My Proposal, new edit (Repaired) (Repaired) again (Repaired).docx
Diaz Case Dr Yanti (Repaired)a
-
Upload
diaz-randanil -
Category
Documents
-
view
44 -
download
1
description
Transcript of Diaz Case Dr Yanti (Repaired)a
LAPORAN KASUS
CHRONIC KIDNEY DISEASE
Disusun Oleh :
DIAZ RANDANIL
110.2009.081
Pembimbing :
dr. YANTI WIDAMAYANTI Sp.PD
Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit DalamRSUD Dr. Slamet Garut
Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi2013
1
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn E
Usia : 23 tahun
Jenis Kelamin : Laki- laki
Pekerjaan : Pedagang
Alamat : Tarogong Kaler
Suku bangsa : Sunda
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Status Perkawinan : Belum Menikah
II. ANAMNESIS
Diambil dari : Autoanamnesis
Tanggal : 01 Oktober 2013
Keluhan Utama: Sesak nafas sejak 3 hari SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang dengan keluhan sesak nafas sejak ± 3 hari SMRS dan di rasakan
semakin memberat sejak kemarin. Sesak di rasakan terus menerus, tidak berkurang saat
istirahat, dirasakan saat berbaring dan tidak berkurang dengan posisi duduk. Kadang sesak di
rasakan lebih berat pada malam hari sehingga pasien tidak bisa tidur, semakin memberat bila
pasien batuk, disertai dengan nyeri dada dan jantung terasa berdebar. Keluhan sesak nafas ini
tidak dipengaruhi oleh cuaca sekitar, tidak disertai dengan bunyi ”mengi” dan baru pertama
kali dirasakan.
Sejak 3 hari yang lalu pasien merasa bengkak pada kedua tangan dan kedua kaki,
bengkak dirasakan terutama pada saat bangun tidur dan agak berkurang pada siang dan sore
hari. Nyeri tidak dirasakan pada tangan dan kaki yang bengkak.
Keluhan disertai nyeri ulu hati, yang dirasakan menjalar hingga ke pungung. Mual
yan tidak disertai muntah dan hilang timbul sejak 1 minggu terakhir dan membuat nafsu
makannya menurun.
2
Sejak kurang lebih 5 tahun yang lalu diketahui memiliki tekanan darah tinggi
(180/100) tahun yang lalu. Sejak 2 tahun yang lalu pasien mengeluh sering bengkak kaki dan
didiagnosis dokter gagal ginjal kronis. Sejak saat itu pasien rutin menjalani terapi
hemodialisis 2 kali seminggu. Pasien terakhir menjalani hemodialisis seminggu yang lalu.
pasien selalu makan dengan teratur 3 kali sehari dan pasien minum kurang lebih 1 liter setiap
harinya. Buang air kecil sedikit, tidak ada nyeri, warna kekuningan,tidak merasa keluar
seperti batu atau menetes. Buang air besar tidak ada kelainan.
Riwayat penyakit dahulu:
Diketahui ± 5 tahun yang lalu pernah ke dokter dengan keluhan pusing kepala dan
memiliki tekanan darah tinggi (180/100) tahun yang lalu. Pasien berobat ke poli Penyakit
Dalam RSUD dan diberi amlodipin, tetapi tidak rutin kontrol. Sejak 2 tahun yang lalu sering
bengkak kaki dan didiagnosis dokter gagal ginjal kronis, kemudian pasien rutin menjalani
terapi hemodialisis 2 kali seminggu, dan terakhir menjalani hemodialisis seminggu yang lalu.
Riwayat penyakit keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan atau penyakit seperti yang
dialami oleh pasien.
Riwayat Alergi :
Pasien tidak mempunyai alergi terhadap makanan, udara atau obat-obatan tertentu.
3
III. PEMERIKSAAN FISIK
KEADAAN UMUM
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
TANDA-TANDA VITAL
TD : 170/110 mmHg
Nadi : 92 x/menit reguler, isi cukup
Respirasi : 38 x/menit dangkal
Suhu : 37,2 ˚C
JVP : 5+2 cm H2O
Sianosis : tidak ada
Edema Umum : mata,wajah, ekstremitas atas, ekstremitas bawah +
KELENJAR GETAH BENING
Submandibula, leher, supraklavikula, ketiak dan paha : Tidak ada pembesaran
Mata : Konjungtiva anemis
Sklera tidak ikterik
Palpebra edema
Telinga : tidak ada kelainan
Hidung : Pernapasan cuping hidung (-)
Mulut : sianosis per oral (-)
Tenggorokan : tidak ada kelainan
Leher : KGB tidak teraba membesar
Tidak ada deviasi trakea
DADA Bentuk : Simetris kanan dan kiri
Pembuluh darah : Tidak ada pelebaran
4
PARUInspeksi : Simetris hemithoraks kanan dan kiri simetris saat statis dan dinamis.
Palpasi : Fremitus taktil dan fremitus vokal simetris hemitorak kanan dan kiri.
