Dina Gisthiandari

download Dina Gisthiandari

of 24

Transcript of Dina Gisthiandari

  • 8/10/2019 Dina Gisthiandari

    1/24

    MAKALAH

    LANDREFORM yang dilakukan di INDONESIA

    Memenuhi Tugas Individu Untuk Ulangan Tengah Semester MataKuliah Hukum Agraria

    Dosen pengampu : Indri Fogar S., S.H., M.H.

    OLEH :

    DINA GISTHIANDARI

    ( 114704031)

    Semester 4 (empat)

    JURUSAN ILMU HUKUM

    FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN HUKUM

    UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

    2013

  • 8/10/2019 Dina Gisthiandari

    2/24

  • 8/10/2019 Dina Gisthiandari

    3/24

    iii

    DAFTAR ISI

    KATA PENGANTAR - ii

    DAFTAR ISI - iii

    BAB I PENDAHULUAN - 1

    1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 11.2 Rumusan Masalah ............................................................................................ 21.3 Tujuan .............................................................................................................. 21.4 Manfaat ............................................................................................................ 21.5 Teknik Pengumpulan Data ............................................................................... 2

    BAB II PEMBAHASAN - 3

    2.1 Latar Belakang Lahirnya Landreform di Indonesia ......................................... 32.2 Tujuan Landreform di Indonesia ...................................................................... 32.3 Sistem Landreform dari Masa ke Masa ........................................................... 62.4 Masalah-masalah akibat Landreform di Indonesia .......................................... 102.5 Upaya-upaya untuk mengatasi Landreform ..................................................... 12

    BAB III PENUTUP 18

    3.1 Kesimpulan ...................................................................................................... 183.2 Saran ................................................................................................................. 18

    DAFTAR PUSTAKA 20

  • 8/10/2019 Dina Gisthiandari

    4/24

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 LATAR BELAKANG

    Salah satu unsur paling penting dalam kehidupan adalah tanah. Segala aktivitasyang dilakukan oleh manusia terletak di atas tanah tempat kita berpijak, termasuk sumber

    penghidupan bagi manusia sendiri dapat juga diperoleh melalui tanah. Oleh karena itu,dalam proses penguasaan, pengelolaan dan kepemilikan atas tanah wajib berlandaskanatas kepentingan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Tetapi, dengan semakin

    pesatnya pertumbuhan akan kemajuan dunia, maka eksploitasi tanah dilakukan secara besar-besaran guna mendapatkan keuntungan dari masing-masing pihak. Di satu sisi

    golongan orang yang memiliki kekuasaan atau lebih tepatnya orang kaya memiliki peranyang dominan dalam penguasaan maupun kepemilikan tanah. Akan tetapi, hal ini belumtentu berlaku bagi golongan orang yang tidak memiliki kekuasaan seperti petani,terutama petani kecil.

    Dalam pengertian penguasaan tanah sendiri memiliki arti yang cukupmenimbulkan perbedaan terhadap kepemilikan tanah yaitu seperti, kemungkinanseseorang menguasai tanah tanpa memiliki tanah yang bersangkutan ataupun sebaliknyaseseorang pemilik tanah tidak dapat melaksanakan penguasaan terhadap tanahnya. Haltersebut jelas perlu untuk diatur kembali guna mencegah penguasaan tanah oleh suatu

    pihak dengan menimbulkan kerugian pada pihak lain, penguasaan tanah secaramelampaui batas dan juga penguasaan tanah oleh orang yang tidak berhak memiliki.

    Kemudian munculah gagasan hak atas tanah yang pro rakyat dikenal denganistilah Landreform. Dalam pidato pada tanggal 17 Agustus 1960, Presiden Soekarnomenyebutkan bahwa revolusi tanpa landreform adalah sama dengan gedung tanpa alas,sama saja dengan pohon tanpa batang dan sama dengan omong besar tanpa isi. Tetapi,Sekarang istilah Landreform diperbaharui dengan sebutan reforma agraria. Padadasarnya, Landreform adalah sebuah kegiatan yang harus dilakukan di awal-awal sekalidari sebuah pembangunan karena sebagai pondasi.

    Tanpa adanya Landreform pembangunan tidak akan berjalan sempurna dan akan

    selalu dihinggapi oleh penyakit struktural. Meskipun pada kenyataanya kebijakannasional pembaruan agraria harus menerima kenyataan bahwa ada masyarakat-masyarakat dan komunitas-komunitas tertentu di Indonesia yang masih memiliki ruanguntuk mengembangkan hukum serta tata cara pengelolaan sumber daya alam yang

    berdasarkan pengetahuan asli atau setempat dan berdasarkan tatanan hukum dan adatsetempat.

  • 8/10/2019 Dina Gisthiandari

    5/24

    2

    1.2 RUMUSAN MASALAH

    1.2.1 Bagaimanakah sejarah lahirnya Landreform di Indonesia ?1.2.2 Apakah tujuan dari Landreform yang dilakukan di Indonesia ?

    1.2.3 Jelaskan sistem pelaksanaan Landreform yang dilakukan di indoneia dari masa kemasa ?

    1.2.4 Jelaskan masalah-masalah yang timbul sebagai dampak adanya Landreform yangdilakukan di Indonesia ? besrta analisisnya !

