Devisiensi Vit A
Transcript of Devisiensi Vit A
CLINICAL SCIENCE SESSION
DEFISIENSI VITAMIN A
Disusun Oleh :
Raden Dewiz Wisnu 1301-1211-0611
Nisa Fauziah 1301-1211-0665
Preceptor :
Karmelita Satari, dr, SpM(K)
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTERFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
RUMAH SAKIT MATA CICENDOBANDUNG
2012
DEFISIENSI VITAMIN A
1. DEFINISI dan EPIDEMIOLOGI
Pada dasarnya ada 3 bentuk vitamin A: retinols, karoten beta, dan karotenoid.
Retinol, juga dikenal sebagai preformed vitamin A, adalah bentuk paling aktif dan
kebanyakan ditemukan di sumber hewan makanan. Beta karoten, juga dikenal sebagai
provitamin A, adalah sumber tanaman retinol dari mana mamalia membuat dua pertiga dari
mereka A. Karotenoid vitamin, kelompok terbesar dari 3, mengandung ikatan ganda
terkonjugasi dan beberapa ada dalam bebas alkohol atau dalam lemak asil-ester bentuk.
Dalam tubuh manusia, retinol adalah bentuk dominan, dan 11-cis-retinol adalah
bentuk aktif. Retinol-binding protein (RBP) mengikat vitamin A dan mengatur penyerapan
dan metabolisme. Vitamin A penting untuk penglihatan (terutama adaptasi gelap), respon
kekebalan tubuh, pertumbuhan tulang, reproduksi, pemeliharaan lapisan permukaan mata,
pertumbuhan sel epitel dan perbaikan, dan integritas epitel dari pernafasan, kemih, dan
saluran usus. Vitamin A juga penting untuk perkembangan embrio dan regulasi gen
dewasa. Ia berfungsi sebagai penggerak dari ekspresi gen dengan retinoid alpha-receptor
transcription factor dan ligand-dependent transcription factor. Sehingga bila kurangnya
asupan vitamin A akan menyebabkan suatu kelainan, yaitu defisiensi vitamin A.
Kata lain dari defisiensi vitamin A adalah xeroftalmia. Kata
xeroftalmia berasal dari bahasa Yunani yang berarti mata gagal memproduksi air mata atau
dikenal sebagai mata kering (dry eyes) [ Xeros= kering;ophthalmos= mata]. Merupakan
suatu kelainan disebabkan oleh karena pemasukan vitamin A yang kurang (malnutrisi
kronis), gangguan absorpsi ( s e pe r t i pad a penyak i t obs t ru ks i b i l i e r , f i b ro s i s
k i s t i k , dan pad a pembedaha n pa nk r ea s a t au u sus ) , dan pemaka i an
yan g be r l eb iha n ( s e pe r t i pad a pen yak i t m o r b i l i ) . D e f i s i e n s i v i t a m i n
A a k a n m e n y e b a b k a n p e r u b a h a n s i s t e m i m u n me l ipu t i f un gs i
ba r i e r s eh ingga t e r j ad i pe ruba han me tap l a s i skuam osa dan ke r a t i na s i
dan pe r uba han membra n muk osa yang no rma l pad a kon jun g t i va maupun
saluran napas dan saluran urogenital.
K e k u r a n g a n v i t a m i n A d a p a t t e r j a d i p a d a s e m u a u m u r
a k a n t e t a p i kek u ra nga n yang d i s e r t a i ke l a inan pad a ma t a umu mny a
t e rd apa t pad a ana k berusia 6 bulan sampai 4 tahun serta dan wanita hamil di daerah
endemik.
