Dermatitis Atopik

35
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Dermatitis atopik (DA) adalah suatu penyakit kulit inflamasi yang kronis dan berulang, dengan karakteristik rasa gatal yang hebat, kulit kering, inflamasi dan eksudasi. Kelainan kulit berupa papul gatal, yang kemudian mengalami ekskoriasi dan likenifikasi, distribusinya di lipatan (fleksural). Hal ini dapat disebabkan oleh stress fisik dan emosional. DA seringkali berhubungan dengan peningkatan nilai serum IgE dan riwayat alergi tipe I, rhinitis alergika dan asma pada penderita atau keluarga. 1,2,3 DA seringkali mengenai 10-15% anak diseluruh belahan dunia dan prevalensinya meningkat dengan cepat. Gejala pertama biasanya dimulai saat bayi, dan sekitar 50% kasus didiagnosis pada usia 1 tahun, dan DA bersifat jangka panjang dan menetap hingga dewasa pada sepertiga pasienSekitar 70 persen kasus DA dimulai pada anak usia dibawah 5 tahun, meskipun sebanyak 10 persen kasus yang dijumpai di rumah sakit dimulai saat usia dewasa. 3,4 1

description

dermatitis atopik persentasion

Transcript of Dermatitis Atopik

Page 1: Dermatitis Atopik

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Dermatitis atopik (DA) adalah suatu penyakit kulit inflamasi yang kronis dan berulang,

dengan karakteristik rasa gatal yang hebat, kulit kering, inflamasi dan eksudasi. Kelainan kulit

berupa papul gatal, yang kemudian mengalami ekskoriasi dan likenifikasi, distribusinya di

lipatan (fleksural). Hal ini dapat disebabkan oleh stress fisik dan emosional. DA seringkali

berhubungan dengan peningkatan nilai serum IgE dan riwayat alergi tipe I, rhinitis alergika dan

asma pada penderita atau keluarga. 1,2,3

DA seringkali mengenai 10-15% anak diseluruh belahan dunia dan prevalensinya

meningkat dengan cepat. Gejala pertama biasanya dimulai saat bayi, dan sekitar 50% kasus

didiagnosis pada usia 1 tahun, dan DA bersifat jangka panjang dan menetap hingga dewasa pada

sepertiga pasienSekitar 70 persen kasus DA dimulai pada anak usia dibawah 5 tahun, meskipun

sebanyak 10 persen kasus yang dijumpai di rumah sakit dimulai saat usia dewasa. 3,4

Dermatitis atopik dicetuskan oleh sejumlah faktor pencetus. Meliputi bahan iritan (bahan

pakaian yang tidak cocok, air keras), mikroba (khususnya Staphylococcus aureus), psikologis

(khususnya keadaan stres) dan faktor alergi. Pasien DA seringkali mengalami peningkatan serum

IgE dan derajat sensitisasi yang tinggi terhadap alergen lingkungan, termasuk makanan. Polutan

dalam maupun luar ruangan seperti asam tembakau dapat mempengarugi produksi IgE.

Sebanyak sepertiga anak dengan DA memiliki alergi terhadap makanan.5

I.2 Definisi

1

Page 2: Dermatitis Atopik

Dermatitis atopik (DA) ialah keadaan peradangan kulit kronis dan residif, disertai gatal,

yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak, sering berhubungan dengan

peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada keluarga atau penderita (DA, rhinitis

alergik atau asma bronkhial). Kelainan kulit berupa papul gatal, yang kemudian mengalami

ekskoriasi dan likenifikasi, distribusinya di lipatan (fleksural).1

Kata "atopi" pertama diperkenalkan oleh Coca (1928), yaitu istilah yang dipakai untuk

sekelompok penyakit pada individu yang mempunyai riwayat kepekaan dalam keluarganya,

misalnya : asma bronkial, rinitis alergik, dermatitis atopik, dan konjungtivitis alergik.2

I.3 Epidemiologi

Oleh karena definisi secara klinis tidak ada yang tepat, maka untuk menginterpretasikan

hasil penelitian epidemiologik harus berhati-hati. Berbagai penelitian menyatakan bahwa

prevalensi DA semakin meningkat sehingga merupakan salah satu masalah utama kesehatan

dunia, dengan prevalensi DA pada anak mencapai 10 sampai 20 persen di Amerika Serikat,

Eropa utara dan barat, Afrika, Jepang, Australia dan negara-negara industri lainnya. Prevalensi

