Desain Esterifikasi Menggunakan Katalis Zeolit Pada Proses Pembuatan Biodiesel

119
1 DESAIN ESTERIFIKASI MENGGUNAKAN KATALIS ZEOLIT PADA PROSES PEMBU ATAN BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL  (CPO ) MELALUI METODE DUA TAHAP ESTERIFIKASI-TRANSESTERIFIKASI RAHMIYATI KASIM SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

Transcript of Desain Esterifikasi Menggunakan Katalis Zeolit Pada Proses Pembuatan Biodiesel

91

DESAIN ESTERIFIKASI MENGGUNAKAN KATALIS ZEOLIT PADA PROSES PEMBUATAN BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL (CPO) MELALUI METODE DUA TAHAP ESTERIFIKASI-TRANSESTERIFIKASI

RAHMIYATI KASIM

SEKOLAH PASCASARJANAINSTITUT PERTANIAN BOGORBOGOR2010

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Desain Esterifikasi menggunakan Katalis Zeolit pada Proses Pembuatan Biodiesel dari Crude Palm Oil (CPO) melalui Metode Dua Tahap Esterifikasi-Transesterifikasi adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juni 2010Rahmiyati KasimNIM F35070021

ABSTRACTRAHMIYATI KASIM. Design of Esterification Reaction Using Activated of Natural Zeolit to Produced Biodiesel from Crude Palm Oil (CPO) by Means of Esterification-Transesterification of Method. Under direction DWI SETYANINGSIH and HERY HAERUDIN.

Oils with high amount of free fatty acid (FFA) such as crude palm oil are becoming one of the promosing alternatives to produce biodiesel;due, principipally, to it low cost. However, because of the presence of FFA, the conventional basic homogenous catalyst should not be the used with the aim to avoid the production of soaps. The use of activated of natural zeolit to perform the esterification reaction into biodiesel is studied in this work. Optimization of reaction condition such as molar ratio of alcohol to oil, reaction temperature and catalyst loading was performed to minimize FFA using response surface methodology (RSM). The RSM suggested that a catalyst of loading 1.59 %; molar ratio of alcohol to oil 23.41:1 and time of reaction 170 minutes were optimum for minimizing FFA. The esterification of FFA using this heterogeneous catalyst appears as a great alternative to esterify oils with high amount of FFA; in this case, the final conversion of FFA achieved was around 64.23 %.

Keywords : Esterification, Zeolites, Biodiesel

RINGKASANRAHMIYATI KASIM. Desain Esterifikasi menggunakan Katalis Zeolit pada Proses Pembuatan Biodiesel dari Crude Palm Oil (CPO) melalui Metode Dua Tahap Esterifikasi-Transesterifikasi. Dibimbing oleh DWI SETYANINGSIH dan HERY HAERUDIN.

Minyak sawit dalam bentuk crude palm oil (CPO) merupakan salah satu bahan baku biodiesel yang memiliki potensi besar di Indonesia. Penggunaan jenis bahan baku ini pada proses pembuatan biodiesel melalui transesterifikasi menggunakan katalis alkali seperti KOH dan NaOH menyebabkan terbentuknya sabun yang akan mengkonsumsi katalis seperti bahan baku serta menyebabkan kesulitan dalam proses pemisahan dan pemurnian biodiesel. Untuk mengatasi hal ini, proses produksi biodesel secara dua tahap (esterifikasi-transesterifikasi) dapat dijadikan sebagai teknologi alternatif. Teknologi ini diawali dengan pretreatment bahan baku melalui proses esterifikasi kemudian dilanjutkan dengan reaksi transesterifikasi untuk memperoleh biodiesel dari CPO. Pada penelitian ini digunakan zeolit alam sebagai katalis heterogen asam pada reaksi esterifikasi karena harganya relatif murah dan berlimpah, memiliki sifat kimia dan fisika yang bervariasi serta tidak beracun sehingga lebih ramah lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh desain reaksi esterifikasi menggunakan katalis zeolit teraktivasi pada proses pembuatan biodiesel dari crude palm oil (CPO) melalui teknologi transesterifikasi dua tahap (esterifikasi-transesterifikasi).Aktivasi zeolit alam dilakukan dengan metode asam yang dilakukan pada suhu ruang dan suhu 100oC dengan waktu yang berbeda. Seleksi jenis zeolit alam teraktivasi yang efektif dalam reaksi esterifikasi campuran minyak goreng dan asam oleat dianalisis menggunakan rancangan acak lengkap (RAL). Optimasi kondisi reaksi esterifikasi dilakukan menggunakan metode permukaan respon (respon surface method) dengan tiga variabel yang terdiri dari konsentrasi katalis zeolit, rasio molar metanol dan minyak serta waktu reaksi. Aktivasi zeolit menyebabkan penurunan komposisi aluminium (Al) pada semua sampel zeolit yang diaktivasi dengan asam dan kombinasinya dari 1.91 % menurun menjadi 0.170.38 %. Penurunan komposisi Al dalam zeolit (dealuminasi) menyebabkan terjadinya peningkatan rasio Si/Al pada semua sampel zeolit alam yang teraktivasi asam mempunyai rasio Si/Al yang tinggi yaitu antara 14.27 sampai 33.81. Jumlah asam dari semua sampel perlakuan zeolit teraktivasi berkisar 0.924 mmol/g. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa jenis aktivasi zeolit sebagai katalis pada reaksi esterifikasi mempengaruhi konversi FFA dari campuran minyak dan asam oleat. Reaksi esterifikasi menggunakan katalis zeolit alam teraktivasi menghasilkan konversi asam lemak bebas (FFA) yang lebih tinggi dibandingkan menggunakan katalis zeolit alam tidak teraktivasi. Jenis katalis zeolit alam teraktivasi menghasilkan konversi FFA sekitar 49.1962.94 %. Hasil uji lanjut Duncan diperoleh sampel zeolit yang diaktivasi dengan 1 M HCl dan 15 % H2SO4 yang diaktivasi pada suhu ruang adalah jenis zeolit yang terbaik sebagai katalis pada proses esterifikasi campuran minyak goreng dan asam oleat dengan konversi FFA tertinggi yaitu sebesar 62.94 %.Uji signifikansi model diperoleh bahwa model linear dan kuadratik adalah signifikan pada = 5 %. persamaan kuadratik yang dipilih sebagai model persamaan pada penelitian ini. Hasil analisis ragam diperoleh bahwa bentuk linear rasio molar metanol, bentuk kuadrat konsentrasi katalis zeolit serta interaksi antara rasio molar metanol dan waktu reaksi mempengaruhi penurunan asam lemak bebas (FFA). Hasil analisis metode permukaan respon (RSM) menggunakan program Minitab 16 diperoleh solusi umum (global solution) dengan nilai desirability(D) = 1 yang menyarankan bahwa untuk memperoleh asam lemak bebas (FFA) minimal sebesar 1.21 % maka kondisi reaksi esterifikasi dilakukan pada konsentrasi katalis zeolit sebesar 1.59 % dengan rasio molar metanol dan crude palm oil (CPO) 23.41 : 1 selama 170 menit (2 jam 50 menit).Hasil perbandingan konversi FFA dari 3 jenis katalis diperoleh bahwa katalis homogen asam sulfat (H2SO4) menghasilkan konversi FFA yang tertinggi sebesar 70.32 % dibandingkan jenis katalis heterogen zeolit alam dan zeolit sintetik yang memperoleh konversi FFA berturut-turut sebesar 64,.23 % dan 65.10 %.Karakteritik biodiesel hasil penelitian memiliki bilangan asam sebesar 0.22 mg/KOH/g, kadar ester 99.27 %, kadar gliserol total 0.29 %-b, kadar gliserol bebas 0.01 %-b dan viskositas kinematik pada 40oC sebesar 5.85 mm2/s (cSt). Karakteristik biodiesel tersebut telah memenuhi Standar Mutu Biodiesel Indonesia (SNI 04-7182-2006) kecuali kadar gliserol total yang masih tinggi. Rendemen biodiesel yang diperoleh dari reaksi dua tahap transesterifikasi-esterifikasi menghasilkan rendemen sebesar 71.97 %.

Kata kunci : Esterifikasi, Zeolit, Biodiesel

@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2010Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah ; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

DESAIN ESTERIFIKASI MENGGUNAKAN KATALIS ZEOLIT PADA PROSES PEMBUATAN BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL (CPO) MELALUI METODE DUA TAHAP ESTERIFIKASI-TRANSESTERIFIKASI

RAHMIYATI KASIM

Tesissebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelarMagister Sains padaProgram Studi Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANAINSTITUT PERTANIAN BOGOR2010Judul Tesis:Desain Esterifikasi menggunakan Katalis Zeolit pada Proses Pembuatan Biodiesel dari Crude Palm Oil (CPO) melalui Metode Dua Tahap Esterifikasi-Transesterifikasi

Nama:Rahmiyati Kasim

NIM:F351070021

DisetujuiKomisi Pembimbing

Dr. Ir. Dwi Setyaningsih, M.Si Ketua

Dr. rer. nat. Hery HaerudinAnggota

Diketahui

Ketua Program StudiTeknologi Industri Pertanian

Dr. Ir. Machfud, M.S.Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.

Tanggal Ujian : 30 Juni 2010Tanggal Lulus :

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ika Amalia, S.TP, M.T.

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga tesis dapat diselesaikan. Tesis ini berjudul Desain Esterifikasi menggunakan Katalis Zeolit pada Proses Pembuatan Biodiesel dari Crude Palm Oil (CPO) melalui Metode Dua Tahap Esterifikasi- Transesterifikasi.Selama pelaksanaan penelitian dan penyelesaian penulisan tesis ini penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak, sehingga dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada para personalia di bawah ini :1. Dr. Ir. Dwi Setyaningsih M.Si., selaku ketua komisi pembimbing atas bimbingan, saran dan kritik yang diberikan selama penyelesaian tesis ini.2. Dr. rer. nat. Hery Haerudin, selaku anggota komisi pembimbing atas bimbingan, saran dan kritik yang diberikan selama penyelesaian tesis ini.3. Orang tua dan suamiku tercinta Suroyo Mbuinga atas semua bantuan materi maupun spiritual, doa, kasih sayang dan nasehat yang diberikan. 4. Teman-teman di SBRC, TIP Angkatan 2007 dan 2008, RMGB (Ririungan Mahasiswa Gorontalo di Bogor) atas segala bantuannya selama ini. 5. Bu ega, Bu Nur dan Pak gun atas bantuan dan kerjasamanya selama ini6. Keluarga besar KasimAli dan Keluarga besar MbuingaPomanto atas segala doa, kasih sayang dan dorongannya selama ini.Semoga tesis ini bermanfaat bagi seluruh civitas akademika Institut Pertanian Bogor khususnya dan masyarakat pada umumnya

Bogor, Juni 2010

Rahmiyati Kasim

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Gorontalo pada tanggal 26 Oktober 1978 sebagai anak tunggal pasangan Wahab Kasim dan Saripah Noho. Pendidikan Sarjana ditempuh di Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sam Ratulangi, lulus pada tahun 2002. Saat ini penulis bekerja sebagai staf dosen di Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Negeri Gorontalo sejak tahun 2005. Kesempatan melanjutkan ke Program Pascasarjana (S2) pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian pada tahun 2007. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari BPPS.

