Diantara 2 hari

5
Diantara 2 Hari Ada 2 hari yang kubenci setiap tahun. Aku berharap tidak pernah ada hari itu setiap tahunnya. Sehingga aku tak perlu mengingat masa laluku. Masa lalu yang membuatku terpuruk. Ya… sangat terpuruk. Dua hari itu adalah hari ulang tahunku dan hari dimana tahun baru datang. Aku benci dua hari itu. Ya… sangat membencinya. Hari ulang tahun. Dimana setiap anak akan bahagia ketika hari ulang tahunnya tiba. Tapi tidak bagiku. Aku selalu merasa takut ketika hari itu tiba. Karena di hari itu, aku akan menyadari bahwa aku sendiri. Tanpa setitikpun kasih sayang. Tanpa setitikpun pengertian. Aku ingat saat itu. Saat aku masih kecil. Aku tak bisa ingat saat itu berapa umurku. Pagi-pagi sekali ibu sudah berkutat di dapurnya. “Ibu, ibu sedang apa?”, tanyaku. Saat itu aku baru saja bangun tidur. Dan mendengar suara-suara di dapur.

description

Diantara 2 hari Karya : Erika Simanjuntak

Transcript of Diantara 2 hari

Page 1: Diantara 2 hari

Diantara 2 Hari

Ada 2 hari yang kubenci setiap tahun. Aku berharap tidak pernah ada hari itu setiap

tahunnya. Sehingga aku tak perlu mengingat masa laluku. Masa lalu yang membuatku

terpuruk. Ya… sangat terpuruk.

Dua hari itu adalah hari ulang tahunku dan hari dimana tahun baru datang. Aku benci

dua hari itu. Ya… sangat membencinya.

Hari ulang tahun. Dimana setiap anak akan bahagia ketika hari ulang tahunnya tiba.

Tapi tidak bagiku. Aku selalu merasa takut ketika hari itu tiba. Karena di hari itu, aku

akan menyadari bahwa aku sendiri. Tanpa setitikpun kasih sayang. Tanpa setitikpun

pengertian.

Aku ingat saat itu. Saat aku masih kecil. Aku tak bisa ingat saat itu berapa umurku.

Pagi-pagi sekali ibu sudah berkutat di dapurnya.

“Ibu, ibu sedang apa?”, tanyaku. Saat itu aku baru saja bangun tidur. Dan mendengar

suara-suara di dapur.

Page 2: Diantara 2 hari

“Hai… Sayang, kau lupa? Hari ini hari ulang tahunmu!”, kata ibu ku. “Selamat ulang

tahun sayang.

“Eh..oh… iya aku lupa!”, kataku disertai cengiran khas milikku.

Ibuku hanya mengacak-acak rambutku. Aku hanya tersenyum menanggapinya. Hatiku

benar-benar bahagia.

“Sekarang, mandi dan pergi sekolah ya!”, kata ibuku lembut sekali.

“Tapi bu…”,aku mulai merajuk agar tidak berangkat sekolah hari ini.

“Tidak bisa Indi, kau harus tetap berangkat sekolah hari ini.”,itu suara kakakku.

Terkadang dia membuatku menangis. Tapi menurutku itu bentuk kasih sayangnya.

Daripada tak disapa sama sekali. Oh iya kakakku itu sudah anak kuliah.

“Kaaaakkk…”

“…”,kakakku hanya menggeleng tanpa mengucapkan 1 katapun. kataku dan langsung

ngeloyor ke kamar mandi.

Disekolah memang tak ada yang tau ulang tahunku. Dan aku tak berharap ucapan dari

mereka. Yang ada dalam pikiranku hanya makan bersama keluargaku. Ayah, ibu,

kakak dan aku. Memang hanya kue ulang tahun . Tapi yang lebih berarti bagiku

adalah kebersamaan kami. Dan dengan itu artinya mereka mengakuiku karena

mengingat ulang tahunku.

Malampun tiba. Tibalah makan malam kami dengan satu hal yang special. Ulang

Page 3: Diantara 2 hari

tahunku. Kami tertawa bersama. ,

Oh iya aku ingat itu hari ulang tahunku yang ke-15. Dan seingatku itulah hari terakhir

ibuku ingat ulang tahunku. Bahkan ayah tak mau mengingatnya. Dan aku masih ingat

hari itu hari terakhirku tersenyum dengan hati. Ya… setelah itu semua berubah. Ibu

sibuk dengan dirinya. Ayah sibuk dengan pekerjaannya. Sementara kakak harus fokus

pada studynya.

Setiap tahun barupun begitu. Aku tak pernah mengenal tahun baru. Karna bagiku

mengingat tahun baru sama saja membuka luka lama yang belum kering di hatiku.

