Dimensi Kultural Dalam Pembangunan

17
DIMENSI KULTURAL DALAM PEMBANGUNAN Agung Wibowo “MELANGKAH DENGAN BASMALLAH”

description

dimensi kultural

Transcript of Dimensi Kultural Dalam Pembangunan

Page 1: Dimensi Kultural Dalam Pembangunan

DIMENSI KULTURAL

DALAM

PEMBANGUNAN

Agung Wibowo

“MELANGKAH DENGAN BASMALLAH”

Page 2: Dimensi Kultural Dalam Pembangunan

Istilah sumber daya manusia mengandung bias

ekonomi. Manusia dianggap semata – semata sebagai

factor produksi, bukan sebagai makhluk cultural.

Karena manusia dilihat sebagai factor produksi, maka

wacana tentang sumber daya manusia jadi berbeda

dari factor cultural dalam pembangunan.

Kualitas seorang manusia sebagai sebuah factor

produksi dianggap ditentukan oleh kondisi fisiknya,

tingkat pendidikannya dan keterampilan yang

dimilikinya. Manusia yang berkualitas tinggi adalah

manusia yang sehat badannya dan memperoleh cukup

pendidikan dan pelatihan

Page 3: Dimensi Kultural Dalam Pembangunan

Namun demikian satu factor sebagai penentu kualitas

sumber daya manusia adalah mentalitas manusia.

Ini adalah satu factor yang tidak konkret dan sukar diukur

besarannya. Factor mentalitas ini memiliki sebutan yang

berbeda dari setiap orang.

Ada yang menyebutnya sebagai human factor ( inkeles

1966), factor cultural (Rogers 1969 ), factor the state of

mind (Harrison 1985 ), factor non-ekonomi (Kuntjoro-

Jakti 1972), factor psikokultural (Budiman 1989), sikap

mental (Koentjaraningrat 1974).

Factor tersebut terdiri atas:

• sikap,

• nilai, dan

• kepercayaan.

Page 4: Dimensi Kultural Dalam Pembangunan

Beberapa Teori Tentang Peranan Daya Psikokultural

Max Weber Weber adalah seorang yang selalu disebut sebagai pelopor

kajian tentang pengaruh daya psikokultural dalam

perkembangan ekonomi suatu bangasa. Dia berusaha

mengembalikan tesis Marx yang mmengatakan bahwa

superstruktur (ideology dan agama) ditentukan infrastruktur

(hubungan ekonomi dan cara produksi). Bagi Weber, salah satu

factor penting perkembangan ekonomi kapitalis justru terletak

pada aspek superstruktur, yaitu daya psikokultural.

Menurut Weber, akar dari pencapaian ekonomi Eropa adalah

seperangkat nilai dan sikap yang terkandung dalam etika

protestan (khususnya aliran calvinisme) yaitu kerja keras,

hemat, jujur, rasionalitas dan sederhana. Keseluruhan nilai dan

sikap ini disebut asceticism. Inilah yang disebut dengan daya

psikokultural.

Page 5: Dimensi Kultural Dalam Pembangunan

Max Weber......lanjutkan

Jadi dapat disimpulkan bahwa daya psikokultural yaitu :

Salah satu factor penting dari perkembanga ekonomi

kapitalis terletak pada aspek superstruktur (ideology dan

agama).

Kerja keras, hemat, jujur, rasionalitas dan sederhana

(asceticism).

Pemenuhan kewajiban yang diletakan diatas bahu

seseorang individu oleh kedudukannya dalam dunia

(calling).

Berkah dari Tuhan, terlihat dari kemakmuran dan

kekayaan yang dicapai oleh orang orang terpilih.

Page 6: Dimensi Kultural Dalam Pembangunan

Arthur Lewis

Arthur Lewis adalah seorang ahli ekonomi pertama yang

memerhatikan secara serius dimensi social dan cultural

dari pembangunan ekonomi.

Dia menghubungkan factor-faktor psikokultural yang

mendorong kemunculan para wirausaha dengan masalah

lingkungna social dan politik yang subur bagi

pertumbuhan ekonomi.

Bagi Arthur Lewis, pertumbuhan ekonomi dipengaruhi

oleh sikap terhadap kerja, terhadap jumlah dan pemilikan

anak, terhadap penemuan baru, terhadap orang asing,

terhadap pencarian pengalaman hidup dan lain lain.

Semua sikap ini membentuk satu kekuatan psikokultural

yang dahsyat bagi perkembangan ekonomi.

