DESAIN TEMPAT PENGOLAHAN SAMPAH REDUCE REUSE, …

20
1 DESAIN TEMPAT PENGOLAHAN SAMPAH REDUCE, REUSE, RECYCLE (TPS 3R) TERINTEGRASI BANK SAMPAH PADA KAWASAN PERKAMPUNGAN (STUDI KASUS: KAMPUNG MARUGA, TANGERANG SELATAN) Rizki Anisa, Djoko M. Hartono dan El Khobar Muhaemin Nazech Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia E-mail: [email protected] Abstrak Penelitian ini membahas timbulan dan komposisi sampah rumah tangga pada Kampung Maruga, Tangerang Selatan sebagai dasar usulan desain Tempat Pengolahan Sampah Reduce, Reuse, Recycle (TPS 3R) terintegrasi Bank Sampah pada kawasan ini. Metode yang digunakan yaitu SNI 19-3964-1994 tentang Metode Pengambilan dan Pengukuran Contoh Timbulan dan Komposisi Sampah Perkotaan. Hasil penelitian menyatakan jumlah timbulan sampah saat ini mencapai 0,39 kg/orang/hari. Komposisi sampah rumah tangga di Kampung Maruga terdiri dari 65,8% organik yang berasal dari sisa makanan dan sampah kebun, 11,5% plastik, 9,2% kertas, 3,5% tekstil, 3% adsorbent (pamper dan pembalut), 2,8% logam, 1% kaca, 0,8% kayu, 0,6% limbah B3, 0,4% karet, 0,2% limbah elektronik, 0,1% styrofoam, dan 1% lainnya. Tempat Pengolahan Sampah 3R terintegrasi bank sampah didesain dengan kapasitas 0,835 ton/hari atau 7,7 m 3 /hari. Total luas minimum desain unit pengolahan sampah mencapai 255 m 2 yang terdiri dari area bank sampah, area pencacahan, area pengomposan, area pengayakan, area penyimpanan, kantor, gudang, kamar mandi, balai serbaguna dan lahan berkebun. Design Material Recovery Facility Reduce, Reuse, Recycle (MRF 3R) Integrated with Waste Bank in The Settlement Area (Case Study: Kampung Maruga, Tangerang Selatan) Abstract This study focuses ini the household solid waste generation and composition at Kampung Maruga, Tangerang Selatan for the basis of design Material Recovery Facility Reduce, Reuse, Recycle (MRF 3R) with the integration of Waste Bank in this area. The method which being used is SNI 19-3964-1994 on Methods of Sample Collection and Measurement and The Composition of Urban Waste. The results stated the solid waste currently are 0,39 kg/person/day. The composition of household waste in Kampung Maruga consist of 65,8% organic which is come from food scraps and yard waste, 11,5% plastic, 9,2% paper, 3,5% textil, 3% adsorbent (pampers and band), 2,8% metal, 1% glass, 0,8% wood, 0,6% hazardous waste, 0,4% rubber, 0,2% electronic waste, 0,1% styrofoam, and the other 1%. Material recovery facility with the integration of waste bank is designed with a capacity of 0,835 ton/day or 7,7 m3/day. Total area minimum of material recovery facility design reaches 255 m2 consisting of a waste bank area, enumeration area, composting area, screening area, storage area, office area, toilet, multi purpose couch and plantation area. Keywords: Solid waste generation, solid waste composition, Kampung Maruga, material recovery facility, waste bank. Desain tempat..., Rizki Anisa, FT, 2014

Transcript of DESAIN TEMPAT PENGOLAHAN SAMPAH REDUCE REUSE, …

Page 1: DESAIN TEMPAT PENGOLAHAN SAMPAH REDUCE REUSE, …

1

DESAIN TEMPAT PENGOLAHAN SAMPAH REDUCE, REUSE,

RECYCLE (TPS 3R) TERINTEGRASI BANK SAMPAH PADA

KAWASAN PERKAMPUNGAN (STUDI KASUS: KAMPUNG MARUGA,

TANGERANG SELATAN)

Rizki Anisa, Djoko M. Hartono dan El Khobar Muhaemin Nazech

Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia

E-mail: [email protected]

Abstrak

Penelitian ini membahas timbulan dan komposisi sampah rumah tangga pada Kampung Maruga, Tangerang

Selatan sebagai dasar usulan desain Tempat Pengolahan Sampah Reduce, Reuse, Recycle (TPS 3R) terintegrasi

Bank Sampah pada kawasan ini. Metode yang digunakan yaitu SNI 19-3964-1994 tentang Metode Pengambilan

dan Pengukuran Contoh Timbulan dan Komposisi Sampah Perkotaan. Hasil penelitian menyatakan jumlah

timbulan sampah saat ini mencapai 0,39 kg/orang/hari. Komposisi sampah rumah tangga di Kampung Maruga

terdiri dari 65,8% organik yang berasal dari sisa makanan dan sampah kebun, 11,5% plastik, 9,2% kertas, 3,5%

tekstil, 3% adsorbent (pamper dan pembalut), 2,8% logam, 1% kaca, 0,8% kayu, 0,6% limbah B3, 0,4% karet,

0,2% limbah elektronik, 0,1% styrofoam, dan 1% lainnya. Tempat Pengolahan Sampah 3R terintegrasi bank

sampah didesain dengan kapasitas 0,835 ton/hari atau 7,7 m3/hari. Total luas minimum desain unit pengolahan

sampah mencapai 255 m2 yang terdiri dari area bank sampah, area pencacahan, area pengomposan, area

pengayakan, area penyimpanan, kantor, gudang, kamar mandi, balai serbaguna dan lahan berkebun.

Design Material Recovery Facility Reduce, Reuse, Recycle (MRF 3R) Integrated with

Waste Bank in The Settlement Area

(Case Study: Kampung Maruga, Tangerang Selatan)

Abstract

This study focuses ini the household solid waste generation and composition at Kampung Maruga, Tangerang

Selatan for the basis of design Material Recovery Facility Reduce, Reuse, Recycle (MRF 3R) with the

integration of Waste Bank in this area. The method which being used is SNI 19-3964-1994 on Methods of

Sample Collection and Measurement and The Composition of Urban Waste. The results stated the solid waste

currently are 0,39 kg/person/day. The composition of household waste in Kampung Maruga consist of 65,8%

organic which is come from food scraps and yard waste, 11,5% plastic, 9,2% paper, 3,5% textil, 3% adsorbent

(pampers and band), 2,8% metal, 1% glass, 0,8% wood, 0,6% hazardous waste, 0,4% rubber, 0,2% electronic

waste, 0,1% styrofoam, and the other 1%. Material recovery facility with the integration of waste bank is

designed with a capacity of 0,835 ton/day or 7,7 m3/day. Total area minimum of material recovery facility

design reaches 255 m2 consisting of a waste bank area, enumeration area, composting area, screening area,

storage area, office area, toilet, multi purpose couch and plantation area.

Keywords: Solid waste generation, solid waste composition, Kampung Maruga, material recovery facility, waste

bank.

