Digital 20351676 SP Putu Ayu

download Digital 20351676 SP Putu Ayu

of 235

description

skripsi

Transcript of Digital 20351676 SP Putu Ayu

  • UNIVERSITAS INDONESIA

    KARTU PEMANTAUAN MANDIRI (KPM) SEBAGAI BENTUK

    INTERVENSI KEPERAWATAN KOMUNITAS UNTUK PENCEGAHAN

    GANGGUAN PERGERAKAN AKIBAT ASAM URAT PADA LANSIA

    DI KELURAHAN CISALAK PASAR DEPOK

    KARYA ILMIAH AKHIR

    PUTU AYU SANI UTAMI

    0906594601

    FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

    PROGRAM STUDI SPESIALIS ILMU KEPERAWATAN

    PEMINATAN KEPERAWATAN KOMUNITAS

    DEPOK

    JULI 2013

    Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013

  • i

    UNIVERSITAS INDONESIA

    KARTU PEMANTAUAN MANDIRI (KPM) SEBAGAI BENTUK

    INTERVENSI KEPERAWATAN KOMUNITAS UNTUK PENCEGAHAN

    GANGGUAN PERGERAKAN AKIBAT ASAM URAT PADA LANSIA

    DI KELURAHAN CISALAK PASAR DEPOK

    KARYA ILMIAH AKHIR

    Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

    Ners Spesialis Keperawatan Komunitas

    OLEH

    PUTU AYU SANI UTAMI

    0906594601

    Pembimbing I : Dra. Junaiti Sahar, SKp., M.App. Sc., PhD

    Pembimbing II : Ns. Widyatuti, S.Kp. M.Kep., Sp.Kep.Kom

    FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

    PROGRAM STUDI SPESIALIS ILMU KEPERAWATAN

    PEMINATAN KEPERAWATAN KOMUNITAS

    DEPOK

    JULI 2013

    Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013

  • Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013

  • Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013

  • Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013

  • v

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur penulis panjatkan kepada Ida Sang Hyang Widhi

    Waa/Tuhan Yang Maha Esa, karena atas anugerah-Nya, penulis dapat

    menyelesaikan karya ilmiah akhir ini yang berjudul Kartu Pemantauan Mandiri

    (KPM) sebagai bentuk intervensi keperawatan komunitas untuk pencegahan

    gangguan pergerakan akibat asam urat pada lansia di Kelurahan Cisalak Pasar

    Depok. Penulis menyadari bahwa bimbingan dan dukungan yang diberikan oleh

    berbagai pihak kepada penulis menjadikan penulis mampu untuk menyelesaikan

    karya ilmiah ini dengan baik dan tepat waktu. Oleh karena itu, pada kesempatan

    ini penulis mengucapkan terima kasih dan sanjungan setinggi-tingginya kepada :

    1. Dewi Irawaty, M.A., Ph.D, selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan

    Universitas Indonesia.

    2. Dra. Junaiti Sahar, S.Kp., M.App.Sc., Ph.D selaku Wakil Dekan Fakultas

    Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia sekaligus sebagai pembimbing I

    yang telah memberikan bimbingan, motivasi, inspirasi dan jalan keluar untuk

    setiap proses dalam penulisan ini.

    3. Widyatuti, M.Kep.,Sp.Kom selaku pembimbing II yang telah membimbing

    dengan teliti, sabar, memberikan ide-ide inspiratif dan mencerahkan

    pemikiran penulis demi sempurnanya karya ilmiah akhir ini.

    4. Etty Rekawati, S.Kp., M.Kes, selaku supervisor yang telah memberikan

    masukan dan arahan kepada penulis selama praktik residensi.

    5. Seluruh Tim Dosen Keperawatan Komunitas dan Staf Pasca Sarjana Fakultas

    Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia yang telah membantu kelancaran

    proses penulisan ini.

    6. Dinas Kesehatan Kota Depok yang telah memberikan ijin pelaksanaan praktik

    residensi di wilayah Cisalak Pasar.

    7. Seluruh staf dan kader Posbindu di Kelurahan Cisalak Pasar yang telah

    membantu dalam pelaksanaan praktik residensi.

    8. Suamiku, kedua orang tua tercinta dan adikku yang senantiasa memberikan

    semangat, dukungan dan doa tiada henti.

    Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013

  • vi

    9. Rekan-rekan residen Sama Hati (Sani, Asti, Muin, Aspihan, Hasbi, Taufik

    dan Erjin) spesialis keperawatan komunitas yang selalu kreatif dan

    senantiasa saling membantu serta memotivasi dalam menyelesaikan praktik

    residensi.

    10. Seluruh pihak yang membantu kesuksesan dari penulisan ini yang tidak dapat

    penulis sebutkan satu persatu.

    Akhir kata, semoga karya ilmiah akhir ini dapat bermanfaat dan mampu

    menjadi inspirasi bagi pengembangan model-model intervensi keperawatan

    komunitas dan mohon maaf atas segala kekurangan.

    Depok, 9 Juli 2013

    Penulis

    Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013

  • Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013

  • viii

    ABSTRAK

    Nama : Putu Ayu Sani Utami

    Program Studi : Ners Spesialis Keperawatan Komunitas

    Judul : Kartu Pemantauan Mandiri (KPM) sebagai bentuk intervensi

    keperawatan komunitas untuk pencegahan gangguan pergerakan

    akibat asam urat pada lansia di Kelurahan Cisalak Pasar Depok

    Kartu Pemantauan Mandiri (KPM) berfungsi untuk memandirikan lansia dalam

    mengelola kesehatannya dan mengendalikan faktor risiko masalah asam urat.

    Perumusan KPM menggunakan integrasi teori konsekuensi fungsional, teori

    manajemen, community as partner, family centered nursing, Arthtritis Self

    Management Program dan KMS Lansia. Hasil memperlihatkan bahwa 90 lansia

    menunjukkan terjadi peningkatan perilaku pada hasil uji Wilcoxon dengan nilai p

    0,000 yang memberikan arti bahwa ada pengaruh yang signifikan pada

    pengetahuan, keterampilan dan sikap lansia dalam mengelola asam urat. Nyeri

    menurun dari skala 6,02 menjadi 4,50 dan penurunan kadar asam urat pada lansia

    pria sebesar 1,93 mg/dl sedangkan wanita 2,02 mg/dl. Peningkatan kesehatan

    lansia juga ditunjukkan oleh 10 keluarga lansia binaan. Dinas Kesehatan,

    Puskesmas, perawat komunitas dan masyarakat disarankan untuk menggunakan

    KPM sebagai solusi dalam mengelola kesehatan lansia dengan risiko gangguan

    pergerakan akibat asam urat.

    Kata Kunci :

    asam urat, Kartu Pemantauan Mandiri (KPM), lansia, risiko gangguan pergerakan

    Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013

  • ix

    ABSTRACT

    Name : Putu Ayu Sani Utami

    Study Program : Community Nursing Specialist

    Title : Independent Monitoring Card (IMC) as a form of community

    nursing intervention for the prevention of movement disorders in

    the elderly due to uric acid in Cisalak Pasar Village Depok

    Independent Monitoring Card (IMC) makes elderly become independent in

    managing health and controlling risk of gout. The IMC applied integration of

    functional consequences theory, management theory, community as partners,

    family centered nursing, Arthtritis Self Management Program and elderly KMS.

    The results showed that 90 elderly experienced increase in behavior with p value

    in Wilcoxon test are 0,000, which that mean IMC gave a significant effect on

    knowledge, skill and attitudes of the elderly in managing gout. Pain scale

    decreased from 6,02 to 4,50 and uric acid reduction levels in elderly men 1,93

    mg/dl while women 2,02 mg/dl. The improved health of the elderly is also

    indicated by 10 families assisted. Department of Health, health centers,

    community nurses and community are advised to use IMC as a solution to solve

    movement disorders due to uric acid among elderly.

    Key words :

    elderly, Independent Monitoring Card (IMC), movement disorders, uric acid

    Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013

  • x

    DAFTAR ISI

    Hal

    HALAMAN JUDUL ............................................................................... i

    PERNYATAAN ORISINALITAS................................................. ......... ii

    PERNYATAAN PERSETUJUAN.......................................................... iii

    HALAMAN PENGESAHAN ................................................................ iv

    KATA PENGANTAR.............................................................................. v

    HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH........... vii

    ABSTRAK................................................................................................ viii

    ABSTRACT.............................................................................................. ix

    DAFTAR ISI ............................................................................................ x

    DAFTAR TABEL .................................................................................... xii

    DAFTAR SKEMA ................................................................................... xiii

    DAFTAR GAMBAR ............................................................................... xiv

    BAB 1 PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1 1.2 Tujuan Penulisan ................................................................................ 7 1.3 Manfaat Penulisan .............................................................................. 8

    BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Lanjut Usia .......................................................................................... 10

    2.2 Asam Urat pada Lansia ....................................................................... 16

    2.3 Manajemen Pelayanan Keperawatan ................................................... 25

    2.4 Asuhan Keperawatan Keluarga........................................................ 27

    2.5 Asuhan Keperawatan Komunitas........................................................... 35

    2.6 Arthritis Self-Management Program (ASMP) ...................................... 45

    2.6 Kartu Menuju Sehat (KMS) Lansia ..................................................... 47

    BAB 3 KERANGKA KERJA DAN PROFIL WILAYAH

    3.1 Kerangka Kerja Praktik Keperawatan Komunitas .............................. 48

    3.2 Profil Wilayah ...................................................................................... 53

    3.2 Kartu Pemantauan Mandiri Lansia Asam Urat (KPM) ....................... 55

    BAB 4 MANAJEMEN PELAYANAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

    KOMUNITAS PADA AGGREGATE LANSIA DENGAN MASALAH

    ASAM URAT

    4.1 Pengelolaan Manajemen Pelayanan Keperawatan Komunitas ........... 58

    4.2 Pengelolaan Asuhan Keperawatan Keluarga ..................................... 84

    4.3 Pengelolaan Asuhan Keperawatan Komunitas .................................. 94

    BAB 5 PEMBAHASAN

    5.1 Analisis Pencapaian dan Kesenjangan ............................................... 103

    5.2 Keterbatasan ...................................................................................... 116

    5.3 Implikasi ............................................................................................ 116

    Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013

  • xi

    BAB 6 SIMPULAN DAN SARAN

    6.1 Simpulan .............................................................................................. 120

    6.2 Saran .................................................................................................... 121

    DAFTAR PUSTAKA............................................................................... 125

    LAMPIRAN-LAMPIRAN

    Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013

  • xii

    DAFTAR TABEL

    Hal

    1. Tabel 2.1 Tingkat Kemandirian Keluarga ........................................... 31 2. Tabel 4.1 Hasil Tingkat Kemandirian Keluarga Binaan ........................ 93

    Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013

  • xiii

    DAFTAR SKEMA

    Hal

    1. Skema 3.1. Integrasi Model Kerangka KIA ........................................... 52

    2. Skema 4.1. Diagram fish bone Manajemen Asuhan Keperawatan

    Komunitas pada agregat lansia dengan risiko keterbatasan gerak

    akibat asam urat ............................................................... ....... 73

    3. Skema 4.2. WOC Asuhan Keperawatan Keluarga .................................. 86

    4. Skema 4.3. WOC Asuhan Keperawatan Komunitas ................................ 95

    Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013

  • xiv

    DAFTAR GAMBAR

    1. Gambar 2.1. Model Komunitas Sebagai Mitra ........................................... 36

    2. Gambar 2.2. The Community Assesment Wheel ........................................... 37

    3. Gambar 2.3. Dasar Penyusunan Rencana Program ........................................ 39

    Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013

  • 1 Universitas Indonesia

    BAB 1

    PENDAHULUAN

    Usia harapan hidup yang semakin meningkat dari tahun ke tahun dapat

    mencerminkan suatu keberhasilan dari pemerintah dalam meningkatkan status

    kesehatan lansia, namun demikian hal ini juga tidak menutup kemungkinan

    terjadinya masalah kesehatan pada lansia di usianya yang semakin bertambah.

