Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

101
UNIVERSITAS INDONESIA KEJADIAN STUNTING PADA ANAK BERUMUR DIBAWAH LIMA TAHUN TAHUN (0-59 BULAN) DI PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010 (ANALISIS DATA RISKESDAS 2010) SKRIPSI CITANINGRUM WIYOGOWATI NPM : 0906614950 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DEPOK JANUARI, 2012 Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

description

tulisan

Transcript of Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

Page 1: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

UNIVERSITAS INDONESIA

KEJADIAN STUNTING PADA ANAK BERUMUR DIBAWAH

LIMA TAHUN TAHUN (0-59 BULAN) DI PROVINSI PAPUA

BARAT TAHUN 2010 (ANALISIS DATA RISKESDAS 2010)

SKRIPSI

CITANINGRUM WIYOGOWATI

NPM : 0906614950

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

DEPOK

JANUARI, 2012

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 2: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

UNIVERSITAS INDONESIA

KEJADIAN STUNTING PADA ANAK BERUMUR DIBAWAH

LIMA TAHUN TAHUN (0-59 BULAN) DI PROVINSI PAPUA

BARAT TAHUN 2010 (ANALISIS DATA RISKESDAS 2010)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Kesehatan Masyarakat

CITANINGRUM WIYOGOWATI

NPM : 0906614950

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

DEPOK

JANUARI, 2012

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 3: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 4: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 5: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 6: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat

dan hidayah-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini

dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana

Kesehatan Masyarakat pada Jurusan Biostatistik dan Kependudukan, Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

Saya menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini, tanpa bantuan dan

bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan

skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena

itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:

1. Drs. Sutanto Priyo hastono, M.Kes selaku dosen pembimbing akademik

sekaligus pembimbing dalam penulisan tugas akhir, yang telah rela

meluangkan waktu dan dengan kesabaran serta kearifan dalam membimbing,

mendidik, dan mengarahkan saya dalam penyusunan skripsi ini;

2. Pimpinan Fakultas kesehatan masyarakat beserta staf dan Ketua Departemen

Biostatistik dan Kependudukan, ibu Dr. drg. Indang Trihandini, yang telah

banyak memberikan bimbingan, pengetahuan, dan bantuan selama penulis

menempuh pendidikan. Bapak Dr. Besral, SKM, M.Sc., dan Bapak Vitalis

Ramon, SKM yang telah bersedia sebagai penguji dan banyak memberikan

masukan dan bantuan dalam penulisan skripsi saya, seluruh dosen pengajar

yang telah mendidik saya dengan penuh keikhlasan dan kesabaran.

3. Bapak Dr. dr. Trihono, M.Sc., selaku Kepala Badan Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI yang telah

mengizinkan saya untuk menggunakan data hasil Riset Kesehatan Dasar

Tahun 2010 sebagai bahan skripsi.

4. Seluruh keluarga besar saya yang telah memberikan dukungan dalam proses

pendidikan saya, terutama ibu, bapak, mba yang selalu setia memberikan

kasih sayang, doa, semangat dan pengorbanan selama saya menempuh

pendidikan.

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 7: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

vii

5. Rekan-rekan mahasiswa/mahasiswi Biostatistik dan Kependudukan Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, khususnya Peminatan

Biostatistik. Bapak Malonda, Ibu Eni, Ibu Yuni, Mbak Santi, Mbak Erna,

Mbak Dian, Mbak Ulya, Mbak Lis, Mba Ida, Dhanti, dan Ela, terima kasih

atas kebersamaan dan kekompakkannya.

6. Teman, sahabat, serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu

persatu, namun telah banyak membantu hingga terselesaikannya pendidikan

saya.

Semoga amal dan segala bantuan yang telah diberikan kepada penulis

mendapat imbalan yang berlipat dari Tuhan Yang Maha Esa dan semoga

skripsiini bermanfaat bagi kita semua, khususnya untuk menambah pengetahuan

dalam bidang kesehatan dan membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.

Depok, Januari 2012

Penulis

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 8: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 9: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

ix

ABSTRAK

Nama : Citaningrum Wiyogowati

Program Studi : Kesehatan Masyarakat-Ekstensi

Judul : Kejadian Stunting Pada Anak Berumur Dibawah Lima Tahun (0-

59

Bulan) Di Provinsi Papua Barat Tahun 2010 (Analisis Data

Riskesdas 2010)

Hingga saat ini stunting masih menjadi masalah kesehatan masyarakat, dimana

prevalensi tertinggi terjadi di Negara-negara miskin dan berkembang termasuk

Indonesia. Di Indonesia sendiri prevalensi stunting beragam dengan prevalensi

tertinggi berada di kawasan Indonesia Timur, salah satunya adalah Provinsi Papua

Barat dimana berdasarkan hasil Riskesdas 2010 prevalensi stunting di Provinsi

Papua Barat 49,2 %. Telah dilakukan penelitian cross sectional terhadap kejadian

stunting pada anak berumur dibawah lima tahun dengan hasil didapat faktor yang

berhubungan dengan kejadian stunring di Provinsi Papua Barat adalah fasilitas

pelayanan kesehatan, imunisasi dasar, pendapatan rumah tangga, dan umur

responden.

Kata kunci :

Stunting, Papua Barat, Riskesdas

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 10: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

x

ABSTRACT

Name : Citaningrum Wiyogowati

Study Program : Public Health-Extension

Title : Stunting in Children Under Five Years Old (0-59 Months)

in

Province of West Papua in 2010 (Data Analysis of

Primary

Health Research 2010)

Until now, stunting remains a public health problem, where the highest prevalence

occurred in poor and developing countries including Indonesia. In Indonesia,

prevalence of syunting varied with the highest prevalence in The eastern part of

Indonesia, one of which is the province of West Papua, which is based on 2010

result of primary health research prevalence of stunting in 49,2 % of West Papua.

Cross sectional was conducted on the incidence of stunting in children under five

years old with the results obtained factors related to the event stunting in West

Papua Province is healthcare facilities, basic immunizations, household income,

and age of respondent.

Key words :

Stunting, West Papua, Primary Health Research

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 11: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

Universitas Indonesia

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL …………………………………………… i

HALAMAN JUDUL ……………………………………………………. ii

SURAT PERNYATAAN ……………………………………………. iii

HALAMAN PERNYATAAN ORINALITAS ……………………. iv

HALAMAN PENGESAHAN …………………………………… v

KATA PENGANTAR …………………………………………… vi

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH……… viii

ABSTRAK …………………………………………………………… ix

DAFTAR ISI …………………………………………………………… xi

DAFTAR GAMBAR …………………………………………………… xv

DAFTAR TABEL …………………………………………… xvi

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang …………………………………………… 1

1.2 Rumusan Masalah …………………………………………… 4

1.3 Pertanyaan Penelitian…………………………………………… 4

1.4 Tujuan Penelitian …………………………………………… 6

1.5 Manfaat Penelitian …………………………………………… 7

1.6 Ruang Lingkup Penelitian …………………………………… 7

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gizi …………………………………………………………… 8

2.1.1 Definisi Gizi …………………………………………… 8

2.1.2 Zat Gizi (Nutrisi)……………………………………… 8

2.1.2.1 Makronutrien …………………………………… 8

2.1.2.2 Mikronutrien …………………………………… 10

xi

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 12: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

Universitas Indonesia

2.1.3 Status Gizi …………………………………………… 15

2.2 Stunting …………………………………………………… 17

2.2.1 Definisi ……………………………………………. 17

2.2.2 Epidemiologi ……………………………………………. 18

2.2.3 Penyebab Stunting ……………………………………. 18

2.2.3.1 Pendidikan Ibu ……………………………. 18

2.2.3.2 Sanitasi ……………………………………. 19

2.2.3.3 Air Bersih ……………………………………. 20

2.2.3.4 ASI Eksklusif ……………………………………. 20

2.2.3.5 MP-ASI ……………………………………. 21

2.2.3.6 Imunisasi ……………………………………. 22 2.2.3.7 BBLR ……………………………………………. 23

2.2.3.8 Konsumsi Energi dan Protein …………………… 24

2.2.3.9 Fasilitas Pelayanan Kesehatan …………… 25

2.2.3.10 Pendapatan Rumah Tangga …………………… 27

3. KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Teori …………………………………………… 29

3.2 Kerangka Konsep …………………………………………… 31

3.3 Hipotesis …………………………………………………… 33

3.4 Definisi Operasional …………………………………………… 34

4. METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian …………………………………………… 41

4.2 Riskesdas 2010 …………………………………………… 41

4.3 Populasi dan Sampel …………………………………………... 42

4.3.1 Populasi …………………………………………… 42

xii

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 13: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

Universitas Indonesia

4.3.2 Sampel …………………………………………… 42

4.3.3 Besar Sampel …………………………………………… 43

4.4 Pengumpulan Data …………………………………………… 45

4.5 Pengolahan Data …………………………………………… 46

4.6 Analisis Data ……………………………………………………. 46

4.6.1 Analisis Univariat ……………………………………. 46

4.6.2 Analisis Bivariat ……………………………………. 47

4.6.3 Analisis Multivariat …………………………………….. 47

5. HASIL PENELITIAN

5.1 Hasil Analisis Univariat ……………………………………. 49

5.2 Hasil Analisis Bivariat ……………………………………. 53

5.3 Hasil Analisis Multivariat ……………………………………. 59

6. PEMBAHASAN

6.1 Gambaran Umum Provinsi Papua Barat ……………………. 64

6.2 Analisis Bivariat ……………………………………………. 64

6.2.1 Hasil Analisis Bivariat Yang Menunjukkan Adanya

Hubungan Yang Signifikan Dengan Kejadian Stunting… 64

6.2.1.1 Fasilitas Pelayanan Kesehatan …………… 64

6.2.1.2 Air Bersih …………………………………… 65

6.2.1.3 Imunisasi Dasar …………………………… 66

6.2.1.4 Konsumsi Energ………………………………… 66

6.2.1.5 Pendapatan Rumah Tangga …………………… 67

6.2.1.6 Pendidikan Ibu …………………………… 67

6.2.2 Hasil Analisis Bivariat Yang Menunjukkan Tidak Adanya

Hubungan Yang Signifikan Dengan Kejadian Stuntin …..` 68

xiii

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 14: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

Universitas Indonesia

6.2.2.1 ASI Eksklusif & MP-ASI …………………… 68

6.2.2.2 Sanitasi Dasar …………………………………… 69

6.2.2.3 Konsumsi Protein …………………………… 69

6.2.2.4 BBLR …………………………………………… 69

6.3 Analisis Multivariat …………………………………………… 70

7. KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan …………………………………………………… 71

7.2 Saran …………………………………………………………… 72

DAFTAR REFERENSI …………………………………………… 73

DAFTAR LAMPIRAN

xiv

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 15: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

Universitas Indonesia

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Kerangka Teori Kejadian Stunting …………………….. 31

Gambar 3.2 Kerangka Kosep Penelitian …………………………….. 33

xv

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 16: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

Universitas Indonesia

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Klasifikasi Vitamin …………………………………….. 11

Tabel 4.1 Besar Sampel Untuk Setiap Variabel Independen …….. 45

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi frekuensi karakteristik responden,

kejadian stunting dan faktor-faktor yang berpengaruh

terhadap kejadian stunting pada anak berumur dibawah

lima tahun di Provinsi Papua Barat Tahun 2010 …….. 50

Tabel 5.2 Hubungan antara variabel independen dengan kejadian

stunting pada anak berumur dibawah lima tahun

(0-59 bulan) di Provinsi Papua Barat tahun 2010 …….. 54

Tabel 5.3 Hubungan antara umur responden dengan kejadian

stunting di Provinsi Papua Barat Tahun 2010 ………….. 57

Tabel 5.4 Hasil seleksi bivariat……………………………………… 60

Tabel 5.5 Pemodelan Multivariat 1 ...………………………….. 60

Tabel 5.6 Pemodelam Multivariat 2 ……………………………. 61

Tabel 5.7 Pemodelan Multivariat 3 ……………………………. 62

Tabel 5.8 Pemodelan Multivariat 4 ……………………………. 63

Tabel 5.9 Pemodelan Multivariat 5 …………………………..…… 63

xvi

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 17: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

1

Universitas Indonesia

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gizi diartikan sebagai suatu proses organisme menggunakan makanan

yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi,

penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk

mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ,

serta menghasilkan energi. Sedangkan status gizi diartikan sebagai keadaan gizi

seseorang yang diukur atau dinilai pada satu waktu. Penilaian atau pengukuran

terhadap status gizi dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung.

Salah satu cara penilaian atau pengukuran status gizi adalah secara antropometri

yaitu penilaian status gizi berdasarkan berat badan, tinggi badan, lingkar lengan

atas dan tebal lemak di bawah kulit. Penilaian status gizi ini bertujuan untuk

menentukan klasifikasi status gizi. Ada beberapa klasifikasi umum status gizi

yang digunakan, diantaranya adalah klasifikasi WHO dengan indikator yang

digunakan, meliputi BB/TB, BB/U, dan TB/U (WHO; Supariasa, Bakri & Fajar,

2001).

Gizi buruk merupakan suatu keadaan yang terjadi ketika bahan makanan

yang masuk kedalam tubuh tidak cukup mengandung nutrisi (zat gizi) sesuai

dengan yang diperlukan oleh tubuh. Di Negara miskin dan berkembang, gizi

buruk merupakan faktor penting yang berkontribusi terhadap keadaan sakit dan

kematian. Gizi buruk yang didapat selama masa kanak-kanak dapat berpengaruh

terhadap gangguan pertumbuhan dan resiko kesakitan dan kematian . Secara

umum gizi buruk disebabkan karena asupan makanan yang tidak mencukupi dan

penyakit infeksi. Terdapat dua kelompok utama nutrisi (zat gizi) yaitu

makronutrien dan mikronutrien. Makronutrien merupakan zat gizi yang

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 18: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

2

Universitas Indonesia

menyediakan energi bagi tubuh dan diperlukan dalam pertumbuhan, termasuk

didalamnya adalah karbohidrat, protein, dan lemak. Sedangkan mikronutrien

merupakan zat gizi yang diperlukan untuk menjalankan fungsi tubuh lainnya,

misalnya dalam memproduksi sel darah merah, tubuh memerlukan zat besi.

Termasuk didalamnya adalah vitamin dan mineral (Malnutrition, Internasional

Institute for Population Sciences, 2000).

Gizi buruk tidak hanya dihubungkan dengan kekurangan energi dan

protein, tetapi juga kekurangan mineral (seperti besi, zinc, dan iodium) dan

vitamin (seperti vitamin A), dan biasanya juga dihubungkan dengan kekurangan

asam lemak essensial. Salah satu penilaian status gizi buruk berdasarkan

klasifikasi status gizi WHO adalah dengan menggunakan indikator TB/U. Istilah

gizi buruk dengan indikator TB/U dikenal sebagai stunting (gizi buruk kronis).

Pembagian klasifikasi stunting meliputi rendah jika prevalensi stunting diantara

anak dibawah 5 tahun < 20 %, sedang jika prevalensi stunting 20-29 %, tinggi jika

prevalensi stunting 30-39 %, dan sangat tinggi jika prevalensi stunting ≥ 40 %.

Stunting yang terjadi pada anak-anak menyebabkan gangguan pada pertumbuhan

fisik dan mental (What is malnutrition; Water-related disease).

Gizi buruk kronis (stunting) tidak hanya disebabkan oleh satu faktor saja

tetapi disebabkan oleh banyak faktor, dimana faktor-faktor tersebut saling

berhubungan satu dengan lainnya. Ada tiga faktor utama penyebab stunting yaitu

asupan makanan tidak seimbang (berkaitan dengan kandungan zat gizi dalam

makanan yaitu karbohidrat, protein, lemak, mineral, vitamin, dan air), riwayat

berat badan lahir rendah (BBLR), dan riwayat penyakit. Secara garis besar

penyebab stunting dapat dikelompokkan kedalam 3 tingkatan yaitu tingkat

masyarakat, rumah tangga (keluarga), dan individu. Pada tingkat masyarakat,

sistem ekonomi; sistem pendidikan; sistem kesehatan; dan sistem sanitasi dan air

bersih menjadi faktor penyebab kejadian stunting. Pada tingkat rumah tangga

(keluarga), kualitas dan kuantitas makanan yang tidak memadai; tingkat

pendapatan; jumlah dan struktur anggota keluarga; pola asuh makan anak yang

tidak memadai; pelayanan kesehatan dasar yang tidak memadai; dan sanitasi dan

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 19: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

3

Universitas Indonesia

air bersih tidak memadai menjadi faktor penyebab stunting, dimana faktor-faktor

ini terjadi akibat faktor pada tingkat masyarakat. Faktor penyebab yang terjadi di

tingkat rumah tangga akan mempengaruhi keadaan individu yaitu anak berumur

dibawah 5 tahun dalam hal asupan makanan menjadi tidak seimbang; berat badan

lahir rendah (BBLR); dan status kesehatan yang buruk (Unicef framework).

Di dunia, lebih dari 2 juta kematian anak dibawah umur 5 tahun

berhubungan langsung dengan gizi buruk terutama akibat stunted dan wasting,

dan sekitar 1 juta kematian akibat kekurangan vitamin A dan zinc. Satu dari tiga

anak berusia dibawah 5 tahun atau sekitar 178 juta anak yang hidup di negara

miskin dan berkembang mengalami kekerdilan (stunted), 111,6 juta hidup di Asia

dan 56,9 juta hidup di Afrika. Sedangkan menurut data yang dikeluarkan oleh

UNICEF, terdapat sekitar 195 juta anak yang hidup di negara miskin dan

berkembang mengalami stunted (Shashidar, 2009).

Di Asia, angka kejadian stunting tinggi yaitu sekitar 36 % dengan

prevalensi kejadian tertinggi berada di kawasan Asia Selatan. Di Asia Selatan,

setengah dari jumlah total anak dibawah 5 tahun mengalami stunted, dimana

sekitar 61 juta dari jumlah total anak dibawah 5 tahun yang mengalami stunted

terjadi di India (Reduction of stunting, 2010).

