Diabetes Melitus

25
1. Pendahuluan Dari berbagai penelitian epidemiologis di Indonesia didapatkan prevalensi diabetes mellitus (DM) sebesar 1,5-2,3% pada penduduk usia lebih dari 15 tahun, bahkan pada suatu penelitian epidemiologis di Manado didapatkan prevalensi DM 6,1%. Penelitian yang dilakukan di Jakarta membuktikan adanya kenaikan prevalensi. Prevalensi DM pada daerah urban di Jakarta meningkat dari 1,7% pada thun 1982 menjadi 5,7% pada tahun 1993. [ToP] [EoP] 2. Diagnosis Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah, tidak dapat ditegakkan hanya atas dasar adanya glukosuria saja. Dalam menentukan diagnosis DM harus diperhatikan asal bahan darah yang diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai. Unutk diagnosis DM, pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Untuk memastikan diabnosis DM, pemeriksaan glukosa darah seyogyanya dilakukan di laboratorium klinik yang terpercaya (yang melakukan program pemantapan kendali mutu secara teratur). Untuk memantau kadar glukosa darah dapat dipakai bahan darah kapiler. Saat ini banyak dipasarkan alat pengukur kadar glukosa darah cara reagen kering yang umumnya sederhana dan mudah dipakai. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah memakai alat-alat tersebut dapat dipercaya sejauh kalibrasi dilakukan dengan baik dan cara pemeriksaan dilakukan sesuai dengan cara standar yang dianjurkan, teruama untuk memantau kadar glukosa darah. Secara

description

pengertian diabetes melitus, obat oral diabetes melitus, klasifikasi diabetes melitus, insulin, pemakaian insulin, kriteria pengendalian diabetes melitus, penyulit diabetes melitus, pencegahan diabetes melitus

Transcript of Diabetes Melitus

1. PendahuluanDari berbagai penelitian epidemiologis di Indonesia didapatkan prevalensi diabetes mellitus (DM) sebesar 1,5-2,3% pada penduduk usia lebih dari 15 tahun, bahkan pada suatu penelitian epidemiologis di Manado didapatkan prevalensi DM 6,1%. Penelitian yang dilakukan di Jakarta membuktikan adanya kenaikan prevalensi. Prevalensi DM pada daerah urban di Jakarta meningkat dari 1,7% pada thun 1982 menjadi 5,7% pada tahun 1993.[ToP][EoP]

2. DiagnosisDiagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah, tidak dapat ditegakkan hanya atas dasar adanya glukosuria saja. Dalam menentukan diagnosis DM harus diperhatikan asal bahan darah yang diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai. Unutk diagnosis DM, pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Untuk memastikan diabnosis DM, pemeriksaan glukosa darah seyogyanya dilakukan di laboratorium klinik yang terpercaya (yang melakukan program pemantapan kendali mutu secara teratur). Untuk memantau kadar glukosa darah dapat dipakai bahan darah kapiler.Saat ini banyak dipasarkan alat pengukur kadar glukosa darah cara reagen kering yang umumnya sederhana dan mudah dipakai. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah memakai alat-alat tersebut dapat dipercaya sejauh kalibrasi dilakukan dengan baik dan cara pemeriksaan dilakukan sesuai dengan cara standar yang dianjurkan, teruama untuk memantau kadar glukosa darah. Secara berkala, hasil pemantauan dengan cara reagen kering peru dibandingkan dengan cara konvensional.

2.1. Pemeriksaan penyaringPemeriksaan penyaring yang khusus ditujukan untuk DM pada penduduk umumnya (mass screening) tidak dianjurkan karena di samping biaya yang mahal, rencana tindak lanjut bagi mereka yang positif belum ada. Bagi mereka yang mendapat kesempatan untuk pemeriksaan penyaring bersama penyakit lain (general check-up) adanya pemeriksaan penyaring untuk DM dalam rangkaian pemeriksaan tersebut sangat dianjurkan. Pemeriksaan penyaring berguna untuk menjaring pasien DM, TGT (Toleransi Glukosa Terganggu), dan GDPT (Glukosa Darah Puasa Terganggu), sehingga dapat ditentukan langkah yang tepat untuk mereka. Peran aktif para pengelola kesehatan sangat diperlukan agar deteksi DM dapat ditegakkan sedini mungkin dan pencegahan sekunder dapat segera diterapkan.Pemeriksaan penyaring perlu dilakukan pada kelompok dengan salah satufaktor risiko untuk DM, yaitu : Kelompok usia dewasa tua (>45 tahun) Kegemukan (BB(kg)>120% BB idaman, atau IMT>27 (kg/m2) Tekanan darah tinggi (TD > 140/90 mmHg) Riwayat keluarga DM Riwayat kehamilan dengan BB lahir bayi > 4000 gram Riwayat DM pada kehamilan Dislipidemia (HDL250 mg/dl) Pernah TGT atau GDPTPemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu, kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan tes tolerasi glukosa oral (TTGO) standar (LihatSkema langkah-langkah diagnostik DM).Untuk kelompok risiko tinggi yang hasil pemeriksaan penyaringnya negatif, pemeriksaan penyaring ulangan dilakukan tiap tahun; sedangkan bagi mereka yang berusia >45 tahun tanpa faktor risiko, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun.Pasien dengan Toleransi Glukosa terganggu dan Glukosa Darah Puasa Terganggu merupakan tahapan sementara menuju DM. Setelah 5-10 tahun kemudian 1/3 kelompok TGT akan berkembang menjadi DM, 1/3 tetap TGT dan 1/3 lainnya kembali normal.Tabel 1. Kadar glukosa darah sewaktu* dan puasa* sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl)

