Diabetes Mellitus Endokrin

60
Diabetes mellitus, atau yang juga dikenal sebagai penyakit kencing manis, adalah penyakit kronik yang disebabkan oleh: ketidakmampuan organ pankreas untuk memproduksi hormon insulin dalam jumlah yang cukup, atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang telah dihasilkan oleh pankreas secara efektif, atau gabungan dari kedua hal tersebut. Pada penderita diabetes melitus yang tidak terkontrol, akan terjadi peningkatan kadar glukosa (gula) darah yang disebut hiperglikemia. Hiperglikemia yang berlangsung dalam waktu lama akan menyebabkan kerusakan serius pada sistem tubuh kita, terutama pada saraf dan pembuluh darah. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk mengontrol kadar glukosa dalam darah pasien diabetes mellitus. Diabetes mellitus dibagi menjadi tiga jenis, yaitu: Diabetes melitus tipe 1, yakni diabetes mellitus yang disebabkan oleh kurangnya produksi insulin oleh pankreas. Diabetes melitus tipe 2, yang disebabkan oleh resistensi insulin, sehingga penggunaan insulin oleh tubuh menjadi tidak efektif. Diabetes gestasional, adalah hiperglikemia yang pertama kali ditemukan saat kehamilan. Selain tipe-tipe diabetes melitus, terdapat pula keadaan yang disebut prediabetes. Kadar glukosa darah seorang pasien prediabetes akan lebih tinggi dari nilai normal, namun belum cukup tinggi untuk didiagnosis sebagai diabetes melitus. Yang termasuk dalam keadaan prediabetes adalah Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) dan Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT). Keadaan prediabetes ini akan meningkatkan risiko seseorang untuk menderita diabetes melitus tipe 2, penyakit jantung atau stroke. Read more: http://diabetesmelitus.org/definisi-tipe-diabetes/#ixzz2eP4LMfh6 Diabetes Tipe 1 dipercaya sebagai penyakit autoimun, di mana sistem imun tubuh sendiri secara spesifik menyerang dan merusak sel-sel penghasil insulin yang terdapat pada pankreas. Belum diketahui hal apa yang memicu terjadinya kejadian autoimun ini, namun bukti-bukti yang ada menunjukkan bahwa faktor genetik dan faktor lingkungan seperti infeksi virus tertentu berperan dalam prosesnya. Walaupun diabetes tipe 1 berhubungan dengan faktor genetik, namun faktor genetik lebih banyak berperan pada kejadian diabetes tipe 2. Diabetes tipe 2 diduga disebabkan oleh kombinasi faktor genetik dan lingkungan. Banyak pasien diabetes tipe 2 memiliki anggota keluarga yang juga menderita diabetes tipe 2 atau masalah kesehatan lain yang berhubungan dengan diabetes, misalnya kolesterol darah yang tinggi, tekanan darah tinggi (hipertensi) atau obesitas. Keturunan ras Hispanik, Afrika dan Asia memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk menderita diabetes tipe 2. Sedangkan faktor lingkungan yang mempengaruhi risiko menderita diabetes tipe 2 adalah makanan dan aktivitas fisik kita sehari-hari. Berikut ini adalah faktor-faktor risiko mayor seseorang untuk menderita diabetes tipe 2. Riwayat keluarga inti menderita diabetes tipe 2 (orang tua atau kakak atau adik) Tekanan darah tinggi (>140/90 mm Hg) Dislipidemia: kadar trigliserida (lemak) dalam darah yang tinggi (>150mg/dl) atau kadar kolesterol HDL <40mg/dl Riwayat Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) atau Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT) Riwayat menderita diabetes gestasional atau riwayat melahirkan bayi dengan berat lahir lebih dari 4.500 gram Makanan tinggi lemak, tinggi kalori Gaya hidup tidak aktif (sedentary) Obesitas atau berat badan berlebih (berat badan 120% dari berat badan ideal)

description

babaababaababababab

Transcript of Diabetes Mellitus Endokrin

Diabetes mellitus, atau yang juga dikenal sebagai penyakit kencing manis, adalah penyakit kronik yang disebabkan oleh:

ketidakmampuan organ pankreas untuk memproduksi hormon insulin dalam jumlah yang cukup, atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang telah dihasilkan oleh pankreas secara efektif, atau gabungan dari kedua hal tersebut.

Pada penderita diabetes melitus yang tidak terkontrol, akan terjadi peningkatan kadar glukosa (gula) darah yang disebut hiperglikemia. Hiperglikemia yang berlangsung dalam waktu lama akan menyebabkan kerusakan serius pada sistem tubuh kita, terutama pada saraf dan pembuluh darah. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk mengontrol kadar glukosa dalam darah pasien diabetes mellitus.Diabetes mellitus dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:

Diabetes melitus tipe 1, yakni diabetes mellitus yang disebabkan oleh kurangnya produksi insulin oleh pankreas. Diabetes melitus tipe 2, yang disebabkan oleh resistensi insulin, sehingga penggunaan insulin oleh tubuh

menjadi tidak efektif. Diabetes gestasional, adalah hiperglikemia yang pertama kali ditemukan saat kehamilan.

Selain tipe-tipe diabetes melitus, terdapat pula keadaan yang disebut prediabetes. Kadar glukosa darah seorang pasien prediabetes akan lebih tinggi dari nilai normal, namun belum cukup tinggi untuk didiagnosis sebagai diabetes melitus. Yang termasuk dalam keadaan prediabetes adalah Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) dan Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT). Keadaan prediabetes ini akan meningkatkan risiko seseorang untuk menderita diabetes melitus tipe 2, penyakit jantung atau stroke.

Read more: http://diabetesmelitus.org/definisi-tipe-diabetes/#ixzz2eP4LMfh6

Diabetes Tipe 1 dipercaya sebagai penyakit autoimun, di mana sistem imun tubuh sendiri secara spesifik menyerang dan merusak sel-sel penghasil insulin yang terdapat pada pankreas. Belum diketahui hal apa yang memicu terjadinya kejadian autoimun ini, namun bukti-bukti yang ada menunjukkan bahwa faktor genetik dan faktor lingkungan seperti infeksi virus tertentu berperan dalam prosesnya. Walaupun diabetes tipe 1 berhubungan dengan faktor genetik, namun faktor genetik lebih banyak berperan pada kejadian diabetes tipe 2.Diabetes tipe 2 diduga disebabkan oleh kombinasi faktor genetik dan lingkungan. Banyak pasien diabetes tipe 2 memiliki anggota keluarga yang juga menderita diabetes tipe 2 atau masalah kesehatan lain yang berhubungan dengan diabetes, misalnya kolesterol darah yang tinggi, tekanan darah tinggi (hipertensi) atau obesitas. Keturunan ras Hispanik, Afrika dan Asia memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk menderita diabetes tipe 2. Sedangkan faktor lingkungan yang mempengaruhi risiko menderita diabetes tipe 2 adalah makanan dan aktivitas fisik kita sehari-hari.Berikut ini adalah faktor-faktor risiko mayor seseorang untuk menderita diabetes tipe 2.

Riwayat keluarga inti menderita diabetes tipe 2 (orang tua atau kakak atau adik) Tekanan darah tinggi (>140/90 mm Hg) Dislipidemia: kadar trigliserida (lemak) dalam darah yang tinggi (>150mg/dl) atau kadar kolesterol HDL <40mg/dl Riwayat Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) atau Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT) Riwayat menderita diabetes gestasional atau riwayat melahirkan bayi dengan berat lahir lebih dari 4.500 gram Makanan tinggi lemak, tinggi kalori Gaya hidup tidak aktif (sedentary) Obesitas atau berat badan berlebih (berat badan 120% dari berat badan ideal) Usia tua, di mana risiko mulai meningkat secara signifikan pada usia 45 tahun Riwayat menderita polycystic ovarian syndrome, di mana terjadi juga resistensi insulin

Read more: http://diabetesmelitus.org/penyebab-diabetes-melitus/#ixzz2eP4Tp9uG

1. PengertianBerikut ini dikemukakan beberapa pengertian mengenai Diabetes Melitus oleh beberapa orang ahli, diantaranya :a. Diabetes melitus adalah penyakit kronis metabolisme abnormal yang memerlukan pengobatan seumur hidup dengan diet, latihan, dan obat-obatan (Carpenito, 1999 : 143).b. Diabetes melitus merupakan suatu penyakit kronik yang kompleks yang melibatkan (1) kelainan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak dan (2) berkembangnya komplikasi makrovaskuler, mikrovaskuler dan neurologis (Long, 1996 : 4)c. Diabetes melitus adalah gangguan kronis yang ditandai dengan metabolisme

karbohidrat dan lemak yang diakibatkan oleh kekurangan insulin atau secara relatif kekurangan insulin (Tucker et all, 1992 : 401).d. Dibetes melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat (Price dan Wilson, 1992 : 1111).Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa diabetes melitus adalah penyakit kronis yang ditandai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak yang disebabkan oleh defisiensi insulin relatif atau absolut.2. Anatomi dan Fisiologia. Anatomi PankreasMenurut Price dan Wilson (1992 : 430-431) pankreas merupakan organ yang panjang dan ramping. Panjangnya sekitar 6 inci dan lebarnya 1,5 inci. Pankreas terletak retroperitoneal dan dibagi dalam 3 segmen utama : kaput, korpus dan kauda. Kaput terletak pada bagian cekung duodenum dan kauda menyentuh limpa.Pankreas dibentuk dari 2 sel dasar yang mempunyai fungsi sangat berbeda. Sel-sel eksokrin yang berkelompok-kelompok disebut asini menghasilkan unsur-unsur getah pankreas. Sel-sel endokrin atau pulau Langerhans menghasilkan sekret endokrin, insulin dan glukagon yang penting untuk metabolisme karbohidrat.Pankreas merupakan kelenjar kompleks alveolar. Secara keseluruhan pankreas menyerupai setangkai anggur, cabang-cabangnya merupakan saluran yang bermuara pada duktus pankreatikus utama (duktus Wirsungi). Saluran-saluran kecil dari tiap asinus mengosongkan isinya ke saluran utama. Saluran utama berjalan di sepanjang kelenjar, sering bersatu dengan duktus koledokus pada ampula Vater sebelum masuk ke duodenum. Saluran tambahan, duktus Santorini, sering ditemukan berjalan dari kaput Pankreas masuk ke duodenum, sekitar 1 inci di atas papila duodeni.b. Konsep Fisiologis PankreasMenurut Corwin (1996 : 538 – 541), konsep fisiologis pankreas dibagi 2 yaitu :1. Fungsi Eksokrin Pankreasa) Sekresi Enzim PankreasSekresi enzim-enzim pankreas terutama berlangsung akibat perangsangan pankreas oleh kolesistokinin (CCK), suatu hormon yang dikeluarkan oleh usus halus. b) Sekresi Natrium bikarbonatNatrium bikarbonat dikeluarkan dari sel-sel asinus ke usus halus, sebagai respon terhadap hormon usus halus untuk menetralkan kimus yang asam karena enzim-enzim pencernaan tidak dapat berfungsi dalam lingkungan asam.2. Fungsi Endokrin PankreasFungsi endokrin pankreas adalah memproduksi dan melepaskan hormon insulin, glukagon dan somatostatin yaitu oleh pulau Langerhans.a) Sekresi insulin) pulau Langerhans. Rangsangan utama untuk pelepasan insulin di atas kadar basal adalah peningkatan kadar glukosa darah , hal ini merangsang sekresi insulin dari pankreas dengan cepat meningkat dan kembali ke tingkat basal dalam 2-3 jam. Insulin adalah hormon utama pada stadium absorptif pencernaan yang muncul segera setelah makan. Di antara waktu makan, kadar insulin rendah.Insulin merupakan suatu hormon yang menurunkan glukosa darah

(Price dan Wison, 1996 : 1109) dilepaskan pada suatu tingkat/kadar basal oleh sel-sel beta (Insulin bekerja dengan cara berikatan dengan reseptor insulin yang terdapat di sebagian besar sel tubuh untuk menyebabkan peningkatan transportasi glukosa (yang diperantarai oleh pembawa) ke dalam sel. Setelah berada di dalam sel, glukosa dapat segera dipergunakan untuk menghasilkan energi melalui siklus Krebs, atau dapat disimpan di dalam sel sebagai glikogen, sewaktu glukosa dibawa masuk ke dalam sel, kadar glukosa darah menurun. Insulin adalah hormon anabolik (pembangun) utama pada tubuh dan memiliki berbagai efek. Insulin meningkatkan transportasi asam amino ke dalam sel, merangsang pembentukan protein serta menghambat penguraian simpanan lemak, protein dan glikogen. Insulin juga menghambat glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru) oleh hati . b) Sekresi glukagon) pulau Langerhans sebagai respon terhadap kadar glukosa darah yang rendah dan peningkatan asam amino plasma. Glukagon adalah hormon stadium pascaabsorptif pencernaan, yang muncul dalam masa puasa di antara waktu makan. Fungsi hormon ini terutama adalah katabolik (penguraian). Glukagon merangsang penguraian lemak dan pelepasan asam-asam lemak bebas ke dalam darah, untuk digunakan sebagai sumber energi selain glukosa.Glukagon adalah suatu hormon protein yang dikeluarkan oleh sel-sel alpha (c) Sekresi Somatostatin) pulau Langerhans. Hormon ini mengotrol metabolisme dengan menghambat sekresi insulin dan glukagon.Somatostatin disekresikan oleh sel-sel delta (

3. Patofisiologia. Diabetes Melitus Tipe I ( Diabetes Melitus Dependent Insulin/DMDI )Diabetes melitus tipe I adalah penyakit hiperglikemi akibat ketiadaan absolut insulin, biasanya dijumpai pada orang yang tidak gemuk dan berusia kurang dari 30 tahun . Diabetes tipe I diperkirakan timbul akibat destruksi otoimun sel-sel beta pulau Langerhans yang dicetuskan oleh lingkungan. Individu yang peka secara genetik tampaknya memberikan respon dengan memproduksi antibodi terhadap sel-sel beta, yang akan mengakibatkan berkurangnya sekresi insulin yang dirangsang oleh glukosa. Juga terdapat bukti adanya peningkatan antibodi-antibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans yang ditujukan terhadap komponen antigenik tertentu dari sel-sel beta. Mungkin juga bahwa para individu yang mengidap diabetes tipe I memiliki kesamaan antigen antara sel-sel beta pankreas mereka dengan virus atau obat tertentu, sehingga sistem imun gagal mengenali bahwa sel-sel pankreas adalah “diri” atau self (Gambar 2.3) (Corwin, 1996 : 543 )b. Diabetes Melitus Tipe II (Diabetes Melitus Non Dependent Insulin/DMNDI)DM tipe II tampaknya berkaitan dengan kegemukkan. Selain itu, pengaruh genetik yang menentukan kemungkinan seseorang mengidap penyakit ini, cukup kuat. Mungkin pula bahwa individu yang menderita diabetes tipe II menghasilkan antibodi insulin yang berikatan dengan reseptor insulin, menghambat akses insulin ke reseptor, tetapi tidak merangsang aktivitas pembawa.Individu yang mengidap diabetes tipe II tetap menghasilkan insulin. Namun sering terjadi kelambatan dalam ekskresi setelah makan dan berkurangnya jumlah insulin yang dikeluarkan. Hal ini cenderung semakin parah seiring dengan pertambahan usia pasien. Sel-sel tubuh, terutama sel otot dan adiposa,

memperlihatkan resistensi terhadap insulin yang terdapat dalam darah.Pembawa glukosa tidak secara adekuat dirangsang dan kadar glukosa darah meningkat. Hati kemudian melakukan glukoneogenesis, serta terjadi penguraian simpanan trigliserida, protein, dan glikogen untuk menghasilkan sumber bahan bakar alternatif. Hanya sel-sel otak dan sel darah merah yang terus menggunakan glukosa sebagai sumber energi efektif. Karena masih terdapat insulin, maka individu dengan diabetes tipe II jarang hanya mengandalkan asam-asam lemak untuk menghasilkan energi dan tidak rentan terhadap ketosis.

c. Diabetes GestasionalDiabetes gestasional terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak mengidap diabetes. Sekitar 50 % wanita pengidap kelainan ini akan kembali ke stastu nondiabetes setelah kehamilan berakhir. Penyebab diabetes gestasional dianggap berkaitan dengan peningkatan kebutuhan energi dan kadar estrogen dan hormon pertumbuhan yang teru-menerus tinggi selama kehamilan. 4. Gambaran Klinis Diabetes MelitusMenurut Corwin (1996 : 546 – 547), terdapat 5 buah gambaran klinis dari DM, yaitu :a. Polifagia (peningkatan rasa lapar) akibat keadaan pascaabsorptif yang kronik, katabolik protein dan lemak, dan kelaparan relatif sel-sel. Sering terjadi penurunan berat badan.b. Polidipsia (peningkatan rasa haus) akibat volume urin yang sangat besar dan keluarnya air yang menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi intrasel mengikuti dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi intrasel merangsang pengeluaran ADH dan menimbulkan rasa haus.c. Poliuria (peningkatan pengeluaran urin), pada orang nondiabetes, semua glukosa yang difiltrasi ke dalam urin akan diserap secara aktif kembali ke dalam darah. Pengangkut-pengangkut glukosa di ginjal yang membawa glukosa keluar urin untuk masuk kembali ke darah akan mengalami kejenuhan dan tidak dapat mengangkut glukosa lebih banyak. Karena glukosa di dalam urin memiliki aktivitas osmotik, maka air akan tertahan di dalam filtrat dan diekskresikan bersama glukosa dalam urin sehingga terjadi poliuria.d. Rasa lelah dan kelemahan otot akibat katabolisme protein di dalam otot dan ketidakmampuan sebagian besar sel untuk menggunakan glukosa sebagai energi. e. Peningkatan angka infeksi akibat peningkatan konsentrasi glukosa di sekresi mukus, gangguan fungsi imun, dan penurunan aliran darah pada penderita diabetes kronik.

