Difusi, Akulturasi, Dan Asimilasi Konsep, Contoh Dan Perbedaannya

15
ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL Disusun oleh : Erika 0706291243 Makalah Kebudayaan Untuk Mata Kuliah Pengantar Ilmu Antropologi FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS INDONESIA 2007 DIFUSI, AKULTURASI, DAN ASIMILASI : KONSEP, CONTOH, DAN PERBEDAANNYA

Transcript of Difusi, Akulturasi, Dan Asimilasi Konsep, Contoh Dan Perbedaannya

1

ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL

Disusun oleh : Erika

0706291243

Makalah

Kebudayaan

Untuk Mata Kuliah

Pengantar Ilmu Antropologi

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS INDONESIA

2007

DIFUSI, AKULTURASI, DAN

ASIMILASI : KONSEP, CONTOH,

DAN PERBEDAANNYA

2

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya haturkan kepada Tuhan yang Maha Esa karena atas

berkat-Nya lah, makalah antropologi ini dapat saya selesaikan. Saya juga

mengucapkan terima kasih kepada Ibu Indra yang telah menugaskan saya

membuat makalah antropologi ini, karena dengan membuat makalah ini, saya

menjadi semakin paham dan mengerti konsep-konsep difusi, akulturasi, dan

asimilasi.

Makalah ini berjudul “Difusi, Akulturasi, dan Asimilasi : Konsep, Contoh,

dan Perbedaannya”. Sesuai dengan judulnya, makalah ini membahas ketiga cara

penyebaran kebudayaan dari belahan-belahan bumi yang berbeda, yaitu difusi,

akulturasi, dan asimilasi. Adapun ketiga cara tersebut memiliki sifat yang berbeda,

misalnya ada atau tidaknya sifat kebudayaan asalnya, atau terciptanya kebudayaan

baru. Di sini, akan dibahas pengertian dan perbedaan yang ada, serta contoh

masing-masing, agar kiranya pembaca dapat mengerti lebih lanjut mengenai

ketiga jalur penyebaran kebudayaan tersebut.

Akhir kata, tiada gading yang tak retak. Begitu pula dengan makalah ini,

yang tentunya masih jauh dari sempurna. Maka dari itu penulis mohon maaf atas

segala kekurangan yang terdapat dalam makalah ini. Semoga makalah ini dapat

berguna bagi segenap pembaca, dan dapat digunakan dengan sebaik-baiknya

untuk kemajuan ilmu antropologi sendiri.

Sekian kata pengantar ini, akhir kata penulis mengucapkan banyak terima

kasih.

Jakarta, 22 Oktober 2007

Hormat saya,

Penulis

3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah negara yang terdiri dari berbagai suku bangsa, yang masing-

masing memiliki budaya yang berbeda-beda. Keberbedaan itulah yang menjadi

ciri khas dan keunggulan Indonesia, Indonesia menjadi unik karena budayanya

yang beragam. Keanekaragaman itu ditambah lagi dengan masuknya unsur-unsur

budaya asing ke Indonesia. Masuknya budaya asing memperkaya warna

kebudayaan Indonesia. Budaya asing itu sendiri masuk melalui 3 macam cara,

yaitu difusi, akulturasi, dan asimilasi.

1.2. Perumusan Masalah

Makalah ini akan menjelaskan mengenai konsep-konsep difusi, akulturasi, dan

asimilasi; serta memberikan beberapa contoh hasil-hasil difusi, akulturasi, dan

asimilasi dalam kebudayaan Indonesia.

1.3. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk memberikan pemahaman lebih

lanjut tentang 3 cara penggabungan budaya, yaitu difusi, akulturasi, dan asimilasi

sehingga pada akhirnya pembaca dapat mengerti dan membedakan ketiga jalur

penyebaran budaya tersebut.

4

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. DIFUSI

2.1.1. Pengertian Difusi

Proses difusi (diffusion) adalah proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan ke

seluruh dunia. Difusi merupakan salah satu objek ilmu penelitian antropologi,

terutama sub-ilmu antropologi diakronik.