DAFTAR ISI

HalamanDAFTAR ISIxDAFTAR TABELxiiDAFTAR GAMBARxiiiDAFTAR LAMPIRANxivPENDAHULUANLatar Belakang1Perumusan Masalah5Tujuan Penelitian 5Ruang Lingkup6TINJAUAN PUSTAKACrude Palm Oil (CPO)7Biodiesel9Transesterifikasi.11Esterifikasi .13Struktur dan Karakteristik Zeolit16Zeolit Sebagai Katalis17METODOLOGIWaktu dan Tempat Penelitian21Bahan dan Alat.......................................................... 21Disain Penelitian..... 22Metode Penelitian...... 23Parameter yang Diukur..................................................... 28Rancangan Percobaan..... 29HASIL DAN PEMBAHASANKarakteristik Zeolit32Pengaruh Katalis Zeolit terhadap Konversi FFA pada Reaksi Esterifikasi..... 38Optimasi Kondisi Reaksi Esterifikasi Crude Palm Oil (CPO) menggunakan Katalis Zeolit Teraktivasi..... 44Prediksi Kondisi Optimal Reaksi Esterifikasi untuk Mendapatkan Penurunan Asam Lemak Bebas dan Validasi Data ...... 51Perbandingan Katalis Zeolit Alam, Zeolit Sintetik dan Asam Sulfat (H2SO4) pada Reaksi Esterifikasi Crude palm Oil (CPO)..................................................... 52Reaksi Transesterifikasi dan Karakteristik Biodiesel..... 53Perbandingan Desain Esterifikasi Katalis Zeolit AlamTeraktivasidan Katalis Asam..................................................... 56

KESIMPULAN DAN SARAN59DAFTAR PUSTAKA61LAMPIRAN67

DAFTAR TABEL Halaman1 Komposisi asam lemak CPO (crude palm oil) dan PKO82 Karakteristik fisiko kimia CPO (crude palm oil)83 Jenis katalis heterogen dan kondisi reaksi yang digunakan pada proses esterifikasi 15

4 Sifat fisik beberapa zeolit alam.................... 175 Perlakuan dan kode perlakuan.................................. 256 Rancangan percobaan proses esterifikasi crude palm oil (CPO) dengan respon FFA akibat pengaruh konsentrasi katalis zeolit, rasio molar antara metanol dan CPO serta waktu reaksi. 26

7 Komposisi Si, Al, rasio Si/Al dan jumlah asam dari zeolit alam sebelum dan dan sesudah aktivasi dengan berbagai perlakuan.................... 338 Puncak vibrasi FTIR dari zeolit alam sebelum dan sesudah aktivasi.................. 379 Nilai estimasi reaksi esterifikasi crude palm oil (CPO) menggunakan katalis zeolit................................ 4610 Konversi FFA hasil esterfikasi menggunakan katalis zeolit alam teraktivasi, katalis zeolit sintetik dan katalis H2SO4.................... 5211 Karakteristik biodiesel hasil penelitian.................... 54

DAFTAR GAMBAR Halaman1 Produksi CPO di Indonesia Tahun 2002 - 2007 92 Stoikiometri reaksi transesterifikasi trigliserida dengan metanol................113 Tahapan reaksi proses transesterifikasi dari trigliserida dengan metanol... 124 Reaksi esterifikasi asam lemak... 145 Sisi asam Broensted dan Lewis 196 Diagram alir disain penelitian................................. 227 Pertukaran ion antara proton H dengan kation natrium.................................368 Konversi FFA hasil esterifikasi campuran minyak goreng dan asam oleat menggunakan zeolit alam teraktivasi dan tidak teraktivasi.................................399 Tahap-tahap reaksi katalis heterogen................................. 4210 Mekanisme reaksi esterifikasi dengan menggunakan katalis asam4311 Respon permukaan dari konsentrasi katalis (C) dan rasio molar antara metanol dan CPO (M) sebagai fungsi dari kandungan FFA hasil esterifikasi CPO................................. 47

12 Kontur respon dari konsentrasi katalis (C) dan rasio molar antara metanol dan CPO (M) sebagai fungsi dari kandungan FFA hasil esterifikasi CPO......... 4713 Respon permukaan dari rasio molar CPO dan metanol (M) dan waktu reaksi sebagai fungsi dari kandungan FFA hasil esterifikasi CPO ................................4914 Kontur respon rasio molar CPO dan metanol (M) dan waktu reaksi sebagai fungsi dari kandungan FFA hasil esterifikasi CPO ................................ 5015 Desain esterifikasi menggunakan katalis zeolit alam teraktivasi ..................... 5616 Desain esterifikasi menggunakan katalis asam56

DAFTAR LAMPIRAN Halaman1 Pengujian karakteristik zeolit682 Penentuan bilangan asam dan FFA minyak serta karakteristik awal minyak goreng693 Prosedur pengujian karakteristik biodiesel704 Spektrum FTIR dari zeolit alam.................... 755 Spektrum FTIR dari zeolit alam teraktivasi asam sulfat pada suhu ruang.................................. 766 Spektrum FTIR dari zeolit alam teraktivasi asam klorida pada suhu ruang.................................. 777 Spektrum FTIR dari zeolit alam teraktivasi asam klorida dan asam sulfat pada suhu ruang.................................. 788 Spektrum FTIR dari zeolit alam teraktivasi asam klorida dan amonium klorida pada suhu ruang.................................. 799 Spektrum FTIR dari zeolit alam teraktivasi 15 % asam sulfat pada suhu 100oC.................................. 8010 Spektrum FTIR dari zeolit alam teraktivasi asam sulfat pada suhu 100oC.................................. 8111 Spektrum FTIR dari zeolit alam teraktivasi asam klorida pada suhu 100oC.................................. 8212 Hasil pengukuran keasaman zeolit.................................. 8313 Komposisi Si dan Al zeolit.................... 8414 Perhitungan rasio Si/Al.................... 8515 Perhitungan bilangan asam dan FFA dari bahan baku esterifikasi.................... 8716 Perhitungan bilangan asam, FFA dan konversi FFA hasil esterifikasi campuran minyak sawit murni dan asam oleat menggunakan katalis zeolit.................... 8817 Analisis ragam pengaruh jenis aktivasi zeolit pada reaksi esterifikasi campuran minyak sawit murni dan asam oleat.................... 9018 Rancangan percobaan dengan respon bilangan asam akibat pengaruh konsentrasi katalis, konsentrasi metanol dan waktu reaksi.................... 9119 Hasil analisa optimasi kondisi reaksi esterifikasi CPO terhadap Kandungan FFA menggunakan RSM...................92 20 Hasil perhitungan bilangan asam, FFA dan konversi FFA pada hasil validasi kondisi optimal reaksi esterifikasi.................... 9621 Perhitungan bilangan asam, FFA dan konversi FFA hasil esterifikasi CPO menggunakan katalis zeolit alam teraktivasi, zeolit sintetik dan asam sulfat.................... 97

1

98

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Permasalahan energi yang dihadapi Indonesia sekarang ini adalah kebutuhan energi nasional yang besar dan meningkat setiap tahun sementara cadangan dan produksi bahan bakar minyak (BBM) semakin terbatas, sehingga sejak beberapa tahun terakhir Indonesia telah berubah dari eksportir menjadi net importer minyak mentah (Idris 2006). ESDM (2008) melaporkan bahwa total cadangan minyak mentah Indonesia baik yang tersedia maupun yang potensial menurun sekitar 14.47 % dari 9.61 milyar barel menjadi 8.22 milyar barel pada tahun 2008. Cadangan minyak mentah yang tersedia sebesar 3.75 milyar barel pada tahun 2008 atau mengalami penurunan sebesar 26.81 % sejak tahun 2000. Oleh karena itu untuk memenuhi konsumsi energi dalam negeri, pemerintah mengimpor minyak mentah sekitar 38 % dari total produksi dan mengalami peningkatan sejak tahun 2006. Konsumsi energi didominasi oleh bahan bakar minyak bumi sekitar 52.2 % dari total konsumsi energi di Indonesia.Dalam rangka menjamin pasokan energi dalam negeri, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah No.5 tahun 2006 mengenai kebijakan energi nasional sebagai pedoman dalam pengelolaan energi nasional. Untuk percepatan penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati (biofuel), maka pemerintah mengeluarkan Instruksi Presiden No. 1 Tahun 2006. Selain itu pemerintah juga menetapkan mandatori bahan bakar nabati dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) No. 32 tahun 2008 tentang penyediaan, pemanfaatan dan tata niaga bahan bakar nabati (Biofuel) sebagai bahan bakar lain. Permasalahan krisis energi yang dialami Indonesia dan didukung dengan kebijakan energi nasional membuka peluang yang besar untuk pengembangan biodiesel di Indonesia sebagai sumber energi alternatif. Biodiesel merupakan bahan bakar subtitusi solar/diesel yang diproduksi melalui transesterifikasi minyak nabati seperti minyak sawit, minyak jarak, minyak kelapa dan lain-lain. Salah satu bahan baku biodiesel yang memiliki potensi besar di Indonesia adalah minyak sawit dalam bentuk crude palm oil (CPO). Produksi CPO di Indonesia tahun 2008 mencapai 18.1 juta ton (Deptan 2010). Anonim (2010) menargetkan produksi CPO Indonesia tahun 2010 sebesar 22 juta ton. Selain itu ekspor CPO ditargetkan mencapai 17 juta ton dan sisanya untuk konsumsi didalam negeri. Biodiesel menurut ASTM didefinisikan sebagai ester mono alkil rantai asam lemak yang berasal dari minyak nabati atau lemak hewan. Keuntungan yang diperoleh dengan menggunakan biodiesel dibandingkan bahan bakar diesel adalah dapat diperbaharui (renewable), mudah terurai (biodegradable), ramah lingkungan, tidak toksik, menghasilkan emisi karbon yang rendah karena pembakaran (combustion) yang lebih baik, menghasilkan emisi yang tidak mengandung sulfur dan polutan lain karena pengaruh adanya proses pelumasan mesin yang lebih baik (Marchetti et al. 2007; Marchetti & Errazu 2008b). Selain itu menurut Macleod et al. (2008), diacu dalam Sathyaselvabala et al. (2010), biodiesel dapat menurunkan emisi gas rumah kaca sampai 45 %. Biodiesel pada umumnya diproduksi melalui reaksi transesterifikasi trigliserida dari minyak nabati menggunakan metanol dan katalis alkali seperti KOH dan NaOH. Jenis katalis alkali ini sangat sensitif terhadap kandungan asam lemak bebas dan kadar air dalam minyak dan metanol. Oleh sebab itu pada reaksi transesterifikasi harus digunakan bahan baku minyak nabati murni yang mengandung asam lemak bebas (FFA) yang rendah. Gerpen et al. (2004) menyarankan bahwa jumlah maksimum kandungan asam lemak bebas (FFA) minyak nabati yang dapat ditoleransi oleh katalis basa pada reaksi transesterifikasi adalah kurang dari 2 % dan lebih disukai kurang dari 1 %. Penggunaan minyak nabat murni pada proses produksi biodiesel menyebabkan meningkatnya biaya produksi biodiesel karena untuk menghasilkan minyak nabati murni membutuhkan biaya yang mahal (Yan et al. 2009). Menurut Haas et al. (2006), diacu dalam Yan et al. (2009), biaya untuk pengadaan bahan baku minyak murni mencapai 88% dari biaya produksi biodiesel.Bahan baku alternatif yang dapat digunakan untuk mensubtitusi minyak nabati murni adalah minyak nabati kasar (crude vegetable oil) seperti crude palm oil (CPO), minyak jarak kasar (CJO), minyak jelantah dan lain-lain. Jenis bahan baku seperti crude palm oil (CPO) mengandung jumlah asam lemak bebas (FFA) yang tinggi. Penggunaan jenis bahan baku ini pada proses pembuatan biodiesel melalui transesterifikasi menggunakan katalis alkali menimbulkan permasalahan. Kandungan asam lemak bebas (FFA) bahan baku diatas 0.5 % pada reaksi transesterifikasi menggunakan katalis alkali seperti KOH dan NaOH menyebabkan terbentuknya sabun yang akan mengkonsumsi katalis seperti bahan baku. Pembentukan sabun pada proses produksi biodiesel menyebabkan kesulitan dalam proses pemisahan dan pemurnian biodiesel (Marchetti et al. 2007; Marchetti & Errazu 2008a; Carmo Jr et al. 2009; Chung dan Park 2009; Sathyaselvabala et al. 2010). Untuk mengatasi hal ini, proses produksi biodesel secara dua tahap (esterifikasi-transesterifikasi) dapat dijadikan sebagai teknologi alternatif. Teknologi ini diawali dengan pretreatment bahan baku melalui proses esterifikasi yang bertujuan untuk menurunkan kadar asam lemak bebas dalam bahan baku minyak dan mengubah asam lemak bebas (FFA) menjadi ester. Tahap berikutnya yaitu reaksi transesterifikasi dengan katalis homogen basa untuk menghasilkan metil ester (biodiesel). Reaksi esterifikasi pada proses pembuatan biodiesel secara dua tahap (esterifikasi dan transesterifikasi) dapat meningkatkan produksi biodiesel dan mempengaruhi karakteristik biodiesel (Marchetti et al. 2007). Umumnya reaksi esterifikasi menggunakan katalis asam homogen seperti asam sulfat (H2SO4) dan asam klorida (HCl). Jenis katalis homogen asam ini bersifat toksik sehingga menjadi masalah lingkungan, bersifat korosif, mengkontaminasi produk akhir biodiesel serta sulit dilakukan proses pemisahan. Katalis heterogen asam mempunyai potensi untuk menggantikan peran katalis homogen asam tersebut pada reaksi esterifikasi (Marchetti & Errazu 2008a; Carmo Jr et al. 2009; Sathyaselvabala et al. 2010). Menurut Yan et al. (2009), bahwa katalis heterogen lebih toleran terhadap kandungan asam lemak bebas (FFA) dan kadar air yang tinggi dalam minyak. Keuntungan lain pengunaan katalis heterogen ini yaitu mudah dilakukan pemisahan, tidak bersifat toksik serta dapat didaur ulang (Park et al. 2010).Katalis heterogen asam mempunyai potensi yang cukup besar untuk menggantikan katalis homogen asam karena memiliki sifatsifat seperti mempunyai sistem pori yang saling berhubungan satu sama lain, sisi asam kuat yang cukup dan permukaan yang hidrofobik (Sathyaselvabala et al. 2010). Salah satu jenis katalis heterogen asam yang dapat digunakan dalam proses produksi biodiesel adalah zeolit. Zeolit merupakan padatan kristal mikroporous dengan struktur yang baik yang mengandung silika, aluminium dan oksigen yang terdapat pada kerangka zeolit dan kationkation. Zeolit sebagai katalis disebabkan karena zeolit menunjukkan aktivitas asam yang cukup besar dan terutama karena sifat selektifitasnya (shape selective) (Chung dan Park 2009).Zeolit dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar yaitu zeolit alam dan zeolit sintetik. Zeolit alam yaitu zeolit yang diperoleh dari endapan di alam, sedangkan zeolit sintetik adalah zeolit yang direkayasa dari bahan berkemurnian tinggi dan mempunyai karakteristik tertentu (Csicsery 1986). Penelitian ini menggunakan zeolit alam sebagai katalis pada reaksi esterifikasi karena harganya relatif murah dan berlimpah, memiliki sifat kimia dan fisika yang bervariasi serta tidak beracun sehingga lebih ramah lingkungan (Handoko 2002). Zeolit alam pada umumnya memiliki aktifitas katalitik rendah sehingga perlu diaktivasi sebelum digunakan (Handoko 2002). Aktivasi zeolit dapat dilakukan dengan cara pemanasan, penambahan asam atau basa. Jenis aktivasi zeolit yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan metode pengasaman.Penelitian sebelumnya tentang penggunaan zeolit sebagai katalis pada proses pembuatan biodiesel telah banyak dilakukan antara lain penelitian yang dilakukan oleh Chung et al. (2008) dan Marchetti dan Errazu (2008a). Chung et al. (2008) menggunakan zeolit jenis ZSM-5 (MFI) dan modernit (MOR) sebagai katalis pada reaksi esterifikasi campuran minyak jelantah dan 10 % (v/v) asam oleat yang menghasilkan konversi asam lemak bebas (FFA) sebesar 60.680.6 % untuk katalis ZSM-5 (MFI) dan 76.580.9 % untuk katalis modernit (MOR). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Marchetti dan Errazu (2008a) diperoleh konversi asam lemak bebas (FFA) dibawah 30 % menggunakan jenis katalis sintetik NaY dan USY pada reaksi esterifikasi asam oleat.Penelitian ini menggunakan zeolit teraktivasi dengan asam dan kombinasinya sebagai katalis dalam proses esterifikasi pada proses pembuatan biodiesel secara dua tahap (esterifikasitransesterifikasi). Selain itu akan dilakukan optimasi kondisi reaksi esterifikasi meliputi konsentrasi katalis zeolit, rasio molar antara crude palm oil (CPO) dan metanol serta lama proses. Sebagai pembanding pada penelitian ini dilakukan proses konversi biodiesel menggunakan katalis zeolit sintetik komersil dan katalis homogen asam asam sulfat (H2SO4). Karakteristik biodiesel yang dihasilkan dari penelitian ini juga dianalisa.