    Pada bab ini menjelaskan mengenai latar belakang, tujuan umum, tujuan khusus

    dan manfaat dilakukannya karya ilmiah akhir ini.

    1.1. Latar Belakang

    Agregat lanjut usia (lansia) termasuk dalam salah satu kelompok kategori rentan.

    Stanhope & Lancaster (2004) menjelaskan kelompok rentan adalah kelompok

    yang memiliki peningkatan risiko atau kerentanan terhadap terjadinya dampak

    buruk kesehatan. Allender (2010) menjelaskan lansia termasuk kelompok rentan

    karena adanya pengaruh usia. Miller (2012) menyampaikan bahwa pertambahan

    usia berdampak langsung terhadap perubahan fisiologis tubuh yang

    mempengaruhi kemampuan untuk berespon terhadap stressor yang berasal dari

    diri maupun luar lingkungan sehingga meningkatkan terjadinya gangguan

    kesehatan. Stanhope & Lancaster (2004) menjelaskan faktor yang berkontribusi

    dalam meningkatkan kerentanan terjadinya masalah kesehatan pada lansia

    meliputi penurunan kemampuan fisik dan biopsikososial, lingkungan yang buruk,

    kemiskinan, keterbatasan dukungan sosial, dan kemampuan terhadap pengelolaan

    kesehatan.

    Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan diseluruh dunia menyebabkan

    terjadinya peningkatan usia harapan hidup lansia yang berpengaruh terhadap

    jumlah populasi lansia. Data dari UNFA (2007) menyebutkan jumlah proporsi

    penduduk usia lanjut dari total penduduk dunia mengalami peningkatan yaitu dari

    10% pada tahun 1998 menjadi 15% pada tahun 2025 dan naik lagi menjadi 25%

    di tahun 2050. Di Indonesia sendiri jumlah lansia terus mengalami peningkatan

    dari tahun ke tahun. Tahun 1995 proporsi jumlah lansia berusia 60 tahun keatas

    Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013

  • 2

    Universitas Indonesia

    sebesar 7,5 % dari 199.999 juta penduduk (SDKI, 1995). Tahun 2010, proporsi

    tersebut meningkat menjadi 9,77% dari jumlah penduduk dan proporsi tersebut

    diperkirakan meningkat pada tahun 2020 menjadi 11,34% (BPS, 2009).

    Populasi lansia yang terus meningkat dan adanya pengaruh dari penuaan dapat

    memberikan dampak terhadap status kesehatan dan kesejahteraan lansia. Penuaan

    atau proses menua adalah suatu proses menurunnya kemampuan jaringan pada

    seluruh sistem organ untuk memperbaiki diri dalam mempertahankan struktur dan

    fungsi normalnya secara alamiah (Mauk, 2006). Miller (2012) menjelaskan

    penuaan mengakibatkan terjadinya penumpukan hasil metabolik di dalam sel-sel

    yang dapat mengganggu regulasi sistem tubuh, menurunkan kondisi anatomis sel,

    dan merubah komposisi pembangunan sel-sel tubuh.

    Perubahan ini terjadi pada semua organ manusia termasuk ginjal yang memegang

    peranan penting dalam mengekskresikan zat-zat yang merugikan bagi tubuh

    seperti urea, asam urat, amoniak, creatinin, garam anorganik, bakteri, obat-obatan

    dan kelebihan gula dalam darah. Penurunan kemampuan ginjal dalam

    mengekskresikan zat-zat ini dapat menimbulkan masalah kesehatan pada lansia

    yaitu tingginya kadar asam urat dalam darah yang dapat mengakibatkan terjadinya

    gangguan mobilitas lansia. Smeltzer dan Bare (2004) menjelaskan penyakit-

    penyakit yang muncul pada lansia secara umum disebabkan oleh penurunan

    fungsi organ dan dampak dari perilaku gaya hidup tidak sehat yang dilakukan oleh

    lansia sejak usia muda.

    Gaya hidup yang tidak sehat seperti merokok, mengkonsumsi makanan tinggi

    purin, kurang berolahraga, kurang mengkonsumsi cairan dan istirahat yang tidak

    cukup merupakan faktor risiko utama yang dapat menyebabkan masalah asam urat

    (Aminah, 2012). Pembentukan asam urat yang berlebihan atau ekskresi asam urat

    yang berkurang akan menimbun kadar asam urat dalam darah dan tertimbun

    dalam persendian dan jaringan sekitarnya dalam bentuk kristal-kristal

    monosodium urat monohidrat. Kristal-kristal berbentuk seperti jarum yang

    mengakibatkan reaksi peradangan dan akan menimbulkan nyeri hebat. Apabila

    Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013

  • 3

    Universitas Indonesia

    berlanjut kondisi seperti ini tentu dapat mengakibatkan terjadinya gangguan

    aktivitas pada lansia (Tabloski, 2006). Sumber pendukung untuk mengatasi

    masalah kesehatan selama ini didapatkan melalui pengobatan di pusat-pusat

    pelayanan kesehatan berbasis masyarakat, hanya saja fokus pelayanan yang

    diberikan lebih kepada kuratif daripada promotif dan preventif sehingga

    menyebabkan masalah asam urat pada lansia menjadi berulang dan bertambahnya

    kasus-kasus baru. Integrasi dari terjadinya penurunan fungsi ginjal pada lansia

    akibat penuaan, akumulasi gaya hidup tidak sehat dan kurangnya upaya promotif

    dan preventif yang dilakukan terhadap masalah asam urat menimbulkan

    peningkatan masalah asam urat yang dialami oleh lansia.

    Hasil studi tentang kesehatan lansia yang dilaksanakan oleh Komnas lansia di 10

    propinsi pada tahun 2006, didapatkan hasil bahwa tiga besar penyakit yang

    dialami lansia adalah penyakit sendi (52,3%), hipertensi (38,8%) dan anemia

    (30,7%). Sulianti (2010) menjelaskan masalah yang dapat terjadi pada lansia

    antara lain gangguan sendi (55%), keseimbangan berdiri (50%), fungsi kognitif

    pada susunan saraf pusat (45%), penglihatan (35%), pendengaran (35%), kelainan

    jantung (20%), sesak napas (20%), serta gangguan miksi/ngompol (10%). Data

    sekunder dari laporan hasil kegiatan program kesehatan lansia tahun 2010-2012

    Dinas Kesehatan Kota Depok menyebutkan bahwa gout arthritis (penyakit asam

    urat) termasuk penyakit terbanyak dari 10 besar penyakit yang terjadi pada lansia

    di Kota Depok. Data dari Puskesmas Cimanggis tahun 2012 didapatkan bahwa

    16,95% lansia mengalami penyakit asam urat.

    Tingginya permasalahan kesehatan terkait asam urat yang terjadi pada lansia perlu

    mendapatkan perhatian dari masyarakat baik yang terjadi pada lansia pria maupun

    wanita. Singh, Khan dan Mittal (2013 ) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa

    antara lansia pria maupun wanita memiliki risiko untuk mengalami masalah asam

    urat, hanya saja prevalensi masalah asam urat yang terjadi pada lansia wanita

    (22.86%) lebih tinggi dari pada pria (18.98%). Pernyataan ini juga diperkuat oleh

    Povoroznyuk dan Dubetska (2012) bahwa prevalensi wanita(34%) mengalami

    masalah asam urat lebih tinggi dari pria (32%). Wanita lebih banyak mengalami

    Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013

  • 4

    Universitas Indonesia

    masalah asam urat diusia lanjut disebabkan karena adanya pengaruh menopause,

    dimana pada masa ini terjadi penurunan hormon estrogen yang mempunyai

    peranan dalam membantu pengeluaran kadar asam urat melalui urine (Smeltzer &

    Bare, 2004).

    Proses penurunan fungsi organ secara fisiologis dan terjadinya gangguan aktivitas

    pada lansia akibat asam urat akan dapat menimbulkan ketergantungan terhadap

    anggota keluarga lansia untuk menjalani kehidupan sehari-hari. Selama ini, upaya

    yang dilakukan oleh keluarga untuk mengatasi masalah asam urat pada lansia

    adalah terapi farmakologis dan biasanya lansia baru mencari pertolongan medis

    ketika sudah mengalami keluhan yang sudah berat. Terapi farmakologis yang

    diperoleh tentu saja hanya mengurangi gejala bukan mengatasi penyebab sehingga

    sifat gejalanya menjadi berulang. Tabloski (2006) menjelaskan penatalaksanaan

    masalah peningkatan kadar asam urat dalam darah (hyperuricemia) selain

    menggunakan terapi farmakologis dengan obat dapat juga dilakukan dengan terapi

    nonfarmakologis yaitu dengan cara mengendalikan faktor risiko terjadinya

    masalah asam urat.

    Mahan dan Escott-Stump (2000) menjelaskan upaya yang dapat dilakukan untuk

    mengendalikan terjadinya peningkatan kadar asam urat dalam darah adalah

    membatasi makanan tinggi purin, berolahraga teratur, menjaga berat badan ideal,

    istirahat yang cukup dan minum air putih minimal 10 gelas (2,5 liter) perhari. Dari

    hasil pengkajian terhadap 87 orang responden lansia dengan masalah asam urat di

    wilayah Kelurahan Cisalak Pasar tahun 2012, diperoleh bahwa 35% lansia belum

    memiliki pengetahuan tentang masalah asam urat dan pengelolaannya, 46% lansia

    belum memiliki sikap yang baik terhadap pengelolaan asam urat,dan 48,3% lansia

    belum memiliki keterampilan yang dalam mengatasi asam urat. Angka ini

    mengindikasikan bahwa belum semua lansia memahami tentang pengendalian

    masalah asam urat dan juga belum sadar akan bahaya yang dapat ditimbulkan oleh

    masalah asam urat. Padahal apabila masalah asam urat ini tidak ditangani secara

    serius dapat mengakibatkan komplikasi yang lebih fatal yaitu kerusakan ginjal dan

    kematian (Smeltzer & Bare, 2004). Oleh karena itu, agar tidak terjadi komplikasi

    Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013

  • 5

    Universitas Indonesia

    dari masalah asam urat, lansia hendaknya mampu melakukan pengendalian

    terhadap faktor risiko terjadinya peningkatan kadar asam urat.

    Pengendalian faktor risiko peningkatan kadar asam urat akan dapat mencapai

    keberhasilan yang optimal apabila lansia mampu secara mandiri mengelola

    kesehatannya.Ghoer (2012) menjelaskan mandiri berarti mampu merawat diri

    sendiri dan melakukan aktivitas sehari-hari. Penelitian yang dilakukan oleh

    Aydn, et al (2005) menjelaskan bahwa pemantauan mandiri yang dilakukan

    secara aktif selama 3 bulan terhadap kadar gula darah penderita DM Tipe 2

    mampu menurunkan kadar gula dalam darah. Maayah, et al (2012) juga

    menjelaskan bahwa pemantauan kesehatan secara mandiri yang dilakukan oleh

    lansia selama 6 minggu mampu menurunkan intensitas nyeri akibat osteoartritis.

    Melihat hasil dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa pemantauan

    kesehatan yang dilakukan secara mandiri oleh lansia mampu menurunkan derajat

    kesakitan yang dialaminya. Upaya pemantauan kesehatan secara mandiri yang

    dilakukan oleh lansia tersebut merupakan wujud kesadaran terhadap perubahan

    perilaku kearah yang baik dalam mengelola kesehatannya. Green (2006)

    menjelaskan perubahan perilaku yang didasari oleh keinginan pribadi memiliki

    dampak yang lebih besar daripada perubahan perilaku yang didorong oleh orang

    lain.

