Digital 20351676 SP Putu Ayu
-
Upload
rinda-kurniawati -
Category
Documents
-
view
99 -
download
1
description
Transcript of Digital 20351676 SP Putu Ayu
-
UNIVERSITAS INDONESIA
KARTU PEMANTAUAN MANDIRI (KPM) SEBAGAI BENTUK
INTERVENSI KEPERAWATAN KOMUNITAS UNTUK PENCEGAHAN
GANGGUAN PERGERAKAN AKIBAT ASAM URAT PADA LANSIA
DI KELURAHAN CISALAK PASAR DEPOK
KARYA ILMIAH AKHIR
PUTU AYU SANI UTAMI
0906594601
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI SPESIALIS ILMU KEPERAWATAN
PEMINATAN KEPERAWATAN KOMUNITAS
DEPOK
JULI 2013
Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013
-
i
UNIVERSITAS INDONESIA
KARTU PEMANTAUAN MANDIRI (KPM) SEBAGAI BENTUK
INTERVENSI KEPERAWATAN KOMUNITAS UNTUK PENCEGAHAN
GANGGUAN PERGERAKAN AKIBAT ASAM URAT PADA LANSIA
DI KELURAHAN CISALAK PASAR DEPOK
KARYA ILMIAH AKHIR
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Ners Spesialis Keperawatan Komunitas
OLEH
PUTU AYU SANI UTAMI
0906594601
Pembimbing I : Dra. Junaiti Sahar, SKp., M.App. Sc., PhD
Pembimbing II : Ns. Widyatuti, S.Kp. M.Kep., Sp.Kep.Kom
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI SPESIALIS ILMU KEPERAWATAN
PEMINATAN KEPERAWATAN KOMUNITAS
DEPOK
JULI 2013
Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013
-
Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013
-
Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013
-
Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013
-
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Ida Sang Hyang Widhi
Waa/Tuhan Yang Maha Esa, karena atas anugerah-Nya, penulis dapat
menyelesaikan karya ilmiah akhir ini yang berjudul Kartu Pemantauan Mandiri
(KPM) sebagai bentuk intervensi keperawatan komunitas untuk pencegahan
gangguan pergerakan akibat asam urat pada lansia di Kelurahan Cisalak Pasar
Depok. Penulis menyadari bahwa bimbingan dan dukungan yang diberikan oleh
berbagai pihak kepada penulis menjadikan penulis mampu untuk menyelesaikan
karya ilmiah ini dengan baik dan tepat waktu. Oleh karena itu, pada kesempatan
ini penulis mengucapkan terima kasih dan sanjungan setinggi-tingginya kepada :
1. Dewi Irawaty, M.A., Ph.D, selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia.
2. Dra. Junaiti Sahar, S.Kp., M.App.Sc., Ph.D selaku Wakil Dekan Fakultas
Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia sekaligus sebagai pembimbing I
yang telah memberikan bimbingan, motivasi, inspirasi dan jalan keluar untuk
setiap proses dalam penulisan ini.
3. Widyatuti, M.Kep.,Sp.Kom selaku pembimbing II yang telah membimbing
dengan teliti, sabar, memberikan ide-ide inspiratif dan mencerahkan
pemikiran penulis demi sempurnanya karya ilmiah akhir ini.
4. Etty Rekawati, S.Kp., M.Kes, selaku supervisor yang telah memberikan
masukan dan arahan kepada penulis selama praktik residensi.
5. Seluruh Tim Dosen Keperawatan Komunitas dan Staf Pasca Sarjana Fakultas
Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia yang telah membantu kelancaran
proses penulisan ini.
6. Dinas Kesehatan Kota Depok yang telah memberikan ijin pelaksanaan praktik
residensi di wilayah Cisalak Pasar.
7. Seluruh staf dan kader Posbindu di Kelurahan Cisalak Pasar yang telah
membantu dalam pelaksanaan praktik residensi.
8. Suamiku, kedua orang tua tercinta dan adikku yang senantiasa memberikan
semangat, dukungan dan doa tiada henti.
Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013
-
vi
9. Rekan-rekan residen Sama Hati (Sani, Asti, Muin, Aspihan, Hasbi, Taufik
dan Erjin) spesialis keperawatan komunitas yang selalu kreatif dan
senantiasa saling membantu serta memotivasi dalam menyelesaikan praktik
residensi.
10. Seluruh pihak yang membantu kesuksesan dari penulisan ini yang tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu.
Akhir kata, semoga karya ilmiah akhir ini dapat bermanfaat dan mampu
menjadi inspirasi bagi pengembangan model-model intervensi keperawatan
komunitas dan mohon maaf atas segala kekurangan.
Depok, 9 Juli 2013
Penulis
Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013
-
Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013
-
viii
ABSTRAK
Nama : Putu Ayu Sani Utami
Program Studi : Ners Spesialis Keperawatan Komunitas
Judul : Kartu Pemantauan Mandiri (KPM) sebagai bentuk intervensi
keperawatan komunitas untuk pencegahan gangguan pergerakan
akibat asam urat pada lansia di Kelurahan Cisalak Pasar Depok
Kartu Pemantauan Mandiri (KPM) berfungsi untuk memandirikan lansia dalam
mengelola kesehatannya dan mengendalikan faktor risiko masalah asam urat.
Perumusan KPM menggunakan integrasi teori konsekuensi fungsional, teori
manajemen, community as partner, family centered nursing, Arthtritis Self
Management Program dan KMS Lansia. Hasil memperlihatkan bahwa 90 lansia
menunjukkan terjadi peningkatan perilaku pada hasil uji Wilcoxon dengan nilai p
0,000 yang memberikan arti bahwa ada pengaruh yang signifikan pada
pengetahuan, keterampilan dan sikap lansia dalam mengelola asam urat. Nyeri
menurun dari skala 6,02 menjadi 4,50 dan penurunan kadar asam urat pada lansia
pria sebesar 1,93 mg/dl sedangkan wanita 2,02 mg/dl. Peningkatan kesehatan
lansia juga ditunjukkan oleh 10 keluarga lansia binaan. Dinas Kesehatan,
Puskesmas, perawat komunitas dan masyarakat disarankan untuk menggunakan
KPM sebagai solusi dalam mengelola kesehatan lansia dengan risiko gangguan
pergerakan akibat asam urat.
Kata Kunci :
asam urat, Kartu Pemantauan Mandiri (KPM), lansia, risiko gangguan pergerakan
Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013
-
ix
ABSTRACT
Name : Putu Ayu Sani Utami
Study Program : Community Nursing Specialist
Title : Independent Monitoring Card (IMC) as a form of community
nursing intervention for the prevention of movement disorders in
the elderly due to uric acid in Cisalak Pasar Village Depok
Independent Monitoring Card (IMC) makes elderly become independent in
managing health and controlling risk of gout. The IMC applied integration of
functional consequences theory, management theory, community as partners,
family centered nursing, Arthtritis Self Management Program and elderly KMS.
The results showed that 90 elderly experienced increase in behavior with p value
in Wilcoxon test are 0,000, which that mean IMC gave a significant effect on
knowledge, skill and attitudes of the elderly in managing gout. Pain scale
decreased from 6,02 to 4,50 and uric acid reduction levels in elderly men 1,93
mg/dl while women 2,02 mg/dl. The improved health of the elderly is also
indicated by 10 families assisted. Department of Health, health centers,
community nurses and community are advised to use IMC as a solution to solve
movement disorders due to uric acid among elderly.
Key words :
elderly, Independent Monitoring Card (IMC), movement disorders, uric acid
Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013
-
x
DAFTAR ISI
Hal
HALAMAN JUDUL ............................................................................... i
PERNYATAAN ORISINALITAS................................................. ......... ii
PERNYATAAN PERSETUJUAN.......................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................ iv
KATA PENGANTAR.............................................................................. v
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH........... vii
ABSTRAK................................................................................................ viii
ABSTRACT.............................................................................................. ix
DAFTAR ISI ............................................................................................ x
DAFTAR TABEL .................................................................................... xii
DAFTAR SKEMA ................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................... xiv
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1 1.2 Tujuan Penulisan ................................................................................ 7 1.3 Manfaat Penulisan .............................................................................. 8
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lanjut Usia .......................................................................................... 10
2.2 Asam Urat pada Lansia ....................................................................... 16
2.3 Manajemen Pelayanan Keperawatan ................................................... 25
2.4 Asuhan Keperawatan Keluarga........................................................ 27
2.5 Asuhan Keperawatan Komunitas........................................................... 35
2.6 Arthritis Self-Management Program (ASMP) ...................................... 45
2.6 Kartu Menuju Sehat (KMS) Lansia ..................................................... 47
BAB 3 KERANGKA KERJA DAN PROFIL WILAYAH
3.1 Kerangka Kerja Praktik Keperawatan Komunitas .............................. 48
3.2 Profil Wilayah ...................................................................................... 53
3.2 Kartu Pemantauan Mandiri Lansia Asam Urat (KPM) ....................... 55
BAB 4 MANAJEMEN PELAYANAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN
KOMUNITAS PADA AGGREGATE LANSIA DENGAN MASALAH
ASAM URAT
4.1 Pengelolaan Manajemen Pelayanan Keperawatan Komunitas ........... 58
4.2 Pengelolaan Asuhan Keperawatan Keluarga ..................................... 84
4.3 Pengelolaan Asuhan Keperawatan Komunitas .................................. 94
BAB 5 PEMBAHASAN
5.1 Analisis Pencapaian dan Kesenjangan ............................................... 103
5.2 Keterbatasan ...................................................................................... 116
5.3 Implikasi ............................................................................................ 116
Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013
-
xi
BAB 6 SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan .............................................................................................. 120
6.2 Saran .................................................................................................... 121
DAFTAR PUSTAKA............................................................................... 125
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013
-
xii
DAFTAR TABEL
Hal
1. Tabel 2.1 Tingkat Kemandirian Keluarga ........................................... 31 2. Tabel 4.1 Hasil Tingkat Kemandirian Keluarga Binaan ........................ 93
Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013
-
xiii
DAFTAR SKEMA
Hal
1. Skema 3.1. Integrasi Model Kerangka KIA ........................................... 52
2. Skema 4.1. Diagram fish bone Manajemen Asuhan Keperawatan
Komunitas pada agregat lansia dengan risiko keterbatasan gerak
akibat asam urat ............................................................... ....... 73
3. Skema 4.2. WOC Asuhan Keperawatan Keluarga .................................. 86
4. Skema 4.3. WOC Asuhan Keperawatan Komunitas ................................ 95
Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013
-
xiv
DAFTAR GAMBAR
1. Gambar 2.1. Model Komunitas Sebagai Mitra ........................................... 36
2. Gambar 2.2. The Community Assesment Wheel ........................................... 37
3. Gambar 2.3. Dasar Penyusunan Rencana Program ........................................ 39
Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013
-
1 Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
Usia harapan hidup yang semakin meningkat dari tahun ke tahun dapat
mencerminkan suatu keberhasilan dari pemerintah dalam meningkatkan status
kesehatan lansia, namun demikian hal ini juga tidak menutup kemungkinan
terjadinya masalah kesehatan pada lansia di usianya yang semakin bertambah.
Pada bab ini menjelaskan mengenai latar belakang, tujuan umum, tujuan khusus
dan manfaat dilakukannya karya ilmiah akhir ini.
