diare.docx

download diare.docx

of 17

description

gastroenteritis

Transcript of diare.docx

Nama Pesertadr. Elvira Natalya br Perangin-angin

Nama WahanaRSUD Rantau Prapat

TopikAsma Bronkial

Tanggal Kasus02 Desember 2014

Tanggal Presentasi : 16 Januari 2015Nama Pendamping : dr. H. Nauli Asdam Simbolon

Tempat Presentasi : RSUD Rantau Prapat

Objektif Presentasi :

Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan pustaka

Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa

Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil

DeskripsiLaki-laki, 45 Tahun, Penurunan Kesadaran

TujuanMenegakkan Diagnosa Hipoglikemia serta memberikan terapi yang tepat

Bahan Bahasan Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit

Cara Membahas Diskusi Presentasi dan Diskusi Email Pos

Data PasienNama : Darmawaty br SinagaUmur : 35 TahunJenis Kelamin : PerempuanAlamat : Kampung PajakSuku : Batak TobaAgama : IslamNo RM : 13-30-60

Nama RS : RSUD Rantau PrapatNo Telp :Terdaftar Sejak :

Data Utama untuk Bahan Diskusi :

1. Diagnosis/Gambaran Klinis : sesak napas

2. Riwayat Pengobatan : salbutamol 2x1, ventolin inhaler

3. Riwayat Kesehatan/Penyakit : Os memiliki riwayat penyakit Asma bronkial

4. Riwayat Keluarga : -

5. Riwayat Pekerjaan : -

6. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik (Rumah, Lingkungan, Pekerjaan)

7. Riwayat Imunisasi : Imunisasi Lengkap

8. Lain-lain : (Pemeriksaan Fisik, Laboratorium, Pemeriksaan tambahan yang ada)

Daftar pustaka

1. Sudoyo AW, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia Jilid III edisi IV. Jakarta. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI2. S. Snell, Richard. 2002. ClinicalAnatomy for Medical Students. LippincotWilliams & Wilkins Inc: USA3. Guyton, A.C. 1976. Textbook of Medical Physiology. B Saunders Company:Philadelphia. London4. Harrison's Principles of Internal Medicine_ 16th Edn5. Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia : dari sel ke sistem edisi 2.Jakarta: EGC

Hasil Pembelajaran :

1. Diagnosis Hipoglikemia

2. Etiologi Hipoglikemia

3. Penatalaksanaan Hipoglikemia

PORTOFOLIO1. Subjektif :Os datang ke IGD RSUD Rantau Prapat diantar oleh suaminya, dengan keluhan sesak napas. Hal ini telah dialami os 1 hari ini, awalnya os mengeluhkan batuk berdahak selama 3 hari. Selama 2 hari ini sesak sering kambuh dan sembuh dengan pemakain ventolin inhaler di rumah, namun sejak 1 hari ini sesak napas tidak berkurang, kemudian os dibawa ke RSUD Rantau Prapat untuk mendapatkan penanganan.

2. Objektif :Dari hasil anamnesa dan pemeriksaan dapat disimpulkan diagnosa Asma Bronkial

Gambaran KlinisSesak napas

Pemeriksaan FisikStatus PresentSensorium : compos mentis TD : 120/80 mmHgHR : 72 x/iRR : 32x/iT : 37 oC

Status LokalisataKepala : Rambut hitam tidak mudah dicabut Mata : Pupil Isokor, Anemis (-), Ikterik (-) THT : Dalam batas normalThorax : Simetris, Sp : Vesikuler, St : wheezing (+)Abdomen : Soepel, Peristaltik (+/Normal)Ekstremitas Superior/Inferior : Akral pucat dan dingin

Pemeriksaan PenunjangDarah Rutin : Hb 11,7gr/dl, Leukosit 7.400/ul, Trombosit 252.000/ulEKG : Dalam batas normal