Perkusi : Sonor pada hemitorak kanan-kiri depan-belakang
Batas paru hati di ICS VI linea midklavikula dekstra
Auskultasi : Vesikuler breathing sound Kanan = kiri, Ronkhi basah halus +/+, Wheezing -/-
JANTUNGInspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
Perkusi : Batas atas : ICS III linea parasternalis sinistra
Batas kiri : ICS VI linea axillaris sinistra
Batas kanan : ICS V linea midclavicularis dextra
Auskultasi : Bunyi jantung I dan bunyi jantung II regular, murmur sistolik (-), gallop (+)
ABDOMEN Inspeks : cembung, lembut, tidak ada benjolan, tidak ada sikatrik
Auskultasi : Bising Usus (+) normal
Perkusi : Timpani di ke 4 kuadran abdomen, undulasi (-), shifting dullness (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-) epigastrium, nyeri lepas (-).
Hati : Tidak teraba membesar
Limpa : Tidak teraba membesar
Ginjal : Tidak teraba, ballotment (-), CVA -/-
Ekstremitas
tungkai atas dan bawah edema pitting (+)
Kekuatan : +5 / +5
Edema : + / +
5
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. HEMATOLOGIDarah Rutin
Haemoglobin : 7,2 gr/dl (12,0 – 16,0 )
Hematokrit : 40% (35-47)
Leukosit : 8200/mm3 (3.800 – 10.600)
Trombosit : 177000/mm3 (150.000-440.000)
Eritrosit : 2,44 juta/jam ( 3,6 - 5,6)
2. KIMIA KLINIKAST ( SGOT) : 1284 U/L ( s/d 31 )
ALT (SGPT) : 1794 U/L ( s/d 31 )
Ureum : 120 mg/dL ( 15 – 50 )
Kreatinin : 10,38 mg/dL ( 0,5 – 0,9 )
GDP : 127 mg/dL ( 70 -110)
Rumus Kockcorft-Gault:
LFG = ( 140 – Umur) X BB = (140- 23 ) X 70= 8190 = 10,96 mL/min/1,73m2
72 x Kreatinin 72 x 10,38 747,36
Stage 5 of chronic kidney disease
6
II. RESUME
Pasien laki-laki usia 23 tahun datang dengan sesak nafas sejak 3 hari smrs dan
memberat sejak 1 hari smrs. Edema ekstremitas atas dan bawah (+), nokturi (-),
oliguri (-), mual, lemas, pusing. Riwayat pernah menderita penyakit serupa (-),
hipertensi (+), asma (-), hepatitis (-), penyakit jantung (-) diabetes (-), alergi (-).
Pemeriksaan fisik: tampak sakit sedang, CM, TD170/110 mm/Hg, Nadi: 92
x/menit, Respirasi: 38 x/menit, Suhu: 37,2 0C, JVP: 5+2 cmH2O, BB: 80 Kg, Puffy
face (+), konjungtiva anemis (+)/(+), pulmo: rhonki +/+, cor: S3 gallop (+)
murmur (-) , NT abdomen (+) di epigastrium, NK CVA (-)/(-).
Laboratorium: Anemia, trombositopenia. LFG : <15 ml/menit/1,73m².
MASALAH
- CKD ec hipertensi kronisDD : Glomerulopati
IgA nephropathy- CHF ec hipertensi kronik
DD : Hypertensive Heart Disease Kardiomyopati dilatasi
III. PERENCANAAN
A. DIAGNOSTIK
- Urinalisa
- Lab darah lengkap
- Rontgen foto thorak
- USG
B. TERAPI
O2 3-5 l
RL 20 gtt/m
Ranitidin 2 x I amp I.V
Ambroxol 3x1 cth
As. Folat 2x1
Ondansetron prn
7
Tab CaCO3 3 x 1
Tab Amlodipin 5mg 1x1
Tab Captopril 25mg 3x1
Hemodialisis
Transfusi PRC 500 cc
IV. PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad malam
Quo ad functionam : dubia ad malam
Quo ad sanationam : dubia ad malam
8
FOLLOW UP
Tangga
l
Subjektif Objektif Assesment Planning
02/10/13 sesak
Mual
Muntah
Kencing
tidak lancar
Batuk
Pusing
Kembung
Ku : ss Ks : Cm
T: 190/90 mmHg
N: 84 x/menit
R: 34 x/menit
S: 36,1 o C
Mata : CA +/+, SI -/-
Pulmo: VBS ka=ki,
rhonki -/- , wheezing
-/-
Cor: BJ I-II regular,
murmur -, gallop +
Abd: BU (+) N , NT (+)
epigastrium
Ekst: - -
+ +
Akral: hangat
CKD ec hipertensi kronisDD : glomerulopati
IgA nephropathyCHF ec hipertensi kronik DD : hypertensive heart disease
Kardiomyopati dilatasi
Th/
O2 3-5 l
RL 20 gtt/m
Ranitidin 2 x I amp I.V
Ambroxol 3x1 cth
As. Folat 2x1
Tab Amlodipin 5mg
1x1
Tab Captopril 25mg
3x1
Ondansetron prn
Tab CaCO3 3 x 1
Transfusi PRC 500 cc
03/10
2013
sesak
Mual
Muntah
Nyeri perut
Batuk
Ku : ss Ks : Cm
T: 210/140 mmHg
N: 80 x/menit
R: 20 x/menit
S: 36,5 o C
Mata : CA +/+, SI -/-
Pulmo: VBS ka=ki,
rhonki -/- , wheezing
-/-
Cor: BJ I-II regular,
murmur- , gallop +
Abd: BU (+) N, NT (-)
epigastrium
Ekst: - -
- -
CKD ec hipertensi kronisDD : glomerulopati
IgA nephropathy
CHF ec hipertensi kronik DD : hypertensive heart diseaseKardiomyopati dilatasi
Th/
O2 3-5 l
RL 20 gtt/m
Ranitidin 2 x I amp I.V
Ambroxol 3x1 cth
As. Folat 2x1
Tab Amlodipin 5mg
1x1
Tab Captopril 25mg
3x1
Ondansetron prn
Tab CaCO3 3 x 1
Hemodialisis
9
Tanggal Subjektif Objektif Assesment Planning
04/10/13 Kembung
Nyeri perut
