Diabetes Melitus

73
LAPORAN KELOMPOK III KASUS III Sering Buang Air Kecil pada Malam Hari Arif Heru El-fasiry Naufal Rosar Raja Darmawan M. Irawan Jessica Ady S. Novita Yolanda Minni Oktaviani Tri Nining R. TUTOR: dr. Donaliazarti, Mkes PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER UNIVERSITAS ABDURRAB 1

Transcript of Diabetes Melitus

Page 1: Diabetes Melitus

LAPORAN KELOMPOK III

KASUS III

Sering Buang Air Kecil pada Malam Hari

Arif Heru El-fasiry

Naufal Rosar

Raja Darmawan

M. Irawan

Jessica Ady S.

Novita Yolanda

Minni Oktaviani

Tri Nining R.

TUTOR: dr. Donaliazarti, Mkes

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

UNIVERSITAS ABDURRAB

PEKANBARU

2010/2011

1

Page 2: Diabetes Melitus

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Kasus

SERING BUANG AIR KECIL PADA MALAM HARI

Penderita obesitas, ibu Anne, diantarkan ke UGD RS. Sayang Semua karena

mendadak pingsan. Ada apa gerangan? Dari pemeriksaan fisik didapatkan, turgor

kulit berkurang, ada luka di ibu jari kaki, yang menurut keluarganya sudah lama tapi

tak sembuh-sembuh. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan GDS: 600 mg/dL,

kadar HbA1C: 10. Bau alkohol tercium dari nafas ibu Anne.

Suamunya menceritakan, ibu Anne sering sekali ke kamar kecil di malam

hari, bahkan biasanya 7 kali setiap malam.

Dokter memberikan infus NaCl 1 liter. Setengah jam kemudian GDS ibu

Anne diperiksa ulang, hasilnya: 510 mg/dL. Dilakukan pemasangan Douwwer

catheter dan diberikan suntikan insulin kepada ibu Anne.

I.2. Langkah-langkah PBL

I.2.1. Klarifikasi Term dan Konsep

1. Obeisitas adalah peningkatan berat badan melebihi batas kebutuhan

skeletal dan fisik sebagai akibat akumulasi lemak berlebihan di dalam

tubuh.

2. Turgor adalah keadaan menjadi turgid (membengkak dan tersumbat).

3. GDS adalah gula darah sewaktu untuk diperiksa saat pasien datang.

4. HbA1C adalah Hb yang telah terglikasi oleh glukosa normalnya < 7%.

5. Insulin adalah hormon yang disekresikan oleh sel-β pankreas apabila

kadar gula meningkat.

2

Page 3: Diabetes Melitus

Kata Kunci

Nama : Ibu Anne

Umur : -

Alamat : -

Pekrjaan : -

RPS :

- Penderita obesitas

- Mendadak pingsan

RPD :

- Sering ke kamar kecil pada malam hari

- Ada luka di kaki dan tidak sembuh-sembuh

RPK : -

Sosek & Gizi : -

Pemfis :

- Turgor kulit berkurang

- Ada luka di kaki

- Nafas bau alkohol

Pem. Lab :

- GDS: 600 mg/dL

- HbA1C: 10%

- GDS diperiksa ulang menjadi: 510 mg/dL

Penatalaksanaan :

- Memberikan infus NaCl 1 L

- Dilakukan pemasangan douwwer catheter

- Diberikan suntikan insulin

I.2.2. Analisa Problem

1. Apa yang menyebabkan ibu Anne mendadak pingsan?

2. Mengapa turgor kulit ibu Anne berkurang?

3

Page 4: Diabetes Melitus

3. Mengapa luka di ibu jari kakinya sukar sembuh?

4. Mengapa pasien sering BAK pada malam hari?

5. Apa hubungan antara obesitas dengan penyakit pasien?

6. Mengapa dokter melakukan pemasangan kateter pada ibu Anne dan

memberikan insulin?

7. Apa hungan pemberian NaCl dengan penurunan GDS pada pasien?

8. Apa patorgenesis dari penyakit ibu Anne?

9. Mengapa turgor kulit pada pasien menurun?

10. Apa pengertian dari DM?

11. Sebutkan etiologi DM?

12. Sebutkan klasifikasi DM?

13. Bagaimana manifestasi klinis DM?

14. Bagaimana cara mendiagnosis DM?

15. Apa saja diagnosis banding DM?

16. Apa saja komplikasi DM?

17. Jelaskan apa saja faktor resiko DM?

18. Bagaiman penatalaksanaan DM?

19. Bagaimana cara mengedukasi pada pasien DM?

20. Apa prognosis DM?

I.2.3. Brainstorming

1. Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan

klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi

karbohidrat.

2. Diabetes melitus dibagi menjadi 2 yaitu: DM tipe-1 dan DM tipe-2.

3. DM tipe satu biasanya diderita oleh anak-anak sedangkan DM tiepe-2

sering diderita oleh orang dewasa yang umurnya > 40 tahun.

4. Faktor resiko DM adalah faktro keturunan, obesitas, faktor usia, stress,

dll.

4

Page 5: Diabetes Melitus

5. Gejala DM adalah polidipsi, poliuri, polifagi, kesemutan pada jari kaki

dan tangan, penglihatan kabur, luka sukar sembuh, gairah seks menurun,

dll.

6. Mekanisme polidipsi, hal ini terjadi karena telah terjadi deuresi osmotik,

sehingga cairan tubuh banyak keluar lewat urin. Sehingga pada malam

hari pasien sering kencing (poliuria).

7. Mekanisme polifagi, hal ini terjadi karena tubuh sel mengalami

kekurangan glukosa karena kadar insulin yang kurang atau karena

reseptor insulin yang berkurang sehingga sel tidak mendapatkan bahan

bakarnya (glukosa), ini akan mengakibatkan sel mengeluarkan signal

yang akhirnya akan mempengaruhi pusat lapar, sehingga pasien terasa

kelaparan terus.

8. Tanda penderita DM adalah dehidrasi, hipotensi, nadas kusmaul, nafas

bau alkohol, bingung, kelelahan, dll.

9. Penatalaksanaan ganti cairan, infus dekstros 5 %, dan berikan insulin.

I.2.4. Spider Web

5

DM

Manifestasi Klinis

Klasifikasi

Etiologi

Pengertian

KomplikasiDiagnosis

Prognosis

Patogenesis

Faktor Resiko

Edukasi

Penatalaksanaan

HHNKKetoasidosis DM

Non-farmakoFarmako

Page 6: Diabetes Melitus

BAB II

PEMBAHASAN

II.1. Pengertian Diabetes Melitus

Diabetes melitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang

yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat

kekurangan insulin baik absolut maupun relatif.1

II.2. Etiologi 1,2

1. Diabetes Melitus Tipe 1

a) Melalui proses imunologik

b) Idiopatik

2. Diabetes Melitus Tipe 2 (bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin

disertai defisiensi insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi

insulin bersama resistensi insulin).

3. Diabetes Melitus Tipe Lain

a) Defek genetik funsi sel-β:

Kromosom 12, HNF-1 alfa (dahulu MODY 3)

Kromosom 7, glukokinase (dahulu MODY 2)

Kromosom 20, HNF-4 alfa (dahulu MODY 1)

DNA mitokondria

Insulin promoter factor-1 (IPF-1; MODY 4)

HNF-1 (MODY 5)

NeuroD1 (MODY 6)

Subunits of ATP-sensitive potassium channel

Proinsulin or insulin conversion

b) Defek genetik kerja insulin:

Type A insulin resistance

Sindrom Rabson-Mendenhall

Sindrom Lipodystrophy

6

Page 7: Diabetes Melitus

c) Penyakit eksokrin pankreas:

Pankreatitis

Trauma/pankreatektomi

Neoplasma

Kista fibrosis

Hemokromatosis

Pankreatopati fibro kalkulus

d) Endokrinopati:

Akromegali

Sindrom cushing

Feokromositoma

Hipertiroidisme

e) Karena obat/zat kimia:

Vancor, interferon

Pentamidin, tiazin, dilatin

Asam nikotinat, glukokortikoid, hormon tiroid

f) Infeksi : rubella kongenital dan CMV

g) Imunologi (jarang) : antibodi anti reseptor insulin

h) Sindroma genetik lain : Sindrom Down, Kliniferter, Turner,

Huntington Chorea, Sindrom Prader Willi.

4. Diabetes Melitus Gestasional (Kehamilan)

II.3. Faktor Resiko

Sudah lama diketahui bahwa diabetes merupakan penyakit keturunan. Artinya

bila orang tuanya menderita diabetes, anak-anaknya akan menderita diabetes juga.