3. Assesment :Hipoglikemia adalah kadar glukosa darah seseorang di bawah nilai normal (< 70 mg/dl). Dalam keadaan normal, tubuh mempertahankan kadar gula darah antara 70-110 mg/dL. Namun, hipoglikemia baru menunjukkan gejala jika glukosa darah di bawah 55 mg/dL. Pada penderita hipoglikemia, kadar gula darahnya berada pada tingkat terlalu rendah. Kadar gula darah yang rendah menyebabkan berbagai sistem organ tubuh mengalami kelainan fungsi. Jika kadar gula turun, maka akan terjadi gangguan fungsi otak. Gejala umum hipoglikemia adalah lapar, gemetar, mengeluarkan keringat, berdebar-debar, pusing, pandangan menjadi gelap, gelisah serta bisa koma. Keadaan hipoglikemia yang berat dan berlangsung lama mengakibatkan keadaan yang fatal. Ditandai dengan keadaan pusing, penurunan kesadaran, hingga kejang.

4. Plan :1. Follow Up : 02 Desember 2014Therapy : O2 4-5 L/i IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i Inj metilprednisolon 1 amp/12j Inj Ranitidin 1 amp/12j Salbutamol 2x1 Ambroxol syr 3xC1 Nebule ventolin 1 flc/8j

2. Follow Up : 03 Desember 2014KU : sesak napas, batuk (+)Dx : Asma BronkialTherapy : O2 3-4 L/i IVFD NaCl 20 gtt/i Inj Ranitidin 1 amp/12j Salbutamol 2x1 Ambroxol syr 3xC1 Nebule ventolin 1 flc/8j (k/p)

3. Follow Up : 4 Desember 2014KU : batuk (+)Dx : Asma BronkialTherapy : Os dapat pulang berobat jalan, dengan terapi salbutamol 2x1, ambroxol syr 3xC1, metil prednisolon 1x1 kemudian Kontrol ulang ke Poli klinik Rawat Jalan.

Anjuran : Konsumsi makanan yang bergizi Hindari faktor pencetus sesak napas seperti dingin, batuk, dan debu Kontrol ulang

ASMA BRONKIAL1.1 Definisi Asma merupakan penyakit inflamasi kronis saluran napas yang ditandai dengan mengi episodik, batuk, dan sesak di dada akibat penyumbatan saluran napas. Asma dipengaruhi oleh dua faktor yaitu genetik dan lingkungan, mengingat patogenesisnya tidak jelas, asma didefinisikan secara deskripsi yaitu penyakit inflamasi kronik saluran napas yang menyebabkan hipereaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan, dengan gejala episodik berulang berupa batuk, sesak napas, mengi dan rasa berat di dada terutama pada malam dan atau dini hari, yang umumnya bersifat reversibel baik dengan atau tanpa pengobatan.

