Diagnosis Penyakit Bakterial

53
Diagnosis Penyakit Bakterial Laporan praktikum ke-1 Hari/Tanggal : Jum’at/ 17 Februari 2012 m.k. Teknik Pencegahan Penyakit Kelompok/ shift : 4/ 2 dan Pengobatan Ikan Dosen : Dr. Munti Yuhana M.Si Asisten : 1. M.Arif , S.Pi 2. Dwi Febrianti, S.Pi DIAGNOSIS PENYAKIT BAKTERIAL Disusun oleh: KELOMPOK 4 Dian Novita Sari J3H110045 David Casidi J3H110038 Muhammad Jayadi J3H110040 Hario Tetuko J3H110044

description

oleh dian's IPB

Transcript of Diagnosis Penyakit Bakterial

Page 1: Diagnosis Penyakit Bakterial

Diagnosis Penyakit Bakterial

Laporan praktikum ke-1                      Hari/Tanggal       : Jum’at/ 17 Februari 2012m.k. Teknik Pencegahan Penyakit        Kelompok/ shift  : 4/ 2dan Pengobatan Ikan                           Dosen                 : Dr. Munti Yuhana M.Si                                Asisten              : 1. M.Arif , S.Pi                                                                                       2. Dwi Febrianti, S.Pi

DIAGNOSIS PENYAKIT BAKTERIAL

Disusun oleh:KELOMPOK 4

Dian Novita Sari         J3H110045David Casidi               J3H110038Muhammad Jayadi      J3H110040Hario Tetuko               J3H110044

Page 2: Diagnosis Penyakit Bakterial

TEKNOLOGI PRODUKSI DAN MANAJEMEN PERIKANAN BUDIDAYAPROGRAM DIPLOMA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR2011

I.  PENDAHULUANI.I Latar belakang

Sakit pada ikan yaitu suatu keadaan abnormal yang ditandai dengan penurunan kemampuan ikan dalam mempertahankan fungsi-fungsi fisiologik normal. Timbulnya sakit dapat diakibatkan infeksi patogen yang apat berupa bakteri, virus, fungi atau parasit. Sakit dapat pula akibat defisiensi atau malnutrisi, atau sebab-sebab lain (Irianto 2005). Sedangkan menurut Austin and Austin (1999), secara umum faktor-faktor yang terkait dengan timbulnya penyakit merupakan interaksi dari 3 faktor yaitu inang, patogen, dan lingkungan atau stressor eksternal (yaitu perubahan lingkungan yang tidak menguntungkan, tingkat higienik yang buruk, dan stres).

Penyakit ikan dapat didefinisikan sebagai segala sesuatu yang dapat menimbulkan gangguan suatu fungsi atau struktur dari alat tubuh atau sebagian alat tubuh, baik secara langsung maupun tidak langsung. Mendiagosis serangan penyakit pada ikan merupakan cara yang tepat untuk mengetahui penyebab serangan dan jenis penyakitnya. Jenis penyakit perlu dipastikan secepat mungkin, karena air sebagai media hidup ikan akan memungkinkan penularan penyakit secara meluas dalam waktu relatif cepat. Perubahan patologis pada berbagai organ eksternal maupun internal sering kali sudah memberi petunjuk pada jenis penyakit tertentu. Perubahan patologis memberi petunjuk pada jenis penyakit sebelum kematian dan setelah kematian (post mortum) secara teliti terhadap organ eksternal maupun internal (Kordi 2004).

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan adalah aspek luar kulit (warna, perubahan warna menjadi pucat, hemoragik/ pendarahan di dalam, luka-luka, dan parasit), sirip dan ekor (perubahan morfologi, hilangnya warna, dan hemoragik), sungut (patah, rusak, memendek, dan hemoragik), bentuk (skoliosis, skordosis, kifosis), dan mata (kekeruhan lensa dan hemoragik) (Kordi 2004).

Penyuntikan dapat dilakukan melalui bagian perut (intraperitoneal), pembuluh vena (intravenous), dan bagian otot (intramuscular). Kelebihan penyuntikan dengan metode intramuscular adalah relatif lebih aman karena jauh dari organ dalam dan penyebaran obat lebih cepat. Namun, kelemahan yang dimilikinya adalah volume penyuntikan 1-2 µl/g, dapat menimbulkan pembengkakkan dan iritasi, pada penyuntikan ikan kecil dibutuhkan microsyringe, dan obat yang disuntikkan (Ovaprim) dapat keluar lagi (Fakhriansyah. 2010).

1.2 TujuanTujuan dari praktikum ini adalah mempelajari diagnosis penyakit Motile Aeromonas

Septicaemia pada ikan lele yang disebabkan oleh Aeromonas Hydrophila dan diagnosa penyakit Streptococcosis pada ikan nila yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus agalactiae

II.  METODOLOGI2.1 Waktu dan Tempat            Praktikum dilaksanakan pada hari Jum’at, 10 Februari 2012, pukul 08.00-11.20 WIB, bertempat di Laboratorium CA BIO 2, dan pengamatan dilaksanakan setiap hari mulai hari Jum’at hingga Kamis, tanggal 10-16 Februari 2012 bertempat di BAK, Cilibende, Institut Pertanian Bogor.

Page 3: Diagnosis Penyakit Bakterial

2.2 Alat dan BahanAlat yang digunakan adalah 1 set alat bedah, baki, akuarium, instalasi aerasi, syringe,

serbet/ lap, seser, alat tulis, buku, dan kamera. Bahan yang ikan nila dan ikan lele, biakan bakteri Aeromonas hydrophila dan Streptococcus agalactiae.

2.3 Prosedur KerjaSemua alat dan bahan disiapkan. Kemudian wadah/ akuarium disiapkan lalu disanitasi.

Setelah itu diisi air dan dipasangi aerasi. Selanjutnya respon ikan kontrol diamati, lalu dibedah dan didokumentasikan. Kemudian sebanyak 5 ekor ikan yang akan disuntik serta bakteri yang akan disuntikkan disiapkan. Bakteri diambil dengan menggunakan syringe sesuai dengan kebutuhan. Selanjutnya, masing-masing ikan disuntik dengan bakteri sebanyak 0,1mL/ikan. Ikan disuntik secara IM (Intramuskular) dan IP (Intraperitonial). Ikan yang disuntik secara IM, disuntik pada bagian urat daging di bawah sirip dorsal depan dan yang disuntik secara IP disuntik pada bagian perut. Ketika penyuntikan dilakukan, mata ikan ditutup agar ikan tidak berontak. Setelah penyuntikan selesai, ikan dimasukkan ke akuarium yang telah disiapkan. Pengamatan dilakukan setiap hari ketika ikan diberi pakan. Kondisi fisik ikan yang mati diamati dan difoto close up sebelum dibedah, setelah itu ikan dibedah dan organ-organnya diamati terutama bagian usus, ginjal, empedu, hati, dan limfa. Selanjutnya setiap organ didokumentasikan/ difoto, lalu bangkainya dimasukkan ke kantong dan dikubur. Selama pengamatan ikan diberi pakan dengan pelet secara ad libitum dengan frekuensi 2 kali sehari.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN3.1 HasilBerikut ini adalah hasil pengamatan diagnosa penyakit bakterial pada ikan Nila (Oreochromis niloticus) dan ikan lele (Clarias sp.):Tabel 1. Hasil pengamatan kondisi awal ikan uji

No. Parameter yang diamatiJenis ikan

Ikan nila Ikan lele1. Uji refleks:a.       Lari Responsif Responsifb.      Pertahanan Responsif Responsifc.       Mata Melihat ke arah ventral Melihat ke arah ventrald.      Ekor Menguncup Mengembang

2.Pengamatan kondisi luar ikan

Tidak ada luka Tidak ada luka

3.Pengamatan organ dalam

a.       Hati Merah Merah tua

b.      Limfa Merah Merah

c.       Ginjal Merah Merah tua

d.      Empedu Hijau kehitaman Abu – abu

e.       Usus hijau keabu-abuan Merah kehijauan

4. Panjang ikan (cm) 7,31 14,92

Page 4: Diagnosis Penyakit Bakterial

Tabel 2 Hasil pengamatan diagnosis penyakit bakterial pada ikan Nila (Oreochromis niloticus) dan ikan lele (Clarias sp.):

No Parameter yang diamati

Hari ke-

Kelompok 4 (ikan Nila) Kelompok 1 (ikan Lele)

1 2 3 4 5 1 2 3 4 51 Gejala klinis

a. Peradangan

2 ekor

b. perdarahan (haemoragi)

2 ekor; sirip C dan A

c. ulcer (tukak)d. nekrosis (sel/ jaringan yang mati, memutih)

1 ekor: sirip C

2 ekor: kepala 1ekor; sirip D

2 ekor: kepala2 ekor: sirip

1 ekor: kepala, sirip D, mulut

e. pop eye (mata menonjol)

1 ekor

f. sirip geripis

2 ekor: sirip C dan A

2 ekor: sirip C dan A

2 ekor: sirip C dan A

2 ekor: sirip C dan A

4 ekor: sirip D

4 ekor: sirip D

3 ekor: sirip D

3 ekor

2 ekor

g. C form (bentuk tubuh seperti huruf C)h. sisik terkuak

3 ekor

4 ekor

1 ekor

i. Lainnya (keterangan)

3ekor: warna gelap

Mulut dan sirip D dan C jamuran, 1 ekor

Sirip-sirip meng-uncup

Cenderung di dasar; bergerombol di 1 titik

1 ekor aktif; 2 ekor diam

2 ekor didasar;1 ekor berenang aktif

1 ekor diam di dasar

2 Abnormalitasa. whirlling

b. respon kejut

+ + + + + 3 ekor

4 ekor

1 ekor +

c. anoreksia, gasping/ megap-megap

4 ekor

1 ekor

1 ekor

d. lainnya (keterangan)

3 Respon terhadap pakan

- - X X - X 2 ekor +; 1

3 ekor +, 2

1 ekor +

1 ekor +

Page 5: Diagnosis Penyakit Bakterial

ekor x

ekor -

4 Jumlah kematian

1 2 1 1 ekor

2 ekor

5 Jumlah sekarat

2 ekor

2 ekor

2 ekor

3 ekor

3 ekor

Keterangan:X= tidak responsif                  - = kurang responsif                + = responsif

Tabel 3 hasil pengamatan kondisi ikan setelah uji.