5. Klasifikasi Etiologi Diabetes Melitus (American Diabetes Association 1997)a. Diabetes tipe Ib. Diabetes tipe IIc. Diabetes tipe lain1) Defek genetik fungsi sel beta2) Defek genetik kerja insulin3) Penyakit eksokrin pankreasPankreatitis, tumor/pankteatektomi, dan pankreatopati fibro kalulus4) EndokrinopatiAkromegali, sindrom Cushing, feokromositoma, hipertiroidisme5) Karena obat/zat kimia

6) InfeksiRubella kongenital7) Sebab imunologi yang jarangAntibodi anti insulin.8) Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM.d. Diabetes Melitus Gestasional (DMG).6 Pemeriksaan Diagnostik 200 mg/dla. Glukosa darah sewaktu 126 mg/dlGlukosa darah puasa 200 mg/dlGlukosa darah 2 jam PP b. Aseton plasma (keton) positif secara mendadakc. Urin : gula dan aseton positif, berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat.d. Insulin darah : menurun / bahkan sampai tidak ada (DM tipe I), atau normal sampai tinggi (tipe II).e. Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat.f. Osmolalitas serum : meningkat tapi biasanya kurang dari 330 mOsm/L.g. Elektrolit : Natrium mungkin normal, meningkat atau menurun. Kalium normal atau peningkatan semu, selanjutnya akan menurun. Fosfor lebih sering menurun.h. Gas Darah Arteri : pH rendah, penurunan HCO3 (asidosis metabolik) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.i. Trombosit darah : Ht mungkin meningkat (dehidrasi), leukositosis, hemokonsentrasi, merupakan respon terhadap stress atau infeksi.j. Ureum/kreatinin : mungkin meningkat atau normal (dehidrasi/penurunan fungsi ginjal).k. Amilase darah : mungkin meningkat yang mengidentifikasikan adanya pankreatitis akut sebagai penyebab dari DM.l. Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.m. Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi pernapasan dan infeksi pada luka.n. Glikohemoglobin A1c (HbA1c) : meningkat 2-3 kali lipat (normalnya HbA1c yang terbentuk 3-6 % dari kadar Hb).7. KomplikasiMenurut Corwin (1996 : 549 – 553), komplikasi DM dapat dibagi ke dalam 2 bagian besar yaitu akut dan kronik.a. Komplikasi Akut1) Ketoasidosis DiabetesKadar keton meningkat (ketosis) akibat pemakaian asam-asam lemak yang hampir total untuk menghasilkan ATP. Pada ketosis, pH turun di bawah 7,3. pH yang rendah menyebabkan asidosis metabolik dan merangsang hiperventilasi, yang disebut pernapasan Kusmaul. 2) Koma Hiperglikemia Hiperosmolar Nonketosis (KHHN)Dengan adanya peningkatan kadar glukosa darah akan menyebabkan osmolalitas plasma, yang dalam keadaan normal dikontrol secara ketat pada rentang 275-297 mOsm/L, meningkat melebihi 310 mOsm/L. Situasi ini menyebabkan berliter-liter urin, rasa haus yang hebat, defisit kalium yang parah, dan pada sekitar 15-20 % pasien, terjadi koma dan kematian.3) Efek SomogyiDitandai oleh penurunan unik kadar glukosa darah pada malam hari, diikuti oleh peningkatan rebound pada paginya. 

4) Fenomena Fajar (dawn phenomenon) adalah hiperglikemia pada pagi hari (antara jam 5 – 9).b. Komplikasi Jangka Panjang1) Sistem KardiovaskulerMakroangiopati diabetik mempunyai gambaran histopatologis berupa aterosklerosis. Gangguan-gangguan biokimia yang ditimbulkan akibat insufisiensi insulin berupa : (1) penimbunan sorbitol dalam intima vaskuler, (2) hiperlipoproteinemia dan, (3) kelainan pembekuan darah. Pada akhirnya makroangiopati diabetik ini akan mengakibatkan penyumbatan vaskuler (Price dan Wilson, 1992 : 1119) 2) Gangguan PenglihatanAncaman paling serius terhadap penglihatan adalah retinopati. Retina adalah jaringan yang sangat aktif bermetabolisme dan pada hipoksia kronik akan mengalami kerusakan secara progresif (Corwin, 1996 : 552)3) Gangguan Sistem SarafMenurut Barbara C. Long (1996 : 17), neuropati diabetes disebabkan oleh hipoksia kronik sel-sel saraf. Sel-sel penunjang saraf, sel Schwann, mulai menggunakan metode-metode alternatif untuk menangani beban peningkatan glukosa kronik, hal ini mentebabkan perlambatan hantaran saraf dan berkurangnya sensitivitas. Hilangnya sensasi suhu dan nyeri meningkatkan kemungkinan pasien mengalami sedera yang parah dan tidak disadari.Keadaan yang timbul akibat anestesia berperan dalam terjadinya trauma minor dan tidak terdeteksinya infeksi yang menyebabkan gangren. Gangren yang timbul dapat berupa gangren kering atau gangren basah.Gangren kering terjadi jika jaringan yang mati tidak berhubungan dengan perubahan-perubahan pada reaksi peradangan. Gangren basah adalah gangren yang terjadi bersamaan dengan peradangan.Sepetikemi dan syok septik dapat terjadi pada keadaan ini. Hubungan antara perubahan vaskuler dan perubahan persarafan pada lesi-lesi kaki penderita diabetes, yang biasanya membutuhkan tindakan amputasi karena gangren yang terjadi.2) Gangguan Sistem PerkemihanAkibat hipoksia yang berkaitan dengan diabetes jangka panjang, glomerulus, seperti sebagian besar kapiler lainnya, menebal. Terjadi hipertropi ginjal akibat peningkatan kerja yang harus dilakukan oleh ginjal pengidap DM kronik untuk menyerap ulang glukosa. 8 Manajemen Medik Secara UmumPilar utama pengelolaan DM (Perkeni, 1998) a. PenyuluhanEdukasi merupakan bagian integral dari asuhan perawatan pasien diabetes.b. Perencanaan MakanDisesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut dan kegiatan jasmani.c. Latihan jasmaniDianjurkan latihan yang sifatnya CRIPE (continuous, rhytmical, interval, progressive, endurance training). Zona sasaran adalah 75 – 85 % denyut nadi maksimal (220 – umur).d. Obat Berkhasiat Hipoglikemik1) Obat Hipoglikemik Oral (OHO).2) Insulin.Manajemen medik lainnya menurut Corwin (1996 :555) adalah :

a. Pemberian cairan pada KHHN.b. Intervensi farmakologis.c. Penggantian sel pulau Langerhans.d. Insersi/memasukkan gen untuk insulin.Secara khusus pada Simposium Pencegahan dan Pengendalian Diabetes serta Komplikasinya dikemukakan mengenai perawatan kaki pada penderita diabetes yaitu sebagai berikut :a. Perawatan kaki apabila ditemukan hal-hal sebagai berikut :Usia di atas 40 tahun, berat badan berlebihan, menderita DM lebih dari 10 tahun, sirkulasi dalam darah kurang sehingga denyut nadi kurang teraba atau negatif, perubahan bentuk kaki : bengkak, ulkus, ibu jari bengkok ke luar dan radang sendi, dan kaki yang kema infeksi.

B. Tinjauan Teoritis Tentang Asuhan Keperawatan 1. Assesment/PengkajianPengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan and merupakan suatu proses ayng sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi statu kesehatan klien (Iyes et all, 1996 : 17)Menurut Rumahorbo (1996 : 105-105), pada klien dengan diabetes; tipe diabetes, kondisi klien, dan rencana pengobatan adalah pengkajian yang harus dilakukan. Pengkajian secara detail adalah sebagai berikut :a. Riwayat atau adanya faktor risiko :Riwayat keluarga tentang penyakit, obesitas, riwayat pankreatitis kronik, riwayat melahirkan anak lebih dari 4 kilo, riwayat glukosuria selama stress (kehamilan, pembedahan, trauma, infeksi,.penyakit) atau terapi obat (glukokortikosteroid, diuretik tiazid, dan kontrasepsi oral).b. Kaji terhadap manifestasi DM Poliuri, polidipsi, polifagia, penurunan berat badan, pruritus vulvular, kelelahan, gangguan penglihatan, peka rangsang dan kram otot.c. Pemeriksaan DiagnostikTes Toleransi Glukosa (TTG), gula darah puasa (FBS), glikohemoglobin HbA1c, urinalisis, kolesterol dan kadar trigliserin. Diagnosis DM dibuat bila gula darah puasa di atas 140 mg/dL selama 2 atau lebih kejadian dan pasien menunjukkan gejala-gejala DM. Juga diagnosis dapat dibuat bila contoh TTG selama periode 2 jam dan periode lainnya (30 menit, 60 menit atau 90 menit) melebihi 200 mgh/dL.d. Kaji pemahaman pasien tentang kondisi, tindakan, pemeriksaan diagnostik dan tindakan perawatan diri untuk mencegah komplikasi.e. Kaji perasaan klien tentang kondisi.2. Diagnosa KeperawatanDiagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon (status kesehatan/respon perubahan pola), dari individu atau kelompok dimana perawat secara akontabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah (Carpenito, 2000 : 35). Pengertian yang lain dari Diagnosa Keperawatan dikemukakan oleh Gordon (1976) yaitu masalah kesehatan aktual dan potensial dimana berdasarkan pendidikan, dan pengalamannya, dia mampu dan mempunyai kewenangan untuk memberikan tindakan keperawatan.Diagnosa keperawatan dibuat berdasarkan analisa data pasien. Berikut adalah

beberapa diagnosa keperawatan yang terdapat pada klien dengan DM (Hotma Rumahorbo, SKp, 1997 : 106) :a. Defisit volume cairan.b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.c. Risiko tinggi terhadap infeksi.d. Risiko tinggi terhadap perubahan sensorik perseptual.e. Keletihan.f. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan.g. Ketidakberdayaan.h. Risiko terhadap inefektif penatalaksanaan regimanb terapeutik (individual).3. Rencana Tindakan KeperawatanRencana Keperawatan diartikan sebagai suatu dokumentasi tulisan tangan dalam menyelesaikan masalah, tujuan, dan intervensi.Berikut ini akan dipaparkan beberapa rencana tindakan keperawatan dari 2 buah diagnosa yang sering muncul.a. Diagnosa Keperawatan 1 : Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan.Tujuan : Klien akan :1) Mengungkapkan pemahaman tentang penyakit2) Mengidentifikasi hubungan tanda atau gejala pada proses penyakit dan menghubungakan gejala dengan faktor penyebab.3) Dengan benar melakukan prosedur yang bdiperlukan dan menjelaskan rasional tindakan.4) Melakukan perubahan gaya hidup yang diperlukan dan berpartisipasi dalam program pengobatan.Intervensi :1) Ciptakan lingkungan saling percaya dan bekerja dengan pasien dalam menata tjuan belajar yang diharapkan.2) Pilihlah berbagai strategi belajar dan diskusikan topik-topik penting.3) Dislusikan tentang rencana diet.4) Riviu regimen pengobatan dan pemberian insulin mandiri serta perawatan peralatan.5) Pemeriksaan gula darah setiap hari, buat jadwal latihan/ aktiovitas yang teratur.6) Identifikasi gejala hipoglikemi dan instruksikan pentingnya perawatan kaki.7) Tekankan pentingnya pemeriksaan mata.8) Diskusikan mengenai fungsi seksual dan identifikasi sumber-sumber yang bada di masyarakat.b. Diagnosa Keperawatan 2 : Ketidakberdayaan yang berhubungan dengan penyakit jangka panjang atau progresif yang tidak dapat disembuhkan, ketergantungan dengan orang lain :Tujuan :Klien akan :1) Mengakui perasaan putus asa.2) Mengidentifikasi cara-cara sehat untuk menghadapi perasaan.3) Membantu dalam merencanakan perawatannya sendiri dan secara mandiri mengambil tanggung jawab untuk aktivitas perawatan diri.Intervensi :

1) Anjurkan pasien/keluarga untuk menekspresikan perasaannya tentang perawatan di rumah sakit dan penyakit secara umum, akui normalitas perasaan.2) Identifikasi lokus kontrol dan berikan kesempatan pada orang terdekat untuk mengekspresikan kekuatirannya.3) Pertegas tujuan/harapan dan tentukan apakah telah terjadi perubahan hubungan dengan orang terdekat.4) Beri dorongan untuk membuat kepoutusan yang berhubungan dengan perawatan.5) Dukung partisipasi dalam perawatan diri dan berikan umpan balik positif untuk upaya yang dilakukannya.

Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit multisistem yang berhubungan dengan biokimia dan

anatomi. Merupakan penyakit kronik dari metabolisme karbohidrat, lemak dan protein

dikarenakan kekurangan insulin. Pada diabetes mellitus tipe 1, insulin tidak ada secara

fungsional dikarenakan rusaknya sel beta pankreas. Umumnya DM tipe 1 terjadi pada anak-

anak, tidak obesitas, mungkin didahului oleh diabetik ketoasidosis.

Patofisiologi

            DM tipe 1 adalah kelainan katabolik dimana insulin yang beredar sangat sedikit atau

tidak ada, glukagon plasma meningkat, dan sel beta pankreas gagal untuk merespon pada

semua rangsangan sekretorik insulin.

Salah satu teori etiologi dari DM tipe 1 bahwa penyakit ini berasal dari kerusakan sel beta

pankreas yang disebabkan bahan lingkungan atau bahan infeksius. Hal tersebut memacu

sistem imun pada individu untuk menimbulkan reaksi autoimun terhadap antigen sel beta

pankreas atau molekul pada sel beta yang menyerupai protein virus.

Bahan-bahan lingkungan yang telah dihipotesa dapat menimbulkan serangan pada fungsi sel

beta termasuk virus (mumps, rubella, Coxsackie B4), bahan kimia toksik, sitotoksin.

Pembagian (klasifikasi) diabetes mellitus (American Diabetes Association),

1. Diabetes mellitus nyata : gejala diabetes jelas

2. Diabetes melitus kimiawi atau latenTidak ada gejala diabetes mellitus, kadar gula

darah normal, tetapi pasca prandial tampak kenaikan GTT (Glucosa Tolerance Test) seperti

pada diabetes.

