Dermatitis Atopik tipe infantil
-
Upload
rara-ineke -
Category
Documents
-
view
80 -
download
1
Transcript of Dermatitis Atopik tipe infantil
MANDIRI TERSTRUKTUR 03DERMATITIS ATOPIK
Disusun OlehRaden Roro Ineke WIjayanti
4111131177
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
2015
SKENARIO
Seorang anak laki-laki usia 6 bulan diantar oleh ibunya berobat ke PUSKESMAS dengan keluhan utama beruntus-beruntus kemerahan pada kulit kedua pipi yang sering digaruknya sehingga sejak kira-kira 1 bulan yang lalu melebar menjadi berukuran sebesar telapak tangan bayi.
Dari aloanamnesis terhadap ibunya diketahui keluhan pertama kali timbul ketika pasien berusia kira-kira 2 bulan berupa beruntus kemerahan hanya pada pipi kiri yang berukuran kira-kira sebesar uang logam 50 rupiah.
1 bulan kemudian ketika pasien berusia sekitar 3 bulan, beruntus kemerahan serupa timbul di pipi kanan.Pada saat itu ibunya sering melihat pasien menggaruk-garuk kelainan kulitnya pada kedua pipi tersebut sehingga melebar menjadi berukuran kira-kira sebesar uang logam 1000 rupiah.
Karena keluhan tersebut ibu pasien membawanya berobat ke PUSKESMAS,oleh dokter umum diberi krim hidrokortison 2½ % yang dioleskan 2x sehari setelah mandi serta sirup anti histamin yang diminum 2x ½ sendok teh selama 3 hari.
Setelah obat habis beruntus-beruntus kemerahan hanya membaik dan sekitar 2 minggu sebelum berobat saat ini pasien sering menggaruk kedua pipinya kembali sehingga menjadi melebar berukuran kira-kira sebesar telapak tangan bayi.
Dari riwayat penyakit pasien sering rewel dan terbangun dari tidurnya bila sedang menggaruk kedua pipinya.Sering rhinitis alergika di pagi hari. Ayah pasien mempunyai riwayat bentol-bentol pada kulit badannya yang timbul setelah makan ikan tongkol. Ketika pasien berusia 1 bulan kulit kepala dan dahi bersisik seperti ketombe.
PEMERIKSAAN FISIK
Status GeneralisPasien
Kepala : KeduaalisWajah : Hertog sign (-) / (-)
Infra orbita : Dennie Morgan Fold (-) / (-) Dada Perut Kulit kering PunggungLain – lain : Dalam batas normal
Status Dermatologikus Pasien
Distribusi Regioner, Bilateral
A/R : Kedua pelipis dan kedua pipi
Lesi : Multipel, sebagian diskret sebagian konfluens, bentuk tidak teratur,ukuran numuler sampai dengan plakat, batas sebagian tegas sebagian tidak, menimbul dari permukaan, menimbul, kering
Efloresensi : Plak eritema dengan skuama halus di atasnya
1. Overview CaseOverview Case Keterangan
♂ 6 bulan InsidensiKU:Beruntus-beruntus kemerahan pada kulit kedua pipi
Kriteria mayor dari dermatitis atopik
Sering digaruk Faktor presipitasi1bln yl melebar menjadi sebesar telapak tangan bayi
Sekarang ukurannya: plakat
Riwayat Penyakit Dahulu :Keluhan 1x saat usia 2 bulan Rekurren/kronisberupa beruntus hanya pada pipi kiri saja Awal bruntus unilateralUkuran sebesar uang logam 50 rupiah Ukuran numular3 bulan kemudian bruntus kemerahan timbul juga di pipi kanan
Bruntus menjadi bilateral
Ibu suka melihat anaknya menggaruk terus sehingga ukurannya berubah menjadi uang logam 1000 rupiah
numular berubah jadi plakat
Riwayat Pengobatan
Krim hidrokortison 2 12
% , dioleskan 2x sehari
setelah mandi
Kortikosteroid topikal
Sirup antihistamin 2x 12
sendok teh selama 3
hari
antihistamin
Setelah obat habis hanya membaik dan sekitar 2 minggu sebelum berobat pasien suka menggaruk ke-2 pipinya kembali
rekurrensi
Sehingga melebar menjadi telapak tangan bayi Numular maenjadi plakatKeluhan penyertaPasien sering rewel dan terbangun dari tidurnya bila sedang menggaruk ke-2 pipinya
Klinis berat
Sering rinitis alergika di pagi hari R/atopi penderita, kriteria mayorRiwayat KeluargaAyah pasien suka bentol-bentol setelah makan ikan tongkol
Riwayat atopi keluarga, kriteria mayor
Ketika berusia 1 bulan kulit kepala dan dahi bersisik seperti ketombe
-kriteria minor- DD/ Dermatitis Seboroik
Pemeriksaan FisikKepala Wajah : kedua alis, - Hertog sign -/- -Infraorbita: Dennie Morgan Fold -/-
X kriteria minor dari dermatitis atopik
DadaPerut kulit kering
Faktor risiko
punggungLain2 dbn dbnStatus DermatologikusDistribusi: Regioner, bilateralA/R: kedua pelipis dan kedua pipi Predileksi pada dermatitis
atopikLesi: multipel, sebagian diskret, sebagian konfluens, bentuk tidak terarur, ukuran numuler sampai dengan plakat, batas sebagian tegas sebagian tidak, menimbul dari permukaan, menimbul, keringEfloresent: plak eritema dengan skuama halus diatasnyaDD : 1. Dermatitis Atopik 2. Dermatitis Kontak 3. Dermatitis SeboroikDK: Dermatitis Atopik
Diagnosis Kerja: Dermatitis Atopik
Manifestasi Klinik
Kulit penderita dermatitis atopik umumnya kering, pucat/redup, kadar lipid di epidermis berkurang, dan kehilangan air lewat epidermis meningkat, jaritangan teraba dingin. Penderita dermatitis atopik cenderung tipe astenik, dengan inteligensia di atas rata-rata, sering merasa cemas, egois, frustasi, agresif, atau merasa tertekan.