DA pada orang dewasa berkisar antara 1-3%. Uniknya, prevalensi DA lebih rendah pada negara-

negara agraris, seperti Cina, Eropa barat, pedalaman Afrika dan Asia. Wanita lebih banyak

menderita DA daripada pria dengan rasio 1,3:1. Sekitar 60% pasien anak dengan DA tidak

menunjukkan gejala apapun pada masa remaja awal, meskipun sebanyak 50% terjadi rekurensi

pada saat dewasa. Onset dini penyakit, permulaan penyakit yang berat, penyakit yang bersamaan

dengan asma dan hay fever, serta riwayat keluarga DA merupakan suatu pertanda perjalanan

penyakit yang berlangsung terus-menerus. 2,4,6

2

Page 3: Dermatitis Atopik

Berbagai faktor lingkungan berpengaruh terhadap prevalensi DA, misalnya jumlah

keluarga kecil, pendidikan ibu makin tinggi, penghasilan meningkat, migrasi dari desa ke kota,

dan meningkatnya penggunaan antibiotik, berpotensi meningkatkan penderita DA.2

I.4 Etiologi

Penyebab dermatitis atopi belum diketahui. Sekitar 70% penderita ditemukan riwayat

stigmata atopi pada pasien atau anggota keluarga, yaitu berupa ; 7,8

1. Rhinitis alergika, asma bronkhiale, hay fever

2. Alergi terhadap berbagai alergen protein (polivalen)

3. Pada kulit : Dermatitis atopi, dermatografisme putih dan kecenderungan timbul

urtikaria.

4. Reaksi abnormal terhadap perubahan suhu (panas dan dingin) dan stress.

5. Resistensi menurun terhadap infeksi virus dan bakteri.

6. Lebih sensitif terhadap serum dan obat.

7. Kadang-kadang terdapat katarak juvenelis.

I.5 Patogenesis

Patogenesa dari terjadinya dermatitis atopi belum diketahui secara pasti. Pada sebagian

besar penderita (80%) penderita dermatitis atopi ditemukan peningkatan jumlah Ig E dalam

serum, terutama bila terjadi bersamaan dengan asma bronkhiale dan rhinitis alergika karena

defisiensi sel T supressor. 8

3

Page 4: Dermatitis Atopik

Pada temuan laboratorium penderita dermatitis atopi terdapat abnormalitas dari sel T

helper (TH2) yang menginduksi peningkatan produksi interleukin 4 (IL-4) dan berujung pada

peningkatan Ig E. Kelebihan produksi IL-4 mengakibatkan penurunan level interferon gamma.

Sel-sel dapat bereaksi dengan antigen lingkungan untuk memproduksi peningkatan level dari Ig

E. Histamin serum dan pengeluaran sel histamin meningkat, dimana dianggap menimbulkan

pengeluaran sel mast dari reaksi antigen-antibodi. 2,7

I.6 Faktor Pencetus5

Pemahaman dan pengaturan terhadap faktor-faktor pencetus diperlukan untuk

keberhasilan penanganan DA. Riwayat anamnesis yang lengkap sangat diperlukan karena tidak

ada pemeriksaan yang standar, seperti pada rhinitis dan asma untuk mengidentifikasi faktor

pencetus DA yang spesifik

Perubahan suhu dan berkeringat

Penderita atopi tidak tahan terhadap perubahan suhu mendadak. Berkeringat menimbulkan

rasa gatal, terutama pada daerah antecubiti dan fossa poplitea.

Penurunan kelembaban

Udara dingin tidak mampu memberikan kelembaban yang cukup. Uap yang terkandung

dalam lapisan kulit terluar mencapai titik keseimbangan (ekuilibrium) atmosfer dan secara

konsekuen akan mengurangi kelembaban. uapKulit kering menjadi kurang luwes, lebih rapuh

dan lebih mudah teriritasi.

Pencucian yang berlebihan

Pengulangan pencucian dan pengeringan mengurangi air yang mengikat lemak dari lapisan

pertama kulit. Mandi setiap hari masih bisa ditoleransi pada musim panas tetapi dapat

menyebabkan kekeringan kulit yang berlebihan pada musim gugur dan salju.

4

Page 5: Dermatitis Atopik

Kontak dengan bahan iritan

Wool, bahan kimia rumah tangga dan industri, kosmetik, dan beberapa sabun dan detergen

dapat menyebabkan iritasi dan inflamasi pada pasien atopi. Asap rokok mungkin menyebabkan

lesi ekszem pada kelopak mata. Inflamasi seringkali diartikan sebagai reaksi alergi oleh pasien,

sehingga mereka mengklaim bahwa mereka alergi terhadap sesuatu yang mereka sentuh.