    Kemampuan pemantauan kesehatan secara mandiri telah dikembangkan oleh

    Lorig (1993) di Amerika Serikat dalam suatu program yang disebut Arthtritis Self

    Management Program (ASMP) yang dikelola oleh badan pemerintah yang

    bernama Centers of Disease Controls (CDC). Program ini merupakan program

    interaktif bagi lansia dengan artritis untuk meningkatkan kemampuan mereka

    dalam mengetahui cara memecahkan masalah kesehatan, membuat keputusan,

    dan melakukan tindakan untuk mengatasi masalah kesehatannya. Tujuan dari

    program ini adalah untuk meningkatkan kepercayaan diri, meningkatkan

    kesehatan fisik dan psikososial, dan memberikan motivasi untuk memelihara

    kesehatannya secara mandiri (Brady & Hines, 2012). Model pemantauan

    kesehatan bagi lansia yang telah ada di Indonesia selama ini dan merupakan

    Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013

  • 6

    Universitas Indonesia

    program keluaran pemerintah adalah Kartu Menuju Sehat (KMS) lansia. Kartu ini

    berisi tentang catatan penilaian kesehatan lansia secara umum yang dipantau

    secara terus menerus setiap 1 bulan sekali pada pertemuan Posbindu (Maryam,

    dkk, 2010). Oleh karena itu penulis melakukan suatu pengembangan model

    pemantauan kesehatan pada lansia dengan memodifikasi program ASMP dan

    KMS Lansia menjadi sebuah kartu pemantauan mandiri kesehatan lansia khusus

    asam urat yang disebut KPM yang dikelola oleh kader melalui suatu kegiatan

    kelompok pendukung. KPM ini berisi beberapa komponen pemantauan kesehatan

    terkait masalah asam urat dan pengelolaannya.

    Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan lansia dalam mengelola

    kesehatannya secara mandiri didukung oleh pembekalan yang diberikan penulis

    mengenai penatalaksanaan dan pengelolaan masalah asam urat berupa intervensi

    keperawatan yang meliputi pendidikan kesehatan, kompres jahe merah untuk

    menurunkan nyeri, latihan gerak sendi, dan pencegahan jatuh. Pembekalan ini

    tidak hanya diberikan kepada lansia namun juga diberikan kepada keluarga dan

    kader Posbindu sebagai kelompok pendukung agar keluarga dan kader Posbindu

    mampu membantu dan mendukung lansia dalam mengelola masalah kesehatannya

    terkait risiko gangguan pergerakan akibat asam urat.

    Intervensi yang dilakukan dikembangkan dalam asuhan keperawatan pada agregat

    lansia dengan asam urat ini menggunakan teori konsekuensi funggsional,

    manajemen pelayanan kesehatan, community as partner dan family centered

    nursing. Integrasi dari keempat model ini diharapkan dapat menjadi satu kesatuan

    untuk mendukung kemandirian lansia dalam mengelola masalah kesehatannya

    terkait asam urat. Keterlibatan seluruh lapisan masyarakat dalam mengelola dan

    memantau masalah kesehatan lansia dengan asam urat dapat memberikan

    kontribusi yang sangat besar terhadap peningkatan status kesehatan lansia.

    Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan

    analisis terkait pelaksanaan model intervensi kartu pemantauan mandiri (KPM)

    lansia dengan risiko gangguan pergerakan akibat asam urat yang mencakup

    Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013

  • 7

    Universitas Indonesia

    manajemen pelayanan dan asuhan keperawatan pada lansia dengan asam urat di

    Kelurahan Cisalak Pasar, kemudian diukur efektifitasnya melalui pengukuran

    intensitas dan frekuensi nyeri pada persendian, pengukuran kadar asam urat darah

    tiap bulan, pengukuran tingkat pengetahuan, keterampilan dan sikap lansia

    terhadap pengelolan masalah asam urat, pengukuran tingkat pengetahuan,

    keterampilan dan sikap keluarga terhadap pengelolan masalah asam urat pada

    lansia dan pengukuran tingkat pengetahuan, keterampilan dan sikap kader

    terhadap pengelolan masalah asam urat.

    1.2. Tujuan

    1.2.1 Tujuan Umum

    Memberikan gambaran tentang pelaksanaan model intervensi kartu

    pemantauan mandiri lansia asam urat (KPM) dalam manajemen pelayanan

    dan asuhan keperawatan pada agregat lansia untuk pencegahan gangguan

    pergerakan akibat asam urat di Kelurahan Cisalak pasar, Kecamatan

    Cimanggis, Kota Depok

    1.2.2 Tujuan Khusus

    Tujuan khusus penulisan karya ilmiah akhir adalah teridentifikasi:

    1.2.2.1 Kemampuan (pengetahuan, keterampilan dan sikap) lansia dalam

    penatalaksanaan dan pengelolaan risiko gangguan pergerakan akibat asam

    urat di RW 02 dan 07 Kelurahan Cisalak pasar.

    1.2.2.2 Skala dan frekuensi nyeri pada agregat lansia dengan risiko gangguan

    pergerakan akibat asam urat di RW 02 dan 07 Kelurahan Cisalak pasar.

    1.2.2.3 Kadar asam urat pada agregat lansia dengan risiko gangguan pergerakan

    akibat asam urat di RW 02 dan 07 Kelurahan Cisalak pasar.

    1.2.2.4 Kemampuan (pengetahuan, keterampilan dan sikap) keluarga dalam

    penatalaksanaan dan pengelolaan lansia dengan risiko gangguan

    pergerakan akibat asam urat di RW 02 dan 07 Kelurahan Cisalak pasar.

    1.2.2.5 Kemandirian keluarga dalam merawat lansia dengan risiko gangguan

    pergerakan akibat asam urat di RW 02 dan 07 Kelurahan Cisalak Pasar.

    Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013

  • 8

    Universitas Indonesia

    1.2.2.6 Kemampuan (pengetahuan, keterampilan dan sikap) kader sebagai

    kelompok pendukung dalam penatalaksanaan dan pengelolaan lansia

    dengan risiko gangguan pergerakan akibat asam urat di RW 02 dan 07

    Kelurahan Cisalak Pasar.

    1.3. Manfaat Penelitian

    1.3.1. Pengelola program (Dinkes dan Puskesmas)

    1.3.1.1. Dinas kesehatan

    Dapat memberikan masukan bagi Dinas Kesehatan dalam

    mengembangkan kebijakan program pelayanan kesehatan dan

    kesejahteraan lansia di tatanan komunitas, dengan merencanakan

    penggunaan KPM untuk memantau kesehatan lansia dengan risiko

    gangguan pergerakan akibat asam urat guna meningkatkan kesehatan

    lansia di Kelurahan Cisalak pasar, Kecamatan Cimanggis Kota Depok.

    1.3.1.2. Puskesmas

    KPM ini merupakan program inovasi yang dapat mendukung kegiatan

    Posbindu yang selama ini telah dilakukan dan dapat diterapkan untuk

    meningkatkan status kesehatan lansia serta memandirikan masyarakat

    dalam mengelola dan memantau masalah kesehatan lansia khususnya

    dengan asam urat di Kelurahan Cisalak pasar, Kecamatan Cimanggis,

    kota Depok.

    1.3.1.3. Perawat Komunitas

    Dapat memberikan informasi tentang penggunaan KPM dalam

    memandirikan lansia dalam mengelola masalah kesehatannya dan

    menerapkan asuhan keperawatan yang komprehensif khususnya bagi

    kelompok sasaran lansia dengan asam urat di Kelurahan Cisalak pasar,

    Kecamatan Cimanggis, kota Depok.

    1.3.2. Kader Kesehatan

    Kegiatan penerapan penggunaan KPM ini dapat meningkatkan pengetahuan,

    keterampilan dan sikap kader untuk mengelola lansia dengan asam urat serta

    mengoptimalkan kemampuan kader sebagai penggerak kesehatan

    Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013

  • 9

    Universitas Indonesia

    masyarakat di lini pertama dalam mensukseskan program pemerintah guna

    mengendalikan penyakit tidak menular di Kelurahan Cisalak Pasar,

    Kecamatan Cimanggis Kota Depok.

    1.3.3. Lansia, Keluarga dan Masyarakat

    Dapat memberikan gambaran dampak pelaksanaan kegiatan KPM dalam

    meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap lansia, keluarga dan

    masyarakat dalam mengelola masalah kesehatan lansia dengan asam urat

    dan pencegahan sedini mungkin terhadap masalah asam urat di Kelurahan

    Cisalak pasar, Kecamatan Cimanggis, kota Depok.

    1.3.4. Perkembangan Ilmu Keperawatan

    Dapat menjadi acuan dalam mengembangkan program pelayanan kesehatan

    komunitas khususnya bagi lansia sebagai bentuk intervensi yang dapat

    merangkul seluruh lapisan masyarakat guna mengendalikan risiko gangguan

    pergerakan akibat asam urat pada lansia di Kelurahan Cisalak pasar,

    Kecamatan Cimanggis Kota Depok.

    Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013

  • 10 Universitas Indonesia

    BAB 2

    TINJAUAN PUSTAKA

    Bab ini akan menguraikan teori, model dan hasil penelitian yang menjadi rujukan

    dalam melakukan asuhan keperawatan komunitas pada aggregat lansia dengan

    risiko gangguan pergerakan akibat asam urat meliputi lansia sebagai kelompok

    rentan dan konsep lansia, asam urat, teori dan model yang mendasar praktik

    keperawatan komunitas pada agregat lansia, Model Program ASMP dan KMS

    lansia.

    2.1 Lanjut usia (Lansia)

    2.1.1 Lansia sebagai Kelompok Rentan

    2.1.1.1 Pengertian Lansia sebagai Kelompok Rentan

    Masa lanjut usia merupakan suatu masa alamiah yang dialami oleh setiap individu

    seiring dengan terjadinya proses penuaan. Lansia digolongkan kedalam kelompok

    rentan karena terjadinya penurunan daya tahan tubuh akibat perubahan fungsi

    degeneratif sehingga insiden penyakit kronik dan disabilitas meningkat. Stanhope

    & Lancaster (2004) menjelaskan kelompok rentan adalah kelompok yang

    memiliki peningkatan risiko atau kerentanan terhadap terjadinya dampak buruk

    kesehatan. Allender (2010) menjelaskan lansia termasuk kelompok rentan karena

    adanya pengaruh usia. Miller (2012) menyampaikan bahwa pertambahan usia

    berdampak langsung terhadap perubahan fisiologis tubuh yang mempengaruhi

    kemampuan untuk berespon terhadap stressor yang berasal dari diri maupun luar

    lingkungan sehingga meningkatkan terjadinya gangguan kesehatan.

    2.1.1.2 Karakteristik lansia sebagai kelompok rentan

    Lansia sebagai kelompok rentan, memiliki karakteristik yang menyebabkan lansia

    mudah mengalami masalah kesehatan. Karakteristik tersebut antara lain

    penurunan fungsi fisik, kognitif, sosialisasi dan penurunan sumber ekonomi

    (Stanhope & Lancaster, 2004). Peran serta dari petugas kesehatan, keluarga dan

    lansia sendiri dalam memelihara kesehatannya merupakan kunci utama untuk

    Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013

  • 11

    Universitas Indonesia

    mencapai masa tua lansia yang sehat, sejahtera, produktif dan berdaya guna sesuai

    dengan kemampuannya (Smith & Maurer, 2000; Stanley, 2006; Allender, 2010).