Gejala klinis yang spesifik yaitu rasa gatal yang khas dengan predileksi yang khas, berlangsung kronis dan residif. penderita dermatitis atopik mempunyai tingkat ambang rasa gatal yang rendah, gatal dapat hilang timbulsepanjang hari tetapi umunya lebih hebat pada malam hari serta adanya stigmataatopik pada pasien maupun keluarga yang lain.Tempat predileksi adalah hal yang paling penting untuk diketahui dari pasien dermatitis atopik. Manifestasi klinis dermatitis atopik berbeda pada setiap tahapan atau fase perkembangan kehidupan, mulai dari saat bayi hingga saat dewasa. Pada setiap anak didapatkan derajat keparahan yang bervariasi, tetapi secara umum mereka mengalami pola distribusi lesi yang serupa.1
Dermatitis atopik dikelompokkan dalam 3 fase yaitu:2
a. Dermatitis atopik infantile ( 2 bulan-2 tahun)Biasanya timbul pada usia 2 bulan sampai usia 2 tahun,
tetapi dapat pula terjadi pada usia 2-3 minggu. Bentuk yang paling sering adalah bentuk basah. Mula-mula berupa papula
milier kemudian timbul eritem, papulovesikel yang bila pecah akan menimbulkan erosi dan eksudasi. Biasanya terjadi pada muka terutama pipi, dapat meluas ke dahi, kulit kepala, leher, pergelangan tangan, ekstremitas bagian ekstensor dan bokong. Bentuk lain yang jarang terjadi adalah bentuk kering. Kelainan dapat berupa papula kecil, skuama halus, likenifikasi dan erosi. Biasanya terjadi pada anak yang lebih besar. Eksaserbasi bisa terjadi karena tindakan vaksinasi, makanan, bulu binatang atau perubahan suhu.
b. Dermatitis atopik fase anak (3-10 tahun)Kelainan dapat berupa papula, likenifikasi, skuama, erosi
dan krusta. Biasanya terjadi pada fossa poplitea, antekubiti, pergelangan tangan, muka dan leher. Eksaserbasi tipe anak lebih sering karena iritasi dan kadang-kadang karena makanan.
Stigmata Atopik pada anak :a) Temperamen, anak tak pernah diam, iritabel dan agresif.b) Lipatan bawah mata ( tanda Dennie-Morgan ).c) Penipisan alis bagian lateral ( tanda Hertoghe ).d) Kulit kering atau xerotik.e) Pitiriasis alba.f) Keratosis pilaris.g) Muka pucat ( paranasal dan periorbita ).h) Lipatan garis tangan berlebihan.i) Keratokonus dan katarak juvenile.j) Mudah terkena infeksi.
c. Dermatitis atopik fase remaja dan dewasa (13-30 tahun)Kelainan yang ditemukan berupa bercak kering dengan
likenifikasi, skuama halus dan hiperpigmentasi atau hipopigmentasi. Biasanya terjadi pada daerah ekstremitas bagian fleksor, leher, dahi dan mata. Eksaserbasi pada DA tipe dewasa sering terjadi karena tekanan mental, iritasi dan makanan.
Kriteria Diagnostik Dermatitis AtopikKriteria diagnostik DA pada mulanya didasarkan atas fenomena
klinis yang menonjol, yaitu gejala gatal. George Rajka menyatakan bahwa diagnosis DA tidak dapat dibuat tanpa adanya riwayat gatal. Kemudian pada tahun 1980 Hanifin dan Rajka membuat kriteria diagnostik DA yang masih sering digunakan hingga saat ini:8
1) Kriteria Mayoro Pruritus (gatal)
o Morfologi sesuai umur dan distribusi lesi yang khas.
o Bersifat kronik eksaserbasi.
o Ada riwayat atopi individu atau keluarga.
2)Kriteria Minor
Tanda Dennie-Morgan
Keratokonus
Konjungtivitis rekuren
Katarak subkapsuler anterior
Cheilitis pada bibir
White dermatographisme
Pitiriasis Alba
Fissura pre aurikular
Dermatitis di lipatan leher anterior
Facial pallor
Hiperliniar palmaris
Keratosis palmaris
Papul perifokular hiperkeratosis
Xerotic
Iktiosis pada kaki
Eczema of the nipple
Gatal bila berkeringat
Awitan dini
Peningkatan Ig E serum
Reaktivitas kulit tipe cepat (tipe 2)
Kemudahan mendapat infeksi
Stafilokokus dan Herpes Simpleks
Intoleransi makanan tertentu
Intoleransi beberapa jenis bulu
binatang
Perjalanan penyakit dipengaruhi
faktor lingkungan dan emosi
Tanda Hertoghe ( kerontokan pada
alis bagian lateral).
