Deviasi Septum Nasi

21
BAB I PENDAHULUAN Septum nasi memiliki banyak fungsi, termasuk memisahkan aliran udara nasal menjadi dua ruang yang berbeda, menyokong dorsum nasi, dan mempertahankan bentuk kolumela dan tip. Deviasi traumatik atau abnormalitas bentuk dari septum nasi dapat menyebabkan obstruksi aliran udara hidung dan deformitas kosmetik. Aliran udara yang sedikit dapat menyebabkan gangguan penciuman, gangguan humidifikasi dan filter udara, dan menurunkan aliran oksigen yang masuk ke paru-paru. Deviasi septum anatomikal juga dapat menyebabkan penyakit sinus kronis. 1 Deviasi septum nasi merupakan penyebab obstruksi nasi yang paling sering ditemukan. 2 Bentuk septum yang normal ialah lurus di tengah rongga hidung tetapi pada orang dewasa biasanya septum nasi tidak lurus sempurna di garis tengah. Deviasi septum yang ringan tidak akan mengganggu, akan tetapi bila deviasi itu cukup berat, menyebabkan penyempitasn pada satu sisi rongga hidung. Dengan demikian dapat mengganggu fungsi hidung dan menyebabkan komplikasi. 3 1

Transcript of Deviasi Septum Nasi

Page 1: Deviasi Septum Nasi

BAB I

PENDAHULUAN

Septum nasi memiliki banyak fungsi, termasuk memisahkan aliran udara

nasal menjadi dua ruang yang berbeda, menyokong dorsum nasi, dan

mempertahankan bentuk kolumela dan tip. Deviasi traumatik atau abnormalitas

bentuk dari septum nasi dapat menyebabkan obstruksi aliran udara hidung dan

deformitas kosmetik. Aliran udara yang sedikit dapat menyebabkan gangguan

penciuman, gangguan humidifikasi dan filter udara, dan menurunkan aliran

oksigen yang masuk ke paru-paru. Deviasi septum anatomikal juga dapat

menyebabkan penyakit sinus kronis.1

Deviasi septum nasi merupakan penyebab obstruksi nasi yang paling sering

ditemukan.2

Bentuk septum yang normal ialah lurus di tengah rongga hidung tetapi pada

orang dewasa biasanya septum nasi tidak lurus sempurna di garis tengah. Deviasi

septum yang ringan tidak akan mengganggu, akan tetapi bila deviasi itu cukup

berat, menyebabkan penyempitasn pada satu sisi rongga hidung. Dengan

demikian dapat mengganggu fungsi hidung dan menyebabkan komplikasi.3

1

Page 2: Deviasi Septum Nasi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. ANATOMI HIDUNG

Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya berupa pangkal hidung,

batang hidung (dorsum nasi), puncak hidung (tip), ala nasi, kolumela, dan lubang

hidung (nares anterior).4

Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi

oleh kulit, jaringan ikat, dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan

atau menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang terdiri dari tulang hidung (os

nasal), prosesus frontalis os maksila, dan prosesus nasalis os frontal. Sedangkan

kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang terletak di

bagian bawah hidung, yaitu sepasang kartilago nasalis lateralis superior, sepasang

kartilago nasalis lateralis inferior (kartilago alar mayor), dan tepi kartilago

septum.4

Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke

belakang dipisahkan oleh septum nasi di bagian tengahnya menjadi kavum nasi

2

Page 3: Deviasi Septum Nasi

kanan dan kiri. Lubang masuk kavum nasi bagian depan disebut nares anterior

dan lubang belakang disebut nares posterior (koana) yang menghubungkan kavum

nasi dengan nasofaring.4

Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai dengan ala nasi, tepat di

belakang nares anterior, disebut vestibulum. Vestibulum ini dilapisi oleh kulit

yang mempunyai banyak kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang yang

disebtu vibrise. Tiap kavum nasi memiliki empat buah dinding, yaitu dinding

medial, lateral, inferior, dan superior.4

Pada dinding lateral terdapat tiga buah konka, yaitu konka superior, konka

media, dan konka inferior. Di antara konka-konka dan dinding lateral hidnung

terdapat rongga sempit yang disebut meatur. Terdapat tiga meatus, yaitu meatus

inferior, media, dan superior. Meatus inferior terletak di antara konka inferior dan