Proses difusi tidak hanya dilihat dari sudut bergeraknya unsur-unsur kebudayaan

dari satu tempat ke tempat lain di muka bumi saja, tetapi terutama sebagai proses

di mana unsur kebudayaan dibawa oleh individu dari suatu kebudayaan, dan harus

diterima oleh individu-individu dari kebudayaan lain.

2.1.2. Bentuk-bentuk Difusi

Salah satu bentuk difusi adalah penyebaran unsur-unsur kebudayaan yang terjadi

karena dibawa oleh kelompok-kelompok manusia yang bermigrasi dari satu

tempat ke tempat lain di dunia. Hal ini terutama terjadi pada jaman prehistori,

puluhan ribu tahun yang lalu, saat manusia yang hidup berburu pindah dari suatu

tempat ke tempat lain yang jauh sekali, saat itulah unsur kebudayaan yang mereka

punya juga ikut berpindah.

Penyebaran unsur-unsur kebudayaan tidak hanya terjadi ketika ada perpindahan

dari suatu kelompok manusia dari satu tempat ke tempat lain, tetapi juga dapat

terjadi karena adanya individu-individu tertentu yang membawa unsur

kebudayaan itu hingga jauh sekali. Individu-individu yang dimaksud adalah

golongan pedagang, pelaut, serta golongan para ahli agama.

5

Bentuk difusi yang lain lagi adalah penyebaran unsur-unsur kebudayaan yang

terjadi ketika individu-individu dari kelompok tertentu bertemu dengan individu-

individu dari kelompok tetangga. Pertemuan-pertemuan antara kelompok-

kelompok itu dapat berlangsung dengan 3 cara, yaitu :

1. Hubungan symbiotic

Hubungan symbiotic adalah hubungan di mana bentuk dari kebudayaan itu

masing-masing hampir tidak berubah. Contohnya adalah di daerah

pedalaman negara Kongo, Togo, dan Kamerun di Afrika Tengah dan Barat;

ketika berlangsung kegiatan barter hasil berburu dan hasil hutan antara

suku Afrika dan suku Negrito. Pada waktu itu, hubungan mereka terbatas

hanya pada barter barang-barang itu saja, kebudayaan masing-masing suku

tidak berubah.

2. Penetration pacifique (pemasukan secara damai)

Salah satu bentuk penetration pacifique adalah hubungan perdagangan.

Hubungan perdagangan ini mempunyai akibat yang lebih jauh dibanding

hubungan symbiotic. Unsur-unsur kebudayaan asing yang dibawa oleh

pedagang masuk ke kebudayaan penemrima dengan tidak disengaja dan

tanpa paksaan. Sebenarnya, pemasukan unsur-unsur asing oleh para

penyiar agama itu juga dilakukan secara damai, tetapi hal itu dilakukan

dengan sengaja, dan kadang-kadang dengan paksa.

3. Penetration violante (pemasukan secara kekerasan/tidak damai)

Pemasukan secara tidak damai ini terjadi pada hubungan yang disebabkan

karena peperangan atau penaklukan. Penaklukan merupakan titik awal dari

proses masuknya kebudayaan asing ke suatu tempat. Proses selanjutnya

adalah penjajahan, di sinilah proses pemasukan unsur kebudayaan asing

mulai berjalan.

Ada juga difusi yang disebut stimulus diffusion. Stimulus diffusion adalah proses

difusi yang terjadi melalui suatu rangkaian pertemuan antara suatu deret suku-

suku bangsa. Konsep stimulus diffusion juga kadang dipergunakan ketika ada

suatu unsur kebudayaan yang dibawa ke dalam kebudayaan lain, di mana unsur

itu mendorong (menstimulasi) terjadinya unsur-unsur kebudayaan yang dianggap

6

sebagai kebudayaan yang baru oleh warga penerima, walaupun gagasan awalnya

berasal dari kebudayaan asing tersebut.

2.1.3. Proses difusi

Proses difusi terbagi dua macam, yaitu:

a. Difusi langsung, jika unsur-unsur kebudayaan tersebut langsung menyebar

dari suatu lingkup kebudayaan pemberi ke lingkup kebudayaan penerima.

b. Difusi tak langsung terjadi apabila unsur-unsur dari kebudayaan pemberi

singgah dan berkembang dulu di suatu tempat untuk kemudian baru masuk ke

lingkup kebudayaan penerima.

