diabetes melitus

61
PORTOFOLIO ILMU PENYAKIT DALAM DOKTER INTERNSHIP DIABETES MELITUS + ABSES PUNGGUNG Oleh: dr. Tisa R. Husna Pendamping: dr. Jekti Wibowo PEMERINTAH KABUPATEN NGANJUK 1

description

laporan kasus

Transcript of diabetes melitus

Page 1: diabetes melitus

PORTOFOLIO ILMU PENYAKIT DALAM

DOKTER INTERNSHIP

DIABETES MELITUS + ABSES PUNGGUNG

Oleh:

dr. Tisa R. Husna

Pendamping:

dr. Jekti Wibowo

PEMERINTAH KABUPATEN NGANJUK

RSUD NGANJUK

2013

1

Page 2: diabetes melitus

IDENTITAS

Nama : Ny. L

Usia : 41 th

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Bagor

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Suku/Bangsa : Jawa, Indonesia

Agama : Islam

Status pernikahan : Menikah

Tanggal MRS : 19 Juni 2013

Diagnosis : Diabetes Mellitus + Abses Punggung

ANAMNESA

Keluhan Utama

Lemas seluruh tubuh

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien mengeluh lemas seluruh tubuh. Sebelumnya pasien mual dan

muntah ± 5x sejak kemarin, nafsu makan berkurang, pusing, dan terdapat bisul

ukuran besar di punggung atas sejak 2 minggu lalu yang awalnya berukuran kecil

tapi makin lama makin membesar dan makin nyeri. Penderita dibawa dalam

keadaan sadar.

Sejak 10 tahun yang lalu, penderita mengeluh kesemutan, panas, dan kaku

di kedua telapak kakinya, selalu merasa haus (minum ± 4,5 L/hr), BAK

sering (± 20 x/hr) dan banyak (± 400 cc/x), serta berat badannya turun dari

54 kg menjadi 42 kg meskipun banyak makan. Saat itu, penderita pergi

berobat ke Puskesmas dan baru diketahui kalau penderita menderita Diabetes

Mellitus dengan kadar gula darah acak 473 mg/dl dan diberi obat Glibenclamid.

Saat itu juga, dokter Puskesmas menyuruh penderita untuk periksa ke dokter

spesialis penyakit dalam.

Saat ini, BAB lancar seperti biasanya. BAK sering dan banyak, warna kuning

jernih, tidak nyeri, dan sering di malam hari. Penderita tidak panas.

2

Page 3: diabetes melitus

Riwayat Penyakit Dahulu

- Riwayat darah tinggi disangkal

- Riwayat kencing manis sejak 10 tahun yang lalu dan rutin berobat dan sudah

rutin menggunakan insulin sejak 4 bulan yang lalu

- Riwayat alergi disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga:

- Semua saudara kandung pasien (6 bersaudara) menderita kencing manis

Riwayat Psikososial

- Pendidikan : Tamat SMA

- Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

- Kebiasaan

Olahraga : penderita tidak pernah olahraga

Jamu : penderita sering minum jamu

Alkohol : penderita tidak pernah minum alkohol

Makanan : penderita makan 3x sehari, pola makan masih teratur,

porsi makanan selalu lebih dari cukup. Penderita suka makanan dan

minuman manis.

.

PEMERIKSAAN FISIK

1. Keadaan Umum (Tgl. 19/06/2013)

Keadaan sakit : cukup

Kesadaran : Compos mentis (GCS 456)

Suhu badan : 36,5°C (aksiler)

Nadi : 92x/ menit teratur, kuat angkat ( A. Radialis)

Tekanan darah : 140/100 lengan kiri berbaring

Respiratory Rate: 18x/ menit, teratur

3

Page 4: diabetes melitus

2. Kepala dan Leher:

Umum:

Ekspresi : Normal

Kulit muka : Icteric (-), Ptechiae (-), Echymosis (-)

Rambut : Alopecia (-)

Mata:

Alis : Normal

Bola mata : Normal

Kelopak : Normal

Konjungtiva : Anemia (-), Conjungtivitis (-)

Sklera : Ikterus (-)

Pupil : Bulat, isokor, 3mm/3mm, reflek cahaya +/+

Kornea : Tidak ditemukan kelainan

Lensa : Normal

Visus : Normal

Telinga:

Bentuk : Normal

Lubang telinga : Normal

Canalis audioris externa : Normal

Processus mastoiditis : Normal

Pendengaran : Normal

Hidung:

Daya penciuman : Normal

Mulut:

Bibir : normal

Gigi : normal

Gusi : normal

Mukosa : normal

Lidah : normal

Faring : normal

Palatum: normal

Leher:

Umum : Simetris

4

Page 5: diabetes melitus

Kelenjar limfe : Tidak didapat pembesaran

Trachea : Di tengah

Tiroid : Tidak didapat pembesaran

Vena jugularis : Tidak meningkat

Arteri carotis : Tidak ditemukan kelainan

3. Thorax:

Bentuk : Normal

Payudara : Simetris, Ginekomasti (-)

Kulit : Kolateral (-), Spider nevi (-)

Axilla : Tidak didapatkan pembesaran kelenjar limfe.

Retraksi : Tidak ada

4. Paru:

Pemeriksaan Depan Belakang

INSPEKSI Ka Ki Ka Ki

Bentuk Simetris + + + +

Pergerakan Simetris + + + +

PALPASI

Pergerakan Simetris + + + +

+ + + +

+ + + +

Fremitus

Raba

Sama + + + +

+ + + +

+ + + +

Nyeri - - - -

PERKUSI

Suara Ketok Sonor +

Sampai

setinggi

ICS 6

+

Sampai

setinggi

ICS 6

+

Sampai

setinggi

+

Sampai

setinggi

5

Page 6: diabetes melitus

Vertebra

Th 9

Vertebra Th

10

Redup + + + +

Nyeri Ketok - - - -

AUSKULTASI

Suara Nafas Vesikuler +

Sampai

setinggi

ICS 6

+

Sampai

setinggi

ICS 6

+

Sampai

setinggi

Vertebra

Th 9

+

Sampai

setinggi

Vertebra Th

10

Ronkhi - - - -

Wheezing - - - -

Kesimpulan : diafragma setinggi ICS 6 pada garis midklavikula kanan dan kiri

5. Jantung dan Sistem Kardiovaskuler

Inspeksi:

Ictus : Tidak tampak

Pulsasi jantung : Tidak tampak

Palpasi:

Ictus : Teraba

Pulsasi jantung : Teraba pada apex

Suara yang teraba : Tidak ada

Thrill : Tidak ada

Perkusi:

Batas kanan: ICS IV, parasternal line dextra

Batas kiri : ICS V, 1 cm lateral dari midclavicular line sinistra

Auskultasi:

Suara 1 : tunggal normal

Suara 2 : tunggal normal

Suara 3 : tidak ada

Suara 4 : tidak ada

6

Page 7: diabetes melitus

Murmur : tidak ada

Gallop : tidak ada

Extra-systole : tidak ada

Systolic ejection click : - aorta : tidak ada

-pulmonal : tidak ada

Opening snap : - mitral : tidak ada

- tricuspid : tidak ada

Bising jantung : tidak ada

6. Abdomen:

Inspeksi:

Bentuk : Flat, supel

Umbilicus : masuk merata

Kulit : mengkilat(-)

Auskultasi:

Peristaltik usus (+) N

Palpasi:

Turgor : normal

Tonus : normal

Nyeri tekan : tidak ada

Hepar : tidak teraba

Lien : tidak teraba

Ginjal : tidak teraba, nyeri ketok (-)/(-)

Undulasi : (-)

Murphy’s sign : (-)

Nyeri tekan Mc’Burney : (-)

Rebound phenomen : (-)

Massa : (-)

7

Page 8: diabetes melitus

Perkusi:

Asites : Shifting dullness (-)

7. Extremitas:

Akral : Hangat

Extermitas atas:

Sendi : Tidak ada kelainan

Kuku : White nail (-)

Jari : Tidak ada kelainan

Edema : Tidak ada

Extremitas bawah:

Sendi : Tidak ada kelainan

Edema : Tidak ada kelainan

Tulang Belakang: : Tidak ada kelainan

Punggung atas terdapat abses ukuran Ø ± 8cm, hiperemi (+), nyeri (+)

Hasil Laboratorium (tgl 19/06/2013)

Darah lengkap

RBC = 3,92x106/µl

WBC = 12,7x103/µl

Hb = 9,3 g/dl

MCV = 69,4 fl

MCH = 23,7 pg

MCHC = 34,2 g/dl

Plt = 356x103/µl

LED

1 jam = 20 mm/jam

2 jam = 40 mm/jam

Bleeding time (BT) = 2’30”

8

Timpani Timpani Timpani

Timpani Timpani Timpani

Timpani Timpani Timpani

Page 9: diabetes melitus

Clooting time (CT) = 6’30”

Faal Hati

SGOT = 6,1

SGPT = 6,2

Faal Ginjal

BUN = 27,0

Serum Kreatinin = 0,85

Asam Urat = 3,1

GDA = 318

Foto Thorax (tgl 20/06/2013)

Tidak tampak kelainan

Asssesment : Diabetes Melitus + Abses Punggung

Planning :

Diagnosis : -

Terapi :

Infus PZ 16 tpm

Inj. Ceftriaxone 2x1

Inj. Ciprofloxacin 2x1 flash

Inj. Ranitidine 2x1 amp

Humulin R 3 x 6 U SC

Rawat luka

Konsul Sp.B pro debridement

Monitoring:

Keluhan

Vital sign

GDA

9

Page 10: diabetes melitus

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, diabetes melitus

merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik

hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau

kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan

kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh,

terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah.

Pada tahun 2003, World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa

194 juta jiwa atau 5.1% dari 3.8 miliar penduduk dunia yang berusia 20-79 tahun

menderita diabetes mellitus dan pada tahun 2025 akan meningkat menjadi 333

juta jiwa. WHO memprediksi bahwa di Indonesia akan terjadi peningkatan dari

8.4 juta diabetisi pada tahun 2000 menjadi 21.3 juta diabetisi pada tahun 2030.

Hal ini akan menjadikan Indonesia menduduki peringkat ke-4 dunia setelah

Amerika Serikat, Cina, dan India dalam prevalensi diabetes mellitus (Diabetes

Care, 2004).

Hasil riset kesehatan dasar (RISKESDAS) pada tahun 2007, menunjukkan

bahwa prevalensi DM secara nasional berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan

dan gejala adalah 1.1%, sedangkan prevalensi DM berdasarkan pemeriksaan

kadar gula darah pada penduduk berumur >15 tahun yang bertempat tinggal di

perkotaan adalah 5.7%. Riset ini juga menghasilkan angka Toleransi Glukosa

Terganggu (TGT) secara nasional berdasarkan pemeriksaan kadar gula darah

pada penduduk berumur >15 tahun yang bertempat tinggal di perkotaan adalah

10.2% 9 (Depkes, 2008).

Diabetes mellitus merupakan penyakit kronik yang tidak menyebabkan

kematian secara langsung, tetapi dapat berakibat fatal bila pengelolaannya tidak

tepat. Pengelolaan DM memerlukan penanganan secara multidisiplin yang

mencakup terapi non-obat dan terapi obat.

10

Page 11: diabetes melitus

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Diabetes Melitus

1. Definisi

Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, diabetes melitus

merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik

hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau

kedua-duanya. Sedang menurut WHO 1980 dikatakan bahwa diabetes

melitus merupakan suatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban

yang jelas dan singkat tetapi secara umum dapat dikatakan sebagai suatu

kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang merupakan akibat dari

sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut ataupun relatif dan

gangguan fungsi insulin. WHO telah mengidentifikasi 3 macam diabetes, yaitu

diabetes melitus tipe 1 atau insuline dependent diabetes mellitus (IDDM), tipe

2 atau non-insuline dependent diabetes mellitus (NIDDM), dan diabetes

mellitus gestasional.

2. Klasifikasi

Klasifikasi etiologis diabetes melitus menurut PERKENI (ADA,1997):

a. Diabetes melitus tipe I

Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut

baik melalui proses imunologik maupun idiopatik.

b. Diabetes melitus tipe II

Bervariasi, mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi

insulin relatif sampai yang dominan defek sekresi insulin bersama

resistensi insulin.

c. Diabetes melitus tipe lain

11

Page 12: diabetes melitus

1. Defek genetik fungsi sel beta

2. Defek genetik kerja insulin

3. Penyakit eksokrin pankreas

4. Endokrinopati

5. Obat atau zat kimia: vacor, pentamidin, asam nikotinat,

lukokortikoid, hormon tiroid, tiazid, dilantin, interferon-alfa, dll

6. Infeksi

7. Sebab imunologi yang jarang

8. Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM

d. Diabetes melitus gestasional (DMG)

3. Manifestasi Klinik

Keluhan umum pada pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada

DM lanjut usia pada umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering

mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik

pada pembuluh darah dan saraf. Pada DM lanjut usia, terdapat perubahan

patofisiologi akibat proses menjadi tua sehingga gambaran klinisnya

bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai dengan komplikasi yang lebih

lanjut. Hal yang sering menyebabkan pasien datang berobat ke dokter adalah

adanya keluhan yang mengenai beberapa organ tubuh, antara lain:

a. Gangguan penglihatan: katarak

b. Kelainan kulit: gatal dan bisul-bisul

c. Kesemutan, rasa baal

d. Kelemahan tubuh

e. Luka atau bisul yang tidak sembuh-sembuh

f. Infeksi saluran kemih

Kelainan kulit berupa gatal, biasanya terjadi di daerah genital ataupun

daerah lipatan kulit lain, seperti di ketiak dan di bawah payudara, biasanya

akibat tumbuhnya jamur. Sering pula dikeluhkan timbulnya bisul-bisul atau

luka lama yang tidak mau sembuh. Luka ini dapat timbul akibat hal sepele

12

Page 13: diabetes melitus

seperti luka lecet karena sepatu, tertusuk peniti dan sebagainya. Rasa baal

dan kesemutan akibat sudah terjadinya neuropati juga merupakan keluhan

pasien, disamping keluhan lemah dan mudah merasa lelah. Keluhan lain

yang mungkin menyebabkan pasien datang berobat ke dokter adalah keluhan

mata kabur yang disebabkan oleh katarak ataupun gangguan-gangguan

refraksi akibat perubahan-perubahan pada lensa akibat hiperglikemia.

