Dika Guanteng Tenan

download Dika Guanteng Tenan

of 18

description

laporan

Transcript of Dika Guanteng Tenan

Abstrak

Metoda ACN dan PCN yang diusulkan oleh ICAO (1983) merupakan metoda evaluasi untuk menilai kekuatan struktur perkerasan terhadap pengoperasian jenis pesawat udara tertentu.

Nilai ACN untuk setiap jenis pesawat udara umumnya telah dipublikasikan oleh pabrik pembuatnya. Sedangkan, nilai PCN masih harus ditentukan oleh masing-masing Bandar udara dan nilainya sangat mungkin akan berubah dengan waktu. Untuk perkerasan kaku, nilai ACN dan PCN pada dasarnya dapat ditentukan apakah dengan menggunakan kurva desain atau dengan menggunakan program komputer. Makalah ini mendiskusikan hasil penelitian tentang pengaruh dari perubahan desain struktur perkerasan akibat perbedaan faktor keamanan dan kekuatan tanah dasar yang digunakan dalam proses desain terhadap nilai ACN dan PCN dengan menggunakan program Airfield.1. Pendahuluan

International Civil Aviation Organization (ICAO, 1983) menyatakan bahwa kekuatan strukturperkerasan yang direncanakan untuk pengoperasian pesawat udara yang memiliki berat totallebih dari 5700 kg harus dapat dipublikasikan dengan menggunakan metoda Aircraft

Classification Number Pavement Classification Number (ACN-PCN). Dengan metoda ini,

pesawat udara yang memiliki nilai ACN yang lebih kecil atau sama dengan nilai PCN dari

struktur perkerasan dapat diijinkan untuk beroperasi.Nilai ACN untuk setiap jenis pesawat udara umumnya telah dipublikasikan oleh pabrik

pembuatnya. Sedangkan, nilai PCN masih harus ditentukan oleh masing-masing bandar udara

dan nilainya sangat mungkin akan berubah dengan waktu. Untuk perkerasan kaku, nilai ACN

dan PCN pada dasarnya dapat ditentukan apakah dengan menggunakan kurva desain atau

dengan menggunakan program komputer berdasarkan teori Westergaard untuk pelat elastis

pada pondasi cairan padat (winkler) dengan pembebanan di tengah pelat. Pada akhirnya, nilai

ACN dan PCN sebenarnya dapat dinyatakan secara sederhana, yaitu hanya sebagai fungsi dari tebal pelat beton (ICAO, 1983). Dengan program komputer, faktor-faktor yang mempengaruhi nilai ACN dan PCN dapat dianalisis secara lebih terinci.

Paper ini mendiskusikan hasil penelitian tentang pengaruh dari perubahan desain struktur

perkerasan akibat perbedaan faktor keamanan dan kekuatan tanah dasar yang digunakan

dalam proses desain terhadap nilai ACN dan PCN dengan menggunakan program Airfield.

Untuk keperluan analisis digunakan data dari bandar udara Juanda, Surabaya. Sedangkan,

proses desain struktur perkerasan hanya didasarkan pada metoda FAA, yang dari analisis awal

telah diketahui bahwa pesawat udara desain kritis menurut metoda ini adalah Airbus A-330

(Kosasih, 2005).

2. Teori Dasar

Berikut adalah uraian singkat tentang teori dasar yang diperlukan baik untuk proses desain

struktur perkerasan kaku maupun untuk proses perhitungan nilai ACN dan PCN dengan

menggunakan program Airfield.

2.1. Pass to Coverage Ratio (PCR)

Setiap lintasan sumbu roda dari pesawat udara rencana kritis pada perkerasan biasanya tidak selalu berada pada lajur lintasan yang tetap. Pergeseran lintasan sumbu roda biasanya dianggap terdistribusi secara normal yang menyebar di sekitar lajur lintasan sumbu roda rata-rata yang secara teoritis terletak pada jarak antara kaki roda dari sumbu perkerasan. Pass to Coverage Ratio (PCR) merupakan faktor koreksi terhadap derajat kerusakan yang ditimbulkan pada struktur perkerasan di lajur lintasan sumbu roda rata-rata akibat terjadinya pergeseran lintasan sumbu roda tersebut (Kosasih, et.al., 2005). Nilai PCR yang diusulkan oleh ICAO (1983) diberikan pada Tabel 1. Dalam proses desain struktur perkerasan, jumlah repetisi total lintasan sumbu roda dari pesawat udara rencana kritis dihitung dengan cara mengalikan data keberangkatan tahunan ekivalen dengan angka 20, dan membagi hasil perkalian tersebut dengan nilai PCR. Angka 20 merupakan masa layan rencana struktur perkerasan.