Perumusan Masalah

Dari uraian latar belakang dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :1. Peningkatan kemampuan katalis zeolit alam yang teraktivasi dan pemilihan jenis aktivasi dengan berbagai metode perlakuan asam pada reaksi esterifikasi dalam proses produksi biodiesel.2. Penentuan kondisi optimal reaksi esterifikasi asam oleat dalam minyak sawit murni menggunakan katalis zeolit alam teraktivasi asam terpilih.3. Perbandingan aktivitas katalitik zeolit alam teraktivasi asam, katalis zeolit sintetik komersil dan katalis homogen asam (H2SO4) pada reaksi esterifikasi crude palm oil (CPO).

Tujuan Penelitian

Kegiatan penelitian ini bertujuan untuk memperoleh desain reaksi esterifikasi menggunakan katalis zeolit teraktivasi pada proses pembuatan biodiesel dari crude palm oil (CPO). Konversi CPO menjadi biodiesel dilakukan melalui teknologi transesterifikasi dua tahap (esterifikasi-transesterifikasi). Adapun tujuan khusus dari penelitian ini meliputi :1. Mendapatkan informasi mengenai karakteristik jenis zeolit sebelum dan sesudah aktifasi dengan berbagai jenis asam.2. Memperoleh jenis zeolit teraktivasi yang efektif sebagai katalis pada reaksi esterifikasi dari campuran minyak goreng dan asam oleat (1:1). 3. Mendapatkan konsentrasi katalis zeolit, rasio molar antara minyak dan metanol serta waktu reaksi yang optimal pada reaksi esterifikasi menggunakan jenis katalis zeolit yang terpilih.4. Membandingkan aktifitas katalis zeolit alam teraktivasi dengan katalis zeolit sintetik dan katalis homogen (H2SO4) pada proses produksi biodiesel.5. Mendapatkan informasi mengenai karakteristik biodiesel yang dihasilkan pada kondisi optimal proses produksinya.

Ruang LingkupUntuk mendapatkan hasil yang jelas dan terarah, maka ruang lingkup pada penelitian ini meliputi : 1. Preparasi zeolit alam jenis Bayah (campuran klinoptilolit dan modernit) yang meliputi karakterisasi zeolit alam sebelum aktivasi, proses aktivasi dan karakterisasi zeolit alam sesudah aktivasi. Teknik aktivasi zeolit alam dilakukan dengan penambahan asam yaitu asam sulfat (H2SO4), asam klorida (HCl) dan kombinasinya pada suhu aktivasi yang berbeda.2. Pemilihan jenis zeolit alam teraktivasi yang efektif sebagai katalis pada reaksi esterifikasi campuran minyak goreng dan asam oleat (1:1) berdasarkan konversi asam lemak bebas (FFA) yang tertinggi. 3. Optimasi dan validasi kondisi reaksi esterifikasi dengan variasi konsentrasi katalis zeolit alam teraktivasi, rasio molar antara minyak dan metanol, serta waktu reaksi untuk menentukan penurunan kadar asam lemak bebas (FFA) yang optimal menggunakan teknik optimasi response surface method (RSM) dan central composite design (CCD). 4. Perbandingan aktivitas katalitik zeolit teraktivasi yang terpilih dengan katalis zeolit sintetik serta katalis homogen asam sulfat (H2SO4) pada reaksi esterifikasi berdasarkan konversi asam lemak bebas (FFA).5. Karakterisasi biodiesel yang dihasilkan pada kondisi optimal proses produksinya dengan menggunakan katalis zeolit alam teraktivasi.

TINJAUAN PUSTAKA

Crude Palm Oil (CPO)Minyak sawit merupakan salah satu sumber minyak yang penting dalam perdagangan dunia dan selama ini penggunaannya tumbuh dengan cepat (Lawson 1995). Secara garis besar, buah kelapa sawit menghasilkan dua jenis minyak yaitu minyak inti sawit atau palm kernel oil (PKO) yang diperoleh dari bagian inti (kernel) sawit dan minyak sawit atau crude palm oil (CPO) yang diperoleh dari bagian pulp yang mengandung 50 % minyak (Formo et al. 1979).Produk-produk turunan minyak sawit yang dapat digunakan sebagai bahan baku biodiesel diantaranya adalah CPO, CPO low grade (kandungan FFA tinggi), palm fatty acid distillate (PFAD) dan refined, bleached, and deodorized (RBD) olein. Sebelum diolah menjadi biodiesel, CPO membutuhkan proses pemurnian (degumming). Degumming bertujuan untuk menghilangkan senyawa-senyawa pengotor yang terdapat dalam minyak seperti gum dan fosfatida (Hambali et al. 2008).CPO merupakan hasil olahan daging buah kelapa sawit (bagian mesokarp) melalui proses sterilisasi tandan buah segar (TBS), perontokan, pengepresan dan penyaringan (Far & Farr 2000). Minyak ini merupakan produk tingkat pertama yang dapat memberikan nilai tambah sekitar 30 % dari nilai tandan buah segar. CPO berupa minyak yang agak kental berwarna kuning jingga kemerah-merahan. CPO mengandung asam lemak bebas (FFA) 5 % dan mengandung banyak karoten (500700 ppm) (Weiss 1983). Minyak CPO dan PKO memiliki perbedaan baik dalam komposisi asam lemak yang terkandung maupun sifat fisiko-kimianya. Komponen asam lemak terbesar penyusun CPO adalah asam palmitat sedangkan PKO mengandung paling banyak asam laurat (Formo et al. 1979). Komposisi asam lemak CPO dan PKO dapat dilihat pada Tabel 1 dan Karakteristik fisiko kimia CPO dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 1 Komposisi asam lemak CPO (crude palm oil) dan PKO (palm kernel oil)* Asam lemakJumlah (%)

CPOPKO

Asam Kaprilat--

Asam Kaproat--

Asam Laurat0.24753

Asam Miristat1.11519

Asam Palmitat44.0811

Asam Stearat4.513

Asam Palmitoleat--

Asam Oleat39.21219

Asam Linoleat10.124

*Hui (1996)Tabel 2 Karakteristik fisiko kimia CPO* Sifat Fisiko KimiaNilai

Bilangan penyabunan (mg KOH/g minyak)190.1201.7

Bahan tak tersabunkan (%)0.150.99

Bilangan iod (wijs)50.655.1

Titik leleh (C)30.837.6

Digliserida (%)24

Indeks refraksi pada suhu 50C1.4551.456

Densitas pada suhu 50C0.8880.889

Kadar dan -carotene (ppm)500700

Kadar tokoferol dan tokotrienol (ppm)6001000

*Sahidi (2005)Saat ini pasokan bahan baku sawit di Indonesia cukup melimpah, karena perkebunan kelapa sawit sudah lama diusahakan dalam skala besar dan berkembang dengan baik. Pengembangan tetap perlu dilakukan karena selama ini minyak sawit banyak digunakan sebagai bahan baku industri, baik industri pangan (minyak goreng) maupun non pangan (oleokimia) (Hambali et al. 2008). Produksi CPO di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Produksi CPO di Indonesia Tahun 20042008 (Deptan 2010)

Produksi CPO di Indonesia Tahun 20042008 pada Gambar 1 dapat dilihat bahwa perkembangan produksi CPO Indonesia mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Hal ini tentunya menjadi potensi lebih besar di dalam memproduksi biodiesel. Perkembangan perkebunan sawit masih terus berlanjut dan diperkirakan pada tahun 2012 Indonesia akan menjadi produsen CPO terbesar di dunia. Sampai saat ini minyak sawit sebagian besar masih diekspor dalam bentuk CPO, sedangkan didalam negeri sekitar 80 % minyak sawit diolah menjadi produk pangan terutama minyak goreng (Hambali et al. 2008).

Biodiesel

Biodiesel adalah bahan bakar mesin diesel yang terdiri dari ester metil (atau etil) asam lemak. Bahan bakar ini dibuat dari minyak-lemak nabati dengan proses metanolisis atau etanolisis melalui transesterifikasi dengan produk sampingnya berupa gliserol atau dari asam lemak bebas melalui proses esterifikasi dengan metanol atau etanol yang produk sampingnya berupa air (Knothe et al. 2005).Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif subtitusi solar untuk motor diesel. Biodiesel dapat diaplikasikan baik dalam bentuk murni 100 % (B100) atau dicampur dengan bahan bakar diesel minyak bumi dalam berbagai rasio. Campuran 20 % biodiesel dan 80 % bahan bakar diesel minyak bumi disebut dengan B20. Campuran B20 merupakan bahan bakar alternatif yang terkenal di Amerika Serikat terutama untuk bis dan truk (Alam Syah 2006; Hambali et al. 2008).Biodiesel memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan solar, yaitu :1. Dihasilkan dari bahan baku minyak nabati yang dapat diperbaharui2. Biodegradable3. Memiliki titik nyala yang tinggi sehingga aman untuk penyimpanan4. Memiliki sifat pelumasan yang baik5. Bahan bakar ramah lingkungan karena menghasilkan emisi yang jauh lebih baik (free sulphur, smoke number) sesuai dengan isuisu global (Gerpen et al. 2005; Hambali et al. 2008). Biodiesel diproduksi dari bahan baku bervariasi yang terdiri dari minyak nabati (misalnya minyak biji kapas, kedelai, kelapa, kelapa sawit) dan lemak hewani. Minyak nabati memiliki komposisi asam lemak berbeda-beda tergantung dari jenis tanamannya. Kandungan asam lemak bebas (FFA) bahan baku merupakan penentu jenis proses yang digunakan. Bahan baku yang memiliki kadar asam lemak bebas (free fatty acid) rendah, maksimal 2 % bisa langsung diproses dengan metode transesterifikasi. Namun bila kadar asam lemak bebas minyak tersebut masih tinggi, maka sebelumnya perlu dilakukan proses esterifikasi terhadap minyak tersebut dengan menentukan terlebih dahulu kadar FFA (acid value/mgKOH/g-minyak). Disamping itu, kandungan air dalam minyak nabati juga harus diperiksa sebelum dilakukan proses transesterifikasi. Kandungan air yang tinggi dapat mendeaktivasi katalis asam dan katalis basa, sehingga dapat menurunkan rendemen biodiesel ( Gerpen et al. 2004).Proses pembuatan biodiesel membutuhkan adanya katalis untuk mempercepat reaksinya. Katalis adalah suatu bahan yang digunakan untuk memulai reaksi dengan bahan lain (Alam Syah 2006). Menurut Mittelbach dan Remschmidt (2006), bahwa jenis katalis yang dapat digunakan pada proses produksi biodiesel terdiri dari katalis alkali, katalis asam, katalis dengan logam transisi, katalis dengan silika dan katalis enzimatik. Katalis alkali dan katalis asam terdiri dari katalis homogen dan heterogen.

