Diabetes Melitus Dan Tuberculosis Paru

download Diabetes Melitus Dan Tuberculosis Paru

of 5

Transcript of Diabetes Melitus Dan Tuberculosis Paru

  • 7/24/2019 Diabetes Melitus Dan Tuberculosis Paru

    1/5

    Diabetes Melitus dan Tuberkulosis Paru

    Harsinen Sanusi Subbagian Endokrinologi & Metabolik Bagian Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UniversitasHasanuddin Pusat Diabetes dan Lipid (PUSDILIP) Rumah Sakit Dr Wahidin Sudirohusodo Makassar

    SUMMARYDiabetes mellitus is a group of metabolic diseases characterized by hyperglicemia resulting from defects in

    insulin secretion, insulin action, or both. The chronic hyperglicemia of diabetes is associated with long-term damage,dysfunction and failure various organs, especially the eyes, kidneys, nerves, heart and blood vessels. Diabetes mayincrease general susceptibility to infection , especially tuberculosis. Hyperglicemia can interfere with crucial activities ofphagocytic cells , notably the respiratory burst responsible for intracellular killing of microorgasnisms, which is attenuatedby poylol pathway activation. Infection cause hyperglycemia and may precipitate diabetic ketoacidosis. This is due toincreased counter-regulatory hormone secretion, which stimulates gluconeogenesis and to sympathetically mediatedinhibition of insulin release. Diabetic patients tended to have pulmonary tuberculosis confined to the lower lobes, nonsegmental, severe and reactivation of previous disease. The treatment for diabetic patient with pulmonary tuberculosisconsist high calorie, high protein diet, and insulin. Oral antidiabetic drugs are containdication especially sulphonyureasand biguanides. Recommended antituberculosis treatment for diabetic patients remains quadruple therapy (rifampicin,isoniazid, pyrazinamide and ethambutol). Its should be remembered that rifampicin induces the hepatic enzymes thatinactivate sulphonylureas and so can exacerbate hyperglycemia. (J Med Nus. 2004; 25:45-49)

    RINGKASANDiabetes melitus adalah suatu penyakit metabolik yang ditandai dengan meningkatnya kadar glukosa darah(hiperglikemia) akibat defek sekresi insulin , kerja insulin atau keduanya. Hiperglikemia kronik berhubungan dengankerusakan, disfungsi dan gangguan berbagai-bagai organ khususnya mata, ginjal, syaraf, jantung dan pembuluh darah.Hiperglikemia dapat menyebabkan menurunnya aktifitas sel fagosit khususnya terganggunya respiratory burst untukmembunuh mikroorganisme dalam lekosit. Infeksi menyebabkan hiperglikemia dan dapat mempresipitasi ketoasidosisdiabetika dan dapat meningkatkan sekresi hormon counter regulatory, merangsang glukoneogenesis dan menekansekresi insulin. Pasien DM rentan mendapat TB paru dan gejala TB paru perlangsungannya lebih berat, mengenai lobusbawah, non segmental dan menyebabkan reaktivasi penyakit sebelumnya. Pada umumnya pengobatan meliputipengobatan terhadap DM nya dengan pemberian diet diabetes dan insulin. Obat anti diabetes oral sebaiknya tidakdiberikan pada DM dengan TB paru karena adanya efek rifampicin dan isoniazid yang mengurangi efek obat tersebut.Penting sekali monitor glukosa darah sendiri dengan memakai meter untuk memantau kadar glukosa secara teratur.(JMed Nus. 2004; 25:45-49)

