Diabetes Mellitus RA2

73
BAB I 1.1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah orang yang menderita diabetes semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk, faktor penuaan, urbanisasi, obesitas dan aktifitas yang inaktif. Menurut World Health Organisation (WHO), diabetes melitus dapat didefinisikan sebagai suatu penyakit metabolik kronik, baik disebabkan oleh pankreas yang tidak menghasilkan insulin yang cukup atau saat tubuh tidak menggunakan insulin yang dihasilkan secara efektif. Insulin adalah hormon yang mengatur kadar gula darah. Hiperglikemia, atau peningkatan gula darah adalah efek umum dari diabetes yang tidak terkontrol dan dari waktu ke waktu, dapat menyebabkan kerusakan pada mata, jantung, ginjal, saraf, dan pembuluh darah (Soegondo, 2004). Pada tahun 2004, WHO menyatakan bahwa, pada tahun 2003, terdapat lebih dari 200 juta orang dengan diabetes di dunia dan angka ini akan bertambah menjadi 333 juta orang di tahun 2025. Diperkirakan bahwa jumlah penderita diabetes di seluruh dunia akan meningkat dari 171 juta pada tahun 2000 menjadi 366 juta tahun 2030. Selain itu, prevelensi diabetes pada semua umur diseluruh 1

description

DM RA2

Transcript of Diabetes Mellitus RA2

Page 1: Diabetes Mellitus RA2

BAB I

1.1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Jumlah orang yang menderita diabetes semakin meningkat seiring dengan

pertumbuhan penduduk, faktor penuaan, urbanisasi, obesitas dan aktifitas yang

inaktif. Menurut World Health Organisation (WHO), diabetes melitus dapat

didefinisikan sebagai suatu penyakit metabolik kronik, baik disebabkan oleh

pankreas yang tidak menghasilkan insulin yang cukup atau saat tubuh tidak

menggunakan insulin yang dihasilkan secara efektif. Insulin adalah hormon yang

mengatur kadar gula darah. Hiperglikemia, atau peningkatan gula darah adalah

efek umum dari diabetes yang tidak terkontrol dan dari waktu ke waktu, dapat

menyebabkan kerusakan pada mata, jantung, ginjal, saraf, dan pembuluh darah

(Soegondo, 2004). Pada tahun 2004, WHO menyatakan bahwa, pada tahun 2003,

terdapat lebih dari 200 juta orang dengan diabetes di dunia dan angka ini akan

bertambah menjadi 333 juta orang di tahun 2025. Diperkirakan bahwa jumlah

penderita diabetes di seluruh dunia akan meningkat dari 171 juta pada tahun 2000

menjadi 366 juta tahun 2030. Selain itu, prevelensi diabetes pada semua umur

diseluruh dunia diperkirakan 2.8% pada tahun 2000 dan 4.4% pada tahun 2030.

Walaupun diabetes diderita lebih banyak oleh wanita namun prevelensinya lebih

tinggi pada pria. Diabetes dikatakan akan menjadi penyebab kematian yang ke-7

pada tahun 2030. Menurut International Diabetes Federation (IDF), lebih dari 285

juta orang menderita diabetes melitus di seluruh dunia dan angka ini diduga

meningkat menjadi 439 juta pada tahun 2030. Negara berkembang seperti

Indonesia merupakan negara yang paling banyak terkena dalam abad ke-21 ini.

Indonesia merupakan negara ke-4 dengan jumlah diabetes terbanyak di dunia.

Jumlah penderita diabetes melitus di Indonesia terus meningkat dimana saat ini

diperkirakan sekitar 5 juta lebih penduduk Indonesia menderita diabetes.

1

Page 2: Diabetes Mellitus RA2

Diabetes Melitus terdiri dari dua tipe yaitu tipe pertama DM yang disebabkan

keturunan dan tipe kedua disebabkan gaya hidup. Secara umum, hampir 80 %

prevalensi diabetes melitus adalah DM tipe 2 dan di Indonesia sendiri, DM tipe 1

sangat jarang dijumpai mungkin karena terletak di katulistiwa atau faktor

genetiknya tidak menyokong (Suyono, 2004).

1.2. Rumusan Masalah

Untuk mengetahui bagaimana tinjauan teori, temuan klinis, serta

penatalaksanaan Diabetes Melitus di Ruang Rawat Inap Terpadu (RINDU) A-1

RSUP H. Adam Malik Medan.

1.3. Tujuan Penulisan

Menelaah lebih dalam tentang tinjauan teori Diabetes Melitus serta

memaparkan pembahasan klinis Diabetes Melitus dari segi terminologis, etiologi,

kriteria diagnostik, penatalaksanaan serta prognosis dan komplikasi.

1.4. Manfaat Penulisan

- Menjadi sumber informasi dan pengetahuan bagi pembaca mengenai

penyakit diabetes melitus.

- Menjadi media mengintegrasikan ilmu kedokteran yang telah didapat

mengenai penyakit diabetes melitus.

2

Page 3: Diabetes Mellitus RA2

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Diabetes Melitus

2.1.1. Definisi

Diabetes berasal dari kata Yunani yang berarti mengalirkan atau

mengalihkan (siphon), sedangkan Melitus berasal dari kata Latin yaitu madu atau

gula. Diabetes Melitus (DM) atau kencing manis adalah penyakit metabolik

kronik yang disebabkan oleh peningkatan kadar gula dalam darah (hiperglikemi),

baik disebabkan oleh pankreas yang tidak menghasilkan insulin yang cukup atau

ketika tubuh tidak menggunakan insulin yang dihasilkan secara efektif. Insulin

adalah hormon yang dikeluarkan untuk mengatur kadar gula darah yang berperan

dalam proses penyerapan glukosa ke dalam sel tubuh. WHO sebelumnya telah

merumuskan bahwa diabetes melitus merupakan sesuatu yang tidak dapat

dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat tetapi secara umum dapat

dikatakan sebagai suatu kumpulan masalah anatomik dan kimiawi akibat dari

sejumlah faktor dimana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan

gangguan fungsi insulin (Gustaviani, 2006). Glukosa diatur oleh insulin yang

diproduksi oleh sel beta pankreas, sehingga kadar gula di dalam darah selalu

dalam batas normal, baik pada keadaan puasa maupun setelah makan yaitu sekitar

70-140mg/dL. Pada keadaan DM, tubuh relatif kekurangan insulin sehingga

pengaturan kadar glukosa darah menjadi kacau. Walaupun kadar glukosa darah

sudah tinggi, pemecahan lemak dan protein menjadi glukosa tidak dapat

dihambat, sehingga kadar glukosa darah semakin meningkat (Sarwono, 2004).

Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes melitus

merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik

hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau

kedua-duanya. Diabetes dapat ditandai dengan keluhan khas berupa poliuria,

3

Page 4: Diabetes Mellitus RA2

polidipsia, polifagia, penurunan berat badan dan kadar gula darah sewaktu atau

postprandial ≥ 200mg/dL atau kadar gula darah puasa ≥ 126mg/dl (Soegondo,

2004).

Peningkatan kadar gula darah (hiperglikemi) yang tidak terkontrol dapat

mengakibatkan terjadinya berbagai komplikasi seperti penyakit serebro-vaskular,

penyakit jantung koroner, penyakit pembuluh darah, penyulit pada mata, ginjal

dan saraf.

2.1.2. Epidemiologi diabetes melitus

Pada tahun 2000 menurut WHO diperkirakan sedikitnya 171 juta orang di

seluruh dunia menderita Diabetes Melitus, atau sekitar 2,8% dari total populasi.

Insidensnya terus meningkat dengan cepat, dan diperkirakan pada tahun 2030,

angka ini akan bertambah menjadi 366 juta atau sekitar 4,4% dari populasi dunia.

DM terdapat di seluruh dunia, namun lebih sering (terutama tipe 2) terjadi di

negara berkembang. Peningkatan prevalens terbesar terjadi di Asia dan Afrika,

sebagai akibat dari tren urbanisasi dan perubahan gaya hidup, seperti pola makan

“Western-style” yang tidak sehat.