No. Parameter yang diamatiJenis ikan

Ikan nila Ikan lelePengamatan kondisi luar ikan

Tidak ada luka

Pengamatan organ dalam

a.       Hati Coklatb.      limfa Coklatc.       ginjal  Ukuran mengecil

dan warnanya agak pudar

d.      Empedu Merahe.       Usus Merah kehitaman/

hancur

4.2 PembahasanBerdasarkan hasil pengamatan pada ikan nila kontrol diperoleh hasil bahwa ikan nila

yang normal, memiliki sifat yang responsif terhadap respon kejut dan pertahanan, jika ikan dibalik (ikan ditempatkan dengan posisi perut di bagian atas dan punggung di bagian bawah), mata melihat ke arah ventral dan tidak mengalami luka pada bagian luar/ kulit. Ketika ikan diuji refleks pada bagian ekor, sirip ekor (caudal) ikan tidak mengembang. Hal ini disebabkan ikan mengalami stres akibat penangan yang kurang baik. Organ dalam ikan nila yang normal memiliki hati, limfa, dan ginjal yang berwarna merah, usus yang berwarna hijau keabu-abuan, serta empedu yang berwarna hijau kehitaman. Sedangkan pada pengamtan lele kontrol diperoleh hasil bahwa ikan lele yang normal memiliki respon yang baik dalam uji refleks lari dan pertahanan. Ketika uji pertahanan dilakukan ikan menunjukkan respon yang baik dan pada uji refleks ekor, ekor ikan (sirip caudal) langsung mengembang.

Streptococcus agalactiae merupakan spesies streptococcal yang hanya pembawa antigen dari grub B atau grup B streptococcus (GBS). Bakteri ini memiliki 2 strain biotipe yaitu biotip 1 dan yang memiliki tipe β-hemolitik, jenis yang memfermentasikan gula termasuk trehalose dan galaktosa, dan tumbuh baik dengan suhu 370C. Sedangkan biotip 2 bersifat non-hemolitik, tidak bisa memanfaatkan gula dengan baik, dan pertumbuhan kurang baik pada suhu 370C (Sheehan et al 2009).

A. Hydrophila dan Streptococcus sp. adalah bakteri yang sering menyerang ikan nila. Tanda serangan penyakit ini adalah pendarahan pada tubuh, penonjolan mata, perut kembung, terjadi perubahan warna tubuh ikan nila menjadi gelap, dan luka bernanah (Carman dan Sucipto 2009).

Page 6: Diagnosis Penyakit Bakterial

Streptococcosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Streptococcus agalactiae yang merupakan penyakit yang menyerang ikan nila. Pola infeksi dari Streptococcosis adalah whirling, mata mengkerut, clear operculum, exopthalmus dan terjadinya abses. Menurut Evants et al. (2002) menyatakan kelakukan abnormal ikan akibat Streptococcosis adalah erratic swimming, whirling, dan bentuk badang yang menyerupai huruf C (C shape body curvature) Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh hasil bahwa pada hari pertama terdapat 2 ekor ikan yang mengalami pendarahan/ hemoragik pada sirip caudal (ekor) dan sirip anal (dubur); 1 ekor ikan mengalami nekrosis pada bagian sirip caudal; 2 ekor ikan mengalami sirip geripis pada bagian sirip caudal dan anal; warna menjadi lebih gelap; respon makan rendah; dan responsif terhadap kejutan. Pada hari-hari berikutnya, bagian tubuh ikan yang mengalami hemoragik menjadi nekrosis dan mulai jamuran, dengan gejala klinis, tingkah laku serta respon nafsu makan yang sama dengan hari pertama. Pada hari ketiga, keempat, dan kelima terjadi kematian pada ikan, yaitu 1 ekor pada hari ketiga, 2 ekor pada hari keempat, dan 1 ekor pada hari kelima. Pada hari kelima terdapat 1 ekor ikan yang mengalami pop eye (mata menonjol) dan seluruh sirip ikan menguncup. Menurut Carman dan Sucipto (2009) penyakit mata menonjol atau pendarahan pada ikan nila disebabkan oleh bakteri Aeromonas, Mycobacterium, atau Streptococcus). Berdasarkan hasil pengamatan pada ikan nila yang mati setelah dibedah, menunjukkan hasil bahwa organ dalam ikan mengalami kerusakan. Hati dan limfa ikan berubah warna menjadi coklat, ginjal menjadi lebih pudar dan ukurannya mengecil, empedu menjadi warna merah dan usus menjadi merah kehitaman dan hancur ketika disentuh. Perubahan warna pada organ dalam ikan disebabkan oleh pendarahan yang terjadi pada bagian tersebut akibat infeksi bakteri.

Aeromonas hydrophila merupakan bakteri bersifat Gram negatif, berbentuk batang, dan motil, serta merupakan agensia penyebab hemoragik septikemia (Bacterial Hemorrhagic Septicemia, BHS) atau MAS (Motile Aeromonas Septicaemia) pada beragam spesies ikan tawar. Pada dasarnya A. hydrophila merupakan oportunis karena penyakit yang disebabkannya mewabah pada ikan-ikan yang mengalami stres atau pada pemeliharaan dengan padat tebaran tinggi (Irianto 2005). A. hydrophila umumnya hidup di air tawar yang mengandung bahan organik tinggi. A. hydrophila  bersifat fakultatif aerobik (dapat hidup dengan atau tanpa oksigen), tidak berspora, bersifat motil (bergerak aktif) kerena memiliki satu flagel (monotrichous flagella) yang keluar dari salah satu kutubnya, senang hidup di lingkungan bersuhu 15-300C dan pH 5,5-9 (Kordi 2004).

Ikan yang diserang dengan bakteri ini biasanya memperlihatkan gejala-gejala berupa warna tubuh ikan menjadi gelap, kemampuan berenang menurun, mata ikan rusak dan agak menonjol, sisik terkuak, seluruh siripnya rusak, insang berwarna merah keputihan, ikan terlihat megap-megap di permukaan air, insangnya rusak sehingga sulit bernafas, kulit ikan menjadi kasat dan timbul pendarahan selanjutnya diikuti dengan luka-luka borok, perut ikan kembung (dropsi), dan apabila dilakukan pembedahan maka akan kelihatan pendarahan pada hati, ginjal, dan limpa (Kordi 2004).

Menurut Sugianti (2005) gejala yang menyertai serangan bakteri A. hydrophila antara lain warna tubuh menjadi gelap, kulit kesat dan timbul pendarahan. Lele bernafas megap-megap di permukaan air. ulser yang berbentuk bulat/tidak teratur dan berwarna merah keabu-abuan, inflamasi dan erosi didalam rongga dan di sekitar mulut seperti penyakit mulut merah (red mouth disease). Tanda lain adalah hemoragi pada sirip dan eksopthalmia (pop eye) yaitu mata membengkak dan menonjol (Nitimulyoet al ., 1993). Selain itu, ciri-ciri lainnya adalah pendarahan pada tubuh, sisik terkuak, borok, nekrosis, busung, dan juga ikan lemas, sering di permukaan atau dasar kolam (Dana dan Angka, 1990)

Page 7: Diagnosis Penyakit Bakterial

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan kelompok 1, ikan lele yang disuntik dengan bakteri A. hydrophila pada hari pertama menunjukkan gejala klinis berupa peradangan pada 2 ekor ikan, sirip geripis pada sirip dorsal 4 ekor ikan, dan ikan cenderung diam di dasar dan bergerombol di satu titik, tidak nafsu makan, ikan mati sebanyak 1 ekor dan sekarat sebanyak 2 ekor. Pada hari kedua, ditemukan 4 ekor ikan mengalami geripis pada bagian sirip dorsal, respon kejut baik pada 3 ekor ikan, aneroksia pada 4 ekor ikan, 2 ekor ikan nafsu makan dan 1 ekor tidak nafsu makan, dan sebanyak 2 ekor ikan sekarat. Pada hari ketiga, ditemukan 3 ekor ikan mengalami geripis pada bagian sirip dorsal, sisik terkuak 3 ekor, 1 ekor ikan bergerak aktif dan 2 ekor cenderung diam, 4 ekor responsif terhadap respon kejut, aneroksia sebanyak 1 ekor, 3 ekor ikan nafsu makan dan 1 ekor tidak nafsu makan, serta sebanyak 2 ekor ikan sekarat. Pada pengamatan hari keempat ditemukan 4 ekor ikan mengalami geripis pada bagian siripnya, 4 ekor mengalami sisik terkuak, 2 ekor cenderung di dasar dan 1 ekor lebih aktif, 1 ekor ikan responsif terhadap kejutan, aneroksia 1 ekor, 1 ekor nafsu makan baik, jumlah kematian 2 ekor dan yang sekarat sebanyak 3 ekor. Sedangkan, pada hari kelima, ditemukan sisik terkuak pada 1 ekor ikan, 1 ekor ikan cenderung diam di dasar, 3 ekor nafsu makan baik, dan sekarat sebanyak 3 ekor.

