Diktat Fonologi Revisi

29
Menurut buku Linguistik Umum bahasa Indonesia, Fonologi adalah bidang linguistik yang mempelajari, menganalisis,dan membicarakan runtunan bunyi-bunyi bahasa. Fonologi berasal dari kata fon yang artinya bunyi dan logi yang berarti ilmu. objek studi fonologi dibedakan menjadi fonetik dan fonemik. Fonetik adalah cabang studi fonologi yang mempelajari bunyi bahasa tanpa memperhatikan apakah bunyi tersebut mempunyai fungsi sebagai pembeda arti atau tidak. Sedangkan fonemik adalah cabang studi fonologi yang mempelajari bnyi bahasa dengan memperhatikan fungsi bunyi tersebut sebagai pembeda makna (Chaer, 2003 : 102). Sedangkan menurut buku Fonologi Jepang, Fonetik adalah ilmu yang mempelajari bunyi-bunyi bahasa secara fisik. Dan Fonologi adalah ilmu yang mempelajari fungsi dan kondisi bunyi-bunyi bahasa secara khusus di dalam tata bunyi bahasa berdasarkan data-data yang diperoleh dari ilmu fonetik (Tjandra, 2004 : 1). Menurut buku ini, fonologi diartikan sama dengan fonemik. Menurut buku Dasar-Dasar Lingusitik Bahasa Jepang, fonetik dalam bahasa Jepang disebut Onseigaku, yaitu ilmu yang mengkaji tentang ilmu bahasa (ujaran) yang digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi (Sutedi, 2008 : 11). Sedangkan fonologi dalam bahasa Jepang disebut On’inron, yaitu cabang

description

a

Transcript of Diktat Fonologi Revisi

Page 1: Diktat Fonologi Revisi

Menurut buku Linguistik Umum bahasa Indonesia, Fonologi adalah bidang linguistik

yang mempelajari, menganalisis,dan membicarakan runtunan bunyi-bunyi bahasa.

Fonologi berasal dari kata fon yang artinya bunyi dan logi yang berarti ilmu. objek

studi fonologi dibedakan menjadi fonetik dan fonemik. Fonetik adalah cabang studi

fonologi yang mempelajari bunyi bahasa tanpa memperhatikan apakah bunyi

tersebut mempunyai fungsi sebagai pembeda arti atau tidak. Sedangkan fonemik

adalah cabang studi fonologi yang mempelajari bnyi bahasa dengan memperhatikan

fungsi bunyi tersebut sebagai pembeda makna (Chaer, 2003 : 102).

Sedangkan menurut buku Fonologi Jepang, Fonetik adalah ilmu yang mempelajari

bunyi-bunyi bahasa secara fisik. Dan Fonologi adalah ilmu yang mempelajari fungsi

dan kondisi bunyi-bunyi bahasa secara khusus di dalam tata bunyi bahasa

berdasarkan data-data yang diperoleh dari ilmu fonetik (Tjandra, 2004 : 1).

Menurut buku ini, fonologi diartikan sama dengan fonemik.

Menurut buku Dasar-Dasar Lingusitik Bahasa Jepang, fonetik dalam bahasa Jepang

disebut Onseigaku, yaitu ilmu yang mengkaji tentang ilmu bahasa (ujaran) yang

digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi (Sutedi, 2008 : 11). Sedangkan

fonologi dalam bahasa Jepang disebut On’inron, yaitu cabang linguistik yang

mengkaji tentang lambang bunyi bahasa berdasarkan fungsinya (Sutedi, 2008 : 36).

Fonetik

Menurut urutan proses terjadinya bunyi bahasa, fonetik dibedakan menjadi tiga

jenis, yaitu fonetik artikulatoris, fonetik akustik dan fonetik auditoris.

Fonetik artikulatoris disebut juga fonetik organis atau fonetik fisiologis,

mempelajari mekanisme alat ucap manusia bekerja dalam menghasilkan bunyi

bahasa, serta mengklasifikasikan bunyi bahasa tersebut. Fonetik artikulatoris dalam

bahasa Jepang disebut cho’on onseigaku.

Page 2: Diktat Fonologi Revisi

Fonetik akustik mempelajari bunyi bahasa sebagai peristiwa fisis atau fenomena

alam. Bunyi-bunyi ini diselidiki frekuensi getarannya, amplitudonya, intensitasnya

dan timbrenya. Dalam bahasa Jepang disebut onkyo onseigaku.

Fonetik auditoris mempelajari mekanisme penerimaan bunyi bahasa itu oleh telinga

kita. Dalam bahasa Jepang disebut chokaku onseigaku.

Yang dipelajari dalam ilmu linguistik adalah fonetik artikulatoris. Fonetik akustik

dipelajari dalam ilmu fisika sedangkan fonetik auditoris dibahas dalam ilmu

kedokteran.

Alat Ucap (onsei kikan)

Alat ucap adalah organ tubuh yang berlokasi di dalam rongga mulut dan sekitarnya,

bekrja atau berfungsi selama proses pembentukan bunyi bahasa berlangsung

(Tjandra, 2004 : 7). Alat ucap disebut juga artikulator.