    PendahuluanDiabetes melitus (DM) tipe2 adalah suatu penyakit metabolik yang ditandai dengan meningkatnya kadar glukosa darah(hiperglikemia) akibat defek sekresi insulin , kerja insulin atau keduanya. Hiperglikemia kronik berhubungan dengankerusakan, disfungsi dan gangguan berbagai-bagai organ khususnya mata, ginjal, syaraf, jantung dan pembuluh darah.1Patogenesis DM tipe 2 sampai saat ini belum diketahui dengan pasti, namun peranan faktor genetik dan faktorlingkungan dalam proses terjadinya DM tipe 2 sudah diketahui dengan pasti. Disamping itu defisiensi sekresi insulin olehsel beta pankreas dan resistensi insulin diperifer merupakan 2 keadaan yang ditemukan secara bersamaan pada DMtipe2. Yang menjadi masalah adalah proses mana yang lebih dahulu terjadi belum diketahui dengan pasti.1Diagnosis DM tipe 2 ditegakkan berdasarkan kriteria WHO, yaitu bila ditemukan gejala klinis yang khas DM sepertipoliuri, polidipsi dan polifagi serta penurunan berat badan yang tidak diketahui penyebabnya dan kadar glukosa plasmasewaktu > 200 mg/dl maka diagnosis DM dapat ditegakkan. Sebaliknya apabila tidak ada keluhan maka perlu dilakukanpemeriksaan tes toleransi glukosa oral (TTGO) dengan mengukur kadar glukosa plasma puasa dan 2 jam setelah bebanglukosa 75 gram. Bila kadar glukosa plasma puasa > 126 mg/dl dan atau kadar glukosa 2 jam setelah beban > 200mg/dl maka diagnosis DM sudah dapat ditegakkan.1Dalam perjalanannya DM tipe 2 sering mengalami komplikasi selain komplikasi mikroangiopati yang erat kaitannyadengan kontrol glukosa plasma yang jelek seperti retinopati dan nefropati diabetik, juga komplikasi makroangiopati yangerat kaitannya dengan aterosklerosis seperti penyakit kardiovakuler (PKV), stroke dan gangren diabetik.Diabetes melitus dapat mengakibatkan individu rentan infeksi yang disebabkan oleh faktor predisposisi yaitu kombinasiantara angiopati, neuropati dan hiperglikemia. Gangguan mekanisme pertahanan tubuh akibat gangguan fungsigranulosit, penurunan imunitas seluler, gangguan fungsi komplemen dan penurunan respons limfokin, dapatmengakibatkan lambatnya penyembuhan luka.2Infeksi sendiri dapat menyebabkan hiperglikemia dan dapat mempresipitasi ketoasidosis diabetik yang disebabkan olehkenaikan sekresi counterregulatory hormoneyang merangsang glukoneogenesis dan meningkatkan sistim syarafsimpatis yang menekan pengeluaran insulin.3 Resistensi insulin dapat meningkat karena respons pengeluaran sitokin

    akibat infeksi. 3Pada pasien DM yang terinfeksi pengobatan biasanya diganti dengan pengobatan insulin sampai infeksinya membaikdan bagi pasien DM yang sudah mendapat insulin maka dosis insulin perlu ditingkatkan.3Dalam naskah ini akan dibicarakan pengaruh TB paru pada DM khususnya kepekaan terhadap infeksi, efek metabolikakibat infeksi, manifestasi klinis dan pengelolaan DM pada TB paru.Diabetes melitus dan kepekaan terhadap infeksihttp://med.unhas.ac.id/en/ - Medical Faculty of Hasanuddin University Powered by Mambo Generated: 11 January, 2008, 17:17

  • 7/24/2019 Diabetes Melitus Dan Tuberculosis Paru

    2/5

    Meningkatnya kepekaaan pasien DM terhadap infeksi disebabkan oleh berbagai faktor. Pada umumnya efekhiperglikemia sangat berperan mudahnya pasien DM terkena infeksi. Hal ini disebabkan karena hiperglikemiamengganggu fungsi neutrofil dan monosit (makrofag) termasuk kemotaksis, perlengketan, fagositosis danmikroorganisme yang terbunuh dalam intraseluler.3,4,5Diabetes melitus oleh WHO dianggap sebagai suatu penyakit imunodefisiensi sekunder yang karakteristik oleh adanyaresolusi bila kausa yang mendasarinya dieleminasi; perlangsungan lebih lama dan lebih berat disertai infeksi seringrekuren. Gangguan salah satu mekanisme respons imun biasanya granulosit polimorfonuklear (PMN) dan atau aktifitassubset limfosit. Bila mengenai PMN maka manifestasi kemotaksis dan fagositosis terganggu.4,5

    Lekosit PMN ditarik ke tempat infeksi oleh substansi kemotaksis yang disekresikan oleh mikroorganisme dan olehaktifasi komplemen dan faktor-faktor yang di pengaruhi secara lokal oleh PMN. Pada penelitian invitro sel-sel pasien DMmempunyai kemotaksis yang menurun., terutama pada keadaan DM yang tidak terkontrol.4,5.