1.1. Latar Belakang
Agregat lanjut usia (lansia) termasuk dalam salah satu kelompok kategori rentan.
Stanhope & Lancaster (2004) menjelaskan kelompok rentan adalah kelompok
yang memiliki peningkatan risiko atau kerentanan terhadap terjadinya dampak
buruk kesehatan. Allender (2010) menjelaskan lansia termasuk kelompok rentan
karena adanya pengaruh usia. Miller (2012) menyampaikan bahwa pertambahan
usia berdampak langsung terhadap perubahan fisiologis tubuh yang
mempengaruhi kemampuan untuk berespon terhadap stressor yang berasal dari
diri maupun luar lingkungan sehingga meningkatkan terjadinya gangguan
kesehatan. Stanhope & Lancaster (2004) menjelaskan faktor yang berkontribusi
dalam meningkatkan kerentanan terjadinya masalah kesehatan pada lansia
meliputi penurunan kemampuan fisik dan biopsikososial, lingkungan yang buruk,
kemiskinan, keterbatasan dukungan sosial, dan kemampuan terhadap pengelolaan
kesehatan.
Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan diseluruh dunia menyebabkan
terjadinya peningkatan usia harapan hidup lansia yang berpengaruh terhadap
jumlah populasi lansia. Data dari UNFA (2007) menyebutkan jumlah proporsi
penduduk usia lanjut dari total penduduk dunia mengalami peningkatan yaitu dari
10% pada tahun 1998 menjadi 15% pada tahun 2025 dan naik lagi menjadi 25%
di tahun 2050. Di Indonesia sendiri jumlah lansia terus mengalami peningkatan
dari tahun ke tahun. Tahun 1995 proporsi jumlah lansia berusia 60 tahun keatas
Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013
-
2
Universitas Indonesia
sebesar 7,5 % dari 199.999 juta penduduk (SDKI, 1995). Tahun 2010, proporsi
tersebut meningkat menjadi 9,77% dari jumlah penduduk dan proporsi tersebut
diperkirakan meningkat pada tahun 2020 menjadi 11,34% (BPS, 2009).
Populasi lansia yang terus meningkat dan adanya pengaruh dari penuaan dapat
memberikan dampak terhadap status kesehatan dan kesejahteraan lansia. Penuaan
atau proses menua adalah suatu proses menurunnya kemampuan jaringan pada
seluruh sistem organ untuk memperbaiki diri dalam mempertahankan struktur dan
fungsi normalnya secara alamiah (Mauk, 2006). Miller (2012) menjelaskan
penuaan mengakibatkan terjadinya penumpukan hasil metabolik di dalam sel-sel
yang dapat mengganggu regulasi sistem tubuh, menurunkan kondisi anatomis sel,
dan merubah komposisi pembangunan sel-sel tubuh.
Perubahan ini terjadi pada semua organ manusia termasuk ginjal yang memegang
peranan penting dalam mengekskresikan zat-zat yang merugikan bagi tubuh
seperti urea, asam urat, amoniak, creatinin, garam anorganik, bakteri, obat-obatan
dan kelebihan gula dalam darah. Penurunan kemampuan ginjal dalam
mengekskresikan zat-zat ini dapat menimbulkan masalah kesehatan pada lansia
yaitu tingginya kadar asam urat dalam darah yang dapat mengakibatkan terjadinya
gangguan mobilitas lansia. Smeltzer dan Bare (2004) menjelaskan penyakit-
penyakit yang muncul pada lansia secara umum disebabkan oleh penurunan
fungsi organ dan dampak dari perilaku gaya hidup tidak sehat yang dilakukan oleh
lansia sejak usia muda.
Gaya hidup yang tidak sehat seperti merokok, mengkonsumsi makanan tinggi
purin, kurang berolahraga, kurang mengkonsumsi cairan dan istirahat yang tidak
cukup merupakan faktor risiko utama yang dapat menyebabkan masalah asam urat
(Aminah, 2012). Pembentukan asam urat yang berlebihan atau ekskresi asam urat
yang berkurang akan menimbun kadar asam urat dalam darah dan tertimbun
dalam persendian dan jaringan sekitarnya dalam bentuk kristal-kristal
monosodium urat monohidrat. Kristal-kristal berbentuk seperti jarum yang
mengakibatkan reaksi peradangan dan akan menimbulkan nyeri hebat. Apabila
Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013
-
3
Universitas Indonesia
berlanjut kondisi seperti ini tentu dapat mengakibatkan terjadinya gangguan
aktivitas pada lansia (Tabloski, 2006). Sumber pendukung untuk mengatasi
masalah kesehatan selama ini didapatkan melalui pengobatan di pusat-pusat
pelayanan kesehatan berbasis masyarakat, hanya saja fokus pelayanan yang
diberikan lebih kepada kuratif daripada promotif dan preventif sehingga
menyebabkan masalah asam urat pada lansia menjadi berulang dan bertambahnya
kasus-kasus baru. Integrasi dari terjadinya penurunan fungsi ginjal pada lansia
akibat penuaan, akumulasi gaya hidup tidak sehat dan kurangnya upaya promotif
dan preventif yang dilakukan terhadap masalah asam urat menimbulkan
peningkatan masalah asam urat yang dialami oleh lansia.
Hasil studi tentang kesehatan lansia yang dilaksanakan oleh Komnas lansia di 10
propinsi pada tahun 2006, didapatkan hasil bahwa tiga besar penyakit yang
dialami lansia adalah penyakit sendi (52,3%), hipertensi (38,8%) dan anemia
(30,7%). Sulianti (2010) menjelaskan masalah yang dapat terjadi pada lansia
antara lain gangguan sendi (55%), keseimbangan berdiri (50%), fungsi kognitif
pada susunan saraf pusat (45%), penglihatan (35%), pendengaran (35%), kelainan
jantung (20%), sesak napas (20%), serta gangguan miksi/ngompol (10%). Data
sekunder dari laporan hasil kegiatan program kesehatan lansia tahun 2010-2012
Dinas Kesehatan Kota Depok menyebutkan bahwa gout arthritis (penyakit asam
urat) termasuk penyakit terbanyak dari 10 besar penyakit yang terjadi pada lansia
di Kota Depok. Data dari Puskesmas Cimanggis tahun 2012 didapatkan bahwa
16,95% lansia mengalami penyakit asam urat.
Tingginya permasalahan kesehatan terkait asam urat yang terjadi pada lansia perlu
mendapatkan perhatian dari masyarakat baik yang terjadi pada lansia pria maupun
wanita. Singh, Khan dan Mittal (2013 ) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa
antara lansia pria maupun wanita memiliki risiko untuk mengalami masalah asam
urat, hanya saja prevalensi masalah asam urat yang terjadi pada lansia wanita
(22.86%) lebih tinggi dari pada pria (18.98%). Pernyataan ini juga diperkuat oleh
Povoroznyuk dan Dubetska (2012) bahwa prevalensi wanita(34%) mengalami
masalah asam urat lebih tinggi dari pria (32%). Wanita lebih banyak mengalami
Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013
-
4
Universitas Indonesia
masalah asam urat diusia lanjut disebabkan karena adanya pengaruh menopause,
dimana pada masa ini terjadi penurunan hormon estrogen yang mempunyai
peranan dalam membantu pengeluaran kadar asam urat melalui urine (Smeltzer &
Bare, 2004).
Proses penurunan fungsi organ secara fisiologis dan terjadinya gangguan aktivitas
pada lansia akibat asam urat akan dapat menimbulkan ketergantungan terhadap
anggota keluarga lansia untuk menjalani kehidupan sehari-hari. Selama ini, upaya
yang dilakukan oleh keluarga untuk mengatasi masalah asam urat pada lansia
adalah terapi farmakologis dan biasanya lansia baru mencari pertolongan medis
ketika sudah mengalami keluhan yang sudah berat. Terapi farmakologis yang
diperoleh tentu saja hanya mengurangi gejala bukan mengatasi penyebab sehingga
sifat gejalanya menjadi berulang. Tabloski (2006) menjelaskan penatalaksanaan
masalah peningkatan kadar asam urat dalam darah (hyperuricemia) selain
menggunakan terapi farmakologis dengan obat dapat juga dilakukan dengan terapi
nonfarmakologis yaitu dengan cara mengendalikan faktor risiko terjadinya
masalah asam urat.
Mahan dan Escott-Stump (2000) menjelaskan upaya yang dapat dilakukan untuk
mengendalikan terjadinya peningkatan kadar asam urat dalam darah adalah
membatasi makanan tinggi purin, berolahraga teratur, menjaga berat badan ideal,
istirahat yang cukup dan minum air putih minimal 10 gelas (2,5 liter) perhari. Dari
hasil pengkajian terhadap 87 orang responden lansia dengan masalah asam urat di
wilayah Kelurahan Cisalak Pasar tahun 2012, diperoleh bahwa 35% lansia belum
memiliki pengetahuan tentang masalah asam urat dan pengelolaannya, 46% lansia
belum memiliki sikap yang baik terhadap pengelolaan asam urat,dan 48,3% lansia
belum memiliki keterampilan yang dalam mengatasi asam urat. Angka ini
mengindikasikan bahwa belum semua lansia memahami tentang pengendalian
masalah asam urat dan juga belum sadar akan bahaya yang dapat ditimbulkan oleh
masalah asam urat. Padahal apabila masalah asam urat ini tidak ditangani secara
serius dapat mengakibatkan komplikasi yang lebih fatal yaitu kerusakan ginjal dan
kematian (Smeltzer & Bare, 2004). Oleh karena itu, agar tidak terjadi komplikasi
Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013
-
5
Universitas Indonesia
dari masalah asam urat, lansia hendaknya mampu melakukan pengendalian
terhadap faktor risiko terjadinya peningkatan kadar asam urat.
Pengendalian faktor risiko peningkatan kadar asam urat akan dapat mencapai
keberhasilan yang optimal apabila lansia mampu secara mandiri mengelola
kesehatannya.Ghoer (2012) menjelaskan mandiri berarti mampu merawat diri
sendiri dan melakukan aktivitas sehari-hari. Penelitian yang dilakukan oleh
Aydn, et al (2005) menjelaskan bahwa pemantauan mandiri yang dilakukan
secara aktif selama 3 bulan terhadap kadar gula darah penderita DM Tipe 2
mampu menurunkan kadar gula dalam darah. Maayah, et al (2012) juga
menjelaskan bahwa pemantauan kesehatan secara mandiri yang dilakukan oleh
lansia selama 6 minggu mampu menurunkan intensitas nyeri akibat osteoartritis.
Melihat hasil dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa pemantauan
kesehatan yang dilakukan secara mandiri oleh lansia mampu menurunkan derajat
kesakitan yang dialaminya. Upaya pemantauan kesehatan secara mandiri yang
dilakukan oleh lansia tersebut merupakan wujud kesadaran terhadap perubahan
perilaku kearah yang baik dalam mengelola kesehatannya. Green (2006)
menjelaskan perubahan perilaku yang didasari oleh keinginan pribadi memiliki
dampak yang lebih besar daripada perubahan perilaku yang didorong oleh orang
lain.