Hal itu memang benar. Tetapi faktor keturunan saja tidak cukup. Diperlukan faktor

lain yang disebut faktor resiko atau faktor pencetus misalnya:1

Adanya infeksi virus (pada DM tipe 1)

Obesitas (terutama yang bersifat sentral)

7

Page 8: Diabetes Melitus

Pola makan yang salah

Diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat

Proses penuaan

Hipertensi (TD ≥ 140/90 mm Hg)2

Dyslipidemia HDL kolesterol < 40 mg/dL atau TG > 150 mg/dL

Stress

II.4. Klasifikasi

II.4.1. Diabetes Melitus Tipe I / Juvenile

Diabetes tipe 1 dulu dikenal sebagai tipe juvenile-onset dan tipe dependen

insulin; namun, kedua tipe ini dapat muncul pada sembarang usia. Insidens diabetes

tipe 1 sebanyak 30.000 kasus baru setiap tahunnya dan dapat dibagi dalam dua

subtipe: (a) autoimun, akibat disfungsi autoimun dengan kerusakan sel-sel beta; dan

(b) idiopatik, tanpa bukti adanya autoimun dan tidak diketahui sumbernya.3

II.4.2. Diabetes Melitus Tipe II / Onset maturitas

Diabetes tipe 2 dulu dikenal sebagai tipe dewasa atau tipe onset maturitas dan

tipe nondependen insulin. Obesitas sering dikaitkan dengan penyakit ini.3

Tabel 01: Perbedaan antara DM tipe 1 dengan DM tipe 2.1,4

Type 1 (insulin dependent) Type 2 (non-insulin dependent)

Nama lama

Epidemiologi

DM Juvenil

Anak-anak/remaja(biasanya berumur < 30 tahun)

DM Dewasa

Orang tua (biasanya berumur > 30 tahun)

Berat badan Biasanya kurus Sering ebesitasHeredity HLA-DR3 or DR4 in > 90% Tidak ada hubungan HLAPatogenesis Penyakit Autoimmune : Tidak berhubungan dengan

autoimun  Islet cell autoantibodies Insulin resistance  Insulitis

8

Page 9: Diabetes Melitus

Klinikal Defisiensi Insulin Defisiensi Partial insulinBerhungan dengan ketoacidosis Berhubungan dengan

hyperosmolar Pengobatan Insulin, diet, olah raga Diet, olah raga, tablet, insulin

Biochemical Kemungkinan kehilangan peptida-C Persisten peptida-C

II.4.3. Diabetes Gestasional (GDM)

Diabetes gestasional (GDM) dikenali pertama kali selama kehamilan dan

memengaruhi 4% dari semua kehamilan. Faktor risiko terjadinya GDM adalah usia

tua, etnik, obesitas, multiparitas, riwayat keluarga, dan riwayat diabetes gestasional

terdahulu. Karena terjadi peningkatan sekresi berbagai hormon yang mempunyai efek

metabolik terhadap toleransi glukosa, maka kehamilan adalah suatu keadaan diabeto-

genik. Pasien-pasien yang mempunyai predisposisi diabetes secara genetik mungkin

akan memerlihatkan intoleransi glukosa atau manifestasi klinis diabetes pada

kehamilan.3

Kriteria diagnosis biokimia diabetes kehamilan yang dianjurkan adalah

kriteria yang diusulkan oleh O'Sullivan dan Mahan (1973). Menurut kriteria ini,

GDM terjadi apabila dua atau lebih dari nilai berikut ini ditemukan atau dilampaui

sesudah pemberian 75 g glukosa oral: puasa, 105 mg/dl; I jam, 190 mg/dl; 2 jam, 165

mg/dl; 3 jam, 145 mg/dl. Pengenalan diabetes seperti ini penting karena penderita

berisiko tinggi terhadap morbiditas dan mortalitas perinatal dan mempunyai frekuensi

kematian janin viabel yang lebih tinggi. kematian janin viabel yang lebih tinggi.

Kebanyakan perempuan hamil harus menjalani penapisan untuk diabetes selama usia

kehamilan 24 hingga 28 minggu.3

II.5. Patogenesis

II.5.1. Diabetes Melitus Tipe 1

9

Page 10: Diabetes Melitus

Pada diabetes tipe 1 timbul karena adanya reaksi atoimin yang disebabkan

adanya peradangan pada sel-β insulinitis. Ini menyebabkan timbulnya anti bodi

terhadap sel beta yang disebut ICA (Islet Cell Antibody). Reaksi antigen (sel beta)

dengan antibodi (ICA) yang ditimbulkannya menyebabkan hancurnya sel-β.

Insulinitis bisa disebabkan macam-macam diantaranya virus, seperti virus cocksakie,

rubella, CMV, herpes dan lain-lain. Yang diserang pada insulinitis itu hanya sel-β,

biasanya sel-α dan delta tetap utuh.1

Gambar 01: Skema proses perjalanan DM tipe 1.1

II.5.2. Diabetes Melitus Tipe 2

Pada diabetes melitus tipe 2 jumlah insulin normal, malah mungkin lebih

banyak tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang kurang.

Reseptor insulin ini dapat diibaratkan sebagai lubang kunci pintu masuk ke dalam sel.

Pada keadaan tadi jumlah lubang kuncinya yang kurang, sehingga meskipun anak

kuncinya (insulin) banyak, tetapi karena lubang kuncinya (reseptor) kurang, maka

glukosa yang masuk sel akan sedikit, sehingga sel akan kekurangan glukosa dan

10

Page 11: Diabetes Melitus

glukosa di dalam pembuluh darah meningkat. Dengan demikian keadaan ini sama

dengan pada DM tipe 1. Peebedaannya adalah DM tipe 2 di samping kadar glukosa

tinggi, kadar insulin juga tinggi atau normal keadaan ini disebut resistensi insulin.1

Gambar 02: Mekanisme skeresi insulin pada sel-β pankreas.2

Pada diabetes melitus tipe 2 jumlah sel-β berkurang sampai 50-60% dari

normal. Jumlah sel-α meningkat. Yang menyolok adalah adanya peningkatan jumlah

jaringan amiloid pada sel-β yang disebut amilin.1

11

Page 12: Diabetes Melitus

Gambar 03: Mekanisme signal transduksi insulin normal, berbeda pada orang

penderita DM jumlah reseptor insulin menurun sehungga glukosa tidak dapat masuk

ke dalam sel sehingga glukosa darah meningkat.5

II.5.3. Diabetes Gestational

Diabetes gestasional (GDM) dikenali pertama kah selama kehamilan dan

memengaruhi 4% dari semua kehamilan. Faktor risiko terjadinya GDM adalah usia

tua, etnik, obesitas, multiparitas, riwayat keluarga, dan riwayat diabetes gestasional

terdahulu. Karena terjadi peningkatan sekresi berbagai hormon yang mempunyai efek

metabolik terhadap toleransi glukosa, maka kehamilan adalah suatu keadaan diabeto-

genik. Pasien-pasien yang mempunyai predisposisi diabetes secara genetik mungkin

akan memerlihatkan intoleransi glukosa atau manifestasi klinis diabetes pada

kehamilan.3

12

Page 13: Diabetes Melitus

Gambar 04: Skema mekanisme pada diabetes gestasional.6

II.6. Manifestasi Klinis

II.6.1. Gejala Khas

1. Penurunan berat badan dan rasa lemah

Penurunan BB yang berlangsung dalam waktu relatif singkat harus

menimbulkan kecurigaan. Rasa lemah hebat yang menyebabkan penurunan prestasi

di sekolah dan lapangan olah raga juga mencolok. Hal ini disebabkan glukosa dalam

darah tidak dapat masuk ke dalam sel, sehingga sel kekurangan bahan bakar untuk

menghasilkan tenaga. Untuk kelangsungan hidup, sumber tenaga terpaksa diambil

dari cadangan lain yaitu sel lemak dan otot. Akibatnya penderita kehilangan jaringan

lemak dan otot sehingga menjadi kurus.1

2. Banyak kencing (poliuria)

Karena sifatnya, kadar glukosa darah yang tinggi akan menyebabkan banyak

kencing. Kencing yang sering dan dalam jumlah banyak akan sangat mengganggu

13

Page 14: Diabetes Melitus

penderita, terutama pada waktu malam. Untuk mekanisme lihat gambar 05 dibawah

ini.1

3. Banyak minum (polidipsia)

Rasa haus amat sering dialami oleh penderita karena banyaknya cairan yang

keluar melalui kencing. Keadaan ini justru sering disalahtafsirkan. Dikiranya sebab

rasa haus ialah udara yang panas atau beban kerja yang berat. Untuk menghilangkan

rasa haus itu penderita minum banyak. Untuk lebih jelanya lihat gambar 05 dibawah

ini.1

Gambar 05: Mekanisme poliuria dan polidipsia.3

14

Page 15: Diabetes Melitus

4. Banyak makan (polifagia)

Kalori dari makanan yang dimakan, setelah dimetabolisasikan menjadi

glukosa dalam darah tidak seluruhnya dapat dimanfaatkan, oleh karena itu penderita