Bahkan tahun ini. Tahun ini adalah ulang tahun ke 15. Yang kudapatkan tahun ini

hanya kosong. Detik-detik menuju denting jam di 00.00 hanya kuisi dengan tangis.

Aku menangis dalam diam. Karena kakakku satu-satunya sedang tidur disampingku.

Aku hanya meniup lilin sendirian. Berharap semua berubah. Tak ada canda tawa.

Yang ada hanya pilu. Ya… aku terus menangis dalam diam. Meski itu didepan

kakakku sendiri. Aku tak mau terlihat rapuh.

Aku tersenyum pada semua orang. Aku berakting seolah-olah aku bahagia. Seolah-

olah tak memiliki masalah. Aku tau aku munafik. Tapi biarlah. Rasa sakit ini, rasa

kesepian ini terlalu sulit kubagi. Indi yang mereka kenal bukanlah Indi. Indi adalah

sosok yang tak mereka tau.

Aku lebih nyaman menangis sendirian. Aku lebih menyukai menangis tanpa suara.

Mungkin memang lebih menyayat. Tapi lebih melegakan.

“Air matamu bisa habis jika kau menangis terus, Indi!”, itu kata kakakku. Tapi itu

Page 4: Diantara 2 hari

dulu. Indi yang sekarang bukanlah orang yang akan tertipu dengan kata-kata

penghibur seperti itu.

Memang sempat terlintas dibenakku. Ingin rasanya ketika aku menangis ada yang

memelukku. Ada yang merelakan pundaknya untuk tempat ku bersandar. Ada yang

menyediakan tangannya untuk merengkuhku dalam pelukannya dan membiarkanku

menangis disana.

Tapi mana mungkin. Aku terlalu tertutup. Tak mudah bagiku membagi ceritaku pada

orang lain. Aku menutupi itu semua dengan sok peduli pada orang lain. Padahal aku

tak pernah memperdulikan diriku sendiri.

Hari tahun barupun terkena imbasnya. Seingatku saat itu aku kelas 1 SMP ketika aku

mulai mengenal apa itu malam tahun baru. Ketika teman-temanku bercerita apa yang

akan mereka lakukan bersama keluarga mereka. Aku hanya bisa diam.

“Indi.. Indi kau tahu nggak?”, tanya Rinda padaku.

“Nggak”, jawabku dengan nada ketus karena saat itu masih pelajaran dan gurunya

mengerikan.

Kulihat temanku kecewa atas jawabanku. Aku sungguh merasa bersalah. Bagiku

cukup aku saja yang terus merasakan rasa sakit dan kecewa. Aku tak mau temanku

juga kecewa.

Bel istirahat tiba. Saatnya aku mendengarkan ocehan panjang dari cerita Rinda.

Setiap tahun jika malam tahun baru aku dan keluargaku selalu bakar jagung atau

apapun. Kadang bakar daging ayam, sapi. Apapun yang kami beli. Oh iya jangan

lupakan kembang apinya. Jadi sambil bakar-bakar kami menyalakan kembang api.”,

Page 5: Diantara 2 hari

jelasnya panjang lebar.

“Ooooo”, hanya itulah yang keluar dari mulutku.

Aku tau itu menyebabkan luka di tubuhku. Tapi siapa peduli. Luka-luka ditubuhku

lebih nyata dan akan sembuh lalu menghilang bekasnya setelah beberapa hari. Tapi

luka dihatiku entah akan sembuh atau tidak aku tak tau.

Seandainya 2 hari itu tak pernah ada. Tapi mana mungkin. Hari itu akan tetap ada dan

tetap menciptakan luka.

Harapanku sekarang hanyalah semoga ada orang yang mau menyembuhkan dan

menghapuskan luka ini.

Seandainya 2 hari itu tak pernah ada. Tapi mana mungkin. Hari itu akan tetap ada dan

tetap menciptakan luka.

Harapanku sekarang hanyalah semoga ada orang yang mau menyembuhkan dan

menghapuskan luka ini.

Aku sadar 2 hari yang tak pernah aku senangi ini berbuah manis di tahun baru dan

ulang tahunku ini. Aku tak akan melupakan hari ini.

Ku melamun sendiri memandang mereka yang asyik menikmati malam di gasebo

dekat kolam renang. Aku tersenyum sendiri, betapa beruntungnya aku ini dilahirkan,

dibesarkan. Aku tak perlu menuntun apa-apa, semua ada, hanya kasih sayang kurang

untukku tapi aku merasa senang. Aku tahu kedua orangtuaku bekerja untukku.

Kebahagiaan memang tak pernah dapat dinilai, hanya dapat dirasakan. Karena

makna kebahagiaan akan datang dengan sendirinya seperti kita memaknai hidup ini.

Aku sadar 2 hari yang tak pernah aku senangi ini berbuah manis di tahun baru dan

ulang tahunku ini.