    1.2.5 Bagaimanakah upaya- yang dapat dilakukan untuk mengatasi persoalan mengenaiLandreform di Indonesia?

    1.3 TUJUAN

    1.3.1 Mampu memahami sejarah awal mula lahirnya Landreform .1.3.2 Agar lebih mengetahui tujuan dari Landreform di Indonesia .1.3.3 Mengerti tentang sistem pelaksanaan Landreform yang dilakuakan di Indonesia

    dari masa ke masa .1.3.4 Memahami menganalisa tentang berbagai permasalahan yang timbul dari dampak

    Landreform yang dilakukan di Indonesia .1.3.5 Agar lebih mengerti tentang berbagai upaya yang dapat dilaksanakan untuk

    mengatasi persoalan Landreform yang dilakukan di Indonesia.

    1.4 MANFAAT

    1.4.1 Sebagai referensi dalam hal mempelajari tentang Landreform, khususnyaLandreform di Indonesia.

    1.4.2 Menambah wawasan tentang makna penting dari adanya Landreform di Indonesia.1.4.3 Mampu memberi kontribusi terhadap pelaksanaan Landreform di Indonesia.

    1.5 TEKNIK PENGUMPULAN DATA

    Studi Kepustakaan yaitu dengan membaca buku dari sumber yang relevan dengan juduldari permasalahan yang diteliti.

  • 8/10/2019 Dina Gisthiandari

    6/24

    3

    BAB IIPEMBAHASAN

    2.1 LATAR BELAKANG LAHIRNYA LANDREFORM di INDONESIA

    Landreform sendiri berasal dari bahasa inggris yaitu land dan reform. Landartinya tanah dan reform artinya perombakan atau perubahan untuk membangaun ataumembentuk atau menata kembali struktur pertanian baru. Sejak tahun 1960, negara-negara agraris pada umumya melaksanakan program Landreform . Masing-masing negara

    berusaha mengadakan kebijaksanaan untuk mengatur Landreform sesuai dengan perkembangan kondisi masyarakat dan negaranya.

    Untuk melanjutkan program pelaksanaan Landreform, maka diadakan konferensidunia tentang Pembaharuan Agraria dan Pembangunan Pedesaan atau disebut (WorldConference on Agrarian Reform and Rural Development) yang dihadiri sekitar 300

    peserta dari 76 negara yang diwakili negara berkembang. Program ini dilaksanakan olehnegara-negara di dunia seperti, Asia, Afrika, dan Amerika Latin setelah perang duniakedua dibawah kerjasama PBB khususnya pada Bank Dunia.

    Setelah Indonesia ikut sebagai salah satu peserta dari konferensi tersebut, makasekitar tahun 1960-an sebagai perwujudan dari pasal 33 ayat (3) UUD 1945 ( Bumi, air,dan ruang angkasa sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat), dikeluarkan pulaUndang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria(disingkat UUPA) pada tanggal 24 September 1960 yang menjadi sumber hukum

    Landreform di Indonesia. Setelah dikeluarkannya UUPA, pemerintah juga mengeluarkanPeraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 56 Tahun 1960 yang

    berlaku pada tanggal 1 Januari 1960 sebagai undang-undang Landreform di Indonesia.

    2.2 TUJUAN LANDREFORM DI INDONESIA

    Secara garis besar dengan adanya pelaksanaan sistem Landreform yangdilakukan di Indonesia dibagi menjadi 2 (dua) tujuan yaitu :A. Secara umum

    Pada mulanya tujuan Landreform di Indonesia di awal pelaksanaanya adalahuntuk menetapkan subjek dan objek pada Landreform itu sendiri. Pada dasarnyasubyek Landreform adalah penduduk miskin yang tinggal di pedesaan seperti

    petani, nelayan maupun bukan petani/nelayan. Penduduk miskin dalam kategori inidimulai dari yang di dalam lokasi maupun dari daerah lain. Sedangkan yangditetapkan sebagai obyek Landreform adalah tanah. Baik tanah pertanian maupuntanah perkebunan.

  • 8/10/2019 Dina Gisthiandari

    7/24

    4

    Tanah yang dapat dikategorikan sebagai objek Landreform di Indonesia :1) Tanah kelebihan

    Tanah kelebihan merupakan tanah kelebihan dari batas maksimum yang

    telah ditentukan dalam Undang-Undang dan diambil alih oleh pemerintahdengan diberikan ganti rugi.2) Tanah Absentee/Guntai

    tanah yang terletak di luat Kecamatan tempat tinggal pemilik tanah ( Pasal3 PP No. 224 Tahun 1961 ). Ini berarti bahwa setiap pemilik tanah dilarangmemiliki tanah pertanian yang berada pada kecamatan yang berbeda dengankecamatan dimana si pemilik bertempat tinggal.

    Dilihat dari asal usulnya dapat terjadi karena 3 (tiga) hal, yaitu :a. Tanah yang ditinggalkan oleh pemiliknya.

    Terjadi jika pemilik yang pindah tempat dari kecamatan letaktanah selama 2 tahun berturut-turut. Jika pihak tersebut melaporkepada pejabat setempat tentang kepindahannya, maka dalam waktusatu tahun sejak berakhirnya jangka waktu ia diwajibkan memindahkanhak milik atas tanah pertaniannya kepada orang lain yang bertempattinggal di kecamatan tersebut.

    b. Pewarisan Dalam waktu 1 tahun terhitung sejak si pewaris meninggal, ahli

    waris diwajibkan untuk mengalihkan hak milik atas tanah kepada orang

    lain yang bertempat tinggal di kecamatan di mana tanah itu berada atauapabila ahli waris ingin tetap memiliki tanah tersebut, maka harus

    berpindah ke kecamatan tanah yang bersangkutan ( Pasal 3 ayat (3) PP No. 224 Tahun 1961 jo. Pasal 3 ayat (1) dan Pasal 2 PP No. 4 Tahun1964 ).

    c. Jual beliBeralihnya hak milik atas tanah yang bersangkutan.