Alergi kontak

Reaksi alergi kontak memerlukan sediaan topical, termasuk kortikosteroid dapat

dipertimbangkan pada pasien yang tidak memebrikan respon terhadap terapi. Uji temple dapat

membantu mengidentifikasi bahan pencetus.

Aeroallergen

Tungau debu rumah merupakan aeroalergen yang paling penting. Banyak pasien DA yang

memiliki antibodi anti-IgE terhadap antigen tungan debu rumah, tetapi peranan tungau debu

rumah dalam kekambuhan DA masih kontroversial. Inhalasi debu rumah dan penetrasi alergen

melalui kulit mungkin dapat terjadi. Aeroalergen lainnya seperti serbuk sari dan alergen dari

binatang peliharaan atau tembok dapat memperberat DA.

Agen mikroba

Staphylococus aureus merupakan mikroorganisme utama kulit pada lesi DA. Mikroba ini

secara signifikan meningkat pada kulit yang tidak terinfeksi. Normalnya, S. aureus mewakili

kurang dari 5% dari total mikroflora kulit pada orang tanpa DA. Antibiotik diberikan secara

sistemik atau topical secara dramatis dapat memperbaiki DA.

5

Page 6: Dermatitis Atopik

Makanan

Makanan diyakini dapat mencetuskan kekambuhan pada DA. Banyak pasien yang

menimbulkan reaksi terhadap makanan tidak mengetahui hipersensitivitas mereka. Makanan

dapat mencetuskan reaksi alergi dan non-alergi. Makan yang paling banyak menimbulkan reaksi

alergi adalah telur, kacang, susu, ikan, kedelai dan gandum. Urtikaria, ekszema, gejala saluran

napas atau cerna, atau reaksi anafilaksis mungkin sebagai tanda makanan yang menimbulkan

reaksi.

Stress emosional

I.7 Gambaran Klinis

Gejala utama dermatitis atopik ialah gatal (pruritus). Akibat garukan akan terjadi kelainan

kulit yang bermacam-macam, misalnya papul, likenifikasi dan lesi ekzematosa berupa eritema,

papulo- vesikel, erosi, ekskoriasi, dan krusta.2

Gambar 1. Predileksi Dermatitis Atopi 6

6

Page 7: Dermatitis Atopik

Karakteristik penyakit berbeda-beda berdasarkan usia. DA dapat dibagi menjadi tiga fase,

yaitu DA infantil (terjadi pada usia 2 bulan sampai usia 2 tahun); DA anak (2 sampai 12 tahun);

dan DA pada remaja dan dewasa. Pada DA tipe infantil lebih sering mengenai daerah wajah dan

badan, sedangkan pada DA pada remaja dan dewasa terutama pada daerah fleksural dan tangan.

Pola pewarisan DA sampai saat ini masih belum diketahui, namun beberapa data yang ada

menyebutkan bahwa pola pewarisannya bersifat poligenik. 2,5,9

DA infantil (2 bulan - 2 tahun)

Masa awitan paling sering pada usia 2-6 bulan. Lesi mulai di muka (pipi, dahi) dan skalp,

tetapi dapat pula mengenai tempat lain (badan, leher, lengan, dan tungkai). Bila anak mulai

merangkak, lesi ditemukan di lutut. Lesi berupa eritema dan papulovesikel miliar yang sangat

gatal; karena garukan terjadi erosi, ekskoriasi dan eksudasi atau krusta, tidak jarang mengalami

infeksi. Garukan dimulai setelah usia 2 bulan. Rasa gatal ini sangat mengganggu sehingga anak

gelisah, susah tidur, dan menangis. Lesi menjadi kronis dan residif. Sekitar usia 18 bulan, mulai

tampak likenifikasi di bagian fleksor. Pada usia 2 tahun sebagian besar penderita sembuh,

sebagian berlanjut menjadi bentuk anak. 2,5,6

Gambar 2. Dermatitis Atopi infantil 6

7

Page 8: Dermatitis Atopik

DA pada Anak (2-12 tahun)

Dapat merupakan kelanjutan bentuk infantil, atau timbul sendin (de novo). Lesi kering,

likenifikasi, batas tidak tegas karena garukan terlihat pula ekskoriasi memanjang dan krusta.

