Diabetes Melitus

35
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I.1. LATAR BELAKANG PENELITIAN Saat ini penduduk Negara Republik Indonesia adalah ± 210 juta orang dengan usia harapan hidup 62 tahun untuk pria dan 65 tahun untuk wanita. Pertambahan penduduk adalah 1,6% pertahun maka pada akhir tahun 2010, penduduk Negara Republik Indonesia akan mencapai 250 juta orang .diperkirakan, pada tahun 2020 kelak akan timbul ledakan yang luar biasa besarnya dari penderita diabetes melitus khususnya penderita dengan usia 40 tahun keatas. Prevalensinya cenderung meningkat dengan bertambahnya usia.Diabetes melitus telah sejak lama diketahui dapat memberi berbagai komplikasi pada mata seperti katarak, glaukoma dan yang paling sering adalah kelainan retina. Kelainan ini biasanya dikaitkan dengan kemunduran tajam penglihatan/kebutaan. Komplikasi dalam bidang Neuro- Oftalmologi sampai saat ini belum mendapat perhatian yang luas.Diabetes melitus merupakan penyakit gangguan metabolisme yang cukup banyak dijumpai dan mengenai kurang lebih 2% - 4% populasi. Sebagian besar (90%) tergolong diabetes melitus tidak tergantung insulin ( Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus = NIDDM tipe II), sedangkan 10% adalah diabetes mellitus tergantung insulin ( Insulin Dependent Diabetes Mellitus = IDDM tipe I). Manifestasi DM disebabkan oleh karena defisiensi relatif atau absolut atau resistensi jaringan sasaran terhadap insulin. Insulin merupakan hormon anabolik yang merangsang sitesis glikogen, lemak dan protein. Insulin juga berperan dalam transport glukosa kedalam sel dan penggunaan glukosa oleh jaringan. Hormon ini juga menghambat pemecahan glikogen, lemak 1

Transcript of Diabetes Melitus

Page 1: Diabetes Melitus

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

I.1. LATAR BELAKANG PENELITIAN

Saat ini penduduk Negara Republik Indonesia adalah ± 210 juta orang dengan usia harapan hidup 62 tahun untuk pria dan 65 tahun untuk wanita. Pertambahan penduduk adalah 1,6% pertahun maka pada akhir tahun 2010, penduduk Negara Republik Indonesia akan mencapai 250 juta orang .diperkirakan, pada tahun 2020 kelak akan timbul ledakan yang luar biasa besarnya dari penderita diabetes melitus khususnya penderita dengan usia 40 tahun keatas. Prevalensinya cenderung meningkat dengan bertambahnya usia.Diabetes melitus telah sejak lama diketahui dapat memberi berbagai komplikasi pada mata seperti katarak, glaukoma dan yang paling sering adalah kelainan retina. Kelainan ini biasanya dikaitkan dengan kemundurantajam penglihatan/kebutaan. Komplikasi dalam bidang Neuro-Oftalmologi sampai saat ini belum mendapat perhatian yang luas.Diabetes melitus merupakan penyakit gangguan metabolisme yang cukup banyak dijumpai dan mengenai kurang lebih 2% - 4% populasi. Sebagian besar (90%) tergolong diabetes melitus tidak tergantung insulin ( Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus = NIDDM tipe II), sedangkan 10% adalah diabetes mellitus tergantung insulin ( Insulin Dependent Diabetes Mellitus = IDDM tipe I). Manifestasi DM disebabkan oleh karena defisiensi relatif atau absolut atau resistensi jaringan sasaran terhadap insulin. Insulin merupakan hormon anabolik yang merangsang sitesis glikogen, lemak dan protein. Insulin juga berperan dalam transport glukosa kedalam sel dan penggunaan glukosa oleh jaringan. Hormon ini juga menghambat pemecahan glikogen, lemak dan protein Pengaruh insulin pada keadaan terakhir ini merupakan kebalikan dari pengaruh hormon antagonisnya,yaitu glukagon, epinefrin, kortisol dan hormon pertumbuhan. Pada defisiensi insulin, hormon antagonis insulin yang lebih dominan sehingga terjadi hiperglikemia Akibat hiperglikemia terjadi berbagai proses biokimia dalam sel yang berperan dalam terjadinya komplikasi pada diabetes melitus, seperti katarak,retinopati, nefropati, neuropati dan arterosklerosis. Kelainan neuro-oftalmologi pada diabetes melitus dapat terjadi bukan hanyaakibat kelainan intracranial akan tetapi dapat juga terjadi pada daerah yang lebih luas didalam bidang neuro-oftalmologi. Kelainan neuro-oftalmologi akibat diabetes melitus walaupun mempunyai etiologi yang sama tetapi mempunyai bentuk klinik yang sangat bervariasi. Kelainan tersebut sering tidak hanya berhubungan dengan kemunduran tajam penglihatan akan tetapi dapat juga berhubungan dengan gangguan penglihatan lain. Neuropati diabetic merupakan salah satu komplikasi dari diabetes mellitus.Neuropati diabetik dibagi menjadi dua yaitu somatik dan autonomik neuropati.Neuropati autonomik diabetik menyebabkan gangguan fungsi berbagai organ antara lain : kardiovaskular, gastrointestinal, genitourinari, metabolikdan disfungsi pupil. Dalam hal ini diagnosa dan terapi pada neuropati autonomik