dasar hidung dan dinding lateral rongga hidung. Pada meatus inferior terdapat

muara (ostium) duktus nasolakrimalis. Meatus medius terletak di antara konka

media dan dinding lateral rongga hidung. Pada meatus medius terdapat muara

sinus frontalis, sinus maksilaris, dan sinus etmoid anterior. Pada meatus superior

yang merupakan ruang di antara konka superior dan konka media terdapat muara

sinus etmoid posterior dan sinus sfenoid.4

3

Page 4: Deviasi Septum Nasi

Dinding medial hidung adalah septum nasi. Septum dibentuk oleh tulang

dan tulang rawan. Bagian tulang adalah lamina perpendikularis os etmoid, vomer,

krista nasalis os maksila, dan krista nasalis os palatina. Bagian tulang rawan

adalah kartilago septum (lamina kuadrangularis), dan kolumela.4

Septum dilapisi oleh perikondrium pada bagian tulang rawan dan

periosteum pada bagian tulang, sedangkan di luarnya dilapisi oleh mukosa

hidung.4

Dinding inferior merupakan dasar rongga hidung dan dibentuk oleh os

maksila dan os palatum. Dinding superior atau atap hidung sangat sempit dan

dibentuk oleh lamina kribiformis, yang memisahkan rongga tengkorak dengan

rongga hidung.4

Bagian depan dan atas rongga hidung mendapatkan persarafan sensoris dari

nervus etmoidalis anterior, yang merupakan cabang dari nervus nasosiliaris yang

berasal dari nervus oftalmikus. Rongga hidung lainnya, sebagian besar mendapat

persarafan sensoris dari nervus maksila melaui ganglion sfenopalatina. Ganglion

sfenopalatina selain memberikan persarafan sensoris juga memberikan persarafan

autonom untuk mukosa hidung. Ganglion ini menerima serabut saraf sensorius

dari nervus maksila, serabut parasimpatis dari nervus petrosus superfisial mayor

dan serabut saraf simpatis dari nervus petrosus profundus. Ganglion sfenopalatina

terletak di belakang dan sedikit di atas ujung posterior konka media.4

Fungsi penghidu berasal dari nervus olfaktorius. Saraf ini turun melalui

lamina kribrosa dari permukaan bawah bulbus olfaktorius dan kemudian berakhir

pada sel-sel reseptor penghidu pada mukosa olfaktorius di daerah sepertiga atas

hidung.4

4

Page 5: Deviasi Septum Nasi

Bagian atas rongga hidung mendapat pendarahan dari arteri etmoid anterior

dan posterior yang merupakan cabang dari arteri oftalmika dari arteri karotis

interna.4

Bagian bawah rongga hidung mendapat perdarahan dari cabang arteri

maksilaris interna, diantaranya ialah ujung arteri palatina mayor dan arteri

sfenopalatina yang keluar dari foramen sfenopalatina bersama nervus

sfenopalatina dan memasuki rongga hidung di belakang ujung posterior konka

media.4

5

Page 6: Deviasi Septum Nasi

Bagian depan hidung mendapat perdarahan dari cabang-cabang arteri

fasialis.4

Bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang arteri

sfenopalatina, arteri etmoid anterior, arteri labialis superior, dan arteri palatina

mayor, yang disebut pleksus Kiesselbach (Little’s area).4

Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan berdampingan

dengan arterinya. Vena di vestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke vena

oftalmika yang berhubungan dengan sinus kavernosus. Vena-vena di hidung tidak

memiliki katup.4

2.2. FISIOLOGI HIDUNG

Berdasarkan teori struktural, teori evolusioner, dan teori fungsional, fungsi

fisiologis hidung adalah:1,4

1. Sebagai jalan nafas

Pada inspirasi, udara masuk melalui nares anterior, lalu naik ke atas setinggi

konka media dan kemudian turun ke bawah ke arah nasofaring, sehingga

aliran udara ini berbentuk lengkungan atau arkus. Pada ekspirasi, udara

masuk melalui koana dan kemudian mengikuti jalan yang sama seperti udara

6

Page 7: Deviasi Septum Nasi

inspirasi. Akan tetapi di bagian depan aliran udara memecah, sebagian lain

kembali ke belakang membentuk pusaran dan bergabung dengan aliran dari

nasofaring.