  IV KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan            Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh hasil bahwa gejala yang ditimbulkan pada penyakit MAS adalah peradangan, sisik terkuak, sirip geripis, ikan megap-megap (aneroksia) dan pergerakan rendah, nafsu makan rendah, ikan sekarat dan ikan mengalami kematian. Sedangkan, pada ikan yang terjangkit penyakit Streptococcosis menunjukkan gejala berupa pendarahan, nekrosis, pop eye, nafsu makan rendah, warna gelap, sirip geripis, sirip-siripnya menguncup, serta kematian. Melalui praktikum ini, praktikan dapat mendiagnosis penyakit Motile Aeromonas Septicaemia dan penyakit Streptococcocis pada ikan berdasarkan gejala klinis dan abnormalitas yang tampak pada ikan.

4.2 Saran          Pada praktikum berikutnya,diharapkan agar ikan yang dijadikan bahan uji tidak hanya dari komoditas ikan konsumsi, melainkan dari komoditas ikan hias juga, serta diharapkan agar patogennya lebih bervariasi lagi. pada praktikum berikutnya, diharapkan pula agar dalam pelaksanaan pengamatan dilakukan di tempat khusus untuk menghindari dan meminimalisir penyebaran penyakit.

Page 8: Diagnosis Penyakit Bakterial

DAFTAR PUSTAKAAustin, B. and Austin, D.A. 1999. Bacterial Fish Pathogens, Diseases of Farmed and Wild Fish, 3rd

(revised) ed. Springer-Praxis, Goldaming.Carman, Odang dan Sucipto, Adi. 2009. Panen Nila 2,5 Bulan. Jakarta: Penebar Swadaya.Dana, D dan S.L. Angka. 1990. Masalah penyakit parasit dan bakteri pada ikan air tawar serta cat

penanggulangannya. Hal: 10-23. Prosiding Seminar Nasional 11 Penyakit ikan dan Udang. Balai Penelitian Perikanan Air Tawar. Bogor.

Evans, J.J. et al. 2002. Characterization of beta-haemolytic group B Streptococcus agalactiae in cultured seabream, Sparus auratus L., and wild mullet, Liza klunzingeri (day), in Kuwaoit. J. Fish Dis., 25:505-513.

Irianto, Agus. 2005. Patologi Ikan Teleostei. Yogyakarta: Gadjah Mada University press.Fakhriansyah. 2010. Laporan akhir penyuluhan teknik pemijahan buatan pada ikan platydoras dan

redfin. http//:Frepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/ 123456789/44528/LAP.AKHIR.doc.Khairuman dan Amri, Khairul. 2002. Budidaya Ikan Nila Secara Intensif. Jakarta: Agromedia.Kordi, M. gufron H. 2004. Penanggulangan Hama dan Penyakit Ikan. Jakarta: Rineka Cipta dan Bina

Aksara.Nitimulyo, K.H. I.Y.B. Lelono, dan A. Sarono. 1993. Deksripsi Hama dan Penyakit Ikan Karantina

Golongan Bakteri buku 2. Pusat Karantina Pertanian. Jakarta.Sheehan, B., Lauke, L., Lee, Y.S., Lim, W.K., Wong, F., Chan, J., Komar, C., Wendover, N., Grisez,

L, 2009. Streptococcal diseases in farmed tilapia. Aquaculture Asia Pasifik. 5 (6): 27-29Sugianti, Budi. 2005. Pemanfaatan Tumbuhan Obat Tradisional dalam Pengendalian Penyakit Ikan.

Makalah falsafah Sains IPB. Bogor.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biologi Ikan mas

2.1.1 Taksonomi Ikan Mas

Menurut Suseno (1994), klasifikasi ikan mas adalah sebagai berikut:

Filum : Chordata

Anak filum : Veterbrata

Page 9: Diagnosis Penyakit Bakterial

Induk Kelas : Pisces

Anak kelas : Actinopterygii

Bangsa : Cypriniformes

Suku : Cyprinidae

Marga : Cypriinus

Jenis : Cyprinus carpio. L

2.1.2 Morfologi Ikan Mas

Badan ikan mas berbentuk memanjang dan sedikit pipih kesamping (Compressed),

mulutnya terletak di ujung tengah (terminal) dan dapat disembulkan serta memiliki dua pasang

kumis. Bagian mulut ini dihiasi dua pasang sungut, selain itu di dalam mulut terdapat gigi

kerongkongan yang terdiri dari tiga baris berbentuk geraham. Sirip punggung memanjang, dan

letak permukaanya bersebrangan dengan permukaan sirip perut. Di bagian belakang sirip

punggung ini berjari-jari keras, sedangkan dibagian akhir bergerigi. Seperti juga sirip punggung,

bagian belakang sirip duburpun berjari-jari keras dan bagian terakhirnya bergerigi. Sirip ekornya

membentuk cagak, berukuran simetris dan memanjang hingga ke belakang tutup insang. Sisik

ikan mas berukuran cukup besar dengan tipe sisik lingkaran (cycloid) dan terletak beraturan.

Garis rusuk yang dimilikinya lengkap dan berada dipertengahan tubuh (Susanto dan Agus

Rochdianto, 1997).

Menurut Andrianto (2005), ikan mas mempunyai bentuk badan agak memanjang pipih

ke samping (compressed). Mulut (bibir) berada di ujung tengah (terminal), dapat disembulkan.

Di bagian mulut ini dihiasi dua pasang sungut. Di dalam mulut terdapat gigi kerongkongan yang

Page 10: Diagnosis Penyakit Bakterial

terdiri dari tiga baris berbentuk geraham. Memiliki kumis (barbel) 2 pasang (empat buah),

kadang-kadang mempunyai sungut 1 pasang (rudimentir). Jari-jari sirip punggung (dorsal) yang

kedua mengeras seperti gergaji. Sedangkan letak antara kedua sirip, punggung dan perut

berseberangan. Sirip dada (pectoral) terletak di belakang tutup insang (operculum).

Ikan mas tergolong sisik besar bertipe cycloid. Usus umumnya tidak begitu panjang jika

dibandingkan dengan hewan pemakan tumbuh-tumbuhan asli. Ikan mas tidak mempunyai

lambung, juga tidak bergigi/ompong, sehingga bila mencerna makanan sebagai pengganti

penggerusnya adalah pharing mengeras. Gambar ikan mas dapat dilihat pada gambar 1

dibawah ini:

Sumber : Suseno,

1994

Gambar 1. Ikan Mas

(Cyprinus carpio L)

2.2 Kebiasaan Hidup Ikan Mas

2.2.1 Habitat Ikan Mas

Ikan mas menyukai tempat hidup (habitat) di perairan air tawar yang tidak terlalu dalam

dan alirannya tidak terlalu deras, misalnya di pinggiran sungai atau danau. Ikan ini dapat hidup

baik di ketinggian 150-600 m di atas permukaan laut dan pada suhu 25-300C. Meskipun

tergolong ikan air tawar, ikan mas terkadang juga ditemukan di muara sungai yang bersalinitas

Page 11: Diagnosis Penyakit Bakterial

25–30%. Di dalam perkembangbiakan di alam aslinya, ikan mas memijah pada awal musim

hujan. Telur yang dihasilkan akan menempel di rerumputan atau benda lainnya yang ada di

dalam air (Susanto dan Agus Rochdianto, 1997).

Ikan mas dapat tumbuh normal jika lokasi pemeliharaan berada pada ketinggian antara

150-1000 meter di atas permukaan laut, suhu air 20°-25° C, pH air antara 7-8. Kebiasaan lain

ikan mas di alam adalah selalu mencari tempat yang aman (terutama di tempat yang di tumbuhi

rumput) karena sifat telur ikan menempel (adhesif). Di Negara kita (Indonesia), para petani

mempergunakan ijuk sebagai alat penempel telur yang lazim disebut kakaban. Selain ijuk dapat

pula menggunakan bahan lain misalnya tali rapia atau tumbuhan air eceng gondok (Echornia

crasipes).