Bukan DMBelum pasti DMDM

Kadar glukosa darah sewaktu (mg/dl)plasma venadarah kapiler200>200

Kadar glukosa darah puasa (mg/dl)plasma venadarah kapiler126>110

B. Langkah-langkah untuk menegakkan diagnosis diabetes mellitusDiagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia, lemah, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain yang mungkin dikemukakan pasien adalah kesemutan, gatal, mata kabur dan impotensia pada pasien pria, serta pruritus vulvae pada pasien wanita. Jika keluhan khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu>200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa>126 mg/dl juga digunakan untuk patokan diagnosis DM. Untuk kelompok tanpa keluhan khas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali saja abnormal, belum cukup kuat untuk menegakkn diagnosis klinis DM. Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan mendapat sekali lagi angka abnormal, baik kadar glukosa darah puasa>126 mg/dl, kadar glukosa darah sewaktu>200 mg/dl pada hari yang lain, atau dari hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) yang abnormal.Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1985) : 3 (tiga) hari sebelumnya makan seperti biasa kegiatan jasmani secukupnya, seperti yang biasa dilakukan puasa semalam, selama 10-12 jam kadar glukosa darah puasa diperiksa diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/kgBB (anak-anak), dilarutkan dalam 1air 250 ml, dan diminum selama/dalam waktu 5 menit diperiksa kadar glukosa darah 1 (satu) jam dan 2 (dua) jam sesudah beban glukosa; selama pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.Untuk kemudahan, PERKENI hanya menganjurkan pemeriksaan kadar glukkosa darah pada jam ke-2 saja. Alasan untuk kemudahan ini disarankan juga oleh America Diabetes Association (ADA), yang bahkan juga memakai hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa>126 mg/dl untuk kriteria diagnosis.Kriteria diagnostik diabetes mellitus*

1. Kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena)>200 mg/dlatau2. Kadar glukosa darah puasa (plasma vena)>126 mg/dlatau3. Kadar glukosa plasma>200 mg/dl pada 2 jam sesudah beban glukosa 75 gram pada TTGO**

* Kriteria diagnostik tersebut harus dikonfirmasi ulang pada hari yang lain, kecuali untuk keadaan khas hiperglikemia dengan dekompensasi metabolik akut, seperti ketoasidosis, berat badan yang menurun cepat.** Cara diagnosis dengan kriteria ini tidak dipakai rutin di klinik. Untuk penelitian epidemiologis pada penduduk dianjurkan memakai kriteria diagnostik kadar glukosa darah puasa. Untuk DM Gestasional juga dianjurkan kriteria diagnostik yang sama (Lihat: Buku Konsensus Pengelolaan Diabetes Mellitus Gestasional).[ToP][EoP]

3. KlasifikasiKlasifikasi DM yang dianjurkan oleh PERKENI adalah yang sesuai dengan anjuran kalisifikasi DM American Diabetes Association (ADA) 1997.

Klasifikasi Etiologis Diabetes Mellitus (ADA, 1997)1. Diabetes tipe 1 (destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut): - autoimun, - idiopatik2. Diabetes tipe 2 (bervariasi mulai yang terutama dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang terutama defek sekresi insuln disertai resistensi insulin)3. Diabetes tipe lain Defek genetik fungsi sel beta Defek genetik kerja insulin Maturity Onset Diabetes of the Young (MODY) 1,2,3 DNA mitokondria Penyakit eksokrin pankreas pankreatitis tumorataupankreatektomi pankreatopati fibrokalkulus Endokrinopati akromegali sindroma Cushing feokhromositoma hipertiroidisme Karena obat atau zat kimia vacor, pentamidin, asam nikotinat glukokortikoid, hormon tiroid tiazid, dilantin, interferon-alfa, dll Infeksi rubela kongetnital, virus sitomegalo (CMV) Sebab imunologi yang jarang antibodi anti insulin Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM sindrom Down,Sindrom Kleinefelter, sindrom Turner, dll4. Diabetes mellitus gestasional (DMG)