Kemampuan pemantauan kesehatan secara mandiri telah dikembangkan oleh
Lorig (1993) di Amerika Serikat dalam suatu program yang disebut Arthtritis Self
Management Program (ASMP) yang dikelola oleh badan pemerintah yang
bernama Centers of Disease Controls (CDC). Program ini merupakan program
interaktif bagi lansia dengan artritis untuk meningkatkan kemampuan mereka
dalam mengetahui cara memecahkan masalah kesehatan, membuat keputusan,
dan melakukan tindakan untuk mengatasi masalah kesehatannya. Tujuan dari
program ini adalah untuk meningkatkan kepercayaan diri, meningkatkan
kesehatan fisik dan psikososial, dan memberikan motivasi untuk memelihara
kesehatannya secara mandiri (Brady & Hines, 2012). Model pemantauan
kesehatan bagi lansia yang telah ada di Indonesia selama ini dan merupakan
Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013
-
6
Universitas Indonesia
program keluaran pemerintah adalah Kartu Menuju Sehat (KMS) lansia. Kartu ini
berisi tentang catatan penilaian kesehatan lansia secara umum yang dipantau
secara terus menerus setiap 1 bulan sekali pada pertemuan Posbindu (Maryam,
dkk, 2010). Oleh karena itu penulis melakukan suatu pengembangan model
pemantauan kesehatan pada lansia dengan memodifikasi program ASMP dan
KMS Lansia menjadi sebuah kartu pemantauan mandiri kesehatan lansia khusus
asam urat yang disebut KPM yang dikelola oleh kader melalui suatu kegiatan
kelompok pendukung. KPM ini berisi beberapa komponen pemantauan kesehatan
terkait masalah asam urat dan pengelolaannya.
Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan lansia dalam mengelola
kesehatannya secara mandiri didukung oleh pembekalan yang diberikan penulis
mengenai penatalaksanaan dan pengelolaan masalah asam urat berupa intervensi
keperawatan yang meliputi pendidikan kesehatan, kompres jahe merah untuk
menurunkan nyeri, latihan gerak sendi, dan pencegahan jatuh. Pembekalan ini
tidak hanya diberikan kepada lansia namun juga diberikan kepada keluarga dan
kader Posbindu sebagai kelompok pendukung agar keluarga dan kader Posbindu
mampu membantu dan mendukung lansia dalam mengelola masalah kesehatannya
terkait risiko gangguan pergerakan akibat asam urat.
Intervensi yang dilakukan dikembangkan dalam asuhan keperawatan pada agregat
lansia dengan asam urat ini menggunakan teori konsekuensi funggsional,
manajemen pelayanan kesehatan, community as partner dan family centered
nursing. Integrasi dari keempat model ini diharapkan dapat menjadi satu kesatuan
untuk mendukung kemandirian lansia dalam mengelola masalah kesehatannya
terkait asam urat. Keterlibatan seluruh lapisan masyarakat dalam mengelola dan
memantau masalah kesehatan lansia dengan asam urat dapat memberikan
kontribusi yang sangat besar terhadap peningkatan status kesehatan lansia.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan
analisis terkait pelaksanaan model intervensi kartu pemantauan mandiri (KPM)
lansia dengan risiko gangguan pergerakan akibat asam urat yang mencakup
Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013
-
7
Universitas Indonesia
manajemen pelayanan dan asuhan keperawatan pada lansia dengan asam urat di
Kelurahan Cisalak Pasar, kemudian diukur efektifitasnya melalui pengukuran
intensitas dan frekuensi nyeri pada persendian, pengukuran kadar asam urat darah
tiap bulan, pengukuran tingkat pengetahuan, keterampilan dan sikap lansia
terhadap pengelolan masalah asam urat, pengukuran tingkat pengetahuan,
keterampilan dan sikap keluarga terhadap pengelolan masalah asam urat pada
lansia dan pengukuran tingkat pengetahuan, keterampilan dan sikap kader
terhadap pengelolan masalah asam urat.
1.2. Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Memberikan gambaran tentang pelaksanaan model intervensi kartu
pemantauan mandiri lansia asam urat (KPM) dalam manajemen pelayanan
dan asuhan keperawatan pada agregat lansia untuk pencegahan gangguan
pergerakan akibat asam urat di Kelurahan Cisalak pasar, Kecamatan
Cimanggis, Kota Depok
1.2.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus penulisan karya ilmiah akhir adalah teridentifikasi:
1.2.2.1 Kemampuan (pengetahuan, keterampilan dan sikap) lansia dalam
penatalaksanaan dan pengelolaan risiko gangguan pergerakan akibat asam
urat di RW 02 dan 07 Kelurahan Cisalak pasar.
1.2.2.2 Skala dan frekuensi nyeri pada agregat lansia dengan risiko gangguan
pergerakan akibat asam urat di RW 02 dan 07 Kelurahan Cisalak pasar.
1.2.2.3 Kadar asam urat pada agregat lansia dengan risiko gangguan pergerakan
akibat asam urat di RW 02 dan 07 Kelurahan Cisalak pasar.
1.2.2.4 Kemampuan (pengetahuan, keterampilan dan sikap) keluarga dalam
penatalaksanaan dan pengelolaan lansia dengan risiko gangguan
pergerakan akibat asam urat di RW 02 dan 07 Kelurahan Cisalak pasar.
1.2.2.5 Kemandirian keluarga dalam merawat lansia dengan risiko gangguan
pergerakan akibat asam urat di RW 02 dan 07 Kelurahan Cisalak Pasar.
Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013
-
8
Universitas Indonesia
1.2.2.6 Kemampuan (pengetahuan, keterampilan dan sikap) kader sebagai
kelompok pendukung dalam penatalaksanaan dan pengelolaan lansia
dengan risiko gangguan pergerakan akibat asam urat di RW 02 dan 07
Kelurahan Cisalak Pasar.
1.3. Manfaat Penelitian
1.3.1. Pengelola program (Dinkes dan Puskesmas)
1.3.1.1. Dinas kesehatan
Dapat memberikan masukan bagi Dinas Kesehatan dalam
mengembangkan kebijakan program pelayanan kesehatan dan
kesejahteraan lansia di tatanan komunitas, dengan merencanakan
penggunaan KPM untuk memantau kesehatan lansia dengan risiko
gangguan pergerakan akibat asam urat guna meningkatkan kesehatan
lansia di Kelurahan Cisalak pasar, Kecamatan Cimanggis Kota Depok.
1.3.1.2. Puskesmas
KPM ini merupakan program inovasi yang dapat mendukung kegiatan
Posbindu yang selama ini telah dilakukan dan dapat diterapkan untuk
meningkatkan status kesehatan lansia serta memandirikan masyarakat
dalam mengelola dan memantau masalah kesehatan lansia khususnya
dengan asam urat di Kelurahan Cisalak pasar, Kecamatan Cimanggis,
kota Depok.
1.3.1.3. Perawat Komunitas
Dapat memberikan informasi tentang penggunaan KPM dalam
memandirikan lansia dalam mengelola masalah kesehatannya dan
menerapkan asuhan keperawatan yang komprehensif khususnya bagi
kelompok sasaran lansia dengan asam urat di Kelurahan Cisalak pasar,
Kecamatan Cimanggis, kota Depok.
1.3.2. Kader Kesehatan
Kegiatan penerapan penggunaan KPM ini dapat meningkatkan pengetahuan,
keterampilan dan sikap kader untuk mengelola lansia dengan asam urat serta
mengoptimalkan kemampuan kader sebagai penggerak kesehatan
Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013
-
9
Universitas Indonesia
masyarakat di lini pertama dalam mensukseskan program pemerintah guna
mengendalikan penyakit tidak menular di Kelurahan Cisalak Pasar,
Kecamatan Cimanggis Kota Depok.
1.3.3. Lansia, Keluarga dan Masyarakat
Dapat memberikan gambaran dampak pelaksanaan kegiatan KPM dalam
meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap lansia, keluarga dan
masyarakat dalam mengelola masalah kesehatan lansia dengan asam urat
dan pencegahan sedini mungkin terhadap masalah asam urat di Kelurahan
Cisalak pasar, Kecamatan Cimanggis, kota Depok.
1.3.4. Perkembangan Ilmu Keperawatan
Dapat menjadi acuan dalam mengembangkan program pelayanan kesehatan
komunitas khususnya bagi lansia sebagai bentuk intervensi yang dapat
merangkul seluruh lapisan masyarakat guna mengendalikan risiko gangguan
pergerakan akibat asam urat pada lansia di Kelurahan Cisalak pasar,
Kecamatan Cimanggis Kota Depok.
Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013
-
10 Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini akan menguraikan teori, model dan hasil penelitian yang menjadi rujukan
dalam melakukan asuhan keperawatan komunitas pada aggregat lansia dengan
risiko gangguan pergerakan akibat asam urat meliputi lansia sebagai kelompok
rentan dan konsep lansia, asam urat, teori dan model yang mendasar praktik
keperawatan komunitas pada agregat lansia, Model Program ASMP dan KMS
lansia.
2.1 Lanjut usia (Lansia)
2.1.1 Lansia sebagai Kelompok Rentan
2.1.1.1 Pengertian Lansia sebagai Kelompok Rentan
Masa lanjut usia merupakan suatu masa alamiah yang dialami oleh setiap individu
seiring dengan terjadinya proses penuaan. Lansia digolongkan kedalam kelompok
rentan karena terjadinya penurunan daya tahan tubuh akibat perubahan fungsi
degeneratif sehingga insiden penyakit kronik dan disabilitas meningkat. Stanhope
& Lancaster (2004) menjelaskan kelompok rentan adalah kelompok yang
memiliki peningkatan risiko atau kerentanan terhadap terjadinya dampak buruk
kesehatan. Allender (2010) menjelaskan lansia termasuk kelompok rentan karena
adanya pengaruh usia. Miller (2012) menyampaikan bahwa pertambahan usia
berdampak langsung terhadap perubahan fisiologis tubuh yang mempengaruhi
kemampuan untuk berespon terhadap stressor yang berasal dari diri maupun luar
lingkungan sehingga meningkatkan terjadinya gangguan kesehatan.
2.1.1.2 Karakteristik lansia sebagai kelompok rentan
Lansia sebagai kelompok rentan, memiliki karakteristik yang menyebabkan lansia
mudah mengalami masalah kesehatan. Karakteristik tersebut antara lain
penurunan fungsi fisik, kognitif, sosialisasi dan penurunan sumber ekonomi
(Stanhope & Lancaster, 2004). Peran serta dari petugas kesehatan, keluarga dan
lansia sendiri dalam memelihara kesehatannya merupakan kunci utama untuk
Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013
-
11
Universitas Indonesia
mencapai masa tua lansia yang sehat, sejahtera, produktif dan berdaya guna sesuai
dengan kemampuannya (Smith & Maurer, 2000; Stanley, 2006; Allender, 2010).
Faktor yang berkontribusi dalam meningkatkan kerentanan terjadinya masalah
kesehatan pada lansia meliputi penurunan kemampuan fisik dan biopsikososial,
lingkungan yang buruk, kemiskinan, keterbatasan dukungan sosial, dan
kemampuan terhadap pengelolaan kesehatan Stanhope & Lancaster (2004).