Page 7: Dimensi Kultural Dalam Pembangunan

Evertt Hagen

Daya psikokultural menurut Evertt Hagen yang

pertama adalah prilaku inovatif.

Prilaku inovatif ini berasal dari nilai dan sikap

mental yang khas.

Satu bangsa akan tetap tertinggal di belakang

jika terlalu sedikit anggotanya yang memiliki nilai

dan sikap mental inovatif ini.

Mereka yang mamiliki nilai dan sikap mental

inovatif ini disebut innovational personality.

Page 8: Dimensi Kultural Dalam Pembangunan

Evertt Hagen.....Lanjutkan

Kebalikan dari innovatinal personality adalah

authoritarian personality. Masyarakat pedesaan pertanian

yang pada umumnya beku dan mandek didominasi oleh

authoritarian personality ini.

Dalam masyarakat ini orang merasa puas apabila

mereka telah memberi kewenangan dan tunduk kepada

penguasa.

Sebaliknya, para penguasa yang pada umunya tinggal di

kota merasa mencapai kepuasan dalam tindakan mereka

dalam menguasai rakyat jelata.

Page 9: Dimensi Kultural Dalam Pembangunan

Evertt Hagen.....Lanjutkan

Situasi social poltis di mana orang memperoleh kepuasan dan

ketenangan dengan cara menginjak kebawah dan menjilat ke atas ini

adalah bertentangan dengan innovatinal personality, yang pada

gilirannya menghambat bagi jalan menuju kekemajuan ekonomi.

Inovasi memerlukan kreatifitas. Manusia yang kreatif adalah seseorang

yang selalu siap dalam mengamati dunia sekelilingnya dan percaya

akan evaluasi yang dibuatnya terhadap pengalaman hidupnya. Manusia

seperti ini susah untuk muncul dalam sebuah masyarakat yang

didominasi oleh authoritarian personality.

Page 10: Dimensi Kultural Dalam Pembangunan

Gunnar Myrdal

Gunnar Myrdal adalah seorang ahli ekonomi

yang paling serius dalam mengkaji akar

psikokultural dari perkembangan ekonomi.

Bagi Myrdal factor psikokultural tidak hanya

melahirkan prilaku enterpereneurial, tapi juga

memasuki, membantuk, dan mendominasi

dimensi politik, ekonomi, social, dan lain-lain dari

seluruh sisitem nasional.

Factor psikokultural tersebut seperi sikap

toleran, rasionalitas dll

Page 11: Dimensi Kultural Dalam Pembangunan

David McClelland

David McClelland mengatakan bahwa satu jenis daya mentalitas seseorang yang disebut sebagai “n achievement” adalah factor penting bagi kemajuan usaha orang tersebut.

Daya psikokultural ini adalah berbentuk semacam gagasan, motivasi, semangat, dorongan, untuk melakukan pekerjaan tidak hanya dengan hasil yang baik, tapi dengan hasil yang lebih baik, lebih baik, terus lebih baik.

Jadi, kata kunci dalam daya psikokultural ini adalah berbuat yang lebih baik dan bermanfaat untuk banyak orang.

Page 12: Dimensi Kultural Dalam Pembangunan

Alex Inkeles

Menurut Inkeles manusia modern adalah manusia yang siap untuk

meninggalkan pola pikir tradisional jika diperlukan. Factor psikokultural

menurut Inkeles yaitu terdapat pada manusia modern. Di antaranya :

Memiliki pola pikir terbuka pada inovasi dan perubahan, dan siap untuk

menerima pengalaman baru.

Mempunyai pandangan yang luas terhadap sejumlah masalah dan isu

yang terjadi, tidak hanya di lingkungan kecil tapi juga di lingkungan yang

lebih luas.

Mempunyai pandangan yang lebih demokratis, bersedia dan menghargai

kepercayaan, sikap dan pendapat yang berlainan.

Lebih berorientasi ke masa kini dan masa depan, menghargai tepat

waktu, disiplin kerja dan hidup teratur.

Menjalankan kehidupan secara berencana dan terorganisasi.

Percaya kepada keampuhan ilmu dan teknologi.

Percaya bahwa kehidupan alam dunia dapat di atur dan diperhitungkan

Page 13: Dimensi Kultural Dalam Pembangunan

Kondisi Psikokultural Masyarakat yang Kurang Produktif

Ada beberapa ciri dari kondisi psikokultural masyarakat terbelakang, atau masyarakat yang kurang produktif secara ekonomi. Dari Almond dan Verba (1963) diperoleh satu butir penting dari masyarakat terbelakang, yaitu sikap saling tidak percaya terhadap orang lain, khususnya dalam bidang kegiatan politik dan ekonomi.