1.2 Patofisiologi

Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlahfaktor, antara lain alergen, virus, dan iritan yang dapat menginduksi respons inflamasi akut. Asma dapat terjadi melalui 2 jalur, yaitu jalur imunologis dan saraf otonom. Jalur imunologis didominasi oleh antibodi IgE, merupakan reaksi hipersensitivitas tipe I (tipe alergi), terdiri dari fase cepat dan fase lambat. Reaksi alergi timbul pada orang dengan kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibodi IgE abnormal dalam jumlah besar, golongan ini disebut atopi. Pada asma alergi, antibodi IgE terutama melekat pada permukaan sel mast pada interstisial paru, yang berhubungan erat dengan bronkiolus dan bronkus kecil. Bila seseorang menghirup alergen, terjadi fase sensitisasi, antibodi IgE orang tersebut meningkat. Alergen kemudian berikatan dengan antibodi IgE yang melekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini berdegranulasi mengeluarkan berbagai macam mediator. Beberapa mediator yang dikeluarkan adalah histamin,leukotrien, faktor kemotaktik eosinofil dan bradikinin. Hal itu akan menimbulkan efek edema lokal pada dinding bronkioluskecil, sekresi mukus yang kental dalam lumen bronkiolus, dan spasme otot polos bronkiolus, sehingga menyebabkan inflamasi saluran napas. Pada reaksi alergi fase cepat, obstruksi saluran napas terjadi segera yaitu 10-15 menit setelah pajanan alergen. Spasme bronkus yang terjadi merupakan respons terhadap mediator sel mast terutama histamin yang bekerja langsung pada otot polos bronkus. Pada fase lambat, reaksi terjadi setelah 6-8 jam pajanan alergen dan bertahan selama 16--24 jam, bahkan kadang-kadang sampai beberapa minggu. Sel-sel inflamasi seperti eosinofil, sel T, sel mast dan Antigen Presenting Cell (APC) merupakan sel-sel kunci dalam patogenesis asma. Pada jalur saraf otonom, inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast intralumen, makrofag alveolar, nervusvagus dan mungkin juga epitel saluran napas. Peregangan vagal menyebabkan refleks bronkus, sedangkan mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast dan makrofag akan membuat epitel jalan napas lebih permeabel dan memudahkan alergen masuk ke dalam submukosa, sehingga meningkatkan reaksi yang terjadi. Kerusakan epitel bronkus oleh mediator yang dilepaskan pada beberapa keadaan reaksi asma dapat terjadi tanpa melibatkan sel mast misalnya pada hiperventilasi, inhalasi udara dingin, asap, kabut dan SO. Pada keadaan tersebut reaksi asma terjadi melalui refleks saraf. Ujung saraf eferen vagal mukosa yang terangsa menyebabkan dilepasnya neuropeptid sensorik senyawa P , neurokinin A dan Calcito- nin Gene Related Peptide (CGRP). Neuropeptida itulah yang menyebabkan terjadinya bronkokonstriksi, edema bronkus, eksudasi plasma, hipersekresi lendir , dan aktivasi sel-sel inflamasi. Hipereaktivitas bronkus merupakan ciri khas asma, besarnya hipereaktivitas bronkus tersebut dapat diukur secara tidak langsung, yang merupakan parameter objektif

Faktor resiko1. Dosis yang digunakan terlalu besar.1. Pemakaian yang tidak teratur .1. Tidak ada pengecekan dari dokter selama pengobatan.

Efek yang ditimbulkan Terganggunya fungsi otak

Glukosa merupakan bahan metabolik dasar dari otak. Apabila terjadi gangguan asupan glukosa dalam sirkulasi dapat menyebabkan disfungsi sistem saraf pusat, gangguan kognisi, bahkan sampai koma.

Patofisiologi ( Obat Hipoglikemi )

ATP-sensitive K channel depolarisasi

Obat sulfonilurea dapat merangsang sekresi insulin dari granul granul sel pankreas, melalui ATP-sensitive K channel sehingga kanal Ca depolarisasi yang mengakibatkan insulinnya keluar. Namun apabila faktor resiko penggunaan obat ( dosis berlebih, pemakaian tidak teratur, dan tidak ada control dari dokter ) dapat menyebabkan ambilan glukosa juga berlebih, sehingga gula darah menjadi turun dan menyebabkan hipoglikemi.

1.1. Etiologi Faktor Predisposisi HipoglikemiaBerbagai faktor yang merupakan predisposisi atau mempresipitasi dari keadaan hipoglikemia adalah :1. Kadar insulin berlebihan Dosis berlebihan Peningkatan bioavaibilitas insulin2. Peningkatan sensitivitas insulin Defisiensi hormon kontra-regulator : penyakit Addison, hipopituarisme Penurunan berat badan Latihan jasmani, postpartum, variasi siklus menstruasi3. Asupan karbohidrat kurang Makan tertunda atau lupa, porsi makan kurang Anoreksia nervosa Muntah, gastroparesis Menyusui 4. Lain-lain Absorpsi yang cepat Alkohol, obat (salisilat, sulfonamid, penyekat beta non selektif, pentamidin)