    Fagositosis juga terganggu pada DM dikaitkan dengan defek intrinsik dari PMN. Hiperglikemia juga berkaitan dengankilling activity (aktifitas membunuh) dari enzim lisosom yang menurun. Pada keadaan hiperglikemia cenderung terbentuksorbitol yang disebabkan oleh enzim aldose reduktase dengan bantuan Nicotinamide Adenine Dinucleotide Phosphate(NADPH) menjadi NADP melalui metabolisme polyol pathway. Akibat NADPH banyak digunakan untuk membentuksorbitol maka aktifitas membunuh mikroaorganisme intrasselular yang memerlukan NADPH menurun karena respiratoryburst. Normalisasi kadar glukosa darah akan segera meningkatkan aktifitas membunuh dalam 48 jam (gambar 1).5

    Gambar 1: Disfungsi sel fagositikDikutip dari Pickup JC , William: Text book of diabetes 1997;2:70,1-70, 12

    Faktor-faktor lokal juga menyebabkan kecenderungan pasien DM mudah infeksi yaitu: hiperglikemia memberikecenderungan infeksi bakteri dan fungi pada pasien DM. Insufisiensi vaskuler dan hipoksia jaringan menyebabkanpertumbuhan organisme anaerob, terbatasnya mekanisme pertahanan tubuh; neuropati menyebabkan gangguandistribusi tekanan, yang berperan pada infeksi dan ulserasi pada kaki. Pada kandung kemih neuropati menyebabkanatoni buli-buli yang menyebabkan retensi urinaria yang cenderung bakteriuria.4,5Efek metabolik infeksiInfeksi adalah penyebab utama krisis hiperglikemia pada DM. Tercatat 30 % episode ketoasodosis diabetik diprepisitasioleh infeksi dan umumnya pada DM tipe 2.3

    Infeksi ringan pada DM biasanya menaikkan toleransi glukosa dengan meningkatkan kadar glukosa darah danmeningkatkan kebutuhan insulin pada pasien DM tipe 1. Pada DM tipe 2 memerlukan pengobatan insulin selama adainfeksi dan pada orang-orang non diabetik atau normal adanya infeksi dapat meningkatkan kadar glukosa darah(hiperglikemia).4Efek metabolik infeksi pada DM diawali oleh kenaikan kadar glukosa darah karena glukoneogenesis yang distimulasioleh meningkatnya sekresi counter-regulatory hormones (glukagon, kortisol, growth hormon dan katekolamin) maupunpenekanan sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Katekolamin dalam hal ini simpatis dan adrenalin dihasilkan olehmedula adrenal, keduanya menyebabkan meningkatnya glukoneogenesis dan penekanan sekresi insulin. Vasopresinbekerjasama dengan hormon antagonis dan ini juga berperan pada stadium awal.3,5Tahap selanjutnya walaupun sekresi meningkat pada non diabetik maupun pada DM tipe 2 akan tetapi akibat adanyaresistensi insulin, hiperglikemia menetap dan malahan cenderung meningkat dan dapat menyebabkan ketoasidosisdiabetik. Resistensi insulin terutama pada otot skelet dimana insulin tidak mampu meningkatkan asupan glukosademikian pula di hati. Mekanisme yang mendasarinya belum diketahui dengan pasti. Namun kadar kortisol yang

    meningkat didalam sirkulasi dan sitokin yang disekresi oleh sel imun akibat infeksi ikut berperan. Selanjutnya interleukindan tumor necrosis factor- mengganggu kerja insulin diperifer dengan menekan tyrosine kinase activity pada reseptorinsulin.3Kenaikan kadar glukagon terutama pada defisiensi insulin akan merangsang ketogenesis yang terkait erat denganterjadinya ketoasidosis pada infeksi DM.3