3. Tersangka diabetesTerdapat intolerans terhadap karbohidrat pada keadaan tertentu

seperti trauma, infeksi, pemakaian obat-obatan (kortikosteroid), stres.

4. PrediabetesIstilah ini digunakan untuk masa sebelum timbulnya diabetes melitus yang

nyata.

Angka Kejadian

            Diabetes mellitus tipe 1 masih jarang ditemukan diantara penduduk pribumi

Indonesia. Di Amerika Serikat, 5-15% dari semua kasus diabetes merupakan DM tipe 1,

dengan angka kejadian 15 kasus dari tiap 100.000 orang berumur kurang dari 18 tahun.

Skandinavia memiliki angka prevalensi paling tinggi sekitar 20%, Cina dan Jepang yang

paling rendah yaitu kurang dari 1%.

DM tipe 1 lebih umum ditemukan pada pria dibanding wanita, biasanya dimulai pada

umur 4 tahun atau lebih, dengan puncaknya pada umur 11-13, seiring dengan masa remaja

atau pubertas.

Gejala Klinik

            Gejala pada anak hampir sama seperti pada orang dewasa. Perbedaannya ialah bahwa

permulaan lebih cepat dan pada umumnya anak lebih kurus. Biasanya keluhan utama adalah

anak bertambah kurus atau tidak bertambah gemuk, sedangkan terjadi polidipsi, polifagi dan

poliuria. Pada anak yang tadinya tidak mengompol, tiba-tiba mengompol lagi. Disamping

itukadang-kadang ada keluhan lemah, kesemutan pada jari tangan dan kaki, gatal-gatal,

penglihatan kabur.

Kalau keadaan menjadi lebih berat, anak bisa jatuh dalam keadaan koma (koma diabetikum)

dengan gejala berupa kesadaran menurun, kulit kering, pipi kemerahan, bibir merah, nafas

berbau aseton, pernafasan cepat, mual dan muntah, nyeri perut dan kadang-kadang nyeri

seluruh badan. Hiperpnea bisa menjadi pernafasan Kussmaul, nadi cepat dan lemah, mata

cekung, suhu dan tekanan darah rendah.

Pemeriksaan Laboratorium

1. GlikosuriaDiketahui dari uji reduksi yang dilakukan dengan bermacam-macam

reagensia seperti Benedict, clinitest dan sebagainya

2. Glukosa darahDiagnosa DM rekomendasi ADA menggunakan gula darah puasa lebih

dari 125 mg/dl, dan gula darah sewaktu lebih dari 200 mg/dl diduga menderita diabetes

3. Serum elektrolit

4. Glycosylated hemoglobin (Hb) atau Hb A1cProduk dari irreversibel nonenzymatik

glycosilasi  rantai beta dari Hb oleh glukosa plasma dan peningkatan pembentukan pada

meningkatnya tingkat glukosa plasma. Kadar 9% dan lebih menunjukkan kontrol glikemik

yang buruk pada seseorang, ADA merekomendasikan kadar kurang dari 8% atau kurang.

5. Tes toleransi glukosa

6. Pengukuran kadar Insulin dan atau C-peptida

7. Tiroksin (T4) dan antibodi Tiroid

Penatalaksanaan

            Tujuan pengobatan ialah mengembalikan anak kepada kesehatan dan pertumbuhan

yang mendekati normal. Hal yang penting ialah pertumbuhan dan perkembangannya dengan

memperhatikan kekuatan jasmani yang sebaiknya. Tidak boleh banyak berbeda dengan anak

normal.

Diet          

Makanan harus adekuat untuk pertumbuhan dan aktifitas normal dan cukup mengenyangkan.

Sebaiknya makanan tidak banyak berbeda dengan makanan anak lain dan disesuaikan dengan

makanan keluarga. Walaupun sekarang banyak penganut diet bebas, ada baiknya anak ini

diberikan bimbingan. Diet bebas berarti bahwa anak boleh makan sesukanya pada waktu

makan, tetapi tidak boleh berlebihan dan harus menjauhkan diri dari makanan yang manis

(gula-gula dan lain-lain) dan makanan yang banyak mengandung karbohidrat.

Prinsip diet ini adalah :

a. Kalori cukup untuk pertumbuhan dan aktifitas.

b. Protein tidak kurang dari 2-3 gram/kgbb/hari.

c. 40-50% daripada kalori terdiri dari karbohidrat

d. Cukup vitamin dan mineral

e. Seluruh keluarga sedapat-dapatnya ikut dalam diet ini. Penilaian terhadap diet

seseorang anak adalah pertumbuhan dan cukup kenyangnya anak itu.

Pengobatan insulin

Sampai sekarang seorang penderita diabetes mellitus tipe 1 tidak dapat diobati tanpa insulin.

Pengobatan oral dengan sulfonilureas atau biguanides tidak memuaskan, lagi pula banyak

menyebabkan gejala sampingan pada anak. Dengan pemberian insulin kita berusaha

mencapai kadar gula yang normal atau hampir normal, tanpa menyebabkan timbulnya

serangan hipoglikemia dan tanpa erlalu membatasi makanan. Glikosuria ringan dalam hal ini

boleh diabaikan. Terdapat bermacam-macam insulin tetapi yang terpenting ialah insulin

reguler (RI), NPH (isofan), lente dan PZI (tabel 1).

Cara pemberian insulin adalah dimulai dengan insulin reguler dalam dosis kecil, misalnya 4

unit, tiga kali sehari sebelum makan. Berangsur-angsur dinaikkan sampai dosis tepat yang

dapat diketahui dari pemeriksaan urin dan gula darah. Kalau dosis sudah tercapai, mka

sebagian dari insulin reguler dapat diganti dengan Lente atau PZI (25% insulin reguler dan

75% Lente) dan disuntikkan 1 kali sehari.

Tabel 1 : Daya kerja bermacam-macam sediaan insulin

Daya kerja Macam insulin Mulai bekerja

(jam)

Puncak

(jam)

Lamanya

(jam)

Cepat dan

sebentar

Insulin reguler

Semilente

½ jam

½ jam

2-4 jam

2-4 jam

6-8 jam

10-12 jam

Sedang dan

agak lama

NPH

Lente

2 jam

2 jam

8-10 jam

8-10 jam

28-30 jam

28-30 jam

Lamban dan

lama

PZI

Ultralente

4-8 jam

4-8 jam

14-20 jam

14-24 jam

24-36 jam

> 36 jam

Komplikasi pengobatan insulin ialah hipoglikemia dan terjadinya Somogji effect, yaitu anak

jatuh dalam keadaan hipoglikemia, kemudian dalam keadaan hiperglikemia; kadar gula darah

normal sukar dicapai.

Pediatri sosial

Orang tua penderita harus dibimbing mengenai penyakit, diet dan pengobatan, misalnya cara

menyuntik insulin. Penderita sedapat-dapatnya hidup dalam masyarakat secara normal.

Pengobatan koma diabetikum dan asidosis

A. Penderita harus dirawat dirumah sakit

B. Pengobatan asidosis dan dehidrasi

C. Pengobatan insulin

Hanya digunakan insulin reguler dengan dosis awal 2-4 unit/kgbb; setengahnya diberikan

secara intravena. Dua sampai empat jam kemudian kadar gula darah diperiksa. Kalau kadar

gula darah kurang dari 300mg%, insulin dihentikan dulu saat ini. Lalu dilanjutkan dengan

terapi insulin seperti biasa.

Karena prinsip Penatalaksanaan pada DM:

1. Pemberian insulinJenis insulin berdasarkan lama kerjanya yang bisa digunakan: ultra

pendek, pendek, menengah, panjang, dan mix (campuran menengah dan pendek). Dosis anak

bervariasi berkisar antara 0,7-1,0 U/kg/hari. Dosis ini berkurang sedikit pada waktu remisi

dan kemudian meningkat pada saat pubertas. Pada follow up selanjutnya dosis dapat

disesuaikan dengan hasil monitoring glukosa darah harian.

Saat awal pengobatan, insulin diberikan 3-4 kali injeksi (kerja pendek). Setelah diperoleh

dosis optimal diusahakan untuk memberikan regimen insulin yang sesuai dengan kondisi

penderita.

Regimen insulin yang dapat diberikan adalah 2x, 3x, 4x, basal bolus, atau pompa insulin,

tergantung dari: umur, lama menderita, gaya hidup (kebiasan makan, jadwal latihan, sekolah,

dsb.), target metabolik, pendidikan, status sosial, dan keinginan keluarga.

Penyuntikan setiap hari secara subkutan di paha, lengan atas, sekitar umbilikus, secara

bergantian.

2. Pengaturan makanBertujuan untuk mencapai kontrol metabolik yang baik, tanpa

mengabaikan kalori yang dibutuhkan untuk metabolism basal, pertumbuhan, pubertas,

ataupun untuk aktivitas yang dilakukan.

Jumlah kalori yang dibutuhkan: [1000+ (usia(tahun)x100)] kalori per hari, dengan komposisi

60-65% karbohidrat, 25% protein, dan sumber energy dari lemak < 30%.

Jadwal: 3x makan utama dan 3x makanan kecil. Pemberian makanan berserat membantu

mencegah lonjakan kadar glukosa darah.

3. Olahraga

Jenis olahraga yang terdiri dari pemanasan selama 10 menit dilanjutkan 20 menit untuk

latihan aerobic seperti berjalan atau bersepeda. Olahraga harus dilakukan paling sedikit 3 kali

seminggu dan sebaiknya dilakukan pada waktu yang sama untuk memudahkan pemberian

insulin dan pengaturan makan. Lama dan intensitas olahraga disesuaikan dengan toleransi

anak. Asupan cairan perlu ditingkatkan sebelum, setelah, dan saat olahraga).

4. EdukasiEdukasi pertama dilakukan selama perawatan di rumah sakit yang meliputi:

pengetahuan dasar mengenai DM tipe I (terutama perbedaan mendasar dengan DM tipe

lainnya mengenai kebutuhan insulin), pengaturan makan, insulin (jenis, dosis, cara

penyuntikan, penyimpanan, efek samping, dan pertolongan pertama pada kedaruratan medik

akibat DM tipe I (hipoglikemia, pemberian insulin pada saat sakit).

Edukasi selanjutnya berlangsung selama konsultasi di poliklinik. Selain itu penderita dan

keluarganya diperkenalkan dengan sumber informasi yang banyak terdapat di perpustakaan,

media massa, maupun internet.

5. Home MonitoringKarena DM tipe I merupakan penyakit kronis dengan pengobatan

seumur hidup, maka pasien dan keluarganya harus dapat melakukan pemantauan kadar

glukosa darah (langsung, kadar glukosa dalam darah, dan tak langsung, kadar glukosa urin)

serta penyakitnya di rumah agar dapat mencapai normoglikekemia. Pemeriksaan glukosa

darah secara langsung, lebih tepat menggambarkan kadar glukosa saat pemeriksaan.

Pemeriksaan sebaiknya dilakukan secara teratur pada saat awal perjalanan penyakit, pada

setiap penggantian dosis insulin, atau pada saat sakit.

DAFTAR PUSTAKA

1. Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI : Diabetes Mellitus Juvenilis dalam,

Buku kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Hal 259-262, Jilid I, Cetakan ketujuh, Balai Penerbit

FKUI, Jakarta, 1985.

2. Sarwono Waspadji, Kartini Sukardji,Meida Octarina : Pedoman Diet Diabetes

Mellitus, Balai Penerbit FKUI , Jakarta, 2002.

3. Tim Editor Antonius H Pudjaiadi, dkk. 2010. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan

Dokter Anak Indonesia. Ikatan Dokter Anak Indonesia 2010.

DefinisiDiabetes Melitus merupakan suatu penyakit multisistem dengan ciri hiperglikemia akibat kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Kelainan pada sekresi/kerja insulin tersebut menyebabkan abnormalitas dalam metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah. World Health Organization (WHO) sebelumnya  telah merumuskan bahwa DM merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat, tetapi secara umum dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi akibat dari sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin.      Klasifikasi dan etiologiMenurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2009, klasifikasi Diabetes Melitus adalah sbb:      1. Diabetes Melitus tipe 1 DM tipe 1 sering dikatakan sebagai diabetes “Juvenile onset” atau “Insulin dependent” atau “Ketosis prone”, karena tanpa insulin dapat terjadi kematian dalam beberapa hari yang disebabkan ketoasidosis. Istilah “juvenile onset” sendiri diberikan karena onset DM tipe 1 dapat terjadi mulai dari usia 4 tahun dan memuncak pada usia 11-13 tahun, selain itu dapat juga terjadi pada akhir usia 30 atau menjelang 40.Karakteristik dari DM tipe 1 adalah insulin yang beredar di sirkulasi sangat rendah, kadar glukagon plasma yang meningkat, dan sel beta pankreas gagal berespons terhadap stimulus yang semestinya meningkatkan sekresi insulin.DM tipe 1 sekarang banyak dianggap sebagai penyakit autoimun. Pemeriksaan histopatologi pankreas menunjukkan adanya infiltrasi leukosit dan destruksi sel Langerhans. Pada 85% pasien ditemukan antibodi sirkulasi yang menyerang glutamic-acid decarboxylase (GAD) di sel beta pankreas tersebut. Prevalensi DM tipe 1 meningkat pada pasien dengan penyakit autoimun lain, seperti penyakit Grave, tiroiditis Hashimoto atau myasthenia gravis. Sekitar 95% pasien memiliki Human Leukocyte Antigen(HLA) DR3 atau HLA DR4.Kelainan autoimun ini diduga ada kaitannya dengan agen infeksius/lingkungan, di mana sistem imun pada orang dengan kecenderungan genetik tertentu, menyerang molekul sel beta pankreas yang ‘menyerupai’ protein virus sehingga terjadi destruksi sel beta dan defisiensi

insulin. Faktor-faktor yang diduga berperan memicu serangan terhadap sel beta, antara lain virus (mumps, rubella, coxsackie), toksin kimia, sitotoksin, dan konsumsi susu sapi pada masa bayi.Selain akibat autoimun, sebagaian kecil DM tipe 1 terjadi akibat proses yang idiopatik. Tidak ditemukan antibodi sel beta atau aktivitas HLA. DM tipe 1 yang bersifat idiopatik ini, sering terjadi akibat faktor keturunan, misalnya pada ras tertentu Afrika dan Asia.

      2.  Diabetes Melitus tipe 2Tidak seperti pada DM tipe 1, DM tipe 2 tidak memiliki hubungan dengan aktivitas HLA, virus atau autoimunitas dan biasanya pasien mempunyai sel beta yang masih berfungsi (walau terkadang memerlukan insulin eksogen tetapi tidak bergantung seumur hidup). DM tipe 2  ini bervariasi mulai dari yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif, sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin. Pada DM tipe 2 resistensi insulin terjadi pada otot, lemak dan hati serta terdapat respons yang inadekuat pada sel beta pankreas. Terjadi peningkatan kadar asam lemak bebas di plasma, penurunan transpor glukosa di otot, peningkatan produksi glukosa hati dan peningkatan lipolisis.Defek yang terjadi pada DM tipe 2 disebabkan oleh gaya hidup  yang diabetogenik (asupan kalori  yang berlebihan, aktivitas fisik yang rendah, obesitas) ditambah kecenderungan secara genetik.  Nilai BMI yang dapat memicu terjadinya DM tipe 2 adalah berbeda-beda untuk setiap ras.

