Desa Wisata Dau
-
Upload
ondubu-fiepha-shidae -
Category
Documents
-
view
220 -
download
18
description
Transcript of Desa Wisata Dau
-
Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi
Desa Wisata Kecamatan Dau
Kabupaten Malang
Disusun oleh:
Andri Bennydictus Sinaga 115030800111032
Yulandha Rizkova 115030813111001
Hendra Winarta Simamora 115030800111022
Amalia Susepti 115030807111015
Mirza Ratnasari 115030800111019
Kun Denik Sri Wulandari 115030807111013
Januarista Poppy Mercelina 115030800111021
Yoga Rona Kristian 115030801111008
Annisyah Intan S. 115030800111028
Puspita Puji Utami 115030907111022
PRODI BISNIS PARIWISATA
JURUSAN ADMINISTRASI BISNIS
FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2012
-
Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau
Kabupaten Malang 2012
Universitas Brawijaya 1
BAB. I PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Kabupaten Malang merupakan daerah yang dikelilingi beberapa
gunung seperti Arjuno, Panderman, Gunung Kawi disebelah barat;
Gunung Bromo dan Tengger serta Gunung Semeru disebelah timur ; serta
Pegunungan Kapur selatan yang penuh dengan galian tambang dari
tambang mamer,Emas,pasir besi, kaolin dan lain lain.
Sebagai salah satu wilayah yang sejuk dan bersih di Jawa Timur,
Kabupaten Malang telah dikenal sejak zaman dahulu kala. Letak kota ini
berada didaerah pegunungan antara 112 17 10.90 Bujur Timur dan
70.44 55.11 - 8 26 35.45 Lintang Selatan. Batas Batas wilayah:
a. Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Jombang, Kediri,
dan Blitar
b. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Mojokerto,
Jombang, dan Pasuruan
c. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Probolinggo dan
Lumajang
d. Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudra Indonesia
Selain itu Kabupaten Malang dengan keadaan geografisnya yang
dikelilingi beberapa Gunung sebagaimana tersebut diatas sudah barang
tentu memiliki obyek wisata alam yang cukup potensial khususnya sebelah
selatan Kabupaten Malang dengan keberadaan perkebunan jeruk yang
sampai hari ini Kabupaten Malang belum memanfaatkan potensi tersebut
secara maksimal. Hal ini didukung dengan keberadaan Desa Selorejo
Kecamatan Dau sebagai desa penghasil pertanian.
Kabupaten Malang merupakan salah satu Kabupaten terluas di
Propinsi Jawa Timur, dengan luas wilayah 3.348 km atau sama dengan
334.800 ha. Secara demografis Kabupaten Malang memiliki jumlah
penduduk sebesar 2.346.710 jiwa dan merupakan terbesar kedua setelah
-
Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau
Kabupaten Malang 2012
Universitas Brawijaya 2
Kotamadya Surabaya. Kabupaten Malang juga dikenal sebagai daerah
yang khas dan kaya dengan beragam potensi alam (fisik) maupun budaya.
Bentang dan kontur alam yang elok berupa gunung dan perbukitan di
dataran tinggi, sehingga di beberapa daerah Kabupaten Malang memiliki
udara yang sejuk dan telah menjadi tujuan wisata alami sejak dahulu.
Potensi budaya berupa keramahan (amenity) penduduk, adat
istiadat dan berbagai kesenian/kerajinan daerah misalnya yang terkenal
adalah Topeng Malang, serta hasil-hasil pertanian, perkebunan, tanaman
obat keluarga. Berbagai potensi tersebut telah menjadi Icon utama
Kabupaten Malang yang sekaligus merupakan keunggulan komparatif
(comparative adventage) yang perlu dikembangkan dengan konsep yang
tepat, dengan mempertahankan kearifan budaya lokal (local wisdom),
partisipatif dan berkelanjutan (sustainable development).
Mengingat bahwa potensi alam dan budaya yang khas tersebut tersebar
hampir di sebagian besar wilayah kabupaten Malang, maka besar
kemungkinan untuk dikembangkan konsep desa wisata (tourism village).
Konsep Desa Wisata menurut Pariwisata Inti Rakyat (PIR), yang
dimaksud dengan Desa Wisata adalah : Suatu kawasan pedesaan yang
menawarkan keseluruhan suasana yang mencerminkan keaslian pedesaan
baik dari kehidupan sosial ekonomi, sosial, budaya, adat istiadat,
keseharian, memiliki arsitektur bangunan dan struktur tata ruang desa
yang khas, atau kegiatan perekonomian yang unik dan menarik serta
mempunyai potensi untuk dikembangkannya berbagai komponen
kepariwisataan, misalnya : atraksi, akomodasi, makanan-minuman, dan
kebutuhan wisata lainnya. Berdasarkan hal tersebut, pembangunan desa
wisata ini merupakan realisasi dari pelaksanaan Undang-Undang Otonomi
Daerah (UU No. 22 Tahun 1999). Oleh karena itu setiap Kabupaten perlu
memprogramkan pembangunan desa wisata di daerahnya, sesuai dengan
pola PIR tersebut. Selain itu dikelola dan dikemas secara menarik dan
alami dengan pengembangan fasilitas pendukung wisata dalam suatu tata
-
Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau
Kabupaten Malang 2012
Universitas Brawijaya 3
lingkungan yang harmonis serta terencana sehingga siap untuk menerima
kunjungan wisata.
Kriteria suatu desa dapat dikembangan menjadi desa wisata,
apabila memiliki beberapa faktor-faktor pendukung antara lain; (1)
Memiliki potensi produk dan daya tarik, (2) memiliki dukungan sumber
daya manusia (SDM), (3) motivasi kuat dari masyarakat, (4) memiliki
dukungan sarana dan prasarana yang memadai, (5) mempunyai fasilitas
pendukung kegiatan wisata, (6) mempunyai kelembagaan yang mengatur
kegiatan wisata, dan (7) ketersediaan lahan/area yang dimungkinkan
untuk dikembangkan menjadi tujuan wisata.
Agar pengelolaan dan pembentukan desa wisata tidak
kontraproduktif dengan konsep Pemerintah Kabupaten Malang, maka
beberapa prinsip pembentukan desa wisata antara lain; pertama
mengembangkan berbagai potensi desa (alam dan sosial budaya) serta
sarana dan prasarana masyarakat setempat secara arif dan berkelanjutan,
sehingga dapat melindungi warisan alam dan budaya local. Kedua,
menguntungkan masyarakat setempat dalam berbagai aspek, baik
ekonomi, social dan budaya, sehingga eksistensi desa wisata dapat terus
dipertahankan secara mandiri. Ketiga, skala pembentukan wisata yang
sesuai dengan kemampuan dan potensi desa, sehingga memungkinkan
untuk terjalinnya hubungan timbal balik dengan masyarakat setempat.
Keempat, pengelolaan desa wisata dilakukan secara partisipatif dengan
melibatkan masyarakat setempat. Kelima menerapkan pengembangan
produk wisata pedesaan.
Mengacu pada kriteria pembentukan desa wisata di atas, maka
Desa Selorejo merupakan desa di Kecamatan Dau Kabupaten Malang yang
berpotensi untuk dikembangkan menjadi desa wisata. Desa Selorejo
termasuk dalam wilayah Kecamatan Dau yang berada di bagian Barat Laut
Kabupaten Malang, berbatasan langsung dengan desa Tegal Weru di
sebelah timur, desa Petungsewu di sebelah selatan, hutan di sebelah
barat.
-
Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau
Kabupaten Malang 2012
Universitas Brawijaya 4
Desa Selorejo menyimpan banyak potensi agro, yaitu Jeruk. Sejak
puluhan tahun lalu, Selorejo terkenal dengan Jeruknya. Hasil jeruk yang
melimpah tersebut banyak didistribusikan keseluruh wilayah di Indonesia,
khususnya Malang raya. Di Sekitar Desa Selorejo terdapat potensi-potensi
wisata yaitu Wana Wisata Petik Jeruk, Wana Wisata Rekreasi Bedengan,
Bumi Perkemahan, Buwes Waterfall, Wana Wisata Singo Dermo Waterfall,
dan Out Bond Area.
Tak hanya itu, di sekitar Desa Selorejo juga terdapat berbagai
destinasi wisata yang mendukung Wana Wisata Petik Jeruk seperti
Petungsewu Wildlife Education Center yang terletak di desa Petungsewu
yang terletak di sebelah Selatan Desa Selorejo. Selain itu juga terdapat
Candi Badut dan wisata Sengkaling yang juga berada di Kecamatan Dau.
Berdasarkan pada karakteristik dan potensi wilayahnya, maka Desa
Selorejo Kecamatan Dau Kabupaten Malang merupakan desa yang
memungkinkan untuk dikembangkan menjadi obyek kajian desa wisata
(tourism village). Melalui pembangunan dan pembentukan desa wisata
(tourism village), diharapkan dapat menopang konsep pengembangan
pariwisata Kabupaten Malang, serta dapat membuka akses pasar baru
bagi berbagai komoditas lokal dan penciptaan lapangan kerja baru serta
peningkatan kesejahteraan masyarakat desa.
1.2. TUJUAN
Kajian Pembentukan Desa Wisata (tourisme village) di desa Kajian
Pembentukan Desa Wisata (tourisme village) di Desa Selorejo Kecamatan
Dau Kabupaten Malang Tahun 2012 ini bertujuan untuk ;
a. Mengidentifikasi potensi pariwisata desa Selorejo melalui analisis
kondisi internal dan eksternal berdasarkan aspek - aspek penting
pembentukan desa wisata.
b. Penyusunan strategi pembentukan desa wisata di Desa Selorejo
kecamatan Dau Kabupaten Malang.
-
Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau
Kabupaten Malang 2012
Universitas Brawijaya 5
c. Perumusan model Desa Selorejo sebagai acuan untuk pembentukan
desa wisata Kabupaten Malang.
1.3. SASARAN
Sasaran kegiatan kajian ini adalah terumuskannya strategi dan
model pembentukan desa wisata di Desa Selorejo Kecamatan Dau
Kabupaten Malang Provinsi Jawa Timur.
1.4. KELUARAN (OUTPUT)
Keluaran (output) yang diharapkan dari kajian ini adalah
dihasilkannya rumusan strategi dan model pembentukan desa wisata di
desa Selorejo Kecamatan Dau Kabupaten Malang sebagai rekomendasi
kepada Pemerintah Kabupaten Malang.
1.5. HASIL YANG DIHARAPKAN (OUTCOME)
Hasil yang diharapkan (outcome) dari kajian ini adalah
implementasi hasil kajian guna mewujudkan desa Selorejo Kecamatan Dau
sebagai desa wisata (tourisme village) yang berorientasi pada pariwisata
berkelanjutan di Kabupaten Malang.
1.6. DAMPAK (IMPACT).
Sedangkan dampak (impact) yang diinginkan dari kajian
pembentukan desa wisata di desa Selorejo Kecamatan Dau Kabupaten
Malang ini antara lain ;
a. Adanya kawasan wisata baru berupa desa wisata di desa Selorejo
Kecamatan Dau Kabupaten Malang yang dapat menarik wisatawan
yang selama ini terpusat ke wilayah Kota Batu dan sekitar Kota
Malang.
b. Terbentuknya desa wisata yang berada di desa Selorejo di diharapkan
mampu meningkatkan aktivitas ekonomi yang bertumpu pada potensi
-
Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau
Kabupaten Malang 2012
Universitas Brawijaya 6
wisata alam serta agro/hortikultura dan pusat pertumbuhan ekonomi
baru yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
c.
