perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PEMBELAJARAN ... fileKEMAMPUAN KOGNITIF SISWA KELAS X-6 SMA...

106
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i PEMBELAJARAN FISIKA DENGAN COOPERATIVE LEARNING TIPE JIGSAW UNTUK MENGOPTIMALKAN AKTIVITAS DAN KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA KELAS X-6 SMA MTA SURAKARTA Skripsi Oleh : Khoirul Musthofa K2307034 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

Transcript of perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PEMBELAJARAN ... fileKEMAMPUAN KOGNITIF SISWA KELAS X-6 SMA...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

i

PEMBELAJARAN FISIKA DENGAN COOPERATIVE LEARNING

TIPE JIGSAW UNTUK MENGOPTIMALKAN AKTIVITAS DAN

KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA KELAS X-6

SMA MTA SURAKARTA

Skripsi

Oleh :

Khoirul Musthofa

K2307034

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2012

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

PEMBELAJARAN FISIKA DENGAN COOPERATIVE LEARNING

TIPE JIGSAW UNTUK MENGOPTIMALKAN AKTIVITAS DAN

KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA KELAS X-6

SMA MTA SURAKARTA

Oleh :

Khoirul Musthofa

K2307034

Skripsi

Ditulis dan Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Dalam

Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Program Fisika Jurusan

Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2012

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

ABSTRAK

Khoirul Musthofa. PEMBELAJARAN FISIKA DENGAN COOPERATIVE LEARNING TIPE JIGSAW UNTUK MENGOPTIMALKAN AKTIVITAS DAN KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA KELAS X-6 SMA MTA SURAKARTA. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret. 2012.

Ditemukan masalah berupa kondisi siswa yang kurang aktif dalam pembelajaran, perhatian dan aktivitas belajar siswa kurang optimal serta prestasi akademik yang rendah di kelas X-6 SMA MTA Surakarta. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan aktivitas belajar dan kemampuan kognitif Fisika siswa kelas X-6 SMA MTA Surakarta Tahun Pelajaran 2011/2012 melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dalam proses pembelajaran Fisika.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen. Jenis penelitian ini termasuk Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilaksanakan dalam dua siklus. Setiap siklus diawali dengan tahap persiapan kemudian dilanjutkan pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Subjek penelitian adalah siswa kelas X-6 SMA MTA Surakarta Tahun Pelajaran 2011/2012 yang berjumlah 32 siswa. Data diperoleh melalui observasi menggunakan lembar observasi aktivitas belajar siswa dan kajian dokumentasi dari hasil tes kognitif siswa, kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif.

Dari hasil analisis data dan pembahasan dalam penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan aktivitas belajar dan kemampuan kognitif siswa kelas X-6 SMA MTA Surakarta Tahun Pelajaran 2011/2012 dalam proses pembelajaran Fisika. Dengan penekanan tindakan pada pemberian kesempatan kepada siswa untuk menyampaikan gagasan/ide/pendapatnya dalam diskusi kelompok di kelas dan di luar kelas, terutama di asrama, serta aktif dalam mencari dan memanfaatkan berbagai sumber belajar maka dapat dilihat aktivitas belajar siswa pada proses pembelajaran pada kondisi awal, siklus I, dan siklus II selalu terjadi peningkatan prosentase ketuntasan. Dengan batas skor 60, pada kondisi awal prosentase ketuntasan aktivitas belajar siswa sebesar 12,5%, lalu pada siklus I menjadi 50% dan pada siklus II naik lagi menjadi 84,375%. Demikian pula pada aspek kemampuan kognitif siswa juga selalu mengalami peningkatan. Dengan penekanan tindakan berupa pembimbingan belajar kelompok dan diskusi baik di dalam kelas maupun di luar kelas, terutama di asrama serta optimalisasi pemanfaatan sumber belajar terutama buku dan internet, maka dapat dilihat peningkatan kemampuan kognitif siswa yaitu dengan batas ketuntasan nilai 70, pada kondisi awal prosentase ketuntasan hasil tes kognitif siswa sebesar 18,75%, lalu naik pada siklus I menjadi 25% dan pada siklus II menjadi 72%. Kata Kunci : Pembelajaran Kooperatif, Tipe Jigsaw, Aktivitas Belajar,

Kemampuan Kognitif.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

ABSTRACT

Khoirul Musthofa. LEARNING PHYSICS WITH COOPERATIVE LEARNING TYPE JIGSAW TO OPTIMALIZE ACTIVITY AND COGNITIVE SKILL OF CLASS X-6 OF SMA MTA SURAKARTA’S STUDENTS. Thesis, Surakarta: Teacher Training and Education Faculty. Sebelas Maret University, 2012.

Detectable problems in class X-6 of SMA MTA Surakarta, there are inactive students in study, less optimal of attention and learning activity’s students and low of student’s achievment academic. The purpose of the research is increasing learning activity and physics cognitive skill of class X-6 of SMA MTA SURAKARTA’s students 2011/2012 through the application of cooperative learning type jigsaw’s model in the process of learning physics.

The research used Classroom Action Research (CAR) method. Each cycle in CAR is started with plan, then continued with implementation, observation and reflection. The subjects of the research are 32 students of class X-6 of SMA MTA SURAKARTA 2011/ 2012. The data are collected through observation using the students learning activity observation sheet and documentation research from the result of student’s cognitive test, then it is analyzed in a descriptive qualitative manner.

From the data analysis and studies of the research, it can be concluded that the implementation of Cooperative Learning Type Jigsaw’s model can increase the learning activity and cognitive skill of the students of class X-6 of SMA MTA SURAKARTA 2011/ 2012 in the process of learning physics. By emphasizing the treatment to the chance giving to the students to deliver their idea or opinion in the group discussion inside and outside the class, especially in the dormitory, and active in seeking and utilizing a variety of learning resources, so it can be seen that instudent’s learning activitiesof learning process in the initial condition is always increase in the first and second cycle. By limiting score of 60, the percentage of completeness on the initial conditionsof student learning activity by 12.5%, then in the first cycle become 50% and in the second cycle increase up to 84.375%. Similarly, the aspects of student’s cognitive abilities are always increase. By emphasizing on the actionin the form of mentoring and group discussion learning both inside and outside the classroom, especially in the dormitory, and optimizing the use of learning resources, especially books and the internet, so it can be seen that there is an increase in students cognitive abilities with the passing grade of 70. In the initial condition the percentage of the completeness of students test result by 18,75 %, then increase in the first cycle by 25%, and increase again by 72% in the second cycle. Keyword: Cooperative Learning, Jigsaw Type, Learning Activity, Cognitive Ability.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

MOTTO

“Setiap diri adalah da’i, sesuai dengan posisi dan kapasitas masing-

masing pribadi.” (Penulis)

“Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan, Sesungguhnya

bersama kesulitan ada kemudahan. Maka apabila engkau telah selesai dari

sesuatu urusan, tetaplah bekerja keras untuk urusan yang lain, dan hanya

kepada Tuhanmulah engkau berharap. “ (Q.S Al Insyirah: 5-8)

“Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman diantaramu

dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat”. (QS. Al Mujadilah :

11)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

PERSEMBAHAN

Skripsi ini dipersembahkan kepada :

1. Bapak dan ibu serta keluarga tercinta atas

segala do’a, kasih sayang dan

pengorbanan yang tercurah untukku dan

atas segalanya bagiku.

2. Kelima adik-adikku tercinta atas

dukungan, senyum dan do’anya yang

memberi motivasi tersendiri bagiku.

3. Seluruh teman-teman pejuang dakwah di

MTA Cabang Jebres 2 yang tak kenal

lelah berjuang dalam medan dakwah

4. Almamaterku.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur dan terima kasih kepada Allah SWT yang telah memberikan

rahmat, hidayah, dan karunia-Nya sehingga atas kehendak-Nya penulisan Skripsi

ini dapat diselesaikan untuk memenuhi sebagian dari persyaratan guna

mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam penyelesaian

penulisan Skripsi ini, namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya

kesulitan yang timbul dapat teratasi. Oleh karena itu, atas segala bentuk

bantuannya, penulis sampaikan terima kasih kepada yang terhormat :

1. Bapak Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd.. Selaku Dekan Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Bapak Sukarmin, S.Pd., M.Si., Ph.D.. Selaku Ketua Jurusan P. MIPA Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Bapak Drs. Supurwoko, M.Si.. Selaku Ketua Program Fisika Jurusan P. MIPA

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

4. Ibu Dra. Rini Budiharti, M.Pd. dan Bapak Drs. Surantoro, M.Si.. Selaku

Koordinator Skripsi Program Fisika Jurusan P. MIPA Fakultas Keguruan dan

Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

5. Bapak Dr. Sarwanto, S.Pd., M.Si.. Selaku Pembimbing I Skripsi yang telah

memberikan bimbingan dalam penyusunan Skripsi ini.

6. Ibu Dyah Fitriana M, S.Si., M.Sc.. Selaku Pembimbing II Skripsi yang telah

memberikan bimbingan dalam penyusunan Skripsi ini.

7. Bapak, Ibu dan Adik yang telah memberikan do’a restu dan dorongan dalam

penyelesaian Skripsi ini.

8. Bapak Drs. Diastono, M.Pd.. Selaku kepala sekolah SMA MTA Surakarta

yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk mengadakan penelitian.

9. Bapak Djoko Muljanto, S.Pd.. Selaku guru mata pelajaran Fisika kelas X-6

SMA MTA Surakarta atas bantuannya dalam penelitian.

10. Siswi-siswi kelas X-6 SMA MTA Surakarta terimakasih atas bantuan dan

kerjasamanya.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

11. Sahabat-sahabatku Fisika 2007 untuk segala dukungan, persahabatan, dan

bantuannya.

12. Semua pihak yang telah membantu terlaksananya penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa penyusunan Skripsi ini masih jauh dari

sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat

diharapkan demi kesempurnaan Skripsi ini. Namun demikian, penulis berharap

semoga Skripsi ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Surakarta, Oktober 2012

Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

DAFTAR ISI Hal HALAMAN JUDUL…………………………………………................

HALAMAN PENGAJUAN ……………………………………….........

HALAMAN PERSETUJUAN ……………………….…………………

HALAMAN PENGESAHAN………………………….….…………….

HALAMAN ABSTRAK ……………………………………..……........

HALAMAN MOTTO ……………………………..….……..………….

HALAMAN PERSEMBAHAN …………………….….……………….

KATA PENGANTAR ……………………………………………..……

DAFTAR ISI ………………………………..…………………………..

DAFTAR TABEL ………………………..……………………………..

DAFTAR GAMBAR …………….....…………………………………..

DAFTAR LAMPIRAN ………………………….……………………...

BAB I PENDAHULUAN……….…………………………………...

A. Latar Belakang Masalah………….…….………………….

B. Perumusan Masalah……….………….……….…………

C. Tujuan Penelitian ……………….…………………………

D. Manfaat Penelitian…….…………………………….……..

BAB II LANDASAN TEORI ……………………………….………..

A. Tinjuan Pustaka …………………………………….……..

1. Teori Belajar Kognitif …..…………….…………...........

2. Metode Pembelajaran ………………….…………….…

3. Aktivitas Belajar ……….………………..………….….

4. Penelitian Tindakan Kelas ...............................................

B. Materi Alat-alat Optik ..........................................................

C. Penelitian yang Relevan…………………………………...

D. Kerangka Berfikir ………….……………………………...

E. Hipotesis Tindakan……………....…………………….......

BAB III METODOLOGI PENELITIAN……….……………………...

A. Tempat dan Waktu Penelitian ……………………………

i

ii

iii

iv

v

vii

viii

ix

xi

xiii

xv

xvii

1

1

6

6

6

8

8

8

13

21

22

31

42

44

45

46

46

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xii

1. Tempat Penelitian…………………………………….

2. Waktu Penelitian……………………………………..

B. Subjek dan Objek Penelitian ……………. ….…...………

1. Subjek Penelitian …………………………………….

2. Objek Penelitian ……………………………………..

C. Metode Penelitian ………………………………………...

D. Data dan Teknik Pengumpulan Data ……………………..

1. Data Penelitian ………………………….....................

2. Teknik Pengumpulan Data…………………………...

E. Instrumen Penelitian ……………………….......................

1. Instrumen Penilaian …………………….……………

2. Instrumen Pembelajaran ………………..……………

F. Teknik Analisis Data……………………………………...

G. Prosedur Penelitian ……………………………………….

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN………………………………..

A. Deskripsi Kondisi Awal ………………………..………...

B. Hasil dan Pembahasan Siklus I ……………...…………...

C. Hasil dan Pembahasan Siklus II ……………....………….

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ………………...

A. Kesimpulan ………………………………….……………

B. Implikasi ………………...…………………................….

1. Implikasi Teoritis………………………………………

2. Implikasi Praktis……………………………………….

C. Saran ………….…………………………………………..

DAFTAR PUSTAKA ……………….…………………………………..

LAMPIRAN …………………………………………………………….

46

46

47

47

47

47

48

48

48

49

49

55

56

57

64

64

67

75

84

84

85

85

86

86

88

90

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiii

DAFTAR TABEL

Hal

Tabel 2.1

Tabel 3.1

Tabel 3.2

Tabel 3.3

Tabel 3.4

Tabel 3.5

Tabel 3.6

Tabel 3.7

Tabel 3.8

Tabel 3.9

Tabel 3.10

Tabel 3.11

Tabel 4.1

Tabel 4.2

Tabel 4.3

Tabel 4.4

Perbedaan Antara Penelitian Formal Dengan Classroom

Action Research .......................................................................

Waktu Penelitian ......................................................................

Ringkasan Hasil Tryout 1 Instrumen Penelitian untuk Uji

Validitas Soal pada Aspek Kognitif Siklus I ...........................

Ringkasan Hasil Tryout 2 Instrumen Penelitian untuk Uji

Validitas Soal pada Aspek Kognitif Siklus II ..........................

Ringkasan Hasil Tryout 1 Instrumen Penelitian untuk Uji

Reliabilitas Soal pada Aspek Kognitif Siklus I ........................

Ringkasan Hasil Tryout 2 Instrumen Penelitian untuk Uji

Reliabilitas Soal pada Aspek Kognitif Siklus II ......................

Ringkasan Hasil Tryout 1 Instrumen Penelitian untuk Uji

Daya Pembeda Soal pada Aspek Kognitif Siklus I ..................

Ringkasan Hasil Tryout 2 Instrumen Penelitian untuk Uji

Daya Pembeda Soal pada Aspek Kognitif Siklus II ..............

Ringkasan Hasil Tryout 1 Instrumen Penelitian untuk Uji

Taraf Kesukaran Soal pada Aspek Kognitif Siklus I ...............

Ringkasan Hasil Tryout 2 Instrumen Penelitian untuk Uji

Taraf Kesukaran Soal pada Aspek Kognitif Siklus II ..............

Indikator Keberhasilan Nilai Aktivitas Belajar Siswa .............

Indikator Keberhasilan Kemampuan Kognitif Siswa ..............

Prosentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Belajar Siswa

pada Kondisi Awal ...................................................................

Ketercapaian Nilai Aktivitas Belajar Siswa pada Kondisi

Awal .........................................................................................

Prosentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Belajar Siswa

Siklus I .....................................................................................

Perbandingan Prosentase Ketercapaian Indikator Aktivitas

25

46

51

52

53

53

54

54

55

55

56

57

65

67

69

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiv

Tabel 4.5

Tabel 4.6

Tabel 4.7

Tabel 4.8

Tabel 4.9

Tabel 4.10

Tabel 4.11

Tabel 4.12

Belajar Siswa pada Kondisi Awal dengan Siklus I ..................

Ketercapaian Nilai Aktivitas Belajar Siswa pada Siklus I .......

Perbandingan Prosentase Ketercapaian Nilai Kemampuan

Kognitif pada Kondisi Awal dengan Siklus I ..........................

Prosentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Belajar Siswa

pada Siklus II ...........................................................................

Perbandingan Prosentase Ketercapaian Indikator Aktivitas

Belajar Siswa Siklus I dengan siklus II ....................................

Ketercapaian Nilai Aktivitas Belajar Siswa Siklus II ..............

Perbandingan Prosentase Observasi Aktivitas Belajar Siswa

pada Kondisi Awal, Siklus I dan siklus II ................................

Ketercapaian Target Nilai Aktivitas Belajar Siswa pada

Siklus I dan Siklus II ................................................................

Perbandingan Prosentase Ketercapaian Nilai Kemampuan

Kognitif pada Kondisi Awal, Siklus I dan Siklus II ................

71

72

73

76

78

79

81

81

82

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xv

DAFTAR GAMBAR

Hal

Gambar 2.1

Gambar 2.2

Gambar 2.3

Gambar 2.4

Gambar 2.5

Gambar 2.6

Gambar 2.7

Gambar 2.8

Gambar 2.9

Gambar 2.10

Gambar 2.11

Gambar 2.12

Gambar 2.13

Gambar 2.14

Gambar 2.15

Gambar 2.16

Gambar 2.17

Gambar 2.18

Gambar 2.19

Gambar 4.1

Gambar 4.2

Penataan Ruang Kelas Metode Pembelajaran Kooperatif .....

Siklus Kegiatan Penelitian Tindakan Kelas ...........................

Diagram Mata Manusia ............................................................

Akomodasi oleh mata normal: (a) lensa rileks, dan (b) lensa

menebal ....................................................................................

Lensa Positif Membantu Rabun Dekat ....................................

Lensa Positif Membantu Rabun Jauh ......................................

Penampang Lup .......................................................................

Mengamati Benda dengan Mata Berakomodasi ......................

Mengamati Benda dengan Mata Tak Berakomodasi ...............

Bagian-Bagian Kamera Sederhana ..........................................

Bagian-Bagian Mikroskop........................................................

Pembentukan Bayangan pada Mikroskop untuk Mata

Berakomodasi Maksimum .......................................................

Pembentukan Bayangan pada Mikroskop untuk Mata Tak

Berakomodasi ..........................................................................

Pembentukan Bayangan oleh Teropong Bintang .....................

Pembentukan Bayangan oleh Teropong Bumi dengan Mata

Berakomodasi Maksimum .......................................................

Pembentukan Bayangan oleh Teropong Bumi dengan Mata

Tak Berakomodasi ...................................................................

Penampang Teropong Prisma ..................................................

Pantulan Cahaya internal Sempurna oleh Teropong Prisma

Kerangka Pemikiran Penelitian Tindakan Kelas .....................

Diagram Batang Prosentase Ketercapaian Indikator Aktivitas

Belajar Siswa pada Kondisi Awal ............................................

Diagram Pie Ketercapaian Nilai Aktivitas Belajar Siswa pada

Kondisi Awal ...........................................................................

17

30

31

33

34

34

35

35

36

37

38

39

39

40

41

41

42

42

45

66

67

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xvi

Gambar 4.3

Gambar 4.4

Gambar 4.5

Gambar 4.6

Gambar 4.7

Gambar 4.8

Gambar 4.9

Gambar 4.10

Diagram Batang Prosentase Ketercapaian Indikator Aktivitas

Belajar Siswa pada Siklus I ......................................................

Diagram Batang Perbandingan Prosentase Ketercapaian

Indikator Aktivitas Belajar Siswa pada Kondisi Awal dengan

Siklus I .....................................................................................

Diagram Pie Ketercapaian Nilai Aktivitas Belajar Siswa

Siklus I .....................................................................................

Diagram Batang Perbandingan Prosentase Ketercapaian Nilai

Kemampuan Kognitif pada Kondisi Awal dengan Siklus I .....

Diagram Batang Prosentase Ketercapaian Indikator Aktivitas

Belajar Siswa pada Siklus II ....................................................

Diagram Batang Perbandingan Prosentase Ketercapaian

Indikator Aktivitas Belajar Siswa Siklus I dengan Siklus II ....

Diagram Pie Ketercapaian Nilai Aktivitas Belajar Siswa

Siklus II ....................................................................................

Diagram Batang Perbandingan Prosentase Ketercapaian Nilai

Kemampuan Kognitif pada Kondisi Awal, Siklus I dan Siklus

II ...............................................................................................

69

72

73

74

77

79

80

82

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Hal

Lampiran 1

Lampiran 2

Lampiran 3

Lampiran 4

Lampiran 5

Lampiran 6

Lampiran 7

Lampiran 8

Lampiran 9

Lampiran 10

Lampiran 11

Lampiran 12

Lampiran 13

Lampiran 14

Lampiran 15

Lampiran 16

Lampiran 17

Lampiran 18

Lampiran 19

Lampiran 20

Lampiran 21

Lampiran 22

Lampiran 23

Lampiran 24

Lampiran 25

Daftar Siswa Kelas X-6 SMA MTA Surakarta Tahun Pelajaran

2011/2012 …………………………………………………............

Daftar Anggota Kelompok Ahli ………………………………......

Daftar Anggota Kelompok Asal ……………………………….....

Kisi-kisi Lembar Observasi Aktivitas Siswa ……………………..

Sistem Penilaian Aktivitas Belajar Siswa ………………………...

Format Lembar Observasi Aktivitas Belajar Siswa ……………....

Aktivitas Belajar Siswa Pada Kondisi Awal ..............................….

Data Perolehan Aktivitas Belajar Siswa Siklus I …………….........

Data Perolehan Aktivitas Belajar Siswa Siklus II ………………...

Kisi-kisi Try Out Siklus I ………………………………………....

Soal Try Out Siklus I ……………………………………………...

Kunci Jawaban Try Out Siklus I ………………………………….

Analisis Try Out Siklus I ………………………………………….

Kisi-kisi Try Out Siklus II ………………………………………...

Soal Try Out Siklus II …………………………………………….

Kunci Jawaban Try Out Siklus II ………………………………....

Analisis Try Out Siklus II ………………………………………...

Hasil Tes Evaluasi Kognitif Siklus I ……………………………...

Hasil Tes Evaluasi Kognitif Siklus II …………………………….

Catatan Lapangan Siklus I & II …………………………………..

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I …………………......

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus II …………………....

Lembar Kegiatan Siswa Siklus I ……………………………….....

Lembar Kegiatan Siswa Siklus I …………………………….........

Dokumentasi Proses Pembelajaran ……………………………….

90

91

92

93

94

95

97

99

101

102

103

110

111

114

115

119

120

123

124

125

127

140

150

155

160

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ABSTRAK

Khoirul Musthofa. PEMBELAJARAN FISIKA DENGAN COOPERATIVE LEARNING TIPE JIGSAW UNTUK MENGOPTIMALKAN AKTIVITAS DAN KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA KELAS X-6 SMA MTA SURAKARTA. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret. 2012.

