak memiliki bekal
yang cukup untuk itu. Strategi meredam
amarah Bonek dilakukan petugas Stasiun
Tugu Yogyakarta pada tahun 1992 dengan
menyediakan sekitar 600 nasi bungkus
serta air minumnya. Hasilnya kericuhan
yang diakibatkan Bonek dapat segera
terhenti dan tidak ada ulah lanjutan dari
para suporter Persebaya ini.
Manajemen Klub Perserikatan
Persebaya
Persebaya sebagai sebuah
organisasi memiliki tujuan untuk
mewujudukan cita-cita memasyarakatkan
olahraga yang tidak terpisahkan dari
pembangunan nasional atau manusia
seutuhnya berazaskan Pancasila.24 Untuk
mewujudkan cita-citanya, diperlukan
organisasi yang kuat dan baik sebagai
penggerak dan pelaksana tujuan tersebut.
Oleh karena itu, Poernomo melengserkan
orang-orang di dalam pengurus yang
dianggap tidak memiliki kontribusi
terhadap kemajuan Persebaya. Struktur
kepengurusan Persebaya telah diatur di
dalam AD/ART Persebaya yang
diantaranya sebagai berikut: struktur paling
atas di dalam organisasi adalah Pelindung
Persebaya (Gubernur Kepala Daerah
Tingkat I Jawa Timur dan Ketua KONI
Tingkat I Jawa Timur). Dibawahnya
terdapat Pembina Persebaya (Muspida
Tingkat II Surabaya dan KONI Tingkat II
Kotamadya Surabaya). Kemudian struktur
ketiga Persebaya ditempati oleh Dewan
Penasihat Persebaya (individu yang
memiliki kredibilitas tinggi dalam sepak
bola). Roda kegiatan pengurus ditentukan
oleh Pengurus Paripurna dan Pengurus
Harian di bawah garis Dewan Penasihat.
Pengurus Paripurna Persebaya terdiri dari
ketua umum, beberapa orang ketua,
sekretaris, bendahara, beberapa orang
ketua komisi, anggota komisi, humas, dan
protokol. Sementara Pengurus Harian
terdiri atas ketua umum, beberapa orang
ketua, sekretaris, dan bendahara.
Keseluruhan pengurus bertanggung jawab
24 Anggaran Dasar Persebaya. Bab I Umum Pasal 2 Ayat 1-2 tentangAzas dan Tujuan. 1992. hlm. 1
Dinamika persebaya masa ..., Angga Eka Putra, FIB UI, 2014
terhadap Musyawarah Anggota sebagai
pemegang suara tertinggi di dalam
pengurus.25
Untuk mengoptimalkan berjalannya
operasional Persebaya maka perlu
disokong akan ketersediaan dana.
Keuangan Persebaya diperoleh melalui
uang pangkal, iuran anggota, hasil
pertandingan Persebaya, sumbangan yang
tidak mengikat, usaha lain yang sah dan
tidak bertentangan dengan Anggaran
Dasar.26 Setiap musimnya setidaknya
Persebaya memerlukan pengeluaran
sebesar 115-120 juta rupiah.27 Donatur
menjadi aset terbesar bagi Persebaya di
samping bantuan dana dari pemerintah
daerah. Pengupayaan sponsor bagi
Persebaya banyak dibantu dengan
mengandalkan hubungan baik pengurus
(walikota, manajer umum, danrem, dan
lain-lain) yang sekiranya telah memiliki
public relation yang baik. Sisanya
didapatkan dari iuran anggota, serta pos
pemasukan 2 persen dari sumbangan dana
masyarakat Surabaya untuk Persebaya.