1

Page 2: Diabetes Melitus

pada stadium dini sangat penting pada penderita diabetes melitus. Fungsi pupil abnormal dapat dideteksi lebih dini dibandingkan dengan gangguan fungsi autonomik kardiovaskuler dan merupakan tanda dini terjadinya neuropati autonomik diabetic sehingga deteksi dini komplikasi diabetes mellitus dapat dikontrol dan dapat meningkatkan kualitas hidup dari pasien yang menderita diabetes melitus

2

Page 3: Diabetes Melitus

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi

Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan

karakteristik hiperglikemia (meningkatanya kadar gula darah) yang terjadi karena kelainan

sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya.

Epidemiologi

Diabetes melitus tipe 2 merupakan bentuk diabetes melitus paling umum diseluruh

dunia. Prevalensi DM terus bertambah secara global. Diperkirakan pada tahun 2000, sebanyak

150 juta orang terkena diabetes melitus, dan akan menjadi dua kali lebih besar pada tahun 2025

(Hadisaputro dan Setyawan, 2007).

Menurut survei yang dilakukan WHO, Indonesia menempati urutan ke-4 dengan jumlah penderita diabetes terbesar di dunia setelah India, Cina dan Amerika Serikat. Dengan prevalensi 8,6% dari total penduduk, diperkirakan pada tahun 1995 terdapat 4,5 juta pengidap diabetes dan pada tahun 2025 diperkirakan meningkat menjadi 12,4 juta penderita, sedangkan dari data Depkes, jumlah penderita diabetes rawat inap maupun rawat jalan di rumah sakit menempati urutan pertama dari seluruh penyakit endokrin. Pada tahun 1992, lebih dari 100 juta penduduk dunia menderita diabetes dan pada tahun 2000 jumlahnya meningkat menjadi 150 juta yang merupakan 6% dari populasi dewasa. Sehingga secara global WHO memperkirakan PTM )penyakit tidak menular) telah menyebabkan kematian sekitar 60% dan kesakitan 43% di seluruh

dunia (Depkes, 2005)

Etiologi Etiologi DM bisa bermacam-macam, tetapi pada akhirnya mengarah kepada 2 hal berikut

ini (schteingart, 2006) : 1. Insufisiensi dan resistensi insulin. 2. Determinan genetik. Penyebab resistensi insulin pada diabetes melitus tipe 2 sebenarnya tidak begitu jelas,

3

Page 4: Diabetes Melitus

tetapi faktor-faktor di bawah ini banyak berperan (Suyono, 2005) :

1. Obesitas terutama yang bersifat sentral (bentuk apel)

2. Diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat

3. Kurang gerak badan

4. Faktor keturunan (herediter)

Patofisiologi

Insulin dihasilkan oleh pankreas dan di dalarnnya terdapat kumpulan sel yang berbentuk

seperti pulau pada peta, karena itu disebut pulau-pulau Langerhans yang berisi sel beta yang

mengeluarkan hormon insulin yang sangat berperan dalam mengatur kadar glukosa darah.

Insulin yang dikeluarkan oleh sel beta tadi dapat diibaratkan sebagai anak kunci yang

dapat membuka pintu masuknya glukosa ke dalam sel, untuk kemudian di dalam sel glukosa

tersebut dimetabolisasikan menjadi tenaga. Bila insulin tidak ada, maka glukosa dalam darah

tidak dapat masuk ke dalam sel dengan akibat kadar glukosa dalam darah meningkat. Keadaan

inilah yang terjadi pada diabetes melitus tipe 1.

Pada diabetes melitus tipe 2 jumlah insulin normal, malah mungkin lebih banyak tetapi

jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang kurang. Reseptor insulin ini

dapat diibaratkan sebagai lubang kunci pintu masuk ke dalam sel. Pada keadaan tadi jumlah

lubang kuncinya yang kurang, hingga meskipun anak kuncinya (insulin) banyak, tetapi karena

lubang kuncinya (reseptor) kurang, maka glukosa yang masuk sel akan sedikit, sehingga sel akan

kekurangan bahan bakar (glukosa) dan glukosa di dalam pembuluh darah meningkat. Dengan

demikian keadaan ini sama dengan pada diabetes melitus tipe 1, bedanya adalah pada diabetes

melitus tipe 2 di samping kadar glukosa tinggi, kadar insulin juga tinggi atau normal. Pada

diabetes melitus tipe 2 juga bisa ditemukan jumlah insulin cukup atau lebih tetapi kualitasnya

kurang baik, sehingga gagal membawa glukosa masuk ke dalam sel. Di samping penyebab di

4

Page 5: Diabetes Melitus

atas, diabetes melitus juga bisa terjadi akibat gangguan transport glukosa di dalam sel sehingga

gagal digunakan sebagai bahan bakar untuk metabolisme energi.