[ToP][EoP]

4. Pengelolaan1. Tujuan1. Jangka pendek: menghilangkan keluhan/gejala DM dan mempertahankan rasa nyaman dan sehat.2. Jangka panjang: mencegah penyulit, baik makroangiopati, mikroangiopati maupun neuropati, dengan tujuan akhir menurunkan morbiditas dan mortilitas DM.3. Cara: menormalkan kadar glukosa, lipid, insulin.Mengingat mekanisme dasar kelainan DM tipe-2 adalah terdapatnya faktor genetik, resistensi insulin dan insufisiensi sel beta pankreas, maka cara-cara untuk memperbaiki kelainan dasar tersebut harus tercermin pada langkah pengelolaan.4. Kegiatan: mengelola pasien secara holistik, mengajarkan perawatan mandiri.2. Hal-hal yang perlu dilakukan pada pengelolaan pasien DM.1. Pada pertemuan pertama: Anamnesis keluhan dan gejala hiperglikemia maupun keluhan dan gejala komplikasi. Pemeriksaan jasmani lengkap: TB, BB, TD, rabaan nadi kaki Tanda neuropati dicari Pemeriksaan keadaan kaki, kulit, kuku Pemeriksaan visus Pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan, tergantung fasilitas yang tersedia: Hb, hitung leukosit, LED, hitung jenis leukosit Glukosa darah puasa dan sesudah makan Urinalisis rutin Albumin serum Kreatinin SGPT Kolesterol total, kolesterol HDL, trigliserida Albumin urin kuantitatif 24 jam atau mikroalbuminuria HbA1c (opsional pada pertemuan pertama) EKG Foto paru Funduskopi Penyuluhan sepintas mengenai: Apakah penyakit DM itu Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM Penyulit DM Perencanaan makan Kegiatan jasmani Obat berkhasiat hipoglkemik dan hipoglikemia Perawatan kaki2. Secara berkala Menurut kebutuhan: pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dan 2 jam sesudah makan.Tiap tiga (3) bulan : HbA1cTiap tahun: pemeriksaan jasmani lengkap albumin urin, sedimen urin kreatinin SGPT kolesterol total, kolesterol HDL, trigliserida EKG FunduskopiIdealnya semua psien DM mendapat kesempatan dan perlakuan yang sama pada semua tingkat pengelola kesehatan, baik primer, sekunder, maupun tersier. Namun mengingat keterbatasan yang ada pada berbagai tingkat pengelola kesehatan macam dan jumlah pemeriksaan penunjang yang diperiksa disesuaikan dengan fasilitas yang ada. Demikian pula tingkat pelayanan yang diperiksa disesuaikan dengan kapasitas dan fasilitas yang ada. Penyuluhan dan pencegahan primer dapat dikerjakan pada semua tingkat pengelola kesehatan.3. Pilar utama pengelolaan DM1. Penyuluhan2. Perencanaan makan3. Latihan jasmani4. Obat berkhasial hipoglikemikPada dasarnya pengelolaan DM tanpa dekompensasi metabolik dimulai dengan pengaturan makan disertai dengan kegiatan jasmani yang cukup selama beberapa waktu (4-8 minggu). Bila setelah itu kadar glukosa darah masih belum dapat memenuhi kadar sasaran metabolik yang diinginkan, baru diberikan obat hipoglikemik oral (OHO) atau suntikan insulin sesuai dengan indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik, misalnya ketoasidosis, DM dengan stres berat, berat badan yang menurun dengan cepat, insuln atau OHO dapat segera diberikan.Pemantauan kadar glukosa darah bila dimungkinkan dapat dilakukan sendiri di rumah, setelah mendapat pelatihan khusus untuk itu.1. Penyuluhan (Edukasi Diabetes)Penyuluhan untuk rencana pengelolaan sangat penting untuk mendapatkan hasil yang maksimal...2. Perencanaan makanStandar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein, dan lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai berikut:KarbohidratProteinLemak60-70%10-15%20-25%

Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres akut, dan kegiatan jasmani untuk mencapai dan mempertahankan berat badan idaman.Untuk penetuan status gizi, dipakai Body Mass Index (BMI) = Indeks Massa Tubuh (IMT).BMI = BB(kg)/TB(m2)

IMT normal wanita= 18,5-22,9 kg/m2IMT normal pria = 20-24,9 kg/msup>2Untuk kepentingan klinik praktis, dan menghitung jumlah kalori, penentuan status gizi memanfaatkan rumus Broca, yaitu:Berat Badan Idaman (BBI) = (TB-100) - 10%