Klasifikasi Bunyi

Vokal (Bo’in)

Vokal adalah bunyi bahasa yang dihasilkan melalui tahapan para ucapan tanpa

hambatan dan merupakan suara yang dihasilkan pita suara kemudian dibawa oleh

gelombang udara beresonansi di rongga mulut (Tjandra : 22)

Bunyi vokal dalam bahasa Jepang ada lima, yaitu a, i, u, e dan o.

Jenis bunyi vokal dalam bahasa Jepang ditentukan oleh lima hal berikut :

Tinggi-rendahnya posisi lidah, yaitu tergantung pada bentuk terbukanya mulut.

Posisi lidah, yaitu pada bagian depan atau belakang.

Bentuk bibir, yaitu bulat atau tidak

Getaran rongga hidung

Getaran pita suara (Sutedi : 17)

Berdasarkan penjelasan di atas, cara pengucapan vocal-vokal dalam bahasa Jepang

adalah sebagai berikut :

Page 3: Diktat Fonologi Revisi

: vocal (a) diucapkan dengan cara membuka mulut cukup besar (lebih bedar

dari pada waktu mengucapkan vocal-vokal lain), tetapi bentuk bibir tidak

bulat melainkan dalam keadaan rata atau datar (heishin boin). Lidah bagian

belakang dinaikkan (okujita boin) sehingga posisinya lebih tinggi dari lidah

bagian tengah dan depan. Ujung lidah menempel pada (sekitar) gusi

belakang gigi bawah.

: vocal (i) diucapkan dengan cara membuka mulut sedikit. Bentuk bibir agak

merentang ke samping (kiri dan kanan) sehingga bentuknya menjadi rata

atau datar agar lebar (heishin boin). Bentuk bibir tidak bulat. Lidah bagian

depan naik hampir mendekati langit-langit keras (maejita boin) dan ujung

lidah turun hingga menempel pada gigi bawah bagian belakang.

(u) : vocal (u) diucapkan dengan cara membuka mulut sedikit, sama besarnya

pada waktu mengucapkan (i) (heishin boin). Tetapi bentuk bibir dalam

keadaan normal, tidak direntangkan ke samping kiri dan kanan. Dalam

bahasa Indonesia, vocal (u) diucapkan dengan kedua bibir agak maju ke

depan dan sedikit membundar, tetapi dalam bahasa Jepang, bibir tidak maju

dan dan tidak membulat. Lidah bagian belakang dinaikkan ke atas kea rah

langit-langit lunak (okujita boin)

(e) : vocal (e) diucapkan dengan cara membuka mulut cukup besar, lebih kecil

dari pada waktu mengucapkan vocal (a)tapi lebih besar dari pada waktu

mengucapkan vocal 9i) dan (u). bentuk bibir sedikit merentang ke samping

kiri dan kanan (heishin boin). Lidah bagian depan agak dinaikkan (maejita

boin).

(o) : vocal (o) diucapkan dengan cara membuka mulut sama besarnya pada

waktu mengucapkan vocal (e). Bentuk bibir agak bulat (enshin boin). Lidah

bagian belakang dinaikkan ke arah langit-langit lunak (okujita boin)

(Sudjianto, : 29).

Ciri-Ciri Vokal Bahasa Jepang

Jenis Vokal Terbukanya Mulut Bagian Lidah Bentuk Bibir

/i/ (i) Menyempit Depan Tidak bulat

Page 4: Diktat Fonologi Revisi

/e/ (e) Agak menyempit Depan Tidak bulat

/a/ (a) Lebar Tengah Tidak bulat

/o/ (o) Agak menyempit Belakang Bulat

/u/ ( )ш Menyempit Belakang Tidak bulat

Dari kelima vocal di atas, yang berbeda dengan bahasa Indonesia adalah vocal (u).

karena vocal (u) dalam bahasa Jepang diucapkan dengan bentuk bibir tidak bulat,

sedangkan dalam bahasa Indonesia pada umumnya diucapkan dengan bentuk bibir

bulat (Sutedi : 18).

Bunyi Vokal Panjang

Bunyi vokal panjang diucapkan lebih lama dari vokal biasa atau vokal pendek.

Contohnya kaa pada kata okaasan atau oo pada kata ookii. Contoh lainnya yaitu :

(chiisai)

(obaasan)

(kenkyuu)

(oneesan)

(otoosan)

Pelesapan Bunyi Vokal

Semua bunyi vokal dalam bahasa Jepang termasuk bunyi yang bersuara (yuuseion).

