Hak, Kewajiban dan Perilaku Konstitusional sebagai Warga Negara Indonesia
DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ... · PDF filetugas konstitusional kita dalam...
Click here to load reader
Transcript of DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ... · PDF filetugas konstitusional kita dalam...
Nomor: RISALAHDPD/KMT.I-RDPU/I/2017
DEWAN PERWAKILAN DAERAH
REPUBLIK INDONESIA
-----------
RISALAH
RDPU KOMITE I DPD RI TENTANG PENYUSUNAN RUU ETIKA
PENYELENGGARAAN NEGARA
MASA SIDANG III TAHUN SIDANG 2016-2017
I. KETERANGAN
1. Hari : Senin
2. Tanggal : 30 Januari 2017
3. Waktu : 10.31 WIB - 11.26 WIB
4. Tempat : R.Sidang 2A
5. Pimpinan Rapat :
1. Drs. H. Akhmad Muqowam (Ketua)
2. H. Fachrul Razi, M.IP (Wakil Ketua)
3. Benny Rhamdani (Wakil Ketua)
6. Sekretaris Rapat :
7. Acara : Menginisiasi penyusunan RUU tentang etika
penyelenggaraan negara dengan narasumber Deddy Supriady
Bratakusumah, Ph.D. dan Prof. Dr. Eko Prasojo.
8. Hadir : Orang
9. Tidak hadir : Orang
RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER (PAGI) MS III TS 2016-2017
(SENIN, 30 JANUARI 2017) 1
II. JALANNYA RAPAT :
PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI)
Pak Nono saya buka dulu aja Pak Nono. Nanti kemudian yang isi beliau
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Syukur alhamdulillah. Selamat pagi dan salam sejahtera untuk kita semua.
pertama-tama mari kita bersyukur pada Tuhan Yang Maha Kuasa, Allah SWT yang
alhamdulillah kita semua masih diberi kesehatan sehingga kita dapat melaksanakan tugas-
tugas konstitusional kita dalam keadaan sehat walafiat.
Ibu dan Bapak sekalian, kalimat selamat pagi itu Pak Nono, semangat pagi gitu kan,
Pak Idris, selamat pagi, itu sebetulnya sebuah motivasi untuk kita sekalian ini. Kalau selamat
malam sudah saatnya tidur. Selamat sore itu sudah tidak ada tenaga lagi. Selamat pagi, gitu
sehingga itu menjadi motivasi sebetulnya. Kita tanggal 11 itu masih ngomong selamat pagi
sayangnya.
Pak Deddy dan Bapak Ibu sekalian, hari ini kita rapat dengar pendapat dengan dua
orang semestinya. Satu adalah Pak Deddy Bratakusuma. Ph.D. Beliau ini adalah deputi
Kemenpan RB, Deputi Bidang Tata Laksana Kemenpan RB. Seharusnya ini ada Pak Eko
juga yang hari ini menjadi Dekan Fakultas Ilmu adminstrasi UI, yang mantan Wakil Menteri.
Mungkin beliau masih sibuk atau masih dengan Tina Talisa, enggak tahu ini karena kemarin
sempat menjadi moderator dalam debat pilkada DKI Jakarta. Oleh karena itu sebelum saya
memberikan kesempatan kepada Pak Deddy, saya ingin membuka dengan ucapkan
bismillahirahmanirrahim
KETOK 1X
Rapat dengar pendapat ini dengan membahas agenda tentang etika penyelenggaraan
negara dibuka dan terbuka untuk umum.
Pak Deddy, saya kira Bapak sudah sering datang ke ruangan ini. Sebelah kanan saya
Pak Fachrul Razi kemudian sebelah kanan di meja anggota adalah Pak Nono Sampono .
Sebelah kiri saya ada Pak Rizal Sirait. Kemudian yang mendampingi adalah yang sebelah
kanan Pak Rizal adalah Pak HMI, H. Muhammad Idris. Jadi kalau kami itu keluarga dan
anggota hasil Muhammad Idris.
Bapak dan Ibu sekalian, saya ingin memnberikan beberapa latar belakang Pak Deddy.
Reformasi birokrasi itu ada beberapa undang-undang yang harus dibuat. Undang-Undang No.
5 saya kira sudah kemudain Undang-Undang yang berkaitan dengan pelayanan publik juga
sudah, kemudian undang-undang yang belum itu masih banyak, ada 4 atau 5 undang-undang
dan ketika kita bicara mengenai Prolegnas maka ada satu RUU yang harus diselesaikan
adalah RUU mengenai etika penyelenggaraan negara. Sebetulnya hari ini sudah mengemuka
di ’98, reformasi itu juga salah satunya memutuskan adanya TAP tentang pokok-pokok
reformasi bangunan dalam rangka penyelamatan dan normalisasi kehidupan nasional sebagai
haluan negara. Kemudian ada TAP/2000 tentang pemantapan persatuan dan kesatuan
nasional. Kemudian ada TAP 6 tentang etika kehidupan berbangsa. Kemudian ada TAP 8
tentang rekomendasi arah kebijakan pemberantasan dan pencegahan KKN amanat penerapan
etika dan RUU ini merupakan bagian dari longlist 2015-2018. Nah karena itu Pak Deddy,
RAPAT DIBUKA PUKUL 10.31 WIB
RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER (PAGI) MS III TS 2016-2017
(SENIN, 30 JANUARI 2017) 2
kami ada tim ahli. Tim ahli itu kita minta ada temen-temen dari dalam, ada Pak Fadli
kemudian ada Saudara Fahriza, kemudian ada Saudara Wawan, ada saudara Sudarman ya
kemudian juga ada teman-teman dari luar dan yang sudah bersedia untuk menjadi tenaga ahli
itu ada Mas Yudi Latif ada Kang Enceng kemudian beberapa kawan lagi. Saya kira Pak
Deddy saya mohon jangan liat forumnya tapi liat substansi yang akan kita bawa sehingga
teman-teman tenaga ahli itu menjadi basis pengetahuan kita untuk memastikan bahwa NA
dan RUU itu menjadi, harus menjadi sesuatu yang kompetensinya tinggi. Nah saya kira Pak
Deddy, saya mohon maaf sekali lagi karena harus berangkat ke MK Pak. Pak Fachrul sebagai
Pimpinan Komite I akan melanjutkan ini. Saya dan Pak Nono izin untuk ke MK ya ketemu
untuk dalam sidang bukan ketemu dengan seseorang hakim MK itu tidak. Saya kira demikian
Pak Fachrul. Mohon maaf. Selanjutnya kami silakan kepada Pak Fachrul untuk memimpin
ini.