Difusi tak langsung dapat juga menimbulkan suatu bentuk difusi berangkai, jika

unsur-unsur kebudayaan yang telah diterima oleh suatu lingkup kebudayaan

kemudian menyebar lagi pada lingkup-lingkup kebudayaan lainnya secara

berkesinambungan.

2.1.4. Contoh-contoh difusi

Contoh difusi yang terjadi dalam masyarakat Indonesia adalah berbagai kata yang

ada dalam Bahasa Indonesia. Tanpa kita sadari, Bahasa Indonesia sendiri

merupakan contoh hasil dari proses difusi yang terjadi dalam masyarakat.

Berbagai kata dalam Bahasa Indonesia merupakan hasil serapan dari bahasa asing

dan bahasa-bahasa daerah, seperti Bahasa Jawa, Sunda, dan lain-lain.

Berbagai kontak budaya yang terjadi dalam masyarakat, menyebabkan terjadinya

difusi dalam struktur Bahasa Indonesia. Proses difusi yang menyebabkan

munculnya kosakata baru dalam Bahasa Indonesia terbagi dalam 2 proses, yaitu :

1. Difusi ekstern yaitu penyerapan kosakata asing oleh Bahasa Indonesia

yang mengubah Bahasa Indonesia ke arah yang lebih modern. Dampak

dari difusi ekstern ini terlihat dari kreativitas orang-orang Indonesia, yang

memadukan berbagai unsur bahasa asing sehingga menjelma menjadi

7

bentuk kata-kata baru, seperti : gerilyawan, ilmuwan, sejarawan,

Pancasilais, agamis, dan lain-lain.

2. Difusi intern yaitu timbulnya hubungan timbal balik antara bahasa

Indonesia dengan bahasa Jawa (seperti masuknya kata lugas, busana,

pangan dll) atau dengan bahasa Sunda (kata-kata nyeri, pakan, tahap,

langka) mengenai penyerapan kosakata.

2.2. AKULTURASI

2.2.1. Pengertian Akulturasi

Akulturasi (acculturation atau culture contact) adalah proses sosial yang timbul

bila suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan

unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing dengan sedemikian rupa, sehingga

unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam

kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu

sendiri.

Secara singkat, akulturasi adalah bersatunya dua kebudayaan atau lebih sehingga

membentuk kebudayaan baru tanpa menghilangkan unsur kebudayaan asli.

2.2.2. Masalah yang Timbul dalam Akulturasi

Dalam meneliti akulturasi, ada lima golongan masalah mengenai akulturasi, yaitu :

1. masalah mengenai metode-metode untuk mengobservasi, mencatat, dan

melukiskan suatu proses akulturasi dalam suatu masyarakat;

2. masalah mengenai unsur-unsur kebudayaan asing apa yang mudah

diterima, dan unsur-unsur kebudayaan asing apa yang sukar diterima oleh

masyarakat penerima;

3. masalah mengenai unsur-unsur kebudayaan apa yang mudah diganti atau

diubah, dan unsur-unsur apa yang tidak mudah diganti atau diubah oleh

unsur-unsur kebudayaan asing;

8

4. masalah mengenai individu-individu apa yang suka dan cepat menerima,

dan individu-individu apa yang sukar dan lambat menerima unsur-unsur

kebudayaan asing;

5. masalah mengenai ketegangan-ketegangan dan krisis-krisis sosial yang

timbul sebagai akibat akulturasi.

2.2.3. Hal-hal Penting Mengenai Akulturasi

Hal-hal yang sebaiknya diperhatikan oleh para peneliti yang akan meneliti

akulturasi adalah :

1. keadaan masyarakat penerima sebelum proses akulturasi mulai

berjalan;

Bahan mengenai keadaan masyarakat penerima sebenarnya merupakan

bahan tentang sejarah dari masyarakat yang bersangkutan. Apabila

ada sumber-sumber tertulis, maka bahan itu dapat dikumpulkan

dengan menggunakan metode yang biasa dipakai oleh para ahli sejarah.