Ditemukan masalah berupa kondisi siswa yang kurang aktif dalam pembelajaran, perhatian dan aktivitas belajar siswa kurang optimal serta prestasi akademik yang rendah di kelas X-6 SMA MTA Surakarta. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan aktivitas belajar dan kemampuan kognitif Fisika siswa kelas X-6 SMA MTA Surakarta Tahun Pelajaran 2011/2012 melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dalam proses pembelajaran Fisika.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen. Jenis penelitian ini termasuk Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilaksanakan dalam dua siklus. Setiap siklus diawali dengan tahap persiapan kemudian dilanjutkan pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Subjek penelitian adalah siswa kelas X-6 SMA MTA Surakarta Tahun Pelajaran 2011/2012 yang berjumlah 32 siswa. Data diperoleh melalui observasi menggunakan lembar observasi aktivitas belajar siswa dan kajian dokumentasi dari hasil tes kognitif siswa, kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif.

Dari hasil analisis data dan pembahasan dalam penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan aktivitas belajar dan kemampuan kognitif siswa kelas X-6 SMA MTA Surakarta Tahun Pelajaran 2011/2012 dalam proses pembelajaran Fisika. Dengan penekanan tindakan pada pemberian kesempatan kepada siswa untuk menyampaikan gagasan/ide/pendapatnya dalam diskusi kelompok di kelas dan di luar kelas, terutama di asrama, serta aktif dalam mencari dan memanfaatkan berbagai sumber belajar maka dapat dilihat aktivitas belajar siswa pada proses pembelajaran pada kondisi awal, siklus I, dan siklus II selalu terjadi peningkatan prosentase ketuntasan. Dengan batas skor 60, pada kondisi awal prosentase ketuntasan aktivitas belajar siswa sebesar 12,5%, lalu pada siklus I menjadi 50% dan pada siklus II naik lagi menjadi 84,375%. Demikian pula pada aspek kemampuan kognitif siswa juga selalu mengalami peningkatan. Dengan penekanan tindakan berupa pembimbingan belajar kelompok dan diskusi baik di dalam kelas maupun di luar kelas, terutama di asrama serta optimalisasi pemanfaatan sumber belajar terutama buku dan internet, maka dapat dilihat peningkatan kemampuan kognitif siswa yaitu dengan batas ketuntasan nilai 70, pada kondisi awal prosentase ketuntasan hasil tes kognitif siswa sebesar 18,75%, lalu naik pada siklus I menjadi 25% dan pada siklus II menjadi 72%. Kata Kunci : Pembelajaran Kooperatif, Tipe Jigsaw, Aktivitas Belajar,

Kemampuan Kognitif.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ABSTRACT

Khoirul Musthofa. LEARNING PHYSICS WITH COOPERATIVE LEARNING TYPE JIGSAW TO OPTIMALIZE ACTIVITY AND COGNITIVE SKILL OF CLASS X-6 OF SMA MTA SURAKARTA’S STUDENTS. Thesis, Surakarta: Teacher Training and Education Faculty. Sebelas Maret University, 2012.

Detectable problems in class X-6 of SMA MTA Surakarta, there are inactive students in study, less optimal of attention and learning activity’s students and low of student’s achievment academic. The purpose of the research is increasing learning activity and physics cognitive skill of class X-6 of SMA MTA SURAKARTA’s students 2011/2012 through the application of cooperative learning type jigsaw’s model in the process of learning physics.

The research used Classroom Action Research (CAR) method. Each cycle in CAR is started with plan, then continued with implementation, observation and reflection. The subjects of the research are 32 students of class X-6 of SMA MTA SURAKARTA 2011/ 2012. The data are collected through observation using the students learning activity observation sheet and documentation research from the result of student’s cognitive test, then it is analyzed in a descriptive qualitative manner.

From the data analysis and studies of the research, it can be concluded that the implementation of Cooperative Learning Type Jigsaw’s model can increase the learning activity and cognitive skill of the students of class X-6 of SMA MTA SURAKARTA 2011/ 2012 in the process of learning physics. By emphasizing the treatment to the chance giving to the students to deliver their idea or opinion in the group discussion inside and outside the class, especially in the dormitory, and active in seeking and utilizing a variety of learning resources, so it can be seen that instudent’s learning activitiesof learning process in the initial condition is always increase in the first and second cycle. By limiting score of 60, the percentage of completeness on the initial conditionsof student learning activity by 12.5%, then in the first cycle become 50% and in the second cycle increase up to 84.375%. Similarly, the aspects of student’s cognitive abilities are always increase. By emphasizing on the actionin the form of mentoring and group discussion learning both inside and outside the classroom, especially in the dormitory, and optimizing the use of learning resources, especially books and the internet, so it can be seen that there is an increase in students cognitive abilities with the passing grade of 70. In the initial condition the percentage of the completeness of students test result by 18,75 %, then increase in the first cycle by 25%, and increase again by 72% in the second cycle. Keyword: Cooperative Learning, Jigsaw Type, Learning Activity, Cognitive Ability.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user 1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembelajaran merupakan bagian atau elemen yang memiliki peran sangat

dominan untuk mewujudkan pendidikan yang berkualitas. Pembelajaran juga

memiliki pengaruh yang menyebabkan kualitas pendidikan menjadi rendah, artinya

pembelajaran sangat tergantung dari kemampuan guru dalam melaksanakan atau

mengemas proses pembelajaran yang selaras dengan tema pelajaran dan karakteristik

anak didiknya (Kholifah, 2009: 124). Pembelajaran yang dilaksanakan secara baik

dan tepat akan memberikan kontribusi sangat dominan bagi siswa, sebaliknya

pembelajaran yang dilaksanakan dengan cara yang tidak baik akan menyebabkan

potensi siswa sulit dikembangkan atau diberdayakan.

Unsur yang terpenting dalam pembelajaran yang baik menurut Suparno

(2007: 2) adalah: (1) siswa yang belajar, (2) guru yang mengajar, (3) bahan

pelajaran, dan (4) hubungan antara guru dan siswa. Dalam belajara Fisika yang

terpenting adalah siswa yang aktif belajar Fisika. Maka semua usaha guru harus

diarahkan untuk membantu dan mendorong siswa mau mempelajari Fisika sendiri.

Dewasa ini proses pembelajaran dituntut selalu menyesuaikan dengan

dinamika masyarakat, karena pembelajaran yang statis dan konvensional cenderung

membuat siswa bosan dan tidak memiliki motivasi untuk belajar. Menurut Sardiman,

suatu pembelajaran dikatakan baik jika disadari bahwa belajar merupakan proses

yang bermakna, bukan sesuatu yang berlangsung secara mekanis belaka dan tidak

sekedar rutinitas (2010: 50). Demikian sehingga diperlukan terobosan baru dalam

pembelajaran yang memungkinkan guru untuk mengajarkan suatu materi kepada

siswa dengan menarik.

Prinsip belajar dalam kegiatan belajar mengajar apapun menuntut adanya

motivasi. Motivasi merupakan faktor penting dalam proses belajar karena

keberadaannya dapat menentukan keberhasilan belajar siswa dalam bidang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

pengetahuan, nilai-nilai dan keterampilan (Dimyati, 2002: 43). Karena motivasi

belajar dapat menjadi pendorong atau pemantik untuk giat belajar sehingga akhirnya

menjadikan konsep-konsep pembelajaran dapat diterima secara lebih mudah.

Berpijak dari urgensi tersebut maka dalam setiap proses pembelajaran yang

berlangsung perlu dikondisikan terbentuknya situasi dan lingkungan belajar yang

kondusif, yang mampu membangun terciptanya motivasi belajar pada diri siswa.

Dalam pembelajaran Fisika di kelas, misalnya kelas X SMA MTA

Surakarta, guru Fisika masih menerapkan pembelajaran konvensional yang dicirikan

dengan mengandalkan penggunaan metode ekspositori yaitu menjelaskan, memberi

contoh, mengajukan pertanyaan, dan memberi tugas secara klasikal. Kalaupun ada

diskusi terkesan kurang hidup, karena faktor dari kemampun guru sendiri yang

kurang mumpuni dalam mengelola kelas maupun minat siswa terhadap pelajaran

Fisika yang masih rendah. SMA MTA Surakarta merupakan salah satu sekolah

menengah atas swasta yang terakreditasi A di kota Surakarta. Kendati demikian, dari

hasil wawancara dengan guru Fisika kelas X di SMA MTA Surakarta diperoleh suatu

fakta bahwa tidak semua siswa kelas X memiliki nilai yang bagus dalam mata

pelajaran Fisika dan masih banyak siswa yang masih mengalami kesulitan dalam

menerima materi pelajaran Fisika. Selain itu, dalam proses pembelajaran Fisika yang

berlangsung selama ini didominasi dengan metode ceramah sehingga membuat

suasana semakin tidak menarik sehingga mengakibatkan siswa jenuh dengan

pembelajaran yang kurang variatif tersebut. Proses pembelajaran selama ini juga

cenderung "Teacher Centered" sehingga siswa kurang terlibat aktif dalam

pembelajaran. Model pembelajaran seperti ini menunjukkan bahwa guru masih

menjadi sentral dalam pembelajaran, sementara siswa kurang diberdayakan

kemampuannya secara optimal sehingga aktivitas dan partisipasi siswa kurang

berarti. Hal itu tentu akan berpengaruh pada pencapaian hasil belajar siswa.

Dari hasil wawancara dengan guru Fisika kelas X di SMA MTA Surakarta

dan pengamatan langsung dapat diidentifikasi permasalahan-permasalahan yang

terjadi. Permasalahan-permasalahan yang terjadi di SMA MTA Surakarta dapat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

dikemukakan sebagai berikut: (1) siswa terlihat merasakan kejenuhan dalam proses

belajar mengajar; (2) kurang optimalnya perhatian dan aktivitas siswa dalam belajar

Fisika. Hasil dari obsevasi awal hanya ada sekitar 30% yang memperhatikan

penjelasan dari guru, itupun sebagian besar adalah yang duduk di barisan depan.

Adapun yang duduk di bagian tengah sampai belakang kebanyakan tidur atau

mencoret-coret buku; (3) kondisi siswa yang kurang aktif dalam mengikuti pelajaran

Fisika. Hal ini ditunjukkan oleh sikap siswa yang enggan bertanya maupun

menjawab pertanyaan guru. Terbukti dari observasi awal hanya sedikit siswa yang

bertanya, tidak lebih dari 5 anak. Dan ketika guru melontarkan pertanyaan siswa

malah diam; (4) pada umumnya banyak siswa yang masih sulit memahami konsep

Fisika sehingga berakibat kurang maksimalnya nilai akademik siswa. Terbukti dari

hasil nilai semester I, tidak ada satupun siswa yang tuntas. Dengan KKM (Kriteria

Ketuntasan Minimal) yaitu nilai 70, tapi nilai tertinggi di kelas X-6 adalah 62,5.

Dari berbagai masalah di atas, maka perlu adanya perbaikan kualitas proses

pembelajaran maupun hasil belajar siswa. Sebagai tindak lanjut guna mengatasi

permasalahan yang terjadi maka perlu dilakukan penelitian tindakan (action

research) yang berorientasi pada perbaikan kualitas pembelajaran melalui sebuah

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau Classroom Action Research (CAR).

Peningkatan atau perbaikan kinerja belajar siswa di kelas, mutu proses pembelajaran,

kualitas prosedur dan alat evaluasi yang digunakan serta kualitas penerapan

kurikulum, dan pengembangan kompetensi siswa dapat dilaksanakan melalui

Penelitian Tindakan Kelas (Arikunto, Suhardjono & Supardi 2008: 61).

Penerapan metode mengajar yang bervariasi merupakan upaya untuk

meningkatkan keberhasilan siswa dalam belajar sekaligus salah satu indikator

peningkatan kualitas pendidikan. Metode mengajar yang bervariasi dapat

mengurangi kejenuhan siswa dalam menerima pelajaran, meningkatkan kemampuan

siswa untuk berinteraksi sosial dan memperkecil perbedaan yang ada. Metode

mengajar yang baik adalah metode yang mendapatkan hasil belajar yang tahan lama,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

dapat digunakan dalam kehidupan siswa dan merupakan pengetahuan asli atau

otentik (Sardiman, 2010: 49-50).

Usaha meningkatkan keaktifan siswa dalam belajar dapat dilakukan dengan

mengadakan inovasi dalam proses pembelajaran, salah satunya yaitu dengan proses

belajar gotong royong atau belajar kelompok. Pembelajaran yang hanya

mengutamakan individual tidak akan menguntungkan murid ataupun masyarakat.

Maka pada setiap pengajaran hendaknya guru sanggup menciptakan suasana sosial

yang membangkitkan kerja sama diantara murid-murid dalam menerima pelajaran,

agar pelajaran itu lebih efektif dan efisien.

Proses pembelajaran dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

menuntut adanya partisipasi aktif dari seluruh siswa. Jadi, kegiatan belajar berpusat

pada siswa, guru sebagai motivator dan fasilitator di dalamnya agar suasana kelas

lebih hidup. Pembelajaran kooperatif terutama teknik Jigsaw dianggap cocok

diterapkan karena karakteristik teknik Jigsaw ini yang mementingkan keaktifan siswa

serta menuntut kerjasama antar siswa, sehingga siswa benar-benar mengalami proses

pembelajaran. Dengan demikian hasil yang nantinya diperoleh akan lebih membekas

pada pikiran siswa, lebih tahan lama dan merupakan hasil pengetahuan asli yang

didapatkan siswa sendiri.

Metode pembelajaran Cooperative Learning merupakan salah satu metode

pembelajaran yang mendukung pembelajaran konstruktivistik (Suparno, 2007: 63).

Sistem pengajaran Cooperative Learning dapat didefinisikan sebagai sistem

kerja/belajar kelompok yang terstruktur. Lima unsur pokok yang harus diterapkan

dalam metode pembelajaran Cooperative Learning, yaitu saling ketergantungan

positif, tanggung jawab individual, interaksi personal, keahlian bekerja sama, dan

proses kelompok (Lie, 2002: 30). Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap

siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk

memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan

belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan

pelajaran.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

Metode pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) tipe Jigsaw

merupakan metode pembelajaran kooperatif yang formatnya siswa belajar dalam

kelompok kecil yang terdiri dari + 5 orang secara heterogen dan bekerja sama saling

ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi

pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota

kelompok yang lain (Huda, 2011: 120). Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa

tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran

orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga

harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya

yang lain. Dengan demikian, “siswa bekerja dengan sesama siswa dalam suasana

gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan

meningkatkan keterampilan berkomunikasi” (Lie, 2002: 68).

Pada metode pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, terdapat kelompok asal

dan kelompok ahli. Kelompok asal yaitu kelompok induk siswa yang beranggotakan

siswa dengan kemampuan, asal, dan latar belakang keluarga yang beragam.

Kelompok asal merupakan gabungan dari beberapa siswa yang berasal dari masing-

masing kelompok ahli. Kelompok ahli yaitu kelompok siswa yang terdiri dari

anggota kelompok asal yang berbeda yang ditugaskan untuk mempelajari dan

mendalami topik tertentu dan menyelesaikan tugas-tugas yang berhubungan dengan

topiknya untuk kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok asal (Huda, 2011:

121).

Jigsaw merupakan bagian dari teknik-teknik pembelajaran Cooperative

Learning. Jika pelaksanaan prosedur pembelajaran Cooperative Learning ini benar,

akan memungkinkan untuk dapat mengaktifkan siswa sehingga dapat meningkatkan

kemampuan akademik/kognitif siswa.

Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan di atas dan kecocokan

dengan solusi yang telah dijabarkan secara umum tersebut, dengan maksud untuk

memperbaiki proses pembelajaran yang telah berjalan sehingga didapatkan hasil

belajar yang lebih optimal, maka dirasa perlu diadakan penelitian tindakan kelas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

dengan judul “PEMBELAJARAN FISIKA DENGAN COOPERATIVE

LEARNING TIPE JIGSAW UNTUK MENGOPTIMALKAN AKTIVITAS

DAN KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA KELAS X-6 SMA MTA

SURAKARTA”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat dirumuskan masalah

sebagai berikut:

1. Apakah pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan aktivitas siswa

kelas X-6 SMA MTA Surakarta?

2. Apakah pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan kemampuan

kognitif siswa kelas X-6 SMA MTA Surakarta?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan diadakan penelitian ini adalah :

1. Meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas X-6 SMA MTA Surakarta dengan

menerapkan metode pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.

2. Meningkatkan kemampuan kognitif Fisika siswa kelas X-6 SMA MTA

Surakarta dengan menerapkan metode pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat :

1. Bagi sekolah

a. Sebagai upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan dengan metode

pembelajaran yang sesuai dengan materi pelajaran.

b. Pendorong bagi guru kelas lain untuk melaksanakan pembelajaran aktif,

inovatif, kreatif, menyenangkan, gembira dan berbobot.

2. Bagi guru

a. Mengatasi kendala yang dihadapi guru dalam mata pelajaran Fisika terutama

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

mengenai aktivitas belajar Fisika siswa.

b. Meningkatkan kualitas pembelajaran.

3. Bagi siswa

a. Menumbuhkan kerja sama serta rasa kebersamaan antar siswa.

b. Meningkatkan aktivitas belajar Fisika siswa.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Teori Belajar Kognitif

Belajar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dan berperan

penting dalam pembentukan pribadi dan perilaku individu. Pengertian belajar

menurut Slameto (1995:2), “Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan

seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara

keseluruhan, sebagai hasil pangalamannya sendiri dalam interaksi dengan

lingkungannya”. Terdapat banyak sekali teori-teori tentang belajar yang

disampaikan oleh para ahli, antara lain Teori Belajar Kognitif. Teori Belajar

Kognitif adalah perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu berbentuk

tingkah laku yang dapat diamati dan diukur. Asumsi teori ini adalah bahwa setiap

orang telah memiliki pengetahuan dan pemahaman yang telah tertata dalam bentuk

struktur kognitif yang dimilikinya. Proses belajar akan berjalan dengan baik jika

materi pelajaran atau informasi baru beradaptasi dengan struktur kognitif yang

telah dimiliki seseorang.

Teori yang termasuk ke dalam teori kognitif antara lain

a. Teori Perkembangan Piaget

Pendapat Piaget mengenai perkembangan proses belajar pada anak-

anak adalah sebagai berikut:

1). Anak mempunyai struktur mental yang berbeda dengan orang dewasa. Mereka bukan merupakan orang dewasa dalam bentuk kecil, mereka mempunyai cara yang khas untuk menyatakan kenyataan dan untuk menghayati dunia sekitarnya. Maka memerlukan pelayanan tersendiri dalam belajar. 2). Perkembangan mental pada anak melalui tahap-tahap tertentu, menurut suatu urutan yang sama bagi semua anak. 3). Walaupun berlangsungnya tahap-tahap perkembangan itu melalui suatu urutan tertentu, tetapi jangka waktu untuk berlatih dari satu tahap ke tahap yang lain tidaklah selalu sama bagi semua anak.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

4). Perkembangan mental anak dipengaruhi oleh 4 faktor, yaitu: kemasakan, pengalaman, interaksi sosial, dan equilibration.5). Ada 3 tahap perkembangan, yaitu: berpikir secara intuitif + 4 tahun, beroperasi secara konkret + 7 tahun, dan berpikir secara formal + 11 tahun (Slameto, 1995:12-13)

Berdasarkan periodesasi perkembangan manusia yang diungkapkan

Cole, siswa SMA di Indonesia rata-rata memiliki usia antara 15 sampai 19

tahun, berada pada masa remaja madya (middle adolescence). Pada masa ini,

umumnya remaja memiliki karakter yang suka bereksperimentasi, suka

bereksplorasi serta cenderung membentuk kelompok dan kegiatan

berkelompok. Oleh karena itu, pembelajaran yang cocok untuk peserta didik

pada usia ini adalah pembelajaran dengan karakteristik utama menekankan pada

kerjasama dalam kelompok.

b. Teori Belajar Penemuan Menurut Bruner

Menurut Bruner belajar tidak untuk mengubah tingkah laku seseorang

tapi untuk mengubah kurikulum sekolah menjadi sedemikian rupa sehingga

siswa dapat belajar lebih banyak dan mudah. Sehingga Bruner berpendapat

alangkah baiknya bila sekolah dapat menyediakan kesempatan bagi siswa untuk

maju dengan cepat sesuai dengan kemampuan siswa dalam mata pelajaran

tertentu. Didalam proses belajar Bruner mementingkan partisipasi aktif dari tiap

siswa, dan mengenal dengan baik adanya perbedaan kemampuan.

Untuk meningkatkan proses belajar perlu lingkungan yang dinamakan

“discovery learning environment”, ialah lingkungan yang mendukung siswa

dapat melakukan eksplorasi, penemuan-penemuan baru yang belum dikenal

atau pengertian yang mirip dengan yang sudah diketahui yang didalamnya

selalu ada bemacam-macam masalah, hubungan-hubungan dan hambatan.

Menurut Bruner beberapa hal yang dapat dipelajari siswa dari lingkungan

tersebut dapat digolongkan menjadi:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

a) Enactive = seperti belajar naik sepeda, yang harus didahului dengan bermacam-macam keterampilan motorik,

b) Iconic = seperti mengenal jalan yang menuju ke pasar, mengingat dimana bukunya yang penting diletakkan,

c) Symbolic = seperti menggunakan kata-kata, menggunakan formula. (Slameto, 1995:11-12)

Pembelajaran Fisika pun mencakup ketiga hal tersebut. Enactive,

karena untuk memahami konsep Fisika dengan benar siswa dituntut untuk

melakukan eksperimen-eksperimen, demikian juga menerapkan konsep Fisika

dalam kehidupan sehari-hari, sehingga siswa benar-benar mengalami dan

menghayati proses pembelajaran Fisika dan menjadikan pembelajaran Fisika

menjadi lebih bermakna. Dengan demikian, proses pembelajaran ini sangat

melibatkan keterampilan motorik. Iconic, karena konsep-konsep dalam materi

Fisika saling terhubung satu sama lain, tidak dapat berdiri sendiri, sehingga

mengajarkan siswa untuk selalu mengingat dan memahami konsep-konsep yang

berkaitan dengan materi yang sedang dipelajari. Symbolic, karena memang

karakteristik materi Fisika yang sebagian besar merupakan hitungan kuantitatif,

maka perlu adanya universalisasi dalam bentuk formula-formula atau rumus-

rumus, sehingga memudahkan siswa dalam melakukan hitungan kuantitatif

tanpa mengesampingkan konsep utamanya.