Tempat predileksi di lipat siku, lipat lutut, leher, pergelangan tangan dan kaki; jarang mengenai

muka. Tangan mungkin kering, likenifikasi atau eksudasi; bibir dan perioral dapat pula terkena;

kadang juga pada paha belakang dan bokong. Sering ditemukan lipatan Dennie Morgan, yaitu

lipatan kulit di bawah kelopak mata bawah. 2,5,6

Gambar 3. Dermatitis atopi Anak 6

DA pada remaja dan dewasa (12-40 tahun)

Tempat predileksi di muka (dahi, kelopak mata, perioral), leher, dada bagian atas, lipat

siku, lipat lutut, punggung tangan; biasanya simetris. Gejala utama adalah pruritus; kelainan kulit

berupa likenifikasi, papul, ekskoriasi dan krusta. Umumnya dermatitis atopik bentuk remaja dan

dewasa berlangsung lama, tetapi intensitasnya cenderung menurun setelah usia 30 tahun.

Sebagian kecil dapat terus berlangsung sampai tua. Dapat pula ditemukan kelainan setempat,

misalnya di bibir (kering, pecah, bersisik), vulva, puting susu, skalp. 2,5,6

Selain terdapat kelainan tersebut, kulit pendenta tampak kering dan sukar berkeringat.

Ambang rangsang gatal rendah, sehingga pendenta mudah gatal, apalagi bila berkeringat. 2,5,6

8

Page 9: Dermatitis Atopik

Berbagai kelainan dapat menyertainya ialah xerosis kutis, iktiosis, hiperlinearis palmaris

et plantaris, pomfoliks, pitiaris alba, keratosis pilaris, lipatan Dennie Morgan, penipisan alis

bagian luar (tanda Hertoghe), keilitis, katarak subkapsular anterior, lidah geografik, liken

spinularis (papulpapul tersusun numular), dan keratokonus (bentuk komea yang abnormal).

Selain itu, penderita dermatitis atopik cenderung mudah mengalami kontak urtikaria, reaksi

anafilaktik terhadap obat, gigitan atau sengatan serangga. 2,5,6

Gambar 4. dermatitis atopi dewasa 6

I.8 Pemeriksaan Penunjang 2,10

- Pada pemeriksaan darah perifer ditemukan eosinofilia dan peningkatan kadar Ig E

- Dermatografisme putih (+)

Pada kulit normal jika digores akan menimbulkan 3 respon yaitu ;

1. Garis merah pada tempat yang di gores selama 15 detik

2. Warna merah menjalar ke daerah sekitar garis selama beberapa detik

3. Timbul edem setelah beberapa detik

Pada pasien dengan dermatitis atopi penggoresan pada kulit tidak akan menimbulkan

kemerahan sekitar garis, melainkan kepucatan selama 2 detik sampai 5 menit dan edem tidak

timbul. Keadaan ini disebut dermatografisme putih

9

Page 10: Dermatitis Atopik

- Pada pemberian suntikan asetil kolin secara intra kutan 1/5000 akan menyebabkan hiperemia

pada orang normal. Pada pasien dermatitis atopi akan timbul vasokontriksi, terlihat kepucatan

selama 1 jam.

- Jika histamin fosfat disuntikkan pada lesi, eritem akan berkurang. Bila disuntikkan secara

parenteral tampak eritem bertambah pada kulit yang normal.

I.9 Diagnosis

Diagnosis DA biasanya didasarkan pada beberapa variabel, meliputi anamnesis,

pemeriksaan fisik dan laboratorium. Namun, tidak ada gejala kelainan kulit yang spesifik,

gambaran histologis tidak diketahui dengan jelas, dan tidak ada pemeriksaan laboratorium yang

spesifik dalam menegakkan diagnosis DA. Terdapat beberapa karakteristik yang menyatakan

bahwa pasien tersebut menderita DA. Rajka merupakan orang pertama yang membuat daftar

diagnosis yang terdiri dari Kriteria mayor dan minor. Kriteria ini kemudian direvisi dan dikenal

sebagai kriteria Hanifin dan Rajka. Diagnosis DA ditegakkan bila pada pasien dijumpai tiga atau

lebih tanda mayor dan ditambah tiga atau lebih tanda minor. Setiap pasien dapat menunjukkan

kombinasi tanda mayor dan minor yang berbeda. 2,5

Tanda Mayor :1

1. Pruritus.

2. Morfologi dan distribusi yang khas:

- likenifikasi fleksural pada orang dewasa,

- gambaran dermatitis di pipi dan ekstensor pada bayi.