selalu merasa lapar.1

II.6.2. Gejala Tidak Khas

1. Gangguan saraf tepi/kesemutan

Penderita mengeluh rasa sakit atau kesemutan terutama pada kaki di waktu

malam, sehingga mengganggu tidur.1

2. Gangguan penglihatan

Pada fase awal penyakit diabetes sering dijumpai gangguan penglihatan yang

mendorong penderita untuk mengganti kacamatanya berulang kali agar ia tetap dapat

melihat dengan baik.1

3. Gatal/bisul

Kelainan kulit berupa gatal, biasanya terjadi di daerah kemaluan atau daerah

lipatan kulit seperti ketiak dan di bawah payudara. Sering pula dikeluhkan timbulnya

bisul dan luka yang lama sembuhnya. Luka ini dapat timbul akibat hal yang sepele

seperti luka lecet karena sepatu atau tertusuk peniti.1

4. Gangguan ereksi

Gangguan ereksi ini menjadi masalah tersembunyi karena sering tidak secara

terus terang dikemukakan penderitanya. Hal ini terkait dengan budaya masyarakat

yang masih merasa tabu membicarakan masalah seks, apalagi menyangkut

kemampuan atau kejantanan seseorang.1

15

Page 16: Diabetes Melitus

5. Keputihan

Pada wanita, keputihan dan gatal merupakan keluhan yang sering ditemukan

dan kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala yang dirasakan.1

II.7. Komplikasi

II.7.1. Komplikasi Metabolik Akut

Komplikasi metabolik diabetes disebabkan oleh perubahan yang relatif akut dari

konsentrasi glukosa plasma. Komplikasi metabolik yang paling serius pada diabetes

tipe 1 adalah:

A. Ketoasidosis Diabetik (DKA).

Merupakan komplikasi metabolik yang paling serius pada DM tipe 1. Hal ini

bisa juga terjadi pada DM tipe 2. Hal ini terjadi karena kadar insulin sangat menurun,

dan pasien akan mengalami hal berikut: 7

Hiperglikemia

Hiperketonemia

Asidosis metabolik

Hiperglikemia dan glukosuria berat, penurunan lipogenesis ,peningkatan

lipolisis dan peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai pembentukan benda keton

(asetoasetat, hidroksibutirat, dan aseton). Peningkatan keton dalam plasma

mengakibatkan ketosis. Peningkatan produksi keton meningkatkan beban ion hidrogen

dan asidosis metabolik. Glukosuria dan ketonuria yang jelas juga dapat mengakibatkan

diuresis osmotik dengan hasil akhir dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Pasien dapat

menjadi hipotensi dan mengalami syok.3,7

Akhimya, akibat penurunan penggunaan oksigen otak, pasien akan mengalami

koma dan meninggal. Koma dan kematian akibat DKA saat ini jarang terjadi, karena

16

Page 17: Diabetes Melitus

pasien maupun tenaga kesehatan telah menyadari potensi bahaya komplikasi ini dan

pengobatan DKA dapat dilakukan sedini mungkin.3

Tanda dan Gejala Klinis dari Ketoasidosis Diabetik7

1. Dehidrasi 8. Poliuria

2. Hipotensi (postural atau supine) 9. Bingung

3. Ekstremitas Dingin/sianosis perifer 10. Kelelahan

4. Takikardi 11. Mual-muntah

5. Kusmaul breathing 12. Kaki kram

6. Nafas bau aseton 13. Pandangan kabur

7. Hipotermia 14. Koma (10%)

Tabel 02: Penatalaksanaan Ketoasidosis Metabolik1

JAM KE

INFUS I INFUS II KOREKSI K+ KOREKSI HCO3

17

Page 18: Diabetes Melitus

0

2 kolf. ½ jam

1 kolf. ½ jam

1

2 kolf

2

1 kolf

3

1 kolf

4

½ kolf

5

Pada jam ke-2: Bolus 180 mU/kg BBDilanjutkan dengan drip insulin 90 mU/kgBB dalam NaCl 0,9%

Bila gula darah <200 mg/dl, kecepatan dikurangi 45 mU/jam/kgBB

Bila gula darah stabil 200-300 mg/dl selama 12 jam dilakukan drip insulin 1-2 unit/jam disamping dilakukan sliding scale setiap 6 jam, bila kadar glukosa darah:

Insulin sk< 200 -200-250 5 U250-300 10 U300-350 15 U>350 20 U

Bila stabil dilanjutkan dengan sliding scale tiap 6 jam.

50 mEq/6 jam (dalam

infus)

Bila kadar K+

<3 3-4,5 4,5-6 >6

75 50 25 0

mEq/ 6 jam

Bila pH

<7 7-7,1 >7,1

100 50 0

mEq/HCO3

26 13

mEq K+ mEq K+

Bila gula darah < 200 mg/dl ganti dextrose 5%Chek CVPCatatan: 1 kolf = 500 cc

Stelah sliding tiap 6 jam

dapat diperhitungkan

insulin sehari

3 x sehari sebelum

makan, bila os sudah

makan.

Bila sudah sadar beri K+

oral selama seminggu

bila pH meningkat

K+ akan menurun

oleh karena itu

pemberian

bikarbonat disertai

dengan pemberian K+

18

Page 19: Diabetes Melitus

B. Hiperglikemia, Hiperosmolar, Koma Nonketotik (HHNK)

Komplikasi metabolik akut lain dari diabetes yang sering terjadi pada penderita

diabetes tipe 2 yang lebih tua. Bukan karena defisiensi insulin absolut, namun relatif,

hiperglikemia muncul tanpa ketosis. Ciri-ciri HHNK adalah sebagai berikut:3

Hiperglikemia berat dengan kadar glukosa serum > 600 mg/dl.

Dehidrasi berat

Uremia

Pasien dapat menjadi tidak sadar dan meninggal bila keadaan ini tidak segera

ditangani. Angka mortalitas dapat tinggi hingga 50%. Perbedaan utama antara HHNK

dan DKA adalah pada HHNK tidak terdapat ketosis.3

Penatalaksanaan HHNK

Penatalaksanaan berbeda dari ketoasidosis hanya dua tindakan yang

terpenting adalah: Pasien biasanya relatif sensitif insulin dan kira-kira diberikan dosis

setengah dari dosis insulin yang diberikan untuk terapi ketoasidosis, biasanya 3

unit/jam.7

C. Hipoglikemia (reaksi insulin, syok insulin)

Hipoglikemia adalah keadaan klinik gangguan saraf yang disebabkan penurunan

glukosa darah. Gejala ini dapat ringan berupa gelisah sampai berat berupa koma dengan

kejang. Penyebab tersering hipoglikemia adalah obat-obatan hipoglikemik oral

golongan sulfonilurea, khususnya glibenklamid. Hasil penelitian di RSCM 1990-1991

yang dilakukan Karsono dkk, memperllihatkan kekerapan episode hipoglikemia

sebanyak 15,5 kasus pertahun, dengan wanita lebih besar daripada pria, dan sebesar

65% berlatar belakang DM. meskipun hipoglikemia sering pula terjadi pada pengobatan

19

Page 20: Diabetes Melitus

dengan insulin, tetapi biasanya ringan. Kejadian ini sering timbul karena pasien tidak

memperlihatkan atau belum mengetahui pengaruh beberapa perubahan pada tubuhnya.1

Penyebab Hipoglikemia

1. Makan kurang dari aturan yang ditentukan

2. Berat badan turun

3. Sesudah olah raga

4. Sesudah melahirkan

5. Sembuh dari sakit

6. Makan obat yang mempunyai sifat serupa

Tanda hipoglikemia mulai timbul bila glukosa darah < 50 mg/dl, meskipun

reaksi hipoglikemia bisa didapatkan pada kadar glukosa darah yang lebih tinggi.

Tanda klinis dari hipoglikemia sangat bervariasi dan berbeda pada setiap orang.1

Tanda-tanda Hipoglikemia

1) Stadium parasimpatik: lapar, mual, tekanan darah turun.

2) Stadium gangguan otak ringan: lemah, lesu, sulit bicara, kesulitan

menghitug sederhana.

3) Stadium simpatik: keringat dingin pada muka terutama di hidung,

bibir atau tangan, berdebar-debar.

4) Stadium gangguan otak berat: koma dengan atau tanpa kejang.

Keempat stadium hipoglikemia ini dapat ditemukan pada pemakaian obat oral

ataupun suntikan. Ada beberapa catatan perbedaan antara keduanya:1

1) Obat oral memberikan tanda hipoglikemia lebih berat.