Di Indonesia, diperkirakan 7,8 juta anak berusia dibawah 5 tahun

mengalami stunting, data ini berdasarkan laporan yang dikeluarkan oleh UNICEF

dan memposisikan Indonesia masuk kedalam 5 besar negara dengan jumlah anak

dibawah 5 tahun yang mengalami stunting tinggi. Hasil Riskesdas 2007

menunjukkan angka kejadian stunting secara nasional sebesar 36,7 % yang berarti

1 dari 3 anak dibawah 5 tahun mengalami stunted. Meskipun telah terjadi

penurunan angka kejadian stunting pada Riskesdas 2010 menjadi 35,7 %, namun

di beberapa Provinsi di Indonesia terutama di kawasan timur Indonesia

menunjukkan peningkatan angka kejadian stunting. Seperti Provinsi Papua Barat,

hasil Riskesdas 2007 menunjukkan angka kejadian stunting sebesar 39,4 % ,

sedangkan hasil Riskesdas 2010 menunjukkan angka kejadian stunting sebesar

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 20: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

4

Universitas Indonesia

49,2 %. Meskipun persentase kejadian stunting di Provinsi Papua Barat masih

lebih rendah dibandingkan dengan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), tetapi

peningkatan angka kejadian stunting di provinsi Papua Barat lebih tinggi

dibandingkan dengan di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) (Child nutrition,

2010; Riskesdas 2010).

1.2 Rumusan Masalah

Stunting (gizi buruk kronis) merupakan istilah yang digunakan untuk

mendeskripsikan gizi buruk berdasarkan indikator TB/U. Banyak faktor yang

menyebabkan terjadinya stunting. Ada tiga faktor utama penyebab stunting yaitu

asupan makanan tidak seimbang (berkaitan dengan kandungan zat gizi dalam

makanan yaitu karbohidrat, protein, lemak, mineral, vitamin, dan air), riwayat

berat badan lahir rendah (BBLR), dan riwayat penyakit. Secara garis besar

penyebab stunting dapat dikelompokkan kedalam 3 tingkatan yaitu tingkat

masyarakat, rumah tangga, dan individu. Kejadian stunting di dunia cukup tinggi,

terdapat sekitar 195 juta anak dibawah 5 tahun yang mengalami stunting. Tersebar

di wilayah Asia dan Afrika. Di Asia, angka kejadian stunting tinggi yaitu sekitar

36 % dengan prevalensi kejadian tertinggi berada di kawasan Asia Selatan. Di

Indonesia angka kejadian stunting secara nasional menurun dari 36,7 % pada 2007

menjadi 35,7 % pada 2010, tetapi di beberapa Provinsi di Indonesia terutama di

kawasan timur seperti Papua Barat menunjukkan peningkatan angka kejadian

stunting dari 39,4 % menjadi 49,2 %. Adanya peningkatan angka kejadian

stunting juga angka kejadian stunting yang tinggi di Papua Barat menyebabkan

penulis tertarik untuk melakukan penelitian penyebab kejadian stunting pada anak

berusia dibawah 5 tahun di Provinsi Papua Barat pada tahun 2010.

1.3 Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut :

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 21: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

5

Universitas Indonesia

Bagaimanakah gambaran kejadian stunting di Provinsi Papua Barat pada

tahun 2010?

Adakah hubungan antara pendapatan keluarga dengan kejadian stunting di

Provinsi Papua Barat pada tahun 2010?

Adakah hubungan antara pola asuh makan anak dengan kejadian stunting

di Provinsi Papua Barat pada tahun 2010?

Adakah hubungan antara fasilitas pelayanan kesehatan dengan kejadian

stunting di Provinsi Papua Barat pada tahun 2010?

Adakah hubungan antara sanitasi dan air bersih dengan kejadian stunting

di Provinsi Papua Barat pada tahun 2010?

Adakah hubungan antara asupan makanan dengan kejadian stunting di

Provinsi Papua Barat pada tahun 2010?

Adakah hubungan antara berat badan lahir rendah (BBLR) dengan

kejadian stunting di Provinsi Papua Barat pada tahun 2010?

Adakah hubungan antara imunisasi dasar dengan kejadian stunting di

Provinsi Papua Barat pada tahun 2010?

Adakah hubungan antara pendidikan ibu dengan kejadian stunting di

Provinsi Papua Barat pada tahun 2010?

Bagaimanakah hubungan antara pendapatan keluarga, pola asuh makan

anak, fasilitas pelayanan kesehatan, sanitasi dan air bersih, asupan

makanan, berat badan lahir rendah (BBLR), imunisasi dasar, dan

pendidikan ibu dengan kejadian stunting di Provinsi Papua Barat pada

tahun 2010?

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 22: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

6

Universitas Indonesia

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting di

Provinsi Papua Barat pada tahun 2010

1.4.2 Tujuan khusus

Mengetahui gambaran kejadian stunting di Provinsi Papua Barat pada

tahun 2010

Mengetahui hubungan antara pendidikan ibu dengan kejadian stunting di

Provinsi Papua Barat pada tahun 2010

Mengetahui hubungan antara pendapatan keluarga dengan kejadian

stunting di Provinsi Papua Barat pada tahun 2010

Mengetahui hubungan antara pola asuh anak dengan kejadian stunting di

Provinsi Papua Barat pada tahun 2010

Mengetahui hubungan antara pelayanan kesehatan dasar dengan kejadian

stunting di Provinsi Papua Barat pada tahun 2010

Mengetahui hubungan antara akses sanitasi dan air bersih dengan kejadian

stunting di Provinsi Papua Barat pada tahun 2010

Mengetahui hubungan antara asupan makanan tidak seimbang dengan

kejadian stunting di Provinsi Papua Barat pada tahun 2010

Mengetahui hubungan antara berat badan lahir rendah (BBLR) dengan

kejadian stunting di Provinsi Papua Barat pada tahun 2010

Mengetahui hubungan antara imunisasi dasar dengan kejadian stunting di

Provinsi Papua Barat pada tahun 2010

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 23: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

7

Universitas Indonesia

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Pembuat Kebijakan (Pemerintah)

Hasil dari penelitian ini dapat digunakan oleh pembuat kebijakan dalam

membuat prioritas masalah penyebab kejadian stunting sehingga kebijakan yang

akan dibuat dan diambil tepat pada sasaran.

1.5.2 Masyarakat

Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai penyebab kejadian

stunting dan melalui informasi yang didapat dapat menimbulkan keinginan dari

masyarakat untuk berpartisipasi dalam kegiatan yang bertujuan untuk

mnenurunkan angka kejadian stunting.

1.5.3 Penulis

Menambah pengetahuan dan meningkatkan kemampuan dalam

menganalisis situasi yang terjadi di masyarakat khususnya stunting melalui data

dan literatur.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian dilakukan untuk mengetahui gambaran kejadian stunting dan

faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian stunting di Provinsi Papua barat pada

tahun 2010, dimana di Provinsi Papua Barat angka kejadian stunting tinggi yaitu

sebesar 49,2 % pada 2010 meningkat dari 39,4 % pada 2007. Populasi penelitian

ini adalah semua anggota rumah tangga yang berumur dibawah 5 tahun (umur 0-

59 bulan). Pengumpulan data dilakukan dengan data sekunder hasil Riskesdas

2010 meliputi variabel tentang anggota rumah tangga yaitu status pendidikan

tertinggi yang ditamatkan oleh ibu; fasilitas pelayanan kesehatan; sanitasi

lingkungan; pengeluaran rumah tangga; konsumsi makanan (konsumsi

karbohidrat, protein, dan lemak); kesehatan anak (imunisasi dasar); dan ASI dan

MP-ASI .

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 24: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

8

Universitas Indonesia

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gizi

2.1.1 Definisi Gizi

Gizi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang makanan, zat gizi

yang terdapat dalam makanan dan unsur kimia lainnya serta efek makanan

terhadap kesehatan. Sedangkan zat gizi diartikan sebagai unsur kimia yang

digunakan oleh tubuh untuk pertumbuhan, reproduksi, dan pemeliharaan tubuh

agar tetap sehat (E.Brown, 2005; Worthington-Roberts, 2000).

2.2.2 Zat gizi (nutrisi)

Tidak semua zat gizi (nutrisi) yang diperlukan oleh tubuh dapat disediakan

melalui makanan, ada sebagian dari zat gizi (nutrisi) yang dibuat oleh tubuh itu

sendiri. Dikenal zat gizi (nutrisi) essensial dan zat gizi (nutrisi) non-essensial.

Perbedaan kedua tipe zat gizi (nutrisi) ini adalah pada sumber zat gizi (nutrisi).

Nutrisi essensial didapat dari makanan sedangkan nutrisi non-essensial tidak

didapat dari makanan, dengan kata lain nutrisi non-essensial terdapat dalam

makanan dan digunakan oleh tubuh tetapi bukan merupakan bagian dari makanan.

Yang termasuk kedalam nutrisi essensial adalah karbohidrat, protein, lemak,

vitamin, mineral, dan air. Dan yang termasuk kedalam nutrisi non-essensial

seperti kolesterol, kreatinin, dan glukosa. Nutrisi essensial dikelompokkan lagi

menjadi makronutrien dan mikronutrien (E.Brown, 2005).

2.2.2.1 Makronutrien

Makronutrien merupakan nutrisi atau zat gizi yang dibutuhkan dalam

jumlah besar, berguna dalam menyediakan kalori atau energi bagi tubuh yang

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 25: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

9

Universitas Indonesia

digunakan oleh tubuh untuk proses pertumbuhan, metabolisme, dan menjalankan

fungsi tubuh lainnya. Terdapat tiga jenis makronutrien yaitu karbohidrat, protein,

dan lemak.

Karbohidrat

Karbohidrat adalah senyawa organik yang mengandung atom karbon,

hidrogen, dan oksigen. Karbohidrat terdiri dari monosakarida, disakarida, dan

polisakarida. Yang termasuk kedalam monosakarida adalah glukosa ( dikenal juga

dengan sebutan gula darah atau dekstrosa), fruktosa, dan galaktosa. Disakarida

dibentuk dari dua molekul monosakarida, termasuk didalamnya adalah sukrosa

(gabungan dari glukosa dan fruktosa), maltosa (gabungan 2 molekul glukosa), dan

laktosa (gabungan glukosa dan galaktosa). Polisakarida dikenal sebagai

karbohidrat kompleks karena dibentuk oleh struktur kimiawi yang lebih kompleks

dibandingkan dengan karbohidrat sederhana, terdiri dari zat tepung atau kanji,

glikogen, dan serat. Semua jenis karbohidrat ini kecuali serat memberikan kalori

sebesar 4 kalori per gram. Karbohidrat merupakan makronutrien yang dibutuhkan

dalam jumlah paling besar dibandingkan dengan makronutrien lainnya. Menurut

Dietary reference Intakes yang dikeluarkan oleh USDA, 45-55 % kebutuhan

kalori berasal dari karbohidrat. Karbohidrat dibutuhkan sebagai sumber energi

bagi kebutuhan sel-sel jaringan tubuh, melindungi protein agar tidak dibakar

sebagai penghasil energi, membantu metabolisme lemak dan protein, penyerapan

kalsium, pencernaan (memperlancar defekasi), dan detoksifikasi zat-zat toksik

tertentu bila berada di hati (Hutagalung, 2004; Mckinley Health Center, 2008 &

E.Brown, 2005).

Protein

Protein dapat digunakan oleh tubuh sebagai penghasil energi, dimana

protein memberikan kalori sebesar 4 kalori per gram. Namun protein sebagai

penghasil energi ini bukan merupakan fungsi yang utama dari protein. Fungsi

utama dari protein adalah dalam membangun jaringan seperti otot, tulang, enzim,

dan sel darah merah. Protein dibentuk dari rantai asam amino. Asam amino

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 26: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

10

Universitas Indonesia

diklasifikasikan menjadi asam amino essensial dan non essensial. Asam amino

essensial merupakan asam amino yang tidak dapat diproduksi oleh tubuh, hanya

dapat dihasilkan melalui makanan. Yang termasuk kedalam asam amino essensial

yaitu histidine, isoleucine, leucine, lysine, metionin, fenilalanin, treonin, triptofan,

dan valin. Sedangkan asam amino nonessensial merupakan asam amino yang

dapat di sintesis oleh tubuh dan tidak dihasilkan dari makanan, terdiri dari alanin,

aspargin, asam aspartat, asam glutamik, glutamine, glisin, hidroksiprolin,

hidroksilysin, prolin, dan serin (E.Brown, 2005; Worthington-Roberts, 2000).

Lemak

Lemak adalah senyawa organik yang terdiri dari karbon, hidrogen, dan

oksigen. Lemak dikenal juga dengan sebutan lipid. Semua lemak merupakan

kombinasi dari asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh. Lemak jenuh

merupakan jenis lemak yang berasal dari sumber makanan hewani. Lemak jenuh

ini lebih berbahaya bagi kesehatan dibandingkan dengan lemak tak jenuh karena

lemak jenuh dapat meningkatkan kadar kolesterol dan low-density lipoprotein

(LDL) dalam darah. Dimana peningkatan kadar kolesterol dan LDL dalam darah

dapat meningkatkan resiko penyakit kardiovasculer. Disamping meningkatkan

resiko penyakit kardiovasculer, lemak jenuh juga dapat meningkatkan resiko

penyakit diabetes melitus tipe 2. Lemak tak jenuh banyak ditemukan didalam

minyak sayur. Ada dua jenis lemak tak jenuh yaitu monounsaturated fats (

contohnya minyak olive dan minyak canola) dan polyunsaturated fats (contohnya

ikan, bunga matahari, jagung, dan minyak yang berasal dari kacang kedelai).

Meskipun lemak tak jenuh ini dapat menurunkan kadar kolesterol darah, namun

lemak tak jenuh ini banyak menghasilkan kalori sehingga konsumsi lemak tak

jenuh ini juga harus dibatasi (Dietary fats, 2011; Fat, 2011).

2.2.2.2 Mikronutrien

Mikronutrien adalah nutrisi atau zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh

dalam jumlah yang sedikit. Meskipun dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit, zat

gizi ini memungkinkan tubuh untuk memproduksi enzim, hormon, dan zat kimia

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 27: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

11

Universitas Indonesia

lainnya yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan. Termasuk

kedalamnya adalah vitamin dan mineral.

Vitamin

Vitamin merupakan senyawa organik yang berasal dari tumbuhan dan

hewan. Hingga saat ini telah ditemukan sebanyak 13 jenis vitamin yang

diklasifikasikan berdasarkan kelarutannya yaitu larut dalam air dan tidak larut

dalam air atau larut dalam lemak. Karakteristik yang utama dari vitamin yaitu

merupakan zat organik yang hanya diperlukan dalam jumlah kecil untuk

metabolisme tubuh dan tidak dapat diproduksi oleh tubuh, harus dihasilkan

melalui makanan (E.Brown, 2005; Worthington-Robert, 2000).

Klasifikasi vitamin dapat dilihat pada tabel 4.1

Tabel 4.1

Klasifikasi Vitamin

Vitamin larut dalam air Vitamin larut dalam lemak

B-complex Vitamin A (retinol, beta-karoten)

Thiamin (B1) Vitamin D (1,25 dihidroksi-cholecalciferol)

Riboflavin (B2) Vitamin E (alfa-tocoferol)

Niacin (B3) Vitamin K

Vitamin B6

Asam folat

Vitamin B12

Biotin

Asam pantotenat (B5)

Vitamin C (asam askorbat)

Sumber : E.Brown, 2005

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 28: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

12

Universitas Indonesia

Vitamin tidak berperan dalam menghasilkan energi, masing-masing jenis

vitamin memiliki fungsi yang berbeda-beda. Beberapa jenis vitamin terutama

vitamin yang larut dalam air kecuali vitamin C berfungsi sebagai ko-enzim yaitu

senyawa kimia yang berfungsi dalam mengaktifkan enzim, dan beberapa jenis

lainnya berfungsi sebagai antioksidan yaitu senyawa kimia yang dapat mencegah

atau memperbaiki kerusakan sel yang diakibatkan oleh pajanan agen pengoksidasi

seperti oksigen, ozon, dan asap rokok juga agen pengoksidasi lainnya yang

diproduksi secara normal oleh tubuh (E.Brown, 2005).

Vitamin B terdiri dari thiamin (B1), riboflavin (B2), niacin (B3), asam

pantotenat (B5), biotin, B6, B12, dan asam folat. Vitamin B digunakan sebagai

koenzim yang membantu enzim dalam memproses karbohidrat, protein, dan

lemak. Juga membantu dalam membentuk sel darah merah. Vitamin B berperan

dalam fungsi sistem syaraf sehingga banyak digunakan sebagai dosis terapi untuk

mengurangi gejala gangguan mental seperti depresi ringan, kecemasan,

kebingungan, dan daya ingat yang buruk. Vitamin B dapat diperoleh dari

makanan yang mengandung protein tinggi seperti ikan, unggas, daging, telur, dan

produk olahan susu. Sayuran berwarna hijau dan kacang-kacangan juga

mengandung vitamin B. Kekurangan vitamin B terutama B12 atau B6 dapat

mengakibatkan anemia (B vitamins, 2011; Vitamin B dan jenisnya).

Vitamin C yang dikenal juga sebagai asam askorbat merupakan salah satu

jenis vitamin yang larut dalam air. Kelebihan vitamin C akan dikeluarkan dari

tubuh melalui urin. Berbeda dari vitamin B yang berperan sebagai koenzim,

vitamin C ini berperan sebagai antioksidan. Vitamin C diperlukan oleh tubuh

untuk pertumbuhan dan perbaikan semua jaringan tubuh juga membantu tubuh

dalam membentuk kolagen yaitu sejenis protein yang digunakan untuk

membentuk kulit, tulang rawan, tendon, ligament, dan pembuluh darah.

