Diabetes Melitus
description
Transcript of Diabetes Melitus
DIABETES MELITUS
I. PENDAHULUAN
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005. Diabetes Melitus (DM)
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang
terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua – duanya. Hiperglikemia
kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau
kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah.
Sedangkan menurut World Health Organization (WHO) dikatakan bahwa DM merupakan
sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat tetapi secara
umum dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi akibat dari
sejumlah faktor dimana didapatkan defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi
insulin. 1
Pada penyandang DM dapat terjadi komplikasi pada semua tingkatan anatomik.
Manifestasi komplikasi kronik dapat terjadi pada tingkat pembuluh darah kecil
(mikrovaskular) berupa kelainan pada retina mata, glomerulus ginjal, saraf dan pada otot
jantung (kardiomiopati) pada pembuluh darah besar, manifestasi komplikasi kronik DM
dapat terjadi pada pembuluh darah serebral, jantung (penyakit jantung koroner) dan
pembuluh darah perifer (tungkai bawah). Komplikasi lain DM dapat berupa kerentanan
berlebih terhadap infeksi dengan akibat mudahnya terjadi infeksi saluran kemih, tuberkulosis
paru dan infeksi kaki, yang kemudian dapat berkembang menjadi ulkus/gangren diabetes.2
II. EPIDEMIOLOGI
Secara epidemiologi diabetes sering kali tidak terdeteksi dan dikatakan onset atau
mulai terjadinya diabetes adalah 7 tahun sebelum diagnosis ditegakkan, sehingga morbiditas
dan mortalitas dini terjadi pada kasus yang tidak terdeteksi ini. Penelitian lain menyatakan
bahwa dengan adanya urbanisasi, populasi diabetes tipe 2 akan meningkat 5 – 10 kali lipat
karena terjadi perubahan perilaku tradisional menjadi urban. 3
Dari data Nasional Diabetes tahun 2007 didapatkan total 23,6 juta anak-anak dan
dewasa di Amerika Serikat, yaitu 7,8 % dari populasi memiliki diabetes. Dan 17,9 juta orang
1
yagn telah terdiagnosis, terdapat 5,7 juta orang yang belum terdiagnosis. Sedangkan, jumlah
orang pra-diabetes terdapat 57 juta orang. Dan terdapat kasus baru dengan 1,6 juta orang
terdiagnosis. Penelitian terakhir yang dilakukan Litbang Depkes 2008, didapatkan prevalensi
nasional untuk TFT 10,25% dan diabetes 5,7% (1,5 terdiri dari pasien diabetes yang sudah
terdiagnosis sebelumnya, sedangkan sisanya 4,2% merupakan kasus baru.)3,4
Faktor resiko yang berubah secara epidemiologi diperkirakan adalah : bertambahnya
usia, lebih banyak dan lebih lamanya obesitas, distribusi lemak tubuh, kurangnya aktifitas
jasmani dan hiperinsulinemia. Semua faktor ini berinteraksi dengan beberapa faktor genetik
yang berhubungan dengan terjadinya DM tipe 2.
Kaki diabetes merupakan salah satu komplikasi kronik DM yang paling ditakuti. \
Sering kaki diabetes berakhir dengan kecacatan dan kematian. Sampai saat ini, di Indonesia
kaki diabetes merupakan masalah rumit. Disamping itu ketidaktahuan masyarakat mengenai
kaki diabetes sangat mencolok, lagi pula ada permasalahan biaya pengelolaan yang besar
yang tidak terjangkau oleh masyarakat pada umunya, semua menambah peliknya masalah
kaki diabetik. 2
III. ETIOLOGI
Klasifikasi etiologi Diabetes Melitus (ADA 2005) terbagi atas 4 faktor : 2
1. Diabetes Melitus Tipe 1 (destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin
absolut).
a. Melalui proses imunologik
b. Idiopatik
2. Diabetes Melitus Tipe 2 (bervariasi mulai yang predominan resitensi insulin disertai
defisiensi insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama
resistensi insulin)
3. Diabetes Melitus tipe lain :
a. Defek genetik fungsi sel beta :
- Kromosom 12, HNF - 1α (dahulu MODY 3)
- Kromosom 7, glukokinase (dahulu MODY 2)
- Kromosom 20, HNF - 4α (dahulu MODY 1)
2
- Kromosom 13, insuli promoter factor – 1 (IPF – 1, dahulu MODY 4)
- Kromosom 17, HNF - 1β (dahulu MODY 5)
- Kromosom2, neuro D1(dahulu MODY 6)
- DNA mitokondria
- lainnya
b. Defek genetik kerja insulin : resistensi insulin tipe A, leprechaunism, sindrom
Rabson Mendenhall, diabetes lipatrofik, lainnya.