2.2. Kriteria Retak Lelah

Dari hasil pengamatan di laboratorium diketahui bahwa kerusakan struktur perkerasan kaku ditentukan tidak hanya oleh beban sumbu roda saja atau tegangan lentur yang bekerja di dalam struktur perkerasan saja tetapi juga oleh jumlah repetisi total beban sumbu roda tersebut selama masa layan rencana serta oleh kwalitas bahan beton yang digunakan. Makin besar tegangan lentur yang terjadi dan/atau makin rendah kwalitas bahan beton, maka akan makin sedikit pula jumlah repetisi total beban sumbu roda yang dapat dipikul oleh struktur perkerasan. Mengingat kerusakan awal yang biasanya terjadi adalah dalam bentuk keretakan, maka mekanisme kerusakan struktur perkerasan seperti ini dikenal dengan istilah kerusakan retak lelah.

Kriteria retak lelah menurut Portland Cement Association (Huang, 2004) dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan, sbb.:

2.3. Kategori Kekuatan Tanah Dasar

Kekuatan tanah dasar pada struktur perkerasan kaku dinyatakan dengan modulus reaksi tanah dasar (k) melalui pengujian plate bearing menurut metoda AASHTO T222-86. Nilai k yang digunakan dalam penentuan nilai ACN dan PCN merupakan nilai k standar (wakil) sesuai dengan persyaratan umum menurut ICAO (1983). Sebagai nilai wakil, maka nilai k standar tidak harus sama dengan nilai k yang digunakan dalam proses desain struktur perkerasan dan juga tidak harus selalu sama dengan data hasil pengukuran langsung pada struktur perkerasan eksisting. Ada empat nilai k standar yang disyaratkan, yaitu:

1. Kategori tinggi (kode A) dengan nilai k standar = 150 MN/m3 yang mewakili rentang nilai k > 120 MN/m3.

2. Kategori sedang (kode B) dengan nilai k standar = 80 MN/m3 yang mewakili rentang nilai k = 60 120 MN/m3.

3. Kategori rendah (kode C) dengan nilai k standar = 40 MN/m3 yang mewakili rentang nilai k = 25 60 MN/m3.

4. Kategori sangat rendah (kode D) dengan nilai k standar = 20 MN/m3 yang mewakili

rentang nilai k 25 MN/m3.

Pertanyaan yang seringkali muncul berkaitan dengan kategorisasi kekuatan tanah dasar, yaitu:

Apakah, misalnya, tiga struktur perkerasan tertentu yang ketiganya memiliki kekuatan tanah dasar standar dengan kategori sedang, tetapi dalam proses desain menggunakan nilai k desain yang masing-masing sebesar 60, 80, dan 120 MN/m3, akan memberikan nilai CAN yang sama untuk pesawat udara rencana kritis yang beroperasi ?; dan juga, apakah variasi nilai k desain tersebut akan memberikan nilai PCN yang sama untuk ketiga struktur perkerasan ?Solusi dari pertanyaan tersebut adalah bahwa nilai ACN dari pesawat udara rencana kritis

yang beroperasi pada ketiga struktur perkerasan akan sama; sedangkan, nilai PCN dari ketiga struktur perkerasan akan berbeda. Penjelasan rinci dari solusi ini akan dijabarkan dengan menggunakan contoh desain praktis yang diberikan pada 3 bagian terakhir dari makalah ini.