Pada diabetes melitus tipe 2 jumlah sel beta berkurang sampai 50-60% dari normal.

Jumlah sel alfa meningkat. Yang menyolok adalah adanya peningkatan jumlah jaringan amiloid

pada sel beta yang disebut amilin.

Baik pada diabetes melitus tipe 1 maupun pada diabetes melitus tipe 2 kadar glukosa

darah jelas meningkat dan bila kadar itu melewati batas ambang ginjal, maka glukosa itu akan

keluar melalui urin. Mungkin inilah sebabnya penyakit ini juga disebut penyakit kencing manis

(Suyono, 2005)

5

Page 6: Diabetes Melitus

DM tipe 1

Terdapat 3 mekanisme yang saling terkait yang berperan penting terhadap destruksi sel

islet :

1. kerentanan genetik

2. Autoimunitas

3. Gangguan lingkungan

Kerentanan Genetik

Berkaitan dengan alel spesifik MHC kelas 2 ( Histocompatibilitas mayor ) dan lokus

genetik lain yang menyebabkan rentannya orang tersebut terkena autoimun terhadap sel

islet

Autoimun yang terjadi secara spontan

• Suatu kejadian yang menyebabkan sel beta menjadi imunogenik, Terdapat 20 regio

kromosom yang mengatur kerentanan terhadap DM tipe 1 yaitu pada kromosom 6p21

yang gen MHC kelas 2nya adalah ( HLA-DP,DR,DQ)

• Molekul MHC kelas 2 memiliki efek protektif terhadap diabetes melitus

• HLA-DQA1 dan B1 memiliki profile yang sama dan alel tersebut yang mengkode asam

amino selain aspartat diposisi 57 pada rantai Beta molekul HLA

• Patofisiologinya belum diketahui

• T CD 4 mengenali antigennya ketika telah disajikan dikarenakan berikatan dengan

molekul sel penyaji.

• Variasi genetik pada MHC kelas 2 menyebabkan celah pengikatan

antigenmemungkinkan penyajian antigen diri ke sel CD 4

AutoImun

• Infiltrat limfosit terutama CD 4 dan CD8 sehingga terjadi insulitis

• CD8 mengeluarkan granula sitotoksik yang menyebabkan apoptosis yang diperantarai

oleh ras

• Autoantibodi yang terjadi menyerang sel asam glutamat dekarboksilase, insulin dan

beberapa protein sitoplasma lainnya

6

Page 7: Diabetes Melitus

Faktor lingkungan

• Virus : Coxsackievirus B, parotis, campak, rubella dan mononukleosis infeksiosa.

• Proses Mimikri ( protein virus = protein islet ) sebagai contoh sel T reaktif terhadap GAD

yang memiliki protein asam amino mirip dengan : Coxsackievirus

• Pendapat lain mengatakan bahwa virus tidak meransang autoantibodi tetapi merangsang

pengeluaran sitokin sehingga terjadi proliferasi sel T autoreaktif menyebabkan kerusakan

sel beta yang disebut bystander effect.

DM tipe 2

• Tidak ada bukti yang menyatakan terjadi autoimunitas pada diabetes ini.

• Gen sangat berpengaruh terhadap dm tipe ini tetapi tidak melibatkan HLA

• Suatu protein mitokondria yang memisahkan respirasi biokimia dari fosforilasi oksidatif

(sehingga menghasilkan panas bukan ATP). Protein ini yang disebut uncoupling protein 2

(UCP2),diekspresikan pada sel beta. Kadar UCP2 intrasel yang tinggi menumpulkan

respon insulin, sedangkan kadarnya yang rendah memperkuatnya.

• Penumpukan amiloid

Amilin adalah zat yang dikeluarkan sel beta selain dengan insulin

Jadi ketika terjadi resistensi insulin terjadi hiperinsulinemia karena hal tersebut maka

terjadi peningkatan amilin dan karena terlalu banyak maka amilin ini mengenadap

menjadi amiloid yang mengganggu sinyal glukosa sebab sel beta refraktur terhadap

sinyal tsb dan bersifat toksik yang merusak sel beta penkreas.

• Pada kegemukan terjadi banyak penimbunan adiposa jadi jaringan tersebut juga memiliki

kelenjar endokrin yang mengeluarkan

1. TNF

2. Asam lemak

3. Leptin

4. Resistin

TNF dan asam menyebabkan resistensi insulin dengan mengganggu sinyal glukosa pada

sel beta ( sinyal pasca reseptor ), pada asam lemak menyebabkan resistensi insulin

dengan mekanisme yang masih belum diketahui.