1.7. MANFAAT
Manfaat dilaksanakannya Kajian Pembentukan Desa Wisata
(Tourism Village) di desa Selorejo Kecamatan Dau Kabupaten Malang ini
adalah ;
a. Hasil kajian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi
pemerintah Kabupaten Malang dan dalam meningkat pembentukan
desa wisata (Tourism Village) di desa Selorejo Kecamatan Dau.
b. Hasil kajian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi para peneliti
selanjutnya untuk mampu mengembangkan, maupun berbagai pihak
yang concern terhadap isu-isu seputar desa wisata maupun tourism.
c. Bagi Kecamatan Dau, kajian ini dapat dijadikan pedoman meningkat
dan pengembangan desa wisata di Kecamatan Dau.
d. Bagi masyarakat desa Selorejo diharapkan dapat meningkatkan
kesejahteraan dan meningkatkan perekonomian di masyarakat sekitar
desa wisata.
1.8. Definisi Istilah
Definisi istilah dalam laporan pendahuluan ini merupakan istilah-
istilah tentang desa wisata yang ada digunakan penulis dalam laporan
pendahuluan ini, daftar istilah tersebut yaitu:
a. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas
batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-asul dan adat
istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem
Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
http://id.wikipedia.org/wiki/Desa
b. Menurut Pariwisata Inti Rakyat (PIR), yang dimaksud dengan Desa
Wisata adalah suatu kawasan pedesaan yang menawarkan
-
Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau
Kabupaten Malang 2012
Universitas Brawijaya 7
keseluruhan suasana yang mencerminkan keaslian pedesaan baik dari
kehidupan sosial ekonomi, sosial budaya, adat istiadat, keseharian,
memiliki arsitektur bangunan dan struktur tata ruang desa yang khas,
atau kegiatan perekonomian yang unik dan menarik serta mempunyai
potensi untuk dikembangkannya berbagai komponen kepariwisataan,
misalnya atraksi, akomodasi, makanan-minuman, dan kebutuhan
wisata lainnya.
c. Wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seorang atau
sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan
rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya
tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu tertentu .
http://www.jobloker.co.id/id/component/content/article/4/104-istilah-
wisata-pariwisata--kepariwisataan-dan-industri-pariwisata
d. Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan
pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul
sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi
antara wisatawan dan masyarakat setempat, sesama wisatawan,
Pemerintah, Pemerintah Daerah dan pengusaha.
http://www.jobloker.co.id/id/component/content/article/4/104-istilah-
wisata-pariwisata--kepariwisataan-dan-industri-pariwisata
e. Wisatawan (Tourist) yaitu orang yang melakukan kegiatan wisata, jadi
menurut pengertian ini, semua orang yang melakukan perjalanan
wisata dinamakan wisatawan, apapun tujuannya yang penting
perjalanan itu bukan untuk menetap dan tidak untuk mencari nafkah
ditempat yang dikunjungi.
f. http://www.jobloker.co.id/id/component/content/article/4/104-istilah-
wisata-pariwisata--kepariwisataan-dan-industri-pariwisata
g. Model Desa Wisata dalam penelitian ini adalah sebuah
gambaran/deskripsi mengenai bentuk dan konsep pembentukan desa
wisata di desa Selorejo Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang.
-
Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau
Kabupaten Malang 2012
Universitas Brawijaya 8
h. Daerah Tujuan Wisata adalah tempat atau daerah yang karena
atraksinya, situasi dalam hubungan lalu lintas dan fasilitas-fasilitas
kepariwisataannya meyebabkan tempat atau daerah tersebut menjadi
objek kebutuhan wisatawan.
i. Infrastruktur adalah aset fisik yang dirancang dalam sistem sehingga
memberikan pelayanan publik yang penting. Kodoatie (2003:76)
j. Prasarana wisata adalah sumber daya alam buatan manusia yang
mutlak dibutuhkan oleh wisatawan dalam perjalanannya di daerah
tujuan wisata seperti jalan, listrik, air, telekomunikasi, terminal,
jembatan dan lain sebagainya.
-
Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau
Kabupaten Malang 2012
Universitas Brawijaya 9
BAB. II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Pariwisata (tourism)
Pengertian Pariwisata menurut definisi yang luas adalah
perjalanan dari satu tempat ke tempat lain, bersifat sementara, dilakukan
perorangan maupun kelompok, sebagai usaha mencari keseimbangan dan
kebahagiaan dengan lingkungan hidup dalam dimensi sosial, budaya, alam
dan ilmu. Suatu perjalanan dianggap sebagai perjalanan wisata bila
memenuhi tiga persyaratan yang diperlukan, yaitu : (Smith and French,
1994).
a. Harus bersifat sementara
b. Harus bersifat sukarela (voluntary) dalam arti tidak terjadi
pemaksaan
c. Tidak ada kegiatan bekerja yang sifatnya menghasilkan upah
ataupun bayaran.
Dalam kesimpulannya pariwisata adalah keseluruhan fenomena
(gejala) dan hubungan-hubungan yang ditimbulkan oleh perjalanan dan
persinggahan manusia di luar tempat tinggalnya. Dengan maksud bukan
untuk tinggal menetap dan tidak berkaitan dengan pekerjaan-pekerjaan
yang menghasilkan upah.
Pada dasarnya, definisi-definisi pariwisata dapat dikelompokkan ke
dalam tiga kategori, yaitu yang melihat pariwisata dari sisi demand saja,
sisi supply saja, dan yang sudah menggabungkan sisi demand dan supply.
Kategori pertama merupakan definisi pariwisata yang didekati dari
sisi wisatawan, sangat kental dengan dimensi spasial (tempat dan jarak).
Kategori kedua merupakan definisi pariwisata yang dipandang
dari dimensi industri/bisnis, sedangkan kategori ketiga memandang
pariwisata dari dimensi akademis dan sosial budaya.
-
Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau
Kabupaten Malang 2012
Universitas Brawijaya 10
1. Dimensi Spasial
Definisi pariwisata yang dipandang dari dimensi spasial merupakan definisi
yang berkembang lebih awal dibandingkan definisi-definisi lainnya
(Gartner, 1996). Dimensi ini menekankan definisi pariwisata pada
pergerakan wisatawan ke suatu tempat yang jauh dari lingkungan
tempat tinggal dan atau tempat kerjanya untuk waktu yang
sementara, seperti yang dikemukakan oleh Airey pada tahun 1981
(Smith and French, 1994):
Tourism is the temporary short-term movement of people to destinations outside the places where they normally live and work, and their activities during their stay at these destinations.
Selain pergerakan ke tempat yang jauh dari lingkungan tempat
tinggal dan tempat kerja, Airey menambahkan kegiatan wisatawan selama
berada di destinasi pariwisata sebagai bagian dari pariwisata. Definisi
pariwisata yang dikemukan oleh World Tourism Organization (WTO) pun
memfokuskan pada sisi demand dan dimensi spasial, dengan menetapkan
dimensi waktu untuk perjalanan yang dilakukan wisatawan, yaitu tidak
lebih dari satu tahun berturut-turut.
Tourism comprises the activities of persons travelling to and staying in places outside their usual environment for not more than one consecutive year for leisure, business and other purposes not related to the exercise of an activity remunerated from within the place visited.(www.world-tourism.org; 2010)
Definisi WTO di atas juga menekankan pada tujuan perjalanan yang
dilakukan, yaitu untuk leisure, bisnis, dan tujuan lain yang tidak terkait
dengan kegiatan mencari uang di tempat yang dikunjunginya. Beberapa
definisi lain juga menetapkan nilai-nilai tertentu untuk jarak tempuh dan
lama perjalanan, yang biasanya dikembangkan untuk memudahkan
perhitungan statistik pariwisata:
a. Committee of Statistical Experts of the League Nations (1937)
menetapkan waktu paling sedikit 24 jam bagi perjalanan yang
dikategorikan perjalanan wisata. (Gartner, 1996).
-
Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau
Kabupaten Malang 2012
Universitas Brawijaya 11
b. The United States National Tourism Resources Review Commission
(1973) menetapkan jarak paling sedikit 50 mil untuk perjalanan
wisata.
c. United States Census Bureau (1989) menetapkan angka 100 mil
untuk perjalanan yang dikategorikan sebagai perjalanan wisata.
d. Canada mensyaratkan jarak 25 mil untuk mengategorikan
perjalanan wisata.
e. Biro Pusat Statistik Indonesia menetapkan angka lama perjalanan
tidak lebih dari 6 bulan dan jarak tempuh paling sedikit 100 km
untuk perjalanan wisata. (Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata,
2003)
f. Definisi pariwisata dari dimensi spasial ini di Indonesia didefinisikan
sebagai kegiatan wisata, seperti yang tercantum dalam Undang-
Undang Kepariwisataan No. 10 tahun 2009 pasal 1, yaitu kegiatan
perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang
dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi,
pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik
wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara.
2. Dimensi Industri/Bisnis
Dari sisi supply, pariwisata lebih banyak dilihat sebagai
industri/bisnis. Definisi pariwisata yang dipandang dari dimensi
industri/bisnis memfokuskan pada keterkaitan antara barang dan jasa
untuk memfasilitasi perjalanan wisata.
Seaton and Bennett (1996) mendefinisikan pariwisata sebagai
kumpulan usaha yang menyediakan barang dan jasa untuk memfasilitasi
kegiatan bisnis, bersenang-senang, dan memanfaatkan waktu luang yang
dilakukan jauh dari lingkungan tempat tinggalnya.
..the aggregate of all businesses that directly provide goods or services to facilitate business, pleasure, and leisure activities away from the home environment.
-
Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau
Kabupaten Malang 2012
Universitas Brawijaya 12
Definisi pariwisata sebagai industri/bisnis inilah yang di dalam
Undang-Undang Kepariwisataan No. 10 tahun 2009 didefinisikan sebagai
pariwisata, yaitu berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai
fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha,
pemerintah, dan pemerintah daerah.
3. Dimensi Akademis
Dimensi akademis, mendefinisikan pariwisata secara lebih luas,
tidak hanya melihat salah satu sisi (supply atau demand), tetapi melihat
keduanya sebagai dua aspek yang saling terkait dan mempengaruhi satu
sama lain. Pariwisata dari dimensi ini didefinisikan sebagai studi yang
mempelajari perjalanan manusia keluar dari lingkungannya, juga termasuk
industri yang merespon kebutuhan manusia yang melakukan perjalanan,
lebih jauh lagi dampak yang ditimbulkan oleh pelaku perjalanan maupun
industri terhadap lingkungan sosial budaya, ekonomi, maupun lingkungan
fisik setempat. Definisi tersebut dikemukakan oleh Jafar Jafari, 1977
(Gartner, 1996).
Tourism is a study of man away from his usual habitat, of the industry which responds to his needs and of the impacts that both he and the industry have on the host sosiocultural, economic and physical environment.
