Diktat Pancasila.docx (130Kb)
Transcript of Diktat Pancasila.docx (130Kb)
BAB IPENDAHULUAN
Dasar negara Republik Indonesia adalah Pancasila yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 dan secara resmi disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945, kemudian diundangkan dalam Berita Republik Indonesia tahun II No. 7 bersama-sama dengan batang tubuh UUD 1945.
Dalam sejarahnya, eksistensi Pancasila sebagai dasar filsafat negara Republik Indonesia mengalami berbagai macam interpretasi dan manipulasi politik sesuai dengan kepentingan penguasa demi kokoh dan tegaknya kekuasaan yang berlindung dibalik legitimasi ideologi negara Pancasila. Dengan lain perkataan, dalam kedudukan yang seperti ini Pancasila tidak lagi diletakkan sebagai dasar filsafat serta pandangan hidup bangsa dan negara Indonesia melainkan direduksi, dibatasi dan dimanipulasi demi kepentingan politik penguasa pada saat itu. Dalam kondisi kehidupan bermasyarakat dan berbangsa yang sedang dilanda oleh arus krisis dan disintegrasi maka Pancasila tidak terhindar dari berbagai macam gugatan, sinisme, serta pelecehan terhadap kredibilitas dirinya sebagai dasar negara ataupun ideologi, namun demikian perlu segera kita sadari bahwa tanpa suatu platform dalam format dasar negara atau ideologi maka suatu bangsa mustahil akan dapat survive dalam menghadapi berbagai tantangan dan ancaman.
Berdasarkan kenyataan tersebut di atas gerakan reformasi berupaya untuk mengembalikan kedudukan dan fungsi Pancasila yaitu sebagai dasar negara Republik Indonesia, yang hal ini direalisasikan melalui Ketetapan Sidang Istimewa MPR No. XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan P-4 dan sekaligus juga pencabutan Pancasila sebagai satu-satunya asas bagi Orsospol di Indonesia. Ketetapan tersebut sekaligus juga mencabut mandat MPR yang diberikan kepada Presiden atas kewenangan untuk membudayakan Pancasila melalui P-4 dan asas tunggal Pancasila. Monopoli Pancasila demi kepentingan kekuasaan oleh penguasa inilah yang harus segera diakhiri, kemudian dunia pendidikan tinggi memiliki tugas untuk mengkaji dan memberikan pengetahuan kepada semua mahasiswa untuk benar-benar mampu memahami Pancasila secara ilmiah dan obyektif.
Dampak yang cukup serius atas manipulasi Pancasila oleh para penguasa pada masa lampau, dewasa ini banyak kalangan elit politik serta sebagian masyarakat beranggapan bahwa Pancasila merupakan label politik Orde Baru. Sehingga mengembangkan serta mengkaji Pancasila dianggap akan mengembalikan kewibawaan Orde Baru. Pandangan sinis serta upaya melemahkan ideology Pancasila berakibat fatal yaitu melemahkan kepercayaan rakyat yang akhirnya mengancam persatuan dan kesatuan bangsa, contoh: kekacauan di Aceh,Kalimantan, Sulawesi, Ambon , Papua, dll.
Berdasarkan alasan tsb diatas, maka tanggung jawab kita bersama sebagai warga negara untuk selalu mengkaji dan mengembangkan Pancasila setingkat dengan idelogi/paham yang ada seperti Liberalisme, Komunisme, Sosialisme.
A. Landasan Pendidikan Pancasilaa. Landasan Historis
Bangsa Indonesia terbentuk melalui proses yang panjang mulai jaman kerajaan Kutai, Sriwijaya, Majapahit sampai datangnya penjajah. Bangsa Indonesia berjuang untuk menemukan jati dirinya sebagai bangsa yang merdeka dan memiliki suatu prinsip yang tersimpul dalam pandangan hidup serta filsafat
1
hidup, di dalamnya tersimpul ciri khas, sifat karakter bangsa yang berbeda dengan bangsa lain. Oleh para pendiri bangsa kita (the founding father) dirumuskan secara sederhana namun mendalam yang meliputi lima prinsip (sila) dan diberi nama Pancasila.
Dalam era reformasi bangsa Indonesia harus memiliki visi dan pandangan hidup yang kuat (nasionalisme) agar tidak terombang-ambing di tengah masyarakat internasional. Hal ini dapat terlaksana dengan kesadaran berbangsa yang berakar pada sejarah bangsa.
Secara historis nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila Pancasila sebelum dirumuskan dan disahkan menjadi dasar negara Indonesia secara obyektif historis telah dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri. Sehingga asal nilai-nilai Pancasila tersebut tidak lain adalah dari bangsa Indonesia sendiri, atau bangsa Indonesia sebagai kausa materialis Pancasila.
b. Landasan Kultural
Bangsa Indonesia mendasarkan pandangan hidupnya dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara pada suatu asas kultural yang dimiliki dan melekat pada bangsa itu sendiri. Nilai-nilai kenegaraan dan kemasyarakatan yang terkandung dalam sila-sila Pancasila bukanlah merupakan hasil konseptual seseorang saja melainkan merupakan suatu hasil karya bangsa Indonesia sendiri yang diangkat dari nilai-nilai kultural yang dimiliki melalui proses refleksi filosofis para pendiri negara. Oleh karena itu generasi penerus terutama kalangan intelektual kampus sudah seharusnya untuk mendalami serta mengkaji karya besar tersebut dalam upaya untuk melestarikan secara dinamis dalam arti mengembangkan sesuai dengan tuntutan jaman.
c. Landasan Yuridis
Landasan yuridis (hukum) perkuliahan Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi diatur dalam UU No.2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 39 menyatakan : Isi kurikulum setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan wajib memuat Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan.
Demikian juga berdasarkan SK Mendiknas RI, No.232/U/2000, tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa, pasal 10 ayat 1 dijelaskan bahwa kelompok Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan, wajib diberikan dalam kurikulum setiap program studi, yang terdiri atas Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama, dan Pendidikan Kewarganegaraan.
Sebagai pelaksanaan dari SK tersebut, Dirjen Pendidikan Tinggi mengeluarkan Surat Keputusan No.38/DIKTI/Kep/2002, tentang Rambu-rambu Pelaksanaan Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK). Dalam pasal 3 dijelaskan bahwa kompetensi kelompok mata kuliah MPK bertujuan menguasai kemampuan berfikir, bersikap rasional dan dinamis, berpandangan luas sebagai manusia intelektual. Adapun rambu-rambu mata kuliah MPK Pancasila adalah terdiri atas segi historis, filosofis, ketatanegaraan, kehidupan berbangsa dan bernegara serta etika politik. Pengembangan tersebut dengan harapan agar mahasiswa mampu mengambil sikap sesuai dengan hati nuraninya, mengenali masalah hidup terutama kehidupan rakyat, mengenali perubahan serta mampu memaknai peristiwa sejarah, nilai-nilai budaya demi persatuan bangsa.
2
d. Landasan Filosofis
Pancasila sebagai dasar filsafat negara dan pandangan filosofis bangsa Indonesia, oleh karena itu sudah merupakan suatu keharusan moral untuk secara konsisten merealisasikan dalam setiap aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Secara filosofis bangsa Indonesia sebelum mendirikan negara adalah sebagai bangsa yang berketuhanan dan berkemanusiaan, hal ini berdasarkan kenyataan obyektif bahwa manusia adalah mahluk Tuhan YME. Setiap aspek penyelenggaraan negara harus bersumber pada nilai-nilai Pancasila termasuk sistem peraturan perundang-undangan di Indonesia. Oleh karena itu dalam realisasi kenegaraan termasuk dalam proses reformasi dewasa ini merupakan suatu keharusan bahwa Pancasila merupakan sumber nilai dalam pelaksanaan kenegaraan, baik dalam pembangunan nasional, ekonomi, politik, hukum, sosial budaya, maupun pertahanan keamanan.
B. Tujuan Pendidikan Pancasila
Dengan mempelajari pendidikan Pancasila diharapkan untuk menghasilkan peserta didik dengan sikap dan perilaku :1. Beriman dan takwa kepada Tuhan YME2. Berkemanusiaan yang adil dan beradab3. Mendukung persatuan bangsa4. Mendukung kerakyatan yang mengutamakan kepentingan bersama diatas
kepentingan individu/golongan5. Mendukung upaya untuk mewujudkan suatu keadilan social dalam
masyarakat.Melalui Pendidikan Pancasila warga negara Indonesia diharapkan
mampu memahami, menganalisa dan menjawab masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat bangsanya secara berkesinambungan dan konsisten dengan cita-cita dan tujuan nasional dalam Pembukaan UUD 1945.
C. Pembahasan Pancasila Secara Ilmiah
Pancasila termasuk Filsafat Pancasila sebagai suatu kajian ilmiah harus memenuhi syarat-syarat ilmiah, menurut Ir. Poedjowijatno dalam bukunya “Tahu dan Pengetahuan” mencatumkan syarat-syarat ilmiah sebagai berikut :
- berobyek- bermetode- bersistem- bersifat universal
1. BerobyekDalam filsafat, ilmu pengetahuan dibedakan antara obyek forma dan
obyek materia. Obyek materia Pancasila adalah suatu sudut pandang tertentu dalam pembahasan Pancasila. Pancasila dapat dilihat dari berbagai sudut pandang misalnya : Moral (moral Pancasila), Ekonomi (ekonomi Pancasila), Pers (Pers Pancasila), Filsafat (filsafat Pancasila), dsb. Obyek Materia Pancasila adalah suatu obyek yang merupakan sasaran pembahasan dan pengkajian Pancasila baik yang bersifat empiris maupun non empiris. Bangsa Indonesia sebagai kausa materia (asal mula nilai-nilai Pancasila), maka obyek materia pembahasan Pancasila adalah bangsa Indonesia dengan segala aspek budaya
3
dalam bermayarakat, berbangsa dan bernegara. Obyek materia empiris berupa lembaran sejarah, bukti-bukti sejarah, benda-benda sejarah dan budaya, Lembaran Negara, naskah-naskah kenegaraan, dsb. Obyek materia non empiris non empiris meliputi nilai-nilai budaya, nilai-nilai moral, nilai-nilai religius yang tercermin dalam kepribadian, sifat, karakter dan pola-pola budaya.
2. BermetodeMetode adalah seperangkat cara/sistem pendekatan dalam rangka
pembahasan Pancasila untuk mendapatkan suatu kebenaran yang bersifat obyektif. Metode dalam pembahasan Pancasila sangat tergantung pada karakteristik obyek forma dan materia Pancasila. Salah satu metode adalah “analitico syntetic” yaitu suatu perpaduan metode analisis dan sintesa. Oleh karena obyek Pancasila banyak berkaitan dengan hasil-hasil budaya dan obyek sejarah maka sering digunakan metode “hermeneutika” yaitu suatu metode untuk menemukan makna dibalik obyek, demikian juga metode “koherensi historis” serta metode “pemahaman penafsiran” dan interpretasi. Metode-metode tersebut senantiasa didasarkan atas hukum-hukum logika dalam suatu penarikan kesimpulan.
3. Bersistem
Suatu pengetahuan ilmiah harus merupakan sesuatu yang bulat dan utuh. Bagian-bagian dari pengetahuan ilmiah harus merupakan suatu kesatuan antara bagian-bagian saling berhubungan baik hubungan interelasi (saling hubungan maupun interdependensi (saling ketergantungan). Pembahasan Pancasila secara ilmiah harus merupakan suatu kesatuan dan keutuhan (majemuk tunggal) yaitu ke lima sila baik rumusan, inti dan isi dari sila-sila Pancasila merupakan kesatuan dan kebulatan.
4. Universal
Kebenaran suatu pengetahuan ilmiah harus bersifat universal artinya kebenarannya tidak terbatas oleh waktu, keadaan, situasi, kondisi maupun jumlah. Nilai-nilai Pancasila bersifat universal atau dengan kata lain intisari, esensi atau makna yang terdalam dari sila-sila Pancasila pada hakekatnya bersifat universal.
Tingkatan Pengetahuan IlmiahTingkat pengetahuan ilmiah dalam masalah ini bukan berarti tingkatan
dalam hal kebenarannya namun lebih menekankan pada karakteristik pengetahuan masing-masing. Tingkatan pengetahuan ilmiah sangat ditentukan oleh macam pertanyaan ilmiah sbb :
Deskriptif suatu pertanyaan “bagaimana”Kausal suatu pertanyaan “mengapa”Normatif suatu pertanyaan “ kemana”Essensial suatu pertanyaan “ apa “
1. Pengetahuan DeskriptifPengetahuan deskriptif yaitu suatu jenis pengetahuan yang memberikan
suatu keterangan, penjelasan obyektif. Kajian Pancasila secara deskriptif berkaitan dengan kajian sejarah perumusan Pancasila, nilai-nilai Pancasila serta kajian tentang kedudukan dan fungsinya.
4
2. Pengetahuan KausalPengetahuan kausal adalah suatu pengetahuan yang memberikan
jawaban tentang sebab akibat. Kajian Pancasila secara kausal berkaitan dengan kajian proses kausalitas terjadinya Pancasila yang meliputi 4 kausa yaitu kausa materialis, kausa formalis, kausa efisien dan kausa finalis. Selain itu juga berkaitan dengan Pancasila sebagai sumber nilai, yaitu Pancasila sebagai sumber segala norma.
3. Pengetahuan NormatifPengetahuan normatif adalah pengetahuan yang berkaitan dengan suatu
ukuran, parameter serta norma-norma. Dengan kajian normatif dapat dibedakan secara normatif pengamalan Pancasila yang seharusnya dilakukan (das sollen) dan kenyataan faktual (das sein) dari Pancasila yang bersifat dinamis.
4. Pengetahuan EsensialPengetahuan esensial adalah tingkatan pengetahuan untuk menjawab
suatu pertanyaan yang terdalam yaitu pertanyaan tentang hakekat sesuatu. Kajian Pancasila secara esensial pada hakekatnya untuk mendapatkan suatu pengetahuan tentang intisari/makna yang terdalam dari sila-sila Pancasila (hakekat Pancasila).
Lingkup Pembahasan Pancasila Yuridis Kenegaraan
Pancasila yuridis kenegaraan meliputi pembahasan Pancasila dalam kedudukannya sebagai dasar negara Republik Indonesia, sehingga meliputi pembahasan bidang yuridis dan ketatanegaraan. Realisasi Pancasila dalam aspek penyelenggaraan negara secara resmi baik yang menyangkut norma hukum maupun norma moral dalam kaitannya dengan segala aspek penyelenggaraan negara.
Tingkatan pengetahuan ilmiah dalam pembahasan Pancasila yuridis kenegaraan adalah meliputi tingkatan pengetahuan deskriptif, kausal dan normatif. Sedangkan tingkat pengetahuan essensial dibahas dalam bidang filsafat Pancasila, yaitu membahas sila-sila Pancasila sampai inti sarinya, makna yang terdalam atau membahas sila-sila Pancasila sampai tingkat hakikatnya.
D. Beberapa Pengertian Pancasila
Kedudukan dan fungsi Pancasila jika dikaji secara ilmiah memiliki pengertian yang luas, baik dalam kedudukannya sebagai dasar negara, pandangan hidup bangsa, ideologi negara dan sebagai kepribadian bangsa bahkan dalam proses terjadinya, terdapat berbagai macam terminologi yang harus kita deskripsikan secara obyektif. Oleh karena itu untuk memahami Pancasila secara kronologis baik menyangkut rumusannya maupun peristilahannya maka pengertian Pancasila meliputi :
1. Pengertian Pancasila secara EtimologisPancasila berasal dari bahasa Sansekerta dari India, menurut
Muhammad Yamin dalam bahasa Sansekerta kata Pancasila memiliki dua macam arti secara leksikal, yaitu :
Panca artinya lima
5
Syila artinya batu sendi, alas, dasarSyiila artinya peraturan tingkah laku yang baik/senonoh
Secara etimologis kata Pancasila berasal dari istilah Pancasyila yang memiliki arti secara harfiah dasar yang memiliki lima unsur.
Kata Pancasila mula-mula terdapat dalam kepustakaan Budha di India. Dalam ajaran Budha terdapat ajaran moral untuk mencapai nirwana dengan melalui samadhi dan setiap golongan mempunyai kewajiban moral yang berbeda. Ajaran moral tersebut adalah Dasasyiila, Saptasyiila, Pancasyiila.
Pancasyiila menurut Budha merupakan lima aturan (five moral principle) yang harus ditaati, meliputi larangan membunuh, mencuri, berzina, berdusta dan larangan minum-minuman keras.
Melalui penyebaran agama Hindu dan Budha, kebudayaan India masuk ke Indonesia sehingga ajaran Pancasyiila masuk kepustakaan Jawa terutama jaman Majapahit yaitu dalam buku syair pujian Negara Kertagama karangan Empu Prapanca disebutkan raja menjalankan dengan setia ke lima pantangan (Pancasila). Setelah Majapahit runtuh dan agama Islam tersebar, sisa-sisa pengaruh ajaran moral Budha (Pancasila) masih dikenal masyarakat Jawa yaitu lima larangan (mo limo/M5) : mateni (membunuh), maling (mencuri), madon (berzina), mabok (minuman keras/candu), main (berjudi).
2. Pengertian Pancasila Secara HistorisSidang BPUPKI pertama membahas tentang dasar negara yang akan
diterapkan. Dalam sidang tersebut muncul tiga pembicara yaitu M. Yamin, Soepomo dan Ir.Soekarno yang mengusulkan nama dasar negara Indonesia disebut Pancasila.
Tanggal 18 Agustus 1945 disahkan UUD 1945 termasuk Pembukaannya yang didalamnya termuat isi rumusan lima prinsip sebagai dasar negara. Walaupun dalam Pembukaan UUD 1945 tidak termuat istilah/kata Pancasila, namun yang dimaksudkan dasar negara Indonesia adalah disebut dengan Pancasila. Hal ini didasarkan atas interpretasi historis terutama dalam rangka pembentukan rumusan dasar negara yang secara spontan diterima oleh peserta sidang BPUPKI secara bulat. Secara historis proses perumusan Pancasila adalah :a. Mr. Muhammad Yamin
Pada sidang BPUPKI tanggal 29 Mei 1945, M. Yamin berpidato mengusulkan lima asas dasar negara sebagai berikut :
1. Peri Kebangsaan2. Peri Kemanusiaan3. Peri Ketuhanan4. Peri Kerakyatan5. Kesejahteraan RakyatSetelah berpidato beliau juga menyampaikan usul secara tertulis
mengenai rancangan UUD RI yang di dalamnya tercantum rumusan lima asas dasar negara sebagai berikut :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa2. Kebangsaan persatuan Indonesia3. Rasa kemanusiaan yang adil dan beradab4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
b. Mr. Soepomo
6
Pada sidang BPUPKI tanggal 31 Mei 1945 Soepomo mengusulkan lima dasar negara sebagai berikut :
1. Persatuan2. Kekeluargaan3. Keseimbangan lahir dan bathin4. Musyawarah5. Keadilan rakyat
c. Ir. SoekarnoPada sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno mengusulkan
dasar negara yang disebut dengan nama Pancasila secara lisan/tanpa teks sebagai berikut :
1. Nasionalisme atau Kebangsaan Indonesia2. Internasionalisme atau Perikemanusiaan3. Mufakat atau Demokrasi4. Kesejahteraan Sosial5. Ketuhanan yang berkebudayaanSelanjutnya beliau mengusulkan kelima sila dapat diperas menjadi Tri
Sila yaitu Sosio Nasional (Nasionalisme dan Internasionalisme), Sosio Demokrasi (Demokrasi dengan Kesejahteraan Rakyat), Ketuhanan yang Maha Esa. Adapun Tri Sila masih diperas lagi menjadi Eka Sila yang intinya adalah “gotong royong”
.d. Piagam Jakarta
Pada tanggal 22 Juni 1945 diadakan sidang oleh 9 anggota BPUPKI (Panitia Sembilan) yang menghasilkan “Piagam Jakarta” dan didalamnya termuat Pancasila dengan rumusan sebagai berikut :
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan sya’riat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab3. Persatuan Indonesia4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
3. Pengertian Pancasila Secara TerminologisDalam Pembukaan UUD 1945 yang ditetapkan tanggal 18 Agustus
1945 oleh PPKI tercantum rumusan Pancasila sebagai berikut :1. Ketuhanan Yang Maha Esa2. Kemanusiaan yang adil dan beradab3. Persatuan Indonesia4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.Rumusan Pancasila sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD
1945 inilah yang secara konstitusional sah dan benar sebagai dasar negara Republik Indonesia. Namun dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia dalam upaya bangsa Indonesia mempertahankan proklamasi dan eksistensinya, terdapat pula rumusan-rumusan Pancasila sebagai berikut :a. Dalam Konstitusi Republik Indonesia Serikat (29 Desember – 17 Agustus
1950)1. Ketuhanan Yang Maha Esa2. Peri Kemanusiaan
7
3. Kebangsaan4. Kerakyatan5. Keadilan Sosial
b. Dalam UUD Sementara 1950 (17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959)1. Ketuhanan Yang Maha Esa2. Peri Kemanusiaan3. Kebangsaan4. Kerakyatan5. Keadilan Sosial
c. Dalam kalangan masyarakat luas1. Ketuhanan Yang Maha Esa2. Peri Kemanusiaan3. Kebangsaan4. Kedaulatan Rakyat5. Keadilan Sosial
Dari berbagai macam rumusan Pancasila, yang sah dan benar adalah rumusan Pancasila yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 sesuai dengan Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 dan Ketetapan MPR No. III/MPR/2000.
8
BAB II
PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT
A. PENGERTIAN FILSAFAT
Secara etimologi, filsafat adalah istilah atau kata yang berasal dari
bahasa Yunani, yaitu philosophia. Kata itu terdiri dari dua kata yaitu philo,
philos, philein, yang mempunyai arti cinta/ pecinta/ mencintai dan sophia yang
berarti kebijakan, kearifan, hikmah, hakikat kebenaran. Jadi secara harafiah
istilah filsafat adalah cinta pada kebijaksanaan atau kebenaran yang hakiki.
Berfilsafat berarti berpikir sedalam-dalamnya (merenung) terhadap
sesuatu secara metodik, sistematik, menyeluruh dan universal untuk mencari
hakikat sesuatu. Dengan kata lain, filsafat adalah ilmu yang paling umum yang
mengandung usaha mencari kebijaksanaandan cinta akan kebijakan.
Kata filsafat untuk pertama kali digunakan oleh Phythagoras (582 –
496 SM). Dia adalah seorang ahli pikir dan pelopor matematika yang
menganggap bahwa intisari dan hakikat dari semesta ini adalah bilangan.
Namun demikian, banyaknya pengertian filsafat sebagaimana yang diketahui
sekarang ini adalah sebanyak tafsiran para filsuf itu sendiri. Ada tiga hal yang
mendorong manusia untuk berfilsafat yaitu :
1. Keheranan, sebagian filsuf berpendapat bahwa adanya kata heran
merupakan asal dari filsafat. Rasa heran itu akan mendorong untuk
menyelidiki.
2. Kesangsian, merupakan sumber utama bagi pemikiran manusia yang akan
menuntun pada kesadaran. Sikap ini sangat berguna untuk menemukan titik
pangkal yang kemudian tidak disangsikan lagi.
3. Kesadaran akan keterbatasan, manusia mulai berfilsafat jika ia menyadari
bahwa dirinya sangat kecil dan lemah terutama bila dibandingkan dengan
alam sekelilingnya. Kemudian muncul kesadaran akan keterbatasan bahwa
diluar yang terbatas pasti ada sesuatu yang tdak terbatas.
Pada umumnya terdapat dua pengertian filsafat yaitu filsafat dalam arti
proses dan filsafat dalam arti produk. Selain itu, ada pengertian lain, yaitu
filsafat sebagai ilmu dan filsafat sebagai pandangan hidup. Disamping itu,
dikenal pula filsafat dalam arti teoritis dan filsafat dalam arti praktis.
9
Pancasila dapat digolongkan sebagai filsafat dalam arti produk, filsafat
sebagai pandangan hidup, dan filsafat dalam arti praktis. Hal itu berarti
Pancasila mempunyai fungsi dan peranan sebagai pedoman dan pegangan
dalam sikap, tingkah laku, dan perbuatan dalam kehidupan sehari-hari dan
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara bagi bangsa
Indonesia dimanapun mereka berada.
1. Obyek Filsafat
Filsafat merupakan kegiatan pemikiran yang tinggi dan murni (tidak
terikat langsung dengan suatu obyek), yang mendalam dan daya pikir subyek
manusia dalam memahami segala sesuatu untuk mencari kebenaran. Berpikir
aktif dalam mencari kebenaran adalah potensi dan fungsi kepribadian manusia.
Ajaran filsafat merupakan hasil pemikiran yang sedalam-dalamnya tentang
kesemestaan, secara mendasar (fundamental dan hakiki). Filsafat sebagai hasil
pemikiran pemikir (filsuf) merupakan suatu ajaran atau sistem nilai, baik
berwujud pandangan hidup (filsafat hidup) maupun sebagai ideologi yang
dianut suatu masyarakat atau bangsa dan negara. Filsafat demikian, telah
tumbuh dan berkembang menjadi suatu tata nilai yang melembaga sebagai
suatu paham (isme) seperti kapitalisme, komunisme, fasisme dan sebagainya
yang cukup mempengaruhi kehidupan bangsa dan negara modern.