3. Dermatitis kronis atau kronis kambuhan.

4. Riwayat atopi pribadi atau keluarga : Asma, rinitis alergika, dermatitis atopik

10

Page 11: Dermatitis Atopik

Tanda Minor :1

1. Tes kulit tipe cepat yang reaktif (tipe 1).

2. Dermografisme putih atau timbul kepucatan pada tes dengan zat kolinergik.

3. Katarak subkapsular anterior.

4. Xerosis/iktiosis/hiperlinear palmaris.

5. Pitiriasis alba.

6. Keratosis pilaris.

7. Kepucatan fasial/warna gelap infra orbital.

8. Tanda Dennie Morgan (lipatan infraorbital)

9. Peningkatan kadar IgE.

10. Keratokonus.

11. Kecenderungan mendapatkan dermatitis nonspesifik di tangan.

12. Kecenderungan infeksi kulit yang berulang.

13. Seilitis

14. Konjungtivitis berulang

15. Kepucatan pada wajah/eritema fasial

16. Gatal saat berkeringat

17. Intoleransi makanan

18. Dermatitis pada putting susu

19. Intoleransi wool

11

Page 12: Dermatitis Atopik

Kriteria ini secara ilmiah dievaluasi dan ditemukan dapat digunakan secara wajar dengan

baik, meskipun tidak ada definisi yang tepat, beberapa tidak spesifik, dan beberapa tidak umum.

William et al mengembangkan daftar minimum kriteria yang dapat dipercaya untuk menegakkan

diagnosis DA yang dapat digunakan secara klinis pada studi epidemiologi.1

* Adapted from Williams et al.

Gambar. 5 Kriteria diagnosis dermatitis atopi berdasarkan Williams et al 2

I.10 Diagnosis Banding

12

Page 13: Dermatitis Atopik

Diagnosis banding DA yang penting adalah dermatitis seboroik, psoriasis, rosasea dan

dermatitis perioral, infeksi jamur, ikhtiosis vulgaris, scabies dan dermatitis kontak.2

Gambar. 6 Diagnosis banding dermatitis atopi 2

I.11 Penatalaksanaan

Tujuan terapi meliputi usaha untuk mengeliminasi inflamasi dan infeksi, memelihara dan

memperbaiki sawar stratum korneum dengan menggunakan pelembab, menggunakan bahan anti

gatal untuk mengurangi kerusakan kulit akibat perbuatan sendiri, dan mengontrol faktor-faktor

13

Page 14: Dermatitis Atopik

yang menyebabkan kekambuhan. Kebanyakan pasien masih bisa diawasi dibawah kontrol yang

baik hanya kurang dari 3 minggu. Beberapa kemungkinan alasan kegagalan respon : kesediaan

pasien yang jelek, dermatitis kontak alergika dengan pengobatan topikal, terjadi secara

bersamaan dengan asma dan hay fever, sedasi yang inadekuat, dan stres emosional yang

berkelanjutan. Terapi terutama fokus terhadap gambaran simptomatik (hidrasi kulit dan

mengurangi gatal). 1,5

Terapi dermatitis atopi dapat didefinisikan sebagai berikut : 1

Mengurangi tanda dan gejala

Mencegah atau mengurangi kekambuhan

Mempersiapkan penanganan jangka panjang dengan mencegah eksaserbasi

Memodifikasi perjalanan penyakit

14

Page 15: Dermatitis Atopik

Gambar 7. Algoritma terapi dermatitis atopi 1

Pengobatan topikal

Terapi dasar adjuvant

15

Page 16: Dermatitis Atopik

Sebagai sawar, fungsi pada kulit terganggu, terapi dasar adjuvant merupakan penanganan

dasar terhadap penyakit yang meliputi pemakaian rutin pelembab yang adekuat. Penentuan

pelembab pada tiap-tiap pasien berbeda tergantung pilihan tertentu, usia, dan tipe dermatitis.