2.2.2 Makan dan Cara Makan

Ikan mas termasuk pemakan segala, Pada umur muda (ukuran 10 cm) Ikan mas senang

memakan jasad hewan atau tumbuhan yang hidup di dasar perairan/kolam, misalnya

chironomidae, olighochaeta, tubificidae,epimidae, trichoptera, molusca, dan sebagainya. Selain

itu memakan juga protozoa dan zooplankton seperti copepoda dan cladocera. Hewan-hewan

tersebut disedot bersama lumpurnya, diambil yang dapat dimanfaatkan dan sisanya dikeluarkan

melalui mulut. Ikan mas juga suka mengaduk-aduk dasar kolam untuk mencari makanan yang

biasa dimanfaatkan seperti larva insecta, cacing-cacingan dan lain sebagainya.

2.3. Penentuan Lokasi Pembenihan

Pemilihan lahan dan lokasi untuk usaha pembenihan dan pendederan ikan mas harus

memenuhi beberapa kriteria yang meliputi aspek bologis, teknis, higienis, lingkungan, sosial

ekonomi, dan legal.

Page 12: Diagnosis Penyakit Bakterial

2.3.1 Aspek Teknis dan Biologis

a. Tanah

Tanah yang baik untuk pembenihan dan pendederan ikan mas adalah liat berpasir

dengan perbandingan tanah liat dan pasir 3:2. tanah jenis ini umumnya bersifat padat, kedap

air, dan tidak bersifat asam. Hal lain yang harus diperhatikan adalah tanah yang dipilih harus

terbebas dari bahan beracun dan tidak berpengaruh buruk terhadap kualitas air, sehingga dapat

mendukung kehidupan dan pertumbuhan ikan dan biota air lainnya.

b. Air

Usaha pembenihan dan pendederan ikan mas dapat menggunakan air hujan, air waduk,

air sungai, mata air, air saluran irigasi, air permukaan, dan air sumur. Dari berbagai sumber air

tersebut, air waduk dianggap yang terbaik karena endapanya cukup sedikit dan kandungan

oksigen serta unsur hara yang diperlukan untuk pertumbuhan pakan alami cukup tinggi.

Kekeruhan dapat mempengaruhi kegiatan budidaya ikan mas. Air keruh yang

disebabkan oleh koloid lumpur dapat mengganggu pernapasan ikan karena menempel pada

insang. Koloid Lumpur juga dapat menutupi permukaan telur, sehingga telur tidak akan

menetas atau membusuk.

Perbedaan tinggi sumber air dengan lokasi kolam, idealnya berkisar 30-50 cm. Kalau

perbedaan ketinggian ini dibawah 30, berarti penggalian lokasi kolam lebih banyak untuk

menurunkan kolam. Kalau tidak, maka sulit mengharapkan air jatuh ke dalam kolam dengan

deras.

c. Aman dari Banjir dan Pencemaran

Page 13: Diagnosis Penyakit Bakterial

Faktor lain yang harus diperhatikan adalah lokasi pembenihan dan pendederan harus

aman dari kemungkinan terjadinya banjir dan daerah industri yang memicu terjadinya

pencemaran. Jika faktor ini diabaikan, bukan mustahil usaha yang telah dilakukan akan musnah

begitu saja.

2.3.2. Aspek Sosial, Ekonomi, dan Legalitas

a. Aspek Sosial

Lokasi usaha pembenihan harus memenuhi unsur aman dari segala gangguan dan tidak

bernampak negatif terhadap masyarakat sekitar atau dengan kata lain usaha pembenihan

tersebut tidak bertentangan dengan norma sosial yang dianut oleh masyarakat di sekitar

lingkungan lokasi usaha.

b. Aspek Ekonomis

Usaha pembenihan ikan mas dilakukan jika memberikan keuntungan dari sisi penggunaan

lahan, tenaga kerja, dan financial.

Lokasi harus memiliki kemudahan akses sarana sosial, seperti pasar, sekolah, dan tempat

ibadah.

Lokasi pembenihan ikan mas terletak di daerah yang memiliki sarana pengadaan bahan dan

alat produksi serta tenaga kerja terampil.

Lokasi usaha pembenihan ikan mas harus memperhatikan tingkat permintaan benih dengan

mempertimbangkan sarana dan prasarana pemasaran hasil, tempat penampungan hasil,

wadah atau kemasan, bahan pembantu produksi, sarana transportasi dan komunikasi.

c. Aspek Legal

Page 14: Diagnosis Penyakit Bakterial

Status lahan usaha pembenihan ikan mas harus jelas, yakni termasuk tanah negara,

tanah garapan, tanah sewa, tanah hak milik, atau tanah lainya. Di samping itu status

peruntukan tanahnya juga harus jelas, misalnya untuk daerah industri, daerah permukiman,

atau daerah pertaniaan.

2.4 Sarana dan Prasarana Pembenihan

1. Kolam

Lokasi kolam yang dicari dekat dengan sumber air dan bebas banjir. Kolam dibangun di

lahan yang landai dengan kemiringan 2-5 % sehingga memudahkan pengeringan kolam secara

gravitasi.

a. Kolam Pemeliharaan Induk

Luas kolam tergantung jumlah induk dan itensitas pengelolahannya. Sebagai contoh

untuk 100 kg induk memerlukan kolam seluas 500 m2, bila hanya mengandalkan pakan alami

dan dedak. Sedangkan bila diberi pakan pellet, maka untuk 100 kg induk memelukan luas 150-

200 m2. Bentuk kolam sebaiknya persegi panjang dengan dinding bertembok atau kolam tanah

dengan dilapisi anyaman bambu bagian dalamnya.

b. Kolam Pemijahan

Tempat pemijahan berupa kolam tanah atau bak tembok. Luas kolam pemijahan

tergantung jumlah induk yang dipijahkan dengan bentuk kolam empat persegi panjang. Sebagai

patokan bahwa untuk 1 ekor induk dengan berat 3 kg memerlukan kolam sekitar 18 m2 dengan

18 buah kakaban. Dasar kolam dibuat miring kearah pembuangan, untuk menjamin agar kolam

dapat dikeringkan. Pintu pemasukan air menggunakan paralon dan pembuangannya bisa juga

memakai paralon atau pintu monik. Bentuk kolam penetasasan pada dasarnya sama dengan

Page 15: Diagnosis Penyakit Bakterial

kolam pemijahan. Pada kolam penetasan diusahakan agar air yang masuk dapat menyebar ke

daerah yang ada telurnya.

c. Kolam Pendederan

Bentuk kolam pendederan yang baik adalah segi empat. Untuk kegiatan pendederan ini

biasanya ada beberapa kolam yaitu pendederan pertama dengan luas 250-500 m2 dan

pendederan lanjutan 500-1000 m2/petak. Pemasukan air bisa dengan paralon dan pembuangan

air dengan pintu berbentuk monik. Dasar kolam dibuatkan saluran dasar dan di dekat pintu

pengeluaran dibuatkan kubangan. Fungsi saluran dasar adalah tempat berkumpulnya benih

saat panen dan kubangan untuk memudahkan menangkap benih. Dasar kolam dibuat miring

kearah pembuangan.

2. Peralatan

Alat yang biasa digunakan dalam usaha pembenihan ikan mas diantaranya adalah: jala,

waring, hapa, seser, ember, baskom, timbangan, cangkul, arit, pisau, serta secchi disc untuk

mengukur kadar kekeruhan. Sedangkan peralatan lain yang digunakan untuk memanen atau

menangkap ikan mas antara lain adalah waring yang halus, ayakan pengelembangan diameter

100 cm, ayakan penandean diameter 5 cm, tempat menyimpan ikan, keramba kemplung,

keramba kupyak, kakaban, hipa dari kain tricote (untuk penetasan telur secara terkontrol),

scoopnet (untuk menangkap benih ikan berumur satu minggu keatas), seser, dan jaring.

2.5. Persiapan Media Pembenihan

Yang dimaksud dengan tahap persiapan adalah melakukan penyiapan media untuk

pemeliharaan ikan. Persiapan media merupakan salah satu faktor penting dalam kesuksesan

Page 16: Diagnosis Penyakit Bakterial

suatu usaha budidaya. Adapun kegiatan pada saat persiapan media pembenihan antara lain:

pengeringan dasar kolam, pengapuran tanah dasar, pemupukan, dan pengisian air.

1. Pengeringan dasar kolam

Menurut Putranto (1995), sebelum ikan dipijahkan jauh-jauh hari kolam dikeringkan

terlebih dahulu sampai tanah atau lumpur pada dasar kolam retak-retak kecil. Pengeringan

kolam pemijahan bertujuan untuk:

a. Menumbuhkan bau tertentu (Jawa: Ampo) pada waktu kolam dialiri air, dimana bau tersebut

dapat merangsang ikan mas untuk segera memijah.

b. Menghindari gangguan penyakit yang dapat timbul dari dasar kolam pemijahan.

c. Untuk menambah oksigen pada struktur tanah dasar kolam, yang sangat bermamfaat bagi

induk dan telur-telur ikan.

d. Untuk menguapkan zat-zat beracun yang ada pada dasar kolam, misalnya: gas NH3

e. Untuk mempersiapkan kolam pemijahan yang baik agar telur tidak mudah rusak dan busuk.

2. Pengapuran tanah dasar

Setelah pengeringan kolam selama beberapa hari, lalu dilakukan pengapuran untuk

memberantas hama dan ikan-ikan liar sebanyak 25-200 gr/m2 ( Naksara, 2008).

