Desa Wisata Dau

64
Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata Kecamatan Dau Kabupaten Malang Disusun oleh: Andri Bennydictus Sinaga 115030800111032 Yulandha Rizkova 115030813111001 Hendra Winarta Simamora 115030800111022 Amalia Susepti 115030807111015 Mirza Ratnasari 115030800111019 Kun Denik Sri Wulandari 115030807111013 Januarista Poppy Mercelina 115030800111021 Yoga Rona Kristian 115030801111008 Annisyah Intan S. 115030800111028 Puspita Puji Utami 115030907111022 PRODI BISNIS PARIWISATA JURUSAN ADMINISTRASI BISNIS FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2012

description

diskripsi tentang desa wisata di Dau

Transcript of Desa Wisata Dau

  • Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi

    Desa Wisata Kecamatan Dau

    Kabupaten Malang

    Disusun oleh:

    Andri Bennydictus Sinaga 115030800111032

    Yulandha Rizkova 115030813111001

    Hendra Winarta Simamora 115030800111022

    Amalia Susepti 115030807111015

    Mirza Ratnasari 115030800111019

    Kun Denik Sri Wulandari 115030807111013

    Januarista Poppy Mercelina 115030800111021

    Yoga Rona Kristian 115030801111008

    Annisyah Intan S. 115030800111028

    Puspita Puji Utami 115030907111022

    PRODI BISNIS PARIWISATA

    JURUSAN ADMINISTRASI BISNIS

    FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI

    UNIVERSITAS BRAWIJAYA

    MALANG

    2012

  • Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau

    Kabupaten Malang 2012

    Universitas Brawijaya 1

    BAB. I PENDAHULUAN

    1.1. LATAR BELAKANG

    Kabupaten Malang merupakan daerah yang dikelilingi beberapa

    gunung seperti Arjuno, Panderman, Gunung Kawi disebelah barat;

    Gunung Bromo dan Tengger serta Gunung Semeru disebelah timur ; serta

    Pegunungan Kapur selatan yang penuh dengan galian tambang dari

    tambang mamer,Emas,pasir besi, kaolin dan lain lain.

    Sebagai salah satu wilayah yang sejuk dan bersih di Jawa Timur,

    Kabupaten Malang telah dikenal sejak zaman dahulu kala. Letak kota ini

    berada didaerah pegunungan antara 112 17 10.90 Bujur Timur dan

    70.44 55.11 - 8 26 35.45 Lintang Selatan. Batas Batas wilayah:

    a. Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Jombang, Kediri,

    dan Blitar

    b. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Mojokerto,

    Jombang, dan Pasuruan

    c. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Probolinggo dan

    Lumajang

    d. Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudra Indonesia

    Selain itu Kabupaten Malang dengan keadaan geografisnya yang

    dikelilingi beberapa Gunung sebagaimana tersebut diatas sudah barang

    tentu memiliki obyek wisata alam yang cukup potensial khususnya sebelah

    selatan Kabupaten Malang dengan keberadaan perkebunan jeruk yang

    sampai hari ini Kabupaten Malang belum memanfaatkan potensi tersebut

    secara maksimal. Hal ini didukung dengan keberadaan Desa Selorejo

    Kecamatan Dau sebagai desa penghasil pertanian.

    Kabupaten Malang merupakan salah satu Kabupaten terluas di

    Propinsi Jawa Timur, dengan luas wilayah 3.348 km atau sama dengan

    334.800 ha. Secara demografis Kabupaten Malang memiliki jumlah

    penduduk sebesar 2.346.710 jiwa dan merupakan terbesar kedua setelah

  • Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau

    Kabupaten Malang 2012

    Universitas Brawijaya 2

    Kotamadya Surabaya. Kabupaten Malang juga dikenal sebagai daerah

    yang khas dan kaya dengan beragam potensi alam (fisik) maupun budaya.

    Bentang dan kontur alam yang elok berupa gunung dan perbukitan di

    dataran tinggi, sehingga di beberapa daerah Kabupaten Malang memiliki

    udara yang sejuk dan telah menjadi tujuan wisata alami sejak dahulu.

    Potensi budaya berupa keramahan (amenity) penduduk, adat

    istiadat dan berbagai kesenian/kerajinan daerah misalnya yang terkenal

    adalah Topeng Malang, serta hasil-hasil pertanian, perkebunan, tanaman

    obat keluarga. Berbagai potensi tersebut telah menjadi Icon utama

    Kabupaten Malang yang sekaligus merupakan keunggulan komparatif

    (comparative adventage) yang perlu dikembangkan dengan konsep yang

    tepat, dengan mempertahankan kearifan budaya lokal (local wisdom),

    partisipatif dan berkelanjutan (sustainable development).

    Mengingat bahwa potensi alam dan budaya yang khas tersebut tersebar

    hampir di sebagian besar wilayah kabupaten Malang, maka besar

    kemungkinan untuk dikembangkan konsep desa wisata (tourism village).

    Konsep Desa Wisata menurut Pariwisata Inti Rakyat (PIR), yang

    dimaksud dengan Desa Wisata adalah : Suatu kawasan pedesaan yang

    menawarkan keseluruhan suasana yang mencerminkan keaslian pedesaan

    baik dari kehidupan sosial ekonomi, sosial, budaya, adat istiadat,

    keseharian, memiliki arsitektur bangunan dan struktur tata ruang desa

    yang khas, atau kegiatan perekonomian yang unik dan menarik serta

    mempunyai potensi untuk dikembangkannya berbagai komponen

    kepariwisataan, misalnya : atraksi, akomodasi, makanan-minuman, dan

    kebutuhan wisata lainnya. Berdasarkan hal tersebut, pembangunan desa

    wisata ini merupakan realisasi dari pelaksanaan Undang-Undang Otonomi

    Daerah (UU No. 22 Tahun 1999). Oleh karena itu setiap Kabupaten perlu

    memprogramkan pembangunan desa wisata di daerahnya, sesuai dengan

    pola PIR tersebut. Selain itu dikelola dan dikemas secara menarik dan

    alami dengan pengembangan fasilitas pendukung wisata dalam suatu tata

  • Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau

    Kabupaten Malang 2012

    Universitas Brawijaya 3

    lingkungan yang harmonis serta terencana sehingga siap untuk menerima

    kunjungan wisata.

    Kriteria suatu desa dapat dikembangan menjadi desa wisata,

    apabila memiliki beberapa faktor-faktor pendukung antara lain; (1)

    Memiliki potensi produk dan daya tarik, (2) memiliki dukungan sumber

    daya manusia (SDM), (3) motivasi kuat dari masyarakat, (4) memiliki

    dukungan sarana dan prasarana yang memadai, (5) mempunyai fasilitas

    pendukung kegiatan wisata, (6) mempunyai kelembagaan yang mengatur

    kegiatan wisata, dan (7) ketersediaan lahan/area yang dimungkinkan

    untuk dikembangkan menjadi tujuan wisata.

    Agar pengelolaan dan pembentukan desa wisata tidak

    kontraproduktif dengan konsep Pemerintah Kabupaten Malang, maka

    beberapa prinsip pembentukan desa wisata antara lain; pertama

    mengembangkan berbagai potensi desa (alam dan sosial budaya) serta

    sarana dan prasarana masyarakat setempat secara arif dan berkelanjutan,

    sehingga dapat melindungi warisan alam dan budaya local. Kedua,

    menguntungkan masyarakat setempat dalam berbagai aspek, baik

    ekonomi, social dan budaya, sehingga eksistensi desa wisata dapat terus

    dipertahankan secara mandiri. Ketiga, skala pembentukan wisata yang

    sesuai dengan kemampuan dan potensi desa, sehingga memungkinkan

    untuk terjalinnya hubungan timbal balik dengan masyarakat setempat.

    Keempat, pengelolaan desa wisata dilakukan secara partisipatif dengan

    melibatkan masyarakat setempat. Kelima menerapkan pengembangan

    produk wisata pedesaan.

    Mengacu pada kriteria pembentukan desa wisata di atas, maka

    Desa Selorejo merupakan desa di Kecamatan Dau Kabupaten Malang yang

    berpotensi untuk dikembangkan menjadi desa wisata. Desa Selorejo

    termasuk dalam wilayah Kecamatan Dau yang berada di bagian Barat Laut

    Kabupaten Malang, berbatasan langsung dengan desa Tegal Weru di

    sebelah timur, desa Petungsewu di sebelah selatan, hutan di sebelah

    barat.

  • Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau

    Kabupaten Malang 2012

    Universitas Brawijaya 4

    Desa Selorejo menyimpan banyak potensi agro, yaitu Jeruk. Sejak

    puluhan tahun lalu, Selorejo terkenal dengan Jeruknya. Hasil jeruk yang

    melimpah tersebut banyak didistribusikan keseluruh wilayah di Indonesia,

    khususnya Malang raya. Di Sekitar Desa Selorejo terdapat potensi-potensi

    wisata yaitu Wana Wisata Petik Jeruk, Wana Wisata Rekreasi Bedengan,

    Bumi Perkemahan, Buwes Waterfall, Wana Wisata Singo Dermo Waterfall,

    dan Out Bond Area.

    Tak hanya itu, di sekitar Desa Selorejo juga terdapat berbagai

    destinasi wisata yang mendukung Wana Wisata Petik Jeruk seperti

    Petungsewu Wildlife Education Center yang terletak di desa Petungsewu

    yang terletak di sebelah Selatan Desa Selorejo. Selain itu juga terdapat

    Candi Badut dan wisata Sengkaling yang juga berada di Kecamatan Dau.

    Berdasarkan pada karakteristik dan potensi wilayahnya, maka Desa

    Selorejo Kecamatan Dau Kabupaten Malang merupakan desa yang

    memungkinkan untuk dikembangkan menjadi obyek kajian desa wisata

    (tourism village). Melalui pembangunan dan pembentukan desa wisata

    (tourism village), diharapkan dapat menopang konsep pengembangan

    pariwisata Kabupaten Malang, serta dapat membuka akses pasar baru

    bagi berbagai komoditas lokal dan penciptaan lapangan kerja baru serta

    peningkatan kesejahteraan masyarakat desa.

    1.2. TUJUAN

    Kajian Pembentukan Desa Wisata (tourisme village) di desa Kajian

    Pembentukan Desa Wisata (tourisme village) di Desa Selorejo Kecamatan

    Dau Kabupaten Malang Tahun 2012 ini bertujuan untuk ;

    a. Mengidentifikasi potensi pariwisata desa Selorejo melalui analisis

    kondisi internal dan eksternal berdasarkan aspek - aspek penting

    pembentukan desa wisata.

    b. Penyusunan strategi pembentukan desa wisata di Desa Selorejo

    kecamatan Dau Kabupaten Malang.

  • Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau

    Kabupaten Malang 2012

    Universitas Brawijaya 5

    c. Perumusan model Desa Selorejo sebagai acuan untuk pembentukan

    desa wisata Kabupaten Malang.

    1.3. SASARAN

    Sasaran kegiatan kajian ini adalah terumuskannya strategi dan

    model pembentukan desa wisata di Desa Selorejo Kecamatan Dau

    Kabupaten Malang Provinsi Jawa Timur.

    1.4. KELUARAN (OUTPUT)

    Keluaran (output) yang diharapkan dari kajian ini adalah

    dihasilkannya rumusan strategi dan model pembentukan desa wisata di

    desa Selorejo Kecamatan Dau Kabupaten Malang sebagai rekomendasi

    kepada Pemerintah Kabupaten Malang.

    1.5. HASIL YANG DIHARAPKAN (OUTCOME)

    Hasil yang diharapkan (outcome) dari kajian ini adalah

    implementasi hasil kajian guna mewujudkan desa Selorejo Kecamatan Dau

    sebagai desa wisata (tourisme village) yang berorientasi pada pariwisata

    berkelanjutan di Kabupaten Malang.