    Hal-hal yang dikecualikan dalam pemilikan tanah secara absentee : a) Pemilik yang bertempat tinggal di kecamatan yang berbatasan

    dengan kecamatan tanah berada ( Pasal 3 ayat (2) PP No. 224 Tahun1961 ).

    b) Pegawainegeri, anggota ABRI serta orang-orang yang dipersamakanoleh pemilik yang mempunyai alasan khusus untuk dapat diterimaoleh Direktorat Jenderal Agraria ( Pasal 3 ayat (4) PP No. 224Tahun 1961).

    3) Tanah swapraja dan bekas swapraja yang langsung dikuasai oleh negara.

  • 8/10/2019 Dina Gisthiandari

    8/24

    5

    4) Tanah-tanah yang langsung dikuasai negara dan ditetapkan seperti :a) Tanah partikelir.

    b) Tanah erpfacht yang telah berakhir jangka waktunya, dihentikan

    atau dibatalkan.c) Tanah kehutanan yang diserahkan kembali penguasaannya olehinstansi yang bersangkutan kepada negara.

    B. Secara khusus 1) Menurut Undang-Undang Pokok Agraria

    A. Menerapakan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional, yaitusebagai alat untuk membawa kemakmuran, kebahagiaan, dan keadilan baginegara dan rakyat ( terutama rakyat tani ) dalam rangka masyarakat yangadil dan makmur.

    B. Menggunakan dasar untuk mengadakan kesatuan dalam hukum pertanahan.C. Memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat

    seluruhnya . 2) Menurut Menteri Agraria Sadjarwo berdasarkan pidatonya tanggal 12

    September 1960 yang sesuai dengan pembukaan UUD 1945. A. Untuk keadilan yang berlandaskan atas sumber kehidupan rakyat tani yang

    berupa tanah, dengan maksud agar ada pembagian hasil yang adil denganmerubah struktur pertanahan sama sekali secara revolusioner gunamerealisir keadilan sosial.

    B. Untuk melaksanakan prinsip tanah untuk tani agar tidak te rjadi lagi tanah

    yang digunakan sebagai obyek (alat pemerasan).C. Untuk memperkuat dan memperluas hak milik atas tanah bagi setiap warga

    negara Indonesia, baik laki-laki maupun wanita, yang berfungsi sosial.Suatu pengakuan dan perlindungan terhadap privaat bezit , yaitu hak miliksebagai hak yang terkuat, bersifat perseorangan dan turun temurun, tetapi

    juga berfungsi sosial.D. Untuk mengakhiri sistem tuan tanah dan menghapuskan pemilikan dengan

    menyelenggarakan batas maksimum dan batas minimum untuk tiapkeluarga. Sebagai kepala keluarga dapat seorang laki-laki ataupun wanita.Dengan demikian menghapus sistem liberalisme dan kapitalisme tanah danmemberikan perlindungan terhadap golongan ekonomi lemah.

    E. Untuk mempertinggi produksi nasional dan mendorong terselenggaranya pertanian yang intensif secara gotong royong dalam bentuk koperasi dan bentuk gotong royong lainnya, untuk mencapai kesejahteraan yang meratadan adil, dengan sistem perkreditan yang khusus ditujukan kepada golongantani.

  • 8/10/2019 Dina Gisthiandari

    9/24

    6

    3) Menurut Dewan Pertimbangan AgungA. Landreform bertujuan agar tercapainya masyarakat yang adil dan makmur

    khususnya untuk mempertinggi penghasilan dan taraf hidup para petani

    penggarap tanah, sebagai landasan atau prasyarat untuk menyelenggarakan pembangunan ekonomi menuju masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila.

    B. Landreform juga bertujuan untuk memperkuat dan memperluas pemilikantanah untuk seluruh rakyat Indonesia, terutama kaum petani.

    4) Menurut pandangan dari berbagai aspek kehidupan bermasyarakat a) Jika dilihat dari aspek sosial ekonomi :

    o Memperbaiki keadaan sosial ekonomi rakyat dengan memperkuat hakmilik serta memberi fungsi sosial pada hak milik.

    o Mempertinggi produksi nasional khususnya sektor pertanian gunamempertinggi penghasilan dan taraf hidup rakyat.

    b) Jika dilihat dari aspek sosial politik :o Mengakhiri sistem tuan tanah dan menghapuskan pemilikan tanah yang

    luas.o Mengadakan pembagian yang adil atas sumber penghidupan rakyat tani

    berupa tanah. c) Jika dilihat dari aspek sosial psikologis :

    o Meningkatkan semangat kerja bagi para penggarap dengan jalanmemberikan kepastian hak mengenai pemilikan tanah.

    o Memperbaiki hubungan kerja antara pemilik tanah dan penggarapnya.