    Faktor yang berkontribusi dalam meningkatkan kerentanan terjadinya masalah

    kesehatan pada lansia meliputi penurunan kemampuan fisik dan biopsikososial,

    lingkungan yang buruk, kemiskinan, keterbatasan dukungan sosial, dan

    kemampuan terhadap pengelolaan kesehatan Stanhope & Lancaster (2004).

    Penurunan kemampuan fisik berhubungan dengan perubahan fisik pada sistem

    organ seperti sistem sensori dan persepsi, sistem integumen, sistem

    muskuloskletal, sistem kardiovaskuler dan respirasi, sistem pencernaan, sistem

    perkemihan, sistem saraf dan sistem reproduksi. Penurunan kognitif berhubungan

    dengan daya ingat, IQ (Intellegent Quocient), kemampuan belajar, kemampuan

    pemahaman, pemecahan masalah, pengambilan keputusan, kebijaksanaan, kinerja

    dan motivasi. Penurunan psikososial berhubungan dengan pensiun, perubahan

    aspek kepribadian, perubahan dalam peran sosial di masyarakat dan perubahan

    minat (Azizah, 2011).

    Penurunan sumber ekonomi pada masa lansia erat hubungannya dengan masa

    pensiun. Pensiun merupakan suatu masa seseorang berhenti dari pekerjaannya

    karena faktor usia dan penurunan kemampuan fisik (Utami, Sahar & Widyatuti,

    2011). Potter dan Perry (2004) menjelaskan usia wajib pensiun bervariasi,

    misalnya bagi Pegawai Negeri Sipil adalah 65 tahun, pegawai swasta mulai dari

    55 tahun. Gallo (1998) dalam Azizah (2011) menjelaskan bahwa masalah-masalah

    seputar pensiun berkaitan erat dengan masalah keuangan. Darmojo dan Martono

    (2004) menambahkan secara umum pemasukan uang pada seseorang yang

    pensiun akan menurun kecuali pada orang yang sangat kaya dengan tabungan

    yang berlimpah. Stanhope dan Lancaster (2004) menjelaskan berkurangnya

    pendapatan pada lansia seringkali berpengaruh terhadap kemampuan untuk

    memperoleh pelayanan kesehatan.

    Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013

  • 12

    Universitas Indonesia

    Status kesehatan lansia dipengaruhi juga oleh jenis kelamin dan gaya hidup. Jenis

    kelamin wanita lebih rentan terkena penyakit daripada pria karena pada wanita

    sering terjadi perubahan hormonal karena pengaruh hormon estrogen dan

    progesteron. Sementara itu, gaya hidup adalah kebiasaan sehari-hari yang sudah

    melekat dalam perilaku dan berdampak terhadap risiko terjadinya penyakit

    (Stanhope dan Lancaster, 2004; McMurray, 2003; Hutapea, 2005). Miller (2012)

    menjelaskan bahwa gaya hidup berhubungan dengan perilaku. Gaya hidup yang

    dimaksud meliputi nilai, perilaku kesehatan, diit, aktivitas atau latihan fisik, pola

    tidur, penggunaan obat, merokok, alkohol, sosialisasi dan koping dan stress yang

    berhubungan dengan masa tua. Gaya hidup yang positif dapat meningkatkan

    kondisi fisik (Mauk, 2010; Stanhope dan Lancaster, 2010). Perubahan pada

    sistem muskuloskletal seperti gangguan mobilitas fisik juga merupakan akibat

    dari perilaku atau akumulasi gaya hidup lansia sejak berusia muda (Wallace,

    2008; Azizah, 2011).

    Kombinasi dari rendahnya sumber daya yang dimiliki akibat penurunan sumber

    ekonomi, penurunan kesehatan akibat penurunan fungsi fisik dan daya tahan

    tubuh, dan keterpaparan terhadap faktor risiko dari suatu masalah kesehatan

    merupakan kondisi kerentanan yang dapat terjadi pada lansia. Interaksi antara

    keterbatasan fisik akibat penuaan, lingkungan, kemampuan manajemen kesehatan

    diri, dan adanya pengaruh genetik meningkatkan kemungkinan lansia untuk

    mengalami masalah kesehatan yang lebih berat. Kemampuan manajemen

    kesehatan diri yang meliputi pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dimiliki

    merupakan sumber kekuatan terbesar lansia untuk dapat hidup secara produksif

    dan bahagia (Stanhope & Lancaster, 2004; McMurray,2003).

    2.1.2 Konsep Lansia

    2.1.2.1 Definisi dan Batasan Lansia

    Masa lansia adalah masa dimana organisme telah mencapai kematangan baik fisik

    maupun psikis sekaligus menunjukkan kemunduran seiring dengan waktu. Azizah

    (2011) menjelaskan lansia adalah masa akhir hidup seorang manusia yang

    Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013

  • 13

    Universitas Indonesia

    ditandai dengan adanya kemunduran fisik, mental dan sosial secara bertahap.

    Stanley dan Beare (2006) menjelaskan lansia merupakan individu yang telah

    mengalami penuaan dengan karakteristik fisik rambut beruban, kulit keriput dan

    hilangnya gigi. Kriteria lansia merupakan gabungan dari usia kronologis,

    perubahan peran sosial diikuti dengan perubahan status fungsional.

    World Health Organization (WHO) membagi lansia menjadi 4 batasan yaitu

    middle elderly adalah usia 45 sampai 59 tahun, elderly usia 60 dan 70 tahun, old

    usia75 dan 90 tahun dan very old usia diatas 90 tahun (Efendi, 2009). Undang-

    Undang No. 13 Tahun 1998 menyatakan bahwa lansia adalah seseorang yang

    telah berusia lebih dari 60 tahun (Maryam, 2008). Dilihat dari berbagai batasan

    usia lansia tersebut, dapat disimpulkan bahwa lansia adalah seseorang yang

    berusia lebih dari 60 tahun.

    2.1.2.2 Perubahan-perubahan pada Lansia

    Pertambahan usia seseorang menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan baik

    fisik maupun mental sebagai akibat dari proses menua. Darmojo dan Martono

    (2004) menjelaskan menua adalah suatu proses menghilangnya kemampuan sel

    tubuh untuk memperbaiki diri dalam rangka mempertahankan struktur dan fungsi

    normalnya secara perlahan-lahan. Hutapea (2005) menjelaskan proses penuaan

    terjadi ketika sel otot jantung, sel saraf, dan sumsum tulang belakang tidak lagi

    memperbanyak diri. Matteson dan McConnell (1988) juga menjelaskan penuaan

    menyebabkan terjadinya perubahan anatomis, fisiologis dan biokimia pada tubuh

    yang mempengaruhi fungsi sistem tubuh. Perubahan yang terjadi pada setiap

    individu memiliki ukuran yang berbeda tergantung pada lingkungan dan

    kehidupannya.

    Undang-Undang RI No 23 tahun 1992 menjelaskan lansia merupakan seseorang

    yang mengalami perubahan biologis, fisik, kejiwaan dan social karena pengaruh

    usia. Miller (2012) menjelaskan perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia,

    Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013

  • 14

    Universitas Indonesia

    meliputi perubahan fisiologis dan psikososial yang berdampak terhadap terjadinya

    masalah kesehatan.

    a. Perubahan Fisiologis

    Perubahan fisiologis tubuh berhubungan dengan proses penuaan, terjadinya

    kemunduran struktur dan anatomi organ tubuh. Perubahan yang terjadi

    menimbulkan penurunan kondisi anatomis sel akibat terjadinya penumpukan hasil

    metabolik yang tidak mampu diekskresikan ke luar sel melalui proses

    metabolisme (Azizah, 2011). Perubahan pada sistem organ setiap individu lansia

    berbeda-beda tergantung pada pengaruh lingkungan kehidupannya dan akumulasi

    dari gaya hidup terkait kesehatan yang dilakukan sejak usia muda (Miller, 2012;

    Azizah, 2011; Lueckenotte & Meiner, 2006; Hutapea, 2005). Perubahan fisiologis

    sesuai dengan teori biologis yaitu penuaan terjadi karena penurunan kemampuan

    sel untuk membelah dan memperbaiki diri akibat batasan jumlah dan waktu yang

    dimiliki sebuah sel. Penurunan kemampuan sel juga berkaitan erat dengan

    interaksi sel dengan lingkungan luar untuk mempertahankan homeostasis. Apabila

    lingkungan atau stresor yang dihadapi lebih banyak pada kondisi yang buruk

    maka penuaan sel akan lebih cepat. Pada beberapa sistem seperti sistem

    muskuloskletal, sistem saraf dan jantung sel tersebut tidak dapat diganti jika rusak

    atau mati sehingga sistem tersebut memiliki konsekuensi terjadinya masalah

    kesehatan yang buruk jika sel tersebut mati. (Miller, 2012; Azizah, 2011; Mauk,

    2006).

    Masalah kesehatan yang banyak dikeluhkan lansia salah satunya terkait sistem

    muskuloskletal (Hutapea, 2005). WHO (1990) dalam Aziza (2011) menjelaskan

    proyek penelitian komunitas yang dilakukan terhadap lansia di Jawa Tengah

    menyebutkan penyakit paling banyak yang dialami lansia adalah artritis atau

    penyakit sendi sebesar 49% dimana lansia perempuan lebih banyak yang

    mengalami masalah tersebut dari pada lansia laki-laki. Darmojo dan Martono

    (2004) juga menjelaskan distribusi penyakit berdasarkan pemberitahuan dokter

    dan petugas kesehatan tahun 1998 menunjukkan penyakit sendi merupakan

    penyakit yang paling banyak dikeluhkan dengan persentase (35,3%). Reuben

    Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013

  • 15

    Universitas Indonesia

    (1996) dalam Aziza (2011) menambahkan bahwa masalah fisik yang paling sering

    ditemukan dalam kehidupan sehari-hari pada lansia adalah jatuh. Jatuh berkaitan

    erat dengan kemampuan sistem muskuloskletal akibat proses menua yang

    fisiologis dimana terjadi kekakuan jaringan penghubung, berkurangnya massa otot

    dan perlambatan konduksi saraf.

    b. Perubahan Psikososial

    Perubahan psikososial yang terjadi pada lansia berhubunagn dengan tahapan

    kehidupan yang dialaminya. Perubahan psikososial pada lansia didefinisikan

    dalam teori psikologis dan sosial. Pada teori psikologis, perubahan pada lansia

    berhubungan dengan kemampuan kognitif, mental, kepribadian dan keadaan

    fungsional. Sedangkan, teori sosial berhubungan dengan perubahan minat,

    pensiun, perubahan dalam peran sosial di masyarakat, dan kemampuan lansia

    beradaptasi terhadap perubahan status dalam masyarakat (Mauk, 2006; Miller,

    2012; Aziza, 2011). Gambaran perubahan psikososial yang terjadi pada lansia

    ditilik dari teori psikologis dan sosial menunjukkan bahwa setiap individu

    memiliki karakteristik yang unik berdasarkan pada sifat yang dibawa sejak lahir

    dan pengalaman yang diperoleh dari serangkaian kejadian hidupnya sehingga

    membentuk suatu kepribadian yang tidak sama.

    Aziza (2011) menjelaskan tipe kepribadian pada lansia dibedakan menjadi 5 tipe

    yaitu tipe kepribadian konstruktif, mandiri, tergantung, bermusuhan, defensive

    dan kritik diri. Tipe kepribadian lansia yang mandiri dan konstruktif merupakan

    tipe kepribadian lansia yang berdaya guna dan dapat dijadikan panutan oleh

    masyarakat. Kepribadian merupakan gabungan dari motivasi dan intelegensi yang

    dimiliki setiap individu yang menunjang konsep diri yang dimiliki. Konsep diri

    yang positif memudahkan lansia berinteraksi dengan lingkungan dan nilai-nilai

    yang terkandung didalamnya sehingga menjadikan lansia lebih mampu

    memandang kehidupannya dalam hal yang positif. Kemampuan memandang

    kehidupan secara positif berdampak terhadap kemauan untuk memelihara

    Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013

  • 16

    Universitas Indonesia

    kesehatan dan melakukan perilaku kesehatan yang baik (Maryam, dkk, 2008;

    Mubarak, 2009; Mauk, 2006; Meiner & Lueckenotte, 2006).