Tanda-tanda dan gejala klinik diabetes melitus pada lanjut usia:

a. Penurunan berat badan yang drastis dan katarak yang sering terjadi

pada gejala awal

b. Infeksi bakteri dan jamur pada kulit (pruritus vulva untuk wanita) dan

infeksi traktus urinarius sulit untuk disembuhkan.

c. Disfungsi neurologi, termasuk parestesi, hipestesi, kelemahan otot

dan rasa sakit, mononeuropati, disfungsi otonom dari traktus

gastrointestinal (diare), sistem kardiovaskular (hipotensi ortostatik),

sistem reproduksi (impoten), dan inkontinensia stress.

d. Makroangiopati yang meliputi sistem kardiovaskular (iskemia, angina,

dan infark miokard), perdarahan intra serebral (TIA dan stroke), atau

perdarahan darah tepi (tungkai diabetes dan gangren).

e. Mikroangiopati meliputi mata (penyakit makula, hemoragik, eksudat),

ginjal (proteinuria, glomerulopati, uremia)

4. Anamnesis

Banyak pasien dengan Non Insulin Dependent Diabetes Melitus

(NIDDM) yang asimptomatik dan baru diketahui adanya peningkatan kadar

gula darah pada pemeriksaan laboratorium rutin. Para ahli masih berbeda

pendapat mengenai kriteria diagnosis DM pada lanjut usia. Kemunduran,

intoleransi glukosa, bertambah sesuai dengan pertambahan usia, jadi batas

glukosa pada DM lanjut usia lebih tinggi dari pada orang dewasa yang

menderita penyakit DM.

13

Page 14: diabetes melitus

Kriteria diagnostik diabetes melitus dan gangguan toleransi glukosa (WHO

1985):

a. Kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena) ≥200mg/ dl, atau

b. Kadar glukosa darah puasa (plasma vena) ≥126 mg/dl, atau

c. Kadar glukosa plasma ≥200 mg/dl pada 2 jam sesudah beban glukosa

75 gram pada TTGO

Menurut Kane et.al (1989), diagnosis pasti DM pada lanjut usia ditegakkan

kalau didapatkan kadar glukosa darah puasa lebih dari 140 mg/dl. Apabila

kadar glukosa puasa kurang dari 140 mg/dl dan terdapat gejala atau keluhan

diabetes seperti di atas perlu dilanjutkan dengan pemeriksaan Tes Toleransi

Glukosa Oral (TTGO). Apabila TTGO abnormal pada dua kali pemeriksaan

dalam waktu berbeda diagnosis DM dapat ditegakkan.

Pada lanjut usia sangat dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan glukosa

darah puasa secara rutin sekali setahun, karena pemeriksaan glukosuria tidak

dapat dipercaya karena nilai ambang ginjal meninggi terhadap glukosa.

Peningkatan TTGO pada lanjut usia ini disebabkan oleh karena turunnya

sensitivitas jaringan perifer terhadap insulin, baik pada tingkat reseptor

(kualitas maupun kuantitas) maupun pasca reseptornya. Ini berarti bahwa sel-

sel lemak dan otot pada pasien lanjut usia menurun kepekaannya terhadap

insulin.

5. Pemeriksaan

Ada perbedaan antara uji diagnostik DM dan pemeriksaan penyaring.

Uji diagnostik DM dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala dan

tanda DM, sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untuk

mengidentifikasi mereka yang tidak bergejala yang mempunyai risiko DM.

Serangkaian uji diagnostik akan dilakukan pada mereka yang hasil

pemeriksaan penyaringnya positif.

14

Page 15: diabetes melitus

Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada kelompok dengan salah satu risiko

DM sebagai berikut:

a. Usia >45 tahun

b. Berat badan lebih >110% BB ideal atau IMT >23 kg/m2

c. Hipertensi (>140/90 mmHg)

d. Riwayat DM dalam garis keturunan

e. Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau BB lahir bayi

>4000 gram

f. Kolesterol HDL 35 mg/dl dan atau trigliserida ≥150 mg/dl

Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar

glukosa darah sewaktu, kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti

dengan tes tolerasi glukosa oral (TTGO) standar.

Untuk kelompok risiko tinggi yang hasil pemeriksaan penyaringnya negatif,

pemeriksaan penyaring ulangan dilakukan tiap tahun; sedangkan bagi

mereka yang berusia >45 tahun tanpa faktor risiko, pemeriksaan penyaring

dapat dilakukan setiap 3 tahun.

6. Diagnosis

Diagnosis DM dapat ditegakan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa

darah. Diagnosis tidak dapat ditegakan atas dasar adanya glukosuria. Untuk

penentuan diagnosis DM, pemeriksaan glukos darah yang dianjurkan adalah

pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena.

Penggunaan bahan darah utuh (whole blood), vena ataupun kapiler dapat

tetap dipergunakan dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik

yang berbeda sesuai dengan pembakuan WHO. Sedangkan untuk tujuan

pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan

pemeriksaan glukosa darah kapiler.

15

Page 16: diabetes melitus

Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa Sebagai Patokan Penyaring dan

Diagnosis DM

Kadar glukosa (mg/dl ) Bukan DM Belum pasti

DM

DM

Sewaktu Plasma Vena < 110 110 – 199 ≥ 200

Darah Kapiler < 90 90 – 199 ≥ 200

Puasa Plasma Vena < 110 110 – 125 ≥126

Darah Kapiler < 90 90 – 109 ≥110

Sumber: PERKENI, Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2, 2006

Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes.

Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik

seperti tersebut dibawah ini:

a. Keluhan khas DM berupa: poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan

berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.

b. Keluhan tidak khas DM: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur,

dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.

Diagnosis DM dapat ditegakan dengan 3 cara:

1. Gejala klasik DM + GDS ≥200mg/dl

Glukosa sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu

hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir

2. Gejala klasik DM + GDP ≥ 126mg/Dl

Puasa diartikan pasien tidak mendapatkan kalori tambahan sedikitnya

8jam

3. Kadar glukosa darah 2 jam pada TTGO≥200mg/dl16

Page 17: diabetes melitus

Keluhan klinik diabetes

Keluhan klasik DM (+) Keluhan klasik DM (-)

GDP≥126≥126GPS≥200≤200

GDP≥126100-125<100GDS≥200140-199<140

Ulangi GDS atau GDP

GDP>126<126GDS≥200<200 TTGO

GD 2 JAM

≥200140-199<140

NORMAL

TGT GDPT

DM

TTGO dilakukan dengan standar WHO menggunakan beban glukosa

yang setara dengan 75g glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air

Cara pelaksanaan TTGO (WHO,1994):

a. Tiga (3) hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan

sehari-hari (dengan karbohirat yang cukup) dan kegiatan jasmani

seperti biasa.

b. Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum

pemeriksaan, minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan.

c. Diperiksa kadar glukosa darah puasa.

17

Page 18: diabetes melitus

d. Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa) atau 1,75 g/kgbb (anak-

anak), dilarutkan dalam 250 ml air dan diminum dalam waktu 5 menit.

e. Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk

pemeriksaan 2 jam setelah minum larutan glukosa selesai

f. Diperiksaa kadar glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa

g. Selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan

tidak merokok.

Pasien dengan Toleransi Glukosa terganggu dan Glukosa Darah Puasa

Terganggu merupakan tahapan sementara menuju DM. Setelah 5-10 tahun

kemudian 1/3 kelompok TGT akan berkembang menjadi DM, 1/3 tetap TGT dan

1/3 lainnya kembali normal.