    2.3 SISTEM LANDREFORM DARI MASA KE MASA

    Metode pelaksanaan Landreform yang dilakukan di Indonesia mengalami perubahan dari masa ke masa seperti:1. ORDE LAMA

    Peraturan mengenai redistribusi tanah telah diawali dengan Undang-Undang Nomor 56 Perppu Tahun 1960 tentang redistribusi tanah pertanian. Secara historis,Orde Lama menempatkan Landreform sebagai kebijakan revolusioner dalam

    pembangunan.Hal itu disebabkan bahwa syarat pokok untuk pembangunan tata

    perekonomian adalah antara lain pembebasan berjuta-juta kaum tani dan rakyat padaumumnya dari pengaruh kolonialisme, imperialisme, feodalisme dan kapitalismedengan melaksanakan Landreform. Selain itu menurut ketentuan hukum nasionalIndonesia, TAP MPRS RI Nomor II/MPRS/1960 dan Manifesto Politik menyebuttiga landasan filosofis pembangunan pada masa ini yaitu: anti penghisapan atasmanusia oleh manusia.

  • 8/10/2019 Dina Gisthiandari

    10/24

    7

    Tetapi kemudian muncul tiga golongan yang saling berkuasa demikepentingan mereka . Tiga golongan tersebut yaitu:

    a)

    Golongan pertama adalah golongan radikal (PKI, PNI dan PartaiMurba) yang mengusulkan pembagian tanah berdasar prinsip tanah bagi mereka yang benar- benar menggarapnya. Hal itu berarti merekayang memiliki tanah luas melakukan penghisapan terhadap manusialainnya. Selain tu golongan radikal mengatas namakan Landreformuntuk merekrut anggota baru. Cara ini dianggap ampuh untukmenjerat para petani di Jawa yang memang kekurangan tanahgarapan. Bagi petani yang memiliki tanah luas, Landreform akanmembawa ancaman bagi perekonomian mereka karena Landrefromakan mempersempit lahan yang mereka miliki sehingga pendapatan

    juga ikut berkurang. b) Golongan kedua adalah golongan konservatifi (Partai-partai Islam dan

    sebagian PNI) yang mengusulkan untuk menolak dilakukannya pembatasan atas luas pemilikan tanah dan tuduhan pemilikan tanahluas sebagai penghisapan.

    c) Golongan ketiga adalah golongan yang kompromis terhadap keduagolongan lainnya { Soekarno dan Sadjarwo } Mereka menerima

    pendapat golongan radikal.

    2. ORDE BARU Berbeda dengan Orde Lama, pemerintahan Soeharto ini memfokuskan

    pembangunan pada pertumbuhan ekonomi dan memulai kebijakakan pembangunanekonominya dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentangPenanaman Modal Asing untuk menarik investasi asing dalam pengelolaan sumberdaya alam. Sepanjang pemerintahan Orde Baru, yaitu selama tiga dasawarsa, dapatdikatakan landreform tidak dilaksanakan sama sekali. Sejak tahun 1960, telahditerbitkan 23,6 juta sertifikat tanah. Namun, sertifikasi merupakan penyebab lainsemakin maraknya penjualan tanah yang merugikan.

    World Bank secara aktif terlibat dalam kebijakan lahan, terutama mendorongterjadinya sertifikasi lahan (private land titling campaigns) . Sertifikasi sendirimerupakan upaya penguatan hukum terjhadap akses petani terhadap lahan . Padamasa ini menghapus peraturan perundang-undangan yang menjadi pokokLandreform program pokok Orde Lama dalam pemerataan tanah untuk sebesar-

    besar kemakmuran rakyat menjadi terabaikan.Kebijakan pertanahan Orde Baru lebih ditujukan pada pemusatan penguasaan

    atas tanah dan pembangunan ekonomi yaitu dengan peningkatan produksi pertaniansehingga tercapai swasembada pangan (melalui Revolusi Hijau) namun tidak ada

    perbaikan dalam struktur landreform. Akibatnya, revolusi hijau telah menimbulkan

    polarisasi sosial ekonomi, atau setidak-tidaknya penegasan stratifikasi dan terusirnyakelompok petani landless dari pedesaan (Tjondronegoro, 1999).

  • 8/10/2019 Dina Gisthiandari

    11/24

    8

    Revolusi hijau yang mengabaikan persoalan agraria, memberikan dampak buruk kepada masyarakat. Ini karena struktur penguasaan terhadap tanah adalah basis kesejahteraaan suatu masyarakat. Apabila strukturnya tidak adil, maka segala

    upaya yang dijalankan pada sisi non-landrerform hanya menghasilkan ketidakadilan dan bahkan ekspor hasil pertanian ke sejumlah negara lain.Dari data yang diperoleh pada Sensus Pertanian yang dilakukan tahun 1993,

    didapatkan data penguasaan tanah pertanian sebagai berikut:

    1) 22, 41% dari 19.713.806 rumah tangga tani hanya menguasai tanah seluas 0,25sampai 0,49 hektar lahan pertanian.

    2) 48,61% menguasai lahan lebih dari 0,5 hektar.Tetapi terdapat perincian yang menunjukkan perubahan dalam penguasaan dan

    pemilikan tanah pertanian tersebut yaitu:1) 8.726.343 atau 48,54% dari keseluruhan rumah tangga tani hanya menguasai

    13,6% dari keseluruhan lahan pertanian.2) 217.720 atau 1,21% dari keseluruhan rumah tangga tani menguasai 9,44% dari

    keseluruhan lahan pertanian yang ada.