Dalam belajar, hal-hal yang perlu diperhatikan guru menurut Bruner

adalah

1) mengusahakan agar setiap siswa berpartisipasi aktif, minatnya perlu ditingkatkan, kemudian perlu dibimbing untuk mencapai tujuan tertentu;

2) menganalisis struktur materi yang akan diajarkan, dan juga perlu disajikan secara sederhana sehingga mudah dimengerti oleh siswa;

3) menganalisis sequence. Guru mengajar, berarti membimbing siswa melalui urutan pernyataan-pernyataan dari suatu masalah, sehingga siswa memperoleh pengertian dan dapat men-transfer hal-hal yang sedang dipelajari;

4) memberi reinforcement dan umpan balik (feed-back). Penguatan yang optimal terjadi pada waktu siswa mengatahui bahwa “ia menemukan jawaban” nya (Slameto, 1995: 12).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

Secara khusus dalam pembelajaran Fisika, seorang guru hendaknya

dapat menyajikan materi dan mengelola proses pembelajaran sebaik-baiknya.

Materi Fisika yang dianggap oleh kebanyakan siswa sebagai momok, harus

diubah paradigmanya sehingga menjadi pelajaran yang menyenangkan dan

menarik untuk selalu diikuti. Banyak cara yang bisa ditempuh, diantaranya

dengan mengemas cakupan materi Fisika sehingga terstruktur dengan rapi dan

terlihat sederhana yang akan membuat siswa merasa mudah walaupun belum

dipelajari. Hal ini akan menjadi modal utama, karena dengan sendirinya akan

muncul minat pada diri siswa untuk senang dan tertarik untuk belajar Fisika.

Selanjutnya seorang guru perlu mendesain proses pembelejaran sehingga terasa

lebih menyenangkan dengan tanpa meninggalkan esensi dari materi Fisika yang

sedang diajarkan. Bekal seorang guru Fisika yang juga penting adalah

penguasaan terhadap materi yang diajarkan. Agar dalam berjalannya proses

pembelajaran, guru mampu memberikan umpan balik maupun penguatan yang

optimal. Karena akan terasa mengecewakan jika seorang guru Fisika hanya

mampu mengelola pembelajaran dengan baik, namun terlihat bingung ketika

memberikan umpan balik materi kepada siswa.

c. Teori Belajar menurut Gagne

Pendapat Gagne tentang belajar yang dapat dirangkum sebagai berikut:

(1) suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan informasi

verbal, keterampilan intelek dan motorik, kebiasaan dan tingkah laku, dan (2)

penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang diperoleh oleh instruksi

melalui interaksi antara keadaan internal dan proses kognitif siswa dengan

stimulus dari lingkungan (Slameto, 1995: 12).

Mulai masa bayi manusia mengadakan interaksi dengan lingkungan,

tapi baru dalam bentuk “sensori-motor coordination”. Kemudian ia mulai

belajar berbicara dan menggunakan bahasa. Kesanggupam untuk menggunakan

bahasa ini penting artinya untu belajar. Tugas pertama yang dilakukan anak

ialah meneruskan “sosialisasi” dengan anak lain, atau orang dewasa, tanpa

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

pertentangan bahkan unutk membantu memenuhi kebutuhan-kebutuhan

keramahan dan konsiderasi pada anak itu. Tugas kedua adalah belajar

menggunakan simbol-simbol yang menyatakan keadaan sekelilingnya, seperti:

gambar, huruf, angka, diagram dan sebagainya. Ini adalah tugas intelektual

(membaca, menulis, berhitung dan sebagainya). Bila anak sekolah sudah dapat

melakukan tugas ini, berarti ia sudah mampu belajar banyak hal dari yang

mudah sampai yang amat kompleks.

Gagne menyatakan bahwa segala sesuatu yang dipelajari oleh manusia

dapat dibagi menjadi 5 kategori, yang disebut “The domains of learning”, yang

dirangkum sebagai berikut:

1). Keterampilan motoris (motor skill)

Dalam hal ini perlu koordinasi dari berbagai gerakan badan.

2). Informasi verbal

Dapat dimengerti bahwa untuk mengatakan sesuatun itu perlu intelegensi.

3). Kemampuan intelektual

Manusia mengadakan interaksi dengan dunia luar dengan menggunakan

simbol-simbol.

4). Strategi Kognitif

Merupakan organisasi keterampilan yang internal (internal organized skill)

yang perlu untuk belajar mengingat dan berpikir, kemampuan ini berbeda

dengan kemampuan intelektual, karena ditujukan dengan dunia luar, dan

tidak dapat dipelajari hanya dengan berbuat satu kali serta memerlukan

perbaikan terus menerus.

5). Sikap

Kemampuan ini tak dapat dipelajari dengan ulangan-ulangan, tidak

tergantung atau dipengaruhi oleh hubungan verbal seperti halnya domain

yang lain. Sikap ini penting dalam proses belajar, tanpa kemampuan ini

belajar tak akan berhasil dengan baik (Slameto, 1995: 14-15).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

Pembelajaran dengan pendekatan kooperatif mempunyai karakteristik

utama yaitu siswa bekerjasama dalam tim untuk menguasai materi akademik.

Dengan demikian, penekanan pada proses pembelajaran dengan pendekatan

kooperatif ini lebih pada kerjasama kelompok, dan pendekatan kooperatif ini

sangat mendukung kelima domains of learning di atas, karena dalam pendekatan

kooperatif ini didalamnya memiliki unsur-unsur: saling ketergantungan positif,

tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota dan evaluasi

proses kelompok (Lie, 2002:30).

2. Metode Pembelajaran

Dalam proses belajar-pembelajaran, guru harus memiliki strategi agar

siswa dapat belajar secara efektif, efisien, dan mengena pada tujuan yang

diharapkan. Salah satu strategi yang harus dimiliki adalah mampu memilih dan

menguasai teknik-teknik penyajian, atau biasanya disebut metode pembelajaran.

Menurut Dimyati dan Mudjiono (2002: 297) berpandangan bahwa

“pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruk-

sional, untuk membuat siswa belajar secara aktif, yang menekankan pada

penyediaan sumber belajar”. Dalam pengertian ini guru harus berusaha membuat

program-program belajar mengajar dengan mengupayakan ketersediaan sumber

belajar yang dapat mendukung siswa belajar lebih aktif.

Peran guru dalam pembelajaran dimulai dari membuat desain

instruksional, lalu mengaplikasikannya dalam kegiatan belajar mengajar dan

akhirnya mengevaluasi hasil dari pembelajaran yang telah diselenggarakannya.

Sedangkan peran siswa adalah mengalami proses belajar, mencapai hasil belajar

yang telah direncanakan. Dengan demikian, amat penting peran guru dalam

mengelola pembelajaran agar terwujud kemampuan mental siswa yang semakin

meningkat dan siswa akan beremansipasi diri sehingga menjadi pribadi yang utuh

dan mandiri (Dimyati&Mudjiono, 2002: 5)

Metode (method) secara harfiah berarti “cara”. Dalam pemakaian yang

umum, metode diartikan sebagai cara melakukan suatu kegiatan atau cara

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

melakukan pekerjaan dengan menggunakan fakta atau konsep-konsep secara

sistematis. Dalam kegiatan belajar-pembelajaran, metode diperlukan oleh guru

guna kepentingan pembelajaran agar siswa dapat belajar efektif, efisien, dan

tercapainya tujuan yang ditetapkan. Menurut Slametto (1995:82) “metode adalah

cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan tertentu”. Jadi

secara umum metode merupakan cara-cara yang ditempuh guru untuk

menciptakan situasi pembelajaran yang benar-benar menyenangkan dan

mendukung bagi kelancaran proses belajar-pembelajaran dan tercapainya prestasi

belajar yang memuaskan.

Untuk mencapai hal tersebut maka guru harus dapat memilih dan

mengembangkan metode pembelajaran yang tepat, efisien, serta efektif sesuai

dengan materi yang diajarkan. Pemilihan metode yang tepat akan mempengaruhi

kualitas belajar siswa sehingga siswa benar-benar memahami materi yang

diberikan. Penggunaan suatu metode hendaknya dapat menempatkan anak didik

pada keterlibatan aktif belajar, mampu menumbuhkembangkan perolehan hasil

belajar, serta menghidupkan proses pengajaran yang sedang berlangsung.

a. Metode Pembelajaran Kooperatif

Kholifah dan Quthub (2009: 124) mengemukakan bahwa “tidak ada

cara satu pengajaran yang lebih utama daripada cara lain. Namun, yang

menentukan keberhasilannya adalah proses penyampaian dan tema yang akan

diajarkan oleh guru kepada muridnya”. Dalam hal ini guru dituntut untuk

menguasai berbagai metode pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik

materi dan siswa. Hal ini sangat relevan dengan tugas seorang guru dalam

mengenali perbedaan individual siswanya. Dalam memilih metode, kadar

keaktifan siswa harus selalu diupayakan tercipta dan berjalan terus dengan

menggunakan beragam metode (multi metode), seperti learning by doing,

learning by listening, dan learning by playing.

Metode yang akan digunakan dalam melaksanakan pembelajaran di

kelas harus lebih dikenal dan dipahami untuk dipilih yang paling tepat untuk

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

membawa siswa mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Salah

satu metode yang dapat dipertimbangkan adalah belajar dengan kerjasama

(Cooperative learning) dalam kelompok kecil yang heterogen.

“Cooperative learning refers to instructional methods in which

students work together in small groups to help each other learn” (Slavin,R.E,

1997: 284). Kebanyakan pelajaran dengan pembelajaran kooperatif mempunyai

karakteristik sebagai berikut: siswa bekerjasama dalam tim untuk menguasai

materi akademik, tim dibuat dari siswa-siswa yang berprestasi tinggi, sedang,

dan rendah.

Menurut Stahl (1994) dan Slavin (1993), ada empat langkah-langkah

secara umum dalam pelaksanaan pelajaran kooperatif yaitu: (1) mrancang

rencana program pembelajaran, (2) merancang lembar observasi, (3)

mengarahkan dan membimbing siswa secara individu maupun kelompok

menngenai materi, sikap dan perilaku selama kegiatan belajar, 4) memberi

kesempatan kepada siswa dari masing-masing kelompok mempresentasikan

hasil kerjanya (Isjoni, 2009: 83-85).

Metode pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar

dalam kelompok. Ada unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif yang

membedakannya dengan kelompok yang asal-asalan. Pelaksanaan prosedur

pembelajaran kooperatif dengan benar memungkinkan pendidik mengelola

kelas dengan lebih efektif. Lima unsur yang harus diterapkan dalam

pembelajaran gotong royong yaitu : 1) Saling ketergantungan positif; 2)

Tanggung jawab perseorangan; 3) Tatap muka; 4) Komunikasi antar anggota;

dan 5) Evaluasi proses kelompok (Lie, 2002: 30)

Metode pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai

setidak-tidaknya empat tujuan pembelajaran penting seperti yang dikemukakan

Suparno (2007):

1). Meningkatkan hasil belajar lewat kerjasama kelompok yang memungkinkan siswa belajar satu sama lain. Kemajuan hasil belajar

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

menjadi tujuan utama, sehingga masing-masing siswa mendapatkan hasil positif. 2). Merupakan alternatif terhadap belajar kompetitif yang membuat siswa lemah menjadi minder. Dengan belajar kompetitif, siswa akan sulit maju dan merasa kecil dibandingkan yang pandai. Sedangkan dengan belajar bersama ini justru yang lemah dibantu untuk maju. 3). Memajukan kerjasama kelompok antar manusia. Dengan belajar bersama ini, hubungan antarsiswa semakin akrab dan kerjasama antarsiswa juga akan semakin baik. 4). Bagi siswa-siswa yang mempunyai intelegensi interpersonal tinggi, cara belajar ini sangat cocok dan memajukan. Karena lebih mudah mengkontruksi pengetahuan lewat bekerja sama dengan teman, belajar bersama dengan teman daripada sendirian (hlm. 135).

Sedangkan menurut Ibrahim, et al. (2000) dalam Isjoni (2009: 27-28) pada

dasarnya model pembelajaran kooperatif dikembangkan setidaknya untuk

mencapai tiga hal berikut ini, yaitu : a) hasil belajar akademik; b) penerimaan

terhadap perbedaan individu, dan c) pengembangan keterampilan sosial.

Dalam metode pembelajaran Cooperative Learning, penataan ruang

kelas perlu memperhatikan prinsip-prinsip tertentu. Bangku perlu ditata

sedemikian rupa, sehingga semua siswa bisa melihat guru/ papan tulis dengan

jelas, bisa melihat rekan-rekan kelompoknya dengan baik, dan berbeda dalam

jangkauan kelompoknya dengan merata. Kemungkinan beberapa model

penataan bangku yang bisa dipakai menurut Kagan (1992) dalam Lie (2002:

52) terlihat pada Gambar 2.1.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

Gambar 2.1. Penataan Ruang Kelas Metode Pembelajaran Kooperatif (Sumber: Lie, 2002: 52)

Keterangan:

1) Meja tapal kuda : siswa berkelompok di ujung meja.

2) Meja panjang : Siswa berkelompok di ujung meja.

3) Penataan tapal kuda: siswa dalam satu kelompok ditempatkan berdekatan.

4) Meja laboratorium:

a) Tugas individu,

b) Tugas kelompok dengan membalikkan kursi

5) Meja kelompok: siswa dalam satu kelompok ditempatkan berdekatan

6) Klasikal: siswa dalam satu kelompok ditempatkan berdekatan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

7) Bangku individu dengan meja tulisnya: penataan terbaik seperti Gambar 1,

no 9 (Lie, 2002: 51).

b. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

Jigsaw pertama kali dikembangkan dan diujicobakan oleh Elliot

Aronson dan teman-teman di Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh

Slavin dan teman-teman di Universitas John Hopkins (Slavin, 2008). Teknik

mengajar Jigsaw dikembangkan oleh Aronson et. al. sebagai metode

Cooperative Learning. Teknik ini dapat digunakan dalam pengajaran membaca,

menulis, mendengarkan, ataupun berbicara. Dapat pula digunakan pada mata

pelajaran IPA, IPS, matematika, agama dan bahasa. Teknik ini cocok untuk

semua kelas/tingkatan (Lie, 2002: 68).

Dalam teknik ini, guru memperhatikan skemata atau latar belakang

pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan skemata ini agar bahan

pelajaran menjadi lebih bermakna. Selain itu, siswa bekerja sama dengan

sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak

kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan

berkomunikasi.

Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran

kooperatif yang menuntut guru harus memperhatikan skemata atau latar

belakang pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan skemata ini gar

bahan pelajaran menjadi lebih bermakna. Selain itu, siswa bekerja dengan

sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak

kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan ketereampilan

berkomunikasi (Lie, 2002: 68).

Dalam model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, siswa ditempatkan

dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari + 5 anggota. Setiap

kelompok diberi informasi yang membahas salah satu topik dari materi

pelajaran yang akan dipelajari. Dari materi yang diberikan tersebut, masing-

masing siswa/anggota harus mempelajari bagian-bagian yang berbeda dari

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

materi tersebut. Lalu masing-masing siswa berkumpul dengan anggota-anggota

kelompok lain yang menerima bagian yang sama untuk berdiskusi. Setelah

selesai, masing-masing siswa kembali ke kelompok semula untuk

menyampaikan hasil diskusinya (Huda, 2011: 120).

Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa

terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa

tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi masing-masing siswa

juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota

kelompoknya yang lain. Dengan demikian, “Kunci metode Jigsaw ini adalah

interpendensi: tiap siswa bergantung kepada teman satu timnya untuk dapat

memberikan informasi yang diperlukan supaya dapat berkinerja baik pada saat

penilaian” (Slavin, 2008: 237).

Para anggota dari tim-tim yang berbeda dengan topik yang sama

bertemu untuk diskusi (tim ahli) saling membantu satu sama lain tentang topik

pembelajaran yang ditugaskan kepada anggota tim ahli tersebut. Kemudian

siswa-siswa itu kembali pada tim/kelompok asal untuk menjelaskan kepada

anggota kelompok yang lain tentang materi yang telah dipelajari sebelumnya

pada pertemuan tim ahli.

Pada model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, terdapat kelompok

asal dan kelompok ahli. Kelompok asal yaitu kelompok induk siswa yang

beranggotakan siswa dengan kemampuan, asal, dan latar belakang keluarga

yang beragam. Kelompok asal merupakan gabungan dari beberapa ahli.

Kelompok ahli yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal

yang berbeda yang ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami topik tertentu

dan menyelesaikan tugas-tugas yang berhubungan dengan topiknya untuk

kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok asal.

Langkah-langkah dalam penerapan teknik Jigsaw adalah sebagai

berikut: Guru membagi suatu kelas menjadi beberapa kelompok, dengan setiap

kelompok terdiri dari 4 – 6 siswa dengan kemampuan yang berbeda. Kelompok

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

ini disebut kelompok asal. Jumlah anggota dalam kelompok asal menyesuaikan

dengan jumlah bagian materi pelajaran yang akan dipelajari siswa sesuai

dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Dalam tipe Jigsaw ini, setiap

siswa diberi tugas mempelajari salah satu bagian materi pembelajaran tersebut.

Semua siswa dengan materi pembelajaran yang sama belajar bersama dalam

kelompok yang disebut kelompok ahli (Counterpart Group/CG). Dalam

kelompok ahli, siswa mendiskusikan bagian materi pembelajaran yang sama,

serta menyusun rencana strategi ketika menyampaikan kepada temannya jika

kembali ke kelompok asal. Kelompok asal ini oleh Aronson disebut kelompok

Jigsaw (gigi gergaji). Misal suatu kelas dengan jumlah 40 siswa dan materi

pembelajaran yang akan dicapai sesuai dengan tujuan pembelajarannya terdiri

dari 5 bagian materi pembelajaran, maka dari 40 siswa akan terdapat 5

kelompok ahli yang beranggotakan 8 siswa dan 8 kelompok asal yang terdiri

dari 5 siswa. Setiap anggota kelompok ahli akan kembali ke kelompok asal

memberikan informasi yang telah diperoleh atau dipelajari dalam kelompok

ahli. Guru memfasilitasi diskusi kelompok baik yang ada pada kelompok ahli

maupun kelompok asal.

Deskripsi Contoh Pembentukan Kelompok Jigsaw: (1) setelah siswa

berdiskusi dalam kelompok ahli maupun kelompok asal, selanjutnya dilakukan

presentasi masing-masing kelompok atau dilakukan pengundian salah satu

kelompok untuk menyajikan hasil diskusi kelompok yang telah dilakukan agar

guru dapat menyamakan persepsi pada materi pembelajaran yang telah

didiskusikan, (2) guru memberikan kuis untuk siswa secara individual, (3) guru

memberikan penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan

berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar

ke skor kuis berikutnya, (4) materi sebaiknya secara alami dapat dibagi menjadi

beberapa bagian materi pembelajaran, (5) perlu diperhatikan bahwa jika

menggunakan Jigsaw untuk belajar materi baru maka perlu dipersiapkan suatu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

tuntunan dan isi materi yang runtut serta cukup sehingga tujuan pembelajaran

dapat tercapai.

3. Aktivitas Belajar

Belajar adalah proses untuk mengubah tingkah laku peserta didik.

Dalam proses pembelajaran, aktivitas peserta didik merupakan hal yang sangat

penting dan perlu diperhatikan oleh guru agar proses pembelajaran mendapat

hasil yang baik. Seperti yang dikatakan oleh Sardiman, yaitu tidak ada belajar

kalau tidak ada aktivitas (2010: 95-96). Sehingga dalam belajar harus ada

perbuatan atau aktivitas dari siswa yang menunjang proses belajar.

Menurut Kamus Bahasa Indonesia (2008: 31), Aktivitas berarti

keaktifan, kegiatan, kesibukan. Jadi aktivitas belajar siswa adalah setiap

kegiatan atau kesibukan yang dilakukan oleh siswa dalam kegiatan belajar.

Artikel European Communities (2006) mengatakan “Learning Activities are

defined as any activities of an individual organised with the intention to

improve his/her knowledge, skills and competence.” (hlm. 9). Aktivitas belajar

didefinisikan sebagai kegiatan individu yang terorganisir dengan tujuan

meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan kompetensi.

Menurut Sardiman, yang dimaksud aktivitas belajar itu adalah aktivitas

yang bersifat fisik maupun mental. Kedua aktivitas tersebut saling terkait dalam

belajar (2010: 100). Misalnya saat siswa membaca dalam hal ini melakukan

aktivitas fisik maka mentalnya juga harus mendukung dengan konsentrasi

kepada isi materi yang dibaca.

Menurut Paul B. Diedrich yang dikutip oleh Sardiman (2010: 101):

membuat suatu daftar yang berisi 177 macam kegiatan siswa yang digolongkan menjadi 8 aktivitas di antaranya : 1). Visual activities, yang termasuk di dalamnya misalnya, membaca, memperhatikan gambar, demonstrasi, percobaan, atau pekerjaan orang lain. 2). Oral Activities, seperti: menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, interupsi.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

3). Listening activities, sebagai contoh mendengarkan: uraian, percakapan, diskusi, musik, pidato. 4). Writing activities, seperti misalnya menulis cerita, karangan, laporan, angket, menyalin. 5). Drawing activities, misalnya: menggambar, membuat grafik, peta, diagram. 6). Motor activities, yang termasuk di dalamnya antara lain: melakukan percobaan, membuat konstruksi, model mereparasi, bermain, berkebun, beternak. 7). Mental activities, sebagai contoh misalnya menanggapi, mengingat memecahkan soal, menganalisa, melihat hubungan, mengambil keputusan. 8). Emosional activities, seperti misalnya, menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang dan gugup.

Dengan klasifikasi aktivitas di atas menunjukkan bahwa aktivitas

siswa dalam belajar cukup kompleks dan bervariasi. Berbagai macam aktivitas

belajar tersebut harus berusaha diciptakan di dalam proses pembelajaran di

kelas agar siswa tidak merasa bosan dalam belajar.

4. Penelitian Tindakan Kelas

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau disebut juga classroom action

research (CAR) dikutip dari Division of Education, Indiana University, South

Bend, yang mengemukakan: “Classroom Action Research is research designed

to help a teacher find out what is happening in his or her own classroom, and

to use thaht information to take action for future improvement” (Basrowi &

Suwandi, 2008:27). Maknanya bahwa penelitian tindakan kelas adalah

penelitian yang didesain untuk membantu guru mengetahui hal yang

sebenarnya terjadi didalam kelasnya. Informasi ini bermanfaat untuk

menngambil suatu keputusan yang bijak tentang metode yanag tepat digunakan

dalam proses pembelajaran demi peningkatan profesionalisme guru, prestasi

siswa, kelas dan sekolah secara keseluruhan.

