Digital Addict Article Clue
-
Upload
alexander-abimanyu -
Category
Art & Photos
-
view
387 -
download
0
Embed Size (px)
description
Transcript of Digital Addict Article Clue

Digital addict article February 22, 2005 For Clue Magazine By Alexander Abimanyu Setelah gelombang metrosexual yang begitu mendunia, saat ini ada gaya hidup baru yang muncul searah dengan perkembangan teknologi yang begitu pesat. Apakah itu? Technosexual!! Definisinya: (TEK.noh.sek.shoo.ul) n. dandyish narcissist in love with not only himself, but also his urban lifestyle & gadgets; a straight man who is in touch with his feminine side but has fondness for electronics such as cell phones, pda's, computers, software, and the web. Menurut Ricky Montalvo, orang yang menemukan istilah technosexual ini, metrosexual adalah hal-hal yang berkaitan dengan gaya, fashion, budaya dan perawatan untuk pria-pria straight. Kemudian, seorang pria metrosexual dapat ditemukan sedang menonton NBA di satu malam dan ada di galeri seni di malam berikutnya. Sedangkan seorang pria technosexual mungkin tidak harus pergi melihat game NBA karena dia bisa mengecek score lewat SMS atau melihat highlights lewat PDA-nya disaat dia ada di galeri seni. Dia tetap merawat diri, dia tetap mempunyai selera tinggi dan dia memanfaatkan teknologi. Pernah melihat seseorang seperti itu? Atau anda salah satunya? Let’s take a look on a typical day of a technosexual person. 07.00 Bangun tidur, nonton cable TV (CNBC dong, biar bisa lihat perkembangan
dunia terakhir plus harga saham) sambil Pilates. 07.30 Mandi, gosok gigi pake sikat gigi elektrik (lebih bersih) terus cukur jenggot
pake electric shaver (lebih halus tentunya). 08.00 Siap-siap berangkat kantor. Checklist: kunci mobil, tas kerja, kacamata,
handphone (separuh nafas), PDA, laptop (nafas yang separuh lagi), digital camera (yang satu ini nggak boleh lepas, in case ada objek-objek menarik, still life or alive), bluetooth earphone (yang ini penting buat sambil nyetir).
10.00 Sampai di kantor. First thing, nyalain komputer dan cek email sekalian transfer online buat bayar membership F1 club dan upload foto-foto dari gathering kemarin malem.
12.00 Makan siang sambil presentasi, dari pada repot bawa-bawa buku portfolio, cukup bawa laptop dan FlashDisk (barang ini sekarang sudah ada yg lebih kecil dari jempol dan muat banyak).
18.00 Pulang kantor, ke gym dulu, paling nggak lari di treadmill sambil dengerin iPod (ingat, stop piracy, download only original copies).
20.00 Setelah makan malam, ngopi dulu bentar sebelum pulang. Sambil ngopi lumayan juga kalo bisa nulis sambil download lagu, toh di kedai kopi itu ada koneksi Wi-Fi.
22.00 Sampai dirumah, bakar wangi-wangian aromatherapy sambil dengerin ambience CD (di stereo set yang volume suaranya bisa diatur sedemikian sehingga berbeda-beda di tiap ruangan) sebelum tidur.