Status gizi:BB kurang bila BB < 90% BBIBB normal bila BB 90-110% BBIBB lebih bila BB 110-120% BBIGemuk bila BB>120% BBIJumlah kalori yang diperlukan dihitung dari berat badan idaman dikalikan kebutuhan kalori basal (30 kcal/kgBB untuk laki-laki; 25 kcal/kgBB untuk wanita). Kemudian ditambah dengan kebutuhan kalori untuk aktivitas (10-3%); untuk atlet dan pekerja berat dapat lebih banyak lagi sesuai dengan kalori yang dikeluarkan dalam kegiatannya), koreksi status gizi (bila gemuk, dikurangi; bila kurus, ditambah) dan kalori yang dibutuhkan menghadapi stres akut (misalnya infeksi, dsb.) sesuai dengan kebutuhan. Untuk masa pertumbuhan (anak dan dewasa muda) serta ibu hamil diperlukan perhitungan tersendiri (Lihat: Konsensus DM tipe 1 dan Konsensus DM gestasional).Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut di atas dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), siang (30%) dan sore (25%) serta 2-3 porsi makanan ringan (10-15%) di antaranya. Pembagian porsi tersebut sejauh mungkin disesuaikan dengan kebiasaan pasien untuk kepatuhan pengaturan makanan yang baik. Untuk pasien DM yang mengidap pula penyakit lain, pola pengaturan makan disesuaikan dengan penyakit penyertanya. Perlu diingatkan bahwa pengaturan makan pasien DM tidak berbeda dengan orang normal, kecuali jumlah kalori dan waktu makan yang terjadwal. Untuk kelompok sosial ekonomi rendah, makanan dengan komposisi karbohidrat sampai 70-75% juga memberikan hasil yang baik.Jumlah kandungan kolesterol 200

HbA1c (%)4-5,96-8>8

Kolesterol total (mg/dl)Kolesterol LDL (mg/dl) tanpa PJKKolesterol LDL (mg/dl) dengan PJKKolesterol HDL (mg/dl)Trigeliserida (mg/dl) tanpa PJKTrigliserida (mg/dl) dengan PJK200

BMI (IMT) wanita (kg/m2)BMI (IMT) pria (kg/m2)18,5-22,920,0-24,923-2525-27>25atau27atau140 mmHg dan/atau TD diastolik>90 mmHg. Pada hipertensi sistolik : TD sistolik>140 mmHg dan TD sistolik < 90 mmHg.2. Sasaran (target penurunan) tekanan darah: Dewasa (>18 tahun): tidak hamil 180 mmHg -> < 160 mmHg TD sistolik 160-179 mmHg -> diturunkan 20 mmHg3. Pengelolaan:

1. Pengobatan non-farmakologis:Modifikasi gaya hidup, antara lain : penurunan BB, olah raga, mengurangi / menghentikan merokok, alkohol, garam, dll.2. Pengobatan farmakologis:Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih obat anti-hipertensi (OAH): pengaruh OAH terhadap profil lipid pengaruh OAH terhadap resistensi insulin3. Daftar OAH lini pertama (disusun menurut abjad): Antagonis kalsium Diuretik Inhibitor ACE Penghambat alfa4. Catatan Pada penderita dengan mikroalbuminuria dilaporkan inhibitor ACE merupakan OAH lini pertama terpilih. Antagonis kalsium golongan non-dihidropiridin dilaporkan juga dapat mengurangi mikroalbuminuria. Diuretik dapat digunakan secara hati-hati dengan dosis rendah. Penggunaan diuretik dosis tinggi dapat memperburuk intoleransi glukosa. Pengobatan hipertensi harus diteruskan walaupun sasaran sudah tercapai. Bila tekanan darah dapat dikendalikan, setelah satu tahun dosis dapat dicoba diturunkan secara bertahap.

C. Dislipidemia pada DMDislipidemia baru diobati kalau memang bukan sekunder akibat DM. Pemberian obat hipolipidemia dipertimbangkan bila kadar glukosa darah sudah normal, namun kadar lipid darah masih tetap abnormal walaupun pasien sudah menjalani perencanaan makan rendah lemak selama 3 -6 bulan. Untuk pasien DM yang disertai PJK, tenggang waktu dapat lebih singkat bergantung pada penilaian klinis oleh dokter yang mengelolanya. Selanjutnya dapat dilihat pada buku Konsensus Pengelolaan Dislipidemia pada DM.D. Aspirin pada DMAspirin dosis rendah (80 -325 mg) dapat dianjurkan untuk diberikan secara rutin bagi pasien DM yang sudah mempunyai penyulit makrovaskular. Untuk pencegahan primer, Aspirin hanya diberikan pada pasien DM yang mempunyai satu atau lebih faktor risiko terjadinya penyulit makrovaskular.