Kekurangan vitamin C dapat menyebabkan scurvy. Kebutuhan vitamin C berbeda-

beda tergantung dari umur, jenis kelamin dan keadaan khusus lainnya seperti

kehamilan. Berdasarkan Dietary Reference Intakes, kebutuhan vitamin C untuk

bayi berumur 7-12 bulan adalah 50 mg/hari. Untuk anak-anak berumur dibawah 5

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 29: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

13

Universitas Indonesia

tahun vitamin C yang dibutuhkan adalah 15 mg/hari, semakin bertambah umur

semakin besar vitamin C yang dibutuhkan. Pada usia remaja kebutuhan vitamin C

berbeda antara laki-laki dan perempuan. Remaja laki-laki membutuhkan vitamin

C lebih besar dibandingkan dengan remaja perempuan yaitu sebesar 75 mg/hari.

Begitu pula pada usia dewasa, dewasa perempuan membutuhkan vitamin C yang

lebih sedikit dari dewasa laki-laki yaitu sebesar 75 mg/hari. Untuk keadaan

khusus seperti wanita hamil dan mereka yang merokok, kebutuhan vitamin C

lebih besar dibandingkan dengan mereka yang tidak hamil dan tidak merokok

(Dietary supplement, 2011; Vitamin C, 2011; Vitamin C (ascorbic acid, 2011).

Vitamin A,D,E, dan K merupakan jenis-jenis vitamin yang larut dalam

lemak. Vitamin larut dalam lemak ini disimpan didalam hati dan jaringan lemak

untuk jangka waktu yang lama, sehingga jika di konsumsi secara berlebihan

menyebabkan resiko keracunan. Vitamin A penting untuk penglihatan,

pertumbuhan tulang, reproduksi, fungsi sel, dan sistem imun. Vitamin A yang

berasal dari hewan disebut retinol sedangkan yang berasal dari tumbuhan disebut

karotenoid. Karotenoid ini yang berperan sebagai antioksidan terutama beta-

karoten. Kekurangan vitamin A dapat menyebabkan rabun senja, peningkatan

resiko terkena infeksi, dan pertumbuhan terhambat. Vitamin A banyak ditemukan

didalam buah-buahan dan sayuran yang mengandung karoten seperti wortel.

Asupan vitamin A yang dianjurkan adalah kurang dari 3000 µg per hari.

Kelebihan asupan vitamin A dapat menyebabkan kerusakan hati, osteoporosis,

dan gelisah (Anderson & Young, 2008; Jensen & Bobroff, 2009).

Vitamin D berperan dalam penyerapan kalsium dan fosfor, terdapat dua

bentuk vitamin D yaitu ergocalciferol (vitamin D2) dan cholecalciferol (vitamin

D3). Sumber utama vitamin D adalah minyak ikan cod, ikan salmon, tuna,

sardine, herring, susu, sereal, dan telur. Kekurangan vitamin D pada anak-anak

menyebabkan rakhitis, sedangkan pada orang dewasa kekurangan vitamin D dapat

menyebabkan osteomalacia (Vitamin D, 2011; Worthington-Roberts, 2005).

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 30: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

14

Universitas Indonesia

Vitamin E berfungsi sebagai antioksidan. Beberapa orang menggunakan

vitamin E untuk terapi dan pencegahan penyakit jantung dan pembuluh darah.

Vitamin K diperlukan dalam proses pembekuan darah. Kekurangan vitamin K

dapat menyebabkan perdarahan (Vitamin E; Worthington-Roberts, 2005).

Mineral

Mineral merupakan elemen anorganik yang banyak terdapat di alam,

diklasifikasikan menjadi mineral mayor dan mineral minor. Perbedaan dari kedua

jenis mineral ini adalah dalam jumlah asupan sehari-hari. Mineral mayor

diperlukan tubuh lebih dari 100 mg per hari sedangkan mineral minor diperlukan

tubuh kurang dari 100 mg per hari. Yang termasuk kedalam mineral mayor adalah

kalsium, magnesium, fosfor, potassium (kalium), sodium (natrium), dan klorida.

Sedangkan yang termasuk mineral minor adalah kromiun, copper, iodium, besi,

fluoride, mangan, selenium, dan seng (zinc). Iodium adalah elemen yang

diperlukan dalam memproduksi hormon tiroid. Iodium tidak dapat diproduksi oleh

tubuh sehingga kebutuhan iodium harus dipenuhi melalui makanan. Jika didalam

tubuh tidak cukup terdapat iodin, maka hormon tiroid tidak dapat diproduksi.

Kekurangan iodium dapat mengakibatkan goiter, hipotiroid, dan retardasi mental

pada bayi dan anak-anak dengan ibu mengalami defisiensi iodine selama

kehamilan (Worden, 2011; Iodine deficiency, 2011).

Zat besi (fe) diperlukan tubuh untuk membuat protein hemoglobin dan

mioglobin. Hemoglobin ditemukan didalam sel darah merah dan mioglobin

ditemukan didalam otot. Kekurangan zat besi dapat mengakibatkan anemia

defisiensi besi. Pada anemia defisiensi besi, tubuh tidak dapat memproduksi

hemoglobin dalam jumlah yang cukup, sementara hemoglobin diperlukan untuk

membawa oksigen ke seluruh tubuh, akibatnya penderita anemia defisiensi besi

sering merasa lelah dan sesak nafas. Kelebihan zat besi dalam tubuh juga tidak

baik bagi kesehatan. Zat besi yang berlebihan didalam tubuh dapat meningkatkan

resiko penyakit hati (sirosis, kanker), serangan jantung atau gagal jantung,

diabetes mellitus, osteoarthritis, osteoporosis, sindrom metabolik, dan pada

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 31: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

15

Universitas Indonesia

beberapa kasus kelebihan zat besi menyebabkan kematian (Iron, 2011; Iron

overload, 2009; Iron deficiency anemia, 2011).

2.2.3 Status Gizi

Status gizi diartikan sebagai keadaan gizi seseorang yang diukur atau

dinilai pada satu waktu. Penilaian status gizi pada dasarnya merupakan proses

pemeriksaan keadaan gizi seseorang dengan cara mengumpulkan data penting,

baik yang bersifat objektif maupun subjektif, untuk kemudian dibandingkan

dengan baku yang telah tersedia. Komponen penilaian status gizi meliputi asupan

pangan, pemeriksaan biokimiawi, pemeriksaan klinis dan riwayat mengenai

kesehatan, pemeriksaan antropometris, dan data psikososial.

Anamnesis tentang asupan pangan merupakan tahap penilaian status gizi

yang paling sulit. Komponen anamnesis asupan pangan mencakup ingatan pangan

24 jam, kuesioner frekuensi pangan, riwayat pangan, catatan pangan, pengamatan,

dan konsumsi pangan keluarga.

Ingatan pangan 24 jam diartikan sebagai kegiatan mengingat kembali dan

mencatat jumlah serta jenis pangan dan minuman yang telah dikonsumsi

selama 24 jam. Metode ini merupakan metode pengumpulan data yang

paling banyak dan paling mudah digunakan..

Kuesioner frekuensi pangan (Food frequency Questionnaire/FFQ). Tujuan

mengisi FFQ adalah melengkapi data yang tidak dapat diperoleh melalui

ingatan 24 jam. Data yang didapat dengan FFQ merupakan data frekuensi

yakni beberapa kali sehari, seminggu, atau sebulan. Pada umumnya FFQ

digunakan untuk meranking orang berdasarkan besaran asupan zat gizi,

tetapi tidak dirancang untuk memperkirakan asupan secara absolut.

Kelemahan cara ini adalah tidak dapat menghasilkan data kuantitatif

tentang asupan pangan karena pangan yang disantap tidak diukur dan

pengisian kuesioner hanya mengandalkan ingatan.

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 32: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

16

Universitas Indonesia

Riwayat pangan (dietary history). Dengan cara ini data yang diperoleh

akan lebih lengkap. Keterangan yang didapat melalui metode ini adalah

keadaan ekonomi, kegiatan fisik, latar belakang etnis dan budaya, pola

makan dan kehidupan rumah tangga, nafsu makan, kesehatan gigi dan

mulut, alergi makanan dan makanan yang tidak disukai, keadaan saluran

pencernaan, penyakit menahun, obat yang digunakan, perubahan berat

badan, serta masalah pangan dan gizi. Metode riwayat pangan ini

merupakan penerapan ketiga komponen anamnesis asupan pangan yaitu

ingatan pangan 24 jam, kuesioner frekuensi pangan, dan catatan pangan.

Catatan pangan (food records). Catatan pangan harus rinci termasuk

bagaimana cara makanan dipersiapkan dan dimasak.

Pengamatan. Pengamatan langsung terhadap apa yang dimakan merupkan

cara yang paling tepat, meskipun membutuhkan waktu lebih lama dan

biaya lebih tinggi. Cara ini cocok diterapkan pada pasien rawat inap di

rumah sakit.

Konsumsi pangan keluarga. Cara ini meliputi kunjungan keluarga secara

berkala dengan mencatat jumlah, serta jenis bahan makanan yang dibeli

dan mencatat lamanya bahan tersebut habis. Cara ini lazim digunakan

dalam penelitian survei.

Pemeriksaan klinis yang dilakukan dalam penilaian status gizi meliputi

pemeriksaan fisik secara menyeluruh, termasuk riwayat kesehatan. Bagian tubuh

yang harus lebih diperhatikan adalah kulit, gigi, gusi, bibir, lidah, mata, dan alat

kelamin (khusus laki-laki) (Arisman, 2008).

Pemeriksaan antropometris merupakan pemeriksaan yang berhubungan

dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari

berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Parameter pemeriksaan antropometris

meliputi umur, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala,

lingkar dada, dan jaringan lunak. Cara pemaparan indikator antropometris

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 33: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

17

Universitas Indonesia

meliputi persentase, persentil, dan z-skor atau simpangan baku terhadap nilai

median acuan. Sedangkan indeks antropometri yang sering digunakan yaitu berat

badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), dan berat badan

menurut tinggi badan (BB/TB). Indeks antropometri ini berguna dalam

pengklasifikasian status gizi (Arisman, 2008; Supariasa, Bakri & fajar, 2001).

Dalam menentukan klasifikasi status gizi diperlukan ukuran baku atau

reference. Baku antropometri yang sekarang digunakan di Indonesia adalah

WHO-NCHS yaitu penggolongan status gizi berdasarkan indikator BB/TB, BB/U,

dan TB/U (Supariasa, Bakri & fajar, 2001).

2.2 Stunting

2.2.1 Definisi

Stunting atau malnutrisi kronik merupakan bentuk lain dari kegagalan

pertumbuhan. Definisi lain menyebutkan bahwa pendek dan sangat pendek adalah

status gizi yang didasarkan pada indeks panjang badan menurut umur (PB/U) atau

tinggi badan menurut umur (TB/U) yang merupakan padanan istilah stunted

(pendek) dan severely stunted (sangat pendek). Kategori status gizi berdasarkan

indeks panjang badan menurut umur (PB/U) atau tinggi badan menurut umur

(TB/U) anak umur 0-60 bulan dibagi menjadi sangat pendek, pendek normal

tinggi. Sangat pendek jika Z-score < -3 SD, pendek jika Z-score -3 SD sampai

dengan -2 SD normal jika Z-score -2 SD sampai dengan 2 SD dan tinggi jika Z-

score > 2 SD. Seorang anak yang mengalami kekerdilan (stunted) sering terlihat

seperti anak dengan tinggi badan yang normal, namun sebenarnya mereka lebih

pendek dari ukuran tinggi badan normal untuk anak seusianya. Stunting sudah

dimulai sejak sebelum kelahiran disebabkan karena gizi ibu selama kehamilan

buruk, pola makan yang buruk, kualitas makanan juga buruk, dan intensitas

frekuensi menderita penyakit sering. Berdasarkan ukuran tinggi badan, seorang

anak dikatakan stunted jika tinggi badan menurut umur kurang dari -2 z score

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 34: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

18

Universitas Indonesia

berdasarkan referensi internasional WHO-NCHS. Stunting menggambarkan

kegagalan pertumbuhan yang terjadi dalam jangka waktu yang lama, dan

dihubungkan dengan penurunan kapasitas fisik dan psikis, penurunan

pertumbuhan fisik, dan pencapaian di bidang pendidikan rendah. (The world

bank, 2010; UNICEF)

2.2.2 Epidemiologi

Satu dari tiga anak di Negara berkembang dan miskin mengalami stunted,

dengan jumlah kejadian tertinggi berada di kawasan Asia Selatan yang mencapai

46 % disusul dengan kawasan Afrika sebesar 38 %, sedangkan secara keseluruhan

angka kejadian stunted di Negara miskin dan berkembang mencapai 32 %.

Stunting ini disebabkan oleh kurangnya asupan makanan yang terjadi dalam

jangka waktu yang lama dan frekuensi menderita penyakit infeksi. Akibat dari

stunting ini meliputi perkembangan motorik yang lambat, mengurangi fungsi

kognitif, dan menurunkan daya berpikir.(UNICEF, 2007)

Menurut Martorell et al. (1995), stunting postnatal terjadi mulai usia 3

bulan pertama kehidupan, suatu kondisi dimana terjadi penurunan pemberian ASI,

makanan tambahan mulai diberikan dan mulai mengalami kepekaan terhadap

infeksi. Pendapat lain yang dikemukankan oleh Hautvast et al. (2000), kejadian

stunting bayi 0-3 bulan kemungkinan lebih disebabkan genetik orangtua

sedangkan pada usia 6-12 bulan lebih diakibatkan oleh kondisi lingkungan.

(Astari, Nasoetion & Dwiriani, 2006)

2.2.3 Penyebab Stunting

2.2.3.1 Pendidikan Ibu

Penelitian mengenai hubungan antara pendidikan ibu dengan kejadian

stunting yang dilakukan di Kenya memberikan hasil bahwa anak-anak yang

dilahirkan dari ibu yang berpendidikan beresiko lebih kecil untuk mengalami

malnutrisi yang dimanifestasikan sebagai wasting atau stunting daripada anak-

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 35: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

19

Universitas Indonesia

anak yang dilahirkan dari ibu yang tidak berpendidikan. Hasil yang sama juga

diperlihatkan dari hasil penelitian yang dilakukan di Mesir, dimana semakin tinggi

tingkat pendidikan ibu, resiko anak yang dilahirkan stunted semakin kecil.

Glewwe (1999) menjelaskan mengenai mekanisme hubungan antara pendidikan

ibu dengan kesehatan anak. Glewwe berpendapat bahwa mekanisme hubungan

pendidikan ibu dengan kesehatan anak terdiri dari tiga yaitu pengetahuan tentang

kesehatan, pendidikan formal yang diperoleh ibu dapat memberikan pengetahuan

atau informasi yang berhubungan dengan kesehatan; kemampuan melek huruf dan

angka, kemampuan melek huruf dan angka yang diperoleh dari pendidikan formal

memberikan kemampuan kepada ibu dalam membaca masalah kesehatan yang

dialami oleh anak dan melakukan perawatan; dan pajanan terhadap kehidupan

modern, pendidikan formal menjadikan ibu lebih dapat menerima pengobatan

modern. Dalam masyarakat dimana proporsi ibu berpendidikan tinggi,

memungkinkan untuk menyediakan sanitasi yang lebih baik, pelayanan kesehatan

dan saling berbagi pengetahuan, informasi mengenai kesehatan. Grossman dan

Kaestner (1997) juga mengatakan bahwa ibu yang berpendidikan akan lebih

mudah menerima dan memproses informasi kesehatan dibandingkan dengan ibu

yang tidek berpendidikan. (Frost et al, 2004; Zottarelli et al, 2007; Shrestha &

Findeis, 2007; Abuya et al, 2010)

2.2.3.2 Sanitasi

Sanitasi dasar adalah sarana sanitasi rumah tangga yang meliputi sarana

buang air besar, sarana pengelolaan sampah dan limbah rumah tangga.

(Kepmenkes No 852 tentang strategi nasional sanitasi total berbasis masyarakat).

Sedangkan menurut Depledge (1997) sanitasi dapat diartikan sebagai alat

pengumpulan dan pembuangan tinja serta air buangan masyarakat secara higienis

sehingga tidak membahayakan bagi kesehatan seseorang maupun masyarakat

secara keseluruhan. Sanitasi yang buruk merupakan penyebab utama terjadinya

penyakit di seluruh dunia, termasuk didalamnya adalah diare, kolera, disentri,

tifoid, dan hepatitis A. Di Afrika, 115 orang meninggal setiap jam akibat diare

yang dihubungkan dengan sanitasi buruk, higienis buruk, dan air yang

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 36: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

20

Universitas Indonesia

terkontaminasi. Diperkirakan sekitar 2,6 juta orang di seluruh dunia kekurangan

akses terhadap sanitasi. Jika keadaan ini terus berlanjut, pada tahun 2015 akan

terdapat 2,7 juta orang tanpa akses terhadap sanitasi dasar. Sanitasi yang baik

sangat penting terutama dalam menurunkan risiko kejadian penyakit dan

kematian, terutama pada anak-anak. Sanitasi yang baik dapat terpenuhi jika

fasilitas sanitasi yang aman, memadai dan dekat dengan tempat tinggal tersedia.

(depkes, 2008; WHO, 2011; Water and Sanitation Program-East Asia and The

Pasific)

2.2.3.3 Air Bersih

Air bersih merupakan faktor lingkungan yang mempengaruhi kesehatan.