Hipoglikemia Puasa (Post-absorbsi)Hipoglikemia yang terjadi setelah absorbsi selesai, atau sekitar 2 jam atau lebih setelah makan. Obat-obatan : terutama insulin, sulfonilurea, etanol, kadang-kadang quinin, pentamidin, jarang salisilat, sulfonamid, dll Penyakit kritis : gagal hati, ginjal, atau jantung, sepsis, inanis (keadaan yang ditandai oleh kelemahan jelas, penurunan BB berlebihan, dan penurunan metabolisme akibat ketidakcukupan makanan yang berkepanjangan) Defisiensi hormon : kortisol, growth hormone, atau keduanya, glukagon dan epinefrin (pada diabetes-defisiensi insulin) Tumor non-sel Hiperinsulinisme endogen : insulinoma, gangguan lain sel , perangsang sekresi insulin (sulfonilurea, dll), autoimun (autoantibodi terhadap insulin atau reseptor insulin), sekresi insulin ektopik Gangguan pada bayi atau anak-anak : intoleransi transien pada puasa, hiperinsulinisme kongenital, defisiensi enzim keturunan

Hipoglikemia reaktif (postprandial)Hipoglikemia yang terjadi setelah makan Postgastrektomi Sindrom noninsulinoma pankreatogenus hipoglikemia Penyebab lain hiperinsulinisme endogen Intoleransi fruktosa herediter, galaktosemia Idiopatik

Respon Fisologis terhadap HipoglikemiaGlukosa merupakan bahan metabolisme obligat untuk otak pada keadaan fisiologi. Otak tidak dapat sintesis glukosa ataupun menyimpan glukosa lebih dari beberapa menit sehingga otak membutuhkan glukosa yang terus menerus dan berlanjut dari sirkulasi arteri. Jika glukosa plasma arteri turun dibawah batas fisiologis, transport glukosa darah ke otak mengalami gangguan sehingga tidak dapat memenuhi metabolisme energi dan fungsinya. Sehingga dengan adanya mekanisme kontra regulator dapat menjaga dan memperbaiki keadaan hipoglikemia secara cepat.

Glukoneogenesis dibutuhkan untuk menjaga kebutuhan glukosa melalui prekusor dari otot dan jaringan lemak ke hati dan ginjal. Otot menghasilkan lactate, pyruvate, alanine, glutamine, dan asam amino lainnya. Trigliserida pada jaringan lemak akan dipecah menjadi asam lemak dan gliserol, ini merupakan prekusor glukogenik. Asam lemak merupakan energi oksida alternatif untuk jaringan selain dari otak.

Respon Fisiologis Hipoglikemia (Harrison Principles of Interna Medicine)Physiology of glucose counterregulationthe mechanisms that normally prevent or rapidly correct hypoglycemia. In insulin-deficient diabetes, the key counterregulatory responsessuppression of insulin and increases of glucagonare lost, and the stimulation of sympathoadrenal outflow is attenuated.

Keseimbangan glukosa sistemik keadaan dimana konsentrasi glukosa plasma dalam keadaan normal dipengaruhi oleh hubungan dari hormon, signal neuron, dan efek substrat endogen yang akan meregulasi produksi glukosa dan penggunaan glukosa oleh jaringan selain dari otak. Dalam regulasi faktor yang paling berperan adalah insulin. Jika level plasma menurun dibawah fisiologis pada keadaan puasa maka sekresi insulin pankreas mengalami penurunan, kemudian terjadi peningkatan glikogenolisis dan glukoneogenesis di hati. Penurunan level insulin juga menurunkan penggunaan glukosa pada jaringan periperal, menginduksi lipolisis dan proteolisis, dengan demikian terjadi pelepasan prekusor glukoneogenik. Penurunan sekresi insulin merupakan pertahanan pertama dalam merespon keadaan hipoglikemia.Mekanisme kontraregulator dimana glukagon dan epinefrin merupakan dua hormon yang disekresikan pada kejadian hipoglikemia akut. Glukagon hanya bekerja dihati. Glukagon mula-mula meningkatkan glikogenolisis dan kemudian glukoneogenesis, epinefrin selain meningkatkan glikogenolisis dan glukoneogenesis dihati juga menyebabkan lipolisis di jaringan lemak serta glikogenolisis dan proteolisis di otot. Gliserol, hasil lipolisis, serta asam amino (alanin dan aspartat) merupakan bahan baku (precusor) glukoneogenesis hati.Epinefrin juga meningkatkan glukoneogenesis diginjal, yang pada keadaan tertentu merupakan 25% produksi glukosa tubuh. Pada keadaan hipoglikemia yang berat, walaupun kecil hati juga menunjukan kemampuan otoregulasi. Kortisol dan growth hormon berperan pada keadaan hipoglikemia yang berlangsung lama, dengan cara melawan kerja insulin di jaringan perifer (lemak dan otot) serta meningkatkan glukoneogenesis. Defisiensi growth hormon (panhipopituitarisme) dan kortisol (penyakit Addison) pada individu kemungkianan menimbulkan hipoglikemia yang umumnya bersifat ringan. Sel pankreas terhadap hipoglikemia adalah dengan menghambat sekresi insulin dan turunnya kadar insulin didalam sel berperan dalam sekresi glukagon oleh sel . Respon fisiologi utamaterhadap hipoglikemia terjadi sesudah neuron di VMH yang sensitif terhadap glukosa teraktivasi dan kemudian mengaktifkan sistem saraf otonomikdan melepaskan hormon-hormon kontraregulator.