Leptin tidak seperti TNF yang berfungsi memperbaiki resistensi insulin

Resistin adalah zat yang meningkatkan resistensi insulin

7

Page 8: Diabetes Melitus

• Reaksi glikolisasi adalah reaksi antara glukosa dan protein pada konsentrasi yang

tinggi.reaksi ini dapat terjadi secara non enzimatik dan merupakan reaksi yang komplek

antara gula pereduksi dan gugus amin pada gugus amin.reaksi ini terjadi pada

hiperglikemia selanjutnya akan terjadi hooking antara glukosa dan protein.reaksi tersebut

menyebabkan browning

Glikolisasi diawali dengan pembentukan basa schiff yang bersifat reversible yang akan

mengalami penataulangan atau rearrangement menjadi produk amidori.produk amidori

akan bereaksi dengan senyawa dikarbonil membentuk AGE.

Dan reaksi ini juga menghasilkan radikal bebas. Radikal bebas adalah atom yang

kehilangan elektronnya pada orbitalterluarnya sehingga sangat reaktif sehingga dapat

bereaksi dengan biomakromolekular apa saja.jika terjadi ikatan pada protein yang

merupakan ikatan silang maka akan terjadi perubahan fungsi dan struktur protein maka

akan terjadi kerusakan sel dan menyebabkan organ.

B.Klasifikasi Diabetes mellitus

Secara tradisional diabetes mellitus terdiri atas :

• Primer : defek atau defisiensi dari kerja insulin

• Sekunder : semua penyakit yang menyebabkan kerusakan pada islet pankreas seperti

pancreatitis, obat tertentu, tumor hemokromatosis, pengangkatan substansi pancreas

secara bedah atau endokrinopati genetik atau didapat berupa antagonisasi kerja insulin

• Pada tahun 1997 American Diabetes Association menyarankan klasifikasi berdasarkan

etiologi dalam klasifikasi ini tidak terdapat perbedaan antara penyebab primer dan

sekunder diabetes klasifikasi tersebut sebagai berikut :

1. Diabetes tipe 1 adalah diabetes yang terjadi dikarena gangguan sekresi insulin ( Insulin

Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) )

2. Diabetes tipe 2 adalah diabetes yang terjadi karena gangguan sekresi dan resistensi dari

insulin (Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus [NIDDM])

3. Diabetes tipe lain seperti defek genetik kerja insulin

4. Diabetes Melitus Gestasional (Gestasional Diabetes Mellitus (GDM ) )

8

Page 9: Diabetes Melitus

Diabetes Tipe 1: Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM)

Destruksi sel beta umumnya menjurus pada defisiensi insulin absolut

A. Melalui proses imunologik

B. Idiopatik

Diabetes tipe II

Pedominan Resistensi Insulin disertai defisiensi insulin relatif yang predominan

gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin

Diabetes Melitus tipe lain

a. Defek genetik fungsi sel beta

1. Kromosom 12 HNF–a ( dahulu MODY 3 )

2. Kromosom 7 glukokinase dahulu MODY 2

3. Kromosom 20 HNF a dahulu MODY 1

4. Kromosom 13 insulin Promoter Faktor ( IPF dahulu MODY 4

5. Kromosom 17 HNF -1 Beta dahulu MODY 5

6. Kromosom 2Neuro D 1 dahulu MODY 6 ( DNA mitokondria

b. Defek Genetik Kerja Insulin : resistensi insulin tipe A, I eprecaunism sindrom rabson

mendenhall diabetes lipoatrofik

c. Penyakit eksokrin pankreas : pankreatitis, trauma atau pankreatektomi, euplasma,

fibrosiskistik hemokromatosis, pankreatopati fibrokalkulus )

d. Endokrinopati :Akromegali sindrome cushing, feokromositoma, hipertiroidism

somatostatinoma, aldosteronoma

e. Karena Obat atau zat kimia : facor, pentamidin, asam nicotinat, glukokortikoid,

hormon tiroid, diazoxid, aldosteronoma

f. Infeksi : rubella Congenital, CMW

g. Imunologi ( jarang ) : sindrome stiffmen, antibodi anti reseptor insulin

h. Sindroma genetik lain : sindrome down, sindrome Klinefelter, wolfram dan turner,

ataksia friedreich, Choreahuntington, sindrome laurenc moon biedldistrofimiotonic,

porfiria, sindrome brother willy

B. Gejala umum dari diabetes mellitus (DM) :

9

Page 10: Diabetes Melitus

Adanya penyakit diabetes ini pada awalnya seringkali tidak dirasakan dan tidak disadari

oleh penderita. Beberapa keluhan dan gejala yang perlu mendapat perhatian dalam Soegondo

dkk (2002) ialah :

a. Keluhan Klasik

Penurunan berat badan (BB) dan rasa lemah tanpa sebab yang jelas

Banyak kencing (poliuria)

Banyak minum (polidipsia)

