Menakar Perlindungan Justice Colaborator Quo Vadis Justice ...
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id STUDI TENTANG .../Studi... · DENGAN PRINSIP RESTORATIVE...
Transcript of perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id STUDI TENTANG .../Studi... · DENGAN PRINSIP RESTORATIVE...
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
STUDI TENTANG PENGAJUAN PENINJAUAN KEMBALI ATAS ALASAN ADANYA KEKELIRUAN YANG NYATA BERUPA
PENGESAMPINGAN JUDEX FACTIE TERHADAP FAKTA PERDAMAIAN ANTARA TERDAKWA DAN KELUARGA KORBAN DALAM PERKARA PEMBUNUHAN DENGAN TERPIDANA ADIGUNA SUTOWO DAN KORELASINYA
DENGAN PRINSIP RESTORATIVE JUSTICE (Studi kasus dalam putusan Mahkamah Agung RI Nomor :107 PK/Pid 2006)
Penulisan Hukum( Skripsi )
Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana S1
Dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Oleh :
GESTI KADHESTA SUSETYANINGRUME0008348
FAKULTAS HUKUMUNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Penulisan Hukum (Skripsi)
STUDI TENTANG PENGAJUAN PENINJAUAN KEMBALI ATAS
ALASAN ADANYA KEKELIRUAN YANG NYATA BERUPA
PENGESAMPINGAN JUDEX FACTIE TERHADAP FAKTA
PERDAMAIAN ANTARA TERDAKWA DAN KELUARGA
KORBAN DALAM PERKARA PEMBUNUHAN DENGAN
TERPIDANA ADIGUNA SUTOWO DAN KORELASINYA
DENGAN PRINSIP RESTORATIVE JUSTICE
(Studi kasus dalam putusan Mahkamah Agung RI Nomor :107 PK/Pid 2006)
Oleh :
GESTI KADHESTA SUSETYANINGRUM
NIM.E0008348
Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum
(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Surakarta,10 Juli 2012
Dosen Pembimbing
Bambang Santoso, S.H., M.HumNIP. 19680209 198903 1001
ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
PENGESAHAN PENGUJIPenulisan Hukum (Skripsi)
STUDI TENTANG PENGAJUAN PENINJAUAN KEMBALI ATAS ALASAN ADANYA KEKELIRUAN YANG NYATA BERUPA
PENGESAMPINGAN JUDEX FACTIE TERHADAP FAKTAPERDAMAIAN ANTARA TERDAKWA DAN KELUARGAKORBAN DALAM PERKARA PEMBUNUHAN DENGANTERPIDANA ADIGUNA SUTOWO DAN KORELASINYA
DENGAN PRINSIP RESTORATIVE JUSTICE(Studi kasus dalam putusan Mahkamah Agung RI Nomor :107 PK/Pid 2006)
Oleh :
GESTI KADHESTA SUSETYANINGRUMNIM.E0008348
Telah diterima dan dipertahankan di hadapanDewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi)
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada :Hari : KamisTanggal : 19 Juli 2012
DEWAN PENGUJI
1. Bapak.Kristiyadi,SH,M.Hum ……………………… ( Ketua )
2. Bapak. Edy Herdyanto,SH,MH ……………………… ( Sekretaris )
3. Bapak.Bamabang Santoso ,SH,M.Hum ……………………… ( Anggota )
MengetahuiDekan,
Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H,M.HumNIP. 195702031985032001
iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
PERNYATAAN
Nama : GESTI KADHESTA SUSETYANINGRUMNIM : E0008348
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul :
STUDI TENTANG PENGAJUAN PENINJAUAN KEMBALI ATAS ALASAN
ADANYA KEKELIRUANYANG NYATA BERUPA PENGESAMPINGAN
JUDEX FACTIE TERHADAP FAKTA PERDAMAIAN ANTARA
TERDAKWA DAN KELUARGA KORBAN DALAM PERKARA
PEMBUNUHAN DENGAN TERPIDANA ADIGUNA SUTOWO DAN
KORELASINYA DENGAN PRINSIP RESTORATIVE JUSTICE (Studi kasus
dalam putusan Mahkamah Agung RI Nomor :107 PK/Pid 2006)
adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan
hukum (skripsi) ini di beri tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya
bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi)
dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.
Surakarta,10 Juli 2012
Yang membuat pernyataan
GESTI KADHESTA SNIM.E0008348
iv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
MOTTO
Jadilah kamu penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah, walaupun terhadap dirimu sendiri atau terhadap ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika dia (yang terdakwa) kaya atau miskin, maka Allah lebih tahu kebaikannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan kalau kamu memutar balikkan kenyataan atau enggan menjadi saksi maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.(Q.S.An-Nisa 4 : 135 )
Bila kamu mohon sesuatu kepada Allah SWT maka mohonlah dengan penuh
keyakinan bahwa doamu akan terkabul
(HR. Ahmad)
Jangan menunggu sukses baru bersyukur, tetapi bersyukurlah maka perjalanan
menuju kesuksesan akan terasa lebih mudah
(Merry Riana)
Jangan kamu tertawa setelah menunggu kamu merasa bahagia,tetapi tertawalah
terlebih dahulu maka pasti kamu akan mendapat bahagia
( Penulis)
v
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
PERSEMBAHAN
Karya sederhana ini Penulis persembahkan
kepada :
Allah SWT, Dzat yang Maha Sempurna,
yang selalu melimpahkan rahmat dan
hidayah bagi hamba-Nya
Rasulullah Muhammad SAW, yang
selalu menjadi suri tauladan bagi umat-
Nya
Ibu dan Bapak, doamu adalah
semangatku dan harapanmu adalah
motivasiku
Teman-temanku angkatan 2008 , yang
selalu mendukungku
Fakultas Hukum Universitas Sebelas
Maret Surakarta
vi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur Penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, atas
setiap kasih sayang-Nya, berkah dan rahmat-NYA sehingga Penulis dapat
menyusun dan menyelesaikan Penulisan Hukum yang berjudul “STUDI
TENTANG PENGAJUAN PENINJAUAN KEMBALI ATAS ALASAN
ADANYA KEKELIRUANYANG NYATA BERUPA PENGESAMPINGAN
JUDEX FACTIE TERHADAP FAKTA PERDAMAIAN ANTARA
TERDAKWA DAN KELUARGA KORBAN DALAM PERKARA
PEMBUNUHAN DENGAN TERPIDANA ADIGUNA SUTOWO DAN
KORELASINYA DENGAN PRINSIP RESTORATIVE JUSTICE (Studi kasus
dalam putusan Mahkamah Agung RI Nomor :107 PK/Pid 2006)”.
Penyusunan penulisan Hukum atau Skripsi merupakan tugas wajib yang harus diselesaikan oleh setiap mahasiswa untuk melengkapi syarat memperoleh derajat sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penulis menyadari bahwa terselesainya Penulisan Hukum ini tidak terlepas
dari bantuan baik moril maupun materiil serta doa dan dukungan berbagai pihak,
dalam kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Prof. Dr. Hartiwiningsih, SH., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Bapak Edy Herdyanto, SH., MH., selaku Ketua Bagian Hukum Acara.
3. Bapak Bambang Santoso, S.H., M.Hum., selaku pembimbing skripsi yang
telah meyediakan waktu dan pikirannya untuk memberikan banyak
bimbingan, saran dan motivasi bagi Penulis untuk menyelesaikan penulisan
hukum ini.
4. Bapak Dr.M.Hudi Asrori S;SH;M.Hum ,selaku pembimbing akademis, atas
nasehat yang berguna bagi penulis selama penulis belajar di Fakultas Hukum
UNS.
5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum UNS yang telah memberikan ilmu
pengetahuan kepada penulis sehingga dapat dijadikan bekal dalam penulisan
skripsi ini.
vii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
6. Ketua PPH Ibu Wida Astuti, S.H.,M.H. dan Hermawan Pribadi anggota PPH
yang banyak membantu penulis dalam penulisan skripsi ini.
7. Segenap staff Perpustakaan Fakultas Hukum UNS, yang telah membantu
bahan dalam penulisan skripsi ini
8. Ibu dan Bapak tercinta,orang tua yang luar biasa, terima kasih atas setiap
cinta, doa, kasih sayang, perhatian, harapan, dukungan, motivasi, semangat
dan segala yang telah kalian berikan yang tidak ternilai harganya sehingga
Penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum ini.
9. Saudara-saudara dan keluarga besar atas doa dan dukungan yang luar biasa
kepada penulis.
10. Imron Nurul Kolbi,seseorang yang menjadi teman, sahabat,membuat penulis
merasa memiliki kakak, kekasih yang selalu ada selama penulis
menyelesaikan penulisan ini,motivator, yang selalu mendukungku dengan
kasih sayang, terima kasih atas setiap bantuan, doa yang selalu diberikan
kepada penulis.
11. Sahabat-sahabat Dani Yuli Azhary,Ika Puji lestari yang penulis kenal sejak
pertama penulis menginjakan kaki di Fakultas Hukum,sahabat-sahabat yang
memberi penulis motivasi,saran,kritikan,sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan skripsi ini,meskipun selama berteman sering
terjadi kesalahpahaman
12. Adhiputro Angga Pangarso sang calon advokat, terima kasih atas bimbingan,
nasehat dalam kuliah dan penyusunan skripsi penulis.
13. Sahabat perjuangan skripsi yang berawal dari asisten dosen PLKH Pidana
Dani Jule, Oki cimi, Liya, Anisa, Angga, Bambang.
14. Teman-teman yang selalu memberikan kebahagiaan, keceriaan, senyuman,
dan tawa di masa-masa kuliah : Dani Jule,Ika,Ali Lesmana,Oki Cimi,Dewi
Ambar,Nisa Filia,Liya,Oni,Kaka,Prila,Jelyke,Okti,Titis,Rio,Mas Bencok,Niko
Mbambink,Dara Wawan,Dani Botak,Dewa Bebek Selalu semangat dan tetap
saling berbagi canda dan tawa dalam kondisi apapun. Semoga kita menjadi
orang-orang yang sukses.
viii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
15. Teman-teman angkatan 2008 Fakultas Hukum UNS. Tak pernah ada kata sesal
pernah berada diantara kalian, terima kasih atas kebahagiaan dan kegembiraan
yang kita rangkai, sukses buat kita semua kawan .
Penulis menyadari bahwa Penulisan Hukum atau Skripsi ini masih jauh
dari sempurna baik dari segi substansi ataupun teknis penulisan. Untuk itu
sumbang saran dari berbagai pihak yang bersifat konstruktif, sangat penulis
harapkan demi perbaikan penulisan hukum selanjutnya. Demikian semoga
penulisan hukum ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak, baik untuk
penulisan, akademisi, praktisi maupun masyarakat umum.
Surakarta,10 Juli 2012
Penulis
GESTI KADHESTA S
ix
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ....................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iii
HALAMAN PERNYATAAN ....................................................................... iv
HALAMAN MOTTO .................................................................................... v
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... vi
KATA PENGANTAR ................................................................................... vii
DAFTAR ISI ............................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... xiii
ABSTRAK .................................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1
B. Rumusan Masalah....................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 5
D. Manfaat Penelitian ...................................................................... 6
E. Metode Penelitian ....................................................................... 7
F. Sistematika Penulisan Hukum .................................................... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori ........................................................................... 11
1. Tinjauan tentang Upaya Hukum Peninjauan Kembali ........ 11
2. Tinjauan tentang Judex Factie ............................................. 22
3. Tinjauan tentang Restorative Justice ................................... 23
4. Tinjauan tentang Pembunuhan ............................................ 24
B. Kerangka Pemikiran ................................................................... 27
x
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
BABIII HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Kesesuaian Pengajuan Peninjauan Kembali Atas Alasan
Adanya Kekeliruan Yang Nyata Berupa Pengesampingan
Judex Factie Terhadap Fakta Perdamaian Antara Terdakwa
dan Keluarga Korban Dalam Perkara Pembunuhan Dengan
Ketentuan Pasal 263 KUHAP..................................................... 29
1. Deskripsi Kasus ................................................................... 292. Identitas Terdakwa............................................................... 303. Dakwaan ............................................................................. 314. Tuntutan Pidana ................................................................... 395. Amar Putusan Pengadilan Jakarta Pusat .............................. 416. Amar Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta............................ 427. Amar Putusan Kasasi ........................................................... 428. Alasan-Alasan Pengajuan Peninjauan Kembali................... 439. Pembahasan ......................................................................... 48
B. Korelasi Adanya Perdamaian Antara Terdakwa dan Keluarga
Korban Sebagai Alasan Pengajuan Peninjauan Kembali
Dengan Prinsip Restorative Justice ............................................ 52
1. Pertimbangan Hakim Peninjauan Kembali.......................... 52
2. Amar Putusan Mahkamah Agung ....................................... 54
3. Pembahasan ......................................................................... 55
BAB IV PENUTUP
A. Simpulan ..................................................................................... 60
B. Saran ........................................................................................... 60
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 61
xi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Bagan Kerangka Pemikiran........................................................... 27
xii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Putusan Mahkamah Agung RI Nomor :107 PK/Pid 2006
xiii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
ABSTRACT
Gesti Kadhesta Susetyaningrum, REVIEW E0008348.STUDY filing the
real reason for AN ERROR IN THE FORM OF PEACE waiver JUDEX
defendant FACTIE DONE BETWEEN VICTIMS AND FAMILIES WITH
MURDER CASE convicted Adiguna Sutowo correlation study PRINCIPLES
AND JUSTICE restorative cases (in the case 107/PK.Pid/2006 Number Supreme
Court). Faculty of law Sebelas maret university
The purpose of this law is to know the reasons why the actual error is in
the form of a waiver of peace made judex factie between the defendant and his
family of the victim in a murder case to condemn Adiguna Sutowo and also know
the principles of restorative justice in the correlation.
Drafting of this Act, including legal research in the approaches is the
approach normative.in the drafting of this legislative review how the real reason
of an error in the form of a waiver facts judex factie peace between the defendant
and his victim's family in murder case are not in conflict with the provisions of
section 263 Criminal Procedure Code and the principles of correlation of
restorative justice. Secondary research sources used include primary legal
documents, legal documents side. Collection techniques used source of legal
research library. Legal materials analysis techniques in the study is a qualitative
technique, where the study of law is trying to understand or comprehend the
phenomenon being studied, then the connection or bonding materials relevant law
and fact reference to the literature of legal research. The final step is to draw
conclusions from research sources are treated, what can be known about the
reasons for the existence of an obvious error in the form of a waiver of peace
made between judex factie defendant and his family of the victim and their
correlation with the principles of restorative justice.Based on this research can be
concluded that yes, the judge made an error judex factie real reason, it is
consistent with the evaluation of proposals in Article 263 paragraph (2) Criminal
Procedure Code in letter of c.Also there is a correlation between the peace effort
in this case, the principle of restorative justice.
xiv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
ABSTRAK
Gesti Kadhesta Susetyaningrum, E0008348.STUDI TENTANG PENGAJUAN PENINJAUAN KEMBALI ATAS ALASAN ADANYA KEKELIRUAN YANG NYATA BERUPA PENGESAMPINGAN JUDEX FACTIE TERHADAP FAKTA PERDAMAIAN ANTARA TERDAKWA DAN KELUARGA KORBAN DALAM PERKARA PEMBUNUHAN DENGAN TERPIDANA ADIGUNA SUTOWO DAN KORELASINYA DENGAN PRINSIP RESTORATIVE JUSTICE(studi kasus dalam perkara Mahkamah Agung RI Nomor 107/PK.Pid/2006).Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Tujuan dari penulisan hukum ini adalah untuk mengetahui alasan-alasan adanya kekeliruan yang nyata yaitu berupa adanya pengesampingan judex factie terhadap fakta perdamaian antara terdakwa dan keluarga korban dalam perkara pembunuhan dengan terpidana Adiguna Sutowo dan juga untuk mengetahui adanya korelasinya dengan prinsip restorative justice.