Definisi Jafar Jafari ini mengeliminasi dimensi spasial sebagai faktor
pembatas perjalanan wisata. Definisi tersebut menyatakan bahwa begitu
seseorang melakukan perjalanan meninggalkan lingkungannya (tempat
tinggal, tempat kerja), dia sudah dinyatakan melakukan perjalanan wisata.
4. Dimensi Sosial Budaya
Definisi pariwisata dari dimensi sosial budaya menitikberatkan
perhatian pada:
Pertama, upaya memenuhi kebutuhan wisatawan dengan berbagai
karakteristiknya, seperti definisi yang dikemukakan oleh Mathieson and
Wall dalam Gunn, (2002) berikut ini:
-
Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau
Kabupaten Malang 2012
Universitas Brawijaya 13
Tourism is the temporary movement of people to destinations outside their normal places of work and residence, the activities undertaken during their stay in those destinations, and the facilities created to cater to their needs.
Definisi lainnya juga dikemukakan oleh Chadwick, 1994 (ibid)
sebagai berikut:
identified three main concepts: the movement of people; a sector of the economy or industry; and a broad system of interacting relationship of people, their needs, and services that respond to these needs.
Kedua, interaksi antara elemen lingkungan fisik, ekonomi, dan
sosial budaya, seperti yang dikemukakan oleh Hunziker, 1951 (French,
Craig-Smith, Collier, 1995), yang mendefinisikan pariwisata sebagai
berikut :
.. the sum of the phenomena and relationship arising from the travel and stay of non-residents, in so far as the do not lead to permanent residence and are not connected with any earning activity.
Ketiga, kerangka sejarah dan budaya, seperti yang dikemukakan
oleh Mac Cannell (1992) berikut ini
Tourism is not just an aggregate of merely commercial activities; it is also
an ideological framing of history, nature and tradition; a framing that has
the power to reshape culture and nature to its own needs.
Definisi pariwisata dari dimensi akademis dan dimensi sosial budaya
yang memandang pariwisata secara lebih luas, di Indonesia dikenal
dengan istilah kepariwisataan (UU No. 10 tahun 2009 tentang
Kepariwisataan), yaitu keseluruhan kegiatan yang terkait dengan
pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul
sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi antara
wisatawan dan masyarakat setempat, sesama wisatawan, pemerintah
pusat, pemerintah daerah, dan pengusaha.
Berdasarkan definisi-definisi yang dijelaskan di atas, dapat
dikemukakan bahwa elemen-elemen penting yang menjadi fokus
-
Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau
Kabupaten Malang 2012
Universitas Brawijaya 14
perhatian pada istilah pariwisata untuk masing-masing dimensi adalah
sebagaimana tabel di bawah ini:
Tabel 2.1
Elemen Penting Pariwisata Berdasarkan Dimensi
Pariwisata
DIMENSI SPASIAL DIMENSI INDUSTRI/
BISNIS
DIMENSI AKADEMIS DIMENSI SOSIAL BUDAYA
Perjalanan manusia ke luar lingkungan tempat tinggal dan tempat kerjanya
Waktu sementara
Keterkaitan antara barang dan jasa untuk membentuk pengalaman berwisata
Perjalanan manusia ke luar lingkungan yang biasa ditinggalinya
Industri untuk melayani kebutuhan wisatawan
Dampak yang ditimbulkan
Pemenuhan kebutuhan wisatawan
Interaksi antara lingkungan fisik, ekonomi, sosial budaya
Kerangka pembentuk sejarah, alam, dan budaya
Sumber : McChanell, 1992
Berpijak dari definisi-definisi tersebut, dapat diambil satu
kesimpulan tentang definisi pariwisata, yaitu:
Sistem yang mengaitkan antara lingkungan fisik, ekonomi, dan
sosial budaya, dan industri dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan
perjalanan seseorang yang dilakukan ke luar lingkungan tempat tinggal
atau tempat kerjanya dengan motivasi selain mencari nafkah di tempat
tujuannya, dan sekaligus mempertimbangkan dampak yang ditimbulkan
terhadap alam dan budaya.
2.2. Definisi Desa Wisata (village tourism)
Desa Wisata (village tourism) adalah suatu wilayah pedesaan yang
memiliki potensi keunikan dan daya tarik wisata yang khas, baik berupa
karakter fisik lingkungan alam pedesaan maupun kehidupan sosial budaya
-
Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau
Kabupaten Malang 2012
Universitas Brawijaya 15
kemasyarakatan. Selain itu juga dikelola dan dikemas secara menarik dan
alami dengan pengembangan fasilitas pendukung wisata dalam suatu tata
lingkungan yang harmonis serta terencana sehingga siap untuk menerima
kunjungan wisata.
Menurut Pariwisata Inti Rakyat (PIR), yang dimaksud dengan Desa
Wisata adalah suatu kawasan pedesaan yang menawarkan keseluruhan
suasana yang mencerminkan keaslian pedesaan baik dari kehidupan
sosial ekonomi, sosial budaya, adat istiadat, keseharian, memiliki
arsitektur bangunan dan struktur tata ruang desa yang khas, atau
kegiatan perekonomian yang unik dan menarik serta mempunyai potensi
untuk dikembangkannya berbagai komponen kepariwisataan, misalnya :
atraksi, akomodasi, makanan-minuman, dan kebutuhan wisata lainnya.
Berdasarkan hal tersebut, pembangunan desa wisata ini merupakan
realisasi dari pelaksanaan Undang-Undang Otonomi Daerah (UU. No.
22/99). Oleh karena itu setiap Kabupaten perlu memprogramkan
pembangunan desa wisata di daerahnya, sesuai dengan pola PIR tersebut.
2.2.1. Komponen Utama Desa Wisata
Terdapat dua konsep yang utama dalam komponen desa wisata
menurut Edward Inskeep, yaitu :
1) Akomodasi : sebagian dari tempat tinggal para penduduk
setempat dan atau unit-unit yang berkembang atas konsep tempat
tinggal penduduk.
2) Atraksi : seluruh kehidupan keseharian penduduk setempat
beserta setting fisik lokasi desa yang memungkinkan
berintegrasinya wisatawan sebagai partisipasi aktif seperti : kursus
tari, bahasa dan lain-lain yang spesifik.
Edward Inskeep dalam Tourism Planning An Integrated and
Sustainable Development Approach, memberikan definisi bahwa;
-
Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau
Kabupaten Malang 2012
Universitas Brawijaya 16
Village Tourism, where small groups of tourist stay in or near
traditional, often remote villages and learn about village life and the
local environment.
Inskeep juga mengatakan wisata pedesaan dimana sekelompok
kecil wisatawan tinggal dalam atau dekat dengan suasana tradisional,
sering di desa-desa yang terpencil dan belajar tentang kehidupan
pedesaan dan lingkungan setempat.
Penjabaran konsep Access, Attractions dan Amenities guna dirujuk
dalam pembahasan
A. Definisi Akses
Dalam pariwisata, 'akses' istilah mengambil banyak bentuk
karena perubahan dalam konteks yang berbeda. Ini konteks dan
isu-isu yang timbul dari mereka sering tumpang tindih (Chris Veitch,
2004):
Kecacatan mungkin paling akrab konteks mengenai akses di
sektor pariwisata. Masalah paling umum di sini adalah hambatan
fisik dan sikap pelayanan. Namun, akses dan cacat juga terkait
dengan isu-isu sosial yang lebih luas, seperti stereotip , serta
keyakinan bahwa perubahan dan beradaptasi produk untuk
membuatnya dapat diakses dan tidak perlu mahal karena
permintaan yang terbatas. Sementara banyak orang penyandang
cacat mampu untuk pergi berlibur, pilihan mereka terbatas
karena dibatasi kesempatan.
Inklusi sosial . Kebijakan pemerintah saat ini bertujuan untuk
mengatasi hambatan untuk holiday taking antara mereka bagian
dari populasi yang berada pada tidak hadir untuk menikmati
akses ke pariwisata dan rekreasi. Sepenuhnya-inklusif pariwisata
tidak hanya bentuk penting untuk memastikan kesempatan yang
sama, juga menawarkan potensi untuk memperluas pasar dan
-
Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau
Kabupaten Malang 2012
Universitas Brawijaya 17
memperpanjang musim. Dalam konteks ini sejumlah kelompok-
kelompok yang berbagi beberapa hambatan umum.
Populasi yang menua . Jumlah orang diperkirakan akan
meningkat lebih dari 3,5 juta dalam 15 tahun mendatang, untuk
membentuk 30% dari populasi. Meskipun diakui bahwa
kelompok ini akan memiliki lebih banyak pendapatan pakai
daripada di masa lalu, juga kasus yang banyak yang akan tidak
mampu membayar hari libur atau istirahat, terutama orang-
orang terpengaruh oleh masalah pensiun.
Ketenagakerjaan . Pariwisata adalah perusahaan terbesar
kelima di Inggris, mendukung sekitar 2.1m pekerjaan. Namun
orang-orang penyandang cacat masih mengalami sikap
diskriminatif dari majikan. Jadi persepsi sosial, daripada cacat itu
sendiri, dipandang sebagai hambatan kunci untuk kerja.
Transportasi . Kemampuan untuk mendapatkan dari satu
tempat ke tempat lain dapat menjadi penghalang mendasar
untuk mengakses pariwisata.
Masalah perkotaan dan pedesaan . Kota dan kota-kota oleh
alam mereka, organisasi dan perencanaan, merupakan
lingkungan semakin kompleks, terutama untuk orang dengan
gangguan.Dalam konteks ini adalah mungkin untuk mengenali
sejumlah hambatan untuk akses yang berhubungan dengan
skala dan sifat perkembangan. Beberapa hambatan fisik yang
nyata, seperti biaya dan ketersediaan transportasi umum,
sementara yang lain yang dirasakan, seperti jenis tertentu dari
perkembangan kota dan ruang. Demikian pula, dalam pedesaan,
ada konteks yang berbeda dari aksesibilitas yang melibatkan
akses fisik serta rasa tidak dimiliki, terutama umum di kalangan
orang-orang dari beberapa kelompok etnis. Dalam kedua kasus,
pemerintah lokal dan perencana perlu lebih sensitif terhadap
pengertian tentang aksesibilitas.
-
Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau
Kabupaten Malang 2012
Universitas Brawijaya 18
Publik / swasta . Penciptaan ruang rekreasi baru harus sesuai
dengan kebutuhan seluruh masyarakat, bukan segmen pasar
tertentu. Perkembangan kebutuhan ruang tersebut, karena itu,
untuk melibatkan masyarakat dan merangkul pendekatan
inklusif.
Pemasaran dan informasi . Pemasaran pesan menggunakan
gambar dan kata-kata ditargetkan pada khalayak yang spesifik,
dapat merupakan penghalang jika kelompok-kelompok tertentu
merasa mereka tidak terwakili oleh mereka dan, karenanya, tidak
diterima. Akses ke informasi tentang produk tersebut juga bisa
menjadi penghalang jika tidak tersedia dalam format alternatif,
misalnya brosur cetak besar, website diakses, textphones dan
sebagainya.