Sesak
Mual
batuk
Ku : ss Ks : Cm
T: 170/100 mmHg
N: 84 x/menit
R: 34 x/menit
S: 36,1 o C
Mata : CA +/+, SI -/-
Pulmo: VBS ka=ki,
rhonki -/- , wheezing
-/-
Cor: BJ I-II regular,
murmur -, gallop +
Abd: BU (+) N , NT (-)
epigastrium
Ekst: - -
- -
Akral: hangat
CKD ec hipertensi kronisDD : glomerulopati
IgA nephropathyCHF ec hipertensi kronik DD : hypertensive heart disease
Kardiomyopati dilatasi
HEMATOLOGIDarah RutinHaemoglobin : 7,6 gr/dl(12,0 – 16,0 )Hematokrit : 40% (35-47)Leukosit:8200/mm3
(3.800 – 10.600)Trombosit:177000/mm3
(150.000-440.000)Eritrosit : 3,5 juta/mm3 ( 3,6 - 5,6)KIMIA KLINIKUreum : 90 mg/dL
( 15 – 50 )Kreatinin:5,89 mg/dL
( 0,5 – 0,9 )
Th/
O2 3-5 l
RL 20 gtt/m
Ranitidin 2 x I amp I.V
Ambroxol 3x1 cth
As. Folat 2x1
Tab Amlodipin 5mg
1x1
Tab Captopril 25mg
3x1
Ondansetron prn
Tab CaCO3 3 x 1
05/10
2013
sesak
Mual
Muntah
Nyeri perut
Batuk
Ku : ss Ks : Cm
T: 160/110 mmHg
N: 80 x/menit
R: 20 x/menit
S: 36,5 o C
Mata : CA +/+, SI -/-
Pulmo: VBS ka=ki,
rhonki -/- , wheezing
-/-
Cor: BJ I-II regular,
murmur- , gallop +
Abd: BU (+) N, NT (-)
epigastrium
Ekst: - -
CKD ec hipertensi kronisDD : glomerulopati
IgA nephropathy
CHF ec hipertensi kronik DD : hypertensive heart diseaseKardiomyopati dilatasi
Th/
O2 3-5 l
RL 20 gtt/m
Ranitidin 2 x I amp I.V
Ambroxol 3x1 cth
As. Folat 2x1
Tab Amlodipin 5mg
1x1
Tab Captopril 25mg
3x1
Ondansetron prn
Tab CaCO3 3 x 1
Hemodialisis
10
07/10/13 Batuk
Pusing
Kembung
Ku : ss Ks : Cm
T: 170/100 mmHg
N: 84 x/menit
R: 34 x/menit
S: 36,1 o C
Mata : CA +/+, SI -/-
Pulmo: VBS ka=ki,
rhonki -/- , wheezing
-/-
Cor: BJ I-II regular,
murmur -, gallop +
Abd: BU (+) N , NT (-)
epigastrium
Ekst: - -
- -
Akral: hangat
CKD ec hipertensi kronisDD : glomerulopati
IgA nephropathyCHF ec hipertensi kronik DD : hypertensive heart disease
Kardiomyopati dilatasi
Hb: 6,9
Ht:40
Trombo: 199000
Th/
RL 20 gtt/m
Ranitidin 2 x I amp I.V
Ambroxol 3x1 cth
As. Folat 2x1
Tab Amlodipin 5mg
1x1
Tab Captopril 25mg
3x1
Ondansetron prn
Tab CaCO3 3 x 1
08/10
2013
Mual
Muntah
Nyeri perut
Batuk
Ku : ss Ks : Cm
T: 200/110 mmHg
N: 80 x/menit
R: 20 x/menit
S: 36,5 o C
Mata : CA +/+, SI -/-
Pulmo: VBS ka=ki,
rhonki -/- , wheezing
-/-
Cor: BJ I-II regular,
murmur , gallop
Abd: BU (+) N, NT (-)
epigastrium
Ekst: - -
- -
CKD ec hipertensi kronisDD : glomerulopati
IgA nephropathy
CHF ec hipertensi kronik DD : hypertensive heart diseaseKardiomyopati dilatasi
Th/
RL 20 gtt/m
Ranitidin 2 x I amp I.V
Ambroxol 3x1 cth
As. Folat 2x1
Tab Amlodipin 5mg
1x1
Tab Captopril 25mg
3x1
Ondansetron prn
Tab CaCO3 3 x 1
11
TINJAUAN PUSTAKA
CHRONIC KIDNEY DISEASE
1. DEFINISI
Kriteria Penyakit Ginjal Kronik
1. Kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan stuktural atau
fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju fitrasi glomerolus (LFG), dengan
manifestasi:
- Kelainan patologis
- Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah atau
urin, atau kelaian dalam tes pencitraan
2. LFG kurang dari 60 ml/menit/1,73m², selama 3 bulan, dengan atau tanpa
kerusakan ginjal. 1,2
2. KLASIFIKASI4
Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu atas dasar derajat (stage)
penyakit dan dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar derajat penyakit dibuat atas dasar
LFG yang dihitung dengan mempergunakan rumus Kockcorft-Gault sebagai berikut:
LFG (ml/menit/1,73m²) = (140-umur)x berat badan
72x kreatinin plasma
*) pada perempuan dikalikan 0,85 1,2
12
Klasifikasi tersebut tampak pada tabel 1
Tabel 1. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Derajat Penyakit
Derajat Penjelasan LFG(ml/mnt/1,73m²)
1
2
3
4
5
Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑
Kerusakan ginjal dengan LFG↓ ringan
Kerusakan ginjal dengan LFG↓ sedang
Kerusakan ginjal dengan LFG↓ berat
Gagalginjal
> 90
60-89
30-59
15- 29
< 15 atau dialisis
Klasifikasi atas dasar diagnosis tampak pada tabel 2
Tabel 2. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas dasar Diagnosis Etiologi
Penyakit Tipe mayor (contoh)
Penyakit ginjal diabetes Diabetes tipe 1 dan 2
Penyakit ginjal non diabetes Penyakit glomerular(penyakit otoimun, infeksi
sistemik, obat, neoplasia)
Penyakit vascular (penyakit pembuluh darah