Penurunan kemampuan fisik berhubungan dengan perubahan fisik pada sistem
organ seperti sistem sensori dan persepsi, sistem integumen, sistem
muskuloskletal, sistem kardiovaskuler dan respirasi, sistem pencernaan, sistem
perkemihan, sistem saraf dan sistem reproduksi. Penurunan kognitif berhubungan
dengan daya ingat, IQ (Intellegent Quocient), kemampuan belajar, kemampuan
pemahaman, pemecahan masalah, pengambilan keputusan, kebijaksanaan, kinerja
dan motivasi. Penurunan psikososial berhubungan dengan pensiun, perubahan
aspek kepribadian, perubahan dalam peran sosial di masyarakat dan perubahan
minat (Azizah, 2011).
Penurunan sumber ekonomi pada masa lansia erat hubungannya dengan masa
pensiun. Pensiun merupakan suatu masa seseorang berhenti dari pekerjaannya
karena faktor usia dan penurunan kemampuan fisik (Utami, Sahar & Widyatuti,
2011). Potter dan Perry (2004) menjelaskan usia wajib pensiun bervariasi,
misalnya bagi Pegawai Negeri Sipil adalah 65 tahun, pegawai swasta mulai dari
55 tahun. Gallo (1998) dalam Azizah (2011) menjelaskan bahwa masalah-masalah
seputar pensiun berkaitan erat dengan masalah keuangan. Darmojo dan Martono
(2004) menambahkan secara umum pemasukan uang pada seseorang yang
pensiun akan menurun kecuali pada orang yang sangat kaya dengan tabungan
yang berlimpah. Stanhope dan Lancaster (2004) menjelaskan berkurangnya
pendapatan pada lansia seringkali berpengaruh terhadap kemampuan untuk
memperoleh pelayanan kesehatan.
Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013
-
12
Universitas Indonesia
Status kesehatan lansia dipengaruhi juga oleh jenis kelamin dan gaya hidup. Jenis
kelamin wanita lebih rentan terkena penyakit daripada pria karena pada wanita
sering terjadi perubahan hormonal karena pengaruh hormon estrogen dan
progesteron. Sementara itu, gaya hidup adalah kebiasaan sehari-hari yang sudah
melekat dalam perilaku dan berdampak terhadap risiko terjadinya penyakit
(Stanhope dan Lancaster, 2004; McMurray, 2003; Hutapea, 2005). Miller (2012)
menjelaskan bahwa gaya hidup berhubungan dengan perilaku. Gaya hidup yang
dimaksud meliputi nilai, perilaku kesehatan, diit, aktivitas atau latihan fisik, pola
tidur, penggunaan obat, merokok, alkohol, sosialisasi dan koping dan stress yang
berhubungan dengan masa tua. Gaya hidup yang positif dapat meningkatkan
kondisi fisik (Mauk, 2010; Stanhope dan Lancaster, 2010). Perubahan pada
sistem muskuloskletal seperti gangguan mobilitas fisik juga merupakan akibat
dari perilaku atau akumulasi gaya hidup lansia sejak berusia muda (Wallace,
2008; Azizah, 2011).
Kombinasi dari rendahnya sumber daya yang dimiliki akibat penurunan sumber
ekonomi, penurunan kesehatan akibat penurunan fungsi fisik dan daya tahan
tubuh, dan keterpaparan terhadap faktor risiko dari suatu masalah kesehatan
merupakan kondisi kerentanan yang dapat terjadi pada lansia. Interaksi antara
keterbatasan fisik akibat penuaan, lingkungan, kemampuan manajemen kesehatan
diri, dan adanya pengaruh genetik meningkatkan kemungkinan lansia untuk
mengalami masalah kesehatan yang lebih berat. Kemampuan manajemen
kesehatan diri yang meliputi pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dimiliki
merupakan sumber kekuatan terbesar lansia untuk dapat hidup secara produksif
dan bahagia (Stanhope & Lancaster, 2004; McMurray,2003).
2.1.2 Konsep Lansia
2.1.2.1 Definisi dan Batasan Lansia
Masa lansia adalah masa dimana organisme telah mencapai kematangan baik fisik
maupun psikis sekaligus menunjukkan kemunduran seiring dengan waktu. Azizah
(2011) menjelaskan lansia adalah masa akhir hidup seorang manusia yang
Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013
-
13
Universitas Indonesia
ditandai dengan adanya kemunduran fisik, mental dan sosial secara bertahap.
Stanley dan Beare (2006) menjelaskan lansia merupakan individu yang telah
mengalami penuaan dengan karakteristik fisik rambut beruban, kulit keriput dan
hilangnya gigi. Kriteria lansia merupakan gabungan dari usia kronologis,
perubahan peran sosial diikuti dengan perubahan status fungsional.
World Health Organization (WHO) membagi lansia menjadi 4 batasan yaitu
middle elderly adalah usia 45 sampai 59 tahun, elderly usia 60 dan 70 tahun, old
usia75 dan 90 tahun dan very old usia diatas 90 tahun (Efendi, 2009). Undang-
Undang No. 13 Tahun 1998 menyatakan bahwa lansia adalah seseorang yang
telah berusia lebih dari 60 tahun (Maryam, 2008). Dilihat dari berbagai batasan
usia lansia tersebut, dapat disimpulkan bahwa lansia adalah seseorang yang
berusia lebih dari 60 tahun.
2.1.2.2 Perubahan-perubahan pada Lansia
Pertambahan usia seseorang menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan baik
fisik maupun mental sebagai akibat dari proses menua. Darmojo dan Martono
(2004) menjelaskan menua adalah suatu proses menghilangnya kemampuan sel
tubuh untuk memperbaiki diri dalam rangka mempertahankan struktur dan fungsi
normalnya secara perlahan-lahan. Hutapea (2005) menjelaskan proses penuaan
terjadi ketika sel otot jantung, sel saraf, dan sumsum tulang belakang tidak lagi
memperbanyak diri. Matteson dan McConnell (1988) juga menjelaskan penuaan
menyebabkan terjadinya perubahan anatomis, fisiologis dan biokimia pada tubuh
yang mempengaruhi fungsi sistem tubuh. Perubahan yang terjadi pada setiap
individu memiliki ukuran yang berbeda tergantung pada lingkungan dan
kehidupannya.
Undang-Undang RI No 23 tahun 1992 menjelaskan lansia merupakan seseorang
yang mengalami perubahan biologis, fisik, kejiwaan dan social karena pengaruh
usia. Miller (2012) menjelaskan perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia,
Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013
-
14
Universitas Indonesia
meliputi perubahan fisiologis dan psikososial yang berdampak terhadap terjadinya
masalah kesehatan.
a. Perubahan Fisiologis
Perubahan fisiologis tubuh berhubungan dengan proses penuaan, terjadinya
kemunduran struktur dan anatomi organ tubuh. Perubahan yang terjadi
menimbulkan penurunan kondisi anatomis sel akibat terjadinya penumpukan hasil
metabolik yang tidak mampu diekskresikan ke luar sel melalui proses
metabolisme (Azizah, 2011). Perubahan pada sistem organ setiap individu lansia
berbeda-beda tergantung pada pengaruh lingkungan kehidupannya dan akumulasi
dari gaya hidup terkait kesehatan yang dilakukan sejak usia muda (Miller, 2012;
Azizah, 2011; Lueckenotte & Meiner, 2006; Hutapea, 2005). Perubahan fisiologis
sesuai dengan teori biologis yaitu penuaan terjadi karena penurunan kemampuan
sel untuk membelah dan memperbaiki diri akibat batasan jumlah dan waktu yang
dimiliki sebuah sel. Penurunan kemampuan sel juga berkaitan erat dengan
interaksi sel dengan lingkungan luar untuk mempertahankan homeostasis. Apabila
lingkungan atau stresor yang dihadapi lebih banyak pada kondisi yang buruk
maka penuaan sel akan lebih cepat. Pada beberapa sistem seperti sistem
muskuloskletal, sistem saraf dan jantung sel tersebut tidak dapat diganti jika rusak
atau mati sehingga sistem tersebut memiliki konsekuensi terjadinya masalah
kesehatan yang buruk jika sel tersebut mati. (Miller, 2012; Azizah, 2011; Mauk,
2006).
Masalah kesehatan yang banyak dikeluhkan lansia salah satunya terkait sistem
muskuloskletal (Hutapea, 2005). WHO (1990) dalam Aziza (2011) menjelaskan
proyek penelitian komunitas yang dilakukan terhadap lansia di Jawa Tengah
menyebutkan penyakit paling banyak yang dialami lansia adalah artritis atau
penyakit sendi sebesar 49% dimana lansia perempuan lebih banyak yang
mengalami masalah tersebut dari pada lansia laki-laki. Darmojo dan Martono
(2004) juga menjelaskan distribusi penyakit berdasarkan pemberitahuan dokter
dan petugas kesehatan tahun 1998 menunjukkan penyakit sendi merupakan
penyakit yang paling banyak dikeluhkan dengan persentase (35,3%). Reuben
Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013
-
15
Universitas Indonesia
(1996) dalam Aziza (2011) menambahkan bahwa masalah fisik yang paling sering
ditemukan dalam kehidupan sehari-hari pada lansia adalah jatuh. Jatuh berkaitan
erat dengan kemampuan sistem muskuloskletal akibat proses menua yang
fisiologis dimana terjadi kekakuan jaringan penghubung, berkurangnya massa otot
dan perlambatan konduksi saraf.
b. Perubahan Psikososial
Perubahan psikososial yang terjadi pada lansia berhubunagn dengan tahapan
kehidupan yang dialaminya. Perubahan psikososial pada lansia didefinisikan
dalam teori psikologis dan sosial. Pada teori psikologis, perubahan pada lansia
berhubungan dengan kemampuan kognitif, mental, kepribadian dan keadaan
fungsional. Sedangkan, teori sosial berhubungan dengan perubahan minat,
pensiun, perubahan dalam peran sosial di masyarakat, dan kemampuan lansia
beradaptasi terhadap perubahan status dalam masyarakat (Mauk, 2006; Miller,
2012; Aziza, 2011). Gambaran perubahan psikososial yang terjadi pada lansia
ditilik dari teori psikologis dan sosial menunjukkan bahwa setiap individu
memiliki karakteristik yang unik berdasarkan pada sifat yang dibawa sejak lahir
dan pengalaman yang diperoleh dari serangkaian kejadian hidupnya sehingga
membentuk suatu kepribadian yang tidak sama.
Aziza (2011) menjelaskan tipe kepribadian pada lansia dibedakan menjadi 5 tipe
yaitu tipe kepribadian konstruktif, mandiri, tergantung, bermusuhan, defensive
dan kritik diri. Tipe kepribadian lansia yang mandiri dan konstruktif merupakan
tipe kepribadian lansia yang berdaya guna dan dapat dijadikan panutan oleh
masyarakat. Kepribadian merupakan gabungan dari motivasi dan intelegensi yang
dimiliki setiap individu yang menunjang konsep diri yang dimiliki. Konsep diri
yang positif memudahkan lansia berinteraksi dengan lingkungan dan nilai-nilai
yang terkandung didalamnya sehingga menjadikan lansia lebih mampu
memandang kehidupannya dalam hal yang positif. Kemampuan memandang
kehidupan secara positif berdampak terhadap kemauan untuk memelihara
Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013
-
16
Universitas Indonesia
kesehatan dan melakukan perilaku kesehatan yang baik (Maryam, dkk, 2008;
Mubarak, 2009; Mauk, 2006; Meiner & Lueckenotte, 2006).