Menurut Putranto (1995), pada dasar kolam ditebar secara merata kapur mati, dengan

perbandingan untuk kolam seluas 1 Ha sebanyak 100 kg. Pengapuran ini berfungsi untuk

meningkatkan keasaman kolam dan membunuh bibit penyakit.

3. Pemupukan

Page 17: Diagnosis Penyakit Bakterial

Pemupukan berupa pupuk buatan, yaitu urea dan TSP masing-masing dengan dosis 15

gram dan 10 gram/m2. Pemupukan tanah dasar bertujuan untuk menumbuhkan pakan alami

berupa plankton.

4. Pengisian Air

Menurut Putranto (1995), untuk air dengan tingkat kekeruhan cukup tinggi, telebih

dahulu harus disaring dan diendapkan. Air dialiri telebih dahulu selama 5-7 hari dengan

kedalaman antara 50-75 cm. Tempat pembuangan dan pemasukan air dibuat jangan terlalu

deras dan usahakan kondisi air tenang.

5. Pemasangan Kakaban

Kakaban berfungsi sebagai tempat untuk menempelkan telur. Umumnya, kakaban

dibuat dari ijuk yang dijepit dengan bambu berukuran 1,5 mx0,4 m. Agar semua telur ikan mas

terampung, jumlah kakaban harus disesuaikan dengan jumlah induk betina. Jika jumlah

kakaban terlalu sedikit, dikhawatirkan telur-telur hasil pemijahan tidak dapat tertampung dan

akan jatuh ke dasar kolam atau bak pemijahan. Untuk 1 kg induk betina yang akan dipijahkan

diperlukan 6-7 buah kakaban. Tempatkan kakaban tersebut sekitar 5-10 cm di bawah

permukaan air. Posisi kakaban harus diatur sehingga menyesuaikan dengan naik turunnya

permukaan air didalam bak pemijahan. Jika ketinggian air naik , posisi kakaban juga akan naik.

Begitu juga sebaliknya, jika permukaan air turun, posisi kakaban juga ikut turun. Agar tepat

pada posisi 5-10 cm dibawah permukaan air, kakaban harus dipasangi pemberat misalnya,

batang pisang.

2.6 Proses Pemijahan

2.6.1 Seleksi Calon Induk

Page 18: Diagnosis Penyakit Bakterial

Untuk meningkatkan produksi benih perlu dilakukan penyeleksian terhadap induk ikan

mas. Seleksi induk yang baik sangat berperan dalam menghasilkan benih-benih yang baik dan

berkualitas, serta berpengaruh terhadap HR (Hatching Rate) atau daya tetas pada saat proses

pemijahan.

Pemilihan calon induk harus mempertimbangkan ras atau varietas yang akan dipelihara,

karena ciri-ciri calon induk yang baik berbeda-beda setiap ras atau varietas. Secara umum

induk yang baik sebagai berikut:

a) Sehat, tidak cacat, dan tidak terluka.

b) Umur induk 1,5-3 tahun.

c) Sisik tersebar teratur dan berukuran agak besar.

d) Sisik tidak terluka dan tidak cacat.

e) Bentuk dan ukuran tubuh seimbang, tidak terlalu gemuk atau terlalu keras.

f) Tubuh tidak terlalu keras atau tidak terlalu lembek.

g) Perut lebar dan datar.

h) Ukuran tubuh relatif tinggi.

i) Bentuk ekor normal, cepat terbuka, pangkal ekor relatif lebar, dan tebal.

j) Kepala relatif kecil dan moncongnya lancip, terutama pada induk betina. Sebab jumlah telur

ikan mas yang berkepala kecil biasanya lebih banyak daripada yang berkepala besar.

k) Jarak lubang dubur relatif dekat dengan pangkal ekor.

Page 19: Diagnosis Penyakit Bakterial

Disamping sifat-sifat umum diatas, perlu juga diperhatikan beberapa sifat spesifik induk

ikan mas jantan dan betina. Sifat-sifat spesifik tersebut sebagai berikut:

a) Induk betina mulai dapat dipijahkan setelah berumur 1,5 tahun atau minimal berbobot 1,5 kg.

b) Induk betina mulai matang gonad jika perutnya terasa lunak dan mulai tampak membengkak

kearah belakang, dari atas lubang urogenital. Lubang urogenital biasanya kemerahan dan

agak terbuka, tetapi banyak juga tidak terbuka.

c) Induk yang telah matang kelamin pada umumnya tidak hanya bergerak atau gerakanya

sangat perlahan.

d) Induk jantan mulai dipijahkan ketika berumur lebih dari enam bulan atau telah mencapai

bobot minimal 0,5 kg.

2.6.2 Pemijahan

Pemijahan ikan mas secara intensif dapat dilakukan melalui dua cara, yakni secara

alami dan secara hipofisasi.

a. Pemijahan secara alami

Pemijahan secara alami biasanya dilakukan di dalam kolam pemijahan, baik

menggunakan hapa maupun tidak menggunakan hapa. Tipe kolam pemijahan disesuaikan

dengan sistem pemijahannya. Hal yang terpenting adalah dasar kolam tidak boleh berlumpur

atau berbatu. Air kolam sebaiknya jernih atau sedikit keruh dan mengandung cukup oksigen.

Perlengkapan utama yang dibutuhkan untuk pemijahan ikan mas adalah kakaban, yakni tempat

untuk menempelkan telur. Kakaban dipasang di kolam pemijahan setelah induk jantan dan

Page 20: Diagnosis Penyakit Bakterial

induk betina dimasukan ke dalam kolam tersebut. Jumlah kakaban yang diperlukan untuk setiap

kilogram adalah 5-7 buah.

Ukuran kolam pemijahan yang digunakan adalah 3x5 x1. Kolam tersebut dapat diisi tiga

buah hapa berukuran 1x1x1 m atau 1x 2x1 m. Induk jantan dan induk betina terpilih yang telah

matang gonad dimasukan ke dalam hapa pada sore hari. Perbandingan bobot induk jantan dan

induk betina adalah 1:1. Pagi harinya, induk yang telah memijah diangkat dari hapa dan

dikembalikan lagi ke kolam induk. Induk yang belum memijah ditunggu satu malam lagi. Namun

jika, sudah dua hari tidak memijah induk tersebut tidak mau memijah dan harus dipindahkan ke

dalam kolam induk.

Menurut Susanto dan Agus Rochdianto (1997), sebelum pemijahan terjadi, sekitar pukul

20.00-22.00 induk betina tampak dominan berenang di bagian depan dengan pengiring

beberapa ekor jantan yang berusaha untuk mensejajarinya. Sesekali betina akan

menyembulkan badannya ke sela-sela kakaban yang diikuti dengan jantan sehingga

menimbulkan suara kecipak di dalam air.

Setelah berkejaran, menjelang tengah malam induk betina akan mengeluarkan telurnya

di bawah kakaban dan diikuti induk jantan yang mengeluarkan cairan sperma berwarna putih.

Telur berwarna kuning cerah sedikit-demi sedikit akan tampak menempel pada kakaban yang

berwarna hitam, sebagian lagi menempel pada hapa. Lambat laun telur berwarna kuning cerah

tersebut berwarna kecoklatan disebabkan adanya lumpur halus yang terbawa air.

Menjelang dini hari, sekitar pukul 05.00, frekuensi pengeluaran telur oleh induk betina

yang diikuti oleh sperma induk pemijahan dihentikan. Caranya dengan memindahkan induk-

induk tersebut ke kolam pemeliharaan induk. Bila hal ini tidak dilakukan, induk-induk ini akan

memakan telur yang baru dikeluarkan. Biasanya saat itu induk betina dan induk jantan yang

Page 21: Diagnosis Penyakit Bakterial

baru memijah akan mulai mencari makan. Saat melakukan pemijahan umumnya ikan mas

berkejar-kejaran. Bahkan sesekali induk betina meloncat-loncat karena didekati oleh ikan

jantan. Pemijahan terjadi pada sepanjang tahun tidak tergantung pada musim

b. Pemijahan secara hipofisasi

Hipofisasi adalah teknik perangsangan pemijahan dengan cara menyuntikan ektrak

kelenjar hipofisa ke induk yang akan dipijahkan. Kelenjar hipofisa berukuran sebutir kacang

hijau dan terletak di bawah otak kecil. Rangsangan pemijahan diutamakan untuk induk betina.

Saat ini, hormon gonodotropin sudah banyak dijual di pasaran dengan berbagai merek. Teknik

hipofisasi dilakukan jika pemijahan secara alami sulit dilakukan.

Adapun tujuan dari teknik hipofisasi adalah:

1. Mempercepat dan meransang terjadinya pemijahan sesuai waktu yang dikehendaki.

2. Meyakinkan terjadinya pemijahan sehingga resiko induk tidak memijah berkurang.

Langkah-langkah pengambilan kelenjar hipofisa ikan mas adalah sebagai berikut:

a. Siapkan ikan donor yang sudah matang kelamin, tetapi tidak yang baru memijah atau selesai

memijah. Ikan mas yang sudah matipun dapat diambil hipofisanya, asalkan kematian

tersebut tidak lebih dari 5 jam, masih digolongkan segar.

b. Letakkan ikan donor di atas meja dengan diberi akas busa. Ikan donor dipotong kepalanya

persis di tepi operculum, kemudian kepala ikan tersebut ditaruh dengan posisi mulut di

atas.

c. Kepala ikan donor pada posisi mulut di atas disayat dengan pisau mulai dari dekat hidung

ke bawah tengkorak, sehingga otak dapat terlihat jelas.