Dua sampai lima juta orang meninggal setiap tahun akibat penyakit yang

ditularkan melalui air. Setengah dari seluruh populasi di Negara-negara miskin

dan berkembang menderita sakit yang diakibatkan karena kurangnya akses

terhadap air bersih dan sanitasi. Anak-anak yang bertahan hidup dengan sumber

air minum yang terkontaminasi kemungkinan besar akan menderita malnutrisi,

stunted, dan perkembangan otak (intelektual) yang terhambat. (Clean Water

Changed Lives)

2.2.3.4 ASI Eksklusif

ASI eksklusif atau lebih tepat pemberian ASI secara eksklusif adalah bayi

hanya diberi ASI saja, tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk,

madu, air teh, air putih, dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang,

pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan tim. Pemberian ASI secara eksklusif

ini dianjurkan untuk jangka waktu setidaknya selama 4 bulan, namun

rekomendasi terbaru UNICEF bersama World Health Asssembly (WHA) dan

banyak Negara lainnya adalah menetapkan jangka waktu pemberian ASI eksklusif

selama 6 bulan. Bayi sehat pada umumnya tidak memerlukan makanan tambahan

sampai usia 6 bulan. Pemberian makanan padat atau tambahan yang terlalu dini

dapat menggangu pemberian ASI eksklusif serta meningkatkan angka kesakitan

pada bayi. Tidak ada bukti yang memperlihatkan bahwa pemberian makanan

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 37: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

21

Universitas Indonesia

padat atau tambahan pada usia 4 atau 5 bulan lebih menguntungkan. (Roesli,

2000)

Banyak manfaat yang didapat dari pemberian ASI eksklusif yaitu sebagai

makanan tunggal untuk memenuhi semua kebutuhan pertumbuhan bayi sampai

usia 6 bulan, meningkatkan daya tahan tubuh bayi karena mengandung berbagai

zat anti kekebalan sehingga akan lebih jarang menderita sakit, melindungi anak

dari serangan alergi, mengandung asam lemak yang diperlukan untuk

pertumbuhan otak sehingga bayi dengan ASI eksklusif berpotensi menjadi lebih

pandai dibandingkan dengan bayi tanpa ASI eksklusif, meningkatkan daya

penglihatan dan kepandaian bicara, membantu pembentukan rahang yang bagus,

mengurangi resiko terkena penyakit kencing manis, kanker pada anak, dan diduga

mengurangi kemungkinan menderita penyakit jantung, menunjang perkembangan

motorik sehingga bayi ASI eksklusif akan lebih cepat bisa jalan, menunjang

perkembangan kepribadian, kecerdasan emosional, kematangan spiritual, dan

hubungan social yang baik. (Roesli, 2000)

2.2.3.5 Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)

Pemberian makanan pada bayi dan anak merupakan landasan yang penting

dalam proses pertumbuhan. Di seluruh dunia sekitar 30 % anak dibawah lima

tahun yang mengalami stunted merupakan konsekuensi dari praktek pemberian

makanan yang buruk dan infeksi berulang. Ketika ASI tidak lagi mencukupi

kebutuhan nutrisi bayi, makanan pendamping ASI harus diberikan untuk

memenuhi kebutuhan nutrisi bayi dan balita selama periode umur 18-24 bulan,

dimana masa tersebut merupakan masa yang rentan bagi bayi dan balita untuk

mudah terserang berbagai macam penyakit dan periode dimana keadaan

malnutrisi mulai terjadi. Meskipun bayi mendapatkan ASi dari ibu secara optimal,

namun jika setelah berusia 6 bulan tidak mendapatkan makanan pendamping yang

cukup baik dari segi kuantitas maupun kualitas, anak-anak akan tetap mengalami

stunted. Diperkirakan sekitar 6 % atau 600 ribu kematian anak dibawah lima

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 38: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

22

Universitas Indonesia

tahun dapat dicegah dengan memastikan bahwa anak-anak tersebut diberi

makanan pendamping secara optimal.(WHO, 2011; UNICEF, 2008)

Pemberian makanan pendamping ASI harus diberikan tepat pada

waktunya, artinya adalah bahwa semua bayi harus mulai menerima makanan

pendamping sebagai tambahan ASI mulai dari usia 6 bulan keatas dan diberikan

dalam jumlah yang cukup, artinya makanan pendamping harus diberikan dalam

jumlah, frekuensi, konsistensi yang cukup serta jenis makanan yang bervariasi

untuk memenuhi kebutuhan nutrisi selama masa pertumbuhan. (WHO, 2011)

WHO merekomendasikan bayi mulai menerima makanan pendamping

pada usia 6 bulan. Pada awal pemberian makanan pendamping, makanan

pendamping diberikan 2-3 kali sehari selama usia 6-8 bulan, kemudian meningkat

menjadi 3-4 kali sehari selama usia 9-11 bulan dan pada usia 12-24 bulan dapat

diberikan makanan ringan sebagai selingan makanan utama. (WHO,2011)

2.2.3.6 Imunisasi

Imunisasi merupakan suatu proses yang menjadikan seseorang kebal atau

dapat melawan terhadap penyakit infeksi. Pemberian imunisasi biasanya dalam

bentuk vaksin. Vaksin merangsang tubuh untuk membentuk sistem kekebalan

yang digunakan untuk melawan infeksi atau penyakit. Ketika tubuh kita diberi

vaksin atau imunisasi, tubuh akan terpajan oleh virus atau bakteri yang sudah

dilemahkan atau dimatikan dalam jumlah yang sedikit dan aman. Kemudian

sistem kekebalan tubuh akan mengingat virus atau bakteri yang telah dimasukkan

dan melawan infeksi yang disebabkan oleh virus atau bakteri tersebut ketika

menyerang tubuh kita di kemudian hari (Immunizations, 2010).

Terdapat empat tipe vaksin yang umum diberikan yaitu :

Vaksin hidup (aktif), biasanya menggunakan virus atau bakteri yang sudah

dilemahkan. Yang termasuk kedalam jenis vaksin ini yaitu vaksin MMR

(measles, mumps, dan Rubella) dan vaksin varicella untuk cacar air.

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 39: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

23

Universitas Indonesia

Vaksin mati (inaktif) yaitu vaksin yang dibuat dari protein atau bagian dari

virus atau bakteri dalam jumlah yang kecil. Yang termasuk kedalam jenis

vaksin ini yaitu vaksin MMR (measles, mumps, dan Rubella) dan vaksin

varicella.

Vaksin toxoid berisi toxin (racun) atau zat kimia yang dibuat dari bakteri

atau virus. Vaksin ini membuat tubuh kita kebal terhadap efek infeksi yang

berat seperti infeksi yang disebabkan oleh bakteri difteri dan tetanus.

Contoh vaksin ini adalah vaksin difteria dan tetanus,

Vaksin biosintetik berisi zat kimia yang terdapat dalam tubuh manusia

yang hampir sama dengan bagian dari virus atau bakteri. Contohnya

adalah vaksin konjugat untuk Haemophilus influenzae tipe B.

(Immunizations, 2010)

Ada dua jenis imunisasi yaitu imunisasi aktif dan imunisasi pasif. Pada

imunisasi aktif, tubuh secara aktif akan menghasilkan zat anti setelah adanya

rangsangan vaksin dari luar tubuh. Sedangkan pada imunisasi pasif, kadar zat anti

yang meningkat dalam tubuh bukan berasal dari produksi tubuh itu sendiri

melainkan diperoleh dari suntikan atau pemberian dari luar tubuh, contohnya

adalah ATS (Anti Tetanus Serum). Sesuai dengan program pemerintah tentang

Program Pengembangan Imunisasi (PPI), maka anak diharuskan mendapat

perlindungan terhadap 6 jenis penyakit utama, yaitu: penyakit TBC (dengan

pemberian vaksin BCG), difteria, tetanus, batuk rejan, poliomielitis dan campak

dan ditambah dengan hepatitis B (Pengertian Dasar Imunisasi, 2010).

2.2.3.7 Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR)

Berat bayi lahir rendah (BBLR) diartikan sebagai berat bayi ketika lahir

kurang dari 2500 gram dengan batas atas 2499 gram. (WHO). Banyak faktor yang

mempengaruhi kejadian BBLR terutama yang berkaitan dengan ibu selama masa

kehamilan. Berat badan ibu kurang dari 50 kg, keluarga yang tidak harmonis

termasuk didalamnya adalah kekerasan dalam rumah tangga dan tidak adanya

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 40: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

24

Universitas Indonesia

dukungan dari keluarga selama masa kehamilan, gizi ibu buruk terutama selama

masa kehamilan, kenaikan berat badan selama kehamilan kurang dari 7 kg, infeksi

kronik, tekanan darah tinggi selama kehamilan, kadar gula darah ibu tinggi selama

kehamilan, merokok, alcohol, dan genetic merupakan beberapa faktor penyebab

bayi yang dilahirkan BBLR (Reyes & Manalich, 2005).

Berat bayi lahir rendah (BBLR) merupakan masalah kesehatan masyarakat

yang banyak terjadi di Negara-negara miskin dan berkembang. Diperkirakan 15 %

dari seluruh bayi yang dilahirkan merupakan bayi dengan berat lahir rendah. Berat

bayi lahir rendah erat kaitannya dengan mortalitas dan morbiditas janin dan bayi,

penghambat pertumbuhan dan perkembangan kognitif dan penyakit kronik ketika

menginjak usia dewasa seperti diabetes tipe 2, hipertensi, dan jantung (UNICEF,

2004).

Berat bayi lahir rendah merupakan salah satu faktor yang berkontribusi

terhadap kematian, kesakitan, dan kejadian malnutrisi pada bayi. Setiap tahun

sekitar 21 juta bayi dengan berat lahir rendah dilahirkan. Persentase bayi yang

dilahirkan dengan berat lahir rendah sebesar 28 % di Asia Selatan, 14-15 % di

Afrika Sub-sahara, Afrika Utara dan Timur Tengah, dan 7-9 % di Amerika

Selatan, Kepulauan Karibia, Asia Timur, dan Negara-negara industri (Facts for

Feeding, 2006). Menurut Depkes RI tahun 2001, untuk di Indonesia sendiri belum

mempunyai angka untuk BBLR, proporsi BBLR ditentukan berdasarkan estimasi

yang sifatnya sangat kasar yaitu berkisar antara 7-14 % selama periode 1999-

2000. Jika proporsi ibu hamil adalah 2,5 % dari total penduduk maka setiap tahun

diperkirakan 355.000-710.000 dari 5 juta bayi lahir dengan kondisi BBLR

(Zaenab, R. & Joeharno, 2006)

2.2.3.8 Asupan Makanan (Konsumsi Energi dan Protein)

Asupan makanan berkaitan dengan kandungan nutrisi (zat gizi) yang

terkandung didalam makanan yang dimakan. Dikenal dua jenis nutrisi yaitu

makronutrisi dan mikronutrisi. Makronutrisi merupakan nutrisi yang menyediakan

kalori atau energi, diperlukan untuk pertumbuhan, metabolisme, dan fungsi tubuh

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 41: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

25

Universitas Indonesia

lainnya. Makronutrisi ini diperlukan tubuh dalam jumlah yang besar, terdiri dari

karbohidrat, protein, dan lemak. Nutrisi (zat gizi) merupakan bagian yang penting

dari kesehatan dan pertumbuhan. Nutrisi yang baik berhubungan dengan

peningkatan kesehatan bayi, anak-anak, dan ibu, sistem kekebalan yang kuat,

kehamilan dan kelahiran yang aman, resiko rendah terhadap penyakit tidak

menular seperti diabetes dan penyakit jantung, dan umur yang lebih panjang.

(WHO, 2011; Macronutriens, 2008).

Tanpa nutrisi yang baik akan mempercepat terjadinya stunting selama usia

6-18 bulan, ketika seorang anak berada pada masa pertumbuhan yang cepat dan

perkembangan otak hampir mencapai 90 % dari ukuran otak ketika anak tersebut

dewasa. Periode-periode ini merupakan periode dimana mulai diperkenalkannya

makanan pendamping ASI (Children at Risk of Stunting and Wasting).

2.2.3.9 Fasilitas Pelayanan Kesehatan

Salah satu subsistem dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) adalah

subsistem upaya kesehatan atau pelayanan kesehatan. Subsistem upaya kesehatan

ini merupakan suatu tatanan yang menghimpun berbagai upaya kesehatan

masyarakat (UKM) dan upaya kesehatan perorangan (UKP) secara terpadu dan

saling mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang

setinggi-tingginya. Tujuan dari subsistem upaya kesehatan adalah

terselenggaranya upaya kesehatan yang tercapai (accessible), terjangkau

(affordable) dan bermutu (quality) untuk menjamin terselenggaranya

pembangunan kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang

setinggi-tingginya. Subsistem upaya kesehatan terdiri dari upaya kesehatan

masyarakat (UPM) dan upaya kesehatan perorangan (UKP). (Depkes RI, Sistem

Kesehatan Nasional, 2004)

UKM adalah setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah dan atau

masyarakat serta swasta, untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta

mencegah dan menanggulangi timbulnya masalah kesehatan di masyarakat. UKM

mencakup upaya-upaya promosi kesehatan, pemeliharaan kesehatan,

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 42: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

26

Universitas Indonesia

pemberantasan penyakit menular, kesehatan jiwa, pengendalian penyakit tidak

menular, penyehatan lingkungan dan penyediaan sanitasi dasar, perbaikan gizi

masyarakat, pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan, pengamanan

penggunaan zat aditif (bahan tambahan makanan) dalam makanan dan minuman,

pengamanan narkotika, psikotropika, zat adiktif dan bahan berbahaya, serta

penanggulangan bencana dan bantuan kemanusiaan. Sedangkan UKP adalah

setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah dan atau masyarakat serta swasta,

untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan

menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan. UKP

mencakup upaya-upaya promosi kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan

rawat jalan, pengobatan rawat inap, pembatasan dan pemulihan kecacatan yang

ditujukan terhadap perorangan. Dalam UKP juga termasuk pengobatan tradisional

dan alternatif serta pelayanan kebugaran fisik dan kosmetika. (Depkes RI, Sistem

Kesehatan Nasional, 2004)

Bentuk pokok upaya kesehatan masyarakat (UKM) terdiri dari tiga strata.

Strata pertama adalah puskesmas dengan fungsi utama sebagai pusat penggerak

pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat di bidang

kesehatan dan pusat pelayanan kesehatan tingkat dasar. Ada enam jenis pelayanan

tingkat dasar yang harus dilaksanakan oleh Puskesmas, yakni promosi kesehatan,

kesehatan ibu, anak dan keluarga berencana, perbaikan gizi, kesehatan

lingkungan, pemberantasan penyakit menular dan pengobatan dasar. Strata kedua

adalah Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Strata ketiga adalah Dinas Kesehatan

Provinsi dan Departemen Kesehatan. (Depkes RI, Sistem Kesehatan Nasional,

2004)

Upaya kesehatan Perorangan (UKP) juga terditi dari tiga strata. Strata

pertama atau UKP tingkat dasar adalah pemerintah, masyarakat dan swasta yang

diwujudkan melalui berbagai bentuk pelayanan profesional, seperti praktik bidan,

praktik perawat, praktik dokter, praktik dokter gigi, poliklinik, balai pengobatan,

praktik dokter/klinik 24 jam, praktik bersama dan rumah bersalin. Strata kedua

atau UKP tingkat lanjut adalah pemerintah, masyarakat dan swasta yang

diwujudkan dalam bentuk praktik dokter spesialis, praktik dokter gigi spesialis,

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 43: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

27

Universitas Indonesia

klinik spesialis, balai pengobatan penyakit paru-paru (BP4), balai kesehatan mata

masyarakat (BKMM), balai kesehatan jiwa masyarakat (BKJM), rumah sakit

kelas C dan B non pendidikan milik pemerintah (termasuk TNI/POLRI dan

BUMN) dan rumah sakit swasta. Strata ketiga atau UKP tingkat lanjutan adalah

pemerintah, masyarakat dan swasta yang diwujudkan dalam bentuk praktik dokter

spesialis konsultan, praktik dokter gigi spesialis konsultan, klinik spesialis

konsultan, rumah sakit kelas B pendidikan dan kelas A milik pemerintah

(termasuk TNI/POLRI dan BUMN) serta rumah sakit khusus dan rumah sakit

swasta. Berbagai sarana pelayanan ini di samping memberikan pelayanan

langsung juga membantu sarana UKP strata kedua dalam bentuk pelayanan

rujukan medik. Seperti UKP strata kedua, UKP strata ketiga ini juga didukung

oleh berbagai pelayanan penunjang seperti apotek, laboratorium klinik dan optik.

(Depkes RI, Sistem Kesehatan Nasional, 2004)

Permasalahan yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan adalah

terbatasnya aksesibilitas terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas terutama

pada kelompok penduduk miskin, penduduk daerah tertinggal, terpencil dan di

daerah perbatasan serta pulau-pulau terluar. Hal ini antara lain disebabkan oleh

karena kendala jarak, biaya dan kondisi fasilitas pelayanan kesehatan seperti

puskesmas dan jaringannya yang belum sepenuhnya dapat dijangkau oleh

masyarakat. Meskipun terjadi peningkatan yang signifikan terhadap jangkauan

sarana kesehatan dan pemanfaatan fasilitas kesehatan, namun akses penduduk

terhadap fasilitas kesehatan belum optimal. Di Indonesia masih terdapat 33,7 %

penduduk yang mengalami kendala jarak dan biaya. Di pulau Jawa dengan jumlah

penduduk yang lebih padat, akses terhadap pelayanan kesehatan relatif mudah

karena permukiman penduduk lebih dekat dengan Puskemas dan jaringannya.

Namun, di kawasan Indonesia bagian timur, dengan jumlah penduduk kecil dan

bertempat tinggal tersebar dan menghadapi kendala geografis menyebabkan akses

masyarakat terhadap fasilitas kesehatan lebih rendah.

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 44: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

28

Universitas Indonesia

2.2.3.10 Pengeluaran Rumah Tangga (Ekonomi)

Besarnya pendapatan yang diperoleh atau diterima rumah tangga dapat

menggambarkan kesejahteraan suatu masyarakat. Namun demikian data

pendapatan yang akurat sulit diperoleh, sehingga dilakukan pendekatan melalui

pengeluaran rumah tangga. Pengeluaran rumah tangga dapat dibedakan menurut

Pengeluaran Makanan dan Bukan Makanan, dimana menggambarkan bagaimana

penduduk mengalokasikan kebutuhan rumah tangganya. Pengeluaran untuk

konsumsi makanan dan bukan makanan berkaitan erat dengan tingkat pendapatan

masyarakat. Di negara yang sedang berkembang, pemenuhan kebutuhan makanan

masih menjadi merupakan prioritas utama, dikarenakan untuk memenuhi

kebutuhan gizi. (Consumption and Cost)

Hartoyo et al. (2000) mengatakan bahwa keluarga terutama ibu dengan

pendapatan rendah biasanya memiliki rasa percaya diri yang kurang dan memiliki

akses terbatas untuk berpartisipasi pada pelayanan kesehatan dan gizi seperti

Posyandu, Bina Keluarga Balita dan Puskesmas, oleh karena itu mereka memiliki

resiko yang lebih tinggi untuk memiliki anak yang kurang gizi (Martianto et al.,

2008).