Bila sumber tertulis tidak ada, peneliti harus mengumpulkan bahan

tentang keadaan masyarakat penerima yang kembali sejauh mungkin

dalam ruang waktu, misalnya dengan proses wawancara. Dengan

demikian, seorang peneliti dapat mengetahui keadaan kebudayaan

masyarakat penerima sebelum proses akulturasi mulai berjalan. Saat

inilah yang disebut “titik permulaan dari proses akulturasi” atau base

line of acculturation.

2. Individu-individu dari kebudayaan asing yang membawa unsur-unsur

kebudayaan asing;

Individu-individu ini disebut juga agents of acculturation. Pekerjaan

dan latar belakang dari agents of acculturation inilah yang akan

menentukan corak kebudayaan dan unsur-unsur apa saja yang akan

masuk ke dalam suatu daerah. Hal ini terjadi karena dalam suatu

masyarakat, apalagi jika masyarakat itu adalah masyarakat yang luas

dan kompleks, warga hanya mengetahui sebagian kecil dari

9

kebudayaannya saja, biasanya yang berkaitan dengan profesi dan latar

belakang warga tersebut.

3. Saluran-saluran yang dilalui oleh unsur-unsur kebudayaan asing untuk

masuk ke dalam kebudayaan penerima;

Hal ini penting untuk mengetahui gambaran yang jelas dari suatu

proses akulturasi. Contohnya adalah apabila kita ingin mengetahui

proses yang harus dilalui oleh kebudayaan pusat untuk masuk ke

dalam kebudayaan daerah, maka saluran-salurannya adalah melalui

sistem propaganda dari partai-partai politik, pendidikan sekolah, garis

hirarki pegawai pemerintah, dan lain-lain.

4. Bagian-bagian dari masyarakat penerima yang terkena pengaruh

unsur-unsur kebudayaan asing tadi;

Kadang, unsur-unsur kebudayaan asing yang diterima tiap golongan-

golongan dalam masyarakat berbeda-beda. Oleh karena itu, penting

untuk mengetahui bagian-bagian mana dari masyarakat penerima yang

terkena pengaruh unsur-unsur kebudayaan asing tersebut.

5. Reaksi para individu yang terkena unsur-unsur kebudayaan asing,

Terbagi menjadi 2 reaksi umum, yaitu reaksi “kolot” dan reaksi

“progresif”. Reaksi “kolot” adalah reaksi menolak unsur-unsur

kebudayaan asing, yang pada akhirnya akan menyebabkan

pengunduran diri pihaknya dari kenyataan kehidupan masyarakat,

kembali ke kehidupan mereka yang sudah kuno. Reaksi “progresif”

adalah reaksi yang berlawanan dengan”kolot”, reaksi yang menerima

unsur-unsur kebudayaan asing.

2.2.4. Contoh-contoh Akulturasi

1. Kereta Singo Barong (Cirebon)

Kereta Singa Barong, yang dibuat pada tahun 1549, merupakan refleksi

dari persahabatan Cirebon dengan bangsa-bangsa lain. Wajah kereta ini

merupakan perwujudan tiga binatang yang digabung menjadi satu, gajah

dengan belalainya, bermahkotakan naga dan bertubuh hewan burak.

10

Belalai gajah merupakan persahabatan dengan India yang beragama Hindu,

kepala naga melambangkan persahabatan dengan Cina yang beragama

Buddha, dan badan burak lengkap dengan sayapnya, melambangkan

persahabatan dengan Mesir yang beragama Islam.

Kereta ini dibuat oleh seorang arsitek

kereta Panembahan Losari dan

pemahatnya Ki Notoguna dari

Kaliwulu. Pahatan pada kereta itu

memang detail dan rumit. Mencirikan

budaya khas tiga negara sahabat itu,

pahatan wadasan dan megamendung

mencirikan khas Cirebon, warna-

warna ukiran yang merah-hijau

mencitrakan khas Cina. Dalam kereta

itu, tiga budaya (Buddha, Hindu, dan

Islam) digambarkan menjadi satu

dalam trisula di belalai gajah.