    2.2 Asam urat pada lansia

    2.2.1 Pengertian Asam Urat

    Asam urat adalah hasil akhir dari katabolisme suatu zat purin. Zat purin adalah zat

    alami yang merupakan salah satu kelompok struktur kimia pembentuk DNA dan

    RNA yang berasal dari hasil produksi tubuh sendiri dan dari makanan (Sutanto,

    2013). Penyakit asam urat (Gout Arthritis) adalah serangan radang persendian

    yang berulang yang disebabkan oleh penimbunan kristal asam urat di dalam

    persendian (Smeltzer & Bare, 2002). Asam urat adalah sisa metabolik berupa

    kristal purin yang secara alamiah berada dalam darah, kadar asam urat normal

    dalam darah pria dewasa adalah 3,5-7,2 mg/dl dan pada wanita 2,6-6,0 mg/dl

    (Aminah, 2013).

    2.2.2 Penyebab dan faktor risiko Asam Urat

    Aminah (2012) menjelaskan beberapa faktor resiko yang dapat menyebabkan

    terjadinya peningkatan kadar asam urat dalam darah yaitu:

    2.2.2.1 Kelebihan asam urat dalam tubuh (Hiperurisemia)

    Kelebihan asam urat dalam tubuh dapat dipicu oleh faktor eksogen dan

    endogen. Faktor eksogen adalah faktor-faktor dari luar tubuh misalnya

    mengkonsumsi makanan yang mengandung tinggi purin seperti daging, jeroan,

    kerang, ikan, sarden, udang, cumi, sotong, kepiting, melinjo, kacang-kacangan,

    jamur, daging yang diawetkan. Makanan tersebut dapat menghambat kerja enzim

    yang mengubah purin menjadi nukleotida purin sehingga purin yang dapat

    menjadi sumber protein bagi tubuh tidak dapat diolah dan menjadi berlebih

    didalam tubuh. Tubuh sudah menyediakan 85% senyawa purin untuk kebutuhan

    sehari-hari dan yang dibutuhkan dari makanan hanya 15% sehingga asupan yang

    dibutuhkan berkisar antara 100-150 mg perhari. Faktor endogen adalah haktor-

    faktor yang berasal dari dalam tubuh dikarenakan terjadinya penurunan

    pembuangan asam urat lewat urine akibat penurunan kerja ginjal. Penyebab

    Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013

  • 17

    Universitas Indonesia

    fungsi ginjal terganggu adalah dehidrasi dan kelainan struktur ginjal yang bersifat

    genetis.

    2.2.2.2 Mengkonsumsi alkohol

    Konsumsi alkohol dapat memicu pengeluaran cairan tubuh dan enzim

    xantine oksidase didalam liver untuk memecah protein sehingga menghasilkan

    asam urat yang lebih banyak. Selain itu alkohol sendiri mengandung kadar purin

    yang tinggi akibat dari hasil fermentasi.

    2.2.2.3 Menderita penyakit yang dapat mengganggu fungsi ginjal

    Penyakit yang dapat mengganggu fungsi ginjal seperti hipertensi dan

    Diabetes Mellitus.Tekanan yang tinggi akibat hipertensi dapat menyebabkan

    struktur mikroskopis ginjal rusak dan daya saring terhadap asam urat menurun.

    Sedangkan pada kasus Diabetes Mellitus, kadar glukosa dalam darah yang tinggi

    menyebabkan ekskresi asam urat tidak lancar karena darah yang terlalu pekat

    sehingga aliran darah tidak lancar. Selain itu, glukosa yang tinggi dalam darah

    juga dapat meningkatkan jumlah radikal bebas yang menghasilkan purin berlebih

    dalam tubuh.

    2.2.2.4 Usia

    Usia 0-25 tahun adalah masa berkembang dan meningkatnya daya tahan

    tubuh manusia. Melewati usia 25 tahun maka kebugaran manusia akan menurun

    setiap tahunnya sebesar 1% sehingga dalam kondisi normal tanpa melakukan

    usaha menjaga kebugaran seiring dengan pertambahan usia maka akan menambah

    risiko seseorang terkena penyakit salah satunya asam urat

    2.2.2.5 Jenis Kelamin

    Laki-laki memiliki risiko lebih besar mengalami masalah asam urat

    daripada wanita karena wanita memiliki hormon estrogen dalam tubuhnya yang

    dapat menurunkan risiko penumpukan asam urat. Sedangkan hormon androgen

    pada pria dapat meningkatkan penumpukan asam urat.

    2.2.2.6 Genetik

    Faktor genetis pada penderita asam urat berawal dari gangguan pada

    metabolisme purin sehingga menyebabkan asam urat dalam darah berlebih.

    Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013

  • 18

    Universitas Indonesia

    2.2.2.7 Kekurangan enzim HGPRT (Hypovantin Guanyl Phosporilbosyl

    transferase)

    Enzim HGPRT adalah enzim yang berperan dalam membentuk purin

    menjadi protein. Jika kekurangan enzim ini, maka enzim vantin oxidase sebagai

    pembentuk purin menjadi asam urat mengambilalih peranan sehingga

    dapatmenyebabkan hiperurisemia.

    2.2.2.8 Obesitas

    Obesitas adalah berlebihnya cadangan lemak dalam tubuh. Lemak tubuh

    terdiri dari trigliserida dan kolesterol. Kelebihan trigliserida dapat menyebabkan

    penumpukan lemak pada organ jantung, hati, dan pembuluh darah sehingga dapat

    mengganggu metabolisme dalam tubuh termasuk metabolisme purin.

    2.2.2.9 Aktivitas tubuh yang berat

    Aktivitas yang berat mengakibatkan kadar asam urat pada sendi

    meningkat. Asam urat dapat masuk ke ruang antar sendi melalui rembesan plasma

    darah dan daya rembes tersebut dipengaruhi oleh gaya tekan tubuh. Semakin berat

    aktivitas, semakin tinggi tumpukan asam urat dalam sendi

    2.2.2.10 Perokok aktif dan pasif

    Rokok mengandung bahan-bahan kimia yang dapat menyebabkan

    penyempitan pembuluh darah sehingga peredaran darah terganggu yang berakibat

    pada terhambatnya peredaran asam urat dalam tubuh.

    2.2.2.11 Gaya hidup yang salah

    Makanan dan aktivitas berkontribusi terhadap kesehatan tubuh.

    Menurunnya ketahanan tubuh meningkatkan risiko terkena penyakit termasuk

    asam urat.

    2.2.3 Tanda dan gejala Asam urat

    Tanda dan gejala asam urat menurut menurut Smeltzer & Bare (2004) dan

    Sutanto (2013), antara lain:

    a. Terasa ngilu, linu, nyeri dan kesemutan di sendi. Serangan pertama

    biasanya terjadi di pangkal ibu jari kaki (80%) kasus.

    Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013

  • 19

    Universitas Indonesia

    b. Sendi membengkak dan kulit diatasnya tampak merah atau keunguan,

    kencang dan licin, terasa hangat serta terasa sakit sekali jika kulit diatas

    sendi disentuh.

    c. Sendi terasa sakit saat cuaca dingin

    d. Demam, menggigil, denyut jantung meningkat dan perasaan tidak enak

    badan.

    e. Serangan pertama terjadi pada waktu-waktu tertentu yaitu pada malam

    hari dan pagi hari saat bangun tidur.

    f. Serangan pertama hanya terjadi pada satu sendi dan berlangsung selama

    beberapa hari serta bisa sembuh sendiri tanpa diobati.

    g. Nyeri datang kembali jika makan-makanan dengan kandungan purin

    tinggi.

    h. Jika bagian yang sakit diurut atau dipijat, akan memperparah rasa sakit.

    i. Gangguan dan atau keterbatasan gerak sendi.

    j. Pada pemeriksaan asam urat,hasilnya meningkat (pria > 7,2 mg/dl dan

    wanita > 6 mg/dl)

    2.2.4 Patofisiologi

    Zat kristal asam urat akan menumpuk pada sendi-sendi tulang yang

    mengakibatkan peradangan, nyeri, dan kerusakan sendi. Nyeri akut, kemerahan,

    dan pembengkakan pada sendi metatarsophalangeal mata kaki sebagai tanda awal

    dari Gout Athritis. Pada kelanjutannnya, keluhan nyeri akan dirasakan pada sendi-

    sendi lain tubuh seperti lutut (Tabloski, 2006). Tingkat atau derajat dari penyakit

    asam urat menurut CDC (2012) sebagai berikut:

    a. Asymtomatic Tissue Deposition

    Pada derajat pertama ini, lansia tidak memiliki keluhan secara jelas, tetapi

    telah mengalami hiperuremia yang dapat dilihat dari kadar zat asam urat

    dalam serum darah dan terjadi pengendapan kristal asam urat pada area sendi-

    sendi tanpa disertai keluhan.

    Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013

  • 20

    Universitas Indonesia

    b. Acute Flares

    Derajat kedua terjadi penumpukan kristal zat asam urat di sendi-sendi yang

    telah menyebabkan peradangan. Fase akut ini telah muncul gejala yang

    berupa nyeri, kemerahan, pembengkakan dan terasa panas pada sendi tersebut

    selama beberapa hari sampai minggu. Nyeri yang dirasakan dalam skala

    ringan sampai berat. Serangan nyeri awalnnya muncul pada bagian

    ekstremitas bawah.

    c. Intercritical segments

    Derajat ketiga terjadi setelah fase Acute Flaresi. Setelah mengalami masa

    gout interkritikal selama bertahun-tahun tanpa gejala, penderita akan

    memasuki tahap ini dengan tanda memiliki hiperuremia dengan deposisi

    kristal asam urat yang telah merusak sendi.

    d. Chronic gout

    Derajat keempat ditandai dengan adanya nyeri sendi yang sering terulang.

    Kristal-kristal asam urat akan tersimpan pada jaringan-jaringan lunak seperti

    siku, telinga, dan sendi jari distal. Tahap ini terjadi bila penderita telah

    menderita sakit selama 10 tahun atau lebih. Pada tahap ini terjadi benjolan-

    benjolan di sekitar sendi yang sering meradang yang disebut sebagai tofus.

    Tofus memrupakan benjolan keras yang berisi serbuk seperti kapur yang

    merupakan deposit dari kristal monosodium urat. Tofus ini akan

    mengakibatkan kerusakan pada sendi dan tulang di sekitarnya. Tofus pada

    kaki bila ukurannya besardan banyak akan mengakibatkan penderita tidak

    dapat menggunakan sepatu lagi.

    Pengobatan pada asam urat bertujuan untuk mengurangi rasa nyeri yang

    muncul pada fase Acute Flares. Terapi obat yang digunakan pada saat ini

    adalah steroid, obat golongan NSAID (Non Steroid Anti Inflamasi Drugs),

    dan colchicine. Obat yang saat ini sering digunakan untuk menurunkan kadar

    asam urat adalah allopurinol.

    Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013

  • 21

    Universitas Indonesia

    2.2.5 Diagnosis Penyakit asam urat

    Aminah (2012) menjelaskan bahwa diagnosis asam urat dapat dilakukan dengan

    mengenali gejala-gejala asam urat dan melakukan pemeriksaan seperti

    pemeriksaan fisik, pemeriksaan kadar asam urat tubuh, pemeriksaan laboratorium

    untuk diagnosis pasti dan pemeriksaan dengan foto Sinar X.