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 45: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

29

Universitas Indonesia

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Teori

Terdapat tiga penyebab utama seorang anak menjadi stunted yaitu asupan

makanan yang kurang, berat lahir rendah, dan riwayat penyakit infeksi. Dimana

ketiga penyebab utama ini saling berhubungan satu dengan lainnya. Penyakit

menyebabkan asupan makanan kedalam tubuh berkurang, sebaliknya asupan

makanan yang kurang akan menyebabkan tubuh mudah terserang penyakit.

Masing-masing penyebab utama stunting ini merupakan akar masalah

kejadian stunting pada tingkat rumah tangga (keluarga). Pendapatan keluarga

yang rendah berhubungan dengan asupan makanan yang kurang. Keluarga dengan

jumlah anggota keluarga yang besar , jarak kelahiran antara anak yang satu

dengan anak yang lainnya pendek, dan kebiasaan pola makan selama kehamilan

berhubungan dengan kejadian berat lahir rendah. Kebiasaan pola makan yang

buruk juga dapat dihubungkan dengan kurangnya asupan makanan pada bayi,

meskipun berada dalam keluarga dengan kondisi ekonomi yang baik. Perawatan

kesehatan yang kurang (termasuk imunisasi) dan akses terhadap air dan sanitasi

yang buruk berhubungan dengan peningkatan kejadian penyakit.

Setiap masalah yang terdapat pada tingkat rumah tangga (keluarga)

berhubungan dengan masalah yang ada pada tingkat masyarakat. Faktor ekonomi,

sistem pendidikan, sistem kesehatan, dan sistem penyediaan air bersih dan sanitasi

pada tingkat masyarakat berpengaruh terhadap kejadian stunting. Berikut ini

skema mengenai penyebab kejadian stunting pada anak dibawah 5 tahun

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 46: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

30

Universitas Indonesia

STUNTING

Anak

Keluarga

Masyarakat

Gambar 3.1 Kerangka teori kejadian stunting (sumber : UNICEF)

Asupan makanan kurang Berat lahir rendah Status kesehatan buruk (riwayat

menderita penyakit)

Perawatan

kesehatan

buruk

Praktek pemberian

makanan pada

bayi, sanitasi, dan

perawatan selama

kehamilan buruk

Jumlah dan

struktur

keluarga

Pendapatan

kelurga

rendah

Kualitas

dan

kuantitas

makanan

yang tidak

mencukupi

Pelayanan

air bersih

dan

sanitasi

buruk

Sosial Ekonomi

(infrastruktur jalan,

lapangan pekerjaan,

sumber makanan)

Pendidikan

(infrastruktur sekolah,

kualitas pendidikan)

Kesehatan (fasilitas

kesehatan, kualitas

perawatan kesehatan,

peralatan kesehatan)

Lingkungan (air

bersih, sanitasi)

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 47: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

31

Universitas Indonesia

3.2 Kerangka Konsep

Konsep dari penelitian yang akan dilakukan merupakan penyederhanaan

dari kerangka teori yang bersumber dari UNICEF. Variabel yang akan diteliti

meliputi pendidikan ibu, fasilitas pelayanan kesehatan, dan akses terhadap sanitasi

dan air bersih, mewakili faktor penyebab stunting pada tingkat masyarakat.

Variabel pola asuh anak (ASI dan makanan pendamping ASI), dan pendapatan

keluarga merupakan variabel yang akan diteliti mewakili faktor penyebab stunting

pada tingkat rumah tangga (keluarga). Sedangkan faktor penyebab stunting yang

akan di teliti pada tingkat individu adalah asupan makanan (konsumsi protein,

lemak, dan karbohidrat), imunisasi dasar, dan berat badan lahir rendah (BBLR).

Secara skematis kerangka konsep penelitian dapat dilihat pada gambar 3.2

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 48: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

32

Universitas Indonesia

Langsung

Tidak

langsung

Keluarga

Tidak

langsung

komunitas

Gambar 3.2 Kerangka konsep penelitian

Asupan makanan

(konsumsi energy

dan konsumsi

protein)

Imunisasi

dasar

(kelengkapa

n imunisasi

dasar)

Berat bayi lahir

rendah (BBLR)

Pola asuh makan anak

(pemberian ASI

ekslusif dan makanan

pendamping ASI)

Pendapatan keluarga

Tingkat pendidikan

ibu

Fasilitas pelayanan

kesehatan

Akses sanitasi dan air

bersih

umur Jenis

kelamin

STUNTING

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 49: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

33

Universitas Indonesia

3.3 Hipotesis

Ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan kejadian stunting di

Provinsi Papua Barat pada tahun 2010

Ada hubungan antara fasilitas pelayanan kesehatan dengan kejadian stunting

di Provinsi Papua Barat pada tahun 2010

Ada hubungan antara akses sanitasi dengan kejadian stunting di Provinsi

Papua Barat pada tahun 2010

Ada hubungan antara akses air bersih dengan kejadian stunting di Provinsi

Papua Barat pada tahun 2010

Ada hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian stunting di

Provinsi Papua Barat pada tahun 2010

Ada hubungan antara MP-ASI dengan kejadian stunting di Provinsi Papua

Barat pada tahun 2010

Ada hubungan antara pendapatan keluarga dengan kejadian stunting di

Provinsi Papua Barat pada tahun 2010

Ada hubungan antara konsumsi energi dengan kejadian stunting di Provinsi

Papua Barat pada tahun 2010

Ada hubungan antara konsumsi protein dengan kejadian stunting di Provinsi

Papua Barat pada tahun 2010

Ada hubungan antara imunisasi dasar dengan kejadian stunting di Provinsi

Papua Barat pada tahun 2010

Ada hubungan antara berat bayi lahir rendah (BBLR) dengan kejadian

stunting di Provinsi Papua Barat pada tahun 2010

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 50: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

34

Universitas Indonesia

3.4 Definisi Operasional

Variabel Definisi Alat ukur Cara ukur Hasil ukur Skala ukur

Stunting Gabungan dari kategori

status gizi sangat pendek

dan pendek. Sangat

pendek jika Z-score <-3

SD dan pendek jika Z-

score _3 SD sampai

dengan 2 SD

(Kemenkes).

Antropometri Dengan menggunakan WHO-

anthropometri, tinggi

badan/panjang badan

dibandingkan dengan standar

tinggi badan/panjang badan

WHO dengan memperhatikan

umur, tanggal survey dan jenis

kelamin.

1 = Zscore < -3

SD s/d < -2 SD

0 = Zscore ≥ -2

SD

Nominal

Pendidikan Ibu Jenjang pendidikan

tertinggi yang ditamatkan

oleh ibu, yang ditandai

dengan ijazah (BPS).

Kuesioner

(RKD10.RT ,

P . IV.8 no urut

ART 2)

Menggabungkan beberapa

jenjang pendidikan yang setara

kedalam satu kelompok

1 = tidak pernah

sekolah, tidak

tamat SD/MI,

tamat SD/MI

(pendidikan

dasar)

0 = tamat

Nominal

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 51: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

35

Universitas Indonesia

SLTP/MTS,

tamat SLTA/MA,

tamat D1/D2/D3,

tamat PT

(pendidikan

lanjutan)

Fasilitas

pelayanan

kesehatan

Suatu alat dan atau

tempat yang digunakan

untuk menyelenggarakan

upaya pelayanan

kesehatan baik promotif,

preventif, kuratif,

maupun rehabilitative

yang dilakukan oleh

pemerintah, pemerintah

daerah, atau masyarakat

(UU No 36 tahun 2009

tentang kesehatan).

Kuesioner

(RKD 10.RT,

P.V.1)

Dikatakan ada fasilitas

pelayanan kesehatan jika pada

daerah tersebut terdapat

minimal satu jenis fasilitas

pelayanan kesehatan tanpa

memperhatikan akses untuk

mencapai fasilitas kesehatan

tersebut

1 = tidak ada

fasilitas

pelayanan

kesehatan

0 = ada fasilitas

pelayanan

kesehatan

Nominal

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 52: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

36

Universitas Indonesia

Sanitasi dasar Sarana sanitasi rumah

tangga yang meliputi

sarana buang air besar,

sarana pengelolaan

sampah dan limbah

rumah tangga (Depkes,

2008).

Kuesioner

(RKD 10. RT,

P.VI.9a;

P.VI.10;

P.VI.12)

Sanitasi dasar dikelompokkan

berdasarkan ada tidaknya

sarana buang air besar yang

tidak digunakan secara

bersama-sama /umum,

pengelolaan sampah tanpa

dibuang ke parit/kali dan

dibuang sembarangan, dan ada

tidaknya sarana pembuangan

air limbah /SPAL

1 = tidak ada

sanitasi dasar

0 = ada sanitasi

dasar

Nominal

Air bersih Air leding, keran umum,

air hujan atau mata air

dan sumur tertutup yang

jaraknya lebih dari 10 m

dari pembuangan kotoran

dan pembuangan sampah

(BPS).

Kuesioner

(RKD 10.RT,

P.VI.1a;

P.VI.2a; P.VI.3)

Ada air bersih jika air untuk

keperluan RT, minum dan

memasak tidak berasal dari

sumur gali tak terlindungi,

mata air tak terlindungi dan air

sungai/danau/irigasi

1 = tidak ada air

bersih

0 = ada air bersih

Nominal

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 53: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

37

Universitas Indonesia

Pendapatan

rumah tangga

biaya yang dikeluarkan

untuk konsumsi semua

anggota rumah tangga

selama sebulan baik yang

berasal dari pembelian,

pemberian maupun

produksi sendiri dibagi

dengan banyaknya

anggota rumah tangga

dalam rumah tangga

tersebut (BPS).

Kuesioner

(RKD 10.RT)

Pendapatan rumah tangga

dilihat dengan

membandingkan pandapatan

perkapita masing-masing

rumah tangga dengan median

dari pendapatan perkapita

tersebut, pendapatan tinggi

jika ≥ median dan pendapatan

rendah jika < median

1 = pendapatan

rendah

0 = pendapatan

tinggi

Nominal

ASI eksklusif Air Susu Ibu yang

diberikan kepada bayi

lahir sampai dengan bayi

berusia 6 bulan tanpa

diberikan makanan dan

minuman lain (Kamus

Gizi).

Kuesioner

(RKD10.IND,

P.IX.Eb01;

P.IX.Eb04)

ASI eksklusif jika responden

diberikan ASI dan sebelum

ASI keluar tidak diberikan

minuman atau makanan lain

1 = tidak ASI

eksklusif

0 = ASI eksklusif

Nominal

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 54: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

38

Universitas Indonesia

Makanan

pendamping

ASI (MP-ASI)

Makanan atau minuman

yang mengandung zat

gizi, yang diberikan

kepada bayi atau anak

usia 6-24 bulan guna

memenuhi kebutuhan gizi

selain yang didapatkan

dari ASI (Kamus Gizi).

Kuesioner

(RKD10.IND,

Eb09)

Diberikan MP-ASI jika

responden mulai diberikan

makanan pada umur ≥ 6 bulan

dan jenis makanan yang

diberikan bukan susu formula,

susu non formula dan air tajin

1 = tidak MP-

ASI

0 = MP-ASI

Nominal

Berat Bayi

Lahir Rendah

Berat bayi ketika lahir

kurang dari 2500 gram

(WHO).

Kuesioner

(RKD10.IND,

P.VIII.Ea05)

BBLR diukur dengan

menanyakan apakah responden

ketika lahir ditimbang atau

tidak dan jika ditimbang

berapa beratnya

1 = BBLR

0 = tidak BBLR

Nominal

Imunisasi

dasar

Pemberian imunisasi

awal untuk mencapai

kadar kekebalan diatas

ambang perlindungan,

meliputi Hepatitis B,

Kuesioner

(RKD10.IND,

P.VIII.Ea18a,

Ea18c, Ea18e,

Imunisasi dasar diukur

terhadap responden yang

berumur 9 bulan keatas dengan

memperhatikan apakah

responden menerima kelima

1 = tidak

imunisasi dasar

0 = imunisasi

dasar

Nominal

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 55: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

39

Universitas Indonesia

BCG, Polio, DPT, dan

Campak (Kepmenkes No

1059 tentang pedoman

penyelenggaraan

imunisasi).

Ea18h, Ea18k) jenis imunisasi dasar

Konsumsi

Energi

Konsumsi energi

berdasarkan angka

kecukupan gizi (energi)

yaitu sebesar 550 kkal

untuk usia 0-6 bulan, 650

kkal untuk 7-12 bulan,

1000 kkal untuk 13-36

bulan dan 1550 kkal

untuk 37-59 bulan

(Depkes).

Kuesioner Konsumsi energi diukur

dengan membandingkan

jumlah energi yang

dikonsumsi sesuai dengan

umurnya dengan jumlah energi

pada angka kecukupan gizi

1 = konsumsi

energi rendah

0 = konsumsi

energi tinggi

Nominal

Konsumsi

Protein

Konsumsi protein

berdasarkan angka

kecukupan gizi (protein)

Kuesioner Konsumsi protein diukur

dengan membandingkan

jumlah protein yang

1 = konsumsi

protein rendah

Nominal

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 56: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

40

Universitas Indonesia

yaitu sebesar 10 gr untuk

usia 0-6 bulan, 16 gr

untuk 7-12 bulan, 25 gr

untuk 13-36 gr, dan 39 g

untuk 37-59 bulan

(Depkes).

dikonsumsi sesuai dengan

umurnya dengan jumlah

protein pada angka kecukupan

gizi

0 = konsumsi

protein tinggi

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 57: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

41

Universitas Indonesia

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional sesuai dengan desain

penelitian Riskesdas juga sesuai dengan tujuan penelitian yang akan dilakukan yaitu

untuk melihat hubungan antara faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian

stunting pada anak dibawah lima tahun (0-59 bulan) di Provinsi Papua Barat pada

tahun 2010.

4.2 Riskesdas 2010

Riskesdas 2010 merupakan kegiatan riset kesehatan berbasis masyarakat yang

diarahkan untuk mengevaluasi pencapaian indikator Millenium Development Goals

(MDGs) bidang kesehatan di tingkat nasional dan provinsi.

Tujuan utama Riskesdas 2010 adalah mengumpulkan dan menganalisa data

indikator MDGs kesehatan dan faktor yang mempengaruhinya. Desain Riskesdas

2010 adalah potong lintang (cross sectional) dan merupakan penelitian non-

intervensi. Populasi sampel mewakili seluruh rumah tangga di Indonesia. Pemilihan

sampel dilakukan secara random dalam dua tahap. Tahap pertama melakukan

pemilihan blok sensus (BS) dan tahap kedua pemilihan rumah tangga, yaitu sejumlah

25 rumah tangga untuk setiap BS. Besar sampel yang dipilih unruk kesehatan

masyarakat adalah sebesar 2.800 BS dengan 70.000 rumah tangga, sedangkan untuk

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 58: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

42

Universitas Indonesia

sampel biomedis adalah sebesar 823 BS dengan 20.575 rumah tangga. Sampel BS

tersebar di 33 Provinsi dan 441 Kabupaten/Kota.

Data yang dikumpulkan meliputi keterangan rumah tangga dan keterangan

anggota rumah tangga. Keterangan rumah tangga meliputi identitas, fasilitas

pelayanan kesehatan, sanitasi lingkungan dan pengeluaran rumah tangga. Keterangan

individu meliputi identitas individu, penyakit khususnya malaria dan TB,

pengetahuan dan perilaku kesehatan, kesehatan anak, kesehatan reproduksi terkait

dengan cara KB, pelayanan kesehatan selama kehamilan, persalinan, dan nifas,

masalah keguguran dan kehamilan yang tidak diinginkan, perilaku seksual, konsumsi

makan dalam 24 jam terakhir. Pengukuran tinggi badan/panjang badan dan berat

badan dilakukan pada setiap responden, dan pemeriksaan darah malaria dilakukan

dengan Rapid Diagnostic Test (RDT), sedangkan untuk TB paru dilakukan

pemeriksaan dahak pagi dan sewaktu hanya pada kelompok umur 15 tahun keatas.

4.3 Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi

Populasi dalam Riskesdas 2010 adalah seluruh rumah tangga biasa yang

mewakili 33 Provinsi. Sedangkan Populasi pada penelitian ini adalah seluruh rumah

tangga yang memiliki anggota rumah tangga berumur 0-59 bulan.

4.3.2 Sampel

Sampel penelitian adalah anggota rumah tangga berumur 0-59 bulan.

Pengambilan sampel dilakukan dengan cara two stage sampling.

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 59: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

43

Universitas Indonesia

4.3.3 Besar Sampel

Penelitian yang dilakukan ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara

variabel-variabel independen dengan variabel dependen atau dengan kata lain

penelitian ini bertujuan untuk menguji hipotesis. Untuk variabel-variabel yang akan

diteliti itu sendiri merupakan variabel kategorik. Karena penelitian ini bertujuan

untuk menguji hipotesis terhadap variabel-variabel kategorik, maka rumus besar

sampel yang digunakan adalah rumus besar sampel untuk uji hipotesis beda 2

proporsi dengan cara dua sisi (two tail). Rumus untuk menghitung besar sampel

adalah sebagai berikut :

n = ( Z1-α/2√2PQ + Z1-β√P1Q1 + P2Q2)2

( P1 – P2)2

Dimana :

Z1-α/2 : Derajat kemaknaan α pada uji 2 sisi (two tail)

Z1-β : kekuatan uji (power) 1-β

P1 : Proporsi pada kelompok yang nilainya merupakan asumsi peneliti

P2 : Proporsi pada kelompok yang sudah diketahui nilainya

P : Proporsi total {(P1+P2)/2}

Q1 : 1 – P1

Q2 : 1 – P2

Q : 1 – P

Untuk analisis regresi logistik, perhitungan besar sampel dapat dilakukan

dengan beberapa cara salah satunya adalah dengan menghitung besar sampel untuk

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 60: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

44

Universitas Indonesia

tiap variabel independen yang diteliti. Pada penelitian ini terdapat sembilan variabel

independen. Dengan demikian terdapat Sembilan kali perhitungan besar sampel.