Terima kasih.
Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
PIMPINAN RAPAT: FACHRUL RAZI,MIP (WAKIL KETUA KOMITE I DPD RI)
Ya silakan Pak Nono. Semoga sukses di MK.
Baik, karena kita juga sudah melewati 30 menit dari jadwal yang telah ditentukan,
saya pikir tidak ada perpanjangan lagi pengantar yang sebagaimana telah disampaikan oleh
Pak Muqowam sebagai Ketua Komite I. Saya rasa kepada Pak Deddy Bratakusuma yang hari
ini juga sudah hadir Pak, ada beberapa anggota yang sebenarnya masih dalam perjalanan
tentunya menunggu kehadiran senator yang lain dalam perjalanan saya pikir bisa kita mulai
karena juga staf ahli juga sudah hadir di sini . Baik kepada Pak Deddy waktu dan tempat saya
persilakan.
PEMBICARA: DEDDY SUPRIYADI BRATAKUSUMAH. PH.D (NARASUMBER)
Terima kasih Pak Wakil Ketua.
Yang terhormat Anggota.
Kebetulan kami ditugasi atau diundang untuk memberikan ya katakanlah masukan
untuk konsepsi, kalau saya katakan rencana undang-undang etika penyelenggara negara .
Kalau kita lihat bahwa etika ini diartikan oleh misalnya kita ambil dari kamus besar Bahasa
Indonesia adalah apa yang baik dan apa yang buruk dan ihwal hak dan kewajiban moral .
Pengertian pertama. Pengertian kedua, kumpulan azas atau nilai yang berkenaan dengan
akhlak, dan yang tiga nilai mengenai benar dan salah yang di anut satu golongan. Ini lah ada
pengertian apa itu etika. Ya kalau keseharian barangkali etika ini diartikan sebagai yang
buruk dan yang baik. Kalau orang Jawa bilang bilang yang boleh dan yang .... (tidak jelas,
red). Kalau orang Sunda bilang yang pamali dan tidak. Jadi seperti itu itu adalah etika kalau
menurut itu. Kita lihat berikutnya bahwa bada ahli dari Inggris Germany mengatakan bahwa
moral ethics is normative. Memang yang namanya etika ini bersifat normatif yang didasarkan
kepada apa yang kita percayai atau kita yakini itu adalah baik atau buruk kemudian dinilai
dengan sistem nilai yang kita anut ya dan akhirnya bahwa kita percaya bahwa itu adalah atau
kita harus baik dan bagaimana untuk mencapai kebaikan tersebut. Ini kira-kira begitu .
Daripada hakekatnya Bapak Ibu sekalian, etika itu adalah penerapkan value atau nilai-
nilai. Value itu bisa juga didasarkan kepada budaya ya terutama budaya kalau secara umum
itu juga di beberapa negara dipengaruhi oleh agama, adat istiadat dan sebagainya . Dan dari
budaya inilah karena didalam budaya dan katakanlah agama itu bersifat abstrak
dikongkritkan dalam bentuk etika ini. Jadi etika adalah penjawantahan dari nilai-nilai idil
suatu bangsa. Kalau kita nilai idilnya ideologi kita nilai Pancasila, nilai etika ini bagaimana
RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER (PAGI) MS III TS 2016-2017
(SENIN, 30 JANUARI 2017) 3
mengkonkritkan Pancasila kedalam kehidupan sehari-hari yang berbentuk norma atau hukum
atau aturan khusus. Itu begitu ininya tingkatannya.
Berikutnya kalau kita gambarkan secara diagramatik itu budaya akan terdiri dari
logika, etika dan estetika. Ini para ahli mengambarkan seperti ini. Yang terkait dengan logika
adalah ilmu pengetahuan dan sains dan teknologi itu berada di logika. Sementara estetika
adalah yang menyangkut seni bahkan orang kadang-kadang menyederhanakan seolah-olah
kebudayaan sama dengan kesenian, kan begitu. Iya betul bahwa seni itu bagian dari budaya
tersebut Sementara yang terkait dengan apa yang kita bicarakan pagi ini adalah hal yang
kedua ini, etika, dari budaya ada logika, etika dan estetika. Nah etika turunannya adalah
norma. Norma yang menyangkut pribadi yaitu agama atau religi dan kesusilaan, sementara
kalau hubungan antara pribadi, norma tersebut adalah menyangkut kesopanan dan hukum.
Nah yang kita inginkan sekarang norma yang menyangkut antar pribadi ingin kita
masukkan atau kita tuangkan didalam sebuah hukum yang disebut oleh Undang-Undang
Etika Penyelenggara Negara, karena di situ menyangkut hubungan antara atau perilaku
penyelenggara negara dan masyarakat. Ini konsep yang sedang kita bicarakan.
Selanjutnya, apa itu guna etika dalam penyelenggaraan negara? Saya kira ini semua
adalah hal-hal ideal yang kita ingin capai untuk menciptakan pemerintahan yang efektif dan
efisien untuk mencegah penyalahgunaan sumber daya negara untuk kepentingan pribadi dan
golongan, untuk mendorong pengutamaan kepentingan masyarakat dan sebagainya. Jadi
intinya adalah bahwasannya penyelenggara negara ini harus mengutamakan kepentingan
masyarakat daripada kepentingan pribadi dan bebas dari yang kita kenal sebagai KKN.