2.2 Asam urat pada lansia
2.2.1 Pengertian Asam Urat
Asam urat adalah hasil akhir dari katabolisme suatu zat purin. Zat purin adalah zat
alami yang merupakan salah satu kelompok struktur kimia pembentuk DNA dan
RNA yang berasal dari hasil produksi tubuh sendiri dan dari makanan (Sutanto,
2013). Penyakit asam urat (Gout Arthritis) adalah serangan radang persendian
yang berulang yang disebabkan oleh penimbunan kristal asam urat di dalam
persendian (Smeltzer & Bare, 2002). Asam urat adalah sisa metabolik berupa
kristal purin yang secara alamiah berada dalam darah, kadar asam urat normal
dalam darah pria dewasa adalah 3,5-7,2 mg/dl dan pada wanita 2,6-6,0 mg/dl
(Aminah, 2013).
2.2.2 Penyebab dan faktor risiko Asam Urat
Aminah (2012) menjelaskan beberapa faktor resiko yang dapat menyebabkan
terjadinya peningkatan kadar asam urat dalam darah yaitu:
2.2.2.1 Kelebihan asam urat dalam tubuh (Hiperurisemia)
Kelebihan asam urat dalam tubuh dapat dipicu oleh faktor eksogen dan
endogen. Faktor eksogen adalah faktor-faktor dari luar tubuh misalnya
mengkonsumsi makanan yang mengandung tinggi purin seperti daging, jeroan,
kerang, ikan, sarden, udang, cumi, sotong, kepiting, melinjo, kacang-kacangan,
jamur, daging yang diawetkan. Makanan tersebut dapat menghambat kerja enzim
yang mengubah purin menjadi nukleotida purin sehingga purin yang dapat
menjadi sumber protein bagi tubuh tidak dapat diolah dan menjadi berlebih
didalam tubuh. Tubuh sudah menyediakan 85% senyawa purin untuk kebutuhan
sehari-hari dan yang dibutuhkan dari makanan hanya 15% sehingga asupan yang
dibutuhkan berkisar antara 100-150 mg perhari. Faktor endogen adalah haktor-
faktor yang berasal dari dalam tubuh dikarenakan terjadinya penurunan
pembuangan asam urat lewat urine akibat penurunan kerja ginjal. Penyebab
Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013
-
17
Universitas Indonesia
fungsi ginjal terganggu adalah dehidrasi dan kelainan struktur ginjal yang bersifat
genetis.
2.2.2.2 Mengkonsumsi alkohol
Konsumsi alkohol dapat memicu pengeluaran cairan tubuh dan enzim
xantine oksidase didalam liver untuk memecah protein sehingga menghasilkan
asam urat yang lebih banyak. Selain itu alkohol sendiri mengandung kadar purin
yang tinggi akibat dari hasil fermentasi.
2.2.2.3 Menderita penyakit yang dapat mengganggu fungsi ginjal
Penyakit yang dapat mengganggu fungsi ginjal seperti hipertensi dan
Diabetes Mellitus.Tekanan yang tinggi akibat hipertensi dapat menyebabkan
struktur mikroskopis ginjal rusak dan daya saring terhadap asam urat menurun.
Sedangkan pada kasus Diabetes Mellitus, kadar glukosa dalam darah yang tinggi
menyebabkan ekskresi asam urat tidak lancar karena darah yang terlalu pekat
sehingga aliran darah tidak lancar. Selain itu, glukosa yang tinggi dalam darah
juga dapat meningkatkan jumlah radikal bebas yang menghasilkan purin berlebih
dalam tubuh.
2.2.2.4 Usia
Usia 0-25 tahun adalah masa berkembang dan meningkatnya daya tahan
tubuh manusia. Melewati usia 25 tahun maka kebugaran manusia akan menurun
setiap tahunnya sebesar 1% sehingga dalam kondisi normal tanpa melakukan
usaha menjaga kebugaran seiring dengan pertambahan usia maka akan menambah
risiko seseorang terkena penyakit salah satunya asam urat
2.2.2.5 Jenis Kelamin
Laki-laki memiliki risiko lebih besar mengalami masalah asam urat
daripada wanita karena wanita memiliki hormon estrogen dalam tubuhnya yang
dapat menurunkan risiko penumpukan asam urat. Sedangkan hormon androgen
pada pria dapat meningkatkan penumpukan asam urat.
2.2.2.6 Genetik
Faktor genetis pada penderita asam urat berawal dari gangguan pada
metabolisme purin sehingga menyebabkan asam urat dalam darah berlebih.
Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013
-
18
Universitas Indonesia
2.2.2.7 Kekurangan enzim HGPRT (Hypovantin Guanyl Phosporilbosyl
transferase)
Enzim HGPRT adalah enzim yang berperan dalam membentuk purin
menjadi protein. Jika kekurangan enzim ini, maka enzim vantin oxidase sebagai
pembentuk purin menjadi asam urat mengambilalih peranan sehingga
dapatmenyebabkan hiperurisemia.
2.2.2.8 Obesitas
Obesitas adalah berlebihnya cadangan lemak dalam tubuh. Lemak tubuh
terdiri dari trigliserida dan kolesterol. Kelebihan trigliserida dapat menyebabkan
penumpukan lemak pada organ jantung, hati, dan pembuluh darah sehingga dapat
mengganggu metabolisme dalam tubuh termasuk metabolisme purin.
2.2.2.9 Aktivitas tubuh yang berat
Aktivitas yang berat mengakibatkan kadar asam urat pada sendi
meningkat. Asam urat dapat masuk ke ruang antar sendi melalui rembesan plasma
darah dan daya rembes tersebut dipengaruhi oleh gaya tekan tubuh. Semakin berat
aktivitas, semakin tinggi tumpukan asam urat dalam sendi
2.2.2.10 Perokok aktif dan pasif
Rokok mengandung bahan-bahan kimia yang dapat menyebabkan
penyempitan pembuluh darah sehingga peredaran darah terganggu yang berakibat
pada terhambatnya peredaran asam urat dalam tubuh.
2.2.2.11 Gaya hidup yang salah
Makanan dan aktivitas berkontribusi terhadap kesehatan tubuh.
Menurunnya ketahanan tubuh meningkatkan risiko terkena penyakit termasuk
asam urat.
2.2.3 Tanda dan gejala Asam urat
Tanda dan gejala asam urat menurut menurut Smeltzer & Bare (2004) dan
Sutanto (2013), antara lain:
a. Terasa ngilu, linu, nyeri dan kesemutan di sendi. Serangan pertama
biasanya terjadi di pangkal ibu jari kaki (80%) kasus.
Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013
-
19
Universitas Indonesia
b. Sendi membengkak dan kulit diatasnya tampak merah atau keunguan,
kencang dan licin, terasa hangat serta terasa sakit sekali jika kulit diatas
sendi disentuh.
c. Sendi terasa sakit saat cuaca dingin
d. Demam, menggigil, denyut jantung meningkat dan perasaan tidak enak
badan.
e. Serangan pertama terjadi pada waktu-waktu tertentu yaitu pada malam
hari dan pagi hari saat bangun tidur.
f. Serangan pertama hanya terjadi pada satu sendi dan berlangsung selama
beberapa hari serta bisa sembuh sendiri tanpa diobati.
g. Nyeri datang kembali jika makan-makanan dengan kandungan purin
tinggi.
h. Jika bagian yang sakit diurut atau dipijat, akan memperparah rasa sakit.
i. Gangguan dan atau keterbatasan gerak sendi.
j. Pada pemeriksaan asam urat,hasilnya meningkat (pria > 7,2 mg/dl dan
wanita > 6 mg/dl)
2.2.4 Patofisiologi
Zat kristal asam urat akan menumpuk pada sendi-sendi tulang yang
mengakibatkan peradangan, nyeri, dan kerusakan sendi. Nyeri akut, kemerahan,
dan pembengkakan pada sendi metatarsophalangeal mata kaki sebagai tanda awal
dari Gout Athritis. Pada kelanjutannnya, keluhan nyeri akan dirasakan pada sendi-
sendi lain tubuh seperti lutut (Tabloski, 2006). Tingkat atau derajat dari penyakit
asam urat menurut CDC (2012) sebagai berikut:
a. Asymtomatic Tissue Deposition
Pada derajat pertama ini, lansia tidak memiliki keluhan secara jelas, tetapi
telah mengalami hiperuremia yang dapat dilihat dari kadar zat asam urat
dalam serum darah dan terjadi pengendapan kristal asam urat pada area sendi-
sendi tanpa disertai keluhan.
Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013
-
20
Universitas Indonesia
b. Acute Flares
Derajat kedua terjadi penumpukan kristal zat asam urat di sendi-sendi yang
telah menyebabkan peradangan. Fase akut ini telah muncul gejala yang
berupa nyeri, kemerahan, pembengkakan dan terasa panas pada sendi tersebut
selama beberapa hari sampai minggu. Nyeri yang dirasakan dalam skala
ringan sampai berat. Serangan nyeri awalnnya muncul pada bagian
ekstremitas bawah.
c. Intercritical segments
Derajat ketiga terjadi setelah fase Acute Flaresi. Setelah mengalami masa
gout interkritikal selama bertahun-tahun tanpa gejala, penderita akan
memasuki tahap ini dengan tanda memiliki hiperuremia dengan deposisi
kristal asam urat yang telah merusak sendi.
d. Chronic gout
Derajat keempat ditandai dengan adanya nyeri sendi yang sering terulang.
Kristal-kristal asam urat akan tersimpan pada jaringan-jaringan lunak seperti
siku, telinga, dan sendi jari distal. Tahap ini terjadi bila penderita telah
menderita sakit selama 10 tahun atau lebih. Pada tahap ini terjadi benjolan-
benjolan di sekitar sendi yang sering meradang yang disebut sebagai tofus.
Tofus memrupakan benjolan keras yang berisi serbuk seperti kapur yang
merupakan deposit dari kristal monosodium urat. Tofus ini akan
mengakibatkan kerusakan pada sendi dan tulang di sekitarnya. Tofus pada
kaki bila ukurannya besardan banyak akan mengakibatkan penderita tidak
dapat menggunakan sepatu lagi.
Pengobatan pada asam urat bertujuan untuk mengurangi rasa nyeri yang
muncul pada fase Acute Flares. Terapi obat yang digunakan pada saat ini
adalah steroid, obat golongan NSAID (Non Steroid Anti Inflamasi Drugs),
dan colchicine. Obat yang saat ini sering digunakan untuk menurunkan kadar
asam urat adalah allopurinol.
Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013
-
21
Universitas Indonesia
2.2.5 Diagnosis Penyakit asam urat
Aminah (2012) menjelaskan bahwa diagnosis asam urat dapat dilakukan dengan
mengenali gejala-gejala asam urat dan melakukan pemeriksaan seperti
pemeriksaan fisik, pemeriksaan kadar asam urat tubuh, pemeriksaan laboratorium
untuk diagnosis pasti dan pemeriksaan dengan foto Sinar X.
2.2.6 Kadar asam urat dalam darah
Smeltzer dan Bare (2004) menjelaskan bahwa kadar asam urat dalam darah
terbagi berdasarkan jenis kelamin. Kadar asam urat normal pada pria adalah 3,5-
7,2 mg/dl. Sedangkan kadar asam urat normal pada wanita adalah 2,6-6 mg/dl.