Besar sampel minimal yang diambil adalah besar sampel yang paling besar. Rumus

besar sampel untuk masisng-masing variabel independen adalah rumus besar sampel

untuk uji hipotesis beda 2 proporsi dengan cara dua sisi (two tail). Besar sampel

minimal yang diperbolehkan untuk penelitian ini dengan tingkat kesalahan α 5 % dan

kekuatan uji 1-β 80 % dapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1

Besar sampel untuk tiap variabel independen

Variabel

independen

P1 P2 Besar sampel Sumber penelitian

Tingkat

pendidikan ibu

78 %

(0,78)

58 %

(0,58)

71 Gurung, 2010

Fasilitas

pelayanan

kesehatan

70 %

(0,70)

50 %

(0,50)

93 Hong at el., 2006

Akses sanitasi

dasar

71 %

(0,71)

51 %

(0,51)

82 UNICEF, FAO, & WFP,

2010

Akses air bersih 62%

(0,62)

42 %

(0,42)

89 Hong at el., 2006

ASI eksklusif 75%

(0,75)

55 %

(0,55)

89 Hong at el., 2006

Makanan

pendamping

ASI (MP-ASI)

67 %

(0,67)

47 %

(0,47)

86 Teshome et al., 2009

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 61: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

45

Universitas Indonesia

Pendapatan

keluarga

74 %

(0,74)

54 %

(0,54)

89 Hong et al., 2006

Konsumsi

energi

38 %

(0,38)

18 %

(0,18)

64 Norhayati et al., 1997

Konsumsi

protein

38 %

(0,38)

18 %

(0,18)

64 Norhayati et al., 1997

Imunisasi dasar 67 %

(0,67)

47 %

(0,47)

86 Yimer, 2000

BBLR 61 %

(0,61)

41 %

(0,41)

89 Mbuya et al., 2010

Dari perhitungan besar sampel minimal diperoleh besar sampel minimal untuk

penelitian ini adalah sebesar 93. Karena pada pemilihan sampel rumah tangga dalam

Riskesdas 2010 dilakukan secara random dalam dua tahap maka harus diperhitungkan

deff. Deff adalah perbandingan varians pada desain sampel kompleks (cluster)

dibandingkan dengan varians yang diperoleh jika survei dilakukan dengan desain

sampel acak sederhana (SRS). Rentang nilai deff biasanya berkisar 2-4, sehingga

dengan nilai deff sebesar 2, besar sampel minimal untuk penelitian ini adalah sebesar

186. Dengan sampel yang didapat untuk penelitian sebesar 291, maka besar sampel

minimal penelitian terpenuhi.

4.4 Pengumpulan Data

Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder Riskesdas

2010. Pengumpulan data dilakukan untuk mengumpulkan informasi tentang data

rumah tangga dan individu yang dilakukan dengan teknik wawancara menggunakan

kuesioner RKD10.RT untuk data rumah tangga dan RKD10.IND untuk data individu.

Kuesioner RKD10.RT yang digunakan pada penelitian ini adalah blok IV tentang

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 62: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

46

Universitas Indonesia

anggota rumah tangga, blok V tentang fasilitas pelayanan kesehatan, blok VI tentang

sanitasi lingkungan, dan blok VII tentang pengeluaran rumah tangga. Untuk

kuesioner RKD10. IND yang digunakan pada penelitian ini adalah blok VIII tentang

kesehatan anak yang mencakup kesehatan bayi dan anak balita (imunisasi) dan ASI

dan MP-ASI, blok IX tentang konsumsi makanan individu, dan blok X tentang

pengukuran tinggi/panjang badan dan berat badan. Untuk tinggi padan/panjang badan

dikonversikan kedalam bentuk nilai terstandar (Z-score) dengan menggunakan baku

antropometri balita WHO 2005.

4.5 Pengolahan Data

Data Riskesdas yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data hasil

survei. Pada survei dimana desain sampel lebih kompleks, probabilitas terpilihnya

subjek pada strata atau klaster tidak sama sehingga kaidah EPSEM (Equal

Probabilityof Selection Method) sulit terpenuhi. Agar kaidah EPSEM terpenuhi maka

pada desain kompleks dilakukan pembobotan. Pembobotan ini bertujuan untuk

menyamakan probabilitas terpilihnya subjek pada strata atau klaster yang berbeda.

Sedangkan untuk pengolahan data karena data merupakan data survei dimana desain

sampel lebih kompleks maka pengolahan data dilakukan menggunakan spss dengan

desain kompleks.

4.6 Analisis Data

4.6.1 Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif dilakukan untuk mengetahui gambaran mengenai variabel-

variabel yang akan diteliti. Untuk variabel kategorik, statistik ditampilkan dalam

jumlah atau frekuensi tiap kategori (n) dan persentase tiap kategori (%) disajikan

dalam bentuk tabel atau grafik. Sedangkan untuk variabel numerik, statistik yang

ditampilkan adalah ukuran pemusatan yaitu mean, median, dan modus dan ukuran

penyebaran yaitu standar deviasi, varians, koefisien varians, interkuartil, range, dan

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 63: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

47

Universitas Indonesia

nilai minimum-maksimum yang juga disajikan dalam bentuk tabel atau grafik. Untuk

variabel numerik dilihat juga apakah data mempunyai distribusi normal atau tidak

normal, karena akan mempengaruhi dalam penggunaan ukuran pemusatan dan ukuran

persebaran.

4.6.2 Analisis bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel

independen dan variabel dependen. Pada penelitian ini baik variabel independen

maupun variabel dependen adalah variabel kategorik, sehingga analisis bivariat yang

dilakukan adalah uji chi-square.

Uji chi-square dilakukan untuk melihat hubungan antara dua variabel

kategorik. Dasar dari uji chi-square ini adalah membandingkan frekuensi yang

diamati (observe = O) dengan frekuensi yang diharapkan (expected = E). Perhitungan

nilai chi-square (X2) dilakukan dengan rumus berikut :

X2 = ∑ ( O – E )

2

E

4.6.3 Analisis Multivariat

Analisis multivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara banyak

variabel independen dengan suatu variabel dependen. Pada penelitian ini analisis

multivariat yang dilakukan adalah regresi logistik ganda model prediksi.

Menggunakan uji regresi logistik ganda karena variabel terikat atau variabel

dependennya berupa variabel kategorik yang dikotom. Model prediksi dipilih karena

analisis multivariat yang dilakukan pada penelitian ini bertujuan untuk memperoleh

model yang terdiri dari beberapa variabel independen yang dianggap terbaik untuk

memprediksi kejadian variabel dependen (kejadian stunting di Provinsi Papua Barat).

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 64: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

48

Universitas Indonesia

Langkah-langkah yang dilakukan dalam pemodelan prediksi dalam analisis

multivariat regresi logistik ganda adalah :

Melakukan analisis bivariat antara masing-masing variabel independen

dengan variabel dependennya. Bila hasil uji bivariat mempunyai nilai p < 0,25

maka variabel tersebut dapat masuk model multivariat. Nilai p > 0,25 dapat

masuk kedalam pemodelan multivariat, jika secara substansi variabel tersebut

penting.

Melakukan analisis multivariat dengan menggunakan metode backward yaitu

memasukkan semua variabel yang terseleksi untuk dimasukkan kedalam

pemodelan multivariat. Secara bertahap variabel yang tidak berpengaruh (p >

0,05) akan dikeluarkan dari analisis. Proses akan berhenti sampai tidak ada

lagi variabel yang dapat dikeluarkan dari analisis (p < 0,05).

Setelah diperoleh model yang memuat variabel-variabel penting, langkah

terakhir adalah memeriksa kemungkinan interaksi variabel. Uji interaksi

dilakukan pada variabel yang diduga secara substansi ada interaksi, jika

secara substansi tidak ada variabel yang diduga ada interaksi, maka uji

interaksi tidak dilakukan.

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 65: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

49

Universitas Indonesia

BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1 Hasil Analisis Univariat

Tabel 5.1

Distribusi frekuensi karakteristik responden, kejadian stunting dan faktor-

faktor yang berpengaruh terhadap kejadian stunting pada anak berumur

dibawah lima tahun di Provinsi Papua Barat Tahun 2010

Variabel Frekuensi Persentase

Kelompok umur anak

0-6 bulan 35 12,1

7-12 bulan 35 12,1

13-36 bulan 121 41,6

37-59 bulan 99 34,2

Jenis kelamin anak

Laki-laki 180 61,9

Perempuan 111 38,1

Stunting

Ya 147 52,7

Tidak 131 47,3

Fasilitas pelayanan kesehatan

Tidak ada 7 2,5

Ada 284 97,5

Sanitasi

Tidak ada 229 78,8

Ada 62 21,2

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 66: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

50

Universitas Indonesia

Tabel 5.1

Distribusi frekuensi karakteristik responden, kejadian stunting dan faktor-

faktor yang berpengaruh terhadap kejadian stunting pada anak berumur

dibawah lima tahun di Provinsi Papua Barat Tahun 2010 (sambungan)

Air bersih

Tidak ada 89 30,4

Ada 202 69,6

Pendidikan ibu

Lanjutan 167 57,4

Dasar 124 42,6

Berat bayi lahir rendah

BBLR 9 6,5

Tidak BBLR 132 93,5

MP-ASI

Tidak 81 86,7

Ya 12 13,3

ASI eksklusif

Tidak 40 36,8

Ya 69 63,2

Imunisasi dasar

Tidak 187 76,4

Ya 58 23,6

Konsumsi energi

Rendah 256 88,2

Tinggi 34 11,8

Konsumsi protein

Rendah 217 74,7

Tinggi 73 25,3

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 67: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

51

Universitas Indonesia

Tabel 5.1

Distribusi frekuensi karakteristik responden, kejadian stunting dan faktor-

faktor yang berpengaruh terhadap kejadian stunting pada anak berumur

dibawah lima tahun di Provinsi Papua Barat Tahun 2010 (sambungan)

Pendapatan rumah tangga

Rendah 184 63,1

Tinggi 107 36,9

Berdasarkan tabel 5.1 diketahui bahwa sebagian besar responden berada pada

kelompok umur 13-36 bulan yaitu sebesar 41,6 %. Untuk kelompok umur 37-59

bulan persentasenya sedikit lebih rendah jika dibandingkan dengan kelompok umur

13-36 bulan yaitu sebesar 34,2 %. Sedangkan kelompok umur 0-6 bulan dan 7-12

bulan memiliki persentase yang sama yaitu sebesar 12,1 %. Dengan mayoritas

responden berjenis kelamin laki-laki, dimana perbandingan dengan responden

berjenis kelamin perempuan adalah 61,9 % laki-laki dan 38,1 % perempuan.

Dari keseluruhan sampel (responden) yaitu sebesar 291 sampel, 52,7 % nya

mengalami stunting dan sisanya yaitu 47,3 % tidak mengalami stunting. Gambaran

mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian stunting pada anak

berumur dibawah lima tahun (0-59 bulan), untuk faktor ada atau tidaknya fasilitas

pelayanan kesehatan menunjukkan bahwa 97,5 % ada fasilitas pelayanan kesehatan,

artinya adalah bahwa di tempat dimana responden (sampel) tinggal terdapat

setidaknya satu jenis fasilitas pelayanan kesehatan.

Sanitasi dan air bersih berbanding terbalik dalam hal ketersediaannya. Untuk

sanitasi, persentase ketersediaannya lebih rendah dibandingkan dengan

ketidaktersediannya dimana 78,8 % sampel tidak memiliki sanitasi dasar, hanya 21,2

% sampel yang memiliki sanitasi dasar. Sedangkan air bersih, ketersediaannya lebih

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 68: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

52

Universitas Indonesia

tinggi dibandingkan dengan ketidaktersediaannya dimana 69,6 % sampel memiliki air

bersih dan 30,4 % sampel yang tidak memiliki air bersih.

Untuk pendidikan ibu diketahui bahwa ibu responden yang mencapai tingkat

pendidikan lanjutan berjumlah 167 orang (57,4 %), sedangkan ibu yang hanya

mencapai tingkat pendidikan dasar berjumlah 124 orang (42,6 %).

Kejadian berat bayi lahir rendah hanya sekitar 6,5 %. Pemberian ASI

eksklusif sebesar 63,2 % berbanding terbalik dengan pemberian makanan

pendamping ASI (MP-ASI) yang hanya 13,3 %. Khusus untuk variabel imunisasi

dasar hanya dilakukan terhadap responden yang telah mencapai umur 9 bulan,

didapat persentase yang memperoleh imunisasi dasar hanya sebesar 23,6 %,

sedangkan 76,4 % nya tidak mendapatkan imunisasi dasar.

Pendapatan rumah tangga, komsumsi energi, dan konsumsi protein yang

rendah memiliki persentase lebih besar dibandingkan dengan yang tinggi, 63,1 %

untuk pendapatan rumah tangga yang rendah, 74,7 % untuk konsumsi protein rendah

dan 88,2 % untuk konsumsi energi yang rendah berbanding dengan 36,9 %

pendapatan rumah tangga tinggi, 25,3 % konsumsi protein tinggi, dan 11,8 % untuk

konsumsi energi tinggi. Ada beberapa catatan yang perlu ditambahkan terutama yang

berkaitan dengan jumlah sampel. Beberapa variabel menunjukkan jumlah sampel

yang berbeda, ini berkaitan dengan kelengkapan data, banyak data yang missing dari

variabel-variabel yang menunjukkan jumlah sampel yang berbeda.

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 69: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

53

Universitas Indonesia

5.2 Hasil Analisis Bivariat

Tabel 5.2

Hubungan antara variabel independen dengan kejadian stunting pada anak

berumur dibawah lima tahun (0-59 bulan) di Provinsi Papua Barat tahun 2010

Variabel Stunting Tidak stunting Total OR P value

N % N % (95 % CI)

Pendidikan Ibu

Dasar 76 65,5 40 34,5 167 2,475 0,043*

Lanjutan 70 43,4 91 56,6 110 (1,034-5,923)

Total 146 52,7 131 47,3 277

Fasilitas Kesehatan

Tidak ada 2 25,8 5 74,2 7 0,303 0,014*

Ada fasilitas 145 53,4 126 46,6 270 (0,122-0,750)

Total 147 52,7 131 47,3 277

Sanitasi Dasar

Tidak ada 143 53,8 123 46,2 266 2,907 0,142

Ada sanitasi 3 28,6 9 71,4 12 (0,581-14,538)

Total 146 52,7 132 47,3 278

Air Bersih

Tidak ada 53 65,7 28 34,3 80 2,117 0,009*

Ada 94 47,4 104 52,6 198 (1,297-3,457)

Total 147 52,7 132 47,3 279

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 70: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

54

Universitas Indonesia

Tabel 5.2

Hubungan antara variabel independen dengan kejadian stunting pada anak

berumur dibawah lima tahun (0-59 bulan) di Provinsi Papua Barat tahun

2010 (sambungan)

ASI eksklusif

Tidak 16 42,4 22 57,6 38 0,799 0,638

ASI eksklusif 31 48,0 33 52,0 64 (0,264-2,422)

Total 47 45,9 55 54,1 102

MP-ASI

Tidak MP-ASI 39 43,6 51 56,4 90 0,575 0,457

MP-ASI 7 57,3 5 42,7 12 (0,103-3.204)

Total 46 45,2 56 54,8 102

BBLR

BBLR 5 56,3 4 43,7 9 1,769 0,566

Tidak BBLR 53 42,1 73 57,9 126 (0,173-18,082)

Total 58 43,0 77 57,0 135

Imunisasi dasar

Tidak 105 59,0 73 41,0 178 2,128 0,002*

Ya 23 40,3 33 59,7 56 (1,469-3,081)

Total 128 54,6 106 45,4 234

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 71: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

55

Universitas Indonesia

Tabel 5.2

Hubungan antara variabel independen dengan kejadian stunting pada anak

berumur dibawah lima tahun (0-59 bulan) di Provinsi Papua Barat tahun

2010 (sambungan)

Konsumsi energi

Rendah 135 54,9 111 45,1 246 2,200 0,001*

Tinggi 11 35,7 21 64,3 32 (1,604-3,017)

Total 146 52,7 132 47,3 278

Konsumsi protein

Rendah 115 55,0 95 45,0 210 1,448 0,466

Tinggi 31 45,7 37 54,3 68 (0,451-4,649)

Total 146 52,7 132 47,3 278

Pendapatan RT

Rendah 106 60,7 69 39,3 174 2,389 0,015*

Tinggi 41 39,3 63 60,7 104 (1,259-4,530)

Total 146 52,7 132 47,3 278

Jenis Kelamin

Laki-laki 91 62,5 80 60,5 171 0,922 0,788

Perempuan 55 37,5 52 39,5 107 (0,454-1,870)

*signifikan = P value < 0,05

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 72: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

56

Universitas Indonesia

Tabel 5.3

Hubungan antara umur responden dengan kejadian stunting di Provinsi Papua

Barat Tahun 2010

Variabel OR P value

(95 % CI)

0-6 bulan 1,984 (0,552-7,140) 0,238

7-12 bulan 2,717 (1,852-3,984) 0,001

13-36 bulan 1.307 (0,954-1,789) 0,083

37-59 bulan (reference range)

*signifikan = P value < 0,05

Dari tiga belas variabel independen yang dihubungkan dengan kejadian

stunting, hanya terdapat tujuh variabel yang menunjukkan hubungan yang signifikan

yaitu variabel fasilitas pelayanan kesehatan, pendidikan ibu, air bersih, imunisasi

dasar, konsumsi energi, umur responden dan pendapatan rumah tangga, dimana p

value dari kelima variabel ini adalah < 0,05. Sedangkan lima variabel lainnya yaitu

sanitasi dasar, ASI eksklusif, MP-ASI, jenis kelamin, BBLR, dan konsumsi protein

tidak menunjukkan hubungan yang signifikan dengan kejadian stunting, dimana p

value dari keenam variabel ini > 0,05.