Filsafat sebagai kegiatan olah pikir manusia menyelidik obyek yang
tidak terbatas yang ditinjau dari dari sudut isi atau substansinya dapat
dibedakan menjadi :
a. obyek material filsafat : yaitu obyek pembahasan filsafat yang mencakup
segala sesuatu baik yang bersifat material kongkrit seperti manusia, alam,
benda, binatang dan lain-lain, maupun sesuatu yang bersifat abstrak
spiritual seperti nilai-nilai, ide-ide, ideologi, moral, pandangan hidup dan
lain sebagainya.
b. obyek formal filsafat : cara memandang seorang peneliti terhadap objek
material tersebut.
Suatu obyek material tertentu dapat ditinjau dari berbagai sudut
pandang yang berbeda. Oleh karena itu, terdapat berbagai macam sudut
pandang filsafat yang merupakan cabang-cabang filsafat. Adapun cabang-
cabang filsafat yang pokok adalah :
10
a..Metafisika, yang membahas tentang hal-hal yang bereksistensi di balik fisis
yang meliputi bidang : ontologi (membicarakan teori sifat dasar dan ragam
kenyataan), kosmologi (membicarakan tentang teori umum mengenai proses
kenyataan, dan antropologi.
b. Epistemologi, adalah pikiran-pikiran dengan hakikat pengetahuan atau
kebenaran.
c. Metodologi, adalah ilmu yang membicarakan cara/jalan untuk memperoleh
pengetahuan.
d. Logika, ádalah membicarakan tentang aturan-aturan berpikir agar dapat
mengambil kesimpulan yang benar.
e. Etika, membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan tingkah laku manusia
tentang baik-buruk
f. Estetika, membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan hakikat keindahan-
kejelekan.
2. Aliran-Aliran Filsafat
Aliran-aliran utama filsafat yang ada sejak dahulu hingga sekarang
adalah sebagai berikut :
a. Aliran Materialisme, aliran ini mengajarkan bahwa hakikat realitas
kesemestaan, termasuk mahluk hidup dan manusia ialah materi. Semua
realitas itu ditentukan oleh materi (misalnya benda ekonomi, makanan) dan
terikat pada hukum alam, yaitu hukum sebab-akibat (hukum kausalitas)
yang bersifat objektif.
b. Aliran Idealisme/Spiritualisme, aliran ini mengajarkan bahwa ide dan spirit
manusia yang menentukan hidup dan pengertian manusia. Subjek manusia
sadar atas realitas dirinya dan kesemestaan karena ada akal budi dan
kesadaran rohani manusia yang tidak sadar atau mati sama sekali tidak
menyadari dirinya apalagi realitas kesemestaan. Jadi hakikat diri dan
kenyataan kesemestaan ialah akal budi (ide dan spirit)
c. Aliran Realisme, aliran ini menggambarkan bahwa kedua aliran diatas
adalah bertentangan, tidak sesuai dengan kenyataan (tidak realistis).
Sesungguhnya, realitas kesemestaan, terutama kehidupan bukanlah benda
(materi) semata-mata. Kehidupan seperti tampak pada tumbuh-tumbuhan,
hewan, dan manusia mereka hidup berkembang biak, kemudian tua dan
akhirnya mati. Pastilah realitas demikian lebih daripada sekadar materi.
11
Oleh karenanya, realitas adalah panduan benda (materi dan jasmaniah)
dengan yang non materi (spiritual, jiwa, dan rohaniah). Khusus pada
manusia tampak dalam gejala daya pikir, cipta, dan budi. Jadi menurut
aliran ini, realitas merupakan sintesis antara jasmaniah-rohaniah, materi dan
nonmateri.
B. PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT
1. Pancasila Sebagai Jatidiri Bangsa Indonesia
Kedudukan dan fungsi Pancasila harus dipahami sesuai dengan
konteksnya, misalnya Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia,
sebagai dasar filsafat negara Republik Indonesia, sebagai ideologi bangsa dan
negara Indonesia. Seluruh kedudukan dan fungsi Pancasila itu bukanlah berdiri
secara sendiri-sendiri namun bilamana dikelompokan maka akan kembali pada
dua kedudukan dan fungsi Pancasila yaitu sebagai dasar filsafat negara dan
pandangan hidup bangsa Indonesia.
Pancasila pada hakikatnya adalah sistem nilai (value system) yang
merupakan kristalisasi nilai-nilai luhur kebudayaan bangsa Indonesia
sepanjang sejarah, yang berakar dari unsur-unsur kebudayaan luar yang sesuai
sehingga secara keseluruhannya terpadu menjadi kebudayaan bangsa Indonesia.
Hal itu bisa dilihat dari proses terjadinya Pancasila yaitu melalui suatu proses
yang disebut kausa materialisme karena nilai-nilai dalam Pancasila sudah ada
dan hidup sejak jaman dulu yang tercermin dalam kehidupan sehari-hari.
Pandangan yang diyakini kebenarannya itu menimbulkan tekad bagi bangsa
Indonesia untuk mewujudkan dalam sikap dan tingkah laku serta perbuatannya.
Di sisi lain, pandangan itu menjadi motor penggerak bagi tindakan dan
perbuatan dalam mencapai tujuannya. Dari pandangan inilah maka dapat
diketahui cita-cita yang ingin dicapai bangsa, gagasan kejiwaan apa saja yang
akan coba diwujudkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
Satu pertanyaan yang sangat fundamental disadari sepenuhnya oleh
para pendiri negara Republik Indonesia adalah :”di atas dasar apakah negara
Indonesia didirikan” ketika mereka bersidang untuk pertama kali di lembaga
BPUPKI. Mereka menyadari bahwa makna hidup bagi bangsa Indonesia harus
ditemukan dalam budaya dan peradaban bangsa Indonesia sendiri yang
merupakan perwujudan dan pengejawantahan nilai-nilai yang dimiliki, diyakini
12
dan dihayati kebenarannya oleh masyarakat sepanjang masa dalam sejarah
perkembangan dan pertumbuhan bangsa sejak lahirnya.
Nilai-nilai itu adalah buah hasil pikiran-pikiran dan gagasan-gagasan
dasar bangsa Indonesia tentang kehidupan yang dianggap baik. Mereka
menciptakan tata nilai yang mendukung tata kehidupan sosial dan tata
kehidupan kerohanian bangsa yang memberi corak, watak dan ciri masyarakat
dan bangsa Indonesia yang membedakannya dengan masyarakat dan bangsa
lainnya. Kenyataan yang demikian itu merupakan suatu kenyataan objektif yang
merupakan jatidiri bangsa Indonesia.
Jadi nilai-nilai Pancasila itu diungkapkan dan dirumuskan dari sumber
nilai utama yaitu :
a. nilai-nilai yang bersifat fundamental, universal, mutlak, dan abadi
dari Tuhan Yang Maha Esa yang tercermin dalam inti kesamaan
ajaran-ajaran agama dalam kitab suci
b. nilai-nilai yang bersifat kolektif nasional yang merupakan intisari
dari nilai-nilai yang luhur budaya masyarkat (inti kesatuan adat-
istiadat yang baik) yang tersebar di seluruh nusantara.
2. Rumusan Kesatuan Sila-Sila Pancasila Sebagai Suatu Sistem
Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan suatu
sistem filsafat. Pengertian sistem adalah suatu kesatuan bagian-bagian yang
saling berhubungan, saling bekerjasama untuk satu tujuan tertentu dan secara
keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh. Lazimnya sistem memiliki
ciri-ciri sebagai berikut :
a. suatu kesatuan bagian-bagian
b. bagian-bagian tersebut mempunyai fungsi sendiri-sendiri
c. saling berhubungan dan saling ketergantungan
d. kesemuanya dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan bersama
(tujuan sistem)
e. terjadi dalam suatu lingkungan yang kompleks.
Pada hakikatnya setiap sila Pancasila merupakan suatu asas sendiri-
sendiri, fungsi sendiri-sendiri namun demikian secara keseluruhan adalah suatu
kesatuan yang sistematis dengan tujuan (bersama) suatu masyarakat yang adil
dan makmur berdasarkan Pancasila.
13
3. Susunan Kesatuan Sila-Sila Pancasila Yang Bersifat Organis
Isi sila-sila Pancasila pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan
peradaban, dalam arti, setiap sila merupakan unsur (bagian yang mutlak) dari
kesatuan Pancasila. Oleh karena itu, Pancasila merupakan suatu kesatuan yang
majemuk tunggal, dengan akibat setiap sila tidak dapat berdiri sendiri-sendiri
terlepas dari sila-sila lainnya. Di samping itu, di antara sila satu dan lainnya
tidak saling bertentangan.
Kesatuan si;a-sila yang bersifat organis tersebut pada hakikatnya secara
filisofis bersumber pada hakikat dasar ontologis manusia sebagai pendukung
dari inti, isi dari sila-sila Pancasila yaitu hakikat manusia ”monopluralis” yang
memiliki unsur-unsur susunan kodrat jasmani-rohani, sifat kodrat individu-
mahluk sosial, dan kedudukan kodrat sebagai pribadi berdiri sendiri-mahluk
Tuhan Yang Maha Esa. Unsur-unsur itu merupakan suatu kesatuan yang
bersifat organis harmonis.
4. Susunan Kesatuan Yang Bersifat Hirarkhis Dan Berbentuk Piramidal.
Hirarkhis dan piramidal mempunyai pengertian yang sangat matematis
yang digunakan untuk menggambarkan hubungan sila-sila Pancasila dalam hal
urut-urutan luas (kuantiítas) dan juga dalam hal isi sifatnya. Susunan sila-sila
Pancasila menunjukkan suatu rangkaian tingkatan luas dan isi sifatnya dari sila-
sila sebelumnya atau diatasnya.
Dengan demikian, dasar susunan sila-sila Pancasila mempunyai ikatan
yang kuat pada setiap silanya sehingga secara keseluruhan Pancasila merupakan
suatu keseluruhan yang bulat. Oleh karena itu, sila pertama yaitu Ketuhanan
Yang Maha Esa menjadi basis dari sila-sila Pancasila berikutnya.
Secara ontologis hakikat Pancasila mendasarkan setiap silanya pada
landasan, yaitu : Tuhan, Manusia, Satu, Rakyat, dan Adil. Oleh karena itu,
hakikat itu harus selalu berkaitan dengan sifat dan hakikat negara Indonesia.
Dengan demikian maka, sila pertama adalah sifat dan keadaaan negara harus
sesuai dengan hakikat Tuhan; sila kedua sifat dan keadaan negara harus sesuai
dengan hakikat manusia; sila ketiga sifat dan keadaan negara harus satu; sila
keempat adalah sifat dan keadaan negara harus sesuai dengan hakikat rakyat;
dan sila kelima adalah sifat dan keadaan negara harus sesuai dengan hakikat
adil. Contoh rumusan Pancasila yang bersifat hirarkis dan berbentuk piramidal
adalah : sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa adalah meliputi dan menjiwai
14
sila-sila kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan-perwakilan
serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
5. Rumusan Hubungan Kesatuan Sila-Sila Pancasila Yang Saling Mengisi Dan
Saling Mengkualifikasi
Kesatuan sila-sila Pancasila yang majemuk tunggal, hirarkhis
piramidal juga memiliki sifat saling mengisi dan salng mengkualifikasi. Hal itu
dimaksudkan bahwa setiap sila terkandung nilai keempat sila lainnya, dengan
kata lain, dalam setiap sila Pancasila senantiasa dikualifikasi oleh keempat sila
lainnya. Contoh rumusan kesatuan sila-sila Pancasila yang mengisi dan saling
mengkualifikasi adalah sebagai berikut : sila Ketuhanan Yang Maha Esa adalah
berkemanusiaan yang adil dan beradab, berpersatuan Indonesia, berkerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
dan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
C. KESATUAN SILA-SILA PANCASILA SEBAGAI SUATU SISTEM
FILSAFAT
Apabila kita bicara tentang filsafat, ada dua hal yang patut diperhatikan,
yaitu filsafat sebagai metode dan filsafat sebagai suatu pandangan, keduanya
sangat berguna untuk memahami Pancasila. Di sisi lain, kesatuan sila-sila
Pancasila pada hakikatnya bukanlah hanya merupakan kesatuan yang bersifat
formal logis saja namun juga meliputi kesatuan dasar ontologis, dasar
epistemologi dan dasar aksiologis dari sila-sila Pancasila.
Filsafat Pancasila adalah refleksi kritis dan rasional tentang Pancasila
sebagai dasar negara dan kenyataan budaya bangsa dengan tujuan untuk
mendapatkan pokok-pokok pengertian secara mendasar dan menyeluruh.
Pembahasan filsafat dapat dilakukan secara deduktif (dengan mencari hakikat
Pancasila serta menganalisis dan menyusunnya secara sistematis menjadi
keutuhan pandangan yang komprehensif dan secara induktif (dengan
mengamati gejala-gejala sosial budaya masyarakat, merefleksikannya dan
menarik arti dan makna yang hakiki dari gejala-gejala itu). Dengan demikian,
filsafat Pancasila akan mengungkapkan konsep-konsep kebenaran yang bukan
saja ditujukan pada bangsa Indonesia, melainkan bagi manusia pada umumnya.
1. Aspek Ontologis
15
Ontologi menurut Runes, adalah teori tentang adanya keberadaan atau
eksistensi. Sementara Aristoteles, menyebutnya sebagai ilmu yang menyelidiki
hakikat sesuatu dan disamakan artinya dengan metafisika. Jadi ontologi adalah
bidang filsafat yang menyelidiki makna yang ada (eksistensi dan keberadaan),
sumber ada, jenis ada, dan hakikat ada, termasuk ada alam, manusia, metafisika
dan kesemestaan atau kosmologi.
Dasar ontologi Pancasila adalah manusia yang memiliki hakikat
mutlak monopluralis, oleh karenanya disebut juga sebagai dasar antropologis.
Subyek pendukungnya adalah manusia, yakni : yang berketuhanan, yang
berkemanusiaan, yang berpersatuan, yang berkerakyatan dan yang berkeadilan
pada hakikatnya adalah manusia. Hal yang sama juga berlaku dalam konteks
negara Indonesia, Pancasila adalah filsafat negara dan pendukung pokok negara
adalah rakyat (manusia).
2. Aspek Epistemologi
Epistemologi adalah bidang/cabang filsafat yang menyelidiki asal,
syarat, susunan, metode, dan validitas ilmu pengetahuan. Pengetahuan manusia
sebagai hasil pengalaman dan pemikiran, membentuk budaya. Bagaimana
manusia mengetahui bahwa ia tahu atau mengetahui bahwa sesuatu itu
pengetahuan menjadi penyelidikan epistemologi. Dengan kata lain, adalah
bidang/cabang yang menyelidiki makna dan nilai ilmu pengetahuan,
sumbernya, syarat-syarat dan proses terjadinya ilmu, termasuk semantik,
logika, matematika dan teori ilmu.
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya adalah suatu
sistem pengetahuan. Dalam kehidupan sehari-hari Pancasila menjadi pedoman
atau dasar bagi bangsa Indonesia dalam memandang realitas alam semesta,
manusia, masyarakat, bangsa, dan negara tentang makna hidup serta sebagai
dasar bagi manusia Indonesia untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi
dalam hidup dan kehidupan. Pancasila dalam pengertian seperti itu telah
menjadi suatu sistem cita-cita atau keyakinan-keyakinan (belief system)
sehingga telah menjelma menjadi ideologi (mengandung tiga unsur yaitu : 1.
logos (rasionalitas atau penalaran), 2. pathos (penghayatan), dan 3. ethos
(kesusilaan).
3. Aspek Aksiologi
Aksiologi mempunyai arti nilai, manfaat, pikiran dan atau ilmu/teori.
Menurut Brameld, aksiologi adalah cabang filsafat yang menyelidiki :
16
a. tingkah laku moral, yang berwujud etika,
b. ekspresi etika, yang berwujud estetika atau seni dan keindahan,
c. sosio politik yang berwujud ideologi.
Kehidupan manusia sebagai mahluk subyek budaya, pencipta dan
penegak nilai, berarti manusia secara sadar mencari memilih dan melaksanakan
(menikmati) nilai. Jadi nilai merupakan fungsi rohani jasmani manusia.
Dengan demikian, aksiologi adalah cabang fisafat yang menyelidiki makna
nilai, sumber nilai, jenis nilai, tingkatan nilai dan hakikat nilai, termasuk
estetika, etika, ketuhanan dan agama.
Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dikemukakan pula bahwa
yang mengandung nilai itu bukan hanya yang bersifat material saja tetapi juga
sesuatu yang bersifat nonmaterial/rokhaniah. Nilai-nilai material relatif mudah
diukur yaitu dengan menggunakan indra maupun alat pengukur lainnya,
sedangkan nilai rokhaniah alat ukurnya adalah hati nurani manusia yang
dibantu indra manusia yaitu cipta, rasa, karsa serta keyakinan manusia.
D. NILAI-NILAI PANCASILA MENJADI DASAR DAN ARAH
KESEIMBANGAN ANTARA HAK DAN KEWAJIBAN
Pandangan mengenai hubungan antara manusia dan masyarakat
merupakan falsafah kehidupan masyarakat yang memberi corak dan warna bagi
kehidupan masyarakat. Pancasila memandang bahwa kebahagiaan manusia
akan tercapai jika ditumbuh-kembangkan hubungan yang serasi antara manusia
dengan masyarakat serta hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Kuasa.
Apabila memahami nilai-nilai dari sila-sila Pancasila akan terkandung
beberapa hubungan manusia yang melahirkan keseimbangan antara hak dan
kewajiban antar hubungan tersebut, yaitu sebagai berikut :
1. Hubungan Vertikal
Adalah hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Kuasa sebagai
penjelmaan dari nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam hubungannya
dengan itu, manusia memiliki kewajiban-kewajiban untuk melaksanakan
perintah-Nya dan menjauhkan/menghentikan larangan-Nya, sedangkan hak-hak
yang diterima manusia adalah rahmat yang tidak terhingga yang diberikan dan
pembalasan amal perbuatan di akhirat nanti.
2. Hubungan Horisontal
17
Adalah hubungan manusia dengan sesamanya baik dalam fungsinya
sebagai warga masyarakat, warga bangsa maupun warga negara. Hubungan itu
melahirkan hak dan kewajiban yang seimbang.
3. Hubungan Alamiah
Adalah hubungan manusia dengan alam sekitar yang meliputi hewan,
tumbuh-tumbuhan dan alam dengan segala kekayaannya. Seluruh alam dengan
segala isinya adalah untuk kebutuhan manusia. Manusia berkewajiban untuk
melestarikan karena alam mengalami penyusutan sedangkan manusia terus
bertambah. Oleh karena itu, memelihara kelestrian alam merupakan kewajiban
manusia, sedangkan hak yang diterima manusia dari alam sudah tidak terhingga
banyaknya.
Kesimpulan yang bisa diperoleh dari filsafat Pancasila adalah Pancasila
memberikan jawaban yang mendasar dan menyeluruh atas masalah-masalah
asasi filsafat tentang negara Indonesia.
18
BAB III
PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA
A. PENGANTAR
Nilai, norma, dan moral adalah konsep-konsep yang saling berkaitan.
Dalam hubungannya dengan Pancasila maka ketiganya akan memberikan
pemahaman yang saling melengkapi sebagai sistem etika.
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya merupakan
suatu nilai yang menjadi sumber dari segala penjabaran norma baik norma
hukum, norma moral maupun norma kenegaran lainnya. Di samping itu,
terkandung juga pemikiran-pemikiran yang bersifat kritis, mendasar, rasional,
sistematis dan komprehensif. Oleh karena itu, suatu pemikiran filsafat adalah
suatu nilai-nilai yang bersifat mendasar yang memberikan landasan bagi
manusia dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Nilai-nilai tersebut dijabarkan dalam kehidupan yang bersifat praksis
atau kehidupan nyata dalam masyarakat, bangsa dan negara maka diwujudkan
dalam norma-norma yang kemudian menjadi pedoman. Norma-norma itu
meliputi :
1. Norma Moral
Yang berkaitan dengan tingkah laku manusia yang dapat diukur dari
sudut baik maupun buruk, sopan atau tidak sopan, susila atau tidak susila.
2. Norma Hukum
Suatu sistem peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam suatu
tempat dan waktu tertentu dalam pengertian ini peraturan hukum. Dalam
pengertian itulah Pancasila berkedudukan sebagai sumber dari segala sumber
hukum.
Dengan demikian, Pancasila pada hakikatnya bukan merupakan suatu
pedoman yang langsung bersifat normatif ataupun praksis melainkan
merupakan suatu sistem nilai-nilai etika yang merupakan sumber norma.
PENGERTIAN ETIKA
19
Etika adalah kelompok filsafat praktis (filsafat yang membahas
bagaimana manusia bersikap terhadap apa yang ada) dan dibagi menjadi dua
kelompok. Etika merupakan suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang
ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Etika adalah ilmu yang
membahas tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran
tertentu atau bagaimana kita bersikap dan bertanggung jawab dengan berbagai
ajaran moral. Kedua kelompok etika itu adalah sebagai berikut :
1. Etika Umum, mempertanyakan prinsip-prinsip yang berlaku bagi setiap
tindakan manusia.
2. Etika Khusus, membahas prinsip-prinsip tersebut di atas dalam
hubungannya dengan berbagai aspek kehidupan manusia, baik sebagai
individu (etika individual) maupun mahluk sosial (etika sosial)
B. PENGERTIAN NILAI, NORMA DAN MORAL
1. Pengertian Nilai
Nilai (value) adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu
benda untuk memuaskan manusia. Sifat dari suatu benda yang menyebabkan
menarik minat seseorang atau kelompok. Jadi nilai itu pada hakikatnya adalah
sifat dan kualitas yang melekat pada suatu obyeknya. Dengan demikian, maka
nilai itu adalah suatu kenyataan yang tersembunyi dibalik kenyataan-kenyataan
lainnya.
Menilai berarti menimbang, suatu kegiatan manusia untuk
menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain kemudian untuk selanjutnya
diambil keputusan. Keputusan itu adalah suatu nilai yang dapat menyatakan
berguna atau tidak berguna, benar atau tidak benar, baik atau tidak baik, dan
seterusnya. Penilaian itu pastilah berhubungan dengan unsur indrawi manusia
sebagai subjek penilai, yaitu unsur jasmani, rohani, akal, rasa, karsa dan
kepercayaan.
Dengan demikian, nilai adalah sesuatu yang berharga, berguna,
memperkaya bathin dan menyadarkan manusia akan harkat dan martabatnya.
Nilai bersumber pada budi yang berfungsi mendorong dan mengarahkan
(motivator) sikap dan perilaku manusia. Nilai sebagai suatu sistem merupakan
salah satu wujud kebudayaan di samping sistem sosial dan karya. Oleh karena
itu, Alport mengidentifikasikan nilai-nilai yang terdapat dalam kehidupan
20
masyarakat pada enam macam, yaitu : nilai teori, nilai ekonomi, nilai estetika,
nilai sosial, nilai politik dan nilai religi.
2. Hierarkhi Nilai
Hierarkhi nilai sangat tergantung pada titik tolak dan sudut pandang
individu – masyarakat terhadap sesuatu obyek. Misalnya kalangan materialis
memandang bahwa nilai tertinggi adalah nilai meterial. Max Scheler
menyatakan bahwa nilai-nilai yang ada tidak sama tingginya dan luhurnya.
Menurutnya nilai-nilai dapat dikelompokan dalam empat tingkatan yaitu :
1. nilai kenikmatan adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan indra yang
memunculkan rasa senang, menderita atau tidak enak,
2. nilai kehidupan yaitu nilai-nilai penting bagi kehidupan yakni :
jasmani, kesehatan serta kesejahteraan umum,
3. nilai kejiwaan adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan kebenaran,
keindahan dan pengetahuan murni,
4. nilai kerohanian yaitu tingkatan ini terdapatlah modalitas nilai dari
yang suci.
Sementara itu, Notonagoro membedakan menjadi tiga, yaitu :
1. nilai material yaitu segala sesuatu yang berguna bagi jasmani
manusia,
2. nilai vital yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk
mengadakan suatu aktivitas atau kegiatan,
3. nilai kerokhanian yaitu segala sesuatu yang bersifat rokhani manusia
yang dibedakan dalam empat tingkatan sebagai berikut :
a. nilai kebenaran yaitu nilai yang bersumber pada rasio, budi, akal
atau cipta manusia.
b. nilai keindahan/estetis yaitu nilai yang bersumber pada perasaan
manusia
c. nilai kebaikan atau nilai moral yaitu nilai yang bersumber pada
unsur kehendak manusia
d. nilai religius yaitu nilai kerokhanian tertinggi dan bersifat mutlak
Dalam pelaksanaanya, nilai-nilai dijabarkan dalam wujud norma,
ukuran dan kriteria sehingga merupakan suatu keharusan anjuran atau
larangan, tidak dikehendaki atau tercela. Oleh karena itu, nilai berperan sebagai
pedoman yang menentukan kehidupan setiap manusia. Nilai manusia berada
21
dalam hati nurani, kata hati dan pikiran sebagai suatu keyakinan dan
kepercayaan yang bersumber pada berbagai sistem nilai.
3. Pengertian Moral
Moral berasal dari kata mos (mores) yang sinonim dengan kesusilaan,
tabiat atau kelakuan. Moral adalah ajaran tentang hal yang baik dan buruk,
yang menyangkut tingkah laku dan perbuatan manusia.
Seorang pribadi yang taat kepada aturan-aturan, kaidah-kaidah dan
norma yang berlaku dalam masyarakatnya, dianggap sesuai dan bertindak benar
secara moral. Jika sebaliknya yang terjadi maka pribadi itu dianggap tidak
bermoral.