Untuk mengawasi sensitifnya masalah
keuangan dibentuk Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) yang terdiri dari tiga
orang dan berada di luar kepengurusan
25 Anggaran Dasar Persebaya. Bab III Organisasi Pasal 6 tentang Susunan Organisasi. 1992. hlm. 3 26 Anggaran Dasar Persebaya. Bab VIII tentang Keuangan. 1992. hlm. 7 27 ”Kami Terima Bantuan dari Tukang Becak”, Merdeka. 22 Maret 1988. hlm. 12
paripurna dan harian. Dengan demikian,
Persebaya era Poernomo memiliki alur dan
sistematika yang jelas dalam pelaksanaan
operasional Persebaya.
Selesai mengenai urusan
manajemen, langkah selanjutnya dari
pengurus yaitu pemilihan manajer dan
pelatih bagi Persebaya. Untuk kedua
jabatan tersebut, Persebaya memiliki
kriteria tertentu yang ditinjau sebagai dasar
pijakan memajukan Persebaya. Bagi
manajer, kriteria yang harus dimiliki ialah
bekerja sebagai “orang bola”, menjadi
anggota Persebaya, serta mengerti hal-hal
teknis dan non-teknis permainan, dan juga
mampu melakukan public relation.28
Mengingat posisi manajer cukup vital
sebagai pengatur segala kebutuhan tim
baik tekni dan non-teknis, maka syarat-
syarat di atas harus dimiliki setiap manajer
Persebaya. Hubungan publik juga
diperlukan sebagai langkah membesarkan
Persebaya melalui media. Sementara bagi
pelatih Persebaya, kriteria yang harus
dimiliki adalah memiliki sertifikat S-1 dan
pernah menjadi pemain nasional Indonesia.
Setidaknya dengan standar pendidikan
tinggi yang diperoleh dan pengalaman
menjadi pemain nasional memberikan
kelebihan untuk mengamati dan
menganalisa perkembangan sepak bola
28 “Persebaya Harus Atasi Sendiri: Menjelang Kompetisi Divisi Utama 1990”, Jawa Pos. 20 September 1989. hlm. 1
Dinamika persebaya masa ..., Angga Eka Putra, FIB UI, 2014
nasional dan merancang strategi untuk
keberhasilan Persebaya. Manajer
Persebaya selama kepemimpinan
Poernomo hanya berkutat pada dua nama,
yaitu H. Agil Ali dan Dahlan Iskan.
Keduanya merupakan manajer yang handal
yang membawa cukup prestasi bagi
Persebaya. Sementara kursi pelatih
Persebaya berganti setiap tahunnya antara
M. Misbach, Kusmanhadi, Nino Sutrisno,
Zulkifli Yasin, Rusdi Bahalwan, dan
Subodro.
Meningkatkan kesejahteraan
pemain merupakan strategi yang ditempuh
pengurus setelah membentuk
kepengurusan yang baik. Kesejahteraan
pemain Persebaya diberikan dalam bentuk
bonus bagi pemain. Bonus diberikan
karena saat itu tidak ada sistem gaji, para
pemain Persebaya hanya mendapatkan
beras, gula, minyak goreng, dan uang
transport Rp 2.000 per hari dan
ditambahkan dengan uang saku harian
sebesar Rp 10.000 per hari sebagai
pengganti gaji.29 Sifat liga yang masih
amatir menjadi sebab belum adanya sistem
gaji yang berlaku bagi klub-klub
Perserikatan. Untuk menyiasati masalah
gaji agar para pemain tetap memberikan
penampilan terbaik bonus yang diberikan
pengurus dapat dikatakan cukup besar.
Pada tahun 1987/1988 selain mendapatkan
29 Merdeka. Loc. Cit., 22 Maret 1988. hlm. 12
uang pembinaan sebagai bonus, pemain
Persebaya juga dikatakan akan
mendapatkan rumah.30 Hanya rumah yang
belum terwujud ketika itu hingga baru
terealisasi pada tahun 2013 silam.