Di Indonesia sendiri, berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun

2007, dari 24417 responden berusia >15 tahun, 10,2% mengalami Toleransi

Glukosa Terganggu (kadar glukosa 140-200 mg/dl setelah puasa selama 14 jam

dan diberi glukosa oral 75 gram). Sebanyak 1,5% mengalami Diabetes Melitus

yang terdiagnosis dan 4,2% mengalami Diabetes Melitus yang tidak terdiagnosis.

Baik DM maupun TGT lebih banyak ditemukan pada wanita dibandingkan pria,

dan lebih sering pada golongan dengan tingkat pendidikan dan status sosial

rendah. Daerah dengan angka penderita DM paling tinggi yaitu Kalimantan Barat

dan Maluku Utara yaitu 11,1 %, sedangkan kelompok usia penderita DM

terbanyak adalah 55-64 tahun yaitu 13,5%. Beberapa hal yang dihubungkan

dengan risiko terkena DM adalah obesitas (sentral), hipertensi, kurangnya

aktivitas fisik dan konsumsi sayur-buah kurang dari 5 porsi sehari.

4

Page 5: Diabetes Mellitus RA2

2.1.3. Etiologi dan Klasifikasi

1. Diabetes Tipe 1 (destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin

absolut)

A. Melalui proses imunologik

B. Idiopatik

2. Diabetes Tipe 2 (bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai

defisiensi insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin

bersama resistensi insulin)

3. Diabetes Melitus Tipe lain

A. Defek fungsi sel β genetic

• Kromosome 12, HNF-1α (MODY3)

• Kromosome 7, glukokinase (MODY2)

• Kromosome 20, HNF-4α (MODY1)

• Kromosome 13, faktor promoter insulin-1 (IPF-1; MODY4)

• Kromosome 17, HNF-1β (MODY5)

• Kromosome 2, NeuroD1

• DNA Mitochondria dan lain-lain. (MODY6)

B. Defek genetik kerja insulin

1. Insulin resistensi tipe A

2. Leprechaunism

3. Sindroma Rabson-Mendenhall

4. Lipoatropik Diabetes dan lain-lain.

C. Infeksi

• Rubella Kongenital

• Cytomegalovirus dan lain-lain.

D. Penyakit pada eksokrin pankreas

1. Pankreatitis

2. Trauma/pankreatecktomi

5

Page 6: Diabetes Mellitus RA2

3. Neoplasia

4. Cysticfibrosis

5. Hemokromatosis

6. Pankreatopati fibro kalkulus dan lain-lain.

E. Endokrinopati

• Akromegali

• Sindroma Cushing

• Glukagonoma

• Feokromositoma

• Hipertirodisme

• Somatostatinoma

• Aldosteronoma dan lain-lain.

F. Obat/ bahan kimia yang menginduksi

• Vacor

• Pentamidine

• Asam Nikotinik

• Glukokortikoid

• Hormon Tiroid

• Diazoxid

• β-adrenergic agonists

• Tiazid dan lain-lain

4. Diabetes Melitus Gestational (Kehamilan) (ADA, 2010)

6

Page 7: Diabetes Mellitus RA2

Gambar 2.1

7

Page 8: Diabetes Mellitus RA2

Gambar 2.2

2.1.4 Faktor Resiko

Menurut Wijayakusuma (2004), penyakit Diabetes Melitus dapat

disebabkan oleh beberapa hal :

a. Pola Makan

Pola makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori yang dibutuhkan

oleh tubuh dapat memicu timbulnya Diabetes Melitus. Hal ini disebabkan jumlah

atau kadar insulin oleh sel β pankreas mempunyai kapasitas maksimum untuk

disekresikan.

8

Page 9: Diabetes Mellitus RA2

b. Obesitas

Orang yang gemuk dengan berat badan melebihi 90 kg mempunyai

kecenderungan yang lebih besar untuk terserang Diabetes Melitus dibandingkan

dengan orang yang tidak gemuk.

c. Faktor genetik

Seorang anak dapat memiliki gen penyebab Diabetes Melitus orang tua. Biasanya,

seseorang yang menderita Diabetes Melitus mempunyai anggota keluarga yang

juga terkena.

d. Bahan-bahan kimia dan obat-obatan

Bahan kimiawi tertentu dapat mengiritasi pankreas yang menyebabkan radang

pankreas. Peradangan pada pankreas dapat menyebabkan pankreas tidak berfungsi

secara optimal dalam mensekresikan hormon yang diperlukan untuk metabolisme

dalam tubuh, termasuk hormon insulin.

e. Penyakit dan infeksi pada pankreas

Mikroorganisme seperti bakteri dan virus dapat menginfeksi pankreas sehingga

menimbulkan radang pankreas. Hal ini menyebabkan sel β pada pankreas tidak

bekerja secara optimal dalam mensekresi insulin.

Table 2.1. Karakteristik Umum Tipe 1 dan 2 Diabetes Melitus

Sumber: The Merck Manual; (Kishore, 2012)

Karakteristik Tipe 1 Tipe 2

Onset Biasanya umur < 30

tahun

Biasanya umur > 30

tahun

obesitas Jarang Sangat sering

9

Page 10: Diabetes Mellitus RA2

Menjurus pada

ketoasidosis

Ya Tidak

Kadar insulin endogen

Dalam plasma

Sangat rendah/ tidak

terdeteksi

Rendah, normal atau

tinggi, tergantung

derajat resistensi insulin

dan destruksi sekretorik

insulin

Konkodansi Kembar ≤ 50% > 90%

Berkaitan dengan

antigen spesifik HLA-D

Ya Tidak

Antibodi sel islet pada

diagnosis

Ada, tapi boleh juga

tidak dijumpai sama

sekali

Tidak ada

Patologi islet Insulitis, hilangnya sel

beta selektif

Lebih kecil; kelihatan

normal, deposisi

amiloid sering terjadi

Penyebab komplikasi

(retinopathy,

nephropathy,

neuropathy,

atherosclerotic

cardiovascular disease)

Ya Ya

Respon hiperglikemia

pada pemberian obat

oral antihiperglikemia

Tidak Ya, tahap awal pada

pasien.

10

Page 11: Diabetes Mellitus RA2

2.1.5. Patogenesis Diabetes Melitus

Secara garis besar, diabetes dapat dibagi menjadi dua kategori utama

berdasarkan sekresi insulin endogen, yaitu (a) Insulin Dependent Diabetes Melitus

(IDDM) atau Diabetes Melitus Tipe 1 dan (b) Non Insulin Dependent Diabetes

Melitus (NIDDM) atau Diabetes Melitus Tipe 2. Insulin adalah hormon yang

disekresi oleh pankreas, yaitu sebuah kelenjar yang secara anatominya terletak di

belakang lambung. Di dalam kelenjar pankreas terdapat kumpulan sel yang

berbentuk seperti pulau yang disebut pulau-pulau Langerhans yang berisi sel beta

yang mengeluarkan hormon insulin. Secara fisiologis, hormon insulin dikeluarkan

sebagai respon terhadap peningkatan kadar gula dalam darah. Insulin diibaratkan

sebagai anak kunci yang dapat membuka pintu masuknya glukosa dalam sel, yang

kemudian akan dimetabolisme menjadi energi. Insulin juga berperan

mengkonversi glukosa menjadi glikogen sebagai cadangan di sel otot dan hepar.

Dengan ini, kadar gula darah tetap dalam keadaan normal (Suyono, 2004). Pada

DM tipe 1, pankreas tidak dapat memproduksi insulin atau insulin yang

diproduksi sangat sedikit. Hal ini karena, pada jenis ini, timbul reaksi autoimun

yang disebabkan adanya peradangan pada sel beta. Antibodi yang timbul yaitu

Islet Cell Antibody (ICS) akan bereaksi dengan antigen (sel beta) menyebabkan

hancurnya sel beta itu sendiri. Oleh itu, kadar glukosa darah menjadi sangat tinggi

dan tidak dapat digunakan secara optimal untuk pembentukan energi. Maka,

energi diperoleh dari peningkatan katabolisme lipid dan protein (Subekti, 2004).