Hiperpigmentasi daerah periorbita
Untuk membuat diagnosis DA berdasarkan kriteria menurut Hanifin dan Rajka diatas dibutuhkan sedikitnya 3 kriteria mayor ditambah 3 atau lebih kriteria minor.2
Diagnosis Banding:
Dermatitis Kontak
Dermatitis kontak adalah respon peradangan kulit akut atau kronik terhadap paparan bahan iritan eksternal yang mengenai kulit.3
A. Dermatitis Kontak Iritan
Pada dermatitis kontak iritan kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan melalui kerja kimiawi maupun fisik. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, dalam beberapa menit atau beberapa jam bahan-bahan iritan tersebut akan berdifusi melalui membran untuk merusak lisosom, mitokondria dan komponen-
komponen inti sel. Dengan rusaknya membran lipid keratinosit maka fosfolipase akan diaktifkan dan membebaskan asam arakidonik akan membebaskan prostaglandin dan leukotrin yang akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah dan transudasi dari faktor sirkulasi dari komplemen dan system kinin.
Pada dermatitis kontak iritan terjadi kerusakan keratisonit dan keluarnya mediator-mediator. Sehingga perbedaan mekanismenya dengan dermatis kontak alergik sangat tipis yaitu dermatitis kontak iritan tidak melalui fase sensitisasi.4
Ada dua jenis bahan iritan yaitu: Iritan kuat akan menimbulkan kelainan kulit pada pajanan pertama
pada hampir semua orang. Iritan lemah hanya pada mereka yang paling rawan atau
mengalami kontak berulang-ulang. Faktor kontribusi, misalnya kelembaban udara, tekanan, gesekan dan oklusi, mempunyai andil pada terjadinya kerusakan tersebut.
B. Dermatitis Kontak Alergik
Pada dermatitis kontak alergi, ada dua fase terjadinya respon imun tipe IV yang menyebabkan timbulnya lesi dermatitis ini yaitu :
Fase Sensitisasi
Fase sensitisasi disebut juga fase induksi atau fase aferen. Pada fase ini terjadi sensitisasi terhadap individu yang semula belum peka, oleh bahan kontaktan yang disebut alergen kontak atau pemeka. Terjadi bila hapten menempel pada kulit selama 18-24 jam kemudian hapten diproses dengan jalan pinositosis atau endositosis oleh sel LE (Langerhans Epidermal).
Kemudian sel LE menuju duktus Limfatikus dan terjadilah proses penyajian antigen kepada molekul CD4+ (Cluster of Diferantiation 4+) dan molekul CD3. Selanjutnya sel Langerhans dirangsang untuk mengeluarkan IL-1 (interleukin-1) yang akan merangsang sel T untuk mengeluarkan IL-2. Kemudian IL-2 akan mengakibatkan proliferasi sel T sehingga terbentuk primed memory T cells, yang akan bersirkulasi ke seluruh tubuh meninggalkan limfonodi dan akan memasuki fase elisitasi bila kontak berikut dengan alergen yang sama. Proses ini pada manusia berlangsung selama 14-21 hari, dan belum terdapat ruam pada kulit. Pada saat ini individu tersebut telah tersensitisasi yang berarti mempunyai resiko untuk mengalami dermatitis kontak alergik.3
Fase elisitasi
Fase elisitasi atau fase eferen terjadi apabila timbul pajanan kedua dari antigen yang sama dan sel yang telah tersensitisasi telah tersedia di dalam kompartemen dermis. Sel Langerhans akan mensekresi IL-1 yang akan merangsang sel T untuk mensekresi Il-2. Selanjutnya IL-2 akan merangsang INF (interferon) gamma. IL-1 dan INF gamma akan merangsang keratinosit memproduksi ICAM-1 (intercellular adhesion molecule-1) yang langsung beraksi dengan limfosit T dan lekosit, serta sekresi eikosanoid. Eikosanoid akan mengaktifkan sel mast dan makrofag untuk melepaskan histamin sehingga terjadi vasodilatasi dan permeabilitas yang meningkat. Akibatnya timbul berbagai macam kelainan kulit seperti eritema, edema dan vesikula yang akan tampak sebagai dermatitis.3
2. Ilmu kedokteran Dasar, etiologi, faktor predisposisi dan presipitasi-Ilmu kedokteran dasar :
1. Anatomi dan Histologi kulit Kulit merupakan pembatas tubuh dengan lingkungan sekitar karena
posisinya yang terletak di bagian paling luar. Luas kulit dewasa 1,5 m2
dengan berat kira-kira 15% berat badan.