    2.2.6 Kadar asam urat dalam darah

    Smeltzer dan Bare (2004) menjelaskan bahwa kadar asam urat dalam darah

    terbagi berdasarkan jenis kelamin. Kadar asam urat normal pada pria adalah 3,5-

    7,2 mg/dl. Sedangkan kadar asam urat normal pada wanita adalah 2,6-6 mg/dl.

    Penigkatan kadar asam urat dalam darah dapat meningkatkan terjadinya penyakit

    asam urat sampai terjadinya gout artritis.

    2.2.7 Organ tubuh yang diserang

    Serangan asam urat bersifat mendadak dan tahap awal biasanya serangan tersebut

    ke astu arah sendi dan dapat berlangsung beberapa hari. Sendi-sendi dan organ

    tubuh yang dapat terserang asam urat menurut Aminah (2013) antara lain:

    a. Ujung jari kaki dan tangan

    Kristal asam urat paling sering meresap ke dalam sendi ujung jari baik kaki

    maupun tangan karena kedua sendi tersebut memiliki suhu dingin tertinggi

    dalam tubuh sehingga memudahkan kristal asam urat untuk mengendap.

    b. Jempol atau ibu jari

    Ibu jari terutama kaki merupakan tempat pertama yang sering terjadi pada

    penderita asam urat dimana kasus kejadiannya sebesar 75%. Asam urat yang

    tertimbun di ibu jari ini berupa benjolan besar dan bengkak yang terasa

    hangat bila diraba.

    c. Sendi lutut dan pergelangan kaki

    Penumpukan asam urat pada sendi lutut disebabkan karena lutut merupakan

    tempat tumpuan hampir sebagian besar aktivitas tubuh. Semakin sering sendi

    digunakan untuk kerja, semakin mudah asam urat merembes melalui plasma

    darah.

    Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013

  • 22

    Universitas Indonesia

    d. Daun telinga

    Tofus atau benjolan putih dapat menyerang telinga. Tofus merupakan

    endapan kristal asam berbentuk seperti bisul.

    e. Ginjal

    Penyakit batu ginjal merupakan penyakit akibat endapan asam urat sudah

    terlalu banyak menumpuk di sekitar ginjal. Pemeriksaan penyakit ini

    dilakukan dengan urine tampung 24 jam untuk mengetahui hipereksresi atau

    hipoekskresi asam urat.

    f. Jantung

    Asam urat yang mengandap disekitar jantung dapat menimbulkan penyakit

    jantung.

    2.2.8 Komplikasi asam urat

    Smeltzer dan Bare (2004) menjelaskan apabila masalah asam urat tidak ditangani

    maka akan dapat menyebabkan terganggunya aktivitas akibat nyeri, terjadi

    kerusakan/kecacatan pada persendian dan tulang dan terjadi komplikasi

    (gangguan ginjal, jantung, hipertensi). Wilson (2002) menjelaskan komplikasi

    yang dapat terjadi akibat penyakit asam urat yaitu

    a. Radang sendi akibat asam urat (gout artritis)

    b. Komplikasi hiperurisemia pada ginjal

    2.2.9 Cara Pencegahan Asam urat menurut Mahan dan Escott-Stump (2000).

    a. Pembatasan makanan yang mengandung zat tinggi purin (makanan yang

    mengandung asam urat tinggi)

    b. Berat badan normal/tidak kegemukan

    c. Konsumsi makanan tinggi karbohidrat (nasi, roti, singkong, ubi)

    d. Olah raga teratur atau melakukan pergerakan ROM (Range of Motion)

    e. Banyak minum air putih (minum minimal sebanyak 2,5 liter atau 10 gelas

    sehari.

    f. Makan buah yang banyak mengandung air

    Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013

  • 23

    Universitas Indonesia

    g. Menkonsumsi vitamin seperti Vitamin C, A, B3, B6, B5, B9, B12, E, dan

    C

    2.2.10 Cara Perawatan Asam urat

    Cara perawatan asam urat menurut Sutanto (2012) antara lain (1) memberikan

    kompres air hangat bila nyeri datang lakukan selama 10 menit setiap pagi dan

    sore. (2) Memberikan kompres air dingin bila sendi bengkak atau kemerahan

    (timbul peradangan). (3) Mengurangi aktivitas pada sendi yang terkena dan

    istirahat yang cukup. (4) Tidak memijat bagian yang sakit dan (5). Melakukan

    pengaturan makanan rendah purin.

    2.2.11 Jenis Makanan yang Perlu diperhatikan

    Golongan A

    Kadar purin tinggi

    100-1000 mg purin/100 gram

    (Sebaiknya tidak dikonsumsi)

    Golongan B

    Kadar purin sedang 9-100 mg purin/100 gr bahan

    makanan (Dapat dikonsumsi

    sekali-kali)

    Golongan C

    Kadar purin rendah 0-50 mg/100 gr

    makanan

    (Bebas dikonsumsi)

    a) Semua makanan dan minuman yang mengandung alkohol, yaitu

    arak, bir, wiski, anggur, tape ketan,

    tuak, dan makanan yang

    mengandung ragi

    b) Bebek, angsa, ikan kecil, ikan sarden, makarel, remis, kerang,

    kepiting, lobster, dan telur ikan

    c) Makanan yang diawetkan dalam kaleng seperti kornet, sarden, dan

    lain-lain

    d) Jeroan, misalnya otak, lidah, jantung, hati, limpa, ginjal, dan

    usus

    e) Kaldu daging. f) Durian, alpukat g) Melinjo, daun melinjo

    Dibatasi maksimal 50-75

    gram (1-1 potong) atau 1

    mangkuk (100 g) sayuran

    sehari.

    a) Ikan air tawar b) Daging sapi, ayam, udang. c) Kacang kering dan hasil

    olah seperti tahu, tempe,

    dan oncom.

    d) Sayuran (misalnya kembang kol, bayam,

    jamur, kangkung, daun

    singkong, daun pepaya,

    kacang polong, dan buncis)

    e) buah nanas

    Nasi, ubi, singkong,

    roti, beras,makaroni,

    keju, telur, jagung, kue

    kering, mie/bihun,

    produk susu, gula,

    tomat, Sayuran dan

    buah-buahan selain

    dalam golongan A dan

    B

    Dikutip dari Harris, M; Siegel, L; Alloway, J. 1999. Gout and Hyperuricemia. American Academy

    of Family Physicians

    Jenis makanan yang dapat dikonsumsi oleh penderita asam urat adalah makanan

    golongan C asalkan tidak memiliki penyakit lainnya seperti diabetes mellitus,

    obesitas, maupun stroke (Tabloski, 2006).

    Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013

  • 24

    Universitas Indonesia

    2.2.12 Obat Tradisional untuk mencegah penyakit asam urat menurut Ley (2007)

    dan Sutanto (2013)

    a. Terapi obat tradisional (herbal) dengan mengkonsumsi takokak menurut

    selera dan dilakukan secara teratur.

    b. 1 ibu jari kayu manis, 5 butir cengkeh, 5 butir kapulaga, 200 gram ubi jalar

    merah, 15 gram jahe merah, dan air 1500 cc direbus hingga air tersisa 500 cc.

    Angkat dan saring.

    c. Belah 1 buah pare mentah segar, buang bijinya. Setelah itu, cuci bersih dan

    potong-potong, lalu rebus dengan 2 gelas air bersih hingga tersisa 1 gelas.

    Dinginkan lalu saring. Pemakaian : minum sekaligus, satu kali sehari.

    d. 300 gr sirsak, buang bijinya. Blender sirsak, tuangkan ke dalam gelas. Minum

    setiap hari 1 gelas.

    e. Jus seledri mengandung diuretik yang berfungsi untuk mengeluarkan urin.

    f. Pisang (mengandung potassium dan vitamin B6 yang bermanfaat untuk

    mengurangi rasa sakit pada persendian) dapat dimakan langsung atau di jus.

    g. Buah mengandung banyak air sangat penting seperti semangka,

    melon,belewah, belimbing, dan jambu air. Dapat dimakan langsung atau di

    jus.

    h. 1 buah mengkudu dipotong-potong, dicuci bersih kemudian diblender dan

    disaring. masukkan madu dan gula secukupnya. Minum 1 kali sehari.

    Berdasarkan penjelasan karakteristik lansia sebagai kelompok yang rentan untuk

    mengalami masalah kesehatan khususnya asam urat diperlukan suatu pengelolaan

    manajemen pelayanan keperawatan dan asuhan keperawatan keluarga, komunitas

    dalam penatalaksanaan dan pengelolaan risiko terjadinya gangguan mobilitas fisik

    pada lansia.

    Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013

  • 25

    Universitas Indonesia

    2.3 Manajemen Pelayanan Keperawatan Komunitas dalam Penatalaksanaan

    dan Pengelolaan Risiko Terjadinya Gangguan Mobilitas Fisik pada

    Lansia

    Manajemen keperawatan adalah proses pelaksanaan pelayanan keperawatan untuk

    memberikan asuhan keperawatan, pengobatan dan rasa aman kepada pasien,

    keluarga dan masyarakat. Menurut Swanburg (2000), ketrampilan manajemen

    dapat diklasifikasikan dalam tiga tingkatan yaitu: 1) Keterampilan intelektual,

    yang meliputi kemampuan atau penguasaan teori, keterampilan berfikir. 2)

    Keterampilan teknikal meliputi: metode, prosedur atau teknik. 3) Keterampilan

    interpersonal, meliputi kemampuan kepemimpinan dalam berinteraksi dengan

    individu atau kelompok.

    Komitmen pemerintah untuk memberikan perhatian terhadap lanjut usia telah

    berlangsung sejak empat puluhan tahun yang lalu, dengan ditetapkannya Undang-

    Undang RI No 4 Tahun 1965 tentang Pemberian Bantuan Penghidupan orang

    Jompo, agar pemerintah, Organisasi Sosial/LSM swasta dan keluarga mempuyai

    pedoman dan rujukan yang sama tentang pembinaan kesejahteraan lanjut usia

    dengan dasar UUD 45 pasal 28 H bahwa setiap orang berhak atas jaminan sosial

    yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang

    bermartabat (Sepriyan, 2007). Setelah itu muncul berbagai perundang-undangan,

    keputusan, peraturan dan kebijakan yang mengatur tentang lansia di Indonesia

    yang mengarah pada upaya meningkatkan kesehatan lansia antara lain UU No.

    13/98 tentang kesejahteraan Lansia, UU No. 40/2004 tentang Sistem Jaminan

    Sosial Nasional khususnya yang menyangkut jaminan sosial bagi Lansia, UU. No.

    11/2009 tentang kesejahteraan social, Keppres 52/2004 tentang Komnas Lansia,

    Permendagri No.60/2008 tentang pembentukan Komda Lansia dan pemberdayaan

    masyarakat dan RAN 2003 dan 2008 tentang Kesejahteraan Sosial Lansia

    (Muliawati, 2011).

    Pembinaan kesehatan lansia dilakukan dengan cara mengidentifikasi empat fungsi

    manajemen, yaitu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan.

    Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013

  • 26

    Universitas Indonesia

    Perencanaan adalah suatu bentuk pembuatan keputusan manajerial berdasarkan

    pengamatan terhadap lingkungan, penggambaran sistem dan sub sistem utama

    organisasi, misi dan fisosofi organisasi, sumber daya yang dimiliki, peluang dan

    efektifitas dari tindakan alternatif (Gillies, 1994). Perencanaan merupakan proses

    terpenting dari semua fungsi manajemen karena tanpa perencanaan fungsi-fungsi

    lain seperti pengorganisasian, pengarahan, dan pengontrolan tidak akan dapat

    berjalan.