c. Penyakit eksokrin pancreas : pancreatitis, trauma/pankreaktomi, neoplasma,
fibrosis kistik, hemokromatosis, pankreatopati fibro kalkulus, lainnya.
d. Endokrinopati : akromegali, sindrom cushing,feokromositoma,
hipertiroidisme somatostatinoma, aldosteronoma, lainnya.
e. Karena obat/zat kimia : vacor, pentamidin, asam nikotinat, glukokortikoid,
hormone tiroid, diazoxid, agonis β adrenergic, tiazid, dilantin, interferon alfa,
lainnya.
f. Infeksi :rubella congenital, CMV, lainnya.
g. Imunologi (jarang) : sindrom “stiff- man”, antibody anti reseptor insulin,
lainnya.
h. Sindrom genetik lain : sindrom down, sindrom klinefelter, sindrom turner,
sindrom wolfram’s, ataksia friedriech’s, chorea Huntington, sindrom
Laurence – Moon – Beild, distrofi miotonik, porfiria, sidrom Prader Willi,
lainnya.
4. Diabetes Kehamilan
IV. PATOFISIOLOGI
Kasus diabetes yang terbanyak dijumpai adalah diabetes mellitus tipe 2, yang
umumnya mempunyai latar belakang kelainan yang diawali dengan terjadinya resistensi
insulin. Awalnya resistensi insulin masih belum menyebabkan diabetes secara klinik. Pada
saat tersebut sel beta pancreas masih dapat mengkompensasi keadaan ini dan terjadi suatu
hiperinsulinemia dan glukosa darah masih normal atau baru sedikit meningkat. Kemudian
setelah terjadi ketidak sanggupan sel beta pankreas, baru akan terjadi diabetes mellitus secara
klinik, yang ditandai dengan terjadinya peningkatan kadar glukosa darah yang memenuhi
kriteria diagnosis diabetes melitus. 2
3
Terjadinya masalah kaki diawali adanya hiperglikemia pada penyandang DM yang
menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah. Hiperglikemi pada DM
dapat terjadi karena masukan karbohidrat yang berlebih, pemakaian glukosa dijaringan tepi
berkurang, akibat produksi glukosa hati yang bertambah, serta akibat insulin berkurang
jumlahnya maupun kerjanya. Dengan memperhatikan mekanisme asal terjadinya
hiperglikemi ini, dapat ditempuh berbagai langkah yang tepat dalam usaha untuk menurunkan
kadar glukosa darah sampai batas yang aman untuk menghindari tejadinya komplikasi kronik
DM. 2
Neuropati, baik neuropati sensorik maupun motorik dan autonomik akan
mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan otot, yang kemudian menyebabkan
terjadinya perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan selanjutnya akan
mempermudah terjadinya ulkus. Adanya kerentanan terhadap infeksi menyebabkan infeksi
mudah merebak menjadi infeksi yang luas. Faktor aliran darah yang kurang juga akan lebih
lanjut menambah rumitnya pengelolaan kaki diabetik2.
V. DIAGNOSIS
Diagnosis DM tipe 2 jarang didiagnosis sampai komplikasi dari DM muncul, dan 1/3
dari masyarakat mungkin belum terdiagnosis. Diagnosis DM ditegakkan atas dasar
pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya
glukosuria untuk mendiagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah
pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan
darah plasma vena. Penggunaaan darah utuh (Whole Blood), vena ataupun kapiler tetap dapat
dipergunakan dengan memperhatikan angka – angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai
pembakuan oleh WHO. 3
Tes yang memungkinkan untuk diperiksa pada pasien diabetes adalah : gula darah
puasa, tes oral toleransi glukosa, dan pemerikasaan HbA1C. Sedangkan untuk tujuan
pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa
darah kapiler. Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik dan
keluhan lain DM seperti tersebut dibawah ini :1
keluhan klasik DM berupa : Poliuria, Polidipsia, polifagia, dan penurunan
berat badan yang tidak dijelaskan sebabnya.
4
Keluhan lainnya berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan
disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.