Emolien menjaga hidrasi kulit dan mengurangi gatal. Emolien digunakan secara rutin dua kali

sehari, meskipun tidak ada gejala penyakit dan setelah berenang atau mandi. Untuk

membersihkan kulit jangan mernakai sabun alkali, tetapi memakai detergen dengan pH asam,

atau sabun nonalkali berlemak. 1

Kortikosteroid topikal

Pengobatan DA dengan kortikosteroid topikal adalah yang paling sering digunakan

sebagai anti-inflamasi lesi kulit. Namun, demikian harus waspada karena dapat terjadi efek

samping yang tidak diinginkan. 2

Potensi kortikosteroid topikal diklasifikasikan berdasarkan potensinya untuk

vasokonstriksi. Secara umum, hanya sediaan dengan kekuatan sangat lemah atau sedang yang

dapat digunakan di wajah atau daerah genital, sedangkan sediaan dengan kekuatan sedang dan

kuat digunakan untuk daerah lainnya diseluruh tubuh. DA dengan likenifikasi memerlukan

sediaan yang lebih kuat untuk waktu yang lebih lama. 3

Imunomodulator topical 2

Takrolimus

16

Page 17: Dermatitis Atopik

Takrolimus (FK-506), suatu penghambat calcineurin, dapat diberikan dalam bentuk salap

0,03% untuk anak usia 2-15 tahun; untuk dewasa 0,03% dan 0,1%. Takrolimus menghambat

aktivasi sel yang terlibat dalam DA, yaitu : sel Langerhans, sel T, sel mast, dan keratinosit.

Pimekrolimus

Dikenal juga dengan ASM 81, suatu senyawa askomisin yaitu imunomodulator golongan

makrolaktam, yang pertama ditemukan dari hasil permentasi Streptomyces hygroscopicus

var. ascomyceticus.

Preparat ter

Efek ter yang sebenarnya belum diketahui pasti; rupanya berkhasiat vasokonstriksi,

astringen, desinfektan, antipruritus, dan memperbaiki keratinisasi abnormal dengan cara

mengurangi proliferasi epidermal dan infiltrasi dermal. Pada penggunaan ter yang lama dapat

terjadi Efek samping ter yang lain ialah fotosensitisasi. Ter dapat pula dikombinasi dengan

kortikosteroid.

Antihistamin

Pengobatan DA dengan antihistamin topical tidak dianjurkan karena berpotensi kuat

menimbulkan sensitisasi pada kulit.

Pengobatan sistemik 2

Kortikosteroid

Kortikosteroid sistemik hanya digunakan untuk mengendalikan eksaserbasi akut, dalam

jangka pendek, dan dosis rendah, diberikan berselang-seling (alternate) atau diturunkan

bertahap (tapering), kemudian segera diganti dengan kortikosteroid topikal. Pemakaian

jangka panjang menimbulkan berbagai efek samping, dan bila dihentikan, lesi yang lebih

berat akan muncul kembali.

17

Page 18: Dermatitis Atopik

Antihistamin

Antihistamin digunakan untuk membantu mengurangi rasa gatal yang hebat, terutama

malam hari, sehingga mengganggu tidur. Oleh karena itu, antihistamin yang dipakai adalah

yang mempunyai efek sedative, misalnya hidroksisin atau difenhidramin.

Anti-infeksi

Pada DA ditemukan peningkatan koloni S. aureus. Untuk yang belum resisten dapat

diberikan eritromisin, asitromisin atau, klaritromisin, sedang untuk yang sudah resisten

diberikan diklosasilin, oksasilin, atau generasi pertama sefalosporin.

Interferon

IFN-γ diketahui menekan respon IgE dan menurunkan fungsi dan proliferasi sel TH2.

Pengobatan dengan IFN- γ rekombinan menghasilkan perbaikan klinis, karena dapat

menurunkan jumlah eosinofil total dalam sirkulasi.

Siklosporin

Pada pasien tanpa gangguan ginjal, dapat digunakan siklosporin dengan dosis yang

dimulai dari 5 mg/Kg BB/hari. Obat ini di indikasikan apabila semua pengobatan gagal,

tetapi harus di awasi secara ketat. Pengobatan ini hanya terbatas 3 sampai 6 bulan saja karena

potensi efek sampingnya termasuk hipertensi dan penurunan fungsi renal.

Terapi sinar (phototherapy)2

18

Page 19: Dermatitis Atopik

Untuk DA yang berat dan luas dapat digunakan PUVA (photochemotherapy) seperti yang

dipakai pada psoriasis. Kombinasi UVB dan UVA lebih baik daripada hanya UVB. UVA bekerja

pada sel langerhans, dan eosinofil, sedangkan UVB mempunyai efek imunosupresif dengan cara

memblokade fungsi sel langerhans, dan mengubah produksi sitokin keratinosit.

I.12 Prognosis 2,5

Umumnya baik tergantung dari gaya hidup yang diterapkan serta dapat menghindari hal-

hal yang dapat memperburuk penyakit atau menyebabkan penyakit tersebut timbul kembali

Secara umum, bila ada riwayat dermatitis atopik di keluarga, bersamaan dengan asma

bronkial, masa awitan lambat, atau dermatitisnya berat, maka penyakitnya lebih persisten.