Anatomi kulit secara histopatologik
1. Lapisan Epidermis (kutikel)
o Korneum (lapisan tanduk)=> lapisan kulit paling luar yang terdiri dari sel gepeng yang mati, tidak berinti, protoplasmanya berubah menjadi keratin (zat tanduk)
o Stratum Lusidum => terletak di bawah lapisan korneum, lapisan sel gepeng tanpa inti, protoplasmanya berubah menjadi protein yang disebut eleidin. Lapisan ini lebih jelas tampak pada telapak tangan dan kaki.
o Stratum Granulosum (lapisan keratohialin)=> merupakan 2 atau 3 lapis sel gepeng dengan sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti di antaranya. Butir kasar terdiri dari keratohialin. Mukosa biasanya tidak mempunyai lapisan ini.
o Stratum Spinosum (stratum Malphigi) atau prickle cell layer (lapisan akanta)=> terdiri dari sel yang berbentuk poligonal, protoplasmanya jernih karena banyak mengandung glikogen, selnya akan semakin gepeng bila semakin dekat ke permukaan. Di antara stratum spinosum, terdapat jembatan antar sel (intercellular bridges) yang terdiri dari protoplasma dan tonofibril atau keratin. Perlekatan antar jembatan ini membentuk penebalan bulat kecil yang disebut nodulus Bizzozero. Di antara sel spinosum juga terdapat pula sel Langerhans.
o Stratum Basalis=> terdiri dari sel kubus (kolumnar) yang tersusun vertikal pada perbatasan dermo-epidermal berbaris seperti pagar (palisade). Sel basal bermitosis dan berfungsi reproduktif.
Sel kolumnar => protoplasma basofilik inti lonjong besar, di hubungkan oleh jembatan antar sel.
Sel pembentuk melanin (melanosit) atau clear cell => sel berwarna muda, sitoplasma basofilik dan inti gelap, mengandung pigmen (melanosomes)
2. Lapisan Dermis (korium, kutis vera, true skin) => terdiri dari lapisan elastik dan fibrosa pada dengan elemen-elemen selular dan folikel rambut.
o Pars Papilare => bagian yang menonjol ke epidermis, berisi ujung serabut saraf dan pembuluh darah.
o Pars Retikulare => bagian bawah yang menonjol ke subkutan. Terdiri dari serabut penunjang seperti kolagen, elastin, dan retikulin. Dasar (matriks) lapisan ini terdiri dari cairan kental asam hialuronat dan kondroitin sulfat, dibagian ini terdapat pula fibroblas. Serabut kolagen dibentuk oleh fibroblas, selanjutnya membentuk ikatan (bundel) yang mengandung hidroksiprolin dan hidroksisilin. Kolagen muda bersifat elastin, seiring bertambahnya usia, menjadi kurang larut dan makin stabil. Retikulin mirip kolagen muda. Serabut elastin biasanya bergelombang, berbentuk amorf, dan mudah mengembang serta lebih elastis.
3. Lapisan Subkutis (hipodermis) => lapisan paling dalam, terdiri dari jaringan ikat longgar berisi sel lemak yang bulat, besar, dengan inti mendesak ke pinggir sitoplasma lemak yang bertambah. Sel ini berkelompok dan dipisahkan oleh trabekula yang fibrosa. Lapisan sel lemak disebut dengan panikulus adiposa, berfungsi sebagai cadangan makanan. Di lapisan ini terdapat saraf tepi, pembuluh darah, dan getah bening. Lapisan lemak berfungsi juga sebagai bantalan, ketebalannya berbeda pada beberapa kulit. Di kelopak mata dan penis lebih tipis, di perut lebih tebal (sampai 3 cm).
Vaskularisasi di kulit diatur pleksus superfisialis (terletak di bagian atas dermis) dan pleksus profunda (terletak di subkutis)
Adneksa Kulit
1. Kelenjar Kulit => terdapat pada lapisan dermiso Kelenjar Keringat (glandula sudorifera)Keringat mengandung air,
elektrolit, asam laktat, dan glukosa. pH nya sekitar 4-6,8. Kelenjar Ekrin => kecil-kecil, terletak dangkal di dermis
dengan secret encer.Kelenjar Ekrin terbentuk sempurna pada minggu ke 28 kehamilan dan berfungsi 40 minggu setelah kelahiran. Salurannya berbentuk spiral dan bermuara langsung pada kulit dan terbanyak pada telapak tangan, kaki, dahi, dan aksila. Sekresi tergantung beberapa faktor dan saraf kolinergik, faktor panas, stress emosional.
Kelenjar Apokrin => lebih besar, terletak lebih dalam, secretnya lebih kental.Dipengaruhi oleh saraf adrenergik, terdapat di aksila, aerola mammae, pubis, labia minora, saluran telinga. Fungsinya belum diketahui, waktu lahir ukurannya kecil, saat dewasa menjadi lebih besar dan mengeluarkan secret
o Kelenjar Palit (glandula sebasea)Terletak di seluruh permukaan kuli manusia kecuali telapak tangan dan kaki. Disebut juga dengan kelenjar holokrin karena tidak berlumen dan sekret kelenjar ini berasal dari dekomposisi sel-sel kelenjar. Kelenjar palit biasanya terdapat di samping akar rambut dan muaranya terdapat pada lumen akar rambut (folikel rambut). Sebum mengandung trigliserida, asam lemak bebas, skualen, wax ester, dan kolesterol. Sekresi dipengaruhi oleh hormon androgen. Pada anak-anak,
jumlahnya sedikit. Pada dewasa menjadi lebih banyak dan berfungsi secara aktif.