    1.6. DAMPAK (IMPACT).

    Sedangkan dampak (impact) yang diinginkan dari kajian

    pembentukan desa wisata di desa Selorejo Kecamatan Dau Kabupaten

    Malang ini antara lain ;

    a. Adanya kawasan wisata baru berupa desa wisata di desa Selorejo

    Kecamatan Dau Kabupaten Malang yang dapat menarik wisatawan

    yang selama ini terpusat ke wilayah Kota Batu dan sekitar Kota

    Malang.

    b. Terbentuknya desa wisata yang berada di desa Selorejo di diharapkan

    mampu meningkatkan aktivitas ekonomi yang bertumpu pada potensi

  • Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau

    Kabupaten Malang 2012

    Universitas Brawijaya 6

    wisata alam serta agro/hortikultura dan pusat pertumbuhan ekonomi

    baru yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

    c.

    1.7. MANFAAT

    Manfaat dilaksanakannya Kajian Pembentukan Desa Wisata

    (Tourism Village) di desa Selorejo Kecamatan Dau Kabupaten Malang ini

    adalah ;

    a. Hasil kajian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi

    pemerintah Kabupaten Malang dan dalam meningkat pembentukan

    desa wisata (Tourism Village) di desa Selorejo Kecamatan Dau.

    b. Hasil kajian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi para peneliti

    selanjutnya untuk mampu mengembangkan, maupun berbagai pihak

    yang concern terhadap isu-isu seputar desa wisata maupun tourism.

    c. Bagi Kecamatan Dau, kajian ini dapat dijadikan pedoman meningkat

    dan pengembangan desa wisata di Kecamatan Dau.

    d. Bagi masyarakat desa Selorejo diharapkan dapat meningkatkan

    kesejahteraan dan meningkatkan perekonomian di masyarakat sekitar

    desa wisata.

    1.8. Definisi Istilah

    Definisi istilah dalam laporan pendahuluan ini merupakan istilah-

    istilah tentang desa wisata yang ada digunakan penulis dalam laporan

    pendahuluan ini, daftar istilah tersebut yaitu:

    a. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas

    batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus

    kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-asul dan adat

    istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem

    Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

    http://id.wikipedia.org/wiki/Desa

    b. Menurut Pariwisata Inti Rakyat (PIR), yang dimaksud dengan Desa

    Wisata adalah suatu kawasan pedesaan yang menawarkan

  • Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau

    Kabupaten Malang 2012

    Universitas Brawijaya 7

    keseluruhan suasana yang mencerminkan keaslian pedesaan baik dari

    kehidupan sosial ekonomi, sosial budaya, adat istiadat, keseharian,

    memiliki arsitektur bangunan dan struktur tata ruang desa yang khas,

    atau kegiatan perekonomian yang unik dan menarik serta mempunyai

    potensi untuk dikembangkannya berbagai komponen kepariwisataan,

    misalnya atraksi, akomodasi, makanan-minuman, dan kebutuhan

    wisata lainnya.

    c. Wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seorang atau

    sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan

    rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya

    tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu tertentu .

    http://www.jobloker.co.id/id/component/content/article/4/104-istilah-

    wisata-pariwisata--kepariwisataan-dan-industri-pariwisata

    d. Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan

    pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul

    sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi

    antara wisatawan dan masyarakat setempat, sesama wisatawan,

    Pemerintah, Pemerintah Daerah dan pengusaha.

    http://www.jobloker.co.id/id/component/content/article/4/104-istilah-

    wisata-pariwisata--kepariwisataan-dan-industri-pariwisata

    e. Wisatawan (Tourist) yaitu orang yang melakukan kegiatan wisata, jadi

    menurut pengertian ini, semua orang yang melakukan perjalanan

    wisata dinamakan wisatawan, apapun tujuannya yang penting

    perjalanan itu bukan untuk menetap dan tidak untuk mencari nafkah

    ditempat yang dikunjungi.

    f. http://www.jobloker.co.id/id/component/content/article/4/104-istilah-

    wisata-pariwisata--kepariwisataan-dan-industri-pariwisata

    g. Model Desa Wisata dalam penelitian ini adalah sebuah

    gambaran/deskripsi mengenai bentuk dan konsep pembentukan desa

    wisata di desa Selorejo Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang.

  • Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau

    Kabupaten Malang 2012

    Universitas Brawijaya 8

    h. Daerah Tujuan Wisata adalah tempat atau daerah yang karena

    atraksinya, situasi dalam hubungan lalu lintas dan fasilitas-fasilitas

    kepariwisataannya meyebabkan tempat atau daerah tersebut menjadi

    objek kebutuhan wisatawan.

    i. Infrastruktur adalah aset fisik yang dirancang dalam sistem sehingga

    memberikan pelayanan publik yang penting. Kodoatie (2003:76)

    j. Prasarana wisata adalah sumber daya alam buatan manusia yang

    mutlak dibutuhkan oleh wisatawan dalam perjalanannya di daerah

    tujuan wisata seperti jalan, listrik, air, telekomunikasi, terminal,

    jembatan dan lain sebagainya.

  • Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau

    Kabupaten Malang 2012

    Universitas Brawijaya 9

    BAB. II TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Definisi Pariwisata (tourism)

    Pengertian Pariwisata menurut definisi yang luas adalah

    perjalanan dari satu tempat ke tempat lain, bersifat sementara, dilakukan

    perorangan maupun kelompok, sebagai usaha mencari keseimbangan dan

    kebahagiaan dengan lingkungan hidup dalam dimensi sosial, budaya, alam

    dan ilmu. Suatu perjalanan dianggap sebagai perjalanan wisata bila

    memenuhi tiga persyaratan yang diperlukan, yaitu : (Smith and French,

    1994).

    a. Harus bersifat sementara

    b. Harus bersifat sukarela (voluntary) dalam arti tidak terjadi

    pemaksaan

    c. Tidak ada kegiatan bekerja yang sifatnya menghasilkan upah

    ataupun bayaran.

    Dalam kesimpulannya pariwisata adalah keseluruhan fenomena

    (gejala) dan hubungan-hubungan yang ditimbulkan oleh perjalanan dan

    persinggahan manusia di luar tempat tinggalnya. Dengan maksud bukan

    untuk tinggal menetap dan tidak berkaitan dengan pekerjaan-pekerjaan

    yang menghasilkan upah.

    Pada dasarnya, definisi-definisi pariwisata dapat dikelompokkan ke

    dalam tiga kategori, yaitu yang melihat pariwisata dari sisi demand saja,

    sisi supply saja, dan yang sudah menggabungkan sisi demand dan supply.

    Kategori pertama merupakan definisi pariwisata yang didekati dari

    sisi wisatawan, sangat kental dengan dimensi spasial (tempat dan jarak).

    Kategori kedua merupakan definisi pariwisata yang dipandang

    dari dimensi industri/bisnis, sedangkan kategori ketiga memandang

    pariwisata dari dimensi akademis dan sosial budaya.

  • Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau

    Kabupaten Malang 2012

    Universitas Brawijaya 10

    1. Dimensi Spasial

    Definisi pariwisata yang dipandang dari dimensi spasial merupakan definisi

    yang berkembang lebih awal dibandingkan definisi-definisi lainnya

    (Gartner, 1996). Dimensi ini menekankan definisi pariwisata pada

    pergerakan wisatawan ke suatu tempat yang jauh dari lingkungan

    tempat tinggal dan atau tempat kerjanya untuk waktu yang

    sementara, seperti yang dikemukakan oleh Airey pada tahun 1981

    (Smith and French, 1994):

    Tourism is the temporary short-term movement of people to destinations outside the places where they normally live and work, and their activities during their stay at these destinations.

    Selain pergerakan ke tempat yang jauh dari lingkungan tempat

    tinggal dan tempat kerja, Airey menambahkan kegiatan wisatawan selama

    berada di destinasi pariwisata sebagai bagian dari pariwisata. Definisi

    pariwisata yang dikemukan oleh World Tourism Organization (WTO) pun

    memfokuskan pada sisi demand dan dimensi spasial, dengan menetapkan

    dimensi waktu untuk perjalanan yang dilakukan wisatawan, yaitu tidak

    lebih dari satu tahun berturut-turut.

    Tourism comprises the activities of persons travelling to and staying in places outside their usual environment for not more than one consecutive year for leisure, business and other purposes not related to the exercise of an activity remunerated from within the place visited.(www.world-tourism.org; 2010)

    Definisi WTO di atas juga menekankan pada tujuan perjalanan yang

    dilakukan, yaitu untuk leisure, bisnis, dan tujuan lain yang tidak terkait

    dengan kegiatan mencari uang di tempat yang dikunjunginya. Beberapa

    definisi lain juga menetapkan nilai-nilai tertentu untuk jarak tempuh dan

    lama perjalanan, yang biasanya dikembangkan untuk memudahkan

    perhitungan statistik pariwisata:

    a. Committee of Statistical Experts of the League Nations (1937)

    menetapkan waktu paling sedikit 24 jam bagi perjalanan yang

    dikategorikan perjalanan wisata. (Gartner, 1996).

  • Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau

    Kabupaten Malang 2012

    Universitas Brawijaya 11

    b. The United States National Tourism Resources Review Commission

    (1973) menetapkan jarak paling sedikit 50 mil untuk perjalanan

    wisata.

    c. United States Census Bureau (1989) menetapkan angka 100 mil

    untuk perjalanan yang dikategorikan sebagai perjalanan wisata.

    d. Canada mensyaratkan jarak 25 mil untuk mengategorikan

    perjalanan wisata.

    e. Biro Pusat Statistik Indonesia menetapkan angka lama perjalanan

    tidak lebih dari 6 bulan dan jarak tempuh paling sedikit 100 km

    untuk perjalanan wisata. (Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata,

    2003)

    f. Definisi pariwisata dari dimensi spasial ini di Indonesia didefinisikan

    sebagai kegiatan wisata, seperti yang tercantum dalam Undang-

    Undang Kepariwisataan No. 10 tahun 2009 pasal 1, yaitu kegiatan

    perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang

    dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi,

    pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik

    wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara.

    2. Dimensi Industri/Bisnis

    Dari sisi supply, pariwisata lebih banyak dilihat sebagai

    industri/bisnis. Definisi pariwisata yang dipandang dari dimensi

    industri/bisnis memfokuskan pada keterkaitan antara barang dan jasa

    untuk memfasilitasi perjalanan wisata.

    Seaton and Bennett (1996) mendefinisikan pariwisata sebagai

    kumpulan usaha yang menyediakan barang dan jasa untuk memfasilitasi

    kegiatan bisnis, bersenang-senang, dan memanfaatkan waktu luang yang

    dilakukan jauh dari lingkungan tempat tinggalnya.

    ..the aggregate of all businesses that directly provide goods or services to facilitate business, pleasure, and leisure activities away from the home environment.

  • Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau

    Kabupaten Malang 2012

    Universitas Brawijaya 12

    Definisi pariwisata sebagai industri/bisnis inilah yang di dalam

    Undang-Undang Kepariwisataan No. 10 tahun 2009 didefinisikan sebagai

    pariwisata, yaitu berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai

    fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha,

    pemerintah, dan pemerintah daerah.

    3. Dimensi Akademis

    Dimensi akademis, mendefinisikan pariwisata secara lebih luas,

    tidak hanya melihat salah satu sisi (supply atau demand), tetapi melihat

    keduanya sebagai dua aspek yang saling terkait dan mempengaruhi satu

    sama lain. Pariwisata dari dimensi ini didefinisikan sebagai studi yang

    mempelajari perjalanan manusia keluar dari lingkungannya, juga termasuk

    industri yang merespon kebutuhan manusia yang melakukan perjalanan,

    lebih jauh lagi dampak yang ditimbulkan oleh pelaku perjalanan maupun

    industri terhadap lingkungan sosial budaya, ekonomi, maupun lingkungan

    fisik setempat. Definisi tersebut dikemukakan oleh Jafar Jafari, 1977

    (Gartner, 1996).