Penulisan hokum ini termasuk kedalam penelitian hokum normative.Dimana pendekatan yang digunakan adalah pendekatan secara….,dalam penulisan hokum ini meninjau bagaimana alasan adanya kekeliruan yang nyata berupa pengesampingan judex factie terhadap fakta perdamaian antara terdakwa dan keluarga korban dalam perkara pembunuhan tidak bertentangan dengan ketentuan pasal 263 KUHAP serta korelasinya dengan prinsip restorative justice. Sumber penelitian sekunder yang digunakan meliputi bahan hukum primer, bahan hukumsekunder. Teknik pengumpulan sumber bahan hukum yang digunakan yaitu studi kepustakaan. Teknik analisa bahan hukum dalam penelitian adalah teknik kualitatif, dimana penelitian hukum ini berusaha untuk mengerti atau memahami gejala yang diteliti untuk kemudian mengkaitkan atau menghubungkan bahan-bahan hukum yang relevan dan menjadi acuan dalam penelitian hukum kepustakaan. Tahap terakhir yaitu menarik kesimpulan dari sumber penelitian yang diolah, sehingga pada akhirnya dapat diketahui mengenai alasan adanya suatu kekeliruan yang nyata berupa pengesampingan judex factie terhadap fakta perdamaian antara terdakwa dan keluarga korban dan korelasinya dengan prinsip restorative justice.
Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa memang benar hakim judex factie melakukan kekeliruan yang nyata hal itu sesuai dengan alasan pengajuan peninjauan kembali dalam pasal 263 ayat (2) KUHAP pada huruf c.Serta terdapat adanya korelasi antara upaya perdamaian dalam kasus ini dengan prinsip restorative justice.
xv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Proses penyelesaian perkara pidana berdasarkan ketentuan KUHAP
meliputi serangkaian kegiatan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, peradilan
dan eksekusi putusan. Dalam proses peradilan pidana, KUHAP
memperkenalkan adanya ketentuan baru yang disebut dengan upaya hukum.
Upaya hukum mendapatkan pengaturan yang tegas dan terperinci di dalam
KUHAP. Hal tersebut menunjukkan bahwa KUHAP sangat memperhatikan
kepentingan hak asasi manusia dari terdakwa dan terpidana. Upaya hukum
menurut KUHAP adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak
menerima putusan dalam bentuk banding atau kasasi. Upaya hukum juga
merupakan hak terpidana atau ahli waris untuk mengajukan peninjauan
kembali terhadap putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap.
Upaya hukum ini menurut KUHAP ada dua macam, yaitu upaya
hukum biasa dan luar biasa. Salah satu jenis upaya hukum luar biasa adalah
peninjauan kembali. Upaya hukum peninjauan kembali (PK) diatur dalam
Pasal 263 sampai dengan Pasal 269 KUHAP. Sebelum KUHAP diberlakukan
di Indonesia pada tahun 1981, belum ada Undang-Undang yang mengatur
pelaksanaan peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap. Pada waktu itu Mahkamah Agung telah mengeluarkan
PERMA No. 1 Tahun 1980 yang mengatur kemungkinan mengajukan
permohonan peninjauan kembali putusan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap baik untuk perkara perdata maupun untuk perkara pidana.
Setelah KUHAP berlaku di Indonesia pada tahun 1981, upaya hukum
peninjauan kembali (PK) dilaksanakan berdasarkan ketentuan yang diatur
dalam Pasal 263-269 KUHAP. Setelah KUHAP berlaku, PERMA No. 1
Tahun 1980 tidak juga direvisi hingga saat ini, padahal di dalam Pasal 10 ayat
(1) dan Pasal 11 PERMA No. 1 Tahun 1980 terdapat hal mengenai pihak-
pihak yang diperbolehkan mengajukan upaya hukum peninjauan kembali. Isi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Pasal 10 ayat (1) dan Pasal 11 PERMA No. 1 Tahun 1980 bertentangan
dengan isi Pasal 263 ayat 1 KUHAP. Dalam Pasal 10 ayat (1) PERMA No. 1
Tahun 1980 dinyatakan bahwa permohonan peninjauan kembali harus
diajukan oleh Jaksa Agung, terpidana atau pihak yang berkepentingan.
Sedangkan dalam Pasal 263 ayat (1) KUHAP jelas dinyatakan bahwa yang
dapat mengajukan upaya hukum peninjauan kembali adalah terpidana ataupun
ahli warisnya.
Menurut Martiman Prodjohamidjojo, adanya upaya hukum peninjauan
kembali oleh terpidana merupakan jalan yang ditempuh guna menghindari
terjadinya kekeliruan hakim dalam menerapkan hukum, karena hakim
hanyalah manusia biasa yang tak luput dari kesalahan. Upaya hukum
peninjauan kembali sebagai upaya hukum terakhir yang dapat dilakukan
terhadap suatu perkara, merupakan tombak atau senjata terakhir yang dapat
digunakan dalam pencarian pemenuhan rasa keadilan.
Hak untuk mengajukan upaya hukum luar biasa berupa Peninjauan
Kembali hamya dimiliki oleh terpidana dan/atau wahli warisnya, hal tersebut
dikarenakan Jaksa Agung telah memiliki kewenangan untuk mengajukan
upaya hukum luar biasa lainnya yaitu Kasasi Demi Kepentingan Hukum.
Yang perlu diperhatikan dalam mengajukan Peninjauan Kembali adalah
alasan-alasan Peninjauan Kembali yang telah diatur secara limitatif dalam
Pasal 263 ayat (2) KUHAP :
1. Apabila ditemukannya keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat,
bahwa jika keadaan baru itu ditemukan pada waktu sidang masih
berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan lepas dari
segala tuntutan atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima, atau
terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan
2. Apabila dalam pelbagai putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah
terbukti, akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan
yang telah terbukti itu ternyata telah bertentangan satu sama lain
3. Apabila dalam putusan itu telah jelas memperlihatkan suatu kekhilafan
hakim atau kekeliruan yang nyata.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
Pasal 263 ayat (2) tersebut merupakan pedoman dalam hal mengajukan
Peninjauan Kembali. Apabila alasan-alasan yang diajukan oleh pemohon tidak
sesuai dengan ketentuan Pasal tersebut, maka permohonan Peninjauan
Kembali pemohon tidak dapat diterima oleh Mahkamah Agung sebagai judex
juris yang berwenang untuk memeriksa permohonan Peninjauan
Kembali.Pasal 263 ayat (2) KUHAP tersebut mengikat kepada setiap orang
yang hendak mengajukan permohonan.
Salah satu jenis tindak pidana yang diatur di dalam KUHP adalah
pembunuhan. Pembunuhan atau kejahatan terhadap nyawa, diatur dalam Buku
II titel XIX KUHP mulai dari Pasal 338 sampai dengan Pasal 350 KUHP. Di
dalam Pasal 338 KUHP dinyatakan bahwa barangsiapa dengan sengaja
menghilangkan jiwa orang lain dihukum karena pembunuhan biasa dengan
hukuman penjara selama-lamanya 15 tahun. Perumusan delik pembunuhan
Pasal 338 KUHP memiliki unsur-unsur yaitu merampas nyawa orang lain.dan
perbuatan tersebut harus dilakukan dengan sengaja. Pembunuhan ini disebut
sebagai pembunuhan biasa (dooslag).
Salah satu kasus pembunuhan yang mendapatkan perhatian dari
masyarakat adalah perkara pembunuhan terhadap seorang karyawan Island
Bar Fluid Club and Lounge yang bernama Yohanes Brahman Haerudi alias
Rudi. Dalam kasus tersebut, Terdakwa Adiguna Sutowo diancam dengan
Pasal 338 KUHP karena perbuatannya yang dengan sengaja menghilangkan
nyawa orang lain dengan sanksi pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Adiguna Sutowo oleh Pengadilan Negeri Jakarta dinyatakan bersalah
melakukan tindak pidana pembunuhan dan tanpa hak menguasai senjata api
serta dihukum dengan pidana penjara selama tujuh tahun. Putusan ini
dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Jakarta. Permohonan kasasi terdakwa juga
ditolak oleh Mahkamah Agung. Terpidana Adiguna Sutowo kemudian
mengajukan upaya hukum peninjauan kembali. Dalam pengajuan pengajuan
permohonan peninjauan kembali tersebut, terpidana mengggunakan beberapa
alasan.sebagaimana diatur di dalam pasal 263 KUHAP.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
Salah satu alasan pengajuan peninjauan kembali oleh terpidana adalah
bahwa judex factie mengesampingkan fakta bahwa telah terjadi perdamaian
antara Terdakwa Adiguna Sutowo dengan keluarga korban. Fakta tersebut
tertuang dalam surat pernyataan keluarga korban yang kemudian diajukan
sebagai alat bukti surat oleh Terdakwa atau Penasihat Hukumnya. Dalam
proses pemeriksaan serta pertimbangan putusan hakim, judex factie sama
sekali tidak mempertimbangkan surat pernyataan keluarga korban yang telah
memaafkan perbuatan terdakwa tersebut. Jelas sekali bahwa judex factie sama
sekali tidak memperhatikan keadilan yang telah tercipta dalam ruang lingkup
sosiologis yaitu keadilan sosiologis antara pelaku dengan keluarga korban
yang seharusnya dapat dijadikan skala prioritas.
Permasalahan di atas semakin menarik apabila dikaitkan dengan teori
‘restorative justice’. Restorative justice, adalah teori yang menyatakan bahwa
korban atau keluarganya dapat kembali kepada keadaan semula seperti
sebelum tindak pidana terjadi (O.C. Kaligis, 2006:124). Dengan kata lain,
restorative justicemerupakan suatu proses melalui mana para pelaku kejahatan
yang menyesal menerima tanggung jawab atas kesalahan mereka kepada
mereka yang dirugikan dan kepada masyarakat yang sebagai balasannya,
mengizinkan bergabungnya kembali pelaku kejahatan yang bersangkutan ke
dalam masyarakat yang ditekankan ialah pemulihan hubungan antara pelaku
dengan korban (keluarga korban) di dalam masyarakat.
Atas dasar uraian diatas, Penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam
mengenai pengesampingan judex factie terhadap fakta perdamaian antara
pelaku dan keluarga korban yang dijadikan alasan dalam permohonan
Peninjauan Kembali serta kaitannya dengan restorative justice dalam karya
tulis (skripsi) yang berjudul : STUDI TENTANG PENGAJUAN
PENINJAUAN KEMBALI ATAS ALASAN ADANYA
KEKELIRUANYANG NYATA BERUPA PENGESAMPINGAN JUDEX
FACTIE TERHADAP FAKTA PERDAMAIAN ANTARA TERDAKWA
DAN KELUARGA KORBAN DALAM PERKARA PEMBUNUHAN
DENGAN TERPIDANA ADIGUNA SUTOWO DAN KORELASINYA
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
DENGAN PRINSIP RESTORATIVE JUSTICE (Studi kasus dalam putusan
Mahkamah Agung RI Nomor :107 PK/Pid/2006).
B. Rumusan Masalah
Untuk mempermudah pemahaman terhadap permasalahan yang akan
dibahas serta untuk lebih mengarahkan pembahasan, maka perumusan
masalah yang diangkat adalah sebagai berikut:
1. Apakah pengajuan peninjauan kembali atas alasan adanya kekeliruan yang
nyata berupa pengesampingan judex factie terhadap fakta perdamaian
antara terdakwa dan keluarga korban dalam perkara pembunuhan tidak
bertentangan dengan ketentuan Pasal 263 KUHAP
2. Bagaimanakah korelasi adanya perdamaian antara terdakwa dan keluarga
korban sebagai alasan pengajuan peninjauan kembali dengan prinsip
restorative justice.
C. Tujuan Penulisan
Dalam suatu penelitian ada tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh
peneliti. Tujuan tersebut tidak dilepas dari permasalahan yang telah
dirumuskan sebelumnya. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Tujuan objektif
a. Untuk mengetahui secara jelas mengenai pengajuan peninjauan
kembali atas alasan adanya kekeliruan yang nyata berupa
pengesampinagan judex factie terhadap fakta perdamaian antara
terdakwa dan keluarga korban .
b. Untuk mengetahui secara jelas tentang korelasi kasus pembunuhan
dengan terdakwa Adiguna Sutowo dengan prinsip restorative justice
2. Tujuan subjektif
a. Untuk memperoleh data-data sebagai bahan utama penyusunan
penulisan hukum (skripsi) agar dapat memenuhi persyaratan akademis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
guna memperoleh gelar sarjana hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret.
b. Untuk memperluas pengetahuan dan pengalaman serta pemahaman
aspek hukum di dalam teori dan praktek dalam lapangan hukum
khususnya tentang pengajuan peninjauan kembali
c. Menerapkan ilmu dan teori-teori hukum yang telah penulis ketahuai
agar dapat memberi manfaat bagi penulis sendiri khususnya dan
masyarakat pada umumnya
D. Manfaat Penelitian
Adanya suatu penelitian diharapkan memberikan manfaat yang
diperoleh terutama bagi bidang ilmu yang diteliti. Manfaat yang diperoleh dari
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Manfaat teoritis
a. Untuk memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu
pengetahuan hukum pada umumnya, dan hukum acara pada
khususnya.
b. Sebagai bahan masukan untuk pengkajian dan penulisan karya ilmiah
di bidang hukum
2. Manfaat praktis
a. Mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir yang dinamis
sekaligus untuk mengetahui kemampuan penulis dalam
mengimplementasikan ilmu yang diperoleh.
b. Memberikan manfaat dalam pengembangan ilmu hukum pada
umumnya dan hukum pidana pada khususnya, yang berkaitan dengan
pengesampingan judex factie terhadap perdamain terdakwa dan
keluarga korban
c. Memeberikan gambaran secara jelas mengenai korelasi prinsip
restorative justice
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
E. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang akan digunakan dalam penulisan hukum ini
adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif dapat
didefinisikan sebagaipenelitian terhadap asas-asas hukum yang dilakukan
terhadap kaidah-kaidah hukum yang merupakan patokan-patokan
berperilaku atau bersikap tidak pantas. Penelitian tersebut dapat dilakukan
terhadap bahan hukum primer dan sekunder, sepanjang bahan-bahan tadi
mengandung kaidah-kaidah hukum (Nomensen Sinamo, 2009:107).
2. Sifat Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian preskriptif.
Penelitian preskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk memberikan
gambaran atau merumuskan masalah sesuai dengan fakta atau keadaan
yang ada. Menurut Nomensen Sinamo dalam bukunya yang berjudul
“Metode Penelitian Hukum”, penelitian preskriptif adalah penelitian
dimaksudkan untuk mendapatkan saran-saran mengenai apa yang harus
dilakukan untuk mengatasi masalah tertentu (Nomensen Sinamo,
2009:36).
3. Pendekatan Penelitian
Menurut Peter Mahmud Marzuki pendekatan yang digunakan
dalam penulisan hukum adalah pendekatan undang-undang (statue
approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis
(historical approach), pendekatan komparatif (comparative approach),
pendekatan konseptual (conceptual approach)(Peter Mahmud Marzuki,
2005:93).
Dari beberapa pendekatan tersebut penulis akan menggunakan
pendekatan kasus (case approach), pendekatan kasus dipilih karena dalam
penulisan hukum ini penulis mencari kesusaian antara alasan yang
diajukan oleh terpidana dalam pemeriksaan Peninjauan Kembali dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
Pertimbangan Hakim Mahkamah Agung dalam memeriksa dan memutus
permohonan Peninjauan Kembali oleh terpidana dalam perkara tindak
pidana pembunuhan dengan aturan di KUHAP.
4. Jenis Sumber Hukum
Bahan hukum yang diperoleh dalam penelitian ini adalah sumber
hukum sekunder. Sumber hukum sekunder mempunyai ruang lingkup
yang berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan
dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi buku-buku
teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentar-komentar
atas putusan pengadilan (Peter Mahmud Marzuki, 2008:141).
5. Sumber Bahan Hukum
Sumber bahan hukum terdiri dari :
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer adalah bahan hukum atau bahan
pustaka yang mempunyai kekuatan mengikat secara yuridis, adapun
yang penulis gunakan adalah :
1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
2) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana.
3) putusan Mahkamah Agung RI Nomor :107 PK/Pid?2006)
4) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung;
5) Undang-Undang Nomo 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan
penjelasan hukum primer, seperti :
1) Hasil karya ilmiah para sarjana yang relevan dan/atau terkait dalam
penelitian ini.
2) Hasil-hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini.
3) Buku-buku penunjang lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
6. Pengumpulan Bahan Hukum.
Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan bahan hukumnya adalah
dengan dokumentasi, yaitu teknik pengumpulan dengan cara
mengumpulkan bahan hukum yang berupa buku-buku dan bahan pustaka
lainnya yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti yang
digolongkan sesuai dengan katalogisasi.
Metode pengumpulan bahanhukum ini berguna untuk mendapatkan
landasan teori yang berupa pendapat para ahli mengenai hal yang menjadi
obyek penelitian seperti peraturan perundangan yang berlaku dan
berkaitan dengan hal-hal yang perlu diteliti.