B. Definisi Attractions
Untuk menggambarkan suatu Atraksi Wisatawan tidaklah
sederhana. Di sini adalah dua definisi:
a. Suatu kondisi fisik atau corak budaya tempat tertentu yang
individu pelancong atau wisatawan merasa mampu untuk
bertemu satu atau lebih kebutuhan terkait dengan kesenangan
spesifik mereka. seperti corak atau mungkin berkenaan dengan
lingkungan secara alami (misalnya. iklim, kultur, tumbuh-
tumbuhan atau pemandangan), atau mereka mungkin (adalah)
dikhususkan untuk suatu penempatan, seperti suatu capaian
teater, suatu musium atau air terjun.
b. Hal positif atau atribut baik dari suatu area untuk aktivitas
ditentukan atau satuan aktivitas yang diinginkan oleh wisatawan
ditentukan atau pasar, mencakup iklim, pemandangan, aktivitas,
kultur.
1. Atraksi laki-laki yang dibuat adalah phisik struktur (Misalnya
Jembatan Suramadu,dll) atau festival-festival.
-
Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau
Kabupaten Malang 2012
Universitas Brawijaya 19
2. Atraksi alami adalah gejala [dianggap/disebut] tidak biasa dan /
atau indah
3. Atraksi sekunder mempunyai pendekatan wisatawan, tetapi
bukanlah alasan yang utama untuk mengunjungi suatu
penempatan.
4. Suatu atraksi hal negatif adalah suatu atribut dari suatu area
yang [tuju/ cenderung] untuk membuat pelanggan beberapa
atau pasar tidak memilih untuk mengunjungi perihal polusi
contoh atau kejahatan.
2.2.2. Pendekatan Pengembangan Desa Wisata
Pengembangan dari desa wisata harus direncanakan secara
hati-hati agar dampak yang timbul dapat dikontrol. Berdasar dari
penelitian dan studi-studi dari UNDP/WTO dan beberapa
konsultan Indonesia, dicapai dua pendekatan dalam menyusun
rangka kerja/konsep kerja dari pengembangan sebuah desa
menjadi desa wisata, yaitu melalui pendekatan pasar dan
pendekatan fisik.
Pertama, Pendekatan Pasar untuk Pengembangan Desa
Wisata antara lain sebagai berikut ;
a. Interaksi tidak langsung
Model pengembangan didekati dengan cara bahwa desa
mendapat manfaat tanpa interaksi langsung dengan wisatawan.
Bentuk kegiatan yang terjadi semisal : penulisan buku-buku
tentang desa yang berkembang, kehidupan desa, arsitektur
tradisional, latar belakang sejarah, pembuatan kartu pos dan
sebagainya.
b. Interaksi setengah langsung
Bentuk-bentuk one day trip yang dilakukan oleh wisatawan,
kegiatan-kegiatan meliputi makan dan berkegiatan bersama
penduduk dan kemudian wisatawan dapat kembali ke tempat
-
Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau
Kabupaten Malang 2012
Universitas Brawijaya 20
akomodasinya. Prinsip model tipe ini adalah bahwa wisatawan
hanya singgah dan tidak tinggal bersama dengan penduduk.
c. Interaksi Langsung
Wisatawan dimungkinkan untuk tinggal/bermalam dalam
akomodasi yang dimiliki oleh desa tersebut. Dampak yang terjadi
dapat dikontrol dengan berbagai pertimbangan yaitu daya
dukung dan potensi masyarakat setempat. Alternatif lain dari
model ini adalah penggabungan dari model pertama dan kedua.
(UNDP and WTO. 1981).
Kedua, Pendekatan Fisik Pengembangan Desa Wisata
dimana pendekatan ini merupakan solusi yang umum dalam
mengembangkan sebuah desa melalui sektor pariwisata dengan
menggunakan standar-standar khusus dalam mengontrol
perkembangan dan menerapkan aktivitas konservasi.
Mengonservasi sejumlah rumah yang memiliki nilai budaya
dan arsitektur yang tinggi dan mengubah fungsi rumah tinggal
menjadi sebuah museum desa untuk menghasilkan biaya untuk
perawatan dari rumah tersebut. Contoh pendekatan dari tipe
pengembangan model ini adalah Desa Wisata di Koanara, Flores.
Desa wisata yang terletak di daerah wisata Gunung Kelimutu ini
mempunyai aset wisata budaya berupa rumah-rumah tinggal
yang memiliki arsitektur yang khas. Dalam rangka
mengkonservasi dan mempertahankan rumah-rumah tersebut,
penduduk desa menempuh cara memuseumkan rumah tinggal
penduduk yang masih ditinggali. Untuk mewadahi kegiatan
wisata di daerah tersebut dibangun juga sarana wisata untuk
wisatawan yang akan mendaki Gunung Kelimutu dengan fasilitas
berstandar resor minimum dan kegiatan budaya lain.
Mengkonservasi keseluruhan desa dan menyediakan lahan
baru untuk menampung perkembangan penduduk desa tersebut
dan sekaligus mengembangkan lahan tersebut sebagai area
-
Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau
Kabupaten Malang 2012
Universitas Brawijaya 21
pariwisata dengan fasilitas-fasilitas wisata. Contoh pendekatan
pengembangan desa wisata jenis ini adalah Desa Wisata Sade, di
Lombok.
Mengembangkan bentuk-bentuk akomodasi di dalam wilayah
desa tersebut yang dioperasikan oleh penduduk desa tersebut
sebagai industri skala kecil. Contoh dari bentuk pengembangan
ini adalah Desa Wisata Wolotopo di Flores. Aset wisata di daerah
ini sangat beragam antara lain : kerajinan tenun ikat, tarian
adat, rumah-rumah tradisional dan pemandangan ke arah laut.
Wisata di daerah ini dikembangkan dengan membangun sebuah
perkampungan skala kecil di dalam lingkungan Desa Wolotopo
yang menghadap ke laut dengan atraksi-atraksi budaya yang
unik. Fasilitas-fasilitas wisata ini dikelola sendiri oleh penduduk
desa setempat. Fasilitas wisata berupa akomodasi bagi
wisatawan, restaurant, kolam renang, peragaan tenun ikat,
plaza, kebun dan dermaga perahu boat.
2.2.3. Kriteria Desa Wisata
Pada Pendekatan Pasar ini diperlukan beberapa kriteria
yaitu :
a. Atraksi wisata; yaitu semua yang mencakup alam, budaya
dan hasil ciptaan manusia. Atraksi yang dipilih adalah yang
paling menarik dan atraktif di desa.
b. Jarak Tempuh; adalah jarak tempuh dari kawasan wisata
terutama tempat tinggal wisatawan dan juga jarak tempuh dari
ibukota provinsi dan jarak dari ibukota kabupaten.
c. Besaran Desa; menyangkut masalah-masalah jumlah
rumah, jumlah penduduk, karakteristik dan luas wilayah desa.
Kriteria ini berkaitan dengan daya dukung kepariwisataan pada
suatu desa.
-
Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau
Kabupaten Malang 2012
Universitas Brawijaya 22
d. Sistem Kepercayaan dan kemasyarakatan; merupakan
aspek penting mengingat adanya aturan-aturan yang khusus
pada komunitas sebuah desa. Perlu dipertimbangkan adalah
agama yang menjadi mayoritas dan sistem kemasyarakatan yang
ada.
e. Ketersediaan infrastruktur; meliputi fasilitas dan pelayanan
transportasi, fasilitas listrik, air bersih, drainase, telepon dan
sebagainya.
Masing-masing kriteria digunakan untuk melihat karakteristik
utama suatu desa untuk kemudian menetukan apakah suatu
desa akan menjadi desa dengan tipe berhenti sejenak, tipe one
day trip atau tipe tinggal inap.
Pada sisi lain kriteria suatu desa dapat dikembangan menjadi
desa wisata, apabila memiliki beberapa faktor-faktor pendukung
antara lain; (1) Memiliki potensi produk dan daya tarik, (2)
memiliki dukungan sumber daya manusia (SDM), (3) motivasi
kuat dari masyarakat, (4) memiliki dukungan sarana dan
prasarana yang memadai, (5) mempunyai fasilitas pendukung
kegiatan wisata, (6) mempunyai kelembagaan yang mengatur
kegiatan wisata, dan (7) ketersediaan lahan/area yang
dimungkinkan untuk dikembangkan menjadi tujuan wisata
(Kemenparekraf).
2.2.4. Prinsip dasar dari pengembangan desa wisata
Agar pengelolaan dan pembentukan desa wisata tidak
kontraproduktif dengan konsep Kemenparekraf dan pemerintah
Kabupaten Malang, maka beberapa prinsip pembentukan desa
wisata antara lain; pertama mengembangkan berbagai potensi
desa (alam dan social budaya) serta sarana dan prasarana
masyarakat setempat secara arif dan berkelanjutan, sehingga
dapat melindungi warisan alam dan budaya local. Kedua,
-
Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau
Kabupaten Malang 2012
Universitas Brawijaya 23
menguntungkan masyarakat setempat dalam berbagai aspek,
baik ekonomi, social dan budaya, sehingga eksistensi desa
wisata dapat terus dipertahankan secara mandiri. Ketiga, skala
pembentukan desa wisata yang sesuai dengan kemampuan dan
potensi desa, sehingga memungkinkan untuk terjalinnya
hubungan timbal balik dengan masyarakat setempat. Keempat,
pengelolaan desa wisata dilakukan secara partisipatif dengan
melibatkan masyarakat setempat. Kelima menerapkan
pengembangan produk wisata pedesaan.
Pengembangan fasilitas-fasilitas wisata dalam skala kecil
beserta pelayanan di dalam atau dekat dengan desa.
Fasilitas-fasilitas dan pelayanan tersebut dimiliki dan
dikerjakan oleh penduduk desa, salah satu bisa bekerja sama
atau individu yang memiliki.
Pengembangan desa wisata didasarkan pada salah satu
sifat budaya tradisional yang lekat pada suatu desa atau sifat
atraksi yang dekat dengan alam dengan pengembangan desa
sebagai pusat pelayanan bagi wisatawan yang mengunjungi
kedua atraksi tersebut.
2.2.5. Jenis Wisatawan Pengunjung Desa Wisata
Karena bentuk wisata pedesaan yang khas maka diperlukan
suatu segmen pasar tersendiri. Terdapat beberapa tipe
wisatawan yang akan mengunjungi desa wisata ini yaitu :
a. Wisatawan Domestik
Wisatawan domestik ; terdapat tiga jenis pengunjung
domestik yaitu :
Pertama, wisatawan atau pengunjung rutin yang tinggal di
daerah dekat desa tersebut. Motivasi kunjungan : mengunjungi
kerabat, membeli hasil bumi atau barang-barang kerajinan. Pada
-
Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau
Kabupaten Malang 2012
Universitas Brawijaya 24
perayaan tertentu, pengunjung tipe pertama ini akan memadati
desa wisata tersebut.
Kedua, wisatawan dari luar daerah (luar propinsi atau luar
kota), yang transit atau lewat dengan motivasi, membeli hasil
kerajinan setempat.