Pada DM tipe 2, berlaku resistensi insulin, dimana sel-sel tubuh tidak

merespon tepat ketika adanya insulin dan juga penurunan kemampuan sel beta

pankreas untuk mensekresi insulin sebagai respon terhadap beban glukosa. Pada

tipe ini, jumlah insulin normal, malah mungkin lebih banyak tetapi jumlah

reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel berkurang. Jadi, glukosa akan

menumpuk di dalam darah. Sel beta akan terus memproduksi insulin sehingga

pada suatu saat menyebabkan hiperinsulinemia. Kondisi ini akan mengakibatkan

11

Page 12: Diabetes Mellitus RA2

desensitisasi reseptor insulin pada tahap postreceptor, yaitu penurunan aktivitas

kinase receptor, translokasi glucose transport dan aktivasi glycogen synthase. Ini

akan menyebabkan resistensi insulin yang membawa kepada keadaan

hiperglikemi. Kadar glukosa darah yang tinggi meningkatkan aktivitas pankreas

menghasilkan insulin sehingga pada suatu saat kerja pankreas melemah dan

akhirnya menjadi defisiensi insulin.

2.1.6 Patofisiologi

Gambar 2.3

2.1.7. Diagnosa

Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan

adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti di bawah

ini:

Keluhan klasik DM berupa: poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan 12

Page 13: Diabetes Mellitus RA2

berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya Keluhan lain dapat berupa:

lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta

pruritus vulvae pada wanita.

Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara:

1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu

>200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM.

2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dl dengan adanya keluhan klasik.

3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban 75 g

glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma

puasa, namun pemeriksaan ini memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk

dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan karena

membutuhkan persiapan khusus.

Langkah-langkah diagnostik DM dan gangguan toleransi glukosa dapat dilihat

pada bagan 1. Kriteria diagnosis DM untuk dewasa tidak hamil dapat dilihat pada

tabel 2. Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM,

bergantung pada hasil yang diperoleh, maka dapat digolongkan ke dalam

kelompok toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu

(GDPT).

1. TGT: Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan

glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140 – 199 mg/dl (7,8-11,0 mmol/L).

2. GDPT: Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma

puasa didapatkan antara 100 – 125 mg/dl (5,6– 6,9 mmol/L) dan pemeriksaan

TTGO gula darah 2 jam < 140 mg/dl.

13

Page 14: Diabetes Mellitus RA2

Gambar 2.4

Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994):

Tiga hari sebelum pemeriksaan, pasien tetap makan seperti kebiasaan sehari-

hari (dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani

seperti biasa

Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan,

minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan

Diperiksa kadar glukosa darah puasa

Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/kgBB (anak-

anak), dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum dalam waktu 5 menit

Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2

jam setelah minum larutan glukosa selesai

Diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa

Selama proses pemeriksaan, subjek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak

14

Page 15: Diabetes Mellitus RA2

merokok

Pemeriksaan penyaring

Pemeriksaan penyaring dilakukan pada mereka yang mempunyai risiko

DM (seperti terlihat pada halaman 33), namun tidak menunjukkan adanya gejala

DM. Pemeriksaan penyaring bertujuan untuk menemukan pasien dengan DM,

TGT, maupun GDPT, sehingga dapat ditangani lebih dini secara tepat. Pasien

dengan TGT dan GDPT juga disebut sebagai intoleransi glukosa, merupakan

tahapan sementara menuju DM. Kedua keadaan tersebut juga merupakan faktor

risiko untuk terjadinya DM dan penyakit kardiovaskular dikemudian hari.

Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar

glukosa darah sewaktu atau kadar glukosa darah puasa. Skema langkah-langkah

pemeriksaan pada kelompok yang memiliki risiko DM dapat dilihat pada bagan 1.

15

Page 16: Diabetes Mellitus RA2

2.1.8. Komplikasi Diabetes Melitus

2.1.8.1 Komplikasi akut Diabetes Melitus

a) Hipoglikemi

b) Ketoasidosis - Ketoasidosis diabetikum (KAD)

- Hiperosmolar non ketotik (HONK)

Ketoasidosis

16

Page 17: Diabetes Mellitus RA2

Kriteria diagnostik KAD:

- klinis: adanya riwayat diabetes melitus sebelumnya, kesadaran menurun, nafas

kussmaul dan berbau aseton, adanya tanda-tanda dehidrasi.

- faktor pencetus yang biasa menyertai: infeksi akut, IMA dan stroke.

- Lab: Gula darah > 250mg/dl, asidosis metabolik (pH <7,3, bikarbonat < 15

meq/L), ketosis (ketonemia dan ketouria).

Kriteria diagnostik HONK:

- Orang tua umur > 40 tahun.

- Adanya hiperglikemia disertai osmolaritas darah yang tinggi >320 Osm.

- Tanpa disertai asidosis dan ketosis.

Gambar 2.5

2.1.8.2 Komplikasi kronik diabetes melitus

1. Komplikasi Vaskuler

17

Page 18: Diabetes Mellitus RA2

a. mikrovaskuler

- Mata : Retinopati Neuropati (non poliferatif/ poliferatif)

Macular edema

Katarak Glaukoma

- Neuropati : sensorik dan motorik (mononeuropati dan polineuropati)

- Autonomik

b.makrovaskuler

-Penyakit jantung koroner

-Pembuluh darah kaki

-Pembuluh darah ke otak

2. Komplikasi nonvaskuler

- Gastrointestinal: diare

gastroparesis

- Genitourinary: disfungsi ereksi

ejakulasi retrograde

- manifestasi dermatologis

3. Ulkus Diabetikum (Harrison, 2008)

18

Page 19: Diabetes Mellitus RA2

Gambar 2.6

2.1.9. Penatalaksanaan

A. Pemicu Sekresi Insulin

1. Sulfonilurea

Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel

beta pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan

19

Page 20: Diabetes Mellitus RA2

normal dan kurang, namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat

badan lebih. Untuk menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada beberapa

keadaaan seperti orang tua, gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta

penyakit kardiovaskular, tidak dianjurkan penggunaan sulfonilurea kerja panjang

(PERKENI, 2011).

2. Glinid

Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, yaitu pada

meningkatkan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam

obat yaitu: Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin).

Obat ini diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi

secara cepat melalui hati (PERKENI, 2011).

B. Penambah sensitivitas terhadap insulin

Tiazolidindion

Tiazolidindion (rosiglitazon dan pioglitazon) berikatan pada Peroxisome

Proliferator Activated Receptor Gamma (PPAR-γ), suatu reseptor inti di sel otot

dan sel lemak. Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin

dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga

meningkatkan pengambilan glukosa di perifer. Tiazolidindion dikontraindikasikan

pada pasien dengan gagal jantung klas I-IV karena dapat memperberat

edema/retensi cairan dan juga pada gangguan faal hati. Pada pasien yang

menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan faal hati secara berkala

(PERKENI, 2011).

C. Penghambat glukoneogenesis

Metformin Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati

(glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer.

Terutama dipakai pada pasien diabetes yang gemuk. Metformin

dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (serum kreatinin

20

Page 21: Diabetes Mellitus RA2

> 1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia

(misalnya penyakit serebro- vaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung). Metformin

dapat memberikan efek samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat

diberikan pada saat atau sesudah makan (PERKENI, 2011).

D. Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose)

Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga

mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbose

tidak menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang paling sering

ditemukan ialah kembung dan flatulens. Mekanisme kerja OHO, efek samping

utama, serta pengaruh obat terhadap penurunan A1C dapat dilihat pada tabel

(PERKENI, 2011).

E. Suntikan

1. Insulin

Insulin diperlukan pada keadaan:

- Penurunan berat badan yang cepat

- Hiperglikemia berat yang disertai ketosis

- Ketoasidosis diabetik

- Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik

- Hiperglikemia dengan asidosis laktat

- Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal

- Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)

- Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak

-terkendali dengan perencanaan makan

- Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat

- Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

Berdasarkan jenis dan lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yakni:

- Insulin kerja cepat (rapid acting insulin)

- Insulin kerja pendek (short acting insulin)

- Insulin kerja menengah (intermediate acting insulin)

21

Page 22: Diabetes Mellitus RA2

- Insulin kerja panjang (long acting insulin)

2. Agonis GLP-1/ Incretin-mimetic

Pengobatan dengan dasar peningkatan GLP-1 merupakan pendekatan baru untuk

pengobatan DM. Agonis GLP-1 dapat bekerja sebagai perangsang penglepasan

insulin yang tidak menimbulkan hipoglikemia ataupun peningkatan berat badan

yang biasanya terjadi pada pengobatan dengan insulin ataupun sulfonilurea.