    Infeksi Tuberkulosis pada DMTuberkulosis sering ditemukan menyertai DM dan menyebabkan resistensi insulin dan brittle diabetes. Di negara-negarabarat insidens tuberkulosis sudah menurun walaupun insidensnya masih tinggi pada populasi imigran dan terutama padapasien dengan Acquired Immun Defisensi Syndrome (AIDS).3 Didaerah dimana tuberkulosis masih bersifat endemikmaka insiden tuberkulosis pada DM masih tinggi.3Perlangsungan TB paru pada DM lebih berat dan kronis dibanding non diabetes. Hal ini disebabkan pada DM, kepekaanterhadap kuman TB meningkat, reaktifitas fokus infeksi lama, mempunyai kecenderungan lebih banyak cavitas dan padahapusan serta kultur sputum lebih banyak positif, keluhan dan tanda-tanda klinis TB paru toksik tersamar sehingga tidakpernah didiagnosis atau dianggap TB paru ringan oleh karena gangguan syaraf otonom dan pada keadaan hiperglikemiapemberian obat kemoterapi pada umumnya tidak efektif. Pada pemeriksaan radiologis biasanya yang terkena infeksiadalah lobus bawah paru-paru kadangkadang lebih dari satu lobus dan tidak segmental.6.7

    http://med.unhas.ac.id/en/ - Medical Faculty of Hasanuddin University Powered by Mambo Generated: 11 January, 2008, 17:17

  • 7/24/2019 Diabetes Melitus Dan Tuberculosis Paru

    3/5

    Prevalensi TB paru pada DM meningkat 20 kali dibanding non DM, aktifitas kuman tuberkulosis meningkat 3 kali padaDM berat dibanding DM ringan .4 Penelitian TB paru pada DM di Indonesia masih cukup tinggi yaitu antara 12,8-42%dan bila dibanding dengan luar negeri maka prevalensi di Indonesia masih tinggi.5Laporan baru-baru ini menunjukkan bahwa tuberkulosis cenderung mengenai lobus bawah dan tengah paru dan dalamjangka yang tidak terlalu lama dapat mengenai beberapa lobus (multiple-lobe) dan biasanya timbul kavitas dandistribusinya non segmental. Belum dapat dipastikan bahwa apakah lobus tengah /bawah juga lebih sering pada pasienDM bila pemeriksaan computed tomography dikerjakan.3,6,7 Selain itu pasien DM juga terbukti mempunyai risiko tinggi

    mendapat mukormikosis paru yang telah dibuktikan pada beberapa pasien DM hemoptisis. Tuberkel basilus cenderungresistens dengan berbagai antibiotik apabila reaktivasi tidak terjadi.8Telah diketahui sejak dahulu ada hubungan bermakna antara DM dengan TB paru khususnya pada pasien DM yangtidak terkontrol baik.6Survey Philadelphia pada tahun 1952 menunjukkan bahwa dari 3106 pasien DM yang diteliti ditemukan 8,4% pasien TBparu berdasarkan pemeriksaan radiologis dibanding dengan 71.767 kontrol non DM ditemukan hanya 4,3%.7Penelitian oleh Ezung dkk (2002) melaporkan 100 pasien DM yang berobat jalan dan nginap di Imphal Indiamenunjukkan 27% didiagnosis tuberkulosis paru dan 6% didiagnosis dengan pemeriksaan sputum. Pemeriksaaanradiologis ditemukan 11 pasien lesi minimal, 7 pasien lesi moderat, 9 pasien dengan lesi berat atau far advanced lesions;kavitasi ditemukan pada 3 pasien, fibrosis 4, opasitas homogen 6, opasitas heterogen 10, efusi pleura pada 3 pasiendan 1 pasien dengan fibrosis dan konsolidasi. Umur rata-rata pasien berumur diatas 40 tahun (mean age 55,4 tahun) ,23 pasien (85,18%) mengidap DM rata-rata 7,6 tahun . Hasil penelitian menunjukkan tidak ada korelasi antara lamanyaDM dengan prevalensi tuberkulosis paru. Demikian pula tidak ditemukan adanya korelasi dengan riwayat kontak dengan