Ketiga, wisatawan domestik yang secara khusus
mengadakan perjalanan wisata ke daerah tertentu, dengan
motivasi mengunjungi daerah pedesaan penghasil kerajinan
secara pribadi.
b. Wisatawan Manca Negara
Wisatawan yang suka berpetualang dan berminat khusus
pada kehidupan dan kebudayaan di pedesaan. Umumnya
wisatawan ini tidak ingin bertemu dengan wisatawan lainnya dan
berusaha mengunjungi kampung dimana tidak begitu banyak
wisatawan asing.
Wisatawan yang pergi dalam grup (di dalam suatu biro
perjalanan wisata). Pada umumnya mereka tidak tinggal lama di
dalam kampung dan hanya tertarik pada hasil kerajinan
setempat.
Wisatawan yang tertarik untuk mengunjungi dan hidup di
dalam kampung dengan motivasi merasakan kehidupan di luar
komunitas yang biasa dihadapinya.
2.2.6. Tipe Desa Wisata
Menurut pola, proses dan tipe pengelolanya desa atau
kampung wisata di Indonesia sendiri, terbagi dalam dua bentuk
yaitu tipe terstruktur dan tipe terbuka.
a. Tipe terstruktur (enclave)
Tipe terstruktur ditandai dengan karakter-karakter sebagai
berikut :
-
Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau
Kabupaten Malang 2012
Universitas Brawijaya 25
Lahan terbatas yang dilengkapi dengan infrastruktur yang
spesifik untuk kawasan tersebut. Tipe ini mempunyai kelebihan
dalam citra yang ditumbuhkannya sehingga mampu menembus
pasar internasional.
Lokasi pada umumnya terpisah dari masyarakat atau
penduduk lokal, sehingga dampak negatif yang ditimbulkannya
diharapkan terkontrol. Selain itu pencemaran sosial budaya yang
ditimbulkan akan terdeteksi sejak dini.
Lahan tidak terlalu besar dan masih dalam tingkat
kemampuan perencanaan yang integratif dan terkoordinir,
sehingga diharapkan akan tampil menjadi semacam agen untuk
mendapatkan bantuan dana dari pihak manapun yang tidak
membebani desa tersebut.
Contoh dari kawasan atau perkampungan wisata jenis ini
adalah kawasan desa wisata Kasongan Kabupaten Bantul dan
beberapa kawasan wisata di Kabupaten Sleman. Pedesaan
tersebut diakui sebagai suatu pendekatan yang tidak saja
berhasil secara nasional, melainkan juga pada tingkat
internasional. Pemerintah Indonesia mengharapkan beberapa
tempat di Indonesia yang tepat dapat dirancang dengan konsep
yang serupa.
b. Tipe Terbuka (spontaneus)
Tipe ini ditandai dengan karakter-karakter yaitu tumbuh
menyatunya kawasan dengan struktur kehidupan, baik ruang
maupun pola dengan masyarakat lokal. Distribusi pendapatan
yang didapat dari wisatawan dapat langsung dinikmati oleh
penduduk lokal, akan tetapi dampak negatifnya cepat menjalar
menjadi satu ke dalam penduduk lokal, sehingga sulit
dikendalikan. Contoh dari tipe perkampungan wisata jenis ini
adalah kawasan desa wisata Kasongan Kabupaten Bantul dan
beberapa kawasan wisata di Kabupaten Sleman.
-
Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau
Kabupaten Malang 2012
Universitas Brawijaya 26
2.2.7. Persyaratan Desa Wisata.
Merujuk kepada definisi desa wisata, desa-desa yang bisa
dikembangkan dalam program desa wisata akan memberikan
contoh yang baik bagi desa lainnya, penetapan suatu desa
dijadikan sebagai desa wisata harus memenuhi persyaratan-
persyaratan, antara lain sebagai berikut :
a. Aksesbilitasnya baik, sehingga mudah dikunjungi
wisatawan dengan menggunakan berbagai jenis alat
transportasi.
b. Memiliki obyek-obyek menarik berupa alam, seni budaya,
legenda, makanan local, dan sebagainya untuk dikembangkan
sebagai obyek wisata.
c. Masyarakat dan aparat desanya menerima dan
memberikan dukungan yang tinggi terhadap desa wisata serta
para wisatawan yang datang ke desanya.
d. Keamanan di desa tersebut terjamin.
e. Tersedia akomodasi, telekomunikasi, dan tenaga kerja
yang memadai.
f. Beriklim sejuk atau dingin.
g. Berhubungan dengan obyek wisata lain yang sudah
dikenal oleh masyarakat luas.
-
Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau
Kabupaten Malang 2012
Universitas Brawijaya 27
BAB. III METODE PENELITIAN
3.1. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksplorasi, di mana akan
melakukan ekplorasi terhadap pembentukan desa wisata Desa Selorejo,
Kecamatan Dau, Kabupaten Malang. Penelitian eksplorasi diartikan oleh
(Moleong, 2002) sebagai a process of determining whether a social
intervention has produced the intended result. Penelitian ini ditujukan
untuk mengetahui potensi dan tantangan dalam pembentukan desa wisata
Desa Selorejo, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang di Kecamatan
Poncokusumo Kabupaten Malang. Penelitian ini dilakukan dengan
pendekatan kualitatif dekriptif.
Penelitian kualitatif dimaksudkan sebagai jenis penelitian yang
temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk
hitungan lainnya. Metode kualitatif dapat digunakan untuk mengungkap
dan memahami sesuatu di balik fenomena yang sedikit pun belum
diketahui. Metode ini dapat juga digunakan untuk mendapatkan wawasan
tentang sesuatu yang baru sedikit diketahui. Demikian pula metode
kualitatif dapat memberi rincian yang kompleks tentang fenomena yang
sulit diungkapkan oleh metode kuantitatif (Strauss dan Corbin, 2003).
Pemilihan metode kualitatif karena dalam penerapannya metode ini
bertumpu pada berbagai aliran, tradisi, atau orientasi yang kesemuanya
menekankan pentingnya pengembangan dan penyusunan teori yang
ditandai oleh strategi induktif-empiris. Hal ini berbeda dengan pendekatan
kuantitatif yang bertumpukan pada deduksi logis berdasarkam asumsi-
asumsi apriori. Ancangan kualitatif senantiasa berakar pada kenyataan
empiris, walaupun dapat saja dipahami oleh berbagai tradisi dan orientasi
pemikiran yang berbeda- beda.
Keunggulan metode kualitatif lainnya, adalah strategi penyelidikan
yang naturalis dan induktif dalam mendekati suatu suasana (setting)
-
Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau
Kabupaten Malang 2012
Universitas Brawijaya 28
tanpa hipotesis-hipotesis yang ditentukan sebelumnya, teori muncul justru
dari pengalaman kerja lapangan dan berakar (grounded) dalam data
(Strauss,2003). Dilihat dari historis penggunaan metode kualitatif
pertama-tama dikenal dalam studi-studi dari Chicago school ditahun 1910-
1940. Selama periode itu peneliti-peneliti universitas tersebut
menghasilkan penelitian-penelitian dengan pengamatan terlibat
(participant observation) dan berdasarkan catatan-catatan pribadi
(personel document). Sampai dengan tahun 1960-an, masyarakat ilmiah
telah terbiasa dengan metode participant observation, in-depth interview,
dan personel dokumen.
Selanjutnya, penelitian eksplorasi ditujukan untuk: Pertama,
mengumpulkan informasi aktual secara terperinci yang melukiskan gejala-
gejala yang ada. Kedua, mengidentifikasi masalah dengan memeriksa
data-data yang diperlihatkan kondisi dan praktik-praktik yang berlaku.
Ketiga, melakukan evaluasi atau (jika mungkin) membuat komparasi.
3.2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Selorejo, Kecamatan Dau,
Kabupaten Malang. Alasan Pemilihan lokasi penelitian pembentukan desa
wisata ini mengacu pada Program mata Kuliah Ekologi Pariwisata yang
dibuat oleh mahasiswa jurusan Hospitality and Tourism (Bisnis Pariwisata)
Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya yaitu di Desa Selorejo,
Kecamatan Dau, Kabupaten Malang. Selain itu, Desa Desa Selorejo, dalam
perkembangannya memiliki berbagai potensi alam, seni, budaya dan
agrowisata yang dapat dikembangkan menjadi obyek wisata.
3.3. Sumber Data/ Informan
Dalam penelitian kualitatif menurut Lofland dalam Moleong (2002),
sumber data utama adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data
tambahan seperti sumber data tertulis, foto dan statistik. Sumber-sumber
data dalam penelitian ini adalah:
-
Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau
Kabupaten Malang 2012
Universitas Brawijaya 29
1. Informan, kata-kata dan tindakan dari informan yang diamati atau
diwawancarai merupakan sumber utama dalam penelitian ini. Sumber
utama dicatat melalui catatan tertulis. Sebagai sumber utama data
utama dipilih secara purposive dan diseleksi berdasarkan atas subyek
yang menguasai permasalahan, memiliki data, dan bersedia
memberikan data yang benar-benar relevan, kompeten dengan
masalah yang diteliti berupa keterangan, cerita atau uraian kata yang
bermakna dan bernuansa untuk mengungkap potensi wisata di Desa
Desa Selorejo, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang. Dalam hal ini
sumber informan yang dipakai sebagai sumber informasi, yaitu:
kepala desa, sekretaris desa, perangkat desa, tokoh masyarakat, dan
masyarakat di Desa Desa Selorejo, Kecamatan Dau, Kabupaten
Malang.
2. Dokumen/sumber tertulis, Moleong (2002) menyatakan bahwa
dokumen sudah lama digunakan dalam penelitian sebagai sumber
data karena dalam banyak hal dokumen sebagai sumber data dapat
dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan, bahkan untuk
meramalkan. Dokumen/sumber tertulis merupakan bahan tambahan
yang berasal dari buku, majalah ilmiah, sumber dari arsip, dokumen
pribadi dan dokumen resmi. Dokumen sebagai sumber data lainnya
bersifat melengkapi data utama dan bersifat relevan dengan masalah
dan fokus penelitian berupa dokumen-dokumen yang berkaitan
dengan hasil-hasil pertemuan dan keputusan-keputusan rapat, dan
foto-foto. Sumber data ini untuk melengkapi hasil wawancara dan
pengamatan terhadap tempat dan peristiwa.
3.4. Tahap dan Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini, melalui tiga tahap kegiatan
yang akan dilakukan oleh peneliti sendiri, sebagai berikut:
1). Memasuki lokasi penelitian (Getting In)
-
Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau
Kabupaten Malang 2012
Universitas Brawijaya 30
Pengumpulan data dan informasi dapat dilakukan dengan baik, maka
peneliti bertindak sebagai orang yang tidak dikenal, terlebih dahulu
harus melapor dan memperkenalkan diri kepada pejabat yang
berwenang dengan disertai surat penelitian ataupun kajian yang
selanjutnya mengungkapkan maksud dan tujuan peneliti, sekaligus
meminta ijin sebagai tanda bahwa peneliti benar-benar melakukan
penelitian ataupun kajian.
Pada tahap ini peneliti berinteraksi dan beradaptasi pada sumber data,
agar dapat mengenal lebih dekat dengan lingkungan penelitian, dan
menjalin hubungan yang erat, etis dan simpatik. Peneliti berperilaku
sopan dan santun, baik tutur bahasa maupun dalam tingkah laku.