Agonis GLP-1 bahkan mungkin menurunkan berat badan. Efek agonis GLP-1

yang lain adalah menghambat penglepasan glukagon yang diketahui berperan

pada proses glukoneogenesis. Pada percobaan binatang, obat ini terbukti

memperbaiki cadangan sel beta pankreas. Efek samping yang timbul pada

pemberian obat ini antara lain rasa sebah dan muntah (PERKENI 2011).

Gambar 2.7

22

Page 23: Diabetes Mellitus RA2

2.1.7.1 Penatalaksanaan non farmakologis

a. Komposisi makanan

Karbohidrat

- Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi.

- Pembatasan karbohidrat total <130 g/hari tidak dianjurkan

- Makanan harus mengandung karbohidrat terutama yang berserat tinggi.

- Gula dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang diabetes dapat makan

sama dengan makanan keluarga yang lain

- Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi.

- Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti gula, asal tidak melebihi

batas aman konsumsi harian (Accepted Daily Intake)

- Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat dalam sehari.

Kalau diperlukan dapat diberikan makanan selingan buah atau makanan lain

sebagai bagian dari kebutuhan kalori

sehari.

Lemak

- Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori. Tidak

diperkenankan melebihi 30% total asupan energi.

- Lemak jenuh < 7 % kebutuhan kalori

- Lemak tidak jenuh ganda < 10 %, selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal.

- Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung lemak

jenuh dan lemak trans antara lain: daging berlemak dan susu penuh (whole milk).

- Anjuran konsumsi kolesterol < 200 mg/hari.

Protein

- Dibutuhkan sebesar 10 – 20% total asupan energi.

23

Page 24: Diabetes Mellitus RA2

- Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan, udang, cumi, dll), daging tanpa

lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu, dan

tempe.

- Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8 g/Kg

BB perhari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65% hendaknya bernilai biologik

tinggi.

Natrium

- Anjuran asupan natrium untuk penyandang diabetes sama dengan anjuran untuk

masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau sama dengan 6-7 gram (1

sendok teh) garam dapur.

- Mereka yang hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400 mg garam dapur.

- Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan bahan

pengawet seperti natrium benzoat dan natrium nitrit.

Serat

-Seperti halnya masyarakat umum penyandang diabetes dianjurkan mengonsumsi

cukup serat dari kacang-kacangan, buah, dan sayuran serta sumber karbohidrat

yang tinggi serat, karena mengandung vitamin, mineral, serat, dan bahan lain yang

baik untuk kesehatan.

-Anjuran konsumsi serat adalah ± 25 g/hari.

B. Kebutuhan kalori

Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan penyandang

diabetes. Di antaranya adalah dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal

yang besarnya 25-30 kalori/kgBB ideal, ditambah atau dikurangi bergantung pada

beberapa faktor seperti: jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan, dll.

24

Page 25: Diabetes Mellitus RA2

Perhitungan berat badan Ideal (BBI) dengan rumus Brocca yang dimodifikasi

adalah sbb:

- Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg.

- Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di

bawah 150 cm, rumus dimodifikasi menjadi :

Berat badan ideal (BBI) = (TB dalam cm - 100) x 1 kg.

BB Normal : BB ideal ± 10 %

Kurus : < BBI - 10 %

Gemuk : > BBI + 10 %

Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh (IMT).

Indeks massa tubuh dapat dihitung dengan rumus: IMT = BB(kg)/ TB(m2)

Klasifikasi IMT*

- BB Kurang < 18,5

- BB Normal 18,5-22,9

- BB Lebih ≥ 23,0

o Dengan risiko 23,0-24,9

o Obes I 25,0-29,9

o Obes II > 30

Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain :

1. Jenis Kelamin

Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil daripada pria. Kebutuhan kalori wanita

sebesar 25 kal/kg BB dan untuk pria sebesar 30 kal/ kg BB.

2. Umur

Untuk pasien usia di atas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5% untuk dekade

antara 40 dan 59 tahun, dikurangi 10% untuk dekade antara 60 dan 69 tahun dan

dikurangi 20%, di atas usia 70 tahun.25

Page 26: Diabetes Mellitus RA2

3. Aktivitas Fisik atau Pekerjaan

- Kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas aktivitas fisik.

- Penambahan sejumlah 10% dari kebutuhan basal diberikan pada kedaaan

istirahat, 20% pada pasien dengan aktivitas ringan, 30% dengan aktivitas sedang,

dan 50% dengan aktivitas sangat berat.

- Berat Badan

- Bila kegemukan dikurangi sekitar 20-30% tergantung kepada tingkat kegemukan

- Bila kurus ditambah sekitar 20-30% sesuai dengan kebutuhan untuk

meningkatkan BB.

- Untuk tujuan penurunan berat badan jumlah kalori yang diberikan paling sedikit

1000-1200 kkal perhari untuk wanita dan 1200-1600 kkal perhari untuk pria.

Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut di atas dibagi

dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), siang (30%), dan sore (25%), serta

2-3 porsi makanan ringan (10-15%) di antaranya. Untuk meningkatkan kepatuhan

pasien, sejauh mungkin perubahan dilakukan sesuai dengan kebiasaan. Untuk

penyandang diabetes yang mengidap penyakit lain, pola pengaturan makan

disesuaikan dengan penyakit penyertanya.

c. Aktivitas fisik

26

Page 27: Diabetes Mellitus RA2

Gambar 2.8

2.1.10. Pencegahan

i. Atur jumlah karbohidrat dengan hati-hati

Terkena Diabetes bukan berarti harus menghindari makan karbohidrat sama

sekali. Karbohidrat memberikan energi bagi tubuh seperti dari biji-bijian, kacang-

kacangan, sayuran segar dan buah-buahan. Dan kita juga dapat makan buah

meskipun itu rasanya manis. Yang diutamakan adalah pola makan yang benar

dengan pengaturan jumlah karbohidrat setiap kali makan. Seorang ahli diet dapat

membantu dalam mengatur dan mempelajari seberapa banyak kalori dan nutrisi

yang tepat (Jevuska, 2010).

ii. Turunkan berat badan jika memang diperlukan

Menurunkan berat badan dengan perlahan dan mulai dari yang terkecil sekitar 4 –

6 kg dapat mengurangi risiko komplikasi dari diabetes. Hal ini sangat membantu

menurunkan gula darah dan tekanan darah. Dengan ini, kita akan memiliki lebih

banyak energi. Tujuannya untuk membakar lebih banyak kalori yang dimakan.

Untuk memulai, harus mengurangi makanan dengan kadar lemak yang tinggi

seperti keripik atau kentang goreng (Jevuska, 2010).

iii. Cukup Tidur

Tidur yang sangat sedikit dapat meningkatkan kadar glukosa darah dan

mendorong seseorang untuk makan makanan dengan karbohidrat tinggi. Ini dapat

menyebabkan penambahan berat badan, meningkatkan risiko komplikasi seperti

penyakit jantung dan ginjal. Jika seseorang memiliki kesulitan untuk tidur, dia

harus mengatasi dan konsultasi dengan ahlinya. Memperbaiki pola tidur dapat

menurunkan kadar gula darah (Jevuska, 2010).

iv. Aktif berolahraga

27

Page 28: Diabetes Mellitus RA2

Berolahraga dapat membantu tubuh untuk mengurangkan glukosa yang lebih.