Desain tempat..., Rizki Anisa, FT, 2014

Page 2: DESAIN TEMPAT PENGOLAHAN SAMPAH REDUCE REUSE, …

2

Pendahuluan

Kota Tangerang Selatan merupakan salah satu kota satelit yang berperan sebagai kota

pendukung DKI Jakarta, dimana sebagian besar penduduknya bekerja di Jakarta. Berdasarkan

data statistik Tangerang Selatan Dalam Angka (2013) jumlah penduduk Kota Tangerang

Selatan sebanyak 1.405.170 jiwa. Tata ruang Kota Tangerang Selatan berfungsi sebagai

permukiman yang mendukung perekonomian Jakarta sesuai dengan arah pengembangan kota

berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008. Berdasarkan Citra Satelit Geo Eye

tahun 2010, penggunaan lahan terbesar berupa perumahan dengan luas 9.941 Ha atau 67,54%.

Sejalan dengan pertambahan penduduk, jumlah permukiman teratur seperti klaster maupun

perumahan BTN terus meningkat sehingga permukiman tradisional (perkampungan) yang

merupakan permukiman warga asli semakin terdesak.

Tingginya laju pertumbuhan penduduk Kota Tangerang Selatan yaitu sebesar 4,74%

per tahun selama periode 2000-2010 (diatas rata-rata pertumbuhan nasional sebesar 1,49%)

(Badan Pusat Statistik, 2010) akan diiringi dengan peningkatan jumlah timbulan sampah.

Pada permukiman teratur, seperti klaster atau perumahan BTN, umumnya telah memiliki

sistem pengelolaan sampah yang baik dengan jadwal pengambilan sampah teratur yang

selanjutnya dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir. Sedangkan pada perkampungan

umumnya tidak memiliki sistem pengelolaan sampah yang baik dan biasanya sampah dibuang

sembarang tempat.

Salah satu kampung yang terdapat di Tangerang Selatan yang akan dijadikan lokasi

penelitian adalah Kampung Maruga, dengan pertimbangan: 1) merupakan perkampungan

masyarakat lokal dengan jumlah penduduk 2.119 jiwa/624 KK (Data Administrasi Wilayah,

2012) dan belum memiliki sistem pengelolaan sampah. Menurut Standard Nasional Indonesia

(SNI) No. 3242 Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah permukiman, idealnya untuk

permukiman dengan jumlah Kepala Keluarga minimal 500 KK atau 2500 jiwa memiliki satu

Tempat Pengolahan Sampah (TPS); 2) Penduduk yang ada umumnya membuang sampah

sembarang tempat; 3) Penduduknya umumnya belum sadar lingkungan karena tingkat

pendidikannya rendah (SD-SMA), 4) Daerah ini tidak termasuk cakupan pelayanan

pengangkutan sampah Dinas Kebersihan Kota Tangerang Selatan karena truk pengangkut

sulit menjangkau lokasi akibat akses jalan yang sempit serta masyarakatnya sebagian besar

berpenghasilan rendah sehingga enggan membayar retribusi pelayanan pengangkutan sampah.

Kondisi tersebut diatas mengakibatkan banyak penduduk Kampung Maruga yang

membuang sampah pada sembarang tempat seperti pada bantaran sungai yang berpotensi

Desain tempat..., Rizki Anisa, FT, 2014

Page 3: DESAIN TEMPAT PENGOLAHAN SAMPAH REDUCE REUSE, …

3

mengakibatkan pendangkalan, penyumbatan serta pencemaran air sungai. Untuk itu, kawasan

perkampungan perlu difasilitasi dalam pengelolaan sampah sedekat mungkin dengan tempat

tinggal penduduk. Kebijaksanaan dan Strategi Nasional Pembangunan Bidang Persampahan

dilaksanakan antara lain melalui pembangunan industri kecil daur ulang sampah di suatu

kawasan dengan mengutamakan peran aktif masyarakat. Industri kecil daur ulang ini dapat

berupa Tempat Pengolahan Sampah (TPS) dengan desain yang sesuai dengan timbulan dan

karakteristik sampah yang ada, dimana pengelolaannya mengutamakan peran serta

masyarakat melalui bank sampah yang terintegrasi dengan TPS. Pendekatan melalui TPS

lebih tepat dibanding sistem lainnya karena TPS selain dapat menyelesaikan masalah

timbunan sampah, juga dapat memberikan manfaat langsung secara ekonomi melalui

penjualan kompos dan material lain seperti plastik, logam, kaca, dan sebagainya yang bernilai

ekonomi tinggi. Manfaat lain dengan adanya TPS akan meningkatkan kualitas lingkungan

kawasan melalui pengelolaan sampah yang lebih baik dan ramah lingkungan.

Dalam pengelolaan TPS diperlukan pemilahan sampah di sumber terlebih dahulu,

untuk memudahkan pemrosesan selanjutnya. Melalui integrasi TPS dengan Bank Sampah

diharapkan akan meningkatkan kinerja TPS. Pengelolaan sampah yang baik melalui

pemberdayaan masyarakat akan memberikan pembelajaran bagi masyarakat agar turut

bertanggung jawab dalam penanganan sampah yang ramah lingkungan. Hal ini sesuai dengan

UU N0.18 Tahun 2008 dimana kebijakan pengelolaan sampah yang hanya bertumpu pada

pendekatan kumpul-angkut-buang dengan mengandalkan (Tempat Pemrosesan Akhir) TPA

harus diubah dengan pendekatan reduce at source dan resource recycle melalui penerapan 3R.

Pada perancangan Tempat Pengolahan Sampah diperlukan data mengenai timbulan

sampah berikut komposisinya untuk menentukan pengolahan yang dapat dilakukan serta

kapasitas TPS yang dibutuhkan. Maka, adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Mengukur jumlah timbulan sampah per orang per hari di Kampung Maruga

2. Mengukur persentase jenis komposisi sampah per hari di Kampung Maruga

3. Merancang desain Tempat Pengolahan Sampah serta proses pengolahan yang

dapat diterapkan guna mengurangi timbulan sampah pada Kampung Maruga.

Tinjauan Teoritis

Johan Silas (1993) mengatakan bahwa kampung adalah pemusatan hunian dalam

kawasan tertentu di kota yang berkembang secara swadaya. Kampung sebagai bentuk tempat

Desain tempat..., Rizki Anisa, FT, 2014

Page 4: DESAIN TEMPAT PENGOLAHAN SAMPAH REDUCE REUSE, …

4

yang tradisional dari masyarakat lokal terhadap pembangunan perkotaan di Indonesia yang

telah tumbuh secara alami dan bertahap (Kenworthy, 1997). Namun, proses tersebut

berlangsung tanpa perencanaan, bimbingan atau peraturan pemerintah yang sesuai dengan

kode bangunan setempat. Proses pembangunan kampung juga cenderung kurang akan

penyediaan layanan yang terkoordinasi. Perkembangan pembangunan kampung dilakukan

secara bertahap walaupun sering memanfaatkan lahan yang tidak cocok untuk menjadi tempat

pemukiman (Sihombing, 2010). Sehingga seringkali memicu berbagai permasalahan

lingkungan salah satunya yaitu permasalahan sampah.