7. Teknik Analisis Bahan Hukum
Analisis bahan hukum merupakan tahap yang paling penting dalam
suatu penelitian. Karena dalam penelitian ini bahan yang diperoleh akan
diproses dan dimanfaatkan sedemikian rupa sampai didapat suatu
kesimpulan yang nantinya akan menjadi hasil akhir dari penelitian. Teknik
analisis bahan hukum yang dipergunakan adalah analisis bahan hukum
yang bersifat deduksi dengan metode silogisme. Artinya bahwa analisis
bahan hukum ini mengutamakan pemikiran secara logika sehingga akan
menemukan sebab dari akibat yang terjadi.
F. Sistematika Penulisan Hukum
Untuk memberikan gambaran secara menyeluruh mengenai
sistematika penulisan hukum yang sesuai dengan aturan dalam penulisan
hukum serta untuk mempermudah pemahaman mengenai seluruh isi penulisan
hukum ini, maka peneliti menjabarkan dalam bentuk sistematika penulisan
hukum yang terdiri dari 4 (empat) bab dimana tiap-tiap bab terbagi dalam sub-
sub bagian yang dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman mengenai
seluruh isi penulisan hukum ini. Adapun sistematika penulisan hukum ini
adalah sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
BAB I : PENDAHULUAN
Pada bab ini, penulis menguraikan latar belakang masalah,
perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode
penelitian, dan sistematika penulisan hukum (skripsi).
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini Penulis akan memberikan landasan teori atau
memberikan penjelasan secara teoritik yang bersumber pada bahan
hukum yang Penulis gunakan dan doktrin ilmu hukum yang dianut
secara universal mengenai persoalan yang berkaitan dengan
permasalahan yang sedang Penulis teliti.
Landasan teori tersebut meliputi tinjauan umum tentang upaya
hukum peninjauan kembali,tinjauan umum tentang judex
factie,tinjauan umum tentang restorative justice,tinjauan umum
tentang pembunuhan.Selain itu untuk memudahkan pemahaman
alur berfikir, maka dalam bab ini juga disertai kerangka pemikiran.
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam Bab ini, Penulis menguraikan tentang kasus posisi, alasan-
alasan peninjauan kembali yang diajukan oleh terpidana dan
kesesuaiannya dengan KUHAP serta pertimbangan-pertimbangan
hakim Mahkamah Agung dalam memeriksa Peninjauan Kembali
BAB IV : PENUTUP
Bab ini menguraiakan kesimpulan dan saran terkait dengan
permasalahan yang diteliti.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan Tentang Upaya Hukum Peninjauan Kembali
a. Pengertian upaya hukum
Menurut Pasal 1 butir 12 KUHAP pengertian upaya hukum
adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima
putusan pengadilan yang berupa perlawanan atau Banding atau hak
terpidana untuk mengajukan permohonan Peninjauan Kembali dalam
hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.
b. Macam upaya hukum
KUHAP membedakan upaya hukum menjadi dua yaitu upaya
hukum biasa dan upaya hukum luar biasa. Upaya hukum biasa diatur
dalam Bab XVII sedangkan upaya hukum luar biasa diatur didalam
Bab XVIII.
1) Upaya hukum biasa
Upaya hukum biasa adalah upaya hukum terhadap keputusan yamg
belum dilaksanakan dan penggunaan dari upaya hukum ini dapat
menangguhkan eksekusi hukuman. Upaya hukum biasa terdiri dari
dua bagian yaitu tentang pemeriksaan Banding dan pemeriksaan
Kasasi
(a) Pemeriksaan tingkat banding
Banding adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk
diperiksa ulang pada pengadilan yang lebih tinggi karena tidak
puas atas putusan Pengadilan Negeri (Pasal 67 jo 233
KUHAP). Jika Pasal 233 ayat (1) KUHAP ditelaah dan
dihubungkan dengan Pasal 67 KUHAP, maka dapat
disimpulkan bahwa semua putusan pengadilan tingkat pertama
(Pengadilan Negeri) dapat dimintakan Banding ke Pengadilan
Tinggi oleh terdakwa atau yang khusus dikuasakan untuk itu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
atau penuntut umum dengan beberapa perkecualiaan. Pasal 21
ayat (2) Undang-Undang nomor 4 Tahun 2004 mengatakan
bahwa terhadap putusan pengadilan tingkat pertama, yang tidak
merupakan pembebasan dari dakwaan atau putusan lepas dari
segala tuntutan hukum dapat dimintakan Banding kepada
Pengadilan Tinggi oleh pihak-pihak yang bersangkutan, kecuali
apabila undang-undang menentukan lain.
Perkecualian untuk mengajukan Banding menurut Pasal 67
KUHAP adalah :
(1) Putusan bebas.
(2) Lepas dari segala tuntutan hukum yang menyangkut kurang
tepatnya penerapan hukum.
(3) Putusan pengadilan dalam acara cepat, kecuali dalam hal
perampasan kemerdekaan ( Pasal 205 ayat (3) KUHAP ).
Pasal 67 KUHAP terlihat sangat memperhatikan hak asasi
terdakwa karena lebih membatasi permintaan Banding yaitu
apabila putusan dan lepas dari tuntutan hukum yang
menyangkut kurang tepatnya penerapan hukum.
Acara pemeriksaan Banding diatur dalam Pasal 233 KUHAP
sampai Pasal 243 KUHAP. Acara Banding ini awalnya diatur
dalam Pasal 7 sampai dengan Pasal 20 Undang-Undang Nomor
1 Drt Tahun 1951. Menurut Moch. Faisal Salam ( 2001:353-
354 ), ketentuan yang tercantum dalam Pasal 233 sampai Pasal
243 KUHAP ada beberapa hal yang sama seperti yang
tercantum dalam Undang-Undang No.1 Drt Tahun 1951,
misalnya :
(1) Tenggang waktu mengajukan Banding yaitu 7 hari sesudah
putusan dijatuhkan atau diberitahukan kepada terdakwa (
Pasal 233 KUHAP ).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
(2) Pencabutan Banding selama perkara belum diputus dan
dalam hal demikian tidak boleh mengajukan permohonan
lagi ( Pasal 235 KUHAP )
(3) Pemeriksaan dalam tingkat Banding dilakukan oleh
sekurang-kurangnya 3 orang hakim atas dasar perkara yang
diterima dari Pengadilan Negeri yang terdiri dari berita
acara pemeriksaan penyidik, berita acara pemeriksaan
disidang Pengadilan Negeri, beserta surat yang timbul
disidang yang berhubungan dengan perkara itu dan putusan
Pengadilan Negeri ( Pasal 238 KUHAP ).
(4) Jika Pengadilan Tinggi berpendapat bahwa pada
pemeriksaan tingkat pertama ternyata ada kelalaian dalam
penerapan hukum acara atau kekeliruan atau ada yang
kurang lengkap, Pengadilan Tinggi dengan keputusan dapat
memerintahkan Pengadilan Negeri untuk memperbaiki. Jika
perlu Pengadilan dapat membatalkan penetapan dari
Pengadilan Negeri sebelum putusan pengadilan dijatuhkan (
Pasal 240 KUHAP ).
(b) Pemeriksaan tingkat kasasi
Kamus Besar Bahasa Indonesia mamuat pengertian Kasasi
adalah pembatalan atau pernyataaan tidak sah oleh Mahkamah
Agung terhadap putusan hakim karena putusan itu menyalahi
atau tidak sesuai benar dengan undang-undang, hak Kasasi
hanyalah hak Mahkamah Agung .
Dalam BAB XVII tentang Upaya Hukum Biasa, Kasasi
dapat diartikan sebagai hak terdakwa atau penuntut umum
untuk meminta pembatalan putusan Pengadilan Negeri atau
Pengadilan Tinggi karena tidak berwenang atau melampaui
batas kewenangan, misalnya :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
(1) Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku.
(2) Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh
peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian
itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan.
Peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai
Kasasi, antara lain diatur dalam :
(1) Pasal 244 sampai dengan Pasal 258 KUHAP.
Pasal 244 KUHAP berbunyai bahwa terhadap putusan
bebas pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh
pengadilan lain selain dari pada Mahkamah Agung,
terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan
permintaan pemeriksaan Kasasi kepada Mahkamah Agung
kecuali terhadap putusan bebas.
(2) Pasal 22 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang
Kekuasaan Kehakiman yang berbunyi terhadap putusan
pengadilan dalam tingkat Banding dapat dimintakan Kasasi
kepada Mahkamah Agung oleh pihak yang berkepentingan
kecuali undang-undang menentukan lain.
Para pihak yang akan mengajukan Kasasi harus memiliki
alasan yang kuat, karena jika tidak memiliki alasan yang kuat
maka dapat dipastikan akan kalah dipersidangan. Alasan untuk
permohonan Kasasi dalam KUHAP diatur dalam Pasal 253.
Adapun alasan Kasasi adalah sebagai berikut :
(1) Apakah benar suatu putusan hakim tidak diterapkan atau
diterapkan tidak sebagaimana mestinya.
(2) Apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut
ketentuan undang-undang.
(3) Apakah benar pengadilan telah melampaui batasan
wewenangnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
Berdasarkan alasan tersebut, menurut Pasal 255 KUHAP maka
putusan pengadilan yang dimintakan Kasasi dapat dibatalkan
karena :
(1) Peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak
sebagaimana mestinya, maka Mahkamah Agung mengadili
sendiri perkara tersebut.
(2) Cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan
undang-undang, Mahkamah Agung menetapkan disertai
petunjuk agar pengadilan yang memutus perkara yang
bersangkutan memeriksanya lagi mengenai bagian yang
dibatalkan, atau berdasarkan alasan tertentu Mahkamah
Agung dapat menetapkan perkara tersebut diperiksa oleh
pengadilan setingkat yang lain.
(3) Pengadilan atau hakim yang besangkutan tidak berwenang
mengadili perkara tersebut. Mahkamah Agung menetapkan
pengadilan atau hakim lain mengadili perkara tersebut.
2) Upaya hukum luar biasa
Upaya hukum luar biasa diatur dalam Bab XVIII KUHAP. Upaya
hukum luar biasa merupakan pengecualian dan penyimpangan dari
upaya hukum biasa yang terdiri dari Kasasi Demi Kepentingan
Hukum dan Peninjauan Kembali. Baik Kasasi Demi Kepentingan
Hukum maupun Peninjauan Kembali, kedua-duanya tidak boleh
merugikan pihak yang berkepentingan atau terdakwa atau
terpidana. Dengan demikian KUHAP menjamin kepastian hukum
bagi pihak yang berkepentingan atau terdakwa atau terpidana
(a) Pemeriksaan kasasi demi kepentingan hukum
Kasasi Demi Kepentingan Hukum pada umumnya sama saja
dengan Kasasi biasa, kecuali dalam Kasasi Demi Kepentingan
Hukum ini penasehat hukum tidak lagi dilibatkan ( Andi
Hamzah, 2001:297 ). Kasasi Demi Kepentingan Hukum diatur
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
dalam Pasal 259-262 KUHAP, yang antara lain berisi sebagai
berikut :
(1) Pasal 259 KUHAP ayat :
(a) Demi kepentingan hukum tehadap semua putusan
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dari
pengadilan lain selain dari pada Mahkamah Agung,
dapat diajukan satu kali permohonan Kasasi oleh
Jaksa Agung.
(b) Putusan Kasasi Demi Kepentingan Hukum tidak
boleh merugikan pihak yang berkepentingan.
(2) Pasal 260 KUHAP, ayat :
(a) Permohonan Kasasi Demi Kepentingan Hukum
disampaikan secara tertulis oleh Jaksa Agung kepada
Mahkamah Agung melalui panitera pengadilan yang
telah memutus perkara dalam tingkat pertama, disertai
risalah yang memuat alasan permintaan itu.
(b) Selain risalah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
oleh panitera disampaikan kepada pihak yang
berkepentingan.
(c) Ketua pengadilan yang bersangkutan segera
meneruskan permintaan itu kepada Mahkamah
Agung.
(3) Pasal 261 KUHAP, ayat :
(a) Salinan putusan Kasasi Demi Kepentingan Hukum
disampaikan kepada Jaksa Agung dan kepada
pengadilan yang bersangkutan dengan disertai berkas
perkara.
(4) Pasal 262 KUHAP, berbunyi :
”Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 259, Pasal
260 dan Pasal 261 KUHAP berlaku bagi cara Permohonan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
Kasasi Demi Kepentingan Hukum terhadap putusan
pengadilan dalam lingkup Peradilan Militer”.
Demi tegaknya hukum dan kepastian hukum, maka pengajuan
Kasasi Demi Kepentingan Hukum hanya boleh diajukan satu
kali saja. Seandainya boleh diajukan tanpa batas, jaksa dapat
mengajukan berulang kali, hal ini merupakan anarki sekaligus
merobek prinsip kepastian hukum dan dapat menyebabkan
siksaan bagi terdakwa. Jadi dalam hal ini berlaku prinsip
bahwa kesalahan hanya dapat diperbaiki satu kali saja (
M.Yahya Harahap, 2002:611 ).
(b) Peninjauan kembali putusan
Disamping pemeriksaan Kasasi Demi Kepentingan Hukum,
dalam KUHAP juga diatur tentang Peninjauan Kembali
putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Peninjauan Kembali pertama kali diatur dalam Peraturan
Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1969
tanggal 19 Juli 1969 baik dalam perkara perdata maupun
perkara pidana tetapi belum dapat dijalankan karena masih
diperlukan peraturan lebih lanjut mengenai beberapa
persoalan.
Peninjauan Kembali adalah upaya hukum luar biasa untuk
memperbaiki putusan yang berkekuatan hukum tetap.
Tujuannya agar pengadilan benar-benar menjalankan keadilan,
agar sendi-sendi hukum yang asasi di masyarakat terlindungi
(Usman Hamid, http://www.hukumonline.com).
Peninjauan kembali dapat diajukan atas dasar alasan
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 263 ayat (2) KUHAP
yaitu :
(1) Apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan
kuat, bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa putusan
bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau
tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap
perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan.
(2) Apabila dalam pelbagai putusan terdapat pernyataan bahwa
sesuatu telah terbukti akan tetapi hal atau keadaan sebagai
dasar dan alasan putusan yang dinyatakan telah terbukti itu
ternyata telah bertentangan satu sama lain.
(3) Apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu
kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.
Atas dasar alasan yang sama sebagaimana dalam Pasal 263 ayat
(2) KUHAP tersebut maka terhadap suatu putusan pengadilan
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dapat diajukan
permohonan Peninjauan Kembali apabila dalam putusan itu
suatu perbuatan yang didakwakan telah dinyatakan terbukti
akan tetapi tidak diikuti oleh suatu pemidanaan.Pengajuan
Peninjauan Kembali terhadap putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap kecuali putusan bebas atau
lepas dari segala tuntutan hukum dapat diajukan oleh terdakwa
atau ahli warisnya sesuai dengan Pasal 263 ayat (1)
KUHAP.Dalam hal Mahkamah Agung berpendapat bahwa
permohonan Peninjauan Kembali dapat diterima untuk
diperiksa, berlaku ketentuan seperti dalam Pasal 266 KUHAP,
sebagai berikut :
(1) Apabila Mahkamah Agung tidak membenarkan alasan
bahwa permintaan Peninjauan Kembali dengan menetapkan
bahwa putusan yang dimintakan Peninjauan Kembali itu
tetap berlaku disertai dasar pertimbangannya.
(2) Apabila Mahkamah Agung mambenarkan alasan pemohon,
Mahkamah Agung membatalkan putusan yang dinyatakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
Peninjuauan Kembali itu dan menyatakan putusan yang
dapat berupa :
(a) Putusan bebas.
(b) Putusan lepas dari segala tuntutan hukum.
(c) Putusan tidak dapat menerima tuntutan penuntut umum.
(d) Putusan dengan menerapkan ketentuan pidana yang
lebih ringan.
c. Upaya hukum peninjauan kembali
1) Pihak yang dapat mengajukan peninjauan kembali
Berdasarkan Pasal 263 ayat (1) KUHAP mengenai orang
yang berhak mengajukan Peninjauan Kembali, maka dibuka
kemungkinan bagi terdakwa atau ahli warisnya untuk mengajukan
permohonan Peninjauan Kembali, terhadap suatu putusan yang
telah mempunyai kekuatan hukum tetap, dengan pengecualian
putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum.Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa hak untuk mengajukan
Peninjauan Kembali hanya diberikan kepada terpidana atau ahli
warisnya dan hanya terhadap putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap yang tidak memuat putusan
bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, jadi hak ini tidak
diberikan kepada Jaksa Agung
2) Tata cara peninjauan kembali
Tata cara pengajuan Peninjauan Kembali diatur dalam Pasal 264
KUHAP yang dapat dijelaskan sebagai berikut :
a) Permintaan Peninjauan Kembali diajukan kepada panitera
Pengadilan Negeri yang memutus perkara dalam tingkat
pertama.
b) Permintaan Peninjauan Kembali disertai alasan-alasannya.