    pasien tuberkulosis.7Penelitian menunjukkan bahwa TB paru pada DM berkorelasi dengan meningkatnya umur. Sejumlah penelitianmenunjukkan prevalensi TB paru pada DM rata-rata diatas 40 tahun.6 Faktor umur berperan dalam meningkatkanprevalensi TB paru pada DM karena umur lebih tua meningkatkan kepekaan terhadap tuberkulosis, Pada DM,infeksituberkulosis biasanya tersamar (mask tuberculous infection) sehingga diagnosis tuberkulosis paru umumnya sudahterlambat.

    Pada usia lanjut, disamping fungsi sel beta lebih terganggu, juga pada usia lanjut umumnya sudah lama menderita DMserta kontrol DM biasanya labil. Pasien DM laki-laki mempunyai kemungkinan 2 kali mendapat TB paru dibandingwanita. Dan 71% adalah pasien DM non obes, 15% obes dan hanya 14% kurus. Sedang peneliti lainnya menemukansebagian besar DM yang menderita TB paru mempunyai berat badan normal.7Keluhan pasien menunjukkan 53%mengeluh perasaan lemah, 14% batuk-batuk, 8% poliuria, 7% hemoptisis, 6% sesak napas, demam dan polifagi masing-masing 3%, sedang perasaan kesemutan, berat badan menurun, perasaan terbakar pada tungkai hanya 1%

    Pengobatan DM pada TB paruPengobatan DM pada TB paru meliputi pengobatan terhadap DM nya dan pengobatan terhadap TB parunya.Pengobatan DM adalah sama saja pengobatan DM pada umumnya yang meliputi terapi perencanaan makan /diet, antidiabetes oral maupun insulin.Perencanaan makan selain untuk menormalkan kadar glukosa darah , juga untuk mengembalikan berat badan ke beratbadan ideal. Bila pasien DM kurus diberikan diet DM yang lebih tinggi kalori sedang apabila gemuk maka diturunkanberat badan. Pada umumnya pengobatan diet diabetes berkisar 2000-2400 kalori.Pemberian obat anti diabetes pada DM disertai dengan TB paru dipilih pengobatan dengan insulin. Bagi pasien yangsementara dapat pengobatan anti diabetes oral, seperti sulfonilurea dan biguanid sebaiknya diganti dengan insulin.Pemberian sulfonilurea pada DM dengan TB paru adalah kontra indikasi karena tuberkulosis dianggap penyakit denganinfeksi serius yang intercurrent. Sedang biguanid tidak diberikan karena pada umumnya TB paru mempunyai keluhannafsu makan menurun , berat badan menurun dan adanya malabsorbsi glukosa, dimana metformin mempunyai

    mekanisme kerja sama diatas.Pemberian rifampicin pada DM dengan TB paru dapat mempercepat metabolisme obat-obat anti diabetik oral,menginaktifasi sulfonilurea dan meningkatkan kebutuhan insulin. Disamping itu rifampicin menyebabkan earlyhyperglicaemia pada non DM maupun non TB paru dan meningkatkan absorbsi glukosa di usus. Sebaliknya isoniaziddapat mengganggu absorpsi karbohidrat di usus dan bekerja antagonis dengan sulfonilurea. Walaupun jarang isoniazidmenyebabkan pankreatitis dan menghambat efek metformin pada absorbsi glukosa di usus.