Selanjutnya, siapa itu penyelenggara? Ini sudah tertuang di dalam Undang-Undang
Nomor 28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bebas dari KKN. Di sana
disampaikan bahwa penjabat negara adalah yang menjalankan fungsi eksekutif atau legislatif
atau yudikatif dan penjabat lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan
penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Jadi ini
yang dimaksud dengan penyelenggaraan negara menurut Undang-Undang Nomor 28 tahun
1999. Dan tadi disampaikan oleh Pak Ketua berbagai konsideran yang mengamanatkan
penerapan etika ini, dari mulai TAP MPR Nomor 10 tahun ’98, Nomor 5 tahun 2000, di situ
menyangkut etika. Saya kira Nomor 6 tahun 2001 dan TAP Nomor 8 tentang rekomendasi
arah kebijakan. Jadi 4 TAP MPR ini mengamanatkan akan perlunya suatu etika terhadap
penyelenggara negara.
Menurut TAP MPR No. 6 tahun 2000, berikut dimensi penerapan etika yang seperti
ini etika kehidupan berbangsa merupakan rumusan bersifat dari ajaran agama, khususnya
yang bersifat universal, yang luhur budaya bangsa yang tercermin dalam Pancasila. Saya kira
nilai ideal kita adalah Pancasila sebagai acuan dasar dalam berpikir, bersikap, dan bertingkah
laku dalam kehidupan berbangsa. Kemudian pokok-pokok etika dalam kehidupan berbangsa
mengedepankan kejujuran, amanah dan seterusnya. Saya kira ini yang tercantum dalam TAP
MPR mengenai dimensi-dimensi etika yang harus kita tegakkan. Selanjutnya didalam TAP
tersebut, kita temukan bahwa prinsip etika adalah kejujuran, transparansi, tepat janji, taat
aturan, keadilan, kewajaran dan kepatutan, tanggung jawab dan kehati-hatian. Saya kira
sangat paraktikal atau sangat apa sesuatu yang bisa kita laksanakan secara nyata.
Selanjutnya pada dasarnya Bapak dan Ibu sekalian, etika yang diamanatkan oleh
konstitusi dan Pancasila dalam hal ini secara umum nilai-nilai yang kita anut sepertinya
sudah tertuang di dalam KUHP. Pertama yaitu criminal law kemudian yang kedua peraturan
perundang-undangan berupa formal ethic legislation itu TAP MPR No. 6 2001 tentang etika
kehidupan berbangsa. Kemudain bahkan untuk Pegawai Negeri Sipil ada PP No.42 tahun
2004 tentang pemilihan jiwa kors dan kode etik Pegawai Negeri Sipil. Pedoman dan
konvensi atau informal ethic legislation, kita sudah minimal mengetahui bahwa etika sudah
tertuang dalam berbagai peraturan perundangan ini dalam bentuk hukum. Pertanyaannya
RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER (PAGI) MS III TS 2016-2017
(SENIN, 30 JANUARI 2017) 4
adalah RUU Etika Penyelenggara Negara ini sebagai apa? Ini yang sedang kita Bapak dan
Ibu akan inisiasi sebagai undang-undang kan ya begitu. Apakah melengkapi ataukan
menjabarkan. Itu pertanyaan, katakanlah misi kita itu itu mau kemana Undang-Undang Etika
Penyelengara Negara ini? Apakah yang sudah diamanatkan oleh TAP MPR dan sebagainya?
Jadi pertanyaan ini yang harus kita jawab ketika kita menyusun Undang-Undang Etika
Penyelenggara Negara.
Selanjutnya, kenyataan yang ada Bapak dan Ibu sekalian, hampir semua organisasi
memiliki kode etik, bahkan di sini di DPD pun memiliki kode etik tersebut. Ketuanya kalau
tidak salah Pak Fatwa sekarang kemudian di DPR ada MKD dan seterusnya. Yang paling
jelas atau yang sering kita dengar kode etik mengenai kedokteran, kode etik dan sebagainya.
Artinya banyak organisasi saat ini telah memiliki kode etik. Organisasi profesi memiliki kode
etik. Kode etik dokter, kode etik insinyur, dan sebagainya. Kemudian lembaga dan dewan
memiliki kode etik. Kode etik DPD dengan DPR tentu berbeda. Insinyur dengan dokter juga
berbeda, organisasi sosial dengan organisasi non sosial atau yang bersifar politik misal juga
bebeda maka kami minimal saya pribadi barangkali mengusulkan bahwa Undang-Undang
atau RUU EPN (Etika Penyelenggara Negara) seyogyanya berupa rancangan undang-undang
formil. Jadi undang-undang ada dua jenis, ada materil, ada formil. Kalau materil itu seperti
misalnya Undang-Undang mengenai atau KUHP, itu adalah undang-undang materil. Di situ
kalau mencuri ayam maka hukumannya itu materil. Sementara KUHAP (Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana) itu adalah undang-undang formil. Menurut saya karena
kenyataannya yang ada sekarang adalah organisasi memiliki kode etik. Semua memiliki
kode etik, pada dasarnya begitu ya.Maka kalau kita membuat undang-undang materil itu
tidak akan tepat. Kenapa tidak tepat? Karena substansi dan apa yang dilakukan oleh masing-
masing anggota dari organisasi, organisasi profesi, dewan dan sebagainya tidak sama,
Yang tadi saya sampaikan, DPD dengan DPR tidak sama, insinyur dengan dokter
misalkan juga tidak sama. Artinya katakanlah dilarang atau tidak baik di kedokteran mungkin
baik di insinyur, kan begitu. Tidak hidup baik di DPR mungkin baik di DPD. Jadi tidak bisa
kita membuat satu undang-undang yang dipakai untuk menghukum semua orang, dalam
tanda petik. Kalau itu materil, ini pasti tidak akan jalan, karena profesinya berbeda. Oleh
sebab itu yang kami mengusulkan bahwa Undang-Undang atau RUU Etika Penyelenggara
Negera ini seyogyanya berupa rancangan undang-undang formil. Apa itu?