2. Kuku => bagian terminal lapisan tanduk (stratum korneum) yang menebal. Pertumbuhannya 1mm per minggu.
o Nail root (akar kuku) => bagian kuku yang tertanam dalam kulit jari
o Nail Plate (badan kuku) => bagian kuku yang terbuka/ bebas.o Nail Groove (alur kuku) => sisi kuku yang mencekung membentuk
alur kukuo Eponikium => kulit tipis yang menutup kuku di bagian proksimalo Hiponikium => kulit yang ditutupi bagian kuku yang bebas
3. Rambuto Akar rambut => bagian yang terbenam dalam kulito Batang rambut => bagian yang berada di luar kulit
Jenis rambut
o Lanugo => rambut halus pada bayi, tidak mengandung pigmen.o Rambut terminal => rambut yang lebih kasar dengan banyak
pigmen, mempunyai medula, terdapat pada orang dewasa.
Pada dewasa, selain di kepala, terdapat juga bulu mata, rambut ketiak, rambut kemaluan, kumis, janggut yang pertumbuhannya dipengaruhi oleh androgen (hormon seks). Rambut halus di dahi dan badan lain disebut rambut velus.Rambut tumbuh secara siklik, fase anagen (pertumbuhan) b erlangsung 2-6 tahun dengan kecepatan tumbuh 0,35 mm perhari. Fase telogen (istirahat) berlangsung beberapa bulan. D antara kedua fase tersebut terdapat fase katagen (involusi temporer). Pada suatu saat 85% rambut mengalami fase anagen dan 15 %sisanya dalam fase telogen.Rambut normal dan sehat berkilat, elastis, tidak mudah patah, dan elastis. Rambut mudah dibentuk dengan memperngaruhi gugusan disulfida misalnya dengan panas atau bahan kimia.
2. Fisiologi kulit 1.Fungsi Proteksi Kulit punya bantalan lemak, ketebalan, serabut jaringan penunjang yang dapat melindungi tubuh dari gangguan :
a. fisis/ mekanis : tekanan, gesekan, tarikan.b. kimiawi : iritan seperti lisol, karbil, asam, alkali kuatc. panas : radiasi, sengatan sinar UVd. infeksi luar : bakteri, jamur
Beberapa macam perlindungan :
e. Melanosit => lindungi kulit dari pajanan sinar matahari dengan mengadakan tanning (penggelapan kulit)
f. Stratum korneum impermeable terhadap berbagai zat kimia dan air.
g. Keasaman kulit kerna ekskresi keringat dan sebum => perlindungan kimiawo terhadap infeksi bakteri maupun jamur
h. Proses keratinisasi => sebagai sawar (barrier) mekanis karena sel mati melepaskan diri secara teratur.
2. Fungsi Absorpsi => permeabilitas kulit terhadap O2, CO2, dan uap air memungkinkan kulit ikut mengambil fungsi respirasi. Kemampuan absorbsinya bergantung pada ketebalan kulit, hidrasi, kelembaban, metabolisme, dan jenis vehikulum. PEnyerapan dapat melalui celah antar sel, menembus sel epidermis, melalui muara saluran kelenjar.
3. Fungsi Ekskresi => mengeluarkan zat yang tidak berguna bagi tubuh seperti NaCl, urea, asam urat, dan amonia. Pada fetus, kelenjar lemak dengan bantuan hormon androgen dari ibunya memproduksi sebum untuk melindungi kulitnya dari cairan amnion, pada waktu lahir ditemui sebagai Vernix Caseosa.
4. Fungsi Persepsi => kulit mengandung ujung saraf sensori di dermis dan subkutis. Saraf sensori lebih banyak jumlahnya pada daerah yang erotik.
a. Badan Ruffini di dermis dan subkutis => peka rangsangan panas
b. Badan Krause di dermis => peka rangsangan dinginc. Badan Taktik Meissner di papila dermis => peka rangsangan
rabaand. Badan Merkel Ranvier di epidermis => peka rangsangan rabaane. Badan Paccini di epidemis => peka rangsangan tekanan
5. Fungsi Pengaturan Suhu Tubuh (termoregulasi) => dengan cara mengeluarkan keringat dan mengerutkan (otot berkontraksi) pembuluh darah kulit. Kulit kaya pembuluh darah sehingga mendapat nutrisi yang baik. Tonus vaskuler dipengaruhi oleh saraf simpatis
(asetilkolin). Pada bayi, dinding pembuluh darah belum sempurna sehingga terjadi ekstravasasi cairan dan membuat kulit bayi terlihat lebih edematosa (banyak mengandung air dan Na)
6. Fungsi Pembentukan Pigmen => karena terdapat melanosit (sel pembentuk pigmen) yang terdiri dari butiran pigmen (melanosomes)
7. Fungsi Keratinisasi => Keratinosit dimulai dari sel basal yang mengadakan pembelahan, sel basal yang lain akan berpindah ke atas dan berubah bentuknya menjadi sel spinosum, makin ke atas sel makin menjadi gepeng dan bergranula menjadi sel granulosum. Makin lama inti makin menghilang dan keratinosit menjadi sel tanduk yang amorf. Proses ini berlangsung 14-21 hari dan memberi perlindungan kulit terhadap infeksi secara mekanis fisiologik.