Arikunto menerangkan pengertian dari penelitian tindakan kelas

dengan memisahkan tiga kata yang terkandung di dalamnya yaitu “penelitian”,

“tindakan” dan “kelas”. Penelitian menunjuk pada suatu kegiatan mencermati

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

suatu obyek dengan menggunakan cara dan aturan metodelogi tertentu untuk

memperoleh data atau informasi yang bermanfaat dalam meningkatkan mutu

suatu hal yang menarik minat dan penting bagi peneliti. Tindakan menunjuk

pada sesuatu gerak kegiatan yang sengaja dilakukan dengan tujuan tertentu,

dalam penelitian berbentuk rangkaian siklus kegiatan. Kelas adalah sekelompok

siswa yang dalam waktu yang sama, menerima pelajaran yang sama dari guru

yang sama pula. Dengan menggabungkan pengertian ketiga kata yang

terkandung maka dapat disimpulkan penelitian tindakan kelas merupakan suatu

pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang sengaja

dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersamaan (Arikunto,

Suhardjono&Supardi, 2008).

Penelitian tindakan kelas merupakan bagian kecil dan bagian penting

dalam sistem pembelajaran di sekolah. Mohammad Asrori (2007)

mendefinisikan penelitian tindakan kelas, “sebagai suatu bentuk penelitian yang

bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu untuk

memperbaiki dan meningkatkan praktik pembelajaran di kelas secara lebih

berkualitas sehingga siswa dapat memperoleh hasil belajar yang lebih baik”

(hlm. 6). Sejalan dengan pendapat itu, Rochiati Wiriaatmadja mengatakan

penelitian tindakan kelas adalah tindakan sekelompok guru yang dapat

mengorganisasikan kondisi praktek pembelajaran yang dilakukan, dan belajar

dari pengalaman itu sendiri (2005). Jadi dengan penelitian tindakan kelas guru

dapat melakukan perbaikan-perbaikan pada pembelajaran untuk meningkatkan

kualitas pembelajaran yang menjadi tanggungjawabnya, supaya pembelajaran

menjadi menyenangkan dan memperoleh hasil yang optimal.

Tujuan penelitian tindakan kelas adalah untuk meningkatkan mutu

proses dan hasil pembelajaran, mengatasi masalah pembelajaran, meningkatkan

profesionalisme, dan menumbuhkan budaya akademik (Arikunto, dkk. 2008:

61). Sedangkan tujuan utama penelitian tindakan kelas menurut Suyanto (1997)

dalam Basrowi dan Suwandi adalah untuk meningkatkan (1) kualitas praktik

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

pembelajaran di sekolah, (2) relevansi pendidikan, (3) mutu hasil pendidikan,

dan (4) efisiensi pengelolaan pendidikan (2008: 52).

Penelitian tindakan kelas mempunyai prinsip yang harus diperhatikan.

Penelitian tindakan kelas mempunyai tiga ciri pokok, yaitu a) Inkuiri reflektif,

b) kolaboratif dan c) reflektif, yang dirangkum sebagai berikut:

a. Inkuiri reflektif

PTK berangkat dari permasalahan pembelajaran riil yang sehari-hari

dihadapi, sehingga PTK itu berdasarkan pada pelaksanaan tugas dan

pengambilan tindakan untuk memecahkan masalah yang dihadapi.

b. Kolaboratif

Dalam pelaksanaan PTK tidak dapat dilakukan sendiri oleh peneliti tetapi

harus berkolaborasi dengan guru.

c. Reflektif

PTK lebih menekankan pada proses refleksi terhadap proses dan hasil

penelitian, sehigga penelitian tindakan kelas berbeda dengan penelitian

formal yang mengutamakan pendekatan empiris eksperimental (Arikunto,

dkk. 2008: 110).

Penelitian tindakan kelas berbeda dengan penelitian formal. Penelitian

formal bertujuan menguji hipotesis dan membangun teori yang bersifat umum.

Penelitian tindakan lebih bertujuan memperbaiki kinerja. Perbedaan antara

penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research) dengan penelitian yang

lain khususnya penelitian formal disajikan dalam Tabel 2.1.

Penelitian tindakan kelas dapat dilakukan dengan beberapa model.

Mohammad Asrori (2007: 45-46) mengungkapkan empat model dalam

penelitian tindakan kelas yaitu :

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

Tabel 2.1. Perbedaan Antara Penelitian Formal Dengan Classroom Action Research

No Aspek Penelitian Tindakan Kelas Bukan Tindakan Kelas

1. Dasar

filosofis

Memperbaiki realitas

pembelajaran

Membangun pengetahuan

berdasarkan hasil

penelitian

2. Sumber

masalah

Hasil diagnosis Hasil deduksi-induksi

3. Tujuan

penelitian

Perbaikan proses dan hasil

pembelajaran

Verifikasi dan generalisasi

4. Status

peneliti

Kolaborasi sejawat Sebagai “orang luar”

5. Desain

proses

Bersiklus Linear

6. Sampel

penelitian

Tidak menekankan

keterwakilan terhadap

populasi

Menekankan pentingnya

keterwakilan terhadap

populasi

7. Metode

penelitian

Cenderung fleksibel Standar dan “kaku”

(fixed”

(Sumber: Asrori, 2007: 19)

a. Model Guru Sebagai Peneliti

Pada model ini guru memiliki peran yang paling utama. Guru

terlibat secara langsung dan penuh mulai dari proses perencanaan, tindakan

dan refleksi. Adapun pihak lain yang mungkin juga ikut berkecimpung

didalamnya hanya berperan sebagai tempat konsultasi guru jika terdapat

kesulitan. Bahkan guru sendiri juga yang mencari permasalahan dan

menentukan solusi dari permasalahan tersebut yang akan diselesaikan

melalui PTK.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

b. Model Kolaboratif

Pada model ini guru mengajak serempak pihak luar seperti sesama

guru, kepala sekolah maupun peneliti dari perguruan tinggi kependidikan

dan menjadi satu tim merencanakan dan melaksanakan penelitian. Hubungan

antara beberapa pihak diatas adalah bersifat kemitraan artinya, duduk

bersama secara harmonis untuk memikirkan dan menemukan permasalahan

yang akan diteliti dalam penelitian tindakan kelas. Dalam proses penelitian

tindakan kelas yang bersifat kolaboratif ini bukan pihak luar semata yang

bertindak sebagai inovator dan pembaharu, tetapi guru juga dapat

melakukannya melalui kerjasama dengan peneliti dari pihak perguruan

tinggi kependidikan. Meski demikian, gurulah yang harus secara aktif

terlibat langsung sebagai pelaksana penelitian meskipun dibantu peneliti dari

perguruan tinggi kependidikan. Sehingga guru dapat meningkatkan

kualitasnya.

c. Model Simultan Terintegrasi

Pada penelitian tindakan kelas model simultan terintegrasi ini

dipakai untuk memenuhi dua tujuan utama yaitu, untuk memecahkan

permasalahan-permasalahan praktis dalam pembelajaran dan untuk

menghasilkan pengetahuan yang ilmiah dalam bidang pembelajaran di kelas.

Pada PTK model ini permasalahan-permasalahan dalam pembelajaran diteliti

dan diidentifikasi oleh peneliti dari luar misalnya peneliti dari perguruan

tinggi kependidikan. Adapun guru dilibatkan pada aspek atau langkah

mencobakan tindakan-tindakan dan melakukan refleksi terhadap praktik-

praktik pembelajaran di kelas. Dengan demikian guru bukanlah sebagai

pencetus gagasan permasalahan yang harus diteliti dikelas dan bukan pula

sebagai inovator, melainkan peneliti yang memegang peranan tersebut.

Sedangkan guru hanya pelaksana tindakan dalam praktik pembelajaran

dikelas.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

d. Model Administrasi Sosial Eksperimental

Pada PTK model administrasi sosial eksperimental ini guru sama

sekali tidak dilibatkan dalam penelitian, baik mulai dari perencanaan,

pemberian tindakan, observasi, dan refleksi terhadap praktik pembelajaran di

kelas. Tanggungjawab sepenuhnya dipegang oleh pihak luar, misalnya

peneliti dari perguruan tinggi kependidikan. PTK model ini lebih

menekankan pada dampak dari kebijakan dan praktik pebelajaran. peneliti

bekerja atas hipotesis tertentu kemudian melakukan berbagai bentuk tes

melalui kegiatan eksperimen.

Selain model-model diatas, masih ada beberapa model yang lain,

diantaranya: model diagnostik, model partisipan, model empiris dan model

eksperimental. Adapun model penelitian yang ideal menurut Asrori adalah

penelitian yang meskipun diprakarsai oleh fasilitator dari luar, misalnya peneliti

dari perguruan tinggi kependidikan, tapi tetap guru harus yang secara aktif

terlibat langsung sebagai pelaksana penelitian dalam keseluruhan rangkaian

penelitian, sejak dari awal penelitian sampai pada pelaporan hasilnya (2007:

50). Ini sangat penting agar guru berkembang rasa memiliki penelitian itu

secara mendalam sehingga guru yang bersangkutan dapat berkembang

kemampuan melakukan penelitiannya dan proses pembelajaran yang dilakukan

dapat meningkat kualitasnya. Pada gilirannya, proses pembelajaran yang

berlualitas itu dapat menghasilkan prestasi belajar siswa yang berkualitas pula.

Menurut Asrori ada empat aspek pokok dalam penelitian tindakan

kelas yaitu, (a) Penyusunan rencana, (b) Tindakan, (c) Observasi dan (d)

Refleksi (2007: 52).

a. Penyusunan Rencana

Rencana dalam PTK merupakan tindakan yang terprogram dengan

rapi dan memiliki pandangan jauh kedepan guna memperbaiki dan

meningkatkan kualitas praktik pembelajaran dikelas serta hasil belajar siswa.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

Karenanya, penyusunan rencana hendaknya dipikirkan dengan sebaik-

baiknya. Dalam penyusunan rencana tindakan maka perlu memperhatikan

dua hal berikut, yaitu mempertimbangkan resiko yang mungkin muncul baik

yang bersifat material, interaksi sosial, maupun psikologis, dan tindakan

yang akan dilaksanakan hendaknya dapat memungkinkan guru untuk

bertindak secara efektif dalam berbagai keadaan, lebih bijaksana dan hati-

hati.

b. Tindakan

Tindakan merupakan aplikasi nyata dari perencanaan yang telah

dilakukan pada langkah sebelumnya. Secara khusus dalam PTK, tindakan

berarti tindakan guru sebagai peneliti yang secara sadar dan terkendali

melakukan variasi praktik pembelajaran secara cermat dan bijaksana.

Tindakan yang dilakukan guru mengacu pada perencanaan yang telah

disusun sebelumnya. Namun, tidak secara mutlak dikendalikan oleh rencana

yang telah disusun tersebut, karena tindakan yang dilakukan pada

pembelajaran dikelas selalu memunculkan kendala-kendala yang sebagian

muncul secara tiba-tiba dan tidak terduga sebelumnya, sehingga tidak

terperhitungkan pada saat penyusunan rencana. Dengan demikian, rencana

tindakan harus fleksibel, dinamis dan siap diubah sesuai dengan situasi

pembelajaran nyata yang dihadapi guru. Maka hal yang juga penting dimiliki

oleh seorang guru sebagai peneliti adalah kemampuan untuk mengambil

keputusan secara cepat ketika ditemui kendala yang tidak terduga saat

tindakan dalam praktik pembelajaran dikelas.

c. Observasi

Observasi dalam PTK merupakan kegiatan pengamatan terhadap

proses pembelajaran dikelas untuk memperoleh gambaran secara cermat

tindakan yang sedang dilakukan dan kemudian mendokumentasikan dampak

atau pengaruh dari tindakan tersebut. Objek pokok yang diobservasi adalah

selalu berupa tindakan, pengaruhnya atau dampak tindakan tersebut, dan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

konteks situasi tempat tindakan itu dilakukan. Hasil observasi diperlukan

sebagai dasar bagi kegiatan refleksi pada saat sekarang dan lebih lagi ketika

putaran atau siklus itu sedang berlangsung. Observasi secara cermat sangat

diperlukan karena tindakan yang dilakukan oleh guru biasanya selalu

dihadapkan kapada berbagai kendala dalam realitas pembelajaran dikelas.

Sebagaimana rencana tindakan dan pelaksanaan tindakan, rencana observasi

juga harus fleksibel dan terbuka untuk mencatat hal-hal yang tak terduga.

Guru sebagai peneliti hendaknya selalu memiliki catatan khusus untuk

mencatat hal-hal yang terlewatkan dari rencana observasi yang tiba-tiba

muncul dikelas dan tidak terperhitungkan dalam penyusunan rencana

observasi .

d. Refleksi

Refleksi merupakan tindakan berikutnya setelah didapatkan hasil

observasi yang telah terdokumentasikan. Refleksi merupakan kegiatan

mengingat, merenungkan, mencermati, dan menganalisis kembali suatu

kegiatan atau tidakan yang telah dilakukan sebagaimana yang telah dicatat

dalam observasi. Refleksi dalam PTK berusaha memahami proses dan

permasalahan atau kendala yang muncul dalam tindakan yang dilakukan

selama tindakan dalam pembelajaran dengan mempertimbangkan dari

berbagai sudut pandang. Seorang guru sebagai peneliti hendaknya tidak

melakukan sendiri kegiatan refleksi, namun juga melakukan diskusi dengan

teman sejawat atau peneliti lain dari perguruan tinggi kependidikan agar

didapatkan hasil refleksi yang lebih bagus dan lebih tajam. Refleksi memiliki

fungsi evaluatif, maksudnya dengan refleksi yang telah dilakukan

diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dari pengalamannya selama

melakukan tindakan dikelas untuk perbaikan proses pembelajaran pada

siklus berikutnya. Demikian juga refleksi memiliki fungsi deskriptif. Artinya

dengan refleksi tersebut didapatkan gambaran yang lebih hidup dari proses

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

pembelajaran dikelas meliputi situasi, kondisi dan kendala dalam proses

pembelajaran tersebut.

Untuk lebih jelas mengenai tahapan-tahapannya, dapat dilihat pada

Gambar 2.2.

Gambar 2.2. Siklus Kegiatan Penelitian Tindakan Kelas (Sumber: Arikunto, dkk. 2008: 74)

Penelitian tindakan kelas merupakan proses dinamis yang didalamnya

terdapat empat moment yaitu moment siklus-spiral dari perencanaan, tidakan,

observasi, dan refleksi. Peningkatan pemahaman pada tahap-tahap sebelumnya

akan muncul sebagai dasar pemikiran bagi praktik berikutnya. Dasar pemikiran itu

dikembangkan dengan diuji melalui praktik pembelajaran nyata. Setiap proposisi

dalam dasar pemikiran harus dicocokan dengan praktik pembelajaran nyata dan

dengan bagian lain dari dasar pemikiran itu. Selanjutnya pemikiran ini akan

berkembang menjadi prespektif atau sudut pandang yang bersifat kritis terhadap

Permasalahan Perencanaan Tindakan I

Pelaksanaan Tindakan I

Pengamatan/ Pengumpulan Data I

Refleksi I

Perencanaan Tindakan II

Pelaksanaan Tindakan II

Refleksi II Pengamatan/ Pengumpulan Data II

Dilanjutkan ke siklus berikutnya

Permasalahan baru Hasil refleksi

Apabila permasalahan belum

terselesaikan

Siklus I

Siklus II

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

praktik pembelajaran dan aspek-aspek yang terkait secara langsung atau tidak

langsung dengan upaya perbaikan dan peningkatan proses pembelajaran yang ada.

Dengan proses pemikiran yang bersifat siklus-spiral semacam ini, perbaikan dan

peningkatan pembelajaran diharapkan akan berjalan secara dinamis dan

berkesinambungan sehingga dapat tercapai peningkatan hasil belajar siswa

sebagaimana yang diharapkan.

B. Materi Alat-alat Optik

Berikut ini akan dipelajari berbagai alat yang bekerja berdasarkan prinsip

pembiasan dan pemantulan cahaya yang disebut alat optik. Karena prinsip

kerjanya mengacu pada konsep pembiasan dan pemantulan cahaya, maka bagian

utama dari alat optik adalah cermin atau lensa.

1. Mata Manusia

Apabila diamati, ternyata mata terdiri atas beberapa bagian yang

masing-masing mempunyai fungsi berbeda-beda tetapi saling mendukung.

Bagian-bagian mata yang penting tersebut, antara lain, kornea, pupil, iris,

aquaeus humour, otot akomodasi, lensa mata, retina, vitreous humour, bintik

kuning, bintik buta, dan saraf mata.

Gambar 2.3. Diagram Mata Manusia

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

a) Kornea. Kornea merupakan bagian luar mata yang tipis, lunak, dan

transparan. Kornea berfungsi menerima dan meneruskan cahaya yang

masuk pada mata, serta melindungi bagian mata yang sensitif di bawahnya.

b) Pupil. Pupil merupakan celah sempit berbentuk lingkaran dan berfungsi

agar cahaya dapat masuk ke dalam mata.

c) Iris. Iris adalah selaput berwarna hitam, biru, atau coklat yang berfungsi

untuk mengatur besar kecilnya pupil. Warna inilah yang Anda lihat sebagai

warna mata seseorang.

d) Aquaeus Humour. Aquaeus humour merupakan cairan di depan lensa mata

untuk membiaskan cahaya ke dalam mata.

e) Otot Akomodasi. Otot akomodasi adalah otot yang menempel pada lensa

mata dan berfungsi untuk mengatur tebal dan tipisnya lensa mata.

f) Lensa Mata. Lensa mata berbentuk cembung, berserat, elastis, dan bening.

Lensa ini berfungsi untuk membiaskan cahaya dari benda supaya terbentuk

bayangan pada retina.

g) Retina. Retina adalah bagian belakang mata yang berfungsi sebagai tempat

terbentuknya bayangan.

h) Vitreous Humour. Vitreous humour adalah cairan di dalam bola mata yang

berfungsi untuk meneruskan cahaya dari lensa ke retina.

i) Bintik Kuning. Bintik kuning adalah bagian dari retina yang berfungsi

sebagai tempat terbentuknya bayangan yang jelas.

j) Bintik Buta. Bintik buta adalah bagian dari retina yang apabila bayangan

jatuh pada bagian ini, maka bayangan tampak tidak jelas atau kabur.

k) Saraf Mata. Saraf mata befungsi untuk meneruskan rangsangan bayangan

dari retina menuju ke otak.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

Gambar 2.4. Akomodasi oleh mata normal: (a) lensa rileks, dan (b) lensa menebal

Untuk pemfokusan pada benda jauh, otot akan rileks dan lensa memipih,

sehingga berkas-berkas paralel terfokus pada titik fokus (retina), tampak seperti

pada Gambar 2.4 (a). Untuk pemfokusan pada benda dekat, otot berkontraksi,

menyebabkan lensa mata mencembung sehingga jarak fokus menjadi lebih

pendek, jadi bayangan benda yang dekat dapat difokuskan pada retina, di

belakang titik fokus, tampak seperti pada Gambar 2.4 (b). Kemampuan mata

untuk mencembung atau memipihkan lensa mata ini disebut daya akomodasi.

2. Kacamata

Sekarang dapat timbul pertanyaan, apakah semua mata manusia itu

normal? Ternyata banyak orang yang memiliki titik dekat atau titik jauh yang

tidak sesuai dengan sifat mata normal. Mata yang sifatnya tidak normal

dinamakan mata rabun. Mata yang rabun ini berarti lensa matanya tidak dapat

berakomodasi secara normal.Keadaan mata yang tidak normal dapat dibantu de-

ngan alat yang kita kenal kaca mata. Mata rabun ada tiga jenis yaitu rabun dekat

(hipermetropi), rabun jauh (miopi) dan presbiopi.

Hipermetropi atau rabun dekat disebut juga mata jauh karena hanya dapat

melihat jelas benda-benda yang jauh. Mata ini tidak dapat berakomodasi

maksimum se-cara normal berarti titik dekatnya lebih besar dari 25 cm (PP > 25

cm). Karena sifat di atas maka setiap melihat benda pada titik baca normal (25

cm) bayangannya akan berada di belakang retina. Untuk mengatasinya

diperlukan lensa positif. Lihat Gambar 2.5.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

Gambar 2.5. Lensa Positif Membantu Rabun Dekat

Gambar 2.6. Lensa Positif Membantu Rabun Jauh

Miopi atau rabuh jauh disebut juga mata dekat karena hanya dapat

melihat jelas benda-benda yang dekat. Mata ini tidak dapat berakomodasi

minimum secara normal. Titik jauh matanya kurang dari jauh tak hingga

(PR<~). Karena sifat tersebut maka mata miopi yang digunakan untuk melihat

benda jauh tak hingga akan membentuk bayangan di depan retina. Untuk

melihat benda jauh tak hingga maka mata ini dapat dibantu dengan kacamata

lensa negatif. Lihat Gambar 2.6.

Presbiopi disebut juga mata tua yaitu mata yang titik dekat dan titik

jauhnya telah berubah. Titik dekat-nya menjauh dan titik jauhnya mendekat.

Berarti mata presbiopi tidak bisa melihat benda dekat maupun jauh dengan

jelas. Mata yang memiliki sifat seperti ini men-galami miopi maupun

hipermetropi. Cara menanganinya adalah menggunakan kaca mata rangkap.

Dari penjelasan di atas dapat dituliskan sifat-sifat mata presbiopi adalah:

PP > 25 cm, PR < ~, tidak bisa melihat benda jauh maupun dekat, dan

penyelesaiannya merupakan gabungan miopi dan hipermetropi

3. Lup

Lup atau kaca pembesar adalah alat optik yang terdiri atas sebuah lensa

cembung. Lup digunakan untuk melihat benda-benda kecil agar nampak lebih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

Gambar 2.7. Penampang Lup

Gambar 2.8. Mengamati Benda dengan Mata Berakomodasi

besar dan jelas. Ada 2 cara dalam menggunakan lup, yaitu dengan mata

berakomodasi dan dengan mata tak berakomodasi.

Pada saat mata belum menggunakan lup, benda tampak jelas bila

diletakkan pada titik dekat pengamat (s=sn) sehingga mata melihat benda

dengan sudut pandang α. Pada Gambar 2.8 (b), seorang pengamat

menggunakan lup dimana benda diletakkan antara titik O dan F (di ruang I) dan

diperoleh bayangan yang terletak pada titik dekat mata pengamat (s'=sn).

Karena sudut pandang mata menjadi lebih besar yaitu β, maka mata pengamat

berakomodasi maksimum.