2. Pengatur kondisi udara (air conditioning)

Fungsi hidung sebagai pengatur kondisi udara perlu untuk mempersiapkan

udara yang akan masuk ke dalam alveolus. Fungsi ini dilakukan dengan cara :

a. Mengatur kelembaban udara. Fungsi ini dilakukan oleh palut lendir. Pada

musim panas, udara hampir jenuh oleh uap air, penguapan dari lapisan ini

sedikit, sedangkan pada musim dingin akan terjadi sebaliknya.

b. Mengatur suhu. Fungsi ini dimungkinkan karena banyaknya pembuluh

darah di bawah epitel dan adanya permukaan konka dan septum yang

luas, sehingga radiasi dapat berlangsung secara optimal. Dengan

demikian suhu udara setelah melalui hidung kurang lebih 37o C.

3. Sebagai penyaring dan pelindung

Fungsi ini berguna untuk membersihkan udara inspirasi dari debu dan bakteri

dan dilakukan oleh :

Rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi

Silia

Palut lendir (mucous blanket). Debu dan bakteri akan melekat pada palut

lendir dan partikel – partikel yang besar akan dikeluarkan dengan refleks

bersin. Palut lendir ini akan dialirkan ke nasofaring oleh gerakan silia.

Enzim yang dapat menghancurkan beberapa jenis bakteri, disebut

lysozime.

4. Indra penghirup

Hidung juga bekerja sebagai indra penghirup dengan adanya mukosa

olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas

septum. Partikel bau dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan

palut lendir atau bila menarik nafas dengan kuat.

7

Page 8: Deviasi Septum Nasi

5. Resonansi suara

Penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi. Sumbatan

hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang, sehingga

terdengar suara sengau.

6. Proses bicara

Membantu proses pembentukan kata dengan konsonan nasal (m,n,ng) dimana

rongga mulut tertutup dan rongga hidung terbuka, palatum molle turun untuk

aliran udara.

7. Refleks nasal

Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan

saluran cerna, kardiovaskuler dan pernafasan. Contoh : iritasi mukosa hidung

menyebabkan refleks bersin dan nafas terhenti. Rangsang bau tertentu

menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung dan pankreas.

2.3. DEVIASI SEPTUM NASI

Septum nasi jarang terletak pada posisi lurus di tengah rongga hidung, namun

derajat deviasi yang besar akan menyebabkan obstruksi aliran udara nasal. Pada

banyak kasus, keadaan ini dapat dikoreksi dengan pembedahan, dengan hasil yang

memuaskan.5

I.3.1. Etiologi

Penyebab paling sering dari deviasi septum nasi adalah trauma dan kesalahan

perkembangan septum nasi.6

1. Trauma

Pukulan di bagian lateral hidung dapat menyebabkan pergeseran letak dari

kartilago septum dari alur vomerine dan puncak maksila. Sedangkan pukulan

berat dari arah depan akan menyebabkan lekukan, lilitan, fraktur, dan

duplikasi dari septum nasi. Trauma hidung sering terjadi pada anak-anak.6

8

Page 9: Deviasi Septum Nasi

Trauma juga dapat terjadi saat kelahiran dengan kesulitan melahirkan, ketika

hidung tertekan selama melewati jalan lahir. Trauma lahir harus diberikan

perawatan segera.6

2. Kesalahan pada perkembangan

Septum nasi dibentuk oleh proses tektoseptal yang berasal dari pertemuan dua

bagian dari perkembangan palatum di garis tengah tubuh. Selama

perkembangan gigi, perkembangannya kebih lanjut berada di palatum yang

menurun dan melebar untuk mengakomodasi gig-gigi.6

Pertumbuhan yang tidak sama antara palatum dan dasar dari tengkorak dapat

menyebabkan lekukan septum nasi. Pada keadaan mulut yang diam, seperti

pada hipertropi adenoid, palatum sering melengkung sangat tinggi sehingga

septum mengalami deviasi.6

Deviasi septum nasi juga dapat ditemukan pada kasus dengan bibir dan

palatum sumbing dan pasien dengan abnormalitas dentis.6

3. Ras

Pada manusia dengan ras Caucasian lebih sering terjadi dibandingkan dengan

Negro.6

4. Faktor herediter6

5. Kongenital7

6. Sekunder

Septum nasi dapat mengalami deviasi akibat tumor, massa, atau polip di

hidung.7

I.3.2. Klasifikasi

Deviasi dapat melibatkan hanya kartilago, tulang, atau keduanya.6,7

1. Dislokasi anterior

Kartilago septum dislokasi ke salah satu kavum nasi.