20

Page 21: Diabetes Melitus

2) Obat oral tidak dapat dipastikan waktu serangannya, sedangkan insulin bisa

diperkirakan pada puncak kerjanya, misalnya:

Insulin reguler : 2-4 jam setelah suntikan

Insulin NPH : 8-10 jam setelah suntikan

P.Z.I : 18 jam setelah suntikan

3) Obat oral sedikit memberikan gejala saraf otonom (parasimpatik dan

simpatik), sedangkan akibat insulin sangat menonjol.

Penatalaksanaan Hipoglikemia

21

Page 22: Diabetes Melitus

Gambar 06: Skema Penatalaksanaan Hipoglikemia.1

22

Page 23: Diabetes Melitus

II.7.2. Komplikasi Kronik Jangka Panjang

A. Mikrovaskular / Neuropati7

- Retinopati, catarak penurunan penglihatan

- Nefropati gagal ginjal

- Neuropati perifer hilang rasa, malas bergerak

- Neuropati autonomik hipertensi, gastroparesis

- Kelainan pada kaki ulserasi, atropati

B. Makrovaskular7

- Sirkulasi koroner iskemi miokardial/infark miokard

- Sirkulasi serebral transient ischaemic attack, strok

- Sirkulasi claudication, iskemik

II.7.3. Faktor yang Berpengaruh Terhadap Terjadinya Penyulit

Tidak semua orang sama untungnya untuk tidak mendapat warisan penyakti

DM. demikian pula tidak semua penderita DM akan sama kesempatannya untuk

terhindar ataupun untuk mendapat penyulit DM. Di antara para penderita DM

memang terdapt 2-25% yang beruntung, walupun sudah lama mengidap DM, tetapi

tidak menunjukkan kelainan vaskular yang berarti, dan didapatkan 5% yang

walaupun kadar glukosa darahnya hanya sedikit meningkat dan belum lama

meningkatnya, tetapi sudah mengidap kelainan vaskular yang lanjut.1

Berbagai faktor yang berpengaruh pada terjadinya penyulit. Secara garis besar

faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kejadian penyulit DM dapat di bagi

menjadi:1

Faktor genetik atau keturunan

Faktor metabolik – faktor glukosa darah dan metabolit lain yang

abnormal.

23

Page 24: Diabetes Melitus

A. Hipotesis Genetik

Timbulnya kelainan pada pembuluh darah penderita DM tidak berhubungan

dengan abnormalitas metabolik pasien, tetapi memang sedikit banyak sudah

ditentukan oleh faktor genetik, siapa-siapa yang cenderung timbul penyulit vaskular

dan siapa-siapa yang tidak. Kelompok ini ditunjang oleh penelitian Siperstein yang

mendapatkan adanya kelainan pada membran basal otot penderita DM (pada 90%

penderita DM ) dan juga mendapatkan kelainan serupa pada 53% orang normal yang

kedua orang tuanya mengidap DM.1

B. Hipotesis Metabolik

Terjadinya penyulit kronik DM adalah sebagai akibat kelainan metabolik yang

ditemui pada pengidap DM. Atas dasar hipotesis ini Kelly West lebih setuju

menganggap kelainan vaskular sebagai manifestasi patologis DM daripada sebagai

penyulit, karena eratnya hubungan dengan kadar glukosa darah yang abnormal.

Sedang untuk mudahnya timbul infeksi seperti misalnya tuberkulosis, disebut sebagai

komplikasi DM.1

Data dari pasien dengan transplantasi ginjal mendukung hipotesis ini, baik

ginjal normal yang kemudian menunjukkan kelainan khas DM setelah

ditransplantasikan pada penyandang DM atau sebaliknya ginjal penyandang DM yang

menjadi normal setelah ditransplantasikan pada orang normal.1

Beberapa penelitian retrospektif (belgia-pirart) dan prospektif (penelitian

steno mengenai retinopati pada penyandang DM yang diobati dengan insulin

konvensional dibanding dengan cara infus) mendukung hipotesis metabolik ini.1

Hasil penelitian DCCT pada penyandang DM tipe 1 juga mendukung

hipotesis ini. Pada penelitian multisenter jangka panjang tersebut, dapat dibuktikan

bahwa pengobatan intensif dengan menggunakan cara infus insulin dapat mencegah,

menghambat timbulnya maupun progresi penyulit kronik DM (retinopeti dan

nefropati).1

24

Page 25: Diabetes Melitus

Mengenai patogenesis terjadinya penyulit kronik DM akibat hiperglikemia

juga ada berbagai teori yang dianjurkan untuk mencoba menerangkannya.

Diantaranya yang terkenal adalah:1

Teori Sorbitol

Hiperglikemia akan menyebabkan penumpukkan glukosa pada sel dan

jaringan tertentu yang dapat mentransportasi glukosa kedalam sel tanpa insulin.

sebagian diantaranya akan dimetabolisme melalui sorbitol dengan enzim aldose

reduktase menjadi fruktosa. Sorbitol yang tertumpuk pada sel/jaringantersebut akan

menyebabkan terjadinya penyulit kronik DM teori ini tidak dapat menerangkan

terjadinya semua penyakit DM.1

Gambar 07: Sekematik jalur metabolisme glukosa dalam lensa 90% akan melalui

jalur hexokinase pada keadaan normal. Namun pada orang-oran

gdiabetik jalur tersebut akan berubah melalui polyol pathway yang akn

di ubah menjadi sorbitol.8

25

Page 26: Diabetes Melitus

Enzim Aldos Reductase (AR) mengkatalis glukosa glukosa menjadi sorbitol

melalui polyol pathway, proses berhubungan dengan perkembangan dari katarak

diabetik. Akumulasi intraselular dari sorbitol akan menjadikan perubahan osmotik

yang berakibat pada jaringan lensa “hidrofik” menjadi degenerasi dan menghasilkan

katarak diabetik.9

Pada lensa, sorbitol lebih cepat dirubah menjadi fruktosa oleh enzim sorbitol

dehidrogenase/polyol dehydrogenase. Peningkatan akumulasi sorbitol menciptakan

efek hiperosmotik yang mengakibatkan pada pemasukan cairan di gradient osmotik.

Temuan ini membantu untuk menemukan tentang “osmotic hypothesis” pada susunan

katarak diabetik, menekankan bahwa peningkatan cairan intraselular adalah respon

dari AR-mediated accumulation polyols yang mengakibatkan udem pada lensa.

Penelitian menunjukkan stress osmotik pada lensa menyebabkan akumulasi sorbitol

yang merangsang kematian sel epitel lensa. 9

Akumulasi sorbitol merangsang stress pada retikulum endoplasma (RE),

sebagai tempat yang utama pensintesis protein, penyebab utama penghasil radikal

bebas. Stress pada RE bisa juga disebabkan dari lonjakan kadar glukosa yang

mengawali respon banjir protein (UPR) yang menghasilkan spesifik oksigen reaktif

(ROS) dan menyebabkan stress oksidatif yang merusak serat lensa.9

Kesimpulan, bermacam-macam hipotesis yang mendukung tetang mekanisme

terbentuknya katarak diabetik produksi polyols yang berasal dari glukosa oleh enzim

aldos reductase (AR), dengan akibat peningkatan stress osmotik pada serat lensa yang

menampakan gejala awal seperti udema dan pecah.9

Teori Glikasi.

Akibat hiperglikemia akan menyebabkan terjadinya proses glikasi pada semua

protein, terutama yang mengandung senyawa lisin. Terjadinya proses glikosilasi pada

26

Page 27: Diabetes Melitus

protein membran basal dapat menerangkan semua kejadian komplikasi DM baik

penyulit mikro maupun makrovaskular DM.1

Mengingat bahwa kalau penyulit kronik sudah timbul sulit untuk

memperbaikinya kembali, diagnosis dan penyulit kronik sangat diperlukan. Pada

semua penyandang DM harus diperiksa dan dicari adanya penyulit kronik ini secara

berkala.1

II.8. Diagnosis Diabetes Melitus

II.8.1. Anamnesis

Diabetes melitus bisa timbul akut berupa ketoasidosis diabetik, koma

hiperglikemia, disertai efek osmotik diuretik dari hiperglikemia (poliuria, polidipsi,

nokturia), efek samping diabetes pada organ akhir (IHD, retinopati, penyakit vaskular

perifer, neuropati perifer), atau komplikasi akibat meningkatnya keretanan terhadap

infeksi (misalnya ISK, ruam kandida). Keadaan ini juga bisa ditemukan secara tidak

sengaja saat melakukan pemeriksaan darah atau urin.10 Maka hal di atas harus

ditanyakan secara lengkap!

Riwayat Penyakit Dahulu

Apakah pasien diketahui mengidap diabetes? Jika ya, bagaimana

manifestasinya dan apa obat yang didapat? Bagaimana pemantauan untuk kontrol:

frekuensi pemeriksaan pemeriksaan urin, tes darah, HbA1C, buku catatan, kesadaran

akan hipoglikemia? Tanyakan mengenai komplikasi sebelumnya.10

- Riwayat masuk rumah sakit karena hipoglikemia/hipergikemia.