Moral dalam perwujudannya dapat berupa peraturan dan atau prinsip-
prinsip yang benar, baik terpuji dan mulia. Moral dapat berupa kesetiaan,
kepatuhan terhadap nilai dan norma yang mengikat kehidupan masyarakat,
bangsa dan negara.
4. Pengertian Norma
Kesadaran manusia yang membutuhkan hubungan yang ideal akan
menumbuhkan kepatuhan terhadap suatu peraturan atau norma. Hubungan ideal
yang seimbang, serasi dan selaras itu tercermin secara vertikal (Tuhan),
horizontal (masyarakat) dan alamiah (alam sekitarnya)
Norma adalah perwujudan martabat manusia sebagai mahluk budaya,
sosial, moral dan religi. Norma merupakan suatu kesadaran dan sikap luhur
yang dikehendaki oleh tata nilai untuk dipatuhi. Oleh karena itu, norma dalam
perwujudannya dapat berupa norma agama, norma filsafat, norma kesusilaan,
norma hukum dan norma sosial. Norma memiliki kekuatan untuk dipatuhi
karena adanya sanksi.
5. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis
a. Nilai Dasar
Sekalipun nilai bersifat abstrak yang tidak dapat diamati melalui panca
indra manusia, tetapi dalam kenyataannya nilai berhubungan dengan tingkah
laku atau berbagai aspek kehidupan manusia dalam prakteknya. Setiap nilai
memiliki nilai dasar yaitu berupa hakikat, esensi, intisari atau makna yang
dalam dari nilai-nilai tersebut. Nilai dasar itu bersifat universal karena
menyangkut kenyataan obyektif dari segala sesuatu. Contohnya : hakikat
Tuhan, manusia, atau mahluk lainnya. Apabila nilai dasar itu berkaitan dengan
22
hakikat Tuhan maka nilai dasar itu bersifat mutlak karena Tuhan adalah kausa
prima (penyebab pertama). Segala sesuatu yang diciptakan berasal dari
kehendak Tuhan. Bila nilai dasar itu berkaitan dengan hakikat manusia maka
nilai-nilai itu harus bersumber pada hakikat kemanusiaan yang dijabarkan
dalam norma hukum yang diistilahkan dengan hak dasar (hak asasi manusia).
Apabila nilai dasar itu berdasarkan kepada hakikat suatu benda ((kuantitas, aksi,
ruang dan waktu) maka nilai dasar itu dapat juga disebut sebagai norma yang
direalisasikan dalam kehidupan yang praksis, namun nilai yang bersumber dari
kebendaan tidak boleh bertentangan dengan nilai dasar yang merupakan
sumber penjabaran norma itu. Nilai dasar yang menjadi sumber etika bagi
bangsa Indonesia adalah nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
b. Nilai Instrumental
Nilai instrumental adalah nilai yang menjadi pedoman pelaksanaan
dari nilai dasar. Nilai dasar belum dapat bermakna sepenuhnya apabila belum
memiliki formulasi serta parameter atau ukuran yang jelas dan konkrit. Apabila
nilai instrumental itu berkaitan dengan tingkah laku manusia dalam kehidupan
sehari-hari maka nilai itu akan menjadi norma moral. Namun jika nilai
instrumental itu berkaitan dengan suatu organisasi atau negara, maka nilai
instrumental itu merupakan suatu arahan, kebijakan, atau strategi yang
bersumber pada nilai dasar sehingga dapat juga dikatakan bahwa nilai
instrumental itu merupakan suatu eksplisitasi dari nilai dasar.
Dalam kehidupan ketatanegaraan Republik Indonesia, nilai-nilai
instrumental dapat ditemukan dalam pasal-pasal undang-undang dasar yang
merupakan penjabaran Pancasila.
c. Nilai Praksis
Nilai praksis merupakan penjabaran lebih lanjut dari nilai instrumental
dalam kehidupan yang lebih nyata dengan demikian nilai praksis merupakan
pelaksanaan secara nyata dari nilai-nilai dasar dan nilai-nilai instrumental. Oleh
karena itu, nilai praksis dijiwai kedua nilai tersebut diatas dan tidak
bertentangan dengannya. Undang-undang organik adalah wujud dari nilai
praksis, dengan kata lain, semua perundang-undangan yang berada di bawah
UUD sampai kepada peraturan pelaksana yang dibuat oleh pemerintah.
6. Hubungan Nilai, Norma dan Moral
Keterkaitan nilai, norma dan moral merupakan suatu kenyataan yang
seharusnya tetap terpelihara di setiap waktu pada hidup dan kehidupan manusia.
23
Keterkaitan itu mutlak digarisbawahi bila seorang individu, masyarakat, bangsa
dan negara menghendaki fondasi yang kuat tumbuh dan berkembang.
Sebagaimana tersebut di atas maka nilai akan berguna menuntun sikap
dan tingkah laku manusia bila dikongkritkan dan diformulakan menjadi lebih
obyektif sehingga memudahkan manusia untuk menjabarkannya dalam aktivitas
sehari-hari. Dalam kaitannya dengan moral maka aktivitas turunan dari nilai
dan norma akan memperoleh integritas dan martabat manusia. Derajat
kepribadian itu amat ditentukan oleh moralitas yang mengawalnya. Sementara
itu, hubungan antara moral dan etika kadang-kadang atau seringkali
disejajarkan arti dan maknanya. Namun demikian, etika dalam pengertiannya
tidak berwenang menentukan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan
seseorang. Wewenang itu dipandang berada di tangan pihak yang memberikan
ajaran moral.
C. PANCASILA SEBAGAI NILAI FUNDAMENTAL BAGI BANGSA
DAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
1.Dasar Filosofis
Pancasila sebagai dasar filsafat negara serta sebagai filsafat hidup
bangsa Indonesia pada hakikatnya merupakan suatu nilai yang bersifat
sistematis. Oleh karena itu sila-sila Pancasila merupakan suatu kesatuan yang
bulat, hirarkhis dan sistematis. Dalam pengertian itu maka Pancasila
merupakan suatu sistem filsafat sehingga kelima silanya memiliki esensi makna
yang utuh.
Dasar pemikiran filosofisnya adalah sebagai berikut : Pancasila sebagai
filsafat bangsa dan negara Republik Indonesia mempunyai makna bahwa dalam
setiap aspek kehidupan kebangsaan, kemasyarakatan serta kenegaraan harus
berdasarkan nilai-nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan
Keadilan. Titik tolaknya pandangan itu adalah negara adalah suatu persekutuan
hidup manusia atau organisasi kemasyarakatan manusia.
Nilai-nilai obyektif Pancasila dapat dijelaskan sebagai berikut :
a.Rumusan dari sila-sila Pancasila itu sendiri sebenarnya, hakikatnya,
maknanya yangterdalam menunjukkan adanya sifat-sifat yang umum,
universal dan abstrak, karena merupakan suatu nilai.
b.Inti dari nilai-nilai Pancasila akan tetap ada sepanjang masa dalam
kehidupan bangsa Indonesia dan mungkin juga pada bangsa lain dalam
24
adat kebiasaan, kebudayaan, kenegaraan maupun dalam kehidupan
keagamaan.
c.Pancasila yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945, menurut ilmu
hukum memenuhi syarat sebagai pokok kaidah negara yang fundamental
sehingga merupakan suatu sumber hukum positif di Indonesia. Oleh
karena itu, dalam hierarkhi tata tertib hukum Indonesia berkedudukan
sebagai tertib hukum tertinggi dan tidak dapat diubah secara hukum
sehingga terlekat pada kelangsungan hidup negara.
Sebaliknya nilai-nilai subyektif Pancasila dapat diartikan bahwa
keberadaannya bergantung dan atau terlekat pada bangsa Indonesia sendiri. Hal
itu dijelaskan sebagai berikut :
a.Nilai-nilai Pancasila timbul dari bangsa Indonesia sehingga bangsa
Indonesia sebagai kausa materialis. Nilai-nilai itu sebagai hasil
pemikiran, penilaian kritik serta hasil refleksi filosofis bangsa
Indonesia.
b. Nilai-nilai Pancasila merupakan filsafat (pandangan hidup) bangsa
Indonesia sehingga merupakan jati diri bangsa, yang diyakini sebagai
sumber nilai atas kebenaran, kebaikan, keadilan dan kebijaksanaan
dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
c. Nilai-nilai Pancasila didalamnya terkandung ketujuh nilai-nilai
kerokhanian yaitu nilai-nilai kebenaran, keadilan, kebaikan,
kebijaksanaan, estetis dan religius yang manifestasinya sesuai dengan
budi nurani bangsa Indonesia karena bersumber pada kepribadian
bangsa.
Nilai-nilai Pancasila tersebut bagi bangsa menjadi landasan, dasar serta
motivasi atas segala perbuatan baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam
kehidupan kenegaraan. Dengan kata lain, bahwa nilai-nilai Pancasila
merupakan das sollen atau cita-cita tentang kebaikan yang harus diwujudkan
menjadi suatu kenyataan atau das sein.
2. Nilai-Nilai Pancasila Sebagai Nilai Fundamental Negara
Nilai-nilai Pancasila bersifat universal yang memperlihatkan nafas
humanisme. Oleh karena itu, Pancasila dapat dengan mudah diterima oleh siapa
saja. Meskipun Pancasila mempunyai nilai universal tetapi tidak begitu saja
dengan mudah diterima oleh semua bangsa. Perbedaannya terletak pada fakta
25
sejarah bahwa nilai Pancasila secara sadar dirangkai dan disahkan menjadi satu
kesatuan yang berfungsi sebagai basis perilaku politik dan sikap moral bangsa.
Dengan kata lain, bahwa Pancasila milik khas bangsa Indonesia dan sekaligus
menjadi identitas bangsa berkat legitimasi moral dan budaya bangsa Indonesia.
Nilai-nilai Pancasila terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 secara
yuridis memiliki kedudukan sebagai pokok kaidah negara yang fundamental.
Adapun Pembukaan UUD 1945 yang didalamnya memuat nilai-nilai Pancasila
mengandung empat pokok pikiran yang merupakan derivasi atau penjabaran
dari nilai-nilai Pancasila itu sendiri.
Pokok pikiran pertama menyatakan bahwa negara Indonesia adalah
negara persatuan, yaitu negara yang melindungi segenap bangsa dan seluruh
tumpah darah Indonesia, mengatasi segala paham golongan maupun
perseorangan. Hal ini merupakan penjabaran sila ketiga.
Pokok pikiran kedua menyatakan bahwa negara hendak mewujudkan
suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam hal ini negara
berkewajiban mewujudkan kesejahteraan umum bagi seluruh rakyat Indonesia,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial. Pokok pikiran ini adalah
penjabaran dari sila kelima.
Pokok pikiran ketiga menyatakan bahwa negara berkedaulatan rakyat,
berdasarkan atas kerakyatan dan permusyawaratan/perwakilan. Pokok pikiran
ini menunjukkan bahwa negara Indonesia demokrasi, yaitu kedaulatan ditangan
rakyat. Hal ini sesuai dengan sila keempat.
Pokok pikiran keempat menyatakan bahwa negara berdasarkan atas
Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
Pokok pikiran ini sebagai penjabaran dari sila pertama dan kedua.
Berdasarkan uraian di atas menunjukkan bahwa Pancasila dan
Pembukaan UUD 1945 dapat dinyatakan sebagai pokok-pokok kaidah negara
yang fundamental, karena di dalamnya terkandung pula konsep-konsep sebagai
berikut.
a. Dasar-dasar pembentukan negara, yaitu tujuan negara, asas politik
negara (negara Indonesia republik dan berkedaulatan rakyat) dan asas
kerohanian negara (Pancasila).
26
b. Ketentuan diadakannya Undang – Undang Dasar 1945, yaitu,
”.....maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia dalam suatu Undang-
Undang Dasar Negara Indonesia.” Hal ini menunjukkan adanya sumber hukum.
Nilai dasar yang fundamental dalam hukum mempunyai hakikat dan
kedudukan yang tetap kuat dan tidak berubah, dalam arti dengan jalan hukum
apa pun tidak mungkin lagi untuk diubah. Berhubung Pembukaan UUD 1945
memuat nilai-nilai dasar yang fundamental, maka Pembukaan UUD 1945 yang
didalamnya terdapat Pancasila tidak dapat diubah secara hukum. Apabila terjadi
perubahan berarti pembubaran Negara Proklamasi 17 Agustus 1945.
Dalam pengertian seperti itulah maka dapat disimpulkan bahwa
Pancasila merupakan dasar yang fundamental bagi negara Indonesia terutama
dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara. Di samping itu, nilai-nilai
Pancasila juga merupakan suatu landasan moral etik dalam kehidupan
kenegaraan. Hal itu ditegaskan dalam pokok pikiran keempat yang
menyatakan bahwa negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa berdasar
atas kemanusiaan yang adil dan beradab. Konsekuensinya dalam
penyelenggaraan kenegaraan antara lain operasional pemerintahan negara,
pembangunan negara, pertahanan-keamanan negara, politik negara serta
pelaksanaan demokrasi negara harus senantiasa berdasarkan pada moral
ketuhanan dan kemanusiaan.
3. Makna Nilai-Nilai Setiap Sila Pancasila
Pancasila sebagai dasar filsafat bangsa dan negara Republik Indonesia
merupakan nilai yang tidak dapat dipisah-pisahkan dengan masing-masing
silanya. Hal ini dikarenakan apabila dilihat satu per satu dari masing-masing
sila, dapat saja ditemukan dalam kehidupan bangsa lain. Makna Pancasila
terletak pada nilai-nilai dari masing-masing sila sebagai satu kesatuan yang
tidak dapat diputarbalikkan letak dan susunannya. Namun demikian, untuk
lebih memahami nilai-nilai yang terkandung dalam masing-masing sila
Pancasila, maka berikut ini kita uraikan :
a. Ketuhanan Yang Maha Esa
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa ini nilai-nilainya meliputi dan
menjiwai keempat sila lainnya. Dalam sila ini terkandung nilai bahwa negara
yang didirikan adalah pengejawantahan tujuan manusia sebagai mahluk Tuhan
Yang Maha esa.
27
Konsekuensi yang muncul kemudian adalah realisasi kemanusiaan
terutama dalam kaitannya dengan hak-hak dasar kemanusiaan (hak asasi
manusia) bahwa setiap warga negara memiliki kebebasan untuk memeluk
agama dan menjalankan ibadah sesuai dengan keimanan dan kepercayaannya
masing-masing. Hal itu telah dijamin dalam Pasal 29 UUD. Di samping itu, di
dalam negara Indonesia tidak boleh ada paham yang meniadakan atau
mengingkari adanya Tuhan (atheisme).
b. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
Kemanusian berasal dari kata manusia yaitu mahluk yang berbudaya
dengan memiliki potensi pikir, rasa, karsa dan cipta. Potensi itu yang
mendudukkan manusia pada tingkatan martabat yang tinggi yang menyadari
nilai-nilai dan norma-norma. Kemanusiaan terutama berarti hakikat dan sifat-
sifat khas manusia sesuai dengan martabat. Adil berarti wajar yaitu sepadan
dan sesuai dengan hak dan kewajiban seseorang. Beradab sinonim dengan
sopan santun, berbudi luhur, dan susila, artinya, sikap hidup, keputusan dan
tindakan harus senantiasa berdasarkan pada nilai-nilai keluhuran budi,
kesopanan, dan kesusilaan. Dengan demikian, sila ini mempunyai makna
kesadaran sikap dan perbuatan yang didasarkan kepada potensi budi nurani
manusia dalam hubungan dengan norma-norma dan kesusilaan umumnya, baik
terhadap diri sendiri, sesama manusia, maupun terhadap alam dan hewan.
Hakikat pengertian diatas sesuai dengan Pembukaan UUD 1945 Alinea
Pertama :”bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa dan
oleh sebab itu, penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai
dengan perikemanusiaan dan perikeadilan ...”. Selanjutnya dapat dilihat
penjabarannnya dalam Batang Tubuh UUD.
c. Persatuan Indonesia
Persatuan berasal dari kata satu artinya tidak terpecah-pecah. Persatuan
mengandung pengertian bersatunya bermacam-macam corak yang beraneka
ragam menjadi satu kebulatan. Persatuan Indonesia dalam sila ketiga ini
mencakup persatuan dalam arti ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan
keamanan. Persatuan Indonesia ialah persatuan bangsa yang mendiami seluruh
wilayah Indonesia. Yang bersatu karena didorong untuk mencapai kehidupan
kebangsaan yang bebas dalam wadah negara yang merdeka dan berdaulat.
28
Persatuan Indonesia merupakan faktor yang dinamis dalam kehidupan bangsa
Indonesia dan bertujuan melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah
indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan
bangsa, serta mewujudkan perdamaian dunia yang abadi.
Persatuan Indonesia adalah perwujudan dari paham kebangsaan
Indonesia yang dijiwai oleh Ketuhanan Yang Maha Esa, serta kemanusiaan
yang adil dan beradab. Oleh karena itu, paham kebangsaan Indonesia tidak
sempit (chauvinistis), tetapi menghargai bangsa lain. Nasionalisme Indonesia
mengatasi paham golongan, suku bangsa serta keturunan. Hal ini sesuai dengan
alinea keempat Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi, ” Kemudian daripada itu
untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia...”. Selanjutnya
dapat dilihat penjabarannya dalam Batang Tubuh UUD 1945.
d. Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksaaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan
Kerakyatan berasal dari kata rakyat yaitu sekelompok manusia yang
berdiam dalam satu wilayah negara tertentu. Dengan sila ini berarti bahwa
bangsa Indonesia menganut sistem demokrasi yang menempatkan rakyat di
posisi tertinggi dalam hirarki kekuasaan.
Hikmat kebijasanaan berarti penggunaan ratio atau pikiran yang sehat
dengan selalu mempertimbangkan persatuan dan kesatuan bangsa, kepentingan
rakyat dan dilaksanakan dengan sadar, jujur dan bertanggung jawab serta
didorong dengan itikad baik sesuai dengan hati nurani. Permusyawaratan adalah
suatu tata cara khas kepribadian Indonesia untuk merumuskan atau
memutuskan sesuatu hal berdasarkan kehendak rakyat sehingga tercapai
keputusan yang bulat dan mufakat. Perwakilan adalah suatu sistem, dalam arti,
tat cara mengusahakan turut sertanya rakyat mengambil bagian dalam
kehidupan bernegara melalui lembaga perwakilan.
Dengan demikian sila ini mempunyai makna bahwa rakyat dalam
melaksanakan tugas kekuasaanya ikut dalam pengambilan keputusan-
keputusan. Sila ini merupakan sendi asas kekeluargaan masyarakat sekaligus
sebagai asas atau prinsip tata pemerintahan Indonesia sebagaimana dinyatakan
dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi :”... maka
disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia, yang berkedaulatan rakyat ...”
29
e. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Keadilan sosial berarti keadilan yang berlaku dalam masyarakat di
segala bidang kehidupan, baik materiil maupun spiritual. Seluruh rakyat
Indonesia berarti untuk setiap orang yang menjadi rakyat Indonesia.
Pengertian itu tidak sama dengan pengertian sosialistis atau
komunalistis karena keadilan sosial pada sila kelima mengandung makna
pentingnya hubungan antara manusia sebagai pribadi dan manusia sebagai
bagian dari masyarakat. Konsekuensinya meliputi :
1. Keadilan distributif yaitu suatu hubungan keadilan antara negara dan
warganya dalam arti pihak negaralah yang wajib memenuhi keadilan
dalam bentuk keadilan membagi, dalam bentuk kesejahteraan, bantuan,
subsidi serta kesempatan dalam hidup bersama yang didasarkan atas hak
dan kewajiaban.
2. Keadilan legal yaitu suatu hubungan keadilan antara warga negara
terhadap negara, dalam masalah ini pihak wargalah yang wajib memenuhi
keadilan dalam bentuk mentaati peraturan perundang-undangan yang
berlaku dalam negara
3. Keadilan komutatif yaitu suatu hubungan keadilan antara warga atau
dengan lainnya secara timbal balik. Dengan demikian, dibutuhkan
keseimbangan dan keselarasan diantara keduanya sehingga tujuan
harmonisasi akan dicapai. Hakikat sila ini dinyatakan dalam Pembukaan
UUD 1945 yaitu :”dan perjuangan kemerdekaan kebangsaan Indonesia ...
Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur”.
30
BAB IV
PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NASIONAL
A. Pengertian Asal Mula PancasilaKemajuan alam pikir manusia sebagai individu maupun kelompok
telah melahirkan persamaan pemikiran dan pemahaman ke arah perbaikan nilai-
nilai hidup manusia itu sendiri. Paham yang mendasar dan konseptual mengenai
cita-cita hidup manusia merupakan hakikat ideologi. Dijadikannya manusia
bersuku-suku dan berbangsa-bangsa di dunia ternyata membawa dampak
kepada ideologi yang berbeda-beda sesuai dengan pemikiran, budaya, adat-
istiadat dan nilai-nilai yang melekat dalam kehidupan masyarakat tersebut.
Indonesia terlahir melalui perjalanan yang sangat panjang mulai dari
masa kerajaan Kutai sampai masa keemasan kerajaan Majapahit serta
munculnya kerajaan-kerajaan Islam. Kemudian mengalami masa penjajahan
Belanda dan Jepang. Kondisi ini telah menimbulkan semangat berbangsa yang
satu, bertanah air satu dan berbahasa satu yaitu Indonesia. Semangat ini
akhirnya menjadi latar belakang para pemimpin yang mewakili atas nama
bangsa Indonesia memandang pentingnya dasar filsafat negara sebagai simbol
nasionalisme.
Oleh karena itu secara musyawarah mufakat berdasarkan moral yang
luhur, antara lain dalam sidang-sidang BPUPKI pertama, Sidang Panitia
Sembilan yang kemudian menghasilkan Piagam Jakarta dan di dalamnya
memuat Pancasila untuk pertama kali, kemudian dibahas lagi dalam sidang
BPUPKI kedua. Setelah kemerdekaan Indonesia sebelum sidang resmi PPKI
Pancasila sebagai calon dasar filsafat negara dibahas serta disempurnakan
kembali dan akhirnya pada tanggal 18 Agustus 1945 disyahkan oleh PPKI
sebagai dasar filsafat negara Republik Indonesia. Kajian pengetahuan proses
terjadinya Pancasila dapat ditinjau dari aspek kausalitasnya dan tinjauan
perspektifnya. Dari aspek kausalitasnya dapat dibedakan menjadi dua yaitu :
aspek asal mula langsung dan aspek asal mula tidak langsung.
1. Asal Mula Langsung
31
a. Asal Mula Bahan atau Kausa Materialis adalah bahwa Pancasila bersumber
dari nilai-nilai adat istiadat, budaya dan nilai religius yang ada dalam
kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia.
b. Asal Mula Bentuk atau Kausa Formalis adalah kaitan asal mula bentuk,
rumusan dan nama Pancasila sebagaimana tertuang dalam pembukaan
UUD 1945 yang merupakan pemikiran Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta dan
para anggota BPUPKI.
c. Asal Mula Karya atau Kausa Effisien adalah penetapan Pancasila sebagai
calon dasar negara menjadi dasar negara yang sah oleh PPKI.
d. Asal Mula Tujuan atau Kausa Finalis adalah tujuan yang diinginkan
BPUPKI, PPKI termasuk di dalamnya Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta
dari rumusan Pancasila sebelum disahkan oleh PPKI menjadi Dasar Negara
yang sah.
2. Asal Mula Tak Langsung
Jauh sebelum proklamasi kemerdekaan, masyarakat Indonesia telah
hidup dalam tatanan kehidupan yang penuh dengan :
a. Nilai-nilai Ketuhanan, Nilai Kemanusiaan, Nilai Persatuan, Nilai
Kerakyatan dan Nilai Keadilan.
b. Nilai-nilai tersebut merupakan nilai-nilai yang memaknai adat istiadat,
kebudayaan serta nilai religius dalam kehidupan sehari-hari bangsa
Indonesia.
c. Oleh karena itu secara tidak langsung Pancasila merupakan penjelmaan
atau perwujudan Bangsa Indonesia itu sendiri karena apa yang terkandung
dalam Pancasila merupakan kepribadian dan pandangan hidup bangsa
Indonesia seperti yang dilukiskan oleh Ir. Soekarno dalam tulisannya
“Pancasila adalah lima mutiara galian dari ribuan tahun sap-sapnya sejarah
bangsa sendiri”.
3. Bangsa Indonesia Ber-Pancasila dalam Tri Prakara
Dengan nilai adat-istiadat, nilai budaya dan nilai religius yang telah
digali dan diwujudkan dalam rumusan Pancasila yang kemudian disahkan
sebagai dasar negara tersebut pada hakikatnya telah menjadikan bangsa
Indonesia ber-Pancasila dalam tiga prakara atau tiga asas :
a. Asas Kebudayaan
32
Secara yuridis Pancasila telah dimiliki oleh bangsa Indonesia dalam hal
adat- istiadat dan kebudayaan.
b. Asas Religius
Toleransi beragama yang didasarkan pada nilai-nilai religius telah
mengakar kuat dalam sehari-hari kehidupan masyarakat Indonesia.
c. Asas Kenegaraan
Karena Pancasila merupakan Jati Diri bangsa dan disahkan menjadi Dasar
Negara maka secara langsung Pancasila sebagai asas kenegaraan.
B. Kedudukan dan Fungsi PancasilaPancasila adalah lima nilai dasar luhur yang ada dan berkembang
bersama bangsa Indonesia sekaligus penggerak perjuangan bangsa pada masa
kolonialisme. Hal ini sekaligus menjadi warna dan sikap serta pandangan hidup
bangsa Indonesia hingga secara formal pada tanggal 18 Agustus 1945
sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 disahkan menjadi Dasar
Negara Republik Indonesia.
1. Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa
Pandangan hidup terdiri atas kesatuan rangkaian nilai-nilai luhur
merupakan suatu wawasan yang menyeluruh terhadap kehidupan itu sendiri.
Dan pandangan hidup ini berfungsi sebagai :
A. Kerangka acuan baik untuk menata kehidupan diri pribadi maupun dalam interaksi antar manusia dalam masyarakat serta alam sekitarnya.
B. Penuntun dan penunjuk arah bagi bangsa Indonesia dalam semua kegiatan dan aktivitas hidup serta kehidupan disegala bidang.
Oleh karena itu dalam menempatkan Pancasila sebagai pandangan
hidupnya maka masyarakat Indonesia yang ber-Pancasila selalu
mengembangkan potensi kemanusiaannya sebagai makhluk individu dan
makhluk sosial dalam rangka mewujudkan kehidupan bersama menuju satu
pandangan hidup bangsa dan satu pandangan hidup Negara yaitu Pancasila.
2. Pancasila Sebagai Dasar Negara Republik Indonesia
Pancasila sebagai dasar negara memberikan arti bahwa segala sesuatu
yang berhubungan dengan kehidupan ketatanegaraan Republik Indonesia harus
berdasarkan Pancasila. Juga berarti bahwa semua peraturan yang berlaku di
negara Republik Indonesia harus bersumber pada Pancasila. Atau dengan kata
33
lain, Pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum. Oleh karena itu semua
tindakan kekuasaan atau kekuatan dalam masyarakat harus berdasarkan
peraturan hukum. Dan hukum pulalah yang berlaku sebagai norma di dalam
negara. Sehingga negara Indonesia harus dibangun menjadi sebuah negara
hukum.
Sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sebagai sumber tertib
hukum maka Pancasila tercantum dalam ketentuan tertinggi yaitu Pembukaan
UUD 1945, kemudian dijabarkan lebih lanjut dalam pokok-pokok pikiran yang
meliputi suasana kebatinan dari UUD 1945, serta hukum positip lainnya.
Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dapat dirinci sebagai berikut
:
Pancasila sebagai dasar negara adalah merupakan sumber dari segala sumber
hukum (sumber tertib hukum) Indonesia.
Pancasila merupakan asas kerohanian tertib hukum Indonesia yang dalam
Pembukaan UUD 1945 dijabarkan dalam empat pokok pikiran.
Mewujudkan cita-cita hukum bagi hukum dasar negara baik hukum dasar
tertulis maupun tidak tertulis.
Pancasila mengandung norma yang mengharuskan UUD mengandung isi yang
mewajibkan pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara termasuk para
penyelenggara partai dan golongan fungsional memegang teguh cita-cita
moral rakyat yang luhur.
Pancasila merupakan sumber semangat bagi UUD 1945, Penelenggara Negara,
Pelaksana Pemerintah termasuk penyelenggara partai dan golongan
fungsional.
3. Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa dan Negara Indonesia
A. Pengertian IdeologiBerdasarkan etimologinya, Ideologi berasal dari bahasa Yunani yang
terdiri dari dua kata yaitu Idea berarti raut muka, perawakan, gagasan dan buah
pikiran dan Logia berarti ajaran. Dengan demikian ideologi adalah ajaran atau
ilmu tentang gagasan dan buah pikiran atau science des ideas.
Pengertian Ideologi secara umum adalah suatu kumpulan gagasan, ide,
keyakinan serta kepercayaan yang bersifat sistematis yang mengarahkan
tingkah laku seseorang dalam berbagai bidang kehidupan seperti:
1. Bidang politik, termasuk bidang hukum, pertahanan dan
keamanaan.
34
2. Bidang sosial
3. Bidang kebudayaan
4. Bidang keagamaan
Maka ideologi negara dalam arti cita-cita negara atau cita-cita yang
menjadi basis bagi suatu teori atau sistem kenegaraan untuk seluruh rakyat dan
bangsa yang bersangkutan pada hakekatnya merupakan asas kerohanian yang
antara lain memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
Mempunyai derajat yang tinggi sebagai nilai hidup kebangsaan dan kenegaraan
Oleh karena itu mewujudkan suatu asas kerohaniaan, pandangan dunia,
pandangan hidup, pedoman hidup, pegangan hidup yang dipelihara,
dikembangkan, diamalkan, dilestarisakan kepada generasi berikutnya,
diperjuangkan dan dipertahankan dengan kesediaan berkorban.
35
B. Ideologi Terbuka dan Ideologi Tertutup
Ideologi
Aspek
Terbuka Tertutup
Ciri khas
Hubungan Rakyat dan
Penguasa
-Nilai-nilai dan cita-cita digali dari
kekayaan adat istiadat, budaya dan
religius masyarakatnya.
-Menerima reformasi
-Penguasa bertanggung jawab pada
masyarakat sebagai pengemban
amanah rakyat
-Nilai-nilai dan cita-cita
dihasilkan dari pemikiran
individu atau kelompok
yang berkuasa dan
masyarakat berkorban demi
ideologinya.
-Menolak reformasi
-Masyarakat harus taat
kepada ideologi elite
penguasa.
-Totaliter
C. Ideologi Partikular dan Ideologi KomprehensifMenurut Karl Manheim yang beraliran Mark secara sosiologis ideologi
dibedakan menjadi dua yaitu ideologi yang bersifat Partikular dan ideologi yang
bersifat Komprehensif.
Ideologi
Aspek
Partikular Komprehensif
Ciri khas
Hubungan Rakyat dan
-Nilai-nilai dan Cita-cita
merupakan suatu keyakin an-
keyakinan yang tersu sun
secara sistematis dan terkait
erat dengan kepen tingan kelas
sosial tertentu.
-Negara Komunis membela
-Mengakomodasi nilai-
nilai dan cita-cita yang
bersifat menyeluruh tanpa
berpihak pada golongan
tertentu atau melakukan
transformasi so sial secara
36
Penguasa kaum proletar.
-Negara liberal membela
kebebasan individu.
besar-besaran me nuju
bentuk tertentu.
-Negara mengakomodasi
berbagai idealisme yang
berkembang dalam masya rakat
yang bersifat majemuk seperti
Indonesia dengan Ideologi
Pancasila.
Menurut Alfian kekuatan ideologi tergantung pada kualitas tiga dimensi
yang ada pada ideologi tersebut yaitu :
Dimensi realita, yaitu bahwa nilai-nilai dasar yang terkandung di dalam
ideologi tersebut secara riil hidup di dalam serta bersumber dari budaya dan
pengalaman sejarah masyarakat atau bangsanya.
Dimensi idealisme, yaitu bahwa nilai-nilai dasar ideologi tersebut
mengandung idealisme yang memberi harapan tentang masa depan yang lebih
baik melalui pengalaman dalam praktik kehidupan bersama sehari-hari.
Dimensi fleksibilitas/dimensi pengembangan, yaitu ideologi tersebut
memiliki keluwesan yang memungkinkan dan merangsang pengembangan
pemikiran-pemikiran baru yang relevan dengan ideologi bersangkutan tanpa
menghilangkan atau mengingkari jati diri yang terkandung dalam nilai-nilai
dasarnya.
Dengan demikian Pancasila memenuhi ketiga syarat tersebut sehingga
ideologi Pancasila senantiasa hidup, tahan uji dan fleksibel terhadap perubahan
jaman dari masa ke masa.
Karena nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila merupakan nilai-
nilai yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat dan bangsa Indonesia
sebagai Pandangan hidup dan kepribadiannya maka menempatkan Pancasila
sebagai ideologi bangsa sekaligus sebagai ideologi negara. Pancasila sebagai
ideologi negara memiliki makna :
Mempunyai derajat yang tinggi sebagai nilai hidup kebangsaan dan
kenegaraan.
Mewujudkan satu azas kerohanian pandangan dunia, pandangan hidup yang
harus dipelihara, dikembangkan, diamalkan, dilestarikan kepada generasi
37
penerus bangsa, diperjuangkan dan dipertahankan dengan semangat
nasionalisme.
Dalam proses Reformasi, MPR melalui sidang istimewa tahun 1998,
kembali menegaskan kedudukan Pancasila sebagai dasar Negara Republik
Indonesia yang tertuang dalam TAP MPR No. XVIII/MPR/1998. Oleh karena
itu segala agenda dalam proses reformasi, yang meliputi rakyat (Sila keempat)
juga harus mendasarkan pada nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Reformasi tidak mungkin menyimpang dari nilai Ketuhanan, Kemanusiaan,
Persatuan , Kerakyatan dan Keadilan
Pancasila sebagai suatu ideologi tidak bersifat kaku dan tertutup,
namun bersifat reformatif, dinamis dan terbuka. Hal ini dimaksudkan bahwa
ideologi Pancasila adalah bersifat aktual, dinamis, antisipatif dan senantiasa
mampu menyesuaikan dengan perkembangan jaman, ilmu pengetahuan dan
teknologi serta dinamika perkembangan aspirasi masyarakat. Keterbukaan
ideologi Pancasila bukan berarti mengubah nilai-nilai dasar yang terkandung di
dalamnya, namun mengeksplisitkan wawasannya secara lebih konkrit, sehingga
memiliki kemampuan yang reformatif untuk memecahkan masalah-masalah
aktual yang selalu berkembang.
Perbandingan Ideologi Pancasila Dengan Ideologi Lain
Ideologi erat sekali hubungannya dengan filsafat. Karena filsafat
merupakan dasar dari gagasan yang berupa ideologi. Filsafat memberikan dasar
renungan atas ideologi itu sehingga dapat dijelmakan menjadi suatu gagasan
untuk pedoman bertindak. Dari sudut etimologinya, filsafat berasal dari bahasa
Yunani yang terdiri dua buah kata, yaitu Filos berarti cinta dan Sophia berarti
kebenaran atau kebijaksanaan. Jadi filsafat berarti cinta akan kebenaran atau
kebijaksanaan. Arti kata inilah yang kemudian dirangkumkan menjadi suatu
makna bahwa filsafat adalah suatu renungan atau pemikiran yang sedalam-
dalamnya untuk mencari kebenaran.
Karena filsafat itu tersusun dalam suatu keseluruhan, kebulatan dan
sistematis, maka pemikiran filsafat harus berdasarkan kejujuran dalam
penemuan hakikat dari suatu obyek yang menjadi titik sentral pemikiran.
Di sini jelas bahwa hubungan ideologi dan filsafat itu sukar dipisahkan.
Ideologi berdiri berdasarkan landasan tertentu yaitu filsafat. Dan masalah
ideologi adalah masalah pilihan. Ketepatannya tergantung kepada jiwa bangsa
38
itu sendiri. Ideologi yang dianggapnya benar dan sesuai dengan jiwa bangsa,
apa lagi yang telah terbukti tetap dapat bertahan dari segala godaan dan cobaan
dari ideologi lain melalui gerakan-gerakan atau pemberontakan akan
memperkuat keyakinan pentingnya mempertahankan ideologi.
Kemudian permasalahannya adalah bagaimana implementasi ideologi
tersebut dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam kerangka ini,
ideologi itu tidak saja sesuai dengan filsafat yang mendasarinya, tetapi juga
harus sesuai dengan kepribadiaannya. Individu atau masyarakat akan selalu
mengukur sesuatu dari kepribadiannya sebab eksistensi dirinya adalah
eksistensi pribadinya.
Ideologi Pancasila
Ideologi Pancasila mendasarkan pada hakikat sifat kodrat manusia
sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Oleh karena itu dalam ideologi
Pancasila mengakui atas kebebasan hak-hak masyarakat. Selain itu bahwa
manusia menurut Pancasila memiliki kodrat sebagai makhluk pribadi dan
sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa. Sehingga nilai-nilai Ketuhanan
senantiasa menjiwai kehidupan manusia dalam hidup negara dan masyarakat.
Kebebasan manusia dalam rangka demokrasi tidak melampaui hakikat nilai-
nilai Ketuhanan, bahkan nilai Ketuhanan terjelma dalam bentuk moral dalam
ekspresi kebebasan manusia.
Berdasarkan sifatnya ideologi Pancasila bersifat terbuka yang berarti
senantiasa mengantisifasi perkembangan aspirasi rakyat sebagai pendukung
ideologi serta menyesuaikan dengan perkembangan jaman. Ideologi Pancasila
senantiasa merupakan wahana bagi tercapainya tujuan bangsa.
Negara Pancasila
Manusia dalam merealisasikan dan meningkatkan harkat dan
martabatnya tidak mungkin dapat memenuhinya sendiri, oleh karena itu
manusia sebagai makhluk sosial senantiasa membutuhkan orang lain dalam
hidupnya. Dalam pengertian inilah manusia membentuk suatu persekutuan
hidup yang disebut negara. Namun demikian dalam kenyataannya sifat-sifat
negara satu dengan lainnya memiliki perbedaan dan hal ini sangat ditentukan
oleh pemahaman ontologis hakikat manusia sebagai pendukung pokok negara,
sekaligus sebagai tujuan adanya suatu negara.
39
Bangsa Indonesia dalam panggung sejarah berdirinya negara di dunia
memiliki suatu ciri khas yaitu dengan mengangkat nilai-nilai yang telah
dimilikinya sebelum membentuk suatu negara modern. Nilai-nilai tersebut
adalah berupa nilai-nilai adat-istiadat kebudayaan, serta nilai religius yang
kemudian dikristalisasikan menjadi suatu sistem nilai yang disebut Pancasila.
Dalam upayanya untuk membentuk suatu persekutuan hidup yang disebut
negara, maka bangsa Indonesia mendasarkan pada suatu pandangan hidup yang
telah dimilikinya yaitu Pancasila.
Berdasarkan ciri khas serta proses dalam rangka membentuk suatu
negara, maka bangsa Indonesia mendirikan suatu negara yang memiliki suatu
karakteristik, ciri khas dengan keanekaragaman, sifat dan karakternya, maka
bangsa Indonesia mendirikan suatu negara yang mendasarkan Filsafat
Pancasila, yaitu suatu Negara Persatuan, suatu Negara Kebangsaan serta suatu
negara yang bersifat Integralistik. Hakikat serta pengertian sifat-sifat Negara
tersebut adalah sebagai berikut :
1. Paham Negara Persatuan
Hamparan pulau yang tersebar dari Sabang hingga Merauke, dengan
kekayaan adat istiadat, bahasa, budaya dan nilai religiusnya namun secara
keseluruhan merupakan satu kesatuan, maka Negara Indonesia adalah Negara
Persatuan sebagaimana termuat dalam Pembukaan UUD 1945, Negara
Persatuan Republik yang berkedaulatan rakyat.
Aliran Persatuan Indonesia mempunyai pengertian negara yang
mengatasi segala paham golongan dan paham perseorangan. Jadi pemahaman
Negara Persatuan dapat dirinci sebagai berikut :
a. Bukan negara yang berdasarkan individualisme sebagaimana diterapkan di
negara Liberal dimana negara hanya merupakan suatu ikatan individu saja.
b. Bukan negara yang berdasarkan Klass atau Klass Staat yang hanya
mendasarkan pada satu golongan saja.
c. Negara Persatuan adalah negara yang melindungi seluruh warganya yang
terdiri atas berbagai macam golongan dan paham yang berbeda-beda di
dalamnya, namun walaupun berbeda-beda tetapi tetap satu sebagaimana
disimpulkan dalam PP. No. 66 tahun 1951 dan diundangkan tanggal 28
Nopember 1951 dan termuat dalam Lembaran Negara No. II Tahun 1951
yaitu dengan lambang Negara dan Bangsa yaitu Burung Garuda Pancasila
dengan seloka Bhinneka Tunggal Ika.
40
Hakikat Bhinneka Tunggal Ika menurut Notonegoro:
Perbedaan itu adalah merupakan suatu bawaan kodrat manusia sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa, namun perbedaan itu bukannya untuk dipertentangkan dan diperuncingkan melainkan perbedaan itu untuk dipersatukan disintesakan dalam suatu sintesa yang positif dalam suatu negara kebersamaan, Negara Persatuan Indonesia.
Paham Negara Kebangsaan
Menurut Muhammad Yamin bangsa Indonesia dalam merintis
terbentuknya suatu bangsa dalam politik Internasional adalah menempatkan diri
sebagai bangsa yang modern yang memiliki kemerdekaan dan kebebasan
dengan melalui tiga fase yaitu :
a. Jaman kerajaan Sriwijaya
b. Jaman negara kebangsaan Majapahit
c. Negara kebangsaan Indonesia Modern menurut susunan
kekeluargaan berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa serta
Kemanusiaan yang hingga sekarang menjadi Negara
Proklamasi 17 Agustus 1945.
Manusia membentuk suatu bangsa karena untuk memenuhi hak
kodratnya yaitu sebagai individu dan makhluk sosial, oleh karena itu deklarasi
Bangsa Indonesia tidak mendasarkan pada deklarasi kemerdekaan individu
tetapi sebuah deklarasi yang menyatakan tuntutan hak kodrat manusia sebagai
makhluk individu dan makhluk sosial.
Dalam tumbuh dan kembangnya suatu bangsa terdapat berbagai macam
teori besar yang merupakan bahan komparasi bagi para pendiri Negara
Indonesia untuk mewujudkan suatu bangsa yang memiliki sifat dan karakter
tersendiri. Teori kebangsaan itu adalah sebagai berikut :
a. Teori Hans Kohn
Bangsa terbentuk karena persamaan bahasa, ras, agama, peradapan,
wilayah, negara dan kewarganegaraan. Suatu bangsa tumbuh dan berkembang
dari anasir-anasir serta akar-akar yang terbentuk melalui proses sejarah. Namun
teori kebangsaan yang didasarkan pada ras, bahasa serta unsur lain yang bersifat
primordial tidak mendapatkan tempat dikalangan bangsa-bangsa di dunia.
b. Teori Kebangsaan Ernest Renan
Menurut Renan dalam kajian ilmiah tentang bangsa berdasarkan
psikologis etnis pokok-pokok pikiran tentang bangsa adalah sebagai berikut :
41
1. Bangsa adalah suatu jiwa, suatu azas kerohanian.
2. Bangsa adalah suatu solidaritas yang besar.
3. Bangsa adalah suatu hasil sejarah.
Oleh karena sejarah berkembang terus maka kemudian menurut Renan
bahwa Bangsa bukan sesuatu yang abadi dan wilayah serta ras bukan suatu
penyebab timbulnya bangsa. Wilayah hanya memberikan ruang hidup bangsa,
sedangkan manusia membentuk jiwanya.
Pada akhirnya Renan menyimpulkan bahwa Bangsa adalah suatu jiwa,
suatu asas kerohanian dan menurut Renan ada beberapa faktor yang membentuk
jiwa bangsa yaitu : Kejayaan dan kemuliaan di masa lampau serta penderitaan-
penderitaan bersama yang mengakibatkan pembentukan modal sosial,
persetujuan bersama untuk hidup bersama dan berani untuk memberikan
pengorbanan.
c. Teori Geopolitik oleh Frederich Ratzel
Suatu teori kebangsaan yang menghubungkan antara wilayah geografi
dengan bangsa yang dikembangkan oleh Frederich Ratzel. Menurutnya negara
merupakan suatu organisme yang hidup. Agar bangsa itu hidup subur dan kuat
maka memerlukan suatu ruangan untuk hidup. Negara-negara besar menurutnya
memiliki semangat ekspansi, militerisme serta optimisme. Teori ini di Jerman
mendapat sambutan hangat, namun sisi negatipnya menimbulkan semangat
kebangsaan yang chauvinistis.
d. Negara Kebangsaan Pancasila
Kebhinekaan adat-istiadat, budaya, bahasa dan nilai religius
merupakan kekayaan yang dimiliki bangsa Indonesia, namun hal itu tidak
mengakhibatkan suatu perbedaan yang harus dipertentangkan, Akan tetapi
keadaan yang beraneka ragam ini merupakan suatu daya penarik kearah suatu
kerjasama persatuan dan kesatuan dalam suatu sintesa dan resultan, sehingga
keanekaragaman itu justru terwujud dalam suatu kerjasama yang luhur.
Sintesa persatuan dan kesatuan tersebut kemudian dituangkan dalam
suatu asas kerohanian yang merupakan suatu kepribadian serta jiwa bersama
yaitu Pancasila. Oleh karena itu prinsip-prinsip nasionalisme Indonesia yang
berdasarkan Pancasila adalah bersifat Majemuk Tunggal. Adapun yang
membentuk nasionalisme bangsa Indonesia adalah sebagai berikut : kesatuan
sejarah, kesatuan nasib, kesatuan kebudayaan, kesatuan wilayah dan kesatuan
asas kerohanian.
42
Paham Negara IntegralistikMelalui sidang BPUPKI tanggal 31 Mei 1945, Supomo mengusulkan
paham Integralistik yang menurutnya paham ini berakar pada keanekaragaman
budaya bangsa namun hal itu justru mempersatukan dalam suatu kesatuan
integral yang disebut Negara Indonesia.
Paham integralistik yang terkandung dalam Pancasila meletakkan asas
kebersamaan hidup, mendambakan keselarasan dalam hubungan antar individu
maupun masyarakat. Dalam pengertian ini paham negara integralistik tidak
memihak kepada yang kuat, tidak mengenal dominasi mayoritas dan juga tidak
mengenal tirani minoritas. Maka di dalamnya terkandung nilai kebersamaan,
kekeluargaan, ke “binneka tunggal ika” an, nilai religiusitas serta selaras. Bila
dirinci maka paham Negara Integralistik memiliki pandangan sebagai berikut :
a. Negara merupakan suatu susunan masyarakat yang integral.
b. Semua golongan bagian, bagian dan anggotanya berhubungan erat satu
dengan lainnya.
c. Semua golongan, bagian dan anggotanya merupakan persatuan masyarakat
yang organis.
d. Yang terpenting dalam kehidupan bersama adalah perhimpunan bangsa
seluruhnya.
e. Negara tidak memihak kepada sesuatu golongan atau perseorangan.
f. Negara tidak menganggap kepentingan seseorang sebagai pusat.
g. Negara tidak hanya untuk menjamin kepentingan seseorang atau golongan
saja.
h. Negara menjamin kepentingan masyarakat seluruhnya sebagai suatu
kesatuan integral.
i. Negara menjamin keselamatan hidup bangsa seluruhnya sebagai suatu
kesatuan yang tak dapat dipisahkan.
Negara Pancasila adalah Negara Kebangsaan yang Berketuhanan Yang
Maha Esa
Sesuai dengan makna negara kebangsaan Indonesia yang berdasarkan
Pancasila adalah kesatuan integral dalam kehidupan bangsa dan negara, maka
memiliki sifat kebersamaan, kekeluargaan serta religiusitas. Dalam pengertian
inilah maka Negara Pancasila pada hakikatnya adalah negara kebangsaan yang
Berketuhanan Yang Maha Esa.
43
Rumusan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagaimana terdapat dalam
Pembukaan UUD 1945, telah memberikan sifat yang khas kepada Negara
Kebangsaan Indonesia, yaitu bukan merupakan negara sekuler yang
memisahkan antara agama dengan negara demikian juga bukan merupakan
negara agama yaitu negara yang mendasarkan atas agama tertentu.
Negara tidak memaksa dan tidak memaksakan agama karena agama
adalah merupakan suatu keyakinan bathin yang tercermin dalam hati sanubari
dan tidak dapat dipaksakan. Kebebasan beragama dan kebebasan agama adalah
merupakan hak asasi manusia yang paling mutlak, karena langsung bersumber
pada martabat manusia yang berkedudukan sebagai makhluk pribadi dan
makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu agama bukan
pemberian negara atau golongan tetapi hak beragama dan kebebasan beragama
merupakan pilihan pribadi manusia dan tanggung jawab pribadinya.
Hubungan negara dengan agama menurut Negara Pancasila adalah
sebagai berikut :
a. Negara adalah berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
b. Bangsa Indonesia adalah sebagai bangsa yang Berketuhanan Yang Maha
Esa.
c. Tidak ada tempat bagi Atheisme dan Sekulerisme karena hakikatnya
manusia berkedudukan kodrat sebagai makhluk Tuhan.
d. Tidak ada tempat pertentangan agama, golongan agama, antar dan inter
pemeluk agama serta antar pemeluk agama.
e. Tidak ada tempat bagi pemaksaan agama karena ketaqwaan itu bukan hasil
paksaan bagi siapapun juga.
f. Oleh karena itu harus memberikan toleransi terhadap orang lain dalam
menjalankan agama dan negara.
g. Segala aspek dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara harus sesuai
dengan nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa terutama norma-norma
hukum positip maupun norma moral baik moral negara maupun moral para
penyelenggara negara.
h. Negara pada hakikatnya adalah merupakan “ . . . . .berkat Rahmat Allah
Yang Maha Esa.
Menurut paham Theokrasi hubungan negara dengan agama merupakan
hubungan yang tidak dapat dipisahkan karena negara menyatu dengan agama
44
dan pemerintahan dijalankan berdasarkan firman-firman Tuhan. Dengan
demikian agama menguasai masyarakat politis..