2. KLASIFIKASI
Klasifikasi defisiensi Vitamin A di Indonesia, yaitu : (klasifikasi Ten Doeschate)
X0 : hemeralopia
X1 : hemeralopia dengan xerosis konjungtiva dan Bitot
X2 : xerosis kornea
X3 : keratomalasia
X4 : stafiloma, ftisis bulbi
Kelainan pada X0 – X2 masih reversible dan X3 – X4 irreveribel
Klasifikasi menurut kriteria WHO :
Rabun senja/Night blindness/(Xn)
Man i f e s t a s i kon jun g t i va (X1=xe ros i s kon jung t i va ) :
X1a : t anp a be r cak B i t o t
X1b : dengan bercak bitot
Manifestasi kornea (X2/xerosis kornea, X3a/ulkus kornea dengan keratomalasia
< 1/3 permukaan kornea, X3b/ulkus kornea dengan keratomalasia > 1/3
permukaan kornea)
Keterangan :
XN : buta senja
XF : fundus xeroftalmia
XS : parut (scar) xeroftalmia
Ber iku t i n i bebe rap a pen je la san kr i t er ia d e f i s i ens i ak iba t
kek u ra nga n vitamin A:
Rabun senja (niktalopia) yaitu keterbatasan sensitivitas di ruang gelap.Penderita
merasa gelap pada sore hari menjelang malam.
Konjungtiva xerosis(X1a) yaitu keriputnya lapisan air mata dan kering yang
berisi keratinisasi lapisansuperfisial epitelium tanpa sel goblet. Xerosis yang terjadi
pada defisiensi vitaminA merupakan xerosis epitel. Xerosis pada
hipovitaminosis A berupa kekeringan khas pada konjungtiva bulbi yang
terdapat celah kelopak mata. Xerosis disertai d e n g a n p e r g e s e r a n
d a n p e n e b a l a n e p i t e l . L e t a k x e r o s i s i n i b i a s a n y a p a d a
konjungtiva bulbi di daerah celah kelopak kantus eksternus. Bila mata digerakkan
mak a aka n t e r l i ha t l i pa t an yang t imbu l pada kon jun g t i va bu l b i .
Konjungt iva xerosis (X1b/bercak Bitot) yaitu lesi xerosis konjungtiva
yang dilapisi lapisan putih suatu material seperti sabun yang berisi deskuamasi
epitel yang mengalami keratinisasi dan bakteri. Konjungtiva di daerah ini terlihat
kurang mengkilat atau terlihat sedikit kurang. Bila kekeringan ini
menggambarkan bercak Bitot maka bercak ini akan berwarna seperti mutiara
yang berbentuk segitiga dengan pangkaldi daerah limbus. Bercak Bitot seperti
terdapat busa di atasnya. Bercak ini tidak dibasahi oleh air mata dan
akan terbentuk kembali bila dilakukan debridemen.
Xerosis kornea (X2) yaitu adanya keratopati pungtata superfisial
dimulai dari bagian bawah dan jika penyakitnya berjalan terus maka akan
melibatkan sebagian besar proporsi permukaan kornea. Ulserasi kornea kurang dari
1/3 luas permukaan (X3a/keratomalasia) yaitu adanya satu atau lebih ulkus
dengan kedalaman yang bervariasi. Biasanya terletak di perifer 1-2 ml
dari limbus. Ulkus bisa melanjut menjadi perforasi total atau pembentukan
descemetokel dan ulkus yang perforasiakan menjadi sikatriks yang luas dengan iris
yang terjepit pada tepi luka.
Ulserasi kor nea me l eb i h i 1 /3 lua s permukaan kor nea (X3b a ta u
kera to malas ia ) y a i t u ulserasi yang melebihi stadium sebelumnya dan sering
menimbulkan nekrosis dan b i s a t e r j ad i ko r nea l u l uh den gan kom pl i t
dan s e lu ru h ke t eba l an ko rnea dan berakhir dengan stafiloma kornea
atau ptisis.
Skar kornea (Xs) yaitu timbulnya jaringan parut yang mungkin tipis
hanya di tepi saja tanpa mengganggu visusataupun di sentral yang dapat
mengganggu visus, bisa juga melibatkan seluruh ketebalan kornea.