Pada tahap ini, yang paling diutamakan adalah bagaimana peneliti
dapat diterima dalam lingkungan penelitian pada saat memasuki lokasi
penelitian. Hubungan yang perlu dibina berupa rapport (rapor).
Rapport adalah hubungan antara peneliti dan subyek yang sudah
melebur sehingga seolah-olah tidak ada lagi dinding pemisah di antara
keduanya (Moleong, 2002). Dengan demikian subyek dengan sukarela
dapat menjawab pertanyaan atau memberikan informasi yang
diperlukan oleh peneliti.
2). Ketika berada di lokasi penelitian
Sewaktu berada pada lokasi penelitian mau tidak mau peneliti akan
terjun kedalamnya dan akan ikut berperan serta didalamnya. Pada
tahap ini peneliti membaur dengan situasi tempat yang diteliti dan
menjalin hubungan yang lebih akrab secara pribadi dengan informan
kunci pada penelitian. Peneliti menyesuaikan diri dan mengikuti
ketentuan peraturan yang berlaku di lokasi penelitian dengan kondisi
yang akrab, peneliti melakukan pengamatan secara langsung,
berdiskusi, dan tukar-menukar informasi.
3). Pengumpulan Data (Logging Data)
Dalam penelitian kualitatif, peneliti sendirilah yang menjadi instrumen
utama yang terjun ke lapangan serta berusaha sendiri mengumpulkan
-
Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau
Kabupaten Malang 2012
Universitas Brawijaya 31
informasi melalui observasi dan wawancara. Alat bantu yang
digunakan berupa: catatan lapangan, tape recorder, kamera foto, dan
alat lain yang dianggap perlu. Pengumpulan data dalam penelitian ini,
menggunakan teknik sebagai berikut :
a) Observasi (pengamatan), Teknik ini dilakukan melalui kegiatan
pengamatan dan pencatatan secara langsung di lapangan terhadap
obyek penelitian sehingga memperoleh data yang aktual dari
sumber data. Ini dilakukan dengan mengamati baik terlibat secara
langsung maupun tidak langsung guna memudahkan perolehan
data yang diinginkan.
b) Wawancara secara mendalam (Indepth Interview), Wawancara
yang dilakukan oleh peneliti tidak bersifat mengarahkan atau
melakukan intervensi terhadap pandangan informan. Peneliti
memanfaatkan pengetahuannya secara profesional untuk
memahami dan menjelaskan suatu hal, kejadian, mengembangkan
imajinasi dan daya nalar untuk dapat mengungkap apa yang
disampaikan, tindakan apa yang dilakukan, apa yang dirasakan,
serta kerangka mental dari dalam yang dimiliki subyek (emic). Atas
dasar emic yang diperoleh tersebut, peneliti mencoba memahami,
menafsirkan dan membuat pemaknaan baru atas worldview
peneliti. Dengan tehnik ini, peneliti telah dapat memperoleh
informasi yang diperlukan berkaitan dengan pembentukan desa
wisata. Wawancara telah dilakukan baik secara terbuka maupun
secara terstruktur. Dan pertanyaan yang diberikan berfokus pada
permasalahan sehingga informasi yang dikumpulkan cukup lengkap
dan mendalam. Wawancara mendalam dilakukan berkali-kali dan
membutuhkan waktu yang lama bersama informan di lokasi
penelitian (Bungin, 2007). Guna mempertajam hasil data,
dipergunakan pula wawancara yang tidak terstruktur, yakni peneliti
mengajukan pertanyaan secara bebas dan leluasa tanpa terikat
oleh susunan pertanyaan yang telah dibuat sebelumnya. Dalam
-
Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau
Kabupaten Malang 2012
Universitas Brawijaya 32
melakukan wawancara, tidak terbatas hanya di kantor saja tetapi
juga dilakukan dimanapun tempat yang telah disepakati. Hal ini
dimaksudkan agar lebih leluasa dalam menggali informasi yang
diperlukan tanpa terikat oleh waktu dan tempat.
c) Dokumentasi, Dokumen dalam penelitian ini dapat bersumber dari
dokumen pribadi, maupun dokumen resmi. Dokumen-dokumen
tersebut diamati, dicatat, atau difotokopi. Bahan-bahan panduan,
arsip-arsip, maupun data-data lain yang terkait dengan masalah
yang diteliti dikumpulkan peneliti untuk memperoleh kejadian nyata
tentang obyek yang diteliti. Untuk melengkapi hasil wawancara dan
pengamatan, peneliti melakukan pengumpulan dokumen potensi
yang bisa dikembangkan untuk pembentukan desa wisata.
d) Focus Group Discussion (FGD), yaitu melibatkan stakeholder
penting yang terkait dengan rencana pembentukan desa wisata
Desa Selorejo, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang. Melalui FGD
diharapkan diperlohen berbagai informasi penting yang tidak
mungkin diperoleh melalaui teknik yang lain.
3.5. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik analisis data kualitatif, mengikuti konsep yang diberikan Miles dan
Huberman dan Spradley.
Miles dan Huberman dalam Sugiyono (2009), mengemukakan
aktifitas dalam penelitian data kualitatif dilakukan secara interaktif dan
berlangsung secara terus menerus pada setiap tahapan penelitian
sehingga sampai tuntas, dan datanya sampai jenuh. Aktifitas dalam
analisis data ada tiga, yaitu: 1) Reduksi data, 2) Penyajian data, 3) dan
Pengambilan Kesimpulan.
Di dalam penelitian ekploratif, proses analisis dan interpretasi data
tidak hanya dilakukan pada akhir pengumpulan data atau berdiri sendiri,
namun secara simultan juga dilakukan pada saat pengumpulan data di
-
Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau
Kabupaten Malang 2012
Universitas Brawijaya 33
lapangan berlangsung, sehingga dalam penelitian kualitatif sering dikenal
sebagai proses siklus. Setelah mendapatkan informasi, dilakukan analisis
untuk mencari hipotesis kemudian dilakukan pengumpulan informasi
berikutnya. Ini dimaksudkan untuk memperoleh kesesuaian dengan
hipotesis sementara yang telah disusun, demikian terus berputar hingga
ditemukan puncak informasi atau kejenuhan data. Selanjutnya, kegiatan
dalam analisis data meliputi pencarian data, menatanya, membaginya
menjadi satuan-satuan yang dapat dikelola, mensintesanya, mencari pola,
menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari serta memutuskan
apa yang dilakukan.
Menurut Moleong (2002) yang dimaksud dengan metode kualitatif
adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data-data deskriptif
berupa kata-kata tertulis dan lisan dari orang-orang dan pelaku yang
diamati. Pencarian data-data dilakukan dengan metode induktif, yang
diberangkatkan dari fakta-fakta atau peristiwa umum kemudian ditarik
generalisasi yang bersifat khusus (Moleong, 2002). Sedangkan
pengelolaan datanya digunakan metode reflektif. Komponen-komponen
metode reflektif adalah: (a) perekaan, (b) penafsiran, (c) penilaian, (d)
deskripsi, (e) pemahaman; dan (g) analisa. Kemudian, masih menurut
Moleong (2002), dalam berpikir reflektif induksi akan diawali dari fakta-
fakta khusus dan menuju ke pernyataann umum yang menerangkan
fakta-fakta itu. Kemudian dari ekplanasi yang bersifat umum tersebut
diselidiki kembali fakta-fakta yang telah ada tadi untuk meyakinkan
kebenaran ekplanasi yang telah dirumuskan (verifikasi).
Pada tahap perumusan strategi pembentukan desa wisata di Desa
Selorejo Kecamatan Dau, peneliti menggunakan teknik analisis SWOT,
dengan teknik SWOT kita dapat mengetahui kekuatan, kelemahan,
ancaman dan peluang dalam pembentukan desa wisata di Desa Selorejo
Kecamatan Dau. Selanjutnya untuk merumuskan model desa wisata,
peneliti berpijak pada data hasil pemetaan potensi dan rumusan strategi
tersebut yang dielaborasi menjadi skema konsep yang lebih operasional.
-
Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau
Kabupaten Malang 2012
Universitas Brawijaya 34
BAB. IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. HASIL PENELITIAN
4.1.1. Kondisi Obyektif Daerah Penelitian
Pembangunan pariwisata mempunyai peranan penting
karena disamping sebagai penggerak perekonomian juga
diharapkan meningkatkan kesempatan kerja dan peningkatan
pendapatan masyarakat selain itu pariwisata juga merupakan
salah satu bentuk pemenuhan kebutuhan masyarakat akan
kepuasan terhadap hal-hal yang bersifat batiniah. Dalam
rangka memanfaatkan peluang pariwisata yang secara
prospektif dapat menguntungkan, maka diperlukan juga iklim
usaha yang kondusif agar dapat menjamin berlangsungnya
kegiatan pariwisata, serta membuka peluang investasi guna
meningkatkan aktifitas pariwisata.
Selanjutnya melalui pengelolaan berbagai potensi secara
optimal diharapkan akan dapat menarik dunia usaha untuk
melakukan kegiatan penanaman modal di Kabupaten Malang
dapat dipastikan bahwa aktivitas ekonomi akan meningkat dan
pada gilirannya akan mengangkat kesejahteraan masyarakat
dampaknya akan berpengaruh sekali terhadap peningkatan
pendapatan asli daerah.
Kabupaten Malang yang kondisi geografisnya terdiri
dari wilayah pegunungan dan dataran/ lembah serta perairan
pantai membentuk bentangan-bentangan alam yang indah
dengan patahan-patahan geologi yang menciptakan adanya air
terjun hamparan pantai yang luas dan berpasir putih, hal ini
memungkinkan sekali dipacunya pertumbuhan dan
pengembangan wilayah Kabupaten Malang berbasis pada
pariwisata dengan ditunjang oleh sumber daya alam dan
sektor-sektor ekonomi unggulan seperti pertanian peternakan
-
Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau
Kabupaten Malang 2012
Universitas Brawijaya 35
perikanan industri pertambangan dan pariwisata itu sendiri.
Pengembangan pariwisata dapat ditempuh melalui pengadaan
paket wisata, pengembangan jalur wisata, pengadaan sarana
dan prasarana penunjang pariwisata seperti hotel atau
penginapan serta peningkatan aksesbilitas dengan
meningkatkan kondisi jalan dan penyediaan sarana transportasi
menuju obyek wisata.