Lakukan setengah jam sehari; bahkan saat bekerja. Latihan dapat membantu

menurunkan risiko penyakit jantung, kolesterol, tekanan darah, dan menjaga berat

badan. Olahraga juga dapat mengurangi stres dan dapat membantu mengurangi

konsumsi obat diabetes (Jevuska, 2010).

v. Pantau Gula darah setiap hari

Memantau dengan benar-benar kadar glukosa darah dapat membantu menghindari

komplikasi diabetes, seperti neuropati, dan mencegahnya semakin bertambah

buruk. Monitor kadar gula darah juga dapat membantu kita memantau apakah

makanan, aktivitas dan pengobatan dapat mengkontrol kadar glukosa darah. Ini

turut memudahkan dokter untuk menetapkan target tingkat glukosa darah

(Jevuska, 2010).

vi. Manajemen Stress

Stres dapat menyebabkan kadar glukosa darah kita naik. Singkirkan sebisa

mungkin apa pun yang menekankan fisik atau mental. Teknik relaksasi seperti

latihan pernapasan, yoga, dan meditasi dapat sangat efektif jika seseorang

memiliki diabetes tipe 2 (Jevuska, 2010).

vii. Kurangkan konsumsi Garam

Mengurangi garam dalam diet/makanan dapat membantu menurunkan

tekanan darah dan melindungi ginjal. Sebagian besar garam seperti dalam

makanan Amerika berasal dari makanan olahan. Hindari makanan buatan dan

makan makanan dari bahan-bahan segar sebisa mungkin. Gunakan bumbu dan

rempah-rempah untuk menggantikan garam bila memasak (Jevuska, 2010).

viii. Penyakit Jantung dan Diabetes

Penyakit jantung dapat menjadi komplikasi dari diabetes yang sangat serius.

Awasi resiko terjadinya komplikasi penyakit jantung dengan sistem ABC: A1C

level (kadar hemoglobin). Ini menunjukkan ukuran rata-rata kontrol gula darah 28

Page 29: Diabetes Mellitus RA2

selama 2-3 bulan.Seseorang yang menderita diabetes harus memeriksakan dua

kali atau lebih dalam setahun. Konsultasikan dengan dokter tentang pengaturan

dan tujuannya juga diperlukan. Blood pressure (tekanan darah). Targetnya di

bawah 130/80 mmHg. Targetnya kadar LDL di bawah 100 mg/dl; HDL di atas 40

mg/dl, dan trigliserida di bawah 150 mg/dl (Jevuska, 2010).

ix. Perawatan luka, pembengkakan dan lebam

Diabetes meningkatkan risiko infeksi dan memperlambat penyembuhan, jadi obati

dan rawat luka dan goresan dengan cepat. Bersihkan luka benar, gunakan krim

antibiotik dan perban steril. Konsultasikan kepada Dokter jika luka tidak membaik

dalam beberapa hari. Periksa kaki setiap hari untuk lecet, luka-luka, kemerahan,

atau bengkak. Membuat kaki menjadi sedikit lembab mencegah terjadinya retakan

pada kaki (Jevuska, 2010).

x. Berhentilah dari kebiasaan merokok

Menurut penelitian, berhenti merokok dengan tiba-tiba dapat juga berpengaruh

pada resiko terjadinya diabetes. Jadi lakukankan dengan perlahan untuk berhenti

merokok. Orang dengan diabetes yang merokok tiga kali lebih mungkin cepat

meninggal karena penyakit jantung daripada mereka yang tidak. Berhenti

merokok membantu jantung dan paru-paru. Ini menurunkan tekanan darah dan

risiko stroke, serangan jantung, kerusakan saraf, dan penyakit ginjal. Tanyakan

kepada dokter tentang bantuan untuk berhenti merokok (Jevuska, 2010).

xi. Makan makanan super, bukan supersize

Tidak makanan tunggal untuk diet diabetes. Tapi ada dasar-dasar diet yang perlu

kita ketahui: Nikmati makanan super seperti buah beri, kentang manis, ikan yang

kaya omega-3 fatty acids, sayur-sayuran dengan daun hijau tua. Hindari makanan

yang mengandung lemak jenuh dan lemak trans. Sebaliknya, pilihlah makanan

dengan lemak tak jenuh tunggal dan lemak tidak jenuh ganda seperti minyak

zaitun. Seorang ahli diet yang terdaftar dapat membantu mengatur jenis makanan

yang cocok (Jevuska, 2010). 29

Page 30: Diabetes Mellitus RA2

xii. Atur jadwal kunjungan dan konsultasi ke dokter

Cobalah mengatur jadwal konsultasi dan kunjungi dokter dua sampai empat kali

dalam setahun. Jika seseorang menggunakan insulin atau memerlukan bantuan

untuk menyeimbangkan kadar gula darah, dia harus mengunjungi dokter sesering

mungkin. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan mata juga diperlukan setahun sekali.

Pemeriksaan mata, saraf, kerusakan ginjal, dan komplikasi lainnya dianjurkan.

Kunjungi dokter gigi dua kali setahun. Dan pastikan untuk memberitahu semua

penyedia layanan kesehatan bahwa menderita penyakit diabetes (Jevuska, 2010).

30

Page 31: Diabetes Mellitus RA2

BAB 3

LAPORAN KASUS

STATUS ORANG SAKIT

ANAMNESE PRIBADI

Nama : M. Ali

Umur : 58 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Status perkawinan : Sudah menikah

Pekerjaan : Berjualan

Suku : Jawa

Agama : Islam

Alamat : Tebing Tinggi

ANAMNESE PENYAKIT

Keluhan Utama : Batuk

Telaah :- Os datang dengan keluhan batuk yang dirasakan sejak 3

bulan yang lalu, batuk berdahak (+) berwarn putih

kekuningan. Riwayat batuk berdahak campur darah (+) 3

hari yang lalu

31

Page 32: Diabetes Mellitus RA2

- Sesak nafas (+) dialami os sejak 1 minggu yang lalu,

sesak terjadi terus-menerus, sesak tidak berhubungan

dengan aktivitas, riwayat kaki bengkak (-)

- Demam sejak 1 minggu yang lalu (+), demam naik

turun, riwayat menggigil (-), berkeringat malam (+),

kejang (-)

- Riwayat penurunan berat badan (+) sejak 1 bulan ini,

- Riwayat sakit paru tidak jelas, riwayat konsumsi obat

OAT tidak tuntas (+) selama 3 bulan

- Riwayat penyakit DM (+), riwayat hipertensi (+)

- Riwayat keluarga menderita penyakit DM dan hipertensi

dijumpai (+).

RPT : TB Paru

RPO : OAT

ANAMNESE ORGAN

Jantung Sesak napas : + Edema : -

Angina Pektoris : - Palpitasi : -

Saluran Pernapasan Batuk Batuk : + Asma, Bronkitis: -

Dahak : +

Saluran Pencernaan Nafsu makan : turun Penurunan BB : +

Keluhan menelan : - Keluhan defekasi: -

Keluhan perut : -

Saluran urogenital Sakit BAK : - BAK tersendat: -

Mengandung batu : - Warna urin :

Haid : -

Sendi dan tulang Sakit pinggang : - Keterbatasan gerak: -

Keluhan sendi : -

32

Page 33: Diabetes Mellitus RA2

Endokrin Haus/polidipsi : + Gugup : -

Poliuri : + Perubahan suara: -

Polifagia : +

Syaraf Pusat Sakit kepala : -

Hoyong : -

Darah dan P.darah Pucat : - Perdarahan : -

Petechie : - Purpura : -

Sirkulasi perifer Claudiocatio int : -

ANAMNESE FAMILI

STATUS PRESENS

Keadaan umum

Sensorium : CM

Tekanan darah : 190 / 90 mmHg

Nadi : 95 x/I, regular, t/v

cukup

Pernapasan : 24 x/i

Temperatur : 37,1°C

Keadaan Gizi

RBW = BB x 100 %

TB – 100

RBW = 83,3 %

IMT = 19,5 kg/mm2

( TB = 160 cm, BB = 50kg )

Keadaan Penyakit

Pancaran wajah : Lemah

33

Page 34: Diabetes Mellitus RA2

Sikap paksa : -

Refleks fisiologis

Refleks patologis : -

Anemia (-) Ikterus (-) Dispnoe (+) Sianose (-) Udem (-) Purpura (-)