    Tourism is a study of man away from his usual habitat, of the industry which responds to his needs and of the impacts that both he and the industry have on the host sosiocultural, economic and physical environment.

    Definisi Jafar Jafari ini mengeliminasi dimensi spasial sebagai faktor

    pembatas perjalanan wisata. Definisi tersebut menyatakan bahwa begitu

    seseorang melakukan perjalanan meninggalkan lingkungannya (tempat

    tinggal, tempat kerja), dia sudah dinyatakan melakukan perjalanan wisata.

    4. Dimensi Sosial Budaya

    Definisi pariwisata dari dimensi sosial budaya menitikberatkan

    perhatian pada:

    Pertama, upaya memenuhi kebutuhan wisatawan dengan berbagai

    karakteristiknya, seperti definisi yang dikemukakan oleh Mathieson and

    Wall dalam Gunn, (2002) berikut ini:

  • Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau

    Kabupaten Malang 2012

    Universitas Brawijaya 13

    Tourism is the temporary movement of people to destinations outside their normal places of work and residence, the activities undertaken during their stay in those destinations, and the facilities created to cater to their needs.

    Definisi lainnya juga dikemukakan oleh Chadwick, 1994 (ibid)

    sebagai berikut:

    identified three main concepts: the movement of people; a sector of the economy or industry; and a broad system of interacting relationship of people, their needs, and services that respond to these needs.

    Kedua, interaksi antara elemen lingkungan fisik, ekonomi, dan

    sosial budaya, seperti yang dikemukakan oleh Hunziker, 1951 (French,

    Craig-Smith, Collier, 1995), yang mendefinisikan pariwisata sebagai

    berikut :

    .. the sum of the phenomena and relationship arising from the travel and stay of non-residents, in so far as the do not lead to permanent residence and are not connected with any earning activity.

    Ketiga, kerangka sejarah dan budaya, seperti yang dikemukakan

    oleh Mac Cannell (1992) berikut ini

    Tourism is not just an aggregate of merely commercial activities; it is also

    an ideological framing of history, nature and tradition; a framing that has

    the power to reshape culture and nature to its own needs.

    Definisi pariwisata dari dimensi akademis dan dimensi sosial budaya

    yang memandang pariwisata secara lebih luas, di Indonesia dikenal

    dengan istilah kepariwisataan (UU No. 10 tahun 2009 tentang

    Kepariwisataan), yaitu keseluruhan kegiatan yang terkait dengan

    pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul

    sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi antara

    wisatawan dan masyarakat setempat, sesama wisatawan, pemerintah

    pusat, pemerintah daerah, dan pengusaha.

    Berdasarkan definisi-definisi yang dijelaskan di atas, dapat

    dikemukakan bahwa elemen-elemen penting yang menjadi fokus

  • Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau

    Kabupaten Malang 2012

    Universitas Brawijaya 14

    perhatian pada istilah pariwisata untuk masing-masing dimensi adalah

    sebagaimana tabel di bawah ini:

    Tabel 2.1

    Elemen Penting Pariwisata Berdasarkan Dimensi

    Pariwisata

    DIMENSI SPASIAL DIMENSI INDUSTRI/

    BISNIS

    DIMENSI AKADEMIS DIMENSI SOSIAL BUDAYA

    Perjalanan manusia ke luar lingkungan tempat tinggal dan tempat kerjanya

    Waktu sementara

    Keterkaitan antara barang dan jasa untuk membentuk pengalaman berwisata

    Perjalanan manusia ke luar lingkungan yang biasa ditinggalinya

    Industri untuk melayani kebutuhan wisatawan

    Dampak yang ditimbulkan

    Pemenuhan kebutuhan wisatawan

    Interaksi antara lingkungan fisik, ekonomi, sosial budaya

    Kerangka pembentuk sejarah, alam, dan budaya

    Sumber : McChanell, 1992

    Berpijak dari definisi-definisi tersebut, dapat diambil satu

    kesimpulan tentang definisi pariwisata, yaitu:

    Sistem yang mengaitkan antara lingkungan fisik, ekonomi, dan

    sosial budaya, dan industri dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan

    perjalanan seseorang yang dilakukan ke luar lingkungan tempat tinggal

    atau tempat kerjanya dengan motivasi selain mencari nafkah di tempat

    tujuannya, dan sekaligus mempertimbangkan dampak yang ditimbulkan

    terhadap alam dan budaya.

    2.2. Definisi Desa Wisata (village tourism)

    Desa Wisata (village tourism) adalah suatu wilayah pedesaan yang

    memiliki potensi keunikan dan daya tarik wisata yang khas, baik berupa

    karakter fisik lingkungan alam pedesaan maupun kehidupan sosial budaya

  • Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau

    Kabupaten Malang 2012

    Universitas Brawijaya 15

    kemasyarakatan. Selain itu juga dikelola dan dikemas secara menarik dan

    alami dengan pengembangan fasilitas pendukung wisata dalam suatu tata

    lingkungan yang harmonis serta terencana sehingga siap untuk menerima

    kunjungan wisata.

    Menurut Pariwisata Inti Rakyat (PIR), yang dimaksud dengan Desa

    Wisata adalah suatu kawasan pedesaan yang menawarkan keseluruhan

    suasana yang mencerminkan keaslian pedesaan baik dari kehidupan

    sosial ekonomi, sosial budaya, adat istiadat, keseharian, memiliki

    arsitektur bangunan dan struktur tata ruang desa yang khas, atau

    kegiatan perekonomian yang unik dan menarik serta mempunyai potensi

    untuk dikembangkannya berbagai komponen kepariwisataan, misalnya :

    atraksi, akomodasi, makanan-minuman, dan kebutuhan wisata lainnya.

    Berdasarkan hal tersebut, pembangunan desa wisata ini merupakan

    realisasi dari pelaksanaan Undang-Undang Otonomi Daerah (UU. No.

    22/99). Oleh karena itu setiap Kabupaten perlu memprogramkan

    pembangunan desa wisata di daerahnya, sesuai dengan pola PIR tersebut.

    2.2.1. Komponen Utama Desa Wisata

    Terdapat dua konsep yang utama dalam komponen desa wisata

    menurut Edward Inskeep, yaitu :

    1) Akomodasi : sebagian dari tempat tinggal para penduduk

    setempat dan atau unit-unit yang berkembang atas konsep tempat

    tinggal penduduk.

    2) Atraksi : seluruh kehidupan keseharian penduduk setempat

    beserta setting fisik lokasi desa yang memungkinkan

    berintegrasinya wisatawan sebagai partisipasi aktif seperti : kursus

    tari, bahasa dan lain-lain yang spesifik.

    Edward Inskeep dalam Tourism Planning An Integrated and

    Sustainable Development Approach, memberikan definisi bahwa;

  • Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau

    Kabupaten Malang 2012

    Universitas Brawijaya 16

    Village Tourism, where small groups of tourist stay in or near

    traditional, often remote villages and learn about village life and the

    local environment.

    Inskeep juga mengatakan wisata pedesaan dimana sekelompok

    kecil wisatawan tinggal dalam atau dekat dengan suasana tradisional,

    sering di desa-desa yang terpencil dan belajar tentang kehidupan

    pedesaan dan lingkungan setempat.

    Penjabaran konsep Access, Attractions dan Amenities guna dirujuk

    dalam pembahasan

    A. Definisi Akses

    Dalam pariwisata, 'akses' istilah mengambil banyak bentuk

    karena perubahan dalam konteks yang berbeda. Ini konteks dan

    isu-isu yang timbul dari mereka sering tumpang tindih (Chris Veitch,

    2004):

    Kecacatan mungkin paling akrab konteks mengenai akses di

    sektor pariwisata. Masalah paling umum di sini adalah hambatan

    fisik dan sikap pelayanan. Namun, akses dan cacat juga terkait

    dengan isu-isu sosial yang lebih luas, seperti stereotip , serta

    keyakinan bahwa perubahan dan beradaptasi produk untuk

    membuatnya dapat diakses dan tidak perlu mahal karena

    permintaan yang terbatas. Sementara banyak orang penyandang

    cacat mampu untuk pergi berlibur, pilihan mereka terbatas

    karena dibatasi kesempatan.

    Inklusi sosial . Kebijakan pemerintah saat ini bertujuan untuk

    mengatasi hambatan untuk holiday taking antara mereka bagian

    dari populasi yang berada pada tidak hadir untuk menikmati

    akses ke pariwisata dan rekreasi. Sepenuhnya-inklusif pariwisata

    tidak hanya bentuk penting untuk memastikan kesempatan yang

    sama, juga menawarkan potensi untuk memperluas pasar dan

  • Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau

    Kabupaten Malang 2012

    Universitas Brawijaya 17

    memperpanjang musim. Dalam konteks ini sejumlah kelompok-

    kelompok yang berbagi beberapa hambatan umum.

    Populasi yang menua . Jumlah orang diperkirakan akan

    meningkat lebih dari 3,5 juta dalam 15 tahun mendatang, untuk

    membentuk 30% dari populasi. Meskipun diakui bahwa

    kelompok ini akan memiliki lebih banyak pendapatan pakai

    daripada di masa lalu, juga kasus yang banyak yang akan tidak

    mampu membayar hari libur atau istirahat, terutama orang-

    orang terpengaruh oleh masalah pensiun.

    Ketenagakerjaan . Pariwisata adalah perusahaan terbesar

    kelima di Inggris, mendukung sekitar 2.1m pekerjaan. Namun

    orang-orang penyandang cacat masih mengalami sikap

    diskriminatif dari majikan. Jadi persepsi sosial, daripada cacat itu

    sendiri, dipandang sebagai hambatan kunci untuk kerja.

    Transportasi . Kemampuan untuk mendapatkan dari satu

    tempat ke tempat lain dapat menjadi penghalang mendasar

    untuk mengakses pariwisata.

    Masalah perkotaan dan pedesaan . Kota dan kota-kota oleh

    alam mereka, organisasi dan perencanaan, merupakan

    lingkungan semakin kompleks, terutama untuk orang dengan

    gangguan.Dalam konteks ini adalah mungkin untuk mengenali

    sejumlah hambatan untuk akses yang berhubungan dengan

    skala dan sifat perkembangan. Beberapa hambatan fisik yang

    nyata, seperti biaya dan ketersediaan transportasi umum,

    sementara yang lain yang dirasakan, seperti jenis tertentu dari

    perkembangan kota dan ruang. Demikian pula, dalam pedesaan,

    ada konteks yang berbeda dari aksesibilitas yang melibatkan

    akses fisik serta rasa tidak dimiliki, terutama umum di kalangan

    orang-orang dari beberapa kelompok etnis. Dalam kedua kasus,

    pemerintah lokal dan perencana perlu lebih sensitif terhadap

    pengertian tentang aksesibilitas.

  • Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau

    Kabupaten Malang 2012

    Universitas Brawijaya 18

    Publik / swasta . Penciptaan ruang rekreasi baru harus sesuai

    dengan kebutuhan seluruh masyarakat, bukan segmen pasar

    tertentu. Perkembangan kebutuhan ruang tersebut, karena itu,

    untuk melibatkan masyarakat dan merangkul pendekatan

    inklusif.