    Berdasar data tersebut menunjukkan penguasaan tanah yang didominasi oleh para pemilik modal. Selain itu, dalam hal pendaftaran tanah, menggantiPeraturanPemerintah Nomor 10 Tahun 1961 menjadi Peraturan Pemerintah Nomor24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, yang dinilai banyak pihak merupakan

    agenda Bank Dunia dan lembaga keuangan internasional lainnya di Indonesia.Peningkatan akses petani kepada tanah dilakukan melalui kebijakan

    transmigrasi. Program ini dilakukan dengan program pengembangan PIR(Perkebunan Inti Rakyat). Luas tanah yang diberikan kepada transmigran dan petani

    plasma mengikuti ketentuan batas minimum penguasaan yaitu 2 hektar lahangarapan perkeluarga.

    3. ORDE REFORMASI Pemerintah mengeluarkan Ketetapan MPR Nomor IX Tahun 2001 yang

    merekomendasikan dilakukannya pembaruan atau revisi terhadap UUPA tentang peraturan perundang-undangan pengelolaan sumber daya alam sejak dilakukannyareformasi pemerintahan di tahun 1998. Ketentuan dalam Pasal 2 TAP MPR IX/2001,Pembaruan Agraria terdiri atas dua sisi yaitu penguasaan dan pemilikan di satusisi, dan penggunaan dan pemanfaatan di sisi yang kedua. Landreform kembalimasuk dalam program penting pembaruan agraria, yaitu disebutkan dalam pasal 5TAP MPR RI No. IX/MPR/2001 bahwa salah satu arah kebijakan pembaruan agrariaadalah:

  • 8/10/2019 Dina Gisthiandari

    12/24

  • 8/10/2019 Dina Gisthiandari

    13/24

  • 8/10/2019 Dina Gisthiandari

    14/24

    11

    b) Mengamati Pedoman Menteri Pertanian dan Agraria tersebut, maka secaranyata yang bersangkutan pindah ke tempat letak tanah dimaksud, berumahtangga, dan menjalankan kegiatan hidup bermasyarakat, bukan sekedar

    pernyataan KTP, sebab dalam prakteknya sering terjadi adanya KTP ganda.Maka kepada PPAT perlu memperhatikan Pasal 39 ayat (1) huruf g PP Nomor24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, yang berbunyi :

    PPAT menolak untuk membuat akta, jika : tidak dipenuhi syarat lain ataudilanggar larangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan

    yang bersangkutan .

    c) Sementara di dalam Penjelasannya dikatakan: alasan untuk menolaknya

    adalah alasan yang mengakibatkan Notaris tidak berpihak, seperti adanyahubungan darah atau semenda dengan Notaris sendiri atau dengansuami/istrinya, salah satu pihak tidak mempunyai kemampuan bertindak untukmelakukan perbuatan, atau hal lain yang tidak dibolehkan oleh undang-undang. Jadi, tidak diperbolehkan bila ada perjanjian ikatan jual beli yangsecara absentee .

    d) Ada dua cara untuk mengatasi masalah kepemilikan tanah secara absentee bagicalon pembeli, yaitu:

    1. Pemohon (calon penerima hak) bertempat tinggal secara nyata diKecamatan tempat letak objek.

    2. Status tanah sawah (pertanian) tersebut diubah dahulu menjadi tanah pekarangan. Hal ini biasa dikenal dengan Ijin Pengeringan. Apabilatanah sawah yang dimaksud sudah tidak produktif, maka tidak adamasalah jika diberikan Ijin Pengeringan. Namun apabila ternyata tanah

    pertanian (tanah sawah) itu masih produktif tetapi dapat diberikan IjinPengeringan.

    Selanjutnya salah satu program Landreform yang dilakukan di Indonesia adalah

    pembatasan luas maksimum dan minimum tanah yang dapat dimiliki oleh rakyat. Namun, Pelaksanaan pembatasan kepemilikan tanah ini juga mengalami kontroversi. Initampak dari beberapa hal yaitu:

    1. Belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang maksimum luastanah yang dapat dikuasai dengan menggunakan hak guna usaha (HGU).

    2. Perolehan tanah lewat ijin lokasi tanpa ketentuan batas maksimum tanah seringdiwarnai dengan pemberian ganti rugi yang tidak adil dan disertai pemaksaankehendak secara sepihak dan penggusuran. Alih fungsi tanah pertanian seringdilakukan untuk dijual lagi dengan harga mahal.

  • 8/10/2019 Dina Gisthiandari

    15/24

  • 8/10/2019 Dina Gisthiandari

    16/24

    13

    milik, juga dengan hak sewa, hak gadai, usaha bagi hasil dan lain-lainnya. Letaktanah itu tidak perlu disatu tempat yang sama, tetapi dapat pula di beberapa daerahmisalnya di dua atau lebih daerah yang letaknya berdekatan. Berdasarkan SK

    Menteri Agraria tanggal 31 Desember 1960 NO. SK 978/Ka/1960 ditegaskan jugaluas tanah pertanian untuk tiap-tiap daerah tingkat II.Jika tanah pertanian yang dikuasai itu merupakan tanah sawah dan tanah

    kering, maka untuk menghitung luas maksimum tersebut luas tanah sawahditambah 30 % di daerah yang tidak padat dan 20 % di daerah yang padat, denganketentuan bahwa tanah pertanian yang dikuasai seluruhnya tidak boleh lebih dari20 hektar. Penetapan batas luas tanah maksimum ini memakai aturan keluargayang masih menjadi tanggungan sepenuhnya ( dengan jumlah anggota keluargaditetapkan maksimum 7 orang, termasuk Kepala Keluarga).