There you go… Teknologi telah sangat mempengaruhi kehidupan kita kadang tanpa kita sadari. Coba lihat lagi daftar diatas, mungkin hanya sedikit hal yang bisa dikerjakan apabila gadgets yang saya sebutkan diatas itu dihilangkan. Fenomena ini tidak hanya terjadi pada orang-orang technosexual tersebut, bahkan kita sendiri sudah mulai terjangkit elemen adiktif baru bernama digital. Lihat sekeliling anda, di meja kantor, dirumah, dimanapun anda berada, hampir pasti ada barang yang mungkin belum ditemukan 10 tahun yang lalu. Saking adiktifnya, anda juga terus penasaran dan memburu barang yang lebih baru, lebih kecil, lebih cepat, lebih fashionable dan lain-lain. Hampir semua media massa yang ada, cetak maupun elektronik, tidak pernah luput mengupas masalah yang satu ini juga. Selalu ada bahasan tentang the latest technology available to public. Di majalah ini pun ada satu halaman didedikasikan untuk gadgets. Hebatnya lagi, barang-barang ini sudah bukan monopoli laki-laki namun sudah merambah ke dunia wanita. Seperti layaknya salon dan spa yang mulai dikuasai kaum metrosexual, toko elektronik pun mulai dibanjiri oleh wanita sadar teknologi. Ini adalah sebuah gejala yang juga menarik untuk dicermati, karena berarti ada perkembangan yang cukup signifikan dalam persamaan tingkat pendidikan, ekonomi maupun sosial. Beberapa tahun yang lalu orang selalu beranggapan bahwa sebagian besar wanita biasanya pasti ‘gaptek – gagap teknologi’. Di jaman itu, hal-hal yang berhubungan dengan elektronik walaupun sederhana seperti memasang antenna, mengeset channel TV, merekam dengan video Beta/VHS, semuanya dilakukan oleh spesies laki-laki. Tapi sekarang? Bukanlah hal yang aneh apabila dari tukang AC sampai astronot pun ada yang wanita. Melihat wanita berpakaian kerja yang berjalan sambil menarik trolley bag berisi laptop dan projector pun merupakan hal biasa. HP/Compaq mempunyai Carly Fiorina sebagai CEO mereka selama setahun lebih (sebelum dipecat beberapa minggu lalu). Antonia Terzi adalah chief aerodynamicist di tim BMW.Williams F1. Sudah layak dan sepantasnya bagi para wanita ini untuk mengerti dan bisa mengoperasikan benda-benda berbau teknologi selain memang merupakan tuntutan pekerjaan. Hal itu membuat gadgets tidak hanya menjadi kebanggaan pria, bahkan produsen sudah mulai mendekati segmen wanita. Contohnya, Nokia dan Xelibri dengan ponsel fashionnya, Samsung dengan ponsel yang bisa menghitung masa haid, Apple dengan iPod pink dan i-Book warna-warni-nya. Kemudian produsen piranti lunak bekerja sama dengan Cosmopolitan Magazine untuk menyediakan ‘make-over’ software. Sony dan Microsoft membuat games bertemakan wanita untuk PlayStation dan X-Box mereka. Olympus memproduksi kamera digital yang didesain khusus dan menampilkan wanita sebagai penggunanya dalam iklan mereka. Tentunya, jangan dilupakan, ada satu gadget yang dimonopoli wanita (bukan berarti pria tidak ada yang pakai) dan makin dipopulerkan oleh serial ‘Sex and the City’, ya.. apa lagi.. jelas jawabannya adalah: vibrator.. A self pleasuring device that is safe, always available anytime-anywhere, stronger, faster and never complains. (Sepertinya safe, always available dan never complains itu adalah hal yang lumayan sulit untuk didapat dari laki-laki ) Saya pribadi berpendapat mungkin benda terakhir ini adalah gadget yang cukup menimbulkan efek adiktif di kalangan

perempuan masa kini, paling tidak untuk mengisi waktu senggang mereka saat lunch break di kantor atau sebelum tidur. For you perverts, stop imagining!! Digital stuff yang kita punyai saat ini, membuat kita sebagai end-user lebih mandiri, namun kemandirian ini sebenarnya juga semu. Saya menyebutnya ‘dependent independency’ (sampai tulisan ini selesai, saya masih belum menemukan bahasa Indonesia yang pas untuk menerjemahkan kata-kata tersebut). Anda bebas, mudah dan nyaman melakukan semua kegiatan anda, tanpa harus banyak berinteraksi dengan orang lain. Namun ingat, anda menjadi sangat tergantung dengan barang-barang tersebut, you become the slave of the technology. Pernah uring-uringan seharian karena baterai hape abis? Atau panik nggak keruan karena Microsoft tiba-tiba menampilkan bluescreen di laptop anda? Stress karena nggak bisa cek email atau Yahoo! Messenger? Nangis karena salah pencet dan data hilang semua? Merasa bingung banget dan ‘lumpuh’ kalo listrik mati? Merasa canggung kalau harus menulis dengan bolpoin? Atau ada saja barang kecil yang berbunyi atau bergetar didekat anda selama anda meeting atau nonton film? Nah, untuk anda yang belum terjangkit oleh virus digital ini, pertimbangkanlah lebih lanjut. Apakah teknologi hanya menjadi komplemen dalam hidup anda atau sudah memasuki kategori primer? Are you a ‘pen and paper’ person or are you willing to surrender yourself to the machine? Blue pill or red pill? Apakah anda ingin memenuhi kantong dan pinggang anda dengan semua gadgets termutakhir atau anda hanya akan pasrah atau malah bangga apabila ada orang bilang ‘hare genee, gak punya henpon?’ Karena kalau untuk saya, sepertinya sudah agak terlambat untuk mundur. I can’t live without my gadgets, I crave for technology. I can’t go anywhere without my cell phone, I can’t sit in Starbucks only for having coffee and not checking my email. Saya sudah menjadi bagian dari jaringan digital yang lebih lengket daripada jaringan laba-laba. Meminjam istilah yang dipakai pada organisasi kriminal Italia: Once you’re in, never out…