Respon Fisiologis Hipoglikemia

1.2. Manifestasi KlinisPada hipoglikemia akut menunjukan gejala dan tanda hipoglikemia ditandai dengan Triad Whipple, yakni:1. Keluhan yang menunjukan adanya kadar glukosa plasma yang rendah1. Kadar glukosa darah yang rendah < 3 mmol/L (55 mg/dL)1. Kepulihan gejala setelah kelainan biokimiawi dikoreksiPada pasien diabetes dan insulinoma dapat kehilangan kemampuannya untuk menunjukan atau mendeteksi keluhan dini hipoglikemia. Dengan menambah kriteria klinis pada pasien diabetes yang mendapat terapi, hipoglikemia dapat dibagi menjadi hipoglikemia ringan, sedang, dan berat.a. RinganSimtomatik, dapat diatasi sendiri, tidak ada gangguan aktivitas sehari-hari yang nyatab. SedangSimtomatik, dapat diatasi sendiri, menimbulkan gangguan aktivitas sehari-hari yang nyatac. Berat Sering (tidak selalu) tidak simptomatik, karena gangguan kognitif pasien tidak mampu mengatasi sendiri1. Membutuhkan pihak ketiga tetapi tidak memerlukan terapi parenteral2. Membutuhkan terapi parenteral (glukagon intramuskular atau glukosa intravena)3. Disertai dengan koma dan kejangHipoglikemia juga terbagi menjadi hipoglikemia akut dan hipoglikemia subakut dan kronik. Hipoglikemia akut adalah penurunan cepat glukosa plasma hingga mencapai kadar rendah. Hipoglikemia akut bisa terjadi pada penderita diabetes ataupun tidak. Pada penderita diabetes, hipoglikemia disebabkan penyerapan insulin eksogen berlebihan. Sedangkan, pada non-diabetes, hipoglikemia disebabkan hipersekresi insulin reaktif. Gejala hipoglikemia akut yakni perasaan cemas, gemetar, perasaan tidak wajar/canggung. Selain itu, biasanya disertai palpitasi, takikardia, berkeringat, perasaan lapar.Hipoglikemia subakut dan kronik adalah penurunan glukosa plasma secara relatif lambat. Hipoglikemia ini merupakan akibat dari hiperinsulinemia (biasanya akibat insulinoma) ataupun gangguan metabolik fungsi hati (misalnya hipoglikemia alkohol). Gejalanya yaitu perasaan kacau progresif, tingkah laku tidak wajar, rasa lelah, dan mengantuk. Dapat timbul kejang atau koma bila pasien tidak makan. Gejala hipoglikemia akut yang sering dijumpai pada pasien diabetes

OtonomikNeuroglikopenikMalaise

BerkeringatJantung berdebarTremorLapar BingungMengantukSulit berbicaraInkoordinasiPerilaku yang berbedaGangguan visualParestesi MualSakit kepala