Sampah atau limbah padat adalah material yang sudah tidak mempunyai nilai lagi

atau tidak dapat digunakan lagi (Tchobanoglous, 1993). Menurut Peraturan Menteri Dalam

Negeri No. 33 Tahun 2010 tentang pedoman pengelolaan sampah, sampah adalah sisa

kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat yang terdiri atas

sampah rumah tangga maupun sampah sejenis sampah rumah tangga. Sampah rumah tangga

adalah sampah yang berasal dari kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga yang sebagian

besar terdiri dari sampah organik, tidak termasuk tinja dan sampah spesifik. Timbulan sampah

dapat diperoleh dengan sampling (estimasi) berdasarkan standar yang sudah tersedia salah

satunya mengukur langsung satuan timbulan sampah dari sejumlah sampel (rumah tangga dan

non-rumah tangga) yang ditentukan secara random-proposional di sumber selama 8 hari

berturut-turut (SNI 19-3964-1994). Beberapa studi memberikan angka timbulan sampah kota

di Indonesia berkisar antara 2-3 liter/orang/hari dengan komposisi sampah organik 70-80%

(Damanhuri dan Padmi, 2010). Besar timbulan sampah berdasarkan komponen sumber

sampah dalam SNI 19-3983-1995 tentang spesifikasi timbulan sampah untuk kota kecil dan

kota sedang di Indonesia adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Besaran Timbulan Sampah Berdasarkan Komponen Sampah

No Komponen Sumber

Sampah Satuan

Volume

(liter)

Berat

(kg)

1 Rumah permanen per orang/hari 2,25-2,50 0,35-0,40

2 Rumah semi permanen per orang/hari 2,00-2,25 0,30-0,35

3 Rumah non permanen per orang/hari 1,75-2,00 0,25-0,30

4 Kantor per pegawai/hari 0,50-0,75 0,025-0,10

5 Toko/ruko per petugas/hari 2,50-3,00 0,15-0,35

6 Sekolah per murid/hari 0,10-0,15 0,01-0,02

7 Jalan arteri sekunder per meter/hari 0,10-0,15 0,02-0,1

8 Jalan kolektor sekunder per meter/hari 0,10-0,15 0,01-0,05

9 Jalan lokal per meter2/hari 0,05-0,1 0,005-0,025

10 Pasar per meter/hari 0,20-0,60 0,1-0,3

Sumber: SNI 19-3983-1995

Desain tempat..., Rizki Anisa, FT, 2014

Page 5: DESAIN TEMPAT PENGOLAHAN SAMPAH REDUCE REUSE, …

5

Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 33 Tahun 2010 tentang pedoman

pengelolaan sampah, pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan

berkesinambungan yang meliputi perencanaan, pengurangan, dan penanganan sampah.

Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Cipta Karya menyatakan bahwa peran serta

masyarakat pada pengelolaan sampah selain dalam hal membayar retribusi kebersihan adalah

diharapkan untuk memilah, mengolah sendiri, memberi kepada yang membutuhkan,

menyerahkan kepada pengelola, dan menyediakan wadah terpisah. Sistem Pengelolaan

Sampah Berbasis Masyarakat (PSBM) dicirikan oleh adanya keterlibatan masyarakat

penggunanya dalam kegiatan perencanaan dan pengoperasian sistem tersebut (AMPL, 2008).

Salah satu komponen pokok dalam pengelolaan sampah mandiri dan produktif berbasis

masyarakat adalah terdapat fasilitas pendukung untuk pengelolaan sampah skala kawasan

berupa area kerja pengelolaan sampah yang disebut Tempat Pengolahan Sampah dengan

prinsip 3R (Reduce, Reuse, Recycle) yang disingkat menjadi TPS 3R atau di negara lain

disebut dengan Material Recovery Facility (MRF). Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan

Umum Republik Indonesia Nomor 03/PRT/M/2013 tentang Penyelenggaraan Prasarana dan

Sarana Persampahan Dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis

Sampah Rumah Tangga, TPS 3R adalah tempat dilaksanakannya kegiatan pengumpulan,

pemilahan, penggunaan ulang, dan pendauran ulang skala kawasan. TPS 3R harus memenuhi

persayaratan teknis sebagai berikut: 1) Luas TPS 3R, lebih besar dari 200 m2; 2) Tersedia

sarana untuk mengelompokkan sampah menjadi paling sedikit 5 (lima) jenis sampah; 3) TPS

3R dilengkapi dengan ruang pemilahan, pengomposan sampah organik, dan/atau unit

penghasil gas bio, gudang, zona penyangga, dan tidak mengganggu estetika serta lalu lintas;

4) Jenis pembangunan penampung sisa pengolahan sampah di TPS 3R bukan merupakan

wadah permanen; 5) Penempatan lokasi TPS 3R sedekat mungkin dengan daerah pelayanan

dalam radius tidak lebih dari 1 km; 6) Luas lokasi dan kapasitas sesuai kebutuhan; 6)

Lokasinya mudah diakses; 8) Tidak mencemari lingkungan; dan 9) Memiliki jadwal

pengumpulan dan pengangkutan. Pengoperasian TPS 3R meliputi kegiatan: 1) Penampungan

sampah; 2) Pemilahan sampah; 3) Pengolahan sampah organik; 4) Pendaur ulangan sampah

non organik; 5) Pengelolaan sampah spesifik rumah tangga dan B3 sesuai dengan ketentuan

yang berlaku; 6) Pengumpulan sampah residu ke dalam container untuk diangkut ke TPA

sampah.

Pengolahan sampah organik dapat dilakukan melalui komposting. Komposting

merupakan upaya mengolah sampah organik melalui proses pembusukan yang terkontrol atau

terkendali (USAID). Warrell (2008) memaparkan asas pengomposan yaitu mikroorganisme

Desain tempat..., Rizki Anisa, FT, 2014

Page 6: DESAIN TEMPAT PENGOLAHAN SAMPAH REDUCE REUSE, …

6

mengekstrak energi dari unsur organik melalui reaksi eksoterm yang memecah material

menjadi material yang lebih sederhana. Komposting skala domestik diantaranya dapat

dilakukan dengan 1) windrow; 2) Aerated static pile; 3) In-vessel. Metode windrow

merupakan metode yang paling mudah dan murah untuk diterapkan (USAID).

Keberadaan TPS 3R dapat diintegrasikan dengan sistem pengelolaan sampah berbasis

masyarakat seperti Bank Sampah (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia

Nomor 03/PRT/M/2013). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), integrasi sebagai

kata benda merupakan pembauran hingga menjadi kesatuan yang utuh atau bulat, sebagai kata

kerja yaitu mengintegrasikan artinya adalah menggabungkan; menyatukan, dan berintegrasi

artinya adalah berpadu (bergabung supaya menjadi kesatuan yang utuh). Arti kata bank adalah

tempat menyimpan sementara, dan bank sampah adalah tempat menyimpan sementara

sampah untuk dipisahkan sesuai macamnya (Juliandoni, 2013). Bank sampah adalah salah

satu strategi penerapan 3R dalam pengelolaan sampah di tingkat masyarakat (Kementerian

Lingkungan Hidup, 2012). Selain itu, masyarakat dapat memperoleh tambahan penghasilan

atas kegiatan penghasilan atas kegiatan menabung sampah yang dihasilkannya (Suwerda dan

Yamtana, 2009). Bank sampah dalam suatu kota juga mempunyai peranan penting dalam

meraih gelar adipura, karena penilaian tersebut melihat sejauh mana masyarakat kotanya

dalam mengelola sampah rumah tangganya sendiri. Manfaat lain dari bank sampah adalah

mampu menyerap tenaga kerja dari masyarakat sekitar sehingga mampu mengurangi angka

pengangguran (Juliandoni, 2013). Alur kerja bank sampah adalah sebagai berikut: 1) Pilah

sampah sesuai jenis dari rumah; 2) Setorkan ke bank sampah; 3) Registrasi/pendaftaran; 4)

Sampah ditimbang; 5) Dicatat dan dibukukan; 6) Nasabah menerima buku tabungan; 7)

Sampah diangkut oleh pengepul.