besar, hipertensi, mikroangiopati)
Penyakit tubulointerstitial (pielonefritis kronik,
batu, obstruksi, keracunan obat)
Penyakit kistik (ginjal polikistik)
Penyakit pada transplantasi Rejeksi kronik
Keracunanobat (siklosporin/takrolimus)
Penyakit recurrent (glomerular)
Transplant glomerulopathy
13
3. ETIOLOGI
Tabel 3. klasifikasi sebab-sebab gagal ginjal kronik
Klasifikasi penyakit Penyakit
Infeksi Pielonefritis kronik
Penyakit peradangan Glomerulonefritis
Penyakit vasklar hipertensif Nefrosklerosis , senosis arteria renalis
Gangguan jaringan penyambung SLE, poliarteritis nodosa, sclerosis
sistemik progresif
Penyakit congenital dan herediter Penyakit ginjal polikistik, asidosis
tubulus ginjal
Penyakit metabolic Diabetes mellitus, gout,
hiperparartiroidisme, amiloidosis
Nefropati toksis Penyalahgunaan analgesic, nefropati
timbale
Nefropati obstruktif Saluran kemih bagian atas :
Kalikuli, neoplasma, fibrosis
retoperitoneal
Saluran kemih bagian bawah :
Hipertrofi prostate, striktur uretra,
anomaly congenital pada leher kandung
kemih dan uretra
(Sumber: K/DOQI)
14
4. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang
mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama.
Pengurangan massa ginjal menyebabkan hipertrofi sisa nefron secara struktural dan
fungsional sebagai upaya kompensasi. Hipertrofi “kompensatori” ini akibat hiperfiltrasi
adaptif yang diperantarai oleh penambahan tekanan kapiler dan aliran glomerulus. Proses
adaptasi ini berlangsung singkat akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis
nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang
progresif walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi.
Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensinaldosteron intrarenal ikut
memberikan konstribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan progesifitas tersebut.
Aktivitas jangka panjang aksis renin-angiotensinaldosteron, sebagian diperantarai oleh
growth factor seperti transforming growth
factor ß. Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas penyakit
ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia. Pada stadium yang
paling dini penyakit ginjal kronik terjadi kehilangan daya cadang ginjal (renal reserve), pada
keadaan dimana basal LFG masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan
tapi pasti akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan
peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. 1,4
Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan
(asimtomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada
LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti nokturia, badan lemah, mual,
nafsu makan kurang dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG di bawah 30%, pasien
memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan
darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain
sebagainya. 1,4
Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran
napas, maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti
hipo atau hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium.
Pada LFG dibawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien
sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain dialisis
atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal.
15
5. MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinik gagal ginjal kronik berat disertai sindrom azotemia sangat kompleks,
meliputi kelainan-kelainan berbagai organ seperti: kelainan hemopoeisis, saluran cerna, mata,
kulit, selaput serosa, kelainan neuropsikiatri dan kelainan kardiovaskular 2,4
a. Kelainan hemopoeisis
Anemia normokrom normositer dan normositer (MCV 78-94 CU), sering ditemukan
pada pasien gagal ginjal kronik. Anemia yang terjadi sangat bervariasi bila ureum darah lebih
dari 100 mg% atau bersihan kreatinin kurang dari 25 ml per menit.
b. Kelainan saluran cerna
Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian pasien gagal ginjal
kronik terutama pada stadium terminal. Patogenesis mual dam muntah masih belum jelas,
diduga mempunyai hubungan dengan dekompresi oleh flora usus sehingga terbentuk amonia.
Amonia inilah yang menyebabkan iritasi atau rangsangan mukosa lambung dan usus halus.