Selanjutnya kita lihat, ini prinsip dasar Undang-Undang EPN yang konsepsi kita
merupakan tata nilai moral dan etika yang berlaku secara universal di dalam kelompoknya
atau di dalam lembaganya atau profesinya yang dihormati dan pedoman dalam bersikap,
berperilaku, bertindak, dan berucap bagi penyelenggara negara ... (tidak jelas, red) dalam
menjalankan aktifitas penyelenggara negara. Berikut, oleh sebab itu kami menyarankan jadi
outline dari RUU EPN ini ada ketentuan umum etika pembuatan kode etik. Nah ini, karena
ini kalau berdasarkan tadi yang kami usulkan sebagai undang-undang formil maka undang-
undang ini akan memuat bahwa, nomor 3 misalkan pembuatan kode etik pada setiap lembaga
artinya undang-undang ini harus memerintahkan bahwa setiap lembaga penyelenggara
negara, profesi penyelenggara negara atau dewan penyelenggara negara harus memiliki kode
etik, itu perintahnya. Apabila tidak memiliki kode etik maka... Jadi sanksi kita adalah apabila
ada lembaga yang tidak membuat kode etik atau tidak menyusun kode etik . Nah di samping
itu juga kita memerintahkan bahwa di setiap lembaga tersebut memiliki majelis penegak
kode etik. Saya kira di DPD sudah contoh yang bagus, kan sudah ada, di DPR ada, di
kedokteran juga ada MKEK kalau tidak salah, kemudian di Persatuan Insinyur Indonesia
juga ada dan sebagainya hakim dan seterusnya. Jadi seperti itu perintah di dalam undang-
undang yang kita buat seperti itu. Saya juga mengatur tata cara penegakan kode etik saya kira
dan yang paling penting kita juga atur bahwa sanksi menurut kode etik masing-masing
lembaga. Artinya sanksinya diserahkan kepada masing-masing lembaga yang sudah tertuang
RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER (PAGI) MS III TS 2016-2017
(SENIN, 30 JANUARI 2017) 5
atau dituangkan didalam kode etik masing-masing. Intinya bahwa kode etik yang akan kita
buat untuk penyelenggara negara tidak bisa sebagai hukum materil, ini hanya bisa formil,
karena tadi, sudah ketentuan peralihan, penutup dan sebagainya. Ini ada saran outline dan
nanti bisa kita kaji bersama Pak selama ini karena ini kita baru. Bisa saja mungkin salah, tapi
ini adalah berdasarkan yang telah kaji waktu itu, sudah 3 tahun Pak kita kaji, ternyata
kesimpulannya ya seperti ini.
Selanjutnya, ini adalah gambarannya konsepsi dari RUU yang tadi kami usulkan. Jadi
Undang-Undang EPN aatau RUU tersebut memerintahkan kepada lembaga penyelenggara
negara untuk menyusun kode etik, pertama. Kedua, membentuk majelis penegak kode etik
dan yang ketiga menegakkan. Jadi Undang-Undang EPN ini intinya. Kalau tidak menyusun
maka.. Nah itu sanksi dari undang-undang yang kita.. Kalau dia tidak membentuk majelis
maka.. Di situ juga nanti kita bisa jelaskan majelasi kode etik terdiri daei.. dan sebagainya.
Kode etik nanti kita sampaikan outline-nya seperti apa dan seterusnya itu bisa kita masukan
di dalam konsepsi kita. Kemudian menegakannya bagaimana sehingga ke depan kalau
undang-undang ini sudah terbit dan lembaga negara sudah sudah memiliki ini semua kita
harapkan penyelenggara negara yang memiliki integritas tinggi dan pada gilirannya bebas
dari KKN dan rakyat akan merasakan kemakmuran dalam keadilan dan keadilan dalam
kemakmuran, saya kira seperti itu, maka dengan penegakkan etika saya kira akan tercipta
integritas penyelenggara negara. Dan dengan penyelengara yang memiliki integritas maka
cita-cita bangsa bernegara akan dapat segera terwujud.
Demikian yang bisa saya sampaikan konsepsi yang telah kami coba kita evaluasi dan
kita mintakan masukkan dari berbagai pihak.
Terima kasih dan saya kembalikan kepada Ketua.
PIMPINAN RAPAT: FACHRUL RAZI,MIP (WAKIL KETUA KOMITE I DPD RI)
Baik, terima kasih Pak Deddy. Sudah hadir juga di tengah-tengah kita Senator Hendri
dari Sumatera Selatan dan juga Senator Jepri Geofani dari Sumatera Barat. Baik, setidaknya
saya hanya mengingatkan bahwa secara realitas politik memang kita lihat bagaimana nilai-
nilai etika sangat jauh berbeda dengan kondisi objektif di pemerintahan kita yang memang
dalam praktek pemerintahannya yang masih kita lihat pemerintahan yang jauh dari bersih
KKN dan sebagainya. Oleh karena itu menjadi penting dalam pertemuan kita hari ini dalam
pembahasan RDPU bagaimana memberikan masukan buat Komite I dalam rangka
menciptakan sebuah produk Rancangan Undang-Undang yang bertujuan untuk memberikan
berbagai perspektifnya dan juga perkembangan-perkembangan terbaru terhadap isu-isu etika
pemerintahan.
Baik, saya rasa karena beberapa senator sudah hadir dan barangkali ingin
memberikan tanggapannya dan juga masukan-masukan saya persilakan mungkin dari sebelah
kiri barangkali ada yang ingin berikan tanggapan? Sebelah kanan saya absenkan dulu. Saya
mulai dari Pak Idris ya, Senator Idris. Kemudian, yang lain belum? Baik, silakan Senator
Muhammad Idris. Siap-siap staf ahli ya untuk memberikan beberapa masukan juga dalam
RDPU kita pagi ini. Silakan.