Alasan-alasan tersebut dapat diutarakan secara lisan yang
dicatat oleh panitera yang menerima Peninjauan Kembali
tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
c) Permintaan Peninjauan Kembali oleh panitera ditulis dalam
surat keterangan yang ditandatangani panitera serta pemohon,
dicatat dalam daftar dan dilampirkan pada berkas perkara.
d) Ketua Pengadilan Negari menunjuk hakim yang tidak
memeriksa perkara semula yang dimintakan Peninjauan
Kembali, untuk memeriksa apakah permintaan peninjauan
kembali itu memenuhi alasan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 263 ayat (2) KUHAP.
e) Dalam pemeriksaan itu pemohon dan penuntut umum ikut
hadir dan dapat menyampaikan pendapatnya.
f) Atas pemeriksaan tersebut dibuat berita acara pemeriksaan
yang ditandatangani oleh hakim, penuntut umum, pemohon dan
panitera dan berdasarkan berita acara tersebut dibuat berita
acara pendapat yang ditandatangani hakim dan panitera.
Ketua pengadilan melanjutkan permintaan Peninjauan Kembali
yang dilampiri berkas perkara semula, berita acara pemeriksaan
dan berita acara pendapat kepada Mahkamah Agung yang
tembusan kata pengantarnya sampai kepada pemohon dan penuntut
umum.
3) Asas-asas yang ditentukan dalam upaya hukum peninjauan
kembali
Asas-asas yang melekat dalam upaya hukum Peninjauan Kembali
ada beberapa macam, asas-asas tersebut masih perlu peningkatan
dan dapat dipergunakan sebagai pedoman dalam proses dan
pelaksanaan Peninjauan Kembali ( M.Yahya Harahap, 2002:639 ).
a) Pidana yang dijatuhkan tidak boleh melebihi putusan semula
Asas tersebut diatur dalam Pasal 266 ayat (3) KUHAP
yang menegaskan bahwa pidana yang dijatuhkan dalam
putusan Peninjauan Kembali tidak boleh melebihi pidana yang
telah dijatuhkan dalam putusan semula. Mahkamah Agung
tidak boleh menjatuhkan putusan yang melebihi putusan pidana
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
semula, yang diperkenankan adalah menerapkan ketentuan
pidana yang lebih ringan sebagaimana yang ditentukan dalam
Pasal 266 ayat (2) huruf b angka 4 KUHAP.
Asas pidana yang dijatuhkan tidak boleh melebihi putusan
semula ini sejalan dengan tujuan yang terkandung dalam
lembaga upaya Peninjauan Kembali yaitu membuka
kesempatan kepada terpidana untuk membela kepentingannya
agar terlepas dari ketidakbenaran penegakan hukum ( M.Yahya
Harahap, 2002:639 ).
b) Permintaan peninjauan kembali tidak menangguhkan
pelaksanaan putusan
Asas tersebut tidak mutlak menangguhkan maupun
menghentikan pelaksanaan eksekusi. Peninjauan Kembali tidak
merupakan alasan yang menghambat apalagi menghapus
pelaksanaan pelaksanaan putusan sehingga proses permohonan
Peninjauan Kembali dapat berjalan namun pelaksanaan putusan
juga tetap berjalan.Dalam hal-hal yang eksepsional dapat
dilakukan penangguhan penghentian pelaksanaan putusan
sehingga ketentuan Pasal 268 ayat (1) KUHAP dapat sedikit
diperlunak menjadi permintaan Peninjauan Kembali tidak
secara mutlak menangguhkan maupun menghentikan
pelaksanaan putusan. Anjuran Pasal 268 ayat (1) KUHAP
tersebut banyak yang menyalahgunakan sehingga sikap yang
seperti itu dapat menimbulkan bahaya dan keguncangan dalam
pelaksanaan penegakan hukum, yang dikehendaki dalam Pasal
tersebut ialah sikap dan kebijaksanaan yang matang dan
beralasan serta mengkaitkan dengan jenis pidana maupun sifat
dan kualitas yang menjadi landasan permintaan Peninjauan
Kembali ( M.Yahya Harahap, 2002: 640 ).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
c) Permintaan peninjauan kembali hanya dapat dilakukan satu kali
Pasal 283 ayat (3) KUHAP membenarkan atau
memperkenankan Peninjauan Kembali atas suatu perkara hanya
satu kali saja. Asas ini disebut sebagai asas Nebis In Idem yang
dikemukakan dalam Pasal 76 KUHP, sedang dalam perkara
perdata diatur dalam Pasal 1918 BW.Asas ini juga berlaku
terhadap permintaan Kasasi dan Kasasi Demi Kepentingan
Hukum. Dalam Peninjauan Kembali, asas ini lebih menyentuh
rasa keadilan karena asas ini merupakan suatu tantangan antara
kepastian hukum dengan rasa keadilan dan dengan berani
mengorbankan keadilan dan kebenaran demi tegaknya
kepastian hukum ( M.Yahya Harahap, 2002:640 ).
2. Tinjauan Tentang Judex Factie
a. Judex factie
Majelis hakim di tingkat pertama (pengadilan negeri) wajib
menentukan fakta mana, antara yang disampaikan para pihak, yang
dapat diterima, kemudian menentukan dan menerapkan ketentuan
hukum terhadap fakta tersebut. Judex factie mengacu kepada peran
seorang hakim sebagai penentu fakta yang mana yang benar. Dalam
sidang juri, juri yang memainkan peran ini, bukan hakim. Di
Indonesia, peran judex factie ini dijalankan oleh hakim pengadilan
negeri dan pengadilan tinggi
b. Judex juris
Peran hakim dalam menentukan hukum yang seharusnya
diterapkan terhadap fakta-fakta dalam kasus yang diadili dan dalam
menerapkan hukum tersebut terhadap fakta tersebut. Pada umumnya
di Indonesia hanya Mahkamah Agung berperan secara eksklusif
sebagai judex juris oleh karena Mahkamah Agung tidak menentukan
fakta - fakta. Tujuan utama Mahkamah Agung adalah untuk menilai
apakah penerapan hukum dalam suatu kasus sudah tepat dan memiliki
dasar hukum yang kuat. Di negara yang menganut tradisi common
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
law, pengadilan tertinggi lazimnya memiliki bagian yang menangani
kedua jenis banding, baik judex juris maupun judex factie.
3. Tinjauan Tentang Restorative Justice
Restorative justice adalah sebuah konsep pemikiran yang merespon
pengembangan sistem peradilan pidana dengan menitikberatkan pada
kebutuhan pelibatan masyarakat dan korban yang dirasa tersisihkan
dengan mekanisme yang bekerja pada sistem peradilan pidana yang ada
pada saat ini. Dipihak lain, restorative justice juga merupakan suatu
kerangka berfikir yang baru yang dapat digunakan dalam merespon suatu
tindak pidana bagi penegak dan pekerja hukum.
Penanganan perkara pidana dengan pendekatan restorative justice
menawarkan pandangan dan pendekatan berbeda dalam memahami dan
menangani suatu tindak pidana. Dalam pandangan restorative justice
makna tindak pidana pada dasarnya sama seperti pandangan hukum pidana
pada umumnya yaitu serangan terhadap individu dan masyarakat serta
hubungan kemasyarakatan. Akan tetapi dalam pendekatan restorative
justice, korban utama atas terjadinya suatu tindak pidana bukanlah negara,
sebagaimana dalam sistem peradilan pidana yang sekarang ada. Oleh
karenanya kejahatan menciptakan kewajiban untuk membenahi rusaknya
hubungan akibat terjadinya suatu tindak pidana. Sementara keadilan
dimaknai sebagai proses pencarian pemecahan masalah yang terjadi atas
suatu perkara pidana dimana keterlibatan korban, masyarakat dan pelaku
menjadi penting dalam usaha perbaikan, rekonsiliasi dan penjaminan
keberlangsungan usaha perbaikan tersebut.
Menurut Howard Zehr dalam jurnalnya yang berjudul Doing
Justice,Healing Trauma-The Role of Restorative Justice in Peacebuilding
restorative justice merefleksikan tiga hal seperti dibawah ini :
a. Crime is a violation of people and relationships
b. Violation create obligation ,and
c. The central obligation is to put right the wrongs .
Translated into a set of principles,restorative justice calls one to :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
a. Focus on the harms and consequent needs of the victims,as well as the
communities and the offenders
b. Address the obligations that result from those harms (the obligation of
offenders as well as the communities ‘and society’s’)
c. Use inclusive ,collaborative processes to the extent possible
d. Involve those with a legitimate stake in the situation,including victims,
offenders,community members and society
e. Seek to put right the the wrongs.
(Howard Zehr.Doing Justice,Healing Trauma-The Role of Restorative
Justice in Peacebuilding.South Asian Jurnal of Peacebuilding.Vol
1.No 1)
Menurut Dey Ravena ,Terdapat adanya pergeseran paradigm dalam
hukum pidana dari retributive justice kepada restorative justice membawa
perubahan dalam memahami konsep dasar dalam hukum pidana dan
sistem peradilan pidana adalah sebuah sistem maka apabila pilihan konsep
keadilan itu bergeser dari konsep yang satu ke konsep yang lainya ,maka
pergeseran konsep keadilan tersebut mempengaruhi elemen sistem hukum
yang lain tentang pemahaman konsep keadilan dalam praktik sistem
peradilan pidana dalam masyarakat. Hal ini sekaligus membawa implikasi
pada posisi hukum pelaku kejahatan dalam manajemen administrasi sistem
peradilan pidana di Indonesia di masa datang (Dey
Ravena.2009.Implementasi Kebijakan Berwawasan Restorative Justice
Pembinaan Narapidana Dalam Sistem Peradilan Pidana di
Indonesia.Jurnal Ilmu Hukum Litigasi.Vol.10. No.1)
4. Tinjauan Tentang Pembunuhan
a. Pengertian tindak pidana pembunuhan
Didalam KUHP diatur pada buku II title XIX (Pasal 338-
350), tentang kejahatan-kejahatan nyawa orang. Pembunuhan ini
termasuk tindak pidana material ,artinya untuk kesempurnaan tindak
pidana ini tidak cukup dengan dilakukannya perbuatan itu, akan tetapi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
menjadi syarat juga adanya akibat perbuatan itu (Sudradjat Bassar,
1986 . 120-121).
Pembunuhan adalah suatu tindakan untuk menghilangkan
nyawa seseorang dengan cara melanggar hukum, maupun yang tidak
melawan hukum. Pembunuhan dapat dilakukan dengan berbagai cara,
yang paling umum adalah dengan menggunakan senjata api atau
senjata tajam. Pembunuhan dapat juga dilakukan dengan menggunakan
bahan peledak seperti bom. Pembunuhan dilakukan karena dilatar
belakangi tidak hanya motif ekonomi saja, tetapi oleh berbagai macam
motif misalnya politik, kecemburuan, dendam, membela diri dan
sebagainya (http/nl.wikipedia.org/ wiki/ pembunuhan/ diakses tanggal
20 september 2011 pukul 17.00 WIB).
Motif ekonomi misalkan, bahwa kejahatan ini sering kali
dilakukan oleh orang yang tingkat kesejahteraannya rendah akibat
kemiskinan yang menjerat, tapi sekarang juga ada tindak pidana
pembunuhan yang dilakukan oleh orang yang tingkat kesejahteraannya
menengah keatas. Tindak pidana pembunuhan ini dilakaukan akibat
perkembangan tekhnologi yang semakin cangguh di era globalisasi ini
yang mengakibatkan perilaku konsumtif meningkat. Sehingga banyak
sekali tindak pidana pembunuhan yang dilakukan untuk memastikan
penguasaan barang yang diperolehnya secara melawan hukum.
Pembunuhan yang bermotif karena kecemburuan, seperti
seorang pemuda tega membunuh kekasihnya dikarenakan cemburu
melihat kekasihnya itu bermesraan dengan orang lain dan seorang
suami juga membunuh istrinya karena berselingkuh dengan
tetangganya atau bahkan seorang pejabat negara juga membunuh rekan
kerjanya.
Dari contoh kasus-kasus diatas terdapat gambaran mengenai
tindak pidana pembunuhan yang dilakukan dengan cara melanggar
hukum. Dan juga terdapat tindakmpidana pembunuhan yang tidak
melawan hukum, contoh . orang yang menghidupkan mesin mobilnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
pada saat mengisi bensin. Apabila hal itu mengakibatkan kebakaran
yang membahayakan keselamatan harta benda atau seseorang, maka ia
sedikitnya dinyatakan telah melakukan kealpaan dan dapat dipidana.
b. Jenis-jenis tindak pidana pembunuhan
Kejahatan terhadap nyawa orang terbagi atas beberapa jenis
yaitu,
1) Pembunuhan biasa (doodslag)
2) Pembunuhan terkwalifikasi (gequalificeerd)
3) Pembunuhan yang direncanakan ( moord )
4) Pembunuhan anak ( kinderdoodslag)
5) Pembunuhan atas permintaan si Korban
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
B. Kerangka Pemikiran
Tindak Pidana Pembunuhan
Pemeriksaan Sidang(Pembuktian)
Alat Bukti (surat pernyataan
perdamaian
terdakwa + keluarga
korban)
Restorative Justice
PengesampinganAlat Bukti Surat
Pernyataan Perdamaian Terdakwa
+ Keluarga korban
Putusan Pemidanaan
Upaya Hukum Peninjauan Kembali
Alasan-Alasan PKPasal 263 ayat (2)
KUHAP
Kekhilafan atau kekeliruan yang nyata
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Keterangan :
Pembunuhan merupakan salah satu tindak pidana yang dirumuskan di
dalam KUHP. Untuk menjatuhkan sanksi kepada pelaku, tidak lain adalah melalui
proses persidangan (due process of law)di pengadilan yang berwenang untuk
memeriksa dan mengadili perkara yang bersangkutan. Salah satu tahapan dari
proses persidangan tersebut adalah pembuktian. Dalam tindak pidana
pembunuhan, tidak jarang telah terjadi perdamaian antara pelaku tindak pidana
dengan keluarga korban, dan perdamaian tersebut pada umumnya dinyatakan
dalam bentuk surat pernyataan. Namun, fakta mengenai adanya perdamaian antara
terdakwa dengan keluarga korban yang tertuang dalam surat pernyataan
perdamaian ternyata dikesampingkan oleh judex factie bahkan sama sekali tidak
dimasukkan ke dalam pertimbangan putusan. Hal tersebut sangat menarik
berkaitan dengan konsep restorative justice dalam penegakan hukum pidana di
Indonesia. Pengesampingan fakta atau surat pernyataan tersebut kemudian
digunakan sebagai alasan peninjauan kembali terpidana khususnya mengenai
alasan terdapat kekhilafan atau kekeliruan yang nyata yang dilakukan oleh hakim
pemeriksa perkara.