Desa Selorejo adalah salah satu desa di Kecamatan Dau
Kabupaten Malang yang terletak di bagian Barat Laut Wilayah
Kabupaten Malang.
a. Wilayah Administrasi
Desa Selorejo adalah salah satu desa di Kecamatan Dau
Kabupaten Malang. Adapun batas-batas wilayah Desa
Selorejo adalah sebagai berikut :
Utara : Desa Gading Kulon Kecamatan Dau
Timur : Desa Tegalweru Kecamatan Dau
Selatan : Desa Petung Sewu Kecamatan Dau
Barat : Hutan
Dengan luas wilayah 400 Ha yang terinci sebagai berikut:
Pemukiman/Pekarangan : 26,53 Ha
Bangunan Industri : 0,00 Ha
Tegal/Kebun : 285,47 Ha
Perkebunan : 0,00 Ha
Padang Rumput : 0,00 Ha
Rawa : 0,00 Ha
Hutan :0,00 Ha
Lainnya :30,00 Ha
b. Klimatologi
Desa Selorejo terletak di wilayah pegunungan dengan hawa
yang sejuk dengan suhu udara berkisar antara 200C hingga
-
Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau
Kabupaten Malang 2012
Universitas Brawijaya 36
220C. sedangkan rata- rata kelembapan nisby 20% dengan
curah hujan 2000 mm / tahun .
c. Pola Penggunaan Tanah
Pola penggunaan lahan di Desa Selorejo untuk lahan
terbangun hanya sekitar 400 ha dari seluruh pola
penggunaan lahan yang ada. Sisanya merupakan lahan yang
belum terbangun. Hal ini disebabkan karena wilayah Desa
Selorejo sebagian besar merupakan kawasan dengan
topografi yang cenderung berbukit, sehingga penggunaan
lahan didominasi oleh perkebunan dan pertanian.
Dari seluruh lahan yang ada pola penggunaan lahan di Desa
Selorejo terdiri dari 400 ha yang terbagi atas :
Pemukiman/Pekarangan 26,53 Ha, Bangunan Industri 0,00
Ha, Tegal/Kebun 285,47 Ha, Perkebunan 0,00 Ha, Padang
Rumput 0,00 Ha, Rawa 0,00 Ha, Tambak 0,00 Ha, Hutan
0,00 Ha, Lainnya 30,00 Ha Seperti dalam tabel dibawah ini:
Tabel 4.3 Pola Penggunaan Lahan desa Selorejo tahun 2008
No. Jenis Penggunaan Lahan
Jumlah (ha)
1 Pemukiman/Pekarangan 26,53
2 Bangunan Industri 0,00
3 Tegal/Kebun 285,47
4 Perkebunan 0,00
5 Padang Rumput 0,00
6 Rawa 0,00
7 Tambak 0,00
8 Hutan 0,00
9 Lainnya 30,00
Jumlah 342,0
d. Kependudukan
Jumlah penduduk Desa Selorejo pada Tahun 2008 sebanyak
3283 jiwa yang terdiri dari laki- laki sebanyak 1611 jiwa dan
perempuan sebanyak 1672 jiwa dan terdiri dari 1108 kepala
keluarga.
-
Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau
Kabupaten Malang 2012
Universitas Brawijaya 37
i. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian
Data tentang jumlah penduduk menurut pencaharian
diperlukan untuk mengetahui tingkat perekonomian penduduk di
Desa Selorejo, terutama dari mata pencaharian yang dominan.
Dengan demikian akan tergambar pola ekonomi penduduk maupun
tingkat pendapatannya.
Dilihat dari struktur mata pencaharian penduduk Desa Selorejo,
sebagian besar penduduknya bekerja di sektor perternakan. Kondisi
ini ditunjang oleh faktor potensi perternakan yang mendukung
untuk kegiatan perternakan. Dari data monografi desa terlihat
bahwa 30,4% penduduk desa Selorejo bekerja pada sektor
perternakan, hal ini ditunjukkan oleh rasio antara penduduk yang
bekerja di sector perternakan dan penduduk yang bekerja di sector
non perternakan. Penduduk yang bekerja pada sector non
perternakan tersebar di berbagai sector seperti Perkebunan,
Perikanan, Pedagang, PNS, TNI/Polri, Buruh Pabrik/Industri,
Penggalian/Penambangan, Buruh Tani, Buruh Bangunan, Jasa,
Lainnya.
Tabel 4.4.1 Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian Tahun 2008
No Jenis Pekerjaan Jumlah
1 Perkebunan 519
2 Perikanan 0
3 Perternakan 538
4 Pedagang 57
5 PNS 8
6 TNI/Polri 6
7 Buruh Pabrik/ Industri 0
8 Penggalian/Penambangan 0
9 Buruh Tani 541
10 Buruh Bangunan 64
11 Jasa 15
12 Lainnya 19
Jumlah 1.767
-
Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau
Kabupaten Malang 2012
Universitas Brawijaya 38
ii. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
Jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan digunakan
untuk menilai kualitas sumber daya manusia di wilayah Desa
Selorejo. Berdasarkan data jumlah penduduk menurut tingkat
pendidikan, jumlah tingkat pendidikan SD Laki-laki 158 orang
sedangkan perempuan 121 serta penduduk yang tidak tamat SD
sebanyak 627. sedangkan penduduk tamat SMP berjumlah 534
sedangkan penduduk tamat SMA berjumlah 290, seperti dalam
tabel dibawah ini:
Tabel 4.4.2 Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan tahun 2008
No Tingkat Pendidikan Jumlah
1 Tidak Tamat SD 627
2 SD 1.155
3 SMP 0
4 SMA 290
5 Tamat Perguruan Tinggi/Universitas 117
Jumlah 2.189
iii. Jumlah Penduduk Menurut Umur
Berdasarkan data tentang jumlah penduduk menurut umur
di Desa Selorejo, dapat diketahui bahwa jumlah penduduk usia
produktif lebih besar dari penduduk usia non produktif. Penduduk
yang mempunyai usia produktif di Desa Selorejo sebanyak 86,9%
dari jumlah penduduk.
Tabel 4.4.3 Jumlah Penduduk Menurut Umur tahun 2008
No Usia Jumlah Prosentase (%)
1 0->5 tahun 251 7,6
2 5-6 Tahun 76 2,3
3 7-15 Tahun 386 11,6
4 16-22 Tahun 310 9,3
5 23-59 Tahun 1948 58,7
6 ^0 Tahun Ke Atas 346 10,4
Jumlah 3,317
-
Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau
Kabupaten Malang 2012
Universitas Brawijaya 39
e. Potensi Desa Selorejo
1) Potensi Pertanian
Dari data penggunaan tanah Desa Selorejo yang telah
disampaikan diatas, penggunaan terbesar adalah pada sektor
Tegal/Kebun yaitu sebesar 285,47 ha.
Melihat kondisi diatas dapat dikatakan bahwa potensi
Tegal/Kebun di Desa Selorejo cukup besar. Dari data dari profil
desa dapat diketahui bahwa produksi terbesar dari sektor
Tegal/Kebun adalah produksi Sayuran.
Tabel 4.5.1 Potensi Pertanian tahun 2011
Jenis Komoditas Luas Panen ( Ha ) Produktivitas (Kw/Ha)
Produksi ( Ton)
Padi 266,0 96,6 1.611,0
Jagung 1.053,0 84,6 4.392
Kedelai 0,00 0,00 0,00
Kacang Tanah 94,0 12,6 118,0
Kacang Hijau 0,00 0,00 0,00
Ubi Kayu 58,0 317,2 1.840,0
Ubi Jalar 20,0 160,5 321,0
Jumlah 2.810,00 852,71 14.285,00
2) Potensi Peternakan
Berdasarkan data yang diperoleh tahun 2008 jenis ternak
yang terdapat di Desa Selorejo terdiri dari ternak besar (Sapi
Perah,Sapi Pedaging, Kerbau, Kuda, Kambing, Domba, Babi,
Ayam Petelur, Ayam Pedaging, Itik/Bebek). Dari data yang ada
mengindikasikan bahwa perkmbangan ternak besar tersebut
secara keseluruhan di Desa Selorejo terus mengalami
peningkatan. Sedangkan jenis unggas terutama ayam Petelur
jumlahnya cukup besar.
-
Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau
Kabupaten Malang 2012
Universitas Brawijaya 40
Tabel 4.5.2 Potensi Peternakan tahun 2008
Komoditi Jantan Betina Jumlah
Sapi Perah 315 1.245 1.560
Sapi Pedaging 238 1.642 1.840
Kerbau - - -
Kuda 8 4 12
Kambing 154 487 641
Domba 303 894 1.197
Babi 56 387 443
Ayam Petelur 154.750 0 154.750
Ayam Pedaging 90.500 0 90.500
Itik/Bebek 3.446 54 3.500
Jumlah 254.270 4.713 258.983
4.2. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
4.2.1. Analisis Kondisi Internal dan Eksternal Desa Selorejo
Berdasarkan Aspek Penting Pembentukan Desa
Wisata.
Potensi pariwisata Desa Selorejo tidak hanya
bersumber dari obyek-obyek wisata internal saja, tetapi juga
dapat didukung oleh adanya faktor-faktor pendukung
eksternal. Dua faktor (internal dan internal) ini perlu
diidentifikasi dan dianalisis dengan cermat, agar dapat
ketahui strategi dan model pembentukan desa wisata yang
mungkin untuk dilakukan.
1. Analisis Kondisi Internal.
Mengacu pada konsep desa wisata ( tourism village)
aspek-aspek penting yang harus dimiliki oleh desa wisata
adalah sebagai berikut ;
1. Potensi produk, atraksi wisata dan daya tarik wisata
2. Dukungan SDM
3. Motivasi kuat dari masyarakat
4. Dukungan sarana dan prasarana
5. Fasilitas pendukung kegiatan wisata
-
Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau
Kabupaten Malang 2012
Universitas Brawijaya 41
6. Kelembagaan desa wisata
7. Ketersediaan lahan/area
Analisis pembentukan desa wisata di desa Selorejo
Kecamatan Dau Kabupaten Malang akan dikonsentrasikan
pada tujuh aspek di atas serta kriteria-kriteria dari
pengalaman daerah lain yang relevan. Kemudian dilakukan
elaborasi untuk mengambil sebuah kesimpulan mengenai
potensi yang dimiliki kecamatan Dau.
Lingkup analisis potensi pariwisata internal, selain
dilakukan di wilayah administrative desa Selorejo sebagai
pilot project pembentukan desa wisata.
A.1 Potensi Produk dan Daya Tarik Wisata
Potensi produk dan daya tarik sebagaimana dimaksud adalah
meliputi pertama, adalah potensi fisik lingkungan alam, tata lingkungan
perkampungan yang unik dan khas, arsitek bangunan yang unik dan khas
serta bentang dan kontur alam yang elok. Sedangkan potensi yang kedua
adalah meliputi potensi kehidupan sosial budaya masyarakat, yaitu pola
keseharian masyarakat yang natural dan khas, adat istiadat, tradisi
budaya, seni kerajinan dan kesenian tradisional yang telah turun temurun.
Mengingat bahwa modal dasar yang harus dimiliki oleh desa wisata
adalah adanya obyek wisata sebagai daya tarik wisatawan, berdasarkan
pada data potensi bab sebelumnya maka potensi di Desa Selorejo yang
memiliki daya tarik terhadap wisatawan dan memungkinkan untuk
dikembangkan menjadi desa wisata terdapat pada tabel dibawah ini:
A.1.1. Potensi Wisata Alam
Potensi wisata alam yang dimiliki oleh desa Selorejo adalah
Wana Wisata Petik Jeruk Baby Java yang mmeiliki luas sekitar 200
Ha. Di wisata petik jeruk ini wisatawan dapat memetik sendiri buah
jeruk Baby Java dari pohonnya secara langsung dan juga dapat
-
Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau
Kabupaten Malang 2012
Universitas Brawijaya 42
membawa pulang jeruk dengan cara membeli untuk buah tangan
(oleh-oleh). Selain Wana Wisata petik jeruk Baby Java, Selorejo
juga memiliki Bumi Perkemahan Bedengan dimana wisatawan
dapat berkemah di alam bebas dan menikmati sungai ataupun air
terjun yang terdapat di sekitar area Bedengan.