      3.  Diabetes Melitus tipe lain-         Defek genetik fungsi sel betaBeberapa bentuk diabetes dihubungkan dengan defek monogen pada fungsi sel beta, dicirikan dengan onset hiperglikemia pada usia yang relatif muda (<25 tahun) atau disebut maturity-onset diabetes of the young (MODY). Terjadi gangguan sekresi insulin namun kerja insulin di jaringan tetap normal. Saat ini telah diketahui abnormalitas pada 6 lokus di beberapa kromosom, yang paling sering adalah mutasi kromosom 12, juga mutasi di kromosom 7p yang mengkode glukokinase. Selain itu juga telah diidentifikasi kelaian genetik  yang mengakibatkan ketidakmampuan mengubah proinsulin menjadi insulin.-         Defek genetik kerja insulinTerdapat mutasi pada reseptor insulin, yang mengakibatkan hiperinsulinemia, hiperglikemia dan diabetes. Beberapa individu dengan kelainan ini juga dapat mengalami akantosis nigricans, pada wanita mengalami virilisasi dan pembesaran ovarium.-         Penyakit eksokrin pankreasMeliputi pankreasitis, trauma, pankreatektomi, dan carcinoma pankreas.-         EndokrinopatiBeberapa hormon seperti GH, kortisol, glukagon dan epinefrin bekerja mengantagonis aktivitas insulin. Kelebihan hormon-hormon ini, seperti  pada sindroma Cushing, glukagonoma, feokromositoma dapat menyebabkan diabetes. Umumnya terjadi pada orang yang sebelumnya mengalami defek sekresi insulin, dan hiperglikemia dapat diperbaiki bila kelebihan hormon-hormon tersebut dikurangi.-         Karena obat/zat kimia

Beberapa obat dapat mengganggu sekresi dan kerja insulin. Vacor (racun tikus) dan pentamidin dapat merusak sel beta. Asam nikotinat dan glukokortikoid mengganggu kerja insulin.-         InfeksiVirus tertentu dihubungkan dengan kerusakan sel beta, seperti rubella, coxsackievirus B, CMV, adenovirus, dan mumps.-         ImunologiAda dua kelainan imunologi yang diketahui, yaitu sindrom stiffman dan antibodi antiinsulin reseptor. Pada sindrom stiffman terjadi peninggian kadar autoantibodi GAD di sel beta pankreas.-         Sindroma genetik lainDown’s syndrome, Klinefelter syndrome, Turner syndrome, dll.

      4.  Diabetes Kehamilan/gestasionalDiabetes kehamilan didefinisikan sebagai intoleransi glukosa dengan onset pada waktu kehamilan. Diabetes jenis ini merupakan komplikasi pada sekitar 1-14% kehamilan. Biasanya toleransi glukosa akan kembali normal pada trimester ketiga.      EpidemiologiPada tahun 2000 menurut WHO diperkirakan sedikitnya 171 juta orang di seluruh dunia menderita Diabetes Mellitus, atau sekitar 2,8% dari total populasi. Insidensnya terus meningkat dengan cepat, dan diperkirakan pada tahun 2030, angka ini akan bertambah menjadi 366 juta atau sekitar 4,4% dari populasi dunia. DM terdapat di seluruh dunia, namun lebih sering (terutama tipe 2) terjadi di negara berkembang. Peningkatan prevalens terbesar terjadi di Asia dan Afrika, sebagai akibat dari tren urbanisasi dan perubahan gaya hidup, seperti pola makan “Western-style” yang tidak sehat.Di Indonesia sendiri, berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, dari 24417 responden berusia >15 tahun, 10,2% mengalami Toleransi Glukosa Terganggu (kadar glukosa 140-200 mg/dl setelah puasa selama 14 jam dan diberi glukosa oral 75 gram). Sebanyak 1,5% mengalami Diabetes Melitus yang terdiagnosis dan 4,2% mengalami Diabetes Melitus yang tidak terdiagnosis. Baik DM maupun TGT lebih banyak ditemukan pada wanita dibandingkan pria, dan lebih sering pada golongan dengan tingkat pendidikan dan status sosial rendah. Daerah dengan angka penderita DM paling tinggi yaitu Kalimantan Barat dan Maluku Utara yaitu 11,1 %, sedangkan kelompok usia penderita DM terbanyak adalah 55-64 tahun yaitu 13,5%. Beberapa hal yang dihubungkan dengan risiko terkena DM adalah obesitas (sentral), hipertensi, kurangnya aktivitas fisik dan konsumsi sayur-buah kurang dari 5 porsi perhari.      Referensi

1. Purnamasari D. Diagnosis dan klasifikasi diabetes melitus. Dalam: Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3. 5th ed. Jakarta: Interna Publishing. p. 1880-3.

2. Hussain A, Vincent M. Diabetes Mellitus, type 1. [Online]. 2010 Feb 4 [cited 2010 Sept 30]; Available from: URL: http://emedicine.medscape.com/article/117739-overview

3. Ligaray K, Isley M. Diabetes Mellitus, type 2. [Online]. 2010 Sept 27 [cited 2010 Sept 30]; Available from: URL: http://emedicine.medscape.com/article/117853-overview

4. American Diabetes Association. Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus. [Online]. 2004 [cited 2010 Sept 30];Available from: URL: http://care.diabetesjournals.org/content/27/suppl_1/s5.full

5. Wild S, Roglic G, Green A, Sicree R, King H. Global prevalence of diabetes: estimates for the year 2000 and projections for 2030. Diabetes Care 2004 May;27(5):1047-53.

6. Riskesdas 2007.

Diabetes Melitus merupakan suatu penyakit multisistem dengan ciri hiperglikemia akibat kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Kelainan pada sekresi/kerja insulin tersebut menyebabkan abnormalitas dalam metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah. World Health Organization (WHO) sebelumnya  telah merumuskan bahwa DM merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat, tetapi secara umum dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi akibat dari sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin.

Gejala penyakit diabetes militusUntuk gejala awal penyakit diabetes militus dapat dilihat dari

tanda terdapatnya peningkatan gula darah, yang pada umumnya peningkatan kadar gula dalam darah mencapai nilai 160 – 180 mg/dL dan air seni (urine) pada penderita akan dikerubungi semut karena terdapat kadar gula dalam urine tersebut.

         Mengalami rabun penglihatan secara tiba-tiba         Kehilangan berat badan yang tidak jelas sebabnya         Apabila luka/tergores (korengan) lambat penyembuhannya         Cepat lelah dan lemah setiap waktu         Mudah terkena infeksi terutama pada kulit.         Frekwensi urine meningkat/kencing terus (Glycosuria)         Sering atau cepat merasa haus/dahaga (Polydipsia)         Kesemutan/mati rasa pada ujung syaraf ditelapak tangan & kaki         Jumlah urine yang dikeluarkan lebih banyak (Polyuria         Lapar yang berlebihan atau makan banyak (Polyphagia)

Untuk kondisi kadar gula yang tiba-tiba drastis menurun menyebabkan seseorang tidak sadarkan diri bahkan memasuki tahapan koma. Gejala diabetes militus akan berkembang dengan cepat dari waktu ke waktu, terutama pada seorang anak yang menderita penyakit diabetes mellitus tipe 1

Klasifikasi dan etiologiMenurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2009, klasifikasi Diabetes Melitus adalah sbb:

1.      Diabetes Melitus tipe 1

DM tipe 1 sering dikatakan sebagai diabetes “Juvenile onset” atau “Insulin dependent” atau “Ketosis prone”, karena tanpa insulin dapat terjadi kematian dalam beberapa hari yang disebabkan ketoasidosis. Istilah “juvenile onset” sendiri diberikan karena onset DM tipe 1 dapat terjadi mulai dari usia 4 tahun dan memuncak pada usia 11-13 tahun, selain itu dapat juga terjadi pada akhir usia 30 atau menjelang 40.

Karakteristik dari DM tipe 1 adalah insulin yang beredar di sirkulasi sangat rendah, kadar glukagon plasma yang meningkat, dan sel beta pankreas gagal berespons terhadap stimulus yang semestinya meningkatkan sekresi insulin.

DM tipe 1 sekarang banyak dianggap sebagai penyakit autoimun. Pemeriksaan histopatologi pankreas menunjukkan adanya infiltrasi leukosit dan destruksi sel Langerhans. Pada 85% pasien ditemukan antibodi sirkulasi yang menyerang glutamic-acid decarboxylase (GAD) di sel beta pankreas tersebut. Prevalensi DM tipe 1 meningkat pada pasien dengan penyakit autoimun lain, seperti penyakit Grave, tiroiditis Hashimoto atau myasthenia gravis. Sekitar 95% pasien memiliki Human Leukocyte Antigen (HLA) DR3 atau HLA DR4.

Kelainan autoimun ini diduga ada kaitannya dengan agen infeksius/lingkungan, di mana sistem imun pada orang dengan kecenderungan genetik tertentu, menyerang molekul sel beta pankreas yang ‘menyerupai’ protein virus sehingga terjadi destruksi sel beta dan defisiensi insulin. Faktor-faktor yang diduga berperan memicu serangan terhadap sel beta, antara lain virus (mumps, rubella, coxsackie), toksin kimia, sitotoksin, dan konsumsi susu sapi pada masa bayi.

Selain akibat autoimun, sebagaian kecil DM tipe 1 terjadi akibat proses yang idiopatik. Tidak ditemukan antibodi sel beta atau aktivitas HLA. DM tipe 1 yang bersifat idiopatik ini, sering terjadi akibat faktor keturunan, misalnya pada ras tertentu Afrika dan Asia.

2.      Diabetes Melitus tipe 2Tidak seperti pada DM tipe 1, DM tipe 2 tidak memiliki hubungan dengan aktivitas

HLA, virus atau autoimunitas dan biasanya pasien mempunyai sel beta yang masih berfungsi (walau terkadang memerlukan insulin eksogen tetapi tidak bergantung seumur hidup). DM tipe 2  ini bervariasi mulai dari yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif, sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin. Pada DM tipe 2 resistensi insulin terjadi pada otot, lemak dan hati serta terdapat respons yang inadekuat pada sel beta pankreas. Terjadi peningkatan kadar asam lemak bebas di plasma, penurunan transpor glukosa di otot, peningkatan produksi glukosa hati dan peningkatan lipolisis.

Defek yang terjadi pada DM tipe 2 disebabkan oleh gaya hidup  yang diabetogenik (asupan kalori  yang berlebihan, aktivitas fisik yang rendah, obesitas) ditambah kecenderungan secara genetik.  Nilai BMI yang dapat memicu terjadinya DM tipe 2 adalah berbeda-beda untuk setiap ras.

3.      Diabetes Melitus tipe lain         Defek genetik fungsi sel beta

Beberapa bentuk diabetes dihubungkan dengan defek monogen pada fungsi sel beta, dicirikan dengan onset hiperglikemia pada usia yang relatif muda (<25 tahun) atau disebutmaturity-onset diabetes of the young (MODY). Terjadi gangguan sekresi insulin namun kerja insulin di jaringan tetap normal. Saat ini telah diketahui abnormalitas pada 6 lokus di beberapa kromosom, yang paling sering adalah mutasi kromosom 12, juga mutasi di kromosom 7p yang mengkode glukokinase. Selain itu juga telah diidentifikasi kelaian genetik  yang mengakibatkan ketidakmampuan mengubah proinsulin menjadi insulin.

         Defek genetik kerja insulinTerdapat mutasi pada reseptor insulin, yang mengakibatkan hiperinsulinemia, hiperglikemia dan diabetes. Beberapa individu dengan kelainan ini juga dapat mengalami akantosis nigricans, pada wanita mengalami virilisasi dan pembesaran ovarium.

         Penyakit eksokrin pankreasMeliputi pankreasitis, trauma, pankreatektomi, dan carcinoma pankreas.

         EndokrinopatiBeberapa hormon seperti GH, kortisol, glukagon dan epinefrin bekerja mengantagonis aktivitas insulin. Kelebihan hormon-hormon ini, seperti  pada sindroma Cushing, glukagonoma, feokromositoma dapat menyebabkan diabetes. Umumnya terjadi pada orang yang sebelumnya mengalami defek sekresi insulin, dan hiperglikemia dapat diperbaiki bila kelebihan hormon-hormon tersebut dikurangi.

         Karena obat/zat kimiaBeberapa obat dapat mengganggu sekresi dan kerja insulin. Vacor (racun tikus) dan pentamidin dapat merusak sel beta. Asam nikotinat dan glukokortikoid mengganggu kerja insulin.

         InfeksiVirus tertentu dihubungkan dengan kerusakan sel beta, seperti rubella, coxsackievirus B, CMV, adenovirus, dan mumps.

         ImunologiAda dua kelainan imunologi yang diketahui, yaitu sindrom stiffman dan antibodi antiinsulin reseptor. Pada sindrom stiffman terjadi peninggian kadar autoantibodi GAD di sel beta pankreas.

         Sindroma genetik lainDown’s syndrome, Klinefelter syndrome, Turner syndrome, dll.

4.      Diabetes Kehamilan/gestasionalDiabetes kehamilan didefinisikan sebagai intoleransi glukosa dengan onset pada

waktu kehamilan. Diabetes jenis ini merupakan komplikasi pada sekitar 1-14% kehamilan. Biasanya toleransi glukosa akan kembali normal pada trimester ketiga. Dari segi klinis , gambaran sentral dari metabolisme karbohidrat dapat disimpulkan dalam istilah sederhana. Jika seorang wanita menjadi hamil maka ia membutuhkan lebih banyak insulin untuk mempertahankan metabolisme karbohidrat yang normal. Jika ia tidak mampu untuk menghasilkan lebih banyak insulin untuk memenuhi tuntutan itu, ia dapat mengalami diabetes yang mengakibatkan perubahan pada metabolisme karbohidrat. Kadar glukosa dalam darah wanita hamil merupakan ukuran kemampuanya untuk memberikan respon terhadap tantangan kehamilan itu. Kadar glukosa darah maternal dicerminkan dalam kadar glukosa janin, karena glukosa melintasi plasenta dengan mudah. Insulin tidak melintasi barier plaenta, sehingga kelebihan produksi insulin oleh ibu atau janin tetap tinggal bersama yang menghasilkan.akhirnya, glukosuria lebih sering pada wanita wanita hamil dibandingkan wanita yang tidak hamil.

Perubahan hormonal yang luas terjadi pada hehamilan dalam usaha mempertahankan keadaan metabolisme ibu yang sejalan dengan bertambahnya usia kehamilan. Hormon-hormon ini mungkin yang bertanggung jawab secara langsung maupun tidak langsung, menginduksi resistensi insulin periver dan mengkontribusi terhadap perubahan sel β pancreas. Ovarium, kortek adrenal janin, plasenta, kortek adrenal ibu dan pancreas terlibat dalam timbulnya perubahan-perubahan hormonal ini, yang mempunyai pengaruh terhadap metabolisme karbohidrat. Terutama yang penting adalah peningkatan progresif dari sirkulasi estrogen yang pertama kali dihasilkan oleh ovarium hingga minggu ke 9 dari kehidupan intra uterine dan setelah itu oleh plasenta. Sebagian besar estrogen yang dibentuk oleh plaenta

adalah dalam bentuk estriol bebas, yang terkonjugasi dalam hepar menjadi glukoronida dan sulfat yang lebih larut, yang dieskresikan dalam urine.

Estrogen tidak mempunyai efek dalam transport glukosa, tetapi meningkatkan peningkatan insulin maksimum ( insulin binding). Progesteron yang dihasilkan korpus luteum sepanjang kehamilan kususnya selama 6 minggu pertama. Trofoblas mensintesis progesterone dan kolesterol ibu dan merupakan penyumbang utama terhadap kadar progesterone plasma yang meningkat secara secara menetap selama kehamilan. Progesterone juga mengurangi kemampuan dari insulin untuk menekan produksi glukosa endogen. Lactogen plasenta manusia (HPL) merupakan hormone plasenta penting lain yang mempengaruhi metabolisme karbohidrat. Kadarnya dalam darah ibu meningkat secara berlahan-lahan sepanjang kehamilan, mencapai puncaknya saat aterm. HPL adalah salah satu dari hormone-hormonutama yang bertanggung jawab menurunkan sensitivitas insulin sejalan dengan bertambahnya usia kehamilan. Kadar HPL meningkat pada keadaan hipoglikemia dan menurun pada keadaan hiperglikemia. Dengan kata lain HPL merupakan antagonis terhadap insulin. HPL menekan transport glukosa maksimum tetapi tidak mengubah pengikatan insulin. Setelah melahirkan dan pengeluaran plasenta, kadar HPL ibu cepat menghilang, pengaturan hormonal kembali normal.