Banyak makan (polifagia)

b. Keluhan Lain

Gangguan saraf tepi / kesemutan

Gangguan penglihatan (kabur)

Gatal / bisul yang hilang timbul

Gangguan Ereksi

Kep u t iha n

Gatal daerah genital

Infeksi sulit sembuh

Cepat Lelah

Mudah mengantuk

C. Diagnosis

Kriteria Diagnosis:

1. Gejala klasik DM + gula darah sewaktu 200 mg/dl. Gula darah sewaktu merupakan hasil

pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memerhatikan waktu makan terakhir. Atau:

10

Page 11: Diabetes Melitus

2. Kadar gula darah puasa 126 mg/dl. Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori

tambahan sedikitnya 8 jam. Atau:

3. Kadar gula darah 2 jam pada TTGO 200 mg/dl. TTGO dilakukan dengan Standard WHO,

menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 g glukosa anhidrus yang dilarutkan

dalam air.

Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994)

1. Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan

karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa.

2. Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih

tanpa gula tetap diperbolehkan

3. Diperiksa kadar glukosa darah puasa

4. Diberikan glukosa 75 g (orang dewasa), atau 1,75 g/Kg BB (anak-anak), dilarutkan

dalam 250 ml air dan diminum dalam waktu 5 menit.

5. Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah

minum larutan glukosa selesai.

6. Diperiksa kadar glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa.

7. Selama proses pemeriksaan, subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.

Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi criteria normal atau DM, maka dapat

digolongkan ke dalam kelompok TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) atau GDPT

(Glukosa Darah Puasa Terganggu) dari hasil yang diperoleh.

a. TGT : glukosa darah plasma 2 jam setelah pembebanan antara 140 – 199 mg/dl

b. GDPT : glukosa darah puasa antara 100 – 125 mg/dl.

Penatalaksanaan

Tes Laboratorium untuk Diabetes Melitus meliputi :

1. Tes Saring

2. Tes Diagnostik

3. Tes Pemantauan Terapi

4. Tes Untuk Mendeteksi Komplikasi

A.Test Saring

Tujuan :

11

Page 12: Diabetes Melitus

Untuk mendeteksi kasus DM sedini mungkin shg dapat dicegah terjadinya komplikasi kronik

Tes-tes saring pada DM adalah :

1. Gula darah puasa (GDP)

2. Gula darah sewaktu (GDS)

3. Tes urin : - Tes konvensional

- Tes carik celup

Indikasi

1. Usia > 45 tahun

2. BB > 110% BB idaman atau IMT > 23 kg/m2

3. Hipertensi ≥ 140/90 mmHg

4. Riwayat DM dalam garis keturunan

5. Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau BBL > 4000 gram

6. Kolesterol HDL ≤ 35 mg/dl dan atau TG ≥ 250 mg/dl

Tes Diagnostik

Tujuan :

Untuk memastikan diagnosis DM pada individu dengan keluhan klinis khas DM atau

mereka yang terjaring pada tes saring

Tes-tes diagnostik pada DM adalah :

1. GDP

2. GDS

3. Glukosa jam ke-2 TTGO

Indikasi

- Ada keluhan klinis khas DM : poliuria, polidipsi, polifagia, lemah, penurunan BB yang

tidak jelas penyebabnya

- Tes saring dengan hasil :

a. GDS plasma vena = 110 – 199 mg/dl

darah kapiler = 90 – 199 mg/dl; atau

b. GDP plasma vena = 110 – 125 mg/dl

darah kapiler = 90 – 109 mg/dl; atau

c. Tes urin glukosa/reduksi positif

Test TTGO

12

Page 13: Diabetes Melitus

TTGO adalah kepanjangan dari tes toleransi glukosa oral. Caranya: sesudah orang puasa

10 jam sejak malam hingga pagi, saat pagi-pagi darah diambil sedikit untuk diperiksa

kadar gulanya. Setelah itu, orang tersebut diberi minum larutan 75 gram glukosa, lalu

duduk baik-baik (tidak boleh makan apa-apa) sambil menunggu.

Indikasi TTGO :

a. Keluhan klinis tidak ada dan pada tes diagnostik pertama :

GDS plasma vena = 110 – 199 mg/dl

GDP plasma vena = 110 – 125 mg/dl

b. Tes diagnostik pertama :

GDS plasma vena ≥200 mg/dl

GDP plasma vena ≥126 mg/dl

Setelah diulang :

GDS plasma vena <200 mg/dl

GDP plasma vena <126 mg/dl

c. DM Gestasi

Tes Monitoring Terapi :

Meliputi :

1. GDP

2. GD2PP

3. HbA1c

Tes Untuk Mendeteksi Komplikasi

1. Mikroalbuminuria

2. Ureum, kreatinin, asam urat

3. Kolesterol total

4. Kolesterol LDL

5. Kolesterol HDL

6. Trigliserida

Tujuan :