Transesterifikasi

Transesterifikasi merupakan perubahan bentuk dari satu jenis ester menjadi bentuk ester yang lain (Mittelbach & Remschmidt 2006). Transesterifikasi dengan alkohol juga dikenal dengan nama alkoholisis sehingga reaksi ini disebut juga metanolisis. Reaksi metanolisis mempunyai syarat yaitu minyak harus bersih, tanpa air dan netral. Persamaan stoikiometri reaksi transesterifikasi trigliserida dengan metanol dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Stoikiometri reaksi transesterifikasi trigliserida dengan metanol

Dalam suatu transesterifikasi atau reaksi alkoholisis satu mol trigliserida bereaksi dengan tiga mol alkohol untuk membentuk satu mol gliserol dan tiga mol alkil ester asam lemak. Alkohol akan menggantikan gugus alkohol pada struktur ester minyak dengan dibantu katalis. Proses tersebut merupakan suatu rangkaian dari reaksi reversible (dapat balik), yang didalamnya molekul trigliserida diubah satu tahap demi tahap menjadi digliserida, monogliserida dan gliserol. Dalam tiap tahap satu mol alkohol dikonsumsi dan satu mol ester dibebaskan (Mittelbach dan Remschmidt 2006). Tahapan reaksi transesterifikasi dapat dilihat Gambar 3.

Gambar 3 Tahapan reaksi transesterifikasi dari trigliserida dengan metanolBeberapa parameter reaksi yang mempengaruhi proses transesterifikasi yaitu rasio molar minyak dan alkohol, suhu, lama reaksi, tingkat kemurnian minyak, adanya air dan asam lemak bebas (FFA). Untuk memperoleh hasil maksimum dalam proses transesterifikasi maka alkohol yang digunakan harus bebas dari air dan kandungan asam lemak bebas (FFA) dalam minyak < 0.5%. Adanya air dalam reaksi transestrifikasi akan menyebabkan terjadinya hidrolisis (Gerpen et al. 2004). Secara umum rasio molar metanol dengan trigliserida yang digunakan yaitu 5.256:1. Freedman et al. (1984), diacu dalam Clements dan Hanna (1998) menyarankan bahwa hasil maksimum FAME diperoleh pada rasio molar 6:1 karena rasio molar di atas 6:1 tidak akan meningkatkan hasil FAME tetapi akan menyulitkan pemisahan FAME dan gliserol serta meningkatkan biaya alkohol. Knothe et al. (2005) menyatakan bahwa pada suhu 60oC dengan perbandingan molar antara metanol dengan minyak minimal 6:1, reaksi akan berlangsung sempurna dalam kurun waktu 1 jam menghasilkan metil, etil atau butyl ester. Walaupun minyak kasar dapat ditransesterifikasi namun ester yang dihasilkan mengalami penurunan karena adanya gum dan kotoran yang ada dalam minyak kasar tersebut. Paramaterparameter seperti suhu reaksi 60oC dan perbandingan molar antara metanol dengan minyak 6:1 menjadi standar untuk transesterifikasi yang menggunakan metanol.Reaksi transesterifikasi bertujuan untuk menurunkan viskositas (kekentalan) minyak, sehingga mendekati nilai viskositas solar. Nilai viskositas yang tinggi akan menyulitkan pemasukkan bahan bakar dari tangki ke ruang bahan bakar mesin dan menyebabkan atomisasi lebih sukar terjadi. Hal ini mengakibatkan pembakaran kurang sempurna dan menimbulkan endapan pada nozel (Hambali et al. 2008). Transesterifikasi minyak menjadi metil ester dilakukan baik dengan satu atau dua tahap proses, tergantung pada mutu awal minyak. Minyak yang mengandung asam lemak bebas tinggi dapat dengan efisien dikonversi menjadi esternya melalui beberapa tahap reaksi yang melibatkan katalis asam untuk mengesterifikasi asam lemak bebas yang dilanjutkan dengan transesterifikasi berkatalis basa yang mengkonversi sisa trigliserida (Canaki & Gerpen 2001, diacu dalam Widyawati 2007). Jika minyak mengandung asam lemak bebas yang rendah, transesterifikasi dapat dilakukan dengan satu tahap.

Esterifikasi

Jika bahan baku yang digunakan adalah minyak mentah yang memiliki kadar FFA tinggi ( > 5%), seperti minyak jelantah, PFAD, CPO mutu rendah dan minyak jarak. Proses transesterifikasi yang dilakukan untuk mengonversi minyak menjadi biodiesel tidak akan berjalan efisien karena FFA akan tersaponifikasi membentuk sabun yang mempersulit pemisahan biodiesel dari gliserol sebagai produk sampingnya. Bahan-bahan diatas, perlu melalui proses pra esterifikasi untuk menurunkan kadar FFA hingga di bawah 5 %. (Hambali et al. 2008). Pretreatment menggunakan katalis asam diikuti dengan katalis alkali adalah metode yang efektif untuk mengkonversi asam lemak bebas menjadi biodiesel. Pretreatment ini bertujuan untuk menurunkan kandungan asam lemak bebas bahan baku. Teknik untuk menurunkan kadar asam lemak bebas bahan baku adalah reaksi yang menggunakan katalis asam untuk mengesterifikasi asam lemak bebas sebelum transesterifikasi trigliserida. Berlawanan dengan reaksi transesterifikasi trigliserida, esterifikasi merupakan reaksi antara asam lemak dengan alkohol menghasilkan ester. Reaksi esterifikasi dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Reaksi esterifikasi asam lemak

Reaksi esterifikasi dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah asam lemak bebas dan jumlah pereaksi metanol, waktu reaksi, suhu, konsentrasi katalis dan kandungan air pada minyak (Ozgul & Turkey 2002, diacu dalam Widyawati 2007). Semakin tinggi jumlah metanol yang digunakan dan kandungan asam lemak bebas pada minyak, maka semakin tinggi rendemen metil ester serta semakin kecil kandungan asam lemak bebas di akhir reaksi. Ozgul dan Turkey (2002), diacu dalam Widyawati (2007) juga menyatakan bahwa semakin lama waktu reaksi maka rendemen metil ester yang didapat besar. Suhu 60oC sudah memberi rendemen metil ester yang memadai. Tetapi jumlah katalis berlebihan tidak meningkatkan dengan nyata rendemen metil ester.Reaksi esterifikasi merupakan reaksi kesetimbangan yang lambat, sekalipun sudah dipercepat dengan kehadiran katalis yang baik dan berjumlah cukup. Katalis-katalis yang cocok adalah zat berkarakter asam kuat, seperti asam sulfat, asam sulfonat organik (dalam jumlah 1 sampai 3 % dari asam lemak yang diolah), atau resin penukar kation asam kuat merupakan katalis-katalis yang biasa terpilih dalam praktek industrial (Hambali et al. 2008). Posisi kesetimbangan reaksi esterifikasi juga tidak sangat berpihak kepada pembentukan ester metil, sehingga untuk mendorong agar reaksi bisa berlangsung sampai ke konversi sempurna pada temperatur relatif rendah (misalnya paling tinggi 120oC), reaktan metanol harus ada/dipasok dalam jumlah sangat berlebih (biasanya lebih besar dari 10 x nisbah stoikiometrik) dan air produk ikutan reaksi harus disingkirkan dari fase reaksi, yaitu fase minyak (Hambali et al. 2008).Penggunaan katalis homogen asam pada reaksi esterifikasi menyebabkan kontaminasi sulfur pada produk akhir dari biodiesel. Katalis ini juga membutuhkan netralisasi dengan alkali. Umumnya efisiensi proses berkurang dari 96 % dan tahap netralisasi menyebabkan permasalahan dalam penanganan limbah hasil pencucian dengan air (Lim et al. 2009). Katalis homogen asam ini bersifat korosif, sehingga memerlukan penanganan khusus. Dalam pembuatan ester dengan katalis asam tersebut diperlukan sistem pemisahan air untuk menggeser kesetimbangan reaksi ke arah pembentukan ester sehingga tahapan proses menjadi lebih panjang (Haerudin et al. 2007). Katalis heterogen asam banyak dikembangkan untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi dengan menggunakan katalis homogen. Katalis heterogen adalah katalis yang mempunyai fase yang berbeda dengan fase reaktannya (Jumari et al. 2009). Penggunaan katalis heterogen asam pada reaksi esterifikasi dapat menghilangkan kontaminasi pada produk ester, proses pembuatan ester menjadi lebih sederhana, pemisahan sisa asam karboksilat, sisa katalis dan produk sampingnya dapat menjadi lebih mudah dan sederhana (Haerudin et al. 2007; Lim et al. 2009). Beberapa katalis hetogen asam yang digunakan dalam esterifikasi dapat dilihat pada Tabel 3.Tabel 3 Jenis katalis heterogen yang digunakan pada reaksi esterifikasiTipe katalisKondisi reaksi esterifikasiKonversiFFA

Zeolit sintetikContoh: Nay dan Vox*Etanol : asam oleat = 6.13:1; T : 55oC;t : 150 menit; katalis : 2.6 %< 30 %

Zeolit sintetikContoh: ZSM-5 (HMFI) dan modernit (HMOR)** Metanol : minyak kedelai dan oleat = 30:1; T : 60oC; t : 3 jam; katalis : 1 g60.680.9%

AL-MCM 41***

Metanol : minyak sawit = 60 : 1;T : 130oC; t : 2 jam; katalis : 0.6 %79 %

Resin penukar ion Contoh:Amberlyst15, Amberlyst-35, Amberlyst-16 dan dowex HCR-W2****Metanol = 20 % (v/v); minyak jelantah;T : 5060oC; t : 150 menit;katalis : 1-2 % (b/b) 45.7 %

*Marchetti dan Errazu (2008a); ** Chung et al.(2008);***Carmo et al. (2009); ****Ozbay et al. (2008)Struktur dan Karakteristik ZeolitZeolit merupakan senyawa kristal aluminosilikat terhidrasi yang mempunyai struktur kerangka yang berpori. Zeolit umumnya mengandung silika, alumium dan oksigen dalam kerangka serta kation-kation, air dan molekul lainnya yang terdapat dalam pori zeolit (Bell 2001). Atom aluminium memiliki elektron yang lebih sedikit daripada silika yang menyebabkan ketidakseimbangan elektron dalam zeolit sehingga membutuhkan kation seperti ion alkali dan alkali tanah untuk menyeimbangkan muatan dalam zeolit (Kamarudin et al. 2003). Kation-kation tersebut seperti sodium, potassium, magnesium dan kalsium umumnya dapat dipertukarkan dengan kation lain tanpa merusak struktur zeolit dan dapat menyerap air secara reversible (Las 2010). Air yang terkandung dalam pori dapat dilepas dengan pemanasan pada temperatur 300oC sampai dengan 400oC. Dengan pemanasan pada temperatur tersebut air dapat keluar, sehingga zeolit dapat berfungsi sebagai penyerap gas atau cairan (Handoko 2002). Untuk menggambarkan hubungan antara komposisi dan struktur zeolit, Hamdan (1992), diacu dalam Handoko (2002) menuliskan rumus umum zeolit sebagai berikut :Mx/n{(AlO2)x(SiO2)y}.pH2ODimana M adalah kation bermuatan positif n yang dapat dipertukarkan,X adalah jumlah Al, y adalah jumlah Si, p adalah jumlah air kristal, y/x = 1 6, p/x = 14, { } merupakan bentuk kerangka dasar struktur alumina-silika.Zeolit dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar yaitu zeolit alam dan zeolit sintetik. Zeolit alam yaitu zeolit yang diperoleh dari endapan di alam, sedangkan zeolit sintetik adalah zeolit yang direkayasa dari bahan berkemurnian tinggi, mempunyai jenis kation tunggal, mempunyai ukuran pori, saluran dan rongga tertentu ( Csicsery 1986). Peningkatan kualitas zeolit alam dapat dilakukan dengan mengaktivasi zeolit alam menjadi zeolit aktif.Zeolit alam biasanya masih tercampur dengan mineral lainnya seperti kalsit, gipsum, feldspar dan kuarsa yang ditemukan di daerah sekitar gunung berapi atau mengendap pada daerah sumber air panas (hot spring). Komposisi kimia zeolit alam tergantung pada kondisi hidrotermal lingkungan lokal, seperti suhu, tekanan uap air setempat dan komposisi air tanah lokasi kejadiannya. Hal itu menjadikan zeolit dengan warna dan tekstur yang sama mungkin berbeda komposisi kimianya bila diambil dari lokasi yang berbeda, disebabkan karena kombinasi mineral yang berupa partikel halus dengan kotoran lainnya. Zeolit alam di Indonesia ditemukan pada tahun 1985 oleh PPTM Bandung dalam jumlah besar tersebar dibeberapa daerah pulau Sumatera dan Jawa antara lain di Bayah, Banten, Cikalong, Tasikmalaya, Cikembar, Sukabumi, Nanggung, Bogor dan Lampung (Las 2010).Beberapa jenis zeolit berdasarkan rasio Si/Al antara lain, zeolit silika rendah dengan perbandingan Si/Al : 11.5 memiliki konsentrasi kation paling tinggi, dan mempunyai adsorpsi yang optimum, contoh silika rendah adalah zeolit A dan X; zeolit silika sedang yang mempunyai perbandingan Si/Al adalah 25, contoh jenis zeolit ini adalah modernit, erionit, klinoptilolit, zeolit Y, zeolit silika tinggi, dengan perbandingan kadar Si/Al antara 10 sampai 100 bahkan lebih, contohnya adalah ZSM-5 (Ulfah et al. 2006).