PEMBICARA: Drs. H. MUHAMMAD IDRIS S (KALTIM)
Terima kasih Pak.
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Pak Wakil Ketua dan seluruh anggota DPD RI yang kami hormati.
Pak Narasumber yang kami banggakan.
Hadirin sekalian yang berbahagia.
RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER (PAGI) MS III TS 2016-2017
(SENIN, 30 JANUARI 2017) 6
Terima kasih pak atas kesempatan yang diberikan. Setelah bapak memberikan
penjelasan tentang konsepsi Rancangan Undang-Undang Etika Penyelenggaraan Negara
sekalipun materinya sangat sederhana tapi karena ini merupakan kebutuhan sehari-hari di
dalam menata hidup dan kehidupan kita baik itu secara perorangan maupun menyangkut
masalah penyelenggaraan negara. Bicara masalah etika pak terkadang sulit untuk
mengomentari terlalu panjang karena semakin panjang komentarnya semakin terasa bahwa
kita ini, sulit melepaskan diri karena Nabi Allah Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam
pun diutus kepermukaan bumi ini, salah satu tujuannya adalah untuk menyempurnakan
akhlakul karimah nah akhlakul karimah disini ya tidak lepas daripada etika. Nah kemudian
betapa pentingnya seorang penyelenggara, penyelenggara negara untuk memiliki dan bukan
sekedar memiliki tapi bisa memahami dan bisa melaksanakannya seperti di negara republik
kita yang kita cintai ini. Kita hanya bisa berandai-andai ia tidak usah saya keluar pak, di DPD
RI ini ya mungkin Pak Materi bisa melihat bahwa kami ini anggotanya 5 tapi ini 5 provinsi
jadi kalau satu hilang ini, ya satu hilang ya tidak hadir 1 provinsi, tidak hadir. Jadi bapak
memberikan informasi kepada kami berlima tadi ada Pak Ketua sedang ijin ini luar biasa ini
pak artinya memberikan penjelasan kepada 6 provinsi untuk dipahami dan dilaksanakan
sebagaimana mestinya. Nah kalau kita bicara soal etika tidak bisa lepas dengan religi seperti
yang bapak sampaikan tadi karena manusia ini juga dituntut pada 3 bagian. Ya orang yang
mempunyai akhlakul karimah punya etika yang benar-benar ya selalu ada di dalam hatinya
ada rasa tanggungjawab ada rasa memiliki bahwa dia ini diberi amanah nah setelah diberi
amanah ini ya kalau sadar, kalau itu adalah amanah ya dia merasa berdosa sendiri kalau dia
tidak melaksanakannya. Nah kita di DPD RI ya tentu saja ini adalah bagian daripada
penyelenggara negara di republik kita ini. Ya naib rasanya kalau saya membicarakan diluar
sementara di disini juga terjadi. Nah kaidah-kaidah agama mengatakan hasibu anfusakum
qobla antum hasabu, periksalah dirimu sebelum di periksa oleh orang lain apalagi anda mau
mengoreksi orang lain.
Nah hadirin sekalian berbahagia, mudah-mudahan Pak Materi tidak merasa ya, ya
agak kecewa karena yang hadir sedikit tapi seperti inilah gambaran pak, kita tidak bisa
pungkiri. Oleh karenanya terkadang apa yang kita ucapkan, terkadang kita tidak bisa
melaksanakan sebagaimana mestinya. Yang jelasnya dihati sudah ada, kepingin berbuat baik
tapi terkadang kita tidak bisa mewujudkannya karena kadang-kadang terhalang dengan
situasi dan kondisi dimana kita berada. Oleh karenanya berbahagialah pak, sekiranya
penyelenggara negara bisa melaksanakan apa yang bapak sampaikan disini artinya apa?
Etikanya bagus, ucapannya bagus kemudian apa ya pelaksanaannya juga bagus ini sudah
amanah. Nah kalau misalnya ini tidak dilaksanakan seperti itu ya ini tanggung jawab moral
bagi setiap individual yang bapak sampaikan tadi dalam prinsip-prinsip etika itu, bagaimana
menjaga kejujuran, bagaimana melaksanakan kebijakan secara transparansi, tepat janji atau
patuh aturan. Ini semua ini kalau ini sudah dilaksanakan dengan baik pak barangkali di
negara kita ini, selain negara makmur, negara kaya raya, ya barang kali ya masyarakat
kedepannya juga bisa merasakan apa yang diharapkan pendiri republik ini. Jadi singkat kata
saya sengat merespon sekali pak mudah-mudahan apa yang bapak sampaikan ini semuanya
bisa mendengarkan dengan baik, bisa memahami dengan sungguh-sungguh dan bisa
mengamalkannya ya sebagaimana mestinya karena ini apa namanya prinsip-prinsip etika ini
kalau di dalam agama Islam itu apa, Wa al ladhina hum li“amanati him wa'ahdi him ra'una,
orang yang beriman pasti dia amanah melaksanakan apa yang diberi kepercayaan yang
diberikan, ini mulai dari yang tingkat kecil sampai kepada yang atas. Yang kedua, wa'ahdi
him ra'una ya kalau dia beriman pasti ya seharusnya kalau dia berjanji pasti dia ya mutlak
harus melaksanakannya. Nah setiap penjabat ini, ini Pak Ketua ini, setiap penjabat pasti di
disumpah cuma kalau dia melanggar sumpahnya bukan lagi sumpah tapi sumpahin.
RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER (PAGI) MS III TS 2016-2017
(SENIN, 30 JANUARI 2017) 7
Nah jadi saya kira ini pak mudah-mudahan apanamanya Rancangan Undang-Undang
Etika ini bisa diwujudkan sekalipun ini terlalu sulit di ukur karena ini kebanyakan yang
abstrak ya daripada yang konkrit. Saya kira demikian pak. Terima kasih. Kurang lebihnya
mohon dimaafkan.
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
PIMPINAN RAPAT: FACHRUL RAZI, M.IP (WAKIL KETUA KOMITE I DPD RI)
Baik, terima kasih Senator Muhammad Idris. Selanjutnya Senator Hendri.