    Pada DM tipe 2 disertai tuberkulosis paru pemberian insulin dianjurkan selama infeksi masih aktif.3Telah dikenal berbagai macam insulin mulai kerja cepat, pendek, sedang sampai lama yang disuntikkan sendiri (tunggal)atau mixed dalam satu semprit. Saat ini tersedia insulin analog yang kerja cepat yaitu insulin lispro dan insulin aspart.Sedang untuk kerja pendek tersedia Actrapid, HumulinR, kerja sedang seperti monotard, insulatard dan humulin N.Sedang kerja lama atau panjang adalah ultra lente, insulin glargine(lantus).3,8 Insulin yang dikombinasi (tercampur)antara insulin kerja pendek dan sedang adalah Insulin mixtard, yang terdiri Monotard 70% dan Actrapid 30%. Insulinyang beredar sekarang insulin murni atau human insulin yang dibuat dengan teknologi rekombinan DNA dan mempunyaikerja lebih cepat dan lama kerja lebih pendek dibanding dengan insulin babi.7 Di Indonesia hanya beredar insulindengan dosis 40 unit per ml dan 100 unit per ml. Di luar negeri tersedia pula insulin dengan dosis 500 unit per ml yangditujukan pada kasus-kasus resistensi insulin dimana memerlukan insulin dosis besar.8,9http://med.unhas.ac.id/en/ - Medical Faculty of Hasanuddin University Powered by Mambo Generated: 11 January, 2008, 17:17

  • 7/24/2019 Diabetes Melitus Dan Tuberculosis Paru

    4/5

    Pemberian insulin pada DM dengan TB paru diindikasikan pada keadaan penurunan berat badan yang cepat,hiperglikemia berat apalagi disertai ketosis, perlu penanganan lebih ketat kadar glukosa darah dan obat-obat anti TBparu mengurangi efektifitas obat oral anti diabetes.Pemberian insulin sebaiknya dimulai dengan insulin kerja cepat seperti actrapid atau humulin R dengan dosis kecil 5 unitdiberikan tiap jam sebelum makan dan dosis ditingkatkan 2-4 unit dalam waktu 2-4 hari. Macam dan jadwalpemberian insulin dapat diubah sesuai respons pasien.8,9Bila pengendalian DM berlangsung baik dan keadaan TB paru sudah membaik maka insulin kerja pendek dapatdilanjutkan dengan insulin kerja menengah seperti monotard atau Humulin N dengan dosis 2/3 dari dosis total insulin

    kerja pendek. Bila dosis total perhari diperlukan kurang 30 unit perhari maka cukup pemberian insulin kerja menengahsekali perhari dan apabila dosis lebih 30 unit maka pemberian insulin diberikan 2 kali perhari yaitu 2/3 dosis sebelummakan pagi dan 1/3 dosis sebelum makan malam.9Pemberian insulin mixed lebih baik dalam menormalkan kadar glukosa darah dibanding insulin tunggal. Namun demikianinsulin campuran sebaiknya mengikuti petunjuk dan prosedur standar pemberian seperti penyuntikan dilakukan 15 menitsebelum makan, dianjurkan hanya pada pasien yang sudah terkontrol baik. Tidak dianjurkan menggambungkan antaralente insulin dengan NPH karena Zink pospat dapat mempresipitasi sehingga insulin kerja lambat akan menjadi kerjapendek. Demikian pula insulin glargine tidak dapat dicampur dengan insulin lainnya karena pH rendah karena akansaling mengencerkan.7,10Dosis insulin pada pasien DM tergantung respos glikemik setiap individu dan asupan makanan serta latihan jasmani.Pada umumya pada pemberian awal diberikan 3 kali atau lebih suntikan perhari dengan insulin kerja pendek untukmemperoleh derajat euglikemik. Jadwal penyuntikan tergantung dari kadar glukosa darah, jumlah asupan makanan,aktifitas fisik (olahraga) dan tipe insulin yang dipakai.. Pada umumnya penyuntikan dilakukan 30 menit sebelum makan