2. Keraton Kasepuhan Cirebon

Bangunan arsitektur dan interior Keraton Kasepuhan menggambarkan

berbagai macam pengaruh, mulai dari gaya Eropa, Cina, Arab, maupun

budaya lokal yang sudah ada sebelumnya, yaitu Hindu dan Jawa. Semua

elemen atau unsur budaya di atas melebur pada bangunan Keraton

Kasepuhan tersebut.

Pengaruh Eropa tampak pada tiang-tiang bergaya Yunani. Arsitektur gaya

Eropa lainnya berupa lengkungan ambang pintu berbentuk setengah

lingkaran yang terdapat pada bangunan Lawang Sanga (pintu sembilan).

Pengaruh gaya Eropa lainnya adalah pilaster pada dinding-dinding

bangunan, yang membuat dindingnya lebih menarik tidak datar. Gaya

bangunan Eropa juga terlihat jelas pada bentuk pintu dan jendela pada

11

bangunan bangsal Pringgondani, berukuran lebar dan tinggi serta

penggunaan jalusi sebagai ventilasi udara.

Bangsal Prabayasa berfungsi

sebagai tempat menerima tamu-

tamu agung. Bangunan tersebut

ditopang oleh tiang saka dari

kayu. Tiang saka tersebut diberi

hiasan motif tumpal yang

berasal dari Jawa.

Pengaruh arsitektur Hindu-Jawa yang jelas menonjol adalah bangunan Siti

Hinggil yang terletak di bagian paling depan kompleks keraton. Seluruh

bangunannya terbuat dari konstruksi batu bata seperti lazimnya bangunan

candi Hindu. Kesan bangunan gaya Hindu terlihat kuat terutama pada

pintu masuk menuju kompleks tersebut, yaitu berupa gapura berukuran

sama atau simetris antara bagian sisi kiri dan kanan seolah dibelah.

Pada dinding kiri dan kanan bangsal Agung diberi hiasan tempelan

porselen dari Belanda

berukuran kecil 110 x 10

cm berwarna biru (blauwe

delft) dan berwarna merah

kecoklatan. Pada bagian

tengahnya diberi tempelan

piring porselen Cina

berwarna biru. Lukisan

pada piring tersebut

melukiskan seni lukis Cina dengan teknik perspektif yang bertingkat.

Secara keseluruhan, warna keraton tersebut didominasi warna hijau yang

identik dengan simbol Islami. Warna emas yang digunakan pada beberapa

12

ornamen melambangkan kemewahan dan keagungan dan warna merah

melambangkan kehidupan ataupun surgawi. Bangunan Keraton

Kasepuhan menyiratkan perpaduan antara aspek fungsional dan simbolis

maupun budaya lokal dan luar. Mencerminkan kemajemukan gaya

maupun kekayaan budaya bangsa Indonesia.

3. Barongsai

Kesenian Barongsai, yang awalnya berasal dari Kebudayaan Tionghoa,

kini telah berakulturasi dengan kesenian lokal.

Kesenian Barongsai

2.3. ASIMILASI

2.3.1. Pengertian Asimilasi

Asimilasi atau assimilation adalah proses sosial yang timbul bila ada golongan-

golongan manusia dengan latar belakangan kebudayaan yang berbeda-beda yang

saling bergaul langsung secara intensif untuk waktu yang lama, sehingga

kebudayaan-kebudayaan golongan-golongan tadi masing-masing berubah sifatnya

yang khas, dan unsur-unsurnya masing-masing berubah menjadi unsur-unsur

kebudayaan campuran.

13

Secara singkat, asimilasi adalah bercampurnya dua kebudayaan atau lebih

sehingga membentuk kebudayaan baru.

2.3.2. Golongan yang Mengalami Proses Asimilasi

Golongan yang biasanya mengalami proses asimilasi adalah golongan mayoritas

dan beberapa golongan minoritas. Dalam hal ini, kebudayaan minoritaslah yang

mengubah sifat khas dari unsur-unsur kebudayaannya, dengan tujuan

menyesuaikan diri dengan kebudayaan mayoritas; sehingga lambat laun

kebudayaan minoritas tersebut kehilangan kepribadian kebudayaannya dan masuk

ke dalam kebudayaan mayoritas.