PEMBICARA: H. HENDRI ZAINUDDIN, S.Ag., S.H (SUMSEL)
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Terima kasih pimpinan.
Yang terhormat kawan-kawan anggota DPD dan Bapak Deddy S. Brata Kusuma.
Luar biasa penyampaiannya pak. Saya ingin melihat penyelenggara ini dalam konteks
beretika. Kalau kita lihat siapa penyelenggara negara ini? Kalau saya lihat ada 3 yang penting
pak, eksekutif, legislatif dan yudikatif. Penyelenggara negara yang kita ingin etikai itu
sebenarnya posisi semua ini memang lagi kacau balau pak. Saya lihat kita dalam menyusun
APBN, eksekutif sudah memberikan pemikiran yang luar biasa terhadap negara ini
bagaimana secara makro pembangunan SDM di tata dengan baik pak. Begitu juga dengan
legislatif sudah sangat baik pak. Begitu tingkat yudikatif juga dalam tataran baik konsep. Nah
begitu itu di implementasikan semua niat baik ini kalau bahasa kita itu macet di tengah pak
kalau kita mau jujur pembangunan kita yang di desain bagus oleh pemerintah, itu berantakan
di tingkat menengah pak. Praktek misalnya terjadi KKN itu terjadi di tingkat menengah
walaupun ada by design juga dari atas begitu praktek 10%, 15% diawal praktek apa, yudikatif
juga sering melakukan kongkalikong juga antara eksekutif dengan yudikatif sehingga negara
ini terkesan tidak ada etika pak. Nah RUU yang ingin kita lakukan di disini, dimana kata
kuncinya pak maksud kita itu, semua bagus, semua desainnya luar biasa tetapi pada saat pada
implementasi semuanya tidak beretika pak. Di legislatif sudah mulai mengarahkan, di
eksekutif juga sudah mulai mengarahkan semua kebijakan-kebijakan pembangunan. Belum
terjadi di bawah apabila terjadi kecurangan bahkan yudikatif juga bisa di ajak untuk itu. Nah
saya melihat dalam konteks RUU etika ini kata kunci kita Pak Deddy itu dimana supaya kita
penguatan aliran ini, kalau aliran darah ini tidak ada yang menyumbat pak sehingga tidak ada
stroke di tengah-tengah perjalanan ini, itu saja dulu Pak Deddy.
PIMPINAN RAPAT: FACHRUL RAZI, M.IP (WAKIL KETUA KOMITE I DPD RI)
Baik, cukup. Baik, selanjutnya dari staf ahli mungkin ada yang ingin menyampaikan
pemaparannya sedikit berkaitan dengan etika pemerintahan. Silakan.
PEMBICARA: STAF AHLI KOMITE I DPD RI
Terima kasih pimpinan.
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Atas kesempatannya. Pertama, kami ingin menanyakan beberapa hal Pak Deddy
terkait dengan terminologi siapa yang disebut penyelenggara negara pak? Karena di dalam
Undang-Undang Nomor 8 itu kan sudah ada definisi tentang penyelenggara negara namun
ada yang disebut penjabat lain yang berfungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan
penyelenggaraan negara. Nah penyelenggaraan negara sendiri di dalam Undang-Undang
RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER (PAGI) MS III TS 2016-2017
(SENIN, 30 JANUARI 2017) 8
Nomor 8 Tahun 99 itu tersebut tidak didefinisikan secara pasti, apa yang disebut
penyelenggaraa negara? Itu yang pertama.
Terus yang kedua, secara terminologi yang nanti terkait dengan tupoksi Komite I atau
DPD secara keseluruhan apakah yang di, apakah yang betul adalah Undang-Undang Etika
Penyelenggara Negara, Etika Undang-Undang Etika Pejabat Negara, apakah Etika
Pemerintahan Daerah atau Etika Pemerintahan. Nah kira-kira dari beberapa itu, kira-kira apa
yang bisa ada definisi pasti tentang yang membatasi, atau yang sesuai dengan tupoksi Komite
I.
Terus yang terakhir. Pak Deddy, kami ingin menanyakan bahwa mengkonstruksi
sebuah etika di dalam sebuah norma ketakutan-ketakutan yang sering kali terjadi adalah
membatasi hal yang tadinya abstrak menjadi ukuran-ukuran yang bersifat konkrit. Nah
bagaimana mengatasi hal tersebut karena ketika terjadi etika ini dinormakan, hal-hal yang
tadinya itu luas dan diterima, given begitu saja oleh masyarakat kemudian menjadi norma
dan terbatasi oleh definisi.
Terima kasih mungkin dari kami. Mungkin dari teman-teman staf ahli yang lain.
PIMPINAN RAPAT: FACHRUL RAZI, M.IP (WAKIL KETUA KOMITE I DPD RI)
Ya silakan.
PEMBICARA: STAF AHLI KOMITE I DPD RI
Terima kasih pimpinan.
Yang pertama barangkali kami bisa diberi masukan bapak bagaimana Undang-
Undang sejenis ini di negara lain.
Kemudian yang kedua, yang paling ideal untuk Indonesia dalam konteks kekinian dan
kemasa depan pengaturannya seperti apa? Inikan mohon maaf bapak pergeseran-pergeseran
Peraturan Perundang-Undangan dulu kita banyak menginduk ke Belanda sedangkan Belanda
juga menginduk ke Amerika jadi perputaran arus hukum ini kan juga sangat, sangat tinggi.
Mengantisipasi seperti ini banyak undang-undang yang cepat aus, lalu bagaimana kami harus
mengatur supaya apa yang kami susun ini tidak, tidak cepat aus.
Dua hal itu saja bapak, terima kasih.
PIMPINAN RAPAT: FACHRUL RAZI, M.IP (WAKIL KETUA KOMITE I DPD RI)
Baik, Pak Deddy banyak sekali pertanyaan yang saya rasa cukup menjadi satu
apanamanya catatan bagi kita di Komite I DPD RI. Baik, selanjutnya Pak Deddy mungkin
bisa memberikan tanggapan. Silakan.