1.3. Diagnosa Demam Rematik

1.4. PenatalaksanaanGlukosa oralTerapi 10-20 g glukosa oral harus segera diberikan. Idealnya dalam bentuk tablet, jelly, atau 150-200 ml minuman yang mengandung glukosa seperti jus buah segar dan nondiet cola. Sebaiknya coklat manis tidak diberikan karena lemak dalam coklat dapat menghambat absorpsi glukosa. Bila pasien kesulitan dalam menelan dan keadaan tidak terlalu gawat, pemberian madu atau gel glukosa bisa lewat mukosa mulut

Glukosa intramuskularGlukagon 1 mg secara intramuskular dapat diberikan dan hasilnya akan tampak dalam 10 menit. Bila pasien sudah sadar pemberian glukagon diikuti dengan pemberian glukosa oral 20 g dan dilanjutkan dengan pemberian 40 g karbohidrat dalam bentuk tepung untuk mempertahankan pemulihan. Pemberian glukagon diberikan pada pasien akibat insulin, sedangkan jika diakibatkan oleh sulfonilurea jangan diberikan glukagon dikarenakan pemberian glukagon akan meningkatkan sekresi insulin dan menghambat menghambat enzim yang berguna untuk glikogenesis.

Glukosa intravenaPemberian glukosa dengan konsentrasi 50 % terlalu toksik untuk jaringan dan 75-100 ml glukosa 20 % atau 150-200 ml glukosa 10 % dianggap lebih aman. Ekstravasasi glukosa 50 % dapat menimbulkan nekrosis yang memerlukan amputasi

Menurut rumus 3-2-1Pasien diberikan terapi bolus glukosa 40% (dekstose 40%) IV dilakukan karena terjadinya syok hipoglikemik, diberikan D40% IV agar keadaan glukosa dalam darah lebih cepat meningkat. Selama pemantauan pasien mengalami peningkatan kadar gula darah. Kemudian diberikan infus glukosa maintance 10% per 6 jam atau 1-2 ml/menit (20-40 tetes/menit) untuk mempertahankan glukosa serum. Glukosa serum diukur setiap 2 jam setelah terapi dimulai sampai pengukuran berada diatas 40mg/dL, karena proses glikolisis terjadi selama 2 jam setelah pemberian glukosa. Selanjutnya, kadar harus diperiksa setiap 4-6 jam dan pengobatan secara bertahap dikurangi dan akhirnya dihentikan bila kadar glukosa serum telah berada pada kisaran normal.

Injeksi glukosa 40% Intra vena 25 ml (encerkan 2x dengan aqua injeksi) juga infus glukosa 10% atau Dekstrose 10%. Bila belum sadar dapat diulang 25 cc glukosa 40% setiap 30 menit. Dapat diulang sampai 6x sampai penderita sadar. 1 flakon D40% 24 meq dapat menaikkan kadar gula darah 25-50 mg/dl. Periksa Gula Darah Sewaktu 30 menit setelah Intra vena terakhir. Jika GDS lebih dari 200 mg/dL, lebih dari 100 mg/dL dalam 3 kali pemeriksaan berturut-turut dipertimbangkan dengan mengganti infus dektrosa 5% atau NaCl 0,9%.Bila pasien belum sadar dengan nilai GDS lebih dari 200 mg/dL, diberikan hidrokortison 100 mg/4 jam selama 12 jam atau deksametason 10 mg IV bolus dilanjutkan 2 mg tiap 6 jam dan manitol 1,5-2 g/kgBB IV setiap 6-8 jam. Selanjutnya dicari penyebab lain dari penurunan kesadaran (kemungkinan edema cerebri).

1.5. KomplikasiOtak memerlukan glukosa paling tidak 6 gram setiap jamnya, jangan sampai hipoglikemia memberikan kerusakan otak yang ireversibel sehingga menimbulkan koma hingga kematian.