Tabel 4 Sifat fisik beberapa zeolit alam*ZeolitKation DominanStabilitas panasKapasitas tukar ion (meq/g)Spesific gravity (g/cm3)Porositas (%)

AnalsimNaTinggi4.542.242.2918

KabasitNa,K,CaTinggi3.842.052.1047

KlinoptilolitK,Na,CaTinggi2.162.152.2534

ErionitNa,K,CaTinggi3.122.022.0835

Heulandit-Rendah2.912.182.2039

MordenitNa,CaTinggi4.292.122.1528

*Polat (2004) Zeolit sebagai KatalisPemanfaatan zeolit sangat luas seperti sebagai adsorben, penukar ion dan katalis. Sifat katalitik zeolit pertama kali ditemukan oleh Weisz dan Frilette pada tahun 1960 dan dua tahun kemudian mulai diperkenalkan penggunaan zeolit Y sebagai katalis perengkah (Augustine 1996, diacu dalam Handoko 2002). Sifat sebagai katalis didasarkan pada adanya ruang kosong yang dapat digunakan sebagai katalis ataupun sebagai penyangga katalis untuk reaksi katalitik. Bila zeolit digunakan pada proses katalitik maka akan terjadi difusi molekul ke dalam ruang kosong antar kristal dan reaksi kimia juga terjadi di permukaan saluran tersebut (Handoko 2002). Keberadaan zeolit dalam reaksi katalitik heterogen menjadi relatif penting karena struktur zeolit yang berpori dan sifat alami dari Al(3+), Si(4+), O(2-) yang saling terikat dengan pola tertentu. Keasaman zeolit merupakan salah satu faktor yang penting dalam penggunaan zeolit sebagai pengemban dan sebagai katalis. Zeolit yang digunakan secara luas sebagai katalis didasarkan pada produksi situs asam Bronsted dan adanya situs asam Lewis yang terdapat dalam pori zeolit (Smith 1992, diacu dalam Handoko 2002).Kemampuan zeolit untuk mengkatalisis suatu reaksi kimia terutama berhubungan dengan sifatnya sebagai padatan asam karena adanya sisi-sisi asam baik sisi asam Bronsted maupun Lewis. Sisi asam Bronsted dapat dihasilkan dengan beberapa cara diantaranya perlakuan pemanasan terhadap bentuk amonium zeolit untuk menghilangkan ammonia sehingga diperoleh bentuk H-zeolit, perlakuan dehidrasi terhadap kation multivalen pada zeolit yang diikuti terdisosiasinya air yang terkoordinasi dalam bentuk molekul sehingga membentuk ion H+ pada permukaan zeolit dan perlakuan asam terhadap zeolit yang stabil terhadap asam akan dapat secara langsung menukar kation dengan proton. Sisi asam Lewis dapat diperoleh dari dehidroksilasi dua gugus hidroksil yang berdekatan dengan perlakuan panas (T > 477oC) (Oudujans 1984, diacu dalam Handoko 2003).

Gambar 5 Sisi asam Broensted dan LewisSifat lain dari zeolit yang juga berpengaruh terhadap peranannya dalam katalisis adalah :1. Komposisi kerangka dan strukur pori zeolit; Komposisi kerangka mengatur muatan kerangka dan mempengaruhi stabilitas termal dan asam dari zeolit.2. Kenaikan rasio Si/Al akan berpengaruh pada stabilitas zeolit terhadap temperatur tinggi dan lingkungan yang reaktif seperti naiknya keasaman.3. Medan elektrostatis zeolit; keadaan ini menyebabkan interaksi adsorbsinya dengan molekul lain berubah-ubah.4. Kekuatan asam dari sisi Bronsted akan bertambah dengan naiknya rasio Si/Al, penurunan konsentrasi kation dalam zeolit.5. Perubahan struktur bangun zeolit. Peran struktur pori zeolit sangat penting dalam proses katalisis karena pori inilah yang berperan sebagai mikroreaktor dan darinya dimungkinkan untuk mendapatkan reaksi katalitik yang diinginkan menurut aturan selektivitas (Handoko 2003).Zeolit alam pada umumnya memiliki aktivitas katalitik yang rendah, kristalinitas rendah dan ukuran porinya tidak seragam. Oleh karena itu perlu diaktivasi terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai katalis (Handoko 2002). Aktivitasi merupakan proses untuk menaikkan kapasitas adsopsi sehingga diperoleh sifat yang diinginkan sesuai dengan penggunaannya. Tujuan aktivasi zeolit adalah untuk menghasilkan luas permukaan yang lebih luas melalui pembentukan struktur berpori dan juga untuk menghilangkan senyawa-senyawa pengotor. Proses aktivasi dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu secara fisika atau cara kimia. Aktivasi cara fisika antara lain dengan cara pemanasan, sementara cara kimia dilakukan dengan cara asam ataupun basa. Umumnya asam yang digunakan adalah asam sulfat dan asam klorida, sedangkan basa yang digunakan adalah natrium hidroksida (Rosita et al. 2004).

METODE PENELITIANWaktu dan Tempat PenelitianPenelitian ini dilaksanakan mulai bulan April Tahun 2009 sampai Mei Tahun 2010 di laboratorium SBRC Institut Pertanian Bogor dan laboratorium Jurusan Teknologi Industri Pertanian Institut Pertanian Bogor. Analisa zeolit dan biodiesel dilakukan di laboratorium BIOFARMAKA Institut Pertanian Bogor, laboratorium BALITTANAH Bogor dan Petrolab Jakarta.

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari yaitu crude palm oil (CPO), asam oleat, minyak sawit murni, zeolit alam Bayah, n-heksana. Bahan-bahan kimia yang digunakan antara lain metanol, HCl p.a 37 % merck, H2SO4 p.a 96-97 % merck, NH4Cl p.a, etanol 95%, KOH, aqua DM, indikator PP (phenolphtalein), aquades, NH4SO4 dan bahan kimia lainnya.Peralatan yang digunakan terdiri dari labu leher empat ukuran 1 liter, erlenmeyer, gelas piala, tanur, oven, hot plate stirrer, labu pemisah, kondensor, desikator, AAS untuk analisa komposisi zeolit, FTIR dan peralatan gelas untuk analisa.

Disain Penelitian

Disain penelitian meliputi beberapa tahapan kegiatan dapat dilihat pada diagram alir berikut ini :

EsterifikasiPenentuan kemampuan berbagai jenis zeolit alam teraktivasi asam pada reaksi esterifikasi(Analisa : bilangan asam dan konversi FFA)Preparasi ZeolitTerdiri dari karakterisasi dan aktivasi zeolitOptimasi kondisi reaksi esterifikasi crude palm oil (CPO) menggunakan katalis zeolit terpilih (Analisa : Kandungan FFA)Transesterifikasi dan karakterisasi biodiesel(Analisa : bilangan asam, kadar ester, bilangan penyabunan, gliserol bebas, gliserol total, viskositas kinematik 40oC dan rendemen biodiesel)Perbandingan katalis zeolit alam, zeolit sintetik dan asam sulfat (H2SO4) dalam reaksi esterifikasi crude palm oil (CPO)(Analisa : bilangan asam dan konversi FFA)

Gambar 6 Diagram alir disain penelitian

Gambar 6 Diagram alir disain penelitian

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahapan terdiri dari preparasi katalis zeolit alam, reaksi esterifikasi menggunakan katalis zeolit alam teraktivasi, optimasi kondisi reaksi esterifikasi menggunakan katalis zeolit alam teraktivasi yang terpilih, perbandingan katalis zeolit alam teraktivasi, katalis zeolit sintetik dan asam sulfat (H2SO4) pada reaksi esterifikasi crude palm oil (CPO), reaksi transesterifikasi campuran FAME dan trigliserida hasil esterifikasi dengan menggunakan katalis homogen KOH. Tahap I Tahap preparasi katalis zeolit alamTahap ini merupakan tahap persiapan yang meliputi karakterisasi zeolit alam sebelum aktivasi, aktivasi zeolit dengan berbagai jenis asam dan karakterisasi zeolit setelah aktivasi. Karakterisasi zeolit alam sebelum proses aktivasi meliputi komposisi Si, Al, dan uji keasaman. Selanjutnya dilakukan proses aktivasi dengan penambahan asam dan kombinasinya yang terdiri dari 7 perlakuan yaitu :A. HZ-S:Zeolit alam diaktivasi dengan asam sulfat (H2SO4)

B. HZ-C:Zeolit alam diaktivasi dengan asam klorida (HCl)

C. HZ-CS:Zeolit alam diaktivasi dengan HCl dan H2SO4

D. HZ-CN:Zeolit alam asam klorida (HCl) dan amonium klorida (NH4Cl)

E. HZ-15S(100):Zeolit alam dengan 15 % asam sulfat (H2SO4) pada suhu 100oC

F. HZ-S(100):Zeolit alam dengan asam sulfat (H2SO4) pada suhu 100oC

G. HZ-C(100):Zeolit alam dengan asam klorida (HCl) pada suhu 100oC

Metode aktivasi yang digunakan berdasarkan metode yang digunakan oleh Dapaah et al. (1997) dan Xie et al. (2007). Caranya yaitu : 10 g zeolit alam dikeringkan di oven pada suhu 110oC selama 2 jam untuk menghilangkan air di permukaan zeolit. Zeolit diimpregnasi dengan larutan asam sebanyak 250 ml (1 M H2SO4 dan 1 M HCL) pada suhu ruang selama 24 jam untuk meyakinkan bahwa asam terdifusi dan terdispersi di permukaan zeolit. Selanjutnya contoh zeolit disaring dan dicuci dengan aqua DM diikuti dengan pengeringan oven selama 6 jam pada suhu 120oC. Pengeringan ini dilakukan untuk menghilangkan air yang masih terdapat dalam katalis setelah proses pencucian. Kemudian dilanjutkan dengan kalsinasi 500oC selama 3 jam. Untuk perlakuan C dan D diperoleh dengan cara merendam kembali zeolit yang telah diberi perlakuan HCl masing-masing dengan 10 % H2SO4 dan 5 % NH4Cl selama 24 jam, disaring, dicuci, dikeringkan dan dikalsinasi seperti pada perlakuan A dan B. Perlakuan E, F dan G, proses aktivasi dilakukan dengan perendaman zeolit yang telah dikeringkan sebelumnya dengan cara direfluks selama 3 jam pada suhu 100oC. Selanjutnya zeolit disaring, dikeringkan dan dikalsinasi pada kondisi yang sama seperti pada pelakuan A sampai D. Semua jenis zeolit yang telah diaktivasi dikarakterisasi yang terdiri dari komposisi Si, Al, dan uji keasaman. Tahap 2 Reaksi esterifikasi menggunakan katalis zeolit teraktivasi Tahapan ini bertujuan untuk menentukan jenis zeolit alam teraktivasi yang efektif pada reaksi esterifikasi. Bahan baku yang digunakan pada reaksi esterifikasi adalah campuran minyak sawit murni dan asam asam oleat sebanyak 50 % (b/b). Kondisi reaksi esterifikasi digunakan yaitu rasio molar metanol dan minyak 15:1, konsentrasi katalis 10 %, suhu reaksi 60oC, dan lama reaksi 3 jam serta kecepatan pengadukan 300 rpm. Metode esterifikasi terdiri dari 4 tahapan. Tahap pertama diawali dengan proses pencampuran katalis zeolit teraktivasi dengan metanol pada konsentrasi katalis 10 % dan rasio molar antara metanol dan minyak 15:1 selama 30 menit pada suhu 60oC. Tahap kedua yaitu pencampuran alkohol dan katalis dengan minyak yang telah dipanaskan sebelumnya pada suhu 110oC selama 30 menit dan reaksi esterifikasi dimulai pada suhu 60oC selama 3 jam dengan kecepatan pengadukan 300 rpm. Setelah reaksi berhenti, dilakukan proses pemisahan katalis dengan cara penyaringan menggunakan pompa vakum dan pemisahan dari sisa metanol menggunakan labu pemisah. Campuran FAME dan trigliserida hasil esterifikasi kemudian dianalisa bilangan asam dan dihitung konversi FFA. Jenis zeolit yang menghasilkan konversi FFA tertinggi dipilih untuk dioptimasi kondisi reaksi esterifikasi. Sebagai pembanding pada tahap ini dilakukan reaksi esterifikasi menggunakan katalis zeolit alam yang tidak diaktivasi dengan kondisi reaksi esterifikasi yang sama dengan menggunakan katalis zeolit alam teraktivasi.