Namun dalam pemakaiannya sehari-hari adakalanya terjadi perubahan. Vokal yang

harusnya bersuara menjadi vokal yang tidak bersuara. Penghilangan atau

perubahan bunyi vokal sering ditemukan pada vokal-vokal seperti berikut :

1. Vokal (i) dan (u) yang diapit dengan konsonan-konsonan yang tidak bersuara,

misalnya :

(kisha)

(kuchi)

2. Vokal (i) dan (u) yang berada setelah konsonan yang tidak bersuara pada akhir

kata atau kalimat, misalnya :

Page 5: Diktat Fonologi Revisi

(desu)

(masu)

3. Penghilangan atau perubahan bunyi suara pada vokal yang berada pada posisi

sebagai berikut :

a. Vokal (i) dan (u) yang berada sebelum konsonan yang tidak bersuara pada awal

kata, misalnya :

(ikimasu)

(utsuru)

b. Apabila pengapitan vokal dengan konsonan yang tidak bersuara terjadi secara

berturut-turut dalam satu kata, misalnya :

(kikitsukeru)

c. Adakalanya vokal (a) dan (o) yang diapit dengan konsonan yang tidak bersuara,

misalnya :

(kokoro)

(kakashi)

Konsonan (Shi’in)

Konsonan adalah bunyi suara yang dibentuk dengan arus udara pernapasan yang

keluar melewati pita suara yang mengalami rintangan, hambatan, halangan atau

gangguan seperti dengan penutupan atau penyempitan alat ucap manusia (Katoo,

1991 : 26) (dikutip dari Sudjianto, 2009 : 32).

Ada dua macam klasifikasi konsonan dalam bahasa Jepang :

1. Klasifikasi konsonan berdasarkan jenis hambatan, rintangan, halangan atau

gangguan alat ucap

2. Klasifikasi konsonan berdasarkan cara keluarnya arus udara pernapasan

Klasifikasi konsonan berdasarkan jenis hambatan, rintangan, halangan atau

gangguan alat ucap

Page 6: Diktat Fonologi Revisi

1) Ryooshin’on (bilabial), yaitu bunyi suara yang dikeluarkan dengan

menggunakan kedua belah bibir. Konsonan yang termasuk dalam kelompok

ini adalah konsonan pada silabel deret ma, deret pa, deret ba dan fu.

2) Ha-Hagukion atau Shikeion (dental-alveolar), yaitu bunyi yang dikeluarkan

dengan menggunakan alat ucap antara gigi atas dan gusi (alveolum) dengan

ujung lidah.

3) Shikei kookoogaion (alveolar-palatal), yaitu bunyi yang dikeluarkan dengan

menggunakan alat ucap antara gusi (alveolum) dan langit-langit keras

(palatum) dengan lidah bagian depan.

4) Kookoogaion (palatal), yiatu bunyi yang dikeluarkan dengan menggunakan

langit-langit keras (palatum) dengan lidah bagian tengah.

5) Nankoogaion (velar), yaitu bunyi yang dikeluarkan dengan menggunakan

langit-langit lunak (velum) dengan lidah bagian belakang.

6) Seimon’on (glottal), yaitu bunyi yang keluar dari celah yang sempit di anata

kedua pita suara (bunyi yang keluar dari celah suara atau glottis yang

menyempit).

Klasifikasi konsonan berdasarkan cara keluarnya arus udara pernapasan

1) Haretsuon / heisaon (konsonan hambat), yaitu bunyi yang dihasilkan dengan

cara menahan atau menghambat sejenak arus udara pernapasan yang kelaur

dari paru-paru pada suatu bagian alat ucap tertentu. Lalu arus udara

pernapasan yang tertahan itu dikeluarkan secara tiba-tiba dengan cara

membuka alat ucap yang menghambatnya.

2) Bion (konsonan nasal), yaitu bunyi yang dihasilkan dari arus udara

pernapasan yang keluar melalui rongga hidung karena penutupan rongga

mulut oleh suatu bagian alat ucap.

3) Masatsuon (konsonan frikatif), yaitu bunyi yang terjadi apabila arus udara

pernapasan keluar melewati celah-celah jalannya pernapasan (pada alat

ucap) yang menyempit sehingga menimbulkan suara desis.

4) Hasatsuon (konsonan hambat frikatif atau afrikatif), yaitu bunyi yang terjadi

berdasarkan dua cara keluarnya arus udara pernapasan, yakni seperti yang

Page 7: Diktat Fonologi Revisi

terjadi pada haretsuon (konsonan hambat) dan masatsuon (konsonan

frikatif). Bunyi ini dihasilkan dengan cara memulai pengucapan seperti pada

waktu mengucapkan haretsuon, setelah itu langsung dilanjutkan dengan cara

seperti pada waktu mengucapkan masatsuon.

5) Hajikion (konsonan jentikan), yaitu bunyi yang dibentuk dengan cara

merapatkan ujung lidah di sekitar gusi (alveolum), lalu dengan ringan

menjentikkan ujung lidah ke arah sekitar gigi. (Sudjianto, 2009 : 33)

Semi Vokal (hanboin)

Semi vocal adalah bunyi yang dihasilkan dengan variasi artikulasi seperti pada

kasus konsonan tetapi tidak sempurna sehingga memiliki warna suara menyerupai

vocal. Pada proses produksi semi vocal, alat ucap berupa artikulator yakni lidah

bergerak menuju a;at ucap titik artikulasi untuk membentuk hambatan. Namun,

artikulator lidah tidak sampai menempel betul pada titi artikulasi sehingga

terbentuk celah sempit yang menyebabkan suara yang dibawa dari pita suara

bergelincir di celah sempit tersebut, sehingga menimbulkan bunyi yang membawa

warna suara seperti vocal.