8. Fungsi Pembentukan Vitamin D => kulit mengubah 7 dihidroksi kolesterol dengan pertolongan sinar matahari. Tapi kebutuhan vit D tubuh tidak hanya cukup dari hal tersebut. Pemberian vit D sistemik masih tetap diperlukan.4
Etiologi: Penyebab DA belum diketahui, terdapat 2 teori yang menjelaskan
etiologi DA. Teori pertama menyatakan DA merupakan akibat defisiensi imunologik yang didasarkan pada kadar Imunoglobulin E (Ig E) yang meningkat dan indikasi sel T yang berfungsi kurang baik. Sedangkan teori kedua menyatakan adanya blokade reseptor beta adrenegik pada kulit. Namun, kedua teori tersebut tidak adekuat untuk menjelaskan semua aspek penyakit DA.5
Faktor predisposisi dan presipitan-Faktor predisposisi: riwyat keluarga (ayah)-Faktor presipitasi
1. Kulit yang terinfeksi
2. Emosi dan stress
3. Iritasi oleh pakaian dan bahan kimia
4. Iklim panas atau dingin yang berlebihan
5. Alergi makanan pada anak-anak (masih kontroversial)
6. Terpapar oleh asap tembakau 6
Patofisiologi
a. Elevasi IgE dan respon inflamasi
Peran IgE pada dermatitis atopik masih belum diketahui. IgE
meningkat dalam serum pada banyak pasien dengan dermatitis atopik,
tetapi 20% dari pasien dermatitis atopik mempunyai jumlah IgE dalam
serum yang normal, dan tidak ada reaktivitas alergen. Level IgE tidak
begitu penting hubungannya dengan aktivitas penyakitnya.
Ada banyak teori mengenai mekanisme inflamasi pada dermatitis
atopik,yaitu: 7,8,9,10
1. Dermatitis atopik menstimulasi sel T secara berlebihan. Bukti yang
mendukung termasuk di dalamnya yaitu level yang tinggi dari sel T aktif pada
lesi kulit dan peningkatan produksi IL-4 oleh sel T.
2. Dermatitis atopik menghiperstimulasi antigen presenting cells (APC). Sel
Langerhan (LCs) dari pasien dermatitis atopik, distimulasi oleh IL-4,
mempunyai kapasitas yang lebih untuk menstimulasi sel T. Makrofag pada
penderita dermatitis atopik menghasilkan IL-10, yang menstimulasi respon
sitokin Th2.
3. Makrofag pada dermatitis atopik meningkat dalam aktivitas dari
fosfodiesterase yang mendegradasi siklik AMP (cAMP). Penurunan level
cAMP bernilai dalam hiperaktivitas sel-sel imun yang kompeten. Dari
penelitian, fosfodiesterase isoenzim tipe 4 (PDE4) inhibitor membuktikan
pasien dermatitis atopik secara klinik.
b. Eosinofilia
Eosinofil mungkin merupakan sel yang memberikan efek yang besar
dalam dermatitis atopik. Jumlah eosinofil darah kira-kira berhubungan
dengan beberapa penyakit, meskipun banyak pasien dengan beberapa
penyakit menunjukkan jumlah eosinofil darah tepi yang normal. Pasien
dengan jumlah eosinofil normal biasanya pada pasien dengan dermatitis
atopik saja, sedangkan pasien dengan dermatitis atopik bersamaan
dengan alergi respiratorik umumnya terjadi peningkatan jumlah
eosinofil darah tepi. Tidak ada akumulasi eosinofil pada jaringan,
meskipun degranulasi dari eosinofil pada kulit melepaskan protein-
protein dasar yang mungkin menginduksi histamin yang dilepaskan dari
basofil dan sel mast dan menstimulasi gatal-gatal, iritasi, dan
likenifikasi.
c. Reduced Cell-Mediated Immunity
Beberapa fakta memberikan sugesti bahwa pada pasien dermatitis
atopik terjadi gangguan cell-mediated immunity. Pada pasien mungkin
terjadi infeksi kutaneus yang difus dengan virus herpes simpleks
(ekzema herpeticum) dengan atau tanpa dermatitis. Ibu dengan herpes
labialis yang aktif harus menghindarkan kontak langsung dari lesinya
yang aktif dengan kulit anaknya, seperti dalam bentuk ciuman, terutama
jika anaknya juga terkena dermatitis.
d. Aeroalergen
Aeroalergen mungkin memegang peranan yang sangat penting dalam
menyebabkan lesi dermatitis.7,8,9,10
3.Tatalaksana (pencegahan, nonfarmako, dan farmako)
Dermatitis atopik merupakan penyakit kronik dimana gejalanya dapat
tumbuh dan menghilang sepanjang waktu. Tidak ada pengobatan untuk itu
tapi gejalanya dapat dihilangkan dengan berbagai terapi. 11
A. Hindari Faktor Pencetus ( Pencegahannya)12,13,14
Hindari semua faktor luar yang mungkin menimbulkan manifestasi klinis
Menjauhi alergen pencetus
Hindari pemakaian bahan yang merangsang seperti sabun keras dan bahan
pakaian dari wol
B. Sistemik8,12,14
Antihistamin
Antihistamin golongan H1 yang bersifat sedatif untuk mengurangi gatal dan
sebagai penenang seperti:
Hidroksizine (dewasa 3 x 25 mg/hari, anak 0,6 mg/kgBB/hari
Klorfeniramin (dewasa 3-4 x 4 mg/hari, anak 3-4 x 2-4 mg/hari)
atau diphenhidramine hidroklorid (dewasa 3 x 25-50 mg/hari, anak
5 mg/kgBB/hari) yang memberikan keuntungan dari efek samping
berupa sedasi untuk menangani gatal pada malam hari.