Dalam praktik kenegaraan, terdapat dua macam pengertian negara
Theokrasi yaitu Theokrasi Langsung dan Negara Theokrasi Tidak Langsung.
a.Theokrasi Langsung
Dalam sistem negara theokrasi langsung kekuasaan adalah langsung
merupakan otoritas Tuhan. Adanya negara di dunia ini adalah atas kehendak
Tuhan dan yang memerintah adalah Tuhan. Dalam sejarah Perang Dunia II,
rakyat Jepang rela mati berperang demi Kaisarnya, karena menurut
kepercayaannya Kaisar adalah sebagai anak Tuhan. Negara Tibet dimana
pernah terjadi perebutan kekuasaan antara Pancen Lama dan Dalai Lama adalah
sebagai penjelmaan otoritas Tuhan dalam negara dunia.
b. Theokrasi Tidak Langsung
Negara Theokrasi tidak langsung bukan Tuhan sendiri yang
memerintah dalam negara, melainkan kepala negara atau raja, yang memiliki
otoritas atas nama Tuhan. Kepala Negara atau Raja memerintah atas kehendak
Tuhan, sehingga kekuasaan dalam negara merupakan suatu karunia dari Tuhan.
Dari uraian tersebut jelaslah bahwa Negara Pancasila adalah negara
yang melindungi seluruh agama di seluruh wilayah tumpah darah. Sebagaimana
tersebut dalam Pasal 29 ayat (2) memberikan kebebasan kepada seluruh warga
negara untuk memeluk agama dan menjalankan ibadah sesuai dengan
keimanan dan ketakwaan masing-masing. Negara kebangsaan yang
berketuhanan yang Maha Esa adalah negara yang merupakan penjelmaan dari
hakikat kodrat manusia sebagai individu makhluk, sosial dan manusia adalah
pribadi dan makhluk Tuhan yang Maha Esa.
45
Perbandingan Ideologi Pancasila Dengan Ideologi Lain
IDEOLOGI
ASPEK
AGAMA LIBERALISME KOMUNISME SOSIALISME FASISME PANCASILA
POLITIK HUKUM - Teokrasi
- Kitab suci seba gai dasar hukum
-Pemaksaan aga ma
penguasa ter hadap
individu
- Demokrasi liberal
- Hukum untuk me
lindungi individu
-Dalam politik me
mentingkan indi
vidu
- Demokrasi rakyat
- Berkuasa mutlak
satu parpol
- Hukum untuk me
langgengkan ko
munis
- Demokrasi untuk
kolektivitas
-Diutamakan ke
bersamaan
-Masyarakat sama
dengan negara
- Tidak setuju de
ngan demokrasi
- Kekuasaan ada
ditangan pemim
pin yang dijalan
kan dengan ke
kerasan
- Hukum untuk me
lindungi pemimpin
-Demokrasi Panca
sila
-Hukum untuk
menjunjung tinggi
keadilan dan ke
beradaan indi vidu
dan masya rakat
EKONOMI - Tergantung pada
pertanian / per
dagangan yang
ditentukan oleh
alam dan keadaan
alam ditentukan
oleh Tuhan
-Peran negara kecil
-Swasta mendo
minasi
- Kapitalisme
- Monopolisme
-Persaingan bebas
- Peran negara
dominan
- Demi kolektivitas
berarti demi negara
- Monopoli negara
-Peran negara ada
untuk pemerataan
-Keadilan distribu tif
yang diutama kan
- Peran negara ke cil
- Kapitalisme
- Monopolisme
-Peran negara ada
untuk tidak tidak
terjadi monopoli
dll yang merugi
kan rakyat
46
IDEOLOGI
ASPEK
AGAMA LIBERALISME KOMUNISME SOSIALISME FASISME PANCASILA
AGAMA - Setiap individu
harus beragama
dan menjalan kan
ibadah aga ma
kepada Tuhan
nya kare na
Tuhan ada lah
tempat ber
gantungnya se
mua makhluk.
- Agama urusan
pribadi
- Bebas beragama
*Bebas memilih
agama
*Bebas tidak
beragama
- Agama candu
masyarakat
- Agama harus di
jauhkan dari
masyarakat
- Atheis
- Agama harus
mendorong
berkembangnya
kebersamaan
- Diutamakan
kebersamaan
-Masyarakat sama
dengan negara
- Agama candu
masyarakat
- Agama harus di
jauhkan dari ma
syarakat
- Atheis
- Bebas memilih
salah satu agama
- Agama harus
menjiwai dalam
kehidupan ber-
masyarakat, ber-
bangsa dan ber-
negara
PANDANGAN
TERHADAP INDIVIDU
DAN MASYARAKAT
- Kemuliaan indi
vidu dan masya
rakat dinilai dari
tingkat keimanan
nya dimata Tuhan
sebagai mana yang
di amanahkan lewat
Kitab-Nya.
- Individu lebih pen
ting dari pada
masyarakat
-Masyarakat diab
dikan bagi indi
vidu
- Individu tidak
penting
- Masyarakat tidak
penting
- Kolektivitas yang
dibentuk negara
lebih penting
- Masyarakat lebih
penting dari pa da
individu
- Individu tidak
penting
- masyarakat tidak
penting
- Sosial budaya di
tentukan oleh pro
paganda pengu
asa sehingga da
ya kritis masya
rakat menjadi
mundur
- Individu diakui
keberadaannya
-hubungan indivi du
dan masyara kat
dilandasi 3 S
(selaras, serasi,
seimbang)
- Masyarakat ada
karena ada indi
vidu
-Individu akan pu
nya arti apabila
hidup di tengah
47
masyarakat
IDEOLOGI
ASPEK
AGAMA LIBERALISME KOMUNISME SOSIALISME FASISME PANCASILA
CIRI KHAS - Negara berdasar
Kitab Suci
-Hukum bersum ber
pada Kitab Suci
- Pemimpin agama
memiliki peran
besar dalam ne
gara sebagai pe
mimpin agama
atau bahkan se
bagai pemimpin
politik seperti di
masa kekhalifah an
di Timur Tengah.
- Penghargaan
atas HAM
- Demokrasi
- Negara hukum
- Menolak dogma tis
- Reaksi terhadap
absolutisme
- Atheisme
- Dogmatis
- Otoriter
- Ingkar HAM
- Reaksi terhadap
liberalisme dan
kapitalisme
- Kebersamaan
- Akomodasi
- Jalan tengah
- Rasialisme
- Diktator
- Totaliterisme
- Imperialisme
- Bebas memilih
salah satu aga ma
- Agama harus
menjiwai dalam
kehidupan ber-
masyarakat, ber-
bangsa dan ber-
negara
48
BAB V
PANCASILA DALAM KONTEKS
SEJARAH PERJUANGAN BANGSA INDONESIA
A. Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia
Pancasila yang disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 merupakan dasar filsafat negara Republik Indonesia, menurut M. Yamin bahwa berdirinya negara kebangsaan Indonesia tidak dapat dipisahkan dengan kerajaan-kerajaan yang ada, seperti kerajaan Kutai, Sriwijaya, Majapahit, sampai datangnya bangsa-bangsa lain ke Indonesia untuk menjajah dan menguasai beratus-ratus tahun lamanya.
Kerajaan Kutai memberikan andil terhadap nilai-nilai Pancasila seperti nilai-nilai sosial politik dalam bentuk kerajaan dan nilai Ketuhanan dalam bentuk kenduri, sedekah pada brahmana. Kerajaan Sriwijaya merupakan kerajaan maritim yang mengandalkan kekuatan laut, juga mengembangkan bidang pendidikan terbukti Sriwijaya memiliki semacam universitas agama Budha yang sangat terkenal di Asia. Masa kejayaan kerajaan Majapahit pada waktu rajanya Hayam Wuruk dan patihnya Gajah Mada, hidup dan berkembang dua agama yaitu Hindu dan Budha. Majapahit melahirkan beberapa empu seperti empu Prapanca yang menulis buku Negara Kertagama (1365) yang didalamnya terdapat istilah “Pancasila”, sedangkan empu Tantular mengarang buku Sutasoma yang didalamnya tercantum seloka persatuan nasional “Bhinneka Tunggal Ika” yang artinya walaupun berbeda namun satu jua. Pada tahun 1331 Mahapatih Gajah Mada mengucapkan sumpah Palapa yang berisi cita-cita mempersatukan seluruh nusantara raya. Dengan berjalannya waktu, Majapahit runtuh pada permulaan abad XVI dengan masuk dan berkembangnya agama Islam. Setelah itu mulai berdatangan bangsa Eropa seperti Portugis, Spanyol untuk mencari rempah-rempah. Pada akhir abad XVI Belanda datang ke Indonesia dengan membawa bendera VOC (Verenigde Oast Indische Compagnie) atau perkumpulan dagang.
1. Kebangkitan Nasional
Dengan kebangkitan dunia timur pada abad XX di panggung politik internasional tumbuh kesadaran akan kekuatan sendiri, seperti Philipina (1839) yang dipelopori Joze Rizal, kemenangan Jepang atas Rusia di Tsunia (1905), adapun Indonesia diawali dengan berdirinya Budi Utomo yang dipelopori oleh dr. Wahidin Sudirohusodo pada 20 Mei 1908. Kemudian berdiri Sarekat Dagang Islam (SDI) tahun 1909, Partai Nasional Indonesia (PNI) yang didirikan oleh Soekarno, Cipto Mangunkusumo, Sartono dan tokoh lainnya. Sejak itu perjuangan nasional Indonesia mempunyai tujuan yang jelas yaitu Indonesia merdeka. Perjuangan nasional diteruskan dengan adanya gerakan
49
Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928 yang menyatakan satu bahasa, satu bangsa dan satu tanah air Indonesia.
2. Penjajahan Jepang
Janji penjajah Belanda tentang Indonesia merdeka hanyalah suatu kebohongan belaka, sehingga tidak pernah menjadi kenyataan sampai akhir penjajahan Belanda tanggal 10 Maret 1940. Kemudian penjajah Jepang masuk ke Indonesia dengan propaganda “Jepang pemimpin Asia, Jepang saudara tua bangsa Indonesia”. Pada tanggal 29 April 1945 bersamaan dengan ulang tahun Kaisar Jepang, penjajah Jepang akan memberikan kemerdekaan kepada bangsa Indonesia, janji ini diberikan karena Jepang terdesak oleh tentara Sekutu. Bangsa Indonesia diperbolehkan memperjuangkan kemerdekaannya, dan untuk mendapatkan simpati dan dukungan bangsa Indonesia maka Jepang menganjurkan untuk membentuk suatu badan yang bertugas untuk menyelidiki usaha-usaha persiapan kemerdekaan Indonesia yaitu Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau Dokuritsu Zyumbi Tioosakai. Pada hari itu juga diumumkan sebagai Ketua (Kaicoo) Dr. KRT. Rajiman Widyodiningrat, yang kemudian mengusulkan bahwa agenda pada sidang BPUPKI adalah membahas tentang dasar negara.
3. Kronologi Perumusan Pancasila, Naskah Proklamasi dan
Pembacaan Teks Proklamasi.
Tanggal P e r i s t i w a
29 Mei 1945
(sidang I BPUPKI)
31 Mei 1945
(sidang I BPUPKI)
1 Juni 1945
(sidang I BPUPKI)
Perumusan materi Pancasila oleh Mr. M. Yamin
Perumusan materi Pancasila oleh Mr. Supomo
Ir. Soekarno pertama kali mengusulkan nama/istilah Pancasila untuk dasar negara Indonesia. Beliau mengatakan bahwa nama Pancasila itu atas petunjuk teman kita ahli bahasa.
Piagam Jakarta disusun oleh Panitia Kecil yang
50
22 Juni 1945
10 - 16 Juni 1945
(sidang II BPUPKI)
16 Agustus 1945
Jam 04.30
terdiri 9 orang yaitu : M.Hatta, A.Soebardjo, A.A.Maramis, Soekarno, Abdul Kahar Muzakir, Wachid Hasjim, Abikusno Tjokrosujoso, A.Salim, M. Yamin.
- Dibentuk Panitia Perancang UUD yang
diketuai oleh Soekarno dan beranggotakan
19 orang yaitu : Soekarno, AA. Maramis,
Otto Iskandardinata, Purbojo, A. Salim, A.
Soebardjo, Soepomo, Maria Ulfah Santoso,
Wachid Hasjim, Parada Harahap,
J.Latuharary, Susanto Tirtoprodjo, Sartono,
Wongsonegoro, Wuryaningrat, RP. Singgih,
Tan Eng Hoat, Hoesein Djajadiningrat,
Sukiman.
- Panitia Perancang UUD kemudian
membentuk Panitia Kecil Perancang UUD
yang beranggotakan 7 orang yaitu : Soepomo,
Wongsonegoro, Soebardjo, AA. Maramis,
RP.Singgih, A.Salim, Sukiman.
- Dibentuk Panitia Penghalus Bahasa, terdiri
dari Soepomo dan Hosein Djajadiningrat.
- Perumusan terakhir materi Pancasila disahkan
oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI) sebagai bagian dari
Pembukaan UUD 1945.
- Pengamanan (“penculikan”) Ir. Soekarno dan Drs.Moh. Hatta ke Rengasdengklok oleh tokoh-tokoh pemuda dengan tujuan menghindari pengaruh dan siasat Jepang dan mendesak bangsa Indonesia harus segera merdeka. Tokoh pemuda terdiri : Sukarni, Winoto Danu Asmoro, Abdulrochman dan Yusuf Kunto.
Rombongan yang terdiri dari Mr. A.Soebardjo, Sudiro dan Yusuf Kunto tiba di Rengasdengklok
51
Jam 18.00
Jam 23.30
17 Agustus 1945
dengan tujuan untuk menjemput Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta kembali ke Jakarta.Rombongan dari Rengasdengklok tiba di Jakarta langsung menuju rumah Laksamana Maeda di jln. Imam Bonjol no. 1.Di tempat ini tokoh-tokoh bangsa Indonesia berkumpul untuk menyusun teks proklamasi kemerdekaan Indonesia.Teks versi terakhir proklamasi yang telah diketik ditandatangani oleh Ir. Soekarno dan Drs.Moh Hatta.
Pembacaan teks Proklamasi oleh Ir. Soekarno di Pegangsaan Timur no. 56 (sekarang gedung Pola).
Sidang I PPKI tanggal 18 Agustus 1945 menghasilkan keputusan sebagai berikut :
a. mengesahkan berlakunya UUD 1945b. memilih Presiden dan Wakil Presiden
c. menetapkan berdirinya Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) sebagai badan musyawarah darurat.
Pembentukan KNIP dalam masa transisi dari pemerintah jajahan kepada pemerintah nasional seperti yang diatur dalam pasal IV Aturan Peralihan UUD 1945.
B. Masa Setelah Proklamasi KemerdekaanProklamasi kemerdekaan secara ilmiah mengandung pengertian
sebagai berikut : a. dari sudut ilmu hukum (Yuridis), proklamasi merupakan saat tidak
berlakunya tertib hukum kolonial dan saat berlakunya hukum nasional.
52
b. secara politis ideologis, proklamasi mengandung arti bangsa Indonesia terbebas dari penjajahan bangsa asing dan memiliki kedaulatan untuk menentukan nasib sendiri.
Setelah proklamasi kiemerdekaan 17 Agustus 1945, negara Indonesia masih menghadapi tentara sekutu yang berupaya menanamkan kembali kekuasaan Belanda di Indonesia, yaitu pemaksaan untuk mengakui pemerintahan NICA (Netherlands Indies Civil Administration). Selain itu Belanda secara licik mempropagandakan kepada dunia luar bahwa kemerdekaan Indonesia adalah hadiah dari Jepang.
Untuk melawan propaganda tersebut, pemerintah Indonesia mengeluarkan tiga buah maklumat sebagai berikut :
1. Maklumat Wakil Presiden No. x (iks) tanggal 16 Oktober 1945 yang menghentikan kekuasaan luar biasa dari Presiden sebelum masa waktunya (seharusnya selama 6 bulan). Kemudian maklumat tersebut memberikan kekuasaan MPR dan DPR yang semula dipegang oleh Presiden kepada KNIP.
2 Maklumat Pemerintah tanggal 3 Nopember 1945, tentang pembentukan partai politik sebanyak-banyaknya oleh rakyat. Hal ini sebagai akibat dari anggapan bahwa salah satu cirri demokrasi adalah multi partai. Maklumat ini juga sebagai upaya agar dunia luar menilai bahwa negara Indonesia sebagai negara yang demokratis.
3 Maklumat Pemerintah tanggal 14 Nopember 1945, intinya maklumat ini mengubah sistem kabinet Presidensial menjadi system kabinet Parlementer berdasarkan asas demokrasi liberal.
Keluarnya tiga maklumat tersebut mengakibatkan ketidakstabilan di bidang politik karena sistem demokrasi liberal bertentangan dengan UUD 1945, serta secara ideologis bertentangan dengan Pancasila.
Akibat penerapan sistem kabinet parlementer maka pemerintahan Negara Indonesia mengalami jatuh bangun sehingga membawa konsekuensi serius terhadap kedaulatan negara Indonesia.
Pembentukan Negara Republik Indonesia Serikat (RIS)Konferensi Meja Bundar di Den Haag tanggal 27 Desember 1949
merupakan suatu persetujuan yang ditandatangani antara Ratu Belanda Yuliana dan Pemerintah Indonesia yang menghasilkan keputusan antara lain :a. Konstitusi RIS menentukan bantuk negara serikat (federal) yang
membagi negara Indonesia terdiri dari 16 negara bagian.b. Konstitusi RIS menentukan sifat pemerintahan berdasarkan asas
demokrasi liberal, para menteri bertanggung jawab kepada parlemen.c. Mukadimah Konstitusi RIS menghapuskan jiwa dan isi Pembukaan
UUD 1945.Sebelum persetujuan KMB, bengsa Indonesia telah memiliki
kedaulatan, oleh karena itu persetujuan KMB bukan penyerahan kedaulatan melainkan “pemulihan kedaulatan”.
53
Terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia 1950.Berdirinya negara RIS dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia
adalah sebagai satu taktik secara politis, untuk tetap konsisten terhadap deklarasi proklamasi yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945 yaitu negara persatuan dan kesatuan sebagaimana dalam alinea keempat, bahwa pemerintah negara “………., yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah negara Indonesia……….” , yang berdasarkan UUD 1945 dan Pancasila. Maka terjadilah gerakan unitaristis secara spontan dan rakyat membentuk negara kesatuan menggabungkan diri dengan negara proklamasi RI yang berpusat di Jogyakarta. Pada suatu ketika negara bagian RIS tinggal tiga buah saja yaitu Negara Bagian RI Proklamasi, Negara Indonesia Timur (NIT), dan Negara Sumatra Timur (NST). Akhirnya berdasarkan persetujuan RIS dengan negara RI tanggal 19 Mei 1950 seluruh negara bersatu dalam negara kesatuan dengan konstitusi sementara yang berlaku sejak 17 Agustus 1950 dengan nama UUD Sementara 1950.
Dekrit Presiden 5 Juli 1959Hasil Pemilu 1955 dalam kenyataannya tidak dapat memenuhi
keinginan masyarakat bahkan mengakibatkan ketidakstabilan pada bidang poleksosbudhankam, keadaan ini disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut: a. Makin berkuasanya modal-modal raksasa terhadap perekonomian
Indonesia.b. Akibat sering bergantinya sistem kabinet c. Sistem liberal pada UUD Sementara 1950 mengakibatkan jatuh
bangunnya kabinet/pemerintahan.d. DPR hasil Pemilu 1955 tidak mampu mencerminkan perimbangan
kekuatan politik yang ada.e. Faktor yang menentukan adanya dekrit presiden adalah gagalnya
Konstituante untuk membentuk UUD yang baru.
Dari kegagalan tersebut diatas presiden akhirnya mengeluarkan Dekrit 5 Juli 1959 yang isinya :1. Membubarkan Konstituante2. Menetapkan berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya
UUDS 1950.3. Dibentuknya MPRS dan DPAS dalam waktu sesingkat-singkatnya.
Dengan berlakunya UUD 1945 selanjutnya terjadi pelaksanaan pemerintahan Orde Lama sampai tahun 1966 akibat adanya pemberontakan PKI 1 Oktober 1965 atau yang dikenal dengan G.30 S/ PKI. Setelah pemberontakan dapat dikuasai oleh penerima Supersemar yaitu Letjen Suharto maka pemerintahan melaksanakan ketentuan UUD 1945 secara murni dan konsekuen, pemerintahan ini disebut sebagai pemerintahan Orde Baru yang berkuasa sampai tahun 1998, kemudian digantikan dengan pemerintahan Reformasi sampai saat sekarang.
54
BAB VI
PANCASILA DALAM KONTEKS KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA
A. Undang-Undang Dasar 1945Dalam perkembangan dunia dan ilmu pengetahuan dan teknologi
memasuki abad 21, hukum di Indonesia mengalami perubahan yang
mendasar, hal ini adanya perubahan terhadap Undang – Undang Dasar
1945, perubahan (amandemen) dimaksud sampai empat kali, yang
dimulai pada tanggal 19 Oktober 1999 mengamandemen 2 pasal,
amandemen kedua pada tanggal 18 Agustus 2000 sejumlah 10 pasal,
sedangkan amandemen ketiga pada tanggal 10 November 2001 sejumlah
10 pasal, dan amandemen keempat pada tanggal 10 Agustus 2002
sejumlah 10 pasal serta 3 pasal Aturan Peralihan dan Aturan Tambahan 2
pasal, apabila dilihat dari jumlah pasal pada Undang – Undang Dasar
1945 adalah berjumlah 37 pasal, akan tetapi setelah diamandemen jumlah
pasalnya melebihi 37 pasal, yaitu menjadi 39 pasal hal ini terjadi karena
ada pasal – pasal yang diamandemen ulang seperti pasal 6 A ayat 4, pasal
23 C.
1. Struktur Pemerintahan Indonesia Berdasarkan UUD 1945
Demokrasi Indonesia merupakan sistem pemerintahan dari
rakyat, dalam arti rakyat sebagai asal mula kekuasaan negara sehingga
rakyat harus ikut serta dalam pemerintahan untuk mewujudkan suatu cita
– citanya.
Demokrasi di Indonesia sebagaiman tertuang dalam UUD 1945
mengakui adanya kebebasan dan persamaan hak juga mengakui
perbedaan serta keanekaragaman mengingat Indonesia adalah “ Bhineka
Tunggal Ika “. Secara filosofi bahwa Demokrasi Indonesia mendasarkan
pada rakyat.
Secara umum sistem pemerintahan yang demokratis mengandung
unsur – unsur penting yaitu :
a. Ketertiban warga negara dalam pembuatan keputusan politik.
55
b. Tingkat persamaan tertentu diantara warga negara.
c. Tingkat kebebasan atau kemerdekaan tertentu yang diakui dan
dipakai oleh warga negara.
d. Suatu sistem perwakilan.
e. Suatu sistem pemilihan kekuasaan mayoritas.
Dengan unsur – unsur diatas maka demokrasi mengandung ciri
yang merupakan patokan bahwa warga negara dalam hal tertentu
pembuatan keputusan – keputusan politik, baik secara langsung maupun
tidak langsung adanya keterlibatan atau partisipasi.
Oleh karena itu didalam kehidupan kenegaraan yang menganut
sistem demokrasi, selalu menemukan adanya supra struktur politik dan
infra struktur politik sebagai pendukung tegaknya demokrasi. Dengan
menggunakan konsep Montesquiue maka supra struktur politik meliputi
lembaga legislatif, lembaga eksekutif, dan lembaga yudikatif. Di
Indonesia dibawah sistem UUD 1945 lembaga – lembaga negara
atau alat – alat perlengkapan negara adalah :
a. Majelis Permusyawaratan Rakyat
b. Dewan Perwakilan Rakyat
c. Presiden
d. Mahkamah Agung
e. Badan Pemeriksa Keuangan
Alat perlengkapan diatas juga dinyatakan sebagai Supra Struktur Politik.
Adapun Infra Struktur Politik suatu negara terdiri lima komponen
sebagai berikut :
a. Partai Politik
b. Golongan Kepentingan (Interest Group)
c. Golongan Penekan (Preassure Group)
d. Alat Komunikasi Politik (Mass Media)
e. Tokoh – tokoh Politik
2. Pembagian Kekuasaan
56
Bahwa kekuasaan tertinggi adalah ditangan rakyat, dan dilakukan
menurut Undang - Undang Dasar sebagaimana tercantum dalam Undang
– Undang Dasar 1945 adalah sebagai berikut :
a. Kekuasaan Eksekutif didelegasikan kepada Presiden (Pasal 4 ayat 1
UUD 1945)
b. Kekuasaan Legislatif, didelegasikan kepada Presiden dan DPR dan
DPD (pasal 5 ayat 1, pasal 19 dan pasal 22 C UUD 1945).
c. Kekuasaan Yudikatif, didelegasikan kepada Mahkamah Agung
(pasal 24 ayat 1 UUD 1945)
d. Kekuasaan Inspektif atau pengawasan didelegasikan kepada Badan
Pengawas Keuangan (BPK) dan Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR), hal ini dimuat pada pasal 20 A ayat 1.
e. Dalam UUD 1945 hasil amandemen tidak ada kekuasaan Konsultatif,
sebelum UUD diamandemen kekuasaan tersebut dipegang oleh
Dewan Pertimbangan Agung (DPA)
3. Sistem Pemerintahan Negara Menurut UUD 1945 Hasil
Amandemen
Sebelum adanya amandemen terhadap UUD 1945, dikenal
dengan Tujuh Kunci Pokok Sistem Pemerintahan Negara, namun tujuh
kunci pokok tersebut mengalami suatu perubahan. Oleh karena itu
sebagai Studi Komparatif sistem pemerintahan Negara menurut UUD
1945 mengalami perubahan.
a. Indonesia ialah negara yang berdasarkan atas hukum (Rechtstaat ).