Perubahan pada metabolisme karbohidrat selama kehamilan sebagai akibat dari perubahan hormonal diatas. Pada beberapa uji toleransi glukosa didapatkan keadaan antara lain; hipoglikemia ringan pada saat puasa, hiperglikemia pos prandial dan hiperinsulinemia. Konsentrasi glukosa plasma selama puasa yang menurun mungkin terjadi akibat peningkatan dari kadar plasma insulin. Tetapi hal ini tidak dapat dijelaskan dengan perubahan metabolisme insulin karena waktu paruh insulin selama hamil tidak berubah.

Peningkatan kadar plasma insulin pada kehamilan normal berhubungan dengan perubahan respon unik terhadap ingestion glukosa. Sebagai contoh, setelah makan pada wanita hamil didapatkan perpanjangan hiperglikemia, hiperinsulinemia,dan supresi glukagon. Mekanisme ini sepertinya bertujuan untuk mempertahankan suplai glukosa posprandial ke fetus. Respon ini konsisten dengan pernyataan bahwa kehamilan menginduksi resistensi perifer terhadap insulin, yang diperkuat dengan tiga hasil pengamatan:

a.       Peningkatan respon insulin terhadap glukosab.      Pengurangan ambilan perifer terhadap glukosac.       Penekanan respon dari glikogen

EpidemiologiPada tahun 2000 menurut WHO diperkirakan sedikitnya 171 juta orang di seluruh

dunia menderita Diabetes Mellitus, atau sekitar 2,8% dari total populasi. Insidensnya terus meningkat dengan cepat, dan diperkirakan pada tahun 2030, angka ini akan bertambah menjadi 366 juta atau sekitar 4,4% dari populasi dunia. DM terdapat di seluruh dunia, namun lebih sering (terutama tipe 2) terjadi di negara berkembang. Peningkatan prevalens terbesar terjadi di Asia dan Afrika, sebagai akibat dari tren urbanisasi dan perubahan gaya hidup, seperti pola makan “Western-style” yang tidak sehat.

Di Indonesia sendiri, berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, dari 24417 responden berusia >15 tahun, 10,2% mengalami Toleransi Glukosa Terganggu (kadar glukosa 140-200 mg/dl setelah puasa selama 14 jam dan diberi glukosa oral 75 gram). Sebanyak 1,5% mengalami Diabetes Melitus yang terdiagnosis dan 4,2% mengalami Diabetes Melitus yang tidak terdiagnosis. Baik DM maupun TGT lebih banyak ditemukan pada wanita dibandingkan pria, dan lebih sering pada golongan dengan tingkat pendidikan dan status sosial rendah. Daerah dengan angka penderita DM paling tinggi yaitu Kalimantan Barat dan Maluku Utara yaitu 11,1 %, sedangkan kelompok usia penderita DM terbanyak adalah 55-64 tahun yaitu 13,5%. Beberapa hal yang dihubungkan dengan risiko

terkena DM adalah obesitas (sentral), hipertensi, kurangnya aktivitas fisik dan konsumsi sayur-buah kurang dari 5 porsi perhari.

Lamanya seseorang menderita penyakit dapat memberikan gambaran mengenai tingkat patogenesitas penyakit tersebut. Peningkatan angka kesakitan Diabetes Mellitus dari waktu ke waktu lebih benyak disebabkan oleh faktor herediter, life style (kebiasaan hidup) dan faktor lingkungannya. Komplikasi Diabetes Mellitus dengan penyakit lain terkait dengan lamanya seseorang menderita Diabetes Mellitus, semakin lama seseorang menderita Diabetes Mellitus maka komplikasi penyakit Diabetes Mellitus juga akan lebih mudah terjadi.

Prevalensi Diabetes Melitus Tipe IDi Indonesia penyandang diabetes mellitus (DM) tipe I sangat jarang. Demikian

pula di negara tropis lain. Hal ini rupanya ada hubungan dengannya dengan letak geografis Indonesia yang terletak di daerah khatulistiwa. Dari angka prevalensi berbagai negara tampak bahwa makin jauh letaknya suatu negara dari khatulistiwa makin tinggi prevalensinya DM tipe-nya. Ini bisa dilihat pada prevalensi DM tipe I di Eropa. Di bagian utara Eropa,misalnya di negara-negara Skandinavia prevalensi tipe 1-nya merupakan yang tertinggi di dunia, sedangkan di daerah bagian selatan Eropa misalnya di Malta sangat jarang. Di samping itu juga tampak bahwa insidens DM tipe 1 di Eropa Utara meningkat dalam 2-3 dekade terakhir. Ini menunjukkan bahwa barangkali pada DM tipe 1 faktor lingkungannya juga berperan di samping yang sudah diketahui yaitu faktor genetik. Adanya kekurangan asam asptartat pada posisi 57 dari rantai HLA-DQ-beta menyebabkan orang itu mejadi rentan (suspectable) terhadap timbulnya DM tipe 1. Tetapi kenyataan lain menunjukkan bahwa faktor lingkungan sangat berperan. Ini tampak pada angka prevalensi DM tipe 1 di dua negara dimana secara etnik tidak berbeda tetapi prevalensi DM tipe 1 di Estonia hanya 1/3 dari Finlandia.

Dengan ditemukannya dua faktor tadi yaitu faktor genetic (non-Asp 57) dan faktor lingkungan maka di masa mendatang, upaya pencegahan timbulnya DM tipe 1 bukanlah suatu hal yang mustahil.

Di Indonesia prevalensi DM tipe 1 secara pasti belum diketahui, tetapi diakui memang sangat jarang. Ini mungkin disebabkan oleh karena Indonesia terletak di khatulistiwa atau barangkali faktor genetiknya memang tidak menyokong, tetapi mungkin juga karena diagnosis DM tipe 1 yang terlambat hingga pasien sudah meninggal akibat komplikasi sebelum didiagnosis.

Prevalensi Diabetes Melitus Tipe 2Lain halnya pada DM tipe 2 yang meliputi lebih 90% dari semua populasi diabetes,

faktor lingkungan diabetes, faktor lingkungan sangat berperan. Prevalensi DM tipe 2 pada bangsa kulit putih berkisar antara 3-6% dari orang dewasanya. Angka ini merupakan baku emas untuk membandingkan prevalensi diabetes antar berbagai kelompok etnik di seluruh dunia. Dengan demikian kita dapat membandingkan prevalensi di suatu negara atau suatu kelompok etnis tertentu dengan kelompok etnis kulit putih pada umumnya. Misalnya di negara-negara berkembang yang laju pertumbuhan ekonominya sangat menonjol, misalnya di Singapura, prevalensi diabetes sangat meningkat dibanding dengan 10 tahun yang lalu. Demikian pula pada beberapa kelompok etnis di beberapa negara yang mengalami perubahan gaya hidup yang sangat berbeda dengan cara hidup sebelumnya karena memang mereka lebih makmur, prevalensi diabetes bisa mencapai 35% seperti misalnya di beberapa bangsa mikronesia dan polinesia di pasifik, Indian pima di Amerika Serikat, orang Meksiko yang ada di Amerika serikat, bangsa Creole di Amerika Selatan. Prevalensi tinggi juga ditemukan di Malta, Arab Saudi, Indian Canada, dan Cina di Mauritius, Singapura dan Taiwan.Tentang baku emas yang tadi dibicarakan, sebenarnya juga ada keistimewaannya, misalnya suatu penelitian di Wadena Amerika Serikat, mendapatkan bahwa prevalensi pada orang kulit

putih sangat tinggi dibandingkan dengan baku emas tadi (Eropa) yaitu sebesar 23,2% untuk semua gangguan toleransi glukosa, terdiri dari 15,1% Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) dan 8,1% DM tipe 2. Dengan kenyataan ini dapat diambil kesimpulan bahwa factor lingkungan sangat berperan. Hal ini dapat dilihat pada studi Wadena tadi bahwa secara genetic mereka sama-sama kulit putih, tetapi di Eropa prevalensinya lebih rendah. Di sini jelas karena orang-orang di Wadena lebih gemuk dan hidupnya lebih santai. Hal ini akan berlaku bagi bangsa-bangsa lain, terutama di negara yang tergolong sangat berkembang seperti Singapura, Korea, dan barangkali Indonesia.

Di Cina daratan prevalensi diabetes sangat rendah. Juga di India sangat rendah dengan catatan di beberapa bagian dari India bagian Selatan sudah menunjukkan peningkatan. Di Afrika juga rendah, tetapi pada bangsa Afrika yang tinggal di Amerika Serikat, Inggris, Mauritius dan Suriname prevalensi DM sangat tinggi. Perlu diketahui bahwa keadaan ekonomi di Mauritius untuk golongan etnik tadi jauh lebih baik dibandingkan dengan di negara asalnya.

Dari data ini semua dapatlah disimpulkan bahwa faktor lingkungan teutama peningkatan kemakmuran suatu bangsa akan meningkatkan prevalensi diabetes. Bahwa kekerapan akan menjadi dua kali lebih tinggi dalam waktu 10 tahun bukanlah suatu hal yang mustahil terutama di Negara berkembang yang pertumbuhan ekonominya sudah mapan. Keadaan ini tentu saja harus diantisipasi oleh pembuat kebijaksanaan di tiap Negara bekembang supaya dalam menentukan rencana jangka panjang kebijakan pelayanan kesehatan di negaranya, masalah ini harus dipertimbangkan.Data terakhir adalah data dari IDF tahun 2006 seperti tampak pada gambar 1, prevalensi di Negara-negara timur tengah paling tinggi (di atas 20%) di susul Mexico.Indonesia termasuk dalam kelompok dengan prevalensi yang paling rendah saat itu. Ini mungkin karena Indonesia belum punya angka nasional resmi. Yang lebih memprihatinkan adalah komposisi umur pasien diabetes di negara maju kebanyakan sudah berumur 65 tahun jadi pada umur yang sudah tidak produktif lagi, sedangkan di negara berkembang kebanyakan pasien diabetes berumur antara 45 sampai 64 tahun, golongan umur yang masih sangat produktif.

Diabetes di IndonesiaMenurut penelitian epidemiologi yang sampai tahun delapan puluhan telah

dilaksanakan berbagai kota di Indonesia, prevalensi diabetes berkisar antara 1,5% s/d 2,3% kecuali di Manado yang agak tinggi sebesar 6%.

Hasil penelitian epidemiologis berikutnya tahun 1993 di Jakarta (daerah urban) membuktikan adanya peningkatan prevalensi DM dari 1,7% pada tahun 1982 menjadi 5,7% pada tahun 1993, kemudian pada tahun 2001 di Depok, daerah sub urban di Selatan Jakarta menjadi 12,8%. Demikian pula prevalensi DM di Ujung Pandang (daerah urban), meningkat dai 1,5% pada tahun 1981 menjadi 3,5% pada tahun 1998 dan terakhir pada tahun 2005 menjadi 12,5%.

Di daerah rural yang dilakukan oleh Arifin di suatu kota kecil di Jawa Barat angka itu hanya 1,1%. Di suatu daerah terpencil di Tanah Toraja didapatkan prevalensi DM hanya 0,8%. Di sini jelas ada perbedaan antara urban dengan rural, menunjukkan bahwa haya hidup mempengaruhi kejadian diabetes. Di Jawa Timur angka itu tidak berbeda yaitu 1,43% di daerah urban dan 1,47% di daerah rural. Hal ini mungkin disebabkan tingginya prevalensi Diabetes Melitus Terkait Malnutrisi(DMTM) yang sekarang dikategorikan sebagai diabetes tipe pancreas di Jawa Timur sebesar 21,2% dari seluruh diabetes di daerah rural.

Melihat tendensi kenaikan prevalensi diabetes secara global yang tadi dibicarakan terutama disebabkan oleh karena peningkatan kemakmuran suatu populasi, maka dengan demikian dapat dimengerti bila suatu saat atau lebih tepat lagi dalam kurun waktu 1 atau 2

dekade yang akan datang kekerapan DM tipe 2 di Indonesia akan meningkat dengan drastic yang disebabkan oleh beberapa faktor :

1.      Faktor keturunan (genetic)2.      Faktor kegemukan/obesitas•       Perubahan gaya hidup dari tradisional ke gaya hidup barat•       Makan berlebihan•       Hidup santai, kurang gerak badan

3.      Faktor demografi•       Jumlah penduduk meningkat•       Urbanisasi•       Penduduk berumur di atas 40 tahun meningkat

4.      Berkuranngnya penyakit infeksi dan kurang gizi

Dalam Diabetes Atlas 2000 (International Diabetes Federation) tercantum perkiraanpenduduk Indonesia di atas 20 tahun sebesar 125 juta dan dengan asumsi prevalensi DM sebesar 4,6% diperkirakan pada tahun 2000 berjumlah 5,6% juta. Berdasarkan pola pertambahan penduduk seperti saat ini, diperkirakan pada tahun 2020 nanti aka nada sejumlah 178 juta penduduk berusia di atas 20 tahun dan dengan asumsi prevalensi DM sebesar 4,6% akan didapatkan 8,2 juta pasien diabetes.Penelitian terakhir yang dilakukan oleh Litbang Depkes yang hasilnya baru saja dikeluarkan bulan Desember 2008 menunjukkan bahwa prevalensi nasional untuk TGT 10,25% dan diabetes 5,7% (1,5% terdiri dari pasien diabetes yang sudah terdiagnosis sebelumnya, sedangkan sisanya 4,2% baru ketahuan diabetes saat penelitian). Angka itu diambil dari hasil penelitian di seluruh provinsi. Kalimantan Barat dan Maluku Utara menduduki peringkat prevalensi diabetes tertinggi tingkat propinsi.Dengan hasil penelitian ini maka kita sekarang untuk pertama kali punya angka prevalensi nasional. Sekadar untuk perbandingan menurut IDF pada tahun 2006 angka prevalensi Amerika Serikat 8,3% dan Cina 3,9% jadi Indonesia berada di antaranya. Di Malaysia, Negara tetangga/serumpun Indonesia terdekat, pada 3rd National Health and Mortality & Morbidity Survey in Malaysia 2006 didapatkan prevalensi yang tinggi ysitu 14,9% tetapi survey itu dilakukan pada individu di atas 30 tahun, sedangkan di Indonesia populasi survey melibatkan individu 15 tahun k e atas.

Kesimpulan

      Diabetes tidak hanya dijumpai pada orang tua tetapi juga dijumpai pada anak-anak.      Meningkatnya angka jumlah penderita Diabetes dipengaruhi oleh beberapa faktor antara

lain : Faktor keturunan, faktor kegemukan (Obesitas), faktor demografi.      Meningkatnya prevalensi diabetes mellitus di beberapa negara berkembang akibat

peningkatan kemakmuran di negara bersangkutan dan disertai dengan perubahan pola hidup.      Peningkatan prevalensi Diabetes seiring dengan peningkatan faktor risiko yaitu obesitas

(kegemukan), kurang aktivitas fisik, kurang konsumsi serat, tinggi lemak, merokok, hiperkolesterol, hiperglikemia dan lain-lain.

      Gelala Diabetes Melitus : Haus dan banyak minum, Lapar dan banyak makan Sering buang air kecil, Berat badan menurun, Mata kabur, Jika mengalami luka, butuh waktu lama untuk dapat sembuh, Mudah terjadi infeksi pada kulit (gatal-gatal), saluran kencing dan gusi, Nyeri atau baal pada tangan atau kaki, Badan terasa lemah, Mudah mengantuk

      Jumlah penyandang diabetes terutama diabetes tipe 2 makin meningkat di seluruh dunia terutama di negara berkembang karena perubahan gaya hidup salah yang menyebabkan obesitas. Faktor urbanisasi dan meningkatnya pelayanan kesehatan merupakan factor penting juga karena usia menjadi lebih panjang. Untuk pertama kalinya Indonesia mempunyai data nasional prevalensi diabetes untuk daerah urban sebesar 5,7% berkat penelitian yang baru saja selesai dilakukan oleh Litbangkes Depkes.