Kemudian pada tahun selanjutnya
disebutkan bahwa pengurus memberikan
bonus sebesar Rp 75 juta di kediaman
walikota Poernomo Kasidi.31 Besarnya
nominal yang diberikan berbeda kepada
setiap pelatih dan pemain senior, pemain
muda, pemain cadangan, dan untuk pemain
seleksi bagi persebaya. Dari total uang
senilai Rp 75 juta, bonus terbesar
dibagikan senilai Rp 4 juta kepada 10
orang termasuk duet pelatih, dan pemain
senior Persebaya. Enam orang pemain
muda Persebaya yang menjadi pemain inti
diberikan bonus senilai Rp 3 juta, pemain
cadangan mendapatkan Rp 2 juta, dan Rp
500 ribu kepada para pemain yang telah
mengikuti seleksi Persebaya. Selain itu
pengurus memberikan jaminan sosial bagi
pemain Persebaya yang punya andil besar
bagi klub, melalui pak Poernomo pemain
Persebaya umumnya dimasukkan bekerja
di PDAM Surya, seperti Segeir Sutrisno,
Muharom Rusdiana, Subangkit, Yusuf
Ekodono, dan lain-lain. Strategi menjamin
kesejahteraan pemain memberikan
kenyamanan tersendiri bagi pemain yang 30 “Mereka Takut Dimanfaatkan Calo”, Surabaya Post. 24 Maret 1990. hlm. 15 31 “Persebaya dapat Bonus”, Surabaya Post. 28 Maret 1990. hlm. 15
Dinamika persebaya masa ..., Angga Eka Putra, FIB UI, 2014
membela Persebaya. Meskipun sifat klub
masih amatir namun pengurus secara
profesional menjaga para pemain agar
fokus memberikan hasil yang terbaik bagi
persebaya.
Peran pengurus Persebaya untuk
selalu menjaga konsistensi Persebaya ialah
penyusunan program kerja, pelaksanaan,
dan pengawasan dalam bidang
pertandingan dan kompetisi yang meliputi
pelaksanaan dan evaluasi pertandingan &
kompetisi, serta penyusunan kesebelasan
dan evaluasi pemain.32 Evaluasi
pertandingan dan kompetisi serta evaluasi
pemain menjadi langkah akhir yang selalu
dijalankan untuk menutupi setiap
kekurangan yang ada pada tim di setiap
kompetisi. Tidak hanya pemain, tetapi
mulai dari pengurus, manajer, dan pelatih
juga mengalami evaluasi dari pengurus
sehingga diharapkan pelaksanaan kerja
yang dilakukan masing-masing unsur ialah
usaha yang terbaik bagi kemajuan
Persebaya.
Inovasi Kebijakan Poernomo dalam
Dinamika Sepak Bola Nasional
Jika melihat bagaimana kebijakan
pengurus Persebaya masa kepemimpinan
Poernomo maka tidak banyak hal yang
dilakukan. Poernomo hanya membenahi
32 Anggaran Rumah Tangga Persebaya. Bab III Organisasi Pasal 13 tentang Fungsi dan Usaha Ayat 4. 1992. hlm. 9
masalah kepengurusan bagaimana
seharusnya mereka bekerja. Namun, ada
beberapa kebijakan yang dinilai baru dan
memiliki dampak yang luar biasa bagi
perkembangan sepak bola nasional.
Diantara beberapa pembaruan dan
berdampak besar ialah pembangunan
Wisma Persebaya, terbentuknya organisasi
suporter pertama di Indonesia, serta
konsistensi kompetisi internal sebagai
wadah pembibitan pemain.
Sebelum adanya sistem asrama
pemain, biasanya pemusatan latihan para
pemain dikumpulkan ke dalam satu wisma.