Ada dua jenis semi vocal, yaitu semi vocal palatal dan semi vocal bilabial.

Semi vocal palatal dihasilkan dengan cara lidah diangkat menuju palatum tetapi

tidak sampai menempel sehingga terbentuk celah sempit di palatum; arus udara

yang membawa suara ketika melewati celah sempit itu bergelincir sehingga

menimbulkan suara mirip vocal (i). Yang termasuk semi vocal palatal adalah (y)

Semi vocal bilabial dihasilkan dengan cara lidah belakangdiangkat menuju velum

tapi tidak sampai menempel sehingga terbentuk celah sempit pada velum dan pada

saat yang sama kedua bibir dikerucutkan sedikit sehingga lubang mulut menjadi

mengecil dan ini pun merupakan celah sempit; makan celah sempit pada semi voka

bilabial ada dua: satu berada di velum bersama dengan lidah belakang, dan satu lagi

berada di kedua bibir; arus udara yang membawa suara ketika melewati kedua

celah sempit itu bergelincir keluar menimbulkan suara mirip vocal (u). Yang

termasuk semi vocal bilabial adalah (w) (Tjandra, 2004 : 37).

Page 8: Diktat Fonologi Revisi

Konsonan Rangkap (sokuon)

Sokuon adalah bunyi tertutup atau bunyi yang tersumbat, dalam bahasa Indonesia

dapat disebut konsonan rangkap yaitu pemakaian bunyi konsonan yang sama

dengan konsonan pada sebuah silabel yang ada pada bagian berikutnya. Dalam

bahasa Jepang, sokuon ditulis dengan huruf tsu dengan ukuran kecil. Sokuon dapat

membentuk sebuah mora.

Sokuon secara konkrit dapat dinyatakan dengan bunyi konsonan sebagai berikut :

1) (p), apabila dipakai sebelum bunyi konsonan hambat bilabial yang tidak

bersuara (p), misalnya ;

(ippai)

(kippu)

(happyo)

2) (t), apabila dipakai sebelum bunyi konsonan hambat dental-alveolar yang

tidak bersuara (t), bunyi konsonan hambat frikatif dental-alveolar yang tidak

bersuara (ts) atau sebelum bunyi konsonan hambat frikatif alveolar-palatal

yang tidak bersuara (ts), misalnya :

(zettai)

(ittsu)

(icchaku)

3) (k), apabila dipakai sebelum bunyi konsonan yang tidak bersuara (k),

misalnya :

(gakko)

(hakken)

(ikkai)

4) (s), apabila dipakai sebelum bunyi konsonan frikatif-alveolar yang tidak

bersuara (s), misalnya :

(hassen)

(sassoku)

(hassai)

5) (∫), apabila dipakai sebelum bunyi konsonan frikatif alveolar-palatal yang

tidak bersuara (∫), misalnya :

Page 9: Diktat Fonologi Revisi

(issho)

(kessho)

Selain dinyatakan pada konsonan di atas, sokuon juga dapat dinyatakan pada

konsonan seperti berikut ini :

(g), apabila dipakai sebelum bunyi konsonan hambat velar yang bersuara (g),

misalnya :

(handobaggu)

(hottodoggu)

(d), apabila dipakai sebelum bunyi konsonan hambat dental-alveolar yang bersuara

(d), misalnya :

(beddo)

(j), apabila dipakai sebelum bunyi konsonan frikatif alveolar-palatal yang bersuara

(j), misalnya :

(hajji)

(h), apabila dipakai sebelum bunyi konsonan frikatif glottal yang tidak bersuara (h),

misalnya :

(mahha)

Untuk contoh konsonan di atas, semua adalah konsonan dalam kata-kata bahasa

Jepang yang berasal dari bahasa asing (gairaigo)

Konsonan Nasal (hatsuon)

Konsonan nasal berbeda dengan konsonan lain dalam bahasa Jepang yang biasanya

terdapat dalam sebuah silabel. Konsonan nasal tidak menjadi sebuah silabel.

Hatsuon dapat menjadi sebuah silabel bila ada sebuah silabel sebelum hatsuon.

Bunyi hatsuon sangat dipengaruhi oleh bunyi konsonan atau vocal yang ada pada

bagian berikutnya. Pengaruh-pengaruh itu akan mengakibatkan perubahan bunyi

hatsuon menjadi bunyi-bunyi seperti berikut ini :

(m), apabila dipakai sebelum bunyi konsonan hambat bilabial (p) dan (b) atau bunyi

konsonan nasal biabial yang bersuara (m), misalnya :

(shimbun)

Page 10: Diktat Fonologi Revisi

(sampo)

(samman)

(n), apabila dipakai sebelum bunyi konsonan hambat dental-alveolar (t) dan (d),

konsonan hambat frikatif dental-alveolar (ts) dan (dz), konsonan hambat frikatif

alveolar-palatal (t∫) dan (d3), konsonan jentikan dental alveolar yang bersuara (r)

dan konsonan nasal dental alveolar yang bersuara (n). misalnya :

(hantai)

(hondana)

(annai)

(ny), apabila dipakai sebelum bunyi konsonan nasal palatal yang bersuara (ny),

misalnya :