Tahap 3 Optimasi kondisi reaksi esterifikasi crude palm oil (CPO) menggunakan katalis zeolit terpilih

Tahap ini bertujuan untuk memperoleh kondisi optimal reaksi esterifikasi mengunakan katalis terpilih yang menghasilkan konversi asam lemak bebas (FFA) yang tertinggi. Bahan baku yang digunakan adalah crude palm oil (CPO) yang telah dilakukan degumming dan metode reaksi esterifikasi sama dengan tahap 2. Penelitian dilakukan dengan mengikuti rancangan central composite design (CCD) dari response surface methodology (RSM) dengan tiga variabel yaitu konsentrasi katalis zeolit teraktivasi, rasio molar alkohol dan crude palm oil (CPO) dan lama reaksi. Penentuan titik tengah perlakuan berdasarkan hasil penelitian reaksi esterifikasi pada tahap 2. Seluruh perlakuan terdiri dari 20 unit percobaan dimana setiap kondisi mengikuti rancangan percobaan menggunakan central composite design (CCD). Perlakuan dan kode perlakuan, serta rancangan percobaan masing-masing disajikan pada Tabel 5 dan 6.

Tabel 5 Perlakuan dan kode pelakuanVariabelKode Perlakuan

-1.682-1.0000.0001.0001.682

X1 : Konsentrasi katalis (% b/b minyak)1.595101518.41

X2 : rasio molar metanol dan CPO6.5910152023.41

X3: waktu reaksi (menit)69.5490120150170.46

Tabel 6 Rancangan percobaan proses esterifikasi crude palm oil (CPO) dengan respon asam lemak bebas (FFA) akibat pengaruh konsentrasi katalis zeolit (C), rasio molar antara metanol dan CPO (M), dan waktu reaksi (t)RunVariabel kodeVariabel asliRespon(FFA)

C (X1)M (X2)t (X3)KatalisMetanolSuhu

1-1.000-1.000-1.0005.0010.0090.00

21.000-1.000-1.00015.0010.0090.00

3-1.0001.000-1.0005.0020.0090.00

41.0001.000-1.00015.0020.0090.00

5-1.000-1.0001.0005.0010.00150.00

61.000-1.0001.00015.0010.00150.00

7-1.0001.0001.0005.0020.00150.00

81.0001.0001.00015.0020.00150.00

9-1.6820.0000.0001.5915.00120.00

101.6820.0000.00018.4115.00120.00

110.000-1.6820.00010.006.59120.00

120.0001.6820.00010.0023.41120.00

130.0000.000-1.68210.0015.0069.54

140.0000.0001.68210.0015.00170.46

150.0000.0000.00010.0015.00120.00

160.0000.0000.00010.0015.00120.00

170.0000.0000.00010.0015.00120.00

180.0000.0000.00010.0015.00120.00

190.0000.0000.00010.0015.00120.00

200.0000.0000.00010.0015.00120.00

Hasil optimasi yang diperoleh dilakukan validasi secara eksperimen dengan 3 kali ulangan. Validasi bertujuan untuk menguji konsistensi data yang diperoleh dalam percobaan dengan hasil perhitungan dari model.

Tahap 4 Perbandingan katalis zeolit alam teraktivasi asam dengan zeolit sintetik, dan katalis asam sulfat (H2SO4) pada reaksi esterifikasi crude palm oil (CPO)

Tahap ini dilakukan dengan tujuan untuk membandingkan aktifitas katalis zeolit alam teraktivasi asam dengan zeolit sintetik serta katalis asam sulfat (H2SO4) pada reaksi esterifikasi crude palm oil (CPO) terhadap respon konversi asam lemak bebas (FFA). Zeolit sintetik yang digunakan terlebih dahulu dipanaskan di tanur selama 3 jam pada suhu 500oC. Metode dan kondisi reaksi esterifikasi menggunakan katalis heterogen zeolit baik zeolit alam atau sintetik dilakukan berdasarkan hasil optimasi pada tahap 3. Sedangkan untuk katalis homogen asam sulfat dilakukan berdasarkan kondisi reaksi esterifikasi yang disarankan oleh Gerpen et al. (2004) yaitu dengan konsentrasi asam sulfat sebesar 5 % FFA, konsentrasi metanol 225 % FFA pada suhu 60oC selama 1 jam. Metode esterifikasi menggunakan katalis crude palm oil (CPO) diawali dengan pemanasan crude palm oil (CPO) sampai mencapai suhu 60oC. Setelah suhu crude palm oil (CPO) tercapai, campuran metanol dan asam sulfat (H2SO4) ditambahkan pada crude palm oil (CPO). Campuran crude palm oil (CPO), metanol dan asam sulfat (H2SO4) diaduk selama 60 menit pada suhu 60oC dengan kecepatan 300 rpm. Hasil esterifikasi dipisahkan dari metanol sisa menggunakan labu pemisah. Campuran FAME dan trigliserida hasil esterifikasi menggunakan asam sulfat (H2SO4) dicuci dengan air hangat (suhu 70oC) sampai pH air cuciannya mencapai netral. Campuran FAME dan trigliserida hasil esterifikasi menggunakan zeolit alam teraktivasi, zeolit sintetik dan asam sulfat (H2SO4) dianalisa bilangan asam dan dihitung konversi asam lemak bebas (FFA).

Tahap 5 Reaksi transesetrifikasi menggunakan katalis homogen kalium hidroksida (KOH)

Campuran FAME dan trigliserida hasil esterifikasi menggunakan katalis zeolit alam teraktivasi pada tahap 4 diproses lagi ke tahap transesterifikasi untuk menghasilkan biodiesel. Kondisi reaksi transesterifikasi yang digunakan yaitu konsentrasi katalis KOH sebesar 1 % (b/b minyak), konsentrasi metanol 20 % (b/b minyak) pada suhu 60oC selama 1 jam dengan kecepatan pengadukan 300 rpm. Metode transesterifikasi dimulai dengan pemanasan campuran FAME dan trigliserida hasil esterifikasi sampai mencapai suhu 60oC. Setelah suhu pemanasan minyak tercapai, campuran kalium hidroksida (KOH) dan metanol ditambahkan ke dalam minyak panas. Reaksi transesterifikasi dilakukan selama 60 menit pada suhu 60oC dengan kecepatan pengadukan 300 rpm. FAME yang dihasilkan dipisahkan dari gliserol dengan menggunakan labu pemisah. Kemudian dilakukan proses pencucian menggunakan air hangat suhu 70oC sampai air cucian berwarna bening. Proses pencucian ini bertujuan untuk menghilangkan sisa katalis dan metanol setelah reaksi transesterifikasi. FAME dipanaskan untuk menguapkan sisa air cucian. Biodiesel hasil transesterifikasi dianalisis karakteristiknya.

Parameter yang Diukur

Parameter yang diamati (diukur) dalam penelitian ini meliputi :1. Karakteristik zeolit sebelum dan sesudah aktivasi yang terdiri dari : Komposisi Si yang ditentukan secara gravimetri Komposisi Al ditentukan dengan menggunakan AAS di Laboratorium Penelitian Tanah (BALITANAH) Bogor Keasaman zeolit dihitung secara gravimetri dengan metode adsorpsi desorpsi amoniak (Lampiran 1) Strukutur kerangka zeolit diuji menggunakan FTIR di Laboratorium BIOFARMAKA Institut Pertanian Bogor.2. Bilangan asam dan FFA dari campuran FAME dan trigliserida hasil esterifikasi yang metode pengukurannya dapat dilihat pada Lampiran 2.Konversi FFA dapat dihitung dengan menggunakan rumus

Dimana : Xffa = Konversi FFA (%)A= Bilangan asam bahan baku (mg KOH/g)B= Bilangan asam perlakuan setelah esterifikasi (mg KOH/g)3. Rendemen biodieselRendemen biodiesel dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

Dimana:Y= Biodiesel (%)Wb = Massa biodiesel (g) W = Massa bahan baku minyak (g)4. Karakteristik biodiesel yang meliputi bilangan asam, kadar ester, gliserol bebas, gliserol total, bilangan penyabunan, viskositas kinematik pada suhu 40oC dan kadar ester. Prosedur pengukuran dari karakteristik biodiesel dapat dilihat pada Lampiran 3.

Rancangan Percobaan

Penentuan jenis zeolit alam teraktivasi dan tidak teraktivasi yang menghasilkan konversi FFA tertinggi pada reaksi esterifikasi

Untuk memperoleh jenis katalis zeolit alam yang efektif pada proses esterifikasi dianalisis menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) faktor tunggal dan uji lanjut Duncan. Model linear rancangan acak lengkap (RAL) adalah:

.(6)

Dimana: Yij = Konversi FFA menggunakan jenis katalis zeolit alam ke-i dan ulangan ke-ji= 1, 2, 3, 4, 5 dan j=1, 2, 3 = Rataan umumi = Pengaruh jenis katalis zeolit ke-iij = Pengaruh acak akibat jenis katalis zeolit alam ke-i pada ulangan ke-j

Penentuan kondisi optimal dari reaksi esterifikasi menggunakan katalis zeolit alam terpilih

Untuk memperoleh kondisi optimal reaksi esterifikasi dianalisis dengan menggunakan respose surface method (RSM) dengan 3 faktor. Respose surface method (RSM) digunakan untuk melihat pengaruh perlakuan (konsentrasi katalis zeolit alam teraktivasi, rasio molar metanol dan minyak, dan waktu reaksi) terhadap reduksi kadar asam lemak bebas (FFA) yang dihasilkan. Reaksi esterifikasi dikondisikan dengan tujuan untuk menghasilkan kadar asam lemak bebas (FFA) yang minimal.Metode respon permukaan (respon surface method) adalah kumpulan teknik matematika dan statistik yang berguna untuk pengembangan, peningkatan dan optimasi proses. Hasil dari metode respon permukaan (respon surface method) terdiri dari model empiris statistik yang menghasilkan hubungan yang cocok antara hasil dan variabel-variabel proses serta metode optimasi untuk nilai dari variabel-variabel proses yang menghasilkan nilai respon yang diinginkan (Carley et al. 2004). Model rancangan yang digunakan adalah :

Dimana :Y= respon hasil ester X1= konsentrasi katalisX2= rasio molar antara minyak dan metanol X3= waktu reaksi= titik pusat sistem i= koefisien linierii= koefisien kuadratikij= koefisien interaksiHASIL DAN PEMBAHASANKarakteristik ZeolitKemampuan zeolit sebagai katalis ditentukan oleh struktur dan komposisi zeolit. Peran struktur pori zeolit sangat penting dalam proses katalis karena pori inilah yang berperan sebagai mikroreaktor yang memungkinkan untuk mendapatkan reaksi katalitik yang diinginkan menurut aturan selektivitas. Komposisi kerangka zeolit mengatur muatan kerangka dan mempengaruhi stabilitas termal dan asam dari zeolit (Handoko 2003).Komposisi Si dan Al dari Zeolit Zeolit Bayah yang digunakan pada penelitian ini merupakan zeolit campuran 18.20 % klinoptilolit dan 47.80 % mordenit (MTDC 1993). Las (2010) menuliskan rumus kimia oksida dari zeolit Bayah sebagai berikut :Na0,15 K1,44 Ca2,04 Mg0,70 Mn0,02 Fe0,44 {(AlO2)6,76 (SiO2)}29,32 6,57 H2OKomposisi kerangka zeolit terdiri dari senyawa alumina silikat, air dan kation-kation alkali dan alkali tanah. Proses aktivasi zeolit dengan asam akan mempengaruhi komposisi silika (SiO4) dan alumina (Al2O4) yang merupakan kerangka utama dari zeolit, ratio Si/Al dan tingkat keasaman zeolit. Komposisi Si, Al, ratio Si/Al dan jumlah asam dari zeolit Bayah sebelum dan sesudah diaktivasi dengan asam dan kombinasinya pada suhu aktivasi yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Komposisi Si, Al, rasio Si/Al dan jumlah asam dari zeolit alam sebelum dan sesudah aktivasi asam dengan berbagai perlakuanJenis PerlakuanKomposisiSi (%)KomposisiAl (%)RasioSi/AlJumlah Asam (mmol/g)