Penigkatan kadar asam urat dalam darah dapat meningkatkan terjadinya penyakit
asam urat sampai terjadinya gout artritis.
2.2.7 Organ tubuh yang diserang
Serangan asam urat bersifat mendadak dan tahap awal biasanya serangan tersebut
ke astu arah sendi dan dapat berlangsung beberapa hari. Sendi-sendi dan organ
tubuh yang dapat terserang asam urat menurut Aminah (2013) antara lain:
a. Ujung jari kaki dan tangan
Kristal asam urat paling sering meresap ke dalam sendi ujung jari baik kaki
maupun tangan karena kedua sendi tersebut memiliki suhu dingin tertinggi
dalam tubuh sehingga memudahkan kristal asam urat untuk mengendap.
b. Jempol atau ibu jari
Ibu jari terutama kaki merupakan tempat pertama yang sering terjadi pada
penderita asam urat dimana kasus kejadiannya sebesar 75%. Asam urat yang
tertimbun di ibu jari ini berupa benjolan besar dan bengkak yang terasa
hangat bila diraba.
c. Sendi lutut dan pergelangan kaki
Penumpukan asam urat pada sendi lutut disebabkan karena lutut merupakan
tempat tumpuan hampir sebagian besar aktivitas tubuh. Semakin sering sendi
digunakan untuk kerja, semakin mudah asam urat merembes melalui plasma
darah.
Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013
-
22
Universitas Indonesia
d. Daun telinga
Tofus atau benjolan putih dapat menyerang telinga. Tofus merupakan
endapan kristal asam berbentuk seperti bisul.
e. Ginjal
Penyakit batu ginjal merupakan penyakit akibat endapan asam urat sudah
terlalu banyak menumpuk di sekitar ginjal. Pemeriksaan penyakit ini
dilakukan dengan urine tampung 24 jam untuk mengetahui hipereksresi atau
hipoekskresi asam urat.
f. Jantung
Asam urat yang mengandap disekitar jantung dapat menimbulkan penyakit
jantung.
2.2.8 Komplikasi asam urat
Smeltzer dan Bare (2004) menjelaskan apabila masalah asam urat tidak ditangani
maka akan dapat menyebabkan terganggunya aktivitas akibat nyeri, terjadi
kerusakan/kecacatan pada persendian dan tulang dan terjadi komplikasi
(gangguan ginjal, jantung, hipertensi). Wilson (2002) menjelaskan komplikasi
yang dapat terjadi akibat penyakit asam urat yaitu
a. Radang sendi akibat asam urat (gout artritis)
b. Komplikasi hiperurisemia pada ginjal
2.2.9 Cara Pencegahan Asam urat menurut Mahan dan Escott-Stump (2000).
a. Pembatasan makanan yang mengandung zat tinggi purin (makanan yang
mengandung asam urat tinggi)
b. Berat badan normal/tidak kegemukan
c. Konsumsi makanan tinggi karbohidrat (nasi, roti, singkong, ubi)
d. Olah raga teratur atau melakukan pergerakan ROM (Range of Motion)
e. Banyak minum air putih (minum minimal sebanyak 2,5 liter atau 10 gelas
sehari.
f. Makan buah yang banyak mengandung air
Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013
-
23
Universitas Indonesia
g. Menkonsumsi vitamin seperti Vitamin C, A, B3, B6, B5, B9, B12, E, dan
C
2.2.10 Cara Perawatan Asam urat
Cara perawatan asam urat menurut Sutanto (2012) antara lain (1) memberikan
kompres air hangat bila nyeri datang lakukan selama 10 menit setiap pagi dan
sore. (2) Memberikan kompres air dingin bila sendi bengkak atau kemerahan
(timbul peradangan). (3) Mengurangi aktivitas pada sendi yang terkena dan
istirahat yang cukup. (4) Tidak memijat bagian yang sakit dan (5). Melakukan
pengaturan makanan rendah purin.
2.2.11 Jenis Makanan yang Perlu diperhatikan
Golongan A
Kadar purin tinggi
100-1000 mg purin/100 gram
(Sebaiknya tidak dikonsumsi)
Golongan B
Kadar purin sedang 9-100 mg purin/100 gr bahan
makanan (Dapat dikonsumsi
sekali-kali)
Golongan C
Kadar purin rendah 0-50 mg/100 gr
makanan
(Bebas dikonsumsi)
a) Semua makanan dan minuman yang mengandung alkohol, yaitu
arak, bir, wiski, anggur, tape ketan,
tuak, dan makanan yang
mengandung ragi
b) Bebek, angsa, ikan kecil, ikan sarden, makarel, remis, kerang,
kepiting, lobster, dan telur ikan
c) Makanan yang diawetkan dalam kaleng seperti kornet, sarden, dan
lain-lain
d) Jeroan, misalnya otak, lidah, jantung, hati, limpa, ginjal, dan
usus
e) Kaldu daging. f) Durian, alpukat g) Melinjo, daun melinjo
Dibatasi maksimal 50-75
gram (1-1 potong) atau 1
mangkuk (100 g) sayuran
sehari.
a) Ikan air tawar b) Daging sapi, ayam, udang. c) Kacang kering dan hasil
olah seperti tahu, tempe,
dan oncom.
d) Sayuran (misalnya kembang kol, bayam,
jamur, kangkung, daun
singkong, daun pepaya,
kacang polong, dan buncis)
e) buah nanas
Nasi, ubi, singkong,
roti, beras,makaroni,
keju, telur, jagung, kue
kering, mie/bihun,
produk susu, gula,
tomat, Sayuran dan
buah-buahan selain
dalam golongan A dan
B
Dikutip dari Harris, M; Siegel, L; Alloway, J. 1999. Gout and Hyperuricemia. American Academy
of Family Physicians
Jenis makanan yang dapat dikonsumsi oleh penderita asam urat adalah makanan
golongan C asalkan tidak memiliki penyakit lainnya seperti diabetes mellitus,
obesitas, maupun stroke (Tabloski, 2006).
Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013
-
24
Universitas Indonesia
2.2.12 Obat Tradisional untuk mencegah penyakit asam urat menurut Ley (2007)
dan Sutanto (2013)
a. Terapi obat tradisional (herbal) dengan mengkonsumsi takokak menurut
selera dan dilakukan secara teratur.
b. 1 ibu jari kayu manis, 5 butir cengkeh, 5 butir kapulaga, 200 gram ubi jalar
merah, 15 gram jahe merah, dan air 1500 cc direbus hingga air tersisa 500 cc.
Angkat dan saring.
c. Belah 1 buah pare mentah segar, buang bijinya. Setelah itu, cuci bersih dan
potong-potong, lalu rebus dengan 2 gelas air bersih hingga tersisa 1 gelas.
Dinginkan lalu saring. Pemakaian : minum sekaligus, satu kali sehari.
d. 300 gr sirsak, buang bijinya. Blender sirsak, tuangkan ke dalam gelas. Minum
setiap hari 1 gelas.
e. Jus seledri mengandung diuretik yang berfungsi untuk mengeluarkan urin.
f. Pisang (mengandung potassium dan vitamin B6 yang bermanfaat untuk
mengurangi rasa sakit pada persendian) dapat dimakan langsung atau di jus.
g. Buah mengandung banyak air sangat penting seperti semangka,
melon,belewah, belimbing, dan jambu air. Dapat dimakan langsung atau di
jus.
h. 1 buah mengkudu dipotong-potong, dicuci bersih kemudian diblender dan
disaring. masukkan madu dan gula secukupnya. Minum 1 kali sehari.
Berdasarkan penjelasan karakteristik lansia sebagai kelompok yang rentan untuk
mengalami masalah kesehatan khususnya asam urat diperlukan suatu pengelolaan
manajemen pelayanan keperawatan dan asuhan keperawatan keluarga, komunitas
dalam penatalaksanaan dan pengelolaan risiko terjadinya gangguan mobilitas fisik
pada lansia.
Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013
-
25
Universitas Indonesia
2.3 Manajemen Pelayanan Keperawatan Komunitas dalam Penatalaksanaan
dan Pengelolaan Risiko Terjadinya Gangguan Mobilitas Fisik pada
Lansia
Manajemen keperawatan adalah proses pelaksanaan pelayanan keperawatan untuk
memberikan asuhan keperawatan, pengobatan dan rasa aman kepada pasien,
keluarga dan masyarakat. Menurut Swanburg (2000), ketrampilan manajemen
dapat diklasifikasikan dalam tiga tingkatan yaitu: 1) Keterampilan intelektual,
yang meliputi kemampuan atau penguasaan teori, keterampilan berfikir. 2)
Keterampilan teknikal meliputi: metode, prosedur atau teknik. 3) Keterampilan
interpersonal, meliputi kemampuan kepemimpinan dalam berinteraksi dengan
individu atau kelompok.
Komitmen pemerintah untuk memberikan perhatian terhadap lanjut usia telah
berlangsung sejak empat puluhan tahun yang lalu, dengan ditetapkannya Undang-
Undang RI No 4 Tahun 1965 tentang Pemberian Bantuan Penghidupan orang
Jompo, agar pemerintah, Organisasi Sosial/LSM swasta dan keluarga mempuyai
pedoman dan rujukan yang sama tentang pembinaan kesejahteraan lanjut usia
dengan dasar UUD 45 pasal 28 H bahwa setiap orang berhak atas jaminan sosial
yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang
bermartabat (Sepriyan, 2007). Setelah itu muncul berbagai perundang-undangan,
keputusan, peraturan dan kebijakan yang mengatur tentang lansia di Indonesia
yang mengarah pada upaya meningkatkan kesehatan lansia antara lain UU No.
13/98 tentang kesejahteraan Lansia, UU No. 40/2004 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional khususnya yang menyangkut jaminan sosial bagi Lansia, UU. No.
11/2009 tentang kesejahteraan social, Keppres 52/2004 tentang Komnas Lansia,
Permendagri No.60/2008 tentang pembentukan Komda Lansia dan pemberdayaan
masyarakat dan RAN 2003 dan 2008 tentang Kesejahteraan Sosial Lansia
(Muliawati, 2011).
Pembinaan kesehatan lansia dilakukan dengan cara mengidentifikasi empat fungsi
manajemen, yaitu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan.
Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013
-
26
Universitas Indonesia
Perencanaan adalah suatu bentuk pembuatan keputusan manajerial berdasarkan
pengamatan terhadap lingkungan, penggambaran sistem dan sub sistem utama
organisasi, misi dan fisosofi organisasi, sumber daya yang dimiliki, peluang dan
efektifitas dari tindakan alternatif (Gillies, 1994). Perencanaan merupakan proses
terpenting dari semua fungsi manajemen karena tanpa perencanaan fungsi-fungsi
lain seperti pengorganisasian, pengarahan, dan pengontrolan tidak akan dapat
berjalan.
Pengorganisasian adalah pengelompokan aktivitas-aktivitas, tugas-tugas, fungsi,
wewenang dan tanggung jawab, dan sumber daya yang dimiliki untuk mencapai
tujuan yang telah ditentukan. Penugasan masing-masing kelompok diberikan
kepada pimpinan yang diberi wewenang untuk mengawasi sekaligus melakukan
koordinasi dengan unit lain baik secara horizontal maupun vertikal (Gillies, 1994).