Penelitian yang dilakukan oleh Edward Banfield di desa Montegranesi di Italia bagian selatan mencatat satu kondisi psikokultural negatif yang tidak mendukung ke arah kemajuan ekonomi masyarakat, yaitu sikap iri hati kepada orang lain.

Setiap orang berusaha untuk menghambat perolehan orang lain, sebaliknya berusaha untuk memperbanyak perolehan sendiri. Hipotesis dasar dari penelitian Banfield mengatakan bahwa masyarakat desa Montegranesi berperilaku bagai mengikuti aturan yang berbunyi (Maksimalkan keuntungan materi jangka pendek keluarga batih, anggaplah bahwa orang lain juga akan berbuat seperti itu). Mereka yang perilakunya sesuai dengan aturan ini disebut oleh Banfield sebagai “amoral familist” (aliran pemikiran keluarga amoral).

Page 14: Dimensi Kultural Dalam Pembangunan

Implikasi logis dari hipotesis dasar ini, menurut analisis Banfield,

menghasilkan 17 butir proposisi. Proposisi ini dapat kita ambil sebagai

cermin untuk melihat keterbelakangan masyarakat Indonesia masa

kini. Proposisi tersebut berbunyi bahwa dalam setiap masyarakat yang

menganut “amoral familist”, maka :

Tidak ada orang yang mendahulukan kepentingan kelompok,

kecuali kalau kepentingannya sendiri sudah terpenuhi.

Hanya para pegawai negeri yang peduli akan masalah-masalah

umum. Orang biasa tidak peduli.

Hanya ada sedikit pengawasan atas kegiatan pegawai negeri.

Organisasi sulit untuk dibangun dan dibina, karena masing-masing

orang hanya memikirkan kepentingan sendiri-sendiri.

Pekerja kantor hanya akan bekerja keras sepanjang hal itu

diperlukan agar dia tidak di copot.

Kepatuhan pada hukum hanya karena takut akan dihukum. Kalau

tidak ada alasan karena takut hukuman, maka undang-undang

tidak akan dipedulikan.

Pegawai akan korupsi sepanjang dia bisa mengerjakannya.

Mereka yang lemah akan menyenangi rezim tangan besi.

Page 15: Dimensi Kultural Dalam Pembangunan

Implikasi logis :.... bahwa dalam setiap masyarakat yang menganut

“amoral familist”, maka :

Barang siapa yang membangkitkan semangat pelayanan umum sebagai motif kerja akan dianggap sebagai penipuan omong kosong.

Prinsip politik yang abstrak tidak sesuai dengan perilaku konkret setiap hari.

Tidak ada pemimpin dan tidak ada pengikut. Masing-masing jalan sendiri-sendiri.

yang hanya akan ikut pemilihan umum untuk mencapai tujuan kepentingan jangka pendek.

Individu-individu akan menyokong kegiatan bersama hanya jika ada keuntungan langsung bagi dirinya.

Janji-janji partai politik hanya dipercayai dengan sedikit.

Para penguasa dianggap hanya mementingkan diri sendiri dan korup.

Tidak ada perilaku organisasi politik yang sesuai dengan namanya.

Pekerja partai akan memjual jasanya kepada pembayar yang tertinggi

Page 16: Dimensi Kultural Dalam Pembangunan

Pengembangan Institusi Sosial Untuk Memajukan Daya Psikokultural

Dulu bangsa Indonesia, khususnya orang Jawa, tidak

mengenal nilai-nilai yang terkandung dalam kitab fiksi

Mahabarata dan Ramayana karangan orang India.

Kini nilai-nilai tersebut bukan hanya dikenal atau diterima,

tapi juga dipandang sebagai milik sendiri. Bahkan

sebagian orang menganggap cerita fiksi itu sebagai

kejadian benar yang pernah terjadi dipulau Jawa.

Kerajaan Madura, misalnya yang disebut dalam fiksi

tersebut dianggap terletak di pulau Madura.

Page 17: Dimensi Kultural Dalam Pembangunan

Di bawah ini, mengikuti pemikiran Harrison (1985), ada beberapa institusi sosiokultural yang perlu diperhatikan untuk memperbaiki daya psikokultural masyarakat Indonesia. Institusi-institusi tersebut adalah:

Kepemimpinan

Penafsiran baru terhadap ajaran agama

Pendidikan dan pelatihan

Media massa

Pembangunan organisasi dan norma (Institutional Building)

Perilaku manajemen, dan

Pola-pola pengasuhan anak.