NZ*4.691.912.461.65

HZ S5.480.2422.492.01

HZ C5.380.3415.641.52

HZ CS 5.380.2819.181.22

HZ CN 5.440.3814.274.00

HZ15S(100)5.730.1733.810.92

HZ S (100)5.520.2324.241.73

HZ C (100)5.340.2521.011.21

*NZ : Zeolit alam tidak diaktivasi; HZS : Zeolit alam diaktivasi dengan 1 M H2SO4; HZC: Zeolit alam diaktivasi dengan 1 M HCl; HZCS : Zeolit alam diaktivasi dengan 1 M HCl + 10 % H2SO4; HZCN : Zeolit alam diaktivasi dengan 1 M HCl + 5% NH4Cl; HZ15S(100) : Zeolit alam diaktivasi dengan 15% H2SO4 pada suhu 100oC; HZS(100) : Zeolit alam diaktivasi dengan 1 M H2SO4 pada suhu 100oC; HZC(100) : Zeolit alam diaktivasi dengan 1 M HCl pada suhu 100oC

Komposisi Si dari semua sampel zeolit teraktivasi pada Tabel 7 mengalami peningkatan dari 4.69 % menjadi 5.345.52 %. Sampel zeolit yang diaktivasi dengan 15 % asam sulfat pada suhu 100oC (HZ15S(100)) menghasilkan komposisi Si tertinggi dibandingan dengan sampel zeolit teraktivasi yang lain. Tabel 7 juga menunjukkan adanya penurunan komposisi aluminium (Al) pada semua sampel zeolit yang diaktivasi dengan asam dan kombinasinya. Zeolit alam (NZ) sebelum diaktivasi mengandung komposisi aluminium (Al) sebesar 1.91 %. Setelah dilakukan proses aktivasi dengan asam dan kombinasinya (sampel HZS, HZC, HZCS, HCN, HZ15S(100), HZS(100) dan HZC(100)), komposisi Al dalam zeolit menurun antara 0.17 sampai 0.38 %. Penurunan kandungan Al pada zeolit ini disebabkan karena adanya proses dealuminasi. Proses dealuminasi adalah proses terlepasnya Al di dalam kerangka menjadi di luar kerangka karena adanya perlakuan asam. Penurunan Al ini disertai dengan penurunan kation-kation yang terkait dalam kerangka Al. Zeolit yang diaktivasi dengan 15 % asam sulfat (H2SO4) pada suhu 100oC (sampel HZ15S(100)) mengandung komposisi aluminium (Al) yang paling sedikit yaitu sebesar 0.17 %. Hal ini disebabkan karena perendaman zeolit dalam larutan asam sulfat (H2SO4) yang relatif pekat pada suhu yang tinggi dalam waktu yang cukup lama akan melarutkan sejumlah Al di dalam kerangka zeolit (Dapaah 1997; Handoko 2002).Penurunan komposisi aluminium (Al) dalam zeolit (dealuminasi) menyebabkan terjadinya peningkatan rasio Si/Al. Semua sampel zeolit alam yang teraktivasi asam mempunyai rasio Si/Al yang tinggi yaitu antara 14.27 sampai 33.81 (Tabel 7). Zeolit yang diaktivasi dengan 15 % asam sulfat (H2SO4) pada suhu 100oC (sampel HZ-15S(100)) menghasilkan rasio Si/Al yang tertinggi yaitu sebesar 33.81. Zeolit yang memiliki rasio Si/Al yang tinggi akan mempunyai kekuatan asam yang tinggi, meningkatkan kristalinitas, stabil terhadap suhu tinggi dan lingkungan yang asam, bersifat hidrofobik dan akan menyerap molekul yang tidak polar sehingga baik untuk digunakan sebagai katalisator asam (Csicser 1986; Handoko 2002; Saputra 2006; Setiadi & Fitria 2006). Peningkatan rasio Si/Al juga mengakibatkan penurunan ukuran pori dari katalis zeolit karena rantai Si-O lebih pendek daripada rantai Al-O sehingga ukuran kerangka menjadi lebih kecil (Handoko 2003; Kamarudina et al. 2003). Penurunan ukuran pori pada zeolit teraktivasi meningkatkan selektivitas katalis terhadap reaktan yang masuk dan produk yang dikeluarkan dari dalam pori zeolit. Penurunan pori ini juga disertai dengan peningkatan luas permukaan sehingga meningkatkan kontak antara katalis dengan reaktan. Keasaman zeolit pada penelitian ini diukur secara gravimetri menggunakan metode adsorpsi desorpsi amoniak (Lampiran 12). Perlakuan asam pada zeolit diharapkan mampu meningkatan keasaman zeolit. Peningkatan keasaman ini disebabkan karena adanya pertukaran proton dengan kation yang terdapat pada zeolit. Sisi asam dihubungkan dengan kerangka atom aluminium. Sebagian besar zeolit termasuk ZSM5, kekuatan asam berhubungan terbalik dengan konsentrasi dari kerangka aluminium sampai dengan rasio Si/Al sekitar 10. Diatas rasio ini, kandungan aluminium tidak akan mempengaruhi kekuatan asam. Jumlah asam berhubungan secara langsung dengan konsentrasi dari kerangka aluminium (Csicsery 1986).Data hasil penelitian pada Tabel 7 menunjukkan adanya perbedaan jumlah asam dari semua sampel perlakuan. Jenis sampel yang diaktivasi dengan 1 M HCl dan 5 % NH4Cl (Sampel HZCN) menunjukkan jumlah asam yang tertinggi dibandingkan dengan semua sampel perlakuan. Hal ini disebabkan karena adanya peningkatan jumlah proton yang berasal dari ion NH4+ sehingga meningkatkan kekuatan asam Bronsted (Dapaah 1997). Kenaikan jumlah asam juga diperoleh pada zeolit alam yang diaktivasi dengan 1 M asam sulfat (H2SO4) baik yang diaktivasi pada suhu ruang (HZ-S) maupun pada suhu 100oC (HZS(100)). Peningkatan jumlah asam pada kedua sampel zeolit tersebut disebabkan karena adanya peningkatan jumlah proton H+ dan juga berasal dari residu ion SO4- pada permukaan katalis dimana dapat menarik elektron sehingga mempengaruhi kekuatan asam Bronsted (Dapaah 1997). Zeolit yang diaktivasi dengan 15 % asam sulfat pada suhu 100oC (HZ15S100) mengalami penurunan jumlah asam yang paling besar disebabkan karena banyaknya jumlah atom aluminium larut dalam larutan asam yang cukup pekat pada suhu yang tinggi. Banyaknya jumlah atom yang keluar dari kerangka zeolit dapat menyebabkan rusaknya struktur zeolit sehingga menurunkan aktivitas katalitik zeolit (Dapaah 1997). Aktivasi zeolit alam dengan metode pengasaman selain bertujuan untuk menghilangkan pengotor-pengotor dalam zeolit juga untuk meningkatkan aktivitas zeolit sebagai katalis. Peningkatan aktivitas katalitik zeolit ini disebabkan antara lain karena adanya pertukaran ion antara kation-kation dalam zeolit dengan proton H+ dari asam mineral seperti asam sulfat dan ammonium klorida. Pertukaran ion pada proses aktivasi dengan asam dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Pertukaran ion (ion exchange) antara proton H dari mineral asam (H2SO4 dan HCl) atau ammonium klorida (NH4Cl) dengan kation natrium (Dapaah 1997)

Pertukaran ion pada Gambar 7 terlihat bahwa kation alkali dan alkali tanah seperti natrium (Na) dalam pori zeolit ditukar dengan ion NH4+ atau H+ dari larutan ammonium klorida (NH4Cl) atau mineral asam (H2SO4 dan HCl) yang digunakan pada proses aktivasi dengan asam baik yang dilakukan pada suhu ruang maupun pada suhu 100oC. Pertukaran ion dengan larutan asam disertai dengan pelepasan kotoran-kotoran yang terdapat dalam pori zeolit. Zeolit yang telah mengalami pertukaran ion selanjutnya dikalsinasi menghasilkan zeolit yang diprotonasi. Zeolit diprotonasi akan menghasilkan asam Bronsted di dalam pori dan di permukaan zeolit. Struktur kerangka dari sampel zeolit alam sebelum dan setelah aktivasi menggunakan FTIR dapat dilihat pada Lampiran 411. Vibrasi FTIR dari zeolit ditunjukkan pada Tabel 8.

Tabel 8 Puncak vibrasi FTIR dari zeolit alam sebelum dan sesudah aktivasiPerlakuanVibrasi eksternal (cm-1)

Vibrasi ulur OHVibrasi SiOVibrasi TO4

NZ3443.98; 3623.541047.39589.39; 622.60

HZ S3435.45; 3627.261057.56547.21; 585.43;624.97

HZ C3442.501056.16547.81; 587.83; 624.31

HZ CS 3441.911058.79549.24; 587.95; 625.71

HZ CN 3433.851059.79585.65; 636.64

HZ15S(100)3433.44; 3648.651058.52589.43; 639.19

HZ S (100)3433.481087.60588.11; 637.88

HZ C (100)3434.30; 3647.66; 3734.17; 3747.461084.21549.31; 589.92; 623.08

Spektrum FTIR sampel zeolit alam sebelum aktivasi (Lampiran 4) menunjukkan puncak lebar pada 3623.54 cm-1 dan 3443.98 cm-1 berkaitan dengan adanya vibrasi gugus hidroksi (OH). Vibrasi SiO dapat dilihat pada daerah 1047 cm-1 796.09 cm-1 dan 734.25 cm-1. Daerah 650480 cm-1 terlihat adanya vibrasi (TO4) tetrahedral pada daerah serapan 622.60 cm-1dan 589.39 cm-1. Hasil spektrum FTIR pada Tabel 8 menunjukkan adanya perubahan pada semua sampel zeolit teraktivasi di daerah vibrasi ulur OH. Vibrasi gugus hidroksi (OH) berkaitan dengan gugus silanol, gugus OH pada kerangka zeolit, gugus OH sebagai jembatan seperti Al(OH) dan gugus OH dari air yang ada dalam zeolit. Perlakuan aktivasi zeolit dengan asam pada suhu ruang (HZS, HZC, HZCS, HZCN) masih terlihat adanya puncak pada daerah vibrasi ulur OH dibandingkan dengan sampel zeolit teraktivasi asam pada suhu 100oC (HZ15S (100), HZS (100), HZC(100)). Frekuensi dari vibrasi Si-O pada semua perlakuan zeolit alam teraktivasi mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan terjadi peningkatan kandungan Si pada kerangka zeolit teraktivasi, sedangkan frekuensi vibrasi TO4 pada zeolit teraktivasi asam mengalami peningkatan yang berarti terjadi penurunan kandungan aluminium (Al) pada kerangka zeolit.

Pengaruh Katalis Zeolit terhadap Konversi FFA pada Reaksi EsterifikasiReaksi esterifikasi pada proses pembuatan biodiesel bertujuan untuk menurunkan asam lemak bebas (FFA) dari minyak dimana asam lemak ini akan diubah dalam bentuk ester. Esterifikasi biasanya menggunakan katalis asam pendonor proton seperti asam sulfat dan sulfonat. Proses esterifikasi secara konvensional menggunakan jenis katalis homogen ini menyebabkan kontaminasi sulfur pada produk akhir ester. Selain itu penggunaan katalis homogen juga membutuhkan netralisasi dengan alkali sehingga efisiensi proses kurang dari 96 % dan menghasilkan limbah (Lim et.al 2009). Peran katalis homogen asam pada penelitian ini diganti dengan katalis heterogen zeolit alam yang diaktivasi dengan asam pada reaksi esterifikasi.Tahap penelitian ini bertujuan untuk mencari jenis katalis zeolit terbaik yang menghasilkan konversi asam lemak bebas (FFA) tertinggi. Pengujian aktivitas zeolit digunakan sebagai katalis pada reaksi esterifikasi minyak sawit murni yang ditambahkan 50 % (b/b) asam oleat dengan konsentrasi katalis 10 % (b/b), rasio molar metanol dan asam oleat 15 : 1 selama 3 jam pada suhu 60oC dengan kecepatan pengadukan 300 rpm. Campuran minyak goreng dan asam oleat mengandung asam lemak bebas (FFA) awal sebesar 57.15 %. Kandungan FFA minyak goreng setelah reaksi esterifikasi menggunakan katalis zeolit alam pada penelitian ini diperoleh rata-rata berkisar antara 21.18 % sampai 30.25 % dengan konversi FFA sebesar 47.07 % sampai 62.94 %. Informasi mengenai konversi FFA dari hasil esterifikasi menggunakan katalis zeolit alam teraktivasi dan tdk diaktivasi dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Konversi FFA hasil esterifikasi campuran minyak goreng dan asam oleat menggunakan zeolit alam teraktivasi dan tidak teraktivasi.