Cara ini sudah umum ditemui, seperti yang
dilakukan Persegres. Para pemain
Persegres tinggal di Wisma Putri Jalan
Padi kompleks Petrokimia Gresik dengan
kondisi cukup mewah, fasilitas AC, kamar
mandi di dalam, ruang biliard, ruang
makan, TV dengan antena parabola.33
Sebelum memiliki asrama pemain,
Persebaya juga mengumpulkan para
pemainnya ke dalam Wisma GKPN Jalan
Pasar Baru Surabaya. Namun, pada
umumnya keberadaan wisma memiliki
kendala pada jarak yang cukup jauh dari
stadion untuk berlatih. Pembangunan
asrama pemain yang berada dalam satu
kompleks stadion dilakukan Poernomo
Kasidi dengan mendirikan Wisma
33 “Divisi Utama: Persiapan Menjelang Kompetisi Divisi Utama Dua Tim Jawa Timur”, Jawa Pos. 14 Oktober 1989. Hlm. 10
Dinamika persebaya masa ..., Angga Eka Putra, FIB UI, 2014
Persebaya dan meresmikannya pada
tanggal 25 April 1993. Pembangunan
asrama dalam satu kompleks stadion
dinilai baru dan memberikan sumbangan
pembangunan dalam sepak bola nasional,
bahkan klub-klub besar di Indonesia
seperti Persib Bandung baru memiliki
asrama pemain yang berada dalam satu
kompleks stadion pada tahun 2007.
Munculnya organisasi suporter
sepak bola Bonek menempatkan Persebaya
sebagai tim pertama di Indonesia yang
memiliki suporter terorganisir. Keberadaan
Bonek memberikan keuntungan ganda bagi
Persebaya baik dari dukungan moril
ataupun materil. Untuk mengatasi beberapa
kerusuhan yang ditimbulkan Bonek,
Poernomo membentuk koordinator-
koordinator Bonek.34 Para koordinator
Bonek kemudian disatukan ke dalam
sekretariat bersama suporter yang
disediakan di dalam gedung Persebaya
bersama dengan kantor pengurus
Persebaya di kompleks stadion Gelora 10
Nopember. Hubungan antara klub dan
suporter yang lebih dinamis ikut
mempengaruhi kemunculan organisasi
suporter lainnya, seperti Persib dengan
suporternya Viking yang didirikan pada
tahun 1993 dan memiliki ruang bersama di
34Wawancara dengan Dahlan Iskan melalui email pada 20 Oktober 2014.
mess pemain Persib, dan Persija dengan
The Jakmania yang berdiri pada tahun
1995 serta sekretariat bersama yang berada
di Stadion Lebak Bulus, Jakarta.
Pembinaan pemain dan regenerasi
pemain yang pernah dilakukan Poernomo
dinilai sebagai contoh bagi klub-klub sepak
bola lainnya, ketika menggunakan para
pemain yang berusia 23 tahun pada musim
kompetisi 199-1992. Bahkan anak-anak
muda Surabaya pernah merebut gelar Piala
Utama dengan mengalahkan Pelita Jaya
pada tahun 1990. Regenerasi pemain ini
dilakukan melalui kompetisi internal yang
memang sudah berjalan rutin setiap
tahunnya. Dari kompetisi internal ini lahir
pemain-pemain handal asal Surabaya yang
ikut melambungkan nama bangsa dan
negara, seperti Abdul Kadir, Jacob
Sihasale, Rusdi Bahalwan, Rudi W.
Keltjes, dan Joko Malis. Dua puluh enam
klub anggota Persebaya dibagi ke dalam 3
kategori dengan jumlah peserta 8 klub
masing-masing divisinya. Sementara dua
klub sisanya mengisi daftar tunggu divisi
dua Persebaya. Sistem promosi dan
degradasi diberlakukan dengan tujuan
peningkatan mutu kompetisi dan
pembinaan pemain terhadap sistem yang
berlaku dalam sepak bola nasional. Umur
para pemain dibatasi khusus bagi pemain
yang masih berusia 23 tahun dengan
diperbolehkannya tiga pemain senior untuk
Dinamika persebaya masa ..., Angga Eka Putra, FIB UI, 2014
dilibatkan dalam masing-masing klub
internal.35 Dengan demikian sistem
pembinaan ditunjang oleh dua faktor,
yakni dari sistem kompetisi internal itu
sendiri dan para pemain senior yang ikut
langsung bermain dengan para juniornya.