Untuk mata normal dan berakomodasi maksimum, bayangan yang

terbentuk berada pada jarak baca normal (sn) yaitu 25 cm. Oleh karena itu,

perbesaran bayangan pada lup dapat dituliskan � =��

� , karena s' = 25 cm,

maka perbesarannya menjadi � =��

�. Lup terbuat dari sebuah lensa cembung,

sehingga persamaan lup sama dengan persamaan lensa cembung.

Untuk mata berakomodasi maksimum s' = -25 cm (tanda negatif (-)

menunjukkan bayangan di depan lensa) sehingga diperoleh:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

Gambar 2.9. Mengamati Benda dengan Mata Tak Berakomodasi

dengan, M adalah perbesaran bayangan, dan f adalah jarak fokus lup. Adapun

sifat bayangan yang dihasilkan lup adalah maya, tegak, dan diperbesar.

Menggunakan lup untuk mengamati benda dengan mata berakomodasi

maksimum cepat menimbulkan lelah. Oleh karena itu, pengamatan dengan

menggunakan lup sebaiknya dilakukan dengan mata tak berakomodasi (mata

dalam keadaan rileks). Menggunakan lup dengan mata tak berakomodasi dapat

diperoleh bila benda diletakkan pada titik fokus lup (s = f).

Untuk mata tak berakomodasi, bayangan terbentuk di tak terhingga (s'= f)

sehingga perbesaran bayangan yang dibentuk lup untuk mata tak berakomodasi

adalah sebagai berikut.

Pada kehidupan sehari-hari, lup biasanya digunakan oleh tukang arloji,

pedagang kain, pedagang intan, polisi, dan sebagainya.

4. Kamera

Kamera adalah alat yang digunakan untuk menghasilkan bayangan

fotografi pada film negatif. Biasanya kamera digunakan untuk mengabadikan

kejadian-kejadian penting.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

Komponen-komponen dasar kamera adalah lensa, kotak ringan yang

rapat, shutter (penutup) untuk memungkinkan lewatnya cahaya melalui lensa

dalam waktu yang singkat, dan pelat atau potongan film yang peka. Gambar

2.10 menunjukkan desain atau diagram sebuah kamera sederhana. Ketika

shutter dibuka, cahaya dari benda luar dalam medan pandangan difokuskan oleh

lensa sebagai bayangan pada film. Film terdiri dari bahan kimia yang peka

terhadap cahaya yang mengalami perubahan ketika cahaya menimpanya. Pada

proses pencucian, reaksi kimia menyebabkan bagian yang berubah menjadi tak

tembus cahaya sehingga bayangan terekam pada film. Benda atau film ini

disebut negatif, karena bagian hitam menunjukkan benda yang terang dan

sebaliknya. Proses yang sama terjadi selama pencetakan gambar untuk

menghasilkan gambar “positif” hitam dan putih. Film berwarna menggunakan

tiga bahan celup yang merupakan warna-warna primer.

Untuk memperoleh hasil pemotretan yang bagus, lensa dapat digeser

maju mundur sampai terbentuk bayangan paling jelas dengan jarak yang tepat,

kemudian tekan tombol shutter.

5. Mikroskop

Mikroskop adalah alat yang digunakan untuk melihat benda-benda kecil

agar tampak jelas dan besar. Mikroskop terdiri atas dua buah lensa cembung.

Lensa yang dekat dengan benda yang diamati (objek) disebut lensa objektif dan

lensa yang dekat dengan pengamat disebut lensa okuler. Mikroskop yang

memiliki dua lensa disebut mikroskop cahaya lensa ganda.

Gambar 2.10. Bagian-Bagian Kamera Sederhana

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

Karena mikroskop terdiri atas dua lensa positif, maka lensa

objektifnya dibuat lebih kuat daripada lensa okuler (fokus lensa objektif lebih

pendek daripada fokus lensa okuler). Hal ini dimaksudkan agar benda yang

diamati kelihatan sangat besar dan mikroskop dapat dibuat lebih praktis (lebih

pendek). Benda yang akan amati diletakkan pada sebuah kaca preparat di depan

lensa objektif dan berada di ruang II lensa objektif (fobj < s < 2fobj). Hal ini

menyebabkan bayangan yang terbentuk bersifat nyata, terbalik dan diperbesar.

Bayangan yang dibentuk lensa objektif merupakan benda bagi lensa okuler.

Untuk memperoleh bayangan yang jelas, Anda dapat menggeser lensa

okuler dengan memutar tombol pengatur. Supaya bayangan terlihat terang, di

bawah objek diletakkan sebuah cermin cekung yang berfungsi untuk

mengumpulkan cahaya dan diarahkan pada objek. Ada dua cara dalam

menggunakan mikroskop, yaitu dengan mata berakomodasi maksimum dan

dengan mata tak berakomodasi.

Penggunaan mikroskop dengan mata berakomodasi maksimum

menyebabkan bayangan yang dibentuk oleh lensa objektif harus terletak di

ruang I lensa okuler (antara Ook dan fok ). Hal ini bertujuan agar bayangan akhir

yang dibentuk lensa okuler tepat pada titik dekat mata pengamat. Lukisan

bayangan untuk mata berakomodasi maksimum disajikan pada Gambar 2.12.

Gambar 2.11. Bagian-Bagian Mikroskop

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

Secara matematis perbesaran bayangan untuk mata berakomodasi

maksimum ditulis sebagai � =����

���× �

��

���+ 1� atau � =

����

���× �

��

���+ 1�.

Adapun panjang mikroskop (tubus) dapat dinyatakan � = �′�� + ���.

Adapun penggunaan mikroskop dengan mata tak berakomodasi, maka

lensa okuler harus diatur/digeser supaya bayangan yang diambil oleh lensa

objektif tepat jatuh pada fokus lensa okuler. Lukisan bayangan untuk mata tak

berakomodasi dapat dilihat pada Gambar 2.13.

Perbesaran bayangan pada mata tak berakomodasi dapat ditulis sebagai

����

���× �

��

���� atau � =

����

���× �

��

����. Dan panjang mikroskop (jarak tubus) dapat

dinyatakan � = �′�� + ���.

6. Teropong Bintang

Teropong bintang adalah teropong yang digunakan untuk melihat atau

mengamati benda-benda langit, seperti bintang, planet, dan satelit. Nama lain

teropong bintang adalah teropong astronomi. Setiap teropong diharapkan dapat

Gambar 2.12. Pembentukan Bayangan pada Mikroskop untuk Mata Berakomodasi Maksimum

Gambar 2.13. Pembentukan Bayangan pada Mikroskop untuk Mata Tak Berakomodasi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

digunakan untuk melihat bayangan dengan cara berakomodasi minimum,

sehingga pembentukan bayangan oleh teropong bintang dapat dilihat seperti

pada Gambar 2.14.

Perhatikan Gambar 2.14, teropong bintang terdiri dari dua lensa. Sinar

dari benda (bintang) di jauh tak hingga akan dibiaskan menuju fokus lensa

objektif. Kemudian oleh lensa okuler akan dibentuk bayangan di jauh tak

hingga lagi (akomodasi minimum) yang memiliki sifat : maya, terbalik,

diperbesar.

Dari Gambar 2.14 juga dapat dilihat bahwa panjang teropong atau jarak

antara dua lensanya memenuhi � = ��� + ���.

Perbesaran bayangan yang terbentuk oleh teropong pada akomodasi

minimum memenuhi � =���

���.

7. Teropong Bumi

Teropong medan digunakan untuk mengamati benda-benda yang jauh di

permukaan bumi. Teropong bumi terdiri atas tiga lensa cembung, masing-

masing sebagai lensa objektif, lensa pembalik, dan lensa okuler. Lensa

pembalik hanya untuk membalikkan bayangan yang dibentuk lensa objektif,

tidak untuk memperbesar bayangan.

Lensa okuler berfungsi sebagai lup. Karena lensa pembalik hanya untuk

membalikkan bayangan, maka bayangan yang dibentuk lensa objektif harus

terletak pada titik pusat kelengkungan lensa pembalik. Lensa okuler juga dibuat

lebih kuat daripada lensa objektif. Teropong bumi atau medan sebenarnya sama

Gambar 2.14. Pembentukan Bayangan oleh Teropong Bintang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

dengan teropong bintang yang dilengkapi dengan lensa pembalik. Pembentukan

bayangan pada teropong bumi dapat dilihat pada Gambar 2.15 berikut pada saat

mata berakomodasi maksimum.

Sifat bayangan yang dibentuk teropong medan adalah maya, tegak, dan

diperbesar. Perbesaran bayangan pada mata berakomodasi maksimum dapat

dinyatakan sebagai � =���

��� . Dan panjang teropong bumi dinyatakan sebagai

� = ��� + 4����� + ���.

Untuk mata tak berakomodasi, lensa okuler digeser sedemikian rupa

sehingga fokus lensa okuler berimpit dengan titik pusat kelengkungan lensa

pembalik (fok = 2fpemb). Pembentukan bayangan dapat dilihat pada Gambar

2.16.

Pembesaran bayangan pada saat mata tak berakomodasi dapat dinyatakan

sebagai � =���

���. Dan panjang teropong bumi dinyatakan sebagai � = ��� +

4����� + ���.

8. Teropong Prisma

Teropong bumi dan teropong panggung memang tidak bisa dibuat praktis.

Untuk itu, dibuat teropong lain yang fungsinya sama tetapi sangat praktis, yaitu

Gambar 2.15. Pembentukan Bayangan oleh Teropong Bumi dengan Mata Berakomodasi Maksimum

Gambar 2.16. Pembentukan Bayangan oleh Teropong Bumi dengan Mata Tak Berakomodasi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

teropong prisma. Disebut teropong prisma karena pada teropong ini digunakan

dua prisma yang didekatkan bersilangan antara lensa objektif dan lensa okuler

sehingga bayangan akhir yang dibentuk bersifat maya, tegak, dan diperbesar.

Objektif dan okuler merupakan lensa konvergen. Prisma memantulkan

berkas dengan pantulan internal sempurna dan memendekkan ukuran fisik alat

tersebut, dan juga berfungsi untuk menghasilkan bayangan tegak. Satu prisma

membalikkann kembali bayangan pada bidang vertikal, yang lainnya pada

bidang horizontal.

C. Penelitian yang Relevan

Hasil penelitian tindakan kelas terdahulu yang mendukung penelitian ini

diantaranya diungkapkan oleh Huda (2011: 305) yang menyatakan:

Berdasarkan review yang dilakukan oleh Newman dan Thompson (1987), ada sekitar 27 penelitian (yang melibatkan 37 perbandingan antara kelompok kooperatif dan kelompok kontrol) yang berusaha mengidentifikasi pengaruh metode-metode pembelajaran kooperatif terhadap pencapaian siswa SMP

Gambar 2.17. Penampang Teropong Prisma

Gambar 2.18. Pantulan Cahaya internal Sempurna oleh Teropong Prisma

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

dan SMA. Dari 37 perbandingan yang dilakukan, 25 diantaranya (68%) menemukan metode pembelajaran kooperatif berpengaruh signifikan terhadap pencapaian siswa (dengan level minimal signifikansi 0.5) .

Adapun penelitian lain yang lebih khusus pada teknik pembelajaran

Jigsaw dalam kaitannya dengan kemampuan kognitif dan aktivitas siswa yang

dilakukan oleh Sayidah Latifah menunjukkan bahwa: 1) penerapan pendekatan

kontekstual dengan model strategi pembelajaran tipe Jigsaw dapat meningkatkan

keaktifan siswa dalam pembelajaran, (a) keaktifan siswa dalam bertanya di akhir

putaran mencapai 43,47%, (b) keaktifan siswa berinteraksi dalam kelompok

mencapai 78,26%, (c) keaktifan siswa dalam menjawab atau memberikan

tanggapan pada akhir putaran mencapai 52,17%, (d) keaktifan siswa dalam

mengerjakan soal di depan kelas pada akhir putaran mencapai 43,47%, dan (e)

keaktifan siswa dalam mengerjakan soal diskusi di buku catatan pada akhir

putaran mencapai 91,3%. 2) peran aktif siswa dalam proses belajar mengajar dapat

meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika yang ditunjukan

dengan adanya peningkatan ketuntasan belajar dan nilai rata-rata siswa.

Ketuntasan belajar siswa mencapai 86,95% dan nilai rata-rata siswa pada akhir

putaran mencapai 65,22%.

Selain itu, penelitian juga dilakukan oleh Efi dengan membandingkan

hasil belajar yang dilakukan dengan Jigsaw dan dilakukan dengan STAD. Hasil

penelitian itu menunjukkan bahwa nilai rata-rata (mean) gain dengan teknik

Jigsaw adalah 3,14, lebih tinggi dibandingkan dengan STAD yang hanya 2,68.

Adapun penelitin yang dilakukan oleh Marvin Lew, Debra Mesch, David

W. Johnson dan Roger Johnson (1986: 229) dengan menerapkan pembelajaran

kooperatif menghasilkan, “The results indicate that positive goal interdependence

with both collaborative-skills and academic group contingencies promoted the

most positive relationships with nonhandicapped classmates, most frequent

engagement in cooperative skills, and the highest achievement.”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

Demikian juga penelitian yang dilakukan oleh Gelu Maftei dan Muza

Maftei (2011: 1610), setelah menerapkan teknik Jigsaw mereka menyatakan,

“Observations of physics lessons with a view to applying modern teaching

methods – assessment, shows no doubt, that students interest in physics classes

and school in general has increased significantly. Students participate more

actively in class, doing practical work with the teacher..The Jigsaw method must

to be used, its success will be guaranteed.”

Data di atas memperlihatkan bahwa penelitian tersebut berhasil

menunjukkan adanya perbaikan dalam hal peningkatan kemampuan kognitif dan

aktivitas siswa melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.

Oleh karena itu, maka perlu diteruskan penelitian kolaborasi antar guru dalam satu

mata pelajaran atau antara guru dengan dosen atau peneliti dari LPTK dalam

pelaksanaan penelitian tindakan kelas demi perbaikan pada mutu pembelajaran di

kelas.

D. Kerangka Berfikir

Pembelajaran yang banyak digunakan di sekolah menengah adalah

pembelajaran konvensional yang berpusat pada guru (teacher centered).

Pelaksanaan pembelajaran dengan model konvensional, membuat siswa kurang

aktif, dan guru tidak bisa menganalisis daya tangkap atau pemahaman siswanya

secara individu. Maka dari itu, diperlukan model yang bisa menarik perhatian

siswa yaitu model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw agar dapat meningkatkan

aktivitas belajar siswa.

Selaras dengan judul penelitian yang diambil, yaitu pembelajaran Fisika

dengan cooperative learning tipe Jigsaw untuk mengoptimalkan aktivitas dan

kemampuan kognitif siswa kelas X-6 SMA MTA Surakarta maka dapat

digambarkan kerangka berpikir seperti Gambar 2.19.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

Gambar 2.19. Kerangka Pemikiran Penelitian Tindakan Kelas

E. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan perumusan masalah dan kesesuaiannya dengan karakteristik

solusi yang diterapkan tersebut di atas, maka hipotesis tindakan dirumuskan

sebagai berikut: ”Dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw

akan meningkatkan aktivitas belajar dan kemampuan kognitif siswa di kelas X-6

SMA MTA Surakarta dalam proses pembelajaran Fisika.”

KONDISI AWAL

TINDAKAN

KONDISI AKHIR

Guru masih menggunakan model pembelajaran

konvensional

Aktivitas belajar dan kemampuan kognitif

siswa rendah

Menerapkan salah satu model pembelajaran inovatif yaitu Pembelajaran Kooperatif (Cooperatve Learning)

Diduga melalui penerapan model pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw meningkatkan aktivitas belajar siswa

Siklus Menerapkan salah satu model Pembelajaran

Kooperatif yaitu tipe Jigsaw

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMA MTA Surakarta yang beralamat di

Jln. Kyai Mojo, Semanggi, Pasarkliwon, Surakarta pada kelas X-6 semester

genap Tahun Pelajaran 2011/2012.

2. Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan Maret

Tahun Pelajaran 2011/2012. Adapun tahap-tahap pelaksanaannya disajikan

pada Tabel 3.1 berikut ini:

Tabel 3.1. Waktu Penelitian

No 2011 2012

DES JAN FEB MAR APR MEI

TAHAP PERSIAPAN

1

2

3

TAHAP PELAKSANAAN

4

5

TAHAP PENYELESAIAN

6

7

Keterangan nomor:

1. Survey ke sekolah

2. Permohonan ijin penelitian

3. Penyusunan instrumen

4. Uji coba instrumen

5. Pengambilan data

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

47

6. Analisis data

7. Penyusunan laporan

B. Subjek dan Objek Penelitian

1. Subjek Penelitian

Penelitian ini difokuskan pada siswa kelas X-6 SMA MTA Surakarta

semester genap Tahun Pelajaran 2011/2012 karena di kelas tersebut ditemukan

adanya permasalahan-permasalahan dalam proses pembelajaran khususnya

pada mata pelajaran Fisika. Jumlah siswa Kelas X-6 pada semester genap

Tahun Ajaran 2011/2012 adalah 32 siswa.

2. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah kemampuan kognitif yang menunjukkan

kualitas hasil belajar siswa dan aktivitas belajar yang menunjukkan kualitas

proses belajar siswa kelas X-6 SMA MTA Surakarta pada semester genap

Tahun Pelajaran 2011/2012.

C. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode

Classroom Action Research (CAR) atau Penelitian Tindakan Kelas (PTK).

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini dilaksanakan dengan empat aspek utama

yang saling berkaitan, yaitu: 1) perencanaan tindakan, 2) tindakan, 3) observasi,

dan 4) refleksi. Keempat aspek itu dihubungkan sebagai suatu siklus dan akan

dijelaskan dalam prosedur penelitian.

Penelitian tindakan kelas dilakukan menggunakan model kolaboratif

antara guru dengan peneliti. Guru dan peneliti duduk bersama secara harmonis

untuk memikirkan dan menemukan permasalahan yang diteliti dalam penelitian

tindakan kelas, penentuan rencana tindakan perbaikan dan pelaksanaan penelitian.

Berdasarkan kesepakatan antara peneliti dan guru maka tugas guru dan peneliti

pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Peneliti pada penelitian ini bertugas sebagai pelaksana tindakan.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

2. Guru pada penelitian ini bertugas sebagai observer atau pengamat. Selain itu

dalam penelitian tindakan kelas ini melibatkan seorang rekan peneliti untuk

membantu observasi.

Berdasarkan observasi awal dirancang suatu tindakan untuk

meningkatkan aktivitas belajar siswa menggunakan model pembelajaran

kooperatif tipe Jigsaw. Untuk memperoleh hasil yang maksimal pada penelitian

ini dilakukan dalam siklus, jika satu siklus belum memperoleh hasil yang

diharapkan, maka dilanjutkan siklus berikutnya yang disesuaikan dengan hasil

refleksi pada siklus sebelumnya.

D. Data dan Teknik Pengumpulan Data

1. Data Penelitian

Data yang dikumpulkan yaitu daftar nilai ulangan/tes siswa dan data

hasil observasi aktivitas belajar siswa dalam proses pembelajaran Fisika

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. Data penelitian

berupa data hasil observasi dengan berpedoman pada lembar observasi

aktivitas siswa dan juga nilai kognitif siswa pada saat kondisi awal, lalu nilai

pada tes siklus 1 dan tes siklus 2.

2. Teknik Pengumpulan Data

Pada saat observasi awal, pengumpulan data dilakukan dengan

beberapa cara untuk mengetahui kondisi awal siswa dan menemukan

permasalahan yang terjadi di kelas ketika pembelajaran berlangsung.

Diantaranya dengan teknik wawancara baik dengan guru maupun dengan

siswa. Wawancara dengan guru dilakukan untuk mendapatkan informasi terkait

dengan kondisi siswa baik prestasi, semangat belajar siswa, gambaran umum

proses pembelajaran dan juga materi yang sedang diajarkan. Adapun

wawancara dengan siswa dilakukan untuk mendapatkan data terkait dengan

minat siswa terhadap proses pembelajaran, pandangan siswa dengan metode

pembelajaran yang diterapkan oleh guru dan harapan siswa terhadap

pembelajaran yang diminati. Selain teknik wawancara, juga dengan teknik

pengamatan langsung saat proses pembelajaran berjalan untuk mengetahui

secara langsung kondisi pembelajaran dalam kelas. Kemudian, digunakan juga

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

49

teknik kajian dokumentasi terhadap arsip nilai Fisika siswa untuk mengetahui

kondisi kognitif siswa pada pelajaran Fisika.

Lalu pada saat penelitian di kelas berlangsung, data-data yang

dibutuhkan dikumpulkan melalui teknik tes, baik pada saat kondisi awal, siklus

I maupun siklus II, guna mengetahui perkembangan kemampuan kognitif siswa

pada siklus berikutnya. Selain itu, digunakan juga teknik pengamatan berupa

observasi dengan berpedoman pada format lembar observasi untuk

mendapatkan data terkaitnkondisi aktivitas siswa selama proses pembelajaran.

Dari data-data yang telah terkumpul, selanjutnya dilakukan pengkajian

terhadap dokumentasi atau arsip-arsip tersebut untuk kemudian dilakukan

analisis terhadap data-data tersebut untuk mendapatkan hasil penelitian.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian ini digolongkan menjadi dua yaitu instrumen

penilaian dan instrumen pembelajaran.

1. Instrumen Penilaian

Dalam penelitian ini, dilakukan dua jenis penilaian, yaitu penilaian

proses pembelajaran berupa penilaian terhadap aktivitas siswa dan penilaian

hasil belajar siswa yang lebih khusus penilaian terhadap kemampuan kognitif

siswa. Dengan demikian, penilaian terhadap proses pembelajaran siswa

diperoleh dari kajian dokumentasi terhadap data-data pada aktivitas belajar

siswa, sedangkan penilaian terhadap hasil belajar siswa diperoleh berdasarkan

hasil tes pada tiap siklus.

Lembar observasi siswa ini diberikan untuk diisi pengamat/observer

selama proses pembelajaran berlangsung. Lembar ini berisi indikator yang

diamati dan kode nomor siswa setiap kelompok. Langkah langkah pembuatan

lembar observasi aktivitas belajar siswa adalah:

1) Membuat kisi-kisi lembar observasi aktivitas belajar siswa yaitu dengan :

a) Menentukan aspek yang diukur

b) Menentukan indikator dari aspek yang diukur

2) Menentukan sistem penilaian untuk mengetahui nilai aktivitas setiap siswa

dengan bantuan pakar pendidikan dan dosen pembimbing.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

50

3) Untuk menentukan validitas lembar observasi aktivitas belajar siswa

dilakukan dengan validitas isi oleh pakar pendidikan dan dosen

pembimbing.