    Pemasaran dan informasi . Pemasaran pesan menggunakan

    gambar dan kata-kata ditargetkan pada khalayak yang spesifik,

    dapat merupakan penghalang jika kelompok-kelompok tertentu

    merasa mereka tidak terwakili oleh mereka dan, karenanya, tidak

    diterima. Akses ke informasi tentang produk tersebut juga bisa

    menjadi penghalang jika tidak tersedia dalam format alternatif,

    misalnya brosur cetak besar, website diakses, textphones dan

    sebagainya.

    B. Definisi Attractions

    Untuk menggambarkan suatu Atraksi Wisatawan tidaklah

    sederhana. Di sini adalah dua definisi:

    a. Suatu kondisi fisik atau corak budaya tempat tertentu yang

    individu pelancong atau wisatawan merasa mampu untuk

    bertemu satu atau lebih kebutuhan terkait dengan kesenangan

    spesifik mereka. seperti corak atau mungkin berkenaan dengan

    lingkungan secara alami (misalnya. iklim, kultur, tumbuh-

    tumbuhan atau pemandangan), atau mereka mungkin (adalah)

    dikhususkan untuk suatu penempatan, seperti suatu capaian

    teater, suatu musium atau air terjun.

    b. Hal positif atau atribut baik dari suatu area untuk aktivitas

    ditentukan atau satuan aktivitas yang diinginkan oleh wisatawan

    ditentukan atau pasar, mencakup iklim, pemandangan, aktivitas,

    kultur.

    1. Atraksi laki-laki yang dibuat adalah phisik struktur (Misalnya

    Jembatan Suramadu,dll) atau festival-festival.

  • Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau

    Kabupaten Malang 2012

    Universitas Brawijaya 19

    2. Atraksi alami adalah gejala [dianggap/disebut] tidak biasa dan /

    atau indah

    3. Atraksi sekunder mempunyai pendekatan wisatawan, tetapi

    bukanlah alasan yang utama untuk mengunjungi suatu

    penempatan.

    4. Suatu atraksi hal negatif adalah suatu atribut dari suatu area

    yang [tuju/ cenderung] untuk membuat pelanggan beberapa

    atau pasar tidak memilih untuk mengunjungi perihal polusi

    contoh atau kejahatan.

    2.2.2. Pendekatan Pengembangan Desa Wisata

    Pengembangan dari desa wisata harus direncanakan secara

    hati-hati agar dampak yang timbul dapat dikontrol. Berdasar dari

    penelitian dan studi-studi dari UNDP/WTO dan beberapa

    konsultan Indonesia, dicapai dua pendekatan dalam menyusun

    rangka kerja/konsep kerja dari pengembangan sebuah desa

    menjadi desa wisata, yaitu melalui pendekatan pasar dan

    pendekatan fisik.

    Pertama, Pendekatan Pasar untuk Pengembangan Desa

    Wisata antara lain sebagai berikut ;

    a. Interaksi tidak langsung

    Model pengembangan didekati dengan cara bahwa desa

    mendapat manfaat tanpa interaksi langsung dengan wisatawan.

    Bentuk kegiatan yang terjadi semisal : penulisan buku-buku

    tentang desa yang berkembang, kehidupan desa, arsitektur

    tradisional, latar belakang sejarah, pembuatan kartu pos dan

    sebagainya.

    b. Interaksi setengah langsung

    Bentuk-bentuk one day trip yang dilakukan oleh wisatawan,

    kegiatan-kegiatan meliputi makan dan berkegiatan bersama

    penduduk dan kemudian wisatawan dapat kembali ke tempat

  • Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau

    Kabupaten Malang 2012

    Universitas Brawijaya 20

    akomodasinya. Prinsip model tipe ini adalah bahwa wisatawan

    hanya singgah dan tidak tinggal bersama dengan penduduk.

    c. Interaksi Langsung

    Wisatawan dimungkinkan untuk tinggal/bermalam dalam

    akomodasi yang dimiliki oleh desa tersebut. Dampak yang terjadi

    dapat dikontrol dengan berbagai pertimbangan yaitu daya

    dukung dan potensi masyarakat setempat. Alternatif lain dari

    model ini adalah penggabungan dari model pertama dan kedua.

    (UNDP and WTO. 1981).

    Kedua, Pendekatan Fisik Pengembangan Desa Wisata

    dimana pendekatan ini merupakan solusi yang umum dalam

    mengembangkan sebuah desa melalui sektor pariwisata dengan

    menggunakan standar-standar khusus dalam mengontrol

    perkembangan dan menerapkan aktivitas konservasi.

    Mengonservasi sejumlah rumah yang memiliki nilai budaya

    dan arsitektur yang tinggi dan mengubah fungsi rumah tinggal

    menjadi sebuah museum desa untuk menghasilkan biaya untuk

    perawatan dari rumah tersebut. Contoh pendekatan dari tipe

    pengembangan model ini adalah Desa Wisata di Koanara, Flores.

    Desa wisata yang terletak di daerah wisata Gunung Kelimutu ini

    mempunyai aset wisata budaya berupa rumah-rumah tinggal

    yang memiliki arsitektur yang khas. Dalam rangka

    mengkonservasi dan mempertahankan rumah-rumah tersebut,

    penduduk desa menempuh cara memuseumkan rumah tinggal

    penduduk yang masih ditinggali. Untuk mewadahi kegiatan

    wisata di daerah tersebut dibangun juga sarana wisata untuk

    wisatawan yang akan mendaki Gunung Kelimutu dengan fasilitas

    berstandar resor minimum dan kegiatan budaya lain.

    Mengkonservasi keseluruhan desa dan menyediakan lahan

    baru untuk menampung perkembangan penduduk desa tersebut

    dan sekaligus mengembangkan lahan tersebut sebagai area

  • Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau

    Kabupaten Malang 2012

    Universitas Brawijaya 21

    pariwisata dengan fasilitas-fasilitas wisata. Contoh pendekatan

    pengembangan desa wisata jenis ini adalah Desa Wisata Sade, di

    Lombok.

    Mengembangkan bentuk-bentuk akomodasi di dalam wilayah

    desa tersebut yang dioperasikan oleh penduduk desa tersebut

    sebagai industri skala kecil. Contoh dari bentuk pengembangan

    ini adalah Desa Wisata Wolotopo di Flores. Aset wisata di daerah

    ini sangat beragam antara lain : kerajinan tenun ikat, tarian

    adat, rumah-rumah tradisional dan pemandangan ke arah laut.

    Wisata di daerah ini dikembangkan dengan membangun sebuah

    perkampungan skala kecil di dalam lingkungan Desa Wolotopo

    yang menghadap ke laut dengan atraksi-atraksi budaya yang

    unik. Fasilitas-fasilitas wisata ini dikelola sendiri oleh penduduk

    desa setempat. Fasilitas wisata berupa akomodasi bagi

    wisatawan, restaurant, kolam renang, peragaan tenun ikat,

    plaza, kebun dan dermaga perahu boat.

    2.2.3. Kriteria Desa Wisata

    Pada Pendekatan Pasar ini diperlukan beberapa kriteria

    yaitu :

    a. Atraksi wisata; yaitu semua yang mencakup alam, budaya

    dan hasil ciptaan manusia. Atraksi yang dipilih adalah yang

    paling menarik dan atraktif di desa.

    b. Jarak Tempuh; adalah jarak tempuh dari kawasan wisata

    terutama tempat tinggal wisatawan dan juga jarak tempuh dari

    ibukota provinsi dan jarak dari ibukota kabupaten.

    c. Besaran Desa; menyangkut masalah-masalah jumlah

    rumah, jumlah penduduk, karakteristik dan luas wilayah desa.

    Kriteria ini berkaitan dengan daya dukung kepariwisataan pada

    suatu desa.

  • Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau

    Kabupaten Malang 2012

    Universitas Brawijaya 22

    d. Sistem Kepercayaan dan kemasyarakatan; merupakan

    aspek penting mengingat adanya aturan-aturan yang khusus

    pada komunitas sebuah desa. Perlu dipertimbangkan adalah

    agama yang menjadi mayoritas dan sistem kemasyarakatan yang

    ada.

    e. Ketersediaan infrastruktur; meliputi fasilitas dan pelayanan

    transportasi, fasilitas listrik, air bersih, drainase, telepon dan

    sebagainya.

    Masing-masing kriteria digunakan untuk melihat karakteristik

    utama suatu desa untuk kemudian menetukan apakah suatu

    desa akan menjadi desa dengan tipe berhenti sejenak, tipe one

    day trip atau tipe tinggal inap.

    Pada sisi lain kriteria suatu desa dapat dikembangan menjadi

    desa wisata, apabila memiliki beberapa faktor-faktor pendukung

    antara lain; (1) Memiliki potensi produk dan daya tarik, (2)

    memiliki dukungan sumber daya manusia (SDM), (3) motivasi

    kuat dari masyarakat, (4) memiliki dukungan sarana dan

    prasarana yang memadai, (5) mempunyai fasilitas pendukung

    kegiatan wisata, (6) mempunyai kelembagaan yang mengatur

    kegiatan wisata, dan (7) ketersediaan lahan/area yang

    dimungkinkan untuk dikembangkan menjadi tujuan wisata

    (Kemenparekraf).

    2.2.4. Prinsip dasar dari pengembangan desa wisata

    Agar pengelolaan dan pembentukan desa wisata tidak

    kontraproduktif dengan konsep Kemenparekraf dan pemerintah

    Kabupaten Malang, maka beberapa prinsip pembentukan desa

    wisata antara lain; pertama mengembangkan berbagai potensi

    desa (alam dan social budaya) serta sarana dan prasarana

    masyarakat setempat secara arif dan berkelanjutan, sehingga

    dapat melindungi warisan alam dan budaya local. Kedua,

  • Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau

    Kabupaten Malang 2012

    Universitas Brawijaya 23

    menguntungkan masyarakat setempat dalam berbagai aspek,

    baik ekonomi, social dan budaya, sehingga eksistensi desa

    wisata dapat terus dipertahankan secara mandiri. Ketiga, skala

    pembentukan desa wisata yang sesuai dengan kemampuan dan

    potensi desa, sehingga memungkinkan untuk terjalinnya

    hubungan timbal balik dengan masyarakat setempat. Keempat,

    pengelolaan desa wisata dilakukan secara partisipatif dengan

    melibatkan masyarakat setempat. Kelima menerapkan

    pengembangan produk wisata pedesaan.

    Pengembangan fasilitas-fasilitas wisata dalam skala kecil

    beserta pelayanan di dalam atau dekat dengan desa.

    Fasilitas-fasilitas dan pelayanan tersebut dimiliki dan

    dikerjakan oleh penduduk desa, salah satu bisa bekerja sama

    atau individu yang memiliki.

    Pengembangan desa wisata didasarkan pada salah satu

    sifat budaya tradisional yang lekat pada suatu desa atau sifat

    atraksi yang dekat dengan alam dengan pengembangan desa

    sebagai pusat pelayanan bagi wisatawan yang mengunjungi

    kedua atraksi tersebut.

    2.2.5. Jenis Wisatawan Pengunjung Desa Wisata

    Karena bentuk wisata pedesaan yang khas maka diperlukan

    suatu segmen pasar tersendiri. Terdapat beberapa tipe

    wisatawan yang akan mengunjungi desa wisata ini yaitu :

    a. Wisatawan Domestik

    Wisatawan domestik ; terdapat tiga jenis pengunjung

    domestik yaitu :

    Pertama, wisatawan atau pengunjung rutin yang tinggal di

    daerah dekat desa tersebut. Motivasi kunjungan : mengunjungi

    kerabat, membeli hasil bumi atau barang-barang kerajinan. Pada

  • Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau

    Kabupaten Malang 2012

    Universitas Brawijaya 24

    perayaan tertentu, pengunjung tipe pertama ini akan memadati

    desa wisata tersebut.

    Kedua, wisatawan dari luar daerah (luar propinsi atau luar

    kota), yang transit atau lewat dengan motivasi, membeli hasil

    kerajinan setempat.