Pembinaan pemain muda Jawa
Timur dan Surabaya mendapat apresiasi
dari ketua umum Persija, “Jakarta dinilai
masih kurang aktif dalam menggelar
turnamen usia muda seperti Jawa Timur.
Jatim yang dikenal sebagai gudangnya
pesepak bola memang lebih konsisten
dalam memutar roda kompetisi.”36 Klub-
klub kompetisi internal Persebaya juga
dipersiapkan untuk mengikuti kejuaraan
antar klub internal skala nasional, para
pemain pilihan juga dipersiapkan untuk
ikut masuk ke dalam PON Jatim. Hasilnya
Persebaya tidak sulit untuk menemukan
para pemain muda yang berkualitas karena
sudah teruji kemampuannya dalam
pembinaan yang dilakukan Persebaya.
Masa kepemimpinan Poernomo, lahir
bakat-bakat besar pemuda Surabaya dalam
skala nasional seperti Yusuf Ekodono,
Ibnu Grahan, Putut Wijanarko, Totok
Andjik, dan para pemain senior seperti
35 Wawancara dengan Dahlan Iskan melalui email pada 29 Oktober 2014 36 http://m.bolanews.com/read/nasional/liga.indonesia/90453-tantangan.pemain.binaan.persija Dilihat pada 17 November 2014, Pkl. 11.09 WIB
Putu Yasa, Budi Johanis, Muharom
Rusdiana, Subangkit, dan lain-lain.
Kesimpulan
Poernomo menyadari untuk
mengangkat prestasi Persebaya maka hal
yang harus mendapatkan perhatian utama
ialah organisasi. Di bawah kendali
Poernomo organisasi Persebaya dikuatkan
dan dikompakkan. Poernomo percaya
prestasi akan diraih jika organisasi di
dalamnya sudah baik. Orang-orang yang
tidak berkompeten dalam mengurus
Persebaya segera dilengserkan oleh
Poernomo dan digantikan dengan orang
yang benar-benar berdedikasi tinggi untuk
bersungguh-sungguh memajukan
Persebaya dalam kancah sepak bola
nasional. Pos-pos pelatih, manajer, serta
pengurus harian Persebaya menjadi titik
sentral dalam keberhasilan Poernomo
meningkatkan dan menjaga konsistensi
Persebaya.
Setelah menguatkan organisasinya,
Poernomo baru mencurahkan perhatiannya
kepada pemain Persebaya. Organisasi
tanpa pemain tidak akan menghasilkan
prestasi karena pemain merupakan senjata
utama untuk meraih prestasi. Begitu juga
sebaliknya pemain yang baik tanpa
didukung organisasi yang baik sulit untuk
mendapatkan prestasi. Keduanya berjalan
beriringan untuk mempersembahkan hasil
Dinamika persebaya masa ..., Angga Eka Putra, FIB UI, 2014
maksimal bagi Persebaya. Poernomo
menekankan aspek kesejahteraan pemain
sebagai modal untuk meningkatkan
kualitas permainan. Dengan menjamin
kesejahteraan pemain melalui uang saku,
bonus, dan jaminan sosial pemain tidak
lagi harus memikirkan permasalahan non
teknis di luar lapangan. Hal ini menjadikan
fokus pemain seratus persen dalam
membela Persebaya. Keberhasilannya
mengangkat Persebaya juga kelihaiannya
untuk melakukan public relation.
Persebaya dibawanya semakin melekat
dalam kehidupan sosial masyarakat Jawa
Timur, dari mulai pejabat sampai kalangan
bawah, menjalin hubungan dengan pers,
munculnya Bonek sebagai pendukung
utama Persebaya, serta akses kemudahan
dari pemerintah daerah menjadi faktor
pendukung bangkitnya Persebaya. Secara
garis besar Persebaya pada masa
kepemimpinan Poernomo merupakan suatu
bentuk manajemen baru bagi Persebaya
yang berujung pada konsistensi klub dalam
sepak bola nasional. Konsistensi
didasarkan pada peringkat Persebaya yang
selalu berada di peringkat 3 besar
Perserikatan. Hal ini menjadi kebangkitan
dari masa sebelumnya yang selalu naik
turun serta menjadi tonggak awal
perkembangan Persebaya pada tahun-tahun
berikutnya.