Negara Indonesia berdasarkan atas hukum ( Rechtstaat ), tidak
berdasarkan atas kekuasaan belaka ( Machtstaat ), mengandung arti
bahwa negara, termasuk didalamnya pemerintahan dan lembaga –
lembaga negara lainnya dalam melaksanakan tindakan apapun.
b. Sistem Konstitusi
Pemerintah berdasarkan atas sistem konstitusi (hukum dasar), tidak
bersifat absolut (kekuasaan yang tidak terbatas).
Sistem ini memberikan penegasan bahwa cara pengendalian
pemerintahan dibatasi oleh ketentuan – ketentuan konstitusi dan juga
57
oleh ketentuan – ketentuan hukum lain merupakan produk
konstitusional.
c. Presiden ialah penyelenggara pemerintahan negara yang tertinggi
disamping MPR dan DPR.
Berdasarkan UUD 1945 hasil amandemen 2002, Presiden
penyelenggara pemerintahan tertinggi disamping MPR dan DPR,
karena Presiden dipilih langsung oleh rakyat. UUD 1945 pasal 6 A
ayat 1, jadi menurut UUD 1945 ini Preiden tidak lagi merupakan
mandataris MPR, melainkan dipilih oleh rakyat.
Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR.
d. Menteri Negara ialah pembantu Presiden, Menteri Negara tidak
bertanggung jawab kepada DPR. Presiden dalam melaksanakan tugas
dibantu oleh menteri – menteri negara, pasal 17 ayat 1 (hasil
amandemen).
e. Kekuasaan Kepala Negara Tidak Tak Terbatas, meskipun Kepala
negara tidak bertanggung jawab kepada DPR, ia bukan “ Diktator “
artinya kekuasaan tidak terbatas, disini Presiden adalah sudah tidak
lagi merupakan mandataris MPR, namun demikian ia tidak dapat
membubarkan DPR atau MPR.
f. Negara Indonesia adalah negara hukum, negara hukum berdasarkan
Pancasila bukan berdasarkan kekuasaan.
Ciri – ciri suatu negara hukum adalah :
a. Pengakuan dan perlindungan hak – hak asasi yang mengandung
persamaan dalam bidang politik, hukum, sosial, ekonomi, dan
kebudayaan.
b. Peradilan yang bebas dari suatu pengaruh kekuasaan atau
kekuatan lain dan tidak memihak.
c. Jaminan kepastian hukum.
g. Kekuasaan Pemerintahan Negara
Pasal 4 ayat 1 UUD 1945 menyatakan bahwa Presiden Republik
Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD 1945,
58
Presiden dibantu oleh seorang Wakil Presiden pasal 4 ayat 2 dalam
melaksanakan tugasnya.
Menurut sistem pemerintahan negara berdasarkan UUD 1945 hasil
amandemen 2002, bahwa Presiden dipilih langsung oleh rakyat
secara legitimasi. Presiden kedudukannya kuat, disini kekuasaan
Presiden tidak lagi berada dibawah MPR selaku mandataris. Akan
tetapi jika Presiden dalam melaksanakan tugas menyimpang dari
Konstitusi, maka MPR melakukan Impeachment, pasal 3 ayat 3
UUD 1945 dan dipertegas oleh pasal 7A. Proses Impeachment agar
bersifat adil dan obyektif harus diselesaikan melalui Mahkamah
Konstitusi, pasal 7B ayat 4 dan 5, dan jika Mahkamah Konstitusi
memutuskan bahwa Presiden dan Wakil Presiden melanggar hukum,
maka MPR harus segera bersidang dan keputusan didukung 3/4 dari
jumlah anggota dan 2/3 dari jumlah anggota yang hadir pasal 7B ayat
7.
h. Pemerintahan Daerah, diatur oleh pasal 18 UUD 1945
Pasal 18 ayat 1 menjelaskan bahwa Negara Republik Indonesia
dibagi atas daerah – daerah propinsi, kabupaten, dan kota itu
mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan undang –
undang. Pasal 18 ayat 2 mengatur otonomi pemerintahan daerah, ayat
tersebut menyatakan bahwa pemerintahan daerah propinsi,
kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, atau
pengertian otonomi sama artinya mengatur rumah tangga sendiri.
i. Pemilihan Umum
Hasil amandemen UUD 1945 tahun 2002 secara eksplisit mengatur
tentang Pemilihan Umum dilakukan secara langsung, umum, bebas,
rahasia, jujur, dan adil setiap 5 tahun sekali, diatur pasal 22E ayat 1.
Untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden
pasal 22 E ayat 2.
Dalam pemilu tersebut landasan yang dipergunakan adalah Undang –
Undang UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilu.
j. Wilayah Negara
59
Pasal 25A UUD 1945 hasil amandemen 2002 memuat ketentuan
bahwa, Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara
kepulauan yang berciri nusantara dengan wilayah yang batas – batas
dan hak – haknya ditetapkan dengan Undang – Undang.
h. Hak Asasi Manusia Menurut UUD 1945
Hak asasi manusia tidaklah lahir mendadak sebagaimana kita lihat
dalam “ Universal Declaration of Human Right “ pada tanggal 10
Desember 1948 yang ditanda-tangani oleh PBB. Hak asasi manusia
sebenarnya tidak dapat dipisahkan dengan filosofis manusia yang
melatarbelakangi.
Bangsa Indonesia didalam hak asasi manusia terlihat lebih dahulu
sudah memiliki aturan hukumnya seperti dalam Pembukaan UUD
1945 alinea 1 dinyatakan bahwa : “ kemerdekaan adalah hak segala
bangsa “. Sebagai contoh didalam UUD 1945 pasal 28A
menyatakan : “ Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak
memepertahankan hidup dan kehidupannya “.
Pasal 28A sampai dengan pasal 28J mengatur tentang hak asasi
manusia didalam UUD 1945.
B. Memahami Sistem Ketatanegaraan RI Berdasarkan Pancasila Dan UUD 1945
Sistem Konstitusi (Hukum Dasar) Republik Indonesia, selain
tersusun dalam hukum dasar yang tertulis yaitu UUD 1945, juga
mengakui hukum dasar yang tidak tertulis. Perlu diperhatikan bahwa
kaidah – kaidah hukum ketatanegaraan tidak hanya terdapat pada hukum
dasar. Kaidah – kaidah hukum ketatanegaraan terdapat juga pada
berbagai peraturan ketatanegaraan lainnya seperti dalam Tap. MPR, UU,
Perpu, dan sebagainya.
Hukum dasar tidak tertulis yang dimaksud dalam UUD 1945
adalah Konvensi atau kebiasaan ketatanegaraan dan bukan hukum adat
(juga tidak tertulis), terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara.
60
Meminjam rumusan ( dalam teori ) mengenai Konvensi dari AV.
Dicey : adalah ketentuan yang mengenai bagaimana seharusnya mahkota
atau menteri melaksanakan “ Discretionary Plowers “.
Dicretionary Plowers adalah kekuasaan untuk bertindak atau tidak
bertindak yang semata – mata didasarkan kebijaksanaan atau
pertimbangan dari pemegang kekuasaan itu sendiri.
Hal diatas yang mula – mula mengemukakan yaitu Dicey dikalangan
sarjana di Inggris pendapat tersebut dapat diterima, lebih lanjut beliau
memperinci konvensi ketatanegaraan merupakan hal – hal sebagai
berikut :
a. Konvensi adalah bagian dari kaidah ketatanegaraan (konstitusi) yang
tumbuh, diikuti dan ditaati dalam praktek penyelenggaraan negara.
b. Konvensi sebagai bagian dari konstitusi tidak dapat dipaksakan oleh
( melalui ) pengadilan.
c. Konvensi ditaati semata – mata didorong oleh tuntutan etika, akhlak
atau politik dalam penyelenggaraan negara.
d. Konvensi adalah ketentuan – ketentuan mengenai bagaimana
seharusnya ( sebaliknya ) discretionary plowers dilaksanakan.
Menyinggung ketatanegaraan adalah tak terlepas dari organisasi
negara, disini muncul pertanyaan yaitu : apakah negara itu? Untuk
menjawab pertanyaan tersebut kita pinjam “ Teori Kekelompokan “ yang
dikemukakan oleh ; Prof. Mr. R. Kranenburg adalah sebagai berikut :
“ Negara itu pada hakekatnya adalah suatu organisasi kekuasaan yang
diciptakan oleh sekelompok manusia yang disebut bangsa dengan tujuan
untuk menyelenggarakan kepentingan mereka bersama “
Maka disini yang primer adalah kelompok manusianya, sedangkan
organisasinya, yaitu negara bersifat sekunder.
Tentang negara muncul adanya bentuk negara dan sistem
pemerintahan, keberadaan bentuk negara menurut pengertian ilmu negara
dibagi menjadi dua yaitu : Monarchie dan Republik, jika seorang kepala
negara diangkat berdasarkan hak waris atau keturunan maka bentuk
negara disebut Monarchie dan kepala negaranya disebut Raja atau Ratu.
61
Jika kepala negara dipilih untuk masa jabatan yang ditentukan, bentuk
negaranya disebut Republik dan kepala negaranya adalah Presiden.
Bentuk negara menurut UUD 1945 baik dalam Pembukaan dan
Batang Tumbuh dapat diketahui pada pasal 1 ayat 1, tidak menunjukkan
adanya persamaan pengertian dalam menggunakan istilah bentuk
negara ( lihat alinea ke 4 ), “……… maka disusunlah kemerdekaan
kebangsaan Indonesia dalam suatu Undang – Undang Dasar Negara
Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan
Yang Maha Esa, ………dst. Negara Indonesia adalah negara kesatuan
yang berbentuk Republik “.
Dalam sistem ketatanegaraan dapat diketahui melalui kebiasaan
ketatanegaraan (convention), hal ini mengacu pengertian Konstitusi,
Konstitusi mengandung dua hal yaitu : Konstitusi tertulis dan Konstitusi
tidak tertulis, menyangkut konstitusi sekelumit disampaikan tentang
sumber hukum melalui ilmu hukum yang membedakan dalam arti
materiil dan sumber hukum dalam arti formal. Sumber hukum dalam arti
materiil adalah sumber hukum yang menentukan isi dan substansi hukum
sedangkan sumber hukum dalam arti formal adalah hukum yang dikenal
dari bentuknya, karena bentuknya itu menyebabkan hukum berlaku
umum, contoh dari hukum formal adalah Undang – Undang dalam arti
luas, hukum adat, hukum kebiasaan, dan lain – lain.
Konvensi atau hukum kebiasaan ketatanegaraan adalah hukum
yang tumbuh dalam praktek penyelenggaraan negara, untuk melengkapi,
menyempurnakan, menghidupkan mendinamisasi kaidah – kaidah
hukum perundang – undangan. Konvensi di Negara Republik Indonesia
diakui merupakan salah satu sumber hukum tata negara.
Pengertian Undang-Undang Dasar 1945 terdiri dari 2 kelompok
yaitu : Pembukaan, Batang Tumbuh yang memuat pasal–pasal, dan
terdiri 16 bab, 37 pasal, 3 pasal aturan peralihan dan aturan tambahan 2
pasal. Mengenai kedudukan Undang– Undang Dasar 1945 sebagai
sumber hukum tertinggi, Pancasila merupakan segala sumber hukum.
Dilihat dari tata urutan peraturan perundang-undangan menurut TAP
62
MPR No. III/MPR/ 2000, tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan
peraturan perundang-undangan.
TAP MPR NO XX/MPRS/1966 TAP MPR NO. III/MPR/2000Tata Urutannya sebagai berikut :1. UUD 19452. TAP MPR3. Undang-Undang / Peraturan
Pemerintah Pengganti UU4. Peraturan Pemerintah5. Keputusan Presiden6. Peraturan Pelaksanaan lainnya
seperti - Peraturan Menteri - Instruksi Menteri
Tata Urutannya sebagai berikut :1. UUD 19452. TAP MPR RI3. Undang – Undang4. Peraturan Pemerintah Peng ganti
Undang–Undang (Perpu)5. Peraturan Pemerintah6. Keputusan Presiden7. Peraturan Daerah
Sifat Undang – Undang Dasar 1945, singkat namun supel, namun
harus ingat kepada dinamika kehidupan masyarakat dan Negara
Indonesia, untuk itu perlu diperhatikan hal – hal sebagai berikut :
a. Pasalnya hanya 37 buah, hanya mengatur pokok – pokoknya saja,
berisi instruksi kepada penyelenggara negara dan pimpinan
pemerintah untuk :
- Menyelenggarakan pemerintahan negara dan
- Kesejahteraan Sosial
b. Aturan pelaksanaan diserahkan kepada tataran hukum yang lebih
rendah yakni Undang – Undang, yang lebih mudah cara membuat,
mengubah, dan mencabutnya.
c. Yang penting adalah semangat para penyelenggara negara dan
pemerintah dalam praktek pelaksanaan.
d. Kenyataan bahwa UUD 1945 bersifat singkat namun supel seperti
yang dinyatakan dalam UUD 1945, secara kontekstual, aktual dan
konsisten dapat dipergunakan untuk menjelaskan ungkapan
“ Pancasila merupakan ideologi terbuka “ serta membuatnya
operasional.
e. Dapat kini ungkapan “ Pancasila merupakan ideologi terbuka “
dioperasionalkan setelah ideologi Pancasila dirinci dalam tataran
nilai. Pasal – pasal yang mengandung nilai – nilai Pancasila ( nilai
63
dasar ) yakni aturan pokok didalam UUD 1945 yang ada kaitannya
dengan pokok – pokok pikiran atau ciri khas yang terdapat pada
UUD 1945. Nilai instrumen Pancasila, yaitu aturan yang
menyelenggarakan aturan pokok itu ( TAP MPR, UU, PP, dsb ).
Fungsi dari Undang – Undang Dasar merupakan suatu alat untuk
menguji peraturan perundang - undangan dibawahnya apakah
bertentangan dengan UUD disamping juga merupakan sebagai fungsi
pengawasan.
Makna Pembukaan UUD 1945 merupakan sumber dari motivasi
dan aspirasi perjuangan dan tekad bangsa Indonesia yang merupakan
sumber dari cita hukum dan cita moral yang ingin ditegakkan baik dalam
lingkungan nasional maupun dalam hubungan pergaulan bangsa – bangsa
di dunia. Pembukaan yang telah dirumuskan secara padat dan hikmat
dalam 4 alinea itu, setiap alinea dan kata – katanya mengandung arti dan
makna yang sangat mendalam, mempunyai nilai – nilai yang dijunjung
oleh bangsa – bangsa beradab, kemudian didalam pembukaan tersebut
dirumuskan menjadi 4 alinea.
Pokok – pokok pikiran ; alinea pertama berbunyi “ Bahwa
sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab
itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai
dengan perikemanusiaan perikeadilan “.
Makna yang terkandung dalam alinea pertama ini ialah :
1. Adanya keteguhan dan kuatnya pendirian bangsa Indonesia membela
kemerdekaan melawan penjajah.
2. Tekad bangsa Indonesia untuk merdeka dan tekad untuk tetap berdiri
dibarisan yang paling depan untuk menentang dan menghapus
penjajahan diatas dunia.
3. Pengungkapan suatu dalil obyektif, yaitu bahwa penjajahan tidak
sesuai dengan perkemanusiaan dan perikeadilan; penjajah harus
ditentang dan dihapuskan.
4. Menegaskan kepada bangsa / pemerintah Indonesia untuk senantiasa
berjuang melawan setiap bentuk penjajahan dan mendukung
kemerdekaan setiap bangsa.
64
Alinea kedua berbunyi : “ Dan perjuangan kemerdekaan
Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat
sentausa menghantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang
kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil
dan makmur, makna yang terkandung disini adalah :
1. Bahwa kemerdekaan yang merupakan hak segala bangsa itu bagi
bangsa Indonesia, dicapai dengan perjuangan pergerakkan bangsa
Indonesia.
2. Bahwa perjuangan pergerakan tersebut telah sampai pada tingkat yang
menentukan, sehingga momentum tersebut harus dimanfaatkan untuk
menyatakan kemerdekaan.
3. Bahwa kemerdekaan bukan merupakan tujuan akhir tetapi masih harus
diisi dengan mewujudkan Negara Indonesia yang bebas, bersatu,
berdaulat, adil dan makmur, yang tidak lain adalah merupakan cita –
cita bangsa Indonesia ( cita – cita nasional ).
Alinea ke tiga berbunyi : “ Atas berkat Rahmat Allah Yang Maha
Kuasa dan dengan didorong oleh keinginan luhur supaya berkehidupan
kebangsaan yang bebas maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini
kemerdekaannya “. Hal ini mengandung makna adanya :
1. Motivasi spiritual yang luhur bahwa kemerdekaan kita adalah berkat
ridho Tuhan.
2. Keinginan yang didambakan oleh segenap bangsa Imdonesia
terhadap suatu kehidupan didunia dan akhirat.
3. Pengukuhan dari proklamasi kemerdekaan.
Alinea ke-empat berbunyi : “ Kemudian daripada itu untuk
membentuk pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan
ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamian abadi, keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan
kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang – Undang Dasar Negara
Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat berdasar kepada :
Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab,
65
Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta dengan
mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia “.
Alinea ke empat ini sekaligus mengandung :
1. Fungsi sekaligus tujuan Negara Indonesia yaitu :
a. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia
b. Memajukan kesejahteraan umum
c. Mencerdaskan kehidupan bangsa dan
d. Ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial
2. Susunan / bentuk Negara adalah Republik
3. Sistem pemerintahan Negara adalah Kedaulatan Rakyat
4. Dasar Negara adalah Pancasila, sebagaimana seperti dalam sila – sila
yang terkandung didalamnya.
Dari uraian diatas maka, sementara dapat disimpulkan bahwa
sungguh tepat apa yang telah dirumuskan didalam Pembukaan UUD
1945 yaitu : Pancasila merupakan landasan ideal bagi terbentuknya
masyarakat adil dan makmur material dan spiritual didalam Negara
Republik Indonesia yang bersatu dan demokratif.
Sebelum menjelaskan mengenai sistem ketatanegaraan Republik
Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 disampaikan terlebih
dahulu mengenai struktur ketatanegaraan pada umumnya. Istilah struktur
ketatanegaraan disini adalah terjemahan dari istilah Inggris “The
Structure of Government “. Pada umumnya struktur ketatanegaraan suatu
negara meliputi dua suasana, yaitu : supra struktur politik dan infra
struktur politik, yang dimaksud dengan supra struktur politik disini
adalah segala sesuatu yang bersangkutan dengan apa yang disebut alat–
alat perlengkapan negara termasuk segala hal yang berhubungan
dengannya. Hal – hal yang termasuk dalam supra struktur politik ini
adalah ; mengenai kedudukannya, kekuasaan dan wewenangnya,
tugasnya, pembentukannya, serta hubungan antara alat – alat
perlengkapan itu satu sama lain. Adapun infra struktur politik meliputi
66
lima macam komponen, yaitu : komponen Partai Politik; Komponen
golongan kepentingan, Komponen alat komunikasi politik, Komponen
golongan penekan, Komponen tokoh politik.
Praktek ketatanegaraan Negara Republik Indonesia sebelum
amandemen UUD 1945 dapat diuraikan mengenai pendapat – pendapat
secara umum yang berpengaruh ( dominan ) berpendapat, UUD 1945 dan
Pancasila harus dilestarikan, upaya pelestarian ditempuh dengan cara
antara lain tidak memperkenankan UUD 1945 diubah. Secara hukum
upaya tersebut diatur sebagai berikut :
1. MPR menyatakan secara resmi tidak akan mengubah UUD 1945
seperti tercantum dalam TAP MPR No. I/MPR/1983, pasal 104
berbunyi sebagai berikut “ Majelis berketetapan untuk
mempertahankan UUD 1945 tidak berkehendak dan tidak akan
melakukan perubahan terhadap serta akan melaksanakannya secara
murni dan konsekuen “.
2. Diperkenalkannya “ referendum “ dalam sistem ketatanegaraan RI.
Kehendak MPR untuk mengubah UUD 1945 harus terlebih dahulu
disetujui dalam sebuah referendum sebelum kehendak itu menjelma
menjadi perubahan UUD. Referendum secara formal mengatur
tentang tata cara perubahan UUD 1945 secara nyata, lembaga ini
justru bertujuan untuk mempersempit kemungkinan mengubah UUD
1945 hal ini dapat diketahui pada bunyi konsideran “ TAP MPR No.
IV/MPR/1983 huruf e yang berbunyi “ Bahwa dalam rangka makin
menumbuhkan kehidupan demokrasi Pancasila dan keinginan untuk
meninjau ketentuan pengangkatan 1/3 jumlah anggota MPR perlu
ditemukan jalan konstitusional agar pasal 37 UUD 1945 tidak mudah
digunakan untuk merubah UUD 1945 “.
Kata “ melestarikan “ dan “ mempertahankan “ UUD 1945 secara
formal adalah dengan tidak mengubah kaidah – kaidah yang tertulis
dalam pembukaan UUD 1945 diakui bahwa UUD 1945 seperti yang
terdapat didalam penjelasan adalah sebagai berikut :
67
“ Memang sifat aturan itu mengikat oleh karena itu makin “supel “ (
elastic ) sifatnya aturan itu makin baik. Jadi kita harus menjaga supaya
sistem UUD jangan sampai ketinggalan jaman “.
Dari uraian diatas dapat diketahui adanya dua prinsip yang
berbeda yaitu : yang pertama berkeinginan mempertahankan, sedangkan
prinsip yang kedua menyatakan UUD jangan sampai ketinggalan jaman,
yang artinya adanya “ perubahan “, mengikuti perkembangan jaman
dalam hal ini perlu dicari jalan keluar untuk memperjelas atau kepastian
hukum dalam ketatanegaraan. Jalan keluar salah satu diantaranya bentuk
ketentuan yang mengatur cara melaksanakan UUD 1945 adalah
konvensi. Konvensi merupakan condition sine quanon (keadaan
sesungguhnya) untuk melaksanakan UUD 1945. Untuk melestarikan atau
mempertahankan UUD 1945 yaitu agar UUD 1945 mampu
menyesuaikan dengan perkembangan jaman sedangkan larangan
mengubah UUD 1945 dapat dilihat sebagai aspek statis (mandeg) dari
upaya mempertahankan atau melestarikan UUD 1945.
Selain alasan – alasan diatas kehadiran konvensi dalam sistem
ketatanegaraan RI, didorong pula oleh :
1. Konvensi merupakan sub sistem konstitusi yang selalu ada di setiap
negara.
2. Republik Indonesia adalah negara yang berkedaulatan rakyat.
Konvensi merupakan salah satu sarana untuk menjamin pelaksanaan
kedaulatan rakyat.
Didalam memperjelas mengenai ketatanegaraan di Indonesia
pada UUD 1945 sebelum amandemen dapat dilihat pada bagan lampiran
tersendiri. Dan setelah UUD 1945 dilakukan amandemen yang pertama
disahkan pada tanggal 19 Oktober 1999, kedua pada tanggal 18 Agustus
2000, ketiga pada tanggal 9 November 2001 dan keempat pada tanggal
10 Agustus 2002 dari perubahan atau amandemen UUD 1945 tampak
terlihat adanya perubahan struktur ketatanegaraan RI yang selanjutnya
didalam struktur setelah amandemen adanya lembaga baru yaitu
Mahkamah Konstitusi dalam hal ini diatur kedalam UUD 1945 yang
diamandemen pasal 7B ayat 1 - 5 yang intinya adalah menyangkut
68
jabatan Presiden dan Wakil Presiden, dan apablia melakukan pelanggaran
hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, dll
harus diajukan terlebih dahulu ke Mahkamah Konstitusi untuk
memeriksa, mengadili dan memutuskan seadil – adilnya terhadap
pendapat DPR kepada penyalahgunaan Presiden / Wakil Presiden. Dalam
hal ini DPR mengajukannya masalahnya ke Mahkamah Konstitusi
selanjutnya diserahkan kepada MPR untuk diambil langkah – langkah
selanjutnya dalam sidang istimewa.
Hubungan negara dan warga negara serta HAM menurut UUD
1945 dilihat dari sejarah bangsa Indonesia tentang kewarganegaraan pada
Undang – Undang Dasar 1945 sebagai mana pasal 26 ayat 1
menentukan bahwa “ Yang menjadi warga negara ialah orang – orang
bangsa Indonesia asli dan orang bangsa lain yang disahkan dengan
Undang – Undang sebagai warga negara”, sedangkan ayat 2
menyebutkan bahwa “ Syarat – syarat mengenai kewarganegaraan
ditetapkan dengan Undang – Undang “. Mengacu pada pembahasan oleh
Badan Penyelidik Usaha – Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia,
masalah hak asasi manusia Indonesia menjadi perdebatan sengit, ada
yang mengusulkan agar hak asasi manusia dimasukkan kedalam ide
tetapi ada juga yang menolaknya. Pada akhirnya antara pro dan kontra
tentang hak asasi manusia dimasukkan dalam UUD dilengkapi suatu
kesepakatan yaitu masuk kedalam pasal – pasal : 27, 28, 29, 30, 31, 32,
33, dan 34. Yang dimaksud kewajiban asasi adalah kewajiban setiap
pribadi untuk berbuat agar eksistensi negara atau masyarakat dapat
dipertahankan, sebaliknya negara memiliki kemampuan menjamin hak
asasi warga negaranya. Mengenai hak asasi manusia merupakan hak yang
melekat pada diri manusia itu sejak lahir terlihat dari uraian diatas
mengenai hubungan antar negara dan warga negara masing – masing
memiliki hak dan kewajiban.