Doxepin hidroklorid memiliki efek anti depresan trisiklik dan blok
H1-H2 histamin reseptor dapat digunakan pada dosis oral, untuk
dewasa 10-50 mg pada malam hari dan untuk anak-anak 10-25 mg
pada malam hari.
Jika pruritus nokturnal semakin parah, maka dapat digunakan sedatif
jangka pendek untuk menghasilkan istirahat yang adekuat. Kontra indikasi
pada awal kehamilan dan hipersensitifitas.
Kortikosteroid
Kortikosteroid digunakan bila gejala klinis berat dan sering mengalami
kekambuhan. Misalnya dexametason dan prednison. Pasien dengan lesi
yang masih basah atau akut dapat menggunakan prednison selama 7 hari
dengan dosis 40-60 mg/hr untuk dewasa dan 1 mg/kg/hr untuk anak.
Penggunaan kortikosteroid sangat jarang digunakan dalam pengobatan DA
akibat efek sampingnya yang dapat mengganggu pertumbuhan. Jika obat
ini diberikan, sangat penting mengurangi dosis dan hanya digunakan
dalam waktu singkat.
Antibiotik 14
Bila ada infeksi sekunder diberi antibiotik seperti:
Cephalexin (dewasa 1-2 gr/hari, anak 25-50 mg/kgBB/hari dibagi
dalam 4 dosis)
Cefadroxil (dewasa dan anak BB>40 kg, 500 mg 2 kali sehari, anak
BB<40 kg, 25 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis)
Eritromisin (dewasa 1-1,5 gr/hari, anak 30-50 mg/kgBB/hari)
C. Topikal
Kompres larutan asam salisil 1% atau permanganas kalikus 1/10.000. 4
Penanganan ini dilakukan pada bentuk bayi jika kelainannya eksudatif
dengan mengompres daerah lesi selama 20-30 menit beberapa kali dalam
sehari. Jika telah kering dilanjutkan diberi kortikosteroid ringan dengan
efek samping sedikit, misalnya krim hidrokortison 1- 1,5%
Kortikosteroid kuat
Pada bentuk anak dan dewasa dengan likenifikasi dapat diberi
kortikosteroid kuat seperti:
Betametason dipropionat 0,05%
Deoksimetason 0,25%
Untuk efek yang lebih kuat, dapat dikombinasi dengan asam salisilat
1-3% dalam salep. Jika efek terapeutik telah tercapai maka kortikosteroid
topikal itu dapat diganti dengan kortikosteroid yang lemah untuk
mencegah efek samping.
Antiinflamasi nonsteroid.
Antiinflamasi nonsteroid yang dapat digunakan misalnya:
Pimecrolimus krem 1% diindikasikan untuk pengobatan jangka pendek
dan jangka panjang intermitten pada DA ringan sampai sedang pada
pasien 2 tahun ke atas. Obat ini dapat digunakan pada seluruh
permukaan kulit 2 kali sehari selama gejala masih ada. Pasien harus
menghindari cahaya matahari selama memakai krem karena dapat
menyebabkan karsinogenitas. 15
Tacrolimus digunakan untuk pengobatan jangka pendek dan panjang
pada DA sedang sampai berat. Tersedia dalam sediaan 0,03% dan
0,1%. Tidak memberikan efek samping yang buruk. 15
D. Mengurangi kekeringan dan pruritus.
1. Penggunaan moisturizer (pelembab)
Fungsinya untuk menjaga kulit tetap lembut dan fleksibel. Khusus
untuk pengawasan terhadap kulit yang kering merupakan penanganan
yang esensial pada dermatitis atopik. Sering mandi akan mengakibatkan
kulit kering sehingga dianjurkan penggunaan pelembab seperti petrolatum
(vaselin) dan Aquaphor. Apabila pelembab tidak menolong, maka
terkadang diperlukan salep steroid atau kream dengan penggunaan harus
berdasarkan anjuran dokter.
2. Penggunaan sabun yang lembut
Sabun dapat dilakukan pada daerah intertriginosa dan dapat juga sebagai
pengganti sabun dapat digunakan lotion Cetaphil.
E. Fototerapi
Pengobatan fototerapi terdiri dari ultraviolet A (UVA), ultraviolet
B (UVB), UVA-1, narrow band 311 nm UVB, Photochemotherapy disebut
PUVA, dan kombinasi dari UVA dan UVB. Terapi ini dilakukan jika
penyakit kulit telah stabil atau pasien dikurangi dari pengobatan sistemik.
Kegunaan PUVA sebagai tambahan untuk memberhentikan steroid topikal
pada masa pertumbuhan dan mengurangi retardasi pertumbuhan yang
diakibatkan terapi topikal. 15
4. Epidemiologi, komplikasi, prognosis, BHP Epidemiologi :
1. AS, Eropa, Jepang, Australia, dan negara industri lain paa anak mencapai 20%, dewasa 1-3%
2. Wanita>Pria = 1,3:1
3. Lebih dari 14
anak dari ibu yang menderita atopi akan mengalami
D.A.4. Bila D.A. berlanjut sampai dewasa, maka risiko mewariskan
kepada anaknya kira-kira 50%4
Komplikasi :1. Pada anak penderita dermatitis atopik, 75% akan disertai penyakit
alergi lain di kemudian hari. Penderita, dermatitis atopik mempunyai kecenderungan untuk mudah mendapat infeksi
virus maupun bakteri (impetigo, folikulitis, abses, vaksinia Molluscum contagiosum dan herpes).