    Ketiga, wisatawan domestik yang secara khusus

    mengadakan perjalanan wisata ke daerah tertentu, dengan

    motivasi mengunjungi daerah pedesaan penghasil kerajinan

    secara pribadi.

    b. Wisatawan Manca Negara

    Wisatawan yang suka berpetualang dan berminat khusus

    pada kehidupan dan kebudayaan di pedesaan. Umumnya

    wisatawan ini tidak ingin bertemu dengan wisatawan lainnya dan

    berusaha mengunjungi kampung dimana tidak begitu banyak

    wisatawan asing.

    Wisatawan yang pergi dalam grup (di dalam suatu biro

    perjalanan wisata). Pada umumnya mereka tidak tinggal lama di

    dalam kampung dan hanya tertarik pada hasil kerajinan

    setempat.

    Wisatawan yang tertarik untuk mengunjungi dan hidup di

    dalam kampung dengan motivasi merasakan kehidupan di luar

    komunitas yang biasa dihadapinya.

    2.2.6. Tipe Desa Wisata

    Menurut pola, proses dan tipe pengelolanya desa atau

    kampung wisata di Indonesia sendiri, terbagi dalam dua bentuk

    yaitu tipe terstruktur dan tipe terbuka.

    a. Tipe terstruktur (enclave)

    Tipe terstruktur ditandai dengan karakter-karakter sebagai

    berikut :

  • Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau

    Kabupaten Malang 2012

    Universitas Brawijaya 25

    Lahan terbatas yang dilengkapi dengan infrastruktur yang

    spesifik untuk kawasan tersebut. Tipe ini mempunyai kelebihan

    dalam citra yang ditumbuhkannya sehingga mampu menembus

    pasar internasional.

    Lokasi pada umumnya terpisah dari masyarakat atau

    penduduk lokal, sehingga dampak negatif yang ditimbulkannya

    diharapkan terkontrol. Selain itu pencemaran sosial budaya yang

    ditimbulkan akan terdeteksi sejak dini.

    Lahan tidak terlalu besar dan masih dalam tingkat

    kemampuan perencanaan yang integratif dan terkoordinir,

    sehingga diharapkan akan tampil menjadi semacam agen untuk

    mendapatkan bantuan dana dari pihak manapun yang tidak

    membebani desa tersebut.

    Contoh dari kawasan atau perkampungan wisata jenis ini

    adalah kawasan desa wisata Kasongan Kabupaten Bantul dan

    beberapa kawasan wisata di Kabupaten Sleman. Pedesaan

    tersebut diakui sebagai suatu pendekatan yang tidak saja

    berhasil secara nasional, melainkan juga pada tingkat

    internasional. Pemerintah Indonesia mengharapkan beberapa

    tempat di Indonesia yang tepat dapat dirancang dengan konsep

    yang serupa.

    b. Tipe Terbuka (spontaneus)

    Tipe ini ditandai dengan karakter-karakter yaitu tumbuh

    menyatunya kawasan dengan struktur kehidupan, baik ruang

    maupun pola dengan masyarakat lokal. Distribusi pendapatan

    yang didapat dari wisatawan dapat langsung dinikmati oleh

    penduduk lokal, akan tetapi dampak negatifnya cepat menjalar

    menjadi satu ke dalam penduduk lokal, sehingga sulit

    dikendalikan. Contoh dari tipe perkampungan wisata jenis ini

    adalah kawasan desa wisata Kasongan Kabupaten Bantul dan

    beberapa kawasan wisata di Kabupaten Sleman.

  • Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau

    Kabupaten Malang 2012

    Universitas Brawijaya 26

    2.2.7. Persyaratan Desa Wisata.

    Merujuk kepada definisi desa wisata, desa-desa yang bisa

    dikembangkan dalam program desa wisata akan memberikan

    contoh yang baik bagi desa lainnya, penetapan suatu desa

    dijadikan sebagai desa wisata harus memenuhi persyaratan-

    persyaratan, antara lain sebagai berikut :

    a. Aksesbilitasnya baik, sehingga mudah dikunjungi

    wisatawan dengan menggunakan berbagai jenis alat

    transportasi.

    b. Memiliki obyek-obyek menarik berupa alam, seni budaya,

    legenda, makanan local, dan sebagainya untuk dikembangkan

    sebagai obyek wisata.

    c. Masyarakat dan aparat desanya menerima dan

    memberikan dukungan yang tinggi terhadap desa wisata serta

    para wisatawan yang datang ke desanya.

    d. Keamanan di desa tersebut terjamin.

    e. Tersedia akomodasi, telekomunikasi, dan tenaga kerja

    yang memadai.

    f. Beriklim sejuk atau dingin.

    g. Berhubungan dengan obyek wisata lain yang sudah

    dikenal oleh masyarakat luas.

  • Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau

    Kabupaten Malang 2012

    Universitas Brawijaya 27

    BAB. III METODE PENELITIAN

    3.1. Rancangan Penelitian

    Penelitian ini merupakan penelitian eksplorasi, di mana akan

    melakukan ekplorasi terhadap pembentukan desa wisata Desa Selorejo,

    Kecamatan Dau, Kabupaten Malang. Penelitian eksplorasi diartikan oleh

    (Moleong, 2002) sebagai a process of determining whether a social

    intervention has produced the intended result. Penelitian ini ditujukan

    untuk mengetahui potensi dan tantangan dalam pembentukan desa wisata

    Desa Selorejo, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang di Kecamatan

    Poncokusumo Kabupaten Malang. Penelitian ini dilakukan dengan

    pendekatan kualitatif dekriptif.

    Penelitian kualitatif dimaksudkan sebagai jenis penelitian yang

    temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk

    hitungan lainnya. Metode kualitatif dapat digunakan untuk mengungkap

    dan memahami sesuatu di balik fenomena yang sedikit pun belum

    diketahui. Metode ini dapat juga digunakan untuk mendapatkan wawasan

    tentang sesuatu yang baru sedikit diketahui. Demikian pula metode

    kualitatif dapat memberi rincian yang kompleks tentang fenomena yang

    sulit diungkapkan oleh metode kuantitatif (Strauss dan Corbin, 2003).

    Pemilihan metode kualitatif karena dalam penerapannya metode ini

    bertumpu pada berbagai aliran, tradisi, atau orientasi yang kesemuanya

    menekankan pentingnya pengembangan dan penyusunan teori yang

    ditandai oleh strategi induktif-empiris. Hal ini berbeda dengan pendekatan

    kuantitatif yang bertumpukan pada deduksi logis berdasarkam asumsi-

    asumsi apriori. Ancangan kualitatif senantiasa berakar pada kenyataan

    empiris, walaupun dapat saja dipahami oleh berbagai tradisi dan orientasi

    pemikiran yang berbeda- beda.

    Keunggulan metode kualitatif lainnya, adalah strategi penyelidikan

    yang naturalis dan induktif dalam mendekati suatu suasana (setting)

  • Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau

    Kabupaten Malang 2012

    Universitas Brawijaya 28

    tanpa hipotesis-hipotesis yang ditentukan sebelumnya, teori muncul justru

    dari pengalaman kerja lapangan dan berakar (grounded) dalam data

    (Strauss,2003). Dilihat dari historis penggunaan metode kualitatif

    pertama-tama dikenal dalam studi-studi dari Chicago school ditahun 1910-

    1940. Selama periode itu peneliti-peneliti universitas tersebut

    menghasilkan penelitian-penelitian dengan pengamatan terlibat

    (participant observation) dan berdasarkan catatan-catatan pribadi

    (personel document). Sampai dengan tahun 1960-an, masyarakat ilmiah

    telah terbiasa dengan metode participant observation, in-depth interview,

    dan personel dokumen.

    Selanjutnya, penelitian eksplorasi ditujukan untuk: Pertama,

    mengumpulkan informasi aktual secara terperinci yang melukiskan gejala-

    gejala yang ada. Kedua, mengidentifikasi masalah dengan memeriksa

    data-data yang diperlihatkan kondisi dan praktik-praktik yang berlaku.

    Ketiga, melakukan evaluasi atau (jika mungkin) membuat komparasi.

    3.2. Lokasi Penelitian

    Penelitian ini dilaksanakan di Desa Selorejo, Kecamatan Dau,

    Kabupaten Malang. Alasan Pemilihan lokasi penelitian pembentukan desa

    wisata ini mengacu pada Program mata Kuliah Ekologi Pariwisata yang

    dibuat oleh mahasiswa jurusan Hospitality and Tourism (Bisnis Pariwisata)

    Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya yaitu di Desa Selorejo,

    Kecamatan Dau, Kabupaten Malang. Selain itu, Desa Desa Selorejo, dalam

    perkembangannya memiliki berbagai potensi alam, seni, budaya dan

    agrowisata yang dapat dikembangkan menjadi obyek wisata.

    3.3. Sumber Data/ Informan

    Dalam penelitian kualitatif menurut Lofland dalam Moleong (2002),

    sumber data utama adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data

    tambahan seperti sumber data tertulis, foto dan statistik. Sumber-sumber

    data dalam penelitian ini adalah:

  • Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau

    Kabupaten Malang 2012

    Universitas Brawijaya 29

    1. Informan, kata-kata dan tindakan dari informan yang diamati atau

    diwawancarai merupakan sumber utama dalam penelitian ini. Sumber

    utama dicatat melalui catatan tertulis. Sebagai sumber utama data

    utama dipilih secara purposive dan diseleksi berdasarkan atas subyek

    yang menguasai permasalahan, memiliki data, dan bersedia

    memberikan data yang benar-benar relevan, kompeten dengan

    masalah yang diteliti berupa keterangan, cerita atau uraian kata yang

    bermakna dan bernuansa untuk mengungkap potensi wisata di Desa

    Desa Selorejo, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang. Dalam hal ini

    sumber informan yang dipakai sebagai sumber informasi, yaitu:

    kepala desa, sekretaris desa, perangkat desa, tokoh masyarakat, dan

    masyarakat di Desa Desa Selorejo, Kecamatan Dau, Kabupaten

    Malang.

    2. Dokumen/sumber tertulis, Moleong (2002) menyatakan bahwa

    dokumen sudah lama digunakan dalam penelitian sebagai sumber

    data karena dalam banyak hal dokumen sebagai sumber data dapat

    dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan, bahkan untuk

    meramalkan. Dokumen/sumber tertulis merupakan bahan tambahan

    yang berasal dari buku, majalah ilmiah, sumber dari arsip, dokumen

    pribadi dan dokumen resmi. Dokumen sebagai sumber data lainnya

    bersifat melengkapi data utama dan bersifat relevan dengan masalah

    dan fokus penelitian berupa dokumen-dokumen yang berkaitan

    dengan hasil-hasil pertemuan dan keputusan-keputusan rapat, dan

    foto-foto. Sumber data ini untuk melengkapi hasil wawancara dan

    pengamatan terhadap tempat dan peristiwa.

    3.4. Tahap dan Teknik Pengumpulan Data

    Pengumpulan data dalam penelitian ini, melalui tiga tahap kegiatan

    yang akan dilakukan oleh peneliti sendiri, sebagai berikut:

    1). Memasuki lokasi penelitian (Getting In)

  • Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau

    Kabupaten Malang 2012

    Universitas Brawijaya 30

    Pengumpulan data dan informasi dapat dilakukan dengan baik, maka

    peneliti bertindak sebagai orang yang tidak dikenal, terlebih dahulu

    harus melapor dan memperkenalkan diri kepada pejabat yang

    berwenang dengan disertai surat penelitian ataupun kajian yang

    selanjutnya mengungkapkan maksud dan tujuan peneliti, sekaligus

    meminta ijin sebagai tanda bahwa peneliti benar-benar melakukan

    penelitian ataupun kajian.