    Jika jumlahnya melebihi 7 orang, maka luas maksimum untuk setiapanggota keluarga yang selebihnya ditambah 10 % dari batas maksimum, tetapitidak melebihi 50 %, sedangkan jumlah tanah pertanian yang dikuasasi seluruhnyatidak boleh lebih dari 20 hektar (baik sawah atau tanah kering maupun sawah dantanah kering).

    Luas maksimum yang ditetapkan harus memperhatikan keadaan daerahtingkat II dengan faktor-faktor sebagai berikut :

    1. Adanya luas tanah yang masih dapat dibagi.2. Kepadatan penduduk.3. Jenis-jenis kesuburan tanahnya (diadakan perbedaan antara sawah dan

    tanah kering, dan apakah ada pengairan yang teratur atau tidak.4. Besarnya usaha tani menurut kemampuan satu keluarga dengan

    mengerjakan beberapa buruh tani.5. Tingkat kemajuan teknik pertanian.

    Dengan pengecualian luas maksimum tidak berlaku terhadap tanah pertanian yang dikuasai oleh :

    1. Hak Guna Usaha2. Hak-hak lainnya yang bersifat sementara dan terbatas yang didapat dari

    pemerintah hak pakai atas hak negara.3. Tanah bengkok/ jabatan.4. Badan hukum.

    Apabila perorangan atau suatu keluarga yang memiliki tanah pertanian yang besarnya melebihi luas maksimum diberi suatu kewajiban untuk :

    1. Melapor.2. Meminta izin apabila ingin memindahkan hak atas tanahnya.

    3. Penguasaan tidak melebihi batas maksimum yang ditetapkan.

  • 8/10/2019 Dina Gisthiandari

    17/24

    14

    2. Larangan pemilikan tanah secara absentee/ guntai (Pasal 3 PP No. 224 Tahun1961 ).

    Pasal 10 UUPA menegaskan bahwa setiap orang atau badan hukumyang mempunyai hak atas tanah pada asasnya diwajibkan mengerjakan ataumengusahakan sendiri secara aktif dengan mencegah cara-cara pemerasan. Makauntuk melaksanakan asas yang tercantum dalam pasal 10 UUPA, dilakukan

    penghapusan tanah pertanian yang dikuasasi secara absentee/guntai. karena pemilikan yang demikian akan menimbulkan penggarapan yang tidak efisien,misalnya tentang penyelengaraannya, pengawasannya, pengangkutan hasilnya,sehingga dapat juga menimbulkan sistem penghisapan. Selanjutnya Pasal 3d PP

    No. 224/1961 jo. PP No. 41/1964 menentukan : Dilarang untuk melakukan semua bentuk memindahkan hak baru atas tanah pertanian yang mengakibatkan pemiliktanah yang bersangkutan memiliki bidang tanah di luar Kecamatan di mana ia

    bertempat tinggal . 3. Redistribusi tanah-tanah yang lebih dari batas maksimum seperti, tanah

    absentee, tanah bekas Swapraja dan tanah-tanah negara lainnya (PP No. 224Tahun 1961 dan PP No. 41 Tahun 1964).

    1) Redistribusi tanah adalah pengambilan alih tanah-tanah yang melebihi batasmaksimum oleh pemerintah selanjutnya dibagikan oleh petani yang tidakmemiliki tanah.

    2) Dalam Pasal 1 PP No. 224 Tahun 1961 menyatakan bahwa tanah-tanahdalam pelaksanaan Landreform yang akan diambil alih berdasarkanketentuan berikut :

    a. Tanah-tanah yang melebihi dari batas maksimum sebagaimana dimaksuddalam UU No. 56/Prp/1960, tanah-tanah tersebut diambil oleh

    pemerintah dengan ganti rugi dan selanjutnya dibagikan kepada petani- petani yang membutuhkan serta tanah-tanah yang jatuh pada negara,karena pemiliknya melanggar UU tersebut. Dengan tindakan inidiharapkan produksi akan bertambah karena penggarap tanah sekaligusmenjadi pemilik tanah sehingga akan lebih giat mengerjakan usaha

    pertaniannya. b. Tanah-tanah absentee/ guntai.c. Tanah-tanah Swapraja dan bekas Swapraja

    (Dengan berlakunya UUPA menjadi hapus dan beralih kepada negara).d. Tanah-tanah yang langsung dikuasai oleh negara seperti :

    1. Tanah-tanah bekas partikelir (UU No. 1 Tahun 1958 jo. PP No.18 Tahun 1958).

    2. Tanah-tanah bekas hak erfpacht yang telah berakhir jangkawaktunya, dihentikan atau dibatalkan.

  • 8/10/2019 Dina Gisthiandari

    18/24

    15

    3. Tanah kehutanan oleh instansi yang bersangkutan diserahkankepada negara.

    3) Syarat-syarat penerima redistribusi (Pasal 8 dan 9 PP No. 22 Tahun 1961).

    a. Petani penggarap atau buruh tani yang berkewarganegaraan Indonesia. b. Bertempat tinggal di Kecamatan tempat letak tanah yang bersangkutan.c. Kuat kerja dalam pertanian.

    4) Status hukum tanah yang dibagi (Pasal 14 PP. No. 224 Tahun 1961).5) Pelaksanaan redistribusi (Pasal 6 dan 7 PP No. 224 Tahun 1961).