Fundus xeroftalmi (Xf) pada fundus didapatkan bercak-bercak kuning di dalam
retina yang kecil dan tersebar yang umumnya terdapat di tepi sampai
arkade vaskular temporal.
3. ETIOLOGI
Defisiensi vitamin A
Malnutrisi kalori-protein
Infeksi sekunder
Macroenvironment dan microinvorentmen
4. PATOFISIOLOGI
Vitamin A adalah vitamin yang larut dalam lemak tertelan dalam makanan dalam dua
bentuk: sebagai retinol sendiri dari sumber hewani, seperti susu, daging, ikan, hati, dan
telur, atau sebagai provitamin karoten dari sumber tanaman, seperti berdaun hijau sayuran,
buah kuning, dan minyak sawit merah. Hal ini diserap dari kecil usus. Dalam sel mukosa
usus, karoten diubah menjadi retinol dan bersama dengan retinol langsung dicerna, adalah
yang kemudian terjadi proses esterifikasi menjadi asam palmitat. Retinil palmitat
kemudian berjalan melalui sistem limfatik ke hati untuk disimpan. Dengan adanya
kebutuhan metabolik untuk vitamin A, retinil palmitat dihidrolisis dan retinol yang
dibentuk kembali kembali mengalami perjalanan melalui aliran darah, yang melekat pada
retinol binding protein (RBP), untuk jaringan tempat yang membutuhkan. Penyimpanan
zat didalam tubuh yang memadai berupa zinc dan protein diperlukan untuk pembentukan
RBP, tanpa RBP, vitamin A tidak dapat diangkut ke jaringan target.
Vitamin A memiliki dasarnya dua peran dalam metabolisme okular. Pertama, dalam
retina, vitamin A berfungsi sebagai prekursor untuk pigmen penglihatan fotosensitif
yang berpartisipasi dalam inisiasi impuls saraf dari fotoreseptor. Kedua, perlu untuk
konjungtiva RNA sel epitel dan glikoprotein sintesis, yang membantu untuk menjaga
mukosa konjungtiva dan kornea stroma. Retina mengandung dua sistem fotoreseptor yang
berbeda, batang dan kerucut (rods and cone). Batang bertanggung jawab untuk penglihatan
dalam cahaya redup atau rendah dan kerucut bertanggung jawab untuk penglihatan warna
dan visi dalam cahaya terang. Vitamin A adalah tulang punggung dari pigmen visual untuk
kedua batang dan kerucut, yang menjadi perbedaan utama adalah jenis protein yang terikat
pada retinol tersebut. Di sel batang, bentuk aldehida dari vitamin A (retina) dan protein
opsin bergabung untuk menciptakan rhodopsin, yang merupakan pigmen fotosensitif.
Ketika cahaya mengenai sel batang, pigmen mengalami isomerasi, yang mengarah ke saraf
impuls dan menghasilkan sinyal visual. Pigmen ini dipecah untuk opsin dan stereoisomer
dari retina. Bentuk geometris yang tepat dari retina harus dilarutkan untuk menggabungkan
dengan opsin untuk mebentuk ulang pigmen. Namun, dalam proses ini, beberapa retina
selalu hilang, sehingga sumber konstan vitamin A harus tersedia untuk tingkat memadai
rhodopsin dan fungsi batang optimal. Mekanisme stimulasi, kerusakan, dan regenerasi
pigmen visual dianggap serupa di batang dan kerucut cells. Mekanisme yang tepat masih
tidak diketahui, tetapi vitamin A diperlukan untuk pemeliharaan khusus epitel permukaan
tubuh. Kurangnya vitamin A menyebabkan atrofik perubahan permukaan mukosa normal
dengan hilangnya sel goblet, dan penggantian epitel normal dengan kelainan keratin
stratified squamous epithelium. Selain itu, substantia propria kornea rusak dan terjadi
nekrosis, sehingga membentuk keratomalacia.