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Dalam penelitian ini dilakukan

pengukuran jumlah timbulan sampah dan persentase jenis komposisi sampah sebagai input

bagi rancangan Tempat Pengolahan Sampah. Variabel penelitian yaitu: 1) Jumlah timbulan

sampah per orang dalam satu hari di Kampung Maruga; 2) Persentase jenis komposisi sampah

dalam satu hari di Kampung Maruga; 3) Rancangan Tempat Pengolahan Sampah 3R

Terintegrasi Bank Sampah yang dapat diterapkan pada Kampung Maruga. Penelitian

dilakukan di Kampung Maruga yang terletak di Kelurahan Serua, Kecamatan Ciputat, Kota

Tangerang Selatan. Luas Kampung Maruga adalah sebesar ± 0,5 km2. Kampung Maruga

Desain tempat..., Rizki Anisa, FT, 2014

Page 7: DESAIN TEMPAT PENGOLAHAN SAMPAH REDUCE REUSE, …

7

terdiri dari satu Rukun Warga yaitu RW 04 yang terdiri dari 7 Rukun Tetangga (RT) dengan

624 Kepala Keluarga (KK) didalamnya. Penduduk tahun 2012 berjumlah 2.139 jiwa dan

tahun 2010 berjumlah 2.091 jiwa. Lokasi ini merupakan salah satu perkampungan padat

penduduk yang belum memiliki sistem pengelolaan sampah dimana sampah dibuang ke lahan

kosong ataupun dibakar.

Metode yang digunakan untuk mengukur jumlah timbulan dan persentase jenis

komposisi sampah di Kampung Maruga yaitu pengamatan langsung atau observasi dengan

teknik pengambilan sampel SNI 19-3964-1994. Sedangkan dalam membuat rancangan

Tempat Pengolahan Sampah (TPS) pada Kampung Maruga dilakukan berdasarkan analisis

hasil timbulan dan komposisi sampah serta hasil kuesioner. Kuesioner ini diperlukan untuk

mendukung usulan alternatif pengelolaan sampah yang akan diajukan untuk masyarakat di

Kampung Maruga. Melalui penyebaran kuesioner dapat diketahui kemauan penghuni untuk

berpartisipasi dalam sistem pengelolaan sampah yang akan diajukan. Penyebaran kuesioner

dilakukan terhadap responden yang berasal dari sampel penelitian pengukuran timbulan

limbah padat agar dapat menunjukkan korelasi data kuesioner dengan data timbulan dan

komposisi sampah.

Penentuan ukuran sampel dihitung dengan Rumus Slovin. Rumus ini digunakan

karena ukuran populasi diketahui. Populasi penelitian adalah seluruh penduduk di Kampung

Maruga. Dari hasil perhitungan dengan tingkat kepercayaan 80%, didapat total sampel rumah

yang harus diambil sampahnya adalah 34 Kepala Keluarga (KK). Teknik sampling yang

digunakan adalah pengambilan sampel probabilitas/acak yaitu suatu metode pemilihan

sampel, dimana setiap anggota populasi mempunyai peluang yang sama untuk dipilih menjadi

anggota sampel. Namun, untuk pengambilan sampel dilakukan dengan cara stratified random

sampling yaitu teknik pengambilan sampel sederhana dimana sampel diambil berdasarkan

tingkatan yang ada dalam populasi. Karena data pendapatan penduduk sulit didapat, maka

tingkatan yang digunakan adalah tingkatan luas rumah yang dianggap dapat mewakili tingkat

ekonomi masyarakat. Tingkatan luas rumah di Kampung Maruga dibagi menjadi tiga kategori

berdasarkan SNI 3242:2008 tentang pengelolaan sampah di permukiman. Berdasarkan

persentase dari jumlah tiap kategori rumah dikalikan dengan jumlah sampel yang telah

ditentukan, didapatkan jumlah sampel dari masing-masing kategori adalah sebagai berikut 1)

< 36 m2 sebanyak 17 rumah; 2) 36-45 m

2 sebanyak 14 rumah; 3) > 54 m

2 sebanyak 3 rumah

dengan total 34 KK yang terdiri dari 130 penduduk.

Berdasarkan SNI 19-3964-1994 tentang Metode Pengambilan dan Pengukuran

Contoh Timbulan dan Komposisi Limbah Padat Perkotaan, sampel sampah rumah tangga

Desain tempat..., Rizki Anisa, FT, 2014

Page 8: DESAIN TEMPAT PENGOLAHAN SAMPAH REDUCE REUSE, …

8

diambil secara langsung dari sumber yaitu rumah penduduk. Pengambilan data penelitian atau

sampel dilakukan selama 8 hari beturut-turut mulai dari hari Sabtu, tanggal 25 Januari 2014,

hingga hari Sabtu, tanggal 1 Februari 2014 dan dilaksanakan dalam musim hujan.

Pengambilan data yang dilakukan adalah pengukuran timbulan sampah dan pengukuran

komposisi sampah. Peralatan yang dibutuhkan dalam proses pengambilan dan pengukuran

sampel antara lain: 1) Alat pengambil contoh berupa kantung plastik; 2) Alat pengukur

volume contoh berupa kotak berukuran 40 L, yang dilengkapi dengan skala tinggi; 3)

Timbangan; 4) Perlengkapan berupa alat pemindah (seperti sekop) dan sarung tangan. Metode

pengukuran yang digunakan yaitu sampah terkumpul diukur volumenya dengan wadah

pengukur 40 liter dan ditimbang beratnya dan dicatat, kemudian dipisahkan berdasarkan

komponen komposisi sampah, ditimbang berat masing-masing komponen dan dicatat

beratnya.

Dari data yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan, yaitu data mengenai

timbulan dan komposisi sampah yang dihasilkan di Kampung Maruga serta hasil kuesioner,

maka akan dibuat rancangan Tempat Pengolahan Sampah Terintegrasi Bank Sampah yang

dapat diterapkan guna mengurangi timbulan sampah pada Kampung Maruga.

Hasil Penelitian

Berikut ini adalah hasil pengukuran timbulan dan komposisi sampah di Kampung

Maruga.