(hannya)

(ng), apabila dipakai sebelum bunyi konsonan hambat velar (k) dan (g) dan bunyi

nasal velar yang bersuara (ng), misalnya:

(ginnko)

(on'ngaku) atau (onggaku)

(N), bunyi konsonan nasal hambat/ tutup secara longgar yang dibentuk dengan

lidah bagian belakang dan anak tekak (uvula), bunyi konsonan ini dipakai pada

bagian akhir kata, misalnya :

(hoN)

(paN)

Bunyi Konsonan + Semi Vokal (Y) + Vokal (Yoo'on)

Yoo'on terbentuk dari penggabungan dua buah silabel yaitu silabel ki, chi, shi, dll,

dengan silabel ya, yu, dan yo yang ditulis dengan huruf berukuran kecil, misalnya :

(kyooshitsu)

(ocha)

Aksen

Page 11: Diktat Fonologi Revisi

Menurut buku Fonologi Jepang, aksen adalah penonjolan ucapan yang bersifat

relatif dan terbentuk berdasarkan kebiasaan sosial dari suatu masyarakat bahasa

dan dikenakan pada pengucapan kata (Tjandra, 2004 : 42).

Dalam buku Dasar-Dasar Linguistik Bahasa Jepang, aksen adalah tinggi rendahnya

tekanan suara (pitch) pada setiap kata sebagai ciri pembeda, yang merupakan suatu

aturan yang ditetapkan karena kebiasaan masyarakat pada suatu wilayah.

Aksen memegang peranan penting dalam bahasa Jepang karena dalam bahasa

Jepang banyak homonim (doo'on'igigo), yaitu beberapa kata yang bunyinya sama.

Homonim tersebut dalam bahasa tulisan dibedakan dengan huruf Kanji sedangkan

dalam bahasa lisan dibedakan oleh aksen. Ciri khas aksen dalam bahasa Jepang

adalah berupa aksen tinggi-rendah. Fungsi aksen dalam bahasa Jepang secara garis

besarnya ada dua macam, yaitu :

1. Sebagai pembeda arti dalam suatu kata

2. Sebagai pembeda arti dalam suatu frase atau klausa

Contoh Aksen sebagai Pembeda Arti

Buat tabel dulu

Tipe aksen dalam bahasa Jepang ada empat macam, yaitu :

Atamadaka-gata, yaitu aksen yang suku kata pertamanya naik sedangkan suku kata

berikutnya menurun.

Naka-gata, yaitu aksen yang suku kata pertama rendah, kemuian suku kata kedua

naik, dan suku kata berikutnya menurun.

Odaka-gata, yaitu aksen yang suku kata pertama dan terakhir rendah, sedangkan

yang tengah naik.

Heiban-gata, yaitu aksen yang suku kata terakhir saja yang tinggi (Sutedi, 2008 : 26).

Intonasi

Intonasi adalah perubahan tinggi rendahnya nada pada akhir kalimat yang

mengungkapkan sikap psikologis penutur. Dengan demikian, jika aksen ditemukan

pada pengucapan kata maka intonasi ditemukan pada pengucapan kalimat. Jika

Page 12: Diktat Fonologi Revisi

aksen ditemukan berupa kuat lemahnya tenaga atau tingg rendahnya nada pada

pengucapan, maka intonasi hanya ditemukan berupa tinggi rendahnya nada.

Pola intonasi yang paling umum ditemukan dalam bahasa-bahasa di dunia ada dua,

yaitu:

Intonasi menurun, yaitu perubahan nada dari yang tinggi menjadi rendah pada

akhir kalimat, umumnya menandakan penutur bermaksud memberi penjelasan atau

jawaban.

Intonasi menaik, yaitu perubahan nada dari yang rendah menjadi tinggi pada akhir

kalimat, umumnya menandakan penutur bermaksud bertanya kepada lawan

bicaranya (Tjandra, 2004 : 48).

Contoh pemakaian intonasi dalam kalimat

帰ります。(pulang?)

帰ります。(pulang.)

Pada contoh kalimat (1) diakhiri dengan intonasi naik, menunjukkan kalimat tanya,

sedangkan contoh kalimat (2) diakhiri dengan intonasi menurun, menunjukkan

kalimat berita.

Fungsi intonasi dalam bahasa Jepang :

1. Fungsi gramatikal, yaitu untuk memperjelas makna kalimat atau bagian kalimat.

Makna suatu kalimat ditentukan oleh intonasinya. Misalnya, akhir kalimat yang

diucapkan dengan intonasi menurun menunjukkan kalimat berita, sedangkan jika

diucapkan dengan intonasi menaik menunjukkan kalimat tanya. Contoh intonasi

dalam kalimat sudah dijelaskan di atas. Berikut ini adalah contoh intonasi dalam

bagian kalimat, atau klausa (bunsetsu)

きれいな山田さんの妹

Perbedaan intonasi pada klausa di atas akan melahirkan makna yang berbeda.

Makna (1)

Adik dari Yamada yang cantik

Kalimat di atas bermakna Yamada yang cantik bila bagian kireina Yamada san

diucapkan dengan intonasi lebih tinggi.