69
STRUKTUR KETATANEGARAAN SEBELUM PERUBAHAN UUD 1945
MPRUUD 1945
70
STRUKTUR KETATANEGARAANSETELAH PERUBAHAN UUD 1945
LEGISLATIF EKSEKUTIF Y U D I K A T I F
Keterangan :MPR = Majelis Permusyawaratan Rakyat MK = Mahkamah KonstitusiDPR = Dewan Perwakilan Rakyat MA = Mahkamah AgungUUD = Undang – Undang Dasar KY = Komisi YudikatifBPK = Badan Pemeriksa KeuanganDPD = Dewan Perwakilan Daerah
DPR PRESIDEN BPK DPA M A
MPRUUD 1945
BPK PRESIDENMPR KEKUASAAN
WAPRESDPD DPR M K M A K Y
71
Proses Dalam Tahapan – TahapanPasal – Pasal UUD 1945 Yang DiamandemenPERTAMA( 19-10-1999 )
Kedua( 18-08-2000 )
KETIGA( 10-11-2001 )
KEEMPAT( 10-08-2002 )
Pasal 5 ayat 1 Pasal 18 Pasal 1 ayat 2 dan 3 Pasal 2 ayat 1Pasal 7 Pasal 18 A Pasal 3 ayat 1, ayat 3, ayat 4 Pasal 6 A ayat 4Pasal 9 Pasal 18 B Pasal 6 ayat 1 dan ayat 2 Pasal 8 ayat 3Pasal 13 ayat 2, 3 Pasal 19 Pasal 6 A ayat 1, 2, 3, dan 5 Pasal 23 BPasal 14 Pasal 20 ayat 5 Pasal 7 A Pasal 23 DPasal 15 Pasal 20 A Pasal 7Bayat 1,2,3,4,5,6,dan 7 Pasal 24 ayat 3Pasal 17 ayat 2 Pasal 22 A Pasal 7 C Pasal 31 ayat 1,2,3,4, dan 5Pasal 17 ayat 3 Pasal 22 B Pasal 8 ayat 1 dan 2 Pasal 32 ayat 1 dan 2Pasal 20 Bab IX A Pasal 25 E Pasal 11 ayat 2 dan 3 Pasal 33 ayat 4 dan 5Pasal 21 Bab X Pasal 26 ayat 2 dan 3 Pasal 17 ayat 4 Pasal 34 ayat 1,2,3, dan 4
Pasal 27 ayat 3 Bab VII A Pasal 22 C ayat 1,2,3 dan 4 Pasal 37 ayat 1,2,3,4, dan 5Bab X a pasal 28 A, 28 B, 28 C, 28 D, 28 F, 28 G, 28 H, 28 I, 28 J
Pasal 22 D ayat 1, 2, 3, dan 4Pasal 22 E ayat 1, 2, dan 3
Aturan Peralihan Pasal I, II, dan III
Bab XII Pasal 30 Pasal 23 ayat 1, 2, dan 3 Aturan Tambahan Pasal I dan IIBab XV Pasal 36 A Pasal 23 ABab XV Pasal 36 B, 26 C Pasal 23 C
Bab VII A Pasal 23 B ayat 1, 2, dan 3Pasal 23 F ayat 1 dan 2Pasal 23 G ayat 1 dan 2Pasal 24 ayat 1 dan 2Pasal 24 ayat 1,2,3,4, dan 5Pasal 24 B ayat 1,2,3, dan 4Pasal 24 B ayat 1,2,3,4,5, dan 6
72
C. MEMAHAMI DINAMIKA PELAKSANAAN UUD 1945
Setelah ditetapkan oleh PPKI tanggal 18 Agustus 1945, dalam pelaksanaannya,
Undang – Undang Dasar 1945 mengalami masa berlaku dalam dua kurun waktu yaitu :
1. Kurun pertama sejak tanggal 18 Agustus 1945 sampai dengan tanggal 27 Desember
1949.
2. Kurun waktu kedua sejak tanggal 5 Juli 1959 ( Dekrit Presiden ) sampai sekarang dan
ini terbagi lagi menjadi ketiga masa yaitu : Orde Lama, Orde Baru dan
masa Reformasi.
Sedangkan antara akhir tahun 1949 sampai dengan tahun 1959 berlaku Konstitusi
RIS dan UUDS 1945. Dalam kurun waktu pertama tersebut sistem pemerintahan negara
menurut UUD 1945 belum dapat berjalan sebagaimana mestinya, karena pada masa
tersebut seluruh potensi bangsa dan negara sedang tercurahkan kepada upaya untuk
membela dan mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dimana kondisi
pemerintah sedang diwarnai gejolak politik dan keamanan. Gejolak tersebut diantaranya
terjadi pemberontakan dimana – mana, dan terjadi agresi Belanda kedua.
Pada pelaksanaan UUD 1945 kurun waktu diatas mengenai kelembagaan negara
seperti yang ditentukan dalam UUD 1945 belum dapat dibentuk sebagaimana mestinya,
sehingga sistem pemerintahanya belum dapat dilaksanakan dengan baik. Dalam kurun
waktu ini sempat diangkat anggota Dewan Pertimbangan Agung Sementara sedangkan
MPR dan DPR belum dapat dibentuk sesuai dengan ketentuan pasal IV aturan peralihan,
sebelum MPR, DPR, dan DPA dibentuk segala kekuasaanya dijalankan oleh Presiden
dengan bantuan Komite Nasional. Berdasarkan ketentuan tersebut Presiden mempunyai
kekuasaan yang sangat besar.
Penyimpangan konstitusional yang sangat prisipil yang terjadi dalam kurun
waktu ini adalah perubahan Sistem Kabinet Presidensial menjadi Kabinet Parlementer.
Atas usul Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat ( BPKNIP ) tanggal 11
November 1945 kemudian disetujui Presiden diumumkan maklumat pemerintah tanggal
14 November 1945 isinya mengenai sistem Kabinet Presidensial menjadi Kabinet
Parlementer. Sejak saat ini kekuasaan pemerintahan dipegang oleh Perdana Menteri
sebagai pimpinan kabinet. Perdana Menteri dan para menteri baik secara bersama – sama
atau sendiri – sendiri bertanggung jawab kepada BPKNIP yang berfungsi sebagai Dewan
Perwakilan Rakyat. Dengan demikian maklumat pemerintah tanggal 14 November 1945
jelas merupakan penyimpangan dari ketentuan UUD 1945. Penyimpangan ini sangat
73
mempengaruhi stabilitas politik maupun pemerintahan, dalam kondisi seperti ini
kemudian berdiri Negara RIS, dimana Negara Indonesia merupakan bagian dari Negara
RIS tersebut, secara de facto Negara RI memiliki kekuasaan hanya sebagian pulau Jawa
dan Sumatera, pusat pemerintahan di Yogyakarta.
Negara federal RIS tidak bertahan lama mulai tanggal 17 Agustus 1950 susunan
negara federal RIS berubah menjadi susunan Negara Kesatuan RI. Tetapi menggunakan
Undang – Undang Dasar yang lain yaitu menggunakan UUD Sementara 1950, menurut
UUDS sistem pemerintahan yang dianut adalah parlementer bukan sistem pemerintahan
Presidensial, pertanggungjawaban para menteri itu juga kepada parlemen yaitu DPR.
Kedudukan Presiden tidak dapat diganggu gugat. Landasan pemikiran sistem
pemerintahan itu didasarkan kepada Demokrasi Liberal yang dianut oleh negara – negara
barat sedangkan sistem Presidensial berpijak pada landasan Demokrasi Pancasila yang
berintikan kerakyatan dan Presiden bertanggung jawab kepada MPR.
UUD 1945 merupakan hukum dasar terpilih yang bersifat mengikat bagi
pemerintah, lembaga negara, lembaga masyarakat dan setiap warga negra Indonesia,
sehingga semua produk hukum seperti Undang – Undang, Peraturan Pemerintah, serta
kebijaksanaan Pemerintah harus selalu berdasarkan dan bersumber kepada norma, aturan
dan ketentuan yang diberlakukan oleh UUD 1945 disamping hukum dasar yang tertulis
terdapat juga hukum dasar yang tidak tertulis, yaitu aturan – aturan yang timbul dan
terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara yang disebut Konvensi, dimana dalam
pelaksannanya tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945.
Sejak dikeluarkan Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959, yang disebabkan oleh
tidak terjaminnya stabilitas politik, keamanan maupun ekonomi, Konstituante (hasil
Pemilu 1955) yang mempunyai tugas untuk membuat UUD pengganti UUDS 1950 gagal
menyusun dan menetapkan Undang – Undang Dasar. Dekrit Presiden 5 Juli 1959
mengandung beberapa diktum yang sangat penting, yaitu :
a. Menetapkan pembubaran konstituante.
b. Menetapkan Undang – Undang Dasar 1945 berlaku lagi.
c. Pembentukan MPRS yang terdiri atas anggota – anggota Dewan Perwakilan Rakyat
ditambah utusan – utusan dari daerah – daerah dan golongan serta DPA sementara
akan diselenggarakan sidang sesingkat – singkatnya.
Masa antara tahun 1959 sampai 1965 ( Orde Lama ) lembaga – lembaga negara
belum dibentuk seperti ; MPR, DPR, DPA, dan Badan Pemeriksa Keuangan sebagaimana
yang ditentukan oleh UUD 1945. Lembaga – lembaga tersebut diatas sifatnya masih
74
sementara dan fungsinya lembaga – lembaga tersebut juga masih belum sesuai dengan
UUD 1945 misalnya:
1. Presiden telah mengeluarkan produk – produk legislatif yang mestinya berbentuk
Undang – Undang ( dengan persetujuan DPR ) dalam bentuk penetapan Presiden
tanpa persetujuan DPR.
2. MPRS melalui ketetapan MPR No. II/MPR/1963 mengangkat Presiden Soekarno
seumur hidup disini bertentangan dengan UUD 1945 yang menyatakan masa jabatan
Presiden 5 tahun dan sesudahnya dipilih kembali.
3. Hak budjet DPR tidak berjalan karena pemerintah tidak mengajukan RUU APBN
untuk mendapatkan persetujuan DPR. Bahkan pada tahun 1960, karena DPR tidak
menyetujui RAPBN yang diajukan oleh pemerintah maka, Presiden lalu
membubarkan DPR.
4. Kekuasaan peradilan menjadi tidak bebas campur tangan pemerintah hal ini terlihat
dalam Undang – Undang No. 19 tahun 1964 tentang ketentuan – ketentuan pokok
kekuasaan kehakiman dimana pasal 19 menyatakan bahwa Presiden dapat turun atau
campur tangan dalam soal – soal peradilan.
Beberapa akibat kasus penyimpangan UUD 1945 tersebut membawa buruknya
keadaan politik dan keamanan serta kemerosotan dibidang ekonomi. Keadaan demikian
mencapai puncaknya pada pemberontakan G 30 S PKI yang gagal pada tahun 1965.
Kurun waktu Orde Baru tahun 1966 sampai 1998 yang mempunyai tekad
melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Karena telah
terbukti bahwa pemberontakan G 30 S yang didalangi oleh PKI maka rakyat
menghendaki dan menuntut PKI dibubarkan. Namun pada waktu itu pimpinan negara
tidak mau memenuhi tuntutan rakyat sehingga timbul “ situasi konflik “ antara rakyat
satu pihak dan Presiden dilain pihak. Keadaan dibidang politik, ekonomi, dan keamanan
semakin tidak terkendali, oleh karena itu rakyat dengan dipelopori oleh pemuda /
mahasiswa menyampaikan tuntutannya yaitu Tri Tuntutan Rakyat ( TRITURA ) yaitu :
1. Bubarkan PKI.
2. Bersihkan kabinet dari unsur – unsur PKI.
3. Turunkan harga – harga / perbaikan ekonomi.
Gerakan TRITURA semakin meningkat sehingga Presiden mengeluarkan Surat Perintah
Sebelas Maret 1966 kepada Letnan Jenderal TNI Soeharto, dengan lahirnya
SUPERSEMAR oleh rakyat dianggap sebagai lahirnya Orde Baru.
75
Dengan berlandaskan pada Surat Perintah 11 Maret 1966, pengemban
SUPERSEMAR pada tanggal 12 Maret 1966 membubarkan PKI dan ormas – ormasnya
jadi dengan demikian tanggal 19 Maret 1966 dinyatakan sebagai titik awal Orde baru.
Dalam masa ini telah dapat berhasil melaksanakan Undang – Undang Dasar 1945 dalam
hal pembentukan lembaga – lembaga Negara dan lain – lain, namun perkembangan lebih
lanjut Orde Baru didalam melaksanakan kekuasaan negara / pemerintah, sejalan dengan
proses yang dihadapi ternyata terjadi penyimpangan – penyimpangan yang terlihat
kepada pelaksanaan kekuasaan pemerintah mengarah otoriter. Dari pemerintah otoriter
ini muncul terjadinya konflik horisontal maupun vertikal yang diakhiri oleh lengsernya
Presiden Soeharto tanggal 21 Mei 1998, kemudian beralih kepada Pemerintah beraliran
Reformasi.
UUD 1945 pada masa era globalisasi yang ditandai oleh reformasi berawal dari
ketetapan MPR RI No. IV/MPR/1999 tentang GBHN kemudian disusul oleh Tap – Tap
MPR yang lain. Dari segi pengembangan hukum terlihat pada Tap MPR No.
III/MPR/2000 tentang sumber hukum dan tata urutan peraturan perundangan.
Sejak adanya perubahan / amandemen UUD 1945 yang pertama tersirat materi muatan konstitusi hanya diatur dalam UUD 1945 kemudian amandemen tersebut sampai perubahan keempat, secara lengkap proses amandemen pasal – pasal dimaksud dapat diperhatikan pada lampiran. Didalam era reformasi ini Pancasila tetap dipertahankan sebagai Dasar Negara dan Pancasila sebagai idiologi nasional yang merupakan cita – cita dari tujuan negara. Didalam pengembangan lebih lanjut bahwa Pancasila sebagai paradigma yaitu merupakan pola pikir atau kerangka berpikir, disini menunjukkan bahwa pembukaan UUD 1945 memiliki peranan penting yang menjadi satu kesatuan bersama UUD 1945. Menyangkut perubahan / amandemen UUD 1945 dimaksud diantaranya adalah untuk menghadapi perkembangan yang begitu cepat terjadi didunia ini.
76
BAB VII
PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA KEHIDUPAN DALAM MASYARAKAT BERBANGSA DAN BERNEGARA
A. Pengertian Paradigma Istilah paradigma pada awalnya berkembang dalam filsafat ilmu pengetahuan.
Secara terminologis tokoh yang mengembangkan istilah tersebut dalam dunia ilmu pengetahuan adalah Thomas S. Khun dalam bukunya yang berjudul “The Structure Of Scientific Revolution”, paradigma adalah suatu asumsi-asumsi dasar dan teoritis yang umum (merupakan suatu sumber nilai) sehingga merupakan suatu sumber hukum, metode serta penerapan dalam ilmu pengetahuan sehingga sangat menentukan sifat, ciri serta karakter ilmu pengetahuan itu sendiri.
Dalam ilmu-ilmu sosial manakala suatu teori yang didasarkan pada suatu hasil penelitian ilmiah yang mendasarkan pada metode kuantitatif yang mengkaji manusia dan masyarakat berdasarkan pada sifat-sifat yang parsial, terukur, korelatif dan positivistik, maka hasil dari ilmu pengetahuan tersebut secara epistemologis hanya mengkaji satu aspek saja dari obyek ilmu pengetahuan yaitu manusia.
Dalam masalah yang populer istilah paradigma berkembang menjadi terminologi yang mengandung konotasi pengertian sumber nilai, kerangka pikir, orientasi dasar, sumber asas serta tujuan dari suatu perkembangan, perubahan serta proses dari suatu bidang tertentu termasuk dalam bidang pembangunan, reformasi maupun dalam pendidikan.
B. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Tujuan negara yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 adalah sebagai
berikut “Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia” hal ini merupakan tujuan negara hukum formal, adapun rumusan “Memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa” hal ini merupakan tujuan negara hukum material, yang secara keseluruhan sebagai tujuan khusus atau nasional. Adapun tujuan umum atau internasional adalah “ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”.
Secara filosofis hakikat kedudukan Pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional mengandung suatu konsekuensi bahwa dalam segala aspek pembangunan nasional kita harus mendasarkan pada hakikat nilai-nilai Pancasila. Karena nilai-nilai Pancasila mendasarkan diri pada dasar ontologis manusia sebagai subyek pendukung Pancasila sekaligus sebagai subyek pendukung negara. Unsur-unsur hakikat manusia “monopluralis” meliputi susunan kodrat manusia, terdiri rokhani (jiwa) dan jasmani (raga), sifat kodrat manusia terdiri makhluk individu dan makhluk sosial serta kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi berdiri sendiri dan makhluk Tuhan YME.
1. Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan IPTEK
Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi (Iptek) pada hakikatnya merupakan suatu hasil kreativitas rohani manusia. Unsur rohani (jiwa) manusia meliputi aspek akal, rasa, dan kehendak. Akal merupakan potensi rohaniah manusia dalam hubungannya dengan intelektualitas, rasa dalam bidang estetis, dan kehendak dalam bidang moral (etika).
77
Tujuan yang esensial dari Iptek adalah demi kesejahteraan umat manusia, sehingga Iptek pada hakekatnya tidak bebas nilai namun terikat oleh nilai. Pengembangan Iptek sebagai hasil budaya manusia harus didasarkan pada moral Ketuhanan dan Kemanusiaan yang adil dan beradab.
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, mengkomplementasikan ilmu pengetahuan, mencipta, keseimbangan antara rasional dan irasional, antara akal, rasa dan kehendak. Berdasarkan sila ini Iptek tidak hanya memikirkan apa yang ditemukan, dibuktikan dan diciptakan tetapi juga dipertimbangkan maksud dan akibatnya apakah merugikan manusia dengan sekitarnya.
Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab, memberikan dasar-dasar moralitas bahwa manusia dalam mengembangkan Iptek harus bersifat beradab. Iptek adalah sebagai hasil budaya manusia yang beradab dan bermoral.
Sila Persatuan Indonesia, mengkomplementasikan universalia dan internasionalisme (kemanusiaan) dalam sila-sila yang lain. Pengembangan Iptek hendaknya dapat mengembangkan rasa nasionalisme, kebesaran bangsa serta keluhuran bangsa sebagai bagian dari umat manusia di dunia.
Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan mendasari pengembangan Iptek secara demokratis. Artinya setiap ilmuwan harus memiliki kebebasan untuk mengembangkan Iptek juga harus menghormati dan menghargai kebebasan orang lain dan harus memiliki sikap yang terbuka untuk dikritik, dikaji ulang maupun dibandingkan dengan penemuan ilmuwan lainnya.
Sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, mengkomplementasikan pengembangan Iptek haruslah menjaga keseimbangan keadilan dalam kehidupan kemanusiaan yaitu keseimbangan keadilan dalam hubungannya dengan dirinya sendiri, manusia dengan Tuhannya, manusia dengan manusia lainnya, manusia dengan masyarakat bangsa dan negara serta manusia dengan alam lingkungannya.
2. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan POLEKSOSBUDHANKAM
Hakikat manusia merupakan sumber nilai bagi pengembangan POLEKSOSBUDHANKAM. Pembangunan hakikatnya membangun manusia secara lengkap, secara utuh meliputi seluruh unsur hakikat manusia monopluralis, atau dengan kata lain membangun martabat manusia.
Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Bidang PolitikPengembangan dan pembangunan bidang politik harus mendasarkan pada
tuntutan hak dasar kemanusiaan yang di dalam istilah ilmu hukum dan kenegaraan disebut hak asasi manusia.
Dalam sistem politik negara harus mendasarkan pada kekuasaan yang bersumber pada penjelmaan hakikat manusia sebagai individu – mahluk sosial yang terjelma sebagai rakyat. Selain sistem politik negara Pancasila memberikan dasar-dasar moralitas politik negara. Drs. Moh. Hatta, menyatakan bahwa “negara berdasarkan atas Ketuhanan yang Maha Esa, atas dasar Kemanusiaan yang adil dan beradab”. Hal ini menurutnya agar memberikan dasar-dasar moral supaya negara tidak berdasarkan kekuasaan.
Dalam sila-sila Pancasila tersusun atas urut-urutan sistematis, bahwa dalam politik negara harus mendasarkan pada kerakyatan (sila IV), adapun pengembangan dan aktualisasi politik negara berdasarkan pada moralitas berturut-turut moral ketuhanan, moral kemanusiaan (sila II) dan moral persatuan, yaitu ikatan moralitas sebagai suatu
78
bangsa (sila III). Adapun aktualisasi dan pengembangan politik negara demi tercapainya keadilan dalam hidup bersama (sila V).
Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan EkonomiMubyarto mengembangkan ekonomi kerakyatan, yaitu ekonomi humanistik yang
mendasarkan pada tujuan demi kesejahteraan rakyat secara luas. Maka sistem ekonomi Indonesia mendasarkan atas kekeluargaan seluruh bangsa. Tujuan ekonomi itu sendiri adalah untuk memenuhi kebutuhan manusia, agar manusia menjadi lebih sejahtera. Ekonomi harus mendasarkan pada kemanusiaan yaitu demi kesejahteraan manusia, sehingga harus menghindarkan diri dari pengembangan ekonomi yang hanya mendasarkan persaingan bebas, monopoli dan lainnya yang menimbulkan penderitaan pada manusia, penindasan atas manusia satu dengan lainnya.
Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Sosial BudayaDalam pengembangan sosial budaya pada masa reformasi dewasa ini kita harus
mengangkat nilai-nilai yang dimiliki bangsa Indonesia sebagai dasar nilai yaitu nilai-nilai Pancasila itu sendiri. Prinsip etika Pancasila pada hakikatnya bersifat humanistik, artinya nilai-nilai Pancasila mendasarkan pada nilai yang bersumber pada harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang berbudaya. Dalam rangka pengembangan sosial budaya, Pancasila sebagai kerangka kesadaran yang dapat mendorong untuk universalisasi, yaitu melepaskan simbol-simbol dari keterikatan struktur, dan transendentalisasi. yaitu meningkatkan derajat kemerdekaan manusia, kebebasan spiritual.
Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan HankamPertahanan dan Keamanan negara harus mendasarkan pada tujuan demi
tercapainya kesejahteraan hidup manusia sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa. Pertahanan dan Keamanan negara haruslah mendasarkan pada tujuan demi kepentingan rakyat sebagai warga negara. Pertahanan dan keamanan harus menjamin hak-hak dasar, persamaan derajat serta kebebasan kemanusiaan dan Hankam diperuntukkan demi terwujudnya keadilan dalam masyarakat agar negara benar-benar meletakkan pada fungsi yang sebenarnya sebagai suatu negara hukum dan bukannya suatu negara yang berdasarkan kekuasaan.
Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Kehidupan BeragamaPancasila telah memberikan dasar-dasar nilai yang fundamental bagi bangsa
Indonesia untuk hidup secara damai dalam kehidupan beragama di negara Indonesia. Dalam pengertian ini maka negara menegaskan dalam pokok pikiran ke IV bahwa “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa “, ini berarti bahwa kehidupan dalam negara mendasarkan pada nilai-nilai Ketuhanan.
C. Pancasila sebagai Paradigma ReformasiNegara Indonesia ingin mengadakan suatu perubahan, yaitu menata kembali
kehidupan berbangsa dan bernegara demi terwujudnya masyarakat madani yang sejahtera, masyarakat yang bermartabat kemanusiaan yang menghargai hak-hak asasi manusia, masyarakat yang demokratis yang bermoral religius serta masyarakat yang bermoral kemanusiaan dan beradab.
Pada hakikatnya reformasi adalah mengembalikan tatanan kenegaraan kearah sumber nilai yang merupakan platform kehidupan bersama bangsa Indonesia, yang selama ini diselewengkan demi kekuasaan sekelompok orang, baik pada masa orde lama maupun orde baru. Proses reformasi walaupun dalam lingkup pengertian reformasi total harus memiliki platform dan sumber nilai yang jelas dan merupakan arah, tujuan, serta
79
cita-cita yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Reformasi itu harus memiliki tujuan, dasar, cita-cita serta platform yang jelas dan bagi bangsa Indonesia nilai-nilai Pancasila itulah yang merupakan paradigma reformasi total tersebut.
1. Gerakan ReformasiPelaksanaan GBHN 1998 pada Pembangunan Jangka Panjang II Pelita ke tujuh
bangsa Indonesia menghadapi bencana hebat, yaitu dampak krisis ekonomi Asia terutama Asia Tenggara sehingga menyebabkan stabilitas politik menjadi goyah.
Sistem politik dikembangkan kearah sistem “Birokratik Otoritarian” dan suatu sistem “Korporatik”. Sistem ini ditandai dengan konsentrasi kekuasaan dan partisipasi didalam pembuatan keputusan-keputusan nasional yang berada hampir seluruhnya pada tangan penguasa negara, kelompok militer, kelompok cerdik cendikiawan dan kelompok pengusaha oligopolistik dan bekerjasama dengan mayarakat bisnis internasional.