Tabel 2. Jumlah Timbulan Sampah Kampung Maruga Setiap Hari Penelitian

Timbulan (kg)

hari

ke-1

hari

ke-2

hari

ke-3

hari

ke-4

hari

ke-5

hari

ke-6

hari

ke-7

hari

ke-8

57,5 52 48,25 32,85 39,55 36,05 45,35 36,35

Sumber: Hasil Pengukuran, 2014

Tabel 3. Persentase Komposisi Sampah Kampung Maruga

No Komponen Berat Rata-rata Persentase (%)

1 Plastik 4,91 11,47

2 Kertas 3,94 9,21

3 Adsorbent 1,27 2,98

4 Logam 1,20 2,81

5 B3 0,26 0,62

6 Kaca 0,44 1,02

7 Elektronik 0,09 0,21

Sumber: Hasil Pengukuran, 2014

Desain tempat..., Rizki Anisa, FT, 2014

Page 9: DESAIN TEMPAT PENGOLAHAN SAMPAH REDUCE REUSE, …

9

Tabel 4. Persentase Komposisi Sampah Kampung Maruga (Lanjutan)

No Komponen Berat Rata-rata Persentase (%)

8 Tekstil 1,47 3,45

9 Styrofoam 0,06 0,13

10 Karet 0,19 0,44

11 Kayu 0,36 0,84

12 Sisa Makanan & Sampah

Kebun 28,14 65,81

13 Lainnya 0,43 1,00

Total 42,76 100,00

Sumber: Hasil Pengukuran, 2014

Selain itu pengambilan data juga dilakukan melalui kuesioner yang ditujukan untuk

mengetahui sejauh mana pengetahuan masyarakat terkait pengelolaan sampah dan tanggapan

masyarakat akan sistem pengelolaan yang dapat diterapkan, salah satunya yaitu bank sampah.

Penyebaran kuesioner ini dilakukan pada dua hari terakhir periode pengambilan data sampel

sampah, yaitu tepatnya pada tanggal 31 Januari 2014 hingga 1 Februari 2014.

Hasil dari kuesioner menunjukkan rata-rata sekitar 73% masyarakat telah mengetahui

jenis sampah organik dan anorganik serta pengertian 3R dan barang-barang yang dapat didaur

ulang. Kemauan masyarakat untuk turut serta mengelola sampah merupakan hal yang paling

mempengaruhi kesuksesan pengelolaan sampah. Meski selama ini sebagian besar masyarakat

tidak memilah sampahnya namun kesediaan masyarakat untuk memilah sampah di rumah

sendiri cukup tinggi yaitu 77% penduduk bersedia memilah sampahnya.

Sekitar 83% warga telah mengetahui apa yang dimaksud dengan Bank Sampah dan

manfaatnya bagi lingkungan serta masyarakat. 23% masyarakat mengetahui Bank Sampah

melalui televisi. Kemauan untuk ikut bertanggung jawab dalam pengelolaan sampah dalam

meningkatkan kualitas lingkungan ditunjukkan dengan kemauan warga untuk mengelola Bank

Sampah dan ikut dalam kegiatan Bank Sampah sebagai berikut.

Desain tempat..., Rizki Anisa, FT, 2014

Page 10: DESAIN TEMPAT PENGOLAHAN SAMPAH REDUCE REUSE, …

10

Gambar 1. Persentase Tanggapan Masyarakat Terhadap Ajakan Pengelolaan Bank Sampah

Sumber: Hasil Kuesioner, 2014

Pembahasan

Dari data timbulan sampah pada tabel 2 kemudian dibuat grafik timbulan sampah

sebagai berikut:

Gambar 2. Grafik Berat Timbulan Sampah Per Hari

Sumber: Hasil Pengolahan, 2014

Dari grafik diatas dapat dilihat perubahan timbulan sampah di Kampung Maruga

selama 8 hari penelitian. Total berat timbulan sampah terbesar adalah 57,5 kg/hari yang

terjadi di hari ke-1 pengukuran. Hal ini terjadi karena di hari pertama pengumpulan sampah,

banyak masyarakat yang mengikutsertakan sampah yang dihasilkan di hari-hari sebelumnya,

dimana sampah tersebut belum sempat dibuang ke tempat pembuangan sampah ataupun

dibakar, sehingga jumlah timbulan tersebut tidak hanya menggambarkan jumlah timbulan di

45%

45%

10%

Tanggapan Terhadap Ajakan Pengelolaan Bank

Sampah

Merasa tertarik dengan keuntunganyang didapat dan ingin mencariinformasi mengenai pengelolaanBank SampahMerasa tertarik dan ingin ikut dalamkegiatan pengelolaan Bank Sampah

Tidak mau ikut dalam pengelolaanBank Sampah

57,5 52

48,25

32,85

39,55 36,05

45,35

36,35

0

10

20

30

40

50

60

70

25Januari2014

26Januari2014

27Januari2014

28Januari2014

29Januari2014

30Januari2014

31Januari2014

1Februari

2014

Sabtu Minggu Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu

1 2 3 4 5 6 7 8

Be

rat

Tota

l (kg

)

Desain tempat..., Rizki Anisa, FT, 2014

Page 11: DESAIN TEMPAT PENGOLAHAN SAMPAH REDUCE REUSE, …

11

hari tersebut. Kemudian jumlah timbulan cenderung menurun di hari berikutnya, hal ini

terjadi karena banyak masyarakat yang beraktivitas di luar rumah pada hari kerja. Namun, di

hari Jumat tanggal 31 Januari 2014 jumlah timbulan sampah meningkat cukup signifikan. Hal

ini terjadi akibat di tanggal 31 Januari 2014 jatuh sebagai Tahun Baru Imlek yang merupakan

hari libur nasional, maka banyak rumah tangga yang mempersiapkan banyak hidangan di hari

Kamis, akibatnya jumlah sampah yang dikumpulkan di hari Jumat pagi pun meningkat. Pada

hari Minggu berat sampah tinggi juga dikarenakan masyarakat cenderung untuk

menghabiskan waktu di rumah sebelum beraktivitas kembali di hari Senin.

Berikut ini merupakan grafik persentase komposisi sampah di Kampung Maruga

berdasarkan data pada Tabel 3.

Gambar 3. Persentase Komposisi Sampah Kampung Maruga

Sumber: Hasil Pengolahan, 2014

Sisa makanan dan sampah kebun (sampah organik) merupakan komponen penyusun

limbah padat terbesar di Kampung Maruga (66%). Disusul oleh plastik, yang menyusun 12%

dari limbah padat. Berikutnya diisi oleh kertas (9%), tekstil (3%), adsorbent atau pamper dan

pembalut (3%), logam (3%), kaca (1%), dan sampah lainnya (1%). Sedangkan adalah kayu,

limbah berbahaya dan beracun (B3) yang terdiri dari baterai dan obat-obatan kimia, karet,

limbah elektronik, dan styrofoam yang masing-masingnya menyusun < 1% limbah padat di

Sisa Makanan & Sampah Kebun ;

65,81

Plastik; 11,47

Kertas; 9,21

Tekstil; 3,45

Adsorbent; 2,98

Logam; 2,81

%

% %

%

%

%

Desain tempat..., Rizki Anisa, FT, 2014

Page 12: DESAIN TEMPAT PENGOLAHAN SAMPAH REDUCE REUSE, …

12

Kampung Maruga. Sisa makanan banyak menyusun komposisi sampah di Kampung Maruga

karena sebagian besar masyarakat memiliki usaha makanan.