Turgor kulit : normal

KEPALA

Mata : konjungtiva palpebra pucat (-) ikterus (-) pupil isokor/isokor,

ukuran 3mm, Refleks cahaya direk (+), indirek (+), kesan dbn

Telinga :

Hidung : dbn

Mulut : lidah, gigi geligi, tonsil/faring

LEHER

Struma membesar, tingkat (-) nodular/multinodular/diffuse (-), pembesaran

kelenjar limpa (-), lokasi (-) jumlah (-) konsistensi (-) mobilitas (-) nyeri tekan (-)

Posisi trakea medial, TVJ R-2 cm H20

Kaku kuduk (-), lain lain (-)

34

Page 35: Diabetes Mellitus RA2

TORAK DEPAN

Inspeksi Bentuk : Simetris

Pergerakan : tidak ada ketinggalan bernapas

Palpasi Nyeri tekan : -

Fremitus suara : SF ki=ka

Iktus : cordis (+) normal

Perkusi Paru

Batas paru – hati : ICR V-VI

Peranjakan : sulit dinilai

Jantung

Batas atas jantung : ICS III sinistra

Batas kiri jantung : 1 cm LMCS

Batas kanan jantung : LSD

Auskultasi Paru

Suara Pernapasan : bronchial +/+

Suara tambahan : ronki +/+ lapangan paru tengah

bawah ka=ki

Jantung

M1>M2, P2>P1, A2>A1, A2>A1, desah sistolis (-),

tingkat (-)

35

Page 36: Diabetes Mellitus RA2

Desah diastolis (-), lain-lain (-) HR : 95x/menit, regular

TORAK BELAKANG

Inspeksi : simetris fusiformis

Palpasi : SF ki=ka

Perkusi : sonor memendek

Auskultasi : SP bronkial

ST ronki (+) pada lapangan tengah bawah paru ka=ki

ABDOMEN

Inspeksi Bentuk : simetris (+), datar (+)

Gerakan lambung/usus : (-)

Vena kolateral : (-)

Kaput medusa : (-)

Palpasi Dinding Abdomen : soepel

HATI

Pembesaran : (-)

Permukaan : tidak teraba

Pinggir : tidak teraba

Nyeri tekan : (-)

LIMPA

36

Page 37: Diabetes Mellitus RA2

Pembesaran : (-) schuffner (-), haeket (-)

GINJAL

Ballotement : (-)

UTERUS/OVARIUM : (-)

TUMOR : (-)

Perkusi Pekak hati : (-)

Pekak beralih : (-)

Auskultasi Peristaltik usus : normal

Lain-lain : (-)

PINGGANG

Nyeri ketok sudut kostovertebra (-)

INGUINAL

: (-)

GENITALIA LUAR

: (-)

PEMERIKSAAN COLOK DUBUR

37

Page 38: Diabetes Mellitus RA2

Perineum:

Spincter ani :

Lumen tidak dilakuklan

:

Mukosa:

Sarung tangan : feses/lender/darah

ANGGOTA GERAK ATAS ANGGOTA GERAK BAWAH

Deformitas sendi : (-)

Lokasi : (-)

Jari tabuh : (-)

Tremor ujung kaki : (-)

Telapak tangan sembab : (-)

Sianosis : (-)

Eritema Palmaris : (-)

Tremor ekstremitas : (-)

Udem : -

a. femoralis : +/+

a. tibia pos : +/+

a. dorsalis ped : +/+

Refleks KPR : +/+

Refleks APR : +/+

Refleks Fisiologis : +/+

Refleks Patologis : -/-

PEMERIKSAAN LABORATORIUM RUTIN

Darah Kemih Tinja

Hb : 13,20 g% Warna : kuning jernih Tidak dilakukan

38

Page 39: Diabetes Mellitus RA2

Leukosit : 10070 /mm3

Trombosit:466000/mm3

Ht : 41,70g%

Reduksi : +1

Protein : -

Bilirubin : -

Urobilinogen : -

Sedimen

Eritrosit : 1/lbp

Leukosit : 1/lbp

Silinder : -

Epitel : -

RESUME

ANAMNESE K.U. : Batuk

Telaah :

- Batuk berdahak (+) berwarna putih kekuningan

- Riwayat batuk berdahak campur darah (+) 3 hari yang lalu

- Sesak nafas (+) sejak 1 minggu yang lalu, sesak terjadi

terus- menerus, sesak tidak berhubungan dengan aktivitas,

riwayat kaki bengkak (-)

- Demam sejak (+), demam naik turun (+), riwayat

menggigil (-), berkeringat malam (+), kejang (-)

- Riwayat penurunan berat badan (+) sejak 1 bulan ini

- Riwayat konsumsi obat OAT tidak tuntas (+) selama 3

bulan

- Riwayat penyakit DM (+), riwayat hipertensi (+)

- Riwayat keluarga menderita penyakit DM dan hipertensi

39

Page 40: Diabetes Mellitus RA2

dijumpai (+).

STATUS PRESENS Keadaan Umum : baik

Keadaan penyakit : berat

Keadaan gizi : normal

PEMERIKSAAN FISIK Mata : konjunvtiva palpebra pucat (-)

Leher : TVJ R-2 cm H2O

Toraks : Palpasi = SF ki=ka

Auskultasi = Ronki (+) lapangan tengah bawah

paru

Abdomen : Pekak beralih (-) pekak hati (-)

Ekstremitas : Edema kedua tungkai (-)

LABORATORIUM

RUTIN

Darah Hb : 13,20 g%, Leukosit : 10070 /mm3, Trombosit

: 466000/mm3, Ht : 41,70g%, urinalisa: Warna : kuning

jernih, Reduksi : +1, Protein : - , Bilirubin : - ,

Urobilinogen : - , Sedimen: Eritrosit : 1/lbp, Leukosit :

1/lbp, Silinder : - , Epitel : -

DIAGNOSA BANDING 1. TB Paru, DM Tipe 2, Hipertensi stage 2

2. Pneumonia, DM Tipe 2, Hipertensi stage 2

3. COPD, DM Tipe 2, Hipertensi stage 2

DIAGNOSA SEMENTARA TB Paru, DM Tipe 2, Hipertensi stage 2

PENATALAKSAAN Aktivitas : Tirah baring

Diet : Diet DM 1900kkal

40

Page 41: Diabetes Mellitus RA2

Tindakan Suportif : IVFD NaCl 0,9% 20gtt/I mikro,

O2 2- 4l

Medikamentosa :

- Inj. Ceftriaxone 1g/12 jam iv

- Ambroxol syr 3 x 1cth

- Paracetamol tab 3 x 300mg k/p

- R/ injeksi insulin reguler

Rencana Penjajakan Diagnostik / Tindakan Lanjut

1. Kultur, BTA sputum

2. Foto Thorax PA

3. Konsul PAI

4. Konsul PTI

5. Gula darah puasa, KGD 2jam PP

6. HbA1c, lipid profile, creatinin, SGOT, SGPT

RENCANA AWAL

No. RM 6 1 5 9 0 9

Nama Penderita : M. Ali

Rencana yang akan dilakukan masing-masing masalah (meliputi rencana

untuk diagnosis, penatalaksanaan dan edukasi)

NoMasal

ah

Rencana

Diagnosa

Rencana

Terapi

Rencana

Monitoring

Rencana

Edukasi

1. TB

Paru,

DM

Tipe 2,

Hiperte

nsi

- Kultur,

BTA sputum

- Foto

Thorax PA

- Konsul PAI

- Konsul PTI

Tirah baring

Diet DM

1900kkal

IVFD NaCl

0,9% 20gtt/i

(mikro)

-Perbaiki

kondisi umum

(sesak, batuk)

Menjelaskan

kepada

pasien dan

keluarga

pasien

mengenai

41

Page 42: Diabetes Mellitus RA2

stage 2 - Gula darah

puasa, KGD

2jam PP

- HbA1c,

lipid profile,

creatinin,

SGOT,

SGPT

O2 2-4l

Inj.

Ceftriaxone

1g/12 jam iv

Inj.

Ceftriaxone

1g/12 jam iv

Ambroxol syr

3 x 1cth

Paracetamol

tab 3 x 500mg

k/p

R/ injeksi

insulin reguler

penyakit yg

diderita

pasien mulai

dari definisi,

etiologi,

penatalaksa

naan dan

prognosisny

a nya.