Dinas Kesehatan dalam fungsinya sebagai pembuat program, telah memiliki
struktur organisasi yang dikepalai oleh seorang kepala Dinas. Kepala Dinas
Kesehatan membawahi langsung 4 kepala bidang antara lain kepala bidang
pengembangan sumber daya kesehatan; kepala bidang pelayanan kesehatan
masyarakat; kepala bidang pengendalian pencegahan penyakit; dan kepala bidang
perbekalan kesehatan, pengawasan obat dan makanan. Masing-masing kepala
bidang ini juga membawahi seksi-seksi pelaksana kegiatan yang dipimpin oleh
seorang kepala seksi (Renstra Kota Depok, 2011). Program kesehatan lansia di
Dinas Kesehatan Kota Depok dikelola oleh Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi
(Dinkes Kota Depok, 2012).
Langkah selanjutnya yang perlu ditempuh dalam manajemen setelah perencanaan
dan pengorganisasian selesai dilakukan adalah actuating yang diartikan sebagai
memberi bimbingan namun istilah tersebut lebih condong diartikan penggerak
atau pelaksanaan. Tujuan fungsi pelaksanaan adalah menciptakan kerjasama yang
lebih efisien; mengembangkan kemampuan dan keterampilan staf; menumbuhkan
rasa memiliki dan menyukai pekerjaan; mengusahakan suasana lingkungan kerja
yang dapat meningkatkan motivasi dan prestasi kerja staf; dan membuat
Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013
-
27
Universitas Indonesia
organisasi berkembang lebih dinamis. Kegiatan yang dilaksanakan dalam fungsi
actuating adalah koordinasi kegiatan; penempatan orang dalam jumlah, waktu dan
tempat yang tepat meliputi mengorganisasikan, mengarahkan dan mengawasi;
mobilisassi dan alokasi sumber daya fisik dan dana yang diperlukan dan
pembuatan keputusan secara umum dan khusus dengan koordinasi kegiatan,
manajemen tenaga kerja dan sumber daya selama penerapan. Hal yang penting
diperhatikan dalam actuating ini adalah bahwa seorang karyawan akan termotivasi
untuk mengerjakan sesuatu. Fungsi manajemen actuating ini adalah fungsi
koordinasi (coordinating), pengarahan (directing), dan kepemimpinan (leading).
Pengawasan merupakan proses mengevaluasi sejauhmana implementasi rencana
kegiatan yang telah dilakukan, pemberian masukan atauumpan balik, dan
pembuatan prinsip-prinsip organisasi melalui pembuatan standar, pembandingan
kinerja dengan standar dan memperbaiki kekurangan. fungsi pengawasan
dilakukan agar tujuan dapat tercapai sesuai dengan rencana, apakah orang
orangnya, cara dan waktunya tepat. Pengawasan juga berfungsi agar kesalahan
dapat segera diperbaiki. Pengawasan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan adalah
terkait pelaksanaan program dan kinerja SDM. Kegiatan yang dapat dilakukan
dalam pengawasan adalah monitoring dan evaluasi (Marquis & Huston, 2006).
Kegiatan evaluasi bertujuan untuk melihat efektifitas dan efisiensi program yang
sedang atau yang telah dilakukan, sehingga dapat mengidentifikasi masalah atau
hambatan yang muncul selama pelaksanaan program (Evin, 2002). Pengelolaan
manajemen pelayanan keperawatan dalam penatalaksanaan dan pengelolaan risiko
terjadinya gangguan mobilitas fisik pada lansia akan dilanjutkan dengan
pemberian asuhan keperawatan komunitas.
2.4 Asuhan Keperawatan Keluarga Pada Aggregate Lansia dengan asam
urat
Asuhan keperawatan keluarga merupakan proses yang kompleks dengan
menggunakan pendekatan sistemik untuk bekerjasama dengan keluarga dan
individu sebagai anggota keluarga. Praktik keluarga sebagai pusat keperawatan
Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013
-
28
Universitas Indonesia
(family-centered nursing) didasarkan pada perspektif bahwa keluarga adalah unit
dasar untuk perawatan individu dari anggota keluarga dan dari unit yang lebih
luas. Keluarga sebagai unit dasar dari sebuah komunitas dan masyarakat,
menggambarkan perbedaan budaya, rasial, etnik, dan sosioekonomi (Hitchcock,
Schubert & Thomas, 1999).
Tujuan dari asuan keperawatan keluarga adalah untuk membantu keluarga
menolong dirinya sendiri mencapai tingkat fungsi keluarga yang tertinggi dalam
konteks tujuan, aspirasi dan kemampuan keluarga (Friedman, 2003). Proses
keperawatan keluarga dibedakan menjadi 5 jenis yaitu 1) keluarga dipandang
sebagai konteks, maka asuhan keperawatan berfokus pada individu; 2) keluarga
kumpulan dari angota-anggotanya, maka asuhan keperawatan diberikan kepada
seluruh anggota keluarga; 3) subsistem keluarga sebagai klien, dimana fokus
pengkajian dan intervensi adalah subsistem keluarga; 4) keluarga sebagai klien,
dimana keseluruhan anggota keluarga dipandang sebagai klien sedangkan
individu anggota keluarga sebagai konteks; dan 5) keluarga sebagai komponen
masyarakat, dimana keluarga dipandang sebagai subsistem dalam sebuah sistem
yang lebih besar, yaitu masyarakat.
Darmojo dan Martono (2004) menjelaskan tugas perkembangan keluarga lansia
dan pensiunan dimulai ketika salah satu/keduanya pensiun sampai salah
satu/keduanya meninggal. Kehilangan yg lazim pada usia ini adalah mengenai
permasalahan ekonomi dan pekerjaan (pensiun), perumahan (pindah ikut
anak/panti), sosial (kematian pasangan dan teman-temannya), Kesehatan
(penurunan kemampuan fisik). Tugas Perkembangan pada tahap ini adalah
mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan, menyesuaikan dengan
pendapatan yang menurun, mempertahankan hubungan perkawinan,
menyesuaikan diri terhadap kehilangan pasangan, mempertahankan ikatan
keluarga antar generasi dan meneruskan untuk memahami eksistensi mereka
(penelaahan dan integrasi hidup).
Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013
-
29
Universitas Indonesia
Proses asuhan keperawatan keluarga terdiri dari 5 tahapan yaitu pengkajian,
penegakan diagnosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi.
2.4.1 Pengkajian
Pengkajian adalah suatu tahapan dimana seorang perawat mengambil informasi
secara terus-menerus terhadap anggota keluarga yang dibinanya. Asuhan
keperawatan keluarga dimulai dari pengkajian keluarga untuk mendapatkan data
keluarga maupun data individu dalam keluarga secara komprehensif. Sumber
informasi dari tahapan pengkajian dapat menggunakan metode wawancara,
observasi fasilitas rumah, pemeriksaan fisik dari anggota keluarga (dari ujung
rambut ujung kaki), Data sekunder, seperti hasil laboratorium, hasil X-ray, pap
smear, dll. Pengkajian keluarga model Friedman meliputi lima komponen yaitu
identifikasi data sosiokultural keluarga, data lingkungan keluarga, struktur
keluarga, fungsi keluarga, dan strategi stress dan koping keluarga.
2.4.2 Diagnosis keperawatan
Pengkajian keluarga mencapai puncaknya saat mengidentififkasi masalah
keluarga yang aktual dan potensial. Banyak masalah kesehatan keluarga yang
berada pada lingkup praktik keperawatan dan disebut diagnosa keperawatan
keluarga. Diagnosa keperawatan keluarga merupakan perpanjangan dari diagnosis
ke sistem keluarga dan subsistemnya serta merupakan hasil pengkajian
keperawatan. Diagnosa keperawatan keluarga termasuk masalah kesehatan aktual
dan potensial dengan perawat keluarga yang memiliki kemampuan dan
mendapatkan lisensi untuk menanganinya berdasarkan pendidikan dan
pengalamannya (Gordon, 1994). Diagnosa tersebut digunakan sebagai dasar
proyeksi hasil, intervensi perencanaan dan evaluasi hasil yang dicapai.
Pada tingkat keluarga, diagnosa keperawatan dapat ditegakkan bertolak dari salah
satu teori keperawatan atau teori keluarga atau menggunakan diagnosa NANDA.
NANDA (2001) mendefinisikan diagnosa keperawatan sebagai keputusan klinik
tentang respon individu, keluarga atau komunitas terhadap masalah kesehatan/
proses kehidupan yang aktual atau potensial. Diagnosa keperawatan memberikan
Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013
-
30
Universitas Indonesia
dasar dalam pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai hasil yang menjadi
akuntabilitas perawat.
2.4.3 Perencanaan
Perencanaan adalah semua tindakan yang dipertimbangkan secara mendalam oleh
perawat untuk membantu klien beralih dari status kesehatan saat ini ke status
kesehatan yang diuraikan dalam hasil yang diharapkan (Gordon, 1994). Friedman
(2003) menyebutkan bahwa perencanaan merupakan tahap yang sistematis dari
proses keperawatan meliputi kegiatan pembuatan keputusan dan pemecahan
masalah. Perencanaan keperawatan dinetapkan perawat berdasarkan hasil
pengumpulan data dan rumusan diagnosa keperawatan yang merupakan petunjuk
dalam membuat tujuan dan asuhan keperawatan untuk mencegah, menurunkan,
atau mengeliminasi masalah kesehatan klien.
Langkah-langkah dalam membuat perencanaan keperawatan meliputi perumusan
tujuan yang berorientasi pada klien, membuat pendekatan alternatif dan
mengidentifikasi sumber sumber, menyusun prioritas dan menentukan intervensi
keperawatan yang tepat dalam pengembangan rencana asuhan keperawatan.
Dalam merencanakan tindakan yang dilakukan dalam mengatasi permasalahan
kesehatan yang ada di dalam keluarga, perawat bersama sama dengan anggota
keluarga menyusun rencana perawatan yang disepakati. Perencanaan yang dibuat
sebaiknya dapat mendorong keluarga untuk membuat pilihan jenis intervensi
keperawatan yang akan diterapkan dalam mengatasi masalahnya. Namun apabila
keluarga tidak mampu untuk membuat pilihan, maka perawat berperan untuk
membantu keluarga mengidentifikasi alternatif, memahami konsekuensi dan
membuat keputusan yang dapat diterima oleh seluruh anggota keluarga.
Kepmenkes No 279 tahun 2006 menyebutkan bahwa indikator dampak keluarga
dalam memenuhi kebutuhan kesehatannya mencakup pada 5 tugas keluarga yaitu
mampu mengenal masalah kesehatannya, mampu mengambil keputusan yang
tepat dalam mengatasi masalah kesehatannya, mampu melakukan tindakan
Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013
-
31
Universitas Indonesia
perawatan, mampu memodifikasi lingkungan, dan mampu memanfaatkan sarana
pelayanan kesehatan. Untuk menilai keberhasilan upaya perawatan kesehatan ,
maka digunakan penilaian tingkat kemandirian keluarga.