 Referensi

1. Purnamasari D. Diagnosis dan klasifikasi diabetes melitus. Dalam: Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3. 5th ed. Jakarta: Interna Publishing. p. 1880-3.

2. Hussain A, Vincent M. Diabetes Mellitus, type 1. [Online]. 2010 Feb 4 [cited 2010 Sept 30]; Available from: URL: http://emedicine.medscape.com/article/117739-overview

3. Ligaray K, Isley M. Diabetes Mellitus, type 2. [Online]. 2010 Sept 27 [cited 2010 Sept 30]; Available from: URL: http://emedicine.medscape.com/article/117853-overview

4. American Diabetes Association. Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus. [Online]. 2004 [cited 2010 Sept 30];Available from: URL: http://care.diabetesjournals.org/content/27/suppl_1/s5.full

5. Wild S, Roglic G, Green A, Sicree R, King H. Global prevalence of diabetes: estimates for the year 2000 and projections for 2030. Diabetes Care 2004 May;27(5):1047-53.

6. Riskesdas 2007.

Etiologi secara umum tergantung dari tipe Diabetes, yaitu :1.      Diabetes Tipe I ( Insulin Dependent Diabetes Melitus /IDDM )

Diabetes yang tergantung insulin yang ditandai oleh penghancuran sel-sel beta pankreas disebabkan oleh :

a.       Faktor genetikPenderita DM tidak mewarisi DM tipe 1 itu sendiri tapi mewarisi suatu predisposisi / kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe 1. Ini ditemukan pada individu yang mempunyai tipe antigen HLA ( Human Leucocyte Antigen ) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen transplatasi dan proses imun lainnya.

b.      Faktor ImunologiRespon abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggap seolah-olah sebagai jaringan asing.

c.       Faktor lingkunganVirus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang menimbulkan destruksi sel beta.

2.      Diabetes Tipe II (Non Insulin Dependent Diabetes Melitus /NIDDM )Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II belum diketahui. Faktor genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses

terjadinya resistensi insulin. Selain itu terdapat faktor-faktor risiko tertentu yang berhubungan  yaitu :

a.       Usia

Umumnya manusia mengalami penurunan fisiologis yang secara dramatis menurun dengan cepat pada usia setelah 40 tahun. Penurunan ini yang akan beresiko pada penurunan fungsi endokrin pankreas untuk memproduksi insulin. (Sujono & Sukarmin, 2008, hlm. 73).

b.      ObesitasObesitas mengakibatkan sel-sel beta pankreas mengalami hipertropi yang akan berpengaruh terhadap penurunan produksi insulin. Hipertropi pankreas disebabkan karena peningkatan beban metabolisme glukosa pada penderita obesitas untuk mencukupi energi sel yang terlalu banyak. (Sujono & Sukarmin, 2008, hlm.73).

c.       Riwayat KeluargaPada anggota keluarga dekat pasien diabetes tipe 2 (dan pada kembar non identik), risiko menderita penyakit ini 5 hingga 10 kali lebih besar daripada subjek (dengan usia dan berat yang sama) yang tidak memiliki riwayat penyakit dalam keluarganya. Tidak seperti diabetes tipe 1, penyakit ini tidak berkaitan dengan gen HLA. Penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa diabetes tipe 2 tampaknya terjadi akibat sejumlah defek genetif, masing-masing memberi kontribusi pada risiko dan masing-masing juga dipengaruhi oleh lingkungan. (Robbins, 2007, hlm. 67).

d.      Gaya hidup (stres)Stres kronis cenderung membuat seseorang mencari makanan yang cepat saji yang kaya pengawet, lemak, dan gula. Makanan ini berpengaruh besar terhadap kerja pankreas. Stres juga akan meningkatkan kerja metabolisme dan meningkatkan kebutuhan akan sumber energi yang berakibat pada kenaikan kerja pankreas. Beban yang tinggi membuat pankreas mudah rusak hingga berdampak pada penurunan insulin. ( Smeltzer and Bare,1996, hlm. 610).

E.      PATOFISIOLOGIPada diabetes melitus tipe 2 jumlah insulin normal malah mungkin lebih banyak tetapi

jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang kurang. Reseptor insulin ini dapat diibaratkan sebagai lubang kunci pintu masuk ke dalam sel. Pada keadaan tadi jumlah lubang kuncinya yang kurang, hingga meskipun anak kuncinya (insulin) banyak, tetapi karena lubang kuncinya (reseptor) kurang, maka glukosa yang masuk sel akan sedikit, sehingga sel akan kekurangan bahan bakar (glukosa) dan glukosa di dalam pembuluh darah meningkat. Dengan demikian keadaan ini sama dengan pada DM tipe 1. Perbedaannya adalah DM tipe 2 disamping kadar glukosa tinggi juga kadar insulin tinggi atau normal. Keadaan ini disebut resistensi insulin.( Suyono, 2005, hlm 3).

Sebagian besar patologi diabetes melitus dapat dihubungkan dengan efek utama kekurangan insulin yaitu :

a.       Pengurangan penggunaan glukosa oleh sel-sel tubuh, yang mengakibatkan peningkatan konsentrasi glukosa darah sampai setinggi 300 sampai 1200 mg per 100 ml.

b.      Peningkatan mobilisasi lemak dan daerah penyimpanan lemak sehingga menyebabkan kelainan metabolisme lemak maupun pengendapan lipid pada dinding vaskuler.

c.       Pengurangan protein dalam jaringan tubuh.Keadaan patologi tersebut akan berdampak :

1.      HiperglikemiaHiperglikemia didefinisikan sebagai kadar glukosa darah yang tinggi daripada rentang

kadar puasa normal 80-90 mg/100 ml darah, atau rentang non puasa sekitar 140-160 mg/100 ml darah. (Corwin, 2001, hlm. 623).

Dalam keadaan insulin normal asupan glukosa atau produksi glukosa dalam tubuh akan difasilitasi (oleh insulin) untuk masuk ke dalam sel tubuh. Glukosa itu kemudian diolah untuk

menjadi bahan energi. Apabila bahan energi yang dibutuhkan masih ada sisa akan disimpan sebagai glikogen dalam sel-sel hati dan sel-sel otot (sebagai massa sel otot). Proses glikogenesis (pembentukan glikogen dari unsur glukosa ini dapat mencegah hiperglikemia). Pada penderita diabetes melitus proses ini tidak dapat berlangsung dengan baik sehingga glukosa banyak menumpuk di darah (hiperglikemia). (Long, 1996, hlm. 11).

Secara rinci proses terjadinya hiperglikemia karena defisit insulin tergambar pada perubahan metabolik sebagai berikut :

a.       Transport glukosa yang melintasi membran sel-sel berkurang.b.      Glukogenesis (pembentukan glikogen dari glukosa) berkurang dan tetap terdapat kelebihan

glukosa dalam darah.c.       Glikolisis (pemecahan glukosa) meningkat, sehingga cadangan glikogen berkurang, dan

glukosa “hati” dicurahkan dalam darah secara terus menerus melebihi kebutuhan.d.      Glukoneogenesis (pembentukan glukosa dari unsur non karbohidrat) meningkat dan lebih

banyak lagi glukosa “hati” yang tercurah ke dalam darah hasil pemecahan asam amino dan lemak. (Long, 1996, hlm.11).

Hiperglikemia akan mengakibatkan pertumbuhan berbagai mikroorganisme dengan cepat seperti bakteri dan jamur. Karena mikroorganisme tersebut sangat cocok dengan daerah yang kaya glukosa. Setiap kali timbul peradangan maka akan terjadi mekanisme peningkatan darah pada jaringan yang cidera. Kondisi itulah yang membuat mikroorganisme mendapat peningkatan pasokan nutrisi. Kondisi itulah yang membuat mikroorganisme mendapat peningkatan pasokan nutrisi. Kondisi ini akan mengakibatkan penderita diabetes melitus mudah mengalami infeksi oleh bakteri dan jamur. (Sujono, 2008, hlm. 76).

2.      HiperosmolaritasHiperosmolaritas adalah adanya kelebihan tekanan osmotik pada plasma sel karena

adanya peningkatan konsentrasi zat. Sedangkan tekanan osmosis merupakan tekanan yang dihasilkan karena adanya peningkatan konsentrasi larutan pada zat cair. Pada penderita diabetes melitus terjadinya hiperosmolaritas karena peningkatan konsentrasi glukosa dalam darah (yang notabene komposisi terbanyak adalah zat cair). Peningkatan glukosa dalam darah akan berakibat terjadinya kelebihan ambang pada ginjal untuk memfiltrasi dan reabsorbsi glukosa (meningkat kurang lebih 225 mg/ menit). Kelebihan ini kemudian menimbulkan efek pembuangan glukosa melalui urin (glukosuria). Ekskresi molekul glukosa yang aktif secara osmosis menyebabkan kehilangan sejumlah besar air (diuresis osmotik) dan berakibat peningkatan volume air (poliuria).

Akibat volume urin yang sangaat besar dan keluarnya air yang menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi intrasel mengikuti dehidrasi ekstrasel karena air intrasel akan berdifusi keluar sel mengikuti penurunan gradien konsentrasi ke plasma yang hipertonik (sangat pekat). Dehidrasi intrasel merangsang pengeluaran ADH dan menimbulkan rasa haus. (Corwin,2001, hlm.636).

Glukosuria dapat mencapai 5-10% dan osmolaritas serum lebih dan 370-380 mosmols/ dl dalam keadaan tidak terdapatnya keton darah. Kondisi ini dapat berakibat koma hiperglikemik hiperosmolar nonketotik (KHHN). (Sujono, 2008, hlm. 77).

3.      Starvasi SellulerStarvasi Selluler merupakan kondisi kelaparan yang dialami oleh sel karena glukosa sulit

masuk padahal di sekeliling sel banyak sekali glukosa. Ada banyak bahan makanan tapi tidak bisa dibawa untuk diolah. Sulitnya glukosa masuk karena tidak ada yang memfasilitasi untuk masuk sel yaitu insulin.

Dampak dari starvasi selluler akan terjadi proses kompensasi selluler untuk tetap mempertahankan fungsi sel. Proses itu antara lain :

a.       Defisiensi insulin gagal untuk melakukan asupan glukosa bagi jaringan-jaringan peripheral yang tergantung pada insulin (otot rangka dan jaringan lemak). Jika tidak terdapat glukosa, sel-sel otot memetabolisme cadangan glikogen yang mereka miliki untuk dibongkar menjadi glukosa dan energi mungkin juga akan menggunakan asam lemak bebas (keton). Kondisi ini berdampak pada penurunan massa otot, kelemahan otot, dan rasa mudah lelah.

b.      Starvasi selluler juga akan mengakibatkan peningkatan metabolisme protein dan asam amino yang digunakan sebagai substrat yang diperlukan untuk glukoneogenesis dalam hati. Hasil dari glukoneogenesis akan dijadikan untuk proses aktivitas sel tubuh.Protein dan asam amino yang melalui proses glukoneogenesis akan dirubah menjadi CO2 dan H2O serta glukosa. Perubahan ini berdampak juga pada penurunan sintesis protein.Proses glukoneogenesis yang menggunakan asam amino menyebabkan penipisan simpanan protein tubuh karena unsur nitrogen (sebagai unsur pemecah protein) tidak digunakan kembali untuk semua bagian tetapi diubah menjadi urea dalam hepar dan dieksresikan dalam urine. Ekskresi nitrogen yang banyak akan berakibat pada keseimbangan negative nitrogen.Depresi protein akan berakibat tubuh menjadi kurus, penurunan resistensi terhadap infeksi dan sulitnya pengembalian jaringan yang rusak (sulit sembuh kalau cidera).

c.       Starvasi sel juga berdampak peningkatan mobilisasi dan metabolisme lemak (lipolisis) asam lemak bebas, trigliserida, dan gliserol yang akan meningkat bersirkulasi dan menyediakan substrat bagi hati untuk proses ketogenesis yang digunakan sel untuk melakukan aktivitas sel. Ketogenesis mengakibatkan peningkatan kadar asam organik (keton), sementara keton menggunakan cadangan alkali tubuh untuk buffer pH darah menurun. Pernafasan kusmaull dirangsang untuk mengkompensasi keadaan asidosis metabolik. Diuresis osmotik menjadi bertambah buruk dengan adanya ketoanemis dan dari katabolisme protein yang meningkatkan asupan protein ke ginjal sehingga tubuh banyak kehilangan protein.Adanya starvasi selluler akan meningkatakan mekanisme penyesuaian tubuh untuk meningkatkan pemasukan dengan munculnya rasa ingin makan terus (polifagi). Starvasi selluler juga akan memunculkan gejala klinis kelemahan tubuh karena terjadi penurunan produksi energi. Dan kerusakan berbagai organ reproduksi yang salah satunya dapat timbul impotensi dan orggan tubuh yang lain seperti persarafan perifer dan mata (muncul rasa baal dan mata kabur). (Sujono, 2008, hlm. 79).

 Diabetes mellitus jangka panjang member dampak yang parah ke sistem kardiovaskular, terjadi kerusakan di mikro dan makrovaskular.MIKROVASKULAR

Komplikasi mikrovaskular terjadi akibat penebalan membran basal  pembuluh-pembuluh kecil. Penyebab penebalan tersebut tampaknya berkaitan langsung dengan tingginya kadar glukosa darah.  Penebalan mikrovaskular tersebut menyebabkan iskemia dan penurunan penyaluran oksigen dan zat gizi ke jaringan. Selain itu, Hb terglikosilasi memiliki afinitas terhadap oksigen yang lebih tinggi sehingga oksigen terikat lebih erat ke molekul Hb. Hal ini menyebabkan ketersediaan oksigen untuk jaringan berkurang.

Hipoksia kronis juga dapat menyebabkan hipertensi karena jantung dipaksa meningkatkan curah jantung sebagai usaha untuk menyalurkan lebih banyak oksigen ke jaringan. Ginjal, retina, dan sistem saraf perifer, termasuk neuron sensorik dan motorik somatic sangat dipengaruhi  oleh gangguan mikrovaskular diabetik.

Sirkulasi mikrovaskular yang buruk juga akan menganggu reaksi imun dan inflamasi karena kedua hal ini bergantung pada perfusi jaringan yang baik untuk menyalurkan sel-sel imun dan mediator inflamasi. (Chang, 2006, hlm. 110).

1.      Kerusakan ginjal (Nefropati)Diabetes mellitus kronis yang menyebabkan kerusakan ginjal sering dijumpai, dan

nefropati diabetic merupakan salah satu penyebab terjadinya gagal ginjal. Di ginjal, yang paling parah mengalami kerusakan adalah kapiler glomerolus akibat hipertensi dan glukosa plasma yang tinggimenyebabkan penebalan membran basal dan pelebaran glomerolus. Lesi-lesi sklerotik nodular, yang disebut nodul Kimmelstiel-Wilson, terbentuk di glomerolus sehingga semakin menghambat aliran darah dan akibatnya merusak nefron. (Corwin, 2001, hlm. 637).

2.      Kerusakan sistem saraf (Neuropati)Penyakit saraf yang disebabkan diabetes mellitus disebut neuropati diabetic.

Neuropati diabetic disebabkan hipoksia kronis sel-sel saraf yang kronis serta efek dari hiperglikemia.

Pada jaringan saraf terjadi penimbunan sorbitol dan dan fruktosa dan penurunan kadar mioinositol yang menimbulkan neuropati selanjutnya timbul nyeri, parestesia, berkurangnya sensasi getar dan propoioseptik, dan gangguan motorik yang disertai hilangnya refleks-refkeks tendon dalam, kelemahan oto-otot dan atrofi. Neuropati dapat menyerang saraf-saraf perifer, saraf-saraf kranial atau sistem saraf otonom. Terserangnya sistem saraf otonom disertai diare nokturnal, keterlambatan pengosongan lambung, hipotensi dan impotensi. (Corwin, 2001, hlm. 637).