2.4. Kategori Tekanan Ban

Berbeda dengan kategorisasi kekuatan tanah dasar yang menetapkan nilai k standar, kategorisasi tekanan ban hanya membatasi tekanan ban yang diijinkan untuk dioperasikan pada struktur perkerasan, dan tidak digunakan secara langsung dalam perhitungan nilai CAN dan PCN. Tekanan ban yang digunakan dalam perhitungan nilai ACN dan PCN pada umumnya adalah dengan yang dipersyaratkan oleh pabrik pembuat pesawat udara, kecuali untuk kondisi khusus, seperti yang akan dijelaskan pada butir 2.6. ICAO (1983) menetapkan empat kategori tekanan ban standar, yaitu:1. Kategori tinggi (kode W) tanpa batas tekanan ban.

2. Kategori sedang (kode X) dengan tekanan ban dibatasi sampai dengan 1.50 MPa.

3. Kategori rendah (kode Y) dengan tekanan ban dibatasi sampai dengan 1.00 MPa.

4. Kategori sangat rendah (kode Z) dengan tekanan ban dibatasi sampai dengan 0.50 MPa.

2.5. Equivalent Single Wheel Load (ESWL)

Nilai ESWL diperlukan untuk menentukan nilai ACN dan PCN. Secara numerik, nilai CAN dan PCN adalah dua kali nilai ESWL yang dinyatakan sebagai bilangan bulat dalam satuan1000 kg.Untuk struktur perkerasan kaku landasan pesawat udara, nilai ESWL dihitung sebagai beban roda tunggal ekivalen dengan tekanan ban standar (q) sebesar 1.25 MPa yang memberikantegangan lentur standar (L) di dalam pelat beton sebesar 2.75 MPa pada ketebalan pelat beton (D) tertentu yang terletak di atas tanah dasar dengan nilai k standar tertentu (Gambar1b). Data lain yang umum digunakan dalam perhitungan nilai ESWL adalah bahwa modulus elastisitas bahan beton (E) = 4 juta psi (= 27588.483 MPa) dan konstanta poisson () = 0.15. Seperti diilustrasikan pada Gambar 1b, luas bidang kontak tidak menjadi pertimbangan dalam perhitungan nilai ESWL. Luas bidang kontak ditentukan langsung oleh nilai ESWL dan nilai q.

(a) beban dengan konfigurasi sumbu roda aktual

(b) beban roda tunggal ekivalen

Gambar 1: Konsep perhitungan nilai ESWL pada struktur perkerasan kaku untuk nilai CAN

Perbedaan nilai ESWL untuk penentuan nilai ACN atau nilai PCN terletak pada tebal pelat

beton (D) yang digunakan, yaitu:

Untuk penentuan nilai ACN; Nilai ESWL dihitung dengan menggunakan tebal pelat beton

acuan (Dacuan). Nilai Dacuan sama dengan tebal pelat beton yang diperlukan agar berat

pesawat udara melalui konfigurasi sumbu roda dan tekanan ban aktual yang sebenarnya

dioperasikan juga memberikan tegangan lentur standar (L) di dalam pelat beton sebesar

2.75 MPa pada tanah dasar dengan nilai k standar tertentu (Gambar 1a).Untuk penentuan nilai PCN; Nilai ESWL dihitung dengan menggunakan tebal pelat beton desain (Ddesain). Nilai Ddesain dihitung berdasarkan kondisi yang berlaku (unrestrictedoperations), termasuk batas tegangan lentur ijin dan nilai k tanah dasar yang ada.

Dalam aplikasinya, pesawat udara yang memiliki nilai ACN, yang lebih kecil dari pada, atau sama dengan, nilai PCN dari struktur perkerasan dapat dioperasikan pada struktur perkerasantersebut asalkan tidak melebihi batas tekanan ban yang diijinkan. Sebaliknya, jika nilai CAN pesawat udara lebih besar dari pada nilai PCN dari struktur perkerasan (kasus overloading), maka analisis secara cermat masih harus dilakukan terlebih dahulu sebelum pesawat udara dapat atau tidak dapat diijinkan untuk beroperasi pada struktur perkerasan. Meskipun demikian, ICAO (1983) menegaskan bahwa metoda ACN-PCN pada dasarnya bukan merupakan metoda desain struktur perkerasan. Metoda ACN-PCN hanya dimaksudkan untuk evaluasi pengoperasian pesawat udara di setiap bandar udara.