Untuk memantau keberhasilan pengobatan untuk mencegah terjadinya komplikasi

kronik DM

13

Page 14: Diabetes Melitus

Indikasi :

Individu yang didiagnosis :

1. DM

2. TGT (Toleransi Glukosa Terganggu)

3. GDPT (Glukosa Darah Puasa Terganggu)

TGT :

Suatu keadaan dimana kadar glukosa darah meningkat tetapi belum mencapai parameter

untuk didiagnosis sebagai DM

Pelaksanaan Pengendalian DM :

1. GDP, GD2PP frekuensinya tergantung kebutuhan pasien

2. Tes A1c, 2 – 4 kali/tahun

3. Tes fraksi lipid 1 kali/tahun

Tes Glukosa Darah : GDS, GDP, GD2PP, TTGO

PRAANALITIK

GDP

- Pasien dipuasakan 8 – 12 jam sebelum tes

- Semua obat dihentikan dulu

GD2PP

- Dilakukan 2 jam setelah tes GDP

- Pasien diberikan makanan yang mengandung

100 gram KH sbl tes

TTGO

- Tiga hr sbl tes makan seperti biasa

- Kegiatan jasmani seperti yang biasa dilakukan

- Puasa minimal 8 jam dimulai malam hari,

boleh minum air putih

14

Page 15: Diabetes Melitus

Persiapan sampel :

Pengambilan sampel sebaiknya pagi hari karena adanya variasi diurnal. Pada sore hari

glukosa darah lebih rendah sehingga banyak kasus DM yang tidak terdiagnosis

Sampel plasma stabil selama < 1 jam

Untuk sampel simpan, tambahkan Natrium Fluorida 2,5 mg/ml darah. Sampel ini stabil

pada suhu 15 – 25 C selama 24 jam, dan pada suhu 4 C stabil selama 10 hr.

Sampel serum stabil selama < 2 jam

PASCA ANALITIK

Interpretasi Tes Glukosa Darah

TES SAMPEL BUKAN

DM

BELUM

PASTI

DM

DM

GDS Plasma vena

Darah kapiler

< 110

< 90

110 – 199

90 – 199

≥200

≥200

GDP Plasma vena

Darah kapiler

< 110

< 90

110 – 125

90 – 109

≥126

≥110

GD2PP Darah vena

Darah kapiler

< 140

< 120

140 – 200

120 - 200

>200

>200

Interpretasi hasil TTGO

Kriteria GDP 2 Jam TTGO

GDPT ≥ 110 serta < 126 < 140

TGT < 126 ≥ 140 serta < 200

DM ≥ 126 ≥ 200

15

Page 16: Diabetes Melitus

Tes Glukosa Urine

PRAANALITIK

Persiapan pasien sama dengan persiapan pasien pada tes glukosa darah puasa dan

tes glukosa darah post prandial (selanjutnya lihat penuntun praktikum)

Tes HbA1c

Hb A1c (Hb Adult 1c) atau tes A1c merupakan pedoman untuk memonitor terapi DM

karena dapat diperoleh informasi rata-rata kadar glukosa darah selama 40 – 60 hari

terakhir HbAIC (Glucosated Haemoglobin AIC) meningkat yaitu terikatnya glukosa

dengan Hb. (Normal : 3,8-8,4 mg/dl). HbA1C adalah komponen Hb yang terbentuk dari

reaksi non-enzimatik antara glukosa dengan N terminal valin rantai b Hb A dengan ikatan

Almidin. HbA1C akan meningkat secara signifikan bila glukosa darah meningkat. Karena

itu, HbA1C bisa digunakan untuk melihat kualitas kontrol glukosa darah pada penderita

DM (glukosa darah tak terkontrol, terjadi peningkatan HbA1C -nya) sejak 3 bulan lalu

(umur eritrosit). HbA1C meningkat: pemberian Tx lebih intensif untuk menghindari

komplikasi. Nilai yang dianjurkan PERKENI untuk HbA1C (terkontrol): 4%-5,9%. Jadi,

HbA1C penting untuk melihat apakah penatalaksanaan sudah adekuat atau belum.

Sebaiknya, penentuan HbA1C ini dilakukan secara rutin tiap 3 bulan sekali (Anik &

Benard, 2008).