きれいな 山田さん の妹

Page 13: Diktat Fonologi Revisi

Makna (2)

Adik Yamada yang cantik

Kalimat di atas bisa bermakna adik yang cantik bila bagian Yamada san no imooto

diucapkan dengan intonasi lebih tinggi.

きれいな山田さんの妹

2. Menunjukkan nuansa atau perasaan

A : 今月の奨学金は出ないって。

B : そうですか。

Kalimat yang diucapkan B yakni : soo desuka bisa ducapkan dengan beberapa

intonasi, ada yang menurun, mendatar ataupun menaik. Artinya ketika B

mendengar informasi dari A bahwa beasiswa bulan ini tidak akan keluar, kita bisa

mengetahui perasaannya senang, kecewa atau biasa saja dari intonasi yang

diucapkannya.

3. Menyampaikan informasi baru atau lama (yang sudah diketahui)

Informasi baru biasanya diucapkan dengan intonasi tinggi, sedangkan informasi

lama yang sudah diketahui diucapkan dengan intonasi rendah. Misalnya, suatu

informasi yang disampaikan dalam kalimat nominal yang menggunakan partikel WA

dan GA.

A : この方は どなたですか。

B : この方は ニダさんです。

Bagian yang dicetak tebal pada kalimat di atas merupakan bagian intonasi yang

ditekankan. Bagian kono kata diucapkan dengan intonasi menurun, sedangkan

bagian donate diucapkan dengan intonasi tinggi. Hal ini berarti bahwa bagian depan

kalimat tersebut merupakan informasi lama yang sudah diketahui oleh A dan B.

Artinya keduanya sudah melihat orang yang sama-sama berada di sana, tetapi A

belum tahu siapa nama orang tersebut, dan ini merupakan informasi baru baginya

sehingga diucapkan dengan intonasi tinggi

Page 14: Diktat Fonologi Revisi

4. Menunjukkan informasi secara individu

Setiap individu, ketika menyampaikan gagasan, ada perbedaan intonasi. Perbedaan

ini tergantung pada bagian mana yang akan ditekankan. Hal ini bisa dipengaruhi

oleh jenis kelamin, umur, pekerjaan atau status sosial dan lain-lain. Misalnya di

kalangan anak muda Jepang, sering terdengar dalam satu kalimat penekanan

intonasi diberikan hampir pada setiap kata.

きのう、みんなで、やったんだけ。

これは、換喩 というよりも、隠喩 のほうが。

Intonasi pada kedua contoh di atas sepertinya tidak beraturan, tetapi pembicara

mempunyai maksud tersendiri. Intonasi yang dikemukakan pembicara pada contoh

() mengandung makna bahwa ia menginginkan lawan bicara tahu bahwa pekerjaan

tersebut sudah dikerjakan oleh semuanya, waktunya kemarin. Sedangkan pada

contoh kalimat (), yang berintonasi naik hanya kan’yu (metonimi) dan in’yu

(metafora). Artinya ia ingin mengecek apakah istilah yang diucapkannya itu benar

atau tidak, karena mungkin baginya istilah tersebut merupakan istilah baru, atau ia

tidak memahami bidang tersebut (Sutedi, 2004 : 29)

Prominen

Dalam buku Fonologi Jepang, menurut Okumura Mitsuo, Prominen adalah

penekanan dengan suara yang tinggi secara khusus yang dikenakan pada bagian

tertentu dari suatu ujaran dengan maksud penyampaian informasi tentang bagian

itu secara khusus, agar lawan bicara juga dapat memperhatikannya secara khusus

pula. Jadi prominen merupakan tindakan bahasa sekaligus budaya yang bersifat

alami dan rasional.

Menurut Amanuma, Ootsubo dan Mizutani, prominen adalah unsure fonetis berupa

penekanan suara secara sengaja pada bagian tertentu dari kalimat dengan maksud

mempertegas acuan dari bagian itu.

Menurut buku Pengantar Linguistik Bahasa Jepang, prominen muncul dalam bentuk

pengucapan terutama untuk menonjolkan bagian yang ingin ditekankan oleh

pembicara. Sebagai cara untuk menonjolkan bagian tersebut di dalam bahasa

Page 15: Diktat Fonologi Revisi

Jepang, selain dengan cara mengucapkannya dengan kuat, dapat dilakukan juga

dengan cara mengucapkan kata tersebut secara panjang. Misalnya mengucapkan

kata 小さい粒 dengan ujaran chiisaaai tsubu. Dengan cara penonjolan kata seperti

ini pembicara dapat menarik perhatian pendengar. Dengan kata lain prominen

adalah penguatan atau peninggian tekanan secara fonetis yang diterapkan pada satu

bagian kalimat.

Prominen bersifat universal, maksudnya prominen bisa ditemukan di berbagai

bahasa.

私は パクアン大学の 学生です。

Saya mahasiswa Univeritas Pakuan.

Pada kalimat di atas, bagian yang dicetak tebal, yaitu pakuan daigaku merupakan

bagian yang ditekankan. Artinya saya mahasiswa universitas pakuan (bukan

universitas lain).