    Pengorganisasian adalah pengelompokan aktivitas-aktivitas, tugas-tugas, fungsi,

    wewenang dan tanggung jawab, dan sumber daya yang dimiliki untuk mencapai

    tujuan yang telah ditentukan. Penugasan masing-masing kelompok diberikan

    kepada pimpinan yang diberi wewenang untuk mengawasi sekaligus melakukan

    koordinasi dengan unit lain baik secara horizontal maupun vertikal (Gillies, 1994).

    Dinas Kesehatan dalam fungsinya sebagai pembuat program, telah memiliki

    struktur organisasi yang dikepalai oleh seorang kepala Dinas. Kepala Dinas

    Kesehatan membawahi langsung 4 kepala bidang antara lain kepala bidang

    pengembangan sumber daya kesehatan; kepala bidang pelayanan kesehatan

    masyarakat; kepala bidang pengendalian pencegahan penyakit; dan kepala bidang

    perbekalan kesehatan, pengawasan obat dan makanan. Masing-masing kepala

    bidang ini juga membawahi seksi-seksi pelaksana kegiatan yang dipimpin oleh

    seorang kepala seksi (Renstra Kota Depok, 2011). Program kesehatan lansia di

    Dinas Kesehatan Kota Depok dikelola oleh Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi

    (Dinkes Kota Depok, 2012).

    Langkah selanjutnya yang perlu ditempuh dalam manajemen setelah perencanaan

    dan pengorganisasian selesai dilakukan adalah actuating yang diartikan sebagai

    memberi bimbingan namun istilah tersebut lebih condong diartikan penggerak

    atau pelaksanaan. Tujuan fungsi pelaksanaan adalah menciptakan kerjasama yang

    lebih efisien; mengembangkan kemampuan dan keterampilan staf; menumbuhkan

    rasa memiliki dan menyukai pekerjaan; mengusahakan suasana lingkungan kerja

    yang dapat meningkatkan motivasi dan prestasi kerja staf; dan membuat

    Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013

  • 27

    Universitas Indonesia

    organisasi berkembang lebih dinamis. Kegiatan yang dilaksanakan dalam fungsi

    actuating adalah koordinasi kegiatan; penempatan orang dalam jumlah, waktu dan

    tempat yang tepat meliputi mengorganisasikan, mengarahkan dan mengawasi;

    mobilisassi dan alokasi sumber daya fisik dan dana yang diperlukan dan

    pembuatan keputusan secara umum dan khusus dengan koordinasi kegiatan,

    manajemen tenaga kerja dan sumber daya selama penerapan. Hal yang penting

    diperhatikan dalam actuating ini adalah bahwa seorang karyawan akan termotivasi

    untuk mengerjakan sesuatu. Fungsi manajemen actuating ini adalah fungsi

    koordinasi (coordinating), pengarahan (directing), dan kepemimpinan (leading).

    Pengawasan merupakan proses mengevaluasi sejauhmana implementasi rencana

    kegiatan yang telah dilakukan, pemberian masukan atauumpan balik, dan

    pembuatan prinsip-prinsip organisasi melalui pembuatan standar, pembandingan

    kinerja dengan standar dan memperbaiki kekurangan. fungsi pengawasan

    dilakukan agar tujuan dapat tercapai sesuai dengan rencana, apakah orang

    orangnya, cara dan waktunya tepat. Pengawasan juga berfungsi agar kesalahan

    dapat segera diperbaiki. Pengawasan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan adalah

    terkait pelaksanaan program dan kinerja SDM. Kegiatan yang dapat dilakukan

    dalam pengawasan adalah monitoring dan evaluasi (Marquis & Huston, 2006).

    Kegiatan evaluasi bertujuan untuk melihat efektifitas dan efisiensi program yang

    sedang atau yang telah dilakukan, sehingga dapat mengidentifikasi masalah atau

    hambatan yang muncul selama pelaksanaan program (Evin, 2002). Pengelolaan

    manajemen pelayanan keperawatan dalam penatalaksanaan dan pengelolaan risiko

    terjadinya gangguan mobilitas fisik pada lansia akan dilanjutkan dengan

    pemberian asuhan keperawatan komunitas.

    2.4 Asuhan Keperawatan Keluarga Pada Aggregate Lansia dengan asam

    urat

    Asuhan keperawatan keluarga merupakan proses yang kompleks dengan

    menggunakan pendekatan sistemik untuk bekerjasama dengan keluarga dan

    individu sebagai anggota keluarga. Praktik keluarga sebagai pusat keperawatan

    Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013

  • 28

    Universitas Indonesia

    (family-centered nursing) didasarkan pada perspektif bahwa keluarga adalah unit

    dasar untuk perawatan individu dari anggota keluarga dan dari unit yang lebih

    luas. Keluarga sebagai unit dasar dari sebuah komunitas dan masyarakat,

    menggambarkan perbedaan budaya, rasial, etnik, dan sosioekonomi (Hitchcock,

    Schubert & Thomas, 1999).

    Tujuan dari asuan keperawatan keluarga adalah untuk membantu keluarga

    menolong dirinya sendiri mencapai tingkat fungsi keluarga yang tertinggi dalam

    konteks tujuan, aspirasi dan kemampuan keluarga (Friedman, 2003). Proses

    keperawatan keluarga dibedakan menjadi 5 jenis yaitu 1) keluarga dipandang

    sebagai konteks, maka asuhan keperawatan berfokus pada individu; 2) keluarga

    kumpulan dari angota-anggotanya, maka asuhan keperawatan diberikan kepada

    seluruh anggota keluarga; 3) subsistem keluarga sebagai klien, dimana fokus

    pengkajian dan intervensi adalah subsistem keluarga; 4) keluarga sebagai klien,

    dimana keseluruhan anggota keluarga dipandang sebagai klien sedangkan

    individu anggota keluarga sebagai konteks; dan 5) keluarga sebagai komponen

    masyarakat, dimana keluarga dipandang sebagai subsistem dalam sebuah sistem

    yang lebih besar, yaitu masyarakat.

    Darmojo dan Martono (2004) menjelaskan tugas perkembangan keluarga lansia

    dan pensiunan dimulai ketika salah satu/keduanya pensiun sampai salah

    satu/keduanya meninggal. Kehilangan yg lazim pada usia ini adalah mengenai

    permasalahan ekonomi dan pekerjaan (pensiun), perumahan (pindah ikut

    anak/panti), sosial (kematian pasangan dan teman-temannya), Kesehatan

    (penurunan kemampuan fisik). Tugas Perkembangan pada tahap ini adalah

    mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan, menyesuaikan dengan

    pendapatan yang menurun, mempertahankan hubungan perkawinan,

    menyesuaikan diri terhadap kehilangan pasangan, mempertahankan ikatan

    keluarga antar generasi dan meneruskan untuk memahami eksistensi mereka

    (penelaahan dan integrasi hidup).

    Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013

  • 29

    Universitas Indonesia

    Proses asuhan keperawatan keluarga terdiri dari 5 tahapan yaitu pengkajian,

    penegakan diagnosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi.

    2.4.1 Pengkajian

    Pengkajian adalah suatu tahapan dimana seorang perawat mengambil informasi

    secara terus-menerus terhadap anggota keluarga yang dibinanya. Asuhan

    keperawatan keluarga dimulai dari pengkajian keluarga untuk mendapatkan data

    keluarga maupun data individu dalam keluarga secara komprehensif. Sumber

    informasi dari tahapan pengkajian dapat menggunakan metode wawancara,

    observasi fasilitas rumah, pemeriksaan fisik dari anggota keluarga (dari ujung

    rambut ujung kaki), Data sekunder, seperti hasil laboratorium, hasil X-ray, pap

    smear, dll. Pengkajian keluarga model Friedman meliputi lima komponen yaitu

    identifikasi data sosiokultural keluarga, data lingkungan keluarga, struktur

    keluarga, fungsi keluarga, dan strategi stress dan koping keluarga.

    2.4.2 Diagnosis keperawatan

    Pengkajian keluarga mencapai puncaknya saat mengidentififkasi masalah

    keluarga yang aktual dan potensial. Banyak masalah kesehatan keluarga yang

    berada pada lingkup praktik keperawatan dan disebut diagnosa keperawatan

    keluarga. Diagnosa keperawatan keluarga merupakan perpanjangan dari diagnosis

    ke sistem keluarga dan subsistemnya serta merupakan hasil pengkajian

    keperawatan. Diagnosa keperawatan keluarga termasuk masalah kesehatan aktual

    dan potensial dengan perawat keluarga yang memiliki kemampuan dan

    mendapatkan lisensi untuk menanganinya berdasarkan pendidikan dan

    pengalamannya (Gordon, 1994). Diagnosa tersebut digunakan sebagai dasar

    proyeksi hasil, intervensi perencanaan dan evaluasi hasil yang dicapai.

    Pada tingkat keluarga, diagnosa keperawatan dapat ditegakkan bertolak dari salah

    satu teori keperawatan atau teori keluarga atau menggunakan diagnosa NANDA.

    NANDA (2001) mendefinisikan diagnosa keperawatan sebagai keputusan klinik

    tentang respon individu, keluarga atau komunitas terhadap masalah kesehatan/

    proses kehidupan yang aktual atau potensial. Diagnosa keperawatan memberikan

    Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013

  • 30

    Universitas Indonesia

    dasar dalam pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai hasil yang menjadi

    akuntabilitas perawat.

    2.4.3 Perencanaan

    Perencanaan adalah semua tindakan yang dipertimbangkan secara mendalam oleh

    perawat untuk membantu klien beralih dari status kesehatan saat ini ke status

    kesehatan yang diuraikan dalam hasil yang diharapkan (Gordon, 1994). Friedman

    (2003) menyebutkan bahwa perencanaan merupakan tahap yang sistematis dari

    proses keperawatan meliputi kegiatan pembuatan keputusan dan pemecahan

    masalah. Perencanaan keperawatan dinetapkan perawat berdasarkan hasil

    pengumpulan data dan rumusan diagnosa keperawatan yang merupakan petunjuk

    dalam membuat tujuan dan asuhan keperawatan untuk mencegah, menurunkan,

    atau mengeliminasi masalah kesehatan klien.

    Langkah-langkah dalam membuat perencanaan keperawatan meliputi perumusan

    tujuan yang berorientasi pada klien, membuat pendekatan alternatif dan

    mengidentifikasi sumber sumber, menyusun prioritas dan menentukan intervensi

    keperawatan yang tepat dalam pengembangan rencana asuhan keperawatan.

    Dalam merencanakan tindakan yang dilakukan dalam mengatasi permasalahan

    kesehatan yang ada di dalam keluarga, perawat bersama sama dengan anggota

    keluarga menyusun rencana perawatan yang disepakati. Perencanaan yang dibuat

    sebaiknya dapat mendorong keluarga untuk membuat pilihan jenis intervensi

    keperawatan yang akan diterapkan dalam mengatasi masalahnya. Namun apabila

    keluarga tidak mampu untuk membuat pilihan, maka perawat berperan untuk

    membantu keluarga mengidentifikasi alternatif, memahami konsekuensi dan

    membuat keputusan yang dapat diterima oleh seluruh anggota keluarga.

    Kepmenkes No 279 tahun 2006 menyebutkan bahwa indikator dampak keluarga

    dalam memenuhi kebutuhan kesehatannya mencakup pada 5 tugas keluarga yaitu

    mampu mengenal masalah kesehatannya, mampu mengambil keputusan yang

    tepat dalam mengatasi masalah kesehatannya, mampu melakukan tindakan

    Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013

  • 31

    Universitas Indonesia

    perawatan, mampu memodifikasi lingkungan, dan mampu memanfaatkan sarana

    pelayanan kesehatan. Untuk menilai keberhasilan upaya perawatan kesehatan ,

    maka digunakan penilaian tingkat kemandirian keluarga.