7. Penatalaksanaan

a. Tujuan

i. Jangka pendek

Menghilangkan keluhan/gejala DM dan mempertahankan rasa

nyaman dan sehat.

ii. Jangka panjang

Mencegah penyulit, baik makroangiopati, mikroangiopati

maupun neuropati, dengan tujuan akhir menurunkan morbiditas

mortilitas DM.

Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian

kadar glukosa darah, tekanan darah, berat badan, dan profil lipid,

insulin melalui pengelolaan pasien secara holistic dengan mengajarkan

perawatan mandiri dan perubahan perilaku.

Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan

jasmani selama beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa

darah belum mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis

dengan pemberian obat hipoglikemik oral (OHO) atau suntikan insulin.

Pada keadaan tertentu OHO dapat segera diberikan sesuai indikasi.

18

Page 19: diabetes melitus

Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya ketoasidosis,

stress berat, berat badan yang menurun cepat, insulin dapat segera

diberikan. Pada kedua keadaan tersebut perlu diwaspadai

kemungkinan terjadinya hipoglikemia. Pemantauan kadar glukosa

darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan

khusus.

b. Pilar Pengelolaan DM

i. Edukasi

Diabetes tipe II umumnya terjadi pada saat pola gaya

hidup dan perilaku telah terbentuk dengan mapan.

Pemberdayaan penyandang diabetes memmerlukan partisipasi

aktif pasien, keluarga, dan masyarakat. Tim kesehatan

mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku. Untuk

mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi

yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi.

Edukasi tersebut meliputi pemahaman tentang:

a) Penyakit DM

b) Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM

c) Penyulit DM

d) Intervensi farmakologis dan non farmakologis

e) Hipoglikemia

f) Masalah khusus yang dihadapi

g) Perawatan kaki pada diabetes

h) Cara pengembangan sistem pendukung dan pengajaran

keterampilan

i) Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan

Edukasi secara individual atau pendekatan berdasarkan

penyelesaian masalah merupakan inti perubahan perilaku yang

19

Page 20: diabetes melitus

berhasil. Perubahan perilaku hampir sama dengan proses

edukasi yang memerlukan penilaian, perencanaan,

implementasi, dokumentasi, dan evaluasi. Masalah kaki yaitu

borok di kaki dengan atau tanpa infeksi terlokalisasi atau

menyerang seluruh kaki adalah dan kematian berbagai jaringan

tubuh karena hilangnya suplai darah, infeksi bakteri, dan

kerusakan jaringan sekitarnya merupakan masalah utama pada

penderita diabetes.

ii. Terapi Gizi Medis

Terapi Gizi Medis (TGM) merupakan bagian dari

penatalaksanaan diabetes secara total. Kunci keberhasilan

TGM adalah keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim

(dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain dan pasien itu

sendiri). Setiap penyandang diabetes sebaiknya mendapat TGM

sesuai dengan kebutuhannya guna mencapai sasaran terapi.

Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir

sama dengan anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu

makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori

dan zat gizi masing-masing individu. Pada penyandang diabetes

perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal

jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama pada

mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau

insulin.

Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi:

a) Karbohidrat 60-70 %

b) Protein 10-15 %

c) Lemak 20-25 %

Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain:

20

Page 21: diabetes melitus

a) Jenis Kelamin

Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil daripada pria.

Kebutuhan kalori wanita sebesar 25 kal/kg BB dan untuk

pria sebesar 30 kal/ kg BB.

b) Umur

Untuk pasien usia di atas 40 tahun, kebutuhan kalori

dikurangi 5% untuk dekade antara 40 dan 59 tahun,

dikurangi 10% untuk usia 60 s/d 69 tahun dan dikurangi

20%, di atas 70 tahun.

c) Aktivitas Fisik atau Pekerjaan

Kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan

intensitas aktivitas fisik. Penambahan sejumlah 10% dari

kebutuhan basal diberikan pada kedaaan istirahat, 20%

pada pasien dengan aktivitas ringan, 30% dengan

aktivitas sedang, dan 50% dengan aktivitas sangat berat.

d) Berat Badan

Bila kegemukan dikurangi sekitar 20-30% ber-gantung

kepada tingkat kegemukan. Bila kurus ditambah sekitar

20-30% sesuai dengan kebutuhan untuk meningkatkan

BB. Untuk tujuan penurunan berat badan jumlah kalori

yang diberikan paling sedikit 1000 - 1200 kkal perhari

untuk wanita dan 1200 - 1600 kkal perhari untuk pria.

Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut di

atas dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), siang

(30%) dan sore (25%) serta 2-3 porsi makanan ringan (10-15%)

di antaranya. Untuk meningkatkan kepatuhan pasien, sejauh

mungkin perubahan dilakukan sesuai dengan kebiasaan. Untuk

penyandang diabetes yang mengidap penyakit lain, pola

pengaturan makan disesuaikan dengan penyakit penyertanya.

21

Page 22: diabetes melitus

Indeks massa tubuh (IMT) dapat dihitung dengan rumus:

IMT = BB (kg) / TB (m2)

IMT Normal Wanita : 18.5 – 23.5

IMT Normal Pria : 22.5 – 25

BB kurang : < 18.5

BB lebih

Dengan risiko : 23.0-24.9

Obes I : 2.5.0-29.9

Obes II : ≥30.0

PENENTUAN KEBUTUHAN KALORI

Kalori Basal:

Laki-Laki : BB ideal (kg) X 30 kalori/kg = … Kalori

Wanita : BB ideal (kg) X 25 kalori/kg = … Kalori

Koreksi/Penyesuaian:

Umur >40 tahun : -5% X Kalori basal = ... Kalori

Aktivitas Ringan : +10% X Kalori basal = … Kalori

Sedang : +20 %

Berat : +30 %

BB Gemuk : - 20 % X Kalori basal = - / + … Kalori

22

Page 23: diabetes melitus

Lebih : - 10 %

Kurang : +20 %

Stress metabolik: 10-30 % X Kalori basal = + ... Kalori

Hamil trimester I& II = + 300 Kalori

Hamiltrimester III / laktasi = + 500 Kalori

Total Kebutuhan = ... Kalori

Petunjuk Umum untuk Asupan Diet bagi Diabetes:

a) Hindari biskuit, cake, produk lain sebagai cemilan pada

waktu makan

b) Minum air dalam jumlah banyak, susu skim dan

minuman berkalori rendah lainnya pada waktu makan

c) Makanlah dengan waktu yang teratur

d) Hindari makan makanan manis dan gorengan

e) Tingkatkan asupan sayuran dua kali tiap makan

f) Jadikan nasi, roti, kentang, atau sereal sebagai menu

utama setiap makan

g) Minum air atau minuman bebas gula setiap anda haus

h) Makanlah daging atau telor dengan porsi lebih kecil

i) Makan kacang-kacangan dengan porsi lebih kecil

iii. Latihan Jasmani

Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani teratur (3-4 kali

seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu

pilar dalam pengelolaan diabetes tipe II. Kegiatan sehari-hari

seperti berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga, berkebun

harus tetap dilakukan. Latihan jasmani selain untuk menjaga

23

Page 24: diabetes melitus

kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan

memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki

kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa

latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti: jalan kaki,

bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani

sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran

jasmani. Untuk mereka yang relatif sehat, intensitas latihan

jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat

komplikasi DM dapat dikurangi. Hindarkan kebiasaan hidup

yang kurang gerak atau bermalas-malasan.

Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan

status kesegaran jasmani. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan

kaki ke pasar, menggunakan tangga, berkebun tetap dilakukan

tetap dilakukan. Batasi atau jangan terlalu lama melakukan

kegiatan yang kurang gerak seperti menonton televisi.

Prinsip latihan jasmani yang dilakukan:

a) Continous

Latihan jasmani harus berkesinambungan dan dilakukan

terus menerus tanpa berhenti. Contoh: Jogging 30

menit, maka pasien harus melakukannya selama 30

menit tanpa henti.

b) Rhytmical

Latihan olah raga dipilih yang berirama yaitu otot-otot

berkontraksi dan relaksasi secara teratur, contoh berlari,

berenang, jalan kaki.

c) Interval

Latihan dilakukan selang-seling antar gerak cepat dan

lambat.

Contoh: jalan cepat diselingi jalan lambat

24

Page 25: diabetes melitus

d) Progresive

Latihan dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan,

dari intensitas ringan sampai sedang selama mencapai

30-60 menit

Sasaran HR = 75-85% dari maksimal HR

Maksimal HR = 220 – (umur)

e) Endurance

Latihan daya tahan untuk meningkatkan kemampuan

kardiorespirasi. Contoh: jalan jogging dan sebagainya.

iv. Intervensi Farmakologis

Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah

belum tercapai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani.

Indikasi pemakaian obat hiperglikemik oral:

Diabetes setelah umur 40 tahun

Diabetes kurang dari 5 tahun

Memerlukan insulin dengan dosis <40 unit sehari

DM tipe II, berat normal atau lebih

Cara Pemberian OHO, terdiri dari:

a) OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara

bertahap sesuai respons kadar glukosa darah, dapat

diberikan sampai dosis hampir maksimal

b) Sulfonilurea generasi I & II : 15 –30 menit sebelum

makan

c) Glimepirid : sebelum/sesaat sebelum makan

d) Repaglinid, Nateglinid : sesaat/sebelum makan

e) Metformin : sebelum/pada saat/ esudah makan

25

Page 26: diabetes melitus

f) Penghambat glukosidase α (Acarbose) : bersama makan

suapan pertama

g) Tiazolidindion : tidak bergantung pada jadwal makan.17

Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan:

a) Pemicu Sekresi Insulin (Insulin Secretagogue)

Sulfonilurea

Obat golongan ini mempunyai efek utama

meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta

pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk

pasien dengan berat badan normal dan kurang,

namun masih boleh diberikan kepada pasien

dengan berat badan lebih. Untuk menghindari

hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai

keadaaan seperti orang tua, gangguan faal ginjal

dan hati, kurang nutrisi serta penyakit

kardiovaskular, tidak dianjurkan penggunaan

sulfonilurea kerja panjang.

Glinid

Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama

dengan sulfonilurea, dengan penekanan pada

meningkatkan sekresi insulin fase pertama.

Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu:

Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid

(derivat fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan

cepat setelah pemberian secara oral dan

diekskresi secara cepat melalui hati.

b) Penambah Sensitivitas terhadap Insulin

Tiazolidindion

Tiazolidindion (rosiglitazon dan pioglitazon)

berikatan pada Peroxisome Proliferator Activated

26

Page 27: diabetes melitus

Receptor Gamma (PPAR-γ), suatu reseptor inti di

sel otot dan sel lemak. Golongan ini mempunyai

efek menurunkan resistensi insulin dengan

meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa,

sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer.

Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien

dengan gagal jantung klas I-IV karena dapat

memperberat edema/retensi cairan dan juga pada

gangguan faal hati. Pada pasien yang

menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan

pemantauan faal hati secara berkala.

c) Penghambat Glukoneogenesis

Metformin

Obat ini mempunyai efek utama mengurangi

produksi glukosa hati (glukoneogenesis), di

samping juga memperbaiki ambilan glukosa

perifer. Terutama dipakai pada penyandang

diabetes gemuk. Metformin dikontraindikasikan

pada pasiendengan gangguan fungsi ginjal (serum

kreatinin > 1,5 mg/dL)dan hati, serta pasien-pasien

dengan kecenderunganhipoksemia (misalnya

penyakit serebro- vaskular, sepsis,renjatan, gagal

jantung). Metformin dapat memberikan

efeksamping mual. Untuk mengurangi keluhan

tersebut dapatdiberikan pada saat atau sesudah

makan.

d) Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose)

Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi

glukosa di usus halus, sehingga mempunyai efek

menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan.

Acarbose tidak menimbulkan efek samping hipoglikemia.

27

Page 28: diabetes melitus

Efek samping yang paling sering ditemukan ialah

kembung dan flatulens.

e) Terapi Kombinasi Sulfonilurea dan Biguanid

Pada saat-saat tertentu diperlukan terapi

kombinasi/ pemakaian bersama antara obat-obat

golongan sulfonilurea dan biguanid. Sulfonilurea akan

mengawali dengan merangsang sekresi pankreas yang

memberikan kesempatan untuk biguanid untuk bekerja

efektif. Kedua-duanya rupanya mempunyai efek terhadap

sensitivitas reseptor; jadi pemakaian kedua obat tersebut

saling menunjang. Kombinasi kedua obat efektif pada

banyak penyandang DM yag sebelumnya tidak

bermanfaat bila dipakai sendiri-sendiri.

f) Insulin

Insulin adalah suatu hormon yang diproduksi oleh

sel beta pulau Langerhans kelenjar pankreas. Insulin

menstimulasi pemasukan asam amino kedalam sel dan

kemudian meningkatkan sintesa protein. Insulin

meningkatkan penyimpanan lemak dan mencegah

penggunaan lemak sebagai bahan energi. Insulin

menstimulasi pemasukan glukosa ke dalam sel untuk

digunakan sebagai sumber energi dan membantu

penyimpanan glikogen didalam sel otot dan hati. Insulin

endogen adalah insulin yang dihasilkan oleh pankreas,

sedang insulin eksogen adalah insulin yang disuntikan

dan merupakan suatu produk farmasi.

28

Page 29: diabetes melitus

Indikasi terapi dengan insulin:

Semua penyandang DM tipe I memerlukan insulin

eksogen karena produksi insulin oleh sel beta

tidak ada atau hampir tidak ada

Penyandang DM tipe II tertentu mungkin

membutuhkan insulin bila terapi jenis lain tidak

dapat mengendalikan kadar glukosa darah

Keadaan stress berat, seperti pada infeksi berat,

tindakan pembedahan, infark miokard akut atau

stroke

DM gestasional dan penyandang DM yang hamil

membutuhkan insulin bila diet saja tidak dapat

mengendalikan kadar glukosa darah

Ketoasidosis diabetik

Hiperglikemik hiperosmolar nonketotik

Penyandang DM yang mendapat nutrisi parenteral

atau yang memerlukan suplemen tinggi kalori,

untuk memenuhi kebutuhan energi yang

meningkat, secara bertahap akan memerlukan

insulin eksogen untuk mempertahankan kadar

glukosa darah mendekati normal selama periode

resistensi insulin atau ketika terjadi peningkatan

kebutuhan insulin

Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat

Kontra indikasi atau alergi terhadap obat

hiperglikemi oral

Dasar pemikiran terapi insulin:

Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi basal

dan sekresi prandial. Terapi insulin diupayakan

mampu meniru pola sekresi insulin yang fisiologis.