2.3.3. Faktor-faktor yang Menghambat Terjadinya Asimilasi

Asimilasi ini umumnya dapat terjadi apabila ada rasa toleransi dan simpati dari

individu-individu dalam suatu kebudayaan kepada kebudayaan lain.

Sikap toleransi dan simpati pada kebudayaan ini dapat terhalang oleh beberapa

faktor, yaitu :

a. Kurangnya pengetahuan tentang kebudayaan yang dihadapi

b. Sifat takut terhadap kekuatan dari kebudayaan lain

c. Perasaan superioritas pada individu-individu dari satu kebudayaan

terhadap yang lain.

2.3.4. Contoh-contoh asimilasi

Salah satu contoh proses asimilasi adalah program transmigrasi yang dilaksanakan

di Riau pada masa pemerintahan Orde Baru. Program transmigrasi ini tidak hanya

berhasil meratakan jumlah penduduk di berbagai pulau di Indonesia, tetapi

program transmigrasi ini juga mengakibatkan terjadinya asimilasi, terutama di

wilayah Riau. Hal ini terlihat dari banyaknya transmigran yang menghasilkan

budaya baru, misalnya Jawa-Melayu, Mandailing-Melayu, dan lain sebagainya.

14

BAB III

KESIMPULAN

Indonesia, yang terdiri dari berbagai suku bangsa, memiliki warisan

budaya yang sangat kaya. Berbagai macam tradisi dan adat-istiadat yang dimiliki

Indonesia seperti menjadi kebanggaan tersendiri bagi Indonesia. Indonesia

menjadi kaya karena budayanya. Kekayaan budaya itu ditambah lagi dengan

masuknya berbagai unsur kebudayaan asing ke dalam Indonesia melalui proses

difusi, akulturasi, dan asimilasi. Difusi adalah proses persebaran unsur-unsur

kebudayaan dari suatu tempat ke tempat lain. Difusi dapat terjadi dalam dua

proses, proses langsung dan tak langsung. Akulturasi adalah bergabungnya dua

kebudayaan atau lebih sehingga menciptakan suatu kebudayaan baru, tanpa

menghilangkan kepribadian dari kebudayaan asli. Sedangkan asimilasi adalah

bercampurnya dua kebudayaan atau lebih sehingga menghasilkan suatu

kebudayaan baru, yang berbeda dengan kebudayaan aslinya. Asimilasi ini biasa

terjadi pada golongan minoritas dan golongan mayoritas pada suatu tempat.

15

DAFTAR PUSTAKA

Harianto, Jimmy S. ”Keraton Kasepuhan dan Pergaulan Antarbangsa.”

http://images.google.co.id /imgres?imgurl=http://www.kompas.com/kompas-

cetak/0104/12/daerah/1104h27.jpg&imgrefurl=http://www.kompas.com/kom-

pascetak/0104/12/daerah/kera27.htm&h=361&w=248&sz=20&hl=id&start=1

&um=1&tbnid=WVVh_lQhe44UBM:&tbnh=121&tbnw=83&prev=/images%

3Fq%3Dkeraton%2Bkasepuhan%2Bcirebon%26svnum%3D10%26um%3D1

%26hl%3Did. (diakses pada 18 Oktober 2007, pukul 16.43 WIB).

Iskar, Soehenda. ”Aspek-aspek Budaya dalam Komunikasi Bahasa.”

http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/0505/07/khazanah/lainnya04.htm

(diakses pada 18 Oktober 2007, pukul 16.41 WIB).

Koentjaraningrat. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : PT Rineka Cipta, 2002.

Munandar, Agus Aris. ”Dinamika Kebudayaan Indonesia – Suatu Tinjauan

Ringkas.” http://www.geocities.com/liacybercampus/lingua1 (diakses pada 18

Oktober 2007, pukul 16.27 WIB).

Tanpa nama. ”Budaya.” http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya (diakses pada 18

Oktober 2007, pukul 16.55 WIB).

Tanpa nama. ”Riau yang Kehilangan Integritas.” http://www.bangrusli.net/index.

php?option=com_content&task=view&id=497&Itemid=38 (diakses pada 18

Oktober 2007, pukul 16.18 WIB).