Daftar Referensi
Arsip
AD/ART Persebaya. 1992.
Majalah
Colombijn, Freek. “The Politics of Indonesian Football”, Archipel, 2000. No. 59.
Nurisman A, Viky dan Corry Liana. Avatara: Nasionalisme dalam Sepak Bola Surabaya. Vol. 1 No. 2. 2012. hlm. 10-20.
Surat Kabar
Jawa Pos
“Persebaya Harus Atasi Sendiri: Menjelang Kompetisi Divisi Utama 1990”, Jawa Pos. 20 September 1989. hlm. 1
“Divisi Utama: Persiapan Menjelang Kompetisi Divisi Utama Dua Tim Jawa Timur”, Jawa Pos. 14 Oktober 1989. Hlm. 10
Kompas “Persebaya Jatuhkan Skorsing pada Ofisial dan Pemain Klub PS Setia”, Kompas. 5 Januari
1991. hlm. 15 “Komentar Dari Surabaya: Saatnya Persebaya Juara”, Kompas. 8 Maret 1987. hlm. 14 “Dari Sidang Paripurna PSSI: Kompetisi Perserikatan Diperbaiki”, Kompas. 28 Maret 1988.
hlm. 10 Merdeka
Dinamika persebaya masa ..., Angga Eka Putra, FIB UI, 2014
”Kami Terima Bantuan dari Tukang Becak”, Merdeka. 22 Maret 1988. hlm. 12 “Pengakuan E.E. Mangindaan”, Merdeka. 29 Maret 1988. hlm. 1 Radar Surabaya “Surabaya Didirikan oleh Klub, Bukan Perorangan”, Radar Surabaya. 18 Juni 2011. hlm. 22 Surabaya Post “Mereka Takut Dimanfaatkan Calo”, Surabaya Post. 24 Maret 1990. hlm. 15 “Persebaya dapat Bonus”, Surabaya Post. 28 Maret 1990. hlm. 15 Buku Aji, R.N. Bayu. Tionghoa Surabaya Dalam Sepak Bola, 1915-1942. Yogyakarta: Ombak.
2010.
Lombards, Denny. Nusa Jawa: Silang Budaya, Batas-Batas Pembaratan. Jakarta: Gramedia. 2000.
Palupi, Srie Agustina. Politik dan Sepak Bola di Jawa Tahun 1920-1942. Yogyakarta: Ombak. 2004.
Pusat Sejarah dan Tradisi ABRI. Pertempuran Surabaya. Jakarta: Balai Pustaka. 1998.
PWI Jatim. Persebaya Green Force III: Kami Haus Gol Kamu. Surabaya: SIWO PWI JATIM. 1991.
Soedirman, M. Basofi. Bonek: Berani Karena Bersama. Surabaya: Hipotesa. 1997.
Karya Tidak Terbit Bonek Kampus ITS. Kumpulan Artikel: History of Persebaya. 2008.
Soepangat. Persebaya. Tp. Tt.
Wawancara Wawancara Dahlan Iskan melalui email tanggal 29 Oktober 2014
Web Duniabola. http://www.bola-indonesia.org/2012/04/cholid-pemkot-jadikan-persebaya-
sapi_4.html diunduh pada 26 September 2014, Pkl. 09.33 WIB
http://m.bolanews.com/read/nasional/liga.indonesia/90453-tantangan.pemain.binaan.persija Dilihat pada 17 November 2014, Pkl. 11.09 WIB
Dinamika persebaya masa ..., Angga Eka Putra, FIB UI, 2014