    khusus untuk insulin kerja pendek karena penyuntikan setelah makan atau segera sebelum makan akan menyebabkanhipoglikemia atau insulin tidak efektif menekan kenaikan glukosa darah postprandial.7,9Pada saat ini setiap pemberian insulin khususnya dalam periode lama seperti DM dengan TB paru maka perlu monitorglukosa darah sendiri .7 Untuk memantau kadar glukosa dapat dipakai darah kapiler dengan memakai meter. Hasilpemeriksaan kadar glukosa darah dengan meter dapat dipercaya sejauh kalibrasi dilakukan dengan baik dan carapemeriksaan dilakukan sesuai dengan cara standar yang dianjurkan. Secara berkala , hasil pemantauan dengan carameter atau reagens kering perlu dibandingkan dengan cara konvensional.9 . Waktu pemeriksaan untuk pemantauanadalah pada saat sebelum makan dan waktu tidur untuk menilai risiko hipoglikemia. Pemeriksaan glukosa darah 2 jamsetelah makan untuk menilai ekskursi maksimal glukosa selama sehari.10Pengobatan antituberkulosis untuk pasien dengan DM adalah terapi quadripel yang meliputi rifampicin, isoniazid,pirazinamid dan etambutol. Selama 2 bulan pertama, dan diikuti 4 bulan berikutnya dengan pengobatan rifampicin danisonoazid. 3

    Pemberian rifampicin pada DM dengan TB paru dapat mempercepat metabolisme obat-obat anti diabetik oral danmeningkatkan kebutuhan insulin. Sebaliknya isoniazid dapat mengganggu absorpsi karbohidrat di usus dan bekerjaantagonis dengan sulfonilurea.3Sebagai petunjuk atau guidelines untuk pengelolalaan DM selama infeksi adalah sebagai berikut :Pada pasien yang berobat jalan tindakan adalah : Monitor kadar glukosa plasma sekurang-kurangnya 4 jam terakhir. Pada pasien yang sudah mendapat pengobatan dengan insulin, dosis insulin ditingkatkan untuk mengantisipasihiperglikemia persisten. Kebutuhan kalori disesuaikan dengan berat badan. Bagi pasien yang kurus kebutuhan kalori lebih besar dari yangsemestinya, demikian pula pada pasien gemuk, kalori yang diberikan lebih rendah dari kalori standard. Indeks massattubuh dipertahankan antara 18,5-23. Kendalikan DM seoptimal mungkin yaitu mempertahankan kadar glukosa darah puasa antara 80-109 mg/dl, 2 jam

    setelah makan antara 80-144 mg/dl, A 1c 45, trigliserid

  • 7/24/2019 Diabetes Melitus Dan Tuberculosis Paru

    5/5

    4. Litonjua DA. Other Complications of Diabetes in Diabetes in the new millennium edited by John R Turtle.ToshioKaneko and Shuichi Osato. The Endocrinology and Diabetes Research Foundation of the University of Sydney.1999;415-422.5. Pickup JC, William G.Textbook of Diabetes .2nd edit. Vol 2 Blackwell Science ltd. 1997: Infection & Diabetes mellitus.1997; 70.170.14.6. Askandar Tj,Hedromaqrtono, Djoko I.Santoso, Jusuf Wibisono. Pengobatan dan perawatan penderita diabetes mellitusdengan tuberkulosa paru. Acta Medica Indosiana.1983;14(BagII):196-2067. Ezung T, Taruni Devi NG, Singh NT, Sing THB. Pulmonary tuberculosis and Diabetes mellitus-A Study JIMA

    2002;100:1-2.8. Matthay MA. The lungs and endocrine disease in Text book of Respiratory Med. Edit by Murray, Nadel . 2nd ed. WBSaunders Comp. Adev of Harcourt Brace comp. Philadelphia.1994;2463-5.9. American Diabetes Association. Insulin Administration Diabetes Care.2002;25 (suppl.1):S112S115.10. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia . Buku konsensus pengelolaan diabetes melitus tipe 2 edisi 2002, 2002;8-23

    http://med.unhas.ac.id/en/ - Medical Faculty of Hasanuddin University Powered by Mambo Generated: 11 January, 2008, 17:17