BAB IILAPORAN KASUS

19

Page 20: Dermatitis Atopik

STATUS PENDERITA PENYAKIT KULITI. IDENTIFIKASI :

Nama : By. SUmur : 7 bulanJenis Kelamin : PerempuanStatus : Bangsa/Suku : Indonesia/jawaAgama : IslamPekerjaan : Alamat : Perum Griya B.T Asri Blok C3 No. 7

II. ANAMNESIS : Allowanamnesa

Keluhan utama : Ibu pasien mengatakan terdapat bintik-bintik merah di kedua pipi, telinga dan perut pasien.

Keluhan tambahan : Tidak ada.

Riwayat perjalanan penyakit :III. bayi berusia 7 bulan dibawa oleh ibunya ke poli kulit dan kelamin RSUD EF dengan

keluhan terdapat bintik-bintik merah di kedua pipi, telinga dan perut, sebelumnya keluhan ini pernah terjadi saat pasien berumur 3 bulan namun masih di sebelah pipi saja dan dibawa berobat ke bidan dan diberi salep dan antibiotic.Riwayat pemakaian obat adaRiwayat penyakit keluarga Tidak adaRiwayat penyakit terdahulu Ada

IV. PEMERIKSAAN

Status generalisataKeadaan umumKesadaran : ComposmentisGizi : DBNSuhu badan : DBNTek darah : DBNPernafasan : DBNRasa sakit : Gatal.

20

Page 21: Dermatitis Atopik

Status dermatologis : terdapat eritema berbatas tegas, papul/vesikel miliar sampai lentikular dan disertai erosi dan eksudasi besrta krusta.

Loalisasai : pada kedua pipi, telinga dan perut.

Lampiran foto

V. TES-TES YANG DILAKUKAN

Tidak ada tes yang dilkukan.

VI. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Tidak ada pemeriksaan yang dilakukan.

VII. RINGKASAN

VIII. bayi berusia 7 bulan dibawa oleh ibunya ke poli kulit dan kelamin RSUD EF dengan keluhan terdapat bintik-bintik merah di kedua pipi, telinga dan perut, sebelumnya keluhan ini pernah terjadi saat pasien berumur 3 bulan namun masih di sebelah pipi saja dan dibawa berobat ke bidan dan diberi salep dan antibiotic.Diagnosis sementara An, Ny. Sofyah. menderita dermatitis Atopik

IX. DIAGNOSA BANDING

1. dermatitis seboroik,

2. psoriasis,

3. rosasea

4. dermatitis perioral,

5. infeksi jamur,

6. ikhtiosis vulgaris,

7. scabies dan

8. dermatitis kontak

X. DIAGNOSIS SEMENTARA

Dermatitis Atopik

21

Page 22: Dermatitis Atopik

XI. PENATALAKSANAAN

Umum

1. Perbaiki keadaan umum, dan atasi faktor-faktor predisposisi :

a. Hindari hal yang dapat menyebabkan keluhan ini bertambah parah

b. Hindari pemakaian bahan yang merangsang seperti sabun dan bahan pakaian wol.

Khusus

1. Topikal

Eritromisin 50 mg (pulv) 3x1Mofacort cream 5 mg 2x1

2. Sistemik

-

XII. PEMERIKSAAN ANJURAN

Tidak ada pemeriksaan anjuran.

XIII. PROGNOSIS

Ad Vitam : bonamAd Sanactionam : dubia ad bonamAd Fungsionam : bonam

22

Page 23: Dermatitis Atopik

BAB III

DISKUSI

Diagnosis Dermatitis atopik ditegakkan bedasarkan atas hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik.

Pada kasus ini bayi berusia 7 bulan dibawa oleh ibunya ke poli kulit dan kelamin RSUD EF dengan keluhan terdapat bintik-bintik merah di kedua pipi, telinga dan perut, sebelumnya keluhan ini pernah terjadi saat pasien berumur 3 bulan namun masih di sebelah pipi saja dan dibawa berobat ke bidan dan diberi salep dan antibiotic.

Dari identitas didapatkan bayi usia 7 bulan, dari usia menunjukkan kesesuaian dengan teori, dimana bedasarkan teori menunjukkan bahwa Dermatitis dapat menyerang semua umur, baik baik masih bayi, anak bahkan sampai dewasa.