Frekuensi tes A1c disesuaikan dengan kebutuhan pasien secara individual

diantaranya :

Terapi berdsrkan tipe DM Frekuensi yang direkomendasikan

DM tipe 1 dg terapi min./sedang 3 – 4 kali/tahun

DM tipe 1 dg terapi intensif Setiap 1 – 2 bulan

DM tipe 2 2 kali/tahun utk pasien stabil

DM pregestasi Setiap 1 -2 bulan

16

Page 17: Diabetes Melitus

DM gestasi Setiap 1 -2 bulan

PRAANALITIK

Persiapan pasien :

Pasien tidak perlu dipuasakan

Persiapan sampel :

Darah kapiler atau plasma vena

Darah simpan stabil sampai 4 minggu pada suhu 2 – 8 oC atau 2 minggu pada suhu 20 -

25 oC

Utk jangka panjang disimpan di freezer

PASCA ANALITIK

INTERPRETASI :

Kriteria Pengendalian Kriteria A1c (%)

Baik < 6,5

Sedang 6,5 - 8

Buruk > 8

Tes Mikroalbuminuria

PRAANALITIK

Persiapan pasien : Tdk ada (tidak ada variasi diurnal pada mikroalbuminuria DM)

Persiapan sampel :

- Sebaiknya urin segar. Tes dilakukan < 2 jam setelah urin dikemihkan

17

Page 18: Diabetes Melitus

- Wadah penampung urin dari plastik, tanpa bahan pengawet

- Albumin urin stabil pada suhu 4 C 1 minggu. Sampel simpan lama, albumin urin stabil

pada suhu -20 C s/d -80 C

Prinsip tes :

Berdasarkan ikatan kuat antara sulfonephthalein dg albumin : mghasilkan perubahan

warna lalu diukur secara fotometrik

Alat dan Bahan : Alat Clinitek, reagen strips : Multistix, urin

ANALITIK

Cara kerja : Sesuai dengan alat yang digunakan

Nilai rujukan :

< 20 mg/L (<0,02 g/L) atau

≤ 30 mg/24 jam (≤0,03 g/24 jam)

PASCA ANALITIK

Interpretasi:

Kategori Urin 24 jam Urin waktu ttt Urin sewaktu

Mg/24 jam Μg/menit Μg/mg kreatinin

Normal < 30 < 20 < 30

Microalbuminuria 30 -299 20 - 199 30 - 299

Macroalbuminuria > 300 ≥ 200 ≥ 300

Penatalaksanaan

Tujuan pelaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup penyandang

diabetes.

Langkah langkah penatalaksanaan penyandang diabetes

Evaluasi medis :

18

Page 19: Diabetes Melitus

1. Riwayat penyakit

2. Pemeriksaan fisik

3. Evaluasi penunjang

4. Tindakan rujukan

5. Evaluasi medis secara berkala

Terapi Non Farmakologi 1) Diet

Terapi pengobatan nutrisi adalah direkomendasikan untuk semua pasien diabetes

mellitus, terpenting dari keseluruhan terapi nutrisi adalah hasil yang dicapai untuk hasil

metabolik optimal dan pemecahan serta terapi dalam komplikasi. Individu dengan diabetes

mellitus tipe 1 fokus dalam pengaturan administrasi insulin dengan diet seimbang. Diabetes

membutuhkan porsi makan dengan karbohidrat yang sedang dan rendah lemak, dengan fokus

pada keseimbangan makanan. Pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 sering memerlukan

pembatasan kalori untuk penurunan berat badan (Dipiro dkk., 2005).

2) Aktivitas

Latihan aerobik meningkatkan resistensi insulin dan kontrol gula pada mayoritas

individu dan mengurangi resiko kardiovaskuler kontribusi untuk turunnya berat badan atau

pemeliharaan (Dipiro dkk., 2005).

2) Terapi Farmakologi Terapi farmakologi ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai

19

Page 20: Diabetes Melitus

dengan terapi non farmakologi. a. Obat Hipoglikemik Oral (OHO) Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan : 1. Sulfonilurea

Obat hipoglikemik oral golongan sulfonilurea merupakan obat pilihan (drug of choice) untuk

penderita diabetes dewasa baru dengan berat badan normal dan kurang serta tidak pernah

mengalami ketoasidosis sebelumnya. Senyawa-senyawa sulfonilurea sebaiknya tidak diberikan

pada penderita gangguan hati, ginjal dan tiroid. Absorpsi senyawa- senyawa sulfonilurea melalui

usus cukup baik, sehingga dapat diberikan per oral (Anonim, 2005b). Senyawa sulfonilurea

dibagi menjadi dua golongan atau generasi senyawa. Golongan pertama senyawa sulfonilurea

mencakup tolbutamida, asetoheksamida, tolazamida, dan klorpropamida. Sedangkan generasi

kedua meliputi glibenklamida (gliburida), glipizida, glikazida,dan glimepirida. Obat-obat

generasi kedua lebih kuat dibandingkan senyawa sebelumnya (Gilman, 2008).

2. Biguanid

Satu-satunya senyawa biguanid yang masih dipakai sebagai obat hipoglikemik oral saat ini

adalah metformin. Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati

(glukoneogenesis), disamping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama dipakai pada

penderita diabetes gemuk. Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi

ginjal (kreatinin serum > 1,5) dan hati, serta pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia

(penyakit serebrovaskular, sepsis, syok, gagal jantung) (Anonim, 2006a).