- Penyakit vaskular: iskemia jantung (MI, angina, CCF), penyakit

vaskular perifer (klaudikasio, nyeri saat beristirahat, ulkus, perawatan

kaki, impotensi), neuropati perifer, neuropati otonom (gejala

gastroparesis – muntah, kembung, diare).

27

Page 28: Diabetes Melitus

- Retinopati, ketajaman penglihatan, terapi laser.

- Hiperkolesterolemia, hipertrigliserida.

- Disfungsi ginjal (proteinuria, mikroalbuminuria).

- Hipertensi – tetapi.

- Diet/berat badan/olahraga.

Riwayat Pengobatan10

- Apakah pasien sedang menjalani terapi diabetes: diet saja, obat-obatan

hipoglikemia oral, atau insulin?

- Tanyakan mengenai obat yang bersifat diabetogenik (misalnya

kortikosteroid, siklosporin)?

- Tanyakan riwayat merokok atau penggunaan alkohol?

- Apakah pasien memiliki alergi?

Riwayat Keluarga dan Sosial10

- Adakah riwayat diabetes melitus dalam keluarga?

- Apakah diabetes mempengaruhi kehidupan?

- Siapa yang memberikan suntikan insulin/tes gula darah, dan sebagainya

(pasangan/pasien/perawat)?

II.8.2. Pemeriksaan Fisik

Diabetes melitus merupakan penyakit yang memiliki efek kepada seluruh

tubuh. Maka dalam pemeriksaan fisik harus dialkukan pemeriksaan secara lengkap.

Dan biasanya ditemukan beberapa kelainan sebagai berikut:7

28

Page 29: Diabetes Melitus

Gambar 08: Keadaan-keadaan yang mungkinditemukan dalam pemeriksaan fisik.7

29

Page 30: Diabetes Melitus

II.8.3. Pemeriksaan Penyaring

Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada kelompok dengan salah satu resiko

DM sebagai berikut:1

1. Usia > 45 tahun

2. Berat badan lebih: BBR > 110% BB idaman atau IMT > 23 kg/m2.

3. Hipertensi (> 140/90 mmHg)

4. Riwayat DM dalam keluarga

5. Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau BB lahir bayi > 4000

gram

6. Kolesterol HDL ≤ 35 mg/dl dan atau TG ≥ 250 mg/dl

Pemeriksaan penyaring berguna untuk menjaring pasien DM, TGT dan

GDPT, sehingga dapat ditentukan langkah yang tepat untuk mereka. Pasien dengan

TGT dan GDPT merupakan tahap sementara menuju DM. setelah 5-10 tahun

kemudian 1/3 kelompok TGT akan berkembang menjadi DM. 1/3 tetap TGT dan 1/3

lainya kembali normal. Adanya TGT sering berkaitan dengan resistensi insulin. pada

kelompok TGT ini resiko terjadinya aterosklerosis lebih tinggi dibandingkan

kelompok normal. TGT sering berkaitan dengan penyakit kardiovaskular, hipertensi

dan dislipidemia. Peran aktif para pengelola kesehatan sangat diperlukan agar deteksi

DM dapat ditegakkan sedini mungkindan penegahan primer dan skunder dapat segera

diterapkan.1

Pemeriksaan penyaring dapat dialakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa

darah sewaktu atau kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan tes

toleransi glukosa oral (TTGO) standar.1

30

Page 31: Diabetes Melitus

Tabel 03: Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan

diagnosis DM.1

Bukan DM Belum pasti

DM

DM

Kadar glukosa

darah sewaktu

(mg/dl)

Plasma Vena < 110 110-199 ≥200

Plasma Kapiler <90 90-199 ≥200

Kadar glukosa

darah puasa

(mg/dl)

Plasma Vena < 110 110-125 ≥126

Plasma Kapiler < 90 90-109 ≥110

Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus dan Gangguan Toleransi Glukosa1,2

1. Kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena) ≥200 mg/dl

2. Kadar glukosa darah puasa (plasma vena) ≥126 mg/dl

3. Kadar glukosa plasma ≥200 mg/dl pada 2 jam sesudah diberi beban

glukosa 75 gram pada TTGO.

II.8.4. Langkah-langkah Untuk Menegakkan Diagnosis DM dan Gangguan

Toleransi Glukosa

Diangnosi klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan DM berupa

poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidka dapat dijelaskan

sebabny. Keluhan lain yang mungkin dikemukakan pasien adalah lemah, kesemutan,

gatal, mata kabur dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada pasien

wanita. Jika keluahan khas pemeriksaan glukosa darah sewaktu ≥200 mg/dl sudah

31

Page 32: Diabetes Melitus

cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah

puasa ≥126 mg/dl juga digunakan untuk patokan diagnosis DM.1

Untuk keluhan khas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali

saja abnormal, belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis DM. Diperlukan

pemastian lebih lanjut dengan mendapat sekali lagi angka abnormal, baik kadar

glukosa darah puasa ≥126 mg/dl, kadar glukosa darah sewaktu ≥200 mg/dl pada hari

yang lain, atau dari hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) didapatkan kadar glukosa

darah pasca pembebanan ≥200 mg/dl.1

32

Page 33: Diabetes Melitus

Gambar 09: Langkah-langkah diagnostik DM dan gangguan toleransi glukosa.1,11

II.9. Penatalaksanaan Diabetes Melitus

II.9.1. Non-farmakologi

Dalam mengelola DM untuk jangka pendek tujuannya adalah menghilangkan

keluhan/gejala DM dan mempertahankan rasa nyaman dan sehat. Untuk jangka

panjangnya lebih jauh lagi, yaitu mencegah penyulit, baik makroangipati,

mikroangiopati maupun neuropati, dengan tujuan akhir menurunkan morbidilitas dan

mortalitas DM.1

Mengingat mekanisme dasar kelianan DM tipe 2 adalah terdapatnya faktor

gentik, resistensi insulin dan insufisiensi sel-β pankreans, maka cara-cara untuk

memperbaiki kelainan dasar tersebut harus tercermin pada langkah pengelolaan.

Dalam mengelola DM langkah pertama yang harus di lakukan adalah pengelolaan

non-farmakologis, berupa perencanaan makan dan kegiatan jasmani.1

Lima pilar utama pengelolaan DM1

1. Perencanaan makanan

2. Latihan jasmani

3. Obat berkhasiat hipoglikemik

33

Keterangan:

GDP: Glukosa Darah Puasa

GDS: Glukosa Darah Sewaktu

GDPT: Glukosa Darah Puasa Terganggu

TGT: Toleransi Glukosa Terganggu

TTGO: Tes Toleransi Glukosa Oral

Page 34: Diabetes Melitus

4. Penyuluhan (edukasi)

5. Pemeriksaan glukosa mandiri

A. Perencanaan Makan

Standar yang dianjurkan adalah makan dengan komposisi yang seimbang

dalam hal karbohidrat, protein, dan lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai

berikut:1

- Karbohidrat : 60-70%

- Protein : 10-13%

- Lemak : 20-25%

Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut

dan kegiatan jasmani untuk mencapai dan mempertahankan berat bdan idaman.1

Untuk penentuan status gizi, dipakai body mass index (BMI) = indeks massa

tubuh (IMT).

Klasifikasi IMT:

- Berat badan kurang : < 18,5

- Berat badan normal : 18,5-22,9

- Berat badan lebih : ≥ 23,0

Dengan resiko : 23,0-24,9

Obes I : 25,0-29,9

Obes II : ≥ 30,0

Penentuan kebutuhan kalori11

34

BMI = IMT = BB (kg)

TB (m)2

Page 35: Diabetes Melitus

Kalori basal

Laki—laki : BB idaman x 30 kalori /kg = ........kalori

Wanita : BB idaman x 25 kalori/kg = .........kalori

Koreksi / Penyesuaian

Umur > 40 tahun : -5 % x kalori basal = - ..........kalori

Aktivitas ringan : +10% x kalori basal = + ..........kalori

sedang : + 20% x kalori basal

berat : +30% x kalori basal

BB gemuk : -20% x kalori basal = - /+..........kalori

lebih : -10% x kalori basal

kurang : + 20% x kalori basal

Stres metabolik : + (10-30%) x kalori basal = + ............kalori

Hamil trimester I & II = + 300 kalori

Hamil trimester III / laktasi = + 500 kalori

Total kebutuhan = ..............kalori

Note: RUMUS BROCA

BB idaman = (TB-100)-10%

- BB kurang = < 90% BB idaman

- BB normal = 90-110% BB idaman

- BB lebih = 110-120% BB idaman

- Gemuk = >120 % BB idaman

B. Latihan Jasmani

35

Page 36: Diabetes Melitus

Manfaat :

menurunkan kadar glukosa darah (mengurangi resistensi

insulin ,meningkatkan sensitivitas insulin)

menurunkan berat badan

mencegah kegemukan

mengurangi kemungkinan terjadinya komplikasi aterogenik , gangguan

lipid darah , peningkatan tekanan darah,hiperkoagulasi darah.