2. C-shaped Deformity

Septum berdeviasi dalam bentuk melengkung ke salah satu sisi. Kavum nasi di

sisi konkaf septum nasi akan melebar dan dapat menunjukkan hipertrofi

turbinasi kompensasi.

9

Page 10: Deviasi Septum Nasi

3. Spurs

Spur merupakan shelf-like projection, sering ditemukan pada pertemuan antara

tulang dan kartilago. Spur dapat menekan ke dinding lateral dan menyebabkan

sakit kepala dan epistaksis.

4. Penebalan

Penebalan ini dapat berupa hematoma atau over riding dari fragmen septal

yang mengalami dislokasi.

I.3.3. Gejala Klinis

Keluhan yang paling sering pada penderita deviasi septum nasi adalah sumbatan

hidung. Sumbatan biasanya unilateral, dapat pula bilateral, sebab pada sisi deviasi

terdapat konka hipotrofi, sedangkan pada sisi sebelahnya terjadi konka hipertrofi,

sebagai mekanisme kompensasi.3

Keluhan lainnnya adalah rasa nyeri di kepala dan di sekitar mata.

Penciuman dapat terganggu hingga anosmia, apabila terdapat deviasi pada bagian

atas septum.3

Pasien juga dapat mengeluhkan gejala rinitis berulang, akibat ostruksi

yang menyebabkan stagnasi dari sekresi hidung.3

Epistaksis daat terjadi akibat fleksus Kiesselbach terpapar dengan

atmosfer, yang menyebabkan mukosa kering, sehingga mukosa mudah terkupas.3

10

Page 11: Deviasi Septum Nasi

I.3.4. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan berupa koreksi septum hanya dilakukan bila pasien mengalami

gejala yang persisten dan berulang.7

Terdapat dua jenis tindakan operatif, yaitu reseksi submukosa (Submucous

Resection of the Nasal Septum) dan septoplasti.3

Reseksi submukosa dilakukan dengan cara mukoperikondrium dan

mukoperiosteum kedua sisi dilepaskan dari tulang rawan dan tulang septum.

Bagian tulang atau tulang tulang rawan dari septum diangkat, sehingga

mukoperikondrium dan mukoperiosteum sisi kiri dan kanan akan langsung

bertemu di garis tengah. Tindakan ini memiliki banyak komplikasi, seperti

pendarahan, kerusakan di jaringan sekitarnya, rinore cairan serebrospinal,

perforasi septum, sinekia, infeksi, hematoma septum, dan lain-lain.3

Indikasi dilakukan reseksi submukosa adalah:7

a. Hidung tersumbat total

b. Infeksi saluran nafas atas berulang

c. Sinusitis berulang

d. Epistaksis berulang

e. Nyeri kepala

f. Infeksi telinga tengah

g. Deformitas hidung memerlukan rinoplasti disamping reseksi

submukosa.

Septoplasi dilakukan dengan cara mereposisi tulang rawan yang bengkok.

Prosedur ini merupakan operasi konservatif. Operasi ini sangat menolong

dilakukan pada anak-anak seta meminimalisasi komplikasi yang timbul bila

dilakukan reseksi submukosa.7

I.3.5. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada deviasi septum nasi adalah:7

1. Sinusitis berulang

2. Infeksi telinga tengah

11

Page 12: Deviasi Septum Nasi

3. Pernafasan mulut, menyebabkan infeksi faring, laring, dan tracheobronchial

tree berulang.

4. Asma

5. Rinitis atropi

12

Page 13: Deviasi Septum Nasi

BAB III

PENUTUP

Deviasi septum nasi merupakan penyebab obstruksi nasi yang paling

sering ditemukan. Bentuk septum yang normal ialah lurus di tengah rongga

hidung tetapi pada orang dewasa biasanya septum nasi tidak lurus sempurna di

garis tengah. Deviasi septum yang ringan tidak akan mengganggu, akan tetapi bila

deviasi itu cukup berat, menyebabkan penyempitasn pada satu sisi rongga hidung.