Fonologi

Istilah fonologi dalam bahasa Jepang yaitu on’inron merupakan cabang ilmu

linguistic yang mengkaji tentang lambang bunyi bahasa berdasarkan fungsinya.

Dalam bahasa Jepang, kajian fonologi yaitu fonem (onso).

Fonem merupakan satuan bunyi terkecil yang berfungsi untuk membedakan arti

(Sutedi, 2008 : 36).

Ada juga yang merumuskan definisi fonem yaitu satuan terkecil berwujud abstrak

dengan ciri pembeda fonetis tertentu yang berfungsi membedakan makna dalam

bahasa lisan dan merupakan kristalisasi dari beberapa bunyi kongkrit sebagai

alofon dalam tata bunyi suatu bahasa (Tjandra, 2004 : 62).

Salah satu cara untuk mengidentifikasi suatu fonem dapat dicari pasangan

minimalnya (saishootai). Misalnya fonem /k/, /s/, /t/, /h/, /d/ akan terlihat

perbedaannya jika digunakan pada awal kata seperti berikut :

/kaku/ (menulis)

/saku/ (mekar/berkembang)

/taku/ (menanak)

Page 16: Diktat Fonologi Revisi

/naku/ (menangis)

/haku/ (memakai sepatu, dll)

/daku/ (memeluk)

Fonem /z/ dalam bahasa Jepang terdiri dari bunyi (dz) dan (z). Kedua bunyi ini

bukan merupakan dua f onem, melainkan satu fonem. Dalam satu fonem

memunculkan beberapa bunyi akibat letak fonem tersebut dalam suatu kata, yang

dipengaruhi oleh fonem yang ada di depan atau di belakangnya. Hal seperti ini

disebut ion (alofon).

Fonem

Bunyi dalam bahasa Jepang dibedakan atas vokal (V), konsonan (C) dan semi vokal

(Sv). Dalam bunyi tersebut ada yang termasuk ke dalam fonem, dan ada pula yang

termasuk ke dalam alofon. Fonem yang terdapat dalam bahasa Jepang terdiri dari

empat macam seperti berikut :

Vokal (V) : /a, i, u, e, o/

Konsonan (C) : /k, g, s, z, t, d, c, n, h, p, b, m, r/

Semi Vokal (Sv) : /w, j/

Fonem Khusus : /Q, N, R/

Dalam bahasa Jepang terdapat fonem khusus yang dilambangkan dengan /Q/, /N/,

dan /R/. Fungsi fonem /Q/ digunakan untuk menyatakan konsonan rangkap

(sokuon). Fonem /N/ sebenarnya digunakan untuk melambangkan huruf n dengan

berbagai variasinya. Dan fonem /R/ merupakan lambang bunyi vokal panjang.

Di atas sudah dijelaskan bahwa fonologi mengkaji lambang bunyi bahasa. Lambang

bunyi bahasa tersebut berupa huruf. Huruf dalam bahasa Jepang ada empat macam,

yaitu Kanji, Hiragana, Katakana dan Romaji.

a. Lambang Bunyi Chokuon

Chokuon ialah bunyi-bunyi yang dapat digambarkan dengan bentuk tulisan yang

menggunakan sebuah huruf kana. Hiragana yang dapat dipakai untuk

melambangkan bunyi chokuon terdiri atas : (1) beberapa hiragana yang

Page 17: Diktat Fonologi Revisi

melambangkan bunyi seion, (2) beberapa hiragana yang menggambarkan bunyi

dakuon, (3) beberapa hiragana yang menggambarkan bunyi handakuon.

Contohnya :

b. Lambang Bunyi Yoo'on

Yoo'on ialah bunyi-bunyi yang dapat digambarkan dengan bentuk huruf hiragana

yang terdiri dari huruf き、し、ち、に、ひ、み、り、ぎ、じ、び、ぴ ditambah

huruf や、ゆ、よ ukuran kecil. Contohnya :

c. Lambang Bunyi Seion

Seion ialah bunyi-bunyi yang dapat digambarkan dengan huruf kana yang tidak

memakai dakuten dan handakuten. Contohnya :

d. Lambang Bunyi Dakuon

Dakuon ialah bunyi-bunyi yang dapat digambarkan dengan huruf kana yang

memakai dakuten ("). Contohnya :

e. Lambang Bunyi Handakuon

Handakuon ialah bunyi-bunyi yang dapat digambarkan dengan huruf kana yang

memakai handakuten ( ). Contohnya :

f. Lambang Bunyi Tokushuon

Tokushuon dapat diartikan sebagai bunyi yang khas atau bunyi yang istimewa, yaitu

bunyi diucapkan secara khusus dan memiliki beberapa keistimewaan atau ciri-ciri

tertentu yang tidak dimiliki bunyi lain. Salah satu cirinya adalah bunyi ini hanya

terbentuk dari sebuah konsonan, tidak mengandung bunyi vokal, sehingga bunyi ini

tidak dapat berdiri sendiri membentuk sebuah silabel. Tokushuon terdiri atas

Hatsuon dan Sokuon.

1) Lambang Bunyi Hatsuon

Hatsuon disebut juga haneruon, yaitu bunyi yang digambarkan dengan huruf

hiragana n.