Adapun kisi-kisi lembar observasi dapat dilihat pada Lampiran 4 dan

sistem penilaian aktivitas belajar siswa dapat dilihat pada Lampiran 5.

Untuk penilaian kemampuan kognitif Fisika, menggunakan bentuk tes

objektif. Adapun langkah pembuatan tes terdiri dari :

a) Membuat kisi-kisi soal tes berdasarkan silabus

b) Menyusun soal tes

c) Mengadakan uji coba tes (try Out)

d) Menganalisis butir soal, meliputi validitas, reliabilitas, taraf kesukaran,

dan daya pembeda

Tes objektif tersebut terdiri dari 30 butir soal. Sebelum tes digunakan

untuk mengambil data dalam penelitian, tes diujicobakan terlebih dahulu untuk

mengetahui instrumen tes kognitif tersebut telah memenuhi persyaratan tes

yang baik yaitu dalam hal validitas, reliabilitas, taraf kesukaran, dan daya

pembeda. Uji coba instrumen tes kognitif dilakukan pada siswa yang telah

memperoleh pelajaran Fisika materi alat-alat optik yaitu siswa kelas X-1 SMA

MTA Surakarta. Alasan mengambil kelas tersebut adalah karena seluruh

siswanya laki-laki dan semuanya tinggal di asrama putra, sehingga tidak

mungkin ada kebocoran soal tes kepada siswa kelas X-6 yang menjadi subjek

penelitian, mengingat semua siswa kelas tersebut siswa adalah perempuan dan

tinggal di Asrama Putri.

Analisis butir soal yang dilakukan meliputi beberapa hal berikut ini:

1) Uji Validitas

Validitas yang diuji dalam penelitian ini adalah validitas butir.

Validitas butir suatu tes adalah ketepatan mengukur yang dimiliki oleh

sebutir soal. Dalam penelitian ini salah satu bentuk soal yang digunakan

adalah pilihan ganda. Pada bentuk soal pilihan ganda ini skor terhadap

jawaban setiap soal yang digunakan adalah bentuk soal pilihan ganda. Pada

bentuk soal pilihan ganda ini, skor terhadap jawaban setiap soal hanya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

51

terdiri atas angka 1 dan 0. Perhitungan validitas instrumen kognitif dicari

dengan rumus sebagai berikut.

γpbi = �����

�� �

p

q

dengan:

pbi = koefisien korelasi biserial

Mp = mean skor dari subjek yang menjawab benar, item yang dicari

validitasnya

Mt = mean skor total (skor rata-rata dari seluruh peserta tes)

St = standar deviasi dari skor total

p = proporsi subjek yang menjawab benar item soal

= siswaseluruhjumlah

benarmenjawabyangsiswajumlah

q = proporsi subjek yang menjawab salah item soal (q = 1-p)

Kriteria validitas item soal dikatakan valid apabila pbi ≥ tabel

(Suharsimi Arikunto, 2006:76)

Ringkasan hasil uji validitas soal kognitif siklus I setelah dilakukan

tryout dapat dilihat pada Tabel 3.2. Sedangkan analisis hasil uji validitas

soal kognitif siklus I dapat dilihat selengkapnya pada Lampiran 13.

Tabel 3.2 Ringkasan Hasil Tryout 1 Instrumen Penelitian untuk Uji Validitas Soal pada Aspek Kognitif Siklus I

Jenis Soal Jumlah Soal Kriteria

Valid Invalid

Kognitif 30 30 0

Ringkasan hasil uji validitas soal siklus II setelah dilakukan tryout

dapat dilihat pada Tabel 3.3. Sedangkan analisis hasil uji validitas soal

kognitif siklus II dapat dilihat selengkapnya pada Lampiran 17.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

52

Tabel 3.3 Ringkasan Hasil Tryout 2 Instrumen Penelitian untuk Uji Validitas Soal pada Aspek Kognitif Siklus II

Jenis Soal Jumlah Soal Kriteria

Valid Invalid

Kognitif 30 30 0

2) Uji Reliabilitas

Reliabilitas berarti kepercayaan. Suatu instrumen dikatakan

memenuhi kriteria reliabilitas jika instrumen tersebut digunakan berulang-

ulang pada subyek dengan kondisi yang sama akan memberikan hasil yang

relatif tidak mengalami perubahan. Untuk menghitung koefisien reliabilitas

tes, dalam penelitian ini digunakan rumus Koder Richardson (KR) yang ke

20 atau KR-20, yaitu:

r11 =

2

2

1 S

pqS

n

n

dengan:

r11 = reliabilitas tes secara keseluruhan

p = proporsi subjek yang menjawab benar item soal

= siswaseluruhjumlah

benarmenjawabyangsiswajumlah

q = proporsi subjek yang menjawab salah item soal (q = 1-p)

pq = jumlah hasil perkalian antara p dan q

n = banyaknya item soal

S = standar deviasi dari tes (Suharsimi Arikunto, 2006: 98)

Kriteria dari uji reliabilitasnya, adalah sebagai berikut:

0,91 – 1,00 = sangat tinggi

0,71 – 0,90 = tinggi

0,41 – 0,70 = cukup

0,21 – 0,40 = rendah

Negatif – 0,20 = sangat rendah (Masidjo, 1995: 233)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

53

Dengan mempertimbangkan kriteria uji reliabilitas diatas, hasil uji

coba reliabilitas instrumen soal penilaian kognitif siklus I dan siklus II

terangkum dalam Tabel 3.4 dan 3.5. Hasil uji coba reliabilitas instrumen

soal penilaian kognitif siklus I yang lebih rinci dapat dilihat pada Lampiran

13 dan siklus II pada Lampiran 17.

Tabel 3.4. Ringkasan Hasil Tryout 1 Instrumen Penelitian untuk Uji Reliabilitas Soal pada Aspek Kognitif Siklus I

Jenis soal Jumlah Soal Reliabilitas Kriteria

Kognitif 30 0,879 Tinggi

Tabel 3.5 Ringkasan Hasil Tryout 2 Instrumen Penelitian untuk Uji Reliabilitas Soal pada Aspek Kognitif Siklus II

Jenis soal Jumlah Soal Reliabilitas Kriteria

Kognitif 30 0,893 Tinggi

3) Daya Pembeda

Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk

membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi (pandai) dengan

siswa yang berkemampuan rendah (kurang pandai). Angka yang

menunjukkan besarnya daya pembeda disebut indeks diskriminasi (D).

Untuk mengetahui daya pembeda dari masing-masing item tes, digunakan

rumus:

D = B

B

A

A

J

B

J

B = PA - PB

dengan: D = daya pembeda

JA = banyaknya peserta kelompok atas

JB = banyaknya peserta kelompok bawah

BA = banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab benar

BB = banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab benar

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

54

PA = proporsi kelompok atas yang menjawab benar

PB = proporsi kelompok bawah yang menjawab benar

Klasifikasi daya pembeda:

0,00 ≤ D < 0,20 adalah jelek

0,20 ≤ D < 0,40 adalah cukup

0,40 ≤ D < 0,70 adalah baik

0,70 ≤ D < 1,00 adalah baik sekali (Suharsimi Arikunto, 2006:218)

Hasil uji coba daya pembeda instrumen soal penilaian kognitif

siklus I yang dilakukan terangkum dalam Tabel 3.6. Sedangkan hasil uji

coba daya pembeda instrumen soal penilaian kognitif siklus II yang

dilakukan terangkum dalam Tabel 3.7. Hasil uji coba daya pembeda

instrumen soal penilaian kognitif siklus I yang lebih rinci dapat dilihat pada

Lampiran 13 dan siklus II pada Lampiran 17.

Tabel 3.6. Ringkasan Hasil Tryout 1 Instrumen Penelitian untuk Uji Daya Pembeda Soal pada Aspek Kognitif Siklus I

Jenis Soal Jumlah

Soal

Kriteria

Jelek Cukup Baik Baik Sekali

Kognitif 30 6 19 5 0

Tabel 3.7. Ringkasan Hasil Tryout 2 Instrumen Penelitian untuk Uji Daya Pembeda Soal pada Aspek Kognitif Siklus II

Jenis Soal Jumlah

Soal

Kriteria

Jelek Cukup Baik Baik Sekali

Kognitif 30 4 19 7 0

Dari Tabel 3.6, untuk instrumen yang memiliki daya beda rendah

dicek kembali keterbacaannya dan dikonsultasikan pada pakar pendidikan.

4) Taraf Kesukaran

Taraf kesukaran item tes adalah pengukuran derajat kesukaran

suatu item tes. Besarnya angka yang menunjukkan taraf kesukaran disebut

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

55

Indeks Kesukaran (P). Soal yang baik adalah soal yang memiliki taraf

kesukaran memadai, artinya tidak terlalu sukar dan tidak terlalu mudah.

Adapun rumus yang digunakan untuk mengukur taraf kesukaran masing-

masing soal adalah:

P = Js

B

dengan:

P = indeks kesukaran

B = banyak siswa yang menjawab soal benar

Js = jumlah seluruh siswa peserta tes

Adapun indeks kesukaran diklasifikasikan sebagai berikut:

0,00 ≤ P < 0,30 adalah sukar (soal tidak dipakai)

0,30 ≤ P < 0,70 adalah sedang (soal dipakai)

0,70 ≤ P < 1,00 adalah mudah (soal dipakai) (Suharsimi Arikunto,

2006: 210)

Hasil uji coba taraf kesukaran instrumen soal penilaian kognitif

siklus I dan siklus II terangkum dalam Tabel 3.8 dan 3.9. Hasil uji taraf

kesukaran untuk instrumen soal penilaian kognitif siklus I yang lebih rinci

dapat dilihat pada Lampiran 13 dan siklus II pada Lampiran 17.

Tabel 3.8 Ringkasan Hasil Tryout 1 Instrumen Penelitian untuk Uji Taraf Kesukaran Soal pada Aspek Kognitif Siklus I

Jenis soal Jumlah Soal Taraf Kesukaran Soal

Sukar Sedang Mudah

Kognitif 30 2 13 15

Tabel 3.9 Ringkasan Hasil Tryout 2 Instrumen Penelitian untuk Uji Taraf Kesukaran Soal pada Aspek Kognitif Siklus II

Jenis soal Jumlah Soal Taraf Kesukaran Soal

Sukar Sedang Mudah

Kognitif 30 2 15 13

2. Instrumen Pembelajaran

Instrumen pembelajaran yang digunakan pada penelitian ini meliputi :

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

56

1) Silabus

Berisi tentang rencana pembelajaran pada suatu kelompok mata

pelajaran tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar,

materi pokok pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian

kompetensi untuk penialian, penilaian, alokasi waktu dan sumber belajar.

2) Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP)

Rencana pelaksanaan pembelajaran ini berisi tentang rincian

kegiatan pembelajaran yang lebih rinci. Pembuatan RPP ini disusun dengan

tujuan agar dalam pelaksanaan pembelajaran di lapangan dapat berjalan dan

terstruktur dengan baik.

F. Teknik Analisis Data

Analisis data dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dimulai sejak awal

sampai berakhirnya pengumpulan data. Hal ini penting karena dapat membantu

dalam mengembangkan penjelasan dari kejadian atau situasi yang berlangsung di

dalam kelas yang diteliti.

Analisis kuantitatif dari data yang telah berhasil diperoleh dari hasil

observasi pada setiap siklus dalam pelaksanaan tindakan kelas dianalisis secara

diskriptif dengan menggunakan teknik persentase untuk melihat kecenderungan

yang terjadi dalam proses pembelajaran. Kegiatan analisis tersebut meliputi:

1. Aktivitas belajar siswa pada setiap pertemuan pelaksanaan siklus. Aktivitas

belajar yang dimaksud adalah aktivitas yang ditetapkan pada penelitian ini.

2. Hasil tes kemampuan kognitif siswa di akhir tiap siklus.

Penelitian ini dikatakan berhasil apabila target yang telah direncanakan

pada penelitian ini tercapai. Target penelitian tersebut disusun oleh peneliti dan

guru dengan memperhatikan kondisi awal kelas yang dijadikan subjek penelitian.

Adapun untuk target dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 3.10 dan 3.11.

Tabel 3.10 Indikator Keberhasilan Nilai Aktivitas Belajar Siwa

Indikator Cara Penilaian Ketercapaian

Tercapainya nilai minimal

aktivitas siswa yaitu 60 =

∑ siswa yang lulus

∑ jumlah siswax100%

75%

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

57

Tabel 3.11 Indikator Keberhasilan Kemampuan Kognitif Siwa

Indikator Cara Penilaian Ketercapaian

Tercapainya nilai batas tuntas

(KKM) > 70 =

∑ siswa yang tuntas

∑ jumlah siswax100%

70%

G. Prosedur Penelitian

Prosedur Penelitian merupakan tahapan-tahapan yang ditempuh dalam

penelitian dari awal sampai akhir secara urut. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini

dilaksanakan dalam suatu siklus yang terdiri dari, 1) perencanaan tindakan, 2)

tindakan, 3) observasi, dan 4) refleksi. Apabila sudah dilaksanakan satu siklus

tetapi belum menunjukkan tanda-tanda perubahan ke arah perbaikan atau telah

ada perbaikan namun belum mencapai target, maka kegiatan penelitian

dilanjutkan pada siklus kedua dan seterusnya sehingga dapat memperoleh hasil

sesuai indikator. Sebelum siklus dilaksanakan, terlebih dahulu dilakukan

persiapan.

Berikut ini pemaparan langkah-langkah yang dilakukan dari awal

samapai akhir penelitian tindakan kelas.

1. Tahap Persiapan

Tahap persiapan terdiri dari rangkaian kegiatan sebelum

dilaksanakannya penelitian tindakan kelas, kegiatan-kegiatan tersebut adalah

sebagai berikut :

a. Permohonan ijin kepada kepala SMA MTA Surakarta untuk melakukan

penelitian tindakan kelas.

b. Observasi untuk mendapatkan gambaran awal mengenai kegiatan belajar

mengajar khususnya pada mata pelajaran Fisika di SMA MTA Surakarta

c. Permohonan kerjasama dengan guru mata pelajaran Fisika dalam

melaksanakan penelitian tindakan kelas.

d. Berunding dengan guru mata pelajaran Fisika kelas X untuk membicarakan

keadaan secara umum kelas yang diampunya. Berdasarkan referensi dari

guru kelas maka dipilih kelas X-6 sebagai subjek penelitian.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

58

2. Tahap Awal

Tindakan awal yang dilakukan adalah observasi untuk mengamati

kondisi siswa ketika proses pembelajaran berlangsung. Pengamatan ini

dilakukan untuk mendapatkan data terkait aktivitas siswa dalam pembelajaran.

Dilakukan sebanyak tiga kali, yaitu pada tanggal 13, 19 dan 20 Januari

2012.Tahap selanjutnya, peneliti diminta oleh guru untuk mengajar secara

langsung mata pelajaran Fisika di kelas X-6 dengan tujuan agar siswa terbiasa

dengan peneliti sebagai pengajar. Peneliti mengajar menggunakan model

pembelajaran yang sama dengan guru pengampu mata pelajaran Fisika.

a. Perencanaan Tindakan

1) Guru menyusun rencana serangkaian kegiatan pelaksanaan tindakan

dalam bentuk RPP dengan menggunakan model pembelajaran

konvensional seperti yang biasa guru lakukan.

2) Peneliti menyusun instrumen penelitian yaitu lembar observasi aktivitas

belajar siswa.

b. Tindakan

Menerapkan model pembelajaran konvensional berdasarkan RPP

yang dibuat sebanyak 3 kali pertemuan, yaitu :

1) Pertemuan pertama dilaksanakan pada tanggal 13 Januari 2012 dengan

materi dinamika gerak

2) Pertemuan kedua dilaksanakan pada tanggal 19 Januari 2012 dengan

materi dinamika gerak

3) Pertemuan ketiga dilaksanakan pada tanggal 20 Januari 2012 dengan

materi dinamika gerak

c. Observasi

Melakukan pengamatan terhadap aktivitas belajar siswa pada

pertemuan kedua dan ketiga dengan menggunakan lembar observasi

aktivitas siswa.

d. Refleksi

Melaksanakan refleksi terhadap hasil pelaksanaan pembelajaran

yang dilakukan dengan model pembelajaran konvensional.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

59

3. Tahap Siklus I

a. Perencanaan Tindakan

1) Peneliti dan guru menetapkan tindakan fokus penelitian yang harus

dilaksanakan untuk mengatasi permasalahan yang telah ditetapkan.

Adapun tindakan yang disepakati adalah penerapan model pembelajaran

kooperatif tipe Jigsaw. Sedangkan fokus penelitian adalah kemampuan

kognitif dan aktivitas belajar siswa.

2) Peneliti dan guru menyusun serangkaian kegiatan pelaksanaan tindakan

dalam bentuk RPP dan LKS.

3) Peneliti dan guru menyusun instrumen penelitian yaitu lembar observasi

aktivitas belajar siswa.

b. Tindakan

1) Melaksanakan PBM sesuai langkah-langkah yang telah disusun dalam

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran. Dilaksanakan dalam tiga kali

pertemuan, yang dijelaskan sebagai berikut:

a) Pertemuan pertama siklus I

Dilaksanakan pada tanggal 3 Februari 2012 di kelas X-6 SMA MTA

Surakarta. Pada pertemuan pertama ini digunakan model pembelajaran

kooperatif tipe Jigsaw. Siswa secara heterogen diatur ke dalam delapan

kelompok dengan jumlah anggota 4 siswa setiap kelompok. Kelompok

ini disebut sebagai Kelompok Ahli. Setiap anggota kelompok diberikan

nomor sebagai identitas. Kemudian guru membagikan satu paket LKS

pada setiap kelompok yang berisi pembahasan tentang beberapa macam

alat optik yaitu mata, kacamata, kamera dan lup. Kemudian guru

memberikan presentasi singkat tentang materi pemantulan dan

pembiasan cahaya sebagai prasyarat konsep, dan meteri ini merupakan

pengulangan dari materi yang sudah siswa pelajari dulu saat duduk di

SMP. Lalu, ketika masuk pada pembahasan tentang macam-macam alat

optik tersebut, guru membimbing siswa untuk membagi empat materi

tersebut kepada masing-masing kelompok. Setelah terbagi kemudian

guru memandu siswa melakukan diskusi terkait dengan materi masing-

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

60

masing kelompok ahli. Siswa dibebaskan mengambil referensi dari

buku-buku yang ada di dalam perpustkaan tersebut dengan batasan

keluasan materi sebagaimana yang tercantum dalam LKS. 45 menit

pertama masing-masing siswa mendiskusikan materi siklus I sesuai

bagiannya dalam kelompok ahli masing-masing, sehingga satu materi

alat optik didiskusikan oleh 2 kelompok. Pembahasan dalam diskusi

hanya sebatas pada bagian-bagian dan fungsi serta cara kerja dari

masing-masing alat optik mata, kacamata, kamera dan lup. Lalu pada

45 menit kedua siswa kembali dibagi lagi secara heterogen kedalam

delapan kelompok baru yang dinamakan sebagai Kelompok Asal.

Anggota dalam kelompok asal ini diambilkan dari satu siswa dari

masing-masing kelompok ahli, sehingga didapatkan anggota dalam

kelompok asal ini merupakan perwakilan dari kelompok ahli, artinya

dalam satu kelompok asal terdapat satu ahli alat optik mata, satu ahli

alat optik kacamata, satu ahli alat optik kamera dan satu ahli alat optik

lup. Pada kelomok asal ini masing-masing siswa mempresentasikan

hasil diskusinya dari kelompok ahli masing-masing secara bergantian,

mulai dari ahli mata, ahli kacamata, ahli kamera dan yang terakhir ahli

lup. Pada akhir pertemuan guru memberikan penguatan dari materi

yang telah dibahas pada tatap muka ini.

b) Pertemuan kedua siklus I

Dilaksanakan pada tanggal 9 Februari 2012. Pembelajaran dilakukan

dengan mode yang sama yaitu menggunakan model pembelajaran

kooperatif tipe Jigsaw. Kegiatan pertemuan kedua ini persis

sebagaimana dalam pertemuan pertama namun untuk pembahasan

gambar pembentukan bayangan, sifat bayangan dan penentuan

perbesaran bayangan pada masing-masing alat optik mata, kacamata,

kamera dan lup. Siswa mendiskusikan dahulu dalam kelompok ahli lalu

mempresentasikannya dalam kelompok asal. Pada akhir pertemuan guru

memberikan penguatan dari materi yang telah dibahas pada tatap muka

ini.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

61

c) Pertemuan ketiga siklus I

Dilaksanakan pada tanggal 10 Februari 2012. Setelah semua proses

diskusi ini selesai, lalu pada pertemuan ketiga ini guru mengadakan

evaluasi dari keseluruhan pembahasan yang telah dipelajari dalam

diskusi, yaitu untuk materi alat optik mata, kacamata, kamera dan lup.

Hasil penilaian dari evaluasi ini untuk pertimbangan pemberian

penghargaan terhadap kelompok dan siswa berprestasi.

2) Melakukan kegiatan pemantauan proses pembelajaran melalui observasi

langsung pada setiap pertemuan.

3) Menyelenggarakan evaluasi untuk mengukur prestasi siswa di akhir

siklus.

4) Melakukan modifikasi berupa perbaikan atau penyempurnaan alternatif

tindakan apabila proses dan prestasi belajar masih kurang memuaskan.

c. Observasi

Melakukan pengamatan aktivitas belajar siswa pada setiap

pertemuan menggunakan lembar observasi siswa.

d. Refleksi

Melaksanakan refleksi terhadap pelaksanaan pembelajaran dan

hasil observasi pada siklus I.

4. Tahap Siklus II

a. Perencanaan Tindakan

1) Peneliti dan guru membuat perencanaan tindakan berdasarkan hasil

refleksi pada siklus I. Tindakan tetap menggunakan model pembelajaran

kooperatif tipe Jigsaw dengan beberapa perbaikan pada pelaksanaannya.

2) Peneliti dan guru menyusun serangkaian kegiatan pelaksanaan tindakan

dalam bentuk RPP dan LKS.

b. Tindakan

1) Melaksanakan PBM sesuai langkah-langkah yang telah disusun dalam

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran. Pelaksanaan pembelajaran pada

siklus II ini terdiri dari dua pertemuan yang dijelaskan sebagai berikut :

a) Pertemuan pertama siklus II

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

62

Dilaksanakan pada tanggal 16 Februari 2012 pada bab yang masih sama

namun dengan alat optik yang berbeda. Pelaksanaan pembelajaran masih

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, dengan

kelompok yang sama dengan harapan siswa sudah terbiasa dengan teman

satu kelompoknya. Siswa yang pandai dalam kelompok itu diharapkan

dapat membantu teman yang kesulitan dalam memahami materi.