Tanggal

S O A P

Terapi Diagnostik

11/09/14 batuk berdahak (+)

Sens : Compos MentisTD : 120/80 mmHgPols : 72 x/iRR : 22 x/iT : 37,20C

- TB Paru, DM Tipe 2, Hipertensi stage 2

Tirah baring

IVFD NaCl 0,9% 20gtt/i (mikro)

O2 2-3 L Inj.

Ceftriaxone 1g/12 jam iv

Ambroxol syr 3 x 1cth

Paracetamol tab 3 x 500mg k/p

Amophid 1fs/hari

B comp 3x 1cth

Inj. Transamin 1amp/ 8jam

Diet DM

- Kultur dan BTA sputum- Foto thorax PA-- Konsul PAI

42

Page 43: Diabetes Mellitus RA2

1900kkal12/09/14 batuk

berdahak (+)

Sens : Compos MentisTD : 110/70 mmHgPols : 74 x/iRR : 22 x/iT : 35,80C

TB Paru, DM Tipe 2, Hipertensi stage 2

Tirah baring

IVFD NaCl 0,9% 20gtt/i (mikro)

O2 2-3 L Inj.

Ceftriaxone 1g/12 jam iv

Ambroxol syr 3 x 1cth

Paracetamol tab 3 x 500mg k/p

Amophid 1fs/hari

B comp 3x 1cth

Inj. Transamin 1amp/ 8jam

Codein tab 3x10mg

Diet DM 1900kkal

- Konsul PAI

- Fisioterapi

aktif

13/09/14 batuk berdahak (+)

Sens : Compos MentisTD : 120/70 mmHgPols : 76 x/iRR : 22 x/iT : 36,80C

Suspek TB Paru, DM Tipe 2, Hipertensi terkontrol tanpa obat, dyspepsia tipe dismotilitas, diabetic neuropathy

Tirah baring

IVFD NaCl 0,9% 20gtt/i (mikro)

O2 2-3 L k/p

Inj. Ceftriaxone 1g/12 jam iv

Paracetamol tab 3 x 500mg k/p

Amophid 1fs/hari

Inj. Rovorapid

Inj. Levanic

Inj.

-

43

Page 44: Diabetes Mellitus RA2

Ranitidine 50g/12jam

B comp 3x 1cth

Inj. Transamin 1amp/ 8jam

Codein tab 3x10mg

Diet DM 1900kkal

Tanggal

S O A P

Terapi Diagnostik

13/9/2014

s/d

14/9/2014

Sesak

napas

(+),

batuk

(+)

Sens : Compos MentisTD : 120/80 mmHgPols : 74 x/iRR : 24 x/iT : 37,20C

- TB paru

tersangka

- DM tipe 2

- Hipertensi

terkontrol

tanpa obat

- Diabetic

nefrophaty

- Malnutrisi

Tirah baring

Diet DM 1400

Kkal

O2 2-4 L

PCT 3x500 mg

Aminofluid 1

fls/hari

Inj. Novorapid

8-8-8 IV sc ½

hac

Inj. Levemir 0-

0-0 IV sc ½ hac

Inj Ranitidine

50mg / 12 jam

iv

.Inj. Transamin

500 mg /8 jam

Codein 3x1

B complex 3x1

- BTA ds 3x

dan kultur

sputum

- Foto thorax

PA

- Fundoscopy

13/9/2014

Visus OD: 5/25 OS: 5/25

Fundoscopy: belum dijumpai kelainan pada pemeriksaan funduskopi (tidak

dijumpai diabetic retinophaty)

15/9/20 Sesak Sens : - TB Tirah baring - menunggu

44

Page 45: Diabetes Mellitus RA2

14 napas

(+),

batuk

(+)

Compos MentisTD : 120/80 mmHgPols : 74 x/iRR : 24 x/iT : 37,20C

paru

tersang

ka

- DM

tipe 2

-

Hiperte

nsi

terkont

rol

tanpa

obat

-

Diabeti

c

nefropa

ty

-

Malnut

risi

Diet DM 1400 Kkal

O2 2-4 L

PCT 3x500 mg

Aminofluid 1

fls/hari

Inj. Novorapid 8-8-8

IV sc ½ hac

Inj. Levemir 0-0-0

IV sc ½ hac

Inj Ranitidine 50mg

/ 12 jam iv

Codein 3x1

B complex 3x1

Aff. Inj. Transamin

500 mg /8 jam

hasil BTA ds 3x

dan kultur

sputum

- menunggu

hasil baca Foto

thorax PA

- Fisioterapi

aktif

Hasil laboratorium patologi klinik

Metabolism karbohidrat

SATUAN HASIL RUJUKAN

Glukosa darah puasa mg/dl 140 70-140

Glukosa darah 2 jam pos PP Bahan belum

16/9/201

4

s/d

17/9/201

4

Sesak

napas

(+),

batuk

(+),

lemah

Sens : Compos MentisTD : 110/90 mmHgPols : 80 x/iRR : 32 x/i

- TB

paru

tersang

ka

- DM

tipe 2

Tirah baring

Diet DM 1400 Kkal

O2 2-4 L

PCT 3x500 mg

Aminofluid 1 fls/hari

Inj. Ceftriaxon

1gr/12 jam iv

Inj. Novorapid 10-

menunggu hasil

BTA ds 3x dan

kultur sputum

- menunggu

hasil baca Foto

thorax PA

45

Page 46: Diabetes Mellitus RA2

kedua

tungkai

T : 36,70C

-

Hiperte

nsi

terkont

rol

tanpa

obat

-

Diabeti

c

nefropa

ty

-

Malnut

risi

10-10 IV sc ½ hac

Inj. Levemir 0-0-12

IV sc ½ hac

Inj Ranitidine

50mg / 12 jam iv

Codein 3x1

B complex 3x1

18/8/201

4

Sesak

napas

(+),batu

k (+),

lemah

kedua

tungkai,

kebas-

kebas(+

)

Sens : Compos MentisTD : 130/80 mmHgPols : 72 x/iRR : 20 x/iT : 36,40C

- TB

paru

tersang

ka

- DM

tipe 2

-

Hiperte

nsi

terkont

rol

tanpa

obat

-

Diabeti

c

nefropa

Tirah baring

Diet DM 1400 Kkal

O2 2-4 L

PCT 3x500 mg

Aminofluid 1 fls/hari

Inj. Novorapid 10-

10-10 IV sc ½ hac

Inj. Levomir 0-0-12

IV sc ½ hac

Inj Ranitidine

50mg / 12 jam iv

Codein 3x1

B complex 3x1

Aff. Inj. Transamin

500 mg /8 jam

- menunggu

hasil BTA ds 3x

dan kultur

sputum

- menunggu

hasil baca Foto

thorax PA

- PBJ :

Cefadroxil

500mg 2x1

Codein 3 x

10mg

Novorapid 10-

10-10

Levomir 0-0-12

IV sc ½ hac

46

Page 47: Diabetes Mellitus RA2

ty

-

Malnut

risi

BAB IV

PENUTUP

4.1. KESIMPULAN

Seorang laki-laki, usia tahun 58 tahun, datang dengan keluhan batuk

didiagnosa sementara menderita Tuberkulosis paru (TB paru) . Berdasarkan

anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang lainnya, didapatkan

bahwa pasien juga menderita hypertensi grade II ( dengan tekanan darah pasien

mencapai 190/90 mmHg) dan diabetes mellitus tipe 2 (KGD puasa 140 mg/dl).

Selanjutnya, dilakukan perbaikan kondisi pasien berupa diet, tindakan suportif,

medikamentosa, disertai rencana penjajakan diagnostik

DAFTAR PUSTAKA

47

Page 48: Diabetes Mellitus RA2

ADA (American Diabetes Association) 2004. Diagnosis and Classification of

DM. Diabetes Care, vol 27. Available from: http:// care. diabetesjournals.

org/ content/ 27/suppl_1/s5.full.pdf+html [19 April 2013].