Awal keberhasilan gerakan reformasi tersebut ditandai dengan mundurnya Presiden Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998, yang kemudian disusul dengan dilantiknya Wakil Presiden Prof. Dr. B.J. Habibie menggantikan kedudukan Presiden. Kemudian diikuti dengan pembentukan Kabinet Reformasi Pembangunan. Pemerintahan Habibie inilah yang merupakan pemerintahan transisi yang akan mengantarkan rakyat Indonesia untuk melakukan reformasi secara menyeluruh, terutama perubahan paket UU politik tahun 1985, kemudian diikuti dengan reformasi ekonomi yang menyangkut perlindungan hukum. Yang lebih mendasar reformasi dilakukan pada kelembagaan tinggi dan tertinggi negara yaitu pada susunan DPR dan MPR, yang dengan sendirinya harus dilakukan melalui Pemilu secepatnya.
c. Gerakan Reformasi dan Ideologi Pancasila Arti Reformasi secara etimologis berasal dari kata reformation dengan akar kata
reform yang artinya “make or become better by removing or putting right what is bad or wrong”. Secara harfiah reformasi memiliki arti suatu gerakan untuk memformat ulang, menata ulang atau menata kembali hal-hal yang menyimpang untuk dikembalikan pada format atau bentuk semula sesuai dengan nilai-nilai ideal yang dicita-citakan rakyat. Oleh karena itu suatu gerakan reformasi memiliki kondisi syarat-syarat sebagai berikut :1. Suatu gerakan reformasi dilakukan karena adanya suatu penyimpangan-
penyimpangan. Misalnya pada masa orde baru, asas kekeluargaan menjadi nepotisme, kolusi, dan korupsi yang tidak sesuai dengan makna dan semangat UUD 1945.
2. Suatu gerakan reformasi dilakukan harus dengan suatu cita-cita yang jelas (landasan ideologis) tertentu. Dalam hal ini Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara Indonesia.
3. Suatu gerakan reformasi dilakukan dengan berdasarkan pada suatu kerangka struktural tertentu (dalam hal ini UUD) sebagai kerangka acuan reformasi.
4. Reformasi dilakukan ke arah suatu perubahan kondisi serta keadaan yang lebih baik dalam segala aspek antara lain bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, serta kehidupan keagamaan.
5. Reformasi dilakukan dengan suatu dasar moral dan etika sebagai manusia yang berketuhanan yang maha esa, serta terjaminnya persatuan dan kesatuan bangsa.
b. Pancasila sebagai Dasar Cita-cita ReformasiMenurut Hamengkubuwono X, gerakan reformasi harus tetap diletakkan dalam
kerangka perspektif Pancasila sebagai landasan cita-cita dan ideologi sebab tanpa adanya suatu dasar nilai yang jelas maka suatu reformasi akan mengarah pada suatu disintegrasi,
80
anarkisme,brutalisme pada akhirnya menuju pada kehancuran bangsa dan negara Indonesia. Maka reformasi dalam perspektif Pancasila pada hakikatnya harus berdasarkan pada nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pancasila sebagai sumber nilai memiliki sifat yang reformatif artinya memiliki aspek pelaksanaan yang senantiasa mampu menyesuaikan dengan dinamika aspirasi rakyat. Dalam mengantisipasi perkembangan jaman yaitu dengan jalan menata kembali kebijaksanaan-kebijaksanaan yang tidak sesuai dengan aspirasi rakyat.
2. Pancasila sebagai Paradigma Reformasi HukumSetelah peristiwa 21 Mei 1998 saat runtuhnya kekuasaan orde baru, salah satu
subsistem yang mengalami kerusakan parah adalah bidang hukum. Produk hukum baik materi maupun penegaknya dirasakan semakin menjauh dari nilai-nilai kemanusiaan, kerakyatan serta keadilan.
Kerusakan atas subsistem hukum yang sangat menentukan dalam berbagai bidang misalnya, politik, ekonomi dan bidang lainnya maka bangsa Indonesia ingin melakukan suatu reformasi, menata kembali subsistem yang mengalami kerusakan tersebut.
Pancasila sebagai Sumber Nilai Perubahan HukumDalam negara terdapat suatu dasar fundamental atau pokok kaidah yang
merupakan sumber hukum positif yang dalam ilmu hukum tata negara disebut staatsfundamental, di Indonesia tidak lain adalah Pancasila.
Hukum berfungsi sebagai pelayanan kebutuhan masyarakat, maka hukum harus selalu diperbarui agar aktual atau sesuai dengan keadaan serta kebutuhan masyarakat yang dilayani dan dalam pembaruan hukum yang terus-menerus tersebut Pancasila harus tetap sebagai kerangka berpikir, sumber norma, dan sumber nilai.
Sebagai cita-cita hukum, Pancasila dapat memenuhi fungsi konstitutif maupun fungsi regulatif. Dengan fungsi regulatif Pancasila menentukan dasar suatu tata hukum yang memberi arti dan makna bagi hukum itu sendiri sehingga tanpa dasar yang diberikan oleh Pancasila maka hukum akan kehilangan arti dan maknanya sebagai hukum itu sendiri. Fungsi regulatif Pancasila menentukan apakah suatu hukum positif sebagai produk yang adil ataukah tidak adil. Sebagai staatfundamentalnorm, Pancasila merupakan pangkal tolak derivasi (sumber penjabaran) dari tertib hukum di Indonesia termasuk UUD 1945. Dalam pengertian inilah menurut istilah ilmu hukum disebut sebagai sumber dari segala peraturan perundang-undangan di Indonesia.
Sumber hukum meliputi dua macam pengertian, sumber hukum formal yaitu sumber hukum ditinjau dari bentuk dan tata cara penyusunan hukum, yang mengikat terhadap komunitasnya, misalnya UU, Peraturan Menteri, Peraturan Daerah. Sumber hukum material yaitu suatu sumber hukum yang menentukan materi atau isi suatu norma hukum.
Jika terjadi ketidakserasian atau pertentangan satu norma hukum dengan norma hukum lainnya yang secara hierarkis lebih tinggi apalagi dengan Pancasila sebagai sumbernya, berarti terjadi inkonstitusionalitas (unconstitutionality) dan ketidak legalan (illegality) dan karenanya norma hukum yang lebih rendah itu batal demi hukum.
Dengan demikian maka upaya untuk reformasi hukum akan benar-benar mampu mengantarkan manusia ketingkat harkat dan martabat yang lebih tinggi sebagai makhluk yang berbudaya dan beradab.
81
Dasar Yuridis Reformasi HukumReformasi total sering disalah artikan sebagai dapat melakukan perubahan dalam
bidang apapun dengan jalan apapun. Jika demikian maka kita akan menjadi bangsa yang tidak beradab, tidak berbudaya, masyarakat tanpa hukum, yang menurut Hobbes disebut keadaan “homo homini lupus”, manusia akan menjadi serigala manusia lainnya dan hukum yang berlaku adalah hukum rimba.
UUD 1945 beberapa pasalnya dalam praktek penyelenggaraan negara bersifat multi interpretable (penafsiran ganda), dan memberikan porsi kekuasaan yang sangat besar kepada presiden (executive heavy). Akibatnya memberikan kontribusi atas terjadinya krisis politik serta mandulnya fungsi hukum dalam negara RI. Berdasarkan isi yang terkandung dalam Penjelasan UUD 1945, Pembukaan UUD 1945 menciptakan pokok-pokok pikiran yang dijabarkan dalam pasal-pasal UUD 1945 secara normatif. Pokok-pokok pikiran tersebut merupakan suasana kebatinan dari UUD dan merupakan cita-cita hukum yang menguasai baik hukum dasar tertulis (UUD 1945) maupun hukum dasar tidak tertulis (Convensi).
Selain itu dasar yuridis Pancasila sebagai paradigma reformasi hukum adalah Tap MPRS No.XX/MPRS/1966 yang menyatakan bahwa Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia, yang berarti sebagai sumber produk serta proses penegakan hukum yang harus senantiasa bersumber pada nilai-nilai Pancasila dan secara eksplisit dirinci tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia yang bersumber pada nilai-nilai Pancasila.
Berbagai macam produk peraturan perundang-undangan yang telah dihasilkan dalam reformasi hukum antara lain :
- UU No. 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik- UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilu- UU No. 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan
DPRD- UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah- UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Daerah- UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan
Bebas dari KKN.Pada tingkatan Ketetapan MPR telah dilakukan reformasi hukum melalui Sidang
Istimewa MPR pada bulan Nopember 1998 yang menghasilkan ketetapan-ketetapan:- Tap No. VIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Referendum- Tap No. IX/MPR/1998 tentang GBHN- Tap No. X/MPR/1998 tentang Pokok-pokok Reformasi Pembangunan- Tap No. XI/MPR/1998 tentang Negara bebas KKN- Tap No. XII/MPR/1998 tentang Masa jabatan Presiden- Tap No. XIV/MPR/1998 tentang Pemilu 1999- Tap No. XV/MPR/1998 tentang Otonomi Daerah dan Perimbangan
Keuangan Pusat dan Daerah- Tap No. XVI/MPR/1998 tentang Demokrasi Ekonomi- Tap No. XVII/MPR.1998 tentang Hak asasi Manusia- Tap No. XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan P4.
Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Pelaksanaan HukumDalam era reformasi pelaksanaan hukum harus didasarkan pada suatu nilai
sebagai landasan operasionalnya. Reformasi pada dasarnya untuk mengembalikan hakikat dan fungsi negara pada tujuan semula yaitu melindungi seluruh bangsa dan
82
seluruh tumpah darah Indonesia. Negara pada hakikatnya secara formal harus melindungi hak-hak warganya terutama hak kodrat sebagai suatu hak asasi yang merupakan karunia Tuhan YME. Oleh karena itu pelanggaran terhadap hak asasi manusia adalah sebagai pengingkaran terhadap dasar filosofis negara misalnya pembungkaman demokrasi, penculikan, pembatasan berpendapat berserikat, berunjuk rasa dan lain sebagainya.
Pelaksanaan hukum pada masa reformasi harus benar-benar dapat mewujudkan negara demokrasi dengan suatu supremasi hukum. Artinya pelaksanaan hukum harus mampu mewujudkan jaminan atas terwujudnya keadilan (sila V) dalam suatu negara yaitu keseimbangan antara hak dan kewajiban bagi setiap warga negara tidak memandang pangkat, jabatan, golongan, etnisitas maupun agama. Setiap warga negara bersamaan kedudukannya di muka hukum dan pemerintah (pasal 27 UUD 1945). Jaminan atas terwujudnya keadilan bagi setiap warga negara dalam hidup bersama dalam suatu negara yang meliputi seluruh unsur keadilan baik keadilan distributif, keadilan komulatif, serta keadilan legal. Konsekuensinya dalam pelaksanaan hukum aparat penegak hukum terutama pihak kejaksaan adalah sebagai ujung tombaknya sehingga harus benar-benar bersih dari praktek KKN.
3.Pancasila sebagai Paradigma Reformasi PolitikLandasan aksiologis (sumber nilai) sistem politik Indonesia adalah dalam
Pembukaan UUD 1945 alinea IV yang berbunyi “……maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang Berkedaulatan Rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang Dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Jika dikaitkan dengan makna alinea II tentang cita-cita negara dan kemerdekaan yaitu demokrasi (bebas, bersatu, berdaulat, adil dan makmur). Dasar politik ini menunjukkan kepada kita bahwa bentuk dan bangunan kehidupan masyarakat yang bersatu (sila III), demokrasi (sila IV), berkeadilan dan berkemakmuran (sila V) serta negara yang memiliki dasar-dasar moral ketuhanan dan kemanusiaan.
Nilai demokrasi politik sebagaimana terkandung dalam Pancasila sebagai fondasi bangunan negara yang dikehendaki oleh para pendiri negara kita dalam kenyataannya tidak dilaksanakan berdasarkan suasana kerokhanian berdasarkan nilai-nilai tersebut. Berdasarkan semangat dari UUD 1945 esensi demokrasi adalah :
1. Rakyat merupakan pemegang kedaulatan tertinggi dalam negara.2. Kedaulatan rakyat dijalankan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan
Rakyat.3. Presiden dan wakil presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat
dan karenanya harus tunduk dan bertanggungjawab kepada MPR.4. Produk hukum apapun yang dihasilkan oleh Presiden, baik sendiri maupun
bersama-sama lembaga lain kekuatannya berada di bawah Majelis Permusyawatan Rakyat atau produk-produknya
Prinsip-prinsip demokrasi tersebut bilamana kita kembalikan pada nilai esensial yang terkandung dalam Pancasila maka kedaulatan tertinggi negara adalah di tangan rakyat. Rakyat adalah asal mula kekuasaan negara, oleh karena itu paradigma ini harus merupakan dasar pijakan dalam reformasi.
Reformasi kehidupan politik juga dilakukan dengan meletakkan cita-cita kehidupan kenegaraan dan kebangsaan dalam suatu kesatuan waktu yaitu nilai masa lalu, masa kini dan kehidupan masa yang akan datang. Atas dasar inilah maka pertimbangan
83
realistik sebagai unsur yang sangat penting yaitu dinamika kehidupan masyarakat, aspirasi serta tuntutan masyarakat yang senantiasa berkembang untuk menjamin tumbuh berkembangnya demokrasi di negara Indonesia. karena faktor penting demokrasi dalam suatu negara adalah partisipasi dari seluruh warganya. Dengan sendirinya kesemuanya ini harus diletakkan dalam kerangka nilai-nilai yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri sebagai filsafat hidupnya yaitu nilai-nilai Pancasila.
4. Pancasila sebagai Paradigma Reformasi EkonomiKebijaksanaan yang selama ini diterapkan hanya mendasarkan pada pertumbuhan
dan mengabaikan prinsip nilai kesejahteraan bersama seluruh bangsa, dalam kenyataannya hanya menyentuh kesejahteraan sekelompok kecil orang bahkan penguasa. Pada era ekonomi global dewasa ini dalam kenyataannya tidak mampu bertahan. Krisis ekonomi yang terjadi di dunia dan melanda Indonesia mengakibatkan ekonomi Indonesia terpuruk, sehingga kepailitan yang diderita oleh para pengusaha harus ditanggung oleh rakyat.
Dalam kenyataannya sektor ekonomi yang justru mampu bertahan pada masa krisis dewasa ini adalah ekonomi kerakyatan, yaitu ekonomi yang berbasis pada usaha rakyat. Oleh karena itu subsidi yang luar biasa banyaknya pada kebijaksanaan masa orde baru hanya dinikmati oleh sebagian kecil orang yaitu sekelompok konglomerat, sedangkan bilamana mengalami kebangkrutan seperti saat ini rakyatlah yang banyak dirugikan. Oleh karena itu rekapitalisasi pengusaha pada masa krisis dewasa ini sama halnya dengan rakyat banyak membantu pengusaha yang sedang terpuruk.
Langkah yang strategis dalam upaya melakukan reformasi ekonomi yang berbasis pada ekonomi rakyat yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila yang mengutamakan kesejahteraan seluruh bangsa adalah sebagai berikut :1. Keamanan pangan dan mengembalikan kepercayaan, yaitu dilakukan dengan
program “social safety net” yang popular dengan program Jaring Pengaman Sosial (JPS). Sementara untuk mengembalikan kepercayaan rakyat terhadap pemerintah, maka pemerintah harus secara konsisten menghapuskan KKN, serta mengadili bagi oknum pemerintah masa orde baru yang melakukan pelanggaran. Hal ini akan memberikan kepercayaan dan kepastian usaha.
2. Program rehabilitasi dan pemulihan ekonomi. Upaya ini dilakukan dengan menciptakan kondisi kepastian usaha, yaitu dengan diwujudkan perlindungan hukum serta undang-undang persaingan yang sehat. Untuk itu pembenahan dan penyehatan dalam sektor perbankan menjadi prioritas utama, karena perbankan merupakan jantung perekonomian.
3. Transformasi struktur, yaitu guna memperkuat ekonomi rakyat maka perlu diciptakan sistem untuk mendorong percepatan perubahan struktural (structural transformation). Transformasi struktural ini meliputi proses perubahan dari ekonomi tradisional ke ekonomi modern, dari ekonomi lemah ke ekonomi yang tangguh, dari ekonomi subsistem ke ekonomi pasar, dari ketergantungan kepada kemandirian, dari orientasi dalam negeri ke orientasi ekspor.
Dengan sendirinya intervensi birokrat pemerintahan yang ikut dalam proses ekonomi melalui monopoli demi kepentingan pribadi harus segera diakhiri. Dengan sistem ekonomi yang mendasarkan nilai pada upaya terwujudnya kesejahteraan seluruh bangsa maka peningkatan kesejahteraan akan dirasakan oleh sebagian besar rakyat, sehingga dapat mengurangi kesenjangan ekonomi.
84
D. Aktualisasi Pancasila Aktualisasi Pancasila dapat dibedakan atas dua macam yaitu aktualisasi obyektif
dan subyektif. Aktualisasi Pancasila obyektif yaitu aktualisasi Pancasila dalam berbagai bidang kehidupan kenegaraan yang meliputi kelembagaan negara antara lain legislatif, eksekutif maupun yudikatif. Selain itu juga meliputi bidang-bidang aktualisasi lainnya seperti politik, ekonomi, hukum terutama dalam penjabaran ke dalam undang-undang, GBHN, pertahanan keamanan, pendidikan maupun bidang kenegaraan lainnya. Adapun aktualisasi Pancasila subyektif adalah aktualisasi Pancasila pada setiap individu terutama dalam aspek moral dalam kaitannya dengan hidup negara dan masyarakat. Aktualisasi yang subyektif tersebut tidak terkecuali baik warga negara biasa, aparat penyelenggara negara, penguasa negara, terutama kalangan elit politik dalam kegiatan politik perlu mawas diri agar memiliki moral Ketuhanan dan Kemanusiaan sebagaimana terkandung dalam Pancasila.
E. Tridharma Perguruan TinggiPendidikan Tinggi sebagai institusi dalam masyarakat bukanlah merupakan
menara gading yang jauh dari kepentingan masyarakat melainkan senantiasa mengemban dan mengabdi kepada masyarakat. Menurut PP No. 60 Th. 1999, perguruan tinggi memiliki tiga tugas pokok yang disebut Tridharma Perguruan Tinggi, yang meliputi :1. Pendidikan Tinggi
Lembaga pendidikan tinggi memiliki tugas melaksanakan pendidikan untuk menyiapkan, membentuk dan menghasilkan sumber daya yang berkualitas. Tugas pendidikan tinggi adalah :
a. Menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan atau memperkaya khasanah ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian.
b. Mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian serta mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional.
Pengembangan ilmu di perguruan tinggi bukanlah value free (bebas nilai), melainkan senantiasa terikat nilai yaitu nilai ketuhahan dan kemanusiaan. Oleh karena itu pendidikan tinggi haruslah menghasilkan ilmuwan, intelektual serta pakar yang bermoral ketuhanan yang mengabdi pada kemanusiaan.
2. PenelitianPenelitian adalah suatu kegiatan telaah yang taat kaidah, bersifat obyektif dalam
upaya untuk menemukan kebenaran dan menyelesaikan masalah dalam ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian.
Dalam suatu kegiatan penelitian seluruh unsur dalam penelitian senantiasa mendasarkan pada suatu paradigma tertentu, baik permasalahan, hipotesis, landasan teori maupun metode yang dikembangkannya. Dalam khasanah ilmu pengetahuan terdapat berbagai macam bidang ilmu pengetahuan yang masing-masing memiliki karakteristik sendiri-sendiri, karena paradigma yang berbeda. Bahkan dalam suatu bidang ilmu terutama ilmu sosial, antropologi dan politik terdapat beberapa pendekatan dengan paradigma yang berbeda, misalnya pendekatan kualitatif dan pendekatan kuantitatif.
Dasar-dasar nilai dalam Pancasila menjiwai moral peneliti sehingga suatu penelitian harus bersifat obyektif dan ilmiah. Seorang peneliti harus berpegangan pada moral kejujuran yang bersumber pada ketuhanan dan kemanusiaan. Suatu hasil penelitian tidak boleh karena motivasi uang, kekuasaan, ambisi atau bahkan kepentingan primordial tertentu. Selain itu asas manfaat penelitian harus demi kesejahteraan umat manusia,
85
sehingga dengan demikian suatu kegiatan penelitian senantiasa harus diperhitungkan manfaatnya bagi masyarakat luas serta peningkatan harkat dan martabat kemanusiaan.
3. Pengabdian kepada Masyarakat Pengabdian kepada masyarakat adalah suatu kegiatan yang memanfaatkan ilmu
pengetahuan dalam upaya memberikan sumbangan demi kemajuan masyarakat.Realisasi pengabdian kepada masyarakat dengan sendirinya disesuaikan dengan
ciri khas, sifat serta karakteristik bidang ilmu yang dikembangkan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan. Aktualisasi pengabdian kepada masyarakat ini pada hakikatnya merupakan suatu aktualisasi pengembangan ilmu pengetahuan demi kesejahteraan umat manusia. Kegiatan pengabdian kepada masyarakat sebenarnya merupakan suatu aktualisasi kegiatan masyarakat ilmiah perguruan tinggi yang dijiwai oleh nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan sebagaimana terkandung dalam Pancasila.
F. Budaya AkademikWarga dari suatu perguruan tinggi adalah insan-insan yang memiliki wawasan
dan integritas ilmiah. Oleh karena itu masyarakat akademik harus senantiasa mengembangkan budaya ilmiah yang merupakan esensi pokok dari aktivitas perguruan tinggi. Terdapat sejumlah ciri masyarakat ilmiah sebagai budaya akademik sebagai berikut :a. Kritis, senantiasa mengembangkan sikap ingin tahu segala sesuatu untuk selanjutnya
diupayakan jawaban dan pemecahannya melalui suatu kegiatan ilmiah penelitian.b. Kreatif, senantiasa mengembangkan sikap inovatif, berupaya untuk menemukan
sesuatu yang baru dan bermanfaat bagi masyarakat.c. Obyektif, kegiatan ilmiah yang dilakukan harus benar-benar berdasarkan pada suatu
kebenaran ilmiah, bukan karena kekuasaan, uang atau ambisi pribadi.d. Analitis, suatu kegiatan ilmiah harus dilakukan dengan suatu metode ilmiah yang
merupakan suatu prasyarat untuk tercapainya suatu kebenaran ilmiah.e. Konstruktif, harus benar-benar mampu mewujudkan suatu karya baru yang
memberikan asas kemanfaatan bagi masyarakat.f. Dinamis, ciri ilmiah sebagai budaya akademik harus dikembangkan terus-menerus.g. Dialogis, dalam proses transformasi ilmu pengetahuan dalam masyarakat akademik
harus memberikan ruang pada peserta didik untuk mengembangkan diri, melakukan kritik serta mendiskusikannya.
h. Menerima kritik, sebagai suatu konsekuensi suasana dialogis yaitu setiap insan akademik senantiasa bersifat terbuka terhadap kritik.
i. Menghargai prestasi ilmiah/akademik, masyarakat intelektual akademik harus menghargai prestasi akademik, yaitu prestasi dari suatu kegiatan ilmiah.
j. Bebas dari prasangka, budaya akademik harus mengembangkan moralitas ilmiah yaitu harus mendasarkan kebenaran pada suatu kebenaran ilmiah.
k. Menghargai waktu, senantiasa memanfaatkan waktu seefektif dan seefisien mungkin, terutama demi kegiatan ilmiah dan prestasi.
l. Memiliki dan menjunjung tinggi tradisi ilmiah, memiliki karakter ilmiah sebagai inti pokok budaya akademik
m. Berorientasi ke masa depan, mampu mengantisipasi suatu kegiatan ilmiah ke masa depan dengan suatu perhitungan yang cermat, realistis dan rasional.
n. Kesejawatan/kemitraan, memiliki rasa persaudaraan yang kuat untuk mewujudkan suatu kerja sama yang baik. Oleh karena itu budaya akademik senantiasa memegang dan menghargai tradisi almamater sebagai suatu tanggung jawab moral masyarakat intelektual akademik.
86
G. Kampus sebagai Moral Force Pengembangan Hukum dan HAMMasyarakat kampus wajib senantiasa bertanggung jawab secara moral atas
kebenaran obyektif, tanggung jawab terhadap masyarakat bangsa dan negara, serta mengabdi kepada kesejahteraan kemanusiaan. Oleh karena itu sikap masyarakat kampus tidak boleh tercemar oleh kepentingan politik penguasa sehingga benar-benar luhur dan mulia. Oleh karena itu dasar pijak kebenaran masyarakat kampus adalah kebenaran yang bersumber pada ketuhanan dan kemanusiaan.
Indonesia dalam melaksanakan reformasi dewasa ini, agenda yang mendesak untuk diwujudkan adalah reformasi dalam bidang hukum dan peraturan perundang-undangan. Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, oleh karena itu dalam rangka melakukan penataan negara untuk mewujudkan masyarakat yang demokratis maka harus menegakkan supremasi hukum. Agenda reformasi yang pokok segera direalisasikan adalah untuk melakukan reformasi dalam bidang hukum. Konsekuensinya dalam mewujudkan suatu tatanan hukum yang demokratis, maka harus dilakukan pengembangan hukum positif.
Dalam reformasi bidang hukum, bangsa Indonesia telah mewujudkan Undang-undang Hak Asasi Manusia yaitu UU No. 39 Th.1999. Sebagaimana terkandung dalam konsideran bahwa yang dimaksud Hak asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugrah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Disamping hak asasi manusia, undang-undang ini juga menentukan Kewajiban Dasar Manusia, yaitu seperangkat kewajiban yang apabila tidak dilaksanakan, tidak memungkinkan terlaksana dan tegaknya hak asasi manusia.
Dalam penegakan hak asasi manusia tersebut mahasiswa sebagai kekuatan moral harus bersifat obyektif dan benar-benar berdasarkan kebenaran moral demi harkat dan martabat manusia, bukan karena kepentingan politik terutama kepentingan kekuatan politik dan konspirasi kekuatan internasional yang ingin menghancurkan negara Indonesia. Perlu disadari bahwa dalam menegakkan hak asasi manusia pelanggaran terhadap hak asasi manusia dapat dilakukan oleh seseorang, kelompok orang termasuk aparat negara, penguasa negara baik disengaja maupun tidak disengaja.
87