Page 22: Diagnosis Penyakit Bakterial

d. Lemak dan darah yang menyelimuti otak disingkirkan dengan kapas dan saraf sebelah

depan dipotong dengan gunting kecil, kemudian otak ikan diangkat.

e. Kelenjar hipofisa akan terlihat pada sella tursisca seperti biji kemiri berwarna putih.

Pengambilan kelenjar hypofisa dilakukan dengan menggunakan pinset runcing.

f. Kelenjar hipofisa yang tidak segera digunakan dapat diawetkan dengan menyimpan dalam

pengawet alkohol atau aseton. Caranya, kelenjar hipofisa disimpan dalam botol kecil

berwarna gelap diletakan pada temperature kamar.

Penyuntikan indukan ikan mas dilakukan 1-2 kali dengan dosis 1-1,5. Satu dosis adalah

berat ikan donor (ikan yang diambil kelenjar hipofisanya) sama dengan berat ikan yang disuntik

(ikan resipien). Dosis 1,5 artinya 1 kg ikan resipien memerlukan 1,5 kg ikan donor. Syarat ikan

donor yang akan diambil kelenjar hipofisanya harus sudah matang kelamin. Induk matang

kelamin yang disuntik kemudian dimasukan ke dalam hapa pemijahan yang sudah dipersiapkan

seperti pemijahan secara alami. Pemijahannya biasa terjadi 6-7 jam setelah penyuntikan. Telur

ditetaskan di dalam hapa dan induk dipindahkan setelah memijah.

2.6.3 Penetasan Telur

Di dalam kolam pemijahan, kakaban yang sudah dipenuhi telur dibiarkan selama 2-3

hari. Hal ini biasanya terjadi pada pemijahan alami dengan menggunakan hapa. Selama selang

waktu itu biasanya telur-telur akan menetas. Setelah telur menetas, kakaban diangkat dan

larvanya biarkan di dalam hapa sampai kuning telurnya hilang. Setelah lima hari larva siap

ditebar ke dalam kolam. Telur ikan mas juga dapat ditetaskan dengan menggunakan hapa di

kolam penetasan.

Page 23: Diagnosis Penyakit Bakterial

Menurut Susanto dan Agus Rochdianto (1997), penetasan telur di dalam hapa yang

baru. Bila dalam pemijahan hanya menggunakan sebuah hapa maka menetaskan telur hasil

pemijahan mungkin memerlukan 2-4 buah hapa, tergantung banyak sedikitnya telur yang

dihasilkan.

Agar dapat menetas, seluruh kakaban harus terendam sedikitnya 5 cm di bawah

permukaan air. Kakaban tersebut diatur sedemikian rupa di atas dua batang bambu sepanjang

2 m dan dijepitkan dibelahan bambu. Saat penetasan telur, suplai air harus terjamin agar

kandungan oksigen cukup banyak dan suhu air stabil. Sekitar 48 jam kemudian biasanya telur-

telur mulai menetas. Menetasnya telur-telur ini biasanya berlangsung secara bertahap, ada

yang menetas sebelum 48 jam dan ada yang lebih dari 48 jam.

Benih-benih yang baru menetas biasanya masih lemah dan menempel pada kakaban

atau hapa. Namun, benih tersebut belum membutuhkan makanan dari luar. Ini disebabkan

benih yang baru menetas masih dibekali kuning telur (yolk sack) sebagai persediaan makanan

awal yang akan habis sekitar 5 hari. Setelah yolk sack habis, benih masih mengandalkan pakan

alami berupa plankton yang tersedia di kolam perawatan larva (pendederan).

Pertumbuhan benih ikan mas menurut Susanto dan Rochdianto (1997), dapat dilihat

pada Tabel 1. Sedangkan nama benih ikan mas berdasarkan ukuran tubuh terdapat pada Tabel

2 berikut ini :

Tabel 1. Pertumbuhan Benih Ikan Mas

Umur (Hari) Panjang (cm) Berat (Gram)2 - 3

3 - 4

4 - 6

1 – 3

3 - 5

5 - 8

0,1 - 0,5

0,5 - 0,25

2,5 - 10

Page 24: Diagnosis Penyakit Bakterial

6 - 9

9 – 12

8 - 12

12 – 20

10 -20

100 – 200

Sumber: Susanto dan Rochdianto (1997)

Tabel 2. Nama Benih Ikan Mas Berdasarkan Ukuran Tubuhnya

Ukuran (cm) Istilah (Nama)

Menetas

0,6 - 1,0

1,0 - 3,0

3,0 - 5,0

5,0 - 8,0

8,0 - 13,0

Larva

Kebul (Larva Stadia Akhir)

Burayak

Putihan

Ngaramo

Ngaramo Lepas

Sumber: Susanto dan Rochdianto (1997)

2.6.4 Perawatan Larva dan Benih

Setelah larva berumur lima hari, larva siap ditebar ke dalam kolam. Luas minimum

kolam yang digunakan adalah 500 m2. Kolam tersebut dikeringkan selama 3-4 hari hingga

dasarnya retak. Jika terjadi kebocoran, pematang harus diperbaiki. Untuk menumbuhkan pakan

alami yang dibutuhkan oleh larva, kolam harus dipupuk menggunakan pupuk organik dan pupuk

anorganik. Jumlah pupuk

Page 25: Diagnosis Penyakit Bakterial

yang digunakan disesuaikan dengan tingkat kesuburan perairan. Biasanya, pupuk organik

berupa kotoran ayam yang digunakan sebanyak 500 gram/m2. Sementara itu, pupuk anorganik

berupa TSP dan Urea yang digunakan masing-masing sebanyak 10 gram/m2. Kedua pupuk

anorganik tersebut dicampur dengan kapur sebanyak 15 garam/m2. Selanjutnya campuran

pupuk dan kapur tersebut diaduk merata dan ditaburkan merata ke seluruh permukaan tanah di

dasar kolam.

Kolam yang sudah dipupuk tadi selanjutnya diisi air secara bertahap hingga

ketinggiannya mencapai 75 cm dari dasar kolam. Setelah itu, benih dipelihara selama 2-3

minggu. Selama pemeliharaan itu, benih diberi pakan tambahan berupa tepung pelet dengan

cara menyebarkannya secara merata ke seluruh permukaan air kolam.

2.7. Pengelolaan Pakan

Menurut Suseno (1994), Jenis pakan benih ikan mas dapat berupa pakan alami dan

pakan buatan.

a. Pakan Alami

Kultur pakan alami berupa plankton, pakan alami sangat berperan penting sebagai

pakan benih ikan, terutama benih ukuran lepas hapa. Kultur pakan alami dapat dilakukan

dengan pemupukan. Akan tetapi, dengan cara ini pun tumbuh penyakit yang dapat menyerang

benih ikan tersebut. Jadi perlu pemupukan dengan jenis dan dosis pupuk yang tepat.

Beberapa jenis plankton (zooplankton) yang umumnya dibutuhkan benih ikan antara lain

sebagai berikut:

1. Rotifera

Page 26: Diagnosis Penyakit Bakterial

Kultur rotifera dapat dilakukan di bak beton atau dibak tanah yang sumber airnya

mengandung Rotifera . Bak atau kolam dikeringkan terlebih dahulu selama 2-3 hari kemudian

diisi air dan dilakukan pengapuran sebanyak 100 g/m2 . Pengapuran ini bertujuan untuk

memberantas ikian, predator atau hama yang hidup dalam bak atau kolam kemudian menaikan

pH. Setelah itu, dilakukan pemupukan kotoran ayam kering seberat 1 kg/m2.

2. Moina

Kultur sebaiknya dilakukan diwadah yang diletakan dibawah atap yang transparan,

misalnya atap plastik, untuk menghindari dari curah hujan.

Wadah atau tempat yang telah diisi air sumur dengan kedalaman 40-60 cm. Dipupuk

dengan kotoran ayam kering sebanyak 1 kg/m3. Selain itu, kedalaman media kultur tersebut

digantungkan kantong terilin atau karung yang berisi bungkil keledai sebanyak 200 g/m3.

3. Daphnia

Daphnia dapat diukur ditempat terbuka. Untuk wadah kultur dapat digunakan bak atau

container. Bak atau container diisi dengan air sumur lalu dipupuk kotoran ayam kering

sebanyak 1,5 kg/m3.

b. Pakan Buatan

Dalam pembenihan secara intensif biasanya diutamakan pemberian pakan buatan.

Untuk setiap ukuran atau umur, benih ikan memerlukan pakan dalam bentuk berbeda.

Beberapa bentuk pakan ikan yang dikenal antara lain:

1. Emulsi

Page 27: Diagnosis Penyakit Bakterial

Emulsi merupakan bentuk pakan tambahan yang berukuran 5-12 hari. Bahan pakan ini

dibuat dari kuning telur ayam dan tepung keledai dengan perbandingan 1:1 serta ditambah

vitamin 1%. Pakan berbentuk emulsi tidak boleh disimpan di udara terbuka lebih dari 10 jam.