29

Page 30: diabetes melitus

Defisiensi insulin mungkin berupa defisiensi insulin

basal, insulin prandial atau keduanya. Defisiensi

insulin basal menyebabkan timbulnya

hiperglikemia pada keadaan puasa, sedangkan

defisiensi insulin prandial akan menimbulkan

hiperglikemia setelah makan.

Terapi insulin untuk substitusi ditujukan untuk

melakukan koreksi terhadap defisiensi yang

terjadi.

Terapi insulin dapat diberikan secara tunggal (satu

macam) berupa: insulin kerja cepat (rapid insulin),

kerja pendek (short acting), kerja menengah

(intermediate acting), kerja panjang (long acting)

atau insulin campuran tetap (premixed insulin).

Pemberian dapat pula secara kombinasi antara

jenis insulin kerja cepat atau insulin kerja pendek

untuk koreksi defisiensi insulin prandial, dengan

kerja menengah atau kerja panjang untuk koreksi

defisiensi insulin basal. Juga dapat dilakukan

kombinasi dengan OHO.

Terapi insulin tunggal atau kombinasi disesuaikan

dengan kebutuhan pasien dan respons individu

terhadap insulin, yang dinilai dari hasil

pemeriksaan kadar glukosa darah harian.

Penyesuaian dosis insulin dapat dilakukan dengan

menambah 2-4 unit setiap 3-4 hari bila sasaran

terapi belum tercapai.

Berdasarkan lama kerjanya, insulin dibagi menjadi 4

macam, yaitu:

Insulin kerja singkat

30

Page 31: diabetes melitus

Yang termasuk di sini adalah insulin regular

Crystal Zinc Insulin (CZI). Saat ini dikenal 2

macam insulin CZI, yaitu dalam bentuk asam dan

netral. Preparat yang ada antara lain: Actrapid,

Velosulin , Semilente. Insulin jenis ini diberi 30

menit sebelum makan, mencapai puncak setelah

1-3 macam dan efeknya dapat bertahan sampai 8

jam.

Insulin kerja menengah

Yang dipakai saat ini adalah Netral Protamine

Hegedorn (NPH), Monotard, Insulatard. Jenis

ini awal kerjanya adalah 1.5-2.5 jam. Puncaknya

tercapai dalam 4-15 jam dan efeknya dapat

bertahan sampai dengan 24 jam.

Insulin kerja panjang

Merupakan campuran dari insulin dan protamine,

diabsorsi dengan lambat dari tempat penyuntikan

sehingga efek yang dirasakan cukup lama, yaitu

sekitar 24 – 36 jam. Preparat: Protamine Zinc

Insulin (PZI), Ultratard

Insulin infasik (campuran)

Merupakan kombinasi insulin jenis singkat dan

menengah. Preparatnya: Mixtard 30/40.

Pemberian insulin secara sliding scale

dimaksudkan agar pemberiannya lebih efisien

dan tepat karena didasarkan pada kadar gula

darah pasien pada waktu itu. Gula darah diperiksa

setiap 6 jam sekali. Adapun cara dan dosis

pemberiaannya sebagai berikut:

31

Page 32: diabetes melitus

Gula darah <60 mg %→ 0 IU

- <200 mg % → 5 – 8 IU

- 200-250 mg% → 10 – 12 IU

- 250-300 mg% → 15 – 16 IU

- 300-350 mg% → 20 IU

- >350 mg% → 20 – 24 IU

Cara penyuntikan insulin:

Insulin umumnya diberikan dengan suntikan di

bawah kulit (subkutan), dengan arah alat suntik

tegak lurus terhadap cubitan permukaan kulit.

Pada keadaan khusus diberikan intramuskular

atau intravena secara bolus atau drip.

Terdapat sediaan insulin campuran (mixed insulin)

antara insulin kerja pendek dan kerja menengah,

dengan perbandingan dosis yang tertentu. Apabila

tidak terdapat sediaan insulin campuran tersebut

atau diperlukan perbandingan dosis yang lain,

dapat dilakukan pencampuran sendiri antara

kedua jenis insulin tersebut. Teknik pencampuran

dapat dilihat dalam buku panduan tentang insulin.

Lokasi penyuntikan, cara penyuntikan maupun

cara penyimpanan insulin harus dilakukan dengan

benar, demikian pula mengenai rotasi tempat

suntik.

Apabila diperlukan, sejauh sterilitas penyimpanan

terjamin, semprit insulin dan jarumnya dapat

dipakai lebih dari satu kali oleh penyandang

diabetes yang sama.

32

Page 33: diabetes melitus

Harus diperhatikan kesesuaian konsentrasi insulin

(jumlah unit/mL) dengan semprit yang dipakai

(jumlah unit/mL dari semprit). Dianjurkan dipakai

konsentrasi yang tetap. Saat ini yang tersedia

hanya U100

Penyerapan paling cepat terjadi di daerah

abdomen yang kemudian diikuti oleh daerah

lengan, paha bagian atas bokong. Bila disuntikan

secara intramuskular dalam maka penyerapan

akan terjadi lebih cepat dan masa kerja akan lebih

singkat. Kegiatan jasmaniyang dilakukan segera

setelah penyuntikan akan mempercepat onset

kerja dan juga mempersingkat masa kerja

Indikasi pemberiaan insulin pada pasien DM lanjut

usia seperti pada non lanjut usia, uyaitu adanya

kegagalan terapi ADO, ketoasidosis, koma hiperosmolar,

adanya infeksi (stress), dll. Dianjurkan memakai insulin

kerja menengah yang dicampur dengan kerja insulin

kerja cepat, dapat diberikan satu atau dua kali sehari.

33

Page 34: diabetes melitus

Kesulitan pemberiaan insulin pada pasien lanjut

usia ialah karena pasien tidak mau menyuntik sendiri

karena persoalnnya pada matanya, tremor, atau keadaan

fisik yang terganggu serta adanya demensia. Dalam

keadaan seperti ini tentulah sangat diperlukan bantuan

dari keluarganya

Efek samping penggunaan insulin:

Hipoglikemia

Hipoglikemia merupakan komplikasi yang paling

berbahaya dan dapat terjadi bila terdapat

ketidaksesuaian antara diet, kegiatan jasmani dan

jumlah insulin. Pada 25-75% pasien yang

diberikan insulin konvensional dapat terjadi

lipoatrofi yaitu terjadi lekukan di bawah kulit tempat

suntikan akibat atrofi jaringan lemak. Hal ini diduga

disebabkan oleh reaksi imun dan lebih sering

terjadi pada wanita muda terutama terjadi di

negara yang memakai insulin tidak begitu murni.

Lipohipertrofi yaitu pengumpulan jaringan lemak

subkutan di tempat suntikan akibat lipogenik

insulin. Lebih banyak ditemukan di negara yang

memakai insulin murni. Regresi terjadi bila insulin

tidak lagi disuntikkan di tempat tersebut.