Pada awal pertemuan siklus kedua ini, guru menyampaikan garis besar

materi yang akan dipelajari pada siklus II ini. Lalu sebagaimana pada

siklus I, pada siklus II ini siswa kembali diajak untuk melakukan diskusi

terkait materi yang dipelajari selanjutnya, yaitu pada alat optik

mikroskop, teropong bintang, teropong bumi dan teropong prisma.

Diskusi pada tingkat kelompok ahli lalu dilanjutkan presentasi dari hasil

diskusi tersebut ke dalam kelompok asal. Batasan pembahasan pada tatap

muka ini hanya pada bagian-bagian, fungsi serta cara kerja dari masing-

masing keempat alat optik tersebut. Lalu pada akhir tatap muka ini, guru

memberikan penguatan dari matei pembahasan yang baru saja dipelajari.

b) Pertemuan kedua siklus II

dilaksanakan pada tanggal 17 Februari 2012. Pada pertemuan ini, masih

dengan teknik Jigsaw sebagaimana pada pertemuan pertama, namun

untuk pembahasan yang berbeda, yaitu untuk pembahasan gambar

pembentukan bayangan, sifat bayangan, menentukan perbesaran

bayangan serta jarak antar lensa pada masing-masing alat optik

mikroskop, teropong bintang, teropong bumi dan teropong prisma. Siswa

mendiskusikan dahulu dalam kelompok ahli lalu mempresentasikannya

dalam kelompok asal. Pada akhir pertemuan guru memberikan penguatan

dari materi yang telah dibahas pada tatap muka ini.

c) Pertemuan ketiga siklus II

Dilaksanakan pada tanggal 24 Februari 2012. Setelah semua proses

diskusi ini selesai, lalu pada pertemuan ketiga ini guru mengadakan

evaluasi dari keseluruhan pembahasan yang telah dipelajari dalam

diskusi, yaitu untuk materi alat optik mikroskop, teropong bintang,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

63

teropong bumi dan teropong prisma. Hasil penilaian dari evaluasi ini

untuk pertimbangan pemberian penghargaan terhadap kelopok dan siswa

berprestasi.

2) Melakukan kegiatan pemantauan proses pembelajaran melalui observasi

langsung pada setiap pertemuan.

3) Menyelenggarakan evaluasi untuk mengukur prestasi siswa di akhir siklus.

4) Melakukan modifikasi berupa perbaikan atau penyempurnaan alternatif

tindakan apabila proses dan prestasi belajar masih kurang memuaskan.

c. Observasi

Melakukana pengamatan aktivitas belajar siswa pada setiap

pertemuan menggunakan lembar observasi siswa.

d. Refleksi

Melaksanakan refleksi terhadap pelaksanaan pembelajaran dan

hasil observasi pada siklus II.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

64

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Kondisi Awal

Berdasarkan hasil observasi awal yang dilakukan dengan melakukan

pengamatan saat pembelajaran Fisika di kelas X-6 SMA MTA Surakarta

berlangsung serta bardasarkan hasil wawancara dengan beberapa siswa, diketahui

bahwa guru terbiasa memakai model konvensional dalam menyampaikan materi

pelajaran. Model konvensional yang dimaksud yaitu hanya dengan mengandalkan

metode ceramah kemudian diperkuat dengan latihan-latihan soal. Ketika latihan-

latihan soal, guru meminta siswa untuk mengerjakan di papan tulis. Namun ketika

tidak ada siswa yang mengerjakan, entah karena tidak bisa atau karena enggan

atau alasan yang lain, akhirnya guru sendiri yang mengerjakan. Terkesan kurang

ada usaha dari guru untuk mengkondisikan agar siswa yang mencari atau

menemukan jawabannya sendiri. Proses pembelajaran seperti itu nampaknya

kurang dinikmati siswa, terlihat dari sikap siswa yang ditunjukkan terkesan tidak

bersemangat, kurang aktif serta cuek terhadap pelajaran, sehingga banyak siswa

yang tidak memperhatikan. Tercatat dari pengamatan selama 45 menit dari 32

siswa di kelas tersebut hanya 13 siswa yang mendengarkan atau sekitar 40,625%,

itupun sebagian besar adalah siswa yang duduk di bagian depan. Selebihnya ada

siswa yang meletakkan kepalanya di atas meja, ada yang mencoret-coret kertas,

ada pula yang malah mengobrol dengan teman satu meja. Hal itu cukup

menggambarkan bahwa siswa mengalami kejenuhan dalam proses pembelajaran.

Selain itu, optimalisasi penggunaan media juga sangat kurang. Di setiap

ruang kelas di sekolah tersebut sebenarnya telah dilengkapi fasilitas LCD, namun

hanya sesekali dipakai. Begitu juga di kelas X-6 tersebut, selama pengamatan

bahkan tidak sekalipun guru Fisika menggunakan LCD.

Tahap selanjutnya setelah mengadakan pengamatan terhadap metode

pembelajaran yang dipakai oleh guru Fisika, peneliti diminta oleh guru untuk

mengajar dulu di kelas tersebut dengan tujuan agar siswa terbiasa dengan peneliti

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

65

sebagai pengajar sebelum pengambilan data. Adapun pembelajaran ini dilakukan

sebanyak tiga tatap muka.

Adapun hasil observasi terhadap aktivitas belajar siswa selama proses

pembelajaran pada tahap awal ini disajikan pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Prosentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Belajar Siswa pada Kondisi Awal

No Indikator Ketercapaian (%) Rata-rata (%) Obs.1 Obs.2

1 Siswa memperhatikan selama guru memberikan penjelasan 68,75 62,50 65,63

2 Siswa mendengarkan penjelasan dari guru 68,75 62,50 65,63 3 Siswa mencatat materi yang disampaikan

guru 53,13 28,13 40,63 4 Siswa berani menanggapi penjelasan dari

guru 6,25 9,38 7,81 5 Siswa bertanya kepada guru jika ada hal

yang kurang jelas 9,38 9,38 9,38 6 Siswa menempatkan dirinya kedalam

kelompok yang telah dibentuk dengan semangat 0,00 31,25 31,25

7 Siswa bekerjasama dalam memecahkan masalah 0,00 40,63 40,63

8 Siswa mencari sumber-sumber untuk memecahkan masalah 0,00 12,50 12,50

9 Siswa menulis hasil pemecahan masalah 0,00 37,50 37,50 10 Siswa memperhatikan selama temannya

presentasi 0,00 34,38 34,38 11 Siswa mendengarkan penjelasan dari

temannya 0,00 25,00 25,00 12 Siswa mengemukakan pendapat 0,00 6,25 6,25

Dalam bentuk diagram, Tabel 4.1 dapat pula disajikan dalam bentuk

diagram batang pada Gambar 4.1.

Berdasarkan Tabel 4.1 dan diagram batang pada Gambar 4.1 dapat dilihat

bahwa aktivitas siswa yang menonjol hanya pada aktivitas melihat guru,

mendengarkan penjelasan guru lalu mencatatnya. Hal ini menunjukkan bahwa

proses pembelajaran adalah bersifat teacher centered atau pembelajaran yang

berpusat pada guru, sedangkan aktivitas lain yang menuntut keaktifan siswa

belum begitu tampak.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

66

Gambar 4.1. Diagram Batang Prosentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Belajar Siswa pada Kondisi Awal

Pada pengamatan pertama, untuk indikator nomor 6 sampai 12 bernilai 0,

karena dalam pembelajaran tidak ada pembelajaran kelompok, sehingga aktivitas

kelompok juga tidak ada. Kemudian pada pengamatan yang kedua guru

melakukan pembelajaran kelompok. Namun, aktivitas-aktivitas belajar ini hanya

didominasi siswa-siswa yang tergolong pandai saja, belum merata pada semua

siswa.

Selama melakukan pengamatan, ditemukan beberapa hal negatif yang

terjadi selama pembelajaran, diantaranya kondisi pembelajaran yang terkesan

kurang nyaman. Pembelajaran teacher centered , karena yang terlihat hanya guru

yang aktif di depan kelas dan beberapa siswa tertentu saja, membuat suasana

pembelajaran tampak monoton dan siswa cenderung pasif, akibatnya aktivitas

belajar siswa rendah. Beberapa siswa malah tampak asyik bercanda dengan

temannya atau bermain sendiri untuk menghindari kebosanan, tanpa ada teguran

yang berarti dari guru.

Berdasar rekap hasil pengolahan data observasi aktivitas belajar siswa

pada tahap awal ini diketahui bahwa siswa yang memiliki nilai aktivitas belajar

>60 hanya berjumlah 4 siswa atau hanya berkisar 12,5% saja dari jumlah

seluruh siswa di kelas tersebut. Selebihnya, yaitu sejumlah 28 siswa atau sekitar

87,5% memiliki aktivitas < 60. Hasil rekapan tersebut disajikan pada Tabel 4.2.

0,00

10,00

20,00

30,00

40,00

50,00

60,00

70,00

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

65,

63

65,

63

40,

63

7,8

1

9,3

8

31,

25 40,

63

12,

50

37,

50

34,

38

25,

00

6,2

5

Ke

terc

apai

an d

ala

m %

Indikator

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

67

Tabel 4.2. Ketercapaian Nilai Aktivitas Belajar Siswa pada Kondisi Awal

Aspek yang

dinilai Kategori Jumlah siswa Persentase (%)

Aktivitas Belajar

Siswa

Nilai ≥ 60 4 12,5

Nilai < 60 28 87,5

Tabel 4.2 dapat pula disajikan dalam bentuk diagram pie pada Gambar

4.2.

Gambar 4.2. Diagram Pie Ketercapaian Nilai Aktivitas Belajar Siswa pada Kondisi Awal

Sedangkan kondisi kognitif diperlihatkan dengan melakukan kajian

dokumentasi terhadap arsip nilai UAS I (Ujian Akhir Semester I). Kondisi

kognitif pada kelas X-6 ini tergolong rendah, terbukti dengan mencermati nilai

UAS pada kelas ini yang memperlihatkan dengan batas ketuntasan minimum nilai

70 tenyata hanya 6 siswa yang tuntas atau sekitar 18,75% dari total 32 siswa

dalam kelas tersebut.

B. Hasil dan Pembahasan Siklus I

Berdasarkan hasil observasi awal yang telah dilakukan, maka diputuskan

untuk mengadakan upaya perbaikan pada proses pembelajaran Fisika yang

ditekankan pada solusi terhadap permasalahan terkait dengan aktivitas belajar dan

kemampuan kognitif siswa. Upaya perbaikan yang dilakukan adalah dengan

Nilai <6087,5%

Nilai >6012,5%

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

68

menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Hal itu dilakukan dengan

tujuan untuk meningkatkan aspek aktivitas belajar siswa dan kemampuan kognitif

siswa. Pada pelaksanaannya peneliti bertindak sebagai pengajar dan dibantu

observer, yaitu seorang mahasiswa pendidikan Fisika FKIP UNS, sedangkan guru

Fisika bertindak sebagai fasilitator.

Pada awal pertemuan pertama siklus I ini, siswa dibagi ke dalam delapan

kelompok. Adapun daftar kelompok bisa dilihat pada Lampiran 2. Pembagian

kelompok ini didasarkan pada tingkat kemampuan siswa dengan pertimbangan

nilai siswa pada semester 1. Tahap awal yang dilakukan oleh guru adalah terlebih

dahulu memberi gambaran tentang model pembelajaran yang digunakan dan garis

besar materi yang akan dipelajari.

Ketentuan kelompok adalah setiap kelompok terdiri dari 4 siswa.

Pemberian nama kelompok adalah dengan huruf abjad kapital yaitu A, B, C, D, E,

F, G dan H. Pada pembelajaran kooperatif tipe jigsaw yang dilakukan ini

dilengkapi dengan media LKS yang disusun sedemikian rupa sehingga menuntut

siswa untuk bekerjasama dan saling membagi tugas antar anggota kelompoknya.

Pengamatan terkait aktivitas belajar siswa dilakukan melalui observasi

langsung pada proses pembelajaran di kelas X-6. Pengamatan dilakukan oleh

seorang observer dengan bantuan lembar observasi aktivitas belajar siswa yang

berisi 12 indikator. Adapun hasil observasi yang telah dilakukan pada siklus I

dapat dilihat pada Lampiran 8. Sedangkan persentase ketercapaian tiap indikator

disajikan pada Tabel 4.3.

Dalam penelitian ini pengamatan langsung dibantu oleh seorang

observer, hal ini dilakukan agar hal-hal penting yang mungkin tidak teramati oleh

guru tetap tercatat dengan bantuan observer.

Prosentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Belajar Siswa pada Siklus I

pada Tabel 4.3 digambarkan dalam bentuk diagram batang, hasilnya dapat dilihat

pada Gambar 4.3.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

69

Tabel 4.3. Prosentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Belajar Siswa Siklus I No Indikator Ketercapaian (%) Rata-rata

(%) Pert.I Pert.II 1 Siswa memperhatikan selama guru

memberikan penjelasan 87,50 87,50 87,50 2 Siswa mendengarkan penjelasan dari guru 87,50 87,50 87,50 3 Siswa mencatat materi yang disampaikan

guru 87,50 81,25 84,38 4 Siswa berani menanggapi penjelasan dari

guru 25,00 28,13 26,56 5 Siswa bertanya kepada guru jika ada hal

yang kurang jelas 21,88 28,13 25,00 6 Siswa menempatkan dirinya kedalam

kelompok yang telah dibentuk dengan semangat 84,38 93,75 89,06

7 Siswa bekerjasama dalam memecahkan masalah 81,25 81,25 81,25

8 Siswa mencari sumber-sumber untuk memecahkan masalah 15,63 18,75 17,19

9 Siswa menulis hasil pemecahan masalah 71,88 87,50 79,69 10 Siswa memperhatikan selama temannya

presentasi 62,50 59,38 60,94 11 Siswa mendengarkan penjelasan dari

temannya 65,63 68,75 67,19 12 Siswa mengemukakan pendapat 28,13 40,63 34,38

Gambar 4.3. Diagram Batang Prosentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Belajar Siswa pada Siklus I

0,00

10,00

20,00

30,00

40,00

50,00

60,00

70,00

80,00

90,00

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

87,50 87,50 84,38

26,56 25,00

89,0681,25

17,19

79,69

60,9467,19

34,38

KET

ERC

AP

AIA

N d

ala

m %

INDIKATOR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

70

Pada Tabel 4.3 dan diagram batang pada Gambar 4.3 sebenarnya

menunjukkan bahwa mayoritas indikator sudah tercapai dengan baik, namun pada

indikator nomor 4, 5, 8 dan 12 tergolong masih rendah. Rendahnya indikator pada

nomor-nomor tersebut menunjukkan bahwa aktivitas siswa dalam pembelajaran

yang terkait dengan aspek oral, emosi dan motorik belum maksimal. Hal itu

terlihat dari masih sedikitnya siswa yang bertanya kepada guru, dan juga belum

begitu tampak suasana aktif dalam diskusi kelompok, karena siswa masih terkesan

sangat canggung dalam memberikan tanggapan atau bertanya saat diskusi

kelompok berlangsung. Hal ini mengindikasikan kemampuan oral dan emosi yang

belum begitu terbentuk dalam diri siswa. Dengan demikian, tugas guru pada

siklus selanjutnya untuk lebih banyak memberikan umpan yang dapat memancing

keaktifan siswa agar siswa terbiasa mengasah kemampuan oralnya dan

membentuk emosi yang tumbuh diantara anggota kelompok. Selain itu,

kemampuan motorik juga belum tumbuh secara maksimal. Banyak siswa yang

masih terpaku pada satu buku, padahal di perpustakaan banyak buku referensi lain

yang sebenarnya bisa digunakan. Siswa juga tidak berinisiatif mencari referensi

lain selain buku, misalnya dari internet. Sehingga antar siswa kurang bisa saling

melengkapi materi dan juga kurang dalam pengembanganya.

Pada awal kegiatan pembelajaran siklus I beberapa catatan negatif yang

muncul diantaranya, terjadi kegaduhan pada saat proses pembelajaran berlangsung

terutama saat pembagian kelompok dan perpindahan tempat. Selain itu, ketika ada

hal-hal yang ditertawakan suasana juga menjadi gaduh. Dengan demikian,

ramainya kelas bukan karena diskusi tapi gaduh karena sebab-sebab yang lain.

Iklim diskusi juga belum begitu tampak, karena ada beberapa siswa yang malah

berdiskusi dengan anggota kelompok lain di dekatnya dan ada juga kelompok

yang masih terlihat kaku. Mekanisme juga tidak berjalan baik, sehingga walaupun

terkesan diskusi cukup hidup namun kurang efektif dan hasilnya juga tidak

maksimal, sehingga pengerjaan LKS membutuhkan waktu yang lebih lama.

Keberadaan observer juga berpengaruh, terbukti ketika observer mendekati

sebuah kelompok, maka anggota kelompok tersebut pura-pura aktif atau malah

ada beberapa kelompok yang didekati malah diam.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

71

Ketercapaian indikator aktivitas belajar siswa yang ditunjukkan pada

Tabel 4.3 dan Gambar 4.3 berbentuk diagram batang apabila dibandingkan

dengan kondisi awal disajikan pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4. Perbandingan Prosentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Belajar Siswa pada Kondisi Awal dengan Siklus I

No Indikator Kondisi

Awal (%)

Siklus I

(%)

Peningkatan

(%)

1 Siswa memperhatikan selama guru

memberikan penjelasan 65,63 87,50 21,87

2 Siswa mendengarkan penjelasan dari

guru 65,63 87,50 21,87

3 Siswa mencatat materi yang

disampaikan guru 40,63 84,38 43,75

4 Siswa berani menanggapi penjelasan

dari guru 7,81 26,56 18,75

5 Siswa bertanya kepada guru jika ada hal

yang kurang jelas 9,38 25,00 15,62

6 Siswa menempatkan dirinya kedalam

kelompok yang telah dibentuk dengan

semangat 31,25 89,06 57,81

7 Siswa bekerjasama dalam memecahkan

masalah 40,63 81,25 40,62

8 Siswa mencari sumber-sumber untuk

memecahkan masalah 12,50 17,19 4,69

9 Siswa menulis hasil pemecahan masalah 37,50 79,69 42,19

10 Siswa memperhatikan selama temannya

presentasi 34,38 60,94 26,56

11 Siswa mendengarkan penjelasan dari

temannya 25,00 67,19 42,19

12 Siswa mengemukakan pendapat 6,25 34,38 28,13

Mencermati Tabel 4.4, diperoleh keterangan bahwa selalu terjadi

peningkatan pada setiap indikator aktivitas belajar siswa pada siklus I

dibandingkan dengan kondisi awal. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa

pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw

memberikan efek positif terhadap aktivitas belajar siswa. Peningkatan yang cukup

signifikan adalah terjadi dalam aktivitas pembelajaran kelompok seperti

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

72

ditunjukkan pada indikator nomor 6, 7, 9 dan 11. Siswa mulai bersemangat ketika

pembelajaran kelompok didesain dengan inovatif dan teratur. Siswa juga

termotivasi untuk bekerjasama dalam kelompok untuk memecahkan masalah,

melakukan diskusi dan menyimpulkan hasil diskusi. Perbandingan persentase

ketercapaian indikator aktivitas belajar siswa dapat juga disajikan dalam diagram

batang pada Gambar 4.4.

Gambar 4.4. Diagram Batang Perbandingan Prosentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Belajar Siswa pada Kondisi Awal dengan Siklus I

Berdasarkan rekap hasil pengolahan data observasi aktivitas belajar siswa

pada siklus I diketahui bahwa siswa yang memiliki nilai aktivitas belajar > 60

jumlahnya sama dengan siswa yang nilai aktivitas belajarnya < 60, yaitu masing-

masing sebanyak 16 siswa atau berbagi 50%. Hasil rekapan tersebut disajikan

pada Tabel 4.5 berikut ini:

Tabel 4.5. Ketercapaian Nilai Aktivitas Belajar Siswa pada Siklus I

Aspek yang

dinilai Kategori Jumlah siswa Persentase (%)

Aktivitas Belajar

Siswa

Nilai ≥ 60 16 50

Nilai < 60 16 50

Tabel 4.5 dapat disajikan dalam bentuk diagram pie pada Gambar 4.5:

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

65,

63

65,

63

40,

63

7,8

1

9,3

8

31,

25 40,

63

12,

5

37,

5

34,

38

25

6,2

5

87,

5

87,

5

84,

38

26,

56

25

89,

06

81,

25

17,

19

79,

69

60,

94 67,

19

34,

38

Ke

terc

apai

an d

ala

m %

Indikator

Kondisi Awal Siklus I

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

73

Gambar 4.5. Diagram Pie Ketercapaian Nilai Aktivitas Belajar Siswa Siklus I

Mencermati hasil yang diperoleh pada siklus I ini, diperlihatkan bahwa

sudah terjadi peningkatan aktivitas belajar dibandingkan dengan kondisi awal.

Namun, masih belum mencapai target yang direncanakan yaitu sebesar 75%.

Sehingga perlu diadakan tindakan lebih lanjut ke siklus berikutnya, yaitu siklus II

sebagai perbaikan dan penyempurnaan dari siklus I sampai target tercapai

sehingga kompetensi pembelajaran dapat tercapai dengan baik.

Pada akhir pembelajaran siklus I dilakukan evaluasi kemampuan kognitif

siswa. Hasilnya 25% dari seluruh siswa kelas X-6 mencapai batas tuntas dan

dinyatakan lulus. Sedangkan siswa yang belum tuntas sebanyak 75% dengan nilai

batas ketuntasan minimum di kelas X-6 SMA MTA Surakarta untuk pelajaran

Fisika adalah 70. Adapun hasil selengkapnya disajikan pada Lampiran 18. Jika

dibandingkan dengan kondisi awal, diperlihatkan bahwa kemampuan kognitif

siswa meningkat sebagaimana yang ditunjukkan pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6. Perbandingan Persentase Ketercapaian Nilai Kemampuan Kognitif pada Kondisi Awal dengan Siklus I

Aspek Persentase Ketercapaian Peningkatan

Kondisi Awal Siklus I

Persentase Ketercapaian Nilai

Kemampuan Kognitif

18,75% 25% 6,25%

Nilai >6050%

Nilai <6050%

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

74

Tabel 4.6 dapat pula disajikan dalam bentuk diagram batang pada Gambar 4.6.