Atas dasar tersebut Penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam mengenai
pengabaian fakta adanya perdamaian antara Terdakwa dengan keluarga korban
dan korelasinya dengan restorative justice.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
BAB IIIHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Kesesuaian Pengajuan Peninjauan Kembali Atas Alasan Adanya Kekeliruan
yang Nyata Berupa Pengesampingan Judex Factie Terhadap Fakta
Perdamaian Antara Terdakwa dan Keluarga Korban Dalam Perkara
Pembunuhan Dengan Ketentuan Pasal 263 KUHAP
1. Deskripsi Kasus
Terdakwa Adiguno Sutowo pada hari sabtu tanggal 1 januari 2005
sekitar pukul 04.45 WIB bertempat di Island Bar Fluid Club & Lounge di
Lantai Dasar Hotel Hilton International Jl. Jenderal Sudirman Jakarta
Pusat. Pada saat itu terdakwa bersama Vika Dewayani, saksi Novia
Herdiana alias Tinul dan saksi Thomas Edward Sisk alias Tom berkumpul
di kamar 1564 lantai 15 tempat terdakwa menginap. Sekitar setengah jam
kemudian yakni pada pukul 03.10 WIB, isteri terdakwa yaitu Vika
Dewayani memberitahu terdakwa agar pergi melihat anak terdakwa yang
sedang berada di Diskotik sehingga terdakwa bersama saksi Thomas
Edward Sisk alias Tom, saksi Novia Herdiana alias Tinul dan Aida pergi
menuju ke Island Bar Fluid Club & Lounge yang terletak di Lantai Dasar
Hotel Hilton; Setelah sampai di Island Bar Fluid Club & Lounge terdakwa
bersama saksi Novia Herdiana alias Tinul, Aida dan saksi Thomas Edward
sisk alias Tom masing-masing berpencar yaitu saksi Thomas Edward Sisk
alias Tom menuju ke Lounge memesan minuman coca cola sedang
terdakwa menuju ke counter Disc Jockey (DJ) dan bertemu dengan saksi
Fauzi Naro sambil bersalaman,sedang saksi Novia Herdiana alias Tinul,
bersama temannya bernama Aida berajojing sambil ngobrol masalah
musik.pukul 04.40 WIB, terdakwa bersama saksi Novia Herdiana alias
Tinul menuju ke Island Bar untuk memesan minuman dan sesampainya di
Island Bar terdakwa duduk di atas Meja Bar membelakangi korban
Yohanes Brahman Haerudi alias Rudi sedangkan saksi Novia Herdiana
alias Tinul berdiri disamping kanan terdakwa. Setelah saksi Daniel
Sibarani selesai membuat minuman dan memberikannya kepada saksi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
Novia Herdiana alias Tinul, korban Yohanes Brahman Haerudi alias Rudi
memberikan nota tagihan atau bill kepada saksi Novia Herdiana alias
Tinul menerima nota tagihan atau bill dari korban Yohanes, maka saksi
Novia Herdiana alias Tinul memberikan Kartu Kredit HSBC miliknya
kepada korban untuk membayar minuman seharga Rp.150.000,- (seratus
lima puluh ribu rupiah).Ketika minuman Vodca Tonik diberikan oleh saksi
Novia Herdiana alias Tinul kepada terdakwa, Terdakwa memesan kembali
minuman Lychee Martini dan Vodca Tonik kepada saksi Nyak Cut Nina
alias Nina dan setelah diantarkan dua gelas minuman kepada terdakwa,
terdakwa membayar harga minuman dengan memberikan kartu Debit
BCA kepada korban. Kartu Debit BCA milik terdakwa dibawa oleh
korban untuk diperlihatkan kepada saksi Hari Suprasto selaku Kasir
dengan mengatakan “Bisa nggak membayar dengan kartu debit BCA ini?”
dijawab oleh saksi Hari Suprasto “tidak bisa karena mesin edisinya belum
ada.Karena pembayaran harga minuman yang dipesan terdakwa tidak
dapat dibayar dengan menggunakan Kartu Debit BCA, korban
mengembalikan Kartu Debit BCA tersebut kepada saksi Novia Herdiana
alias Tinul,selanjutnya saksi Novia Herdiana alias Tinul memberikannya
kepadaKarena Kartu Debit BCA milik terdakwa tidak bisa dipakai
membayar harga minuman, terdakwa lalu marah-marah kepada korban
namun dilerai oleh saksi Novia Herdiana alias Tinul dengan mengatakan
kepada terdakwa “sudah, sudah”, tetapi terdakwa tidak menghiraukannya
sambil memutar badan ke arah korban, terdakwa menarik senjata api pistol
caliber 22 jenis S&W dari pinggang terdakwa dan dari jarak sekitar
setengah meter terdakwa menembak korban Yohanes Brahman Haerudi
alias Rudi sebanyak 1 (satu) kali yang mengenai dahi kanan korban
menyebabkan korban jatuh terlentantang. Selesai menembak korban,
terdakwa turun dari Meja Bar lalu menyerahkan pistolnya kepada saksi
Werner Saferna dengan cara terdakwa menempelkan pistolnya secara
paksa ke tangan kanan saksi Werner Saferna selanjutnya pistol yang
diterima saksi Werner Saferna dimasukkan ke kantong celana saksi dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
karena situasi panik saksi pulang ke rumahnya dengan membawa pistol
yang diterima dari terdakwa.Bahwa pistol yang dibawa dan digunakan
terdakwa menembak korban yaitu senjata api genggam jenis revolver,
model airlite, kaliber 22 LR merek S&Wtidak dilengkapi dengan surat izin
yang sah dan berdasarkan hasil pengecekan kepemilikan senjata api dari
Badan Intelijen Keamanan Mabes Polri diketahui bahwa senjata api
tersebut tidak terdaftar dalam data base kepemilikan senjata api non
organic TNI/Polri sebagaimana surat No.Pol B/20/I/2005/BAINTELKAM
tanggal 14 Januari 2005. Pada saat dilakukan penggeledahan di kamar
1564 tempat terdakwa menginap yang dilakukan oleh LILIK HARYATI
petugas dari Kepolisian Polres Metro Jakarta Pusat juga ditemukan 19
(sembilan belas) butir peluru di dalam closet/ penampung-an air di kamar
mandi;Bahwa baik senjata api genggam jenis revolver, model airlite,
kaliber 22 LR merek S&W maupun 3 (tiga) butir peluru yang terdapat di
dalamnya, serta 19(sembilan belas) butir peluru yang ditemukan di dalam
closet/penampungan air di kamar mandi terdawa ADIGUNA SUTOWO
tidak dilengkapi dengan Surat Izin yang sah dari pihak yang berwenang
2. Identitas Terdakwa
Nama : ADIGUNA SUTOWO;
Tempat lahir : Jakarta;
Umur / tanggal lahir : 47 Tahun/31 Mei 1958;
Jenis kelamin : Laki-Laki
Kebangsaan : Indonesia
Tempat tinggal : Jl. Kamboja No.1, Kecamatan Menteng.
Jakarta Pusat
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
3. Dakwaan
Terdakwa didakwa oleh penuntut umum secara komulatif yaitu :
a. Dakwaan kesatu :
Membaca surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum pada
Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat sebagai berikut :
Bahwa terdakwa Adiguna Sutowo pada hari Sabtu tanggal 1 Januari
2005 sekitar Pukul 04.47 WIB atau setidak-tidaknya pada suatu waktu
dalam bulan Januari 2005, bertempat di Island Bar Fluid Club &
Lounge di Lantai Dasar Hotel Hilton International Jl. Jenderal
Sudirman Jakarta Pusat atau setidak-tidaknya di suatu tempat yang
masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,
dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain yaitu Yohanes
Brahman Haerudi alias Rudi, perbuatan tersebut dilakukan oleh
terdakwa dengan cara sebagai berikut :
1) Pada hari Sabtu tanggal 01 Januari 2005 sekitar pukul 02.30 WIB,
terdakwa Adiguna Sutowo bersama saksi Vika Dewayani, saksi
Novia Herdiana alias Tinul dan saksi Thomas Edward Sisk alias
Tom pergi ke Hotel Hilton International di Jl. Jend. Sudirman
Jakarta Pusat setelah selesai merayakan malam Tahun Baru 2005 di
Restoran Dragon Fly Café di gedung BIP di Jl Gatot Subroto
Jakarta, setibanya di Hotel Hilton International terdakwa bersama
Vika Dewayani, saksi Novia Herdiana alias Tinul dan saksi
Thomas Edward Sisk alias Tom berkumpul di kamar 1564 lantai
15 tempat terdakwa menginap. Sekitar setengah jam kemudian
yakni pada pukul 03.10 WIB, isteri terdakwa yaitu Vika Dewayani
memberitahu terdakwa agar pergi melihat anak terdakwa yang
sedang berada di Diskotik sehingga terdakwa bersama saksi
Thomas Edward Sisk alias Tom, saksi Novia Herdiana alias Tinul
dan Aida pergi menuju ke Island Bar Fluid Club & Lounge yang
terletak di Lantai Dasar Hotel Hilton;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
2) Setelah sampai di Island Bar Fluid Club & Lounge terdakwa
bersama saksi Novia Herdiana alias Tinul, Aida dan saksi Thomas
Edward sisk alias Tom masing-masing berpencar yaitu saksi
Thomas Edward Sisk alias Tom menuju ke Lounge memesan
minuman coca cola sedang terdakwa menuju ke counter Disc
Jockey (DJ) dan bertemu dengan saksi Fauzi Naro sambil
bersalaman terdakwa mengucapkan “Selamat Tahun Baru 2005”
kepada saksi Fauzi Naro, sedang saksi Novia Herdiana alias Tinul,
bersama temannya bernama Aida berajojing sambil ngobrol
masalah musik;
3) Sekitar pukul 04.40 WIB, terdakwa bersama saksi Novia Herdiana
alias Tinul menuju ke Island Bar untuk memesan minuman dan
sesampainya di Island Bar terdakwa duduk di atas Meja Bar
membelakangi korban Yohanes Brahman Haerudi alias Rudi
sedangkan saksi Novia Herdiana alias Tinul berdiri disamping
kanan terdakwa. Saksi Novia Herdiana alias Tinul memesan
minuman berupa satu gelas Lychee Martini dan satu gelas Vodca
Tonik kepada saksi Daniel Sibarani yang saat itu bersama korban
berdiri di belakang Meja Bar tempat terdakwa duduk
4) Setelah saksi Daniel Sibarani selesai membuat minuman dan
memberikannya kepada saksi Novia Herdiana alias Tinul, korban
Yohanes Brahman Haerudi alias Rudi memberikan nota tagihan
atau bill kepada saksi Novia Herdiana alias Tinul menerima nota
tagihan atau bill dari korban Yohanes mengatakan kepada korban
“Mas, bisa cash kekamar ndak? Dijawab oleh korban “tidak bisa”.
Karena pembayaran harga minuman tidak bisa cash ke kamar,
maka saksi Novia Herdiana alias Tinul memberikan Kartu Kredit
HSBC miliknya kepada korban untuk membayar minuman seharga
Rp.150.000,- (seratus lima puluh ribu rupiah);
5) Ketika minuman Vodca Tonik diberikan oleh saksi Novia Herdiana
alias Tinul kepada terdakwa, saksi Novia Herdiana alias Tinul
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
memberitahu terdakwa dengan mengatakan “Jack, minumannya
tidak bisa di cash ke kamar tapi saya sudah bayar”. Selesai
memberikan minuman Vodca Tonik kepada terdakwa, saksi Novia
Herdiana alias Tinul memberi tahu saksi Daniel Sibarani dengan
mengatakan “Mas saya takut dengan orang yang ada disebelah
saya, dia adalah Adiguna Sutowo yang punya Hilton dan dia
mempunyai senjata”;
6) Terdakwa memesan kembali minuman Lychee Martini dan Vodca
Tonik kepada saksi Nyak Cut Nina alias Nina dan setelah
diantarkan dua gelas minuman kepada terdakwa, terdakwa
membayar harga minuman dengan memberikan kartu Debit BCA
kepada korban. Kartu Debit BCA milik terdakwa dibawa oleh
korban untuk diperlihatkan kepada saksi Hari Suprasto selaku
Kasir dengan mengatakan “Bisa nggak membayar dengan kartu
debit BCA ini?” dijawab oleh saksi Hari Suprasto “tidak bisa
karena mesin edisinya belum ada”;
7) Karena pembayaran harga minuman yang dipesan terdakwa tidak
dapat dibayar dengan menggunakan Kartu Debit BCA, korban
mengembalikan Kartu Debit BCA tersebut kepada saksi Novia
Herdiana alias Tinul,selanjutnya saksi Novia Herdiana alias Tinul
memberikannya kepada terdakwa. Karena Kartu Debit BCA milik
terdakwa tidak bisa dipakai membayar harga minuman, terdakwa
lalu marah-marah kepada korban namun dilerai oleh saksi Novia
Herdiana alias Tinul dengan mengatakan kepada terdakwa “sudah,
sudah”, tetapi terdakwa tidak menghiraukannya sambil memutar
badan ke arah korban, terdakwa menarik senjata api pistol caliber
22 jenis S&W dari pinggang terdakwa dan dari jarak sekitar
setengah meter terdakwa menembak korban Yohanes Brahman
Haerudi alias Rudi sebanyak 1 (satu) kali yang mengenai dahi
kanan korban menyebabkan korban jatuh terlentang;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
8) Selesai menembak korban, terdakwa turun dari Meja Bar lalu
menyerahkan pistolnya kepada saksi Werner Saferna dengan cara
terdakwa menempelkan pistolnya secara paksa ke tangan kanan
saksi Werner Saferna selanjutnya pistol yang diterima saksi
Werner Saferna dimasukkan ke kantong celana saksi dan karena
situasi panik saksi pulang ke rumahnya dengan membawa pistol
yang diterima dari terdakwa;
9) Korban Yohanes Brahman Haerudi alias Rudi yang terluka akibat
luka tembak kemudian diangkat oleh saksi Yerry Eka Nugraha,
saksi Hari Gunawan Isa dan saksi Daniel Sibarani untuk dibawa ke
klinik Sutowosutowo Medical Service Hotel Hilton International
yang terletak di dalam lingkungan Hotel Hilton sedang terdakwa
dengan melalui pintu belakang ia keluar dari Island Bar namun
ketika keluar dari Island Bar terdakwa melihat korban sedang
digotong oleh beberapa orang dan terdakwa kemudian ikut juga
menggotong korban untuk dibawa ke klinik Sutowo-sutowo
Medical Service, setelah itu terdakwa kembali ke kamar 1564
tempat terdakwa menginap. Selesai mendapat pertolongan pertama
dari saksi Nathalia Christina, dokter jaga pada Sutowo-sutowo
Medical Service korban Yohanes Brahman Haerudi alias Rudi lalu
dibawa ke Rumah Sakit Angkatan Laut (RSAL) di daerah
Bendungan Hilir, Jakarta Pusat dan tidak berapa lama kemudian
korban meninggal di Rumah Sakit;
10) Saksi Novia Herdiana alias Tinul yang ketakutan melihat
penembakan tersebut kemudian pergi ke kamar 1564 menemui
isteri terdakwa yaitu saksi Vika Dewayani dengan mengatakan “ di
Island Bar Fluid Club telah terjadi penembakan yang dilakukan
oleh Adiguna Sutowo”;
11) Pada sekitar pukul 05.30 WIB, saksi Vika Dewayani kemudian
menghubungi saksi Thomas Edward Sisk alias Tom melalui
telepon ke kamar 1271 dengan mengatakan “Ada Kecelakaan”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
kemudian saksi Thomas Edward Sisk alias Tom menuju ke kamar
1564 dan setibanya di kamar tersebut saksi Thomas Edward Sisk
alias Tom melihat terdakwa sedang mondar-mandir seperti orang
kebingunan. Saat itu saksi Thomas Edward Sisk alias Tom melihat
saksi Novia Herdiana alias Tinul mengatakan kepada saksi Thomas
Edward Sisk alias Tom “Ada sesuatu yang terjadi di bawah:.