Keluhan-keluhan saluran cerna ini akan segera mereda atau hilang setelah pembatasan diet
protein dan antibiotika1,4.
c. Kelainan mata
Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian kecil pasien gagal
ginjal kronik. Gangguan visus cepat hilang setelah beberapa hari mendapat pengobatan gagal
ginjal kronik yang adekuat, misalnya hemodialisis. Kelainan saraf mata menimbulkan gejala
nistagmus, miosis dan pupil asimetris. Kelainan retina (retinopati) mungkin disebabkan
hipertensi maupun anemia yang sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Penimbunan
atau deposit garam kalsium pada conjunctiva menyebabkan gejala red eye syndrome akibat
iritasi dan hipervaskularisasi. Keratopati mungkin juga dijumpai pada beberapa pasien gagal
ginjal kronik akibat penyulit hiperparatiroidisme sekunder atau tersier2,4.
d. Kelainan kulit
Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas dan diduga
berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan gatal ini akan segera hilang
setelah tindakan paratiroidektomi. Kulit biasanya kering dan bersisik, tidak jarang dijumpai
timbunan kristal urea pada kulit muka dan dinamakan urea frost
16
e. Kelainan selaput serosa
Kelainan selaput serosa seperti pleuritis dan perikarditis sering dijumpai pada gagal
ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Kelainan selaput serosa merupakan salah satu
indikasi mutlak untuk segera dilakukan dialisis.
f. Kelainan neuropsikiatri
Beberapa kelainan mental ringan seperti emosi labil, dilusi, insomnia, dan depresi sering
dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik.
6. DIAGNOSA
Bila GGK telah bergejala, umumnya diagnosis tidak sukar ditegakkan. Gejala dan
tanda GGK akan dibicarakan sesuai dengan gangguan sistem yang timbul.
Gangguan Pada Sistem Gastrointestinal
Anoreksia, nausea dan vomitus, yang berhubungan dengan gangguan metabolism
protein didalam usus, terbentuknya zat-zat toksik akibat metabolisme bakteri usus
seperti ammonia dan metal guanidine, serta sembabnya mukosa usus.
Foetor uremik disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur diubah oleh
bakteri di mulut menjadi amonia sehingga napas berbau amonia. Akibat yang lain
adalah timbulnya stomatitis dan parotitis.
Cegukan (hiccup) sebabnya yang pasti belum diketahui.
Gastritis erosif ulkus peptik, dan kolitis uremik.
Kulit
Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning-kunigan akibat penimbunan
urokrom. Gatal-gatal dengan ekskoriasi akibat toksin uremik dan pengendapan
kalsium dipori-pori kulit.
Ekimosis akibat gangguan hematologis.
Urea frost : akibat kristalisasi urea yang ada pada keringat, (jarang dijumpai).
Bekas-bekas garukan karena gatal3.
Sistem Hematologis
17
Anemia, dapat disebabkan berbagai factor antara lain :
Berkurangnya produksi eritropoetin, sehingga rangsangan eritropoesis pada sumsum
tulang menurun.
Hemolisis, akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksis.
Defisiensi besi, asam foiat, dan lain-lain, akibat nafsu makan yang berkurang.
Perdarahan, paling sering pada saluran cema dan kulit.
Fibrosis sumsum tulang akibat hiperparatiroidisme sekunder.
Gangguan fungsi trombosit dan trombositopenia.
Mengakibatkan perdarahan akibat agregasi dan adhesi trombosit yang berkurang serta
menurunnya faktor trombosit III dan ADP (adenosin difosfat).
Gangguan fungsi leukosit.
Fagositosis dan kemotaksis berkurang, fungsi limfosit menurun sehingga imunitas
juga menurun.
Sistem Saraf dan Otot
Restless leg syndrome
Pasien merasa pegal pada kakinya sehingga selalu digerakkan.
Burning feet syndrome
Rasa semutan dan seperti terbakar, terutama di telapak kaki.
Ensefalopati metabolik
Lemah, tidak bisa tidur, gangguan konsentrasi, tremor, asteriksis, mioklonus, kejang.
Miopati
Kelemahan dari hipotrofi otot-otot terutama otot-otot ekstremitas proksimal.
Sistem Kardiovaskuler
Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau peningkatan aktifitas
sistem renin-agiotensin-aldosteron.
Nyeri dada dan sesak nafas akibat perikarditis, efusi perikardial, penyakit
jantung koroner akibat atrerosklerosis yang timbul dini, dan gagal jantung
akibat penimbunan cairan dan hipertensi.
Gangguan irama jantung akibat aterosklerosis dini, gangguan elektrolit dan
kalsifikasi metastatik.
Edema akibat penimbunan cairan.
Sistem Endokrin
18
Gangguan seksual : libido, fertilitas dan ereksi menurun pada laki-laki akibat produksi
testosteron dan spermatogenesi menurun. Sebab lain juga dihubungkan dengan metabolik
tertentu (seng, hormon paratiroid). Pada wanita timbul gangguan menstruasi, gangguan
ovulasi sampai amenorea.
Gangguan metabolisme glukosa, resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Pada
gagal ginjal yang lanjut (klirens kreatinin < 15 mL/menit), terjadi penurunan klirens
metabolik insulin menyebabkan waktu paruh hormon aktif memanjang. Keadaan ini dapat
menyebabkan kebutuhan obat penurun glukosa darah akan berkurang.
Ganggguan metabolisme lemak.
Gangguan metabolesme vitamin D.
Gangguan sistem lain
Tulang : osteodistrofi renal, yaitu osteomalasia, osteitis fibrosa,
osteosklerosis, dan kalsifikasi metastatik.