Sebaiknya dsimpan dalam lemari es.

2. Tepung dan Remah

Tepung merupakan pakan tambahan benih ikan yang berumur antara 21-80 hari. Jenis

pakan buatan ini terdiri dari tepung halus untuk benih berumur ang antara 21 sampai 40 hari

dan tepung kasar untuk benih yang berumur 40 sampai 80 hari. Benih yang berumur 80 hari

120 hari diberi pakan berupa remah (pecahan pellet kering).

2.8 Pengelolaan Kualitas Air

Kualitas air merupakan salah satu faktor penting yang harus diperhatikan dalam

pemilihan lokasi untuk usaha pembenihan ikan.

Beberapa kriteria kualitas air yang harus dipenuhi dalam usaha pembenihan ikan mas

sebagaimana Tabel 3 dan Tabel 4 berikut ini.

Tabel 3. Kategori Kekeruhan Berdasarkan Kedalaman Air

Kedalaman Air Keterangan

1 – 25

25 - 50

50

Air keruh disebabkan oleh

a. Plankton

b. Partikel tanah

Optimal (plankton cukup)

Air jernih disebabkan oleh jumlah

Page 28: Diagnosis Penyakit Bakterial

plankton yang sedikit

Sumber: Suseno (1994)

Tabel 4. Parameter Kualitas Air Untuk Pembenihan Ikan Mas

Parameter Kualitas Air Nilai Batas

A. Fisika

1. Residu dapat terlarut total

2. Padatan Tersuspensi

3. Kekeruhan

4. Suhu

Maksimum 2000 mg/l

Maksimum 400 mg/l

Maksimum 50 JTV

26 - 280 C (fluktuasi normal sekitar 4 0C)

B. Kimia

1. Oksigen terlarut

2. Karbondioksida

3. pH

4. Alkalinitas (CaCO3)

5. Kesadahan total (CaCO3)

6. Amonia total

7. Nitrit

8. Pestisida organoklor

9. Pestisida organofosfat

Lebih besar dari 200 mg/l. Kandungan

minimum 6 mg/l tidak boleh terjadi selama

lebih dari 8 jam berturut-turut.

0 - 12 mg/l

6.5 - 8,5

Minimum 20 mg/l

Minimum 20 mg/l

Maksimum 0,2 mg/l

Maksimum 0,1 mg/l

Maksimum (0.01 x LC50 - 96 jam) mg/l

Maksimum (0,03 x LC50 - 96 jam) mg/l

Sumber: Suseno (1994)

Page 29: Diagnosis Penyakit Bakterial

Beberapa kondisi lingkungan yang menyebabkan kematian ikan adalah:

Perubahan suhu air secara mendadak.

pH air yang terlalu rendah atau sangat tinggi.

Kurangnya oksigen terlarut dalam air.

Meningkatnya senyawa-senyawa beracun seperti H2S (gas metan), karbondioksida, amoniak,

adanya polusi pestisida, limbah industri dan rumah tangga.

Kekeruhan air meningkat/ kecerahan air menurun (Salmahgominut, 2008).

2.9 Pegendalian Hama dan Penyakit.

2.9.1 Hama

Hama dikenal juga sebagai predator atau pemangsa yang hidup di air atau di darat. Biasanya,

ukuran hama lebih besar daripada mangsanya. Jenis hama yang umum menyerang ikan mas

adalah biawak, ular, linsang, kodok, dan burung. Pengendalian hama secara mekanis, yakni

membunuh langsung hama yang ditemukan di tempat pemeliharaan ikan. Tindakan

pencegahan yang biasa dilakukan adalah memasang perangkap dan melokalisir seluruh areal

kolam dengan pagar tembok sehingga hama tidak bisa masuk

(http://sutanmuda.wordpress.com/2007/10/22/budidaya-ikan-mas/)

Selain hama berukuran besar, ada juga sekelompok hewan air (hama) berukuran kecil

yang memangsa benih-benih ikan mas di kolam pembenihan dan pendederan. Hewan air yang

menyerang benih ikan mas tersebut sebagai berikut:

a. Ucrit

Page 30: Diagnosis Penyakit Bakterial

Ucrit adalah larva dari kumbang air yang berwaran hijau. Bentuknya memanjang, mirip

ulat dengan ukuran 3-5 cm. Biasanya ucrit memangsa ikan mas yang masih berukuran 1-3 cm.

Ikan mas itu ditangkap oleh ucrit kemudian dilumpuhkan menggunakan ujung ekornya yang

bercabang dua. Selanjutnya ikan mas dimakan dengan cara menggigitnya sedikit demi sedikit.

Langkah pencegahan yang bisa dilakukan adalah memasang saringan di pintu pemasukan air

kolam dan mengusahakan agar penebarannya tidak terlalu tinggi.

b. Notonecta

Di kalangan petani ikan mas, notonecta dikenal dengan sebutan bebeasan. Bentuknya

mirip butiran beras dan bagian perutnya berwarna putih. Hewan kecil ini memangsa benih ikan

mas yang berukuran 1-2 cm. Ikan mas dimangsa dengan cara ditusuk dan diisap cairan

tubuhnya. Langkah pencegahan yang bisa dilakukan adalah memasang saringan di pintu

pemasukan air. Jika notonecta sudah terlanjur ditemukan di dalam kolam, bisa dikendalikan

dengan cara memercikkan minyak tanah ke permukaan air sebanyak 0,5 liter/50 m2 luas

permukaan air kolam.

c. Kini-kini

Kini-kini adalah hewan yang hidup di bawah permukaan air kolam. Asal mulanya adalah

dari telur capung yang menetas di permukaan air. Benih ikan mas dimangsa dengan cara diisap

darahnya. Langkah pencegahan yang bisa dilakukan adalah menghalangi agar capung tidak

dapat bertelur di permukaan air kolam dan penebarannya tidak boleh terlampau padat. Hingga

saat ini, pemberantasan kini-kini masih sulit dilakukan karena hidupnya selalu di bawah

permukaan air kolam.

2.9.2 Penyakit

Page 31: Diagnosis Penyakit Bakterial

Penyebab penyakit pada ikan ada dua, yakni jasad hidup dan bukan jasad hidup. Jasad

hidup yang menyebabkan penyakit pada ikan adalah parasit. Contoh parasit yang menyerang

ikan mas adalah virus, jamur, bakteri, protozoa, cacing, dan udang renik. Sementara itu,

penyebab penyakit yang bukan termasuk jasad hidup adalah sifat fisika air, sifat kimia air, dan

pakan yang kurang cocok untuk kehidupan ikan mas.

Pencegahan merupakan cara terbaik untuk menanggulangi penyakit. Tindakan pencegahan

penyakit yang bisa dilakukan sebagai berikut:

a) Sebelum pemeliharaan, kolam harus dikeringkan dan diberi kapur untuk memotong siklus

hidup penyakit.

b) Kondisi lingkungan harus terjaga, misalnya kualitas air dan sanitasi lingkungan disekitar

kolam harus tetap baik.

c) Pakan tambahan yang diberikan harus sesuai dengan dosis yang dianjurkan. Jika berlebihan

akan mengganggu lingkungan.

d) Penanganan sewaktu panen harus secara hati-hati dan benar untuk menghindari cacat atau

luka pada ikan.

e) Hindari masuknya binatang pembawa penyakit, seperti burung, ular, siput, atau keong mas.

Beberapa jenis penyakit yang sering menyerang ikan mas sebagai berikut:

1. Ichthyophthirius multifiliis

Penyakit ini dikenal juga dengan sebutan bintik putih atau white spot. Sering menyerang

ikan mas dengan cara bersarang pada lapisan lendir kulit, sirip, hingga lapisan insang. Ciri ikan

Page 32: Diagnosis Penyakit Bakterial

yang diserang white spot adalah banyak mengeluarkan lendir, tubuhnya pucat, dan

pertumbuhannya lambat.

Ikan mas yang telah terserang penyakit ini bisa diobati dengan cara merendamnya ke

dalam larutan Methyline Blue. Cara pengobatannya sebagai berikut:

a) Siapkan wadah berupa bak sebagai media untuk mengobati ikan yang sakit. Setelah itu cuci

wadah tersebut dengan air bersih sebagai langkah sterilisasi.

b) Buat larutan baku dengan mencampurkan 1 gram Methyline Blue ke dalam 100 ml air bersih.

c) Teteskan larutan baku tadi ke dalam bak sebanyak 2-4 ml untuk setiap 4 liter air.

d) Rendam ikan yang sakit ke dalam bak tadi selama 24 jam.

e) Ulangi pengobatan ini sebanyak 3-5 kali dalam selang waktu satu hari.

Jika Methline Blue sulit ditemukan, bisa diganti dengan larutan garam dapur (NaCl)

sebanyak 1-3 gram untuk setiap 100 ml air bersih. Lama perendaman yang dianjurkan 5-10

menit dan perendaman diulangi hingga 2-3 kali.