Setelah mendapat informasi tersebut saksi Thomas Edward Sisk
alias Tom turun ke Fluid Club anda Lounge dan bertemu dengan
General Manager Fluid Club dan Lounge yaitu saksi Yerri Eka
Nugraha yang memberitahukan “Di Diskotik ini telah ada
kejadian”;
12) Bahwa luka tembak yang diderita korban pada dahi kanan
menyebabkan kerusakan jaringan otak serta pendarahan dan
kerusakan pada tulang tengkorak akibat tembakan senjata api pada
daerah dahi kanan hal mana sesuai dengan anak peluru yang
ditembakan oleh senjata api caliber 22 S&W;Sebab matinya
korban akibat tembakan senjata api pada daerah dahi kanan,
sebagaimana diuraikan dalam Visum Et Repertum Nomor:
007/SK.II/01/2-2005 tanggal 13 Januari 2005 yang dibuat dan
ditandatangani oleh Dr.Abdul Mun’im Idris, SpF dokter Spesialis
Forensik pada Bagian Ilmu Kedokteran Forensik Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta;
13) Bahwa butir peluru yang berasal dari tubuh korban identik dengan
anak peluru yang ditembakkan dari laras senjata api genggam jenis
revolver, model Airlite Kaliber 22 S&W sebagaimana diuraikan
dalam kesimpulan Berita Acara Pemeriksaan Laboratoris
Kriminalistik Badan Reskrim Polri No.LAB : 18/BSF/2005 tanggal
13 Januari 2005;
Perbuatan terdakwa tersebut di atas sebagaimana diatur dan diancam
pidana dalam Pasal 338 Kitab Undang Hukum Pidana;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
b. Dakwaan kedua :
Bahwa terdakwa Adiguna Sutowo pada hari Sabtu tanggal 1
Januari 2005 sekitar Pukul 04.47 WIB atau setidak-tidaknya pada
suatu waktu dalam bulan Januari 2005, atau setidak-tidaknya masih
dalam tahun 2005, bertempat di Island Bar Fluid Club & Lounge di
Lantai Dasar Hotel Hilton International Jl. Jend. Sudirman Jakarta
Pusat atau setidak-tidaknya pada suatu tempat yang masih termasuk
dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, tanpa hak,
menerima, mencoba, memperoleh, menyerahkan atau mencoba
menyerahkan, menguasai, membawa mempunyai persediaan padanya
atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, menyembunyikan,
mempergunakan sesuatu senjata api, amunisi atau sesuatu bahan
peledak, perbuatan terdakwa dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1) Pada hari Sabtu tanggal 01 Januari 2005 sekitar pukul 02.30 WIB,
terdakwa Adiguna Sutowo bersama saksi Vika Dewayani, saksi
Novia Herdiana alias Tinul dan saksi Thomas Edward Sisk alias
Tom pergi ke Hotel Hilton International di Jl. Jend. Sudirman
Jakarta Pusat setelah selesai merayakan malam Tahun Baru 2005 di
Restoran Dragon Fly Café di gedung BIP di Jl.Gatot Subroto
Jakarta, setibanya di Hotel Hilton International terdakwa bersama
Vika Dewayani, saksi Novia Herdiana alias Tinul dan saksi
Thomas Edward Sisk alias Tom berkumpul di kamar 1564 lantai
15 tempat terdakwa menginap. Sekitar setengah jam kemudian
yakni pada pukul 03.10 WIB, isteri terdakwa yaitu Vika Dewayani
memberitahu terdakwa agar pergi melihat anak terdakwa yang
sedang berada di Diskotik sehingga terdakwa bersama saksi
Thomas Edward Sisk alias Tom, saksi Novia Herdiana alias Tinul
dan Aida pergi menuju ke Island Bar Fluid Club & Lounge yang
terletak di Lantai Dasar Hotel Hilton;
2) Setelah sampai di Island Bar Fluid Club & Lounge terdakwa
bersama saksi Novia Herdiana alias Tinul, Aida dan saksi Thomas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
Edward sisk alias Tom masing-masing berpencar yaitu saksi
Thomas Edward Sisk alias Tom menuju ke Lounge memesan
minuman coca cola sedang terdakwa menuju ke counter Disc
Jockey (DJ) dan bertemu dengan saksi Fauzi Naro sambil
bersalaman terdakwa mengucapkan “Selamat Tahun Baru 2005”
kepada saksi Fauzi Naro, sedang saksi Novia Herdiana alias Tinul,
bersama temannya bernama Aida berajojing sambil ngobrol
masalah musik;
3) Sekitar pukul 04.40 WIB, terdakwa bersama saksi Novia Herdiana
alias Tinul menuju ke Island Bar untuk memesan minuman dan
sesampainya di Island Bar terdakwa duduk di atas Meja Bar
membelakangi korban Yohanes Brahman Haerudi alias Rudi
sedangkan saksi Novia Herdiana alias Tinul berdiri disamping
kanan terdakwa. Saksi Novia Herdiana alias Tinul memesan
minuman berupa satu gelas Lychee Martini dan satu gelas Vodca
Tonik kepada saksi Daniel Sibarani yang saat itu bersama korban
berdiri di belakang Meja Bar tempat terdakwa duduk;
4) Setelah saksi Daniel Sibarani selesai membuat minuman dan
memberikannya kepada saksi Novia Herdiana alias Tinul, korban
Yohanes Brahman Haerudi alias Rudi memberikan nota tagihan
atau bill kepada saksi Novia Herdiana alias Tinul menerima nota
tagihan atau bill dari korban Yohanes mengatakan kepada korban
“Mas, bisa cash kekamar ndak? Dijawab oleh korban “tidak bisa”.
Karena pembayaran harga minuman tidak bisa cash ke kamar,
maka saksi Novia Herdiana alias Tinul memberikan Kartu Kredit
HSBC miliknya kepada korban untuk membayar minuman seharga
Rp. 150.000,- (seratus lima puluh ribu rupiah);
5) Ketika minuman Vodca Tonik diberikan oleh saksi Novia Herdiana
alias Tinul kepada terdakwa, saksi Novia Herdiana alias Tinul
memberitahu terdakwa dengan mengatakan “Jack, minumannya
tidak bisa di cash ke kamar tapi saya sudah bayar”. Selesai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
memberikan minuman Vodca Tonik kepada terdakwa, saksi Novia
Herdiana alias Tinul memberi tahu saksi Daniel Sibarani dengan
mengatakan “Mas saya takut dengan orang yang ada disebelah
saya, dia adalah Adiguna Sutowo yang punya Hilton dan dia
mempunyai senjata”;
6) Terdakwa memesan kembali minuman Lychee Martini dan Vodca
Tonik kepada saksi Nyak Cut Nina alias Nina dan setelah
diantarkan dua gelas minuman kepada terdakwa, terdakwa
membayar harga minuman dengan memberikan kartu Debit BCA
kepada korban. Kartu Debit BCA milik terdakwa dibawa oleh
korban untuk diperlihatkan kepada saksi Hari Suprasto selaku
Kasir dengan mengatakan “Bisa nggak membayar dengan kartu
debit BCA ini?” dijawab oleh saksi Hari Suprasto “tidak bisa
karena mesin edisinya belum ada”;
7) Karena pembayaran harga minuman yang dipesan terdakwa tidak
dapat dibayar dengan menggunakan Kartu Debit BCA, korban
mengembalikan Kartu Debit BCA tersebut kepada saksi Novia
Herdiana alias Tinul,selanjutnya saksi Novia Herdiana alias Tinul
memberikannya kepada terdakwa. Karena Kartu Debit BCA milik
terdakwa tidak bisa dipakai membayar harga minuman, terdakwa
lalu marah-marah kepada korban namun dilerai oleh saksi Novia
Herdiana alias Tinul dengan mengatakan kepada terdakwa “sudah,
sudah”, tetapi terdakwa tidak menghiraukannya sambil memutar
badan ke arah korban, terdakwa menarik senjata api pistol caliber
22 jenis S&W dari pinggang terdakwa dan dari jarak sekitar
setengah meter terdakwa menembak korban Yohanes Brahman
Haerudi alias Rudi sebanyak 1 (satu) kali yang mengenai dahi
kanan korban menyebabkan korban jatuh terlentang;
8) Selesai menembak korban, terdakwa turun dari Meja Bar lalu
menyerahkan pistolnya kepada saksi Werner Saferna dengan cara
terdakwa menempelkan pistolnya secara paksa ke tangan kanan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
saksi Werner Saferna selanjutnya pistol yang diterima saksi
Werner Saferna dimasukkan ke kantong celana saksi dan karena
situasi panik saksi pulang ke rumahnya dengan membawa pistol
yang diterima dari terdakwa;
9) Bahwa pistol yang dibawa dan digunakan terdakwa menembak
korban yaitu senjata api genggam jenis revolver, model airlite,
kaliber 22 LR merek S&W tidak dilengkapi dengan surat izin yang
sah dan berdasarkan hasil pengecekan kepemilikan senjata api dari
Badan Intelijen Keamanan Mabes Polri diketahui bahwa senjata
api tersebut tidak terdaftar dalam data base kepemilikan senjata api
non organic TNI/Polri sebagaimana surat No.Pol
B/20/I/2005/BAINTELKAM tanggal 14 Januari 2005. Pada saat
dilakukan penggeledahan di kamar 1564 tempat terdakwa
menginap yang dilakukan oleh LILIK HARYATI petugas dari
Kepolisian Polres Metro Jakarta Pusat juga ditemukan 19
(sembilan belas) butir peluru di dalam closet/penampung-an air di
kamar mandi;
10) Bahwa baik senjata api genggam jenis revolver, model airlite,
kaliber 22 LR merek S&W maupun 3 (tiga) butir peluru yang
terdapat di dalamnya, serta 19 (sembilan belas) butir peluru yang
ditemukan di dalam closet/penampungan air di kamar mandi
terdawa ADIGUNA SUTOWO tidak dilengkapi dengan Surat Izin
yang sah dari pihak yang berwenang;
Perbuatan terdakwa tersebut di atas sebagaimana diatur dan diancam
pidana dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang R.I. Nomor
12/Drt/1951;
4. Tuntutan Pidana
Membaca tuntutan Jaksa/Penuntut Umum tanggal 10 Mei 2005
yang isinya adalah sebagai berikut :
a. Menyatakan terdakwa Adiguna Sutowo terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “pembunuhan”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 338 Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana dalam dakwaan kesatu dan “tanpa hak membawa,
menguasai, senjata api dan amunisi” sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Republik Indonesia Nomor
12/Drt/1951 dalam dakwaan kedua;
b. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Adiguna Sutowo dengan
pidana penjara selama seumur hidup dengan perintah terdakwa tetap
ditahan;
c. Menyatakan barang bukti berupa :
1) 16 (enam belas) butir peluru kaliber 22;
2) 1 (satu) pucuk senjata api jenis SMITH & WESSIN kaliber 22
berwarna silver berikut 3 (tiga) peluru amunisi/peluru kaliber 22;
3) 1 (satu) butir proyektil yang diambil dari tubuh korban Yohanes
Brahman Chaerudin; Dirampas untuk negara diserahkan kepada
pihak Kepolisian;
4) 1 (satu) buah Hand Phone Nokia tipe 6610 warna hitam berikut
Sim cardnya nomor 0815 163 4023; Dikembalikan kepada saksi
Chaedar Santoso;
5) 1 (satu) setel seragam kerja berwarna abu-abu bernoda darah
berikut ikat pinggang warna hitam;
6) 1 (satu) kaos berwarna lengan panjang berwarna abu-abu bernoda
darah;
7) 1 (satu) buah topi warna coklat; Dikembalikan kepada keluarga
korban;
8) 1 (satu) buah baju lengan panjang warna putih; Dikembalikan
kepada terdakwa Adiguna Sutowo;
9) 4 (empat) buah handuk warna putih; Dikembalikan kepada pihak
Hotel Hilton International;
10) 2 (dua) lembar slip bukti pembayaran yang ditanda tangani oleh
pemilik kartu;
11) 1 (satu) lembar kwitansi/bill;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
12) 3 (tiga) lembar kwitansi/bill; Dikembalikan kepada pihak Island
Bar Fluid Club & Lounge;
d. Menetapkan agar terdakwa membayar biaya perkara sebesar
Rp.2.500,-(dua ribu lima ratus rupiah);
5. Amar Putusan Pengadilan Jakarta Pusat
Membaca putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 16
Juni2005 No.273/Pid.B/2005/PN.JKT.PST yang amar lengkapnya sebagai
berikut
a. Menyatakan terdakwa Adiguna Sutowo terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “PEMBUNUHAN”
dan “TANPA HAK MEMBAWA, MENGUASAI, SENJATA API
DAN AMUNISI” ;
b. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama
7(tujuh) tahun;
c. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangkan
seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan, kecuali waktu selama dia
dirawatnginap di rumah sakit di luar Rumah Tahanan Negara yang
tidak ikut dikurangkan;
d. Memerintahkan agar terdakwa tetap berada dalam tahanan;
e. Menetapkan barang bukti berupa :
1) 16 (enam belas) butir peluru kaliber 22, 1 (satu) pucuk senjata api
jenis SMITH & WESSIN kaliber 22 berwarna silver berikut 3
(tiga) peluru amunisi/peluru kaliber 22, 1 (satu) butir proyektil
yang diambil dari tubuh korban Yohanes Brahman Chaerudin,
dirampas untuk negara diserahkan kepada pihak Kepolisian;
2) 1 (satu) buah Hand Phone Nokia tipe 6610 warna hitam berikut
Sim cardnya nomor 0815 163 4023, dikembalikan kepada saksi
Chaedar Santoso;
3) 1 (satu) setel seragam kerja berwarna abu-abu bernoda darah
berikut ikat pinggang warna hitam, 1 (satu) kaos berwarna lengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
panjang berwarna abu-abu bernoda darah, 1 (satu) buah topi warna
coklat,dikembalikan kepada keluarga korban;
4) 1 (satu) buah baju lengan panjang warna putih;Dikembalikan
kepada terdakwa Adiguna Sutowo;
5) 4 (empat) buah handuk warna putih; Dikembalikan kepada pihak
Hotel Hilton International;
6) 2 (dua) lembar slip bukti pembayaran yang ditanda tangani oleh
pemilik kartu, 1 (satu) lembar kwitansi/bill, 3 (tiga) lembar
kwitansi/bill;Dikembalikan kepada pihak Island Bar Fluid Club &
Lounge;
7) Membebankan kepada terdakwa membayar biaya perkara sebesar
Rp.2.500,- (dua ribu lima ratus rupiah);
6. Amar Pengadilan Tinggi Jakarta
Membaca putusan Pengadilan Tinggi Jakarta tanggal 10 Agustus
2005 No. 107/PID/2005/PT.DKI .yang amar lengkapnya sebagai berikut :
a. Menerima permintaan pemeriksaan dalam tingkat banding dari
pembanding yaitu terdakwa maupun Penuntut Umum;
b. Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
No.273/Pid.B/2005/PN.JKT.PST tanggal 16 Juni 2005;
c. Memerintahkan agar terdakwa tetap berada dalam tahanan;
d. Membebankan terdakwa untuk membayar biaya perkara dalam kedua
tingkat peradilan yang dalam tingkat banding sebesar Rp.5.000,- (lima
ribu rupiah);
7. Amar Putusan Kasasi
Membaca putusan Mahkamah Agung RI tanggal 3 Januari 2006
No.2034K/PID/2005 yang amar lengkapnya sebagai berikut :