    Pada tahap ini peneliti berinteraksi dan beradaptasi pada sumber data,

    agar dapat mengenal lebih dekat dengan lingkungan penelitian, dan

    menjalin hubungan yang erat, etis dan simpatik. Peneliti berperilaku

    sopan dan santun, baik tutur bahasa maupun dalam tingkah laku.

    Pada tahap ini, yang paling diutamakan adalah bagaimana peneliti

    dapat diterima dalam lingkungan penelitian pada saat memasuki lokasi

    penelitian. Hubungan yang perlu dibina berupa rapport (rapor).

    Rapport adalah hubungan antara peneliti dan subyek yang sudah

    melebur sehingga seolah-olah tidak ada lagi dinding pemisah di antara

    keduanya (Moleong, 2002). Dengan demikian subyek dengan sukarela

    dapat menjawab pertanyaan atau memberikan informasi yang

    diperlukan oleh peneliti.

    2). Ketika berada di lokasi penelitian

    Sewaktu berada pada lokasi penelitian mau tidak mau peneliti akan

    terjun kedalamnya dan akan ikut berperan serta didalamnya. Pada

    tahap ini peneliti membaur dengan situasi tempat yang diteliti dan

    menjalin hubungan yang lebih akrab secara pribadi dengan informan

    kunci pada penelitian. Peneliti menyesuaikan diri dan mengikuti

    ketentuan peraturan yang berlaku di lokasi penelitian dengan kondisi

    yang akrab, peneliti melakukan pengamatan secara langsung,

    berdiskusi, dan tukar-menukar informasi.

    3). Pengumpulan Data (Logging Data)

    Dalam penelitian kualitatif, peneliti sendirilah yang menjadi instrumen

    utama yang terjun ke lapangan serta berusaha sendiri mengumpulkan

  • Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau

    Kabupaten Malang 2012

    Universitas Brawijaya 31

    informasi melalui observasi dan wawancara. Alat bantu yang

    digunakan berupa: catatan lapangan, tape recorder, kamera foto, dan

    alat lain yang dianggap perlu. Pengumpulan data dalam penelitian ini,

    menggunakan teknik sebagai berikut :

    a) Observasi (pengamatan), Teknik ini dilakukan melalui kegiatan

    pengamatan dan pencatatan secara langsung di lapangan terhadap

    obyek penelitian sehingga memperoleh data yang aktual dari

    sumber data. Ini dilakukan dengan mengamati baik terlibat secara

    langsung maupun tidak langsung guna memudahkan perolehan

    data yang diinginkan.

    b) Wawancara secara mendalam (Indepth Interview), Wawancara

    yang dilakukan oleh peneliti tidak bersifat mengarahkan atau

    melakukan intervensi terhadap pandangan informan. Peneliti

    memanfaatkan pengetahuannya secara profesional untuk

    memahami dan menjelaskan suatu hal, kejadian, mengembangkan

    imajinasi dan daya nalar untuk dapat mengungkap apa yang

    disampaikan, tindakan apa yang dilakukan, apa yang dirasakan,

    serta kerangka mental dari dalam yang dimiliki subyek (emic). Atas

    dasar emic yang diperoleh tersebut, peneliti mencoba memahami,

    menafsirkan dan membuat pemaknaan baru atas worldview

    peneliti. Dengan tehnik ini, peneliti telah dapat memperoleh

    informasi yang diperlukan berkaitan dengan pembentukan desa

    wisata. Wawancara telah dilakukan baik secara terbuka maupun

    secara terstruktur. Dan pertanyaan yang diberikan berfokus pada

    permasalahan sehingga informasi yang dikumpulkan cukup lengkap

    dan mendalam. Wawancara mendalam dilakukan berkali-kali dan

    membutuhkan waktu yang lama bersama informan di lokasi

    penelitian (Bungin, 2007). Guna mempertajam hasil data,

    dipergunakan pula wawancara yang tidak terstruktur, yakni peneliti

    mengajukan pertanyaan secara bebas dan leluasa tanpa terikat

    oleh susunan pertanyaan yang telah dibuat sebelumnya. Dalam

  • Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau

    Kabupaten Malang 2012

    Universitas Brawijaya 32

    melakukan wawancara, tidak terbatas hanya di kantor saja tetapi

    juga dilakukan dimanapun tempat yang telah disepakati. Hal ini

    dimaksudkan agar lebih leluasa dalam menggali informasi yang

    diperlukan tanpa terikat oleh waktu dan tempat.

    c) Dokumentasi, Dokumen dalam penelitian ini dapat bersumber dari

    dokumen pribadi, maupun dokumen resmi. Dokumen-dokumen

    tersebut diamati, dicatat, atau difotokopi. Bahan-bahan panduan,

    arsip-arsip, maupun data-data lain yang terkait dengan masalah

    yang diteliti dikumpulkan peneliti untuk memperoleh kejadian nyata

    tentang obyek yang diteliti. Untuk melengkapi hasil wawancara dan

    pengamatan, peneliti melakukan pengumpulan dokumen potensi

    yang bisa dikembangkan untuk pembentukan desa wisata.

    d) Focus Group Discussion (FGD), yaitu melibatkan stakeholder

    penting yang terkait dengan rencana pembentukan desa wisata

    Desa Selorejo, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang. Melalui FGD

    diharapkan diperlohen berbagai informasi penting yang tidak

    mungkin diperoleh melalaui teknik yang lain.

    3.5. Teknik Analisis Data

    Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

    teknik analisis data kualitatif, mengikuti konsep yang diberikan Miles dan

    Huberman dan Spradley.

    Miles dan Huberman dalam Sugiyono (2009), mengemukakan

    aktifitas dalam penelitian data kualitatif dilakukan secara interaktif dan

    berlangsung secara terus menerus pada setiap tahapan penelitian

    sehingga sampai tuntas, dan datanya sampai jenuh. Aktifitas dalam

    analisis data ada tiga, yaitu: 1) Reduksi data, 2) Penyajian data, 3) dan

    Pengambilan Kesimpulan.

    Di dalam penelitian ekploratif, proses analisis dan interpretasi data

    tidak hanya dilakukan pada akhir pengumpulan data atau berdiri sendiri,

    namun secara simultan juga dilakukan pada saat pengumpulan data di

  • Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau

    Kabupaten Malang 2012

    Universitas Brawijaya 33

    lapangan berlangsung, sehingga dalam penelitian kualitatif sering dikenal

    sebagai proses siklus. Setelah mendapatkan informasi, dilakukan analisis

    untuk mencari hipotesis kemudian dilakukan pengumpulan informasi

    berikutnya. Ini dimaksudkan untuk memperoleh kesesuaian dengan

    hipotesis sementara yang telah disusun, demikian terus berputar hingga

    ditemukan puncak informasi atau kejenuhan data. Selanjutnya, kegiatan

    dalam analisis data meliputi pencarian data, menatanya, membaginya

    menjadi satuan-satuan yang dapat dikelola, mensintesanya, mencari pola,

    menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari serta memutuskan

    apa yang dilakukan.

    Menurut Moleong (2002) yang dimaksud dengan metode kualitatif

    adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data-data deskriptif

    berupa kata-kata tertulis dan lisan dari orang-orang dan pelaku yang

    diamati. Pencarian data-data dilakukan dengan metode induktif, yang

    diberangkatkan dari fakta-fakta atau peristiwa umum kemudian ditarik

    generalisasi yang bersifat khusus (Moleong, 2002). Sedangkan

    pengelolaan datanya digunakan metode reflektif. Komponen-komponen

    metode reflektif adalah: (a) perekaan, (b) penafsiran, (c) penilaian, (d)

    deskripsi, (e) pemahaman; dan (g) analisa. Kemudian, masih menurut

    Moleong (2002), dalam berpikir reflektif induksi akan diawali dari fakta-

    fakta khusus dan menuju ke pernyataann umum yang menerangkan

    fakta-fakta itu. Kemudian dari ekplanasi yang bersifat umum tersebut

    diselidiki kembali fakta-fakta yang telah ada tadi untuk meyakinkan

    kebenaran ekplanasi yang telah dirumuskan (verifikasi).

    Pada tahap perumusan strategi pembentukan desa wisata di Desa

    Selorejo Kecamatan Dau, peneliti menggunakan teknik analisis SWOT,

    dengan teknik SWOT kita dapat mengetahui kekuatan, kelemahan,

    ancaman dan peluang dalam pembentukan desa wisata di Desa Selorejo

    Kecamatan Dau. Selanjutnya untuk merumuskan model desa wisata,

    peneliti berpijak pada data hasil pemetaan potensi dan rumusan strategi

    tersebut yang dielaborasi menjadi skema konsep yang lebih operasional.

  • Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau

    Kabupaten Malang 2012

    Universitas Brawijaya 34

    BAB. IV HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1. HASIL PENELITIAN

    4.1.1. Kondisi Obyektif Daerah Penelitian

    Pembangunan pariwisata mempunyai peranan penting

    karena disamping sebagai penggerak perekonomian juga

    diharapkan meningkatkan kesempatan kerja dan peningkatan

    pendapatan masyarakat selain itu pariwisata juga merupakan

    salah satu bentuk pemenuhan kebutuhan masyarakat akan

    kepuasan terhadap hal-hal yang bersifat batiniah. Dalam

    rangka memanfaatkan peluang pariwisata yang secara

    prospektif dapat menguntungkan, maka diperlukan juga iklim

    usaha yang kondusif agar dapat menjamin berlangsungnya

    kegiatan pariwisata, serta membuka peluang investasi guna

    meningkatkan aktifitas pariwisata.

    Selanjutnya melalui pengelolaan berbagai potensi secara

    optimal diharapkan akan dapat menarik dunia usaha untuk

    melakukan kegiatan penanaman modal di Kabupaten Malang

    dapat dipastikan bahwa aktivitas ekonomi akan meningkat dan

    pada gilirannya akan mengangkat kesejahteraan masyarakat

    dampaknya akan berpengaruh sekali terhadap peningkatan

    pendapatan asli daerah.

    Kabupaten Malang yang kondisi geografisnya terdiri

    dari wilayah pegunungan dan dataran/ lembah serta perairan

    pantai membentuk bentangan-bentangan alam yang indah

    dengan patahan-patahan geologi yang menciptakan adanya air

    terjun hamparan pantai yang luas dan berpasir putih, hal ini

    memungkinkan sekali dipacunya pertumbuhan dan

    pengembangan wilayah Kabupaten Malang berbasis pada

    pariwisata dengan ditunjang oleh sumber daya alam dan

    sektor-sektor ekonomi unggulan seperti pertanian peternakan

  • Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau

    Kabupaten Malang 2012

    Universitas Brawijaya 35

    perikanan industri pertambangan dan pariwisata itu sendiri.

    Pengembangan pariwisata dapat ditempuh melalui pengadaan

    paket wisata, pengembangan jalur wisata, pengadaan sarana

    dan prasarana penunjang pariwisata seperti hotel atau

    penginapan serta peningkatan aksesbilitas dengan

    meningkatkan kondisi jalan dan penyediaan sarana transportasi

    menuju obyek wisata.