3.      Gangguan penglihatan (Retinopati)Retinopati disebabkan memburuknya kondisi mikro sirkulasi sehingga terjadi

kebocoran pada pembuluh darah retina. Hal ini bahkan bisa menjadi salah astu penyebab kebutaan. Retinopati sebenarnya merupakan kerusakan yang unik pada diabetes karena selain karena gangguan mikrovaskular, penyakit ini juga disebabkan adanya biokimia darah sehingga terjadi penumpukan zat-zat tertentu pada jaringan retina.

Gangguan awal pada retina tidak menimbulkan keluhan-keluhan sehingga penderita kebanyakan tidak mengetahui telah terkena retinopati. Hal ini baru terdeteksi oleh ahli mata dengan ophtalmoskop.jika gangguan ini dibiarkan dan kerusakan menjadi sangat progresif serta menyerang daerah penting (makula) maka penderita dapat kehilangan penglihatannya. Katarak dan glaukoma (meningkatnya tekanan pada bola mata) juga merupakan salah satu dari komplikasi mata pada pasien diabetes. Oleh karenanya, selain mengontrol kadar gula darah, mengontrol mata pada dokter mata secara rutin juga mutlak dilakukan oleh pasien diabetes. (Mahendra & Tobing, 2008, hlm 23).MAKROVASKULAR            Komplikasi makrovaskular terutama terjadi akibat aterosklerosis. Komplikasi makrovaskular ikut berperan dan menyebabkan gangguan aliran darah, penyulit komplikasi jangka panjang, dan peningkatan mortalitas.            Pada diabetes  terjadi kerusakan pada lapisan endotel arteri dan dapat disebabkan secara langsung oleh tingginya kadar glukosa darah, metabolit glukosa, atau tingginya kadar asam lemak dalam darah yang sering dijumpai pada pasien diabetes. Akibat kerusakan tersebut, permeabilitas sel endotel meningkat sehingga molekul yang mengandung lemak masuk ke arteri. Kerusakan sel-sel endotel akan mencetuskan reaksi imun dan inflamasi sehinga akhirnya terjadi pengendapan trombosit, makrofag, dan jaringan fibrosis. Sel-sel otot polos berproliferasi. Penebalan dinding arteri meyebabkan hipertensi, yang semakin merusak lapisan endotel arteri karena menimbulkan gaya merobek sel-sel edotel.            Efek vascular dari diabetes kronis adalah penyakit arteri koroner, stroke, dan penyakit vascular perifer. Pasien diabetic yang menderita infark miokard memiliki prognosis yang buruk dibandingkan pasien diabetes tanpa infark miokard. Penyakit arteri koroner merupakan

penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada populasi pengidap diabetes. (Chang, 2006, hlm. 110).

KONSEP DASAR DM TIPE 1

1.       PENGERTIAN

Diabetes Melitus Tipe 1

Diabetes mellitus tipe 1 dahulu disebut insulin-dependent diabetes (IDDM, diabetes yang bergantung pada insulin), dicirikan denganrusaknya sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau langerhanssehingga terjadi kekurangan insulin pada tubuh. Diabetes tipe inidapat diderita oleh anak-anak maupun orang dewasa.

Sampai saat ini diabetes tipe 1 tidak dapat dicegah. Kebanyakan penderita diabetes tipe 1 memiliki kesehatan dan berat badan yang baik saat penyakit ini mulai dideritanya. Selain itu, sensitivitas maupun respons tubuh terhadap insulin umumnya normal pada penderita diabetes tipe ini, terutama pada tahap awal.

Penyebab terbanyak dari kehilangan sel beta pada diabetes tipe 1adalah kesalahan reaksi autoimunitas yang menghancurkan sel beta pankreas. Reaksi autoimunitas tersebut dapat dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh.

2.       EPIDEMIOLOGI

Pada Diabetes Mellitus tipe 1 biasanya terdapat pada anak-anak dan remaja , salah satu penyebabnya adalah seringnya mengkonsumsi fast food. Ibu yang melahirkan bayi dengan berat lebih dari 4 kg juga berisiko mengalami Diabetes Mellitus.

Variasi siklik musiman dalam jangka lama terjadi pada insiden diabetes insipidus tergantung insulin. Kasus yang baru diketahui tampak lebih sering pada bulan-bulan musim semi dan musim dingin di belahan bumi uatara dan selatan.

Tabel 1.  Prevalensi Kejadian Diabetes Mellitus di Beberapa Negara Tahun 2000

(FKM, Universitas Hasanuddin, Makassar, 2007)

No Rangking negara tahun 2000 Orang   dengan DM (juta)

1. India 31,7

2. Cina 20,8

3. Amerika Serikat 17,7

4. Indonesia 8,4

5. Jepang 6,8

6. Pakistan 5,2

7. Federasi Rusia 4,6

8. Brazil 4,6

9. Italia 4,3

10. Banglades 3,2

3.       PENYEBAB / FAKTOR PREDISPOSISI

a.    Faktor genetic

Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA (human leucosite antigen). HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen transplantasi dan proses imun lainnya.

b.   Faktor-faktor imunologi

Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing, yaitu autoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.

c.    Faktor lingkungan

Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi sel beta.

4.       KLASIFIKASI

Klasifikasi DM tipe 1, berdasarkan etiologi sebagai berikut :

Pada DM tipe I, dikenal 2 bentuk dengan patofisiologi yang berbeda.

1.      Tipe IA, diduga pengaruh genetik dan lingkungan memegang peran utama untuk terjadinya kerusakan pankreas. HLA-DR4 ditemukan mempunyai hubungan yang sangat erat dengan fenomena ini.

2.      Tipe IB berhubungan dengan keadaan autoimun primer pada sekelompok penderita yang juga sering menunjukkan manifestasi autoimun lainnya, seperti Hashimoto disease, Graves disease, pernicious anemia, dan myasthenia gravis. Keadaan ini berhubungan dengan antigen HLA-DR3 dan muncul pada usia sekitar 30 - 50 tahun.

5.       PATOFIOLOGI TERJADINYA PENYAKIT

Diabetes tipe 1 disebabkan oleh infeksi atau toksin lingkungan yang menyerang orang dengan sistem imun yang secara genetis merupakan predisposisi untuk terjadinya suatu respon autoimun yang kuat yang menyerang antigen sel B pankreas. Faktor ekstrinsik yang diduga

mempengaruhi fungsi sel B meliputi kerusakan yang disebabkan oleh virus, seperti virus penyakit gondok (mumps) dan virus coxsackie B4, oleh agen kimia yang bersifat toksik, atau oleh sitotoksin perusak dan antibodi yang dirilis oleh imunosit yang disensitisasi. Suatu kerusakan genetis yang mendasari yang berhubungan dengan  replikasi atau fungsi sel B pankreas dapat menyebabkan predisposisi terjadinya kegagalan sel B setelah infeksi virus. Lagipula, gen-gen HLA yang khusus diduga meningkatkan kerentanan terhadap virus diabetogenik atau mungkin dikaitkan dengan gen-gen yang merespon sistem imun tertentu yang menyebabkan terjadinya predisposisi pada pasien sehingga terjadi respon autoimun terhadap sel-sel pulaunya (islets of Langerhans) sendiri atau yang dikenal dengan istilah autoregresi.

Diabetes tipe 1 merupakan bentuk diabetes parah yang berhubungan dengan terjadinya ketosis apabila tidak diobati. Diabetes ini muncul ketika pankreas sebagai pabrik insulin tidak dapat atau kurang mampu memproduksi insulin. Akibatnya, insulin tubuh kurang atau tidak ada sama sekali. Penurunan jumlah insulin menyebabkan gangguan jalur metabolik antaranya penurunan glikolisis (pemecahan glukosa menjadi air dan karbondioksida), peningkatan glikogenesis (pemecahan glikogen menjadi glukosa), terjadinya glukoneogenesis. Glukoneogenesis merupakan proses pembuatan glukosa dari asam amino , laktat , dan gliserol yang dilakukan counterregulatory hormone (glukagon, epinefrin, dan kortisol). Tanpa insulin , sintesis dan pengambilan protein, trigliserida , asam lemak, dan gliserol dalam sel akan terganggu. Aseharusnya terjadi lipogenesis namun yang terjadi adalah lipolisis yang menghasilkan badan keton.Glukosa menjadi menumpuk dalam peredaran darah karena tidak dapat diangkut ke dalam sel. Kadar glukosa lebih dari 180mg/dl  ginjal tidak dapat mereabsorbsi glukosa dari glomelurus sehingga timbul glikosuria. Glukosa menarik air dan menyebabkan osmotik diuretik dan menyebabkan poliuria. Poliuria menyebabkan hilangnya elektrolit lewat urine, terutama natrium, klorida, kalium, dan fosfat merangsang rasa haus dan peningkatan asupan air (polidipsi). Sel tubuh kekurangan bahan bakar (cell starvation ) pasien merasa lapar dan peningkatan asupan makanan (polifagia).

Biasanya, diabetes tipe ini sering terjadi pada anak dan remaja tetapi kadang-kadang juga terjadi pada orang dewasa, khususnya yang  non obesitas dan mereka yang berusia lanjut ketika hiperglikemia tampak pertama kali. Keadaan tersebut merupakan suatu gangguan katabolisme yang disebabkan karena hampir tidak terdapat insulin dalam sirkulasi, glukagon plasma meningkat dan sel-sel B pankreas gagal merespon semua stimulus insulinogenik. Oleh karena itu, diperlukan pemberian insulin eksogen untuk memperbaiki katabolisme, mencegah ketosis, dan

menurunkan hiperglukagonemia dan peningkatan kadar glukosa darah.(Tandra,2007)

6.       PATHWAY DM tipe 1

( di lampirakan)             

7.       MANIFESTASI KLINIS

Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada DM umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf.

Manifestasi klinis DM tipe 1 sama dengan manifestasi pada DM tahap awal, yang  sering ditemukan :

a)      Poliuri (banyak kencing)

Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai melampaui daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic diuresis yang mana gula banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga klien mengeluh banyak kencing.

b)      Polidipsi (banyak minum)

Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak karena poliuri, sehingga untuk mengimbangi klien lebih banyak minum.

c)      Polifagia (banyak makan)

Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi (lapar). Sehingga untuk memenuhinya klien akan terus makan. Tetapi walaupun klien banyak makan, tetap saja makanan tersebut hanya akan berada sampai pada pembuluh darah.

d)      Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang.

Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka tubuh berusama mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh yang lain yaitu lemak dan protein, karena tubuh terus merasakan lapar, maka tubuh selanjutnya akan memecah cadangan makanan yang ada di tubuh termasuk

yang berada di jaringan otot dan lemak sehingga klien dengan DM walaupun banyak makan akan tetap kurus

e)      Mata kabur

Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi) yang disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak.

f)       Ketoasidosis.

Anak dengan DM tipe-1 cepat sekali menjurus ke-dalam ketoasidosis diabetik yang disertai atau tanpa koma dengan prognosis yang kurang baik bila tidak diterapi dengan baik.

8.       PEMERIKSAAN FISIK

Diabetes Melitus Tipe 1

Inspeksi    :           pada DM tipe 1 didapatkan klien mengeluh kehausan, klien tampak

banyak makan, klien tampak kurus dengan berat badan menurun, terdapat penutunan lapang pandang, klien tampak lemah dan mengalam penurunan tonus otot

Palpasi      :           denyut nadi meningkat, tekanan darah meningkat yang menandakan

terjadi hipertensi.

Auskultasi :           adanya peningkatan tekanan darah

9.       PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang yang dlakukan pada DM tipe 1 dan 2 umumnya tidak jauh berbeda. 

a)      Glukosa darah : meningkat 200-100mg/dL

b)      Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok

c)      Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat

d)      Osmolalitas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l

e)      Elektrolit :

        Natrium : mungkin normal, meningkat, atau menurun

        Kalium : normal atau peningkatan semu ( perpindahan seluler), selanjutnya akan menurun.

        Fosfor : lebih sering menurun

f)        Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal yang mencerminkan control DM yang kurang selama 4 bulan terakhir ( lama hidup SDM) dan karenanaya sangat bermanfaat untuk membedakan DKA dengan control tidak adekuat versus DKA yang berhubungan dengan insiden ( mis, ISK baru)

g)      Gas Darah Arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada HCO3 ( asidosis metabolic) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.

h)      Trombosit darah : Ht mungkin meningkat ( dehidrasi) ; leukositosis : hemokonsentrasi ;merupakan respon terhadap stress atau infeksi.

i)        Ureum / kreatinin : mungkin meningkat atau normal ( dehidrasi/ penurunan fungsi ginjal)

j)        Amilase darah : mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya pancreatitis akut sebagai penyebab dari DKA.

k)      Insulin darah : mungkin menurun / atau bahka sampai tidak ada ( pada tipe 1) atau normal sampai tinggi ( pada tipe II) yang mengindikasikan insufisiensi insulin/ gangguan dalam penggunaannya (endogen/eksogen). Resisten insulin dapat berkembang sekunder terhadap pembentukan antibody . ( autoantibody)

l)        Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormone tiroid dapat meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.

m)    Urine : gula dan aseton positif : berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat.

n)      Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi pernafasan dan infeksi pada luka.

10    DIAGNOSTIK / KRITERIA DIAGNOSTIK

Diabetes Melitus Tipe 1

Diagnosis didapatkan dari  anamnesis, gejala klinis, serta data laboratorium, dengan kriteria  data lab:

Kadar darah sewaktu dan puasa

sebagai patokan penyaring diagnosis DM (mg/dl)

(WHO)

   Bukan DM Belum pasti DM

DM

Kadar glukosa darah sewaktu:

1.      Plasma vena

2.      Darah kapiler< 100

<  80  

100 – 200

80 – 200

      >200

      >200

Kadar glukosa darah puasa:

1.      Plasma vena

2.      Darah kapiler< 110

<  90  

110 – 120

90 – 110 

>126

>110

Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2

kali pemeriksaan :

•      Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)

•      Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)

•      Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian

sesudah mengkonsumsi 75

gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl

11    DIAGNOSIS BANDING

Diabetes Melitus Tipe 1

                        Produksi berlebihan glukokortikoid atau katekolamin pada :

         Tumor hipotalamus atau hipofisis

         Tumor atau hiperplasia adrenal

Renal glukosuria (Pada keadaan ini didapatkan glukosuria tanpa hiperglikemia maupun ketosis)

         Feokromositoma (Pada keadaan ini didapatkan uji toleransi glukosa yang abnormal dan glukosuria tanpa ketosis, yang disebabkan oleh peningkatan glikogenolisis dan glukoneogenesis).

12    PENATALAKSAAN

Diabetes Melitus baik Tipe 1 dan tipe 2

Ada enam cara dalam penatalaksanaan DM tipe 1   meliputi:

1.      Pemberian insulin

Yang harus diperhatikan dalam pemberian insulin adalah jenis, dosis, kapan pemberian, dan cara penyuntikan serta penyimpanan. Terdapat berbagai jenis insulin berdasarkan asal maupun lama kerjanya, menjadi kerja cepat/rapid acting, kerja pendek(regular/soluble), menengah, panjang, dan campuran.

Penatalaksanaan Terapi Insulin.

        Cara pemberian /penyuntikan hormone insulin

        Indikasi dan kontra indikasi pemberian /penyuntikan hormone insulin.