Berdasarkan hasil pengukuran selama 8 hari berturut-turut, berat jenis rata-rata

timbulan sampah di Kampung Maruga adalah 108,51 kg/m3. Timbulan sampah per orang per

hari di Kampung Maruga adalah 0,39 kg/orang/hari. Sedangkan timbulan sampah per orang

per hari dalam satuan (m3/orang/hari) adalah 0,00359. Berdasarkan SNI 19-3983-1995 (Tabel

2), apabila pengamatan lapangan belum tersedia, untuk menghitung besaran sistem pada kota

sedang dan kecil dapat digunakan angka timbulan sampah 2-2,5 L/orang/hari atau 0,25-0,4

kg/orang/hari. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan didapat timbulan limbah padat di

Kampung Maruga adalah sebesar 0,39 kg/orang/hari dengan volume 3,59 L/orang/hari. Dari

perbandingan tersebut, dapat diketahui bahwa berat timbulan di Kampung Maruga sesuai

dengan SNI 19-3983-1995 mengenai timbulan limbah padat di kota sedang namun memiliki

volume yang lebih besar. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat di Kampung Maruga

menghasilkan timbulan limbah padat yang cukup besar di banding rata-rata masyarakat di

kota sedang.

Potensi reduksi sampah dapat dilihat dari komposisi penyusun sampah di suatu

wilayah. Berdasarkan data komposisi yang dihasilkan dari penelitian pengukuran timbulan

yang dilakukan, sampah penyusun timbulan di Kampung Maruga didominasi sampah organik

yang berupa sisa makanan dan sampah anorganik yang masih dapat dimanfaatkan juga tidak

sedikit jumlahnya. Sampah anorganik masih memiliki nilai ekonomi. Sampah yang dihasilkan

oleh warga Kampung Maruga sangat berpotensi untuk dimanfaatkan menjadi kompos dan

barang daur ulang. Berdasarkan data jumlah masing-masing komposisi yang telah diukur

sebelumnya, maka dapat diketahui berat dan volume sampah menurut potensi

pemanfaatannya. Dengan demikian Kampung Maruga memiliki potensi reduksi sampah

melalui komposting dan daur ulang sebesar 96% dari total timbulan sampah. Melihat potensi

bahan anorganik yang cukup tinggi yaitu 30% maka dapat dikembangkan sebagai bank

sampah untuk menarik minat masyarakat memilah sampah sejak di sumber.

Kampung Maruga dihuni oleh 2139 penduduk. Sehingga, total berat dan volume

sampah yang dihasilkan di Kampung Maruga setiap harinya adalah sebagai berikut:

1. Berat sampah = 834,21 kg/hari

2. Volume sampah (m3) = 7,68 m

3/hari

3. Volume sampah (L) = 2139 penduduk x 3,59 liter/orang/hari = 7679 liter/hari

Desain tempat..., Rizki Anisa, FT, 2014

Page 13: DESAIN TEMPAT PENGOLAHAN SAMPAH REDUCE REUSE, …

13

Maka, untuk keperluan rancangan sistem pengelolaan sampah, timbulan sampah di

Kampung Maruga hanya dibulatkan menjadi 835 kg/hari atau sama dengan 0,835 ton/hari

dengan volume 7,7 m3/hari.

Perencanaan pengelolaan sampah dengan konsep TPS 3R terintegrasi Bank Sampah

ini dipilih sebagai salah satu upaya mengelola sampah tanpa mengesampingkan faktor

ekonomi. Tempat Pengolahan Sampah terintegrasi Bank Sampah merupakan perpaduan TPS

dengan bank sampah menjadi suatu kesatuan dimana bank sampah dijadikan sebagai salah

satu proses tahapan dalam sistem TPS. Proses pengangkutan sampah ke TPS dilakukan

sendiri oleh masyarakat sebagai sumber penghasil dengan adanya Bank Sampah sebagai alat

penarik masyarakat untuk menabungkan sampahnya. Integrasi atau penggabungan bank

sampah dan TPS akan memberikan manfaat satu sama lain. Bank sampah dapat mengolah dan

memanfaat sampah yang diperoleh secara langsung tanpa perlu jauh mengangkutnya. Beban

pekerjaan di TPS akan berkurang dengan adanya bank sampah karena proses pemilahan pun

tidak lagi dibutuhkan apabila terdapat bank sampah sebagai tahapan pendahulu. Berikut ini

merupakan mekanisme bank sampah yang dapat diterapkan.

Gambar 4. Mekanisme Bank Sampah

Sumber: Hasil Pengolahan, 2014

Proses pengolahan sampah mencakup pengolahan sampah organik dan anorganik.

Sampah organik merupakan sampah sisa makanan dan sampah kebun, sampah anorganik

merupakan sampah selain kedua jenis sampah tersebut. Proses pengolahan sampah organik

akan dilakukan dengan metode komposting. Pengolahan sampah anorganik akan dilakukan

dengan bank sampah yang mengumpulkan sampah anorganik yang bernilai ekonomi untuk

kemudian dijual ataupun didaur ulang.

Desain tempat..., Rizki Anisa, FT, 2014

Page 14: DESAIN TEMPAT PENGOLAHAN SAMPAH REDUCE REUSE, …

14

Pengomposan menggunakan metode windrow. Bahan organik yang telah dicacah

kemudian disusun menjadi tumpukan. Bahan baku kompos ditumpuk dengan tinggi tumpukan

0,6 sampai 1 meter, lebar 1-5 meter. Sementara panjangnya disesuaikan dengan kebutuhan.

Tipikal bentuk melintang gundukan dapat berupa trapezium. Dalam, tiga puluh sampai empat

puluh (30 – 40) hari suhu akan menurun sampai dengan suhu ruangan berwarna coklat tua

atau kehitaman, kemudian kompos masuk pada tahap pematangan selama ± 14 hari.

Prasarana yang akan disediakan untuk menunjang kegiatan TPS 3R ini antara lain

kantor, balai serbaguna, dan sedikit lahan berkebun. Pada balai serbaguna, akan diadakan

kegiatan pelatihan dan praktik pemanfaatan sampah anorganik menjadi barang kerajinan

kepada ibu-ibu rumah tangga di Kampung Maruga. Sedangkan sarana yang merupakan

peralatan yang dapat digunakan dalam kegiatan penangangan sampah antara lain sekop, pacul,

garu, gerobak, kontainer beroda, selang air, sapu, dan sebagainya. Proses pengolahan sampah

yang akan dilakukan dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 5. Proses Pengolahan Sampah Pada TPS 3R Terintegrasi Bank Sampah

Sumber: Hasil Pengolahan, 2014

Untuk mendesain tata letak TPS, terlebih dahulu dihitung neraca keseimbangan

massa (mass balance) dengan menggunakan data timbulan dan komposisi sampah. Dari

neraca massa dapat diketahui kuantitas sampah pada setiap kegiatan pengolahan sampah di

TPS, sehingga dapat dilakukan perancangan tata letak TPS. Pembuatan neraca keseimbangan

Desain tempat..., Rizki Anisa, FT, 2014

Page 15: DESAIN TEMPAT PENGOLAHAN SAMPAH REDUCE REUSE, …

15

massa menggunakan software STAN dengan satuan berat kilogram. Berdasarkan potensi

reduksi yang telah dihitung, residu sampah yang masuk ke TPS sebanyak 4%. Selama proses

pengomposan akan terjadi penyusutan volume mencapai 30-50% dari bobot awal tergantung

kadar air awal. Dalam perhitungan ini, persentasi reduksi berat bahan yang dikomposkan

diasumsikan sebesar 30%. Asumsi residu yang berasal dari hasil pengayakan kompos sebesar

0,1%. Untuk sampah anorganik, diasumsikan seluruh bahan yang telah terpilah dapat diproses

secara sempurna dan dapat dijual maupun didaur ulang seluruhnya. Maka, neraca

keseimbangan massa TPS 3R terintegrasi bank sampah adalah sebagai berikut.