A.1.2 Potensi Wisata Budaya dan Event Tahunan
Desa Selorejo belum memiliki potensi budaya dan event
tahunan. Namun terdapat kesenian Wong Irengan dan Kuda
Lumping Dor yang merupakan kesenian asli dari desa Selorejo.
Kesenian Wong Irengan sering digunakan untuk acara arak-arakan
manten. Setiap ada acara pernikahan, kesenian Wong Irengan
selalu ditampilkan.
A.1.3 Potensi Produk Unggulan
Makanan Khas
Makanan khas yang dimiliki oleh desa Selorejo adalah
nasi empok urap-urap ikan asin dengan sayur pedas dan tempe
penyet. Sedangkan untuk produk unggulannya adalah jeruk Baby
Java.
A.1.4 Usaha Jasa
Desa Selorejo yang belum mengembangkan potensinya
untuk dijadikan sebagai desa wisata belum memiliki usaha jasa
yang lengkap. Belum terdapat hotel maupun rumah makan di desa
ini. Namun apabila ada wisatawan yang ingin menginap, maka
Bumi Perkemahan Bedengan dapat dijadikan sebagai alternatif
untuk berkemah dan bermalam. Tak hanya di Bumi Perkemahan
Bedengan, pihak aparatur desa menyediakan homestay yaitu
berupa rumah penduduk yang disewakan.
-
Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau
Kabupaten Malang 2012
Universitas Brawijaya 43
A.2 Dukungan Sumber Daya Manusia (SDM)
Dukungan sumberdaya manusia ini dimaksudkan untuk
meningkatkan kapasitas dan produktivitasnya secara ekonomi untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat perdesaan melalui bidang-bidang
yang dimilikinya. Sehingga dampak positif pengembangan pariwisata desa
tersebut dapat dirasakan langsung oleh masyarakat desa setempat, dan
bukan justru pihak lain.
Berdasarkan data monografi desa diketahui bahwa masyarakat
yang paling besar adalah petani, hal ini menunjukkan bahwa mereka
memiliki lahan sendiri.
Apabila dilihat dari aspek pendidikan, maka rata-rata pendidikan
masyarakat hanya sampai Sekolah Dasar (SD). Berdasarkan data jumlah
penduduk menurut tingkat pendidikan, jumlah tingkat pendidikan SD
Laki-laki 158 orang sedangkan perempuan 121 serta penduduk yang tidak
tamat SD sebanyak 627. sedangkan penduduk tamat SMP berjumlah 534
sedangkan penduduk tamat SMA berjumlah 290
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tingkat pendidikan
masyarakat di desa Selorejo relatif baik. Penilaian tersebut secara
sederhana dibandingkan dengan target menteri pendidikan nasional yang
mewajibkan rakyat Indonesia menempuh pendidikan minimal 9 tahun atau
setara SMP. Melalui pembinaan yang intensif, sumber daya manusia di
kedua desa tersebut dapat didorong untuk terlibat aktif dalam
pembentukan desa wisata dan pada akhirnya juga berdampak pada
peningkatan peluang usaha di desanya masing-masing.
A.3 Motivasi Kuat Dari Masyarakat
Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan yang dilakukan oleh
peneliti menunjukkan bahwa rata-rata masyarakat di desa Selorejo belum
mengetahui tentang konsep desa wisata. Akan tetapi pada sisi lain,
berdasarkan hasil diskusi yang dilakukan dengan sejumlah perangkat desa
-
Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau
Kabupaten Malang 2012
Universitas Brawijaya 44
menunjukkan bahwa mereka memiliki pengetahuan dan motivasi yang
besar untuk segera mewujudkan desa wisata di desanya.
Setelah dilakukan diskusi lebih lanjut dengan para tokoh
masyarakat, akhirnya diketahui bahwa sosialisasi tentang rencana
pembentukan desa wisata masih kurang optimal. Hal ini disebabkan
karena sejak tahun 2008 belum ada lagi kejelasan tentang tindaklanjut
pembentukan desa wisata di desa Selorejo dikarenakan pengolahan desa
wisata tidak ditangani oleh pihak yang tepat. Selama ini, pihak yang
membantu pengembangan desa wisata di Selorejo berasal dari peserta
KKN (Kuliah Kerja Nyata) dari Universitas yang berada di Malang. Namun
peserta KKN itu sendiri mempunyai tujuan utama untuk meneliti mengenai
permasalahan pertanian di Selorejo. Selain itu, peserta KKN tersebut juga
tidak memiliki keahlian maupun pegetahuan mengenai pengembangan
desa wisata.
A.4. Dukungan Sarana dan Prasarana
Selain obyek wisata, faktor yang sangat penting dalam
pembentukan desa wisata adalah ketersediaan dan dukungan sarana-
prasarana. Karena keberadaan sarana-prasarana tersebut akan
menentukan kemudahan, kenyamanan, keamanan, dan kecepatan akses
transportasi dan komunikasi bagi wisatawan. Selain itu, keberadaan
fasilitas pendukung lain seperti Puskesmas maupun tempat praktek dokter
akan menciptakan nilai tambah bagi wisatawan terhadap desa wisata
tersebut. Adapun sarana dan prasarana yang ada di desa Selorejo antar
lain sebagaimana tercantum dalam tabel di bawah ini.
Tabel 4.A.4
Sarana dan Prasarana
NO FASILITAS JUMLAH
1 Puskesmas Pembantu 1
2 Tempat Praktek Dokter 1
-
Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau
Kabupaten Malang 2012
Universitas Brawijaya 45
Berdasarkan tabel di atas diketahu bahwa desa Selorejo telah
memiliki sarana dan prasarana meskipun dalam jumlah yang terbatas.
Dengan demikian, sarana dan prasarana yang ada tersebut perlu untuk
ditingkatkan dan dikembangkan karena merupakan faktor penting dalam
upaya untuk mewujudkan desa wisata.
A.5 Fasilitas Pendukung Kegiatan Wisata
Selain aspek ketersediaan sarana dan prasarana di atas, maka
faktor penting yang perlu mendapat perhatian adalah fasilitas pendukung
kegiatan wisata. Fasilitas umum ini pada dasarnya bukan semata-mata
untuk kegiatan wisata saja, tetapi juga membantu dalam memperlancar
keseluruhan kegiatan wisata. Secara umum, keberadaan fasilitas
pendukung kegiatan wisata di desa Selorejo sebagaimana terdapat dalam
tabel di bawah ini.
Tabel 4.A.5
Fasilitas Pendukung Kegiatan Wisata
NO FASILITAS JUMLAH
1 Masjid 2
2 Langgar/Surau/Musholla 12
3 Gugus Depan Pramuka 1
4 Majelis Talim 1
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa ketersediaan fasilitas
pendukung cukup memadai dan cukup menunjang kegiatan pariwisata di
desa Selorejo.
A.6 Kelembagaan Desa Wisata
Keberadaan lembaga desa wisata sangat diperlukan sebagai media
untuk dapat menampung, mempromosikan, mengatur serta mengelola
keseluruhan kegiatan maupun berbagai kepentingan yang ada.
Kelembagaan desa wisata di desa Selorejo belum terbentuk hanya saja
jika ada wisatawan yang berkunjung ke Desa Selorejo, maka oleh
-
Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau
Kabupaten Malang 2012
Universitas Brawijaya 46
perangkat desa akan diarahkan kepada ketua kelompok tani desa
Selorejo.
A.7 Ketersediaan Lahan/Area
Ketersediaan lahan/area akan memungkinkan untuk dibangunnya
berbagai tempat pendukung wisata, antara lain hotel, homestay, rest
area, dan berbagai wahana rekreasi. Dengan luas wilayah 400 Ha, desa
Selorejo memiliki komposisi pemanfaatan ruang sebagai berikut ;
Pemukiman/Pekarangan : 26,53 Ha
Bangunan Industri : 0,00 Ha
Tegal/Kebun : 285,47 Ha
Perkebunan : 0,00 Ha
Padang Rumput : 0,00 Ha
Rawa : 0,00 Ha
Hutan :0,00 Ha
Lainnya :30,00 Ha
Berdasarkan proporsi di atas, wilayah pemukiman sebesar 26,53 Ha,
atau sebesar 15,38%. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kepadatan
penduduknya cukup tinggi yag berarti bahwa desa Selorejo memiliki
potensi Sumber Daya Manusia dan memungkinkan untuk pengembangan
berbagai sarana dan fasilitas pendukung pariwisata.
B. Potensi Pariwisata Eksternal Desa Selorejo
Potensi pariwisata eksternal yang dimiliki desa Selorejo adalah
letak geografisnya yang sangat strategis. Letak strategis tersebut
disebabkan karena desa Selorejo sebagai jalur strategis pariwisata. Para
wisatawan yang berasal dari kota Malang dan sekitarnya yang hendak
berwisata menuju Kota Batu akan melewati jalur desa ini.
Desa Selorejo memperoleh dampak postif dari keramaian arus
wisata yang berasal dari luar Kabupaten Malang. Secara lebih detil, letak
strategis desa Selorejo tersebut dapat dilihat dalam peta di bawah ini.
-
Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau
Kabupaten Malang 2012
Universitas Brawijaya 47
C. Komponen Penting Pembentukan Desa Wisata Desa Selorejo
Setelah dilakukan identifikasi terhadap berbagai potensi dan
sumberdaya yang terkait dengan pembentukan desa wisata desa
Selorejo Kecamatan Dau Kabupaten Malang berdasarkan kriteria yang
harus dimiliki sebagai desa wisata, maka hal yang tidak kalah penting
adalah menganalisis komponen penting diperlukan untuk pembentukan
desa wisata. Menurut Pariwisata Inti Rakyat (PIR), Desa Wisata adalah
suatu kawasan pedesaan yang menawarkan berbagai potensi untuk
dikembangkannya berbagai komponen utama kepariwisataan, misalnya
: atraksi, akomodasi, makanan-minuman, dan kebutuhan wisata
lainnya. Sedangkan menurut Edward Inskeep, komponen utama Desa
Wisata yaitu :
a) Akomodasi : sebagian dari tempat tinggal para penduduk
setempat dan atau unit-unit yang berkembang atas konsep tempat
tinggal penduduk.
b) Atraksi : seluruh kehidupan keseharian penduduk setempat
beserta setting fisik lokasi desa yang memungkinkan
berintegrasinya wisatawan sebagai partisipasi aktif seperti : kursus
-
Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau
Kabupaten Malang 2012
Universitas Brawijaya 48
tari, bahasa dan lain-lain yang spesifik. Inskeep juga mengatakan
wisata pedesaan dimana sekelompok kecil wisatawan tinggal dalam
atau dekat dengan suasana tradisional, sering di desa-desa yang
terpencil dan belajar tentang kehidupan pedesaan dan lingkungan
setempat.