Diabetes Mellitus tipe 2 merupakan diabetes dengan defek progresif pada sekresi
insulin akibat resistensi insulin. Diagnosis diabetes apabila seseorang memenuhi satu atau
lebih dari kriteria di bawah ini :1,5
No. Kriteria diagnosis DM
1. A1C > 6,5 pada dua kali pemeriksaan
(Tes A1C harus dilakukan menggunakan laboratorium yang menggunakan metode
berstandar Program Nasional Glikohemoglobin)
2. Gejala klasik + kadar glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL (7,0 mmol/L)
Puasa diartikan pasen tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam
Atau
3. Kadar glukosa plasma 2 jam pada TTGO ≥ 200 m/dL (11,1 mmol/L)
TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara
dengan 75 gr glukosa anhidrus yang dilarutkanke dalam air
Atau
4. Gejala klasik + glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L)
Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan yang sesaat pada suatu hari
tanpa memperhatikan waktu makan teakhir
Ada perbedaan antara uji diagostik DM dan pemeriksaan penyaring. Uji diagnostik DM
dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala/tanda DM, sedangkan pemeriksaan
penyaring bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang tidak bergejala, yang mempunyai
resiko DM. pemeriksaan penyaring dikerjakan pada kelompok dengan salah satu resiko DM
sebagai berikut3
Usia > 45 thn.
Berat badan lebih : . 110 % berat badan idaman atau indeks massa tubuh (IMT) 23
kg/m2.
Hipertensi (TD ≥ 140/90 mmHg)
Riwayat DM dalam garis keturunan
Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat, atau BB lahir bayi > 4.000 gr
5
Riwayat DM gestasional
Riwayat toleransi gula terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT)
Memiliki riwayat penyakit kardiovaskuler.
Kolesterol HDL ≤35 mg/dL dan atau trigliserida ≥250 mg/dL.
Pemeriksaan penyaring berguna untuk menjaring pasien DM, adalah TGT dan GDPT.
Populasi dengan TGT dan GDPT merupakan tahapan sementara menuju DM. Setelah 5-10
tahun kemudian 1/3 kelompok TGT akan berkembang menjadi DM, 1/3 tetap TGT dan 1/3
lainnya kembali normal. Adanya TGT berkaitan dengan resistensi insulin. 3
Pre diabetes merupakan keadaan hiperglikemi yang belum memenuhi kriteria untuk
diabetes, tapi ini akan beresiko menjadi diabetes tipe 2. Diagnosis untuk pre diabetes dibuat
saat seseorang memenuhi satu atau lebih criteria dibawah ini :5
- A1C 5,7% - 6,4% (sesuai dengan spesifikasi laboratorium)
- Gula darah Puasa 100mg/dl – 125 mg/dl
- Tes oral toleransi glukosa-2 jam plasma : 140 mg/dl – 199 mg/dl
Sedangkan modifikasi faktor resiko pada kaki diabetik adalah : 2
Stop merokok
Memperbaiki berbagai resiko terkait aterosklerosis :
Hiperglikemia
Hipertensi
Dislipdemia
Kadar glukosa darah sewaktu dan glukosa darah puasa sebagai patokan penyaring
dapat dilihat pada table berikut :1,3
Bukan DM Belum pasti DM
Kadar glukosa
darah sewaktu
(mg/dL)
Plasma vena
Darah kapiler
< 100
< 90
100 – 199
90 – 199
≥ 200
≥ 200
Kadar glukosa Plasma vena <100 100 – 125 ≥ 126
6
darah puasa
(mg/dL)
Darah kapiler <90 90 - 99 ≥ 126
Catatan : untuk kelompok resiko tinggi yang tidak mempunyai kelainan hasil, dilakukan
ulangan tiap tahun. Bagi mereka yang berusia > 45 thn tanpa resiko lain, pemeriksaan
penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun.