Asidosis metabolik akibat penimbunan asam organik sebagai hasil
metabolisme.
Elektrolit : hiperfosfatemia, hiperkalemia, hipokalsemia.
Karena pada gagal ginjal kronik telah terjadi gangguan keseimbangan
homeostatik pada seluruh tubuh, gangguan pada suatu sistem akan
berpengaruh pada sistem lain, sehingga suatu gangguan metabolik dapat
menimbulkan kelainan pada berbagai sistem/organ tubuh1,5.
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
19
A. Pemeriksaan Laboratorium
Tujuan pemeriksaan laboratorium yaitu memastikan dan menentukan derajat
penurunan faal ginjal (LFG), identifikasi etiologi dan menentukan perjalanan penyakit
termasuk semua faktor pemburuk faal ginjal. Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik
meliputi (Suwitra K, 2006):
a. Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya
b. Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum, dan
penurunan LFG yang dihitung mempergunakan rumus Kockcroft-Gault. Kadar
kreatinin serum saja tidak bisa dipergunakan untuk memperkirakan fungsi ginjal.
c.Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin, peningkatan kadar
asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia, hiper atau hipokloremia,
hiperfosfatemia, hipokalemia, asidosis metabolik
d. Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuri, leukosuria
B. Pemeriksaan Radiologis dan USG
Pemeriksaan radiologis dan USG penyakit GGK meliputi1,7 :
a. Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio-opak
b.Pielografi intravena jarang dikerjakan karena kontras sering tidak bisa melewati filter
glomerulus, di samping kekhawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh kontras terhadap
ginjal yang sudah mengalami kerusakan
c. Pielografi antegrad atau retrograd dilakukan sesuai indikasi
d. Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang
menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi
e. Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi dikerjakan bila ada indikasi
Nefrotomogram, pielografi retrograde, pielografi antegrade dan Micturating Cysto
Urography (MCU) juga dapat digunakan terutama dalam menentukan etiologi..
c. Biopsi dan pemeriksaan ginjal
Biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal dilakukan pada pasien dengan ukuran
ginjal yang masih mendekati normal, dimana diagnosis secara non invasif tidak bisa
20
ditegakkan. Pemeriksaan histopatologi ini bertujuan untuk mengetahui etiologi, menetapkan
terapi, prognosis, dan mengevaluasi hasil terapi yang sudah diberikan. Biopsi ginjal ini di
kontra indikasikandilakukan pada ginjall yang ukurannhya sudah mengecil ( contracted
kidney ), ginjal polikistik, hipertensi yang tidak terkendali, infeksi perinerfik, gangguan
pembekuan darah, gagal nafas dan obesitas 6 .
8. PENATALAKSANAAN
Perencanaan tatalaksana (action plan) penyakit GGK sesuai dengan derajatnya1,6
Rencana Tatalaksanaan Penyakit GGK sesuai dengan derajatnya
Derajat LFG(ml/mnt/1,73m²) Rencana tatalaksana
1 > 90 terapi penyakit dasar, kondisi komorbid,
evaluasi pemburukan (progession)
fungsi ginjal, memperkecil resiko
kardiovaskuler
2 60-89 menghambat pemburukan (progession)
fungsi ginjal
3 30-59 evaluasi dan terapi komplikasi
4 15-29 persiapan untuk terapi pengganti ginjal
5 <15 terapi pengganti ginjal
Penatalaksanaan pada CKD bersifat konservatif. Penatalaksanaan ini lebih bermanfaat
bila penurunan fungsi ginjal masih ringan. Pengobatan konservatif ini terdiri dari 3 strategi,
yaitu :
1. Memperlambat laju penurunan fungsi ginjala. Pengobatan hipertensi. Target penurunan tekanan darah yang dianjurkan <
140/90 mmHg.b. Pembatasan asupan protein, bertujuan untuk mengurangi hiperfiltrasi
glomerulus dengan demikian diharapkan progresifitas akan diperlambat.
21
Tabel 4. Pembatasan Asupan Protein pada Penyakit GGK
LFG ml/menit Asupan protein g/kg/hari
>60 tidak dianjurkan
25-60 0,6-0,8/kg/hari
5-25 0,6-0,8/kg/hari atau tambahan 0,3 g
asam amino esensial atau asam keton
<60 0,8/kg/hari(=1 gr protein /g
proteinuria atau 0,3g/kg tambahan
asam amino esensial atau asam keton.
c. Retriksi fosfor, untuk mencegah hiperparatirodisme sekunderd. Mengurangi proteinuria. Terdapat korelasi antara proteinuria dan penurunan
fungsi ginjal terutama pada glomerulonefritis kronik dan diabetes. Dalam hal ini ACE inhibitor biasanya digunakan.
e. Mengendalikan hiperlipidemia. Telah terbukti bahwa hiperlipidemia yang tidak terkendali dapat memepercepat progresifitas gagal ginjal. Pengobatan meliputi diet dan olahraga. Pada peningkatan yang berlebihan diberikan obat-obat penurun lemak darah.