Dengan demikian dapat mengganggu fungsi hidung dan menyebabkan

komplikasi.

Penyebab paling sering dari deviasi septum nasi adalah trauma dan

kesalahan perkembangan septum nasi.

Keluhan yang paling sering pada penderita deviasi septum nasi adalah

sumbatan hidung. Keluhan lainnnya adalah rasa nyeri di kepala dan di sekitar

mata, Penciuman dapat terganggu hingga anosmia, gejala rinitis berulang,

epistaksis.

Penatalaksanaan berupa koreksi septum hanya dilakukan bila pasien

mengalami gejala yang persisten dan berulang. Terdapat dua jenis tindakan

operatif, yaitu reseksi submukosa (Submucous Resection of the Nasal Septum) dan

septoplasti.

13

Page 14: Deviasi Septum Nasi

DAFTAR PUSTAKA

1. Kridel, R.W.H., Kelly, P.E., MacGregor, A.R. The Nasal Septum. In:

Cummings, C.W., et al. Otolaryngology Head & Neck Surgery Volume

Two, 4th Ed. Philadelphia: Mosby. 2005. p1001.

2. Boies, L.R. Chronic Nasal Obstruction. In: Boies, L.R. Fundamental of

Otolaryngology, A Textbook of Ear, Nose, and Throat Diseases, 3th ed.

Philadelphia: W.B. Saunders. 1990. p217-221.

3. Nizar, N.W., Mangunkusumo, E. Kelainan Septum. Dalam: Buku Ajar

Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher Edisi 6.

Jakarta: Balai Penerbit FK UI. 2010. p126-127.

4. Soetjipto, D., Mangunkusumo, E., Wardani, R.S. Hidung. Dalam: Buku

Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher Edisi 6.

Jakarta: Balai Penerbit FK UI. 2010. p118-122.

5. Bull, P.D. The Nasal Septum. In: Lecture Notes on Diseases og The Ear,

Nose, and Throat 9th ed. USA: Blackwell. 2002. p81-84.

6. Dhingra, PL. The Septum and Its Deseases. In: Dhingra, PL. Diseases of

Ear, Nose, and Throat 4th ed. India: Elsevier. 2003. p140-143.

7. Bhargava, K.B., et al. Diseases of The Nasal Septum. In: Bhargava, K.B.,

et al. A Short Textbook of E.N.T. Diseases 5th ed. Mumbai. 2002. p175-

183.

14

Page 15: Deviasi Septum Nasi

15

Page 16: Deviasi Septum Nasi

1 Kridel, R.W.H., Kelly, P.E., MacGregor, A.R. The Nasal Septum. In: Cummings, C.W., et al. Otolaryngology Head & Neck Surgery Volume Two, 4th Ed. Philadelphia: Mosby. 2005. p1001.2 Boies, L.R. Chronic Nasal Obstruction. In: Boies, L.R. Fundamental of Otolaryngology, A Textbook of Ear, Nose, and Throat Diseases, 3th ed. Philadelphia: W.B. Saunders. 1990. p217-221.3 Nizar, N.W., Mangunkusumo, E. Kelainan Septum. Dalam: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher Edisi 6. Jakarta: Balai Penerbit FK UI. 2010. p126-127.4 Soetjipto, D., Mangunkusumo, E., Wardani, R.S. Hidung. Dalam: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher Edisi 6. Jakarta: Balai Penerbit FK UI. 2010. p118-122.5 Bull, P.D. The Nasal Septum. In: Lecture Notes on Diseases og The Ear, Nose, and Throat 9th ed. USA: Blackwell. 2002. p81-84.6 Dhingra, PL. The Septum and Its Deseases. In: Dhingra, PL. Diseases of Ear, Nose, adn Thorat 4th ed. India: Elsevier. 2003. p140-143.7 Bhargava, K.B., et al. Diseases og=f The Nasal Septum. In: Bhargava, K.B., et al. A Short Textbook of E.N.T. Diseases 5th ed. Mumbai. 2002. p175-183.