2. Infeksi virus umumnya disebabkan oleh Herpes simplex atau vaksinia dan disebut eksema herpetikum atau eksema vaksinatum. Eksema vaksinatum ini sudah jarang dijumpai, biasanya terjadi pada pemberian vaksin varisela, baik pada keluarga maupun penderita. lnfeksi Herpes simplex terjadi akibat tertular oleh salah seorang anggota keluarga. Terjadi vesikel pada daerah dermatitis, mudah pecah dan membentuk krusta, kemudian terjadi penyebaran ke daerah kulit normal.
3. Penderita dermatitis atopik mempunyai kecenderungan meningkatnya jumlah koloni Staphylococcus aureus.1
PrognosisSulit meramalkan prognosis DA pada seseorang. Prognosis
lebih buruk bila kedua orangtua menderita DA.Ada kecenderungan perbaikan spontan pada masa anak, dan sering ada yang kambuh pada masa remaja, sebagian kasus menetap pada usia diatas 30 tahun.Faktor yang berhubungan dengan prognosis kurang baik DA yaitu:
1) DA luas pada anak2) Menderita rhinitis alergik dan asma bronchial.3) Riwayat DA pada orangtua atau saudara kandung4) Awitan (onset) DA pada usia muda5) Anak tunggal6) Kadar IgE serum sangat tinggi.
Q. Ad Vitam : Ad bonam
Q. Ad Func : Dubia Ad malam
Q. Ad sanationam : Dubia Ad malam
BHP :1. Medical Indication : Beneficence : GRP, jadi seorang dokter harus
bisa menegakkan diagnosis kerja berdasarkan anamnesis, pem
fisik(stastus Dermatologikus) bahwa pasien tersebut menderita Dermatitis Atopik
2. Patient of Preference: Autonomy : diserahkan pada ibu karena pasien masih bayi sehingga belum memiliki kompetensi dan juga kapabilitas.
3. Quality of Life: Nonmaleficence, jadi seorang dokter harus melakukan pencegahan terhadap dermatitis Atopi dengan memberikan edukasi pada orang tua pasien karena dermatitis atopi ini sifatnya rekurrens
4. Contextual Feature: Justice, seorang dokter tidak boleh membedakan pasien berdasarkan SARA, status sosial,dll; dokter juga harus memberikan pengobatan secara proporsional kepada pasien.
Daftar Pustaka1. Davey P. Medicine at a glance. Jakarta: Erlangga Medical Series;
2005.h.401.
2. RED BOOK. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi ke-6. Jakarta: Gramedia; 2005.h.1386-8,1393-5.
3. Isselbacher, Braunwald, Wilson, dkk. Harrison prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Jakarta: EGC; 2004.h.316-9.
4. Djuanda, Adhi, dkk. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
5. Behrman, Kliegman, Arvin. Nelson ilmu kesehatan anak. Edisi ke-15. Jakarta: EGC; 2000.h.2256-60.
6. Satayaviboon S, Ray MC. Atopic Dermatitis. In: Ray MC, editor. Applied immuno dermatology. NewYork : Igakus-oin Medical Publisher. Inc; 1992. p 54-66.
7. Wolff K, Johnson RA, Suurmond D, editors. Fitzpatrick’s : color atlas and synopisis of clinical dermatology. 5 th ed. New York (USA) : McGraw-Hill Medical Publishing Division; 2005.
8. Ghidorzy AJ. Atopic Dermatitis [online]. 2004; Available from: URL:http://www. emedicine.com
9. Arndt KA, Bowers KE, editors. Manual of dermatologic therapeutics. 6 th ed. New York (USA) : Lippincott William Wilkins; 2004.
10. Champion RH, Parish WE. Atopic Dermatitis. In: Champion Rh, Burton JL, Ebling FJG, editor. Textbook of dermatology. 5 th ed. Oxford: Rockell Scientific Pub; 1992. p. 589-610.
11. Wu H, Schapiro B, Harrist TJ. Noninfectious vesikobullous and vesikopustular diseases. In: Elder DE, Elenitsas R, Johnson BL, Murphy GF, editor. Lever’s Histopatology of The Skin. 9 th ed.Philadelphia (USA) : Lippincott Williams & Wilkins. 2004. p. 249.
12. Satayaviboon S, Ray MC. Atopic Dermatitis. In: Ray MC, editor. Applied immuno dermatology. NewYork : Igakus-oin Medical Publisher. Inc; 1992. p 54-66
13. Stanway A. Atopic Dematitis [Online] .2004.; Available from : URL: http://dermnetnz.org/dermatitis/atopic.html
14. Ramsay HM, Goddard W, Gill S, Moss C. Atopic Dermatitis. [Online] 2003.; Available from: URL: http://www.en.wikipedia.org/wiki/ Atopic_dermatitis
15. Leung DYM, Eichenfield LF, Boguniewicz M. Atopic Dermatitis. In: Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI, editor. Fitzpatrick’s Dermatology in general medicine; Vol 1. 6 th ed. New York (USA) : McGraw-Hill Medical Publishing Division; 2003. p.1180-94.