LAPORAN KASUS

1. IdentitasNama : DormanUmur : 45 TahunJenis Kelamin : Laki-lakiAlamat : Padang MatinggiSuku : JawaAgama : Islam

2. AnamnesaKeluhan UtamaOs datang ke IGD RSUD Rantau Prapat diantar oleh Istri dan anaknya, dengan keluhan penurunan kesadaran. Riwayat Penyakit SekarangHal ini telah dialami os 1 hari ini, awalnya os mengeluhkan kepalanya oyong disertai mual, gemetaran,dan jantung berdebar-debar. Beberapa jam kemudian os merasa tubuhnya lemas, tidak sanggup untuk duduk dan berjalan, hingga tidak sadar. Istri Os mengatakan pagi hari os belum makan tetapi minum obat gula.Istri Os juga mengatakan os memiliki riwayat penyakit gula 2 tahun ini, tidak pernah berobat, tetapi membeli obat gula diapotik tanpa resep dokter. Kemudian os dibawa ke RSUD Rantau Prapat untuk mendapatkan penanganan.Riwayat Penyakit TerdahuluDM Tipe 2 sudah dialami 2 tahun iniRiwayat Pengobatan Os menggonsumsi obat hiperglikemia oral yaitu: Metformin 500 mg 3x1, dan Glibenclamide 5 mg 2x1 tanpa anjuran Dokter.

3. Pemeriksaaan FisikStatus PresentSensorium : SoporTD : 100/80 mmHgHR : 72 x/iRR : 24 x/iT : 37 oC

Status LokalisataKepala : Rambut hitam tidak mudah dicabut Mata : Pupil Isokor, Anemis (-), Ikterik (-) THT : Dalam batas normalThorax : Simetris, Sp : Vesikuler, St : -Abdomen : Soepel, Peristaltik (+/Normal)Ekstremitas Superior/Inferior : Akral pucat dan dingin

4. Pemeriksaan PenunjangDarah Rutin : Hb 12gr/dl, Leukosit 8.000/ul, Trombosit 243.000/ulKGD Ad Random : 24 mg/dlEKG : Dalam batas normal

5. Diagnosa Banding Hipoglikemia Stroke Edema Serebri

6. Penatalaksanaan 2. Follow Up : 26 November 2014Therapy : O2 2-3 L/i IVFD Dextrose 10% 20 gtt/i Inj Dextrose 40% 50 ml 2 flc Inj Ranitidin 1 amp/12j Obat Hiperglikemia Oral distop sementara Cek KGD Ad Random/30 menit 238 mg/dl (Os telah sadar)

2. Follow Up : 27 November 2014KU : LemasDx : HipoglikemiaTherapy : O2 2-3 L/i (KP) IVFD Nacl 0,9 % 20 gtt/i Inj Ranitidin 1 amp/12j Metformin 500 mg 1x1

KegiatanPeriodeHasil yang diharapkan

Laboratorium Hari Rawat Inap ke-2Hb 11gr/dl,Leukosit 8.000/ul,Trombosit 325.000/ulKGD Ad random 154 mg/dl

2. Follow Up : 28 November 2014KU : -Dx : HipoglikemiaTherapy : IVFD Nacl 0,9% 20 gtt/i Inj Ranitidin1 amp/12j KGD Ad Random 155 mg/dl Os dapat pulang berobat jalan, dengan terapi Metformin 500 mg 1x1, Neurodex tab 1x1. 3 hari kemudian Kontrol ulang ke Poli klinik Rawat Jalan.Anjuran : Konsumsi makanan yang rendah gula Konsumsi buah dan sayur secukupnya Kontrol ulang (Cek KGD)

DAFTAR PUSTAKA

6. Sudoyo AW, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia Jilid III edisi IV. Jakarta. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI7. S. Snell, Richard. 2002. ClinicalAnatomy for Medical Students. LippincotWilliams & Wilkins Inc: USA8. Guyton, A.C. 1976. Textbook of Medical Physiology. B Saunders Company:Philadelphia. London9. Harrison's Principles of Internal Medicine_ 16th Edn10. Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia : dari sel ke sistem edisi 2.Jakarta: EGC

http://www.drugs.com/monograph/dextrose.htmlhttp://www.nmschoolhealthmanual.org/forms/sectionIV/04_Guidelines_Hypoglycemia.pdfhttp://ners.unair.ac.id/materikuliah/MP-HPOHIPERGLIKEMIA.pdf

1.