    Tabel 2.1. Tingkat kemandirian keluarga

    No Kriteria Tingkat Kemandirian

    I II III IV

    1 Menerima petugas Perkesmas

    2 Menerima pelayanan kesehatan sesuai

    rencana keperawatan

    3 Tahu dan dapat mengungkapkan

    masalah kesehatannya secara benar

    4 Memanfaatkan fasilitas pelayanan

    kesehatan sesuai anjuran

    5 Melakukan tindakan keperawatan

    sederhana sesuai anjuran

    6 Melakukan tindakan pencegahan

    secara aktif

    7 Melakukan tindakan promotif secara

    aktif

    (Sumber: KepMenKes RI No 279/MENKES/SK/IV/2006)

    2.4.4 Implementasi

    Implementasi keperawatan keluarga dilakukan setelah proses pengkajian,

    diagnosis keperawatan, dan perencanaan yang meliputi perumusan tujuan,

    identifikasi strategi intervensi dan sumber, serta penentuan prioritas telah

    dilakukan. Intervensi yang ditetapkan tidak bersifat rutin, acak atau terstandar,

    tetapi dirancang bagi keluarga tertentu yang dirawat oleh perawat keluarga

    (Friedman, 2003). Menurut ANA (1995) intervensi keperawatan adalah tindakan

    yang dilakukan perawat untuk pasien, keluarga dan komunitas dengan tujuan

    membantu pasien, keluarga dan komunitas meningkatkan, mengoreksi atau

    menyesuaikan kondisi fisik, emosional, psikososial, spiritual, budaya dan

    lingkungan sebagai alasan mereka mencari bantuan. Bulechek dan McCloskey

    (2000) mendefinisikan intervensi keperawatan adalah setiap tindakan yang

    dilakukan oleh perawat berdasarkan keputusan klinis untuk meningkatkan kriteria

    Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013

  • 32

    Universitas Indonesia

    hasil pada klien. Intervensi keperawatan meliputi perawatan langsung dan tidak

    langsung yang ditujukan pada individu, keluarga dan komunitas.

    Intervensi yang diberikan oleh perawat ketika bekerja dengan keluarga, diarahkan

    untuk membantu anggota keluarga merubah perilaku mereka, dengan tujuan

    akhirnya untuk memperkokoh fungsi keluarga atau tingkat kesejahteraan yang

    tinggi. Konsep yang dapat membantu perawat dalam bekerjasama dengan

    keluarga yang bermasalah, antara lain perubahan tergantung pada konteks,

    perubahan tergantung pada persepsi dari klien terhadap masalah, perubahan

    tergantung pada tujuan- tujuan yang realistis, pemahaman itu sendiri tidak

    menyebabkan perubahan, perubahan tidak perlu terjadi secara merata pada seluruh

    anggota keluarga, perubahan dapat saja memiliki banyak sekali penyebab seperti

    perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

    Wright dan Leahey (2000) menyarankan bahwa selain untuk perawatan promotif

    dan preventif, intervensi keperawatan keluarga diperlukan jika ; (1) anggota

    keluarga mengalami suatu penyakit yang menimbulkan gangguan yang nyata

    terhadap anggota keluarga lain; (2) anggota keluarga menyebabkan masalah atau

    gejala individu; (3) perbaikan pada satu anggota keluarga menimbulkan gejala

    atau gangguan pada anggota keluarga yang lain; (4) anggota keluarga untuk

    pertama kalinya didiagnosis menderita penyakit; (5) kondisi anggota keluarga

    terganggu secara nyata; (6) anggota keluarga yang mengalami penyakit kronik

    pindah dari rumah sakit atau pusat rehabilitasi ke komunitas; dan (7) pasien yang

    mengalami penyakit kronik meninggal dunia.

    Jenis intervensi keperawatan keluarga yang dapat dilakukan, antara lain

    modifikasi perilaku, membuat kontrak, manajemen kasus, kolaborasi, konsultasi,

    konseling, strategi pemberdayaan, modifikasi lingkungan, advokasi keluarga,

    modifikasi gaya hidup, termasuk manajemen stress, jaringan, termasuk

    menggunakan kelompok swabantu dan dukungan sosial, merujuk, model peran,

    Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013

  • 33

    Universitas Indonesia

    tambahan peran, strategi pengajaran dan klasifikasi nilai (Wright & Leahey,

    2000).

    Wright dan Leahey (2000) membagi tingkat intervensi keperawatan keluarga

    menjadi dua tingkatan intervensi yaitu intervensi permulaan dan intervensi

    lanjutan. Pada praktik perawatan keluarga pada tingkat dasar, intervensi bersifat

    supportif dan mendidik (edukatif), dan langsung diarahkan ke sasaran. Sedangkan

    pada tingkat lanjutan, intervensi meliputi sejumlah intervensi terapi keluarga yang

    bersifat psikososial dan tidak langsung.

    Freeman (1970) dalam Friedman (2003) mengklasifikasikan intervensi

    keperawatan keluarga meliputi suplemental, fasilitatif dan perkembangan.

    Sedangkan Wright dan Leahey (2000) menggolongkan intervensi keperawatan

    keluarga menjadi 3 bagian, yaitu :

    a. Kognitif, yaitu intervensi diarahkan pada fungsi keluarga, tingkat kognitif

    terdiri dari tindakan tindakan perawat yang memberikan informasi,

    pengajaran dan gagasan baru tentang suatu keadaan atau pengalaman.

    b. Afektif, yaitu tindakan perawatan diarahkan kepada aspek aspek aktif fungsi

    keluarga dan merupakan tindakan yang dirancang untuk mengubah emosi

    anggota keluarga sehingga mereka dapat memecahkan masalah secara lebih

    efektif.

    c. Perilaku, yaitu strategi strategi perawatan diarahkan untuk membantu anggota

    keluarga berinteraksi dengan anggota keluarga yang lain ataupun dengan

    lingkungannya.

    Hambatan dalam implementasi intervensi keluarga sangat beragam, seperti yang

    dijelaskan oleh Friedman (2003) yaitu:

    a. Hambatan terkait keluarga yaitu apatis dan tidak dapat memutuskan.

    Hambatan ini berupa perilaku keluarga.perilaku apatis dikaitkan dengan suatu

    perasaan kegagalan terhadap keberhasilan atau ketersediaan pelayanan.

    Ketidakmampuan keluarga dalam membuat keputusan terhadap masalah

    Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013

  • 34

    Universitas Indonesia

    kesehatannya juga merupakan suatu masalah. Pada situasi ini, perawat harus

    memeriksa tenyang apa yang sedang terjadi di keluarga dan perawat memiliki

    keingintahuan yang besar tentang akar permasalahn sehingga akhirnya

    masalah keluara dapat diidentifikasi dan diatasi.

    b. Hambatan terkait perawat

    Hambatan ini terkait perilaku perawat. Hambatan yang dapat dilakukan oleh

    perawat kepada keluarga adalah memaksakan ide, memberi stigma negatif

    terhadap keluarga, tidak melihat kekuatan keluarga, dan perawat kurang

    mempertimbangkan budaya dan isu gender.

    2.4.5 Evaluasi

    Komponen kelima proses keperawatan adalah evaluasi yang merupakan kegiatan

    bersama antara perawat dan keluarga. Evaluasi didasarkan pada keefektifan

    intervensi yang dilakukan perawat maupun keluarga dalam menyelesaikan

    masalah kesehatan keluarga. Keberhasilan ini dikaitkan dengan respon yang

    dihasilkan oleh keluarga (Friedman, 2003). Evaluasi dengan pendekatan terpusat

    pada klien sering menimbulkan kesulitan kesulitan dalam penentuan kriteria

    objektif untuk hasil yang diharapkan karena faktor faktor diluar intervensi yang

    direncanakan seringkali mengintervensi proses tersebut sehingga dapat

    mempengaruhi respon keluarga. Evaluasi merupakan proses beerkesinambungan

    yang terjadi setiap kali seorang perawat memperbaharui rencana asuhan

    keperawatan. Sebelum perencanaan perencanaan dikembangkan dan dimodifikasi,

    perawat bersama keluarga perlu melihat tindakan tindakan perawatan tertentu

    apakah tindakan tersebut benar benar membantu dalam mengatasi permasalahan

    kesehatan dalam keluarga. Jika respon terhadap intervensi perawatan tidak

    dievaluasi secara bersama sama, maka tindakan perawatan yang efektif tidak

    dapat dicapai (Meiner&Lueckenotte, 2006).

    Proses evaluasi didasari atas seberapa efektifnya intervensi yang diterapkan oleh

    perawat keluarga. Keberhasilan suatu intervensi ditentukan dengan melihat hasil

    Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013

  • 35

    Universitas Indonesia

    pada anggota keluarga bukan intervensi yang diimplementasikan. Apabila dalam

    evaluasi ditemukan bahwa intervensi yang diberikan tidak dapat mengatasi

    masalah, maka modifikasi dilakukan setelah rencana evaluasi yaitu mengulang

    kembali sebagai suatu proses melingkar pada pengkajian dan pengkajian ulang

    yang kemudian selanjutnya merevisi setiap fase dalam siklus asuhan keperawatan

    yang diperlukan (Friedman, 2003). Diakhir kegiatan asuhan keperawatan, proses

    yang dilakukan adalah terminasi. Terminasi dilakukan oleh perawat berdasarkan

    persetujuan bersama antara perawat dan keluarga pada waktu dan tempat yang

    tepat untuk mendiskusikan tentang masalah kesehatan dan intervensi yang telah

    diselesaikan.

    2.5 Asuhan Keperawatan Komunitas Pada Aggregate Lansia dengan asam

    urat

    2.5.1 Pengkajian

    Community as partner dikembangkan oleh Anderson dan McFarlane yang

    didasarkan pada model Neuman system Model yaitu pendekatan totalitas

    terhadap manusia untuk menggambarkan masalah klien (Anderson & McFarlane,

    2004). Komunitas sebagai klien dikembangkan untuk mengilustrasikan definisi

    Community Health Nursing (CHN)/ Primary Health Nursing (PHN) sebagai

    sintesis dari Concepts nursing and public health. Seiring dengan perkembangan

    masyarakat dan penelitian lebih lanjut, maka konsep ini diganti menjadi

    Community as partner yang berguna untuk menekankan CHN sebagai filosofi

    yang mendasari keaktifan dari komunitas dalam meningkatkan kesehatan dan

    mencegah serta mengatasi masalah kesehatan.

    Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013

  • 36

    Universitas Indonesia

    Gambar 2.1. Model komunitas sebagai mitra.

    Sumber: Anderson & McFarlane, 2007.

    Sebelum tenaga kesehatan khususnya perawat dapat memberikan pelayanan

    kesehatannya, maka perawat melakukan proses keperawatan yang holistik

    meliputi pengkajian, analisa data dari permasalahan yang ditemukan pada saat

    pengkajian,menentukan diagnosa, menyusun perencanaan, malakukan

    implementasi untuk mengatasi masalah dan akhirnya mengevaluasi keefektifan

    dari program yang telah dilaksanakan. Oleh karena itu, dalam rangka mengatasi

    permasalahan yang terjadi dikomunitas lansia, maka tahap pertama yang perlu

    dilakukan adalah pengkajian terkait dengan komunitas yang dikelola dan

    menemukan permasalahan yang terjadi.

    Helvie (1998) menyebutkan pengkajian komunitas adalah langkah awal yang

    dilakukan pada populasi komunitas untuk mengkaji permasalahan yang ada.

    Ditambahkan pula oleh Anderson & McFarlane (2004) bahwa pengkajian

    komunitas merupakan sebuah proses dengan cara mendekatkan diri dan mengenal

    komunitas. Orang orang yang ada di komu