Dengan menggunakan program komputer (butir 2.7), hubungan antara nilai ESWL (juga nilai ACN dan PCN) dan tebal pelat beton (D) dapat diturunkan dengan cukup sederhana, seperti diperlihatkan pada Gambar 2. Sedangkan, nilai D yang diperlukan sebagai data input pada gambar ini dapat diperoleh, antara lain, dari kurva desain struktur perkerasan (butir 2.6).

2.6. Kurva Desain Struktur Perkerasan Kaku

Kurva desain struktur perkerasan kaku tipikal, seperti terlihat pada Gambar 3 untuk pesawat udara Airbus A-330, dapat digunakan, baik untuk menentukan tebal pelat beton desain, maupun untuk menentukan nilai ACN dan PCN. Kurva desain ini telah dibuat berdasarkan keluaran dari program komputer (butir 2.7). Maksud pemanfaatan kurva desain di sini hanyalah sebagai contoh untuk memperjelas proses perhitungan yang dilakukan secara otomatis dengan menggunakan program komputer.

Namun demikian, pesawat udara umumnya beroperasi pada struktur perkerasan dengan berat dan pusat massa yang bervariasi. Oleh karena itu, jika proses perhitungan secara manual harus dilakukan, maka kurva desain untuk penentuan nilai ACN dan PCN perlu dibuat dengan tiga variasi kondisi pembebanan sebagai berikut:

1) Kondisi pembebanan yang memberikan nilai ACN maksimum (sebagai contoh, Gambar 3)

- Berat pesawat udara yang maksimum pada saat keberangkatan (MTOW).

- Pusat massa terletak pada aft CG yang memberikan beban maksimum pada sumbu

roda utama.

- Tekanan ban yang sesuai dengan yang disyaratkan oleh pabrik pembuat pesawat udara.

2) Kondisi pembebanan yang memberikan nilai ACN relatif (sebagai contoh, Gambar 3)

- Berat pesawat udara yang lebih kecil dari nilai MTOW.

- Pusat massa terletak pada aft CG.

- Tekanan ban yang sesuai dengan yang disyaratkan oleh pabrik pembuat pesawat udara.

3) Kondisi pembebanan yang memberikan nilai ACN khusus (perlu kurva desain khusus)

- Berat pesawat udara yang sebenarnya terjadi pada saat keberangkatan yang lebih kecil

dari nilai MTOW.

- Pusat massa terletak pada nominal CG yang sesuai dengan berat pesawat udara.

- Tekanan ban yang sesuai dengan yang sebenarnya diberikan pada saat pengoperasian.

Kurva desain pada Gambar 3 dibuat secara teliti, sehingga kurva linear untuk setiap variasi berat pesawat udara perlu digambarkan sebagai 4 garis lurus yang masing-masing menyatakan kategori kekuatan tanah dasar standar, kecuali untuk nilai MTOW dimana keempat garis lurus berimpit. Karakteristik kurva linear yang tidak konvergen seperti ini disebabkan karena keempat kurva lengkung digambarkan hanya untuk nilai MTOW. Kurva lengkung untuk setiap variasi berat pesawat udara seharusnya tidak unik.

2.7. Program Airfield

Program Airfield (Kosasih, 2004) diturunkan dari program PDILB (ICAO, 1983) dengan pengembangan lebih lanjut untuk dapat menghitung secara langsung nilai ACN dan PCN. Program ini juga dapat digunakan untuk menghitung tebal pelat beton desain, baik yang mempertimbangkan beban pesawat udara rencana kritis, maupun yang mempertimbangkan beban lalu lintas pesawat udara campuran (Kosasih, 2005). Aplikasi praktis dari kedua prosedur tambahan ini merupakan lingkup bahasan utama dari makalah.

3. Data Desain Struktur Perkerasan Kaku

Secara umum, data desain yang digunakan dalam makalah didasarkan pada volume pergerakan pesawat udara pada tahun 2003 dan persyaratan teknis dari struktur perkerasan kaku di bandar udara Juanda, Surabaya (Fibryanto, 2005). Hal ini diharapkan agar hasil analisis teoritis yang disajikan dapat memiliki nilai praktis yang cukup memadai. Namun demikian, penelitian yang dilakukan tidak dimaksudkan untuk mengevaluasi struktur perkerasan yang telah terbangun secara langsung.