VI. DIAGNOSIS BANDING
a. Hiperglikemia reaktif
b. Toleransi Glukosa Terganggu (TGT)
c. Glukosa darah puasa terganggu (GDPT)3
VII. PENATALAKSANAAN
Pada penyakit DM dapat digunakan pilar pelaksanaan DM sebagai berikut :
1. Edukasi
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah
terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif
pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju
perubahan perilaku. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi
yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi.1
Penyakit DM, makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM, penyulit DM,
intervensi farmakologis dan non – farmakologis, hipoglikemia, masalah khusus yang
dihadapi, cara mengembangkan sistem pendukung dan mengajarkan keterampilan, cara
mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan. 2
2. Terapi gizi medis (TGM)
Merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes secara total. Setiap penyandang
diabetes sebaiknya mendapat TGM sesuai dengan kebutuhannya guna mencapai sasaran
terapi. Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi: karbohidrat 45 – 65 %
total asupan energi, protein 10 – 20 % total asupan energi, lemak 20 – 25 % kebutuhan kalori,
7
tidak diperkenankan melebihi 30 % total asupan energi, Natrium sama anjurannya untuk
masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000mg atau sama dengan 6 -7 gr (1 sendok teh)
garam dapur, serat ± 25 gr/1000 kkal/hr, pemanis alternatif terbagi atas 2 yaitu pemanis
bergizi (gula alkohol & fruktosa) dan pemanis tidak bergizi (aspartame, sakarin, acesulfame,
potassium, sukralose & neotame). 1
Jumlah kandungan kolesterol disarankan < 300mg/hr. diusahakan lemak berasal dari
sumber asam lemak tidak jenuh (MUFA = Mono Unsaturated Fatty Acid), dan membatasi
PUFA (Poly Unsaturated Fatty Acid) dan asam lemak jenuh. Jumlah kandungan serat ± 25
g/hr, diutamakan serat larut. 2
3. Latihan jasmani
Kegiatan jasmani sehari – hari dan latihan jasmani secara teratur (3 – 4 kali seminggu
kuran lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan
sehari – hari seperti berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga dan berkebun harus tetap
dilakukan. 3
4. Intervensi farmakologi
Intervensi farmakologi ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai
dengan pengaturan makanan dan latihan jasmani. Terdiri atas 2 yaitu : Obat Hipoglikemi
Oral (OHO) dan Insulin. 1
Obat Hipoglikemik Oral (OHO),berdasarkan cara kerjanya, HO dibagi menjadi 4
golongan: 1,3,
a. Pemicu sekresi insulin ( insulin sekretagogue) : sulfonilurea dan glinid.
b. Penambah sensitivitas terhadap insulin : metformin, tiazolidindion.
c. Penghambat glukonegenesis : metformin
d. Penghambat absorpsi glukosa : penghambat glukosidase alfa.
Hal-hal yang Perlu Diperhatikan Dalam Memilih Obat Hiperglikemik Oral2
a. Dosis selalu harus dimulai dengan dosis rendah yang kemudian dinaikkan secara
bertahap.
b. Harus diketahui betul bagaimana cara kerja, lama kerja dan efek samping obat-obat
tersebut. (misalnya klorpropamid jangan diberikan 3 kali 1 tablet, karena lama
kerjanya 24 jam)
8
c. Bila memberikannya bersama obat lain, pikirkan kemungkinan adanya reaksi obat.
d. Pada kegagalan sekunder terhadap obat hipoglikemik oral, usahakanlah
menggunakan obat oral golongan lain, bila gagal baru beralih kepada insulin.
e. Usahakanlah agar harga obat terjangkau oleh pasien.
Sasaran pengelolaan diabetes mellitus bukan hanya glukosa darah saja. Tetapi juga
termasuk faktor-faktor lain yaitu berat badan, tekanan darah, dan profil lipid, seperti tampak
pada sasaran pengendalian diabetes mellitus yang dianjurkan dalam Konssensus Pengelolaan
dan Pencengahan DM Tipe 2 di Indonesia tahun 2006 (Perkumpulan Endokrinologi
Indonesia). 2
Dengan berbagai macam usaha tersebut, diharapkan sasaran pengendalian glikemia
pada diabetes mellitus seperti yang dianjurkan pada pakar diabetes di Indonesia dapat
dicapai, sehingga pada gilirannya nanti komplikasi kronik diabetes mellitus juga dapat
dicegah dan pasien diabetes mellitus dapat hidup berbahagia bersama diabetes yang
disandangnya. 2
VIII. PENILAIAN HASIL TERAPI
Dalam praktek sehari – hari, hasil pegobatan DM harus dipantau secara terencana
dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan jasmani dan pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah :1,2
1. Pemerikasaan kadar glukosa darah.
2. Pemeriksaan A1C.
3. Pemantauan glukosa darah mandiri (PGDM).
4. Pemeriksaan glukosa urin.
5. Pemantauan benda keton.
IX. PENGENDALIAN DM
Untuk dapat mencegah terjadinya komplikasi kronik, diperlukan pengendalian DM
yang baik yang merupakan sasaran terapi. Diabetes terkendali dengan baik, apabila kadar
glukosa darah mencapai kadar yang diharapkan serta kadar lipid dan A1C juga mencapai
kadar yang diharapkan. Demikian pula status gizi dan tekanan darah.