    Dengan memberikan ganti rugi pada bekas pemilik sesuai ketentuan :a) Untuk kerugian ditetapkan berdasar perhitungan perkalian hasil bersih

    rata-rata selama 5 tahun terakhir yang ditetapkan tiap hektarnya menurutgolongan kelasnya.

    b) Harga umum sebagai dasar untuk penetapan ganti rugi jka harga tanahlebih tinggi dari harga umum.

    6) Ganti rugi dalam redistribusi (dalam prosentase) :

    a. 10 % dalam bentuk simpanan di Bank (Bank BRI unit desa atau cabangkabupaten maupun kota).

    b. 90 % dalam bentuk Surat Hutang Landreform (SHL).(diatur oleh Perpu No. 5 Tahun 1963 yang kemudian ditetapkan menjadi

    UU No. 6 Tahun 1964).

    Dari tahun 1960 sampai 2000 secara akumulatif tercatat telah berhasildilakukan distribusi lahan dalam konteks Landreform seluas 850.128 ha. Jumlahrumah tangga tani yang menerima adalah 1.292.851 keluarga, dengan rata-ratakeluarga menerima 0,66 ha. Data ini sedikit berbeda dengan yang dikeluarkan olehBPN (Kepala BPN, 2001), dimana dari total obyek tanah Landreform 1.601.957ha, pada kurun waktu 1961-2001 telah diredistribusikan tanah seluas 837.082 ha(52%) kepada 1.921.762 petani yang menerima.

    4. Pengaturan soal pengembalian dan penebusan tanah-tanah pertanian yangdigadaikan.

    Dalam penjelasan UU No. 56 Tahun 1960 pada poin 9 a menyatakan bahwagadai tanah pertanian adalah hubungan antara seseorang yang memiliki hutang

    berupa uang kepada orang lain dengan memberi jaminan tanah yang dimilikinya. Namun secara khusus telah diatur dalam UU No. 56 Tahun 1960 pada Pasal 7 ayat(1) tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian.

  • 8/10/2019 Dina Gisthiandari

    19/24

    16

    Meskipun masih terdapat beberapa daerah di Indonesia yang menetapkanaturan menguasai tanah dengan hak gadai berdasar atas sistem hukum adat yang dianut seperti di Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah. Pada kenyataanya aturan

    pada Pasal 7 ayat (1) bersifat memaksa sebab jika gadai telah berlangsung selama 7tahun berturut-turut maka secara ekonomi pemegang gadai telah mendapatkan hasillebih dari adanya penguasaan atas tanah tersebut.

    Tetapi hal itu tak berlangsung lama setelah adanya pemberlakuan atas Pasal7 ayat (2) yang menyatakan bahwa pemilik tanah dapat meminta kembali tanahnyasetelah tanaman selesai di panen dengan membayar uang pengembalian.Untukmengantisipasi kembali terjadinya sengketa gadai, maka pemerintah mengeluarkanPeraturan Menteri Pertanian dan Agraria No. 20 Tahun 1963 tentang Penyelesaian

    Masalah Gadai. Hal tersebut tercantum dalam Pasal 2 ayat (1) tentang penambahanuang gadai, Pasal 3 ayat (3) tentang pemindahan gadai kepada orang lain atas izin

    penggadai dan Pasal 4 mengenai cara penyelesaian sengketa gadai.

    5. Pengaturan kembali perjanjian bagi hasil tanah pertanian

    Pemerintah mengeluarkan UU No. 2 Tahun 1960 tentang Perjanjian BagiHasil (Tanah Pertanian) sebagai langkah untuk mengantisipasi masalah bagi hasildalam pertanian. Hal ini dapat dilihat antara lain pada Pasal 1 yang memberi

    penjelasan tentang perjanjian antara pemilik tanah dengan penggarap, Pasal 3tentang perjanjian bagi hasil secara tertulis yang dilakukan oleh kedua pihak dandalam Pasal 4 ayat (1) tentang jangka waktu perjanjian.

    6. Penetapan luas minimum pemilikan tanah pertanian disertai larangan untukmelakukan perbuatan-perbuatan yang mengakibatkan pemecahan pemilikantanah-tanah pertanian menjadi bagian-bagian yan terlampau kecil.

    Penetapan luas tanah pertanian dimaksudkan untuk mencegah penumpukantanah yang sepihak. Atas dasar inilah pemerintah menetapkan ketentuan yang

    tertera pada Pasal 17 UUPA ayat (1) dan ayat (2). Berlandaskan pada Pasal 17UUPA tersebut, maka pemerintah juga mengeluarkan UU No. 56 Tahun 1960tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian.

    Dalam Pasal 1 ayat (1) tentang satu keluarga bersama yang dapatmenguasai tanah pertanian dengan memperhatikan batas maksimum yang telahditetapkan.Sedangkan dalam ayat 2 menerangkan tentang penetapan luas tanah

    pertanian tiap daerah dan tidak berlakunya suatu luas tanah maksimum jika yangdikuasai oleh hak guna usaha ataupun hak-hak lainnya dan yang dikuasai olehsuatu badan hukum.