Alergi sistemik atau lokal

Reaksi alergi lokal terjadi 10 kali lebih sering

daripada reaksi sistemik terutama pada

penggunaan sediaan yang kurang murni. Reaksi

lokal berupa eritema dan indurasi di tempat

suntikan yang terjadi dalam beberpa menit atau

jam dan berlagsung selama beberapa hari. Reaksi

34

Page 35: diabetes melitus

ini biasanya terjadi beberapa minggu sesudah

pengobatan insulin dimulai. Inflamasi lokal atau

infeksi mudah terjadi bila pembersihan kulit kurang

baik, penggunaan antiseptik yang menimbulkan

sensitisasi atau terjadinya suntikan intrakutan,

reaksi ini akan hilang secara spontan. Reaksi

umum dapat berupa urtikaria, erupsi kulit,

angioedema, gangguan gastrointestinal, gangguan

pernapasan dan yang sangat jarang ialah

hipotensi dan syok yang di akhiri kematian.

Peningkatan berat badan

Edema insulin

g) Terapi Kombinasi

Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai

dengan dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan secara

bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah.

Bersamaan dengan pengaturan diet dan kegiatan

jasmani, bila diperlukan dapat dilakukan pemberian OHO

tunggal atau kombinasi OHO sejak dini. Terapi dengan

OHO kombinasi, harus dipilih dua macam obat dari

kelompok yang mempunyai mekanisme kerja berbeda.

Bila sasaran kadar glukosa darah belum tercapai, dapat

pula diberikan kombinasi tiga OHOdari kelompok yang

berbeda atau kombinasi OHO dengan insulin. Pada

pasien yang disertai dengan alasan klinik di mana insulin

tidak memungkinkan untuk dipakai dipilih terapi dengan

kombinasi tiga OHO.

Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak

dipergunakan adalah kombinasi OHO dan insulin basal

(insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang) yang

35

Page 36: diabetes melitus

diberikan pada malam hari menjelang tidur. Dengan

pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat

diperoleh kendali glukosa darah yang baik dengan dosis

insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin kerja

menengah adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar jam

22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut

dengan menilai kadar glukosa darah puasa keesokan

harinya.

Bila dengan cara seperti di atas kadar glukosa

darah sepanjang hari masih tidak terkendali, maka obat

hipoglikemik oral dihentikan dan diberikan insulin saja.

Penilaian Hasil Terapi

Dalam praktek sehari-hari, hasil pengobatan DM tipe 2 harus

dipantau secara terencana dengan melakukan anamnesis,

pemeriksaan jasmani dan pemeriksaan penunjang.

Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah:

a) Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah

Tujuan pemeriksaan glukosa darah:

Untuk mengetahui apakah sasaran terapi telah tercapai

Untuk melakukan penyesuaian dosis obat, bila belum

tercapai sasaran terapi

Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan

pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dan glukosa 2 jam

posprandial secara berkala sesuai dengan kebutuhan. Kalau

karena salah satu hal terpaksa hanya dapat diperiksa 1 kali

dianjurkan pemeriksaan 2 jam posprandial.

36

Page 37: diabetes melitus

b) Pemeriksaan A1C

Tes hemoglobin terglikosilasi, yang disebut juga sebagai

glikohemoglobin, atau hemoglobin glikosilasi disingkat

sebagai A1C, merupakan cara yang digunakan untuk menilai

efek perubahan terapi 8-12 minggu sebelumnya. Tes ini

tidak dapat digunakan untuk menilai hasil pengobatan jangka

pendek. Pemeriksaan A1C dianjurkan dilakukan minimal 2

kali dalam setahun.

c) Pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM)

Untuk memantau kadar glukosa darah dapat dipakai darah

kapiler.Saat ini banyak dipasarkan alat pengukur kadar

glukosa darah cara reagen kering yang umumnya sederhana

dan mudah dipakai. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah

memakai alat-alat tersebut dapat dipercaya sejauh kalibrasi

dilakukan dengan baik dan cara pemeriksaan dilakukan

sesuai dengan cara standar yang dianjurkan. Secara

berkala, hasil pemantauan dengan cara reagen kering perlu

dibandingkan dengan cara konvensional.

PGDM dianjurkan bagi pasien dengan pengobatan insulin

atau pemicu sekresi insulin. Waktu pemeriksaan PGDM

bervariasi, tergantung pada terapi. Waktu yang dianjurkan

adalah, pada saat sebelum makan, 2 jam setelah makan

(menilai ekskursi maksimal glukosa), menjelang waktu tidur

(untuk menilai risiko hipoglikemia), dan di antara siklus tidur

(untuk menilai adanya hipoglikemia nokturnal yang kadang

tanpa gejala), atau ketika mengalami gejala seperti

hypoglycemic spells.

37

Page 38: diabetes melitus

d) Pemeriksaan Glukosa Urin

Pengukuran glukosa urin memberikan penilaian yang tidak

langsung. Hanya digunakan pada pasien yang tidak dapat

atau tidak mau memeriksa kadar glukosa darah. Batas

ekskresi glukosa renal rata-rata sekitar 180 mg/dL, dapat

bervariasi pada beberapa pasien, bahkan pada pasien yang

sama dalam jangka waktu lama. Hasil pemeriksaan sangat

tergantung pada fungsi ginjal dan tidak dapat dipergunakan

untuk menilai keberhasilan terapi.

e) Penentuan Benda Keton

Pemantauan benda keton dalam darah maupun dalam urin

cukup

penting terutama pada penyandang DM tipe-2 yang

terkendali buruk (kadar glukosa darah > 300 mg/dL).

Pemeriksaan benda keton juga diperlukan pada penyandang

diabetes yang sedang hamil. Tes benda keton urin

mengukur kadar asetoasetat, sementara benda keton yang

penting adalah asam beta hidroksibutirat. Saat ini telah

dapatdilakukan pemeriksaan kadar asam beta hidroksibutirat

dalam darah secara langsung dengan menggunakan strip

khusus. Kadar asam beta hidroksibutirat darah < 0,6 mmol/L

dianggap normal, di atas 1,0 mmol/L disebut ketosis dan

melebihi 3,0 mmol/L indikasi adanya KAD.

Pengukuran kadar glukosa darah dan benda keton secara

mandiri, dapat mencegah terjadinya penyulit akut diabetes,

khususnya KAD.

38

Page 39: diabetes melitus

c. Kriteria Pengendalian

Untuk dapat mencegah terjadinya komplikasi kronik, diperlukan

pengendalian DM yang baik. Diabetes mellitus terkendali baik tidak

berarti hanya kadar glukosa darahnya saja yang baik, tetapi harus

secara menyeluruh kadar glukosa darah, status gizi, tekanan darah,

kadar lipid, dan HbA1c seperti tercantum pada Tabel 2

Tabel 2. Kriteria pengendalian DM

Baik Sedang Buruk

Glukosa darah puasa (mg/dl) 80-109 110-139 >140

Glukosa darah 2 jam (mg/dl) 110-159 160-199 >200

HbA1c (%) 4-5,9 6-8 >8

Kolesterol total (mg/dl)

LDL (mg/dl) tanpa PJK

LDL (mg/dl) dengan PJK

HDL (mg/dl)

Trigeliserida (mg/dl) tanpa

PJK

Trigliserida (mg/dl) dengan

PJK

<200

<130

<100

>45

<200

<150

200-239

130-159

100-129

35-45

200-249

150-199

>240

>160

>130

<35

>250

>200

BMI (IMT) wanita (kg/m2)

BMI (IMT) pria (kg/m2)