Untuk proporsi kejadian stunting berbeda untuk masing-masing variabel,

dimana proporsi kejadian stunting tinggi pada ibu yang hanya mencapai pendidikan

dasar yaitu 65,5 % %; tidak terdapat sanitasi dasar sebesar 53,8 %; tidak terdapat air

bersih sebesar 65,7 %; riwayat BBLR sebesar 56,3 %; tidak mendapatkan imunisasi

dasar sebesar 59,0 %; konsumsi energi rendah sebesar 54,9 %; konsumsi protein

rendah sebesar 55,0 % dan pada responden dengan pendapatan rumah tangga rendah

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 73: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

57

Universitas Indonesia

sebesar 60,7 %. Sedangkan untuk fasilitas pelayanan kesehatan, ASI eksklusif dan

MP-ASI, proporsi stunting tinggi pada fasilitas pelayanan kesehatan yang tersedia

sebesar 53,4 %; mendapatkan ASI eksklusif sebesar 48,0 % dan mendapatkan MP-

ASI sebesar 57,3 %.

Dilihat dari nilai odds ratio yang diperoleh dari hubungan masing-masing

variabel independen dengan kejadian stunting, diperoleh hasil sebagai berikut :

Pada hubungan antara pendidikan ibu dengan stunting, nilai OR yang didapat

sebesar 1,717 artinya kejadian stunting 1,7 kali lebih besar berpeluang terjadi

pada ibu yang hanya mencapai pendidikan dasar dibandingkan dengan ibu

yang mencapai pendidikan lanjutan.

Pada hubungan antara fasilitas pelayanan kesehatan dengan stunting, nilai

OR yang didapat sebesar 0,303 artinya kejadian stunting 3 kali lebih besar

berpeluang terjadi pada fasilitas pelayanan kesehatan yang tersedia

dibandingkan dengan fasilitas pelayanan kesehatan yang tidak tersedia.

Pada hubungan antara sanitasi dasar dengan stunting, nilai OR yang didapat

sebesar 2,907 artinya kejadian stunting 2,9 kali lebih besar berpeluang terjadi

pada responden yang tidak memiliki sanitasi dasar dibandingkan dengan

responden yang memiliki sanitasi dasar.

Pada hubungan antara air bersih dengan stunting, nilai OR yang didapat

sebesar 2,117 artinya kejadian stunting 2,1 kali lebih besar berpeluang terjadi

pada responden yang tidak memiliki air bersih dibandingkan dengan

responden yang memiliki air bersih.

Pada hubungan antara ASI eksklusif dengan stunting, nilai OR yang didapat

sebesar 0,799 artinya kejadian stunting 1,3 kali lebih besar berpeluang terjadi

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 74: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

58

Universitas Indonesia

pada responden mendapatkan ASI eksklusif dibandingkan dengan responden

yang tidak mendapatkan ASI eksklusif.

Pada hubungan MP-ASI dengan stunting, nilai OR yang didapat sebesar 0,575

artinya kejadian stunting 1,7 kali lebih besar berpeluang terjadi pada

responden yang mendapatkan MP-ASI dibandingkan dengan responden yang

tidak mendapatkan MP-ASI.

Pada hubungan BBLR dengan stunting, nilai OR yang didapat sebesar 1,769

artinya kejadian stunting 1,8 kali lebih besar berpeluang terjadi pada

responden yang BBLR dibandingkan dengan responden yang tidak BBLR.

Pada hubungan imunisasi dasar dengan stunting, nilai OR yang didapat

sebesar 2,128 artinya kejadian stunting 2,1 kali lebih besar berpeluang terjadi

pada responden yang tidak mendapatkan imunisasi dasar dibandingkan

dengan responden yang mendapatkan imunisasi dasar.

Pada hubungan konsumsi energi dengan stunting, nilai OR yang didapat

sebesar 2,200 artinya kejadian stunting 2,2 kali lebih besar berpeluang terjadi

pada responden dengan konsumsi energi rendah dibandingkan dengan

responden dengan konsumsi energi tinggi.

Pada hubungan konsumsi protein dengan stunting, nilai OR yang didapat

sebesar 1,448 artinya kejadian stunting 1,4 kali lebih besar berpeluang terjadi

pada responden dengan konsumsi protein rendah dibandingkan dengan

responden dengan konsumsi protein tinggi.

Pada hubungan pendapatan rumah tangga dengan stunting, nilai OR yang

didapat sebesar 2,389 artinya kejadian stunting 2,4 kali lebih besar berpeluang

terjadi pada responden dengan pendapatan rumah tangga rendah dibandingkan

dengan responden dengan pendapatan rumah tangga tinggi.

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 75: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

59

Universitas Indonesia

5.3 Hasil Analisis Multivariat

Tabel 5.4

Hasil seleksi bivariat

Variabel P value

Pendidikan Ibu 0,043

Fasilitas pelayanan kesehatan 0,014

Sanitasi dasar 0,142

Air bersih 0,009

Imunisasi dasar 0,002

Konsumsi energi 0,001

Pendapatan rumah tangga 0,015

Umur Responden 0,149

Dari hasil seleksi bivariat, didapatkan delapan variabel yang masuk kedalam

pemodelan multivariat yaitu pendidikan ibu, fasilitas pelayanan kesehatan, sanitasi

dasar. Air bersih, imunisasi dasar, konsumsi energi, pendapatan rumah tangga, dan

umur responden.

Tabel 5.5

Pemodelan Multivariat 1

Variabel P value OR (95%CI)

Pendidikan Ibu 0,474 1,490 (0,416-5,342)

Fasilitas pelayanan kesehatan 0,014 0,408 (0,214-0,776)

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 76: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

60

Universitas Indonesia

Tabel 5.5

Pemodelan 1 (sambungan)

Sanitasi dasar 0,772 1,288 (0,166-9,966)

Air bersih 0,828 1,057 (1,583-1,917)

Imunisasi dasar 0,017 1,934 (1,185-3,156)

Konsumsi energi 0,390 1,448(0,544-3,854)

Pendapatan rumah tangga 0,227 1,743 (0,635-4,783)

Umur responden

Kelompok umur 7-12 bulan 0,000 3,439 (2,251-5,253)

Kelompok umur 13-36 bulan 0,052 1,305 (0,996-1,711)

Dari pemodelan pertama, didapatkan nilai P value terbesar adalah variabel air

bersih yaitu 0,828 sehingga variabel ini dikeluarkan dari pemodelan.

Tabel 5.6

Pemodelan Multivariat 2

Variabel P value OR (95%CI)

Pendidikan Ibu 0,478 1,511 (0,398-5,739)

Fasilitas pelayanan kesehatan 0,022 0,409 (0,201-0,832)

Sanitasi dasar 0,764 1,295 (0,173-9,666)

Imunisasi dasar 0,020 1,949 (1,161-3,272)

Konsumsi energi 0,398 1,445 (0,357-3,889)

Pendapatan rumah tangga 0,176 1,762 (0,715-4,346)

Umur Responden

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 77: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

61

Universitas Indonesia

Kelompok 7-12 bulan 0,000 3,444 (2,255-5,262)

Kelompok 13-36 bulan 0,047 1,307 (1,004-1,702)

Setelah variabel air bersih keluar dari model didapatkan hasil pemodelan

kedua dimana p value terbesar dari pemodelan kedua adalah variabel sanitasi dasar,

sehingga variabel ini dikeluarkan dari pemodelan.

Tabel 5.7

Pemodelan Multivariat 3

Variabel P value OR (95%CI)

Pendidikan Ibu 0,482 1,507 (0,395-5,750)

Fasilitas pelayanan kesehatan 0,021 0,409 (0,202-0,828)

Imunisasi dasar 0,004 1,997 (1,362-2,928)

Konsumsi energi 0,415 1,422 (0,532-3,807)

Pendapatan rumah tangga 0,194 1,790 (0,675-4,746)

Umur Responden

Kelompok 7-12 bulan 0,001 3,418 (2,176-5,368)

Kelompok 13-36 bulan 0,040 1,297 (1,016-1,654)

Pemodelan ketiga menunjukkan bahwa setelah variabel sanitasi dasar keluar

model didapatkan p value terbesar adalah variabel pendidikan ibu sehingga

pendidikan ibu keluar dari pemodelan.

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 78: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

62

Universitas Indonesia

Tabel 5.8

Pemodelan Multivariat 4

Variabel P value OR (95%CI)

Fasilitas pelayanan kesehatan 0,013 0,420 (0,229-0,769)

Imunisasi dasar 0,002 2,053 (1,461-2,886)

Konsumsi energi 0,204 1,549 (0,731-3,285)

Pendapatan rumah tangga 0,046 2,161 (1,021-4,576)

Umur Responden

Kelompok 7-12 bulan 0,001 3,487 (2,100-5,793)

Kelompok 13-36 bulan 0,063 1,280 (0,981-1,670)

Dari pemodelan 4 didapatkan hasil bahwa setelah variabel pendidikan ibu

dikeluarkan, p value terbesar adalah variabel konsumsi energi sehingga variabel ini

dikeluarkan dari pemodelan.

Tabel 5.9

Pemodelan Multivariat 5

Variabel P value OR (95%CI)

Fasilitas pelayanan kesehatan 0,016 0,435 (0,235-0,805)

Imunisasi dasar 0,002 2.115 (1,470-3,043)

Pendapatan rumah tangga 0,035 2,236 (1,079-4,635)

Umur Responden

Kelompok 7-12 bulan 0,000 3,676 (2,317-5,832)

Kelompok 13-36 bulan 0,041 1,306 (1,015-1,682)

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 79: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

63

Universitas Indonesia

Pemodelan kelima menunjukkan hasil bahwa tidak terdapat lagi variabel yang

harus dikeluarkan dari pemodelan dimana p value dari semua variabel di pemodelan

kelima < 0,05 sehingga pemodelan kelima merupakan model akhir yang paling dapat

memprediksi kejadian stunting di Provinsi Papua Barat yang terdiri dari variabel

fasilitas pelayanan kesehatan, imunisasi dasar, pendapatan rumah tangga, dan umur

responden. Pada variabel fasilitas pelayanan kesehatan dengan nilai OR sebesar 0,435

menunjukkan bahwa pada daerah yang terdapat fasilitas kesehatan memiliki resiko

terjadinya stunting 2,3 kali lebih besar dibandingkan dengan yang tidak terdapat

fasilitas kesehatan. Pada variabel imunisasi dasar, OR sebesar 2,115 menunjukkan

bahwa responden yang tidak mendapatkan imunisasi dasar memiliki resiko stunting

2,1 kali lebih besar dibandingkan dengan responden yang mendapatkan imunisasi

dasar. Pada variabel pendapatan rumah tangga, OR sebesar 2,236 menunjukkan

bahwa pada responden dengan pendapatan rumah tangga rendah memiliki resiko

stunting 2,2 kali lebih besar dibandingkan dengan responden yang berpendapatan

tinggi. Untuk variabel umur responden, kelompok umur 7-12 bulan memiliki resiko

stunting 3,6 kali lebih besar dibandingkan dengan kelompok umur 37-59 bulan

sedangkan kelompok umur 13-36 memiliki resiko stunting 1,3 kali lebih besar

dibandingkan dengan kelompok umur 37-59 bulan. Dari keempat variabel ini,

variabel umur merupakan variabel yang paling berhubungan dengan kejadian

stunting, terlihat dari nilai OR yang paling besar dibandingkan dengan variabel

lainnya. Untuk uji interaksi tidak dilakukan karena dari model akhir yang didapat

tidak ada variabel yang secara substansi saling berkaitan.

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 80: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

64

Universitas Indonesia

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Gambaran umum Provinsi Papua Barat

Provinsi Papua Barat merupakan hasil pemekaran dari Provinsi Papua, terdiri

dari 10 kabupaten dan 1 kotamadya dengan jumlah penduduk pada tahun 2007

mencapai 722.981 jiwa. Secara geografis Provinsi Papua Barat terletak antara 0 – 4

derajat Lintang Selatan dan 124 – 132 derajat Bujur Timur dengan ketinggian 0 – 100

meter dari permukaan laut. Luas wilayah Provinsi Papua Barat sebesar 126.093

kilometer persegi. Batas Utara: Laut Pasifik, Batas Barat: Laut Seram Provinsi

Maluku, Batas Selatan: Laut Banda Provinsi Maluku, Batas Timur: Provinsi Papua.

Kabupaten Fakfak merupakan kabupaten tertinggi dengan ketinggian 10 – 100 meter

diatas permukaan laut, sedangkan kota-kota lainnnya berkisar antara 10 – 50 meter

diatas permukaan laut.

6.2 Analisis bivariat

6.2.1 Hasil analisis bivariat yang menunjukkan adanya hubungan yang

signifikan dengan kejadian stunting

6.2.1.1 Fasilitas pelayanan kesehatan

Dari hasil penelitian diketahui bahwa fasilitas pelayanan kesehatan

berhubungan dengan kejadian stunting, artinya fasilitas pelayanan kesehatan

merupakan salah satu faktor penyebab stunting di Provinsi Papua Barat. Adanya

hubungan antara fasilitas pelayanan kesehatan dengan kejadian stunting terletak pada

fungsi fasilitas pelayanan kesehatan yaitu menyelenggarakan upaya pelayanan

kesehatan baik promotif, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif. Sebagai contoh,

penyebab stunting salah satunya adalah akibat penyakit infeksi yang diderita dalam

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 81: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

65

Universitas Indonesia

jangka waktu lama. Upaya promotif dan preventif yang dapat dilakukan oleh fasilitas

pelayanan kesehatan dalam mencegah penyakit infeksi adalah memberikan

penyuluhan-penyuluhan melalui program-program kesehatan terutama yang berkaitan

dengan lingkungan yang sangat erat hubungan nya dengan kejadian penyakit infeksi

dan penularannya. Sedangkan upaya kuratif dan rehabilitative yang dapat dilakukan

adalah dengan memberikan pengobatan.

Dengan demikian asumsinya adalah bahwa pada daerah yang tersedia fasilitas

pelayanan kesehatan, angka kejadian stunting rendah dan pada daerah yang tidak

tersedia fasilitas pelayanan kesehatan, angka kejadian stunting tinggi. Namun pada

penelitian ini menunjukkan bahwa pada daerah yang tersedia fasilitas pelayanan

kesehatan angka kejadian stunting nya tinggi sedangkan pada daerah yang tidak

tersedia fasilitas kesehatan angka kejadian stunting rendah, hal ini bisa disebabkan

karena tersedianya fasilitas pelayanan kesehatan tidak diikuti dengan kemudahan

akses dalam menjangkau fasilitas pelayanan kesehatan tersebut, seperti di kawasan

Indonesia Timur termasuk Papua Barat dengan penduduk kecil dan bertempat tinggal

tersebar dan kendala geografis menyebabkan akses penduduk Papua Barat terhadap

fasilitas kesehatan masih rendah.

6.2.1.2 Air bersih

Salah satu cara penularan penyakit infeksi adalah melalui air yang

terkontaminasi oleh mikroorganisme. Termasuk didalamnya adalah diare, cholera,

disentri, tifoid dan hepatitis A. Hubungan dengan kejadian stunting adalah apabila air

yang menjadi sumber utama kehidupan terutama untuk kebutuhan minum dan

memasak bukan merupakan air bersih, peluang untuk terserang penyakit lebih mudah

terutama pada usia anak-anak yang merupakan usia rentan terserang berbagai jenis

penyakit. Bila keadaan ini berlangsung dalam jangka waktu lama akan berdampak

terhadap kejadian gizi buruk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kejadian stunting

tinggi pada responden yang tidak memiliki air bersih yaitu sebesar 65,7 % dan

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 82: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

66

Universitas Indonesia

menunjukkan ada hubungan antara air bersih dengan kejadian stunting , bisa terjadi

karena sumber air untuk minum dan memasak yang banyak digunakan oleh penduduk

di Papua Barat adalah air sungai/danau/irigasi. Air sungai/danau/irigasi secara fisik

bersih tetapi belum tentu secara non fisik bersih. Aspek non fisik ini bisa berupa

mikroorganisme ataupun zat-zat kimia yang terkandung didalamnya. Apabila aspek

non fisik yang terkandung didalam air melampaui nilai ambang batas yang

diperbolehkan terkandung didalam air dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada

mereka yang meminumnya.

6.2.1.3 Imunisasi dasar

Imunisasi memberikan efek kekebalan terhadap manusia, dibutuhkan terutama

pada usia dini yang merupakan usia rentan terkena penyakit. Dampak dari sering dan

mudahnya terserang penyakit adalah gizi buruk. Dari hasil penelitian menunjukkan

terdapat hubungan antara imunisasi dasar dengan kejadian stunting dimana pada

responden yang tidak mendapatkan imunisasi dasar, kejadian stunting tinggi yaitu

59,0 %. Bisa terjadi karena cakupan imunisasi di Provinsi Papua Barat baru mencapai

88,56 % masih berada di bawah cakupan imunisasi nasional sebesar 90,6 %. Kendala

letak geografis yang sulit dijangkau juga menyebabkan pelayanan imunisasi tidak

dapat dilakukan secara rutin setiap bulannya.

6.2.1.4 Konsumsi energi

Konsumsi energi merupakan salah satu variabel yang berhubungan dengan

kejadian stunting di Papua Barat, hal ini sesuai dengan mayoritas responden untuk

konsumsi energi di Papua Barat yang masih rendah dimana dari 291 responden, 54,9

% nya mengkonsumsi energi dalam jumlah yang rendah. Hanya terdapat 35,7 % saja

yang mengkonsumsi energi dalam jumlah yang tinggi.