VAD mungkin sekunder untuk penurunan pencernaan, cacat penyerapan dan
metabolisme, atau persyaratan yang meningkat. Sebuah hati dewasa dapat menyimpan
cadangan vitamin hingga setahun, sedangkan hati anak mungkin memiliki penyimpanan
yang cukup untuk berlangsung hanya beberapa minggu. Serum konsentrasi retinol
mencerminkan vitamin individu Status A. Karena serum retinol yang homeostatically
dikendalikan, tingkat serum tidak drop sampai penyimpanan didalam tubuh secara
signifikan terbatas. Konsentrasi serum retinol dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk
sintesis RBP di hati, infeksi, status gizi, dan tingkat nutrisi lain, seperti zinc dan zat besi.
Pada defisiensi zinc, sintesis protein terjadi gangguan dengan omset cepat (misalnya,
RBP). Pada gilirannya, gangguan ini mempengaruhi transportasi retinol oleh RBP dari hati
ke sirkulasi dan ke jaringan lain. Mekanisme yang dimana besi mempengaruhi
metabolisme vitamin A belum diidentifikasi, tapi secara acak, double blind penelitian telah
menunjukkan bahwa suplemen vitamin A saja tidak cukup untuk meningkatkan VAD.
Ketersediaan karotenoid bervariasi; ketersediaan ini tergantung pada penyerapan dan
terhadap hasil mereka dari retinol. Hanya 40-60% beta karoten dari sumber tanaman
diserap oleh tubuh manusia, sedangkan 80-90% dari ester retinil dari protein hewani
diserap. Penyerapan karotenoid dipengaruhi oleh faktor makanan, termasuk defisiensi zinc,
abetalipoproteinemia, dan defisiensi protein.
Karena vitamin A adalah vitamin yang larut dalam lemak, setiap penyakit GI
mempengaruhi penyerapan lemak juga mempengaruhi penyerapan vitamin A. Pasien
dengan fibrosis kistik, sariawan, insufisiensi pankreas, gangguan radang usus atau
kolestasis, serta orang yang telah menjalani kecil operasi bypass usus, berada pada
peningkatan risiko untuk VAD. Pasien harus disarankan untuk mengkonsumsi vitamin A.
Salah satu faktor yang mempengaruhi metabolisme vitamin A adalah alkoholisme.
Alkohol dehidrogenase mengkatalisis konversi retinol untuk retinaldehid, yang kemudian
teroksidasi menjadi asam retinoat. Afinitas dehidrogenase alkohol untuk etanol
menghambat konversi retinol menjadi asam retinoat.
Peningkatan kebutuhan vitamin A yang paling sering terjadi di antara anak-anak sakit.
American Academy of Pediatrics telah merekomendasikan suplemen vitamin A untuk bayi
usia 6-24 bulan yang dirawat inap dengan campak dan untuk semua anak dirawat di rumah
sakit lebih tua dari 6 bulan.
WHO dan UNICEF telah mengeluarkan pernyataan bersama merekomendasikan
bahwa vitamin A diberikan kepada semua anak, terutama yang lebih muda dari 2 tahun,
yang didiagnosis dengan campak. VAD hidup berdampingan pada anak-anak
meningkatkan risiko kematian. Sebuah Cochrane Database of Systematic Reviews artikel
menyimpulkan bahwa pengobatan setiap hari dengan 200.000 IU vitamin A untuk minimal
2 hari mengurangi angka kematian
Wanita hamil tidak memerlukan suplementasi peningkat vitamin A. Bahkan, Assosiasi
Masyarakat Teratology menganjurkan bahwa wanita diberitahu tentang kemungkinan
resiko cacat cranial neural crest dan malformasi lain yang dihasilkan dari penggunaan yang
berlebihan dari vitamin A sesaat sebelum atau selama kehamilan. Intake yang
direkomendasikan (Recommended Daily Allowance) dengan 800 mcg untuk semua
perempuan dewasa juga cocok untuk wanita hamil, karena toko mereka vitamin A
memenuhi tingkat pertumbuhan janin. Persyaratan untuk wanita menyusui telah
diperdebatkan, namun RDA saat ini adalah 1300 mcg dalam 6 bulan pertama dan 1200
mcg.