Untuk pasien berumur lebih dari 60 tahun dengan komplikasi, sasaran kendali kadar
glukosa darah dapat lebih tinggi dari biasa (puasa 100-125 mg/dL dan sesudah makan 145-
9
180 mg/dL). Demikian pula kadar lipid, tekanan darah, dan lain-lain, mengacu pada batasan
kriteria pengendalian sedang. Hal ini dilakukan mengingat sifat-sifat khusus pasien usia
lanjut dan juga untuk mencegah kemungkinan timbulnya efek samping hipoglikemia dan
interaksi obat1.
X. PENYULIT DIABETES MELITUS
Dalam perjalanan penyakit DM, dapat terjadi penyulit akut dan penyulit menahun.1,3
1. Penyulit akut :
a. Ketoasidosis diabetes
b. Hiperosmolar non ketotik
c. Hipoglikemia
Gejala hipoglikemi terdiri dari gejala adrenergik (berdebar, banyak keringat, gemetar,
rasa lapar) dan gejala neuroglikopenik (pusing, gelisah, kesadaran menurun sampai koma).
Hipoglikemia ditandai dengan menurunya kadar glukosa < 60 mg/dL. Bila terjadi penurunan
kesadaran pada penyandang diabetets harus selalu dipikirkan kemungkinan terjadinya
hipoglikemia. Hipoglikemia paling sering disebaban oleh penggunaan sulfonilurea dan
insulin. Hipoglikemia akibat sulfonilurea dapat berlangsung lama. Sehingga harus diawasi
sampai seluruh obat diekskresi dan waktu kerja obat telah habis.
2. Penyulit menahun
a. Makroangiopati
- Pembuluh darah jantung
- Pembuluh darah tepi, penyakit perifer sering terjadi pada penyandang diabetes.
Biasanya terjadi dengan gejala tipikal intermittent caudicatio, meskipun sering
tanpa gejala. Terkadang ulkus iskemik kaki merupakan kelainan yang pertama
muncul.
- Pembuluh darah otak
10
b. Mikroangiopati
- Retinopati diabetik, kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan
mengurangi resiko dan memberatnya retinopati. Terapi aspirin tidak mencegah
timbulnya retinopati.
- Nefropati diabetik, kedali glukosa dan tekanan darahyang baik akan mengurangi
resiko nefropati. Pembatasan asuan protein dalm diet (0,8/kgBB) juga akan
mengurangi resiko terjadinya nefropati.
c. Neuropati
Yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer, berupa hilangnya
sensasi distal. Beresiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan amputasi gejala
yang sering dirasakan kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri, dan lebih teraa
sakit dimalam hari. Setelah diagnosis DM ditegakkan pada setiap pasien perlu
dilakukan skrining untuk mendeteksi adanya polineurpati distal dengan
pemeriksaan neurologi sederhana, dengan monofilamen 10 gr. Dilakukan
sedikitnya setiap tahun. Untuk mengurangi rasa sakit dapat diberikan duloxetin,
antidepresan trisiklik atau gabapentin.1,4
11
DAFTAR PUSTAKA
1. PERKENI (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia). IPD’s CIM (Compendium of
Indonesia Medicine) edisi 1. Divisi Dept. Ilmu Penyakit Dalam FK UI/RSCM. Jakarta.
2009. Hal 15 – 34.
2. Sudoyo,aru w,dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3 edisi ke – IV. Pusat
Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FK UI. Jakarta. 2007. Hal 1852 – 1866, 1902-1904,
1911 – 1914.
3. Soegondo, Sidartawan. Penatalaksaanaan Diabetes Melitus Terpadu. FK UI. Jakarta
2009. Hal 19-23
4. Rani A. Azis. Panduan Pelayanan Medik. Departemen ilmu penyakit dalam FK UI.
Jakarta. 2008. Hal 9 – 15.
5. JoAnn Sperl-Hillen, MD , Bruce Redmon, MD, et all. Health Care Guideline:
Diagnosis And Management Of Type 2 Diabetes Mellitus In Adults. Institute For
Clinicalsystems Improvement (IFCI). Minessota. 2010, 14. Ed.
12