2) Lambang Bunyi Sokuon

Sokuon disebut juga tsumaruon, yaitu bunyi yang dapat digambarkan dengan huruf

hiragana tsu ukuran kecil.

Page 18: Diktat Fonologi Revisi

Gojuuonzu

Gojuuonzu ialah daftar 50 bunyi silabel bahasa Jepang yang dilambangkan dengan

huruf kana. 50 silabel tersebut terdiri atas 5-dan (a-dan, i-dan, u-dan, e-dan, o-dan)

dan 10 gyoo (a-gyoo, ka-gyoo, sa-gyoo, ta-gyoo, na-gyoo, ha-gyoo, ma-gyoo, ya-gyoo,

ra-gyoo, wa-gyoo).

Daftar Gojuuonzu

Kanazukai

a. Partikel-partikel wa, e dan o ditulis

Contohnya :

b. Verba iu ditulis iu

Contohnya :

c. Ji da zu dipakai dalam kata-kata setelah chi untuk ji dan setelah tsu untuk zu

Contohnya :

Chijimi

Tsuzuku

d. Ji dan zu terjadi pada kata-kata yang merupakan gabungan dari dua buah kata

Contohnya :

Hanaji

Chikajika

Mikazuki

Niizuma

Kozukai

e. Vokal panjang o

Vokal o panjang seperti pada kata-kata koori, too, kooru, todokooru, tooru dan

sebagainya ditulis dengan o. Selain kata-kata itu, biasanya vokal o panjang ditulis

dengan u.

Okurigana

Page 19: Diktat Fonologi Revisi

Okurigana ialah huruf kana yang ditulis langsung setelah huruf kanji untuk

menentukan cara baca pada waktu menulis wago yang menggunakan huruf kanji.

Misalnya mu pada kata yomu, huruf mi dan ki pada kata yomigaki.

Contoh lain :

u pada kata kuu

beru pada kata taberu

i pada kata akai

shii pada kata atarashii

Okurigana dipakai pada saat menulis kanji dengan sistem bacaan kunyomi pada saat

menuliskan wago dengan huruf kanji. Okurigana dipakai setelah huruf kanji untuk

menuliskan gobi (bagian dari verba,adjektiva-i dan adjektiva-na yang dapat

berubah). Okurigana juga dipakai untuk menghindari kesalahan atau kesulitan pada

saat membaca suatu kata yang ditulis dengan huruf kanji. Dengan menambahkan

kata beru setelah kanji taberu, maka akan mengarahkan pembaca agar membaca

kanji tersebut menjadi taberu dan bukan kuu atau yang lainnya.

Furigana

Furigana ialah huruf kana yang dipakai di atas atau di sebelah huruf kanji untuk

menunjukkan cara baca huruf kanji tersebut. Furigana disebut juga yomigana.

Penulisan furigana menggunakan huruf hiragana ukuran kecil, lebih kecil daripada

huruf kanji yang diberi furigana. Dalam sistem penulisan vertikal, furigana

diletakkan di sebelah kanan, sedangkan dalam sistem penulisan horisontal,

dilettakan di bagian atas huruf kanji . Contoh :

Mora dan Silabis dalam Bahasa Jepang

Setiap bunyi dalam bahasa Jepang jika ditulis dengan huruf kana, kecuali yoo'on,

setiap hurufnya dianggap sebagai satu mora atau ketukan. Contoh :

Kata bi-yo-u-i-n (salon kecantikan) terdiri dari 5 huruf hiragana dan dianggap

sebagai 5 mora.

Tetapi untuk kata byo-u-i-n (rumah sakit) meskipun terdiri dari 5 huruf hiragana,

karena huruf byo merupakan yoo'on, maka dianggap 4 mora.

Page 20: Diktat Fonologi Revisi

Jadi untuk menentukan mora dalam bahasa Jepang, yang dijadikan acuannya yaitu

jumlah ketukan dalam satu kata.

Satuan mora dalam bahasa Jepang terdiri dari struktur mora sebagai berikut :

a) /V (R)/ :

b) /CV/

c) /CSvV/

d) /SvV/

e) /Q/, /N/

Silabis dalam bahasa Jepang disebut onsetsu, identik dengan suku kata dalam

bahasa Indonesia. Banyaknya huruf kana yangbdigunakan dalam suatu kata tidak

sama dengan jumlah silabis dalam kata tersebut. Misalnya

kata sakka (sepak bola), meskipun terdiri dari 4 huruf dan 4 ketukan (4 mora),

tetapi hanya memiliki 2 silabis yaitu sak dan kaa.

kata byouin (rumah sakit) terdiri dari 4 mora, tetapi hanya memiliki 2 silabis, yaitu

byou dan in. Dengan demikian , struktur silabis dalam bahasa Jepang terdiri dari

beberapa bentuk sebagai berikut :

a) V

b) VN

c) VQ

d) VR

e) CV

f) CVN

g) CVQ

h) CVR

i) SvV

j) SvVN

k) SvVQ

l) SvVR

m) CSvV

n) CSvVN

o) CSvVQ

Page 21: Diktat Fonologi Revisi

p) CSvVR