Prinsip : Continuous , Rhytmic , Interval , Progressive , Endurance (CRIPE)1

Continuous adalah latihan harus berkesinambungan dan dilakukan terus-

menerus tanpa henti. Contoh : bila dipilih jogging 30 menit , maka selama 30 menit

pasien melakukan jogging tanpa istirahat.

Rhytmic adalah latihan olah raga harus dipilih yang berirama,yaitu otot-otot

berkontraksi dan relaksasi secara teratur.Contoh: jalan kaki, jogging, berlari,

berenang, bersepeda, mendayung.

Interval adalah latihan dilakukan selang seling antara gerak cepat dan

lambat.Contoh: jalan cepat diselingi jalan lambat, jogging diselingi jalan, dan lain-

lain.

Progressive adalah latihan dilakukan secara bertahap sesuai dengan

kemampuan dari intensitas ringan sampai sedang hingga mencapai 30-60 menit

Endurance adalah latihan daya tahan untuk meningkatkan kemampuan

kardiorespirasi, seperti jalan (jalan santai/cepat, sesuai umur ), jogging, berenang,

dan bersepeda.

Dalam latihan jasmani ada hal-hal yang perlu dihindari sebagai berikut:

- Hindari berlatih pada suhu terlalu panas/dingin

36

Page 37: Diabetes Melitus

- Bila kadar glukosa darah > 250 mg/dl . Jangan melakukan latihan

jasmani berat ( misalnya bulu tangkis , sepak bola , dan olah raga

permainan lain )

- Jangan teruskan bila ada gejala hipoglikemia

C. Penyuluhan

Penyuluhan untuk rencana pengelolaan sangat penting untuk mendapatkan

hasil yang maksimal. Edukasi diabetes adalah pendidikan dan pelatihan mengenai

pengetahuan dan ketrampilan bagi pasien diabetes yang bertujuan menunjang

perubahan prilaku untuk meningkatkan pemahaman pasien akan penyakitnya, yang

diperlukan untuk mencapai keadaan sehat optimal, dan menyesuaikan keadaan

psikologik serta kualitas hidup yang lebih baik. Edukasi merupakan bagian integral

dari asuhan perawatan pasien diabetes.1

Tujuan jangka panjang yang ingin dicapai dengan memberikan penyuluhan

kesehatan antara lain:1

Agar penyandang DM dapat hidup lebih lama dan dalam kebahagiaan.

Kwalitas hidup sudah merupakan kebutuhan bagi seseorang, bukan

hanya kuantitas. Seseorang yang bertahan hidup, tetapi dalam keadaan

tidak sehat akan mengganggu kebahagiaan dan stabilitas keluarga.

Untuk membantu penderita DM agar mereka mampu merawat dirinya

sendiri sehingga komplikasi yang mungkin timbul bisa dikurangi

selain itu jumlah hari sakit dapat ditekan.

Agar penyandang DM dapat berfungsi dan berperan sebaik-baiknya

dalam masyarakat.

Agar penyandang DM dapat lebih produktif dan bermanfaat

Menekan biaya perawatab baik yang dikeluarkan secara pribadi,

keluarga ataupun nasional.

37

Page 38: Diabetes Melitus

II.9.2. Farmakologi

A. Sulfonil urea

Obat golongan ini sudah dipakai pada pengelolaan diabetes sejak 1957.

Berbagai macam obat golongan ini umumnya mempunyai sifat farmakologis yang

serupa, demikian juga efek klinis dan mekanisme kerjanya. Beberapa informasi baru

mengenai obat golongan ini ada, terutama mengenai efek farmakologis pada

pemakaian jangka lama dan pemakaiannya secara kombinasi dengan insulin.1

Golongan obat ini bekerja dengan menstimulasi sel-β pankreas untuk

melepaskan insulin yang tersimpan. Karena itu tentu saja hanya dapat bermanfaat

pada pasien yang masih mempunyai kemampuan untuk mensekresikan insulin.

Golongan obat ini tidak dapat dipakai pada DM tipe 1. Efek ekstra prankreas yaitu

memperbaiki sensitivitas insulin ada, tetapi tidak penting karena ternyata obat ini

tidak bermanfaat pada pasien yang insulinopenik.1

Mekanisme kerja obat golongan sulfonilurea:

1. Menstimulasi penglepasan insulin yang tersimpan (stored insulin)

2. Menurunkan ambang sekresi insulin

3. Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa

Obat golongan ini semuanya mempunyai cara kerja yang serupa, berbeda

dalam hal masa kerja, degradasi dan aktivitas metabolitnya. Semuanya dapat

menyebabkan hipoglikemia yang mungkin dapat fatal. Untuk mengurangi

kemungkinan hipoglikemia, apalagi pada orang tua dipilih obat yang masa kerjanya

paling pendek. Obat sulfonilurea dengan masa kerja panjang sebaiknya tidak dipakai

pada usia lanjut.1

Kombinasi Sulfonilurea dengan Insulin

Pemakaian kombinasi kedua obat ini didasarkan bahwa rerata kadar glukosa

darah sepanjangn hari terutama ditentukan oleh kadar glukosa darah puasnya.

38

Page 39: Diabetes Melitus

Umumnya kenaikan kadar glukosa darah sesudah makan kurang lebih sama, tidak

tergantung dari kadar glukosa darah puasanya. Dengan memberikan dosis insulin

kerja sedang malam hari, produksi glukosa hati malam hari dapat dikurangi sehingga

kadar glukosa darah puasa dapat menjadi lebih rendah. Selanjutnya kadar glukosa

darah siang hari dapat diatur dengan pemberian sulfonilurea seperti biasanya.1

Kombinasi sulfonilurea dan insulin ini ternyata lebih baik daripada insulin

saja dan dosis insulin yang diperlukan pun ternyata lebih rendah. Selain itu pasien

lebih bisa menerima cara pengelolaan kombinasi daripada pengelolaan dengan

suntikan yang lebih sering.1

B. Glinid

Glinid merupakan obat generasi baru yang cara kerjnya sama dengan

sulfonilurea, dengan meningkatkan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri

dari 2 macam obat yaitu: Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat

fenilalanin). Obat ini diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan

diekskresi secara cepat melalui hati.1

C. Biguanid

Saat ini dari golongan ini yang masih dipakai adalah metformin. Metformin

menurunkan glukosa darah melalui pengaruhnya terhadap kerja insulin pada tingkat

selular, distal dari reseptor insulin serta juga pada efeknya menurunkan produksi

glukosa hati. Metformin meningkatkan pemakaian glukosa oleh sel usus sehingga

menurunkan glukosa darah dan juga disangka menghambat absorbsi glukosa dari

usus pada keadaan sesudah makan.1

Metformin menurunkan kadar glukosa darah tetapi tidak menyebabkan

penurunan sampai di bawah normal. Karena itu tidak disebut sebagai obat

hipoglikemik, tetapi obat antihiperglikemik. Pada pemakaian kombinasi dengan

sulfonilurea, hipoglikemia dapat terjadi akibat pengaruh sulfonilureanya. Pada

pemakaian tunggal, metformin dapat menurunkan kadar glukosa darah sampai 20%.