Addison D., J.,Miguel N. Burnier, Jr., Cecil C. Ewing (2006), Ian M. MacDonald,

Brent J. MacInnis, J. Clement McCulloch (2007), et al 2008. Canadian

Ophthalmological Society evidence-based clinical practice guidelines for

cataract surgery in the adult eye. Canada: Canadian Journal of

Ophthalmology (CJO). Available from : http:// 66.147.244.248/~ cosscoca/

wpcontent/uploads/2012/09/COS_CataractCPGs_Oct08.pdf [Accesed 21

April 2013].

Brunner dan Suddarth 2001. Keperawatan Medikal Bedah Vol.3 EGC. Jakarta:

Keperawatan Bedah Jilit 3. Baziad, A. 1996.Terapi Hormonal: Alternatif

Baru penanggulangan masalah menopause dan komplikasinya dalam Pakasi

LS. Menopause: masalah dan penanganannya. Jakarta: Balai Peneribit FK

UI.

Christanty, L. 2008. Perbedaan Visual Outcome Pascaoperasi Katarak disertai

Penanaman Intraokular Lensa antara penderita Katarak Senilis tanpa DM

dengan DM non-Retinopati. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas

Diponegoro. Available from: http://eprints.undip.ac.id/24460/1/Laura.pdf

[Accessed 21 November 2013].

Charan, S.S., Sharma, R.G. 1970. Relationship between lenticular and blood

calcium content in various types of human cataractous lenses. India: Indian

Journal of Ophthalmology. Available from : http://www.ijo.in/text.asp?

1970/18 [Accessed 1 December 2013].

Deepa. K, Nandini. M, Sudhir 2011. Oxidative stress and calcium levels in senile

and type 2 Diabetic Cataract Patients. India: International Journal of

48

Page 49: Diabetes Mellitus RA2

Pharma and Bio Sciences. Available from : www.ijpbs.net [Accessed 31

December 2013].

Eva, P., R. and John P. Whitcher 2010. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum.

Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Gustaviani, Reno 2006. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus Buku Ajar

Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Department

Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Inzucchi, S., E. 2005. The Diabetes Melitus Manual: A primary care companion

to Ellenberg and Rifkin's Sixth Edition. USA : Mc Graw Hill Companies,

Inc.

Ilyas S, 1997. Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,

Jakarta.

Javadi, M., A., Siamak Zarei-Ghanavati, 2008. Cataract in Diabetic Patients: A

Review Article. Iran: Journal of Ophthalmic and Vision. Available from:

http://www.jovr.ir/index.php/jovr/article/viewFile/9/9 [Accesed 24 April

2013].

Kyselova, Z., M. Stefek, V. Bauer 2004. Pharmacological prevention of diabetic

cataract. Slovakia: Journal of Diabetes and Its Complications. Available

from : http://www.uef.sav.sk/Kyselova_files/JDC-cataract%20review.pdf

[Accesed 20 April 2013].

Khandekar, R., Mohammed, A.J. 2009. Gender inequality in vision loss and eye

diseases: Evidence from the Sultanate of Oman. India: Indian Journal of

Ophthalmology. Available from :

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2812763/#!po=67.8571

[Accessed 20 November 2013].

Kim, S. II, Kim, S. II 2006. Prevalence and Risk Factors for Cataracts in Person

with Types 2 Diabetes Mellitus. Korea: Korean Journal of Ophthalmology 49

Page 50: Diabetes Mellitus RA2

Mvitu-Muaka, M., Longo-Mbenza, B., Nkondi MA 2011. Relationship between

Cataract and Metabolic Syndrome among African Type 2 Diabetics. South

Africa: University of Kinshasa.

Murrill, C., A., David L. Stanfield, Michael D. VanBrocklin, Ian L. Bailey, Brian

P. DenBeste, Ralph C. DiIorio et al 2004. USA Optometric Clinical Practice

Guideline Care of the Adult Patient with Cataract. USA: American

Optometric Association Consensus Panel. Available from :

http://www.aoa.org/documents/CPG-8.pdf [Accesed 25 April 2013].

Nathan, D., M., 1993. Long-Term Complications of Diabetes Melitus. The New

England Journal of Medicine. Available from: http:// www. nejm. org/ doi/

full/10.1056/NEJM199306103282306 [Accesed 26 April 2013].

Pollreisz, A. and Ursula Schimidt-Erfurth 2010. Diabetic Cataract Pathogenesis,

Epidemiology and Treatment. Austria : Hindawi Publishing Corporation.

Available from : http:// www. hindawi. com/ journals/ jop/2010/608751/

[Accesed 18 April 2013].

Putra, M. Agung Eka 2011. Prevalensi Kebutaan Akibat Katarak di Poliklinik

Mata RSUP Haji Adam Malik. Available from: repository. usu. ac.id/

bistream/ 123456789/24653/3chapterIIpdf. [Accesed 20 April 2013].

Raman R., Swakshyar. S.P., James S.K.A., Padmaja K.R. 2010. Prevalence and

Risk Factors for Cataract in Diabetes: Sankara Nethralaya Diabetic

Retinopathy Epidermiology and Molecular Genetics Study. India:

Department of Preventive Ophthalmology, Sankara Nethralaya.

Rizkawati 2012. Hubungan Antara Kejadian Katarak Dengan Diabetes Melitus

Di Poli Mata Rumah Sakit Dr. Soedarso Pontianak. Kalimantan: Fakultas

Kedokteran Universitas Tanjungpura, Available from:

50

Page 51: Diabetes Mellitus RA2

jurnal.untan.ac.id/index.php/jfk/article/.../2819/2834 [Accessed 26

November 2013].

Regina 2012. Komplikasi Diabetes Melitus. Diabetes Melitus.org Pusat Informasi

Penyakit DM. Available from: http:// diabetesmelitus. org/ komplikasi-

diabetes- melitus/ [Accesed 20 April 2013].

Rosenfeld, S., I., Mark H. Blecher, James C. Bobrow, Cynthia A. Bradford, 2007.

Lens and Cataract. USA : American Academy of Ophthalmology.

Roaeld, R.B, Kadiki, O.A 2006. Prevalence of long-term complications among

Type 2 Diabetic patients in Benghazi, Libya. Libya: Journal of Diabetology

in Asia Study Group.

Rotimi, C., Daniel, H., Chen, G., Opoku, V., Dunston, G., Collins, F. et al 2003.

Prevalence and Determinants of Diabetic Retinopathy and Cataracts in

West African Type 2 Diabetes Patients. Africa: Ethnicity and Disease Vol

13.

Soegondo, S., Pradana Soewondo, Imam Subekti, 2004. Penatalaksanaan

Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia.

Sastrasmoro, S. 2008. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta:

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Setiawan, E. 2012. Gambaran kejadian katarak. Keperawatan Universitas Ratu

Samban. Available from : http://elvanamdkep/gambaran-kejadian-katarak-

ditinjau-dari.html[ 29 November 2013]

51

Page 52: Diabetes Mellitus RA2

Sunjaya, I Nyoman 2009. Pola Konsumsi Makanan Tradisional Bali sebagai

faktor resiko Diabetes Mellitus Tipe 2. Tabanan: Jurnal Skala Husda Vol 6

No. 1 hal:75-81.

Vaz, N.C, Ferreira AM, Kulkarni, MN, Vaz, F.S, Pinto, NR 2011. Prevalence of

Diabetic Complications in Rural Goa, India. India: Indian Journal of

Community Medicine.

Wannamethee, S.G, Shaper, A.G, Pery, I.J 2001. Smoking as a modifiable risk

factor for type 2 diabetes in middle-aged men. Diabetes Care, 2001; 24: (9)

1590-1595.

WHO (World Health Organization). Available from: http:// www. who. int/

blindness/ causes/priority/en/index1.html [Accesed 22 April 2013].

Ye, J., He, J., Wang, C., Wu, H., Shi, X., Zhang, H et al,. 2012. Smoking and Risk

of Age-Related Cataract: A Meta-Analysis. China: Department of

Ophthalmology. Zhejiang province Key Lab Fund of China, The Natural

Science Foundation of China and The Natural Science Foundation of

Zhejiang Province of China.

52