Gambar 4.6. Diagram Batang Perbandingan Persentase Ketercapaian Nilai Kemampuan Kognitif pada Kondisi Awal dengan Siklus I

Berdasarkan data-data hasil refleksi dan observasi, selanjutnya peneliti

dan guru bersepakat tentang tindak lanjut dalam siklus berikutnya. Tindak lanjut

tersebut adalah :

a. Menekankan proses pembelajaran yang mendukung peningkatan pada

indikator aktivitas yang masih rendah.

b. Mengarahkan dan membimbing siswa untuk mengadakan belajar kelompok di

luar kelas, misalnya di asrama atau di perpustakaan.

c. Memberi petunjuk kepada siswa yang pandai dari tiap kelompok agar

membimbing anggota kelompoknya yang masih kurang dalam penguasaan

materi ketika belajar kelompok di luar kelas.

d. Memberikan umpan yang lebih banyak sehingga siswa terpancing untuk

terbiasa bertanya atau mengungkapkan pendapat.

e. Mengarahkan siswa untuk lebih aktif mencari referensi-referensi yang dapat

mendukung penguasaan materi

f. Meningkatkan kerjasama kelompok dengan menekankan kembali tugas

masing-masing anggota dalam kelompoknya

0,00

5,00

10,00

15,00

20,00

25,00Kondisi Awal

18,75%

Siklus I25%

Ke

terc

apai

an d

ala

m %

Tahap

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

75

C. Hasil dan Pembahasan Siklus II

Mempertimbangkan hasil refleksi siklus I, maka dilakukan perencanaan

pelaksanaan tindakan pada siklus II yang difokuskan pada perbaikan dan

penyempurnaan terhadap kendala-kendala yang terdapat pada siklus I. Adapun

tindakan perbaikan dan penyempurnaan yang dilakukan adalah dengan

memberikan penekanan kepada siswa untuk lebih memaksimalkan belajar

kelompok di asrama dengan dipimpin oleh siswa yang paling pandai dalam

kelompok tersebut. Sehingga ketika pembelajaran di kelas bisa lebih efektif dalam

diskusi kelompok asal. Selain itu, siswa lebih diarahkan lagi untuk lebih aktif

mencari referensi-referensi yang mendukung materi. Adapun untuk lebih

membiasakan siswa dalam mengasah oralnya, maka diberikan umpan-umpan yang

lebih banyak.

Dari pengamatan observer dengan mencermati data yang terisikan pada

lembar observasi aktivitas dan catatan lapangan pada siklus II ini sudah

mengalami peningkatan dibandingkan kondisi siklus I. Aktivitas siswa sudah

semakin alami, artinya tidak lagi terpengaruh oleh keberadaan observer. Diskusi

di kelas juga sudah semakin terkondisikan, yaitu lebih teratur dan lebih

prosedural. Namun, masih ada beberapa siswa yang bertanya dengan anggota

kelompok lain yang didekatnya dan sedikit siswa masih ada yang cerita dengan

temannya tetapi masih mampu diatasi oleh guru. Kelompok yang masih kelihatan

pasif selalu didekati guru untuk diarahkan dan diberi umpan-umpan agar lebih

aktif.

Observasi dilakukan dengan bantuan seorang observer. Hal ini dilakukan

untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak teramati langsung oleh guru selama

aktivitas proses belajar mengajar. Data hasil observasi langsung merupakan data

yang akurat yang dapat dijadikan acuan untuk proses pembelajaran selanjutnya.

Observer dalam melakukan tugasnya dipandu dengan format lembar observasi

aktivitas belajar siswa yang terdiri dari 12 indikator. Hasil observasi yang telah

dilaksanakan selama siklus II ini disajikan dalam Tabel 4.7.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

76

Tabel 4.7. Prosentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Belajar Siswa pada Siklus II

No Indikator Pertemuan (%) Rata-rata

(%) I II

1 Siswa memperhatikan selama guru

memberikan penjelasan 93,75 93,75 93,75 2 Siswa mendengarkan penjelasan dari guru 93,75 93,75 93,75 3 Siswa mencatat materi yang disampaikan

guru 87,50 96,88 92,19 4 Siswa berani menanggapi penjelasan dari

guru 28,13 40,63 34,38 5 Siswa bertanya kepada guru jika ada hal

yang kurang jelas 37,50 34,38 35,94 6 Siswa menempatkan dirinya kedalam

kelompok yang telah dibentuk dengan

semangat 93,75 93,75 93,75 7 Siswa bekerjasama dalam memecahkan

masalah 84,38 90,63 87,50 8 Siswa mencari sumber-sumber untuk

memecahkan masalah 25,00 34,38 29,69 9 Siswa menulis hasil pemecahan masalah 81,25 81,25 81,25

10 Siswa memperhatikan selama temannya

presentasi 84,38 87,50 85,94 11 Siswa mendengarkan penjelasan dari

temannya 84,38 90,63 87,50 12 Siswa mengemukakan pendapat 56,25 65,63 60,94

Diagram yang menggambarkan ketercapaian indikator aktivitas belajar

siswa pada siklus II ditunjukkan pada Gambar 4.7.

Tabel 4.7 dan diagram batang pada Gambar 4.7 menunjukkan persentase

ketercapaian tiap indikator aktivitas belajar siswa pada siklus II yang dihitung

berdasarkan jumlah siswa kelas X-6. Adapun rekap hasil observasi aktivitas

belajar siswa pada siklus II disajikan pada Lampiran 9.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

77

Gambar. 4.7. Diagram Batang Prosentase Ketercapaian

Indikator Aktivitas Belajar Siswa pada Siklus II

Pelaksanaan pembelajaran siklus II dilaksanakan tetap dengan

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw sebanyak dua kali

pertemuan. Pelaksanaan pembelajaran di siklus II ini pada dasarnya adalah untuk

memperbaiki dan menyempurnakan pembelajaran pada siklus II berdasarkan hasil

refleksi siklus I yang didiskusikan dengan guru pengampu. Secara umum

pembelajaran siklus II ini telah terlaksana dengan baik dan sesuai rencana.

Buktinya telah terjadi peningkatan yang cukup signifikan dibandingkan siklus I.

Berikut ini disajikan tabel perbandingan ketercapaian indikator aktivitas

belajar siswa antara siklus I dan siklus II.

Tabel 4.8 menunjukkan bahwa semua indikator aktivitas belajar siswa

selalu meningkat dibandingkan dengan siklus I. Walaupun masih ada indikator

yang tergolong rendah pada siklus II ini, yaitu indikator nomor 4, 5 dan 8, namun

tetap terjadi peningkatan dari siklus I.

0,00

10,00

20,00

30,00

40,00

50,00

60,00

70,00

80,00

90,00

100,00

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

93,75 93,7592,19

34,38 35,94

93,75

87,50

29,69

81,2585,94 87,50

60,94

KET

ERC

AP

AIA

N d

ala

m %

INDIKATOR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

78

Tabel 4.8. Perbandingan Prosentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Belajar Siswa Siklus I dengan siklus II

No Indikator Siklus (%) Peningka

tan (%) I II

1 Siswa memperhatikan selama guru

memberikan penjelasan 87,50 93,75 6,25

2 Siswa mendengarkan penjelasan dari guru 87,50 93,75 6,25

3 Siswa mencatat materi yang disampaikan

guru 84,38 92,19 7,81

4 Siswa berani menanggapi penjelasan dari

guru 26,56 34,38 7,81

5 Siswa bertanya kepada guru jika ada hal

yang kurang jelas 25,00 35,94 10,94

6 Siswa menempatkan dirinya kedalam

kelompok yang telah dibentuk dengan

semangat 89,06 93,75 4,69

7 Siswa bekerjasama dalam memecahkan

masalah 81,25 87,50 6,25

8 Siswa mencari sumber-sumber untuk

memecahkan masalah 17,19 29,69 12,50

9 Siswa menulis hasil pemecahan masalah 79,69 81,25 1,56

10 Siswa memperhatikan selama temannya

presentasi 60,94 85,94 25,00

11 Siswa mendengarkan penjelasan dari

temannya 67,19 87,50 20,31

12 Siswa mengemukakan pendapat 34,38 60,94 26,56

Diagram batang yang menggambarkan Tabel 4.8 disajikan pada Gambar

4.8.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

79

Gambar 4.8. Diagram Batang Perbandingan Prosentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Belajar Siswa Siklus I dengan siklus II

Hasil rekap pengolahan data yang diambil dari lembar observasi aktivitas

belajar siswa pada siklus II diketahui bahwa siswa yang memiliki nilai aktivitas

belajar lebih dari atau sama dengan 60 ada 27 siswa atau sekitar 84,375% dari

jumlah seluruh siswa kelas X-6 yaitu 32 siswa. Adapun sisanya sejumlah 5 siswa

atau sekitar 15,625% memiliki nilai aktivitas belajar dibawah 60. Hasil rekapan

disajikan pada Tabel 4.9.

Tabel 4.9. Ketercapaian Nilai Aktivitas Belajar Siswa Siklus II

Aspek yang

dinilai Kategori Jumlah siswa Persentase (%)

Aktivitas Belajar

Siswa

Nilai ≥ 60 27 84,375

Nilai < 60 5 15,625

Tabel 4.9 dapat pula disajikan dalam bentuk diagram pie seperti pada

Gambar 4.9.

0

20

40

60

80

100

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

87,

50

87,

50

84,

38

26,

56

25,

00

89,

06

81,

25

17,

19

79,

69

60,

94

67,

19

34,

38

93,

75

93,

75

92,

19

34,

38

35,

94

93,

75

87,

50

29,

69

81,

25

85,

94

87,

50

60,

94

Ke

terc

apai

an d

ala

m %

Indikator

Siklus I Siklus II

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

80

Gambar 4.9. Diagram Pie Ketercapaian Nilai Aktivitas Belajar Siswa Siklus II

Berdasarkan data-data yang diperoleh dari lembar observasi pada semua

siklus, dapat disimpulkan bahwa terjadi kenaikan nilai aktivitas belajar siswa pada

siklus II dibandingkan pada siklus I. Dan persentase nilai aktivitas belajar siswa

pada siklus II ini juga sudah memenuhi target, karena terdapat sekitar 84,375%

dari total jumlah seluruh siswa telah mencapai nilai lebih dari atau sama dengan

60. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pada aspek aktivitas belajar siswa

dari proses pembelajaran sampai pada siklus II ini telah memenuhi target yang

direncanakan. Perbandingan nilai aktivitas siswa tiap indikator pada kondisi awal,

siklus I dan siklus II disajikan pada Tabel 4.10.

Adapun persentase ketercapaian nilai aktivitas belajar siswa baru bisa

mencapai target setelah selesai proses pembelajaran siklus II sebagaimana yang

ditunjukkan pada Tabel 4.11.

Mempertimbangkan hasil yang telah dicapai sampai pada siklus II

dibandingkan dengan target awal sebagaimana yang tampak pada Tabel 4.11,

maka dapat disimpulkan bahwa melalui penelitian ini dengan menerapkan model

pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa

pada pembelajaran Fisika di kelas X-6 SMA MTA Surakarta Tahun Pelajaran

2011/2012.

Nilai >6084,375%

Nilai <6015,625%

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

81

Tabel 4.10. Perbandingan Prosentase Observasi Aktivitas Belajar Siswa pada Kondisi Awal, Siklus I dan siklus II

No Indikator Kondisi

Awal (%)

Siklus I

(%)

Siklus II

(%)

1 Siswa memperhatikan selama guru

memberikan penjelasan 65,63 87,50 93,75

2 Siswa mendengarkan penjelasan dari

guru 65,63 87,50 93,75

3 Siswa mencatat materi yang disampaikan

guru 40,63 84,38 92,19

4 Siswa berani menanggapi penjelasan dari

guru 7,81 26,56 34,38

5 Siswa bertanya kepada guru jika ada hal

yang kurang jelas 9,38 25,00 35,94

6 Siswa menempatkan dirinya kedalam

kelompok yang telah dibentuk dengan

semangat 31,25 89,06

93,75

7 Siswa bekerjasama dalam memecahkan

masalah 40,63 81,25 87,50

8 Siswa mencari sumber-sumber untuk

memecahkan masalah 12,50 17,19 29,69

9 Siswa menulis hasil pemecahan masalah 37,50 79,69 81,25

10 Siswa memperhatikan selama temannya

presentasi 34,38 60,94 85,94

11 Siswa mendengarkan penjelasan dari

temannya 25,00 67,19 87,50

12 Siswa mengemukakan pendapat 6,25 34,38 60,94

Tabel 4.11. Ketercapaian Target Nilai Aktivitas Belajar Siswa pada Siklus I dan Siklus II Aspek Persentase Ketercapaian

Target Siklus I Siklus II

Persentase Ketercapaian Nilai

Aktivitas Belajar Siswa

75% 50% 84,375%

Adapun untuk evaluasi kemampuan kognitif siswa didapatkan hasil

bahwa sebanyak 23 siswa atau sekitar 72% dari jumlah seluruh siswa kelas X-6

telah mencapai batas tuntas, sedangkan sisanya yaitu sebanyak 9 siswa atau

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

82

sekitar 28% dari jumlah seluruh siswa di kelas tersebut belum mencapai batas

tuntas. Batas ketuntasan minimum yang diberlakukan untuk mata pelajaran Fisika

adalah nilai 70. Jika dibandingkan kemampuan kognitif siswa pada kondisi awal,

lalu pada siklus I dan siklus II tampak pada Tabel 4.12.

Tabel 4.12. Perbandingan Persentase Ketercapaian Nilai Kemampuan Kognitif pada Kondisi Awal, Siklus I dan Siklus II

Aspek Persentase Ketercapaian Kesimpulan

Kondisi Awal Siklus I Siklus II

Persentase Ketercapaian

Nilai Kemampuan

Kognitif

18,75% 25% 72% Meningkat

53,25%

Data pada Tabel 4.12 dapat pula disajikan dalam diagram batang berikut:

Gambar 4.10. Diagram Batang Perbandingan Persentase Ketercapaian Nilai Kemampuan Kognitif pada Kondisi Awal, Siklus I dan Siklus II

Mempertimbangkan hasil yang telah dicapai sampai pada siklus II ini

sebagaimana yang tampak pada Tabel 4.12 dan diagram batang pada Gambar 4.10

yang menunjukkan adanya peningkatan yang cukup signifikan dan telah mencapai

target, maka dapat disimpulkan bahwa melalui penelitian ini dengan menerapkan

model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan kemampuan

kognitif siswa kelas X-6 SMA MTA Surakarta Tahun Pelajaran 2011/2012.

0,00

10,00

20,00

30,00

40,00

50,00

60,00

70,00

80,00

Kondisi Awal18,75%

Siklus I25,00%

Siklus II72,00%

Ke

terc

apai

an d

ala

m %

Tahap

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

83

Adapun keterbatasan dalam penelitian ini ditemukan beberapa hal

diantaranya: (1) observer yang hanya 2 orang saja dimungkinkan tidak dapat

merekam kegiatan atau aktivitas siswa secara keseluruhan; (2) teramati beberapa

kali siswa memunculkan suatu indikator aktivitas belajar, tapi hanya tercatat

sekali dalam lembar aktivitas; (3) indikator dalam lembar observasi aktivitas

belajar siswa hanya memuat aktivitas yang positif saja, tidak memuat aktivitas

yang negatif, sehingga tidak dapat menggambarkan aktivitas siswa secara

menyeluruh, baik aktivitas yang positif maupun aktivitas yang negatif; (4) soal

ulangan akhir semester yang dijadikan acuan dalam mengetahui kondisi awal

kognitif siswa tidak dianalisis terlebih dahulu validitas, reliabilitas, daya beda

maupun taraf kesukaranya, sehingga belum bisa dipastikan kebenarannya dalam

menggambarkan kondisi kognitif siswa.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

84

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil analisis data dan pembahasan dalam penelitian ini, dapat

disimpulkan beberapa hal berikut ini:

1. Penggunaan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw untuk Meningkatkan

Aktivitas Belajar Fisika Siswa

Penelitian ini menghasilkan data bahwa dengan menerapkan tindakan

yang mengacu pada pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw selalu terjadi

peningkatan aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran Fisika. Melalui

kegiatan siswa berupa diskusi dalam kelompok asal maupun kelompok ahli,

memberi kesempatan kepada siswa untuk menyampaikan

gagasan/ide/pendapatnya, sehingga dapat merangsang siswa untuk aktif dalam

kegiatan pembelajaran. Selain itu, siswa diminta untuk aktif mencari dan

memanfaatkan sumber-sumber belajar yang tersedia. Alhasil, siswa lebih

antusias dan aktif dalam pembelajaran, bahkan tidak hanya di dalam kelas, tapi

juga di luar kelas. Demikian juga terlihat dalam lembar observasi aktivitas

belajar siswa terjadi peningkatan ketercapaian aktivitas belajar siswa, yaitu dari

12,5% pada kondisi awal menjadi 50%. Namun, hasil ini belum memenuhi

target yaitu 75%. Maka dilanjutkan dengan tindakan kedua dengan penekanan

pada pemberian umpan yang lebih banyak dan anjuran untuk lebih melatih

kemampuan berdiskusi di luar forum kelas, terutama di asrama. Tindakan yang

kedua ini terbukti berhasil meningkatkan ketercapaian aktivitas belajar siswa

menjadi 84,375%. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan prosentase

ketuntasan pada nilai aktivitas belajar siswa pada rangkaian proses

pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, dan

akhirnya tercapai target awal pada siklus yang kedua. Dengan demikian

penerapan variasi pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

85

kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas X-6

SMA MTA Surakarta tahun pelajaran 2011/2012.

2. Penggunaan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw untuk Meningkatkan

Kemampuan Kognitif Siswa

Penelitian ini menghasilkan data bahwa selalu terjadi peningkatan

kemampuan kognitif siswa dalam pembelajaran Fisika. Tindakan pertama

dilakukan dengan membimbing siswa untuk membahas materi yang ditekankan

melalui diskusi dalam kelompok asal dan kelompok ahli. Dengan langkah ini

terjadi peningkatan ketuntasan kemampuan kognitif dari 18,75% pada tahap

awal menjadi 25% sebagai hasil dari tindakan pertama. Hasil ini masih sangat

jauh dari target yaitu ketuntasan sebesar 70%. Maka pada tindakan kedua

dilakukan banyak perbaikan, diantaranya dengan pembimbingan dan

penekanan untuk melakukan belajar kelompok di luar kelas, terutama di

asrama. Selain itu, juga penekanan pada optimalisasi pemanfaatan sumber

belajar yang tersedia, baik dari buku maupun internet. Langkah ini memberikan

pengaruh yang sangat signifikan pada kemampuan kognitif siswa, terbukti

ketuntasan kemampuan kognitif siswa sebagai hasil dari tindakan kedua ini

meningkat tajam menjadi 72%. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan

prosentase ketuntasan pada nilai kemampuan kognitif siswa pada rangkaian

proses pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran koopaeratif tipe

Jigsaw, dan akhirnya tercapai target awal pada siklus yang kedua. Dengan

demikian, penerapan variasi pembelajaran dengan menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan kemampuan kognitif

siswa kelas X-6 SMA MTA Surakarta tahun pelajaran 2011/2012.

B. Implikasi

1. Implikasi Teoritis

Secara teoritis, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai penguatan

hasil penelitian sebelumnya, dasar pengembangan penelitian selanjutnya serta

dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan langkah-

langkah penggunaan model pembelajaran inovatif pada mata pelajaran Fisika

di SMA. Serta dapat digunakan untuk menghasilkan kualitas pembelajaran

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

86

yang optimal dengan melibatkan peran aktif bersama antara sesama siswa,

guru, orang tua dan pihak sekolah yang lain guna meningkatkan aktivitas

belajar dan kemampuan kognitif siswa.

2. Implikasi Praktis

Secara praktis berdasarkan hasil penelitian, model pembelajaran

kooperatif tipe Jigsaw dapat diterapkan pada kegiatan belajar mengajar Fisika

untuk meningkatkan aktivitas belajar dan kemampuan kognitif siswa dalam

proses pembelajaran Fisika.

C. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan refleksi yang telah dilakukan, dapat

dikemukakan saran sebagai berikut:

1. Bagi Guru

Hendaknya guru dapat menyajikan materi Fisika dengan model-model

pembelajaran yang inovatif sehingga siswa merasa tidak bosan, senang dan

semangat dalam mengikuti pelajaran. Selain itu, guru harus lebih cermat lagi

dalam memilih metode pembelajaran yang disesuaikan dengan karakteristik

materi. Lebih jauh lagi, hendaknya guru melanjutkan Penelitian Tindakan

Kelas (PTK) dengan mendiagnosis permasalahan lain yang dirasakan guru

selama proses pembelajaran untuk meningkatkan prestasi belajar siswa.

2. Bagi Peneliti

a. Peneliti lain yang ingin melakukan penelitian sejenis sedapat mungkin

menganalisis kembali terlebih dahulu perangkat pembelajaran yang telah

dibuat untuk disesuaikan penggunaanya, terutama dalam hal alokasi waktu,

fasilitas pendukung dan karakteristik siswa yang ada pada sekolah tempat

penelitian tersebut dilakukan.

b. Peneliti lain lebih mencermati lagi lembar observasi aktivitas belajar siswa

yang digunakan. Hendaknya tidak hanya memuat aktivitas yang positif saja,

namun juga memuat aktivitas yang negatif, sehingga pengamatan lebih

menyuluruh pada setiap aktivitas siswa. Selain itu lebih cermat lagi dalam

melakukan pengamatan, sehingga siswa yang memunculkan suatu indikator

aktivitas belajar secara berulang tetap tercatat semuanya.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

87

c. Dalam melakukan pengamatan tidak hanya menggunakan 2 observer saja,

namun hendaknya lebih banyak lagi, sehingga semua hal yang terjadi

selama pembelajaran tercatat seluruhnya secara maksimal. Atau dengan

menggunakan perekam CCTV untuk mendapatkan hasil yang lebih

maksimal.

d. Soal-soal untuk menguji kemampuan kognitif siswa termasuk yang

digunakan untuk melihat kondisi awal siswa hendaknya dianalisis terlebih

dahulu validitas, reliabilitas, daya beda dan taraf kesukarannya.

e. Hendaknya penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan penelitian

selanjutnya dengan memberikan variasi menggunakan media pembelajaran

yang lain (misalnya LCD, Internet) untuk melihat efeknya terhadap ativitas

belajar siswa.