2. Mencegah kerusakan ginjal lebih lanjuta. Pencegahan kekurangan cairan
Dehidrasi dan kehilangan elektrolit dapat menyebabkan gangguan prerenal yang masih dapat diperbaiki. Oleh sebab itu perlu ditanyakan mengenai keseimbangnan cairan ( muntah, keringat, diare, asupan cairan sehari-hari), penggunaanobat (diuretik, manitol, fenasetin), dan penyakit lain (DM, kelaian gastrointestinal, ginjal polikistik)
b. Sepsis Sepsis dapat disebabkan berbagai macam infeksi, terutama infeksi saluran kemih. Penatalaksanaan ditujukan untuk mengkoreksi kelainan urologi dan antibiotik yg telah terpilih untuk mengobati infeksi.
c. Hipertensi yang tidak terkendaliTekanan darah umumnya meningkat sesuai dengan perburukan fungsi ginjal. Kenaikan tekanan darah ini akan menurunkan fungsi ginjal. Akan tetapi penurunan tekanan darah yang berlebihan juga aka menyebabkan perfusi ginjal menurun. Obat yang dapat diberikan adalah furosemid, beta blocker, vasodilator, calsium antagonis dan alfa blocker. Golongan tiazid kurang bermanfaat. Spironolakton tidak dapat digunakan karena meningkatkan kalium.
d. Obat-obat nefrotoksik
22
Obat-obat aminoglikosida, OAINS, kontras radiologi, dan obat-obat yang dapat menyebabkan nefritis interstitialis harus dihindari.
e. Kehamilan Kehamilan dapat memperburuk fungsi ginjal, hipertensim meningkatkan terjadinya eklamsia dan menyebabkan retardasi pertumbuhan intrauterine6.
3. Pengelolaan uremia dan komplikasinyaa. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
Pasien dengan CKD sering mengalami peningkatan jumlah cairan ekstrasel karenan retensi cairan dan natrium. Peningkatan cairan intravaskular menyebabkan hipertensi, sementara ekspansi cairan ke interstitial menyebabkan edema. Hiponatremia sering juga dijumpai. Penatalaksanaan yang tepat meliputi retriksi asupan cairan dan natrium, dan pemberian terapi diuretik. Asupan cairan dibatasi < 1 liter/hari, pada keadaan berat < 500ml/hari. Natrium diberikan <2-4 gr/hari, tergantung dari beratnya edema. Jenis diuretik yang menjadi pilihan adalah furosemid. Karena efek furosemid tergantung dari sekresi aktifnya di tubulus proksimal, pasien dengan CKD umumnya membutuhkan dosis yang tinggi (300-500 mg), namun hati-hati terhadap efek sampinya. Apabila tindakan ini tidak membantu harus dilakukan dialisis6.
b. Asidosis metabolikPenurunan kemampuan sekresi acid load pada CKD menyebabkan terjadinya asidosis metabolik, umumnya bila GFR < 25 ml/mnt. Diet rendah protein 0.6 gr/hr dapat membantu mengurangi asidosis. Bila bikarbonat turun sampai < 15-17 mEq/L harus diberikan stubtitusi alkali.
c. Hiperkalemia Hiperkalemia dapat menyebabkan aritmia kordis yang fatal. Untuk mengatasi ini, dapat diberikan :
Kalsium glukonas 10% 10 ml dalam 10 menit IV
Bikarbonas natrikus 50-150 IV dalam 15-30 menit
Insulin dan glukosa 6U insulin dan glukosa 50g dalam waktu 1 jam
Kayexalate (resin pengikat kalium) 25-50 gr oral atau rektal
Bila hiperkalemia tidak dapat diatasi, maka sudah merupakan indikasi untuk dialisis
23
d. Diet rendah proteinDiet rendah protein dianggap akan mengurangi akumulasi hasil akhir metabolisme protein yaitu ureum dan toksik uremik lainya. Selain itu telah terbukti bahwa diet tinggi protein akan mempercepat timbulnya glomerulosklerosis sebagai akibat meningkatnya beban kerja glomerulus dan fibrosis interstitial.kebutuhan kalori harus dipenuhi supaya tidak terjadi pemecahan protein dan merangsang pengeluaran insulin. Kalori yang diberikan adalah sekitar 35 kal/kgBB, protein 0.6gr/ kgBB/ hari dengan nilai biologis tinggi (40% as.amino esensial).
e. AnemiaPenyebab utama anemia pada CKD adalah terjadinya defisiensi eritropoeitin. Penyebab lainya adalah perdarahan gastrointestinal, umur eritrosit yang pendek, serta adanya fakotr yang menghambat eritropoiesis (toksin uremia), malnutrisi dan defisiensi besi.
Transfusi darah hanya diberikan bila perlu dan apabila trasnfusi tersebut dapat memperbaiki keadaan klinis secara nyata.Terapi terbaik apabila Hb <8 g% adalah pemberian eritropoietin, tetapi pengobatan ini masih terbatas karena mahal.
f. Kalsium dan fosforTerdapat 3 mekanisme yang saling berhubngan yaitu hipokalsemia dengan hipoparatiroid sekunder, retensi fosfor oleh ginjal, gangguan pembentukan
1,25 dihidroksikalsiferol metabolit aktif vitamin D. Pada keadaan ini dengan GFR < 30 mL/mnt diperlukan pemberian fosfor seperti kalsium bikarbonat atau kalsium asetat yang diberikan pada saat makan. Pemberian vitamin D juga perlu diberikan untuk meningkatkan absorbsi calcium di usus.
g. Hiperurisemia Alopurinol sebaiknya diberikan 100-300 mg, apabila kadar asam urat > 10 mg/dl atau apabila terdapat riwayat gout1,7.