Tabel 2.1. Tingkat kemandirian keluarga
No Kriteria Tingkat Kemandirian
I II III IV
1 Menerima petugas Perkesmas
2 Menerima pelayanan kesehatan sesuai
rencana keperawatan
3 Tahu dan dapat mengungkapkan
masalah kesehatannya secara benar
4 Memanfaatkan fasilitas pelayanan
kesehatan sesuai anjuran
5 Melakukan tindakan keperawatan
sederhana sesuai anjuran
6 Melakukan tindakan pencegahan
secara aktif
7 Melakukan tindakan promotif secara
aktif
(Sumber: KepMenKes RI No 279/MENKES/SK/IV/2006)
2.4.4 Implementasi
Implementasi keperawatan keluarga dilakukan setelah proses pengkajian,
diagnosis keperawatan, dan perencanaan yang meliputi perumusan tujuan,
identifikasi strategi intervensi dan sumber, serta penentuan prioritas telah
dilakukan. Intervensi yang ditetapkan tidak bersifat rutin, acak atau terstandar,
tetapi dirancang bagi keluarga tertentu yang dirawat oleh perawat keluarga
(Friedman, 2003). Menurut ANA (1995) intervensi keperawatan adalah tindakan
yang dilakukan perawat untuk pasien, keluarga dan komunitas dengan tujuan
membantu pasien, keluarga dan komunitas meningkatkan, mengoreksi atau
menyesuaikan kondisi fisik, emosional, psikososial, spiritual, budaya dan
lingkungan sebagai alasan mereka mencari bantuan. Bulechek dan McCloskey
(2000) mendefinisikan intervensi keperawatan adalah setiap tindakan yang
dilakukan oleh perawat berdasarkan keputusan klinis untuk meningkatkan kriteria
Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013
-
32
Universitas Indonesia
hasil pada klien. Intervensi keperawatan meliputi perawatan langsung dan tidak
langsung yang ditujukan pada individu, keluarga dan komunitas.
Intervensi yang diberikan oleh perawat ketika bekerja dengan keluarga, diarahkan
untuk membantu anggota keluarga merubah perilaku mereka, dengan tujuan
akhirnya untuk memperkokoh fungsi keluarga atau tingkat kesejahteraan yang
tinggi. Konsep yang dapat membantu perawat dalam bekerjasama dengan
keluarga yang bermasalah, antara lain perubahan tergantung pada konteks,
perubahan tergantung pada persepsi dari klien terhadap masalah, perubahan
tergantung pada tujuan- tujuan yang realistis, pemahaman itu sendiri tidak
menyebabkan perubahan, perubahan tidak perlu terjadi secara merata pada seluruh
anggota keluarga, perubahan dapat saja memiliki banyak sekali penyebab seperti
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Wright dan Leahey (2000) menyarankan bahwa selain untuk perawatan promotif
dan preventif, intervensi keperawatan keluarga diperlukan jika ; (1) anggota
keluarga mengalami suatu penyakit yang menimbulkan gangguan yang nyata
terhadap anggota keluarga lain; (2) anggota keluarga menyebabkan masalah atau
gejala individu; (3) perbaikan pada satu anggota keluarga menimbulkan gejala
atau gangguan pada anggota keluarga yang lain; (4) anggota keluarga untuk
pertama kalinya didiagnosis menderita penyakit; (5) kondisi anggota keluarga
terganggu secara nyata; (6) anggota keluarga yang mengalami penyakit kronik
pindah dari rumah sakit atau pusat rehabilitasi ke komunitas; dan (7) pasien yang
mengalami penyakit kronik meninggal dunia.
Jenis intervensi keperawatan keluarga yang dapat dilakukan, antara lain
modifikasi perilaku, membuat kontrak, manajemen kasus, kolaborasi, konsultasi,
konseling, strategi pemberdayaan, modifikasi lingkungan, advokasi keluarga,
modifikasi gaya hidup, termasuk manajemen stress, jaringan, termasuk
menggunakan kelompok swabantu dan dukungan sosial, merujuk, model peran,
Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013
-
33
Universitas Indonesia
tambahan peran, strategi pengajaran dan klasifikasi nilai (Wright & Leahey,
2000).
Wright dan Leahey (2000) membagi tingkat intervensi keperawatan keluarga
menjadi dua tingkatan intervensi yaitu intervensi permulaan dan intervensi
lanjutan. Pada praktik perawatan keluarga pada tingkat dasar, intervensi bersifat
supportif dan mendidik (edukatif), dan langsung diarahkan ke sasaran. Sedangkan
pada tingkat lanjutan, intervensi meliputi sejumlah intervensi terapi keluarga yang
bersifat psikososial dan tidak langsung.
Freeman (1970) dalam Friedman (2003) mengklasifikasikan intervensi
keperawatan keluarga meliputi suplemental, fasilitatif dan perkembangan.
Sedangkan Wright dan Leahey (2000) menggolongkan intervensi keperawatan
keluarga menjadi 3 bagian, yaitu :
a. Kognitif, yaitu intervensi diarahkan pada fungsi keluarga, tingkat kognitif
terdiri dari tindakan tindakan perawat yang memberikan informasi,
pengajaran dan gagasan baru tentang suatu keadaan atau pengalaman.
b. Afektif, yaitu tindakan perawatan diarahkan kepada aspek aspek aktif fungsi
keluarga dan merupakan tindakan yang dirancang untuk mengubah emosi
anggota keluarga sehingga mereka dapat memecahkan masalah secara lebih
efektif.
c. Perilaku, yaitu strategi strategi perawatan diarahkan untuk membantu anggota
keluarga berinteraksi dengan anggota keluarga yang lain ataupun dengan
lingkungannya.
Hambatan dalam implementasi intervensi keluarga sangat beragam, seperti yang
dijelaskan oleh Friedman (2003) yaitu:
a. Hambatan terkait keluarga yaitu apatis dan tidak dapat memutuskan.
Hambatan ini berupa perilaku keluarga.perilaku apatis dikaitkan dengan suatu
perasaan kegagalan terhadap keberhasilan atau ketersediaan pelayanan.
Ketidakmampuan keluarga dalam membuat keputusan terhadap masalah
Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013
-
34
Universitas Indonesia
kesehatannya juga merupakan suatu masalah. Pada situasi ini, perawat harus
memeriksa tenyang apa yang sedang terjadi di keluarga dan perawat memiliki
keingintahuan yang besar tentang akar permasalahn sehingga akhirnya
masalah keluara dapat diidentifikasi dan diatasi.
b. Hambatan terkait perawat
Hambatan ini terkait perilaku perawat. Hambatan yang dapat dilakukan oleh
perawat kepada keluarga adalah memaksakan ide, memberi stigma negatif
terhadap keluarga, tidak melihat kekuatan keluarga, dan perawat kurang
mempertimbangkan budaya dan isu gender.
2.4.5 Evaluasi
Komponen kelima proses keperawatan adalah evaluasi yang merupakan kegiatan
bersama antara perawat dan keluarga. Evaluasi didasarkan pada keefektifan
intervensi yang dilakukan perawat maupun keluarga dalam menyelesaikan
masalah kesehatan keluarga. Keberhasilan ini dikaitkan dengan respon yang
dihasilkan oleh keluarga (Friedman, 2003). Evaluasi dengan pendekatan terpusat
pada klien sering menimbulkan kesulitan kesulitan dalam penentuan kriteria
objektif untuk hasil yang diharapkan karena faktor faktor diluar intervensi yang
direncanakan seringkali mengintervensi proses tersebut sehingga dapat
mempengaruhi respon keluarga. Evaluasi merupakan proses beerkesinambungan
yang terjadi setiap kali seorang perawat memperbaharui rencana asuhan
keperawatan. Sebelum perencanaan perencanaan dikembangkan dan dimodifikasi,
perawat bersama keluarga perlu melihat tindakan tindakan perawatan tertentu
apakah tindakan tersebut benar benar membantu dalam mengatasi permasalahan
kesehatan dalam keluarga. Jika respon terhadap intervensi perawatan tidak
dievaluasi secara bersama sama, maka tindakan perawatan yang efektif tidak
dapat dicapai (Meiner&Lueckenotte, 2006).
Proses evaluasi didasari atas seberapa efektifnya intervensi yang diterapkan oleh
perawat keluarga. Keberhasilan suatu intervensi ditentukan dengan melihat hasil
Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013
-
35
Universitas Indonesia
pada anggota keluarga bukan intervensi yang diimplementasikan. Apabila dalam
evaluasi ditemukan bahwa intervensi yang diberikan tidak dapat mengatasi
masalah, maka modifikasi dilakukan setelah rencana evaluasi yaitu mengulang
kembali sebagai suatu proses melingkar pada pengkajian dan pengkajian ulang
yang kemudian selanjutnya merevisi setiap fase dalam siklus asuhan keperawatan
yang diperlukan (Friedman, 2003). Diakhir kegiatan asuhan keperawatan, proses
yang dilakukan adalah terminasi. Terminasi dilakukan oleh perawat berdasarkan
persetujuan bersama antara perawat dan keluarga pada waktu dan tempat yang
tepat untuk mendiskusikan tentang masalah kesehatan dan intervensi yang telah
diselesaikan.
2.5 Asuhan Keperawatan Komunitas Pada Aggregate Lansia dengan asam
urat
2.5.1 Pengkajian
Community as partner dikembangkan oleh Anderson dan McFarlane yang
didasarkan pada model Neuman system Model yaitu pendekatan totalitas
terhadap manusia untuk menggambarkan masalah klien (Anderson & McFarlane,
2004). Komunitas sebagai klien dikembangkan untuk mengilustrasikan definisi
Community Health Nursing (CHN)/ Primary Health Nursing (PHN) sebagai
sintesis dari Concepts nursing and public health. Seiring dengan perkembangan
masyarakat dan penelitian lebih lanjut, maka konsep ini diganti menjadi
Community as partner yang berguna untuk menekankan CHN sebagai filosofi
yang mendasari keaktifan dari komunitas dalam meningkatkan kesehatan dan
mencegah serta mengatasi masalah kesehatan.
Kartu pemantauan..., Putu Ayu Sani Utami, FIK UI, 2013
-
36
Universitas Indonesia
Gambar 2.1. Model komunitas sebagai mitra.
Sumber: Anderson & McFarlane, 2007.
Sebelum tenaga kesehatan khususnya perawat dapat memberikan pelayanan
kesehatannya, maka perawat melakukan proses keperawatan yang holistik
meliputi pengkajian, analisa data dari permasalahan yang ditemukan pada saat
pengkajian,menentukan diagnosa, menyusun perencanaan, malakukan
implementasi untuk mengatasi masalah dan akhirnya mengevaluasi keefektifan
dari program yang telah dilaksanakan. Oleh karena itu, dalam rangka mengatasi
permasalahan yang terjadi dikomunitas lansia, maka tahap pertama yang perlu
dilakukan adalah pengkajian terkait dengan komunitas yang dikelola dan
menemukan permasalahan yang terjadi.
Helvie (1998) menyebutkan pengkajian komunitas adalah langkah awal yang
dilakukan pada populasi komunitas untuk mengkaji permasalahan yang ada.
Ditambahkan pula oleh Anderson & McFarlane (2004) bahwa pengkajian
komunitas merupakan sebuah proses dengan cara mendekatkan diri dan mengenal
komunitas. Orang orang yang ada di komu