a. Menolak permohonan kasasi dari para Pemohon Kasasi Jaksa Penuntut
Umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat dan Pemohon Kasasi/
Terdakwa Adiguna Sutowo
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
8. Alasan-Alasan Pengajuan Peninjauan Kembali
a. Kekhilafan Nyata atau Kekeliruan yang Nyata Dalam Penerapan Pasal
338 KUHP.
Dalam membahas dakwaan kesatu khususnya yang berkaitan
dengan pembahasan unsur dengan sengaja, Majelis Hakim Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat telah memberikan pertimbangan-pertimbangan
sebagaimana tercantum dalam putusannya pada halaman 119 angka 2
dan seterusnya sampai dengan halaman 121 sebagai berikut :“Bahwa
berikutnya saksi Novia Herdiana alias Tinul memesan minuman
kembali dan menyerahkan kartu kredit BCA kepada korban Yohanes
Brahman Haerudi alias Rudi kemudian oleh korban setelah bertanya
kepada kasir saksi Hari Suprasto ternyata saksi menolak karena mesin
untuk kartu debit BCA belum ada, kemudian oleh saksi Novia
Herdiana alias Tinul dikembalikan kepada terdakwa Adiguna Sutowo
akan tetap terdakwa marahmarah kepada korban Yohanes Brahman
Haerudi alias Rudi yang berdiri di samping kiri posisi belakang
terdakwa, kemudian saksi Novia Herdiana alias Tinul mengatakan
‘sudah-sudah” akan tetapi terdakwa Adiguna Sutowo tidak
menghiraukannya, lalu dengan masih duduk di meja bar terdakwa
Adiguna Sutowo mengarahkan pistol kepada korban Yohanes
Brahman Haerudi alias Rudi, menarik pistol sebanyak 3 (tiga) kali
dimana 2 (dua) kali berbunyi “cetak-cetak” atau klik-kilk” dan untuk
tarikan yang ketiga maka pistol meletus berbunyi “jedeer” mengenai
kepala pada daerah dahi kanan korban dan mengakibatkan jatuh
terlentang di lantai (vide putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
halaman 119 angka 2-120);
“Bahwa walaupun melihat korban jatuh terlentang di dalam bar
terdakwa Adiguna Sutowo masih mengarahkan pistol ke arah korban
Yohanes Brahman Haerudi alias Rudi setelah itu kemudian terdakwa
turun dari meja bar serta menyerahkannya pistolnya dengan cara
menempelkan secara paksa ke tangan saksi Werner Saferna yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
berdiri disamping kanan terdakwa………..dst” (vide Putusan
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat halaman 120 angka 3);
“Bahwa akibat penembakan tersebut maka korban Yohanes
Brahman Haerudi alias rudi menderita sebuah luka tembak masuk pada
dahi kanan, kerusakan pada jaringan otak serta pendarahaan dan
kerusakan pada tulang tengkorak serta sebutir anak peluru
sebagaimana Visum Et Repertum No.007/SK.II/01-2-2005 bertanggal
Jakarta 13 Januari 2005 yang dibuat Dokter Abdul Mun’im Idries SpF
dan korban menjadi meninggal dunia akibat tembakan senjata api pada
daerah dahi kanan, berdasarkan efek lukanya dan ciri anak peluru luka
tembak tersebut merupakan luka tembak jarak jauh, peluru masuk
tegak lurus dengan diameter anak peluru 6 milmeter alur ke kanan, hal
mana sesuai dengan anak peluru yang ditembakan oleh senjata api
kaliber 22 type S&W (vide putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
halaman 120 angka 4-halaman 121);
Dari pertimbangan-pertimbangan yang telah dikutip di atas,
dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut
1) Posisi korban sewaktu terdakwa (Pemohon Peninjauan kembali)
menembakkan senjatanya adalah berada di belakang
Terdakwa(Pemohon Peninjauan kembali);
2) Penembakan dilakukan oleh terdakwa (Pemohon Peninjauan
kembali) dalam jarak jauh;
3) Setelah korban jatuh terlentang dan belum meninggal dunia,
terdakwa (Pemohon Peninjauan kembali) telah mengarahkan
pistolnya ke arah korban, tetapi terdakwa ( Pemohon Peninjauan
kembali) tidak menembak lagi, bahkan terdakwa (Pemohon
Peninjauan kembali) ikut mengangkat korban untuk dibawa ke
Klinik Sutowo Medical Centre Hotel Hilton International;
Dari kesimpulan yang dapat ditarik dari pertimbangan-
pertimbangan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebut di atas
menunjukan bahwa posisi korban sewaktu dilakukan penembakan oleh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
terdakwa (Pemohon Peninjauan kembali) adalah di belakang terdakwa
(Pemohon Peninjauan kembali) membelakangi korban dan tidak
ternyata dari pertimbangan tersebut bahwa sewaktu terdakwa
(Pemohon Peninjauan kembali) melakukan penembakan membalikan
badannya sehingga berhadapan dengan korban atau menolehkan
mukanya ke arah korban, ditambah dengan posisi terdakwa (Pemohon
Peninjauan kembali) yang jauh dari korban sewaktu melakukan
penembakan dan keadaan bar yang biasanya remang-remang, dan
keadaan terdakwa (Pemohon Peninjauan kembali) masih dipengaruhi
minuman berkadar alkohol, maka didapati petunjuk bahwa terdakwa
(Pemohon Peninjauan kembali) dalam melakukan penembakan
tersebut tidak mempunyak kesengajaan untuk menghilangkan nyawa
korban, karena adanya posisi terdakwa (Pemohon Peninjauan kembali)
yang membelakangi dan jauh dari korban, terdakwa (Pemohon
Peninjauan Kembali) tidak dapat mengarahkan penembakan ke bagian
yang mematikan dari tubuh korban. Terdakwa (Pemohon Peninjauan
kembali) tidak mempunyai maksud atau kehendak untuk
menghilangkan nyawa korban dapat dilihat pula bahwa sewaktu
korban jatuh terlentang di lantai dan masih hidup (korban baru
meninggal di RSAL Bendungan Hilir, Jakarta Pusat) terdakwa
(Pemohon Peninjauan kembali) tidak menembak lagikorban walaupun
terdakwa (Pemohon Peninjauan kembali) mengarahkan pistolnya ke
arah korban, bahkan terdakwa (Pemohon Peninjauan kembali) ikut
menolong dengan mengangkat korban dibawa ke Klinik Sutowo
Medical Centre Hotel Hilton International;
Perbuatan terdakwa (Pemohon Peninjauan kembali) tersebut
tidak dapat dikwalifisir sebagai tindak pidana Pembunuhan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 338 KUHP, akan tetapi
merupakan tindak pidana Penganiayaan yang mengakibatkan matinya
orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 351 ayat (3) KUHP yang
ancaman pidananya lebih ringan dari Pembunuhan, dan dalam perkara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
a quo tindak pidana yang dimaksud dalam Pasal 351 ayat (3) KUHP
tersebut tidak didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum
b. Kekhilafan Nyata dan Kekeliruan yang Nyata Dalam Penerapan
Hukum Acara Pidana.
1) Pertimbangan Majelis Hakim dalam perkara a quo yang berkaitan
dengan terbuktinya dakwaan kedua kurang cukup pertimbangannya
(onvoldoendegemotiveerd) yaitu dalam dakwaan kedua Jaksa
Penuntut Umum mengemukakan sebagai unsur tindak pidana dari
Pasal 1 ayat (1) No.12/Drt/1951 adalah tanpa hak, menerima,
mencoba, memperoleh menyerahkan atau mencoba menyerahkan,
menguasai, membawa,mempunyai persediaan padanya atau
mempunyai dalam miliknya,menyimpan, menyembunyikan,
mempergunakan sesuatu senjata api,amunisi atau sesuatu bahan
peledak (vide putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat halaman 7)
tetapi oleh Majelis hakim dalam perkara a quo yang dicantumkan
dan dipertimbangkan sebagai unsur tindak pidana dari Pasal 1 ayat
91) UU No.12/Drt/1951 hanya unsur “MEMBAWA,
MENGUASAI SENJATA API DAN AMUNISI” (vide putusan
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat halaman 124 alinea kedua
halaman 129 alinea pertama) tidak ada pertimbangan yang memuat
alasan-alasan tidak dicantumkannya dan tidak dipertimbangkannya
unsur-unsur tindak pidana yang lain dari Pasal 1 ayat 91) UU
No.12/Drt/1951 seperti yang dikemukakan dalam dakwaan Jaksa
Penuntut Umum kurang cukup dipertimbangkan (onvoldoende
gemotiveerd) adalah alasan untuk batalnya putusan dalam tingkat
kasasi, dan Mahkamah Agung sewaktu mengadili perkara a quo
mestinya terlepas dari alasan-alasan kasasi yang diajukan oleh
Pemohon Kasasi dapat membatalkan putusan judex facti atas dasar
kurang cukup pertimbangan (onvoldoende gemotiveerd);
2) Dalam mempertimbangkan terbuktinya dakwaan kedua, Majelis
Hakim dalam perkara a quo telah melanggar Pasal 183 KUHAP
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
dimana dalam Pasal ini ditentukan pada pokoknya bahwa
berdasarkan alat bukti (sekurang-kurangnya dua alat bukti ) hakim
memperoleh keyakinan bahwa terdakwalah yang bersalah.
Ketentuan pokok dari Pasal 183 KUHAP tersebut adalah adanya
alat bukti lebih dahulu baru kemudian diperoleh keyakinan atas
dasar alat bukti. Sedangkan pendapat tentang terbuktinya dakwaan
kedua Majelis Hakim perkara a quo didasarkan atas keyakinan
dahulu baru kemudian didasarkan atas alat bukti. Hal ini terlihat
dari pertimbangan hukumnya bahwa yang disebut sebagai unsure
tindak pidana dari Pasal 1 ayat (1) UU No.12/Drt/1951 adalah
tanpa hak menerima, mencoba, memperoleh, menyerahkan atau
mencoba menyerahkan, menguasai, membawa mempunyai
persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya,
menyimpang, menyembunyikan,mempergunakan senjata api,
amunsi atau sesuatu bahan peledak) dan apabila ini dikaitkan
dengan bunyi amar putusan, maka dapat disimpulkan bahwa
Majelis Hakim dalam perkara a quo telah memilih sebagai unsur
tindak pidana dari Pasal 1 ayat (1) UU No.12/Drt/1951 yang
diyakini sebagai terbukti sebelum memberi pertimbangan-
pertimbangan yang didasarkan atas alat bukti yang sah;
3) Dari pertimbangan Majelis Hakim dalam perkara a quo seperti
termuat pada putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat halaman
128 angka 5 – halaman 129 dapat disimpulkan bahwa pendapat
Majelis Hakim tentang terbuktinya terdakwa (Pemohon Peninjauan
kembali) atas tindak pidana membawa, menguasai amunisi
didasarkan atas :
a) Fakta hukum, dan,
b) Pembuktian terbalik, hal mana ternyata dari adanya
pertimbangan yang berbunyi: “………bahwa terdakwa
Adiguna Sutowo tidak bias membuktikan sebaliknya tentang
kepemilikan dan eksistensi lebih lanjut 19 (sembilan belas)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
butir peluru yang berada di kamar 1564 Hotel Hilton
International tempat terdakwa Adiguna Sutowo menginap”,
(vide putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat halaman 129);
Fakta hukum bukanlah alat bukti seperti yang dimaksud
dalam Pasal 184 KUHAP, fakta hukum adalah peristiwa yang
harus ditindaklanjuti hakim dengan menemukan hukumnya dan
sumber hukum yang dapat dipakai untuk menemukan hukum itu
antara lain adalah perundang-undangan yaitu dalam hal ini Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Dengan
demikian Majelis Hakim dalam perkara a quo telah melanggar
Pasal 184 KUHAP jo Pasal 183 KUHAP, demikian juga mengenai
pembuktian terbalik, baik dalam hukum acara pidana maupun
dalam hukum pidana yang berlaku di Republik Indonesia tidak
dikenal adanya pembuktian terbalik yang dibebankan kepada
terdakwa yaitu dalam perkara ini terdakwa (Pemohon Peninjauan
kembali) tidak bisa dibebani untuk membuktikan sebaliknya
tentang kepemilikan dan eksistensi lebih lanjut 19 (sembilan belas)
butir peluru yang berada di kamar 1564 Hotel Hilton International
tempat terdakwa (Pemohon Peninjauan kembali) menginap. Oleh
karena putusan a quo hanya didasarkan atas fakta hukum yang
bukan merupakan salah satu alat bukti yang dimaksud dalam Pasal
184 KUHAP dan didasarkan atas pembuktian terbalik yang tidak
dikenal dalam hukum acara pidana danhukum pidana, maka
terdakwa (Pemohon Peninjauan kembali) harus dibebaskan dari
dakwaan kedua yang berkaitan dengan amunisi.
9. Pembahasan
Dalam penjelasan ini penulis ingin menyampaikan bahwa menurut
pandangan penulis bahwa dakwaan yangt dibuat oleh jaksa penuntut
umum telah sesuai yaitu dakwaan subsidair.Bentuk surat dakwaan
subsidair adalah bentuk dakwaan yang terdiri dari dua atau beberapa
dakwaan yang disusun dan dijejerkan secara berurutan (berturut-turut),
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
mulai dari dakwaan tindak pidana “yang terberat” sampai kepada dakwaan
tindak pidana “yang teringan ‘(Yahya harahap, 2010:402). Dimana dalam
dakwaan kesatu didakwakan mengenai pembunuhan dengan ancaman
hukuman selama seumur hidup sesuai dalam Pasal 338 KUHAP dan dalam
dakwaan kedua mengenai tanpa hak menguasai dan memiliki senjata api
sesuai dengan Pasal 1 ayat (1) undang-undang republik indonesia nomor
12/drt/1951.Dalam hal ini penuntut umum telah tepat menggunakan
bentuk dakwaan subsidair dimana terdapat adanya relevansi antara
dakwaan pertama dan dakwaan kedua yang ditentukan oleh penuntut
umum.
Selain mengenai dakwaan tadi penulis melihat dari tuntutan yang
diajukan kepada terdakwa Adiguna Sutowo oleh jaksa penuntut umum
dalam peradilan judex factie yaitu Pasal 338 KUHAP dan Pasal 1 ayat (1)
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 /Drt/1951.Hal tersebut
menurut pandangan penulis telah tepat.
Sementara itu dalam putusan yang dijatuhkan oleh hakim pada
tingkat pertama atau judex factie yaitu terdakwa telah secara sah dan
meyakinkan melakukan tindak pidana “PEMBUNUHAN “ dan “ TANPA
HAK MEMBAWA,MENGUASAI,SENJATA API DAN AMUNISI” dan
dijatuhi hukuman penjara selama 7 tahun .Menurut pandangan serta
penilaian penulis putusan yang dijatuhkan oleh hakim tersebut kurang
tepat karena seharusnya hukuman yang dijatuhkan kepada terdakwa
kurang berat karena pada saat melakukan kejahatan tersebut terdakwa
dalam keadaan emosi,sementara korban yang merupakan karyawan dari
bar yang berada di dalam hotel yang dimiliki oleh terdakwa pada awalnya
hanya berniat untuk memberikan penjelasan kepada terdakwa bahwa kartu
kredit yang dimiliki oleh terdakwa tidak dapat digunakan untuk
melakukan pembayaran.Terdakwa adalah seorang pemilik hotel dimana
korban menjadi karyawan seharusnya kan terdakwa bias mengayomi
korban yang merupakan karyawannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
Alasan –alasan pengajuan peninjauan kembali berdasarkan Pasal
263 ayat (2) KUHAP yaitu :
a. Adanya keadaan baru
b. Adanya pelbagai putusan saling bertentangan
c. Kekhilafan hakim atau kekeliruan yang nyata
Alasan-alasan pengajuan peninjauan kembali oleh pemohon
disesuaikan dengan alasan peninjauan kembali dalam Pasal 263 ayat(2)
KUHAP.Alasan ketiga pada huruf c yang dijadikan dasar mengajukan
permintaan peninjauan kembali,apabila dalam putusan terdapat dengan
jelas ataupun terlihat dengan nyata:
a. Kekhilafan hakim,atau
b. Kekeliruan hakim.
Hakim sebagai manusia ,tidak luput dari kekhilafan dan kekeliruan
.Kekhilafan dan kekeliruan itu bias terjadi dalam semu tingkat pengadilan
.Kekhilafan yang diperbuat Pengadilan Negeri sebagai peradilan tingkat
pertama ,bias berlanjuut pada tingkat banding,dan kekhilafan tingkat
pertama dan tingkat banding itu tidak tampak dalam tingkat kasasi
Mahkamah Agung.Padahal tujuan tingkat banding maupun tingkat kasasi
untuk meluruskan dan memperbaiki serta membenarkan kembali
kekeliruan yang diperbuat pengadilan yang lebih rendah.(Yahya
Harahap,2005:622)
Alasan –alasan peninjauan kembali pemohon yang dimaksudkan
oleh penulis tersebut adalah alasan peninjauan kembali pada huruf c yaitu
KEKHILAFAN HAKIM ATAU KEKELIRUAN YANG NYATA yaitu
pengesampingan fakta perdamaian antara terdakawa dan keluarga korban
dalam perkara pembunuhan.
a. Bahwa judex factie telah salah dalam penerapan hukum dimana
Perbuatan terdakwa (Pemohon Peninjauan kembali) tersebut tidak
dapat dikwalifisir sebagai tindak pidana Pembunuhan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 338 KUHP, akan tetapi merupakan tindak
pidana Penganiayaan yang mengakibatkan matinya orang sebagaimana
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
dimaksud dalam Pasal 351 ayat (3) KUHP yang ancaman pidananya
lebih ringan dari Pembunuhan,dan dalam perkara a quo tindak pidana
yang dimaksud dalam Pasal 351 ayat (3) KUHP tersebut tidak
didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum
b. Bahwa pada hakekatnya orang tua korban bernama Alfonsus A.