Inisiasi dialisis
Penatalaksanaan konservatif dihentikan bila pasien sudah memerlukan dialisi tetap atau transplantasi. Pada tahap ini biasanya GFR sekitar 5-10 ml/mnt. Dialisis juga diiperlukan bila:
Asidosis metabolik yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan Hiperkalemia yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan Overload cairan (edema paru) Ensefalopati uremic, penurunan kesadaran Efusi perikardial Sindrom uremia ( mual,muntah, anoreksia, neuropati) yang memburuk.
24
Terapi pengganti ginjal 4
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu
pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis
peritoneal, dan transplantasi ginjal.
1) Hemodialisis
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah(gejala |oksik
azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien
GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG).
Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif.
Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis,
ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak
responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter, muntah persisten, dan Blood Uremic
Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%. Indikasi elektif, yaitu LFG
antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m², mual, anoreksia, muntah, dan astenia berat.
Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai sekarang telah
dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan. Umumnya dipergunakan ginjal buatan
yang kompartemen darahnya adalah kapiler-kapiler selaput semipermiabel (hollow
fibre kidney). Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang umur yang
tertinggi sampai sekarang 14 tahun. Kendala yang ada adalah biaya yang mahal.
2) Dialisis peritoneal (DP)
Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis
(CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik CAPD, yaitu
pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah
menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasien-pasien yang cenderung akan
mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan pembuatan AV
shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal ginjal terminal) dengan residual
urin masih cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-
mortality. Indikasi non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual
tinggi untuk melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal.
25
3) Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal yang dilakukan pada
GGk stadium 5, yaitu pada GFR kurang dari 15 ml/ menit. Pertimbangan program
transplantasi ginjal, yaitu:
a) Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%) faal
ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal ginjal
alamiah
b) Kualitas hidup normal kembali
c) Masa hidup (survival rate) lebih lama
d) Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan obat
imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan
e) Biaya lebih murah dan dapat dibatasi7
9. Pengkajian
1. Apakah diagnosa pada pasien ini sudah tepat?
ya, karena pada anamnesis sesuai dengan diagnosis diikuti dengan
pemeriksaan penunjang Laju Filtrasi Glomerulus kurang dari 10
mL/min/1,73m2
2. Apakah terapi pada pasien ini sudah tepat?
O2 3-5 l
Pemberian oksigen untuk meningkatkan oksigenasi darah pada pasien yang
anemia dan sesak.
RL 20 gtt/m
Ranitidin 2 x I amp I.V
Untuk mengurangi mual dengan menghambat sekresi asam lambung.
Ambroxol 3x1 cth
Sebagai mukolitik untuk pengurangan sputum
As. Folat 2x1
Untuk menangani gejala anemia dan defisiensi asam folat akibat
hemodialisis
26
Ondansetron prn
Ondansetron termasuk kelompok obat Antagonis serotonin 5-HT3, yang
bekerja dengan menghambat secara selektif serotonin 5-hydroxytriptamine
(5HT3) berikatan pada reseptornya yang ada di CTZ (chemoreseceptor trigger
zone) dan di saluran cerna.
Serotonin 5-hydroxytriptamine (5HT3) merupakan zat yang akan
dilepaskan jika terdapat toksin dalam saluran cerna, berikatan dengan
reseptornya dan akan merangsang saraf vagus menyampaikan rangsangan ke
CTZ dan pusat muntah dan kemudian terjadi mual dan muntah.
Tab CaCO3 3 x 1
Untuk mencegah terjadinya hiperkalemia dan mencegah hipokalsemia
Amlodipin 5mg 1x1
Efek antihipertensi amlodipine adalah dengan bekerja langsung sebagai
vasodilator arteri perifer yang dapat menyebabkan penurunan resistensi
vaskular serta penurunan tekanan darah.
Hemodialisis
Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif.
Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis,
ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan paru dan kelebihan cairan yang
tidak responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter, muntah persisten, dan
Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%. Indikasi
elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m², mual, anoreksia, muntah,
dan astenia berat3.
Transfusi PRC 500 cc
Transfusi darah hanya diberikan bila perlu dan apabila trasnfusi tersebut dapat memperbaiki keadaan klinis secara nyata.Terapi terbaik apabila Hb <8 g% adalah pemberian eritropoietin, tetapi pengobatan ini masih terbatas karena mahal.
DAFTAR PUSTAKA
27
1. Brenner BM, Lazarus JM. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume 3 Edisi
13. Jakarta: EGC, 2000.1435-1443.
2. Mansjoer A, et al.Gagal ginjal Kronik. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II Edisi 3.
Jakarta: Media Aesculapius FKUI, 2002.
3. Suhardjono, Lydia A, Kapojos EJ, Sidabutar RP. Gagal Ginjal Kronik. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi 3. Jakarta: FKUI, 2001.427-434.
4. Ganong, WF. 2001. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 20. Jakarta: Penerbit Buku
kedokteran: EGC.
5. Suwitra K. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi
IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2006.
p.581-584.
6. Tierney LM, et al. Gagal Ginjal Kronik. Diagnosis dan Terapi Kedokteran
Penyakit Dalam Buku 1. Jakarta: Salemba Medika.2003.
7. Collaghan C. At a Glance Sistem Ginjal, 2nd ed. Jakarta: Erlangga:2007;p.29-44
28