        Efek samping pemberian / penyuntikan hormone insulin.dll

Suntikan insulin untuk pengobatan diabetes dinamakan terapi insulin.Tujuan terapi ini terutama untuk :

1. Mempertahankan glukosa darah dalam kadar yang normal atau mendekati normal.

2. Menghambat kemungkinan timbulnya komplikasi kronis pada diabetes.

Keberhasilan terapi insulin juga tergantung terhadap gaya hidup seperti program diet dan olahraga secara teratur

Indikasi penggunaan terapi insulin harus memenuhi kriteria di bawah ini :

-         Menggunakan insulin lebih dari 3 kali sehari

-         Kadar glukosa darah sering tidak teratur

-         Ingin mengurangi resiko hipoglikemi

-         Ingin mengurangi resiko komplikasi yang berkelanjutan

-         Ingin lebih bebas beraktifitas dan gaya hidup yang lebih fleksibel

Enam tipe insulin berdasarkan mulai kerja, puncak, dan lama kerja insulin tersebut, yakni :

1. Insulin Keja Cepat (Short-acting Insulin)

2. Insulin Kerja Sangat Cepat (Quick-Acting Insulin)

3. Insulin Kerja Sedang (Intermediate-Acting Insulin)

4. Mixed Insulin

5. Insulin Kerja Panjang (Long-Acting Insulin)

6. Insulin Kerja Sangat Panjang (Very Long Acting Insulin)

Cara Pemberian InsulinStruktur kimia hormon insulin bisa rusak oleh proses pencernaan sehingga insulin tidak bisa diberikan melalui tablet atau pil. Satu-satunya jalan pemberian insulin adalah melalui suntikan, bisa suntikan di bawah kulit (subcutan/sc), suntikan ke dalam otot (intramuscular/im), atau suntukan ke dalam pembuluh vena (intravena/iv). Ada pula yang dipakai secara terus menerus dengan pompa (insulin pump/CSII) atau sistem tembak (tekan semprot) ke dalam kulit (insulin medijector).

Dosis anak bervariasi berkisar antara 0,7-1,0 U/kg per hari. Dosis insulin ini berkurang sedikit pada adanya fase remisi yang dikenal sebagai honeymoon periode dan kemudian meningkat pada saat pubertas.

Saat awal pengobatan insulin diberikan 3-4 kali injeksi. Bila dosis optimal dapat diperoleh, diusahakan untuk mengurangi jumlah suntikan menjadi 2 kali dengan menggunakan insulin kerja mengengah atau kombinasi kerja pendekb dan menengah (split-mix regimen). Penyuntikan setiap hari secara subkutan dipaha, lengan atas, sekitar umbilicus secara bergantian. Insulin sebaiknya disimpan dalam lemari es pada suhu 4-80C.

2.      Pengaturan makan/diet

o       Jumlah kebutuhan kalori untuk anak usia 1 tahun sampai dengan usia

pubertas dapat juga ditentukan dengan rumus sebagai berikut :

1000 + (usia dalam tahun x 100) = ....... Kalori/hari

o      Komposisi sumber kalori per hari sebaiknya terdiri atas : 50-55%

karbohidrat, 10-15% protein (semakin menurun dengan bertambahnya umur), dan 30-35% lemak.

o      Pembagian kalori per 24 jam diberikan 3 kali makanan utama dan 3 kali

makanan kecil sebagai berikut :

a.       20% berupa makan pagi.

b.      10% berupa makanan kecil.

c.       25% berupa makan siang.

d.      10% berupa makanan kecil.

e.       25% berupa makan malam.

f.        10% berupa makanan kecil.

Dari sisi makanan penderita diabetes atau kencing manis lebih dianjurkan mengkonsumsi karbohidrat berserat seperti kacang-kacangan, sayuran, buah segar seperti pepaya, kedondong, apel, tomat, salak, semangka dll. Sedangkan buah-buahan yang terlalu manis seperti sawo, jeruk, nanas, rambutan, durian, nangka, anggur, tidak dianjurkan.

Menurut peneliti gizi asal Universitas Airlangga, Surabaya, Prof. Dr. Dr. H. Askandar Tjokroprawiro, menggolongkan diet atas dua bagian, A dan B. Diet B dengan komposisi 68% karbohidrat, 20% lemak, dan 12% protein, lebih cocok buat orang Indonesia dibandingkan dengan diet A yang terdiri atas 40 – 50% karbohidrat, 30 – 35% lemak dan 20 – 25% protein. Diet B selain mengandung karbohidrat lumayan tinggi, juga kaya serat dan rendah kolesterol. Berdasarkan penelitian, diet tinggi karbohidrat kompleks dalam dosis terbagi, dapat memperbaiki kepekaan sel beta pankreas.

-          Serat makanan

Tipe diet ini berperan dalam penurunan kadar total kolesterol dan LDL (low-density lipoprotein) kolesterol dalm darah. Peningkatan kandungan serat dalam diet dapat pula memperbaiki kadar glukosa darah sehingga kebutuhan insulin dari luar dapat dikurangi.

Mekanisme kerja serat terlarut diperkirakan berhubungan dengan pembentukan gel dalam traktus gastrointestinal. Gel ini akan memperlambat pengosongan lambung dan gerakan makanan yang melalui saluran cerna bagian atas. Efek penurunan glukosa yang potensial oleh serat makanan tersebut mungkin disebabkan oleh kecepatan absorpsi glukosa yang lebih lambat.

Sementara itu tingginya serat dalam sayuran jenis A(bayam, buncis, kacang panjang, jagung muda, labu siam, wortel, pare, nangka muda) ditambah sayuran jenis B (kembang kol, jamur segar, seledri, taoge, ketimun, gambas, cabai hijau, labu air, terung, tomat, sawi) akan menekan kenaikan kadar glukosa dan kolesterol darah. Bawang merah dan putih (berkhasiat 10 kali bawang merah) serta buncis baik sekali jika ditambahkan dalam diet diabetes karena secara bersama-sama dapat menurunkan kadar lemak darah dan glukosa darah.

-          Alkohol

Alkohol dapat menurunkan reaksi fisiologi normal dalam tubuh yang memproduksi glukosa (glukoneogenesis). Jadi, jika seorang penderita diabetes minum minuman beralkohol pada saat lambung kosong, maka kemungkinan terjadinya hipoglikemia akan meningkat. Konsumsi alcohol yang berlebihan  dapat menggganggu kemampuan seseorang untuk mengidentifikasi serta mengatasi keadaan hipoglikemia dengan tepat dan mengikuti rencana makan yang sudah diresepkan untuk mencegah hipoglikemian.

3.      Olahraga

Dianjurkan latihan jasmani teratur 3-4 kali tiap minggu selam kurang lebih 30 menit yang sifatnya sesuai CRIPE (Continous Rytmical Interval Progressive Endurance Training). Latihan yang dapa dijadikan pilihan adalah jalan kaki, jogging, lari, renang, dan bersepeda.

4.      Obat hipoglikemik oral (OHO)

Jika pasien telah melakukan pengturan makan dan kegiatan jasmani yang teratur, tetapi kadar glukosa darahnya masih belum baik, dipertimbangkan pemakaian obat berhasiat hipoglikemik.

a.       Sulfoniurea

Berfungsi untuk menstimulasin pelepasan insulin yang tersimpan, menurunkan ambang sekresi insulin, meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa.

b.      Biguanid

Menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak sampai di bawah normal. Dianjurkan untuk pasien gemuk.

c.       Inhibitor α glukosidase

Bersifat kompetitif menghambat kerja enzim α glukosidase sehingga menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia pascaprandial.

d.      Insulin sentizing agent

Berfungsi meningkatkan sensitifitas insulin tanpa menyebabkan hipoglikemia.

5.      Edukasi

Kegiatan edukasi meliputi pemahaman dan pengertian penyakit dan komplikasinya, memotivasi penderita dan keluarga agar patuh berobat.

6.      Pemantauan mandiri/home monitoring

Pasien serta keluarga harus dapat melakukan pemantauan kadar glukosa darah dan penyakitnya di rumah. Halini sangat diperlukan karenasangat menunjang upaya pencapaian normoglikemia. Pamantauan dapat dilakukan secara langsung (darah) dan secara tidak langsung (urin).

13    KOMPLIKASI

Komplikasi DM baik pada DM tipe 1 maupun 2, dapat dibagi menjadi2 kategori, yaitu komplikasi akut dan komplikasi menahun.

a.    Komplikasi Metabolik Akut

1)      Ketoasidosis Diabetik (khusus pada DM tipe 1)

Apabila kadar insulin sangat menurun, pasien mengalami hiperglikemi dan glukosuria berat, penurunan glikogenesis, peningkatan glikolisis, dan peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai penumpukkan benda keton, peningkatan keton dalam plasma mengakibatkan ketosis, peningkatan ion hidrogen dan asidosis metabolik. Glukosuria dan ketonuria juga

mengakibatkan diuresis osmotik dengan hasil akhir dehidasi dan kehilangan elektrolit sehingga hipertensi dan mengalami syok yang akhirnya klien dapat koma dan meninggal

2)      HipoglikemiSeseorang yang memiliki Diabetes Mellitus dikatakan mengalami hipoglikemia jika kadar glukosa darah kurang dari 50 mg/dl. Hipoglikemia dapat terjadi akibat lupa atau terlambat makan sedangkan penderita mendapatkan therapi insulin, akibat latihan fisik yang lebih berat dari biasanya tanpa suplemen kalori tambahan, ataupun akibat penurunan dosis insulin. Hipoglikemia umumnya ditandai oleh pucat, takikardi, gelisah, lemah, lapar, palpitasi, berkeringat dingin, mata berkunang-kunang, tremor, pusing/sakit kepala yang disebabkan oleh pelepasan epinefrin, juga akibat kekurangan glukosa dalam otak akan menunjukkan gejala-gejala seperti tingkah laku aneh, sensorium yang tumpul, dan pada akhirnya terjadi penurunan kesadaran dan koma.

b.   Komplikasi Vaskular Jangka Panjang (pada DM tipe 1 biasanya terjadi memasuki tahun ke 5)

1.         Mikroangiopaty merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang kapiler dan arteriola retina (retinopaty diabetik), glomerulus ginjal (nefropatik diabetic/dijumpai pada 1 diantara 3 penderita DM tipe-1), syaraf-syaraf perifer (neuropaty diabetik), otot-otot dan kulit. Manifestasi klinis retinopati berupa mikroaneurisma (pelebaran sakular yang kecil) dari arteriola retina. Akibat terjadi perdarahan, neovasklarisasi dan jaringan parut retina yang dapat mengakibatkan kebutaan. Manifestasi dini nefropaty berupa protein urin dan hipetensi jika hilangnya fungsi nefron terus berkelanjutan, pasien akan menderita insufisiensi ginjal dan uremia. Neuropaty dan katarak timbul sebagai akibat gangguan jalur poliol (glukosa—sorbitol—fruktosa) akibat kekurangan insulin. Penimbunan sorbitol dalam lensa mengakibatkan katarak dan kebutaan. Pada jaringan syaraf terjadi penimbunan sorbitol dan fruktosa dan penurunan kadar mioinositol yang menimbulkan neuropaty. Neuropaty dapat menyerang syaraf-syaraf perifer, syaraf-syaraf kranial atau sistem syaraf otonom.

2.      MakroangiopatyGangguan-gangguan yang disebabkan oleh insufisiensi insulin dapat menjadi penyebab berbagai jenis penyakit vaskuler. Gangguan ini berupa :

a)      Penimbunan sorbitol dalam intima vascular.

b)      Hiperlipoproteinemia

c)      Kelainan pembekun darah

Pada akhirnya makroangiopaty diabetik akan mengakibatkan penyumbatan vaskular jika mengenai arteria-arteria perifer maka dapat menyebabkan insufisiensi vaskular perifer yang disertai Klaudikasio intermiten dan gangren pada ekstremitas. Jika yang terkena adalah arteria koronaria, dan aorta maka dapat mengakibatkan angina pektoris dan infark miokardium.Komplikasi diabetik diatas dapat dicegah jika pengobatan diabetes cukup efektif untuk menormalkan metabolisme glukosa secara keseluruhan.

14    PROGNOSIS

DM tipe 1 merupakan penyakit kronik yang memerlukan pengobatan seumur hidup. DM tipe 1 tidak bisa disembuhkan tetapi kualitas hidup penderita dapat dipertahankan seoptimal mungkin dengan mengusahakan control metabolic yang baik. Yang dimaksud control metabolic yang baik adalah mengusahakan kadar glukosa darah berada dalam batas normal atau mendekati nilai normal, tanpa menyebabkan hipoglikemia.

Sekitar 60 % pasien DMT1 yang mendapat insulin dapat bertahan hidup seperti orang normal, sisanya dapat mengalami kebutaan, gagal ginjal kronik, dan kemungkinan untuk meninggal lebih cepat.Anak dengan DM tipe-1 cepat sekali menjurus ke-dalam ketoasidosis diabetik yang disertai atau tanpa koma dengan prognosis yang kurang baik bila tidak diterapi dengan baik. Oleh karena itu, pada dugaan DM tipe-1, penderita harus segera dirawat inap.

Prognosis ditentukan oleh regulasi DM dan adanya komplikasi. Regulasi teratur dan baik akan memberikan prognosis baik.

KOMPLIKASIA. Komplikasi Akut

1.      Koma hipoglikemia2.      Ketoasodosis Diabetika (KAD)3.      Hiperosmolar nonketotik (HONK)

B. Komplikasi Kronik1. MakroangiopatiMakroangipati disebut juga dengan arterioselerosis diabetik yaitu penebalan dan hilangnya elastisitas dinding arteri yang melibatkan pembuluh darah besar, pembuluh darah jantung, pembuluh darah tepi, serta pembuluh darah otak. Pasien diabetes melitus dengan kelainan makrovaskuler dapat memberikan gambaran kelainan pada tungkai bawah, baik berupa ulkus

maupun gangren diabetik. Pasien dengan gangguan serebrovaskuler dapat memberikan gambaran sisa berupa kelumpuhan. Infark jantung juga dapat terjadi akibat kelainan makrovaskuler. Berbeda dengan biasanya, pasien pada diabetes melitus rasa nyeri dada sering tidak dijumpai (silent infarction) akibat adanya neuropati.2. MikroangiopatiMakroangiopati terjadi pada kapiler dan arteriol biasanya mengenai pembuluh darah kecil. Proses adhesi dan egregasi trombosit yang kemudian terbentuk mikrotrombus merupakan basis biokimiawi utama. Disfungsi endotel dan trombosis merupakan biang keladinya.a. Ratinopati diabetikPasien dengan retinopati diabetik akan dapat mengalami gejala penglihatan kabur sampai kebutaan. Keluhan penglihatan kabur tidak selalu disebabkan oleh retinopati. Katarak pada pasien Diabetes Melitus terjadinya lebih dini dibanding pada populasinormal.b.  Nefropati diabetikaPasien dengan nefropati diabetik dapat menunjukan gambaran gagal ginjal menahan seperti lemas, mual, pucat sampai keluhan sesak nafas akibat penimbunan cairan. Adanya gagal ginjal dibuktikan dengan kenaikan kadar kreatinin/ureum serum. Adanya proteinuria pada persistensi tanpa adanya kelainan ginjal yang lain merupakan salah satu tanda awal nefropati diabetik.3. Neuropati diabetikaKeluhan yang tersering adalah berupa kesemutan dan rasa lemah. Pada pasien dengan neuropati autonom diabetika mungkin dapat dijumpai gejala berupa mual, gembung, muntah dan diare terutama pada malam hari. Manifestasi neuropati otonom diabetik lain adalah adanya hipotesis orthostatik serta adanya keluhan gangguan pengeluaran keringat. Terkadang pula dapat terjadi inkontinensia fatal maupun urin.Rentan infeksi, seperti tuberkolosis paru, gingivitis, dan infeksi saluran kemih.

PROGNOSISSekitar 60 % pasien diabetes melitus tipe I yang mendapatkan insulin dapat bertahan hidup seperti orang nermal. Sisanya dapat mengalami kebutaan, gagal ginjal kronik dan kemungkinan meninggal lebih cepat.Sedangkan untuk pasien DM tipe II, jika pasien cepat didiagnosa dan diobati maka akan memperlambat terjadinya komplikasi pada pasien sehingga morbiditas dan mortalitasnya menurun. Namun, jika telat didiagnosa dan diobati, maka  tingkat mortalitas dan morbiditasnya akan meningkat karena komplikasi mudah terjadi.

http://skydrugz.blogspot.com/2011/12/refarat-retinopati-diabetik_16.html

http://bayusamudra12.blogspot.com/2011/03/anatomi-pankreas.html

http://dokter-alwi.com/diabetes.html

http://myblogmyown.wordpress.com/2009/04/14/pankreas/

http://indri-dpl.blogspot.com/2009/05/1-gambaran-umum-diabetes-melitus.html