Dagomez (Alfons Natono) telah membuat pernyataan yang
dilampirkan dalam pembelaan Tim Penasehat Hukum terdakwa
Adiguna Sutowo dimana pada dasarnya telah memaafkan terdakwa
Adiguna Sutowo, bahwa masibah yang menimba anaknya dari kaca
mata iman merupakan takdir dan kehendak Tuhan Yang Maha Kuasa
yang tidak mungkin dihindarkan dan hendaknya pelaku dihukum
seringan-ringanya bahkan bebas murni bagi Adiguna Sutowo dan hal
inipun disampaikan juga melalui media massa” (vide putusan
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat halaman 136). Sungguhpun telah
dipertimbangkan terhadap adanya perdamaian secara kekeluargaan
atas permohonan dari keluarga korban, akan tetapi oleh judex factie
dari faktafakta tidak sama sekali mempertimbangkankan hal-hal yang
meringankan dalam menjatuhkan hukuman
c. Bahwa dalam fakta yang ada sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263
ayat 2 huruf c KUHAP, dimana adanya bentuk perdamaian antara
terpidana dan keluarga korban kurang sempurna dipertimbangkan
d. Bahwa fakta adanya perdamaian antara terdakwa dengan keluarga
korban seharusnya dihubungkan dengan yurisprudensi (putusan
Pengadilan negeri Jakarta Utara tanggal 17 Juni 1978
No.46/Pid/UT/781/WAN)
Mengenai alasan peninjauan kembali penulis sependapat dengan
ketua majelis hakim yang menangani perkara ini yaitu DR.H.PARMAN
SOEPARMAN SH,MH selaku ketua muda yang ditetapkan oleh Ketua
Mahkamah Agung.selaku majelis hakim pemeriksa perkara memberikan
dissenting opinion sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
B. Korelasi Adanya Perdamaian Antara Terdakwa dan Keluarga Korban Sebagai
Alasan Pengajuan Peninjauan Kembali Dengan Prinsip Restorative Justice
1. Pertimbangan Hakim Peninjauan Kembali
Mengenai atas alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung
berpendapat :
Mengenai alasan-alasan huruf A dan huruf B:
bahwa alasan-alasan tersebut dapat dibenarkan, mengingat alasanalasan
sebagai berikut :
a. bahwa yang dimaksud kekhilafan hakim dan kekeliruan yang nyata
dalam Pasal 263 ayat 2 huruf c KUHAP, menurut Mahkamah Agung
antara lain :
1) bahwa kekeliruan yang nyata yaitu dalam fakta yang ada;
2) bahwa kekhilafan Hakim adalah kekhilafan dalam menerapkan
hukum antara lain misalnya dalam suatu perkara dinyatakan bahwa
pihak yang bersangkutan masih hidup, ternyata pada saat perkara
tersebut masuk dalam tingkat kasasi sudah meninggal (lihat Ketua
Mahkamah Aung R.I. Himpunan Notulen Rapat Pleno Tahun 1990
tahun 2001 hal. 259);
b. bahwa berpedoman pada butir 1 tersebut alasan-alasan yang diajukan
oleh Pemohon Peninjauan kembali/Terpidana “240 dalam huruf A dan
huruf B tidak termasuk dalam kekhilafan Hakim atau suatu kekeliruan
nyata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 ayat 2 huruf c KUHAP;
Mengenai alasan huruf C
bahwa alasan ini dapat dibenarkan berdasarkan alasan-alasan yang pada
pokoknya sebagai berikut :
a. bahwa alasan tersebut, merupakan kekeliruan yang nyata yaitu dalam
fakta yang ada sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 ayat 2 huruf c
KUHAP,dimana adanya bentuk perdamaian antara terpidana dan
keluarga korban kurang sempurna dipertimbangkan;
b. bahwa fakta adanya perdamaian antara terdakwa dengan keluarga
korban seharusnya dihubungkan dengan yurisprudensi (putusan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
Pengadilan negeri Jakarta Utara tanggal 17 Juni 1978
No.46/Pid/UT/781/WAN) yang amarnya pada pokoknya adalah
sebagai berikut :
Menyatakan perbuatan tertuduh di atas :
Ny. ELLYA DADO
Terbukti dengan syah dan meyakinkan baik tuduhan primair, subsidair
dan subsidair lagi akan tetapi perbuatan-perbuatan itu dengan
penyelesaian secara damai diantara pihak-pihak, tidak merupakan
suatu kejahatan atau pelanggaran yang dapat dihukum lagi;
“Melepaskan tertuduh oleh karena itu dari segala tuntutan hukum;
Sehingga dengan demikian walaupun yurisprudensi tersebut tidak
sepenuhnya harus diikuti tetapi putusan a quo dapat di jadikan alasan
untuk pertimbangan yang lebih meringankan pidana yang dijatuhkan
khususnya yang berkaitan dengan dakwaan primair, apabila judex facti
/judex iuris telah mengetahui adanya putusan yang bersifat memenuhi
keadilan sosiologis (restorative justice) tersebut pada waktu
persidangan berlangsung;
c. Bahwa tidak berkelebihan untuk dikemukakan “restorative justice”
(keadilan sosiologis) adalah suatu proses melalui mana para pelaku
kejahatan yang menyesal menerima tanggung jawab atas kesalahan
mereka kepada mereka yang dirugikan dan kepada masyarakat yang
sebagai balasannya, mengizinkan bergabungnya kembali pelaku
kejahatan yang bersangkutan ke dalam masyarakat yang ditekankan
ialah pemulihan hubungan antara pelaku dengan korban (cq. keluarga
korban) di dalam masyarakat suatu keadilan sosiologis (restorative
justice) tersebut berbeda dengan sistem keadilan kriminal, yang
menurut Wright selalu mengharapkan penggunaan hukuman, yang
mengakibatkan “criminologenic” ( bersifat menciptakan kejahatan),
yakni penggunaan hukuman itu sendiri sebagai tindakan pertama
terhadap kejahatan, menghasilkan kejahatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
d. Bahwa memperhatikan Pasal 263 ayat 2 huruf a dan Pasal 266 ayat 3
memungkinkan Mahkamah Agung untuk menjatuhkan putusan yang
lebih ringan pada pemeriksaan tingkat Peninjauan kembali
2. Amar Putusan Mahkahah Agung
MENGADILI
a. Mengabulkan permohonan Peninjauan Kembali yang diajukan oleh
Pemohon Peninjauan kembali/Terpidana : ADIGUNA SUTOWO
tersebut;
b. Membatalkan putusan Mahkamah Agung tanggal 3 Januari 2006
Nomor 2034 K/Pid/2006 jis putusan Pengadilan Tinggi Jakarta tanggal
10 Agustus 2005, Nomor: 107/Pid/2005/PT.DKI dan putusan
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 16 Juni 2005 Nomor
273/Pid.B/2005/PN.Jkt.Pst,
MENGADILI KEMBALI
a. Menyatakan terpidana ADIGUNA SUTOWO terbukti secara sah dan
meyakinkan telah bersalah melakukan tindak pidana :
1) PEMBUNUHAN
2) TANPA HAK MEMBAWA, MENGUASAI, SENJATA API DAN
AMUNISI
b. Menghukum oleh karena itu terpidana dengan pidana penjara selama 4
(empat) tahun;
c. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani terpidana
dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan, kecuali waktu
selama dia dirawat nginap di rumah sakit di luar Rumah Tahanan
Negara yang tidak ikut dikurangkan;
d. Menetapakan barang bukti berupa :
1) 16 (enam belas) butir peluru kaliber 22, 1 (satu) pucuk senjata api
jenis SMITH & WESSIN kaliber 22 berwarna silver berikut 3
(tiga) peluru amunisi/peluru kaliber 22, 1 (satu) butir proyektil
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
yang diambil dari tubuh korban Yohanes Brahman Chaerudin,
dirampas untuk negara diserahkan kepada pihak Kepolisian
2) 1 (satu) buah Hand Phone Nokia tipe 6610 warna hitam berikut
Sim cardnya nomor 0815 163 4023, dikembalikan kepada saksi
Chaedar Santoso;
3) 1 (satu) setel seragam kerja berwarna abu-abu bernoda darah
berikut ikat pinggang warna hitam, 1 (satu) kaos berwarna lengan
panjang berwarna abu-abu bernoda darah, 1 (satu) buah topi warna
coklat, dikembalikan kepada keluarga korban;
4) 1 (satu) buah baju lengan panjang warna putih; Dikembalikan
kepada terpidana Adiguna Sutowo;
5) 4 (empat) buah handuk warna putih; Dikembalikan kepada pihak
Hotel Hilton International;
6) 2 (dua) lembar slip bukti pembayaran yang ditanda tangani oleh
pemilik kartu, 1 (satu) lembar kwitansi/bill, 3 (tiga) lembar
kwitansi/bill; Dikembalikan kepada pihak Island Bar Fluid Club &
Lounge
e. Membebankan biaya perkara dalam semua tingkat peradilan kepada
terpidana, yang dalam pemeriksaan Peninjauan kembali ditetapkan
sebesar sebesar Rp.2.500,- (dua ribu lima ratus rupiah);
3. Pembahasan
Restorative justice adalah teori yang menyatakan bahwa korban
atau keluarganya dapat kembali kepada keadaan semula seperti sebelum
tindak pidana terjadi. Restorative Justice orang terjemahkan dengan
keadilan restoratif. Peradilan restoratif ialah suatu proses yang semua
pihak yang bertarung dalam suatu delik tertentu berkumpul bersama untuk
memecahkan masalah secara kolektif bagimana membuat persetujuan
mengenai akibat (buruk) suatu delik dan implikasinya di masa depan”.
Penyelesaian suatu perkara kriminal melalui restorative justice belum ada
payung hukumnya di Indonesia, karena perkara kriminal diambil alih oleh
negara yang diwakili jaksa, maka walaupun para pihak berdamai, perkara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
jalan terus kecuali delik aduan.Hambatan lain untuk menerapkan
restorative justice harus melalui jalur memberi maaf dan meminta maaf
(forgiveness dan apology). Harus ditiadakan perasaan dendam, Keadilan
Restorative merupakan suatu pendekatan terhadap keadilan atas dasar
falsafah dan nilai-nilai tanggung jawab, keterbukaan, kepercayaan,
harapan, penyembuhan dan “inclusiveness” dan berdampak terhadap
pengambilan keputusan kebijakan sistem peradilan pidana dan praktisi
hukum di seluruh dunia dan menjanjikan hal positif kedepan berupa sistem
keadilan untuk mengatasi konflik akibat kejahatan dan hukum yang dapat
dipertanggungjawabkan serta keadilan restorative dapat terlaksana apabila
fokus perhatian diarahkan pada kerugian akibat tindak pidana,
keprihatinan yang sama dan komitmen untuk melibatkan pelaku dan
korban, mendorong pelaku untuk bertanggung jawab, kesempatan untuk
dialog antara pelaku dan korban, melibatkan masyarakat terdampak
kejahatan dalam proses restorative, mendorong kerjasama dan reintegrasi ;
Keadilan restorative saat ini diarahkan pada skala prioritas pelaku
pemula(first time offender), seperti :
a. Tindak Pidana anak ;
b. Juvenile offenders
c. Tindak Pidana Kealfaan ;
d. Tindak pidana Pelanggaran ;
e. Tindak Pidana yang diancam dengan Pidana penjara dibawah lima
tahun dan
f. Tindak pidana ringan ;
Keadilan restorative di Indonesia belum diatur dengan jelas tetapi
penerapan Keadilan restorative telah dijumpai dalam UU. RI. No. 3 Tahun
1997 tentang Pengadilan Anak ; Kosep Keadilan restorative merupakan
kebutuhan bagi perundangundangan di Indonesia, bukan hanya ada pada
UU. RI. No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak atau Peradilan Ham,
bahkan kedepan diharapkan Keadilan restorative diharapkan dimasukkan
pada Kita Hukum Acara Pidana ; “RESTORATIVE JUSTICE DALAM
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
HUKUM PIDANA INDONESIA” belum ada payung hukumnya dalam
sistem hukum pidana di Indonesia, Dalam kenyataan kehidupan
masyarakat, pilihan kebijakan hukum dansaat ini termasuk di Indonesia.
Menempatkan pilihan Keadilan Restoratif dalam kebijakan hukum dan
penegakan hukum pada peristiwa pidana tidak boleh dipertentangkan
dengan pilihan lama Keadilan Retributif karena dua jenis Keadilan
tersebut memiliki tujuan yang sama yaitu penyelesaian perkara pidana
untuk menemukan kebenaran materiel sekalipun dengan cara yang
berbeda, kebenaran materiel melalui Keadilan Retributif lebih fokus pada
pemidanaan (penghukuman) sedangkan kebenaran materiel Keadilan
Restoratif dicapai jika telah terjadi pemulihan keadaan atau hubungan
pelaku dan korban. Bahwa meskipun persoalan restotatif justice baru
merupakan cita-cita dan belum ada aturan formal dalam peraturan
perundangan R.I. akan tetapi sudah ada dan hidup dalam beberapa
masyarakat adat di Indonesia bahkan beberapa tahun terakhir Mahkamah
Agung R.I. sudah menerapkan konsep restotatif justice dalam beberapa
putusan perkara pidana penegakan hukum berbasis Keadilan Retributif
masih tetap dominan sampai
Bezemore dan Walgrave mendefinisikan restorative justice sebagai
setiap tindakan untuk menegakkan keadilan dengan memperbaiki
kerusakan yang ditimbulkan akibat suatu tindak pidana (“restorative
justice is every action that is primarily oriented toward doing justice by
repairing the harm that has been caused by a crime”. Teori ini berasal
dari common law dan tort law yang mengharuskan semua yang bersalah
dihukum. Hukuman menurut teori ini termasuk pelayanan masyarakat,
ganti rugi dan bentuk lain dari hukuman penjara yang membiarkan
terpidana tetap aktif dalam masyarakat.
Dalam restorative justice :
a. Kejahatan adalah perlukaan terhadap individu dan/atau masyarakat ;
b. Fokus pada pemecahan masalah ;
c. Memperbaiki kerugian ;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
d. Hak dan kebutuhan korban diperhatikan ;
e. Pelaku di dorong untuk bertanggung jawab ;
f. Pertanggungjawaban pelaku adalah menunjukkan empati dan
menolong untuk memperbaiki kerugian ;
g. Respon terpaku pada perilaku menyakitkan akibat perilaku pelaku ;
h. Stigma dapat hilang melalui tindakan yang tepat;
i. Didukung agar pelaku menyesal dan maaf dimungkinkan untuk
diberikan oleh korban ;
j. Proses bergantung pada keterlibatan orang-orang yang terpengaruh
oleh kejadian;
k. Dimungkinkan proses menjadi profesional.
Dari uraian diatas telah mengggambarkan sebuah konsep
restorative justice yang didasarkan pada tujuan hukum sebagai upaya
menyelesaikan konflik dan mendamaikan antara pelaku dan korban
kejahatan. Pidana penjara bukanlah satu-satunya pidana yang dapat
diberikan pada pelaku, melainkan pemulihan kerugian, penderitaan yang
dialami korban bukanlah hal yang utama. Kewajiban merestorasi kejahatan
dalam bentuk restitusi dan kompensasi serta rekonsiliasi dan penyatuan
sosial merupakan bentuk pidana dalam konsep restorative justice.
Restorative justice diharapkan dapat memberikan rasa tanggungjawab
sosial pada pelaku dan mencegah stigmatisasi pelaku di masa yang akan
datang. Dengan demikian konsep restorative justice diharapkan paling
tidak bisa membatasi perkara yang menumpuk di pengadilan (walaupun
belum bisa diselesaikan melalui out of court settlement) dan bisa dijadikan
solusi dalam pencegahan kejahatan.
Berdasarkan uraian umum mengenai restorative justice yang
disampaikan penulis diatas dapat disimpulkan,apabila restorative justice
tersebut dihubungkan dengan kasus pembunuhan oleh terdakwa Adiguna
Sutowo yaitu dalam kasus ini adalah adanya upaya damai yang dilakukan
oleh pihak terdakwa yaitu adiguna suttowo kepada keluarga korban atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
melakukan upaya perdamaian .Hal tersebut dapat dikatakan sebagai upaya
penerapan restorative justice yang dilakukan dalam kasus ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan apa yang telah diuraikan dalam bab hasil penelitian dan
pembahasan, maka dapat dirumuskan simpulan sebagai berikut :
1. Pengajuan peninjauan kembali atas alasan adanya kekeliruan yang nyata
berupa pengesampingan judex factie terhadap fakta perdamaian antara
terdakwa dan keluarga korban dalam perkara pembunuhan sudah sesuai
dengan ketentuan Pasal 263 KUHAP. Hal demikian disebabkan karena
dalam persidangan terdakwa Adiguna Sutowo majelis hakim judex factie
mengesampingkan adanya perdamain antara keluarga korban dan
terdakawa hal tersebut sesuai dengan Pasal 263 KUHAP ayat 2 huruf c
yaitu adanya kekhilafan yang nyata atau kekeliruan yang nyata.
2. Korelasi adanya perdamaian antara terdakwa dan keluarga korban sebagai
alasan pengajuan peninjauan kembali dengan prinsip restorative Justice
adalah dimana prinsip restorative justice adalah suatu bentuk hubungan
antara keluarga korban dan terdakwa untuk mengembalikan keadaan
seperti semula sebelum terjadi tindak pidana sementara dalam kasus ini
sudah terdapat adanya upaya restorative justice yaitu adanya suatu
kesepakatan perdamaian antara keluarga korban dan terdakwa.
B. Saran-Saran
1. Dibutuhkan ketentuan hukum yang secara jelas memberikan kewenanga
bagi para hakim dan aparat penegak hukum lainnya dalam menjalankan
tugas dan fungsinya. Karena seorang hakim merupakan ujung tombak
penegakan hukum di Indonesia.
2. Perlu peningkatan profesionalitas bagi para hakim khususnya dalam hal
menangani perkara-perkara agar tidak terdapat adanya kekhilafan dan
kekeliruan hakim dalam memberikan hukuman terhadap terdakwa