  • 8/10/2019 Dina Gisthiandari

    20/24

    17

    Berkaitan dengan penetapan luas tanah pertanian jika dihubungkankepadatan penduduk, maka Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah besertaMenteri Agraria mengeluarkan surat bersama yaitu, No. Sekra 9/I/12 tanggal 5

    Januari 1961 tentang luas tanah yang dimiliki oleh seseorang untuk menentukanluas bagian tanah yang akan digunakan sebagai pertanian.Selain itu pada tahun 1964 pemerintah mengeluarkan UU No. 21 Tahun

    1964 tentang Pengadilan Landreform untuk mengatasi berbagai pelanggaranterhadap ketentuan pada Pasal 7 UU No. 56 Tahun 1960. Kemudian pada tanggal12 Juni 1967 dalam ketetapan No. 6/KM/845/MA.III/67 tentang PedomanPenyelanggaran Pengadilan Landreform, Mahkamah Agung menetapkan :

    1. Pasal 7 dari Undang-Undang No. 56 Tahun1960 berlaku untuk peradilanumum.

    2. Ketentuan mengenai pengembalian gadai tanah pertanian dalam penetapan luas tanah pertanian saja yang menjadi wewenang PengadilanLandreform, sedangkan perkara- perkara gadai tanah lainnya menjadiwewenang Pengadilan Negeri.

    Tetapi semenjak dikeluarkannya Undang-Undang No. 7 Tahun 1970 mulaitanggal 31 Juli 1970 menghapus tentang Pengadilan Landreform, dengan begitumaka perkara mengenai sengketa pada tanah semuanya diperiksa dan diputus oleh

    peraadilan umum. Sengketa tanah yang tercatat di Badan Pertanahan Nasional(BPN) sampai Januari 2010 adalah sebanyak ada 9.471 kasus konflik, dimana4.578 kasus di antaranya telah terselesaikan. Inventarisasi BPN yang dilaporkan keKomisi II (18 September 2007) menyebut angka 7468 kasus.

  • 8/10/2019 Dina Gisthiandari

    21/24

  • 8/10/2019 Dina Gisthiandari

    22/24

    19

    A. Konsolidasi lahan lewat program pemerintah dapat berupa program transmigrasi, pembatasan luas minimal pemilikan tanah, program kerjasama antara masyarakat

    petani dengan perusahaan pertanian, dan program penataan perumahan.

    B. konsolidasi usaha pertanian berupa penyatuan usaha yang kecil-kecil ke dalamsatu manajemen sehingga lebih efisien (misalnya berupa corporate farming ).

    5. Menyeimbangkan peraturan dalam undang-undang dengan nilai-nilai hukum adatuntuk menahan penjualan tanah

    6. Memperbaiki sistem dan kesepakatan bagi hasil yang lebih adil.

    7. Mengembangkan konversi tanah dengan keadilan yang teratur.

    8. Meminta bantuan pada Lembaga Internasional

    9. Pengembangan sumber daya manusia di pedesaan yang dapat mengisi kebutuhantenaga kerja terampil di perkotaan atau pasar tenaga kerja di pasaran global.

  • 8/10/2019 Dina Gisthiandari

    23/24

    20

    DAFTAR PUSTAKA

    A. BUKU

    Arie Sukanti Hutagalung . 1985 . Program Redistri busi Tanah di I ndonesia . Jakarta :Rajawali .

    Donner Warriner . 1969 . L andreform in Principle and Practice . Oxford : Colorado Press.

    Fauzi Noer. 1999 . Petani & Penguasa: Di namika Perj alanan Poli tik A grari a diI ndonesia . Yogyakarta : Kerjasama Insist Press, KPA dan Pustaka Pelajar .

    Harsono Boedi. 1999 . H ukum Agrari a In donesia. Sejar ah Pembentukan Undang- undang Pokok Agrar ia, Isi dan Pelaksanaanya, Jili d 1 H ukum Tanah Naional,Cetakan ke 8 . Jakarta : Djambatan .

    Irawan Soerodjo. 2003 . Kepastian H ukum Atas Tanah di Indonesia . Surabaya : Arloka.Parlindungan . A.P . 1991 . Komentar atas Undang-Undang Pokok Agr ari a . Bandung :Mandar Maju .

    Sihombing . B.F . 2004 . Evolusi Kebij akan Per tanahan dalam H ukum Tanah I ndonesia . Jakarta : Gunung Agung .

    Sitorus, F.M.T . 2002. M enuju Keadil an A graria . Bandung : Yayasan Akatiga .

    Supriadi . 2006 . H ukum Agrari a . Jakarta : Sinar Grafika .

    Tjondronegoro, S.M.P & Gunawan Wiradi . 1984 . Dua Abad Penguasaan Tanah :PolaPenguasaan Tanah Pertani an di Jawa dari M asa ke Masa . Jakarta : Yayasan OborIndonesia dan Gramedia .

    Wiradi . 2000. Reforma agrari a : per jal anan yang belum berakhi r . Yogyakarta : InsistPress, Konsorsium Pembaruan Agraria dan Pustaka Pelajar .

    B. DOKUMEN

    Badan pertanahan Nasional. 1996 . Tata Cara Kerja Proyek PengembanganPenguasaan Tanah . Jakarta : Laporan Direktorat Pengaturan Penguasaan Tanah .

    Direktorat Jenderal Agraria Departemen dalam Negeri RI . 1986 . Hasil-Hasil Pembagian

    Tanah Obyak Landreform . Jakarta .

  • 8/10/2019 Dina Gisthiandari

    24/24

    C. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

    TAP MPRS RI Nomor II/MPRS/1960

    Ketetapan MPR Nomor IX Tahun 2001

    Undang-Undang Dasar 1945

    Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1960

    Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960

    Undang-Undang Nomor 56 Perppu Tahun 1960

    Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1964

    Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1970

    Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967

    Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 6 Tahun 1972

    Peraturan Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1992

    Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1958

    Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1961

    Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961

    Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1964

    Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997