18,5-22,9

20,0-24,9

23-25

25-27

>25 atau <18,5

>27 atau <20,0

Tekanan darah (mmHg) <140/90140-160/90-

95>160/95

4. Penyulit

Dalam perjalanan penyakit DM, dapat terjadi penyulit akut dan menahun

a. Penyulit akut

39

Page 40: diabetes melitus

i. Ketoasidosis diabetik

ii. Hiperosmolar non ketotik

iii. Hipoglikemia

Hipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar glukosa

darah <60 mg/dL. Bila terdapat penurunan kesadaran pada

penyandang diabetes harus selalu n dipikirkakemungkinan

terjadinya hipoglikemia. Hipoglikemia paling sering disebabkan

oleh penggunaan sulfonilurea dan insulin. Hipoglikemia akibat

sulfonilurea dapat berlangsung lama, sehingga harus diawasi

sampai seluruh obat diekskresi dan waktu kerja obat telah

habis. Terkadang diperlukan waktu yang cukup lama untuk

pengawasannya (24-72 jam atau lebih, terutama pada pasien

dengan gagal ginjal kronik). Hipoglikemia pada usia lanjut

merupakan suatu hal yang harus dihindari, mengingat

dampaknya yang fatal atau terjadinya kemunduran mental

bermakna pada pasien. Perbaikan kesadaran pada DM usia

lanjut sering lebih lamban dan memerlukan pengawasan yang

lebih lama.

Gejala hipoglikemia terdiri dari gejala adrenergik

(berdebar, banyak keringat, gemetar, rasa lapar) dan gejala

neuro-glikopenik (pusing, gelisah, kesadaran menurun sampai

koma).

Hipoglikemia harus segera mendapatkan pengelolaan

yang memadai. Diberikan makanan yang mengandung

karbohidrat atau minuman yang mengandung gula berkalori

atau glukosa 15-20 g melalui intra vena. Perlu dilakukan

pemeriksaan ulang glukosa darah 15 menit setelah pemberian

glukosa. Glukagon diberikan pada pasien dengan hipoglikemia

berat.

40

Page 41: diabetes melitus

Untuk penyandang diabetes yang tidak sadar, sementara

dapat diberikan glukosa 40% intravena terlebih dahulu sebagai

tindakan darurat, sebelum dapat dipastikan penyebab

menurunnya kesadaran.

b. Penyulit menahun:

i. Makroangiopati :

a) Pembuluh darah jantung

b) Pembuluh darah tepi

Penyakit arteri perifer sering terjadi pada penyandang

diabetes. Biasanya terjadi dengan gejala tipikal

intermittent claudicatio, meskipun sering tanpa gejala.

Terkadang ulkus iskemik kaki merupakan kelainan yang

pertama muncul.

c) Pembuluh darah otak

ii. Mikroangiopati:

A. Retinopati diabetik

Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan

mengurangi risiko dan memberatnya retinopati. Terapi

aspirin tidak mencegah timbulnya retinopati.

B. Nefropati diabetik

Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan

mengurangi risiko nefropati. Pembatasan asupan protein

dalam diet (0,8 g/kg BB) juga akan mengurangi risiko

terjadinya nefropati

C. Neuropati

Yang tersering dan paling penting adalah neuropati

perifer, berupa hilangnya sensasi distal. Berisiko tinggi

untuk terjadinya ulkus kaki dan amputasi. Gejala yang

sering dirasakan kaki terasa terbakar dan bergetar

sendiri, dan lebih terasa sakit di malam hari. Setelah

diagnosis DM ditegakkan, pada setiap pasien perlu

41

Page 42: diabetes melitus

dilakukan skrining untuk mendeteksi adanya

polineuropati distal dengan pemeriksaan neurologi

sederhana, dengan monofilamen 10 gram, dilakukan

sedikitnya setiap tahun. Apabila diketemukan adanya

polineuropati distal, perawatan kaki yang memadai akan

menurunkan risiko amputasi.

5. Pencegahan

a. Pencegahan Primer

Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada orang-

orang yang termasuk kelompok risiko tinggi, yakni mereka yang belum

menderita, tetapi berpotensi untuk menderita DM. Tentu saja untuk

pencegahan primer ini harus dikenal faktor-faktor yang berpengaruh

terhadap timbulnya DM dan upaya yang perlu dilakukan untuk

menghilangkan faktor-faktor tersebut.

Penyuluhan sangat penting perannya dalam upaya pencegahan

primer. Masyarakat luas melalui lembaga swadaya masyarakat dan

lembaga sosial lainnya harus diikutsertakan. Demikian pula pemerintah

melalui semua jajaran terkait seperti Departemen Kesehatan dan

Departemen Pendidikan perlu memasukkan upaya pencegahan primer

DM dalam program penyuluhan dan pendidikan kesehatan. Sejak

masa prasekolah hendaknya telah ditnamkan pengertian mengenai

pentingnya kegiatan jasmani teratur, pola dan jenis makanan yang

sehat, menjaga badan agar tidak terlalu gemuk, dan risiko merokok

bagi kesehatan.

b. Pencegahan Sekunder

Maksud pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau

menghambat timbulnya penyulit dengan tindakan deteksi dini dan

memberikan pengobatan sejak awal penyakit. Deteksi dini dilakukan

dengan pemeriksaan penyaring, namun kegiatan tersebut memerlukan

biaya besar. Memberikan pengobatan penyakit sejak awal sudah harus

diwaspadai dan sedapat mungkin dicegah kemungkinan terjadinya

42

Page 43: diabetes melitus

penyulit menahun. Penyuluhan mengenai DM dan pengelolaannya

memegang peranan penting untuk meningkatkan kepatuhan pasien

untuk berobat.

Sistem rujukan yang baik akan sangat mendukung pelayanan

kesehatan primer yang merupakan ujung tombak pengelolaan DM.

Melalui langkah-langkah yang disebutkan di atas diharapkan dapat

diperoleh hasil yang optimal, apalagi bila ditunjang pula dengan

adanya tata cara pengaobatan baku yang akan menjadi pegangan bagi

para pengelola.

c. Pencegahan Tersier

Kalau kemudian penyulit menahun DM ternyata terjadi juga,

maka pengelola harus berusaha mencegah terjadinya kecacatan lebih

lanjut dan merehabilitasi pasien sedini mungkin, sebelum kecacatan

tersebut menetap. Sebagai contoh aspirin dosis rendah (80-325 mg)

dapat dianjurkan untuk diberikan secara rutin bagi pasien DM yang

sudah mempunyai penyulit makroangiopati.

Pelayanan kesehatan yang holistik dan terintegrasi antar disiplin

terkait sangat diperlukan, terutama di rumah sakit rujukan, baik dengan

para ahli sesama disiplin ilmu seperti ahli penyakit jantung dan ginjal,

maupun para ahli dari disiplin lain seperti dari bagian mata, bedah

ortopedi, bedah vaskular, radiologi, rehabilitasi medis, gizi, podiatri,

dan lain sebagainya.

BAB III

DAFTAR PUSTAKA

43

Page 44: diabetes melitus

1.Depkes (2008) Pedoman Teknis Penemuan dan Tata Laksana Penyakit

Diabetes Melitus Cetakan ke 2

2.National Diabetes Fact Sheet 2011 diakses dari www.cdc.gov pada April

2011

3.Petunjuk Praktis Terapi Insulin pada Pasien Diabetes Melitus

4.Perkeni (2006) Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus

Tipe 2 di Indonesia

44