39

Page 40: Diabetes Melitus

Kadar insulin plasma basal juga turun. Metformin tidak menyebabkan kenaikan berat

badan seperti pada pemakaian sulfonilurea.1

D. Tiazolidindion

Tiazolidindion adalah golongan obat baru yang mempunyai efek farmakologis

meningkatkan sensitivitas insulin. dapat diberikan secara oral. Golongan obat ini

bekerja meningkatkan glukosa disposal pada sel dan mengurangi produksi glukosa di

hati.1

Golongan obat baru ini diharapkan dapat lebih tepat kerjanya pada sasaran

kelainan yaitu resistensi insulin dan dapat pula dipakai untuk mengatasi berbagai

manifestasi resistensi insulin tanpa menyebabkan hipoglikemia dan juga tidak

menyebabkan kelelahan sel-β pankreas.1

E. Penghambat Glukosidase Alfa

obat ini bekerja secara kompetitif megnhambat kerja enzim kosidase alfa di

dalam saluran cerna sehingga dapat menurunkan penyerapan glukosa dan

menurunkan hiperglikemia postprandial.1

obat ini bekerja di dalam lumen usus dan tidak menyebabkan hipoglikemia

dan juga tidak berpengaruh pada kadar insulin. Efek samping akibat maldigestif

karbohidrat berupa gejala gastrointestinal seperti meteorismus, flatus dan diare.1

F. Insulin

Secara keseluruhan sebanyak 20-25% pasien DM tipe 2 kemudian akan

memerlukan insulin untuk mengendalikan kadar glukosa darahnya. Untuk pasien

yang sudah tidak dapat dikendalikan kadar glukosa darahnya dengan kombinasi

sulfonilurea dan metformin, langkah berikut yang mungkindiberikan adalah insulin.1

Disamping pemberian insulin secara konvensional 3 kali sehari dengan

memakai insulin kerja cepat, insulin dapat pula diberikan dengan dosis terbagi insulin

kerja menengah dua kali sehari dan kemudian diberikan campuran insulin kerja cepat

40

Page 41: Diabetes Melitus

dimana perlu sesuai dengan respons kadar glukosa darahnya. Umumnya dapat juga

pasien langsung diberikan insulin campuran kerja cepat dan menengah dua kali

sehari.1

Kombinasi insulin kerja sedang yang diberikan malam hari sebelum tidur

dengan sulfonilurea tampaknya memberikan hasil yang lebih baik daripada dengan

insulin saja, baik satu kali ataupun dengan insulin campuran. Keuntungannya pasien

tidak harus dirawat dan kepatuhan pasien tentu lebih besar.1

Kriteria Pengendalian

Baik Sedang Buruk

Glukosa darah puasa (mg/dl)

Glukosa darah 2 jam (mg/dl)

AIC (%)

Kolestrol total (mg/dl)

Kolestrol LDL (mg/dl)

Kolestrol HDL (mg/dl)

Trigliserida (mg/dl)

IMT (kg/m2)

Tekanan darah (mmhg)

80-109

110-144

<6,5

<200

<100

>45

<150

18,5-22,9

<130/80

110-125

145-179

6,5-8

200-259

100-129

150-199

23-25

130-140/80-90

≥126

≥180

>8

≥240

≥130

≥200

>25

>140/90

Untuk pasien berumur > 60 tahun, sasaran kadar glukosa darah lebih tinggi

dari pada biasanya (pausa < 150 mg/dl dan sesudah makan < 200 mg/dl), demikian

pula kadar lipid, tekanan darah, dll mengacu pada batasan kriteria pengendalian

sedang.1

41

Page 42: Diabetes Melitus

Tabel 04: Jenis-jenis Obat-obatan Hipoglikemia

Nama Generik Merk dagang

Dosis harian (mg)

Dosis awal(mg)

Lama kerja(jam)

Frekuensi pemberian

Sulfonilurea:

Khlorpropamid(100-250 mg)Tolbutamid(500)Glibenklamid(2.5-5 mg)

Glipizid(5mg-10mg)

Gliclazid(80 mg)

Gliquidon(30mg)Glimepirid(1mg, 2mg, 3mg, 4mg)

Diabinese

Rastinon

DaonilEugluconRenabeticProdiabetMinidiabGlucotrol XLDiamircon MR(30 mg)PedabGlikamelGlicabGlucodexGlurenorrn

AmarylAmadiab

100-500

500-2000

2.5-5

5-20

30-120

80-240

30-120

6

-

-

-

5

30

80

30

1

24-36

6-12

12-24

10-16

24

10-20

-

-

1

2-3

1-2

1-21

1

1-3

1-3

1

Glinid:Repaglinide(0.5 mg,1 mg,2 mg)Nateglinid(120 mg)

Novonorm

Starlix

6

360

0.5

-

-

-

1-3

3

Golongan Biguanid:Metformin(500-850)

GlucophageDiabexNeodipar

250-3000 - 6-8 1-3

42

Page 43: Diabetes Melitus

Golongan tiazolindion/Glitazon:Pioglitazone(15mg-30mg)

Actos 15-30 15 24 1

Golongan penghambat α-glukosidase:Acarbose(50-100mg)

Glucobay 50-300 1-3

KombinasiMetforminDengan Glibenklamid(250/1.25 mg, 500/2.5mg)

Glucovance 250/1.25-1000/5

250-1.25

6-24 1-4

Kombinasi Obat Hipoglikemia Oral

Kombinasi obat hipoglikemik oral (OHO) dan isulin dapat dimulai jika

dengan OHO dosis hampir maksimal, baik sendiri-sendiri ataupun secara kombinasi

namun kadar glukosa darah belum tercapai. Pada keadaan ini dipikirkan adanya

kegagalan pamakaian OHO. Untuk kombinasi ini, insulin kerja sedang dapat

diberikan pada pagi atau malam hari.1

Indikasi Pemakaian Obat Hipoglikemia Oral:1

1. Diabetes sesudah umur 40 tahun

2. Diabetes kurang dari 5 tahun

3. Memerlukan insulin dengan dosis kurang dari 40 unit perhari

4. DM tipe 2, berat normal atau lebih

43

Page 44: Diabetes Melitus

Gambar 10: Skema pemberian OHO1

II.10. Pencegahan

II.10.1. Usaha Pencegahan Primer

Pencegahan primer berarti mencegah terjadinya diabetes melitus. Untuk dapat

menghayati dan melaksanakan benar usah pencegahan primer harus dikanali dahulu

faktor yang berpengaruh terjadinya penyakit diabetes melitus. Faktor yang

berpengaruh pada terjadinya diabetes melitus adalah:1

44

Keterangan:

OHO: Obat Hipoglikemia Oral

STT: Sasaran Tak Tercapai

DIT: Dosis Isulin Total

Page 45: Diabetes Melitus

Faktor keturunan

Faktor kegiatan jamnasi yang kurang

Faktor kehemukan/distribusi lemak

Faktor nutrisi berlebihan

Faktor lain, obat-obatan, hormon

Faktor keturunan jelas berpengaruh pada terjadinya DM. keturunan oang yang

mengidap DM (apalagi kalau kedua orang tuanya mengidap DM jelas lebih besar

kemungkinannya untuk mengidap DM daripada orang normal). Demikian pula

saudara kembar identik pengidap DM, hampir 100% dapat dipastikan akan juga

mengidap DM nantinya.1

Faktro keturunan merupakan faktor yang tidak dapat diubah tetapi faktor

lingkuangan (kegemukan, kegiatan jasmani, nutrisi berlebih) merupakan faktor yang

dapat diubah dan diperbaiki.1

Usaha pencegahan primer ini dilakukan secara menyeluruh pada masyarakat

tetapi diutamakan dan ditekankan untuk dilaksanakan dengan baik pada mereka yang

beresiko tinggi untuk kemudian mengidap DM.1

Orang-orang yang menpunyai resiko tinggi untuk mengidap DM1

1. Orang yang pernah terganggu toleransi glukosanya

2. Orang yang berpotensi untuk terganggu toleransi glukosnya

- Ibu dengan DM saat hamil

- Ibu dengan riwayat melahirkan anak > 4 kg

- Saudara kembar DM

- Anak yang kedua orang tunya DM

- Orang/kelompok yang mangalami perubahan pola/gaya hidup

ke arah kegiatan jasmani yang kurang

- Orang yang juga mengidap penyakit yang sering timbul

bersama dengan DM, seperti tekanan darah tinggi,

dislipidemia, dan kegemukan.

45

Page 46: Diabetes Melitus

Tindakan yang di lakukan untuk usaha pencegahan primer meliputi:

penyuluhan mengenai perlunya pengaturan gaya hidup sehat sedini mungkin dengan

memberikan pedoman sebagai berikut:1

Mempertahankan pola makan sehari-hari yang sehat dan seimbang yaitu:

- Meningkatkan konsumsi sayur dan buah

- Membatasi makanan tinggi lemak dan karbohidrat sederhana

- Mempertahankan berat badan normal/idaman sesuai dengan umur dan

tinggi badan

Melakukan kegiatan jasmani yang cukup sesuai dengan umur dan kemampuan

Menghindari obat yang bersifat diabetogenik

II.10.2. Usaha Pencegahan Sekunder

Usaha pencegahan sekunder dimulai dengan usaha mendeteksi diri penderita

DM. karena itu dianjurkan untuk setiap kesemapatan terutama untuk meraka yang

mempunyai resiko tinggi agar dilakukan pemeriksaan penyaring glukosa darah.

Dengan demikian mereka yang mempunyai resiko tinggi DM dapat terjaring untuk

diperiksa dan kemudian yang dicurigai DM akan dapat ditindak lanjuti, sampai

diyakini benar mereka mengidap DM. Bagi mereka dapat ditegakkan diagnosis dini

DM kemudian dapat dikelola dengan baik guna mencegah penyulit lebih lanjut.1

Pengelolaan untuk mencegah terjadinya penyulit dikerjakan bersama bersama

oleh dokter dan para petugas kesehatan. Peran dokter dalam mendapatkan hasil

pengendalian glukosa darah yang baik sangat menonjol. Walapun demikian, hasil

pengelolaan yang baik tidak akan dapat dicapai tanpa keikutsetaan aktif para

penderita DM.1

Tujuan pengelolaan DM1

Jangka pendek : menghilangkan keluhan dan gejala DM.