    Desa Selorejo adalah salah satu desa di Kecamatan Dau

    Kabupaten Malang yang terletak di bagian Barat Laut Wilayah

    Kabupaten Malang.

    a. Wilayah Administrasi

    Desa Selorejo adalah salah satu desa di Kecamatan Dau

    Kabupaten Malang. Adapun batas-batas wilayah Desa

    Selorejo adalah sebagai berikut :

    Utara : Desa Gading Kulon Kecamatan Dau

    Timur : Desa Tegalweru Kecamatan Dau

    Selatan : Desa Petung Sewu Kecamatan Dau

    Barat : Hutan

    Dengan luas wilayah 400 Ha yang terinci sebagai berikut:

    Pemukiman/Pekarangan : 26,53 Ha

    Bangunan Industri : 0,00 Ha

    Tegal/Kebun : 285,47 Ha

    Perkebunan : 0,00 Ha

    Padang Rumput : 0,00 Ha

    Rawa : 0,00 Ha

    Hutan :0,00 Ha

    Lainnya :30,00 Ha

    b. Klimatologi

    Desa Selorejo terletak di wilayah pegunungan dengan hawa

    yang sejuk dengan suhu udara berkisar antara 200C hingga

  • Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau

    Kabupaten Malang 2012

    Universitas Brawijaya 36

    220C. sedangkan rata- rata kelembapan nisby 20% dengan

    curah hujan 2000 mm / tahun .

    c. Pola Penggunaan Tanah

    Pola penggunaan lahan di Desa Selorejo untuk lahan

    terbangun hanya sekitar 400 ha dari seluruh pola

    penggunaan lahan yang ada. Sisanya merupakan lahan yang

    belum terbangun. Hal ini disebabkan karena wilayah Desa

    Selorejo sebagian besar merupakan kawasan dengan

    topografi yang cenderung berbukit, sehingga penggunaan

    lahan didominasi oleh perkebunan dan pertanian.

    Dari seluruh lahan yang ada pola penggunaan lahan di Desa

    Selorejo terdiri dari 400 ha yang terbagi atas :

    Pemukiman/Pekarangan 26,53 Ha, Bangunan Industri 0,00

    Ha, Tegal/Kebun 285,47 Ha, Perkebunan 0,00 Ha, Padang

    Rumput 0,00 Ha, Rawa 0,00 Ha, Tambak 0,00 Ha, Hutan

    0,00 Ha, Lainnya 30,00 Ha Seperti dalam tabel dibawah ini:

    Tabel 4.3 Pola Penggunaan Lahan desa Selorejo tahun 2008

    No. Jenis Penggunaan Lahan

    Jumlah (ha)

    1 Pemukiman/Pekarangan 26,53

    2 Bangunan Industri 0,00

    3 Tegal/Kebun 285,47

    4 Perkebunan 0,00

    5 Padang Rumput 0,00

    6 Rawa 0,00

    7 Tambak 0,00

    8 Hutan 0,00

    9 Lainnya 30,00

    Jumlah 342,0

    d. Kependudukan

    Jumlah penduduk Desa Selorejo pada Tahun 2008 sebanyak

    3283 jiwa yang terdiri dari laki- laki sebanyak 1611 jiwa dan

    perempuan sebanyak 1672 jiwa dan terdiri dari 1108 kepala

    keluarga.

  • Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau

    Kabupaten Malang 2012

    Universitas Brawijaya 37

    i. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian

    Data tentang jumlah penduduk menurut pencaharian

    diperlukan untuk mengetahui tingkat perekonomian penduduk di

    Desa Selorejo, terutama dari mata pencaharian yang dominan.

    Dengan demikian akan tergambar pola ekonomi penduduk maupun

    tingkat pendapatannya.

    Dilihat dari struktur mata pencaharian penduduk Desa Selorejo,

    sebagian besar penduduknya bekerja di sektor perternakan. Kondisi

    ini ditunjang oleh faktor potensi perternakan yang mendukung

    untuk kegiatan perternakan. Dari data monografi desa terlihat

    bahwa 30,4% penduduk desa Selorejo bekerja pada sektor

    perternakan, hal ini ditunjukkan oleh rasio antara penduduk yang

    bekerja di sector perternakan dan penduduk yang bekerja di sector

    non perternakan. Penduduk yang bekerja pada sector non

    perternakan tersebar di berbagai sector seperti Perkebunan,

    Perikanan, Pedagang, PNS, TNI/Polri, Buruh Pabrik/Industri,

    Penggalian/Penambangan, Buruh Tani, Buruh Bangunan, Jasa,

    Lainnya.

    Tabel 4.4.1 Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian Tahun 2008

    No Jenis Pekerjaan Jumlah

    1 Perkebunan 519

    2 Perikanan 0

    3 Perternakan 538

    4 Pedagang 57

    5 PNS 8

    6 TNI/Polri 6

    7 Buruh Pabrik/ Industri 0

    8 Penggalian/Penambangan 0

    9 Buruh Tani 541

    10 Buruh Bangunan 64

    11 Jasa 15

    12 Lainnya 19

    Jumlah 1.767

  • Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau

    Kabupaten Malang 2012

    Universitas Brawijaya 38

    ii. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan

    Jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan digunakan

    untuk menilai kualitas sumber daya manusia di wilayah Desa

    Selorejo. Berdasarkan data jumlah penduduk menurut tingkat

    pendidikan, jumlah tingkat pendidikan SD Laki-laki 158 orang

    sedangkan perempuan 121 serta penduduk yang tidak tamat SD

    sebanyak 627. sedangkan penduduk tamat SMP berjumlah 534

    sedangkan penduduk tamat SMA berjumlah 290, seperti dalam

    tabel dibawah ini:

    Tabel 4.4.2 Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan tahun 2008

    No Tingkat Pendidikan Jumlah

    1 Tidak Tamat SD 627

    2 SD 1.155

    3 SMP 0

    4 SMA 290

    5 Tamat Perguruan Tinggi/Universitas 117

    Jumlah 2.189

    iii. Jumlah Penduduk Menurut Umur

    Berdasarkan data tentang jumlah penduduk menurut umur

    di Desa Selorejo, dapat diketahui bahwa jumlah penduduk usia

    produktif lebih besar dari penduduk usia non produktif. Penduduk

    yang mempunyai usia produktif di Desa Selorejo sebanyak 86,9%

    dari jumlah penduduk.

    Tabel 4.4.3 Jumlah Penduduk Menurut Umur tahun 2008

    No Usia Jumlah Prosentase (%)

    1 0->5 tahun 251 7,6

    2 5-6 Tahun 76 2,3

    3 7-15 Tahun 386 11,6

    4 16-22 Tahun 310 9,3

    5 23-59 Tahun 1948 58,7

    6 ^0 Tahun Ke Atas 346 10,4

    Jumlah 3,317

  • Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau

    Kabupaten Malang 2012

    Universitas Brawijaya 39

    e. Potensi Desa Selorejo

    1) Potensi Pertanian

    Dari data penggunaan tanah Desa Selorejo yang telah

    disampaikan diatas, penggunaan terbesar adalah pada sektor

    Tegal/Kebun yaitu sebesar 285,47 ha.

    Melihat kondisi diatas dapat dikatakan bahwa potensi

    Tegal/Kebun di Desa Selorejo cukup besar. Dari data dari profil

    desa dapat diketahui bahwa produksi terbesar dari sektor

    Tegal/Kebun adalah produksi Sayuran.

    Tabel 4.5.1 Potensi Pertanian tahun 2011

    Jenis Komoditas Luas Panen ( Ha ) Produktivitas (Kw/Ha)

    Produksi ( Ton)

    Padi 266,0 96,6 1.611,0

    Jagung 1.053,0 84,6 4.392

    Kedelai 0,00 0,00 0,00

    Kacang Tanah 94,0 12,6 118,0

    Kacang Hijau 0,00 0,00 0,00

    Ubi Kayu 58,0 317,2 1.840,0

    Ubi Jalar 20,0 160,5 321,0

    Jumlah 2.810,00 852,71 14.285,00

    2) Potensi Peternakan

    Berdasarkan data yang diperoleh tahun 2008 jenis ternak

    yang terdapat di Desa Selorejo terdiri dari ternak besar (Sapi

    Perah,Sapi Pedaging, Kerbau, Kuda, Kambing, Domba, Babi,

    Ayam Petelur, Ayam Pedaging, Itik/Bebek). Dari data yang ada

    mengindikasikan bahwa perkmbangan ternak besar tersebut

    secara keseluruhan di Desa Selorejo terus mengalami

    peningkatan. Sedangkan jenis unggas terutama ayam Petelur

    jumlahnya cukup besar.

  • Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau

    Kabupaten Malang 2012

    Universitas Brawijaya 40

    Tabel 4.5.2 Potensi Peternakan tahun 2008

    Komoditi Jantan Betina Jumlah

    Sapi Perah 315 1.245 1.560

    Sapi Pedaging 238 1.642 1.840

    Kerbau - - -

    Kuda 8 4 12

    Kambing 154 487 641

    Domba 303 894 1.197

    Babi 56 387 443

    Ayam Petelur 154.750 0 154.750

    Ayam Pedaging 90.500 0 90.500

    Itik/Bebek 3.446 54 3.500

    Jumlah 254.270 4.713 258.983

    4.2. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

    4.2.1. Analisis Kondisi Internal dan Eksternal Desa Selorejo

    Berdasarkan Aspek Penting Pembentukan Desa

    Wisata.

    Potensi pariwisata Desa Selorejo tidak hanya

    bersumber dari obyek-obyek wisata internal saja, tetapi juga

    dapat didukung oleh adanya faktor-faktor pendukung

    eksternal. Dua faktor (internal dan internal) ini perlu

    diidentifikasi dan dianalisis dengan cermat, agar dapat

    ketahui strategi dan model pembentukan desa wisata yang

    mungkin untuk dilakukan.

    1. Analisis Kondisi Internal.

    Mengacu pada konsep desa wisata ( tourism village)

    aspek-aspek penting yang harus dimiliki oleh desa wisata

    adalah sebagai berikut ;

    1. Potensi produk, atraksi wisata dan daya tarik wisata

    2. Dukungan SDM

    3. Motivasi kuat dari masyarakat

    4. Dukungan sarana dan prasarana

    5. Fasilitas pendukung kegiatan wisata

  • Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau

    Kabupaten Malang 2012

    Universitas Brawijaya 41

    6. Kelembagaan desa wisata

    7. Ketersediaan lahan/area

    Analisis pembentukan desa wisata di desa Selorejo

    Kecamatan Dau Kabupaten Malang akan dikonsentrasikan

    pada tujuh aspek di atas serta kriteria-kriteria dari

    pengalaman daerah lain yang relevan. Kemudian dilakukan

    elaborasi untuk mengambil sebuah kesimpulan mengenai

    potensi yang dimiliki kecamatan Dau.

    Lingkup analisis potensi pariwisata internal, selain

    dilakukan di wilayah administrative desa Selorejo sebagai

    pilot project pembentukan desa wisata.

    A.1 Potensi Produk dan Daya Tarik Wisata

    Potensi produk dan daya tarik sebagaimana dimaksud adalah

    meliputi pertama, adalah potensi fisik lingkungan alam, tata lingkungan

    perkampungan yang unik dan khas, arsitek bangunan yang unik dan khas

    serta bentang dan kontur alam yang elok. Sedangkan potensi yang kedua

    adalah meliputi potensi kehidupan sosial budaya masyarakat, yaitu pola

    keseharian masyarakat yang natural dan khas, adat istiadat, tradisi

    budaya, seni kerajinan dan kesenian tradisional yang telah turun temurun.

    Mengingat bahwa modal dasar yang harus dimiliki oleh desa wisata

    adalah adanya obyek wisata sebagai daya tarik wisatawan, berdasarkan

    pada data potensi bab sebelumnya maka potensi di Desa Selorejo yang

    memiliki daya tarik terhadap wisatawan dan memungkinkan untuk

    dikembangkan menjadi desa wisata terdapat pada tabel dibawah ini:

    A.1.1. Potensi Wisata Alam

    Potensi wisata alam yang dimiliki oleh desa Selorejo adalah

    Wana Wisata Petik Jeruk Baby Java yang mmeiliki luas sekitar 200

    Ha. Di wisata petik jeruk ini wisatawan dapat memetik sendiri buah

    jeruk Baby Java dari pohonnya secara langsung dan juga dapat

  • Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau

    Kabupaten Malang 2012

    Universitas Brawijaya 42

    membawa pulang jeruk dengan cara membeli untuk buah tangan

    (oleh-oleh). Selain Wana Wisata petik jeruk Baby Java, Selorejo

    juga memiliki Bumi Perkemahan Bedengan dimana wisatawan

    dapat berkemah di alam bebas dan menikmati sungai ataupun air

    terjun yang terdapat di sekitar area Bedengan.