PEMBICARA: DEDDY SUPRIYADI BRATAKUSUMAH. PH.D (NARASUMBER)
Terima kasih atas pertanyaan dan masukannya yang saya kira dari Pak Idris terutama,
bahwasannya kita ingin menciptakan penyelenggara itu mewujudkan begitu ya untuk
menganjurkan para penyelenggara negara ini menjadi baik dan benar serta amanah. Betul
tadi secara umum juga ada pertanyaan bahwa memang yang namanya etika berawal dari
value, dari nilai, sistem nilai, nilai-nilai, values bukan point tapi values, bisa berasal dari
agama, bisa juga dari budaya, dari adat istiadat dan sebagainya. Contoh dari etika ini sehari-
hari misalnya di Bandung saja misalnya manggil orang tua hanya namanya itukan tidak
sopan tapi di Amerika anaknya manggil bapaknya namanya aaja tidak apa-apa, nah itu salah
satu contoh bahwa etika seperti itu. Nah etika seperti ini lantas kalau ditulis di dalam suatu
RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER (PAGI) MS III TS 2016-2017
(SENIN, 30 JANUARI 2017) 9
peraturan maka berubah dari etika menjadi hukum. Kalau sudah menjadi hukum wajib
ditegakkan dan harus ada sanksinya sementara kalau tadi masih bersifat etika adat istiadat,
sanksinya hanya memalukan, tidak sopan ora ilo hanya begitu tetapi kalau sudah tertulis di
dalam satu hukum maka harus ada sanksi yang bersifat ya katakanlah memaksa baik berupa
fisik atau apapun. Ini juga menjawab pertanyaan tadi norma menjadi etika dan sebagainya.
Jadi artinya sesuatu kebiasaan yang sehari-hari kita lakukan bahwa itu tidak baik, kurang ajar
barangkali begitu ya itu masuk dalam etika, tapi begitu tertulis. Nah oleh sebab itu
ketidaksopanan, kekurangajaran, ketidakbaikan di dalam satu lembaga atau kelompok atau
kelompok profesi akan berbeda dengan kelompok lain. Tadi saya ambil contoh di kedokteran
dengan di insinyur misalnya atau di DPR dengan DPD misalnya itu berbeda, pasti, di sana
tidak apa-apa tapi ditempat lain mungkin itu yang menjadi apa-apa, apalagi kalau kita
mengingat adat istiadat atau daerah dan sebagainya. Nah oleh sebab itu maka agar tidak
terjebak di dalam generalisasi hal seperti ini kami menyarankan memang undang-undang
yang akan kita susun ini bersifat undang-undang formil, bukan materil. Jadi di dalam
undang-undang yang akan kita buat katakanlah kalau anda memanggil orang tua, harus
memakai bapak tidak harus begitu karena kalau yang seperti itu, itu sudah etika tapi kita di
dalam undang-undang yang akan kita buat agar setiap kelompok membuat, mana yang
disebut sopan, mana yang tidak sopan, mana yang tidak baik, mana yang pantas, dan
sebagainya.
Tadi ingin memberi gambaran. Misalnya negara lain pak, etika ini wujud nyatanya
adalah mengundurkan diri. Ya jadi kalau seseorang di dalam majelis etik bahwa dia bersalah
maka yang bersangkutan tidak harus dipecat tapi mengundurkan diri. Namun perkara
mengundurkan diri ini atau kelakuan mengundurkan diri ini tidak diatur dalam undang-
undang tapi ada di dalam kode etiknya barangkali apabila anda melakukan ini, ini, ini maka
anda telah membuat mempermalukan nah kan begitu ya, maka seyogyanya anda
mengundurkan diri misalnya, dan itu tertuang di dalam kode etik masing-masing instansi
atau lembaga, atau organisasi dan tidak bisa kita membuat di dalam Undang-Undang Etika.
Nah ini, ini, ini saran dari kami ya, bahwa konsepnya nanti adalah bersifat undang-undang
formil. Nanti kalau sudah menjadi materil, maka itu udah menjadi hukum dan harus ada
sanksi, dan untuk itu etika, yang sudah menjadi hukum sebetulnya sudah ada seperti, KUHP
dan sebagainya kan begitu. Jadi gambarannya adalah bahwa apabila seseorang penjabat
negara melakukan, katakanlah korupsi misalnya itu bisa kita beri sanksi dari dua sisi, yang
pertama dari etika, yang kedua dari hukum. Hukum juga turunnya dari etika kan kalau
nyolong itu jelek maka tertulis itu, apabila anda nyolong maka hukumannya 5 tahun misalnya
menjadi hukum tetapi juga di dalam kode etik misalkan ya katakanlah saya anggota suatu
organisasi kemudian saya korupsi, menurut kode etik apabila anda melakukan korupsi anda
telah merusak nama baik organisasi, maka seyogyanya anda mengundurkan diri, atau bahkan
mungkin dipecat oleh organisasi tersebut, tetapi dia tidak lepas dari pidana karena pidana
juga dari kode etik, bahwa nyolong itu merugikan maka dia di hukum 5 tahun. Jadi seorang
penjabat negara, atau penyelenggara yang melakukan KKN misalnya, bisa dihukum dan
harus di hukum oleh 2 instrumen tadi. Yang pertama kode etik, yang kedua adalah pidana.
Pidana pun sebetulnyakan berasal dari norma dan etika, yang diformalkan menjadi hukum
ya.
Kemudian pertanyaan siapa penyelenggara negara. Saya kira secara garis besar,
memang ada di dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2000 disitu itu ada penyelenggara
negara lainnya. Artinya penyelenggara negara, tidak semata-mata diselenggarakan oleh
eksekutif yudikatif dan legislatif yang formal tetapi juga diselenggarakan oleh pihak ketiga.