5. KRITERIA DIAGNOSA
A. ANAMNESIS
Anamnesis sangat penting karena seringkali serangan tidak terjadi dihadapan
pemeriksa. Diagnosis ditegakkan dari anamnesis dengan adanya buta pada malam
hari (niktalopia), mata kering, sensasi benda asing, sakit dan hilangnya
penglihatan secara perlahan. D e f i s i e n s i v i t a m i n A d a l a m j a n g k a
w a k t u y a n g l a m a t e r d a p a t a t r o f i s e r t a keratinisasi jaringan
epitel dan mukosa
B. PEMERIKSAAN FISIK
D e f i s i e n s i v i t a m i n A d a l a m j a n g k a w a k t u y a n g l a m a
t e r d a p a t a t r o f i s e r t a keratinisasi jaringan epitel dan mukosa yang
memberikan gambaran:
(1) xerosiskonjungtiva dan kornea
(2) keratinisasi konjungtiva (bercak Bitot)
(3) ulkuskornea steril dan parut kornea
(4) nekrosis kornea (keratomalasia)
Pada keadaan ini akan terlihat ketidakmampuan air mata
membasahi mata, walaupun pa da pemer ik saa n Sch i rm er t e r l i ha t
j um lah a i r ma t a cuk up . Ha l i n i mun gk i n d i s e b a b k a n
k e r u s a k a n s e l G o b l e t s e h i n g g a h a s i l m u s i n k u r a n g .
F u n d u s xe r o f t a lm ia merupa kan kea daan yan g j a r ang , gamba r an
be rupa be rcak pu t i h kek un ingan pad a r e t i na pe r i f e r .
Tanda – t anda l a i nnya s epe r t i :
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Tes adaptasi gelap
2. Kadar vitamin A dalam darah (kadar < 20 mcg/ 100 ml menunjukkan
kekurangan asupan)
3. film radiografi tulang panjang berguna saat evaluasi dibuat untuk melihat
pertumbuhan tulang dan untuk deposisi berlebihan tulang periosteal.
4. P emer ik saa n Sch i rm er
6. DIAGNOSIS BANDING
Trauma
Trachoma
Measles
Infeksi bakteri
7. KOMPLIKASI
Ulcer dan infeksi kornea
8. PENATALAKSANAAN
Mengenali gejala awal dan segera melakukan terapi adalah hal yangsangat mendasar
guna mencegah komplikasi-komplikasi yang lebih parah.Pandangan dapat
diselamatkan jika memenuhi keadaan ulserasi di bawahsepertiga luas kornea dan tidak
mempengaruhi pupil. Walau defisiensitelah mengarah ke keratomalasia dan hilangnya
daya pandang yang tidak dapat dikembalikan, namun terapi masih layak diberikan,
dengan tujuanmenyelamat mata yang satunya dan jiwa pasien.
P e n c e g a h a n
a. Pemberian vitamin A dosis tinggi secara berkala. Pemberian vitamin
A 200000 IU dalam bentuk kapsul berbasis minyak diberikan tiap 4-6 bulan
kepada anak-anak umur lebih 12 bulan dan dosis setengahnya untuk umur 6-12
bulan.
b. Fo r t i f i ka s i makanan dengan v i t ami n A sepe r t i pen ambaha n
vitamin A pada susu dan mentega.
c . M e n i n g k a t k a n a s u p a n m a k a n a n y a n g b a n y a k
m e n g a n d u n g vitamin A dengan cara banyak mengkonsumsi makanan
yang banyak mengandung preretinol atau beta karoten yang akan
dikonversi menjadi retinol misalnya pada wortel, tomat, atau intake
vitamin A dari preformed retinol misalnya hati, minyak ikan.