Gambar 6. Neraca Keseimbangan Massa TPS 3R

Sumber: Hasil Pengolahan, 2014

Pada dasarnya sebuah TPS terbagi menjadi tiga bagian area utama yaitu area tipping

floor, area pemrosesan, dan area penyimpanan. Namun, area tipping floor pada TPS ini bukan

merupakan area penghamparan sampah yang telah dikumpulkan oleh armada pengangkut

melainkan berwujud area bank sampah. Area bank sampah ini memiliki fungsi yang sama

dengan area tipping floor yaitu menerima sampah yang datang ke TPS. Area pemrosesan

merupakan area pemrosesan sampah organik menjadi kompos. Area pemrosesan ini terbagi

menjadi area pencacahan, area pengomposan, dan area pengayakan kompos. Sampah

anorganik yang telah terkumpul akan ditempatkan di area penyimpanan. Berikut ini

merupakan luas masing-masing area pada TPS 3R.

1. Bank sampah ini terdiri dari dua area yaitu area pencatatan dan penimbangan.

Area pencatatan dan penimbangan masing-masingnya memiliki luas 4 m2

2. Luas area pencacahan merupakan luas yang diperlukan untuk mesin pencacah

dan menyediakan ruang gerak bagi petugas pencacah. Sehingga, luas area

pencacahan merupakan luas mesin pencacah yang masing-masing sisinya

Desain tempat..., Rizki Anisa, FT, 2014

Page 16: DESAIN TEMPAT PENGOLAHAN SAMPAH REDUCE REUSE, …

16

ditambahkan tambahan panjang 1 (meter) di kanan dan kiri sebagai ruang

gerak petugas pencacah. Mesin pencacah memiliki ukuran p x l x t = (2000 x

1000 x 1500) mm dengan kapasitas 5-7 m3/jam berbahan bakar diesel. Maka,

perhitungan luas area pencacahan adalah 12 m2

3. Luas area pengomposan ditentukan berdasarkan metode pengomposan dan

sarana peralatan yang digunakan. Metode pengomposan menggunakan

metode open windrow, dengan lama waktu pengomposan 50 hari

(Tchobanoglous, 2002). Ukuran windrow dibulatkan menjadi berukuran

tinggi 1 meter dan lebar 2 meter. Luas area yang dibutuhkan adalah 171 m2

4. Luas area pengayakan kompos disesuaikan dengan dimensi alat pengayak

kompos yang ada di pasaran. Maka luas area pengayakan kompos adalah 13,5

m2

5. Area penyimpanan dirancang untuk dapat menampung material yang dapat

terkumpul selama 1 hari atau untuk kapasitas 1 (satu) hari. Luas penimbunan

material terpilah dihitung dengan waktu penyimpanan maksimum yaitu

selama 1 hari (7 jam kerja) (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik

Indonesia Nomor 03/PRT/M/2013). Maka, luas area penyimpanan yang

dibutuhkan adalah 5 m2

6. Residu akan ditempatkan dalam bak atau kontainer tertutup di dalam TPS

untuk menghindari terbentuknya TPS liar disebabkan orang tidak

bertanggung jawab yang membuang sampah di bak ini apabila ditempatkan di

luar bangunan TPS. Berdasarkan perhitungan jumlah residu dari neraca

keseimbangan massa pada Gambar 6 jumlah residu sampah keseluruhan

adalah 35,37 kg, maka kebutuhan luas untuk menampung residu adalah 1 m2

7. Luas kantor yang dibutuhkan apabila di dalam kantor tersedia kamar mandi

dengan luas 4 m2

dan hanya ½ dari tenaga kerja yang bekerja di dalam kantor

setiap harinya (luas area 2 m2/orang) adalah 14 m

2

8. Gudang diperlukan untuk menyimpan peralatan dan juga kompos yang sudah

dikemas dan siap dijual. Penyimpanan kompos dirancang untuk dapat

menampung hasil kompos dalam 2 hari karena tidak setiap hari kompos

didistribusikan untuk dijual. Peralatan dan perlengkapan memerlukan area

penyimpanan sekitar 3 m2. Luas area gudang yang dibutuhkan adalah 11 m

2

9. Balai serbaguna disamping TPS akan dibangun dengan ukuran minimum 3

meter x 3 meter. Sehingga, luas area balai sebaguna adalah 9 m2.

Desain tempat..., Rizki Anisa, FT, 2014

Page 17: DESAIN TEMPAT PENGOLAHAN SAMPAH REDUCE REUSE, …

17

10. Sisa lahan disamping TPS dapat dimanfaatkan menjadi lahan berkebun untuk

meningkatkan nilai jual kompos yang sudah berbentuk pupuk untuk tanaman

hias maupun tanaman pangan yang dapat dibudidayakan dan kemudian

dijual. Lahan kebun minimum sama dengan luas balai serbaguna yaitu 9 m2.

Maka, luas area minimum yang dibutuhkan untuk Unit Pengolahan Sampah

terintegrasi Bank Sampah di Kampung Maruga adalah 245,5 m2

dibulatkan menjadi 255 m2.

Penempatan lokasi akan dilakukan sedekat mungkin dengan daerah pelayanan dalam radius

tidak lebih dari 1 km agar lokasi TPS mudah diakses oleh masyarakat. Terdapat banyak lahan

kosong di Kampung Maruga dan terdapat salah satu lokasi yang berada tidak jauh dari jalan

raya dan berada di tengah wilayah Kampung Maruga sehingga dapat dicakup dari warga di

seluruh penjuru. Bangunan utama TPS 3R ini akan dibangun dengan struktur pasangan bata,

sedangkan balai serbaguna dibuat dengan struktur kayu ataupun bambu. Dengan demikian,

denah rancangan UPS adalah sebagai berikut:

Keterangan:

1. Area pencatatan Bank Sampah

2. Area penimbangan Bank Sampah

3. Area pencacahan

4. Area pengomposan

5. Area pengayakan kompos

6. Area penyimpanan sampah anorganik

7. Gudang

8. Bak residu

9. Kamar mandi

10. Kantor

11. Balai serbaguna

12. Lahan berkebun

13. Lahan parkir

Gambar 7. Layout TPS 3R Terintegrasi Bank Sampah

Skala 1:200

Desain tempat..., Rizki Anisa, FT, 2014

Page 18: DESAIN TEMPAT PENGOLAHAN SAMPAH REDUCE REUSE, …

18

Sumber: Hasil Pengolahan, 2014

Secara umum kendala terhadap keberlanjutan sistem pengelolaan sampah berbasis

masyarakat adalah manajemen yang belum baik. Sehingga, peranan terhadap kesempatan

kerja dan pendapatan keluarga masih kecil (Nuryani, 2012). TPS perlu dikembangkan selain

melalui pengomposan juga daur ulang sampah anorganik melalui pengembangan bank

sampah untuk meningkatkan pemasukan untuk keberlanjutan pembiayaan operasional

pengelolaan TPS (Aryenti dan Darwati, 2012). Penerapan langkah-langkah keberlanjutan

dapat membantu perbaikan manajemen sistem pengelolaan sampah dengan Tempat

Pengolahan Sampah Berbasis 3R (TPS 3R) terintegrasi Bank Sampah. Sistem pengelolaan

sampah ini harus terus dikembangkan dan direplikasi di daerah-daerah lainnya karena

bermanfaat dalam penyediaan pupuk organik, menjaga kebersihan lingkungan dan memberi

manfaat ekonomi bagi masyarakat. Sehingga apabila kesadaran dan kemauan warga untuk

berpartisipasi aktif tinggi, sistem ini tidak akan ragu untuk terus berlanjut.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian yang telah dilakukan, dapat

disimpulkan bahwa:

1. Volume rata-rata seluruh timbulan sampah pada Kampung Maruga adalah

sebesar 7,68 m3/hari dengan berat 834,21 kg/hari. Sedangkan rata-rata

timbulan sebesar 0,39 kg/orang/hari atau 0,00359 m3/orang/hari.

2. Sampah pada Kampung Maruga terdiri dari 65,81% organik yang berasal dari

sisa makanan dan sampah kebun, 11,47% plastik, 9,21% kertas, 3,45% tekstil,

2,98% adsorbent (pamper dan pembalut), 2,81% logam, 1,02% kaca, 0,84%

kayu, 0,62% limbah B3, 0,44% karet, 0,21% limbah elektronik, 0,13%

styrofoam, dan 1% lainnya.

3. Tempat Pengolahan Sampah Reduce, Reuse, Recycle (TPS 3R) terintegrasi

Bank Sampah dirancang dengan kapasitas 0,835 ton/hari atau 7,7 m3/hari,

melayani 100% penduduk di Kampung Maruga (2.139 jiwa). Pengolahan

yang dilakukan di TPS 3R ini terdiri dari: a) pengolahan sampah organik

menjadi kompos dan b) pengolahan sampah anorganik dengan dijual atau

didaur ulang melalui Bank Sampah. TPS 3R ini terdiri dari tiga area utama

yaitu area bank sampah, area pemrosesan, dan area penyimpanan dengan luas

Desain tempat..., Rizki Anisa, FT, 2014

Page 19: DESAIN TEMPAT PENGOLAHAN SAMPAH REDUCE REUSE, …

19

minimum 255 m2. Tersedia banyak lahan kosong di Kampung Maruga,

sehingga TPS 3R dapat diterapkan pada kawasan ini.

Saran

Agar pengelolaan TPS 3R yang terintegrasi dengan Bank Sampah dapat terlaksana

dengan baik dan berkelanjutan, penulis menyarankan beberapa hal sebagai berikut:

1. Melakukan kegiatan sosialisasi secara rutin dan bertahap kepada warga

Kampung Maruga mengenai pengelolaan Tempat Pengolahan Sampah (TPS

3R) terintegrasi Bank Sampah yang akan diterapkan

2. Menerapkan dan melakukan uji coba sistem bank sampah terlebih dahulu

dengan melibatkan partisipasi aktif warga Kampung Maruga

3. Perlu adanya monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan pengelolaan

sampah untuk mendapatkan umpan balik (feed back) guna penyempurnaan

pengelolaan sampah yang ada

4. Replikasi di daerah permukiman lainnya dapat dilakukan dengan kapasitas

yang disesuaikan dengan volume sampah dan ketersediaan lahan yang ada

serta karakteristik masyarakat setempat.

Daftar Referensi

Abadi, Ronny Setiawan. 2013. “Keberlanjutan Pengelolaan Sampah Domestik di Kampung

Menoreh, Kelurahan Sampangan, Semarang”. Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota

Volume 9 (1): 87-96 Maret 2013.

Badan Pusat Statistik Kota Tangerang Selatan. 2012. Kota Tangerang Selatan Dalam Angka

2012. Tangerang: BPS Kota Tangerang Selatan.

Damanhuri, E., dan Padmi,T. 2010. Diktat Kuliah TL-3104. Bandung: Institut Teknologi

Bandung.

Direktorat Jenderal Cipta Karya. 2009. Pedoman Umum 3R Berbasis Masyarakat di Kawasan

Permukiman. Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman,

Departemen Pekerjaan Umum.

Direktorat Jenderal Cipta Karya. Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat. Direktorat

Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman, Departemen Pekerjaan Umum.

Desain tempat..., Rizki Anisa, FT, 2014

Page 20: DESAIN TEMPAT PENGOLAHAN SAMPAH REDUCE REUSE, …

20

Juliandoni, Adriyandi. 2013. Pelaksanaan Bank Sampah Dalam Sistem Pengelolaan Sampah

di Kelurahan Gunung Bahagia Balikpapan. Fakultas hukum Universitas

Mulawarman.

Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL). 2008. Saatnya

Masyarakat Berkawan. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Departemen

Pekerjaan Umum, Departemen Dalam Negeri, Departemen Kesehatan, dan

Kementerian Negara Lingkungan Hidup.

Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia. 2012. Implementasi 3R Melalui Bank

Sampah. Kementerial Lingkungan Hidup Republik Indonesia.

Kenworthy, J. 1997. Urban Ecology in Indonesia: The Kampung Improvement Program

(KIP). Asian Sustainable Development, Murdoch University, Perth.

Nuryani, Aan. 2012. Peranan Bank Sampah Gemah Ripah Terhadap Kesempatan Kerja dan

Pendapatan Keluarga di Kecamatan Bantul Kabupaten Bantul Daerah Istimewa

Yogyakarta. Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta.

Sihombing, Anthony. 2010. Conflicting Images of Kampung and Kota in Jakarta.

Saarbrucken: Lambert Academic Publishing.

Silas, Johan. 1993. Housing Beyond Home. Surabaya: Pidato Pengukuhan Guru Besar Teknik

Arsitektur Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

Sri Rachmawati Hidayah Siregar. 2011. Studi Timbulan dan Komposisi Sampah Sebagai

Dasar Usulan Desain Unit Pengolahan Sampah Jalan Raya Tajur, Kota Bogor.

Depok: Universitas Indonesia.

Suwerda, Bambang dan Yamtana. 2009. “‘Gemah Ripah’, Bank Sampah Berbasis Masyarakat

di Pedukuhan Badegan, Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta”. Jurnal

Kesehatan Lingkungan, Vol.2, No.3 Hal 103-107.

Tchobanoglous, George. 1993. Integrated Solid Waste Management. Mc. Graw Hill Book Co.

Singapore.

Tchobanoglous, George and Frank Kreith. 2002. Handbook Of Solid Waste Management

Second Edition. Mc. Graw Hill Handbook.

Worrell, William A. dan P. Aarne Vesilind. 2008. Solid Waste Engineering. Cengage

Learning Asia Pte Ltd (Philippine Branch).

United States Agency International Development (USAID). Modul Pelatihan Pengelolaan

Sampah Berbasis Masyarakat. Jakarta: Environmental Services Program.

Desain tempat..., Rizki Anisa, FT, 2014