2. Lernea

Parasit lernea berbentuk mirip cacing dan hidup di dalam tubuh ikan mas dengan cara

menusukan kepalanya yang berbentuk jangkar ke dalam daging ikan. Parasit ini mudah sekali

berkembang baik pada kondisi lingkungan yang banyak mengandung bahan organik, seperti

sisa-sisa pemupukan, sampah, atau sisa-sisa makanan.

Pertumbuhan ikan mas yang terserang lernea akan lambat dan tubuhnya menjadi kurus.

Pengobatan ikan yang telah terserang parasit ini dapat dilakukan dengan cara merendamnya

Page 33: Diagnosis Penyakit Bakterial

ke dalam 2,5 ml larutan formalin yang dicampur dengan 100 liter air bersih. Perendaman

dilakukan selama 10 menit, selanjutnya dipelihara di air bersih yang mengalir. Jika pengobatan

dilakukan di dalam bak pemeliharaan, sebaiknya insektisida yang digunakan berasal dari

golongan organoposfat dengan dosis 0,5 mg/l. Jenis insektisida ini hanya membunuh hewan

bersel darah putih. Insektisida tersebut disemprotkan sebanyak empat kali berturut-turut dalam

selang waktu empat hari.

3. Dactylogyrus dan Gyrodactylus

Parasit dactylogyrus menyerang insang dan kulit ikan mas. Sementara itu, gyrodactylus

hanya menyerang kulit. Tanda-tanda ikan mas yang diserang oleh parasit ini antara lain ikan

melompat-lompat dan berenang di permukaan air kerena insangnya dirusak oleh parasit, tubuh

ikan banyak mengeluarkan lendir, dan warna tubuhnya menjadi pucat.

Tindakan pengobatan untuk ikan mas yang terserang parasit ini adalah merendamnya

ke dalam 25 ppm atau 2,5 ml larutan formalin dicampur ke dalam 100 liter air bersih. Lama

perendaman yang dianjurkan adalah 10 menit. Selain formalin, obat-obatan lain yang bisa

digunakan adalah garam dapur 20 g/1000 ml, Neguvon 2-3,5 %, dan kalium permanganat 0,01

g/100 ml air.

4. Bakteri Aeromanas

Ada dua spesies aeromonas yang menyerang ikan mas, yakni Aeromonas punctata dan

Aeromonas hydrophilla. Ciri-ciri ikan yang terserang penyakit ini adalah warna tubuh ikan yang

terserang penyakit ini berubah menjadi gelap dan kulitnya kasar karena kehilangan lendir, ikan

sering keluar di permukaan air, cara berenangnya menjadi sangat lemah, dan cara

bernapasnya tampak tersengal-sengal.

Page 34: Diagnosis Penyakit Bakterial

Jika ikan terlanjur terserang bakteri ini, tindakan pengobatan yang dapat dilakukan

sebagai berikut.

1. Ikan direndam ke dalam larutan Tetracylin atau Kemicitine, caranya, kapsul di buka dan

isinya dicampur ke dalam 500 liter air bersih dan direndam selama 2 jam. Pengobatan ini

dilakukan selama 3-5 kali berturut-turut dalam waktu 3-5 hari.

2. Bagian tubuh yang terluka diolesi obat merah yang telah diencerkan terlebih dahulu. Oleskan

obat merah itu sebanyak 10 kali.

3. Ikan disuntik menggunakan Terramycine dengan dosis 25-35 mg untuk setiap 1 kg berat ikan.

Penyuntikan biasanya dilakukan untuk ikan mas yang berukuran besar. Penyuntikan ini

diulangi setiap hari sebanyak tiga kali.

Adapun cara mendiagnosis penyakit dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 5. Pengamatan Tubuh Bagian Luar dan Tingkah Laku Ikan Untuk Mendiagnosis Penyebab Penyakit.

Ciri-Ciri dan tingkah Laku Ikan Diagnosis Kemungkinan Penyakit

1. Kelainan pada tulang belakang (bengkok), scoliosis, dan lordosis

2. Kelainan pada rahang atas atau rahang bawah

3. Rontok sirip

4. Perut gembung (dropsy)

5. Ikan menjadi kurus

6. Sisik kasar

7. Mata menonjol

a. Keturunan

b. Myxosoma cerebralis

c. Infeksi bakteri atau virus

d. Kekurangan vitamin

a. Myxoma cerebralis

b. Kelainan kelenjar tiroid

a. Infeksi bakteri Flexibacter sp.

b. Parasit costia sp.

Page 35: Diagnosis Penyakit Bakterial

8. Mata masuk ke dalam

9. Serabut seperti kapas pada kulit

10. Pendarahan (hemorrhage)

11. Kulit terasa kasar dan berbintik hitam

12. Insang pecah (anemia)

13. Insang rontok

14. Bintik putih kemerahan pada insang

15.Frekuensipernapasan bertambah

16. Bintik-bintik putih pada kulit

17. Luka pada daging

19. Tonjolan kecil di daerah dekat sirip

20. Tutup insang selalu terbuka

c. Sifat air terlalu basah

d. Parasit Gyrodactylus sp.

a.Bacterial Hemorrhagic Septicaemia (BHS)

b.Viral Hemorrhagic Septicaemia (VHS)

a. Tuberculosis

b. Penyakit cacing

c. Penyakit Octomitus sp.

a. Infeksi bakteri

b. Air terlalu asam

a. Tuberculosis

b. Infeksi cacing

c. Infeksi virus

a. Infeksi bakteri

b. Infeksi trypanoplasma (Cryptobia)

a. Penyakit jamur Saprolegnia sp.

a. Serangan Argulus sp.

b. Infeksi bakteri

c. Infeksi Trichodina sp.

d. Gigitan lintah

a. Ichthyosporodium

a. Infeksi bakteri

b. Infeksi virus

a. Bakteri Flexibacter sp.

Page 36: Diagnosis Penyakit Bakterial

b. Mycobacteria

c. Parasit Dactylogyrus sp.

a. Myxobolus sp.

a. Mycobacteria

b. Flexybacter sp.

c. Parasit Dactylogyrus sp.

a. Ichthyopphthyrius

a. Ichthyosporodium

b. Tuberculosis

c. Bacterial septicaemia

d. Flexibacter columnaris

a. Infeksi virus

a. Mcobacteria

b. Columnaris

c. Parasit Dactylogyrus sp.

Sumber : Suseno (1994)

2.10 Pemanenan dan Pemasaran

2.10.1 Pemanenan

Sebelum dilakukan pemanenan benih ikan, terlebih dahulu dipersiapkan alat-alat

tangkap dan sarana perlengkapannya. Beberapa alat tangkap dan sarana yang disiapkan

diantaranya keramba, ember biasa, ember lebar, seser halus sebagai alat tangkap benih, jaring

atau hapa sebagai penyimpanan benih sementara, saringan yang digunakan untuk

Page 37: Diagnosis Penyakit Bakterial

mengeluarkan air dari kolam agar benih tidak terbawa arus, dan bak-bak penmapungan yang

berisi air bersih untuk penyimpanan benih hasil panen.

Panen benih ikan dimulai pagi-pagi, yaitu antara jam 04.00-05.00 pagi dan sebaiknya

berakhir tidak lebih dari jam 09.00 pagi. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari terik matahari

yang dapat mengganggu kesehatan benih ikan tersebut. Pemanenan dilakukan mula-mula

dengan menyurutkan air kolam pendederan secara perlahan-lahan agar ikan tidak stres akibat

tekanan air yang berubah secara mendadak. Setelah air surut benih mulai ditangkap dengan

seser halus atau jaring dan ditampung dalam ember atau keramba. Benih dapat dipanen

setelah dipelihara selama 21 hari. Hasil panen yang dapat diperoleh mencapai 70 - 80 %

dengan ukuran benih antara 8 - 12 cm, (Suseno, 1994).

2.10.2 Pemasaran

Menurut Putranto (1995), pemasaran hasil panenan ikan mas merupakan suatu tahap

akhir dari rangkaian pemeliharaan. Sebelum ikan dipasarkan, kesegaran selama diangkut

menuju ke tempat pemasaran harus selalu dipertahankan. sehingga ikan akan tetap hidup dan

menarik minat pembeli. Cara yang dapat dilakukan untuk melakukan hal tersebut adalah:

1. Ikan mas dibersihkan dari lumpur atau tanah yang melekat ditubuhnya.

2. Usahakan jangan sampai mencederai ikan selama pemanenan terutama pada bagian sirip.

3. Ikan ditempatkan pada wadah yang baik, tidak bocor, dengan air yang jernih dan tidak

menyebabkan ekor ikan tertekuk posisinya.

4. Air dalam wadah ikan sedapat mungkin diganti atau paling tidak ditambah setiap 2-3 jam

sekali.

Page 38: Diagnosis Penyakit Bakterial

5. Selama dibawa ke tempat pemasaran, usahakan jangan terlalu banyak dipegang-pegang dan

usahakan jangan sampai cedera.

Apabila ikan Mas sampai mati sebelum dipasarkan maka akan sangat merugikan, karena

ikan Mas akan cepat menjadi kaku, berlendir dan berbau sehingga tidak menarik minat pembeli.

Untuk dapat menjual hasil dengan cepat, seorang petani ikan dituntut untuk dapat melihat

celah-celah pasar dan mencoba suatu alternative pemasaran yang baru.

Diposkan oleh feb_ri di 19.39