Tabel 2 memperlihatkan ringkasan data desain struktur perkerasan kaku yang digunakan

dalam analisis. Data volume keberangkatan tahunan ekivalen dari pesawat udara desain kritis (Airbus A-330) telah dihitung sebelumnya menurut metoda FAA (Kosasih, 2005). Variasi faktor keamanan yang akan dianalisis didasarkan pada nilai tengah dan nilai maksimum yang umum digunakan (Yoder, et.al., 1975 dan ICAO, 1983). Sedangkan, variasi nilai k yang berada dalam rentang kekuatan tanah dasar standar dengan kategori sedang seperti yang telah dijelaskan sebelumnya adalah untuk menganalisis nilai ACN dan PCN dalam makalah ini.

4. Analisis Struktur Perkerasan Desain

Proses desain struktur perkerasan kaku dengan menggunakan program Airfield diperlihatkan pada Gambar 4. Semua pesawat udara yang beroperasi di bandar udara Juanda, Surabaya, yang dikelompokkan ke dalam 17 kelompok (Kosasih, et.al., 2005) disajikan secara lengkap.

Tahapan proses perhitungan tebal pelat beton desain dengan variasi faktor keamanan dan nilai k selanjutnya diperlihatkan secara rinci pada Tabel 3. Variasi nilai k yang dianalisis masih berada pada rentang kekuatan tanah dasar standar dengan kategori sedang. Nilai PCR untuk pesawat udara desain kritis (Airbus A-330) yang memiliki konfigurasi sumbu

tandem roda ganda (DT) adalah 3.68 (lihat Tabel 1). Kemudian, dari nilai PCR dan volume keberangkatan tahunan ekivalen (2718 pesawat/thn) dihasilkan jumlah repetisi total lintasan sumbu roda (N) dari pesawat udara rencana kritis sebesar 14772 pesawat selama masa layan rencana (n) yang 20 tahun. Tegangan lentur ijin (L ijin) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (1) berdasarkan faktor keamanan yang bervariasi dan kekuatan lentur bahan beton (MR) sebesar 4.859 MPa. Akhirnya, tebal pelat beton desain dapat diperoleh berdasarkan nilai L ijin yang dihasilkan di atas dengan nilai k = 80 MN/m3 dan nilai MTOW = 212000 kg (lihat contoh pada Gambar 3).

Seperti yang diharapkan, makin besar faktor keamanan dan makin kecil nilai k, maka pelat beton desain akan makin tebal. Gambar 5 memperlihatkan kurva pengaruh dari factor keamanan dan nilai k terhadap tebal pelat beton desain. Kemudian, pada bagian berikut akan dilakukan perhitungan nilai ACN dan PCN terhadap masing-masing tebal pelat beton desain yang tertera pada Tabel 3 di atas.

5. Perhitungan Nilai CANProses perhitungan nilai ACN dari pesawat udara desain kritis (Airbus A-330) dengan menggunakan program Airfield diperlihatkan pada Gambar 6. Seperti telah dijelaskan di muka melalui ilustrasi Gambar 1, untuk perhitungan nilai ACN, tebal pelat beton yang digunakan adalah tebal acuan (Dacuan) bukan tebal desain (Ddesain). Jadi, nilai ACN untuk ke-6 kondisi tebal pelat beton desain (lihat Tabel 3) secara otomatis akan menjadi sama, karena nilai ACN memang tidak merupakan fungsi dari nilai Ddesain.

Gambar 6a memperlihatkan hasil perhitungan tebal pelat beton acuan (Dacuan) = 42.389 cm yang menghasilkan tegangan lentur di dalam pelat beton (L) = 2.75 MPa dengan nilai k standar sebesar 80 MN/m3. Nilai Dacuan ini dihitung berdasarkan berat total pesawat udara (MTOW) dan konfigurasi sumbu roda dari pesawat udara desain kritis (Airbus A-330). Hasil yang sama juga dapat diperoleh dengan menggunakan kurva desain secara manual (lihat Gambar 3). Kemudian, dengan nilai Dacuan sebesar 42.389 cm diperoleh nilai ACN = 94. Gambar 6b merupakan validasi dari perhitungan nilai ACN tersebut di atas, dimana beban roda tunggal ekivalen (ESWL) dengan tekanan ban standar (q) sebesar 1.25 MPa langsung diaplikasikan pada pelat beton acuan dengan Dacuan sebesar 42.389 cm. Hasil yang diperoleh adalah nilai L = 2.75 MPa dan nilai ESWL = 47,100 kg. Nilai ESWL kemudian ditransformasikan menjadi nilai PCN = (2 * ESWL /1000) = 94. Nilai PCN dalam hal ini adalah juga nilai ACN mengingat data input yang digunakan adalah sesuai dengan ketentuan perhitungan nilai ACN (lihat Gambar 1b).