Dari allow anamnesa ibu pasien mengatakan pasien mengeluh rasa gatal di bagian kedua pipi , telinga dan perut. Pada anamnesa tersebut kita sudah mendapatkan criteria yang mengarah ke Dermatitis Atopik yakni biasanya dermatitis pada Bayi menyerang pada daerah pipi,kepala, badan, lipatan siku dan lipatan lutut.

Pada kedua pipi terdapat terdapat erosi dan eritema, dan di telinga terdapat pustule disrtai dengan krusta dan dibagian perut hanya terdapat eritema miliar multiple. Gambaran lesi yang ditemukan ini sangat khas untuk penyakit yang disebabkan oleh alergi, yaitu dermatitis Atopik

Untuk mendiagnosis sebagai suatu Dermatitis Atopik diperlukan anamnesis, efloresensi, lokasi dan pemriksaan penunjang yang telah disebutkan diatas. Dari anamnesis, efloresensi dan lokasi saja harusnya sudah bisa mendiagnosis sebagai Dermatitis Atopik, akan tetapi ada beberapa penyulit dalam mendiagnosis sehingga muncul beberapa diagnosis banding untuk Dermatitis Atopik. Beberapa diagnosis banding Dermatitis Atopik adalah dermatitis seboroik, psoriasis, rosasea dan dermatitis perioral, infeksi jamur, ikhtiosis vulgaris, scabies dan dermatitis kontak

Dari anamnesis dan penjelasan pasien dapat disimpulkan bahwa By. Sofyah menderita penyakit Dermatitis Atopik.

23

Page 24: Dermatitis Atopik

Terapi :

Bedasarkan penatalaksanaan umum, hindari hal-hal yang dapat memperburuk keadaan. Dan hindari bahan yang dapat merangsang terjadinya keluhan seperti sabun dan pakaian berbahan dasar wol.:Khusus

Topikal : Eritromisin 50 mg (pulv) 3x1 untuk mengatasi infeksi sekunderMofacort cream 5mg 2x1 untuk mengatasi peradangan dan gatal

Sistemik : -

Prognosis pasien ini Umumnya baik tergantung dari gaya hidup yang diterapkan serta dapat

menghindari hal-hal yang dapat memperburuk penyakit atau menyebabkan penyakit tersebut

timbul kembali.

Secara umum, bila ada riwayat dermatitis atopik di keluarga, bersamaan dengan asma bronkial,

masa awitan lambat, atau dermatitisnya berat, maka penyakitnya lebih persisten.

24

Page 25: Dermatitis Atopik

DAFTAR PUSTAKA

1. C.Ellis, T. Luger, D.Abeck, R.Allen, R.A.C.Graham-Brown, Y.de Prost et al. International Consensus Conference on Atopic Dermatitis II (ICCAD II*): clinical update and current treatment strategies. British Journal of Dermatology 2003;148 (Suppl. 63):3–10

2. Djuanda Suria, Sri Adi S. Dermatitis. Dalam: Adhi Djuanda, Ed. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ke Tiga. Jakarta: Balai Penerbit FK UI, 2004;131-5

3. Hywel C. Williams, Ph.D.. Atopic Dermatitis. N Engl J Med 2005;352:2314-24.

4. B R Allen, M Lakhanpaul, A Morris, S Lateo, T Davies, G Scott et al. Systemic exposure, tolerability, and efficacy of pimecrolimus cream 1% in atopic dermatitis patients. Arch Dis Child 2003;88:969–73

5. Habif Thomas P. Atopic Dermatitis. Dalam: Clinical Dermatology: A Color Guide to Diagnosis and Therapy. Third Edition. St. Louis, Missouri: Mosby-Year Book Inc, 1996;5:345-7

6. Wolff Klaus, Richard Allen Johnson, Dick Suurmond. Atopic Dermatitis. Dalam : Fitzpatrick’s Color Atlas And Synopsis Of Clinical Dermatology. Jakarta : Salemba Medika, 2005;2:33-8

7. Lorraine M Wilson, Sylvia. Ekzema dan gangguan Vaskuler dalam Patofisiologi Penyakit. EGC. Jakarta, 2006

8. Mansjoer Arif. Dermatitis Atopi dalam Kapita Selekta Jilid 2 edisi III. Media Aesculaplus. FKUI, Jakarta, 2001

9. Jan Faergemann. Atopic Dermatitis and Fungi. Clinical Microbiology Reviews, 2002. p. 545–563

10. Hassan, Rusepno. Dermatitis Atopi dalam Buku Kuliah 1 Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Jakarta: Infomedika, 1998

25