    A.1.2 Potensi Wisata Budaya dan Event Tahunan

    Desa Selorejo belum memiliki potensi budaya dan event

    tahunan. Namun terdapat kesenian Wong Irengan dan Kuda

    Lumping Dor yang merupakan kesenian asli dari desa Selorejo.

    Kesenian Wong Irengan sering digunakan untuk acara arak-arakan

    manten. Setiap ada acara pernikahan, kesenian Wong Irengan

    selalu ditampilkan.

    A.1.3 Potensi Produk Unggulan

    Makanan Khas

    Makanan khas yang dimiliki oleh desa Selorejo adalah

    nasi empok urap-urap ikan asin dengan sayur pedas dan tempe

    penyet. Sedangkan untuk produk unggulannya adalah jeruk Baby

    Java.

    A.1.4 Usaha Jasa

    Desa Selorejo yang belum mengembangkan potensinya

    untuk dijadikan sebagai desa wisata belum memiliki usaha jasa

    yang lengkap. Belum terdapat hotel maupun rumah makan di desa

    ini. Namun apabila ada wisatawan yang ingin menginap, maka

    Bumi Perkemahan Bedengan dapat dijadikan sebagai alternatif

    untuk berkemah dan bermalam. Tak hanya di Bumi Perkemahan

    Bedengan, pihak aparatur desa menyediakan homestay yaitu

    berupa rumah penduduk yang disewakan.

  • Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau

    Kabupaten Malang 2012

    Universitas Brawijaya 43

    A.2 Dukungan Sumber Daya Manusia (SDM)

    Dukungan sumberdaya manusia ini dimaksudkan untuk

    meningkatkan kapasitas dan produktivitasnya secara ekonomi untuk

    meningkatkan kesejahteraan masyarakat perdesaan melalui bidang-bidang

    yang dimilikinya. Sehingga dampak positif pengembangan pariwisata desa

    tersebut dapat dirasakan langsung oleh masyarakat desa setempat, dan

    bukan justru pihak lain.

    Berdasarkan data monografi desa diketahui bahwa masyarakat

    yang paling besar adalah petani, hal ini menunjukkan bahwa mereka

    memiliki lahan sendiri.

    Apabila dilihat dari aspek pendidikan, maka rata-rata pendidikan

    masyarakat hanya sampai Sekolah Dasar (SD). Berdasarkan data jumlah

    penduduk menurut tingkat pendidikan, jumlah tingkat pendidikan SD

    Laki-laki 158 orang sedangkan perempuan 121 serta penduduk yang tidak

    tamat SD sebanyak 627. sedangkan penduduk tamat SMP berjumlah 534

    sedangkan penduduk tamat SMA berjumlah 290

    Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tingkat pendidikan

    masyarakat di desa Selorejo relatif baik. Penilaian tersebut secara

    sederhana dibandingkan dengan target menteri pendidikan nasional yang

    mewajibkan rakyat Indonesia menempuh pendidikan minimal 9 tahun atau

    setara SMP. Melalui pembinaan yang intensif, sumber daya manusia di

    kedua desa tersebut dapat didorong untuk terlibat aktif dalam

    pembentukan desa wisata dan pada akhirnya juga berdampak pada

    peningkatan peluang usaha di desanya masing-masing.

    A.3 Motivasi Kuat Dari Masyarakat

    Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan yang dilakukan oleh

    peneliti menunjukkan bahwa rata-rata masyarakat di desa Selorejo belum

    mengetahui tentang konsep desa wisata. Akan tetapi pada sisi lain,

    berdasarkan hasil diskusi yang dilakukan dengan sejumlah perangkat desa

  • Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau

    Kabupaten Malang 2012

    Universitas Brawijaya 44

    menunjukkan bahwa mereka memiliki pengetahuan dan motivasi yang

    besar untuk segera mewujudkan desa wisata di desanya.

    Setelah dilakukan diskusi lebih lanjut dengan para tokoh

    masyarakat, akhirnya diketahui bahwa sosialisasi tentang rencana

    pembentukan desa wisata masih kurang optimal. Hal ini disebabkan

    karena sejak tahun 2008 belum ada lagi kejelasan tentang tindaklanjut

    pembentukan desa wisata di desa Selorejo dikarenakan pengolahan desa

    wisata tidak ditangani oleh pihak yang tepat. Selama ini, pihak yang

    membantu pengembangan desa wisata di Selorejo berasal dari peserta

    KKN (Kuliah Kerja Nyata) dari Universitas yang berada di Malang. Namun

    peserta KKN itu sendiri mempunyai tujuan utama untuk meneliti mengenai

    permasalahan pertanian di Selorejo. Selain itu, peserta KKN tersebut juga

    tidak memiliki keahlian maupun pegetahuan mengenai pengembangan

    desa wisata.

    A.4. Dukungan Sarana dan Prasarana

    Selain obyek wisata, faktor yang sangat penting dalam

    pembentukan desa wisata adalah ketersediaan dan dukungan sarana-

    prasarana. Karena keberadaan sarana-prasarana tersebut akan

    menentukan kemudahan, kenyamanan, keamanan, dan kecepatan akses

    transportasi dan komunikasi bagi wisatawan. Selain itu, keberadaan

    fasilitas pendukung lain seperti Puskesmas maupun tempat praktek dokter

    akan menciptakan nilai tambah bagi wisatawan terhadap desa wisata

    tersebut. Adapun sarana dan prasarana yang ada di desa Selorejo antar

    lain sebagaimana tercantum dalam tabel di bawah ini.

    Tabel 4.A.4

    Sarana dan Prasarana

    NO FASILITAS JUMLAH

    1 Puskesmas Pembantu 1

    2 Tempat Praktek Dokter 1

  • Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau

    Kabupaten Malang 2012

    Universitas Brawijaya 45

    Berdasarkan tabel di atas diketahu bahwa desa Selorejo telah

    memiliki sarana dan prasarana meskipun dalam jumlah yang terbatas.

    Dengan demikian, sarana dan prasarana yang ada tersebut perlu untuk

    ditingkatkan dan dikembangkan karena merupakan faktor penting dalam

    upaya untuk mewujudkan desa wisata.

    A.5 Fasilitas Pendukung Kegiatan Wisata

    Selain aspek ketersediaan sarana dan prasarana di atas, maka

    faktor penting yang perlu mendapat perhatian adalah fasilitas pendukung

    kegiatan wisata. Fasilitas umum ini pada dasarnya bukan semata-mata

    untuk kegiatan wisata saja, tetapi juga membantu dalam memperlancar

    keseluruhan kegiatan wisata. Secara umum, keberadaan fasilitas

    pendukung kegiatan wisata di desa Selorejo sebagaimana terdapat dalam

    tabel di bawah ini.

    Tabel 4.A.5

    Fasilitas Pendukung Kegiatan Wisata

    NO FASILITAS JUMLAH

    1 Masjid 2

    2 Langgar/Surau/Musholla 12

    3 Gugus Depan Pramuka 1

    4 Majelis Talim 1

    Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa ketersediaan fasilitas

    pendukung cukup memadai dan cukup menunjang kegiatan pariwisata di

    desa Selorejo.

    A.6 Kelembagaan Desa Wisata

    Keberadaan lembaga desa wisata sangat diperlukan sebagai media

    untuk dapat menampung, mempromosikan, mengatur serta mengelola

    keseluruhan kegiatan maupun berbagai kepentingan yang ada.

    Kelembagaan desa wisata di desa Selorejo belum terbentuk hanya saja

    jika ada wisatawan yang berkunjung ke Desa Selorejo, maka oleh

  • Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau

    Kabupaten Malang 2012

    Universitas Brawijaya 46

    perangkat desa akan diarahkan kepada ketua kelompok tani desa

    Selorejo.

    A.7 Ketersediaan Lahan/Area

    Ketersediaan lahan/area akan memungkinkan untuk dibangunnya

    berbagai tempat pendukung wisata, antara lain hotel, homestay, rest

    area, dan berbagai wahana rekreasi. Dengan luas wilayah 400 Ha, desa

    Selorejo memiliki komposisi pemanfaatan ruang sebagai berikut ;

    Pemukiman/Pekarangan : 26,53 Ha

    Bangunan Industri : 0,00 Ha

    Tegal/Kebun : 285,47 Ha

    Perkebunan : 0,00 Ha

    Padang Rumput : 0,00 Ha

    Rawa : 0,00 Ha

    Hutan :0,00 Ha

    Lainnya :30,00 Ha

    Berdasarkan proporsi di atas, wilayah pemukiman sebesar 26,53 Ha,

    atau sebesar 15,38%. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kepadatan

    penduduknya cukup tinggi yag berarti bahwa desa Selorejo memiliki

    potensi Sumber Daya Manusia dan memungkinkan untuk pengembangan

    berbagai sarana dan fasilitas pendukung pariwisata.

    B. Potensi Pariwisata Eksternal Desa Selorejo

    Potensi pariwisata eksternal yang dimiliki desa Selorejo adalah

    letak geografisnya yang sangat strategis. Letak strategis tersebut

    disebabkan karena desa Selorejo sebagai jalur strategis pariwisata. Para

    wisatawan yang berasal dari kota Malang dan sekitarnya yang hendak

    berwisata menuju Kota Batu akan melewati jalur desa ini.

    Desa Selorejo memperoleh dampak postif dari keramaian arus

    wisata yang berasal dari luar Kabupaten Malang. Secara lebih detil, letak

    strategis desa Selorejo tersebut dapat dilihat dalam peta di bawah ini.

  • Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau

    Kabupaten Malang 2012

    Universitas Brawijaya 47

    C. Komponen Penting Pembentukan Desa Wisata Desa Selorejo

    Setelah dilakukan identifikasi terhadap berbagai potensi dan

    sumberdaya yang terkait dengan pembentukan desa wisata desa

    Selorejo Kecamatan Dau Kabupaten Malang berdasarkan kriteria yang

    harus dimiliki sebagai desa wisata, maka hal yang tidak kalah penting

    adalah menganalisis komponen penting diperlukan untuk pembentukan

    desa wisata. Menurut Pariwisata Inti Rakyat (PIR), Desa Wisata adalah

    suatu kawasan pedesaan yang menawarkan berbagai potensi untuk

    dikembangkannya berbagai komponen utama kepariwisataan, misalnya

    : atraksi, akomodasi, makanan-minuman, dan kebutuhan wisata

    lainnya. Sedangkan menurut Edward Inskeep, komponen utama Desa

    Wisata yaitu :

    a) Akomodasi : sebagian dari tempat tinggal para penduduk

    setempat dan atau unit-unit yang berkembang atas konsep tempat

    tinggal penduduk.

    b) Atraksi : seluruh kehidupan keseharian penduduk setempat

    beserta setting fisik lokasi desa yang memungkinkan

    berintegrasinya wisatawan sebagai partisipasi aktif seperti : kursus

  • Laporan Kajian Desa Selorejo Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Dau

    Kabupaten Malang 2012

    Universitas Brawijaya 48

    tari, bahasa dan lain-lain yang spesifik. Inskeep juga mengatakan

    wisata pedesaan dimana sekelompok kecil wisatawan tinggal dalam

    atau dekat dengan suasana tradisional, sering di desa-desa yang

    terpencil dan belajar tentang kehidupan pedesaan dan lingkungan

    setempat.