46

Page 47: Diabetes Melitus

Jangka panjang : mencegah penyulit DM baik mikroangiopati,

makroangiopati maupun retinopati.

Saran untuk mencapai sasaran kadar glukosa darah yang terkendali baik telah

berulangkali dikemukakan dan telah berulang kali pula dibicarakan dan ditekankan

kembali oleh para pengelola kesehatan pada setiap kesempatan pertemuan dengan

penderita DM.1

Secara garis besar sarana tersebut adalah:1

- Perencanaan makan yang baik dan seimbang untuk mendapatkan

berat badan idaman sesuai dengan umur dan jenis kelamin.

- Kegiatan jasamani yang cukup sesuai umur dan kondisi pasien.

- Obat-obatan, baik berbagai macam obat yang diminum maupun obat

suntik insulin.

- Penyuluhan untuk menjelaskan pada pasien mengenai DM dan

penyulitnya agar kemudian didapatkan pengertian yang baik dan

keikutsertaan pasien dalam usaha untuk mengendalikan kadar

glukosa darahnya.

II.10.3. Uasah Pencegahan Tersier

Usaha pencegahan tersier dilalakukan untuk mencegah lebih lanjut terjadinya

kecacatan kalau penyulit sudah terjadi. Kecacatan yang mungkin timbul akibat

penyulit DM adalah:1

Pembuluh darah otak : stroke dan segala gejala sisanya

Pembuluh darah mata : kebutaan

Pembuluh darah ginjal : gagal ginjal kronik

47

Page 48: Diabetes Melitus

Pembuluh darah tungkai bawah : amputasi tungkai bawah

Untuk mencegah terjadinya kecacatan tentu saja harus dimulai dengan deteksi

dini penyulit DM agar kemudian penyulit dapat dikelola dengan baik di samping

tentu saja pengelolaan untuk mengendalikan kadar glukosa darah.1

Pemeriksaan pemantauan yang diperlukan untuk penyulit ini adalah:

Mata - pemeriksaan mata/fundus secara berkala setiap 6-12 bulan.

Paru - pemeriksaan berkala foto dada setiap 1-2 tahun atau kalau

keluhan batuk kronik.

Jantung - pemeriksaan berkala EKG/uji latihan jantung secara berkala

setiap tahun atau kalau ada keluhan nyeri dada.

Ginjal - pemeriksaan berkala urin untuk mendeteksi adanya protein

dalam urin.

Kaki - pemeriksaan kaki secara berkala dan penyuluhan mengenai

cara perawatan kaki yang sebaik-baiknya untuk mencegah kemungkinan

timbulnya kaki diabetik dan kecacatan yang mungkin kemudian ditimbulkan.

Pengelolaan penyulit kronik DM pada umumnya dapat dikerjakan sebagai

berikut:1

PJK - Pengelolaan gagal jantung, infark

- Pengelolaan penyempitan koroner

- Konservatif dan medikamentosa

- Invasi – bedah pintas koroner

- Angioplasti

PVD - Pengelolaan koservatif dengan medikamentosa, mengatasi infeksi

Retina - Fotokoagulasi

48

Page 49: Diabetes Melitus

- Vitrekstomi dengan endolaser

Gagal ginjal - Pengelolaan konservatif dengan diet dan obat

- Pengelolaan dengan tindakan: hemodialisis, dialisis peritoneal,

transplantasi ginjal.

Dengan berbagai usaha pencegahan tersebut para penderita DM diharapkan

dapat hidup sehat bersama DM seperti orang sehat atau normal, terutama dalam

kaitannya dengan penyulit manahun DM.1

49

Page 50: Diabetes Melitus

BAB III

PENUTUP

III.1. Kesimpulan

1. Diabetes melitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang

yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat

kekurangan insulin baik absolut maupun relatif.

2. Diabetes Melitus Tipe 1

c) Melalui proses imunologik

d) Idiopatik

3. Diabetes Melitus Tipe 2 (bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin

disertai defisiensi insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi

insulin bersama resistensi insulin).

4. Diabetes Melitus Tipe Lain: Defek genetik funsi sel-β, Defek genetik kerja

insulin, Endokrinopati, Sindroma genetik lain, dll.

5. Adanya infeksi virus (pada DM tipe 1), Obesitas (terutama yang bersifat

sentral), Pola makan yang salah, Diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat,

Proses penuaan, Hipertensi (TD ≥ 140/90 mm Hg) Dyslipidemia HDL

kolesterol < 40 mg/dL atau TG > 150 mg/dL, danStress.

6. Perbedaan antara DM tipe 1 dan DM tipe 2 adalah DM tipe 1 disebabkan

karena kerusakan sel-β sehingga tidak dapat memproduksi insulin sedangkan

Dm tipe 2 disebakan karena resistensi insulin sehingga walaupun insulin

banyak di dalam peredaran darah namun tidak dapat berikatan dengan

reseptornya.

7. Manifestasi DM adalah gejala Khas: polidipsi, poliuria, polifagia, penurunan

berat badan sedangkan gejala tidak khas: lemas, kesemutan pada jari tangan

dan kaki, gatal-gatal, penglihatan jadi kabur, gairah seks menurun, dll.

8. Komplikasi metabolik akut adalah ketoasidosi diabetik, HHNK, dan

hipoglikemia.

50

Page 51: Diabetes Melitus

9. Komplikasi kronik jangka panjang adalah mikrovaskular: retinopati, nefropati,

neuropati perifer, sedangkan makrovaskular: infak mikard, TIA, strok, dll.

10. Penatalaksanaan nonfarmakologi adalah: edukasi, perencanaan makan, latihan

jasmani, pemantauan gula darah sendiri.

11. Penatalaksanaan farmakologi adalah sulfonilurea, glinid, biguanid,

tiazolidindion, dan penghambat glukosasidase alfa.

12. usaha pencegahan primer meliputi: penyuluhan mengenai perlunya

pengaturan gaya hidup sehat sedini mungkin.

13. Usaha pencegahan sekunder adalah mencegah penyulit lebih lanjut.

14. Usaha pencegahan tersier dilalakukan untuk mencegah lebih lanjut terjadinya

kecacatan kalau penyulit sudah terjadi.

III.2. Saran dan Kritik

Dengan kerendahan hati penulis, penulis sadar bahwa dalam makalah ini

masih banyak terdapat kekurangan, oleh karena itu saran dan keritik yang bersifat

membangun dari pembaca, penulis harapkan demi kesempurnaan makalah-makalah

dimasa-masa yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKA

51

Page 52: Diabetes Melitus

1. Soegondo, Sidartawan. Soewondo, Pradana. Subekti, Imam. 1995.

Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Cetakan kelima, 2005. Jakarta:

Balai Penerbit FKUI. Hal: 8, 9, 10, 19, 20, 21, 22, 25, 34-41, 127, 128, 129,

161-168, 172, 173, 174, 175, 176, 177, 178, 253, 254, 255,

2. Fauci, Anthony S. Braunwald, Eugene. Kasper, Dennis L. Hauser, Stephen L.

Harrison’s Principle of Internal Medicine. 17th Edition. The McGraw-Hill

Companies. 2008.

3. Price, Sylvia Anderson. Wilson, Lorraine McCarty. Patofisologi Konsep

Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC. 2005. Hal: 886-888,

1262,

4. Kumar, Parveen. Clark, Michael. Clinical Medicine. 6 edition. Saunders ltd.

Elsevier. 2005.

5. Kumar, Parveen. Clark, Michael. Clinical Medicine. 6 edition. Saunders ltd.

Elsevier. 2005.

6. Gibbs, Ronald S. Karlan, Beth Y. Haney, Arthur F. Nygaard, Ingrid E.

Danforth's Obstetrics and Gynecology, 10th Edition. Copyright ©2008

Lippincott Williams & Wilkins.

7. Boon, Nicholas A. Walker, Brian. Davidson’s Principles and Practice of

Medicine. 20th Edition. Elsevier. 2006.

8. Yanoff, Myron. Duker, Jay S. 2008. Ophthalmology, 3rd ed. Elsevier

9. Pollreisz, Andreas. Schmidt-Erfurth, Ursula. Diabetic Cataract—

Pathogenesis, Epidemiology and Treatment. Journal of Ophthalmology. 2009.

10. Gleadle, Jonathan. At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta:

Penerbit Erlangga. 2007. Hal: 138-139.

11. Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. dkk. Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. Jakrta: IPD FKUI. 2006. Hal: 1887, 1880.

52