3. Glinid Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu: repaglinid dan nateglinid. Umumnya dipakai dalam bentuk kombinasi dengan obat-obat antidiabetik lainnya (Anonin,2005b). 4. Tiazolidindion

Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah

protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer. Tiazolidindion

dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung klas l-lV karena dapat memperberat

20

Page 21: Diabetes Melitus

edema/retensi cairan dan juga pada gangguan faal hati. Pada pasien yang menggunakan

tiazolidindion tidak digunakan sebagai obat tunggal (Anonim, 2006a).

5. Penghambat Alfa Glukosidase (Acarbose)

Obat ini bekerja dengan mengurangi absorbsi glukosa di usus halus, sehingga mempunyai

efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbose tidak menimbulkan efek

samping hipoglikemia (Anonim, 2006).

Indikasi pemakaian Obat Hipoglikemik Oral :

a. Diabetes sesudah umur 40 tahun.

b. Diabetes kurang dari 5 tahun.

c. Memerlukan insulin dengan dosis kurang dari 40 unit sehari.

d. Diabetes mellitus tipe 2, berat normal atau lebih (Soegondo, 2005)

21

Page 22: Diabetes Melitus

22

Page 23: Diabetes Melitus

Indikasi :

1. Penurunan berat badan yang cepat

2. Hiperglikemia berat disertai ketosis

3. Ketoasidosis diabetik

4. Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik

5. Hiperglikemia dengan asidosis laktak

6. Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal

7. Stres berat

8. Diabetes gestasional yang tidak terkendali dengan perencanaan makan

9. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat

10. Kontraindikasi atau alergi OHO

Efek samping Penurunan HbA1C

sulfonilurea BB naik , hipoglikemia 1,5 – 2 %

glinid BB naik , hipoglikemia ?

metformin Diare, dispepsia, asidosis

laktat

1,5 – 2 %

tiazolidindion Edema 0,5-2%

Penghambat

glukoneogenesis

Flatulens, tinja lembek 1.3%

insulin BB naik , hipoglikemia Potensial sampai

normal

23

Page 24: Diabetes Melitus

Pencegahan

Pencegahan primer

adalah upaya yang ditujukan pada kelompok yang memiliki faktor risiko, yakni mereka yang

belum terkena, tetapi berpotensi untuk mendapat DM dan kelompok intoleransi glukosa.

Individu resiko tinggi : 1) Berumur lebih dari 40 tahun 2) Gemuk 3) Hipertensi 4) Riwayat keluarga DM 5) Riwayat melahirkan bayi > 4 kg 6) Riwayat DM pada saat kehamilan 7) Dislipidemia B. Pencegahan sekunder

Pencegahan sekunder

adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya penyulit pada pasien yang telah menderita

DM. Dilakukan dengan pemberian pengobatan yang cukup dan tindakan deteksi dini penyulit

sejak awal pengelolaan penyakit DM.

24

Page 25: Diabetes Melitus

C. Pencegahan tersier Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang diabetes yang telah mengalami penyulit dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut. Upaya rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini mungkin, sebelum kecacatan

menetap. Sebagai contoh aspirin dosis rendah (80-325 mg/hari) dapat diberikan

secara rutin bagi penyandang diabetes yang sudah mempunyai penyulit

makroangiopati.

Pada upaya pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhan

25

Page 26: Diabetes Melitus

Komplikasi

Diabetes melitus dapat menimbulkan berbagai komplikasi yang menyerang beberapa

organ dan yang lebih rumit lagi, penyakit diabetes tidak menyerang satu alat saja, tetapi berbagai

organ secara bersamaan. Komplikasi ini dibagi menjadi dua kategori (Schteingart, 2006):

a. Komplikasi metabolik akut : ketoasidosis dan hipoglikemia. b. Komplikasi- komplikasi vaskular jangka panjang : Mikroangiopati : retinopati, nefropati, neuropati. Makroangiopati :

1. klaudikasio 2. intermitten, 3. gangren, 4. infark 5. miokardium dan angina.

Prognosis

Diabetes melitus tidak dapat diobati tetapi dapat kontrol baik jika buruk akan

mengakibatkan komplikasi sampai dengan kematian.

26

Page 27: Diabetes Melitus

BAB I11

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Diabetes mellitus adalah penyakit yang tidak dapat disembuhkan tetapi dapat

dikontrol dan

Jumlah pasien DM dalam kurun waktu 25-30 tahun mendatang akan sangat

meningkat akibat perubahan pola hidup, urbanisasi, perubahan pola demografi, dan

lain lain. Pencegahan baik primer, sekunder, maupun tersier merupakan upaya paling

tepat dalam mengantisipasi penyakit DM.

3.2 SARAN

Untuk penderita diabetes mellitus disarankan untuk melakukan kegiatan sebagai berikut :1. Program penurunan berat badan

2. Diet sehat

3. Latihan jasmani

4. Menghentikan rokok

Dengan begitu dapat mengontrol diabetes mellitus dan mengurangi komplikasi dari diabetes

mellitus sehingga kualitas hidup dapat tercapai.

27