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 83: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

67

Universitas Indonesia

6.2.1.5 Pendapatan rumah tangga

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kejadian stunting tinggi pada

pendapatan rumah tangga rendah yaitu sebesar 60,7 % dan menunjukkan adanya

hubungan dengan kejadian stunting. Pendapatan rumah tangga berkaitan dengan

kemampuan rumah tangga tersebut dalam memenuhi kebutuhan hidup baik

kebutuhan primer seperti makanan, sekunder maupun tersier. Pendapatan rumah

tangga tinggi memudahkan dalam memenuhi kebutuhan hidup, sebaliknya

pendapatan rumah tangga rendah lebih mengalami kesulitan dalam memenuhi

kebutuhan hidup. Dari 291 sampel yang diteliti, 63,1 % nya berpendapatan rendah.

Tingginya jumlah responden yang berpendapatan rendah bisa dikaitkan dengan

keadaan perekonomian Papua Barat. Sebagai Provinsi yang baru terbentuk keadaan

perekonomian Papua barat juga masih dalam tahap berkembang terutama sumber

mata pencaharian masyarakat sebagai sumber pendapatan. Rumah tangga (keluarga)

dengan pendapatan rendah disamping mengalami kesulitan dalam memenuhi

kebutuhan hidup juga memiliki rasa percaya diri yang kurang dan keterbatasan akses

untuk berpartisipasi pada pelayanan kesehatan dan gizi seperti Posyandu, Bina

Keluarga Balita dan Puskesmas, oleh karena itu mereka memiliki resiko yang lebih

tinggi untuk memiliki anak yang kurang gizi.

6.2.1.6 Pendidikan ibu

Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara pendidikan ibu dengan

kejadian stunting di Papua Barat. Hasil yang sama juga diperlihatkan dari hasil

penelitian yang dilakukan di Mesir, dimana semakin tinggi tingkat pendidikan ibu,

resiko anak yang dilahirkan stunted semakin kecil. Penelitian lain yang dilakukan di

Kenya memberikan hasil bahwa anak-anak yang dilahirkan dari ibu yang

berpendidikan beresiko lebih kecil untuk mengalami malnutrisi yang

dimanifestasikan sebagai wasting atau stunting daripada anak-anak yang dilahirkan

dari ibu yang tidak berpendidikan. Glewwe (1999) menjelaskan mengenai mekanisme

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 84: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

68

Universitas Indonesia

hubungan antara pendidikan ibu dengan kesehatan anak. Glewwe berpendapat bahwa

mekanisme hubungan pendidikan ibu dengan kesehatan anak terdiri dari tiga yaitu

pengetahuan tentang kesehatan, pendidikan formal yang diperoleh ibu dapat

memberikan pengetahuan atau informasi yang berhubungan dengan kesehatan;

kemampuan melek huruf dan angka, kemampuan melek huruf dan angka yang

diperoleh dari pendidikan formal memberikan kemampuan kepada ibu dalam

membaca masalah kesehatan yang dialami oleh anak dan melakukan perawatan; dan

pajanan terhadap kehidupan modern, pendidikan formal menjadikan ibu lebih dapat

menerima pengobatan modern.

6.2.2 Hasil analisis bivariat yang menunjukkan tidak adanya hubungan yang

signifikan dengan kejadian stunting

6.2.2.1 ASI eksklusif dan MP-ASI

ASI eksklusif dan MP-ASI tidak menunjukkan adanya hubungan dengan

kejadian stunting di Papua Barat. Hasil penelitian juga memperlihatkan kejadian

stunting tinggi justru pada responden yang mendapatkan ASI eksklusif dan MP-ASI,

kemungkinan penyebabnya adalah dari kualitas data. Untuk kedua variabel ini

banyak data missing dimana jumlah data yang missing lebih banyak dibandingkan

dengan data yang tidak missing. Pertanyaan kuesioner yang digunakan untuk

mengukur definisi operasional juga mempengaruhi. Bisa terjadi tidak adanya

hubungan antara kedua variabel ini dengan kejadian stunting karena pertanyaan yang

digunakan untuk mengukur definisi operasional kurang dapat mengukur definisi

operasional tersebut. Kemungkinan bila data yang tersedia lengkap akan memberikan

hasil yang berhubungan, karena pada beberapa penelitian yang pernah dilakukan

sebelumnya menunjukkan hasil yang berhubungan. Disamping itu juga beberapa

literatur mengatakan bahwa ASI eksklusif dan MP-ASI berpengaruh terhadap

kejadian stunting terutama yang berkaitan dengan pembentukan kekebalan alami

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 85: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

69

Universitas Indonesia

melalui ASI dan pemenuhan kebutuhan nutrisi melalui MP-ASI setelah umur 6 bulan

keatas.

6.2.2.2 Sanitasi dasar

Meskipun sebagian besar responden tidak memiliki sanitasi dasar, namun

sanitasi dasar bukan penyebab kejadian stunting di Papua Barat. Sanitasi dasar

dihubungkan dengan kejadian stunting karena sanitasi yang buruk merupakan

penyebab utama kejadian penyakit. Di Papua Barat mengapa sanitasi dasar bukan

salah satu penyebab kejadian stunting, kemungkinan disebabkan perilaku hidup

bersih dan sehat di Papua barat sudah berjalan dengan baik. Dalam beberapa

penelitian disebutkan bahwa kebiasaan berperilaku hidup bersih dan sehat lebih

berpengaruh terhadap kejadian stunting dibandingkan dengan sanitasi dasar.

6.2.2.3 Konsumsi protein

Berbeda dengan konsumsi energi yang berhubungan dengan kejadian stunting

di Papua Barat, konsumsi protein menunjukkan hasil yang tidak berhubungan dengan

kejadian stunting. Kemungkinan terjadi karena Papua Barat kaya akan potensi dalam

bidang perikanan, seperti yang kita ketahui bahwa salah satu sumber protein hewani

adalah ikan. Meskipun persentase mereka yang mengkonsumsi protein tinggi masih

lebih rendah dibandingkan dengan konsumsi protein rendah namun ketersediaan

sumber protein di Papua Barat cukup tersedia.

6.2.2.4 BBLR

Hasil penelitian ini juga memperlihatkan bahwa BBLR tidak berhubungan

dengan kejadian stunting di Papua Barat. Bisa dikaitkan juga dengan keterbatasan

data, terdapat banyak data yang missing, dari 291 sampel hampir setengahnya

bahkan lebih yang tidak ada jawaban dan tidak ada keterangan mengenai pertanyaan

yang menanyakan apakah responden ditimbang ketika lahir atau tidak, sedangkan

untuk mengetahui responden BBLR atau tidak BBLR tergantung kepada jawaban dari

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 86: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

70

Universitas Indonesia

pertanyaan apakah responden ditimbang ketika lahir atau tidak. Sehingga tidak ada

nya hubungan antara BBLR dengan stunting tidak menggambarkan bahwa BBLR

bukan merupakan penyebab kejadian stunting di Papua Barat, hal ini terjadi karena

kelengkapan jawaban untuk pertanyaan mengenai BBLR tidak lengkap.

6.3 Analisis Multivariat

Dari hasil pemodelan didapatkan model terahir yang paling dapat digunakan

untuk memprediksi kejadian stunting di Provinsi Papua Barat, yaitu model yang

terdiri dari variabel fasilitas pelayanan kesehatan, imunisasi dasar, pendapatan rumah

dan umur responden . Dengan umur responden sebagai variabel yang paling dominan

dalam memprediksi kejadian stunting atau paling berpengaruh terhadap kejadian

stunting ditunjukkan dengan nilai OR yang terbesar dibadingkan dengan variabel

lainnya dimana variabel umur memiliki resiko menyebabkan stunting 3,6 kali lebih

besar dibandingkan dengan variabel lainnya.

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 87: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

71

Universitas Indonesia

BAB V1

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian didapatkan persentase kejadian stunting pada anak

berumur dibawah lima tahun di Provinsi Papua Barat tahun 2010 adalah sebesar 52,7

%. Untuk pendidikan ibu responden, sebagian besar mencapai tingkat pendidikan

lanjutan yaitu 57,4 %; ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan mencapai 97,5 %;

air bersih mencapai 69,6 %; mendapatkan ASI eksklusif mencapai 63,2 % dan yang

tidak mengalami BBRL mencapai 93,5 %. Sedangkan untuk Sanitasi dasar, sebagian

besar responden belum memiliki sanitasi dasar yaitu mencapai 95,9 %; tidak

mendapatkan MP-ASI sebesar 88,2 %; tidak mendapatkan imunisasi dasar mencapai

76,4 %; tingkat konsumsi protein dan energi masih rendah masing-masing sebesar

74,7 % dan 88,2 %. Pendapatan rumah tangga (keluarga) dari responden juga

memperlihatkan persentase yang cukup tinggi untuk pendapatan rumah tangga rendah

yaitu sebesar 63,1 %.

Terdapat hubungan yang kuat antara pendidikan ibu, fasilitas pelayanan

kesehatan, air bersih, imunisasi dasar, konsumsi energi dan pendapatan rumah tangga

dengan kejadian stunting pada anak berumur dibawah lima tahun di Provinsi papua

Barat Tahun 2010.

Analisis lebih lanjut mengenai hubungan faktor –faktor yang mempengaruhi

kejadian stunting memperlihatkan bahwa fasilitas pelayanan kesehatan, imunisasi

dasar, umur responden dan pendapatan rumah tangga merupakan faktor yang paling

berpengaruh terhadap kejadian stunting di Provinsi Papua Barat Tahun 2010.

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 88: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

72

Universitas Indonesia

6.2 Saran

Dari analisis yang telah dilakukan ada beberapa variabel yang tidak

menunjukkan adanya hubungan dengan kejadian stunting seperti ASI eksklusif, MP-

ASI dan BBLR, dimana ketidakadaan hubungan ini dikaitkan dengan keterbatsan

data dan pertanyaan dari kuesioner yang digunakan untuk mengukur definisi

operasional. Untuk penelitian selanjutnya jika akan menggunakan ketiga variabel ini,

ada baiknya jika pertanyaan yang digunakan tidak hanya terbatas pada hal yang

mendasar, misalnya hanya menanyakan “ apakah responden pernah diberi ASI atau

tidak?”, pertanyaan yang lebih mendalam mengenai ketiga variabel ini akan

memberikan hasil yang lebih bermakna.

Ada beberapa hasil yang memperlihatkan ketidaksesuaian dengan situasi di

Papua Barat seperti ASI eksklusif dimana peresentase untuk variabel ini tinggi,

tingginya persentase ASI eksklusif bisa terjadi karena jumlah sampel terlalu sedikit

dan banyaknya data yang missing namun tetap diikutsertakan dalam analisis. Untuk

mendapatkan hasil yang lebih sesuai dengan situasi di daerah tersebut ada baiknya

jika dilakukan juga analisis untuk data-data yang missing tersebut apakah tetap

diikutsertakan dalam analisis atau tidak diikutsertakan.

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 89: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

73

Universitas Indonesia

DAFTAR PUSTAKA

Abuya, A.A., Kimani, K.J., & Elijah, O.O. (2010). Influence of maternal educationon

child health in Kenya.

http://paa2010.princeton.edu/download.aspx?submissionId=100182

American Thyroid Association. (2011). Iodine deficiency.

http://www.thyroid.org/patients/patient_brochures/iodine_deficiency.html

Anderson, J., & Young, L. (2008). Fat-soluble vitamins.

http://www.ext.colostate.edu/pubs/foodnut/09315.html

Arisman. (2008). Gizi dalam daur kehidupan : buku ajar ilmu gizi, ed. 2. Jakarta :

EGC.

Astari, L.D., Nasoetion, A., & Dwiriani, C.M. (2005). Hubungan karakteristik

keluarga, pola pengasuhan dan kejadian stunting anak usia 6-12 bulan. Media Gizi &

Keluarga, 29 (2) : 40-46.

Bobroff, L.B., & Jensen, N.C. (2009, Desember). Facts about vitamin A.

http://edis.ifas.ufl.edu/pdffiles/fy/fy20600.pdf

Brown, J.E. (2005). Nutrition through the life cycle (2nd ed.). USA : Wadsworth.

B vitamins. (2011). http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/bvitamins.html

Children at risk of stunting and wasting.

http://www.dairyglobalnutrition.org/content.cfm?ItemNumber=88374

Consumption and cost.

http://www.jabarprov.go.id/root/dalamangka/dda2003Konsumsi.pdf

Dietary fats: know which types to choose. (2011, February 15).

http://www.mayoclinic.com/health/fat/NU00262

Depkes RI. (2004). Sistem Kesehatan Nasional.

http://www.depkes.go.id/downloads/SKN+.PDF

Depkes RI. (2008). Strategi nasional sanitasi total berbasis masyarakat.

http://www.depkes.go.id/downloads/pedoman_stbm.pdf

Facts for feeding: feeding low birthweight babies. (2006).

http://www.linkagesproject.org/media/publications/FFF_LBW_3-30-06.pdf

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 90: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

74

Universitas Indonesia

Fat. (2011). http://health.nytimes.com/health/guides/nutrition/fat/overview.html

Frost, M.B., Forste, R., & Haas, D.W. (2005). Maternal education and child

nutritional status in Bolivia : finding the links. Social Science and Medicine, 60, 395-

407.

http://www.hawaii.edu/hivandaids/Maternal_Education_and_Child_Nutritional_Statu

s_in_Bolivia__Finding_the_Links.pdf

Gurung, G. (2009). Investing in mother’s education for better maternal and child

health outcomes. Journal of Rural and Remote Health Research, Education, Practice

and Policy. http://www.rrh.org.au/publishedarticles/article_print_1352.pdf

Hong, R., Banta, J.E., & Betancourt, J.A. (2006). Relationship between household

wealth inequality and chronic childhood under-nutrition in Bangladesh. International

Journal for Equity in Health. http://www.equityhealthj.com/content/pdf/1475-9276-

5-15.pdf

Hutagalung, H. (2004). Karbohidrat. http://library.usu.ac.id/download/fk/gizi-

halomoan

Immunizations-general overview. (2010)

http://health.nytimes.com/health/guides/specialtopic/immunizations-general-

overview/overview.html

Iron. (2011). http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/iron.html

Iron deficiency anemia. (2011). http://www.mayoclinic.com/health/iron-deficiency-

anemia/DS00323

Iron Disorders Institute. (2009). Iron overload. http://www.irondisorders.org/iron-

overload

Lifewater Internasional. Clean water changed lives: the crisis.

http://www.lifewater.org/water-crisis

Mbuya, M.N.N., Chidem, M., Chasekwa, B., & Mishra, V. (2010). Biological, social,

and environmental determinants of low birthweight and stunting among infants and

young children in Zimbabwe. http://pdf.usaid.gov/pdf_docs/PNADR633.pdf

McKinley Health Center. (2008). Macronutriens: the importance of carbohydrate,

protein, and fat. http://www.mckinley.illinois.edu/handouts/macronutrients.htm

National Institute of Health. (2011, June 24). Dietary supplement fact sheet: vitamin

C. http://ods.od.nih.gov/factsheets/VitaminC-QuickFacts

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 91: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

75

Universitas Indonesia

Norhayati, Noorhayati, Mohammod, Oothuman, Azizi, Fatimah, & Fatmah.

Malnutrition and its risk factors among children 1-7 years old in rural Malaysian

communities. Asia Pasific Journal of Clinical Nutrition (1997) volume 6, Number 4 :

260-264. http://apjcn.nhri.org.tw/server/apjcn/Volume6/vol6.4/norhayatil.htm

Pengertian dasar imunisasi. (2011).

http://www.artikelkedokteran.com/540/pengertian-dasar-imunisasi.html

Reyes, L., & Manalich, R. (2005). Long term consequences of low birth weight.

http://www.nature.com/ki/journal/v68/n97s/pdf/4496408a.pdf

Shrestha, S.S., & Findeis, J.L. (2007). Maternal human capital and childhood

stunting in Nepal : a multi level modeling approach.

http://ageconsearch.umn.edu/bitstream/9723/1/sp07sh02.pdf

Teshome, B., Kogi-makau, W., Getahun, Z., & Taye, G. (2009). Magnitude and

determinants of stunting in children under five years of age in food surplus region in

Ethiopia: the case of West Gojam Zone. http://ejhd.uib.no/ejhd-v23-

n2/98%20Magnitude%20and%20determinants%20of%20stunting%20in%20children

%20under-.pdf

UNICEF. (2004). Low birthweight: country, regional and global estimate.

http://www.unicef.org/publications/files/low_birthweight_from_EY.pdf

UNICEF. (2007). Progress for children.

http://www.unicef.org/publications/files/Progress_for_Children_No_6_revised.pdf

UNICEF. (2008). Complementary feeding.

http://www.unicef.org/nutrition/index_24826.html

University of Maryland Medical Center. (2011). Vitamin C (ascorbic acid).

http://www.umm.edu/altmed/articles/vitamin-c-000339.htm

University of Maryland Medical Center. (2011). Vitamin D.

http://www.umm.edu/altmed/articles/vitamin-c-000339.htm

Water and Sanitation Program-East Asia & The Pasific. Buku penuntun opsi Sanitasi

yang terjangkau untuk daerah spesifik.

http://www.wsp.org/wsp/sites/wsp.org/files/publications/wsp_Opsi_Sanitasi_yang_te

rjangkau.pdf

WHO. (2011). 10 facts on sanitation.

http://www.who.int/features/factfiles/sanitation/en/index.html

WHO. (2011). Nutrition: complementary feeding.

http://www.who.int/nutrition/topics/complementary_feeding/en/index.html

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 92: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

76

Universitas Indonesia

WHO. (2011). 10 facts on nutrition.

http://www.who.int/features/factfiles/nutrition/en/index.html

Worthington-Roberts, B.S., & Williams, S.R. (2000). Nutrition throughout the life

cycle (4th ed.). Singapore : McGraw-Hill.

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 93: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 94: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 95: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 96: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 97: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 98: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 99: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 100: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012

Page 101: Digital 20288982 S Citaningrum Wiyogowati

Kejadian stunting ..., Citaningrum Wiyogowati, FKM UI, 2012