Nah pihak ketiga ini juga termasuk di dalam konsideran atau apa objek dari Undang-Undang
Nomor 28 tersebut. Misalnya kita mengkontrakan ya katakanlah penyelenggaraan
transportasi kepada PT apa begitu, kemudian ada sesuatu maka dia juga terkena sebagai,
RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER (PAGI) MS III TS 2016-2017
(SENIN, 30 JANUARI 2017) 10
penyelenggara negara. Nah ini, lebih jelasnya bisa bapak dan ibu baca di dalam Undang-
Undang Pelayanan Publik nah disitu lebih jelas lagi, siapa, karena pihak ketiga pun apabila
dia menyelenggarakan fungsi penyelenggara negara, mungkin dia masuk dalam objek, dari
Undang-Undang 28 tersebut, jadi seperti itu pak ya.
Kemudian norma menjadi etika dan law, saya kira tadi gambarannya seperti itu.
Kemudian contoh di negara lain, yang paling jelas adalah di Jepang pak bahkan di dalam
kode etiknya apabila seperti ini maka anda mengundurkan diri. Yang tidak tertulis dia harus
harakiri kan begitu itu sampai sebegitunya. Ya kalau dia malu dia bunuh diri berbeda di
Indonesia, barangkali kalau malu, malah membunuh orang, kan begitu ya itu bedanya. Nah
kenapa demikian? Karena memang sistem nilai disana ya seperti itu dan itu yang masuk
dalam kode etik. Disini yang mudah-mudahan apabila dengan cepat undang-undang ini kita
segera terbitkan, semua institusi, semua kelompok membuat kode etik yang disepakati
bersama disitu, yang baik dan tidak baik disana itu apa dan beda-beda itu yang maksud kami
agar undang-undang ini bersifat undangan formil, bukan materil karena sistem
penghukumannya pasti berbeda-beda. Contoh di kedokteran, misalkan apabila dia melanggar
kode etik maka minimal misalkan, 2 tahun, 3 tahun, tidak boleh berpraktek dan kemudian,
ada advokat dicabut apa brevetnya dan seterusnya itu beda-beda kan. Nah itu maksud kami,
kenapa undang-undang ini lebih baik diarahkan kepada undang-undang formil.
Kemudia Pak Anggota DPD Senator dari Sumatera Selatan. Memang Undang-
Undang Etika ini lebih bagus formil tapi bukan materil, jadi bersifat memaksa untuk
membuat kode etik disetiap penyelenggara negara, kemudian membuat majelis penegak kode
etik. Saya kira di DPD sudah ada, DPR sudah ada, kedokteran sudah ada, di advokat sudah
ada, hampir semua instansi saya kira tetapi mungkin kita dengan nanti ada undang-undang
setiap kementerian pun harus ada majelis atau semacam itu ya menegakan kode etik sehingga
seseorang tadi gambaran yang saya sampaikan melakukan korupsi misalkan di hukum
dengan 2 instrumen dia, dia akan malu dan juga dia menanggung pidana proses hukum.
Sebetulnya kita sudah lengkap pak, tinggal bagaimana menegakannya. Kode etik juga sudah
ada di beberapa instansi, maka dengan undang-undang ini kita akan memaksa harus ada,
harus ada karena memang beberapa instansi ada yang belum memiliki.
Saya kira sementara seperti itu pak ya. Jadi contoh yang baik di negara lain adalah
Jepang dan yang terakhir di salah satu negara bagian Australia, di New South Wales.
Terima kasih.
PIMPINAN RAPAT: FACHRUL RAZI, M.IP (WAKIL KETUA KOMITE I DPD RI)
Baik, Pak Deddy dan senator yang lain, staf ahli. Saya melihat banyak hal yang
menarik apa yang disampaikan oleh Pak Deddy berkaitan dengan masukan-masukannya
maupun perspektifnya berkaitan dengan etika penyelenggaraan negara. Ada beberapa
kesimpulan yang ingin saya coba rangkum, dan yang sangat terpenting disini adalah
bagaimana menggiring RUU ini kepada isu-isu formil bukan materil. Ini yang sangat penting
artinya kepada penekanannya kepada domain personality dari penyelenggara negara itu
sendiri ini sangat penting. Nah menarik juga ketika Jepang mempraktekan secara etika
pemerintaannya ketika dia gagal dia melakukan harakiri atau mengundurkan diri namun di
Indonesia sebaliknya. Ini merupakan satu tantangan kita ketika memang Indonesia hari ini
juga menjadi sorotan baik di publik maupun di teman-teman yang lain.
Baik yang sangat menarik disini Pak Deddy yang perlu saya sampaikan juga ketika
Presiden Jokowi me-louching apanamanya ide revolusi mental. Seharusnya memang etika
pemerintahan ini adalah menjadi approach ya pendekatan yang sangat penting oleh seorang
presiden dengan gagasan revolusi mentalnya untuk menisisionalkan revolusi mental itu
adalah dengan etika penyelenggaraan pemerintah ini dalam bentuk undang-undang. Jadi ini
RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER (PAGI) MS III TS 2016-2017
(SENIN, 30 JANUARI 2017) 11
yang menjadi sangat penting bagi kita untuk terus mendesak pemerintah bagaimana
menjadikan RUU Etika Pengelenggaraan Negara yang merupakan usulan dari DPD RI
khususnya Komite I bisa menjadi sebuah RUU yang menjadi prioritas dan penting bagi masa
depan Indonesia.
Baik, saya rasa cukup dengan diskusi kita hari ini. Terima kasih atas pandangan yang
sangat komperhensif berkaitan dengan etika penyelenggara negara yang disampaikan oleh
Pak Deddy, sebelumnya kita berikan applause buat Pak Deddy. Saya Fachrul Razi dari Aceh
ya Wakil Ketua Komite I dengan mengucapkan Alhamdulillah saya tutup.
Wabillahi taufiq walhidayah.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakath.
KETOK 3X
RAPAT DITUTUP PUKUL 11.26 WIB