6. Perhitungan Nilai PCN

Prosedur perhitungan nilai PCN dengan menggunakan program Airfield telah diuraikan pada butir 5 di atas. Nilai PCN yang dihasilkan untuk ke-6 kondisi tebal pelat beton desain (lihat Tabel 3) dan nilai ACN dari pesawat udara desain kritis (Airbus A-330) dapat diplotkan seperti terlihat pada Gambar 7. Dalam hal ini, sementara nilai ACN dari pesawat udara desain kritis tidak berubah, yaitu sebesar 94, nilai PCN dapat berubah dari 166 sampai 432 tergantung pada desain struktur perkerasan yang dibangun sesuai dengan faktor keamanan dan nilai k yang digunakan. Nilai PCN bahkan dapat lebih kecil lagi dari nilai ACN jika faktor keamanan mendekati 1.0 atau jika nilai k di lapangan mengecil, misalnya, akibat pengaruh musim. Yang menarik di sini adalah bahwa pengaruh dari variasi nilai k terhadap nilai PCN tidak menggeser kurva (bandingkan dengan kurva pada Gambar 5). Fenomena ini tentunya hanya

terjadi jika variasi nilai k yang dianalisis masih berada dalam rentang kategori kekuatan tanah dasar standar yang sama. Lebih jauh, kurva pada Gambar 7 ternyata identik dengan kurva pada Gambar 2. Hasil perhitungan ini sekaligus membuktikan bahwa nilai ACN dan PCN dapat langsung ditentukan secara manual dengan menggunakan kurva pada Gambar 2.

7. Kesimpulan

1. Faktor keamanan dan modulus reaksi tanah dasar (nilai k) mempengaruhi tebal pelat betondesain yang diperlukan, dimana pengaruh akibat variasi faktor keamanan yang digunaka dalam proses desain akan lebih sensitif.

2. Nilai ACN dari pesawat udara desain kritis tidak dipengaruhi oleh variasi faktor keamanan yang digunakan dalam proses desain dan tidak dipengaruhi oleh variasi nilai k yang masih berada dalam rentang kekuatan tanah dasar standar (nilai k standar) yang sama.

3. Nilai PCN dipengaruhi langsung oleh tebal pelat beton dan juga oleh nilai k standar.

Daftar Pustaka

1. Fibryanto A (2005), Analisis Desain Struktur Perkerasan Kaku Landasan Pesawat Udara Berdasarkan Metoda ICAO, Tesis S2, Departemen Teknik Sipil - FTSP, ITB, Bandung.

2. Huang YH (2004), Pavement Analysis and Design, Second Edition, Pearson Education Inc., New Jersey.

3. International Civil Aviation Organization (1983), Aerodrome Design Manual, Second Edition, Part 3-Pavements.

4. Kosasih D (2005), Perbandingan antara Pendekatan Desain Struktur Perkerasan Kaku

berdasarkan Lalu Lintas Pesawat Udara Campuran dan Pesawat Udara Desain Kritis,

Bandung.

5. Kosasih D dan Fibryanto A (2005), Analisis Kerusakan Retak Lelah pada Struktur

Perkerasan Kaku Landasan Pesawat Udara dengan menggunakan Program Airfield,

Jurnal Teknik Sipil, ITB, Volume 12, No 1, Bandung.

6. Kosasih D (2004), Manual Program Airfield, Bandung.

7. Yoder EJ and Witczak MW (1975), Principles of Pavement Design, Second Edition,

John Wiley & Sons Inc, New York.