P e n g o b a t a n
Pengobatan xeroftalmia berdasarkan vitamin A yang dilarutkan dalam minyak
diberikan secara oral, tidak diberikan secara injeksi. Vitamin A yang dilarutkan
dalam air bisa dalam bentuk injeksi tetapi tidak lebih ba ik da r i pada
o r a l dan ha rgan ya maha l . WHO mer eko men das ika n pengobatan
sebagai berikut:
a . Unt uk anak ya ng s eca r a k l i n i s a da xe ro f t a lm ia . Anak umur
kurang dari 12 bulan disarankan pemberian 100000 IU v i t amin A sege ra
kemud ian d iu l ang ha r i be r i ku tnya dan diulang 2-4 minggu berikutnya.
Anak umur lebih dari 12 bulan diberikan 200000 IU vitamin A secara langsung,
diulang padahari berikutnya kemudian diulang lagi 2-4 minggu berikutnya.
b. Un tuk wan i t a hami l yang hanya mende r i t a r abun s en j a
a t au bintik Bitot sebaiknya diobati dengan dosis 10000 IU vitamin A setiap hari
selama 2 minggu atau dosis mingguan 25000 IU s e t i d a k n y a s e l a m a
4 m i n g g u . P e m b e r i a n d o s i s y a n g k e c i l dikawatirkan dapat
memberikan efek teratogenik pada trimester I, namun apabila ibu tersebut
menderita lesi kornea terpaksa diberikan pengobatan yang penuh (200000 IU
dalam 3 dosis), secara langsung, diulang hari berikutnya kemudian diulang 2-4
min ggu be r i ku tny a . Pad a s t ad iu m u lkus a t a u ke r a to ma la s i a mak a
pe r l u d i l aku kan pengoba t a n s ep e r t i pengoba t a n pad a u lk us
ko rnea ya i t u pem be r i an an t i b io t i k s eca r a t op ika l ba ik dalam
bentuk tetes atau salep. Selain hal tersebut di atas perlu juga menangani
penyakit-penyakit yang mendasari terjadinya d e f i s i e n s i v i t a m i n
A , s e p e r t i m a l a b s o r b s i , p e n y a k i t tuberkulosis, morbili, dan
sebagainya.
The RDA vitamin A untuk berbagai kelompok umur adalah sebagai berikut:
Bayi usia 1 tahun atau lebih muda - 375 mcg
Anak usia 1-3 tahun - 400 mcg
Anak usia 4-6 tahun - 500 mcg
Anak usia 7-10 tahun - 700 mcg
Semua laki-laki lebih tua dari 10 tahun - 1000 mcg
Semua perempuan yang lebih tua dari 10 tahun - 800 mcg
9. PROGNOSIS
Prognosis bagus bila pasien diobati saat tingkat devisiensi masih subklinis. Morbiditi
meningkat bila kebutaan sudah terprogres atau adanya infeksi. Kondisi irreversibel
termasuk punctate keratopathy, keratomalacia dan corneal perforation.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas H. S., Prof. Dr. SpM. Devisiensi Vitamin A. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta. 2009.
2. http://emedicine.medscape.com/article/126004-overview 3. http://www.sahealthinfo.org/nutrition/Appendix_2.5_Xerophthalmia.pdf 4. Whitcher JP. Blindness. Vaughan and Asbury's General Ophthalmology. 16 ed:
McGraw-Hill; 2007. 5. www.who.int/nutrition/publications/vad_intro_background.pdf 6. Ming ALS, Constable IJ. Color Atlas of Ophthalmology. 3 ed.7. Lang GK. Cornea. Opthalmology. New York: Thieme; 2000. p. 148