Hasil penelitian pada gambar histogram (Gambar 8) menunjukkan adanya peningkatan konversi asam lemak bebas (FFA) pada reaksi esterifikasi menggunakan katalis zeolit alam teraktivasi dengan asam (HZS, HZC, HZCS, HZCN, HZ15S(100), HZS(100) dan HZC(100) dibandingkan dengan zeolit alam tidak diaktivasi (NZ). Zeolit alam tidak diaktivasi hanya menghasilkan konversi FFA sebesar 47.07 %, sedangkan jenis katalis zeolit alam teraktivasi menghasilkan konversi FFA sekitar 49.19 %62.94 % dengan penurunan kadar asam lemak lemak bebas (FFA) sekitar 29.04 %21.18 %. Jenis katalis zeolit alam yang diaktivasi dengan 1 M asam klorida (HCl) dan 10 % asam sulfat (H2SO4) pada reaksi esterifikasi menghasilkan konversi FFA tertinggi yaitu sebesar 62.94 %. Jenis katalis ini dapat menurunkan FFA bahan baku minyak goreng murni yang ditambahkan 50 % asam oleat dari 57.15 % menjadi 21.18 %. Hal ini menunjukkan bahwa zeolit alam yang diaktivasi dengan 1 M asam klorida (HCl) dan 10 % asam sulfat (H2SO4) adalah jenis katalis yang lebih efektif pada reaksi esterifikasi bahan baku yang memiliki kadar asam lemak bebas tinggi. Hasil analisis ragam (Lampiran 17) mengenai pengaruh jenis aktivasi katalis zeolit terhadap konversi FFA pada reaksi esterifikasi campuran minyak sawit murni dan asam oleat diperoleh F(hit) sebesar 3.18 dan Ftab(5%) sebesar 2.657. Nilai Fhit > FTab menunjukkan bahwa jenis aktivasi zeolit sebagai katalis pada reaksi esterifikasi mempengaruhi konversi FFA dari campuran minyak sawit murni dan asam oleat.Hasil uji lanjut Duncan pada Lampiran 17 menunjukkan bahwa sampel zeolit yang diaktivasi dengan 1 M HCl dan 10 % H2SO4 yang diaktivasi pada suhu ruang adalah jenis zeolit yang terbaik sebagai katalis pada proses esterifikasi campuran minyak goreng dan asam oleat. Jenis zeolit ini menghasilkan konversi FFA tertinggi yaitu sebesar 62.94 %. Jenis katalis ini akan dipilih untuk dioptimasi kondisi proses esterifikasi menggunakan bahan baku crude palm oil (CPO).Struktur dan karakteristik zeolit mempengaruhi aktivitas zeolit sebagai katalis. Sifat katalis dipengaruhi oleh keasaman, luas permukaan, bentuk dan ukuran pori (Tamunaidu 2006). Kenaikan rasio Si/Al pada semua sampel zeolit teraktivasi asam (Tabel 7) menghasilkan konversi FFA yang lebih tinggi dibandingkan dengan sampel zeolit alam tidak teraktivasi yang memiliki rasio Si/Al lebih rendah. Reaksi esterifikasi menggunakan katalis zeolit teraktivasi yang memiliki rasio Si/Al antara 15 sampai 19 pada penelitian ini menghasilkan konversi FFA tertinggi yaitu rata-rata 62.33%. Namun zeolit yang memiliki rasio Si/Al di atas 19 mengalami penurunan konversi FFA. Csicsery (1986) menyatakan bahwa rasio Si/Al yang tinggi berkaitan dengan kemampuan sifat hidrofobik. Lebih lanjut dikatakan bahwa sifat hidrofobik tergantung pada konsentrasi aluminium dan struktur zeolit, seperti pada ZSM-5 yang memiliki kandungan alumina rendah serta zeolit dengan rasio Si/Al yang tinggi lebih memiliki sifat hidrofobik dibandingkan dengan jenis oksida amorphous dan kristalin yang lain. Sifat hidrofobik katalis merupakan salah satu faktor penting pada reaksi esterifikasi karena sifat hidrofobik katalis mempermudah adsorpsi asam hidrofobik dan dapat mengusir air yang dilepaskan dari permukaan katalis setelah proses esterifikasi (Sathyaselvabala et al. 2010). Park et al. (2010), yang diacu dalam Sathyaselvabala et al. (2010) melaporkan bahwa adanya molekul air pada campuran reaksi menghambat konversi asam lemak bebas (FFA) menjadi metil ester karena keracunan sisi asam katalis. Oleh karena itu peningkatan sifat hidrofobik katalis merupakan faktor penting untuk konversi asam lemak yang efektif.Zeolit yang memiliki jumlah asam yang berbeda (Tabel 7) menghasilkan konversi FFA yang beragam pada reaksi esterifikasi campuran minyak sawit murni dan asam oleat. Zeolit yang diaktivasi dengan asam klorida (HCl) dan asam sulfat (H2SO4) (sampel HZCS) menghasilkan konversi FFA yang tertinggi meskipun memiliki tingkat keasaman yang lebih rendah dari zeolit alam. Hasil ini sama dengan yang diperoleh Marchetti dan Errazu (2008a). Marchetti dan Errazu (2008a) dalam penelitiannya menggunakan katalis zeolit sintetik jenis NaY yang memiliki keasaman rendah 0.48 ml NH3/g zeolit menghasilkan konversi FFA yang lebih tinggi dibandingkan dengan katalis zeolit jenis USY yang memiliki keasaman tinggi 3.39 ml NH3/g zeolit pada reaksi esterifikasi asam oleat. Hasil yang sama juga ditunjukkan oleh Chung et al. (2008) yang dalam penelitiannya menggunakan zeolit sintetik ZSM5 (HMFI-25) memiliki jumlah asam lebih rendah yaitu sebesar 7.9 x 10-2 mmol/g menghasilkan konversi asam lemak bebas (FFA) sama dengan zeolit modernit (HMOR10) yang memiliki jumlah asam lebih tinggi sebesar 15.1 x 10-2 mmol/g pada reaksi esterifikasi minyak jelantah yang ditambahkan 10 % (v/v) asam oleat dengan konversi FFA sebesar 80%. Menurut Chung et al. (2008), bahwa hal ini disebabkan karena adanya faktor lain disamping jumlah asam yang mempengaruhi aktivitas zeolit sebagai katalis pada reaksi yaitu ukuran dan bentuk pori zeolit. Pada penelitian ini zeolit yang diaktivasi dengan asam 1 M klorida dan 10 % asam sulfat (sampel HZCS) pada suhu ruang yang mempunyai jumlah asam 1.22 mmol/g dengan rasio Si/Al sebesar 19.18 menghasilkan konversi FFA tertinggi disebabkan karena jenis zeolit ini memiliki distribusi ukuran pori yang cocok dengan ukuran molekul reaktan sehingga lebih memungkinkan untuk masuknya reaktan ke dalam pori dan melangsungkan aktivitas reaksi esterifikasi didalam pori tersebut. Peran struktur pori zeolit sangat penting dalam proses katalis karena selain berperan sebagai mikroreaktor, juga karena pori inilah diperoleh reaksi katalitik yang diinginkan menurut selektivitas (Handoko 2003). Faktor penting dari penggunaan zeolit sebagai katalis pada semua jenis reaksi adalah mikroporous zeolit yang unik dimana bentuk dan ukuran pori mengontrol masuknya reaktan dan produk serta berpengaruh pada reaksi kimia (Chew 2009). Oleh karena itu zeolit dikenal dengan katalis yang memiliki sifat shape selective. Selanjutnya menurut Chew (2009) juga bahwa zeolit lebih efektif untuk molekul reaktan yang berukuran lebih besar dengan mengkombinasikan struktur mikroporous zeolit dengan struktur mesoporous reaktan mempunyai kapasitas adsorpsi yang lebih tinggi (Twaiq et al. 2004). Fogler (2006) menggambarkan tahap tahap reaksi katalis heterogen yang dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9 Tahap tahap reaksi katalis heterogen

Mekanisme reaksi katalitik menurut Fogler (2006) berlangsung dengan tahapan sebagai berikut :1. Pindah massa (difusi) reaktan (misalnya A) dari cairan ke permukaan luar dari katalis2. Difusi reaktan dari mulut pori melalui pori-pori zeolit mendekati ke sekitar permukaan bagian dalam dari katalis3. Adsorpsi reaktan A di atas permukaan katalis4. Reaksi pada permukaan katalis (misalnya A B)5. Desorpsi produk (misalnya B) dari permukaan6. Difusi produk dari bagian dalam ke mulut pori pada permukaan luar katalis7. Pindah massa produk dari permukaan katalis ke cairanMekanisme reaksi esterifikasi menggunakan katalis zeolit pada penelitian ini diawali dengan difusi reaktan yang terdiri dari campuran minyak sawit goreng dan asam oleat serta metanol yang masuk ke dalam mulut pori zeolit. Ukuran pori zeolit yang cocok dengan ukuran molekul reaktan memudahkan masuknya reaktan ke dalam pori zeolit. Sifat hidrofobik zeolit teraktivasi juga memudahkan adsorpsi reaktan ke dalam mulut pori zeolit. Reaktan akan diadsorpsi ke bagian permukaan aktif zeolit dan reaksi esterifikasi akan berlangsung pada permukaan aktif yang terdapat dalam pori zeolit. Haerudin et al. (2007) menggambarkan mekanisme reaksi esterifikasi menggunakan katalis asam yang ditunjukkan pada Gambar 10.

Gambar 10 Mekanisme reaksi esterifikasi menggunakan katalis asam

Reaktan yang terdiri dari campuran minyak sawit murni dan asam oleat akan kontak dengan zeolit pada permukaan aktif katalis. Gugus karbonil dari asam lemak akan diprotonasi dengan atom H yang terdapat pada permukaan aktif zeolit (I) dan menghasilkan ion oksonium (II). Ion oksonium akan melangsungkan reaksi pertukaran dengan metanol untuk menghasilkan suatu senyawa antara (III). Selanjutnya senyawa antara dapat kehilangan satu protonnya untuk menjadi metil ester (IV). Akhir proses esterifikasi, produk yang dihasilkan terdiri dari campuran trigliserida, metil ester dan air akan terdesorpsi dari permukaan aktif dan terdifusi dari dalam pori melalui mulut pori zeolit.

Optimasi Kondisi Reaksi Esterifikasi Crude Palm Oil (CPO) menggunakan Katalis Zeolit TeraktivasiMetode analisis data penelitian dilakukan dengan menggunakan metode respon permukaan (respon surface method) dengan desain komposit terpusat (CCD). Metode respon permukaan (respon surface method) adalah kumpulan teknik matematika dan statistik yang berguna untuk pengembangan, peningkatan dan optimasi proses. Metode respon permukaan (respon surface method) diaplikasikan pada kondisi dimana input variabel mempengaruhi respon. Hasil dari metode respon permukaan (respon surface method) terdiri dari model empiris statistik yang menghasilkan hubungan yang cocok antara hasil dan variabel-variabel proses serta metode optimasi untuk nilai dari variabel-variabel proses yang menghasilkan nilai respon yang diinginkan (Carley et al. 2004). Kondisi reaksi esterifikasi yang dioptimasi pada penelitian ini terdiri dari tiga variabel proses yaitu konsentrasi katalis sampel zeolit terpilih, rasio molar minyak dan metanol serta waktu reaksi esterifikasi. Penentuan kondisi optimal dari ketiga variabel proses pada reaksi esterifikasi tersebut bertujuan untuk menghasilkan kadar asam lemak bebas yang minimum. Data hasil penelitian diolah dengan program minitab 16.Tahap ini menggunakan bahan baku crude palm oil (CPO) yang telah dihilangkan gum dan fosfatidanya melalui proses degumming. Adanya Gum dan fosfatida dalam bahan baku minyak menyebabkan peningkatan kandungan fosfor dan akumulasi air dalam produk biodiesel serta menyulitkan dalam proses pencucian biodiesel. Hasil optimasi kondisi reaksi esterifikasi yang terdiri dari tiga variabel yaitu konsentrasi katalis zeolit, rasio molar metanol dan minyak serta waktu reaksi terhadap kandungan asam lemak bebas (FFA) dapat dilihat pada Lampiran 18. Hasil penelitian pada lampiran tersebut memperlihatkan bahwa terjadi penurunan kandungan asam lemak bebas (FFA) berkisar 62.69 % akibat pengaruh konsentrasi katalis zeolit, rasio molar metanol dan minyak serta waktu reaksi. Hasil analisis ragam data pada Lampiran 19 menunjukkan bahwa model linear dan kuadratik berturut- turut mempunyai nilai p-v